Industrial Management Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Industrial Management Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik"

Transkripsi

1 Industrial Engineering Journal Vol.5 No.2 (2016) ISSN X Industrial Management Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik Program Studi Manajemen Logistik, Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi, Bekasi 17520, Indonesia Corresponding Author: Abstrak Gudang merupakan salah satu tempat yang diperlukan dalam industri jasa logistik yang salah satu fungsinya adalah warehousing, yang menuntut pengelolaan barang dengan baik, mulai dari penerimaan hingga pengiriman barang. Proses penerimaan (receiving) harus dilakukan secara efisien dan efektif dengan cara memaksimalkan alur kerja dari proses tersebut, mulai dari tahap pembongkaran hingga bin change system. Melalui penerapan lean services, efisiensi dapat dilakukan, yaitu dengan cara mengurangi pemborosan (waste) yang ada. Hasil pengumpulan data akan divisualisasi menggunakan value stream mapping (VSM), di mana aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah diidentifikasi sebagai waste untuk kemudian diminimalisir waste yang terjadi. Process activity mapping diperlukan untuk melihat klasifikasi aktivitas yang ada, yang terdiri dari klasifikasi bernilai tambah (value added), tidak bernilai tambah (non value added) dan tidak bernilai tambah namun diperlukan (necessary non value added). Hasilnya didapatkan process cycle efficiency (PCE) yang sangat kecil, sedangkan aktivitas delay memiliki waste dominan. Setelah dilakukan perbaikan proses, yaitu melalui pembagian batch menjadi dua bagian small batch, serta melakukan pengurutan ulang aktivitas yang ada. Hasilnya diperoleh pengurangan waktu siklus yang cukup signifikan. Copyright 2016 Department of industrial engineering. All rights reserved. Kata Kunci: Receiving Process, Waste, VSM 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sebuah perusahaan jasa logistik, khususnya yang menyediakan jasa pergudangan (warehousing), mempunyai salah satu aktivitas, yaitu proses penerimaan (receiving). Seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan akan kebutuhan jasa logistik tersebut, proses receiving menjadi sangat penting, karena kecepatan pelayanan pada proses tersebut akan sangat mempengaruhi antrian kendaraan yang akan melakukan proses bongkar muat di gudang tersebut. Pelayanan yang lambat juga akan mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan pelanggan yang akan berakibat pada penurunan pendapatan perusahaan dari jasa tersebut. Data yang diperoleh dari perusahaan jasa logistik yang diobservasi menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada penyimpanan barang di warehouse, yaitu sebesar 12,2 % selama kurun waktu 16 bulan terakhir. Jika tidak diimbangi dengan kinerja yang meningkat, maka barang-barang yang masuk akan lambat ditangani dan key performance indicator (KPI) dengan lead time selama 2 hari tidak akan tercapai. KPI merupakan standar kerja yang digunakan sebagai batas maksimal waktu pengerjaan dalam proses receiving barang. Peningkatan volume barang bukan pada kuantitas barang per part number nya, melainkan pada item barang (part number) yang disimpan karena merupakan barang-barang baru. Barang-barang baru tersebut tidak memiliki lokasi penyimpanan atau no location (NL). Barang yang tidak memiliki lokasi penyimpanan mempersulit tenaga kerja bagian storage karena harus mencari lokasi baru yang kosong (excess process). Pencarian tersebut akan menyita waktu (waiting) hingga lokasi penyimpanan ditemukan karena tidak adanya update lokasi kosong per harinya. Pada proses sebelumnya, setiap lokasi penyimpanan sudah menjadi milik suatu item barang dengan part number tertentu. Namun, sejak adanya peningkatan tersebut (barang baru datang) jika lokasi kosong ditemukan maka akan diisi Manuscript received September 26 th, 2016, revised October 3 rd, 2016 Copyright 2016 Department of Industrial Engineering. All rights reserved.

2 39 atau digunakan sebagai lokasi penyimpanan barang dengan part number baru. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan sistem lokasi penyimpanan yang awalnya fixed (dedicated storage) stock location menjadi random stock location. Perubahan ini sebagai cara untuk mengimbangi terjadinya peningkatan jumlah barang yang masuk. Jika sistem fixed stock location yang dipergunakan maka beberapa lokasi tertentu hanya dapat diisi oleh barangbarang yang sudah ditentukan dan tidak dapat diisi oleh barang lain. Sedangkan dengan sistem random stock location setiap lokasi kosong dapat dipergunakan untuk menyimpan berbagai barang sesuai kebutuhan [1]. Solusi yang selama ini diterapkan ialah bin change dan optimalisasi. Bin change merupakan proses pemindahan barang dari lokasi lama ke lokasi yang baru dan dicatat pada form bin change (part number, quantity, old location, dan new location) dan diinput ke sistem untuk penyesuaian dengan aktualnya. Solusi bin change tak menyelesaikan akar masalahnya, melainkan siklus proses kerja tersebut akan terus-menerus terjadi jika hanya dilakukan bin change. Sedangkan, penggunaan kardus penyimpanan pada lokasi shelving diubah menjadi lokasi cabinet adalah bagian dari optimalisasi. Pada awalnya lokasi shelving hanya diperuntukkan menyimpan satu barang, namun setelah adanya optimalisasi lokasi bisa menyimpan barang hingga lima part number. Solusi ini menjadi solusi yang baik dalam menyiasati peningkatan volume barang yang disimpan. Solusi dari optimalisasi hendaknya didukung dengan proses kerja yang maksimal agar mampu memberikan efek yang maksimal bagi proses receiving. Oleh karena itu, perlu dilakukannya analisa dan identifikasi yang lebih mendalam pada proses kerja receiving agar dapat menghentikan akibat yang terjadi secara terus-menerus (excess process dan waiting) seperti kasus tersebut. Analisis tersebut akan dilakukan dengan menggunakan konsep value stream mapping (VSM). 1.2 Rumusan Masalah Dari kondisi di atas dapat dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimana memaksimalkan alur kerja pada proses receiving dari tahap bongkar hingga bin change system? 1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui cara memaksimalkan alur kerja pada proses receiving dari tahap bongkar hingga bin change system. di lokasi penyimpanan (stock on hand), Pengambilan data dilakukan dengan metode purpossive sampling, memilih sampel di antara populasi sesuai dengan tujuan peneliti, dan hanya mengkaji waste sampai usulan perbaikan. 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Warehouse Warehouse berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai tipe produk dalam jumlah kecil atau besar. Warehouse pada dasarnya adalah bangunan yang secara fisik mempunyai kriteria tertentu sebagai tempat penyimpanan barang, yang mana di dalamnya terdapat proses pergudangan (warehousing) berupa storage hingga shipping. Jadi, warehouse merupakan suatu tempat atau bagian kegiatan logistik yang diperuntukkan menyimpan barang, mulai dari barang baku, barang setengah jadi, barang jadi, dan spareparts [2]. 2.2 Lean Services Lean merupakan sebuah pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi waste melalui perbaikan dan pengembangan secara terus menerus dan berkelanjutan. Singkatnya adalah konsep yang dipakai untuk membuat produk yang efisien dan menghindari terjadinya waste, baik dari segi waktu ataupun biaya [3]. Lean services memiliki makna yang sama dengan lean manufacturing. Perbedaannya terletak pada konsentrasi bidang penerapannya. Lean services lebih ditekankan kepada produk jasa, administrasi, dan kantor, sedangkan lean manufacturing untuk produk barang. Perbandingan lean services dan lean manufacturing dapat dilihat pada Tabel 1 [4]. Tabel 1 Perbandingan Prinsip Lean Services dan Lean Manufacturing No. Manufakturing Non-Manufakturing 1 Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan 2 Identifikasi value stream untuk setiap produk 3 Eliminasi semua waste yang terdapat dalam aliran proses dari setiap produk agar membuat nilai mengalir tanpa hambatan Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan Identifikasi value stream untuk setiap proses jasa Eliminasi semua waste yang terdapat dalam aliran proses jasa agar membuat nilai mengalir tanpa hambatan 1.4 Batasan Masalah Permasalahan yang akan dibahas pada tulisan ini adalah penggunaan value stream mapping (VSM) dilakukan secara parsial sesuai dengan ruang lingkup alur proses receiving, yaitu mulai dari tahap bongkar muatan hingga bin change system. Inputnya berupa barang masuk, sedangkan outputnya berupa informasi kepada konsumen bahwa barang tersebut sudah berada 4 Menetapkan sistem tarik menggunakan Kanban yang memungkinkan pelanggan menarik nilai dari produser 5 Mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan melalui peningkatan terusmenerus secara berkelanjutan Menetapkan sistem anti kesalahan dari setiap proses jasa untuk menghindari waste dan penundaan. Mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan melalui peningkatan terusmenerus secara berkelanjutan

3 Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik 40 Sistem lean merupakan sistem untuk merampingkan perusahaan dengan cara mengurangi waste yang ada di perusahaan. Standarisasi pekerjaan, penggunaan mesin yang efisien, pemilihan material yang digunakan, mereduksi set up time, membuat tata letak yang sesuai, merupakan beberapa cara untuk mengurangi waste tersebut. Keuntungan dari lean, antara lain [3]: 1. Pengurangan inventori. 2. Peningkatan kualitas produk. 3. Penurunan biaya yang dikeluarkan. 4. Memperpendek lead time. 5. Meningkatkan produktivitas. 2.3 Jenis-jenis Waste Berkaitan dengan salah satu fungsinya, yaitu memperpendek lead time, lean berfokus pada menghilangkan waste. Waste tersebut adalah aktivitas yang tidak berguna dan tidak memberikan nilai tambah. Jenis jenis waste, antara lain [4]: 1. Enviromental, health, and safety (EHS) Waste yang terjadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS. 2. Defect Defect maksudnya adalah barang yang cacat atau rusak (kegagalan barang atau jasa). Rusak atau cacat yang dimaksud adalah segala bentuk kesalahan, error, atau koreksi akibat dari aktivitas sebelumnya yang tidak dilakukan dengan baik. Jika terdapat defect maka diperlukan sumber daya tambahan untuk memperbaiki, menginspeksi, dan sebagainya. Sumber daya tambahan yang digunakan tersebut menjadi waste karena sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kegiatan lain sehingga penanganan, waktu, dan upaya yang sia-sia. 3. Over production Jenis waste yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh konsumen. Dikatakan waste karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Memproduksi lebih awal atau lebih banyak daripada yang dibutuhkan sehingga menciptakan waste lain, seperti biaya kelebihan tenaga kerja, penyimpanan, dan transportasi. Dalam Lean Production System, produksi didasarkan atas pull system, yaitu memproduksi produk sesuai dengan keinginan konsumen. 4. Waiting Jenis waste yang terjadi karena menunggu (waiting). Menunggu maksudnya adalah ketika seseorang atau sesuatu menunggu dengan diam dan tidak mengerjakan aktivitas apapun. Menunggu kedatangan material, informasi, peralatan, perlengkapan, dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan waste. Sistem lean mengharuskan sumber daya tersebut agar didapat berdasarkan filosofi Just In Time (JIT) yang berarti semua hal agar didapatkan dalam waktu yang tepat, tidak terlalu cepat, dan tidak terlalu lambat. 5. Not utilizing employees knowledge, skills, and abilities Jenis waste sumber daya manusia (SDM), yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal. Hilangnya waktu, ide, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan talentfull dalam perancangan suatu aktivitas. 6. Transportation Waste yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Transportasi maksudnya perpindahan pekerjaan atau kertas form atau barang dari satu step ke step berikutnya pada suatu proses. Dikatakan efisiensi jika pekerjaan atau kertas form atau barang didatangkan langsung menuju tempat dimana barang tersebut langsung dapat digunakan sehingga tidak menimbulkan waste lainnya, yaitu transportasi yang tidak perlu. 7. Inventories Jenis waste yang terjadi karena inventories yang berlebihan. Persediaan yang terlalu berlebihan, yang sering tejadi karena produksi yang tidak sesuai dengan permintaan dari konsumen. Hal tersebut akan menyita tempat penyimpanan dan menimbulkan biaya simpan (dapat berdampak negatif terhadap cash flow perusahaan) bahkan bila terlalu lama disimpan akan menimbulkan kemungkinan barang dapat rusak atau cacat. 8. Motion Pergerakan (motion) yang dimaksud adalah pergerakan atau perpindahan karyawan di tempat kerja yang terlalu sering dan cenderung berlebihan. Waste yang terjadi karena banyak pergerakan dari yang seharusnnya sepanjang proses value stream. Pergerakan tersebut bukan gerakan yang memberi nilai tambah pada komponen, seperti meraih, mencari, menumpuk komponen, alat, dan lain-lain. Proses kerja yang tidak teratur menjadi salah satu penyebab timbulnya gerakan-gerakan yang tidak efektif. Hal tersebut dapat disebabkan karena layout yang tidak teratur dan perawatan alat bantu atau mesin yang kurang diperhatikan sehingga menimbulkan waste. 9. Excess process Jenis waste yang terjadi karena proses yang berlebihan, melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah tidak perlu dilakukan lagi. Melakukan produksi yang ritmenya tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat. Produksi yang terlalu cepat dapat menimbulkan bottleneck, sedangkan jika terlalu

4 41 lambat maka pekerjaan selanjutnya dalam keadaan idle. 2.4 Value Stream Mapping (VSM) Value stream dicanangkan pada tahun 1980 oleh Taiichi Ohno dan Shigeo Shingo (chief engineer Toyota). Konsep ini lebih menekankan pada produktivitas dibandingkan dengan kualitas. Value stream mapping (VSM) adalah suatu alat visualisasi yang mengacu pada Toyota Production System. Tool ini membantu dalam mempelajari aliran proses dengan teknik lean [3]. VSM dapat dijadikan alat untuk membantu pihak perusahaan atau organisasi untuk mendeteksi masalah dan penyebabnya. Aliran informasi dan material merupakan aliran-aliran yang divisualisasikan dalam VSM. Semua itu dijelaskan menggunakan cycle time, persediaan, perpindahan material, aliran informasi yang tertera pada current state value stream map yang selanjutnya dijadikan acuan untuk future state. VSM membantu pihak manajemen tidak hanya bagaimana sebuah proses berjalan saat ini, namun juga menyangkut yang harus dilakukan ke depannya yang dapat meningkatkan pelayanan, kualitas, dan produktivitas yang optimal dalam proses. Pengamatan terhadap aliran proses dan mengumpulkan data pada objek penelitian adalah langkah awal membuat value stream. Hasil dari pengamatan dan pengumpulan data digambarkan atau divisualisasikan dengan process box. Data yang dimunculkan, antara lain cycle time, persediaan, jumlah operator, dan lead time. Proses yang telah digambarkan kemudian dianalisa dengan mengelompokkannya dalam proses yang memberikan nilai tambah (value added), tidak memberikan nilai tambah (non value added), dan tidak memberikan nilai tambah tetapi dibutuhkan (not value added but necessary). Berikut penjelasan kelompok proses tersebut [5]: 1. Value adding or added (VA) VA adalah aktivitas yang memang memberikan nilai tambah pada produk atau jasa bagi konsumen. 2. Non value adding or added (NVA) Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk dan jasa yang ditawarkan bagi konsumen dan bisa direduksi atau dihilangkan. 3. Necessary but non value adding or added Aktivitas yang yang tidak memberikan nilai tambah tetapi perlu dilakukan. Setelah itu dilanjutkan dengan identifikasi waste. Waste adalah aktivitas yang tidak menambahkan nilai pada produk. Seperti disebutkan terkait tujuan VSM, maka dibuatlah usulan perbaikan untuk mengurangi waste tersebut dan dibuatkan gambaran peta perbaikannya. 3 Pembahasan 3.1 Proses Receiving di Gudang Logistik Proses receiving menunjukkan alur proses receiving barang atau receiving process. Proses receiving barang di gudang logistik berasal dari berbagai tempat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Receiving barang tersebut merupakan barang-barang yang akan disimpan kembali di warehouse ataupun penyesuaian atau balancing penyimpanan dari setiap gudang cabang yang tersebar. Proses receiving tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Proses Receiving di Gudang Logistik 3.2 Pembuatan VSM Hasil pengumpulan data akan divisualisasikan dengan VSM. VSM merupakan teknik yang dikembangkan di Amerika untuk memvisualisasikan proses yang terjadi dalam suatu kegiatan dan menyediakan cara bagaimana proses tersebut dapat diperbaiki. Melalui VSM tersebut akan terlihat aliran barang dari proses awal hingga akhir dan informasi dalam dokumen berskala besar. Data waktu per proses, jumlah barang (inventory) per proses, hingga jumlah energi atau tenaga kerja per proses dibutuhkan dalam pemvisualisasian melalui VSM. Visualisasi dari proses receiving tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Value Stream Mapping dari Proses Receiving Melalui VSM tersebut akan terlihat value added activity dan non value added activity. Value added

5 Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik 42 activity pada proses tersebut adalah bongkar muatan, prestock system, pencetakkan binning list, pemeriksaan dan sortir lokasi, binning, receiving goods system, dan bin change system. Kegiatan-kegiatan pada proses receiving dari tahap bongkar hingga bin change system, seperti jeda antarproses, menyiapkan perlengkapan pemeriksaan, dan salin bin change merupakan bagian dari non value added activity. 3.3 Process Activity Mapping Informasi dari VSM menjadi acuan pengolahan data pada proses selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah menampilkan data dalam bentuk tabel yang dikenal dengan activity mapping. Tool ini bertujuan untuk menghilangkan aktivitas yang tidak diperlukan, mengidentifikasi apakah suatu proses dapat lebih diefisienkan lagi, serta mencari perbaikan yang dapat mengurangi waste. Dalam activity mapping akan dilakukan pemetaan pada masing-masing aktivitas untuk mengetahui kondisi operasional di lapangan dalam jenis aktivitas yang terdiri dari operational, transportation, inspection, storage, dan delay. Hasil tabulasi data dari visualisasi proses receiving dimulai dari bongkar hingga bin change system melalui VSM dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Process Activity Mapping Proses Jenis Aktivitas VA/ Jlh Wkt O T I S D NVA TK Bongkar 222 VA 3 Dari Bongkar ke Prestock System 120 NVA 1 Prestock System 75 VA 1 Dari Prestock System ke Print Binning List NVA 1 Print Binning List 60 VA 1 Dari Print Binning List ke Menyiapkan Perlengkapan 130 NNVA 1 Menyiapkan Perlengkapan 683 NNVA 1 Dari Menyiapkan Perlengkapan ke Pemeriksaan & Sortir Lokasi Pemeriksaan & Sortir Lokasi VA 1 Dari Pemeriksaan & Sortir Lokasi ke Binning Binning VA 1 Dari Binning ke Salin Bin Change Salin Bin Change 130 NNVA 1 Dari Salin Bin Change ke Receiving Goods System Receiving Goods System 54 VA 1 Dari Receiving Goods System ke Bin Change System Bin Change System 541 VA 1 Total Dari Tabel 2 terlihat bahwa terdapat 5 aktivitas yang merupakan transportation dan 3 aktivitas yang termasuk delay. Kedua jenis aktivitas ini termasuk kategori non value added activity. Sedangkan aktivitas operation termasuk value added activity [6]. Aktivitas yang termasuk operational sebanyak sembilan aktivitas dengan total waktu selama detik atau 10%. Jenis aktivitas yang tergolong inspection dan storage tidak terdapat pada alur proses receiving yang dimulai dari bongkar hingga bin change system. Total waktu untuk jenis aktivitas transportation adalah 280 detik. Aktivitas tersebut terdiri dari lima aktivitas atau 0,3%. Sedangkan untuk jenis aktivitas delay memiliki total waktu paling besar dibanding yang lain, yaitu selama detik. Jenis aktivitas delay terdiri dari tiga aktivitas sebesar 89,7%. Jadi, total waktu yang dibutuhkan dari proses bongkar hingga bin change system untuk sekelompok barang adalah selama detik. Dari total waktu tersebut, total waktu yang dibutuhkan untuk value added activity adalah selama detik, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan non value added activity adalah selama detik. Menurut Hines dan Taylor, pada lingkungan manufaktur atau logistik yang dominan adalah aktivitas fisik, aktivitas yang memberikan nilai tambah menyumbang persentase sebesar 5%. Jika dibandingkan dengan teori tersebut, pencapaian persentase sudah lebih dari 5%, namun masih berpotensi untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi waste lebih lanjut lagi [5]. 3.4 Identifikasi Waste Berdasarkan data yang telah dimunculkan, waktu proses pada jenis aktivitas delay lebih besar dibandingkan dua jenis aktivitas lainnya, yaitu sebesar 99,67%. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan, tahap yang termasuk aktivitas delay, antara lain tahap dari prestock system ke print binning list, tahap dari salin bin change ke receiving goods system, dan tahap dari receiving goods system ke bin change system. Aktivitas tersebut menjadi waste pada proses receiving karena tidak memberikan nilai tambah terhadap nilai pada barang pada proses receiving. Waktu proses yang lama dari prestock system ke print binning list dapat saja terjadi karena masih adanya outstanding. Outstanding adalah pekerjaan yang belum selesai dilaksanakan atau barang yang belum selesai dikerjakan sehingga tertahan untuk proses selanjutnya. Berdasarkan sistem kerjanya, print binning list akan dilakukan jika suatu barang sudah akan dikerjakan. Frekuensi kedatangan dan jadwal kedatangan barang yang tak menentu jumlahnya baik lot maupun item barang membuat sulitnya prediksi yang dilakukan bagian receiving terkait target kerjanya sehingga timbullah outstanding. Waktu proses yang lama menyebabkan pengerjaan barang tertunda pengerjaannya hingga waktu yang tidak pasti. Hal tersebut menjadi sebab tidak tercapainya efiseinsi, yaitu tidak tercapainya KPI bagian receiving, dalam hal ini tahap RG.

6 43 Bagian storage memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam proses receiving. SOP tersebut membahas waktu proses receiving (hingga RG system) adalah selama dua hari. SOP atau lead time tersebut sangat membantu jika sewaktu waktu proses inbound sedang banyak sehingga KPI receiving dapat tercapai dengan kata lain lead time tersebut untuk mengatisipasi spare waktu penanganan outstanding. Selain tidak tercapainya efisiensi, waktu proses yang lama juga dapat berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya kehilangan lokasi untuk suatu item barang. Kehilangan lokasi maksudnya adalah lokasi suatu barang ditempati oleh barang lain yang sebelumnya tidak memiliki lokasi. Hal tersebut akan menimbulkan masalah baru berupa pencarian lokasi yang tentunya akan membutuhkan tambahan waktu dibandingkan waktu normal jika tanpa harus mencari lokasi. Ini menandakan bahwa terjadi excess process, karena akan terjadi proses bin change yang sebenarnya tidak harus dilakukan. Pencarian lokasi menyita waktu karena tidak adanya update lokasi kosong yang bisa ditempati suatu barang. Padahal jika terdapat update lokasi dapat membantu checker yang sekaligus bertindak sebagai binner dalam menemukan lokasi baru barang. Melalui observasi yang dilakukan, beberapa spot penyimpanan terdapat form lokasi kosong yang sebenarnya sangat membantu binner, namun dalam masa penelitian ini form tersebut tidak dapat berjalan tanpa ada alasan yang pasti. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, proses bin change suatu barang tersebut menyita waktu manpower. Kegiatan itu memang harus dikerjakan sebagai bentuk penyesuaian antara aktual dan sistem, namun hal tersebut akan berdampak hilangnya kesempatan bagi manpower untuk melakukan pekerjaan yang lain. Hal tersebut menimbulkan adanya kehilangan kesempatan dalam penggunaan waktu pada proses. Jika diakumulasikan waktu untuk bin change pasti dapat dialihkan untuk mengecek beberapa barang lain yang belum diperiksa. Maka dari itu, waktu proses yang terlalu lama sangat menjadi perhatian dalam penelitian ini terhadap dampak yang diberikan. Waktu yang terlalu lama terlihat dari desain kerja dalam kondisi aktual yang dilakukan oleh manpower pada proses receiving. Proses pemeriksaan barang dan sortir serta binning menjadi perhatian utama sebagai akar masalah. Dikatakan sebagai akar masalah karena ada kaitannya dengan outstanding dan proses bin change yang disinggung sebelumnya. Sistem kerja yang dilakukan oleh manpower adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya barang pada tahap pemeriksaan barang dan sortir, kemudian setelah cukup banyak, barang tersebut akan di-binning oleh manpower yang sama, yaitu checker inbound. Proses yang terjadi pada tahap pemeriksaan dan sortir serta binning merupakan tipe batch processing yang berjalan secara push, yaitu suatu proses akan berjalan ke tahap selanjutnya berdasarkan keinginan sumber. Dalam kasus ini, tahapan dalam proses receiving akan berlanjut ke tahap binning jika sumber (tahap pemeriksaan dan sortir) merasa bahwa pekerjaan pada tahapnya sudah terkumpul. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lot A terdiri dari enam item barang dengan kuantitas per itemnya berbeda-beda. Perbedaan itu menandakan bahwa penanganan dalam pekerjaannya pun akan berbedabeda, terutama dari segi waktu. Umumnya, semakin banyak kuantitas suatu barang akan semakin lama waktu yang diperlukan, khususnya spareparts. Part number 1D 4588 dengan kuantitas delapan akan berbeda waktu pemeriksaannya dengan 1T 0550 dengan jumlah sebanyak lima pieces. Tabel 3 menjadi ilustrasi permasalahan dalam penelitian ini. Sedangkan current process chart digambarkan dengan metode penjadwalan maju seperti terlihat pada Gambar 3. Penjadwalan maju adalah pengurutan pekerjaan yang bertolak dari arah saat sekarang atau dari arah waktu nol dan bergerak menuju waktu yang akan datang [7]. Tabel 3 Current State Pemeriksaan Barang dan Binning Lot Part Number Quantity Lot A Waktu Pemeriksaan (Detik) Waktu Binning (Detik) , F , T , D , , , Total ,92 Gambar 3 Current State Pemeriksaan Barang dan Binning Barang dengan part number diperiksa pertama kali dan membutuhkan waktu pemeriksaan selama 25,32 detik. Part number akan dilanjutkan ke tahap binning ketika lima item barang lainnya sudah melalui tahap pemeriksaan. Hal itu menandakan bahwa akan adanya delay (waktu menunggu) pada part number selama 215,12 detik. Pada Gambar 3 juga menunjukkan bahwa terjadi waktu menunggu pada barang untuk proses selanjutnya selama 240,44 detik. Waktu tunggu tersebut tentunya akan memperbesar kehilangan lokasi dan akan mengakibatkan bin change sebagai salah satu proses

7 Identifikasi dan Eliminasi Waste pada Proses Receiving di Gudang Logistik 44 yang sebenarnya tidak diperlukan jika barang tersebut sudah memiliki lokasi tetap (excess process). Checker dalam kondisi aktualnya terdapat empat orang. Jadi, ketika part number diperiksa oleh manpower A, selama proses delay tersebut bisa saja terjadi kemungkinan bahwa manpower B, C, dan D mengambil lokasi penyimpanan part number barang tersebut. Semakin besar waktu delay, maka kemungkinan tersebut akan semakin besar dan bin change pun tidak bisa dihindari. 3.5 Usulan Perbaikan Penerapan random stock location merupakan salah satu cara yang digunakan dalam mengantisipasi peningkatan jumlah barang yang disimpan pada warehouse. Oleh karena itu, proses bin change sulit untuk dihindari. Namun, yang perlu diperhatikan adalah menambah faktor pengaman untuk mengantisipasi fluktuasi jumlah barang baru yang datang. Faktor pengaman yang ditambahkan minimalnya sebesar 10% [1]. Selain itu juga perlu memperhatikan aspek manajemen persediaan, kemampuan mencatat dengan cepat barang apa yang terletak di setiap lokasi, lokasi mana yang kosong, dan bisa dipergunakan adalah hal yang penting untuk pengaturan barang yang efektif [1]. Maka dari itu, penerapan kembali form lokasi kosong akan sangat membantu dalam identifikasi secara efektif untuk penempatan barang-barang sehingga waktu terbuang untuk mencari lokasi kosong akan berkurang. Berdasarkan alur proses receiving pada Gambar 1, terdapat bagian binner. Binner sebenarnya dapat membantu berkurangnya waktu delay pada tahap pekerjaan tersebut. Binner akan membantu checker dalam meletakkan barang di lokasi penyimpanan, sehingga proses yang terjadi akan berkelanjutan (continous flow). Continous flow dapat mengurangi lead time yang terjadi pada suatu proses atau kegiatan. Hal ini membutuhkan kerja sama, tanggung jawab, serta kepercayaan antara checker dan binner. Kedua tahap tersebut akan menjadi tanggung jawab bersama jika terjadi kesalahan karena hal tersebut merupakan kinerja satu tim yang tidak dapat dipisahkan [8]. Waktu proses yang lama, erat kaitannya dengan lead time. Merujuk pada pernyataan Scodanibbio yang telah dikutip di atas, usulan perbaikannya adalah mengubah tipe dari batch processing menjadi continous flow dengan menerapkan SOP yang telah ada dan memaksimalkan manpower yang tersedia. Tim checker yang terdiri dari empat orang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu A dengan B dan C dengan D. Manpower A dan C bertindak sebagai checker, sedangkan manpower B dan D bertindak sebagai binner. Rancangan ini merupakan penerapan SOP yang telah terlampir pada Gambar 1 sehingga fungsi checker dan binner dapat berjalan dan saling mendukung proses receiving. Pada usulan perbaikan akan dilakukan penerapan continous flow. Continous flow pada proses tersebut dengan melakukan perancangan proses dan dalam hal ini dengan asumsi bahwa fungsi checker dan binner dapat berjalan. Penerapan continous flow dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan visualisasi penerapannya dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 4 Future State Pemeriksaan Barang dan Binning Lot Part No Kel Qty Waktu Desain Waktu Desain Pemeriksaan Proses Binning proses ,32 196,96 8F 7702 I 6 32,37 100,68 93, Lot A 1T ,99 43,12 1D ,86 107, II ,57 139,76 131, ,33 139,87 Total ,44 712,92 Gambar 4 Future Process Chart Continous flow dilakukan dengan membagi sejumlah item barang yang diperiksa menjadi beberapa kelompok. Pembagiannya berpacu pada jumlah yang tertera pada dokumen binning list. Pembagian dapat dilakukan secara kelompok, misalnya pada dokumen binning list terdapat 100 item barang maka dapat dilakukan pembagian menjadi dua atau empat kelompok dan sebagainya sesuai dengan kondisi yang ada. Pembagian berdasarkan kelompok ini hanya untuk kuantitas barang yang jumlahnya banyak dalam suatu case number (sesuai dengan kesepakatan). Data pada Tabel 4 sebagai bentuk ilustrasi saja, bukan menunjukkan bahwa jika kuantitas barang terdapat enam item barang harus dilakukan pembagian kelompok. Penerapan tipe continous flow berjalan secara pull system, yaitu suatu proses yang berjalan karena adanya kebutuhan dari konsumen. Dalam kasus ini, konsumen dalam kedua tahap tersebut adalah tahap binning atau binner. Jika checker sudah melakukan tahap pemeriksaan untuk kelompok I, maka binner segera melakukan tahap binning kelompok I. Jadi, ketika binner melakukan tahap binning kelompok I, maka checker melakukan tahap pemeriksaan kelompok II. Checker akan tetap melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsinya dan binner akan melakukan tahap binning sesuai dengan jumlah barang yang telah diperiksa. Ritme tersebut berjalan seterusnya hingga barang yang akan diperiksa sudah tidak tersedia lagi.

8 45 Melalui desain proses tersebut, barang dengan part number tidak harus delay selama 215,12 detik, melainkan hanya selama 75,36 detik. Waktu delay yang semakin kecil, tentunya akan memperkecil terjadi kesempatan hilangnya lokasi (bin change). Pada future process chart semakin terlihat bahwa disaat binner sedang melakukan tahap binning untuk tiga barang pertama, checker dapat secara bersamaan melakukan proses checking tiga barang kedua. Hal ini akan mengeliminasi waste, yaitu waktu tunggu dan memperkecil terjadinya kemungkinan bin change (excess process). Meskipun terjadi waktu menunggu pada kelompok barang kedua dari proses checking ke proses binning selama 194,21 detik, namun terjadi minimalisasi waktu secara keseluruhan dibanding proses lama, yaitu sebesar 139,76 detik. Desain ini akan berjalan sesuai dengan fungsinya jika tanpa memperbolehkan checker untuk melakukan pekerjaan binner. Terjadinya kehilangan kesempatan akan semakin berkurang karena checker akan fokus melakukan pemeriksaan barang dan outstanding pun akan menyusut dengan diimbangi tahap binning juga yang berlangsung secara bersamaan dengan tahap pemeriksaan barang. Maka lead time dari barang pun akan semakin kecil dan efisiensi kerja akan tercapai melalui KPI dari proses RG yang tepat waktu. Daftar Pustaka [1] Hutahaean, H. H. (2006). Manajemen Logistik. Jakarta: Universitas Katolik Indonesi Atma Jaya. [2] Fernawaty, R. (2006). Analisis Sistem Persediaan Sebagai Dasar Strategi Penyusunan Tata Letak Gudang (Studi Kasus: PT. Astra Daihatsu Motor Stamping Plant Divisi Inventory Raw Material). Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universtias Katolik Atma Jaya. Jakarta: Universtias Katolik Atma Jaya. [3] Herrysa. (2009). Analisis dan Identifikasi Waste dengan Menggunakan Konsep Value Stream Mapping (Studi Kasus: Pipe Mill 2; PT. McDermott Indonesia, Batam). Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universtias Katolik Atma Jaya. Jakarta: Universtias Katolik Atma Jaya. [4] Gasperz, V. (2012). Production and Inventory Management. Bogor: Vinchristo Publication. [5] Pujawan, I.N. (2005). Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya. [6] Setiyawan, T. D., Soeparman, S., Soenoko, R. (2013). Minimasi Waste Untuk Perbaikan Proses Produksi Kantong Kemasan dengan Pendekatan Lean Maufacturing. JEMIS, 1(1), [7] Wibowo, N. D. (2011). Modifikasi Genetik Algoritma Imunisasi Untuk Permasalahan Penjadwalan Flow Shop. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universtias Katolik Atma Jaya. Jakarta: Universtias Katolik Atma Jaya. [8] Scodanibbio, C. (2010). Value Stream Management : The Road to Lean Manufacturing Through The Value Stream Mapping Technique. USA: World Class Performance. 4 Kesimpulan Dari pembahasan di atas terlihat bahwa untuk memaksimalkan alur kerja proses receiving pada tahap bongkar hingga bin change di gudang logistik dapat dilakukan dengan menggambarkan proses tersebut dalam bentuk value stream mapping (VSM) dan melakukan identifikasi waste pada alur kerja proses tersebut. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa waste pada proses receiving dari tahap bongkar hingga bin change system adalah waktu proses yang lama yang menyebabkan delay sehingga terjadi waiting (waktu menunggu) dan berdampak kepada excess process berupa bin change. Waktu bin change dapat diminimalisir dengan menggunakan kembali form lokasi kosong. Selain itu, waktu proses yang lama menyebabkan kemungkinan terjadinya kehilangan lokasi pada suatu barang semakin tinggi. Fungsi checker dan binner perlu diterapkan pada orang yang berbeda sesuai dengan SOP yang berlaku. Hal ini dilakukan agar proses pemeriksaan ke binning dapat berkelanjutan dan tentunya waktu proses akan lebih efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1 Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha peningkatan produktivitas, perusahaan harus mengetahui kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan jasa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh profit yang besar. Profit yang besar akan diperoleh jika perusahaan dapat menekan pengeluaran sekecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT Dirgantara Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kedirgantaraan terutama dalam proses perancangan dan pembuatan komponen pesawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri makanan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Waktu siklus Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau oleh operator serta mencatat waktu-waktu kerjanya baik waktu setiap elemen maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang dihadapi

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya industri manufaktur di Indonesia, maka akan semakin ketat persaingan antara perusahaan manufaktur satu dan lainnya. Hal ini memicu perusahaan

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berisi penjelasan tahap-tahap yang dilalui penulis dalam menyusun penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah tahap awal penelitian, tahap pengumpulan data,

Lebih terperinci

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu rangkaian kerangka pemecahan masalah yang dibuat secara sistematis dalam pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS Yosua Caesar Fernando 1 dan Sunday Noya 2 Abstract: Meminimalkan pemborosan dalam proses produksi adalah salah satu tujuan

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Jurnal dan referensi diperlukan untuk menunjang penelitian dalam pemahaman konsep penelitian. Jurnal dan referensi yang diacu tidak hanya dalam negeri namun juga

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet (INKABA) adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis produk teknik berbahan baku utama karet, salah satunya adalah produk karet damper.

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI Oleh : BOBBY ALEXANDER NPM 0732010020 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK Krisna Ardi Wibawa, I Nyoman Pujawan Program Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12 A Surabaya E-mail: WibawaCTI@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT. Agronesia (Divisi Industri Teknik Karet) merupakan perusahaan manufaktur industri pengolahan yang memproduksi berbagai jenis produk karet teknik untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi proses penerimaan order sampai dengan proses packing dengan mengeliminasi non-value added activities (aktivitas yang tidak bernilai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan air payau yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan air payau yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan air payau yang menjadi salah satu komoditi perikanan unggulan daerah tropis terutama Indonesia. Ikan ini sudah tidak asing lagi

Lebih terperinci

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING Journal Industrial Manufacturing Vol. 3, No. 1, Januari 2018, pp. 45-50 P-ISSN: 2502-4582, E-ISSN: 2580-3794 PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA

Lebih terperinci

5 BAB V ANALISA DAN HASIL

5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Analisa Kanban Banyaknya kartu kanban yang diperlukan dihitung dengan rumus (Arnaldo Hernandez, 1989): Banyaknya Kanban = Permintaan Harian X Faktor Pengamanan

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DAN TIME BASED PROCESS (STUDY KASUS DI RSU HAJI SURABAYA)

PENINGKATAN EFISIENSI PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DAN TIME BASED PROCESS (STUDY KASUS DI RSU HAJI SURABAYA) PENINGKATAN EFISIENSI PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DAN TIME BASED PROCESS (STUDY KASUS DI RSU HAJI SURABAYA) Nugroho Wicaksono, Moses L. Singgih Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan dalam industri manufakatur kini semakin meningkat, membuat persaingan indsutri manufaktur pun semakin ketat. Di Indonesia sendiri harus bersiap mengahadapi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definsi dan Penyebab Masalah BAB 2 LANDASAN TEORI Gaspersz, V (2011, p.12) menyatakan bahwa masalah adalah kesenjangan atau gap yang terjadi antara hasil aktual dengan target kinerja yang diinginkan.

Lebih terperinci

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas Jurnal Teknik Industri, Vol., No., Juni 03, pp.-8 ISSN 30-495X Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 0J Untuk Meningkatkan Produktivitas Ridwan Mawardi, Lely Herlina, Evi Febianti 3,,

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap pemborosan (waste)

Lebih terperinci

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.1, Maret 2013, pp.35-40 ISSN 2302-495X Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Tubagus Ardi Ferdiansyah 1, Asep Ridwan

Lebih terperinci

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Gaspersz (2011, p.92), Lean Six sigma merupakan suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

Lebih terperinci

Standarisasi Aliran Proses dan Informasi Pada Departemen Transport di PT A

Standarisasi Aliran Proses dan Informasi Pada Departemen Transport di PT A Standarisasi Aliran Proses dan Informasi Pada Departemen Transport di PT A Fendy Aurino 1, Liem Yenny Bendatu 2 Abstract: PT A is a manufacturing company which produces consumer goods. Transportation Department

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan terus tumbuh. Segmen yang menjanjikan yaitu pasar minuman ringan. Pasar minuman ringan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian ini, yaitu seperti pada Gambar 3.1 merupakan

Lebih terperinci

Penerapan Lean Manufacturing dalam Proses Produksi Common Rail 4D56

Penerapan Lean Manufacturing dalam Proses Produksi Common Rail 4D56 Petunjuk Sitasi: Patrisina, R., & Ramadhan, K. M. (2017). Penerapan Lean Manufacturing dalam Proses Produksi Common Rail 4D56. prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C131-135). Malang: Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

Penurunan Waste Intra pada Transportation Process Menggunakan Value Stream Mapping: A Case Study

Penurunan Waste Intra pada Transportation Process Menggunakan Value Stream Mapping: A Case Study Penurunan Waste Intra pada Transportation Process Menggunakan Value Stream Mapping: A Case Study Maria Natalia 1, Nyoman Sutapa 2 Abstract: The thesis discusses the value added and non-value added of the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. performansinya secara terus menerus melalui peningkatan produktivitas. Lean

BAB I PENDAHULUAN. performansinya secara terus menerus melalui peningkatan produktivitas. Lean BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tingkat persaingan di dunia usaha yang semakin tinggi menuntut setiap perusahaan berperan sebagai penghasil nilai (value creator), dengan memperbaiki

Lebih terperinci

Industrial Management Implementasi Penempatan dan Penyusunan Barang di Gudang Finished Goods Menggunakan Metode Class Based Storage

Industrial Management Implementasi Penempatan dan Penyusunan Barang di Gudang Finished Goods Menggunakan Metode Class Based Storage Industrial Engineering Journal Vol.5.2 (2016) 11-16 ISSN 2302 934X Industrial Management Implementasi Penempatan dan Penyusunan Barang di Gudang Finished Goods Menggunakan Metode Class Based Storage Basuki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Produksi dan Proses Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi merupakan proses yang berkenaan dengan pengubahan input menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk menghasilkan produk-produk fisik.

Lebih terperinci

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING Arik Hariyanto 1) dan Dwi Iryaning Handayani 2 Jurusan Teknik Industri Universitas Panca Marga Probolinggo

Lebih terperinci

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) Rika Ajeng Priskandana, I Nyoman Pujawan Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian Ravishankar (2011) Penelitian yang dilakukan Ravishankar (2011) bertujuan untuk menganalisa pengurangan aktivitas tidak bernilai tambah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul : ANALISA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat. Agar dapat memenangkan persaingan tersebut perusahaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4% BAB V ANALISA 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping (CVSM) Value stream mapping merupakan sebuah tools untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang didalamnya termasuk material dan informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi Global. Membuat beberapa harga barang-barang, termasuk barang-barang industri menjadi meningkat.

Lebih terperinci

Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT.

Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT. Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT. KI Plant Subang) Edi Susanto 1, Arief Irfan Syah Tjaja 2 1,2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya email: moses@ie.its.ac.id;future_sandi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lean Manufacturing Ohno (1997) seperti yang dikutip oleh Abdullah (2003) menjelaskan bahwa ide dasar di balik sistem lean manufacturing, yang telah dipraktekkan selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lead Time Istilah lead time biasa digunakan dalam sebuah industri manufaktur. Banyak versi yang dapat dikemukakan mengenai pengertian lead time ini. Menurut Kusnadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri mikro, kecil, dan menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. Perkembangan industri mikro,

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE Shanty Kusuma Dewi 1*,Tatok Dwi Sartono 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan

Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan Petunjuk Sitasi: Eddy, & Aswin, E. (2017). Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C27-32). Malang: Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) Ratnaningtyas, Moses Laksono Singgih Magister Managemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM Penelitian Thesis Oleh: MUTHMAINNAH 9108.201.308 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Untukmenjaminterselenggaranya tugaspokoktni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan perkembangan dunia industri yang semakin pesat, seluruh perusahaan yang bergerak dalam sektor industri manufaktur atau jasa dituntut untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat pesat di sektor industri pada saat ini menuntut setiap

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat pesat di sektor industri pada saat ini menuntut setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Persaingan yang sangat pesat di sektor industri pada saat ini menuntut setiap perusahaan yang bergerak di bidang manufacturing untuk meningkatkan strategi

Lebih terperinci

PENGURANGAN WASTE OF MOTION PADA PROSES LAYANAN MATERIAL SHEET DI GUDANG METAL PT DIRGANTARA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN WAREHOUSING

PENGURANGAN WASTE OF MOTION PADA PROSES LAYANAN MATERIAL SHEET DI GUDANG METAL PT DIRGANTARA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN WAREHOUSING PENGURANGAN WASTE OF MOTION PADA PROSES LAYANAN MATERIAL SHEET DI GUDANG METAL PT DIRGANTARA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN WAREHOUSING Dhiah Arini 1, Dr. Ir. Luciana Andrawina, M.T. 2, Ir.

Lebih terperinci

RANCANGAN SISTEM KANBAN UNTUK MENGURANGI NON VALUE ADDED ACTIVITIES PADA PROSES PRODUKSI DI PT. CENTRAL WINDU SEJATI

RANCANGAN SISTEM KANBAN UNTUK MENGURANGI NON VALUE ADDED ACTIVITIES PADA PROSES PRODUKSI DI PT. CENTRAL WINDU SEJATI RANCANGAN SISTEM KANBAN UNTUK MENGURANGI NON VALUE ADDED ACTIVITIES PADA PROSES PRODUKSI DI PT. CENTRAL WINDU SEJATI TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik Gres Tenan milik Bp. Sardjono Atmomardoyo yang ada di Kampung Batik Laweyan turut andil dalam persaingan dalam hal industri fashion. Mulai dari bakal kain, tas

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Era globalisasi menuntut segala aspek kehidupan seluruh masyarakat untuk berubah, lebih berkembang dan maju. Salah satu mekanisme yang menjadi ciri globalisasi dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sudut pandang konsumen oleh karena itu perlu dieliminasi. Didalam lean

BAB I PENDAHULUAN. dari sudut pandang konsumen oleh karena itu perlu dieliminasi. Didalam lean BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pemborosan merupakan segala sesuatu yang menambah waktu dan biaya pembuatan sebuah produk namun tidak menambah nilai pada produk yang dilihat dari sudut

Lebih terperinci

Maya Anestasia, 2 Pratya Poeri, 3 Mira Rahayu 1, 2,3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Telkom University

Maya Anestasia, 2 Pratya Poeri, 3 Mira Rahayu 1, 2,3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Telkom University RANCANGAN PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI RUBBER STEP ASPIRA BELAKANG MENGGUNAKAN 5-S SYSTEM DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMASI WASTE MOTION (STUDI KASUS: DIVISI INDUSTRI TEKNIK KARET

Lebih terperinci

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA Minto waluyo Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN ANALISIS BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 Temuan Utama dan Hasil Pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa temuan utama dalam penelitian ini adalah terjadinya pemborosan

Lebih terperinci

Analisis Pemborosan pada Unit Pelayanan Kesehatan Poliklinik dengan Pendekatan Lean Service

Analisis Pemborosan pada Unit Pelayanan Kesehatan Poliklinik dengan Pendekatan Lean Service Petunjuk Sitasi: Sugiono, S., Himawan, R., & Fadla, A. (2017). Analisis Pemborosan pada Unit Pelayanan Kesehatan Poliklinik dengan Pendekatan Lean Service. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. F178-183).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dirancang untuk mengetahui aliran supply chain management pada sereh wangi desa Cimungkal Kabupaten Sumedang. Penelitian ini bersifat kualitatif sehingga hal

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 01 (01), 2016

Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 01 (01), 2016 PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN CARA MENGURANGI MANUFACTURING LEAD TIME STUDI KASUS: PT ORIENTAL MANUFACTURING INDONESIA Sumiharni Batubara, Raden Abdurrahman

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan BAB V ANALISA HASIL Pada bab ini akan dijabarkan hasil analisa dari pengolahan data yang telah dilakukan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pengembangan rekomendasi perbaikan pada sistem dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai tambah (value added), tidak memberi nilai tambah (non value added) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai tambah (value added), tidak memberi nilai tambah (non value added) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri demikian pesat menyebabkan persaingan antar industri semakin ketat terutam industri kecil menengah yang bergerak pada bidang yang

Lebih terperinci

Penerapan Lean Supply Chain Dengan Usulan Perbaikan Menggunakan Metode DMAIC

Penerapan Lean Supply Chain Dengan Usulan Perbaikan Menggunakan Metode DMAIC Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.1, Maret 2013, pp.48-53 ISSN 2302-495X Penerapan Lean Supply Chain Dengan Usulan Perbaikan Menggunakan Metode DMAIC Erry Riyadi Prabowo 1, Asep Ridwan 2, Achmad Bahauddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pertumbuhan industri di era globalisasi ini mengharuskan perusahaan menerapkan go green untuk menghemat energi serta harus mampu meningkatkan kinerja

Lebih terperinci

ANALISA PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DENGAN METODE VSM (VALUE STREAM MAPPING) UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN WAKTU (STUDI KASUS UD.

ANALISA PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DENGAN METODE VSM (VALUE STREAM MAPPING) UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN WAKTU (STUDI KASUS UD. PROFISIENSI, Vol 5 No. 1 ;1-6 Juni 2017 ISSN Cetak: 2301-7244 ANALISA PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DENGAN METODE VSM (VALUE STREAM MAPPING) UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN WAKTU (STUDI KASUS UD. ALMAIDA)

Lebih terperinci

Tabel I. 1 Data Pengiriman CV.ASJ kepada PT.A. Tanggal Keterlambatan Pengiriman

Tabel I. 1 Data Pengiriman CV.ASJ kepada PT.A. Tanggal Keterlambatan Pengiriman BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang CV. ASJ merupakan perusahaan yang bergerak dibindang industri sandal khusus laki-laki yang terletak di daerah Bandung, Indonesia yang dapat memproduksi berbagai jenis

Lebih terperinci

USULAN MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI DENGAN KONSEP LEAN MANUFACTURING DI CV.X*

USULAN MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI DENGAN KONSEP LEAN MANUFACTURING DI CV.X* Reka Integra ISSN: 2338-508 Jurusan Teknik Industri Itenas No.2 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 205 USULAN MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI DENGAN KONSEP LEAN MANUFACTURING

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki tahun 1990, Lean Production System yang lahir dari Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. Dimana tujuan dari sebuah

Lebih terperinci

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3 RANCANGAN USULAN PERBAIKAN UNTUK MEMINIMASI WAITING TIME PADA PROSES PRODUKSI RUBBER STEP ASPIRA BELAKANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (STUDI KASUS: PT AGRONESIA DIVISI INDUSTRI TEKNIK KARET) 1

Lebih terperinci

Designing Work Standards to Reduce Lead Time Delivery using Value Stream Mapping Method: A Case Study

Designing Work Standards to Reduce Lead Time Delivery using Value Stream Mapping Method: A Case Study JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULY AGUSTUS SEPTEM OKTOBER NOVEM DESEMB Wijaya. / Designing Work Standards using VSM Method: A Case Study/ Jurnal Titra, Vol. 4, No.2, Juli 2016, pp.21-28 Designing

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.1 April 2015 Page 878

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.1 April 2015 Page 878 ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.1 April 2015 Page 878 Usulan Perbaikan Sistem Untuk Mengurangi Penumpukan Work In Process dan Lead Time Produksi Pada Lantai Produksi Bagian Medium

Lebih terperinci

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE)

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) Santi Nihayatur Rahmah, Moses L. Singgih MMT ITS, Surabaya Santy_nr@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Minimasi waste merupakan hal yang penting untuk mendapatkan value stream yang baik. Produktivitas yang meningkat mengarah pada operasi yang

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT...ii AYAT AL-QUR AN... iii PERUNTUKKAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI DISUSUN OLEH : WAHYU EKO NURCAHYO 0632010198 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT Pindad (Persero) merupakan perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak dibidang Alutsista (Alat Utama Sistem Persenjataan) dan produk komersial. Salah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif kualitatif yaitu metode untuk menyelidiki objek yang dapat diukur dengan angka-angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi menyebabkan tingkat persaingan di dunia usaha semakin tinggi. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut setiap perusahaan yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) Moses L. Singgih dan M.Vina Permata Laboratorium Sistem

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt 1. Apa Itu Lean? Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt Lean adalah suatu upaya terus-menerus (continuous improvement efforts) untuk: menghilangkan pemborosan

Lebih terperinci

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

PERANCANGAN VALUE STREAM MAPPING PROSES PRODUKSI MAINAN KAYU PADA CV. MK

PERANCANGAN VALUE STREAM MAPPING PROSES PRODUKSI MAINAN KAYU PADA CV. MK PERANCANGAN VALUE STREAM MAPPING PROSES PRODUKSI MAINAN KAYU PADA CV. MK Azizah Mutiasari 1*, Ahmad Juang Pratama 2 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia

Lebih terperinci

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN SKRIPSI Diajukan Oleh : Indah Mutiarahma NPM 0532010150 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL. material dalam sistem secara keseluruhan. Value stream mapping yang

BAB V ANALISIS HASIL. material dalam sistem secara keseluruhan. Value stream mapping yang BAB V ANALISIS HASIL Bedasarkan Data yang telah diolah pada Bab sebelumnya maka analisis hasil yang akan dijelaskan dibawah ini. 5.1 Analisa Current State Mapping Value stream mapping merupakan awal untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Studi Ganda Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2006/2007 USULAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN UNTUK OPERATIONAL EXCELLENCE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, persaingan semakin ketat sehingga industri yang bergerak dalam bidang manufaktur maupun jasa harus dapat unggul dalam pasar. Kepuasan

Lebih terperinci

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING PADAINDUSTRI PART DAN KOMPONEN AUTOMOTIVE

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING PADAINDUSTRI PART DAN KOMPONEN AUTOMOTIVE PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING PADAINDUSTRI PART DAN KOMPONEN AUTOMOTIVE Hernadewita 1, Euis Nina Saparina Yuliani 2, dan Dewi A. Marizka 3 1 Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana 2 Prodi Teknik

Lebih terperinci