Pemetaan Minat Baca Masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemetaan Minat Baca Masyarakat"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN Pemetaan Minat Baca Masyarakat Di Tiga Provinsi: Sulawesi Selatan, Riau dan Kalimantan Selatan Program Sinergi Departemen Pendidikan Nasional dengan Perpustakaan Nasional Departemen Pendidikan Nasional Dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 2007

2 RINGKASAN Berdasarkan beberapa laporan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia disebutkan tergolong rendah dibandingkan bangsa lain, bahkan dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI) berdasarkan angka buta aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174 negara. Salah satu faktor penyebab rendahnya kebiasaan dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia adalah karena masih dominannya budaya tutur dari pada budaya baca. Selain itu tidak meratanya penyebaran koleksi bahan perpustakaan dan fasilitas baca di berbagai lapisan masyarakat dan belum optimalnya pemberdayaan perpustakaan di masyarakat. Sesungguhnya sejak tahun 1972 UNESCO telah memprioritaskan masalah pembinaan minat baca. Pada tahun tersebut diluncurkan program yang disebut Books for All (buku untuk semua orang), yang bertujuan untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca di masyarakat dunia. Di Indonesia sendiri, Presiden Soeharto pada tahun 1996 mencanangkan Hari Kunjung Perpustakaan, Presiden Megawati pada tahun 2002 mencanangkan Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan yang terakhir pada bulan Mei 2007 Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi perhatian penuh terhadap kegemaran membaca tersebut dengan meresmikan layanan Perpustakaan Elektronik Keliling yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. Namun sampai sekarang gaung dari gerakan-gerakan tersebut belum menampakkan hasil yang memuaskan. Karena itu usaha senafas dengan program tersebut perlu selalu dikembangkan. Dewasa ini, dengan semangat otonomi daerah, pemerintah daerah mencoba untuk membuat program untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu contoh adalah Pemerintah Kota Makassar yang mencanangkan program Gerakan Makassar Gemar Membaca mulai dicanangkan tahun Selain itu Pemerintah Provinsi Riau, pada tahun 2006 juga mencanangkan Gerakan Riau Membaca. Untuk memetakan kondisi minat baca masyarakat maka dilakukan penelitian yang merupakan Kegiatan Sinergi Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI. Penelitian dilakukan di tiga provinsi yaitu Propivinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Riau, dan Provinsi Kalimantan Selatan dengan pengambilan sampel di Kota Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin. Penelitian yang dilakukan dari bulan Juni sampai November 2007 ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui pemberdayaan perpustakaan oleh masyarakat sebagai sarana informasi; (2) Mengetahui gambaran tingkat minat baca masyarakat di tiga lokasi; (3) Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca masyarakat; (4) Mengetahui kemampuan masyarakat setempat dalam membaca; (5) Memetakan pengembangan minat baca di tiga lokasi; (6) Meningkatkan kerja sama sinergis Depdiknas dengan Perpusnas RI. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) Teridentifikasinya keadaan masyarakat di tiga kota tersebut sebagai representasi dari keadaan masyarakat Indonesia secara umum baik dari segi pendidikan, minat baca, pola perilaku anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan informasi, dan lain sebagainya; (2) Terdeteksinya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, sehingga mereka merasa perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat untuk mencari jawaban bagi masalah yang mereka hadapi; (3) Rekomendasi

3 terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis koleksi yang harus dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Stratified Proportional Purposive Sampling. Teknik ini digunakan karena secara umum berdasarkan literatur dan beberapa penelitian sebelumnya sudah diperoleh gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang diteliti mengenai pemetaan minat baca. Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000 orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan Banjarmasin) dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih. Selain itu untuk memperdalam pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk keadaan masyarakat dilakukan pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi dan kegiatan taman bacaan masyarakat serta melakukan wawancara khusus kepada beberapa pejabat, tokoh masyarakat serta pengguna awam dan petugas dan pengelola perpustakaan atau taman bacaan masyarakat berkaitan dengan topik penelitian. Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu: 1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya; 2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya; 3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan; 4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi membacanya; 5) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya; 6) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan; 7) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin lama durasi membacanya; 8) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya; 9) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan. Berdasarkan deskripsi dan kecenderungan korelasi data serta analisis kecenderungan, disertai dengan masukan yang didapatkan melalui wawancara, peninjauan lapangan serta studi literatur, maka berikut disajikan berbagai kesimpulan pemetaan minat baca di tiga kota yaitu Kota Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin, saran-saran untuk pengembangan program-program kerja dalam rangka peningkatan minat baca masyarakat di ketiga kota. Pihak-pihak yang diharapkan menjalankan saran-saran yang diberikan adalah: (1) Departemen Pendidikan Nasional RI; (2) Perpustakaan Nasional RI; (3) Pemerintah Daerah dan lembaga terkait di daerah; (4) Badan Perpustakaan Daerah; dan (5) Lembaga Swadaya Masyarakat. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pada umumnya masyarakat mengisi waktu luangnya dengan membaca, menonton, mendengarkan radio dan rekreasi. Frekuensi membaca dengan menonton hampir seimbang. 2. Pada umumnya waktu yang digunakan oleh responden untuk menonton lebih lama (lebih dari 3 jam sehari) dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk membaca (antara 1 2 jam sehari). b

4 3. Pada umumnya minat baca dapat dikategorikan rendah di tiga kota, terutama jika dibandingkan dengan standar yang diberikan oleh Abdul Razak dalam buku Formula 247 Plus: Metoda Mendidik Anak Menjadi Pembaca yang Sukses (2004). Apalagi jika dibandingkan dengan standar luar negeri misalnya Jepang, Amerika bahkan Singapura. 4. Berdasarkan perhitungan rata-rata untuk tiga indikator minat baca (durasi membaca, frekuensi membaca, dan korbanan untuk bahan bacaan), maka skor rata-rata masyarakat di tiga kota adalah 3,2 pada skala 1 sampai 7, dimana nilai 1 adalah minat baca rendah dan 7 adalah minat baca tinggi, atau berada pada tingkat agak sedang. 5. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi membaca (r = -0,031). Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi membacanya. 6. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca (r = -0,022). Artinya semakin tua umur seseorang semakin jarang berkuunjung ke perpustakaan. 7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,130). Artinya, semakin tua umur seseorang, semakin besar biaya yang dikorbankan untuk membeli bahan buku. 8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan kepemilikan buku (r = 0,176), artinya, semakin tua umur seseorang, semakin banyak memiliki buku. 9. Terdapat korelasi tidak nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan durasi membaca (r = 0,008), artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca. 10. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi membaca (r = -0,011), semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin jarang berkunjung ke perpustakaan. 11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan membeli buku (r = 0,152), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar biaya yang digunakan untuk membeli buku. 12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,267), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak memiliki koleksi buku. 13. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi membaca (r = 0,134), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca. 14. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi membaca (r = 0,231), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin sering berkunjung ke perpustakaan. 15. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,225), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin besar korbanan biaya yang digunakan untuk membeli buku. 16. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,386), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin banyak memiliki koleksi buku. 17. Kesimpulan untuk masing-masing kota baik Makassar, Pekanbaru, maupun Banjarmasin untuk pola membaca masih sama dengan kesimpulan secara umum. c

5 18. Namun usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat ini di tiga kota bervariasi, misalnya di Makassar gencar dilaksanakan program Gerakan Makassar Gemar Membaca (GMGM) dan pendirian Taman-taman Bacaan Masyarakat; di Pekanbaru telah dilaksanakan Gerakan Riau Membaca (GRM), Gerakan Hibah Sejuta Buku (GHSB), pendirian sudut-sudut baca dan lain-lain; Namun yang belum terlihat melakukan usaha peningkatan gemar membaca, setidaknya dengan program yang terstruktur, adalah di Banjarmasin, walaupun di Banjarmasin terdapat Rumah Baca yang sangat representatif dan dibiayai oleh sebuah yayasan dari Jakarta. 19. Jenis bahan bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturutturut adalah koran, majalah, buku dan komik. 20. Topik bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-turut adalah pengetahuan umum, ilmu pengetahuan, agama, sastra. 21. Masyarakat banyak yang belum tahu keberadaan perpustakaan umum/taman bacaan masyarakat. 22. Masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke perpustakaan. 23. Alasan masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke perpustakaan berturut-turut adalah jauh, tidak ada waktu, punya sendiri, malas, tidak suka baca, koleksi tidak menarik, koleksi tidak pernah ganti. 24. Pada umumnya masyarakat di tiga kota untuk berbagai kelompok profesi mendapatkan informasi melalui media elektronik terutama televisi. Berikut saran-saran yang diusulkan untuk dilaksanakan oleh berbagai pihak dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat di tiga kota: 1. Perlu usaha memasukkan dan mengintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah tentang bahan bacaan yang harus dibaca terutama buku sastra, agar dapat memaksa siswa (SD, SMP, SMA) untuk membaca buku sastra. Misalnya setiap siswa harus baca buku sastra/novel minimal dalam jumlah tertentu dalam satu tahun. Pihak Departemen Pendidikan yang berwewenang menindaklanjuti saran ini. 2. Tenaga pendidik (guru) harus memberi contoh dalam mengembangkan minat baca di sekolah dengan menunjukkan bahwa tenaga pendidik mempunyai minat baca tinggi. Dinas Pendidikan di tiap Pemerintah Daerah yang dapat melakukan himbauan untuk melaksanakan saran ini. 3. Tiap sekolah harus punya perpustakaan. Memenuhi standar perpustakaan sekolah dan yang kini sudah dipayungi oleh UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Departemen Pendidikan Nasional harus memaksa semua sekolah untuk mematuhi peraturan tentang standar perpustakaan sekolah. 4. Perpustakaan sekolah pada hakekatnya juga melayani kebutuhan bacaan untuk komunitas sekolah (misalnya siswa, guru, orangtua murid) termasuk masyarakat sekitarnya, bukan hanya untuk siswa. Dinas Pendidikan Nasional di daerah yang dapat berperan untuk memasyarakatkan hal ini ke sekolah-sekolah di daerah. 5. Perlu anggaran khusus dan rutin dari pemda untuk melaksanakan programprogram peningkatan minat baca (ini juga sesuai dengan amanat UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan). Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah yang berwewenang melaksanakan saran ini. d

6 6. Perlu dikembangkan kebijakan lokal yang kondusif dalam meningkatkan semangat belajar masyarakat dan juga meningkatkan minat baca. Pihak Pemerintah Daerah yang harus mendorong pelaksanaan saran ini. 7. Perlu perangkat aturan khusus setingkat perda untuk mendorong/memayungi program peningkatan minat baca. Misalnya diberlakukan aturan dimana pada jam-jam tertentu yaitu jam-jam belajar, siswa dilarang menonton televisi di rumah. Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah yang harus melaksanakan saran ini. 8. Dalam melaksanakan berbagai program pengembangan minat baca masyarakat, dapat manfaatkan payung hukum UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Semua pihak terkait harus memanfaatkan keberadaan UU Perpustakaan ini untuk mendorong peningkatan minat baca. 9. Pemerintah Daerah perlu mendorong agar setiap kantor mendirikan perpustakaan untuk dimanfaatkan oleh karyawan dan keluarganya. 10. Pemerintah daerah harus selalu mendorong dan mendukung sehingga setiap kelurahan perlu ada taman bacaan agar masyarakat makin menjangkau sumbersumber bacaan yang murah. 11. Departemen Pendidikan Nasional, Perpustakaan nasional, Pemerintah daerah, Badan Perpustakaan Daerah bertanggungjawab dalam pengembangan SDM perpustakaan yang senantiasa perlu ditingkatkan melalui berbagai metode. 12. Selain sarana fisik perpustakaan yang perlu ditingkatkan, sistem perpustakaan juga perlu dibenahi. Perpustakaan Nasional dan Badan Perpustakaan Daerah dan didukung oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Pemerintah Daerah harus berperan dalam mengembangkan sistem perpustakaan sehingga dapat mendukung terciptanya peningkatan minat baca masyarakat. 13. Gerakan semacam GMGM (Gerakan Makassar Gemar Membaca) dan GRM (Gerakan Riau Membaca) perlu senantiasa digencarkan dan digaungkan terutama dengan memanfaatkan publik-publik figur. Pemerintah daerah dan Perpustakaan Nasional perlu senantiasa mendorong gerakan semacam ini. 14. Diskon besar buku-buku dari penerbit dan toko buku serta bazar buku murah perlu sering diadakan untuk mendorong masyarakat gemar membeli buku. 15. Kompetisi dan lomba-lomba untuk merangsang minat baca perlu lebih sering dilakukan (lomba mengarang, resensi, duta baca dan lain lain) baik tingkat nasional maupun di daerah. Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah harus melaksanakan saran ini secara berkesinambungan. 16. Perlu disosialisaikan penyediaan bahan bacaan berupa buku ringan di pesawat oleh maskapai penerbangan dan di kapal-kapal penumpang, dan di bis kota bukan hanya menyediakan koran seperti selama ini pada pesawat komersial. Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah dapat mendorong dan menyarankan kepada pihak maskapai penerbangan melaksanakan saran ini. 17. Di halte-halte percontohan disediakan buku bacaan ringan, yang dapat dibaca diatas kendaraan umum dan dapat dikembalikan pada halte berikutnya ketika penumpang turun. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan saran ini. 18. Perlu disediakan lebih banyak TBM (Taman Bacaan Masyarakat) di tamantaman tempat pertemuan komunitas seperti telah dlakukan di Makassar, e

7 Pekanbaru dan di Banjarmasin. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan saran ini. 19. Perlu dilakukan pembentukan kelompok baca di perkampungan atau di kompleks perumahan, dimana anggota kelompok dibantu dalam melakukan program-program ekonomis yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan untuk keluarga seperti sudah dicoba dilakukan di Pekanbaru. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan saran ini. f

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allat SWT atas selesainya tugas Penelitian Pemetaan Minat Baca di Tiga Provinsi (Sulawesi Selatan, Riau dan Kalimantan Selatan) ini. Penelitian ini terselenggara berkat program sinergi Departemen Pendidikan nasional dengan Perpustakaan nasional RI. Tim peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan minat baca masyarakat, bukan saja masyarakat untuk ke tiga provinsi, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Seperti diketahui minat baca masyarakat Indonesia saat ini oleh banyak pihak, baik para akademisi, pengamat pendidikan, pejabat pemerintah maupun berbagai komponen masyarakat, pada umumnya berpendapat bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Demikian pula yang tergambar dalam berbagai indikator statistik yang dilansir oleh banyak pihak, dalam negeri maupun luar negeri. Dari laporan hasil penelitian ini kiranya pemerintah, baik pusat maupun daerah dan pihak-pihak terkait dapat memetik informasi yang berguna sebagai dasar perencanaan dalam pengembangan minat baca masyarakat. Terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang telah memberi kepercayaan kepada kami sebagai tim peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. Mudah-mudahan kegiatan seperti ini dapat terus dipertahankan dan bahkan dapat lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Terima kasih pula kepada pihak-pihak yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini, khususnya di tiga lokasi yaitu di Kota Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin. Akhirnya, kami sampaikan bahwa tentunya masih ada kekurangan pada laporan ini. Untuk itu kami sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran guna penyempurnaan laporan ini. Jakarta, November 2007 Tim Peneliti i

9 ii

10 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN. 1 Latar belakang... 1 Tujuan... 2 Hasil Yang Diharapkan... 3 Lokasi Pemetaan... 3 Sasaran... 3 Wilayah dan Penduduk Tiga Kota... 3 BAB II. METODOLOGI... 9 Data dan Sumber Data... 9 Metode Pengumpulan dan Analisis Data... 9 Pengolahan Data Hipotesis Penelitian Keluaran BAB III. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Membaca Kondisi Minat Baca BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Umum (Tiga kota: Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin) Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Hubungan antara kelompok umur dengan membaca Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Membaca Kunjungan ke Perpustakaan Bahan Bacaan yang Disukai Responden Korelasi Karakteristik Responden dengan Minat Baca Makassar Gambaran Umum Responden Kota Makassar Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Hubungan antara Kelompok Umur dengan Membaca Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca Bahan Bacaan yang Disukai Responden Rangkuman Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca Pekanbaru iii

11 4.3.1 Gambaran Umum Responden Kota Pekanbaru Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Hubungan antara kelompok umur dengan membaca Hubungan Pendidikan Dengan Membaca Hubungan Tingkat Pendapatan terhadap Membaca Bahan Bacaan yang Disukai Responden Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca Banjarmasin Gambaran Umum Responden Kota Banjarmasin Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Hubungan antara Kelompok umur dengan Lama Membaca Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca Bahan Bacaan yang Disukai Responden Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan: Di Kota Makassar: Di Kota Pekanbaru: Di Kota Banjarmasin: Saran: DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN iv

12 DAFTAR TABEL Umum Tabel Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tabel Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah Tabel Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Tabel Responden Berdasarkan Profesi Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan. 29 Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Tabel Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Tabel Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang Tabel Sebaran Lama Membaca dan Lama Menonton Tabel Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca Tabel Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca Tabel Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Bulanan Tabel Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kepemilikan Buku Tabel Hubungan Umur dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan.. 44 Tabel Hubungan Profesi dengan Frekuensi kunjung ke Perpustakaan. 45 Tabel Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca Tabel Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Belanja Buku Bulanan Tabel Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepemilikan Buku Tabel Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung Perpustakaan 58 Tabel Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca Tabel Hubungan Pendapatan dengan Belanja Buku Tabel Hubungan Pendapatan dengan Pemilikan Buku Tabel Hubungan Pendapatan dengan Kunjungan ke Perpustakaan Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum Tabel Bahan Bacaan yang Dibaca Responden Tabel Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku Tabel Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan.. 74 Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca Tabel Hasil Rataan Skor Minat Baca Tiga Kota Tabel Skor Kategori Tingkat Minat Baca v

13 Makassar Tabel Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 84 Tabel Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga Tabel Responden Berdasarkan Fasilitas Informasi Tabel Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang Tabel Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca Tabel Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media Tabel Hubungan Antara Umur dengan Lama (Durasi) Membaca Tabel Korelasi Umur dengan Durasi Membaca Tabel Korelasi Umur dengan Frekuensi Membaca Tabel Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Tabel Hubungan Antara Umur dengan Kepemilikan Buku Tabel Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan Tabel Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Tabel Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca Tabel Korelasi Pendapatan Terhadap Durasi Membaca Tabel Korelasi Pendapatan Terhadap Frekuensi Membaca Tabel Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca Tabel Hubungan Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku Tabel Hubungan Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku Tabel Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi ke Perpustakaan Tabel Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca Tabel Bahan Bacaan yang Dibaca Responden Tabel Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku Tabel Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan Tabel Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum Tabel Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca vi

14 Pekanbaru Tabel Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 136 Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Tabel Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Tabel Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang dalam Melakukan Kegiatan 140 Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang Tabel Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca Tabel Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca dan Menonton Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media Tabel Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca Tabel Korelasi Umur terhadap Durasi membaca Tabel Korelasi Umur terhadap Frekuensi membaca Tabel Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku Tabel Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku Tabel Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjung ke Perpustakaan Tabel Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum Tabel Hubungan Antara Pendidikan dengan Lama Membaca Tabel Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Baca Tabel Hubungan Antara Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku Tabel Hubungan Antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku. 168 Tabel Hubungan Antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung Ke Perpustakaan Tabel Hubungan Antara Pendapatan dengan Durasi Membaca Tabel Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku 173 Tabel Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku Tabel Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Tabel Bahan Bacaan yang Dibaca Responden Tabel Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku Tabel Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca vii

15 Banjarmasin Tabel Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tabel Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah Tabel Responden Berdasarkan Profesi Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan. 192 Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota dalam Keluarga Tabel Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Tabel Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media Tabel Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca Tabel Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca vs Lama Menonton Tabel Hubungan Antara Umur dengan Lama Membaca Tabel Korelasi Umur Terhadap Durasi Membaca Tabel Korelasi Umur Terhadap Frekuensi Membaca Tabel Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca Tabel Korelasi Pendapatan terhadap Durasi Membaca Tabel Korelasi Pendapatan terhadap Frekuensi Membaca Tabel Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca Tabel Korelasi Pendidikan Terhadap Durasi Membaca Tabel Bahan Bacaan yang Dibaca Responden Tabel Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku Tabel Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan Tabel Gambaran Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca viii

16 DAFTAR GAMBAR Umum Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Gambar Grafik Sebaran Profesi Responden Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Gambar Grafik Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Gambar Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi.. 32 Gambar Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Gambar Garfik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan Gambar Lama Menonton Perbandingan Lama Membaca dan Lama Menonton Laki-laki dan Perempuan Gambar Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca.. 39 Gambar Grafik Sebaran Korbanan Waktu Rata-rata Membaca Gambar Grafik Sebaran Belanja Buku Berdasarkan Umur Gambar Pola Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku Gambar Grafik Sebaran Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan Gambar Gambar Grafik Sebaran Kunjungan Ke Perpustakaan Berdasarkan Kelompok Umur Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan dengan Lama Membaca Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 50 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 52 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 53 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 54 Gambar Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku Gambar Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku Gambar Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 59 Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Lama Membaca Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Belanja Buku Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Pemilikan Buku Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 66 Gambar Grafik Sebaran Alasan Tidak Berkunjung ke Perpustakaan 68 Gambar Grafik Sebaran Bacaan yang Digemari untuk Dibaca Gambar Grafik Sebaran Lama Membaca untuk Beragam Bacaan Gambar Grafik Sebaran Topik Bacaan yang Digemari Gambar Grafik Sebaran Sumber Perolehan Bahan Bacaan Gambar Gambar Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap terhadap Beli Buku Grafik Model Data Plot Umur, Pendidikan terhadap Pemilikan Buku Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca ix

17 Gambar Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Beli dan Pemilikan Buku Makassar Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Gambar Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan Gambar Lama Menonton Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur Gambar Grafik Korbanan Waktu Rata-rata dalam Membaca Gambar Grafik Biaya Korbanan Membeli Buku Berdasarkan Umur. 98 Gambar Grafik Besarnya Pemilikan Buku Berdasarkan Umur Gambar Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Berdasarkan Umur Gambar Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Gambar Grafik Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca Gambar Sebaran Rata-rata Lama Membaca Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 110 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 112 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 114 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 115 Gambar Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku Gambar Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Korbanan Pemilikan Buku Gambar Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Gambar Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden. 123 Gambar Grafik Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Umum Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendapatan Terhadap Durasi Baca Gambar Grafik Model Data Plot Umur terhadap Frekuensi Baca Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku x

18 Pekanbaru Gambar Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Gambar Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Gambar Tingkat Kepemilikan Media Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga Gambar Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan Lama Menonton Gambar Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan Lama Menonton pada Laki-laki dan Perempuan Gambar Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca Gambar Korbanan Waktu (Durasi) Rata-rata dalam Membaca Gambar Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan Umur Gambar Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur Responden Gambar Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan Umur Gambar Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Gambar Sebaran Rata-rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 161 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 162 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 164 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 165 Gambar Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Membeli Buku Gambar Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Pemilikan Buku Gambar Grafik Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Gambar Grafik Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca Gambar Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku Gambar Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku Gambar Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunnjung ke Perpustakaan Gambar Gambaran Bacaan yang Digemari Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Durasi baca Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Frekuensi Baca Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku xi

19 Gambar Gambar Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Pembelian dan Pemilikan Buku Banjarmasin Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Gambar Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Gambar Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang.Responden. 197 Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton Gambar Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Gambar Menonton Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur Grambar Korbanan Waktu Rata-rata Membaca Responden Gambar Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca Gambar Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD Gambar Gambaran Bacaan yang Digemari Responden Gambar Gambaran Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum 222 Gambar Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Beli Buku Gambar Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Pemilikan Buku xii

20 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Instrumen Penelitian Lampiran 3 Susunan Tim Peneliti xiii

21 BAB I. PENDAHULUAN Latar belakang Berdasarkan beberapa laporan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat minat baca masyarakat bangsa lain, bahkan dibandingkan dengan beberapa negara di tingkat ASEAN. Pernyataan negatif pesimistis ini sering muncul dan diulang-ulang dalam berbagai laporan hasil penelitian dan pendapat para pakar yang dituangkan dalam berbagai tulisan atau disampaikan dalam beragam pertemuan ilmiah. Hal ini diperkuat oleh laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI) berdasarkan angka buta aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174 negara. Posisi ini berada di bawah Vietnam (urutan ke 109) yang baru keluar dari konflik yang berkepanjangan. Salah satu faktor penyebab rendahnya kebiasaan dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia adalah karena masih dominannya budaya tutur dari pada budaya baca. Selain itu tidak meratanya penyebaran koleksi bahan perpustakaan dan fasilitas baca di berbagai lapisan masyarakat dan belum optimalnya pemberdayaan perpustakaan di masyarakat. Membaca merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kreativitas sedangkan dalam mengembangkan IPTEKS diperlukan kreativitas yang tinggi. Bila Indonesia tidak ingin menjadi konsumen dari IPTEKS yang dikembangkan oleh negara-negara lain, maka pemerintah harus melakukan usaha-usaha untuk mendorong masyarakat agar membaca menjadi kebutuhan mereka sehari-hari. Sesungguhnya sejak tahun 1972 UNESCO telah memprioritaskan masalah pembinaan minat baca. Pada tahun tersebut diluncurkan program yang disebut Books for All (buku untuk semua orang), yang bertujuan untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca di masyarakat dunia. Salah satu implementasi program ini adalah dicanangkannya International Book Year 1972 (Tahun Buku Internasional 1972). Di Indonesia sendiri, Presiden Soeharto pada tahun 1996 mencanangkan Hari Kunjung Perpustakaan, Presiden Megawati pada tahun 2002 mencanangkan Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan yang terakhir pada bulan Mei 2007 Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi perhatian penuh terhadap kegemaran membaca tersebut dengan meresmikan layanan Perpustakaan Elektronik Keliling yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. Namun sampai sekarang gaung dari

22 gerakan-gerakan tersebut belum menampakkan hasil yang memuaskan. Karena itu usaha senafas dengan program tersebut perlu selalu dikembangkan. Dewasa ini, dengan semangat otonomi daerah, pemerintah daerah mencoba untuk membuat program untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu contoh adalah Pemerintah Kota Makassar yang mencanangkan program Gerakan Makassar Gemar Membaca mulai dicanangkan tahun Selain itu Pemerintah Provinsi Riau, pada tahun 2006 juga mencanangkan Gerakan Riau Membaca. Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan masyarakat Indonesia adalah belum melekatnya gemar membaca dalam kehidupan sehar-hari. Hal ini mempunyai dampak negatif terhadap kemampuan mereka dalam mengembangkan dirinya untuk menambah ilmu melalui kegiatan membaca secara mandiri dalam usaha pendidikan sepanjang hayat. Program nasional yang menitikberatkan aset budaya masyarakat belum dapat direalisasikan, hal ini tercermin dari laporan Perpustakaan Nasional (2002) yang menyatakan bahwa Pengembangan produk fisik minat baca (taman bacaan, perpustakaan umum desa/kelurahan, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus/ dinas/ jawatan, perpustakaan provinsi dan perpustakaan perguruan tinggi) tidak jelas menurut target kebutuhan masyarakat: (1) Pola pembinaan minat dan kebiasaan membaca yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI pada lingkungan keluarga, taman kanak-kanak, sekolah dasar, SLTP/SLTA tidak sesuai dengan tipologi kawasan yang berlaku di Indonesia; (2) Temuan masalah minat baca (kelangkaan koleksi bahan bacaan dan faktor budaya serta alternatif pemecahan masalahnya, cenderung bersifat umum). Oleh karena itu Kegiatan Sinergi Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tipikal kebutuhan minat baca di tiga provinsi yaitu Propivinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Riau, dan Provinsi Kalimantan Selatan dengan pengambilan sampel di Kota Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui pemberdayaan perpustakaan oleh masyarakat sebagai sarana informasi. Mengetahui gambaran tingkat minat baca masyarakat di tiga lokasi. 2

23 Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca masyarakat. Mengetahui kemampuan masyarakat setempat dalam membaca. Menemukan pola/model pemetaan pengembangan minat baca di tiga lokasi. Meningkatkan kerja sama sinergis Depdiknas dengan Perpusnas RI. Hasil Yang Diharapkan 1. Teridentifikasinya keadaan masyarakat di tiga kota tersebut sebagai representasi dari keadaan masyarakat Indonesia secara umum baik dari segi pendidikan, minat baca, pola perilaku anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan informasi, dan lain sebagainya. 2. Terdeteksinya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, sehingga mereka merasa perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat untuk mencari jawaban bagi masalah yang mereka hadapi. 3. Rekomendasi terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis koleksi yang harus dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan. Lokasi Pemetaan Penelitian ini akan dilakukan pada tiga lokasi ibu kota provinsi yakni di: Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu di Kota Makassar. Ibu kota Provinsi Riau, yaitu di Kota Pekanbaru. Ibu Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu di Kota Banjarmasin. Sasaran Sasaran penelitian ini adalah berbagai lapisan masyarakat di tiga kota misalnya dari segi aspek profesi yaitu kalangan pelajar, mahasiswa, pegawai kantor, pejabat instansi tertentu, pedagang, petani atau dari aspek kemampuan ekonomi yaitu dari kalangan yang mampu, sedang dan kurang mampu. Wilayah dan Penduduk Tiga Kota Kota Makassar Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke 3

24 wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km² Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan. Diantara kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya. Kota Makassar sendiri berdekatan dengan sejumlah kabupaten yakni sebelah utara dengan kabupaten Pangkep, sebelah timur dengan kabupaten Maros, sebelah selatan dengan kabupaten Gowa dan sebelah barat dengan Selat Makassar. Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar, memberi penjelasan bahwa secara geografis, kota Makassar memang sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang seolah-olah menjadikan Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk draft kawasan Timur Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara optimal. Padahal dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur Indonesia dan percepatan pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan kondisi geografis - Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di kawasan Timur Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan wilayah terpadu Mamminasata. Penduduk Kota Makassar tahun 2005 tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Penyebaran penduduk Kota Makassar dirinci menurut kecamatan, menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi di wilayah kecamatan Tamalate, yaitu sebanyak atau sekitar 12,21 persen dari total penduduk, disusul kecamatan rappocini sebanyak

25 jiwa (11,55 persen). Kecamatan Panakkukang sebanyak jiwa (10,98 persen), dan yang terendah kecamatan Ujung Pandang sebanyak jiwa (2,30 persen). Ditinjau dari kepadatan penduduk per km persegi, kecamatan Makassar yang terpadat yaitu jiwa per km persegi, disusul kecamatan Mariso ( per km persegi), kecamatan Bontoala ( jiwa per km persegi). Sedang kecamatan Biringkanaya merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah yaitu sekitar jiwa per km persegi, kemudian kecamatan Tamalanrea jiwa per km persegi, Manggala (3.833 jiwa per km persegi), kecamatan Ujung Tanah (7.711 jiwa per km persegi), kecamatan Panakkukang (7.623 jiwa per km persegi). Wilayahwilayah yang kepadatan penduduknya masih rendah tersebut masih memungkinkan untuk pengembangan daerah pemukiman terutama di tiga kecamatan yaitu Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala. Penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan tingkat kelahiran dan tingkat kematian di suatu daerah. Disamping itu struktur umur penduduk juga dapat menggambarkan angka beban tanggungan (Dependency Ratio), penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif. Penduduk yang tergolong usia non produktif adalah penduduk kelompok umur 0-14 dan 65 tahun atau lebih. Sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk kelompok umur tahun. Persentase penduduk usia dewasa (15-64 tahun) persentasenya sedikit mengalami penurunan dari 69,05 persen tahun 2000 menjadi 68,34 persen tahun sementara penduduk usia muda (0-14 tahun) persentasenya walaupun masih di bawah 40 persen, akan tetapi dibanding tahun 2000 meningkat dari 27,99 persen menjadi 28,18 persen tahun 2004, demikian pula untuk penduduk usia tua (65+ tahun) meningkat dari 2,96 persen tahun 2000 menjadi 3,47 persen tahun 2004, peningkatan persentase pada penduduk usia muda ini disebabkan oleh menurunnya penduduk produktif usia tahun. Pada tahun 2004 diketahui bahwa umur median penduduk Kota Makassar adalah 24,45 pertahun. Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah tingkat II sekaligus merupakan ibukota Provinsi Riau, dengan luas wilayah dengan jumlah penduduk jiwa, yang terdiri atas laki-laki sbanyak jiwa dan perempuan jiwa dengan kepadatan penduduk jiwa per km 2 (2005). Pekanbaru, yang terdiri atas 12 kecamatan dan 50 kelurahan. 5

26 Kota Pekanbaru, yang berada pada lintang ' ' dan Bujur Timur 0 25' ' Lintang Utara, dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur, emmiliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Sungai Air Hitam, Sungai Sibam, Sungai Setukul, Sungai Pengambang, Sungai Ukai, Sungai Sago, Sungai Senapelan, Sungai Limau dan Sungai Tampan. Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya. Penyebaran penduduk Kota Pekanbaru dirinci menurut kecamatan, menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Pekanbaru Kota dan Kecamatan Sukajadi. Walaupun jumlah penduduk kedua kecamatan ini lebih sedikit dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain misalnya Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tenayan Raya, dan Kecamatan Tampan yang masing-masing jumlah penduduknya , , dan jiwa, namun karena luas wilayah Kecamatan Pekanbaru Kota yang hanya 2,26 Km 2 dan Kecamatan Sukajadi yang hanya 3,76 dengan jumlah penduduk masing sebesar dan jiwa, maka kepadatan penduduknya termasuk yang paling padat yakni masing-masing dan jiwa per Km 2. Hanya Kecamatan Lima Puluh yang jumlah penduduknya hanya jiwa namun karena luas wilayahnya hanya 4,04 Km 2, maka kepadatan penduduknya cukup tinggi yaitu jiwa per Km 2. Sembilan kecamatan lain rata-ratanya kepadatan penduduknya dibawah 7000 jiwa per Km 2. Kota Banjarmasin Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan yang terletak di ujung selatan dan berada diantara 3' 15" - 3' 22" Lintang Selatan dan diantara 114' 32" - 114' 38" Bujur Timur. Kota ini terhampar di dataran rendah (rata-rata datar) berawa-rawa 0,16 meter dipermukaan laut. Dengan luas wilayah 72 km 2 atau 0,22 % dari luas wilayah Kalsel. Dibelah oleh Sungai Martapura dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota mapun memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasiair, pariwisata, perikanan dan perdaganan. Di 6

27 sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala, di sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar. Luas Wilayah Kota Banjarmasin adalah 72,00 Km atau 0,019 % dibanding luas wilayah Kalimantan Selatan, dengan komposisi luas wilayah masing-masing ke lima kecamatan sebagai berikut : (1) Kecamatan Banjarmasin Utara 15,25 Km 2, (2) Kecamatan Banjarmasin Selatan 20,18 Km 2 (3) Kecamatan Banjarmasin Barat 13,37 Km 2 (4) Kecamatan Banjarmasin Timur 11,54 Km 2 dan (5) Kecamatan Banjarmasin Tengah 11,66 Km 2. Pada tahun 2005 jumlah penduduk kota Banjarmasin jiwa. Wilayah yang memiliki penduduk relatif padat adalah Kecamatan Banjarmasin Barat ( jiwa), dengan kepadatan penduduk jiwa per Km 2, disusul Kecamatan Banjarmasin Utara ( jiwa) dengan kepadatan penduduk jiwa per Km 2, kemudian Kecamatan Banjarmasin Selatan ( jiwa) dengan kepadatan penduduk jiwa per Km 2. Kecamatan Banjarmasin Timur ( jiwa) dan Kecamatan Banjarmasin Tengah ( jiwa) adalah dua kecamatan dengan penduduk yang tidak terlalu padat, masing-masing dan jiwa per Km 2. 7

28 BAB II. METODOLOGI a. Data dan Sumber Data Untuk mendukung rekomendasi dalam penelitian ini, maka ada dua jenis data yang dikumpulkan untuk kemudian diolah, yaitu data sekunder dan data primer. Data Sekunder Data sekunder berupa statistik dan deskripsi yang diperoleh dalam dokumen mengenai keadaan geografis, administrasi pemerintahan, data kependudukan, dan lain-lain diambil dari Pemerintah Daerah setempat, baik secara langsung maupun melalui web site Pemda Kota Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin. Data Primer Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000 orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan Banjarmasin) dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih dengan menggunakan teknik Stratified Proportional Purposive Sampling. Teknik ini digunakan karena secara umum berdasarkan literatur dan beberapa penelitian sebelumnya sudah diperoleh gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang diteliti mengenai pemetaan minat baca. Selain itu untuk memperdalam pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk keadaan masyarakat dilakukan pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi dan kegiatan taman bacaan masyarakat serta melakukan wawancara khusus kepada beberapa pejabat, tokoh masyarakat serta pengguna awam dan petugas dan pengelola perpustakaan atau taman bacaan masyarakat berkaitan dengan topik penelitian. b. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Instrumen penelitian berupa kuesioner disebarkan secara acak kepada anggota masyarakat yang berpendidikan minimum kelas 2 SD sebagai unit analisis (unit penelitian), baik melalui sekolah-sekolah yang dipilih dalam suatu kecamatan, maupun melalui kantor-kantor pemerintah atau swasta serta langsung ke masyarakat melalui pusat-pusat kegiatan seperti pasar atau tempat keramaian lain. Batasan unit analisis (unit penelitian) tersebut dipilih mengingat kemampuan membaca dari anak-anak sekolah sampai dengan kelas 2 SD masih rendah. Selain batasan pendidikan, batasan lain yang digunakan adalah profesi responden seperti 9

29 buruh, pegawai negeri, pegawai swasta, anak sekolah, mahasiswa, tentara dan polisi, ibu rumah tangga, pedagang, petani dan lain-lain. Pemilihan responden dilakukan secara acak proporsional pada kelompok yang telah ditentukan (stratified propotional purposive sampling). Dengan pemilihan secara acak demikian diharapkan akan terwakili data dari berbagai lapisan masyarakat. c. Pengolahan Data Data dan informasi yang diperoleh dari pengisian kuesioner akan dianalisis berdasarkan statistika faktor dan parameter yang menentukan masalah studi ini. Analisis data disesuaikan dengan kebutuhan masukan bagi masalah-masalah yang akan dipelajari dalam tahapan pendekatan pemecahan masalah. Dari analisis data yang diperloleh akan ditarik pula korelasi dari beberapa faktor variabel. Misalnya apakah ada korelasi antara umur seseorang dengan minat bacanya, apakah ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan minat baca, dan apakah ada korelasi antara tingkat kemampuan ekonomi dengan minat baca. Minat baca antara lain diukur dari durasi atau lamanya seseorang membaca, frekuensi membaca seseorang dan korbanan berupa materi atau korbanan lain yang dikeluarkan seseorang untuk memuaskan keinginan membaca. Sehingga dapat terjadi hubungan ordinal-ordinal antara parameter yang diukur. Untuk itu akan dilakukan uji korelasi menggunakan Rank Spearman dengan memanfaatkan alat hitung SPSS (Paket program Statistical Package for Social Science). Namun untuk beberapa indikator minat baca akan digambarkan melalui tabulasi frekuensi sederhana untuk mendiskripsikan hubungan atau keterkaitan antara beberapa indikator. Beberapa eksposur media lain (seperti TV dan Radio) terhadap kegiatan membaca juga diukur menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. d. Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu: 1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya; 2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya; 3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan; 4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi membacanya; 10

30 5) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya; 6) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan; 7) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin lama durasi membacanya; 8) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya; 9) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan. e. Keluaran Keluaran atau produk akhir dari laporan ini adalah dokumen naskah hasil penelitian pemetaan minat baca masyarakat di tiga provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan (Kota Makassar), Provinsi Riau (Kota Pekanbaru), dan Provinsi Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin) dalam pemberdayaan perpustakaan yang diharapkan dapat menjadi gambaran, ukuran atau indikator minat baca masyarakat secara nasional dalam rangka meningkatkan mutu SDM melalui penelitian/pemetaan di beberapa provinsi di Indonesia. 11

31 12

32 BAB III. TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Indonesia, meskipun sudah lama mengenal tulisan, masih dikategorikan sebagai masyarakat berbudaya kelisanan (orality). Memang benar bahwa budaya kelisanan dan budaya keberaksaraan (literacy) tidak dapat dipandang hitam putih karena keduanya pasti berbaur. Dalam kasus masyarakat Indonesia, budaya kelisanan lebih kental dibandingkan dengan budaya keberaksaraan. 1 Budaya keberaksaraan atau baca-tulis meningkatkan kemampuan information literacy. Berdasarkan standar dalam information literacy standards tahun 2001, definisi information literacy adalah seperangkat kemampuan yang memungkinkan individu menyadari saat ia membutuhkan informasi dan memiliki kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan tersebut secara efektif. Pernyataan Joni Ariadinata bahwa daya pikir untuk menyerap bacaan dan kemampuan merangkai logika dalam tulisan merupakan salah satu indikator kuatnya sumberdaya manusia dalam sebuah negara. Oleh karena itu Laksmi (2007) menganggap bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih perlu didorong untuk memiliki kebiasaan membaca. Atas nama pembangunan manusia yang berkualitas, masyarakat Indonesia perlu menyadari kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dalam kebudayaan mereka. 2 Definisi Membaca Menurut Ratnaningsih (1998) membaca adalah memperoleh pengertian dari kata-kata yang ditulis orang lain dan merupakan dasar dari pendidikan awal. Ratnaningsih juga mengutif pendapat Sofyan (1991) mengenai membaca ini, yaitu sebagai suatu proses penafsiran dan pemberian makna tentang lambang-lambang oleh seorang pembaca dalam usahanya untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis melalui kata-kata atau bahasa tulis. Sedangkan Razak (2004) mendefinisikan membaca sebagai kegiatan melisankan (dalam hati) setiap sumber yang tertulis. Melalui aktifitas membaca maka seseorang dapat memperoleh gagasan dan informasi yang terkandung dalam suatu bacaan. Melalui kegiatan membaca ini pula seseorang dapat memperoleh kesimpulan dan mengetahui sudut pandang pengarang bacaan tersebut. Selanjutnya Razak menyatakan bahwa pemahaman isi 1 Laksmi, Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: inspirasi dari karya Umberto Eco, Sagung Seto. Hal Laksmi, Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: inspirasi dari karya Umberto Eco, Sagung Seto. Hal

33 bacaan paling banyak ditentukan oleh kuantitas membaca yaitu berkisar antara %. Sedangkan faktor lain yang ikut menentukan adalah intelegensia (20 25 %), dan faktor lain sekitar 15 %. Kuantitas membaca ini kemudian diterjemahkan ke dalam banyak membaca yang berarti seringnya seseorang melakukan aktifitas membaca. Seseorang yang sering melakukan aktifitas membaca disebut sebagai seseorang yang memiliki kegemaran membaca (reading habit) atau memiliki minat membaca yang tinggi. Menurut Bondar (2002), kegiatan membaca dapat bersifat imperatif atau keharusan, tetapi dapat juga bersifat fakultatif atau pilihan. Kegiatan membaca yang bersifat keharusan tentunya wajib dilakukan oleh seseorang yang terkena kewajiban tersebut baik orang itu memiliki minat baca yang rendah maupun memiliki minat baca yang tinggi, misalnya siswa harus membaca buku pelajaran di sekolah. Oleh karena itu Razak dalam mengukur lamanya siswa membaca, dan kemudian membuat standar mengenai rajin tidaknya siswa membaca, hanya mengukur kegiatan membaca yang bersifat fakultatif yaitu kegiatan membaca di luar lingkungan sekolah seperti di rumah (termasuk rumah teman), toko buku, perpustakaan umum dan tempat-tempat lainnya. Kondisi Minat Baca Secara umum kebiasaan atau kegemaran membaca masyarakat dapat dikelompokkan menjadi: (1) membaca hanya sekali-sekali saja; (2) senang melihat gambar atau foto atau membaca cerita bergambar/ komik; (3) hanya ingin tahu sesuatu sehingga terbatas membaca surat kabar saja; dan (4) membaca dalam artian sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bacaan yang dibacanya. Masalah kegemaran membaca perlu dilihat secara menyeluruh. Masalah minat dan kegemaran membaca ini tidak berdiri sendiri. Secara historis kita harus melihat lingkungan tempat tinggal seseorang sejak kanak-kanak. Yang paling mudah adalah dengan cara melihat lingkungan keluarga sekitar kita tinggal. Bagaimana sebagian besar keluarga di sekitar kita membina minat baca anak-anaknya. Kita bisa perhatikan kebiasaan anak-anak pada hari minggu. Sebagian besar anak-anak akan berada di depan TV sejak pukul sampai paling tidak pukul atau bahkan lebih. Hampir tidak ada anak yang tekun membaca pada jam-jam tersebut. Pengamatan kondisi ini diperkuat oleh pernyataan Mulyana (1998) yang menyatakan bahwa televisi diduga mengurangi kegiatan belajar (membaca buku) anak, menghambat imajinasi, kreativitas, dan sosiabilitas mereka. Lebih lanjut 14

34 Mulyana mengutip hasil penelitian Leknas dan LIPI tahun 1977/1978 dimana akibat masuknya televisi di pedesaan, pola kehidupan warga pedesaan berubah, anak-anak sekolah menjadi mundur dalam pelajaran karena waktu malamnya dihabiskan untuk menonton televisi. Hasil penelitian Saleh dkk (1995 dan 1996) melaporkan bahwa sebagian besar orang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk nonton TV dibandingkan dengan membaca. Bahan bacaannyapun sebagian besar hanya membaca koran dan majalah. Tidak terlalu banyak orang yang membaca buku. Ini merupakan salah satu bukti bahwa minat membaca masyarakat Indonesia masih kalah dibandingkan dengan minat menonton. Bukti lain yang menunjukkan bahwa minat baca dikalangan kaum intelektual juga masih rendah adalah data kunjungan ke perpustakaan oleh mahasiswa yang memperlihatkan betapa sedikitnya mahasiswa yang memanfaatkan perpustakaan. Data dari beberapa perpustakaan perguruan tinggi menunjukkan bahwa pengunjung perpustakaan tersebut tidak lebih dari 10 % dari jumlah mahasiswa. Sebagian rata-rata mahasiswa berkunjung ke perpustakaan tidak lebih dari 1 (satu) kali dalam sebulan atau perpustakaan tersebut memiliki angka kunjungan perkapita (library visit percapita) sebesar 12, bahkan banyak perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki angka library visit percapita yang jauh lebih rendah dari itu. Mahasiswa lebih suka berkumpul di kantin daripada di perpustakaan. Arifin (2006) mengutip sebuah hasil penelitian dimana diketahui bahwa 75 % pengetahuan seseorang didapat melalui indra mata (termasuk membaca), 13 % melalui mendengar dan hanya 12 % melalui indra lainnya. Oleh karena itu membaca, khususnya bagi pelajar dan mahasiswa, menjadi suatu keharusan. Di negara-negara maju, termasuk di Singapura, mahasiswa dianggap normal jika membaca sebanyak halaman buku setiap minggu (enam hari). Untuk itu mahasiswa tersebut sedikitnya harus mampu menyisihkan waktu selama 8 jam sehari untuk membaca, selain kuliah, praktikum dan sebagainya. Hanya dengan membaca maka mahasiswa tersebut dapat menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan 3. Ukuran membaca selama 8 jam sehari ini bagi mahasiswa Indonesia pada umumnya masih sangat sulit dicapai. Razak (2004) memberi ukuran bagi mahasiswa Indonesia yang disebut sangat rajin membaca adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Sedangkan mahasiswa yang malas membaca adalah mahasiswa yang membaca antara 2,5 3 jam sehari, dan sangat malas membaca adalah mahasiswa yang membaca kurang dari 2,5 jam setiap 3 Anwar Arifin (Prof. Dr.). Format baru Pengelolaan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Indonesia, Hal

35 hari. Selanjutnya Razak 4 memberi ukuran untuk masing-masing kelompok pelajar seperti pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Kriteria Kerajinan Membaca per Hari Menurut Kelompok Umur (dalam satuan menit) Kelompok Pendidikan No. Kategori SD* SMP SMA PT 1. Sangat malas < 30 < 60 < 90 < Malas Rajin Sangat rajin > 60 > 90 > 150 > 210 Keterangan: * Kelas 4-6 Artikel di Harian Pikiran Rakyat berikut mendukung pernyataan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Yang menjadi indikator tinggi rendahnya minat baca masyarakat dalam artikel ini adalah konsumsi masyarakat terhadap surat kabar. Dilaporkan bahwa masyarakat Indonesia mengkonsumsi satu surat kabar untuk setiap 45 orang (1:45). Konsumsi surat kabar ini tentunya sangat terkait dengan tingkat melek huruf dari kelompok masyarakat tertentu, misalnya saja di Jawa Barat, jumlah masyarakat buta huruf mencapai 1,8 juta orang dan Provinsi Banten 1,4 juta dari 8 juta warganya. Tingkat konsumsi surat kabar ini sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan negara tetangga seperti Srilangka sudah 1:38 dan Filipina 1:30. Idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang atau 1:10. Artikel ini juga menjadikan jam bermain anak sebagai indikator tinggi rendahnya minat baca. Diungkapkan bahwa jam bermain anak-anak Indonesia masih tinggi, yakni lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton acara televisi. Di Amerika Serikat, jumlah jam bermain anak-anak antara 3-4 jam per hari. Bahkan di Korea dan Vietnam, jam bermain anak-anak sehari hanya satu jam. Selebihnya anak-anak menghabiskan waktu untuk belajar atau membaca buku, sehingga tak heran budaya baca mereka sudah demikian tinggi 5. Sedangkan kebiasaan membaca anak Indonesia masih sangat rendah. Seperti dikutip oleh Harian Republika (15 Juli 2007) dari laporan Bank Dunia No IND dan Studi IAEA (International Association of Education Achievement) di Asia Timur 4 Abdul Razak. Formula 247 Plus: metode mendidik anak menjadi pembaca yang sukses. Jakarta: Elek Media Komputindo, Hal Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret

36 pada tahun 2000 kebiasaan membaca anak Indonesia peringkatnya paling rendah dan berada di bawah Filipina, Thailand, Singapura dan Hong Kong. Kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga sangat rendah yakni hanya 30 %. Survey IAEA menunjukkan minat baca, yang diukur dari kemampuan membaca rata-rata, para siswa SD berada pada urutan 38, dan SMP pada urutan 34 dari 39 negara. Sutarno (2005, 2004) juga mendukung pernyataan bahwa minat dan budaya masyarakat Indonesia masih rendah. Menurut Baderi (2005) yang mengutip beberapa laporan, buruknya kemampuan membaca anak-anak Indonesia berdampak pada kekurang-mampuan mereka dalam penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 dibawah rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan, mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 dibawah nilai rata-rata internasional 474. Bandingkan dengan anak-anak Malaysia yang berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika dengan memperoleh nilai 508 (diatas rata-rata nilai internasional). Dari keadaan ini nampak bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan dari bangsa negaranegara berkembang lainnya. Menurut Sutarno 6, kelompok masyarakat yang memiliki minat dan budaya baca rendah disebabkan karena: (1) Akses informasi dari dan ke perpustakaan (sumber-sumber bacaan) terbatas; (2) Tingkat pendidikan masyarakat yang masih banyak di bawah standar; (3) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang kurang menguntungkan sehingga mempengaruhi daya beli mereka terhadap bahan bacaan; (4) Layanan perpustakaan kepada masyarakat yang belum merata; dan (5) Apresiasi dan respon masyarakat terhadap perpustakaan yang masih rendah. Sedangkan menurut Sholeh (1998) yang menyebabkan budaya baca dari masyarakat Indonesia rendah yaitu: (1) kuatnya budaya lisan (oral culture) di Indonesia; budaya ngomong masih kuat berakar di Indonesia. Orang lebih senang ngobrol daripada membaca. Banyak orang yang lebih senang mendengarkan orang berpidato atau ceramah daripada 6 Sutarno NS. Manajemen Perpustakaan: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Sagung Seto, hal

37 membaca, sehingga kadang-kadang orang yang suka membaca menjadi terlihat aneh dan dianggap sok pinter, sok ilmiah dan sombong. (2) persaingan antara buku dengan televisi, video, atau film seperti banyaknya saluran televisi yang saling berlomba menyuguhkan acara terbaiknya; televisi dan video menjanjikan hiburan-hiburan yang menyenangkan, sehingga orang lebih senang menonton televisi daripada membaca buku. (3) jumlah buku yang diterbitkan yang masih relatif sedikit di Indonesia; Sholeh mengutip laporan Alfons Taryadi yang menyebutkan bahwa Indonesia menerbitkan rata-rata judul buku setiap tahun, jauh di bawah Jepang yang menerbitkan rata-rata judul setiap tahun. Bahkan di Indonesia, buku yang diterbitkan kebanyakan buku-buku paket untuk pegangan pelajaran di sekolah. (4) Sistem pendidikan di Indonesia kurang mendukung budaya baca; metode pengajaran di kelas kurang memotivasi pelajar atau mahasiswa untuk aktif mencari buku di perpustakaan dan giat membacanya. Pelajar atau mahasiswa hanya diceramahi, digiring untuk hanya menyimak buku paket atau diktat, tetapi tidak dipaksa untuk melacak buku di perpustakaan. (5) Motivasi untuk berprestasi dan rasa ingin tahu rendah sehingga tidak mendorong terhadap keinginan membaca. Terhadap rendahnya minat baca siswa, Widjajanto dkk (1998), menyalahkan lingkungan keluarga yang tidak kondusif. Menurutnya usaha sekolah meningkatkan minat baca bagi siswa selalu terbentur keadaan ekonomi keluarga siswa sehingga minat baca yang ditumbuhkan tidak dapat berkembang akibat ketiadaan bahan bacaan di rumah. Sedangkan perpustakaan sekolah masih miskin koleksi, dan bahkan koleksi yang adapun kurang sesuai dengan kebutuhan bacaan siswa. Agak berbeda dengan pendapat umum, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Jawa Barat, Dedi Junaedi, berpendapat bahwa minat baca masyarakat, khususnya Jawa Barat, sudah ada atau tidak rendah, namun yang jadi masalah adalah penyediaan bahan bacaannya yang sangat terkendala terutama dari segi jumlah dan tingkat pemerataannya. Menurut beliau, masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi seperti di Jawa Barat yang umumnya petani, keberadaan buku-buku bacaan tentunya bukanlah barang yang murah dan mudah dijangkau. Untuk itu, penyediaan layanan jasa peminjaman buku semacam perpustakaan mau tidak mau 18

38 menjadi solusi strategis 7. Sependapat dengan pernyataan Junaedi, Nasoetion (2002) menyatakan: Hal ini berarti bahwa di Indonesia sesungguhnya tidak ada masalah dengan tidak adanya minat membaca. Masalah yang ada hanyalah tidak terjangkaunya buku untuk dibaca. Sewaktu Pusat Buku di Jakarta mengadakan proyek pengadaan perpustakaan di balai desa di sepanjang Bogor Sukabumi, saya sempat melihat anak anak berjejal menunggu waktu bukanya perpustakaan di setiap perpustakaan itu. 8 Masyarakat belum menjadikan kebiasaan membaca sebagai sebuah kebutuhan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan berpikir. Sebagian bahkan masih menjadikan membaca sebagai beban. "Contohnya, kita baru terpaksa membaca jika mau ujian. Malah bila perlu tidak tidur semalam suntuk karena akan ujian besok paginya. Jika kebiasaan membaca seperti ini, artinya belum tumbuh budaya yang baik," tutur Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dalam talkshow "Gerakan Minat Baca" di Jambi, Selasa (5/6). 9 Padahal, minat membaca yang tinggi sangat penting. Kesuksesan pendidikan anak sangat bergantung pada kemampuan membaca. Minat baca yang rendah mempengaruhi kemampuan anak didik dan secara tidak langsung berakibat pada rendahnya daya saing mereka dalam percaturan internasional. Sejarah belum pernah mencatat ada orang pintar dan hebat yang tak banyak membaca. Sayang, hal ini belum menjadi perhatian serius kebanyakan para orang tua. Gerakan pemberantasan buta huruf yang sudah lama dicanangkan pemerintah tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan dari orang tua sebagai ujung tombak pendidik anak dalam keluarga. Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam buku Literacy: Profiles of America s young adults mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya. 7 Pengembangan Budaya Literasi terganjal Fasilitas. Kompas Cybermedia. Selasa, 2 Januari Pola Induksi Seorang Eksperimentalis. Editor Asep Saefuddin. Bogor: IPB Press, hal Membaca belum menjadi kebutuhan. Kompas, Rabu, 6 Juni Diakses 1 Agustus

39 Arifin (2006) menyatakan bahwa pendidikan literat atau literer merupakan pendidikan yang didasarkan kepada penggunaan karya tulis sebagai sarana utama. Kebalikannya adalah pendidikan praliterer yaitu pendidikan tanpa menggunakan media tertulis sebagai sarana utamanya. Dalam pendidikan literer terutama yang mendasarkan diri pada teori self activity anak didik dan teori behavioristik dengan sendirinya memerlukan banyak buku sebagai sarana utama, dan tentu saja aktifitas membaca menjadi sangat penting didalam menggali ilmu yang ada dalam buku-buku tersebut. Sekarang ini, generasi literat mutlak dibutuhkan agar bangsa kita bisa bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan bangsa lain. Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ketiga kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya indeks pembangunan manusia. Seperti yang dikutip dari Human Development Report 2003 oleh Harian Republika 15 Juli 2007, diketahui bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia menempati urutan ke 112 dari 175 negara. Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur yang kritis dan peduli. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar. 10 Salah satu indikator rendahnya minat baca adalah dihitung dari jumlah buku yang diterbitkan yang memang masih jauh di bawah penerbitan buku di Malaysia, Singapura, apalagi India, atau negeri-negeri maju lainnya. Negara disebut maju karena rakyatnya suka membaca. Ini dibuktikan dari jumlah buku yang diterbitkan dan jumlah perpustakaan yang ada di negeri itu. Penerbit buku di Indonesia pada tahun 1994 mencapai 565 penerbit. Angka itu belum termasuk penerbit yang tidak terdaftar sebagai anggota IKAPI. Walaupun begitu, oplah buku pada saat itu tidak bisa dibilang menggembirakan. Diperkirakan judul yang diterbitkan, diantaranya tidak bisa dicetak ulang karena kurang diminati. Ini masih terbilang kecil dibanding Jepang atau Thailand yang mencetak judul per tahun (Kompas, 17/5-2004). Penelitian Saleh dkk (2004) melaporkan bahwa publikasi Indonesia selama tahun 2002 dan 2003 adalah sebesar judul buku 10 Artikel ini merupakan versi lengkap dari tulisan berjudul Menciptakan Generasi Literat, oleh Ahmad Bukhori, publikasi Pikiran Rakyat, Sabtu, 26 Maret 2005 pada kolom Artikel. Ditulis ulang dari H.U. Pikiran Rakyat versi cetak terbitan Sabtu, 26 Maret

40 yang terdiri dari judul buku (52,4 %) diterbitkan pada tahun 2002 dan sebanyak judul buku (47,6 %) diterbitkan pada tahun Publikasi ini diterbitkan oleh penerbit baik penerbit komersial (sebanyak penerbit atau 59,13 %) maupun penerbit non komersial (sebanyak 808 atau 40,87 %) seperti lembaga pemerintah dan swasta serta perguruan tinggi non penerbit universitas. Mengapa minat baca di Indonesia dikatakan rendah? Ada banyak teorinya. Pertama, sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat anakanak/siswa/mahasiswa harus membaca buku (lebih banyak lebih baik), mencari informasi/pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan, mengapresiasi karya-karya ilmiah, filsafat, sastra dsb. Kedua, banyaknya jenis hiburan, permainan (game) dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku, surfing di internet walaupun yang terakhir ini masih dapat dimasukkan sebagai sarana membaca, hanya saja apa yang dapat dilihat di internet bukan hanya tulisan tetapi hal-hal visual lainnya yang kadangkala kurang tepat bagi konsumsi anak-anak. Ketiga, banyaknya tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket. Keempat, budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita. Kita terbiasa mendengar dan belajar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat secara verbal (budaya orality) dikemukakan orangtua, tokoh masyarakat, penguasa pada zaman dulu. Anak-anak didongengi secara lisan, diajar membuat banten dengan melihat cara memotong janur, menata buah-buahan dan lain-lain sajian. Tidak ada pembelajaran (sosialisasi) secara tertulis. Jadi tidak terbiasa mencapai pengetahuan melalui bacaan. Kelima, para ibu, saudari-saudari kita senantiasa disibukkan berbagai kegiatan sosial-keagamaan serta membantu mencari tambahan nafkah untuk keluarga, belum lagi harus memberi makan hewan peliharaan seperti babi, bebek, ayam (lebih-lebih kaum wanita di desa) sehingga tiap hari waktu luang sangat minim bahkan hampir tidak ada untuk membantu anak membaca buku. Keenam, sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih merupakan barang aneh dan langka. 11 Bunanta (2004) menyebutkan bahwa minat baca terutama sangat ditentukan oleh: 11 Arixs. Enam penyebab rendahnya minat baca. Tokoh. Senin, 29 Mei Diakses tanggal 1 Agustus

41 Faktor lingkungan keluarga dalam hal ini misalnya kebiasaan membaca keluarga di lingkungan rumah. Faktor pendidikan dan kurikulum di sekolah yang kurang kondusif. Faktor infrastruktur dalam masyarakat yang kurang mendukung peningkatan minat baca masyarakat. Serta faktor keberadaan dan keterjangkauan bahan bacaan. Sementara itu dipahami bahwa terdapat hubungan antara minat baca dengan tingkat kecepatan pemahaman bacaan bagi peserta didik. Dalam artikel di Harian Kompas Rabu 26 Juli 2000 disebutkan hasil penelitian Guritnaningsih A Santoso dengan judul "Studi Perkembangan Kognitif Anak Indonesia". Dalam penelitian itu ditemukan bahwa minat baca dan pemahaman bacaan dapat ditingkatkan melalui pendekatan pemrosesan informasi. Penelitian dilakukan terhadap 180 siswa SD di DKI Jakarta dan Jawa Barat pada Oktober Hasilnya antara lain, siswa memiliki kemampuan yang rendah dalam memahami kalimat sehingga tidak mampu menangkap ide pokok bacaan. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya minat baca siswa sekolah. Untuk mengatasinya keterbelakangan ini diperlukan pendidikan sejak dini, dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di dalam keluarga merupakan pendorong minat baca yang utama (Nasoetion, 2002). Minat baca seharusnya ditanamkan oleh orangtua sejak anak masih kecil. Cara yang paling mudah adalah mendongeng melalui buku cerita. Setelah seorang anak dapat membaca, diharapkan mereka akan berusaha mengetahui isi bacaan tanpa menunggu didongengi. Pada gilirannya mereka akan tertarik untuk membaca. Faktor selanjutnya yang juga sangat berpengaruh adalah pendidikan di sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Pendidikan di sekolah mendorong anak membaca karena tuntutan pelajaran. Sementara, lingkungan turut mendorong minat baca karena seorang anak melakukan kegiatan sesuai yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya. Anak menjadi rajin membaca jika masyarakat di sekitarnya melakukannya. Ki Supriyoko dalam tulisannya dengan judul Minat Baca dan Kualitas Bangsa di Harian Kompas Selasa, 23 Maret 2004, menyatakan: Secara teoritis ada hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan 22

42 membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah. Itulah yang sedang terjadi pada masyarakat kita sekarang ini. Faktor-faktor berikut ditengarai menghambat peningkatan minat baca dalam masyarakat dewasa ini (Leonhardt, 1999): Langkanya keberadaan buku-buku anak yang menarik terbitan dalam negeri Semakin jarangnya bimbingan orang tua yang suka mendongeng sebelum tidur bagi anak-anak. Padahal kebiasaan ini merupakan kebiasaanya jaman dulu banyak dilakukan orang tua. Pengaruh televisi yang bukannya mendorong anak-anak untuk membaca, tetapi lebih betah menonton acara-acara televisi. Harga buku yang semakin tidak terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat Kurang tersedianya taman-taman bacaan yang gratis dengan koleksi buku yang lengkap dan menarik. Pernyataan dan fenomena diatas sangat relevan direnungkan dalam rangka meningkatkan kecerdasan bangsa. Sementara itu beberapa guru di Yogyakarta berinisiatif kreatif mencoba menanamkan kegemaran dan kesenangan membaca kepada siswanya. Metoda yang mereka terapkan adalah mengharuskan semua siswa mereka melakukan semacam silent reading selama setengah jam setiap pagi sebelum pelajaran dimulai. Semua siswa diharuskan membaca bacaan secara diam bacaan apa saja. Kebiasaan membaca ini diharapkan membuat anak menjadi imajinatif, kreatif dan senang membaca. Tradisi membaca seperti ini belum digarap dengan baik oleh sekolah-sekolah. 23

43 24

44 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum (Tiga kota: Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin) Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner sebanyak kuesioner di masing-masing kota yaitu Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin. Dari total kuesioner yang disebarkan yaitu sebanyak 3.000, jumlah kuesioner yang kembali adalah sebanyak 2746 (91,53 %). Responden terdiri dari 1185 laki-laki (43,15 %) dan perempuan sebanyak 1561 (56,85 %). Responden tersebut terdiri dari beberapa kelompok yaitu 280 orang Mahasiswa (10,20 %), 65 orang pegawai swasta (7,21 %), 428 orang siswa SMU (15,59 %), 448 orang siswa SMP (16,31 %), 476 orang siswa SD (17,33 %), 230 orang ibu rumah tangga (8,38 %), 97 orang pedagang (3,53 %), 74 orang dosen (2,69 %), 89 orang petani/nelayan (3,24 %), 169 orang pegawai swasta (6,15 %), 219 orang pegawai negeri sipil (7,98 %), 103 orang guru (3,75 %), 58 orang anggota TNI/Polri (2,11 %), dan 75 orang buruh (2,73 %). Tabel Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Kelompok Responden Laki laki Perempuan Jumlah % Mahasiswa ,20 Siswa SMU ,59 Siswa SMP ,31 Siswa SD ,33 Ibu Rumah Tangga ,38 Pedagang ,53 Dosen ,69 Petani/Nelayan ,24 Peg Swasta ,15 PNS ,98 Guru ,75 TNI/Polri ,11 Buruh ,73 Jumlah ,00 25

45 Dari aspek status responden dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 437 orang (15,91 %) berstatus sebagai ayah, 506 orang (18,43 %) berstatus sebagai Ibu, sedangkan sisanya sebanyak 1805 orang (65,73 %) berstatus sebagai anak, sedangkan satu orang tidak menjawab status yang bersangkutan. Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden di bagi menurut kelompok umur kurang dari 12 tahun (atau diperkirakan usia siswa SD) yaitu sebanyak 449 orang (16,35 %), 13 tahun sampai dengan 15 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTP) sebanyak 376 orang (13,69 %), 16 tahun sampai dengan 18 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTA) sebesar 381 orang (13,87 %), 19 tahun sampai dengan 23 tahun (atau diperkirakan usia mahasiswa) sebesar 294 orang (10,71 %), 24 tahun sampai dengan 40 tahun (atau usia tenaga kerja muda) sebanyak 572 orang (20,83 %), 41 tahun sampai dengan 55 tahun (atau usia tenaga kerja tua) sebanyak 367 orang (13,36 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun (atau usia tidak produktif atau pensiunan) sebanyak 61 orang (2,22 %). Ada sebanyak 246 (8,96 %) responden tidak menjawab. Kelompok Responden Tabel Responden Berdasarkan Kelompok Umur Umur (tahun) Total Menjawab Tidak Menjawab < 12 th >56 Jumlah Mahasiswa Siswa SMU Siswa SMP Siswa SD Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Petani/Nelayan Peg Swasta PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah Persentase 16,35 13,69 13,87 10,71 20,83 13,36 2,22 91,04 8,96 26

46 Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan sekolah lebih besar yaitu 1642 responden (59,80 %), yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 887 responden (32,30 %), sedangkan sisanya tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja yaitu sebesar 217 responden (7,90 %). Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 479 responden (28,06 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau SLTP sebesar 458 responden (26,83 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA sebesar 462 responden (27,07 %), mahasiswa sebesar 308 responden (18,04 %). Dari keseluruhan responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak 18 responden menjawab selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa. Tabel Status Responden Kelompok yang Masih bersekolah Siswa SD Siswa SLTP Siswa SLTA Mahasiswa Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % , , , , Tabel berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan. Responden yang tidak tamat SD sebesar 164 responden (5,97 %), tamat SD sebanyak 491 responden (17,88 %), tamat SLTP sebanyak 451 reponden (16,42 %), tamat SLTA sebesar 555 responden (20,21 %), diploma sebesar 127 responden (4,62 %), sarjana sebesar 360 responden (13,11 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar 56 responden (2,04 %). Tabel Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Kelompok Responden Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Diploma Sarjana (S1) Pasca sarjana Tidak Jawab Menjawab Total Jumlah Persentase 5,97 17,88 16,42 20,21 4,62 13,11 2,04 19,52 80,48 100,00 27

47 Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas (lihat tabel 4.1.5) pegawai negeri sebesar 346 responden (27,75 %), pegawai swasta sebesar 150 responden (12,03 %), pedagang sebesar 84 responden (6,74 %), TNI/POLRI sebesar 86 responden (6,90 %), petani sebesar 87 responden (6,98 %), wiraswastawan sebesar 86 responden (6,90 %), wartawan sebesar 4 responden (0,32 %), buruh sebesar 70 responden (5,61 %), dan profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 334 responden (26,78 %). Tabel Responden Berdasarkan Profesi Profesi Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pedagang TNI/POLRI Jumlah % 27,75 12,03 6,74 6,90 6,98 6,90 0,32 5,61 26,78 Petani Wiraswasta Wartawan Buruh Lainnya 28

48 Gambar Grafik Sebaran Profesi Responden Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan. Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel dan grafik menggambarkan sebaran pendapatan responden secara umum. Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Kelompok Responden Kurang dari 500 ribu 500 rb 1 juta Lebih 1 jt 1,5 jt Lebih 1,5 jt 2,5 jt Lebih dar 2,5 jt 3,5 jt lebih dari 3,5 jt 4,5 jt Lebih dari 4,5 jt Total Persentase 10,85 24,60 21,16 22,69 11,38 5,35 3,97 29

49 Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Dari aspek jumlah anggota dalam keluarga, sebagian responden terdiri dari keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 4 orang (1099 responden) kemudian diikuti berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 6 orang (921 responden), 7 8 orang (260 responden), kurang dari 2 orang (110 responden), dan yang terakhir adalah keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga sebanyak lebih dari 8 orang (90 responden). Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Kurang Lebih dari 2 orang orang orang orang dari 8 orang Jumlah Persentase 4,44 44,31 37,14 10,48 3,63 30

50 Gambar Grafik Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup terbuka. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Pada umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan fasilitas informasi. Responden Pesawat Radio Tabel Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Pesawat TV Fasilitas informasi yang dimiliki Video/ Koneksi VCD/ Komputer ke DVD Internet Koran Majalah Jumlah Persentase 67,33 87,07 60,05 39,18 9,47 53,42 40,06 31

51 Gambar Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd, mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Kegiatan membaca dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh 2192 responden atau sebesar 79,83 % dari total responden, dan sebanyak 2219 responden atau 80,81 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang tidak terlalu populer yaitu hanya digunakan oleh 1164 responden (42,39 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi adalah kegiatan yang sangat sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu luang yaitu hanya dilakukan oleh sebanyak 697 responden atau 25,38 % terhadap total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan membaca seperti guru, dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang lebih tinggi dibandingkan dengan menonton. Dosen menyatakan bahwa membaca dan menonton televisi merupakan kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui pengetahuannya. 32

52 Mahasiswa, pelajar SD, pelajar SMP, serta guru menyatakan mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Penelitian ini menemukan fakta bahwa pelajar SMU lebih suka menonton televisi/video/vcd daripada membaca. Padahal seharusnya sebagai pelajar mereka dituntut untuk melakukan kegiatan membaca secara intensif. Sudah dapat ditebak bahwa pada profesi yang tidak menuntut kegiatan membaca secara intensif seperti ibu rumah tangga, petani, pedagang, TNI/POLRI, dan buruh, kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dilakukan dalam mengisi waktu luang mereka. Tabel Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden Kelompok Responden Jumlah responden (n) Membaca Menonton TV/Video/ VCD Mendengarkan Siaran Radio Rekreasi Resp % Resp % Resp % Resp % Mahasiswa , , , ,14 Siswa SMU , , , ,58 Siswa SMP , , , ,33 Siswa SD , , , ,48 Ibu Rmh Tgg , , , ,43 Pedagang , , , ,65 Dosen , , , ,59 Petani , , ,45 2 2,25 Peg Swasta , , , ,50 PNS , , , ,88 Guru , , , ,13 Polri , , , ,79 Buruh , , ,00 7 9,33 Total , , , ,38 33

53 Gambar Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih seimbang. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi, sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status mereka sebagai pelajar. Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang Nonton Mendengar Membaca Responden n tv/video/vcd siaran radio Rekreasi jml % jml % jml % jml % ayah , , , ,26 Ibu , , , ,37 Anak , , , ,59 34

54 Gambar Garfik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Mendengarkan siaran radio masih dilakukan sebagian masyarakat untuk mengisi waktu luangnya, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan menonton televisi/video/vcd. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton televisi. Walaupun dari segi frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak seimbang, namun dari aspek lamanya (durasi) melakukan kegiatan membaca dan menonton maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat grafik). Bahkan responden yang menonton lebih dari 3 jam setiap hari menduduki jumlah terbesar yaitu 32,7 % dari jumlah responden, sedangkan yang membaca lebih dari 3 jam sehari hanya sebesar 10,38 % dari jumlah seluruh responden. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat Indonesia memang lebih senang menonton daripada membaca. 35

55 Tabel Sebaran Lama Membaca dan Lama Menonton Persentase Waktu yang digunakan oleh responden Responden 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr Membaca Jumlah (%) 3,2 1,8 2,5 23,7 36,8 12,0 10,4 Menonton Jumlah (%) 1,2 1,1 2,9 11,0 29,1 20,7 32,7 Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan lakilaki (lihat gambar 4.1.9). 36

56 Tabel Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca Jenis Kelamin laki Perempuan Lama Membaca dan Lama Menonton TV Kegiatan 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr Baca % thd resp 1,3 0,7 0,9 11,1 15,5 5,0 4,6 nonton % thd resp 0,6 0,5 0,9 5,1 13,7 9,5 12,0 Baca % thd resp 1,9 1,1 1,5 12,6 21,2 7,0 5,8 nonton % thd resp 0,6 0,6 2,0 5,9 15,4 11,1 20,7 Gambar Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton pada Laki laki dan Perempuan Hubungan antara kelompok umur dengan membaca Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Anggapan ini berdasarkan kenyataan bahwa kegiatan 37

57 membaca sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada usia tua seseorang akan memiliki waktu luang yang berlimpah. Namun dari data yang diperoleh, dugaan ini tidak terjadi. Tabel Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca Kelompok Umur < 12 th th th th th th > 55 th Total Jumlah responden dengan lama (durasi) membaca 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr Jml % 4,43 1,66 2,58 24,35 39,67 9,96 17,34 Jml % 4,40 2,86 2,64 21,10 45,71 16,26 7,03 Jml % 3,32 2,84 3,55 30,09 37,68 15,64 6,87 Jml % 3,14 2,44 4,88 26,13 37,98 13,94 11,50 Jml % 3,93 2,48 3,10 26,03 38,84 12,60 13,02 Jml % 3,82 1,91 2,55 31,21 36,94 12,10 11,46 Jml % 3,45 5,17 3,45 10,34 46,55 15,52 15,52 Jml % 3,90 2,42 3,12 25,76 39,89 13,35 11,55 38

58 Gambar Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca Tabel dan gambar memperlihatkan bahwa membaca nampaknya tidak dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat sama yaitu sedikit responden pada membaca dengan durasi rendah (dari 1 jam sampai 2 jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang (kurang dari satu jam sampai 2 jam per hari), dan kembali menurun pada durasi membaca dengan korbanan waktu tinggi (lebih dari 3 jam sehari). Semua kelompok responden menyatakan bahwa mereka menghabiskan waktu rata-rata dalam membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Sebenarnya korbanan waktu demikian dapat dikatakan tidak terlalu tinggi karena masyarakat yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari 3 jam setiap harinya. 39

59 Gambar Grafik Sebaran Korbanan Waktu Rata rata dalam Membaca Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca berbanding terbalik walaupun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi sebesar -0,031. Jadi semakin tua umur responden semakin pendek durasi mereka membaca. Kenyataan ini tidak sesuai dengan harapan dimana seharusnya semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka dia dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain. 40

60 Tabel Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Bulanan Biaya belanja buku per bulan (dalam ribuan) Umur < > 500 < 12 Jumlah % 66,8 19,3 8,3 1,6 2,4 0,8 0, Jumlah % 56,8 30,3 6,0 3,3 1,1 0,8 1, Jumlah % 58,6 29,2 5,5 2,9 2,3 0,3 1, Jumlah % 55,0 31,2 6,3 3,7 1,1 1,1 1, Jumlah % 48,8 31,5 10,4 4,3 2,0 1,2 1, Jumlah % 45,9 33,5 6,7 6,2 2,9 1,9 2,9 >55 Jumlah % 60,5 21,1 2,6 5,3 5,3 2,6 2,6 Jumlah Jumlah % 57,0 27,8 7,3 3,4 2,1 1,0 1,5 Gambar Grafik Sebaran Belanja Buku Berdasarkan Kelompok Umur 41

61 Dari tabel di atas nampak bahwa minat untuk membeli buku sebagai indikator dari tingginya minat baca juga terlihat sangat rendah. Pada umumnya responden berbelanja buku di bawah Rp ,- per bulan (57 % responden). Bahkan yang menganggarkan beli buku rata-rata di atas Rp ,- setiap bulan hanya sebesar 15,2 %, atau dengan kata lain yang di bawah Rp ,- setiap bulan berjumlah sangat besar yaitu 84,8 %. Pola seperti ini sama untuk setiap kelompok umur (perhatikan grafik ). Tabel Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kepemilikan Buku Kepemilikan buku (judul) Umur 0 < > 100 < 12 Jumlah % 33,7 44,2 15,0 4,5 1,1 0,4 1, Jumlah % 20,0 41,5 21,4 9,3 4,1 1,8 1, Jumlah % 19,4 47,7 20,4 7,7 1,4 1,4 1, Jumlah % 22,5 35,4 26,2 8,9 3,0 1,5 2, Jumlah % 22,5 32,2 22,2 10,8 3,8 4,0 4, Jumlah % 21,1 25,3 24,6 12,3 3,5 6,7 6,7 >55 Jumlah % 24,0 26,0 20,0 8,0 2,0 6,0 14,0 Jumlah Jumlah % 23,8 38,5 20,9 8,5 2,7 2,5 3,1 Tabel memperlihatkan hubungan antara kelompok umur dengan tingkat kepemilikan buku sebagai salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca. Cukup banyak responden yang mengaku tidak memiliki koleksi buku satupun di rumahnya. Jika kita buat kriteria bahwa minat baca yang tinggi dicerminkan dengan kepemilikan 42

62 buku di atas 100 judul, menengah antara judul dan rendah adalah 0 50 judul, maka berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa minat baca masyarakat masih rendah (91,7 % responden memiliki buku 0 50 judul buku). Sedangkan yang memiliki minat baca sedang hanya sebesar 5,2 % responden, dan yang memiliki minat baca tinggi sangat sedikit yaitu 3,1 %. Pola kepemilikan buku ini hampir sama pada setiap kelompok umur, yaitu tinggi pada kepemilikan buku sedikit, dan rendah pada kepemilikan buku yang banyak. Gambar Pola Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki hubungan negatif, walaupun hubungan tersebut sangat rendah atau lemah sekali yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar -0,022. Artinya, walaupun pengaruhnya tidak besar, semakin tua umur seseorang, maka cenderung semakin jarang datang ke perpustakaan umum. 43

63 Tabel Hubungan Umur dengan Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Umur Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/hr > 12 th Jumlah % 6,9 3,3 4,1 11,3 20,7 30,4 23, th Jumlah % 9,5 3,0 7,4 19,5 24,7 26,8 9, th Jumlah % 12,3 6,4 7,8 26,9 22,8 20,5 3, th Jumlah % 5,1 1,4 2,8 14,7 29,0 35,5 11, th Jumlah % 5,1 2,3 6,4 21,2 30,9 20,6 13, th Jumlah % 4,2 4,2 5,8 23,0 17,3 14,1 31,4 >55 th Jumlah % 3,6 3,6 7,1 39,3 10,7 14,3 21,4 total Jumlah % 7,1 3,3 5,6 19,1 24,2 25,0 15,7 Gambar Grafik Sebaran Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan 44

64 Dari tabel dan grafik terlihat bahwa frekuensi responden yang datang ke perpustakaan paling besar pada 2 kali seminggu (25 %), sedangkan yang setiap hari mengunjungi perpustakaan hanya 15,7 %. Jika kita persempit batasan minat baca dengan indikator frekuensi kunjungan ke perpustakaan dengan batasan bahwa minat baca tinggi ditunjukkan dengan kunjungan dua kali seminggu atau lebih, minat baca rendah ditunjukkan dengan kunjungan ke perpustakaan antara satu kali seminggu atau lebih, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki minat baca tinggi adalah sebesar 40,7 % responden, sedangkan yang memiliki tingkat minat baca rendah sebesar 59,3 % responden. Gambar Grafik Sebaran Kunjungan Ke Perpustakaan Berdasarkan Kelompok Umur Tabel Hubungan Profesi dengan Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Kelompok Responden Frekuens kunjungan ke perpustakaan 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /hari Mahasiswa Siswa SMU Siswa SMP Siswa SD Ibu Rmh Tgg

65 Kelompok Responden Frekuens kunjungan ke perpustakaan 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /hari Pedagang Dosen Petani Peg Swasta PNS Guru Polri Buruh Total Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah responden dari kelompok mahasiswa berkunjung ke perpustakaan satu sampai dua kali seminggu cukup banyak (51,1 % responden mahasiswa), dan yang 1 bulan sekali sampai 1 minggu sekali juga cukup banyak (41,6 % responden mahasiswa). Artinya, dengan batasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa memiliki minat baca tinggi cukup banyak. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan umum ini jumlahnya cukup besar karena diduga di kampusnya mereka tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum termasuk tinggi yaitu 50,8 % berkunjung antara satu kali sehari sampai dua kali seminggu, dan sisanya berkunjung kurang dari satu kali seminggu. Pola kunjungan Siswa SMP tidak begitu berbeda dengan siswa SD, namun untuk siswa SMA agak berbeda. Kunjungan ke perpustakaan umum dari kelompok ini justru tinggi di satu kali sebulan sampai satu kali seminggu (53,6 %), sedangkan kunjungan dua kali seminggu sampai satu kali sehari hanya dilakukan oleh sebanyak 18,2 % responden. Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata ada hubungan walaupun sangat rendah atau lemah sekali yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar 0,176. Artinya walaupun hubungannya lemah sekali, semakin tua umur seseorang maka cenderung memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif walaupun nilainya 46

66 sangat rendah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar 0,130. Artinya, walaupun hubungan tersebut lemah sekali, bertambahnya umur akan berpengaruh terhadap kerelaan berkorban untuk membeli buku Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca dengan indikator lama (durasi) membaca, korbanan untuk memperoleh bahan bacaan yang ditandai dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli buku dan jumlah kepemilikan buku, serta frekuensi membaca yang ditandai dengan frekuensi datang ke perpustakaan, adalah tingkat pendidikan masyarakat. Tabel Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca Lama (durasi) membaca Pendidikan 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/h 1 2 j/h 2 3 j/h >3 j/h Jumlah Tidak tamat SD % 2,3 3,5 5,2 19,8 39,0 14,0 16,3 Jumlah Tamat SD % 3,8 2,5 2,5 24,7 47,0 13,9 5,6 Jumlah Tamat SMP % 2,9 2,5 2,5 28,3 41,7 15,6 6,3 Jumlah Tamat SMA % 5,0 1,5 3,0 34,8 37,2 9,9 8,7 Jumlah Tamat Diploma % 3,2 2,4 2,4 20,8 48,8 12,0 10,4 Jumlah Tamat S1 % 3,0 2,4 3,0 19,8 38,2 18,7 14,9 Jumlah Tamat S2 S3 % 4,3 4,3 10,0 5,7 28,6 25,7 21,4 Jumlah Jumlah % 3,7 2,4 3,1 25,9 40,8 14,4 9,8 Tabel di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak 47

67 membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk diploma, sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Gambar Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan dengan Lama Membaca Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Untuk lulusan SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (71,9 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan 48

68 dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (9,9 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 8,7 % responden). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di tiga kota lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (69,2 %), sedangkan sisanya berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun sarjana, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Secara statistik tingkat pendidikan berkorelasi positif atau ada hubungannya dengan durasi membaca, namun secara umum hubungan tersebut sangat rendah atau lemah sekali yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,008. Hal ini menggambarkan bahwa minat baca masyarakat memang belum tinggi. Seharusnya semakin tinggi pendidikan seseorang kecenderungan membaca tinggi sangat kuat. Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,011. Artinya, walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan, bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi. 49

69 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa Selanjutnya, untuk memperlihatkan bagaimana tabel Razak (2004) tersebut menggambarkan minat atau kegemaran membaca masyarakat Indonesia, maka secara khusus dibahas minat baca siswa SD, SLTP, SLTA, dan mahasiswa seperti berikut. Gambar a.b.c.d menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (40,4 %) membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (24,1 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di tiga kota lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (87,8 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 12,2 % saja yang memiliki minat baca tinggi. 50

70 Dari aspek korbanan biaya untuk membeli buku juga menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar berbelanja buku kurang dari Rp ,- setiap bulan (51,5 %), sedangkan yang berbelanja antara Rp sampai dengan Rp ,- per bulan adalah sebesar 39,9 %. Sisanya 12,6 % berbelanja buku lebih dari Rp ,- setiap bulan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika sebagian besar responden memiliki buku kurang dari 10 judul (55 %). Sebagian responden memiliki buku antara judul buku (25,3 %), dan yang memiliki lebih dari 25 judul buku hanya 19,7 %. Fakta yang memperkuat pernyataan bahwa minat baca masyarakat, dalam kasus ini mahasiswa, adalah rendah adalah kunjungan ke perpustakaan dari responden yang juga rendah. Jika minat baca mereka tinggi, sedangkan mereka tidak mampu membeli buku sehingga tingkat kepemilikan buku mereka rendah, maka seharusnya frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan tinggi yaitu untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaan mereka yang tidak bisa mereka beli. Kenyataannya frekuensi kunjungan ke perpustakaan hanya berada pada dua kali seminggu (40,6 %) dan sebagian besar malah kurang dari dua kali seminggu (48,9 %), sedangkan yang datang ke perpustakaan umum setiap hari hanya 10,5 %. 51

71 Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA Untuk siswa SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (77,1 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 6,2 % responden). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar a,b,c,d memperlihatkan gambaran minat baca siswa SLTA. Sebagian besar kelompok siswa SLTA membaca antara 1 2 jam per hari dan kurang dari 1 jam per hari, yang dapat dikategorikan sebagai malas membaca atau dengan kata lain mereka memiliki minat baca yang masih rendah. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar (77,1 %) siswa SLTA tergolong memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 22,9 % saja siswa SLTA memiliki minat baca yang tinggi. Dari indikator belanja buku setiap bulan dan tingkat kepemilikan buku juga tidak dapat menunjukkan bahwa minat baca mereka tinggi. Sebagian besar anggaran untuk membeli buku mereka adalah sebesar kurang dari Rp ,- setiap bulan (60,5 %). 52

72 Sedangkan tingkat kepemilikan buku mereka berada pada kelompok kurang dari 10 judul buku (65,4 %). Frekuensi kunjungan ke perpustakaan umum dari responden SLTA juga rendah. Mereka yang berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum hanya sebesar 1,8 %. Sedangkan yang berkunjung sebanyak dua kali seminggu sebesar 15,5 %. Sisanya berkunjung ke perpustakaan sebanyak sekali seminggu atau lebih jarang lagi (78,1 %). Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP Untuk siswa SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Gambar a,b,b,d memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP. Berdasarkan ukuran Razak maka siswa SLTP di tiga kota lokasi penelitian termasuk 53

73 memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (68,6 %), sedangkan sisanya (31,4 % responden) berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Biaya untuk belanja buku juga sama dengan siswa SLTA yaitu mayoritas berada pada kelompok kurang dari Rp ,- setiap bulan (56,4 %), dengan tingkat kepemilikan buku berada pada kelompok kepemilikan kurang dari 10 judul buku (63,6 %). Namun demikian, walaupun mereka tidak banyak berbelanja buku dan memiliki koleksi buku sedikit, mereka malas berkunjung ke perpustakaan. Mereka yang berkunjung ke perpustakaan setiap hari hanya sebesar 9,6 %, sedangkan yang berkunjung ke perpustakaan dua kali seminggu hanya sebesar 35, 1 %. Sisanya, yaitu sebesar 55,3 % responden berkunjung ke perpustakaan antara seminggu sekali sampai setahun sekali. Gambar a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 54

74 Kelompok responden siswa SD juga berada pada posisi membaca antara 1 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun sarjana, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Gambar a,b,c,d memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (38,4 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 28,6 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33 % siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari. Sama seperti kelompok responden lain, maka kelompok responden siswa SD biasa berbelanja buku kurang dari Rp ,- per bulan (70 %), hanya sebagian responden saja mengaku berbelanja lebih dari Rp ,- per bulan. Tingkat kepemilikan buku mereka juga sangat rendah sebanyak 80,8 % memiliki buku kurang dari 10 judul. Bahkan 34,8 % diantaranya tidak memiliki koleksi buku sama sekali. Frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan umum cukup menggembirakan. Sebanyak 50,8 % responden mengaku berkunjung ke perpustakaan sedikitnya dua kali seminggu. Sedangkan sisanya yaitu 49,2 % berkunjung ke perpustakaan antara satu kali seminggu sampai satu kali setahun (diantaranya berkunjung satu kali seminggu sebesar 21,6 %). Kebiasaan berkunjung siswa SD ini perlu terus dipelihara dan bahkan terus dipupuk sehingga kebiasaan ini tidak menghilang walaupun usia mereka terus bertambah. Tabel Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Biaya Belanja Buku Bulanan Jumlah responden dengan belanja buku per bulan (x Rp ,-) Pendidikan < 0,5 0, > 5 Tidak tamat SD Jumlah % 50,6 25,9 13,0 3,1 3,7 1,9 1,9 Tamat SD Jumlah % 64,8 24,3 6,7 1,3 1,3 0,0 1,6 55

75 Jumlah responden dengan belanja buku per bulan (x Rp ,-) Pendidikan < 0,5 0, > 5 Tamat SMP Jumlah % 62,3 27,3 5,8 1,8 2,1 0,0 0,6 Tamat SMA Jumlah % 59,7 27,4 6,6 3,1 1,1 0,3 1,7 Tamat Diploma Jumlah % 53,5 33,7 8,1 2,3 0,0 0,0 2,3 Tamat S1 Jumlah % 45,7 34,9 9,0 5,2 3,1 1,0 1,0 Tamat S2 S3 Jumlah % 27,9 39,3 13,1 11,5 1,6 4,9 1,6 Jumlah Jumlah % 56,5 28,6 7,8 3,1 1,9 0,6 1,4 Gambar Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi 56

76 masing-masing sebesar 0,152 dan 0,267. Dari tabel dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang tidak punya koleksi buku pribadi. Tabel Hubungan Antara Pendidikan dengan Kepemilikan Buku Pendidikan Jumlah responden dengan kepemilikan buku (judul) 0 < > 100 Tidak tamat SD Jumlah % 39,0 32,3 21,3 3,7 1,2 1,2 1,2 Tamat SD Jumlah % 27,9 46,9 16,1 5,2 2,3 0,7 0,9 Tamat SMP Jumlah % 23,9 45,0 20,9 7,3 0,7 1,2 0,9 Tamat SMA Jumlah % 28,9 38,6 20,3 7,7 2,2 1,0 1,4 Tamat Diploma Jumlah % 14,7 35,3 30,2 12,9 3,4 0,9 2,6 Tamat S1 Jumlah % 12,2 26,1 29,3 15,1 5,1 5,7 6,5 Tamat S2 S3 Jumlah % 6,2 10,8 7,7 18,5 3,1 23,1 30,8 Jumlah Jumlah % 24,1 38,0 21,3 8,7 2,4 2,5 3,0 57

77 Gambar Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku Dan pada tabel terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan, walaupun tidak begitu nampak, semakin banyak responden yang berkunjung ke perpustakaan. Namun secara umum memang frekuensi kunjungan terbesar adalah pada dua kali seminggu sampai setiap hari. Semakin jarang frekuensi kunjungan ke perpustakaan semakin sedikit jumlah responden. Tabel Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Frekuensi kunjungan ke perpustakaan Pendidikan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h Tidak tamat SD Jumlah % 6,3 4,5 4,5 4,5 18,0 29,7 32,4 Tamat SD Jumlah % 6,1 3,6 6,1 12,1 27,1 32,8 12,1 Tamat SMP Jumlah % 13,8 4,9 8,0 25,0 21,9 20,5 5,8 Tamat SMA Jumlah % 5,1 2,4 5,1 21,4 25,9 23,2 17,0 58

78 Frekuensi kunjungan ke perpustakaan Pendidikan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h Tamat Diploma Jumlah % 4,3 1,1 3,2 14,0 26,9 26,9 23,7 Tamat S1 Jumlah % 4,6 3,1 4,2 20,2 26,0 23,7 18,3 Tamat S2 S3 Jumlah % 8,0 2,0 4,0 28,0 30,0 22,0 6,0 Jumlah Jumlah % 6,8 3,3 5,4 18,4 25,0 25,4 15,8 Gambar Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Membaca Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan semakin tingginya korbanan uang untuk membeli buku, juga tingkat kepemilikan buku mereka akan semakin tinggi akibat aktifitas mereka membeli buku. Sebagai akibat tentu 59

79 saja semakin tinggi pula durasi (lama membaca) mereka membaca. Jika mereka tidak mampu membeli buku sehingga kepemilikan buku mereka rendah, maka seharusnya frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan akan tinggi. Beriku adalah pembahasan yang berkaitan dengan hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan pola membaca mereka. Tabel Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca Pendapatan (x Rp , ) Persentase responden dengan lama (durasi) membaca 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/h 1 2 j/h 2 3 j/h >3 j/h < 0,5 Jumlah % 5,0 3,4 4,2 32,8 34,5 9,2 10,9 0,5 1 Jumlah % 5,1 1,7 3,8 31,2 32,9 11,5 13,7 1 1,5 Jumlah % 4,2 2,1 1,7 34,2 41,7 9,6 6,7 1,5 2,5 Jumlah % 3,3 2,5 2,5 28,4 42,2 12,0 9,1 2,5 3,5 Jumlah % 1,4 3,5 4,2 20,3 40,6 21,7 8,4 3,5 4,5 Jumlah % 7,2 2,9 4,3 13,0 23,2 26,1 23,2 > 4,5 Jumlah % 8,8 1,8 5,3 19,3 26,3 14,0 24,6 Jumlah Jumlah % 4,3 2,5 3,3 28,2 37,2 13,3 11,3 60

80 Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Lama Membaca Tabel dan gambar di atas memperlihatkan pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan dari Rp ,- ke bawah sampai yang berpenghasilan di atas Rp ,-. Dari tabel dan gambar tersebut dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang sama dimana pada semua kelompok yaitu sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca, seharusnya grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari rendah ke tinggi dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak dari rendah pada durasi membaca rendah (lama membaca lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang durasi membacanya sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden 61

81 membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Dan ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh kepada kegiatan membaca. Secara statistik dibuktikan bahwa penghasilan memiliki hubungan positif, walaupun sangat rendah atau lemah sekali, dengan lama (durasi) membaca. Nilai koefisien korelasinya hanya sebesar 0,134. Artinya, memang ada pengaruh penghasilan terhadap lama membaca, namun pengaruhnya lemah sekali. Namun yang agak mengejutkan adalah hubungan antara tingkat penghasilan dengan frekuensi seseorang datang ke perpustakaan yang mempunyai hubungan walaupun rendah tetapi pasti yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,231. Ini berarti semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin sering dia mengunjungi perpustakaan. Tabel Hubungan Pendapatan dengan Belanja Buku Pendapatan (x Rp , ) Belanja buku per bulan (dalam ribuan) < > 500 < 0,5 Jumlah % 64,0 21,3 10,7 1,3 1,3 0,0 1,3 0,5 1 Jumlah % 58,0 29,4 3,5 4,2 1,4 0,0 3,5 1 1,5 Jumlah % 61,8 21,7 9,2 4,6 0,7 0,7 1,3 1,5 2,5 Jumlah % 54,7 37,4 3,9 1,7 0,6 0,6 1,1 2,5 3,5 Jumlah % 42,3 34,1 12,2 3,3 5,7 1,6 0,8 3,5 4,5 Jumlah % 24,5 32,1 7,5 20,8 3,8 7,5 3,8 > 4,5 Jumlah % 39,5 34,9 14,0 9,3 2,3 0,0 0,0 Jumlah Jumlah % 52,7 30,2 7,7 4,7 2,0 1,0 1,7 62

82 Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Belanja Buku Tabel memperlihatkan hubungan antara tingkat pendapatan seseorang dengan biaya belanja buku setiap bulan. Nampak pada gambar bahwa pada semua tingkatan pendapatan ternyata biaya belanja buku terbesar pada kurang dari Rp ,- kecuali pada pendapatan Rp.3,5 Rp.4,5 juta yang berbelanja buku antara Rp , - Rp ,- setiap bulan. Secara statistik hubungan antara tingkat pendapatan dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku adalah positif walaupun hubungannya rendah atau lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,225. Dan bahkan pada tingkat kepemilikan buku hubungan ini semakin erat yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,386. Hal ini berarti bahwa tingkat kepemilikan buku dipengaruhi oleh tingkat pendapatan seseorang. Tabel berikut memperlihatkan hubungan antara penghasilan dengan tingkat kepemilikan buku. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa semakin tinggi penghasilan responden, semakin banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah yang lebih besar dan semakin sedikit yang tidak punya koleksi buku pribadi. 63

83 Tabel Hubungan Pendapatan dengan Pemilikan Buku Pendapatan (x Rp , ) < 0,5 0, ,5 1,5 2,5 2,5 3,5 3,5 4,5 > 4,5 Jumlah Kepemilikan buku (judul) 0 < > 100 Jumlah % 41,6 43,6 7,9 4,0 2,0 1,0 0,0 Jumlah % 34,4 37,1 18,1 6,3 1,8 0,0 2,3 Jumlah % 28,1 42,0 18,8 6,7 2,2 1,3 0,9 Jumlah % 22,0 27,8 25,5 18,1 1,5 2,3 2,7 Jumlah % 14,3 17,1 27,1 17,9 5,7 9,3 8,6 Jumlah % 7,5 11,9 25,4 11,9 9,0 22,4 11,9 Jumlah % 4,5 20,5 25,0 4,5 4,5 6,8 34,1 Jumlah % 25,1 31,5 21,0 10,9 2,9 3,9 4,6 Hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan frekuensi kunjungan responden ke perpustakaan umum dapat dilihat pada tabel dan gambar Pada tabel terlihat bahwa umumnya mereka berkunjung antara satu kali seminggu (22,8 %) sampai dua kali seminggu (23,5 %). Sebanyak 19,9 % responden mengaku cukup rajin datang ke perpustakaan yaitu setiap hari mengunjungi perpustakaan. Sedangkan sisanya sebanyak 33,8 % mengaku jarang datang ke perpustakaan yaitu dengan frekuensi antara sebulan sekali sampai setahun sekali. Pola kunjungan ini hampir sama untuk setiap kelompok responden. Secara statistik hubungan antara tingkat pendapatan dengan frekuensi kunjungan ke perpustakaan menampakkan hubungan yang positif walaupun rendah atau lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,

84 Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Pemilikan Buku Tabel Hubungan Pendapatan dengan Kunjungan ke Perpustakaan Pendapatan (x Rp , ) Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h <0,5 Jumlah % 5,3 4,0 2,7 12,0 20,0 42,7 13,3 0,5 1 Jumlah % 3,9 3,3 5,3 17,1 23,0 29,6 17,8 1 1,5 Jumlah % 9,8 4,1 9,0 14,8 15,6 20,5 26,2 1,5 2,5 Jumlah % 4,7 2,9 6,5 21,8 27,6 12,9 23,5 2,5 3,5 Jumlah % 2,0 1,0 6,1 30,3 26,3 23,2 11,1 3,5 4,5 Jumlah % 1,9 1,9 1,9 18,5 25,9 25,9 24,1 >4,5 Jumlah

85 Pendapatan (x Rp , ) Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h % 3,3 0,0 0,0 46,7 13,3 13,3 23,3 Jumlah Jumlah % 4,8 2,8 5,6 20,5 22,8 23,5 19,9 Gambar Tingkat Pendapatan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan Kunjungan ke Perpustakaan Sebagian besar responden tahu bahwa di kota tempat mereka tinggal tersedia perpustakaan umum (83,8 %), walaupun ada juga yang mengatakan bahwa di kota tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan umum (5,4 %) dan bahkan ada yang tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan umum (8,8 %). Sisanya sebesar 2 % tidak menjawab pertanyaan ini. Walaupun sebagian besar dari mereka tahu bahwa di kotanya tersedia perpustakaan umum, namun jumlah yang berkunjung ke perpustakaan umum belum menggembirakan. Hanya 43,3 % saja dari jumlah responden yang mengaku sering berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 48,8 % mengaku jarang 66

86 berkunjung ke perpustakaan umum, sedangkan sisanya (7,9 %) tidak menjawab pertanyaan ini. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling banyak adalah sekali dalam satu minggu (13,8 %) kemudian diikuti masing-masing oleh sekali dalam seminggu (13,5 %), sekali dalam sebulan (10,5 %). Namun ada juga yang berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum dengan jumlah responden hanya 8,8 %. Jumlah responden yang berkunjung ke perpustakaan umum hanya sekali dalam tiga bulan atau bahkan lebih sebesar 8,4 %, sedangkan sebanyak 44,9 % responden tidak menjawab pertanyaan ini. Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (52,3 %), dan hanya sebagian kecil mengajak isteri (2,5 %), dan membawa anak (7,1 %), sedangkan sisanya sebanyak 38 % responden tidak menjawab. Namun demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka tinggal ada perpustakaan (82,3 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu orang lain yaitu sebanyak 10,3 %, sedangkan sisanya tidak menjawab (7,4 %). Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum Kelompok Responden Punya buku sendiri di rumah Jaraknya terlalu jauh Bukunya tidak menarik dan sudah tua Koleksinya tidak pernah berganti Tidak ada waktu karena sibuk Tidak sering membaca Malas Alasan lain Mahasiswa Siswa SMU Siswa SMP Siswa SD Ibu Rmh Tgg Pedagang Dosen Petani Peg Swasta PNS Guru Polri Buruh Jumlah persentase 8,8 20,1 3,1 2,9 16,2 5,1 5,5 2,7 67

87 Gambar Grafik Sebaran Alasan Tidak Berkunjung ke Perpustakaan Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel ) diperoleh alasan bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (20,1 %), tidak ada waktu karena sibuk (16,2 %), sudah memiliki koleksi sendiri di rumah (8,8 %), malas (5,5 %), tidak sering membaca (5,1 %), bukunya tidak menarik dan sudah tua (3,1 %), koleksinya tidak pernah berganti (2,9 %) dan karena alasan lain (2,7 %), serta ada responden yang tidak menjawab sebanyak 35,7 %. Alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Untuk mengatasi masalah jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi perpustakaan umum maka perlu diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata lain mendekatkan perpustakaan kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan. Yang agak mengejutkan adalah adanya responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Nampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisa lebih mendalam, 68

88 sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu 1. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana responden memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (termasuk yang tidak punya buku) adalah sebesar 55,68 % responden, memiliki buku antara judul hanya sebesar 25,97 %, dan yang memiliki koleksi diatas 50 judul jumlahnya sangat sedikit yaitu 6,77 % rsponden. Dengan demikian alasan tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna. Alasan ini kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia masih rendah Bahan Bacaan yang Disukai Responden Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari sekolah. Jadi bacaannya bisa apa, yang penting bukan buku pelajaran yang menjadi kewajiban sekolah. Bahkan menurut Razak, membaca headline di surat kabar, membaca ringkasan cerita di toko buku ketika memilih buku yang akan dibeli, termasuk membaca. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah: Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah), toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat-tempat lainnya. 1 Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta: Grasindo, hal

89 Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis bahan bacaan. Hasil dari survei ini (lihat tabel ) menunjukkan bahwa buku merupakan bahan bacaan paling banyak dibaca (64,42 %) menyusul koran (55,24 %), kemudian majalah (44,43 %) dan terakhir adalah komik (32,59 %). Tabel Bahan bacaan yang dibaca oleh responden Responden Koran Majalah Buku Komik Mahasiswa Siswa SMU Siswa SMP Siswa SD Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Petani/Nelayan Peg Swasta PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah % 55,24 44,43 64,42 32,59 70

90 Gambar Grafik Sebaran Bacaan yang Digemari untuk Dibaca Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam artian yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Responden yang memilih buku sebagai bahan bacaan sebagian besar adalah mahasiswa dan siswa (SD, SMP, SMA). Guru dan Dosen yang diperkirakan banyak membaca buku, ternyata lebih banyak membaca koran. Sedangkan profesi yang lain seperti ibu rumah tangga, pedagang, petani, pegawai swasta, pegawai negeri sipil, TNI/Polri dan juga buruh, sudah dapat diduga bahwa mereka akan memilih koran sebagai bacaan yang lebih banyak dibaca, sebab mereka memerlukan informasi mengenai perkembangan bisnis yang menjadi kompetensinya dan juga untuk mendapatkan berita dan hiburan. Membaca seperti itu termasuk kategori hanya ingin tahu sesuatu sehingga terbatas membaca surat kabar saja. Ibu rumah tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan. 71

91 Tabel Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku 1 2 jam per minggu 2 3 jam per minggu 3 4 jam per minggu < 1 jam per hari 1 2 jam per hari 2 3 jam per hari > 3 jam per hari Baca Koran Baca Majalah Baca Buku ,26 % 1,49 % 1,27 % 39,33 % 17,41 % 2,88 % 1,97 % ,79 % 1,78 % 1,49 % 27,57 % 16,31 % 3,71 % 2,22 % ,51 % 1,46 % 1,60 % 22,18 % 30,59 % 8,92 % 8,74 % Gambar Grafik Sebaran Lama Membaca untuk Beragam Jenis Bacaan Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh sebagian besar responden (39,33 %), dan antara 1 2 jam setiap hari (17,41 %). Namun ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 3 jam (2,88 %), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (1,97 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah antara kurang dari satu jam setiap hari (27,57 %), dan 1 2 jam setiap hari (16,31 %). Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang, namun demikian ada responden yang membaca majalah lebih dari 3 72

92 jam setiap hari (2,22 %). Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Namun pada kasus ini kelompok responden yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata tidak terlalu banyak yaitu hanya sebesar 30,59 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari sebesar 22,18 %. Yang agak mengherankan adalah membaca buku antara 1 4 jam per minggu yang dilakukan oleh 5,57 % responden merupakan hal yang kurang lazim, karena biasanya membaca buku (untuk mengerti isi buku tersebut) merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus tanpa terputus sampai buku tersebut selesai (tamat) dibaca. Gambar Grafik Sebaran Topik Bacaan yang Digemari Bahan bacaan yang paling populer adalah ilmu pengetahuan yaitu dipilih oleh 50,07 % responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku agama yang dipilih oleh 45,81 % responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 24,29 % responden, fiksi oleh 20,83 % responden, dan terakhir bacaan lain-lain dipilih oleh 17,99 % responden. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, tidak begitu menyukai fiksi/sastra. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik 73

93 Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca cuma ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan 2. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya sastra yang lain. Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %), diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum (36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %). Tabel Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan Meminjam Meminjam Meminjam dari dari Kantor/ Membeli dari perpustakaan Pejabat/aparat Teman umum pemerintah Jumlah % responden 64,93 42,02 8,16 34,89 Gambar Grafik Sebaran Sumber Perolehan Bahan Bacaan 2 Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei

94 Dari tabel ini menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Malah responden lebih banyak membeli daripada memanfaatkan perpustakaan umum. Perhatian terhadap penyediaan buku untuk meningkatkan minat baca masyarakat ini sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat, salah satunya melalui Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah yang pada tahun 2007 menyediakan dana sebesar Rp. 90 milyar untuk peningkatan budaya baca masyarakat Indonesia. Dari dana tersebut 60 % diberikan dalam bentuk block grant yang disalurkan berdasarkan proposal ke Pemerintah Daerah melalui Pemerintah Provinsi. Dana tersebut untuk mensubsidi taman bacaan masyarakat yang jumlahnya tidak kurang dari unit. Setiap taman bacaan masyarakat mendapatkan subsidi antara Rp. 5 juta sampai Rp. 40 juta untuk pengadaan koleksi taman bacaannya (perpustakaan). Tahun-tahun sebelumnya Pemerintah Pusat juga telah mengucurkan dana bantuan serupa, misalnya pada tahun 2005 sebesar Rp. 8,5 milyar dan pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 40 milyar Korelasi Karakteristik Responden dengan Minat Baca Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca, frekuensi membaca dan korbanan) untuk data gabungan tiga kota (Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin) adalah sebagai berikut. Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca Minat Baca Karakteristik Korbanan Responden Durasi Baca Frekuensi baca Beli buku Pemilikan buku Umur -0,031-0,022 0,130** 0,176** Pendidikan 0,008-0,011 0,152** 0,267** Pendapatan 0,134** 0,231** 0,225** 0,386** ** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). * Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah). 3 Taman Bacaan Jadi Prioritas. Kompas, Kamis 12 Juli

95 Pada grafik berikut jelas tergambar hubungan korelasi yang dimaksud. MODEL: MOD_1. Independent: belibuku Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 umur_1 LIN, ,01,000 2,8275,1692 pddkn_1 LIN, ,51,000 2,8846,2192 Umur Pendidikan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Beli buku Beli buku Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Anggaran beli buku, r = 0,130 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan semakin banyak anggaran untuk membeli buku. Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Anggaran beli buku, r = 0,152 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan semakin banyak anggaran untuk membeli buku. Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku 76

96 MODEL: MOD_2. Independent: jmlkoleksi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 umur_1 LIN, ,93,000 2,6506,2604 pddkn_1 LIN, ,43,000 2,3412,4063 Umur Pendidikan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Pemilikan buku Pemilikan buku Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Pemilikan buku, r = 0,176 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan semakin banyak koleksi buku yang dimiliki. Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Pemilikan buku, r = 0,267 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan semakin banyak koleksi buku yang dimiliki. Gambar Grafik Model Data Plot Umur, Pendidikan terhadap Pemilikan Buku 77

97 MODEL: MOD_3. Independent: durasi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 pdptn_1 LIN, ,19,000 2,8678,1367 MODEL: MOD_4. Independent: frekuensi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 pdptn_1 LIN, ,79,000 2,9687,1903 Pendapatan Pendapatan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Durasi baca Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Durasi membaca, r = 0,134 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan semakin lama membaca Frekuensi baca Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Frekuensi baca, r = 0,231 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan semakin besar frekuensi membaca. Gambar Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca 78

98 MODEL: MOD_5. Independent: belibuku Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 pdptn_1 LIN, ,19,000 3,1870,2996 MODEL: MOD_6. Independent: jmlkoleksi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 pdptn_1 LIN, ,78,000 2,5428,3799 Pendapatan Pendapatan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Beli buku Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Anggaran beli buku, r = 0,225 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan semakin banyak anggarang untuk membeli buku Pemilikan buku Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Pemilikan buku, r = 0,386 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti adalah semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan semakin banyak buku yang dimiliki. Gambar Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Beli dan Pemilikan Buku Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh. 2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca. 3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli bahan bacaan. 4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban pemilikan buku. 5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi membaca. 79

99 6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi membaca. 7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan membeli bahan bacaan. 8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan memiliki bahan bacaan. 9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi membaca. 10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi membaca. 11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan membeli bahan bacaan. 12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan memiliki bahan bacaan. Tabel Hasil Rataan Skor Minat Baca Tiga Kota Variabel Minat Baca Responden Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata durasi membaca ,87 Rata-rata korbanan uang ,67 Rata-rata pemilikan buku ,42 Rata-rata frekuensi membaca ,54 Rata-rata total minat baca 3,12 Tabel Skor Kategori Tingkat Minat Baca Skor Kategori Hasil rata-rata skor Sangat rendah Rendah Agak sedang Sedang Agak tinggi Tinggi Sangat tinggi Mendekati agak sedang (3,12) Dengan skala skor dan kategori dibuat tujuh sesuai dengan skala pada instrumen penelitian, maka hasil pengolahan yang didapatkan menunjukkan bahwa skor rata-rata tingkat minat baca masyarakat di tiga kota adalah di bawah sedang. 80

100 4.2. Makassar Gambaran Umum Responden Kota Makassar Jumlah kuesioner yang disebarkan sebanyak 1000 unit di kota Makassar, namun yang kembali sebesar 927 (92,7 %). Sampel terdiri dari 401 laki-laki (43,92 %) dan perempuan sebanyak 512 (56,08 %). 14 (0,15 %) responden tidak mengisi jenis kelamin. Sampel tersebut terdiri dari beberapa kelompok profesi yaitu 100 orang Mahasiswa (6,36 %), 54 orang pegawai swasta (5,82 %), 18 orang petani (1,94 %), 89 orang ibu rumah tangga (9,60 %), 46 orang pedagang (4,96 %), 24 orang dosen (2,59 %), 150 orang siswa SD (16,18 %), 138 orang siswa SMP (14,89 %), 140 orang siswa SMU (15,10 %), 59 orang pegawai negeri sipil (6,36 %), 41 orang guru (4,42), 31 orang anggota TNI/Polri (3,03 %), dan 22 orang buruh (2,37 %). Sebagian besar responden yang terjaring merupakan penduduk asli Kota Makassar atau setidaknya lahir di kota Makassar yaitu sebesar 689 responden (74,33 %), sebesar 226 responden lainnya (24,38 %) mengaku sebagai pendatang, sedangkan sisanya sebesar 13 responden (1,29 %) tidak menjawab. Umumnya pendatang atau perantau ini sudah tinggal di kota Makassar antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun. Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 178 orang (19,20 %) berstatus sebagai ayah, 162 orang (17,48 %) berstatus sebagai Ibu, sedangkan sisanya sebanyak 584 orang (63,00 %) berstatus sebagai anak, sedangkan tiga orang tidak menjawab status yang bersangkutan. Tabel Responden berdasarkan jenis kelamin Kelompok Responden Laki laki Perempuan Jumlah % Mahasiswa ,79 Pegawai Swasta ,83 Petani ,94 Ibu Rumah Tangga ,60 Pedagang ,96 Dosen ,59 Siswa SD ,18 81

101 Kelompok Responden Laki laki Perempuan Jumlah % Siswa SMP ,89 Siswa SMU ,10 PNS ,36 Guru ,22 TNI/Polri ,34 Buruh ,37 Jumlah Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden terbagi menurut kelompok umur kurang dari 12 tahun (diperkiraan berusia siswa SD) yaitu sebanyak 169 orang (18,23 %), kelompok umur 13 tahun sampai dengan 15 tahun (diperkirakan usia siswa SLTP) sebanyak 112 orang (12,08 %), kelompok umur 16 tahun sampai dengan 18 tahun (diperkirakan usia siswa SLTA) sebesar 155 orang (16,72 %), kelompok umur 19 tahun sampai dengan 23 tahun (diperkirakan usia mahasiswa) sebesar 103 orang (11,11 %), kelompok umur 24 tahun sampai dengan 40 tahun sebanyak 213 orang (22,98 %), kelompok umur 41 tahun sampai dengan 55 tahun (usia tenaga kerja tua) sebanyak 136 orang (16,67 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun (usia tidak produktif atau pensiunan) sebanyak 20 orang (2,16 %). Sebanyak 19 orang (2,05 %) responden tidak mengisi pertanyaan mengenai umur. Tabel Responden Makassar Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur (tahun) < 12 th >56 Jumlah Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD

102 Kelompok Umur (tahun) < 12 th >56 Jumlah Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah Dari data yang terkumpul, maka responden yang berasal dari kalangan anak sekolah lebih besar yaitu 550 responden (59,33 %), yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 337 responden (40,67 %), sedangkan sisanya sebesar 56 responden (6,04 %) tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja. Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 151 responden (16,29 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 135 responden (14,56 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 154 responden (16,61 %), mahasiswa sebesar 110 responden (11,87 %). Dari keseluruhan responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak 45 (4,85 %) responden menjawab selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa. Gambar berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan. Responden yang tidak tamat SD sebesar 102 responden (11,00 %), tamat SD sebanyak 118 responden (12,73 %), tamat SLTP sebanyak 177 reponden (19,09 %), tamat SLTA sebesar 211 responden (22,76 %), diploma sebesar 56 responden (5,61 %), sarjana sebesar 148 responden (15,97 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar 38 responden (4,10 %). Sebanyak 81 (8,74 %) responden tidak mengisi pertanyaan mengenai latar belakang pendidikan mereka. 83

103 Gambar Grafik Sebaran tingkat pendidikan responden Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 59 responden (63,65 %), pegawai swasta sebesar 54 (58,25 %)responden, pedagang sebesar 46 responden (49,62 %), TNI/Polri sebesar 31 responden (48,54 %), petani dan nelayan sebesar 33 responden (3,56 %), wiraswastawan sebesar 46 responden (4,96 %), wartawan sebesar 1 responden (0,10 %), buruh sebesar 22 responden (2,37 %), dan profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 571 responden (61,60 %). Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan. Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel dan grafik Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Kelompok Responden Kurang dari 500 ribu 500 rb 1 juta Lebih 1 jt 1,5 jt Lebih 1,5 jt 2,5 jt Lebih dar 2,5 jt 3,5 jt lebih dari 3,5 jt 4,5 jt Lebih dari 4,5 jt Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan

104 Kelompok Responden Kurang dari 500 ribu 500 rb 1 juta Lebih 1 jt 1,5 jt Lebih 1,5 jt 2,5 jt Lebih dar 2,5 jt 3,5 jt lebih dari 3,5 jt 4,5 jt Lebih dari 4,5 jt Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen PNS Guru TNI/Polri Buruh Total Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 4 orang (352 responden) kemudian diikuti berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 6 orang (358 responden), 7 8 orang (128 responden), kurang dari 2 orang (36 responden), dan yang terakhir adalah keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga lebih dari 8 orang (44 responden). 85

105 Sebanyak 9 (0,97%) responden tidak menjawab pertanyaan ini. Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga Responden Kurang dari 2 orang 3 4 orang 5 6 orang 7 8 orang Lebih dari 8 orang Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah Persen 3,92 38,34 39,00 13,94 4,79 Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup maju dalam mencari informasi. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan fasilitas informasi. 86

106 Tabel Kepemilikan fasilitas media informasi Fasilitas informasi yang dimiliki Responden Pesawat Radio Pesawat TV Video/ VCD/DVD Komputer Koneksi ke Internet Koran Majalah Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru Polri Buruh Jumlah Persen dari Responden 64,08 85,01 52,54 35,94 8,20 44,34 30,96 Gambar Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi 87

107 4.2.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi mengatakan mengisi waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Kegiatan membaca dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh 723 responden atau sebesar 80,24 % dari total responden, dan sebanyak 702 responden atau 77,91 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang juga cukup banyak dilakukan yaitu oleh 382 responden (42,40 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi adalah kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu luang yaitu hanya dilakukan oleh sebanyak 267 responden atau 29,63 % terhadap total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan kegiatan yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen menyatakan bahwa membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio merupakan kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak tentu saja mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui pengetahuannya antara lain melalui media tersebut. Dari 25 responden dosen, hanya 8 responden saja yang mengisi waktu luangnya dengan rekreasi selain membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio. Mahasiswa dan pelajar, guru, serta PNS menyatakan mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Data yang perlu mendapat perhatian adalah pada pelajar SMU, yaitu mereka mengaku lebih suka menonton televisi/video/vcd daripada membaca. Padahal profesi mereka sesungguhnya menuntut kegiatan membaca secara intensif. Sudah dapat diduga bahwa profesi yang tidak menuntut kegiatan membaca secara lebih intensif seperti ibu rumah tangga, petani/nelayan, TNI/Polri, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka. 88

108 Tabel Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan Kelompok Responden Jumlah responden Membaca Menonton TV/ Video/VCD Mendengarkan Siaran Radio Rekreasi Resp % Resp % Resp % Resp % Mahasiswa , , , ,00 Pegawai Swasta , , , ,89 Petani/Nelayan , , , ,22 Ibu Rumah Tangga , , , ,10 Pedagang , , , ,43 Dosen , , , ,83 Siswa SD , , , ,13 Siswa SMP , , , ,32 Siswa SMU , , , ,71 PNS , , , ,73 Guru , , , ,59 TNI/Polri , , , ,16 Buruh , , ,27 0 0,00 Total Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih berpola sama. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi, 89

109 sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status mereka sebagai pelajar. Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih merupakan acara yang menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan menonton televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton televisi. Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang Responden Baca Nonton Dengarkan radio Rekreasi Ayah (192) ,92% 83,33% 44,79% 31,77% Ibu (162) ,19% 66,67% 24,07% 17,90% Anak (589) ,34% 76,91% 34,63% 18,17% Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga 90

110 Walaupun dari pola frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak seimbang, namun dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat grafik 4.2.3). Bahkan responden yang menonton lebih dari 2 jam sehari menduduki jumlah terbesar (417 atau 45,23 % responden), sedangkan yang membaca lebih dari 2 jam sehari hanya sebesar 133 atau 27 % responden. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa umumnya masyarakat lebih senang menonton dari pada membaca. Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton Tabel Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N) Jenis Kelamin > 3 j/hr 2 3 j/hr 1 2 j/hr < 1 j/hr 3 4 j/mg 2 3 j/mg 1 2 j/mg B N B N B N B N B N B N B N laki laki perempuan Total Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton 91

111 televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan lakilaki (lihat grafik 4.2.9). Tabel Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton > 3 j/hr 2 3 j/hr 1 2 j/hr < 1 j/hr 3 4 j/mg 2 3 j/mg 1 2 j/mg laki laki (baca) Perempuan (baca) Laki laki (nonton) Perempuan (nonton) Gambar Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media Karakteristik Responden Waktu Luang (aktivitas membaca dan lain-lain) Terpaan (Exposure) Media Radio Televisi (durasi mendengar) (durasi menonton) Umur -,247** -,115** -,075* Pendidikan -,138** -,033 -,015 Pendapatan -,017 -,003,015 ** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). * Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah). 92

112 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki korelasi negatiff) terhadap aktifitas membaca dengan koefisien korelasi -0,247. Ini berarti bahwa semakin tua umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu luang akan semakin rendah. Padahal pada usia anak-anak waktu luangnya lebih banyak digunakan untuk bermain, sedangkan pada usia semakin tua, biasanya makin banyak waktu untuk diperlukan untuk beragam kegiatan yang menyita waktu. Menurut literatur waktu bermain anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak Amerika yang hanya 3 4 jam sehari, apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya memiliki waktu bermain sebanyak satu jam sehari 1. Bahkan bagi anak-anak dari keluarga ekonomi lemah sebagian waktu mereka digunakan untuk membantu orang tuanya mencari uang tambahan bagu keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain digunakan untuk aktifitas membaca, juga digunakan untuk aktifitas menonton dan mendengarkan radio, dan bahkan sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi. Namun demikian umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik mendengarkan radio maupun menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara umur dengan mendengarkan radio hanya sebesar -0,115 berarti berkorelasi negatif yang berarti makin tua umur makin jarang mendengar radio, sedangkan koefisien korelasi antara umur dengan menonton -0,075 walau juga sangat lemah tetapi nyata menurut uji statistik. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin jarang nonton televisi. Pendidikan pada responden Makasaar ternyata mempunyai hubungan negatif tetapi nyata dengan penggunaan waktu luang untuk membaca yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,138. Ini berarti semakin berpendidikan seseorang semakin membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan menambah pengetahuan. Pada siswa dan mahasiswa tentu kegiatan membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu juga pada profesi dosen dan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah dan di kampus akan mendorong kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca sekalipun nantinya membaca tersebut tidak ada hubungannya dengan penugasan dari guru dan dosen. Kebiasaan 1 Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret

113 memecahkan masalah dengan cara mencari sumber informasi pada sumber-sumber bacaan akan mendorong peningkatan minat dan kegemaran membaca. Selanjutnya tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan walaupun mempengaruhi kebiasaan responden baik dalam mendengarkan radio maupun menonton televisi/video/vcd, namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun koefisien korelasinya positif, namun nilainya sangat lemah yaitu masing-masing -0,033 dan -0,015 untuk pendidikan terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap menonton televisi/video/vcd. Pendapatan seseorang tidak berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang yang digunakan untuk aktifitas membaca. Sebenarnya nilai koefisien korelasinya negatif yakni 0,017 yang berarti ada hubungan negatif antara tingkat penghasilan dengan aktifita membaca, namun karena nilainya sangat kecil yaitu mendekati nol, maka pengaruh tersebut hampir tidak ada artinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada masyarakat yang berpenghasilan baik rendah, sedang, maupun tinggi pola membacanya sama saja. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,003), artinya walaupun pengaruhnya kecil, namun menunjukkan bahwa semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin jarang mendengarkan radio. Berbeda dengan waktu yang mereka gunakan untuk mendengarkan radio yang cenderung negatif (terbalik), waktu yang mereka gunakan untuk menonton televisi/video/vcd ternyata berpengaruh positif atau berbanding lurus (walaupun sangat lemah) dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,015. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan cenderung semakin sering melakukan aktifitas menonton Hubungan antara Kelompok Umur dengan Membaca Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) responden memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Diasumsikan demikian karena kegiatan membaca merupakan tuntutan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada usia ini orang akan memiliki waktu luang yang banyak untuk membaca. Namun dari data deskriptif yang diperoleh, asumsi ini tidak terjadi. 94

114 Tabel Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca Umur Jumlah 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr < 12 th % 35,14 9,4 32,61 21,74 2,54 2,17 2, th % 0,00 2,86 22,86 17,14 0,00 0,00 2, th % 10,14 14,86 32,43 20,95 2,70 5,41 0, th % 20,45 12,50 30,68 26,14 6,82 1,14 1, th % 4,08 12,24 26,53 24,49 2,04 0,00 2, th % 5,36 7,14 46,43 25,00 0,00 1,79 0,00 > 55 th % Tidak isi 196 Total Gambar Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur 95

115 Tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa membaca tidak dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat hampir sama, kecuali pada kelompok responden umur dibawah 12 tahun dan tara tahun (umur mahasiswa) yaitu sedikit responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 2 jam sampai 3 jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang (antara 3 sampai 4 jam per minggu atau kurang lebih setengah jam per hari), dan sangat sedikit responden pada korbanan waktu membaca yang tinggi (lebih dari 3 jam sehari). Korbanan waktu demikian dapat dikatakan sangat rendah karena masyarakat yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari 3 jam setiap harinya. Gambar Grafik Korbanan waktu Rata rata dalam Membaca Responden Makassar Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca nyata namun negatif walau kecil. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yaitu hanya sebesar -01,06 (Lihat tabel ) yang didapatkan melalui uji Rank Spearman menggunakan SPSS. Kenyataan ini tidak sesuai dengan hipotesa dimana seharusnya semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka dia maka dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya 96

116 para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain. Tabel Korelasi Umur terhadap Durasi Membaca Durasi membaca Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,106(**) Sig. (2-tailed),002 N 731 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Demikian pula jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca terdapat hubungan yang nyata walau sangat kecil yaitu sebesar 0,134 pada tingkat kepercayaan 0,01. Hal ini dapat dilihat hasil perhitungan seperti pada tabel berikut. Tabel Korelasi umur terhadap frekuensi membaca Frekuensi membaca Spearman's rho Umur Correlation Coefficient,134(**) Sig. (2-tailed),002 N 555 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Umur Responden < 12 th th th th Tabel Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku Biaya belanja buku responden <50 rb rb rb rb rb rb >500 rb Jml % 53,56 28,45% 8,79% 3,77% 1,67% 1,26% 2,51% Jml % 56,67 13,33% 20,00% 6,67% 3,33% 0,00% 0,00% Jml % 64,10 23,08% 10,26% 1,28% 0,00% 0,00% 1,28% Jml % 95,24 3,17% 0,00% 1,59% 0,00% 0,00% 0,00% 97

117 Umur Responden th th > 55 th Total Biaya belanja buku responden <50 rb rb rb rb rb rb >500 rb Jml % 57,89 28,07% 6,14% 4,39% 0,00% 0,00% 3,51% Jml % 60,98 24,39% 9,76% 0,00% 4,88% 0,00% 0,00% Jml % 100,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% Jml % 61,51% 23,55% 8,08% 3,16% 1,23% 0,53% 1,93% Gambar Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan Umur Hubungan antara umur dengan korbanan responden dalam bentuk biaya atau anggaran membeli buku dapat dilihat pada tabel dan gambar Pada tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata korbanan untuk membeli buku sebagian besar ada pada jumlah kurang dari Rp ,- per bulan. Sebagian responden mengaku berbelanja buku antara Rp ,- - Rp ,- per bulan. Namun yang berbelanja buku lebih besar dari Rp ,- per bulan jumlahnya sangat sedikit. Hubungan antara umur dengan korbanan untuk membeli buku memang berkorelasi 98

118 positif, namun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi sebesar 0,197. Jadi dapat dikatakan bahwa umur tidak terlalu berpengaruh terhadap korbanan responden membeli buku. Tabel Hubungan Umur dengan Pemilikan Buku Kelompok Umur Responden Kepemilikan buku responden Tdk punya < 10 bk bk bk bk bk >100 bk < 12 th th th th th th > 55 th Total Jml resp % 23,79 26,77 22,68 10,04 3,72 5,95 7,06 Jml resp % 34,38 28,13 31,25 6,25 0,00 0,00 0,00 Jml resp % 32,22 52,22 8,89 4,44 1,11 0,00 1,11 Jml resp % 23,5 58,8 16,2 1,5 0,0 0,0 0,0 Jml resp % 21,25 38,75 25,00 6,25 3,13 1,88 3,75 Jml resp % 28,57 32,65 24,49 12,24 0,00 0,00 2,04 Jml resp % 57,14 28,57 14,29 0,00 0,00 0,00 0,00 Jml resp % 25,48 36,74 21,19 7,41 2,37 2,81 4,00 Hubungan antara umur dengan kepemilikan buku digambarkan oleh tabel dan grafik pada gambar Pada tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa pola kepemilikan buku responden terlihat sama baik pada umur muda maupun pada umur dewasa. Jumlah responden terbesar adalah pada kepemilikan buku antara nol atau tidak punya buku sampai 10 judul buku, dan makin sedikit responden yang memiliki buku di atas 10 judul, apalagi di atas 100 judul buku. Dengan uji statistik umur sesungguhnya berkorelasi nyata positif namun tidak terlalu besar yaitu hanya 0,

119 Artinya, walaupun terdapat hubungan positif antara umur dengan tingkat kepemilikan buku, namun hubungan tersebut agak lemah. Gambar Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur Responden Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki korelasi nyata positif, walaupun lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar 0,134. Artinya, walaupun pengaruhnya tidak besar, semakin tua umur seseorang, maka cenderung semakin sering datang ke perpustakaan umum. Sebagian besar responden tahu bahwa di kota tempat mereka tinggal tersedia perpustakaan umum (87,00 %), walaupun ada juga yang mengatakan bahwa di kota tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan umum (4,5 %) dan bahkan ada yang tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan umum (8,5 %). Sebanyak 54 % dari jumlah responden yang mengaku pernah berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 46 % mengaku belum pernah berkunjung ke perpustakaan umum. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling banyak adalah sekali dalam satu bulan (28 %) kemudian diikuti masing-masing oleh sekali dalam seminggu (26,4 %), sekali dalam tiga bulan (16,1 %). Namun ada juga yang berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum dengan jumlah responden hanya 4,0 %. 100

120 Ada juga responden yang berkunjung ke perpustakaan umum hanya sekali dalam tiga bulan atau bahkan lebih (6,7 %). Tabel Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan Kelompok Umur Responden < 12 th th th th th th > 55 th Total Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h Jml resp % 26,82 20,91 18,64 13,18 6,82 6,36 7,27 Jml resp % 34,6 19,2 26,9 7,7 0,0 3,8 7,7 Jml resp % 14,67 30,67 13,33 24,00 5,33 5,33 6,67 Jml resp % 4,76 9,52 2,38 66,67 4,76 7,14 4,76 Jml resp % 8,89 8,89 30,00 34,44 8,89 3,33 5,56 Jml resp % 8,33 16,67 33,33 20,83 4,17 4,17 12,50 Jml resp % 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jml resp % 26,82 20,91 18,64 13,18 6,82 6,36 7,27 Gambar Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan Umur 101

121 Gambar Sebaran Rata rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Dari tabel dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya dengan penulisan skripsi Hal ini dapat diduga karena di kampusnya mereka tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Tabe Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan Kelompok Responden Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h Mahasiswa Jml % 2,53 1,27 1,27 10,13 24,05 46,84 13,92 Pegawai Swasta Jml % 6,90 0,00 13,79 44,83 20,69 6,90 6,90 Petani/Nelayan Jml % 4,00 44,00 12,00 16,00 24,00 0,00 0,00 Ibu Rumah Tangga Jml % 0,00 0,00 2,78 47,22 36,11 8,33 5,56 Pedagang Jml % 0,00 0,00 14,29 57,14 14,29 14,29 0,00 102

122 Kelompok Responden Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h Dosen Jml % 19,05 0,00 0,00 38,10 28,57 14,29 0,00 Siswa SD Jml % 7,50 5,83 5,83 22,50 14,17 20,83 23,33 Siswa SMP Jml % 7,41 2,47 4,94 8,64 18,52 45,68 12,35 Siswa SMU Jml % 12,50 5,56 5,56 25,00 33,33 15,28 2,78 PNS Jml % 2,00 4,00 4,00 14,00 12,00 20,00 44,00 Guru Jml % 3,23 9,68 16,13 25,81 16,13 25,81 3,23 TNI/Polri Jml % 13,33 0,00 6,67 26,67 53,33 0,00 0,00 Buruh Jml % 0,00 60,00 20,00 0,00 0,00 20,00 0,00 Total Jml % 13,49 24,05 21,97 22,32 6,06 5,71 6,40 Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum (80,00% dari total siswa SD) sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan bahkan setiap hari (58,33 % dari responden yang berkunjung ke perpustakaan), sisanya menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu kali sebulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. Pada kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih rendah dari siswa SD yaitu 54,00 % dan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu minggu sampai dua kali dalam seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih sedikit lagi yaitu hanya sekitar 48,00 %. Kelompok siswa SMA rata-rata berkunjung antara sebulan sekali sampai seminggu sekali. Seperti yang sudah disebutkan di awal laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca adalah korbanan waktu untuk datang ke perpustakaan (frekuensi). 103

123 Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (84,35 %), dan hanya sebagian kecil mengajak isteri (5,32 %), dan membawa anak (10,33 %). Namun demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka tinggal ada perpustakaan (87,58 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu orang lain yaitu sebanyak 12,42 %. Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Punya buku sendiri di rumah Jaraknya terlalu jauh Bukunya tidak menarik dan sudah tua Koleksinya tidak pernah berganti Tidak ada waktu karena sibuk Tidak sering membaca Malas Alasan lain Mahasiswa 14,29 16,67 16,67 19,05 11,90 2,38 7,14 11,90 Pegawai Swasta 6,45 22,58 6,45 3,23 48,39 6,45 3,23 3,23 Petani/Nelayan 10,53 47,37 0,00 0,00 15,79 10,53 15,79 0,00 Ibu Rumah Tangga 2,33 2,33 2,33 0,00 58,14 13,95 18,60 2,33 Pedagang 0,00 15,00 7,50 0,00 62,50 10,00 2,50 2,50 Dosen 12,50 0,00 25,00 12,50 37,50 0,00 0,00 12,50 Siswa SD 29,06 28,21 3,42 8,55 14,53 5,13 3,42 7,69 Siswa SMP 18,68 41,76 6,59 1,10 17,58 3,30 4,40 6,59 Siswa SMU 8,08 37,37 6,06 4,04 12,12 5,05 19,19 8,08 PNS 8,33 16,67 8,33 0,00 58,33 8,33 0,00 0,00 Guru 22,73 31,82 9,09 9,09 27,27 0,00 0,00 0,00 TNI/Polri 4,55 18,18 4,55 4,55 68,18 0,00 0,00 0,00 Buruh 4,55 0,00 0,00 0,00 22,73 45,45 27,27 0,00 Rata-rata persen 10,93 21,38 7,38 4,78 35,00 8,51 7,81 4,22 Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel ) diperoleh bahwa faktor kesibukan adalah alaan utama tidak datang ke perpustakaan (35,00 %). Alasan berikutnya adalah jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (21,38 %), dan mereka merasa punya buku sendiri di ruah (10,93 %). Alasan tidak sering membaca cukup besar yaitu 8,51 %. Selanjutnya pernyataan malas sebesar 7,81 %. Kemudian alasan berikutnya adalah buku tidak menarik (7,38 %), koleksinya tidak pernah berganti (4,78 %) dan karena alasan lain (4,22 %). Selain alasan kesibukan, maka alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada kaitannya dengan kemampuan mereka dalam menanggulangi ongkos 104

124 menggunakan angkutan umum yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 87,62 % menyatakan tidak murah), hanya 12,38 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan umum di wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri menurut sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh 66,99 %). Untuk mengatasi masalah jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi perpustakaan umum maka perlu diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata lain mendekatkan perpustakaan kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan. Saat ini sudah selain jumlah taman bacaan di Makassar sudah banyak didirikan keberadaan perpustakaan keliling berupa mobil keliling juga sudah dioperasikan, namun jumlahnya belum memadai dibandingkan dengan luas daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayanain. Taman-taman bacaan masyarakat (TBM) yang sudah banyak dikembangkan khususnya baik yang dikembangkan oleh pemerintah maupun atas swadaya masyarakat dan dibina oleh suatu kelompok yang bernama GMGM. Untuk mengatasi masalah jarak ini maka keberadaan TBM perlu senantiasa dikembangkan. Perlu adanya perputaran koleksi antara TBM yang satu dengan TBM yang lain. Yang agak mengejutkan adalah alasan utama responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Tampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisis lebih mendalam, sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang 105

125 sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu 2. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana responden yang punya koleksi buku di rumahnya sedikit (di bawah 25 eksemplar) yaitu mencapai 85,68 %, dan yang memiliki buku dengan jumlah cukup banyak (diatas 25 eksemplar) hanya 14,32 %. Dengan demikian alasan tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna. Alasan ini kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia, khususnya di lokasi penelitian yaitu Makassar, masih rendah. Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata secara statistik ada korelasi yang cukup nyata yaitu sebesar 0,319 Ini berarti semakin tua umur seseorang maka cenderung memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif walaupun nilainya sangat lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,151. Artinya, walaupun hubungan tersebut lemah, bertambahnya umur akan berpengaruh terhadap kerelaan berkorban untuk membeli buku Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca. 2 Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta: Grasindo, hal

126 Tabel Hubungan antara pendapatan dengan lama membaca Jumlah jam membaca rata rata Tingkat Penghasilan 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr < 500 rb (65 resp) jt (88 resp) lbh 1 jt 1,5 jt (84 resp) lbh 1,5 jt 2,5 jt (112 resp) lbh 2,5 jt 3,5 jt (56 resp) lbh 3,5 4,5 jt (18 resp) > 4,5 jt (14 resp) Total Gambar Grafik Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Membaca Responden Makassar Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang hampir sama dimana pada semua kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca, 107

127 seharusnya grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari rendah ke tinggi dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak dari rendah pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya rendah (lama membaca lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh kepada kegiatan membaca. Namun berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan alat hitung SPSS didapat hasil pengolahan seperti berikut: Tabel Korelasi pendapatan terhadap durasi membaca Durasi membaca Spearman's Pendapatan Correlation,253(**) rho Coefficient Sig. (2-tailed),000 N 355 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Tabel Korelasi pendapatan terhadap frekuensi membaca Frekuensi membaca Spearman's rho Pendapatan Correlation Coefficient,086 Sig. (2-tailed),181 N 245 Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa ada korelasi antara pendapatan responden dengan durasi membaca walau sangat kecil yaitu yaitu 0,253 pada tingkat kepercayaan 0,01. Namun tidak ada koralesi nyata antara tingkat pendapatan dengan frekuensi membaca responden. 108

128 4.2.5 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca yang ditandai dengan lamanya membaca (durasi), frekuensi membaca yang ditandai dengan frekuensi datang ke perpustakaan, serta korbanan untuk memperoleh bahan bacaan yang ditandai dengan membeli buku dan jumlah kepemilikan buku adalah tingkat pendidikan masyarakat. Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Lama Membaca Jumlah jam membaca rata-rata Pendi-dikan Jumlah Responden > 3 jam/hr 2-3 jam/hr 1-2 jam/hr < 1 jam/hr 3-4 jam/mg 2-3 j/mg 1-2 jam/mg jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) Tdk tamat SD , , , ,4 8 3,9 4 1,9 6 2,9 Tamat SD ,0 2 8,0 6 24, ,0 0 0,0 1 4,0 1 4,0 Tamat SLTP ,1 8 6, , ,6 1 0,8 3 2,3 2 1,5 Tamat SLTA , , , ,7 7 4,5 9 5,8 0 0,0 Diploma ,4 4 11, ,4 9 25,7 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Sarjana , , , ,8 3 4,7 0 0,0 2 3,1 Pascasarjana ,5 3 37,5 4 50,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total , , , , , , ,12 Gambar Sebaran Rata rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan 109

129 Tabel di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Gambar menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (53,0 %) membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (18,1 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (75,9 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 24,1 % saja yang memiliki minat baca tinggi. 110

130 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp ,- setiap bulan cukup tinggi (46,8 %) dan yang berbelanja buku antara Rp ,- - Rp ,- juga cukup tinggi (32,9 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp ,- sangat sedikit (18,5 %). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 10 judul buku (64,7 %), memiliki buku antara judul (23,2 %), memiliki buku antara judul buku (3,0 %), judul buku (5,0 %), dan ada juga yang meiliki koleksi buku di atas 100 judul (4,02 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustanaan umum sebanyak antara satu kali sampai dua kali seminggu (70,9 %). Jumlah yang berkunjung ke perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 13, 9 %. Yang mengherankan adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu berkunjung sekali sebulan (10,1 %), berkunjung sekali setiap tiga bulan (1,3 %), berkunjung sekali setiap enam bulan (1,3 %), dan berkunjung sekali setiap satu tahun (2,5 %). Untuk lulusan SMA atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (76,5 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca 111

131 bagi siswa SMU menurut Razak adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebesar 6,8 % responden). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar memperlihatkan gambaran minat baca siswa SMA. Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp ,- per bulan (67,3 %), dan antara Rp ,- sampai Rp ,- (21,2 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari 112

132 Rp ,- tiap bulan hanya sebesar 11,6 % responden. Dari aspek kepemilikan buku juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (79,1 % diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 29,1 %). Sedangkan yang memiliki buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 14,9 %. Apalagi yang memiliki koleksi buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 6,0 %. Walaupun tingkat kepemilikan buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu mayoritas responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam se minggu (33,3 %), sekali dalam sebulan (25,0 %). Sedangkan yang berkunjung dua kali dalam seminggu hanya 15,3 %, apalagi yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yang hanya 2,8 %. Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali sebulan yaitu sekali dalam tiga bulan (5,6 %), sekali dalam enam bulan (5,6 %), dan yang hanya sekali dalam satu tahun (12,5 %). Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (70,1 %), sedangkan sisanya berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada gambar memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 2 jam menduduki posisi terbanyak yaitu 53,5 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin membaca). Bahkan sebanyak 16,7 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 29,9 % responden yang termasuk malas membaca. 113

133 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP Jika salah satu ukuran minat baca adalah korbanan biaya untuk membeli buku, maka kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan kelompok responden SMA maupun mahasiswa dimana mayoritas mereka berbelanja buku kurang dari Rp ,- dalam sebulan (67,2 %), dan antara Rp ,- sampai Rp ,- dalam sebulan (19,8 %), sedangkan sisanya mengaku berbelanja buku lebih dari Rp ,- setiap bulan (13,0 %). Dari sisi kepemilikan buku juga sama yaitu tidak menunjukkan minat yang tinggi teradap membaca. Mayoritas responden memiliki buku kurang dari 10 judul (82,5 %), memiliki buku antara 10 sampai 25 judul (9,5 %), dan memiliki buku lebih dari 25 judul (8,1 %). Yang agak menggembirakan adalah kunjungan mereka ke perpustakaan umum. Mayoritas responden kelompok ini berkunjung ke perpustakaan antar sekali dalam seminggu sampai dua kali dalam seminggu (64,2 %), dan bahkan ada yang tiap hari berkunjung ke perpustakaan (12,3 %). Hanya 16,7 % responden saja yang 114

134 mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan dimana mereka mengaku berkunjung antara sekali dalam tiga bulan sampai hanya sekali dalam satu tahun. Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar.. berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (47,1 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 19,8 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33,2 % siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari. 115

135 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli buku berada pada kurang dari Rp ,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik, dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (58,3 %). Yang berkunjung sekali dalam sebulan sebesar 22,5 %. Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan (18,1 %). Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Besarnya Biaya Belanja Buku Jumlah biaya berbelanja buku responden Pendidikan Terakhir Responden 50rb 100rb 200rb 300rb 400rb <50 rb 100rb 200rb 300rb 400rb 500rb >500rb Jml Tdk tamat SD % 37,8 32,4 13,5 0,0 8,1 5,4 2,7 Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma Jml % 61,4 25,7 8,3 1,2 1,7 0,0 1,7 Jml % 61,0 30,1 5,7 0,0 2,4 0,0 0,8 Jml Resp % 50,4 36,5 8,7 1,7 0,9 0,9 0,9 Jml % 39,5 44,7 10,5 5,3 0,0 0,0 0,0 116

136 Jumlah biaya berbelanja buku responden Pendidikan Terakhir Responden 50rb 100rb 200rb 300rb 400rb <50 rb 100rb 200rb 300rb 400rb 500rb >500rb Jml Tamat S1 % 27,2 33,7 16,3 10,9 9,8 2,2 0,0 Tamat S2 S3 Total Jml % 12,5 37,5 0,0 25,0 0,0 25,0 0,0 Jml % 51,4 31,2 9,3 2,9 3,1 1,1 1,1 Gambar Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku Pendidikan Responden Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma Jumlah responden memiliki buku 0 < >100 Jml resp % 51,5 30,3 15,2 3,0 0,0 0,0 0,0 Jml resp % 26,4 43,5 19,9 5,8 2,9 0,7 0,7 Jml resp % 23,2 43,9 25,0 5,5 0,0 2,4 0,0 Jml resp % 36,7 25,4 20,3 9,6 4,0 1,1 2,8 Jml resp % 9,3 30,2 37,2 14,0 4,7 0,0 4,7 117

137 Pendidikan Responden Tamat S1 Tamat S2 S3 Total Jumlah responden memiliki buku 0 < >100 Jml resp % 5,7 15,1 28,3 17,0 9,4 14,2 10,4 Jml resp % 0,0 0,0 28,6 0,0 0,0 42,9 28,6 Jml resp % 25,2 34,2 23,0 8,3 3,3 3,2 2,7 Gambar Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilikan Buku Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi masing-masing sebesar 0,186 dan 0,3. Khusus untuk tingkat kepemilikan buku ternyata antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan buku hubungannya lumayan tinggi. Dari tabel dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang tidak punya koleksi buku pribadi. 118

138 Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke perpustakaan Pendidikan Responden Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma Tamat S1 Tamat S2 S3 Total Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h Jml resp % 0,0 0,0 14,3 0,0 28,6 57,1 0,0 Jml resp % 7,9 2,3 5,1 11,9 29,9 31,6 11,3 Jml resp % 15,2 1,5 7,6 30,3 21,2 18,2 6,1 Jml resp % 4,0 1,6 6,5 16,9 28,2 17,7 25,0 Jml resp % 2,7 2,7 0,0 8,1 35,1 24,3 27,0 Jml resp % 3,3 1,1 0,0 16,5 35,2 28,6 15,4 Jml resp % 0,0 0,0 0,0 0,0 42,9 42,9 14,3 Jml resp % 6,5 1,8 4,5 15,7 29,9 25,9 15,7 Gambar Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,200. Artinya, 119

139 walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan, bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi. Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan alat hitung SPSS untuk mengukur hubungan antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca responden didapat hasil pengolahan bahwa tidak terdapat korelasi nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca sbagaimana ditunjukkan pada tabel berikut berikut: Tabel Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca Durasi membaca Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient -,068 Sig. (2-tailed),052 N 824 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Bahan Bacaan yang Disukai Responden Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah: Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah), toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat-tempat lainnya. Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam saja yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah komik (lihat tabel ). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar 120

140 responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam arti yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Sedangkan pegawai swasta dan pedagang agak mengherankan ternyata mereka pun lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan koran dan majalah. Ibu rumah tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah dan koran secara berimbang dan hampir tidak membaca komik. Hal ini wajar karena sebagai dosen mereka harus terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Siswa SMU juga lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan jenis bacaan lain, sedangkan secara berimbang mereka senang membaca koran dan majalah. Kelompok pegawai swasta, guru, TNI/POLRI, serta buruh juga menurut data penelitian lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, demikian pula dengan guru yang sedikit lebih senang baca koran dibandingkan dengan buku dan majalah. Memang sangat sedikit guru yang senang baca komik. Tabel Bahan bacaan yang dibaca oleh responden Koran Majalah Buku Komik Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD

141 Koran Majalah Buku Komik Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Total % 25,62% 19,38% 37,87% 17,13% Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan utama pembacanya. Tabel Durasi membaca Koran, majalah dan buku > 3 jam per hari 2 3 jam per hari 1 2 jam per hari < 1 jam per hari 3 4 jam per minggu 2 3 jam per minggu 1 2 jam per minggu Baca Koran Baca Majalah Baca Buku ,21% 3,54% 32,15% 52,65% 2,06% 2,65% 4,72% ,80% 5,07% 27,54% 47,10% 2,90% 2,17% 9,42% ,62% 12,82% 37,82% 35,90% 1,28% 0,64% 1,92% Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh sebagian besar responden (62,09 %), dan antara 1 2 jam setiap hari (32,15 %). Namun ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 3 jam (3,54 %), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (2,21 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah antara kuran dari satu jam sampai 2 jam setiap hari (61,59 %). Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang. Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam 122

142 setiap hari ternyata cukup besar yaitu sebesar 60,26 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari sebesar 39,74 %. Gambara Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden Bahan bacaan yang paling populer adalah bacaan agama yang dipilih oleh 503 responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku ilmu pengetahuan yang dipilih oleh 486 responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 207 responden, bacaan lain-lain dipilih oleh 168 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku fiksi. Pada kolom lain-lain responden umumnya menulis novel, cerpen. komik, dongeng, Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, tidak begitu menyukai fiksi/sastra oleh 160 responden. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca hanya ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan 3. Jika siswa diberi tugas wajib 3 Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei

143 untuk membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya sastra yang lain. Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %), diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum (36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %). Tabel Gambaran perolehan buku responden sebagai bahan bacaan Membeli Meminjam dari Teman Meminjam dari Kantor/Pejabat/aparat pemerintah Perpustakaan Umum Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah % dr sampel 66,56% 40,45% 7,55% 36,35% Data tabel menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Padahal usaha Pemerintah Provinsi sudah sangat gencar dilakukan misalnya melalui Gerakan Makassar Gemar Membaca GMGM) yang dicanangkan oleh Walikota Makassar Ir.H. Ilham Arief Sirajuddin sejak tanggal 05 Juni GMGM merupakan salah satu program Pemerintah Kota Makassar, yang bertujuan meningkatkan minat baca dengan program antara lain pendirian rumah baca atau Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Untuk tahap awal sudah didirikan di setiap 124

144 kecamatan di Makassar, juga yang didirikan masyarakat secara swadaya. Pada tahun 2007 semakin gencar dilakukan berbagai kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan dicanangkannya GMGM. Kepedulian Pemerintah Kota Makasssar dalam mengembangkan minat baca masyarakat sesungguhnya sudah tampak, terutama dalam menggerakkan pengusaha dan komponen masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam mengembangkan minat baca masyarakat. Bahkan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin sempat mendapat penghargaan Nugra Jasadarma Puspataloka (NJP). Nugra Jasadarma Puspataloka adalah penghargaan atas prestasi Kota Makassar dalam peningkatan minat baca. Penghargaan dari Perpustakaan Nasional itu diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Penghargaan yang sama pada kesempatan yang sama juga diberikan kepada perorangan, pejabat dan instansi yang berperan nyata dalam meningkatkan minat baca masyarakat, misalnya Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, Gubernur Riau Rusli Zainal, Wali Kota Malang Peni Suparto, Pimpinan Perpustakaan Prof Dr Doddy A Tisna Amidjaja Bandung, Dien Sardinah dan penulis Gola Gong dari Rumah Dunia, Serang, Banten, penerbit Serambi Ilmu Semesta, PT Bina Media Tenggara, LIPI Press, Gema Nada Pertiwi, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Departemen Dalam Negeri dan Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Departemen Agama. Pemda Kota Makassar memang pemda belum memberikan anggaran secara khusus untuk program peningkatan minat baca masyarakat. Hal ini diakui oleh yang terhormat para anggota Komisi D DPRD Kota Makassar yang sempat diwawancarai di ruang kerja mereka di Gedung DPRD Kota Makassar. Untuk saat ini baru mengandalkan bantuan dana dan fasilitas dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di kota Makassar. Namun Pemprov Sulsel mulai tahun 2007 sudah menganggarkan untuk membiayai 40 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang sudah dirintis oleh Pemda Makassar. Sedangkan sisanya yaitu 8 TBM akan dibiayai oleh Pemda Makassar. Sebagian besar responden (78,43 %) tidak menjawab pertanyaan mengenai keberadaan perpustakaan umum atau taman bacaan di Kota Makassar. Dari 200 responden yang menjawab pertanyaan ini, hanya 174 (87,0% dari yang menjawab atau 18,77 % dari keseluruhan sebanyak 927 responden) mengetahui bahwa ada perpustakaan atau taman bacaan umum di Kota Makassar. Sebanyak 9 responden (0,45 atau 0,97) yang menyatakan tidak ada perpustakaan atau taman bacaan di Kota 125

145 Makassar. Sisanya sebanyak 17 responden (0,85 atau 1,83 %) menyatakan tidak tahu mengenai keberadaan perpustakaan umum atau taman bacaan di Kota Makassar. Dari 174 orang responden yang tahu kalau di kota Makassar ada perpustakaan umum, hanya 102 (58,62 %) orang yang menyatakan pernah berkunjung ke perpustakaan umum atau taman bacaan tersebut. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling banyak adalah dua kali dalam satu minggu dan sebulan sekali masing-masing 28 %, kemudian diikuti sekali dalam seminggu (26,4 %), lainnya rata-rata frekuensi kunjungan ke perpustakaan sangat jarang yaitu diatas tiga bulan sekali. Ada empat persen responden menyatakan berkunjung ke perpustakaan atau taman bacaan setiap hari. Dari tabel dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya dengan penulisan tugas akhir mahasiswa, misalnya dalam penulisan skripsi. Hal ini dapat disebabkan karena mereka ingin menambah literatur yang sudah didapatkan di kampus mereka. Gambar Grafik Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum 126

146 Tabel Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden 1 X /hari 2 X /mg 1 X /mg 1 X /bln 1 X /3 bln 1 X /6 bln 1 X /th Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum oleh 120 (22,43 %) dari total responden dan sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan sekali sebulan, sisanya menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu kali tiga bulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. Pada kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum rendah dari siswa SD yaitu hanya 81 (1514 %) dari total responden dengan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu bulan sampai dua kali dalam seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum malah lebih lagi yaitu hanya 72 responden atau hanya sekitar 13,46 %. Kelompok siswa SMA ratarata berkunjung antara sebulan sekali sampai seminggu dua kali. Seperti yang sudah disebutkan di awal laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca adalah korbanan waktu untuk datang ke perpustakaan (frekuensi). Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (84,35 %), dan hanya sebagian kecil mengajak isteri (5,32 %), dan membawa anak (10,33 %). Namun 127

147 demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka tinggal ada perpustakaan (87,58 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu orang lain yaitu sebanyak 12,42 %. Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum Punya buku sendiri di rumah Jaraknya terlalu jauh Bukunya tidak menarik dan sudah tua Koleksinya tidak pernah berganti Tidak ada waktu karena sibuk Tidak sering membaca Malas Alasan lain Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah ,11% 26,96% 6,25% 5,00% 27,50% 6,79% 7,50% 5,89% Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel ) diperoleh data bahwa tidak ada waktu karena sibuk menjadi alasan utama (27,50 %), kemudian jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (26,96 %), alasan karena sudah memiliki koleksi sendiri di rumah (14.11 %), malas (7,50 %), tidak sering membaca (6,79 %), bukunya tidak menarik dan sudah tua (6,25 %), koleksinya tidak pernah berganti (5,00 %) dan karena alasan lain (5,89 %) misalnya tidak ada keperluan, sulit prosedur pinjam buku, tidak punya kartu perpustakaan,. Alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada kaitannya dengan kemampuan mereka dalam membayar ongkos menggunakan angkutan umum yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 87,62 % menyatakan mahal dan sedang), 128

148 hanya 7,93 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan umum di wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri menurut sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh 66,99 %). Untuk mengatasi masalah jarak, perlu diperbanyak perpustakaan keliling atau TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang saat ini di Kota Makassar sudah banyak didirikan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Yang agak mengejutkan adalah adanya responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Nampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisa lebih mendalam, sesungguhnya sulit bagi seseorang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumbersumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu 4. Alasan yang dikemukakan ini terkesan mengada-ada, karena dari data kepemilikan buku, responden yang tidak punya koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 24,33 %, dan kalau digabung dengan responden yang memiliki buku dengan jumlah sedikit (kurang 10) persentasinya mencapai mencapai 64,14 %. Dengan demikian sesungguhnya alasan tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna. 4 Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta: Grasindo, hal

149 4.2.7 Rangkuman Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca, frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Makassar adalah sebagai berikut. Tabel Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca Karakteristik Responden Durasi Baca Minat Baca Korbanan Frekuensi baca Beli buku Pemilikan buku Umur 0,106** 0,134** 0,151** 0,319** Pendidikan 0,068 0,049 0,163** 0,367** Pendapatan 0,253** 0,086 0,148* 0,484** ** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). * Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah). Pada grafik berikut jelas tergambar hubungan korelasi yang dimaksud. MODEL: MOD_1. Independent: durasi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 umur_1 LIN, ,45,011 4,0360 -,1310 MODEL: MOD_2. Independent: durasi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 pdptn_1 LIN, ,80,000 2,2809,3109 Umur Pendapatan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Durasi baca Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Durasi membaca, r = 0,106 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah), ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan durasi membaca semakin menurun Durasi baca Grafik b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Durasi membaca, r = 0,253 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan membaca semakin tinggi pula. Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendapatan terhadap Durasi Baca 130

150 MODEL: MOD_3. Independent: frekuensi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 umur_1 LIN, ,17,023 3,0096,1084 Umur 7.00 Observed Linear Frekuensi baca Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Frekuensi membaca, r = 0,134 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan frekuensi membaca semakin tinggi Gambar Grafik Model Data Plot Umur terhadap Frekuensi Baca ODEL: MOD_4. Independent: beli buku Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 umur_1 LIN, ,39,007 2,9465,1800 pddkn_1 LIN, ,12,008 3,1167,1766 Umur Pendidikan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Beli buku Beli buku Gambar 3a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Korbanan (beli buku), r = 0,151 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan mengorbankan dana untuk beli buku semakin besar Gambar 3b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Korbanan (beli buku), r = 0,163 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan mengorbankan dana untuk beli buku semakin besar pula. Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku 131

151 Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh. 2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca. 3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli bahan bacaan. 4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban pemilikan buku. 5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi membaca. 6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi membaca. 7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan membeli bahan bacaan. 8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan memiliki bahan bacaan. 9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi membaca. 10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi membaca. 11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan membeli bahan bacaan. 12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan memiliki bahan bacaan. 132

152 4.3 Pekanbaru Gambaran Umum Responden Kota Pekanbaru Untuk menjaring data di Pekanbaru, maka disebarkan sebanyak 1000 kuesioner, namun jumlah kuesioner yang kembali sebesar 901 (90,1 %). Responden terdiri dari 403 laki-laki (44,73 %) dan perempuan sebanyak 498 (45,39 %). Responden tersebut terdiri dari beberapa kelompok yaitu 80 orang Mahasiswa (8,88 %), 65 orang pegawai swasta (7,21 %), 46 orang petani (5,11 %), 40 orang ibu rumah tangga (4,44 %), 26 orang pedagang (2,89 %), 25 orang dosen (2,77 %), 175 orang siswa SD (19,42 %), 160 orang siswa SMP (17,76 %), 136 orang siswa SMU (15,09 %), 59 orang pegawai negeri sipil (6,55 %), 37 orang guru (4,11), 25 orang anggota TNI/Polri (2,77 %), dan 27 orang buruh (3 %). Sebagian besar responden yang terjaring merupakan penduduk asli Kota Pekanbaru atau setidak-tidaknya lahir di kota Pekanbaru yaitu sebesar 684 responden (75,92 %), sebesar 188 responden (46,65 %) mengaku sebagai pendatang, sedangkan sisanya sebesar 29 responden (5,82 %) tidak menjawab. Pendatang atau perantau ini sudah tinggal di kota Pekanbaru antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun. Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 131 orang (14,56 %) berstatus sebagai ayah, 128 orang (14,22 %) berstatus sebagai Ibu, sedangkan sisanya sebanyak 641 orang (71 %) berstatus sebagai anak, sedangkan satu orang tidak menjawab status yang bersangkutan. Tabel Responden berdasarkan jenis kelamin Kelompok Responden Laki laki Perempuan Jumlah Persen Mahasiswa ,88 Pegawai Swasta ,21 Petani/Nelayan ,11 Ibu Rumah Tangga ,44 Pedagang ,89 Dosen ,77 Siswa SD ,42 Siswa SMP ,76 Siswa SMU ,09 133

153 Kelompok Responden Laki laki Perempuan Jumlah Persen PNS ,55 Guru ,11 TNI/Polri ,77 Buruh ,00 Jumlah Berdasarkan umur, responden dibagi menurut kelompok umur kurang dari 12 tahun (atau diperkirakan usia siswa SD) yaitu sebanyak 192 orang (21,43 %), 13 tahun sampai dengan 15 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTP) sebanyak 169 orang (18,86 %), 16 tahun sampai dengan 18 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTA) sebesar 132 orang (14,73 %), 19 tahun sampai dengan 23 tahun (atau diperkirakan usia mahasiswa) sebesar 100 orang (11,16 %), 24 tahun sampai dengan 40 tahun (atau usia tenaga kerja muda) sebanyak 209 orang (23.33 %), 41 tahun sampai dengan 55 tahun (atau usia tenaga kerja tua) sebanyak 88 orang (9,82 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun (atau usia tidak produktif atau pensiunan) sebanyak 6 orang (0,67 %). Tabel Kelompok Responden Berdasarkan Umur Umur (tahun) Kelompok < 12 th >56 Jumlah Mahasiwa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah

154 Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan sekolah lebih besar yaitu 551 responden (61,15 %), yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 294 responden (32,63 %), sedangkan sisanya sebesar 56 responden tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja yaitu sebesar 56 responden (6,22 %). Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 175 responden (19,42 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau SLTP sebesar 158 responden (17,54 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA sebesar 138 responden (15,32 %), mahasiswa sebesar 85 responden (9,43 %). Dari keseluruhan responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak lima responden menjawab selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa. Gambar berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan. Responden yang tidak tamat SD sebesar 40 responden (4,59 %), tamat SD sebanyak 294 responden (33,75 %), tamat SLTP sebanyak 172 reponden (19,75 %), tamat SLTA sebesar 200 responden (22,96%), diploma sebesar 47 responden (5,40 %), sarjana sebesar 109 responden (12,51 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar 9 responden (1,03 %). Gambar Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 66 responden (17 %), pegawai swasta sebesar 54 responden (13,9 %), pedagang sebesar 30 responden 135

155 (7,7 %), TNI/POLRI sebesar 25 responden (6,4 %), petani sebesar 46 responden (11,8 %), wiraswastawan sebesar 30 responden (7,7 %), wartawan sebesar 1 responden (0,3 %), buruh sebesar 20 responden (5,1 %), dan profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 117 responden (30,1 %). Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan. Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 1 juta rupiah per bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel dan gambar menggambarkan sebaran pendapatan responden secara umum. Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Kelompok Responden Kurang dari 500 ribu 500 rb 1 juta Lebih 1 jt 1,5 jt Lebih 1,5 jt 2,5 jt Lebih dar 2,5 jt 3,5 jt lebih dari 3,5 jt 4,5 jt Lebih dari 4,5 jt Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah % dari responden 7,2 28,6 18,6 18,1 14,7 8,6 4,2 136

156 Gambar Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 4 orang (390 responden) kemudian diikuti berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 6 orang (325 responden), 7 8 orang (83 responden), kurang dari 2 orang (49 responden), dan yang terakhir adalah keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga sebanyak lebih dari 8 orang (30 responden). Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel Tabel Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga Kurang dari 2 orang 3 4 orang orang 7 8 orang Lebih dari 8 orang Mahasiswa Peg Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS

157 Kurang dari 2 orang 3 4 orang 5 6 orang 7 8 orang Lebih dari 8 orang Guru TNI/Polri Buruh Jumlah Persen 5,4 43,3 36,1 9,2 3,3 Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup terbuka. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Pada umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan fasilitas informasi. Responden Tabel Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Pesawat Radio Pesawat TV Fasilitas informasi yang dimiliki Video/ VCD/ DVD Komputer Koneksi ke Internet Koran Majalah Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah Persen dari Responden 64,7 83,2 65,9 44,6 10,3 57,4 47,2 138

158 Gambar Tingkat Pemilikan Media Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi mengatakan mengisi waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Kegiatan membaca dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh 723 responden atau sebesar 80,24 % dari total responden, dan sebanyak 702 responden atau 77,91 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang tidak terlalu populer yaitu hanya digunakan oleh 382 responden (42,40 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi adalah kegiatan yang sangat sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu luang yaitu dilakukan oleh sebanyak 267 responden atau 29,63 % terhadap total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan kegiatan yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen menyatakan bahwa membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio merupakan kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui pengetahuannya. Dari 25 responden dosen, hanya 8 responden saja yang mengisi waktu luangnya dengan rekreasi selain membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio. Mahasiswa dan pelajar, guru, serta PNS menyatakan 139

159 mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Hanya pada pelajar SMU yang agak mengherankan, karena mereka mengaku menonton televisi/video/vcd lebih tinggi daripada membaca. Padahal profesi mereka menuntut kegiatan membaca yang intensif. Sudah dapat ditebak bahwa pada profesi yang tidak menuntut kegiatan membaca secara intensif seperti ibu rumah tangga, petani, TNI/POLRI, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka. Agak mengherankan juga bahwa profesi buruh menyatakan membaca lebih banyak ketimbang menonton televisi/video/vcd. Mungkin juga disebabkan oleh kepemilikan maupun akses terhadap fasilitas ini yang tidak begitu tinggi sehingga mereka memilih untuk melakukan kegiatan membaca. Tabel Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan Kelompok Responden Jumlah responden Membaca Menonton TV/Video/ VCD Mendengarkan Siaran Radio Rekreasi Resp % Resp % Resp % Resp % Mahahasiswa , , , ,00 Pegawai Swasta , , , ,46 Petani/Nelayan , , ,57 0 0,00 Ibu Rumah Tangga , , , ,00 Pedagang , , ,62 1 3,85 Dosen ,00 Siswa SD , , , ,71 Siswa SMP , , , ,50 Siswa SMU , , , ,85 PNS , , , ,07 Guru , , , ,73 TNI/Polri , , ,00 1 4,00 Buruh , , , ,22 Total , , , ,63 140

160 Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih seimbang. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi, sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status mereka sebagai pelajar. Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih merupakan acara yang menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan menonton televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton televisi. 141

161 Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang Ayah Ibu Anak Responden Aktivitas Mengisi Waktu Luang Membaca Menonton Mendengar Radio Rekreasi Jumlah Persen 82,4 87,8 50,4 19,8 Jumlah Persen 80,5 89,1 46,9 20,3 Jumlah Persen 79,9 73,6 39,9 33,5 Total Responden Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga Walaupun dari segi frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak seimbang, namun dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat grafik). Bahkan responden yang menonton lebih dari 3 jam sehari menduduki jumlah terbesar (302 responden), sedangkan yang membaca lebih dari 3 jam sehari hanya sebesar 72 responden. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat Indonesia lebih senang menonton daripada membaca. 142

162 Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton Tabel Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N) Jenis Kelamin > 3 j/hr 2 3 j/hr 1 2 j/hr < 1 j/hr 3 4 j/mg 2 3 j/mg 1 2 j/mg B N B N B N B N B N B N B N Laki laki Perempuan Total Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan lakilaki (lihat gambar 4.3.7). Tabel Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca vs Lama Menonton > 3 j/hr 2 3 j/hr 1 2 j/hr < 1 j/hr 3 4 j/mg 2 3 j/mg 1 2 j/mg laki laki (baca) Perempuan (baca) Laki laki (nonton) Perempuan (nonton)

163 Gambar Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton pada Laki laki dan Perempuan Hubungan antara karakteristik responden seperti umur, pendidikan, dan pendapatan terhadap penggunaan waktu luang yang dihitung secara statistik menggunakan uji Rank Spearman dengan bantuan Aplikasi SPSS dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media Karakteristik Responden Waktu Luang (aktivitas membaca dan lain-lain) Terpaan (Exposure) Media Radio (durasi mendengar) Televisi (durasi menonton) Umur 0,316** 0,056 0,098** Pendidikan 0,260** 0,052 0,091** Pendapatan -0,070-0,145** 0,129* ** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). * Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah). Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki korelasi positif) terhadap aktifitas membaca walaupun hubungannya tidak terlalu kuat 144

164 yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,316. Ini berarti bahwa semakin tua umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu luang akan semakin tinggi. Hal ini dapat dimengerti karena pada usia anak-anak waktu luangnya lebih banyak digunakan untuk bermain. Menurut literatur waktu bermain anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak Amerika yang hanya 3 4 jam sehari, apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya memiliki waktu bermain sebanyak satu jam sehari 1. Bahkan bagi anak-anak dari keluarga ekonomi lemah sebagian waktu mereka digunakan untuk membantu orang tuanya mencari uang tambahan bagu keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain digunakan untuk aktifitas membaca, juga digunakan untuk aktifitas menonton dan mendengarkan radio, dan bahkan sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi. Namun demikian umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik mendengarkan radio maupun menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara umur dengan mendengarkan radio hanya sebesar 0,056 yang berarti hampir mendekati nol yaitu tidak ada korelasi antara umur dengan perilaku mendengarkan radio), sedangkan koefisien korelasi antara umur dengan menonton 0,098 juga sangat lemah dan hampir tidak ada ada hubungan antara umur dengan perilaku menonton. Pendidikan ternyata mempunyai hubungan dengan penggunaan waktu luang untuk membaca walaupun hubungan tersebut tidak dapat dikatakan tinggi yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,260. Ini dapat dimengerti karena semakin berpendidikan seseorang semakin membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan menambah pengetahuan. Pada siswa dan mahasiswa tentu kegiatan membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu juga pada profesi dosen dan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah dan di kampus akan mendorong kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca sekalipun nantinya membaca tersebut tidak ada hubungannya dengan penugasan dari guru dan dosen. Kebiasaan memecahkan masalah dengan cara mencari sumber informasi pada sumber-sumber bacaan akan mendorong peningkatan minat dan kegemaran membaca. Selanjutnya tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan 1 Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret

165 walaupun mempengaruhi kebiasaan responden baik dalam mendengarkan radio maupun menonton televisi/video/vcd, namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun koefisien korelasinya positif, namun nilainya sangat lemah yaitu masing-masing 0,052 dan 0,091 untuk pendidikan terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap menonton televisi/video/vcd. Pendapatan seseorang tidak berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang yang digunakan untuk aktifitas membaca. Sebenarnya nilai koefisien korelasinya negatif yakni -0,070 yang berarti ada hubungan negatif antara tingkat penghasilan dengan aktifita membaca, namun karena nilainya sangat kecil yaitu mendekati nol, maka pengaruh tersebut hampir tidak ada artinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada masyarakat yang berpenghasilan baik rendah, sedang, maupun tinggi pola membacanya sama saja. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,145), artinya walaupun pengaruhnya kecil, namun menunjukkan bahwa semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin jarang mendengarkan radio. Berbeda dengan waktu yang mereka gunakan untuk mendengarkan radio yang cenderung negatif (terbalik), waktu yang mereka gunakan untuk menonton televisi/video/vcd ternyata berpengaruh positif atau berbanding lurus (walaupun sangat lemah) dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,129. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan cenderung semakin sering melakukan aktifitas menonton Hubungan antara kelompok umur dengan membaca Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Dianggap demikian karena hal ini merupakan tuntutan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada usia ini orang akan memiliki waktu luang yang berlimpah. Namun dari data yang diperoleh, ternyata dugaan ini tidak terjadi. 146

166 Tabel Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca Umur Responden < 12 th th th th th th > 55 th Total Lama (durasi) membaca 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr Jml resp % 5,3 1,6 4,3 22,5 47,1 10,2 9,1 Jml resp % 3,1 3,1 3,1 17,6 54,7 14,5 3,8 Jml resp % 0,8 2,4 4,0 30,2 41,3 14,3 7,1 Jml resp % 3,2 1,1 2,1 28,7 43,6 9,6 11,7 Jml resp % 5,3 1,1 2,7 27,3 39,6 13,9 10,2 Jml resp % 3,6 0,0 2,4 33,7 34,9 14,5 10,8 Jml resp % 0,0 0,0 0,0 20,0 60,0 0,0 20,0 Jml resp % 3,8 1,7 3,2 25,6 44,5 12,7 8,6 Gambar Grafik hubungan antara umur dengan lama membaca Tabel dan gambar memperlihatkan bahwa membaca tidak dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat sama 147

167 yaitu sedikit responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 1 jam sampai 2 jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang (kurang dari satu jam sampai 2 jam per hari), dan kembali sedikit responden pada korbanan waktu membaca tinggi (lebih dari 3 jam sehari). Semua kelompok responden menyatakan bahwa mereka menghabiskan waktu rata-rata dalam membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Sebenarnya korbanan waktu demikian dapat dikatakan tidak terlalu tinggi karena bagi masyarakat yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari 3 jam setiap harinya. Gambar Korbanan Waktu (durasi) Rata rata dalam Membaca Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca hampir tidak ada. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang nilainya sangat kecil yaitu hanya sebesar 0,011 (Lihat tabel ). Kenyataan ini tidak sesuai dengan hipotesa dimana seharusnya semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka dia maka dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak 148

168 memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain. Tabel Korelasi Umur terhadap Durasi Membaca Durasi Membaca Spearman's rho Umur Correlation Coefficient,011 Sig. (2-tailed),748 N 835 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi antara umur dengan lama membaca walau sangat kecil yaitu sebesar 0,011 pada tingkat kepercayaan 0,01. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin lama durasi membacanya. Demikian pula jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca terdapat hubungan yang nyatanegatif walau kecil yaitu sebesar -0,186 pada tingkat kepercayaan 0,01. Hal ini dapat dilihat hasil perhitungan seperti pada tabel berikut. Tabel Korelasi Umur terhadap Frekuensi Membaca Frekuensi Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,186(**) Sig. (2-tailed),000 N 521 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). < 12 th Umur Responden th th Tabel Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku Biaya belanja buku responden <50 rb rb rb rb rb rb >500 rb Jml resp % 58,8 22,4 11,2 1,2 3,5 1,2 1,8 Jml resp % 59,5 32,5 5,6 0,0 0,8 0,0 1,6 Jml resp % 62,9 29,5 4,8 0,0 2,9 0,0 0,0 149

169 Umur Responden th th th > 55 th Total Biaya belanja buku responden <50 rb rb rb rb rb rb >500 rb Jml resp % 40,3 44,8 7,5 1,5 1,5 1,5 3,0 Jml resp % 37,2 33,3 15,5 8,5 4,7 0,8 0,0 Jml resp % 32,3 40,3 9,7 8,1 4,8 4,8 0,0 Jml resp % 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Jml resp % 51,1 31,5 9,4 2,9 3,0 1,1 1,1 Gambar Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan Umur Hubungan antara umur dengan korbanan responden dalam bentuk biaya atau anggaran membeli buku dapat dilihat pada tabel dan gambar Pada tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata korbanan untuk membeli buku sebagian besar ada pada jumlah kurang dari Rp ,- per bulan. Sebagian responden mengaku berbelanja buku antara Rp ,- - Rp ,- per bulan. Namun yang berbelanja buku lebih besar dari Rp ,- per bulan jumlahnya sangat sedikit. Hubungan antara umur dengan korbanan untuk membeli buku memang berkorelasi positif, namun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi sebesar 150

170 0,197. Jadi dapat dikatakan bahwa umur tidak terlalu berpengaruh terhadap korbanan responden membeli buku. Tabel Hubungan Umur dengan Pemilikan Buku Kelompok Umur Responden < 12 th th th th th th > 55 th Total Kepemilikan buku responden Tdk punya < 10 bk bk bk bk bk >100 bk Jml resp % 35,2 46,4 10,6 7,8 0,0 0,0 0,0 Jml resp % 17,9 40,4 26,9 5,8 5,8 1,3 1,9 Jml resp % 18,5 44,6 26,9 6,2 0,8 3,1 0,0 Jml resp % 31,5 22,8 25,0 9,8 4,3 2,2 4,3 Jml resp % 28,6 22,2 23,3 10,1 4,8 5,8 5,3 Jml resp % 15,6 27,3 24,7 10,4 6,5 9,1 6,5 Jml resp % 50,0 0,0 50,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Jml resp % 25,6 34,8 22,2 8,1 3,4 3,1 2,7 Gambar Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur Responden 151

171 Hubungan antara umur dengan kepemilikan buku digambarkan oleh tabel dan grafik pada gambar Pada tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa pola kepemilikan buku responden terlihat sama baik pada umur muda maupun pada umur dewasa. Jumlah responden terbesar adalah pada kepemilikan buku antara nol atau tidak punya buku sampai 10 judul buku, dan makin sedikit responden yang memiliki buku di atas 10 judul, apalagi di atas 100 judul buku. Secara statistik umur memang tidak terlalu mempengaruhi kepemilikan buku yang ditandai dengan koefisien korelasi yang rendah yaitu hanya sebesar 0,199. Artinya, walaupun terdapat hubungan positif antara umur dengan tingkat kepemilikan buku, namun hubungan tersebut sangat lemah. Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki hubungan negatif, walaupun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar -0,186. Artinya, walaupun pengaruhnya tidak besar, semakin tua umur seseorang, maka cenderung semakin jarang datang ke perpustakaan umum. Padahal sebagian besar responden tahu bahwa di kota tempat mereka tinggal tersedia perpustakaan umum (84,6 %), walaupun ada juga yang mengatakan bahwa di kota tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan umum (7,1 %) dan bahkan ada yang tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan umum (5,4 %). Tabel Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan Kelompok Umur Responden < 12 th th th th th th Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h Jml resp % 6,8 3,0 4,5 6,8 29,3 34,6 15,0 Jml resp % 8,5 1,4 5,6 28,2 31,0 21,1 4,2 Jml resp % 16,4 3,6 9,1 30,9 14,5 21,8 3,6 Jml resp % 4,3 0,0 4,3 11,4 30,0 28,6 21,4 Jml resp % 3,7 1,5 2,2 17,8 40,0 20,7 14,1 Jml resp % 1,8 0,0 5,5 10,9 25,5 21,8 34,5 152

172 Kelompok Umur Responden > 55 th Total Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h Jml resp % 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 Jml resp % 6,3 1,7 4,6 16,1 30,3 25,5 15,5 Gambar Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan Umur Walaupun sebagian besar dari responden mengetahui bahwa di dalam kota tersedia perpustakaan umum, namun jumlah yang berkunjung ke perpustakaan umum belum menggembirakan. Hanya 45 % saja dari jumlah responden yang mengaku pernah berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 47,8 % mengaku belum pernah berkunjung ke perpustakaan umum, sedangkan sisanya sebanyak 7,2 % tidak menjawab pertanyaan ini. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling banyak adalah sekali dalam satu minggu (30,2 %) kemudian diikuti masing-masing oleh sekali dalam seminggu (25,4 %), sekali dalam sebulan (16,1 %). Namun ada juga yang berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum dengan jumlah responden hanya 15,7 %. Ada juga responden yang berkunjung ke perpustakaan umum hanya sekali dalam tiga bulan atau bahkan lebih (12,6 %). 153

173 Gambar Sebaran Rata rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Dari tabel dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya dengan penulisan skripsi 2. Hal ini dapat diduga karena di kampusnya mereka tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Mahasiswa Tabe Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan Kelompok Responden Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rmh angga Pedagang Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h Jml Resp % 4,5 1,5 1,5 13,4 31,3 34,3 13,4 Jml Resp % 4,9 2,4 2,4 29,3 19,5 31,7 9,8 Jml Resp % 27,3 9,1 27,3 9,1 18,2 9,1 0 Jml Resp % ,8 62,1 6,9 17,2 Jml Resp % ,2 66,7 11,1 0 2 Mahasiswa ke Perpustakaan untuk Skripsi. Riau Mandiri, Selasa 24 April

174 Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Total Kelompok Responden Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h Jml Resp % Jml Resp % 6,5 2,4 4,9 6,5 30,9 34,1 14,6 Jml Resp % 8,8 1,5 5, ,4 27,9 1,5 Jml Resp % 16,1 1,8 7,1 32,1 19,6 19,6 3,6 Jml Resp % 1,9 0 1,9 7,7 15,4 3,8 69,2 Jml Resp % 3,8 3,8 3,8 26, ,5 0 Jml Resp % ,3 66, Jml Resp % ,4 0 23,1 7,7 53,8 Jml Resp % 6,3 1,7 4,6 16,1 30,2 25,4 15,7 Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum dilakukan oleh 70,3 % responden dan sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan bahkan setiap hari (79,7 % dari responden yang berkunjung ke perpustakaan), sisanya menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu kali sebulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. Pada kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih rendah dari siswa SD yaitu 42,5 % dan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu bulan sampai dua kali dalam seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum malah lebih sedikit lagi yaitu hanya 56 dari 136 responden atau hanya sekitar 41,2 %. Kelompok siswa SMA rata-rata berkunjung antara sebulan sekali sampai seminggu dua kali. Seperti yang sudah disebutkan di awal laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca adalah korbanan waktu untuk datang ke perpustakaan (frekuensi). Keadaan ini dibenarkan oleh pernyataan Kepala Perpustakaan dan Arsip 155

175 Daerah Provinsi Riau, Radja Erisman, dimana beliau mengakui bahwa minat baca masyarakat Riau masih sangat rendah 3. Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (85,2 %), dan hanya sebagian kecil mengajak isteri (2,6 %), dan membawa anak (12,2 %). Namun demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka tinggal ada perpustakaan (90,5 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu orang lain yaitu sebanyak 9,5 %. Tabel Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Responden Punya buku sendiri di rumah Jaraknya terlalu jauh Bukunya tidak menarik dan sudah tua Koleksinya tidak pernah berganti Tidak ada waktu karena sibuk Tidak sering membaca Malas Alasan lain Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Total Persentase 15,0 37,0 4,9 4,5 21,4 5,1 8,1 4,0 Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel ) diperoleh alasan bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (37 %), tidak ada waktu karena sibuk (21,4 %), sudah memiliki koleksi sendiri di rumah (15 %), malas (8,1 %), tidak sering membaca (5,1 %), bukunya tidak menarik dan sudah tua (4,9 %), koleksinya tidak pernah berganti (4,5 %) dan karena alasan lain (4,0 3 BPA Kampanyekan Gemar Membaca, Riau Pos, Kamis 26 April

176 %). Alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada kaitannya dengan kemampuan mereka dalam menanggulangi ongkos menggunakan angkutan umum yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 86,3 % menyatakan tidak murah), hanya 8,2 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan umum di wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri menurut sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh 54,8 %). Untuk mengatasi masalah jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi perpustakaan umum maka perlu diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata lain mendekatkan perpustakaan kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan. Saat ini sudah ada perpustakaan keliling berupa mobil keliling serta sepeda motor (motor pintar atau motor cerdas) yang secara bergiliran mengunjungi tempat-tempat yang jauh dari perpustakaan umum, namun jumlahnya masih belum memadai, apalagi mengingat medan untuk wilayah yang harus dikunjungi tidak selalu mudah. Tahun 2006 Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah telah mengadakan motor pintar sebanyak 30 unit dan sudah didistribusikan ke kabupaten-kabupaten di Provinsi Riau, sedangkan pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi juga membagi lagi masing-masing dua unit motor pintar ke kabupaten dan kota. Taman-taman bacaan yang menamakan diri sudut baca atau rumah baca atau kampung baca sudah banyak dikembangkan khususnya baik yang dikembangkan oleh pemerintah melalui Penggerak PKK maupun atas swadaya masyarakat dan dibina oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk mengatasi masalah jarak ini maka sudut-sudut baca ini perlu diberdayakan. Perlu adanya perputaran koleksi antara sudut baca yang satu dengan sudut baca yang lain. Perputaran koleksi ini akan dilakukan oleh motor pintar tersebut. 4 Yang agak mengejutkan adalah adanya responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak 4 Sukseskan Gerakan Riau Membaca Hari ini BPA Serahkan Motor Pintar, Harian Riau Mandiri, 15 Januari

177 datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Tampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisis lebih mendalam, sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu 5. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana responden yang tidak punya koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 25,8 %, dan yang memiliki buku dengan jumlah sedikit mencapai 57 %. Jadi dengan kata lain jika kita menggabung data kedua kelompok tersebut (yang tidak punya koleksi buku dengan data kelompok yang punya koleksi buku sedikit) maka kelompok ini mencapai 82,8 %, suatu jumlah yang sangat besar. Dengan demikian alasan tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna. Alasan ini kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia, khususnya di lokasi penelitian yaitu Pekanbaru, masih rendah. Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata secara statistik ada hubungan walaupun agak lemah yaitu dengan nilai korfisien korelasi sebesar 0,199. Artinya walaupun tidak terlalu kuat, semakin tua umur seseorang maka cenderung memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif walaupun nilainya sangat lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,197. Artinya, walaupun hubungan tersebut lemah, bertambahnya umur akan berpengaruh terhadap kerelaan berkorban untuk membeli buku. 5 Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta: Grasindo, hal

178 4.3.4 Hubungan Pendidikan Dengan Membaca Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca yang ditandai dengan lamanya membaca (durasi), frekuensi membaca yang ditandai dengan frekuensi datang ke perpustakaan, serta korbanan untuk memperoleh bahan bacaan yang ditandai dengan membeli buku dan jumlah kepemilikan buku adalah tingkat pendidikan masyarakat. Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Lama Membaca Pendidikan terakhir Durasi membaca responden Responden 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma Tamat S1 Tamat S2 S3 Total Jml Resp % 0,0 5,4 10,8 8,1 51,4 5,4 18,9 Jml Resp % 4,7 1,8 2,9 23,2 48,9 12,7 5,8 Jml Resp % 0,6 2,5 3,8 31,8 40,1 14,0 7,0 Jml Resp % 6,9 0,0 2,7 39,9 39,4 5,3 5,9 Jml Resp % 2,2 2,2 2,2 15,2 56,5 8,7 13,0 Jml Resp % 3,7 0,9 0,9 12,0 36,1 28,7 17,6 Jml Resp % 0,0 0,0 11,1 0,0 44,4 22,2 22,2 Jml Resp % 3,9 1,6 3,2 25,8 43,8 12,9 8,8 159

179 Gambar Sebaran Rata rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Tabel di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Gambar menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (53,0 %) membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (18,1 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki 160

180 minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (75,9 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 24,1 % saja yang memiliki minat baca tinggi. Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp ,- setiap bulan cukup tinggi (45,6 %) dan yang berbelanja buku antara Rp ,- - Rp ,- juga cukup tinggi (45,6 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp ,- sangat sedikit (8,8 %). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 10 judul buku (44,5 %), memiliki buku antara judul (25,9 %), memiliki buku antara judul buku (16 %), judul buku (7,4 %), dan ada juga yang meiliki koleksi buku di atas 100 judul (6,2 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak 161

181 terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustanaan umum sebanyak antara satu kali sampai dua kali seminggu (65,8 %). Jumlah yang berkunjung ke perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 12, 9 %. Yang mengherankan adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu berkunjung sekali sebulan (12,9 %), berkunjung sekali setiap tiga bulan (2,9 %), berkunjung sekali setiap enam bulan (1,4 %), dan berkunjung sekali setiap satu tahun (4,3 %). Untuk lulusan SMA atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (76,5 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi siswa SMU menurut Razak adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebesar 6,8 % responden). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar memperlihatkan gambaran minat baca siswa SMA. 162

182 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp ,- per bulan (60,4 %), dan antara Rp ,- sampai Rp ,- (30,6 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari Rp ,- tiap bulan hanya sebesar 2,7 % responden. Dari aspek kepemilikan buku juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (61 % diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 16,9 %). Sedangkan yang memiliki buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 29,4 %. Apalagi yang memiliki koleksi buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 9,5 %. Walaupun tingkat kepemilikan buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu metoritas responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam sebulan (31 %), sekali dalam seminggu (20,7 %). Sedangkan yang berkunjung dua kali dalam seminggu hanya 19 %, apalagi yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yang hanya 5,2 %. Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali sebulan yaitu sekali dalam tiga bulan (6,9 %), sekali dalam enam bulan (1,7 %), dan yang hanya sekali dalam satu tahun (15,5 %). Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (70,1 %), sedangkan sisanya 163

183 berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada gambar memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 2 jam menduduki posisi terbanyak yaitu 53,5 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin membaca). Bahkan sebanyak 16,7 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 29,9 % responden yang termasuk malas membaca. Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP Jika salah satu ukuran minat baca adalah korbanan biaya untuk membeli buku, maka kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan kelompok responden SMA maupun mahasiswa dimana mayoritas mereka berbelanja buku kurang dari Rp ,- dalam sebulan (56,5 %), dan antara Rp ,- sampai Rp ,- dalam sebulan (33 %), sedangkan sisanya mengaku berbelanja buku lebih dari Rp ,- 164

184 setiap bulan (10,4 %). Dari sisi kepemilikan buku juga sama yaitu tidak menunjukkan minat yang tinggi teradap membaca. Mayoritas responden memiliki buku kurang dari 10 judul (59,1 %), memiliki buku antara 10 sampai 25 judul (27,5 %), dan memiliki buku lebih dari 25 judul (13,3 %). Yang agak menggembirakan adalah kunjungan mereka ke perpustakaan umum. Mayoritas responden kelompok ini berkunjung ke perpustakaan antar asekali dalam sebulan sampai dua kali dalam seminggu (81,9 %), dan bahkan ada yang tiap hari berkunjung ke perpustakaan (1,5 %). Hanya 16,7 % responden saja yang mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan dimana mereka mengaku berkunjung antara sekali dalam tiga bulan sampai hanya sekali dalam satu tahun. Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (47,1 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 19,8 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33,2 % siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari. 165

185 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli buku berada pada kurang dari Rp ,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik, dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (79,6 %). Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan (20,4 %). Secara statistik menggunakan uji Rank Spearman dengan alat hitung SPSS, tingkat pendidikan ini memang ada hubungannya dengan durasi membaca, namun pada kasus di Pekanbaru hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,072. Hal ini menggambarkan bahwa minat baca masyarakat di Pekanbaru memang belum tinggi. Seharusnya semakin tinggi pendidikan seseorang kecenderungan membaca tinggi sangat kuat. Tabel Korelasi pendidikan terhadap durasi membaca Durasi membaca Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient 0,072(*) Sig. (2-tailed),038 N 835 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 166

186 Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Besarnya Biaya Belanja Buku Pendidikan Terakhir Responden Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma Tamat S1 Tamat S2 S3 Total Jumlah biaya berbelanja buku responden <50 rb 50rb 100rb 100rb 200rb 200rb 300rb 300rb 400rb 400rb 500rb >500rb Jml % 37,8 32,4 13,5 0,0 8,1 5,4 2,7 Jml % 61,4 25,7 8,3 1,2 1,7 0,0 1,7 Jml % 61,0 30,1 5,7 0,0 2,4 0,0 0,8 Jml % 50,4 36,5 8,7 1,7 0,9 0,9 0,9 Jml % 39,5 44,7 10,5 5,3 0,0 0,0 0,0 Jml % 27,2 33,7 16,3 10,9 9,8 2,2 0,0 Jml % 12,5 37,5 0,0 25,0 0,0 25,0 0,0 Jml % 51,4 31,2 9,3 2,9 3,1 1,1 1,1 Gambar Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Membeli Buku 167

187 Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku Pendidikan Responden Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma Tamat S1 Tamat S2 S3 Total Jumlah responden memiliki buku 0 < >100 Jml resp % 51,5 30,3 15,2 3,0 0,0 0,0 0,0 Jml resp % 26,4 43,5 19,9 5,8 2,9 0,7 0,7 Jml resp % 23,2 43,9 25,0 5,5 0,0 2,4 0,0 Jml resp % 36,7 25,4 20,3 9,6 4,0 1,1 2,8 Jml resp % 9,3 30,2 37,2 14,0 4,7 0,0 4,7 Jml resp % 5,7 15,1 28,3 17,0 9,4 14,2 10,4 Jml resp % 0,0 0,0 28,6 0,0 0,0 42,9 28,6 Jml resp % 25,2 34,2 23,0 8,3 3,3 3,2 2,7 Gambar Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Pemilikan Buku 168

188 Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi masing-masing sebesar 0,186 dan 0,3. Khusus untuk tingkat kepemilikan buku ternyata antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan buku hubungannya lumayan tinggi. Dari tabel dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang tidak punya koleksi buku pribadi. Tabel Hubungan antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke perpustakaan Pendidikan Responden Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma Tamat S1 Tamat S2 S3 Total Jml resp % 0,0 0,0 14,3 0,0 28,6 57,1 0,0 Jml resp % 7,9 2,3 5,1 11,9 29,9 31,6 11,3 Jml resp % 15,2 1,5 7,6 30,3 21,2 18,2 6,1 Jml resp % 4,0 1,6 6,5 16,9 28,2 17,7 25,0 Jml resp % 2,7 2,7 0,0 8,1 35,1 24,3 27,0 Jml resp % 3,3 1,1 0,0 16,5 35,2 28,6 15,4 Jml resp % 0,0 0,0 0,0 0,0 42,9 42,9 14,3 Jml resp % 6,5 1,8 4,5 15,7 29,9 25,9 15,7 169

189 Gambar Grafik Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,200. Artinya, walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan, bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi Hubungan Tingkat Pendapatan terhadap Membaca Diduga bahwa tingkat pendapatan seseorang mempunyai hubungan dengan kebiasaan membaca, sebab semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi pula daya beli terhadap bahan bacaan yang tentu saja akan semakin tinggi pula durasi mereka membaca. Namun dari tabel dan grafik berikut dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang sama dimana pada semua kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. 170

190 Penghasilan Responden < 500 rb jt lbh 1 jt 1,5 jt lbh 1,5 jt 2,5 jt lbh 2,5 jt 3,5 jt lbh 3,5 4,5 jt > 4,5 jt Total Tabel Hubungan antara Pendapatan dengan Durasi membaca Durasi membaca responden 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr Jml resp % 8,3 4,2 12,5 16,7 41,7 4,2 12,5 Jml resp % 5,2 1,0 3,1 33,3 35,4 10,4 11,5 Jml resp % 3,3 0,0 0,0 48,3 40,0 6,7 1,7 Jml resp % 1,8 0,0 0,0 38,6 45,6 3,5 10,5 Jml resp % 2,0 2,0 2,0 14,3 38,8 36,7 4,1 Jml resp % 9,7 0,0 3,2 3,2 12,9 35,5 35,5 Jml resp % 12,5 0,0 6,3 25,0 50,0 0,0 6,3 Jml resp % 4,8 0,9 2,7 29,7 37,5 13,8 10,5 Gambar Grafik Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca 171

191 Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca, seharusnya grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari tinggi pada durasi baca pendek ke rendah pada durasi baca panjang (lama) dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari rendah pada durasi pendek ke tinggi pada durasi baca panjang (lama). Dengan kata lain bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang akan cenderung semakin lama mereka membaca. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua kelompok pendapatan menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak dari rendah pada durasi membaca pendek (lama membaca lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada durasi membaca sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada durasi membaca tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Dan ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh kepada kegiatan membaca. Secara statistik dibuktikan bahwa lama membaca (durasi) memang mempunyai hubungan yang sangat lemah dengan tingkat penghasilan. Nilai koefisien korelasinya hanya sebesar 0,143. Artinya, memang ada pengaruh penghasilan terhadap lama membaca, tetapi pengaruhnya sangat lemah. Namun yang agak mengejutkan adalah hubungan antara tingkat penghasilan dengan frekuensi seseorang datang ke perpustakaan yang mempunyai hubungan dengan nilai koefisien korelasi sebesar agak tinggi yaitu 0,478. Ini berarti semakin tinggi penghasilan seseorang, maka semakin sering pula dia mengunjungi perpustakaan. Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi kebutuhan bahan bacaan akan selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca. Pada hubungan antara tingkat penghasilan seseorang dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku ternyata cukup baik, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,333. Tabel dan Gambar memperlihatkan hubungan antara penghasilan dengan korbanan responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dari responden. Dari 172

192 tabel tersebut dapat terlihat bahwa semakin tinggi penghasilan responden, semakin banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah yang lebih besar dan semakin sedikit yang tidak punya koleksi buku pribadi. Tabel Gambaran Tingkat penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku Tingkat Pendapatan Responden Jumlah responden dengan anggaran belanja buku <50 rb rb rb rb rb rb >500 rb < 500 rb jt lbh 1 jt 1,5 jt lbh 1,5 jt 2,5 jt lbh 2,5 jt 3,5 jt lbh 3,5 4,5 jt > 4,5 jt Total Jml Resp % 50,0 38,9 11,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Jml Resp % 54,7 30,2 7,5 5,7 0,0 0,0 1,9 Jml Resp % 50,0 43,3 6,7 0,0 0,0 0,0 0,0 Jml Resp % 48,6 37,8 5,4 2,7 2,7 2,7 0,0 Jml Resp % 18,6 44,2 18,6 2,3 16,3 0,0 0,0 Jml Resp % 17,2 20,7 6,9 34,5 6,9 13,8 0,0 Jml Resp % 33,3 33,3 33,3 0,0 0,0 0,0 0,0 Jml Resp % 39,6 35,6 10,8 6,8 4,5 2,3 0,5 173

193 Gambar Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku Tabel Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku Tingkat Pendapatan Jumlah responden yang memiliki buku Responden 0 jdl < 10 jdl jdl jdl jdl jdl >100 jdl < 500 rb jt lbh 1 jt 1,5 jt lbh 1,5 jt 2,5 jt lbh 2,5 jt 3,5 jt lbh 3,5 4,5 jt > 4,5 jt Total Jml Resp % 54,2 16,7 16,7 8,3 0,0 4,2 0,0 Jml Resp % 40,9 23,9 22,7 6,8 2,3 0,0 3,4 Jml Resp % 37,5 35,9 18,8 3,1 1,6 1,6 1,6 Jml Resp % 32,8 19,0 29,3 15,5 1,7 0,0 1,7 Jml Resp % 13,7 11,8 21,6 21,6 15,7 9,8 5,9 Jml Resp % 3,3 13,3 13,3 3,3 10,0 40,0 16,7 Jml Resp % 0,0 9,1 36,4 9,1 9,1 9,1 27,3 Jml Resp % 30,7 21,5 22,1 9,8 4,9 6,1 4,9 174

194 Gambar Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku Dari tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa pola kepemilikan buku dari semua tingkatan pendapatan responden menunjukkan hal yang kurang lebih sama yaitu sebagian besar mereka memiliki buku kurang dari 10 judul buku, terutama pada kelompok berpendapatan di bawah Rp. 2,5 juta. Sedangkan pada kelompok berpenghasilan di atas Rp. 2,5 juta, kepemilikan bukunya makin meningkat, bahkan pada kelompok berpenghasilan Rp. 4,5 juta banyak responden yang memiliki koleksi lebih dari 100 judul buku. Secara stratistik memang ada hubungan antara pendapatan responden dengan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,439. Tabel Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Tingkat Pendapatan Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan Responden 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h < 500 rb jt lbh 1 jt 1,5 jt Jml Resp % 6,7 0,0 0,0 6,7 33,3 20,0 33,3 Jml Resp % 5,0 1,7 6,7 5,0 18,3 31,7 31,7 Jml Resp % 9,7 3,2 6,5 19,4 19,4 3,2 38,7 175

195 Tingkat Pendapatan Responden lbh 1,5 jt 2,5 jt lbh 2,5 jt 3,5 jt lbh 3,5 4,5 jt > 4,5 jt Total Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h Jml Resp % 0,0 5,6 5,6 16,7 38,9 8,3 25,0 Jml Resp % 0,0 0,0 2,6 23,1 35,9 30,8 7,7 Jml Resp % 0,0 0,0 0,0 3,4 34,5 31,0 31,0 Jml Resp % 8,3 0,0 0,0 41,7 0,0 8,3 41,7 Jml Resp % 3,6 1,8 4,1 14,0 27,0 21,6 27,9 Gambar Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunnjung ke Perpustakaan Tabel dan gambar menunjukkan pola kunjungan responden ke perpustakaan menurut kelompok penghasilan tertentu. Pada kelompok responden berpenghasilan kurang dari Rp.2,5 juta, memiliki kebiasaan berkunjung ke perpustakaan umum dengan frekuensi yang cukup sering yaitu antara berkunjung setiap hari sampai kepada berkunjung sekali dalam sebulan. Namun pada kelompok 176

196 responden yang berpenghasilan lebih tinggi jumlah responden yang sering berkunjung ke perpustakaan menjadi berkurang Bahan Bacaan yang Disukai Responden Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah: Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah), toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat tempat lainnya. Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah komik (lihat tabel ). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam artian yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Yang mengherankan adalah pada kelompok mahasiswa yang lebih banyak membaca koran daripada membaca buku. Membaca seperti itu termasuk kategori hanya ingin tahu sesuatu sehingga terbatas membaca surat kabar saja. Sedangkan pegawai swasta dan pedagang cukup wajar bila kelompok ini lebih banyak memilih membaca koran daripada membaca buku, sebab mereka memerlukan informasi mengenai perkembangan bisnis yang menjadi kompetensinya. Ibu rumah tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah dan koran secara berimbang dan tidak membaca komik. Hal ini wajar karena sebagai dosen mereka harus 177

197 terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Namun siswa SMU justru lebih banyak membaca komik dibandingkan dengan membaca buku. Walaupun perbedaannya tidak terlalu mencolok, namun ini agak mengherankan sebab sebagai pelajar mestinya mereka lebih banyak membaca buku untuk meningkatkan pengetahuan serta wawasan mereka. Membaca komik termasuk kelompok yang membaca karena senang melihat gambar. Kelompok pegawai negeri, guru, TNI/POLRI, serta buruh lebih banyak membaca koran dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, sedangkan guru berimbang antara membaca buku dengan membaca koran. Tabel Bahan bacaan yang dibaca oleh responden Koran Majalah Buku Komik Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Total Persen 56,27 49,39 64,48 37,18 Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan utama pembacanya. 178

198 Baca Koran Baca Majalah Baca Buku > 3 jam per hari Tabel Durasi membaca Koran, majalah dan buku 2 3 jam 1 2 jam < 1 jam 3 4 jam per hari per hari per hari per minggu 2 3 jam per minggu 1 2 jam per minggu ,0 % 6,4 % 23,9 % 56,5 % 2,3 % 1,7 % 7,6 % ,1 % 9,7 % 28,3 % 47,9 % 2,4 % 2,2 % 10,7 % ,8 % 9,7 % 39,9 % 28,7 % 2,5 % 2,5 % 4,9 % Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh sebagian besar responden (56,5 %), dan antara 1 2 jam setiap hari (23,9 %). Namun ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 3 jam (6,4 %), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (3 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah antara kuran dari satu jam sampai 2 jam setiap hari. Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang. Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata cukup besar yaitu sebesar 61,4 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari sebesar 28,7 %. Yang agak mengherankan adalah membaca buku antara 1 4 jam per minggu yang dilakukan oleh 9,9 % responden merupakan hal yang kurang lazim, karena biasanya membaca buku (untuk mengerti isi buku tersebut) merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus tanpa terputus sampai buku tersebut selesai (tamat) dibaca. 179

199 Gambar Gambaran Bacaan yang Digemari Bahan bacaan yang paling populer adalah ilmu pengetahuan populer yaitu dipilih oleh 497 responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku agama yang dipilih oleh 369 responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 218 responden, bacaan lainlain dipilih oleh 169 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku fiksi. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, tidak begitu menyukai fiksi/sastra. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca Cuma ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan 6. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya sastra yang lain. 6 Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei

200 Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %), diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum (36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %). Tabel Gambaran Perolehan Buku Responden Sebagai Bahan Bacaan Responden Membeli Meminjam dari Teman Meminjam dari Kantor/ Pejabat/aparat pemerintah Perpustakaan Umum Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah Persen dari sampel 67,6 37,6 8,5 36,3 Tabel diatas menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Padahal usaha Pemerintah Provinsi sudah sangat gencar dilakukan misalnya melalui Gerakan Riau Membaca dan Gerakan Hibah Sejuta Buku. Tidak kurang dari Gubernur Riau sendiri yaitu H.M. Rusli Zainal yang mencanangkan gerakan tersebut. Gerakan ini didukung juga oleh DPRD Provinsi Riau, Penggerak PKK Provinsi Riau (yang memiliki rumah-rumah baca atau sudut-sudut baca), Harian Riau Pos, dan Yayasan Bandar Serai (memiliki kampung baca) 7. Melalui gerakan ini Gubernur Riau meminta kepada setiap pejabat Provinsi Riau yang berkesempatan bertugas ke luar kota diwajibkan menyumbang dua buah buku sebagai oleh-oleh. Buku-buku tersebut dikumpulkan oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip 7 Hibah Sejuta Buku Dimulai. Harian Riau Pos, 25 Juli

201 Daerah untuk kemudian didistribusikan ke taman-taman bacaan di seluruh Provinsi Riau. Melalui Gerakan Hibah Sejuta Buku ini diharapkan dalam waktu lima tahun jumlah sejuta buku tersebut dapat dicapai. Semangat untuk mengumpulkan buku ini didorong oleh banyaknya anak-anak di daerah yang jarang membaca karena ketiadaan bahan bacaan. Kepedulian Pemerintah Provinsi Riau ini tidak main-main karena untuk mendukung gerakan Riau Membaca ini pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Riau telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 33,1 Milyar, suatu jumlah yang cukup besar untuk suatu perpustakaan saat ini 8. Bahkan gerakan seperti ini juga dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan ikut mendirikan tamanbacaan anak di enam kecamatan di provinsi Riau 9. Perhatian terhadap penyediaan buku untuk meningkatkan minat baca masyarakat ini juga diberikan oleh Pemerintah Pusat, salah satunya melalui Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah yang pada tahun 2007 menyediakan dana sebesar Rp. 90 milyar untuk peningkatan budaya baca masyarakat Indonesia. Dari dana tersebut 60 % diberikan dalam bentuk block grant yang disalurkan berdasarkan proposal ke Pemerintah Daerah melalui Pemerintah Provinsi. Dana tersebut untuk mensubsidi taman bacaan masyarakat yang jumlahnya tidak kurang dari unit. Setiap taman bacaan masyarakat mendapatkan subsidi antara Rp. 5 juta sampai Rp. 40 juta untuk pengadaan koleksi taman bacaannya (perpustakaan). Tahun-tahun sebelumnya Pemerintah Pusat juga telah mengucurkan dana bantuan serupa, misalnya pada tahun 2005 sebesar Rp. 8,5 milyar dan pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 40 milyar 10. Namun demikian kondisi koleksi perpustakaan umum belum juga memuaskan sesuai kebutuhan masyarakat seperti yang disinyalir oleh Ketua Lembaga Pengembangan Anak Negeri (LPAN) Kepulauan Riau, W. Sudarwanto, yang menyatakan faktor dominan yang menyebabkan warga kurang berminat mengunjungi perpustakaan salah satunya akibat 8 Mahasiswa ke Perpustakaan untuk Skripsi. Harian Riau Mandiri, Selasa 24 April PKS Dirikan Enam Taman Bacaan. Harian Riau Pos, Selasa 24 Juli Taman Bacaan Jadi Prioritas. Kompas, Kamis 12 Juli

202 koleksi buku-buku yang ada selain terbatas, juga buku-bukunya relatif monoton. Intinya jarang ditemukan ada buku-buku koleksi terbaru di perpustakaan tersebut Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca, frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut. Tabel Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca Karakteristik Responden Durasi Baca Frekuensi baca Minat Baca Beli buku Korbanan Pemilikan buku Umur 0,011 0,186** 0,197** 0,199** Pendidikan 0,072* 0,200** 0,186** 0,300** Pendapatan 0,143** 0,478** 0,333** 0,439** ** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). * Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah). Pada sejumlah grafik berikut jelas tergambar korelasi yang dimaksud. 11 Minat Baca Masih Rendah. Harian Media Riau, 25 Juli

203 MODEL: MOD_1 Independent: durasi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Umur_1 LIN, ,72,395 3,0543,0411 Pddkn_1 LIN, ,95,003 2,7475,1226 Umur Pendidikan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Durasi membaca Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Durasi membaca, r = 0,011 tidak berbeda nyata pada α = 0,01 dan α = 0,05 (uji dua arah) Durasi membaca Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Durasi membaca, r = 0,072 berbeda nyata pada α = 0,05 (uji dua arah), Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan durasi membaca semakin tinggi pula. Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Durasi baca 184

204 MODEL: MOD_2. Independent: Frekuensi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Umur_1 LIN, ,32,000 4,1641 -,1916 Pddkan_1 LIN, ,22,000 4,1754 -,1378 Umur Pendidikan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Frekuensi baca Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Frekuensi baca, r = 0,186 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan frekuensi membaca semakin menurun Frekuensi baca Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Frekuensi baca, r = 0,200 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). In i berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan frekuensi membaca semakin menurun. Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Frekuensi Baca 185

205 MODEL: MOD_3 Independent: Korbanan Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Umur_1 LIN, ,15,000 2,6703,2323 Pddkn_1 LIN, ,12,000 2,7985,2595 Umur Pendidikan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Beli buku Beli buku Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Pembelian buku, r = 0,197 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan pembelian buku semakin tinggi. Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Pembelian buku, r = 0,186 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan pembelian buku semakin tinggi pula. Gambar Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku 186

206 MODEL: MOD_5. Independent: Durasi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Pdptn_1 LIN, ,45,004 3,0827,0875 MODEL: MOD_6. Independent: Frekuensi Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Pdptn_1 LIN, ,49,000 2,1988,3809 Pendapatan Pendapatan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Durasi membaca Frekuensi membaca Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Durasi terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Frekuensi membaca, r = 0,143 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). membaca, r = 0,478 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan durasi membaca semakin meningkat pula. frekuensi membaca semakin banyak. Gambar Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca MODEL: MOD_7. Independent: Korbanan Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Pdptn_1 LIN, ,63,000 2,8597,4352 MODEL: MOD_8. Independent: Pmlknbuku Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Pdptn_1 LIN, ,37,000 2,2936,4348 Pendapatan Pendapatan 7.00 Observed Linear 7.00 Observed Linear Pembelian buku Pemilikan buku Gambar 6a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Pembelian terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Pemilikan buku, r = 0,333 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini buku, r = 0,439 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan pembelian buku semakin banyak. pemilikan buku semakin banyak. Gambar Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Pembelian dan Pemilikan Buku 187

207 Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh. 2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca. 3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli bahan bacaan. 4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban pemilikan buku. 5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi membaca. 6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi membaca. 7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan membeli bahan bacaan. 8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan memiliki bahan bacaan. 9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi membaca. 10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi membaca. 11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan membeli bahan bacaan. 12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan memiliki bahan bacaan. 188

208 4.4. Banjarmasin Gambaran Umum Responden Kota Banjarmasin Jumlah kuesioner yang disebarkan di Kota Banjarmasin sebanyak 1000 unit, namun yang kembali malah lebih besar yaitu 1003 kuesioner (100,03 %). Sampel terdiri dari 442 orang laki-laki (44,07 %) dan 324 orang perempuan (32,30 %). Sebanyak 237 responden (23,63 %) tidak mengisi pertanyaan mengenai jenis kelamin. Sampel tersebut terdiri dari beberapa kelompok profesi yaitu 100 orang mahasiswa (9,97 %), 50 orang pegawai swasta (4,99 %), 48 orang petani dan nelayan (4,79 %), 101 orang ibu rumah tangga (10,07 %), 25 orang pedagang (2,49 %), 25 orang dosen (2,49 %), 149 orang siswa SD (14,86 %), 150 orang siswa SMP (14,96 %), 153 orang siswa SMU (15,25 %), 101 orang pegawai negeri sipil (10,07 %), 25 orang guru (2,49), 50 orang anggota TNI/Polri (4,99 %), dan 26 orang buruh (2,59 %). Sebagian besar responden yang terjaring merupakan penduduk asli Kota Banjarmasin atau setidaknya lahir di kota Banjarmasin yaitu sebesar 622 responden (62,01 %), sebesar 133 responden lainnya (13,26 %) mengaku sebagai pendatang, sedangkan sisanya sebesar 248 responden (24,73 %) tidak menjawab. Angka yang tidak menjawab ini cukup besar. Umumnya pendatang atau perantau ini sudah baru tinggal di kota Banjarmasin antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 15 tahun. Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 174 orang (17,35 %) berstatus sebagai ayah, 214 orang (21,34 %) berstatus sebagai ibu, sedangkan sisanya sebanyak 603 orang responden (60,12 %) berstatus sebagai anak, sedangkan 12 orang (1,2 %) tidak menjawab status yang bersangkutan. Tabel Responden berdasarkan jenis kelamin Kelompok Responden Laki laki Perempuan Jumlah % Mahasiswa ,97 Pegawai Swasta ,99 Petani/Nelayan ,79 Ibu Rumah Tangga ,07 Pedagang ,49 Dosen ,49 Siswa SD ,86 Siswa SMP ,96 Siswa SMU ,25 PNS ,07 189

209 Kelompok Responden Laki laki Perempuan Jumlah % Guru ,49 TNI/Polri ,99 Buruh ,59 Jumlah Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden terbagi menurut kelompok umur kurang dari 12 tahun yaitu sebanyak 169 orang ( 18,23 %), kelompok umur 13 tahun sampai dengan 15 tahun sebanyak 112 orang (12,08 %), kelompok umur 16 tahun sampai dengan 18 tahun sebesar 155 orang (16,72 %), kelompok umur 19 tahun sampai dengan 23 tahun sebesar 103 orang (11,11 %), kelompok umur 24 tahun sampai dengan 40 tahun sebanyak 213 orang (22,98 %), keompok umur 41 tahun sampai dengan 55 tahun sebanyak 136 orang (16,67 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun sebanyak 6 orang (2,16 %). Sebanyak 19 orang (2,05 %) responden tidak mengisi pertanyaan mengenai umur. Tabel Responden Banjarmasin berdasarkan kelompok umur Umur (tahun) Kelompok < 12 th >56 Jumlah Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah Tidak Mengisi Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan yang masih sekolah lebih besar yaitu 564 responden (56,23 %), yang sudah tidak bersekolah lagi 190

210 sebesar 325 responden (32,40 %), sedangkan sisanya sebesar 114 responden (11,37 %) tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja. Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 151 responden (26,17 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 153 responden (26,52 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 164 responden (28,42 %), mahasiswa sebesar 109 responden (18,89 %). Tabel Status responden pada kelompok yang masih bersekolah Siswa SD Siswa SLTP Siswa SLTA Mahasiswa Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % , , , , ,53 Gambar berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan. Responden yang tidak tamat SD sebesar 30 responden (2,99 %), tamat SD sebanyak 93 responden (9,27 %), tamat SLTP sebanyak 167 reponden (16,65 %), tamat SLTA sebesar 252 responden (25,12 %), diploma sebesar 31 responden (3,09 %), sarjana sebesar 120 responden (11,96 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar 16 responden (1,60 %). Sebanyak 294 (29,31 %) responden tidak mengisi pertanyaan mengenai latar belakang pendidikan mereka. Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar

211 responden (45,12 %), pegawai swasta sebesar 45 (13,72 %) responden, pedagang sebesar 33 responden (10,06 %), TNI/Polri sebesar 40 responden (12,20 %), petani dan nelayan sebesar 34 responden (10,37 %), wiraswastawan sebesar 4 responden (1,22 %), wartawan tidak ada (0,00 %), buruh sebesar 24 responden (7,32 %), dan profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 106 responden (32,32 %). Tabel Responden berdasarkan profesi Profesi Negeri Swasta Pedagang TNI/POLRI Petani Wiraswasta Wartawan Buruh Lainnya Jumlah Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih dari 4,5 juta rupiah setiap bulan. Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel dan gambar Tabel Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan per bulan Kelompok Responden Kurang dari 500 ribu 500 rb 1 juta Lebih 1 jt 1,5 jt Lebih 1,5 jt 2,5 jt Lebih dar 2,5 jt 3,5 jt lebih dari 3,5 jt 4,5 jt Lebih dari 4,5 jt Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen PNS Guru TNI/Polri Buruh Total

212 Gambar Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 4 orang (404 responden) kemudian diikuti berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 6 orang (271 responden), 7 8 orang (47 responden), kurang dari 2 orang (28 responden), dan yang terakhir adalah keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga lebih dari 8 orang (12 responden). Sebanyak 241 (24,03 %) responden tidak menjawab pertanyaan ini. Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel Tabel Sebaran responden berdasarkan besarnya anggota dalam keluarga Responden Kurang dari 2 orang 3 4 orang 5 6 orang 7 8 orang Lebih dari 8 orang Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh

213 Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup maju dalam mencari informasi. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel dan Gambar memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan fasilitas informasi. Responden Tabel Kepemilikan fasilitas media informasi Pesawat Radio Pesawat TV Fasilitas informasi yang dimiliki Koneksi Video/ VCD/DVD Komputer ke Internet Koran Mahasiswa Majalah Pegawai swasta Petani/Nelayan Ibu Rmh angga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah (Persen dari responden) (67,80) (86,44) (56,83) (32,20) (9,17) (50,95) (36,69) 194

214 Gambar Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden (diatas 75 %) mengaku melakukan kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi mengatakan mengisi waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio (sekitar 50 %) dan rekreasi (hanya 25,72 %). Kegiatan membaca dan menonton dilakukan hampir seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh 772 responden atau sebesar 76,97 % dari total responden, dan sebanyak 869 responden atau 86,64 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang juga cukup banyak dilakukan yaitu oleh 461 responden (45,96 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi adalah kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu luang yaitu hanya dilakukan oleh sebanyak 258 responden atau 25,72 % terhadap total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan kegiatan yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen menyatakan bahwa membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio merupakan kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak tentu saja mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui 195

215 pengetahuannya antara lain melalui media tersebut. Dari 25 responden dosen, hanya 8 responden saja yang mengisi waktu luangnya dengan rekreasi selain membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio. Mahasiswa dan pelajar, guru, serta PNS menyatakan mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Data yang perlu mendapat perhatian adalah pada pelajar SMU, yaitu mereka mengaku lebih suka menonton televisi/video/vcd daripada membaca. Padahal profesi mereka sesungguhnya menuntut kegiatan membaca secara intensif. Sudah dapat diduga bahwa profesi yang tidak menuntut kegiatan membaca secara lebih intensif seperti ibu rumah tangga, petani, TNI/POolri, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka. Tabel Sebaran Pemanfaatan waktu luang responden dalam melakukan kegiatan Kelompok Responden Jumlah responden Membaca Menonton TV/Video/ VCD Mendengarkan Siaran Radio Rekreasi Resp % Resp % Resp % Resp % Mahasiswa , , , ,00 Pegawai Swasta , , , ,00 Petani/ Nelayan , , , Ibu Rumah Tangga , , ,70 3 2,97 Pedagang , , , ,00 Dosen , , , ,00 Siswa SD , , , ,48 Siswa SMP , , , ,00 Siswa SMU , , , ,87 PNS , , , ,68 Guru , , , ,00 TNI/Polri , , , ,00 Buruh , , ,85 1 3,85 Total

216 Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca, menonton, mendengarkan radio dan rekreasi mempunyai pola yang berbeda. Responden dengan status ayah lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton dibandingkan dengan kegiatan mendengarkan radio dan membaca. Responden dengan status ibu lebih banyak membaca dari pada menonton dan mendengarkan radio. Sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan mendengarkan radio dan rekreasi. Ini tidak mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status mereka sebagai pelajar. Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih merupakan acara yang menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan menonton televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton televisi. 197

217 Tabel Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam mengisi waktu luang Dengarkan Rekreasi Responden Baca Nonton radio Ayah (174) ,56% 85,63% 42,53% 2,30% Ibu (110) ,18% 67,27% 24,55% 20,91% Anak (475) ,11% 87,58% 46,32% 29,05% Gambar Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga Tabel Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media Karakteristik Responden Waktu Luang (aktivitas membaca dan lain-lain) Exposure (Terpaan) Media Radio (durasi mendengar) Televisi (durasi menonton) Umur -,289**,133** -,054 Pendidikan -,110**,094** -,028 Pendapatan,336** -,211** -,273** ** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). * Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah). 198

218 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki korelasi negatif) terhadap aktifitas membaca dengan koefisien korelasi -0,289. Ini berarti bahwa semakin tua umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu luang akan semakin rendah. Padahal pada usia anak-anak waktu luangnya lebih banyak digunakan untuk bermain, sedangkan pada usia semakin tua, biasanya makin banyak waktu untuk diperlukan untuk beragam kegiatan yang menyita waktu. Menurut literatur waktu bermain anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak Amerika yang hanya 3 4 jam sehari, apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya memiliki waktu bermain sebanyak satu jam sehari 1. Bahkan bagi anak-anak dari keluarga ekonomi lemah sebagian waktu mereka digunakan untuk membantu orang tuanya mencari uang tambahan bagu keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain digunakan untuk aktifitas membaca, juga digunakan untuk aktifitas menonton dan mendengarkan radio, dan bahkan sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi. Namun demikian umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik mendengarkan radio maupun menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara umur dengan mendengarkan radio hanya sebesar 0,133 berarti berkorelasi positif yang berarti makin tua umur makin sering mendengar radio, sedangkan koefisien korelasi antara umur dengan menonton -0,054 sangat lemah. Ini berarti tidak ada korelasi nyata antara umur seseorang, dengan frekuensi nonton televisi. Pendidikan pada responden Banjarmasin ternyata mempunyai hubungan negatif tetapi nyata dengan penggunaan waktu luang untuk membaca yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,110. Ini berarti semakin berpendidikan seseorang semakin membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan menambah pengetahuan. Pada siswa dan mahasiswa tentu kegiatan membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu juga pada profesi dosen dan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah dan di kampus akan mendorong kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca sekalipun nantinya membaca tersebut tidak ada hubungannya dengan penugasan dari guru dan dosen. Kebiasaan memecahkan masalah dengan cara mencari sumber informasi pada sumber-sumber 1 Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret

219 bacaan akan mendorong peningkatan minat dan kegemaran membaca. Selanjutnya tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan walaupun mempengaruhi kebiasaan responden baik dalam mendengarkan radio maupun menonton televisi/video/vcd, namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun koefisien korelasinya positif, namun nilainya sangat lemah yaitu masing-masing 0,094 dan -0,028 untuk pendidikan terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap menonton televisi/video/vcd. Pendapatan seseorang berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang yang digunakan untuk aktifitas membaca. Nilai koefisien korelasinya positif dan cukup signifikan yakni 0,336 yang berarti ada hubungan positif antara tingkat penghasilan dengan aktifitas membaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan lama membaca pada masyarakat antara yang berpenghasilan rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,211), ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin jarang mendengarkan radio. Demikian pula dengan lama menonton televisi/video/vcd ternyata berpengaruh negatif atau berbanding terbalik dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,273. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan cenderung semakin jarang melakukan aktifitas menonton televisi/video/vcd. Kalau ditinjau dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat gambar 4.4.6). Bahkan responden yang menonton lebih dari 2 jam sehari menduduki jumlah terbesar (570 responden atau 56,83 %), sedangkan yang membaca lebih dari 2 jam sehari hanya sebesar 113 responden atau 21,24 %. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa umumnya masyarakat lebih senang menonton dari pada membaca. 200

220 Gambar Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton Tabel Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N) Jenis Kelamin > 3 j/hr 2 3 j/hr 1 2 j/hr < 1 j/hr 3 4 j/mg 2 3 j/mg 1 2 j/mg B N B N B N B N B N B N B N laki laki perempuan Total Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan lakilaki (lihat gambar 4.4.7). Tabel Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton > 3 j/hr 2 3 j/hr 1 2 j/hr < 1 j/hr 3 4 j/mg 2 3 j/mg 1 2 j/mg laki laki (baca) Perempuan (baca) Laki laki (nonton) Perempuan (nonton)

221 Gambar Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton Hubungan antara Kelompok umur dengan Lama Membaca Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) responden memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Diasumsikan demikian karena kegiatan membaca merupakan tuntutan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada usia ini orang akan memiliki waktu luang yang banyak untuk membaca. Namun dari data deskriptif yang diperoleh, asumsi ini tidak terjadi. 202

222 Tabel Hubungan antara umur dengan lama membaca Umur Jumlah 1 2 j/mg 2 3 /mg 3 4 /mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr < 12 th ,00% 1,13% 0,00% 5,65% 14,12% 3,95% 5,65% 13 15th ,44% 1,22% 1,22% 32,32% 38,41% 10,98% 9,15% 16 18th ,94% 1,47% 2,21% 19,85% 36,76% 11,76% 19,85% 19 23th ,00 0,01 0,06 0,24 0,33 0,19 0, th ,67% 0,00% 2,22% 28,89% 44,44% 11,11% 0,00% 41 55th ,50% 1,79% 1,79% 23,21% 28,57% 5,36% 16,07% > 55 th Tidak isi 340 Total Gambar Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur 203

223 Tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa membaca tidak dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat sama yaitu sedikit responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 2 jam sampai 3 jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang (antara 3 sampai 4 jam per minggu atau kurang lebih setengah jam per hari), dan sangat sedikit responden pada korbanan waktu membaca yang tinggi (lebih dari 3 jam sehari). Kebanyakan responden menghabiskan waktu antara 1-2 jam per hari. Sesungguhnya data ini pun masih perlu dikaji lebih lanjut, karena umumnya responden (terutama siswa sekolah dan mahasiswa) memasukkan juga waktu membaca pada saat pelajaran berlangsung di sekolah atau di kampus. Korbanan waktu demikian dapat dikatakan sangat rendah karena masyarakat yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari 3 jam setiap harinya. Grambar Korbanan Waktu Rata rata Membaca Responden Banjarmasin Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca tidak nyata. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yaitu hanya sebesar -0,02 (Lihat tabel ) yang didapatkan melalui uji Rank Spearman menggunakan SPSS. Kenyataan ini tidak sesuai dengan hipotesa dimana seharusnya semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh 204

224 status pendidikan maka dia maka dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain. Tabel Korelasi umur terhadap durasi membaca responden Banjarmasin Durasi membaca Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,002 Sig. (2-tailed),96 N 836 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Demikian pula jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca tidak terdapat hubungan yang nyata karena hanya sebesar 0,028 pada tingkat kepercayaan 0,01. Hal ini dapat dilihat hasil perhitungan seperti pada tabel berikut. Tabel Korelasi umur terhadap frekuensi membaca Frekuensi membaca Spearman's rho Umur Correlation Coefficient,028 Sig. (2-tailed),562 N 442 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca. 205

225 Tabel Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Membaca Tingkat Penghasilan Jumlah jam membaca rata rata 1 2 j/mg 2 3 j/mg 3 4 j/mg < 1 j/hr 1 2 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr < 500 rb (61 resp) jt (90 resp) lbh 1 jt 1,5 jt (131 resp) lbh 1,5 jt 2,5 jt (102 resp) lbh 2,5 jt 3,5 jt (24 resp) lbh 3,5 4,5 jt (6 resp) > 4,5 jt (9 resp) Tidak Mengisi (580 resp) Total Gambar Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca Responden Banjarmasin Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang hampir sama dimana pada semua kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca, seharusnya grafik orang yang berpenghasilan rendah akan bergerak dari rendah ke tinggi dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu 206

226 bergerak dari rendah pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya rendah (lama membaca lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh kepada kegiatan membaca. Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan alat hitung SPSS didapat hasil pengolahan seperti berikut: Tabel Korelasi pendapatan terhadap durasi membaca Durasi membaca Spearman's Pendapatan Correlation -,058 rho Coefficient Sig. (2-tailed),283 N 342 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Tabel Korelasi pendapatan terhadap frekuensi membaca Frekuensi membaca Spearman's rho Pendapatan Correlation Coefficient -,100 Sig. (2-tailed),190 N 172 Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara pendapatan responden dengan durasi membaca karena sangat kecil yaitu yaitu -0,058 pada tingkat kepercayaan 0,01. Demikian pula tidak ada korelasi nyata antara tingkat pendapatan dengan frekuensi membaca responden. 207

227 4.4.5 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan erat dengan minat baca yang ditandai salah satunya dengan durasi membaca adalah tingkat pendidikan masyarakat. Tabel Hubungan antara pendidikan dengan lama membaca Pendi-dikan Jumlah Respon-den Jumlah jam membaca rata-rata > 3 jam/hr 2-3 jam/hr 1-2 jam/hr < 1 jam/hr 3-4 jam/mg 2-3 j/mg 1-2 jam/mg jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) Tdk tamat SD ,0 0 0,0 0 0,0 6 20,0 8 26,7 0 0,0 0 0,0 Tamat SD ,0 0 0,0 0 0,0 3 3,5 6 6,9 6 6,9 5 5,8 Tamat SLTP ,0 2 1,6 1 0, , ,5 3 2,4 11 8,9 Tamat SLTA ,5 3 1,5 2 1, , , , ,4 Diploma ,0 1 5,6 0 0,0 3 16,7 3 16,7 5 27,8 5 27,8 Sarjana ,0 1 1,1 6 6, , , , ,3 Pascasarjana 6 0 0,0 0 0,0 1 16,7 0 0,0 2 33,3 3 50,0 0 0,0 Tidak Isi 30 6,7 11 2,5 8 1, , , ,3 42 9,4 Total , ,1 11 0,1 Gambar Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca Responden Banjarmasin Tabel di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara satu jam per hari sampai dua sampai tiga jam per minggu. Data ini menunjukkan bahwa 208

228 responden yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Gambar menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (33 orang atau 35,87 %) membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (24 atau 26,09 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (89,13 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 10 responden atau hanya 10,87 % saja yang memiliki minat baca tinggi yaitu lebih dari 3 jam per hari. 209

229 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp ,- setiap bulan cukup tinggi (61,5 %) dan yang berbelanja buku antara Rp ,- - Rp ,- juga cukup tinggi (29,2 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp ,- sangat sedikit (9,2 %). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 10 judul buku (53,2 %), memiliki buku antara judul (26,6 %), memiliki buku antara judul buku (17,0 %), judul buku (1,1 %), dan ada juga yang meiliki koleksi buku di atas 100 judul (2,0 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustakaan umum sebanyak antara satu kali sebulan sampai satu kali enam bulan (86,3 %). Jumlah yang berkunjung ke perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 6,8 %. Yang mengherankan adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu berkunjung sekali setahun (4,1 %). 210

230 Untuk lulusan SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (76,82 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam setiap hari (23,18 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar memperlihatkan gambaran minat baca siswa SLTA. Sebagian besar kelompok siswa SLTA membaca antara 1 2 jam per hari dan kurang dari 1 jam per hari, yang dapat dikategorikan sebagai malas membaca atau dengan kata lain mereka memiliki minat baca yang masih rendah. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar (76,82 %) siswa SLTA tergolong memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 23,18 % saja siswa SLTA memiliki minat baca yang tinggi. 211

231 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp ,- per bulan (55,2 %), dan antara Rp ,- sampai Rp ,- (35,1 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari Rp ,- tiap bulan hanya sebesar 9,6 % responden. Dari aspek kepemilikan buku juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (56,3 % diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 29,1 %). Sedangkan yang memiliki buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 22,5 %. Apalagi yang memiliki koleksi buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 21,2 %. Walaupun tingkat kepemilikan buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu mayoritas responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam se bulan (27,2 %), sekali dalam tiga bulan (23,5 %). Sedangkan yang berkunjung satu kali dalam seminggu hanya 13,6 %, sama dentgan yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yaitu 13,6 %. Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali dalam enam bulan (14,8 %). Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (69,7 %), sedangkan sisanya 212

232 berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada gambar memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 2 jam menduduki posisi terbanyak yaitu 41,9 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin membaca). Bahkan sebanyak 14,2 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 30,4 % responden yang termasuk malas membaca. Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP Kelompok responden dari siswa SD dari Kota Banjarmasin menurut penelitian ini lebih dari separuh memiliki minat baca sedang dan tinggi karena terdapat sebanyak 213

233 59,31 persen membaca satu dampai lebih dari satu jam per hari. Karena menurut Razak (2004) untuk siswa tingkat SD, jika membaca lebih dari satu jam per hari maka dapat digolongkan rajin dan sangat rajin membaca. Gambar memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (37,24 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 22,06 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 40,69 % siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari (sekitar 5 persen). Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (37,2 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 2 jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 22,1 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Ada 40,7 % siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari. 214

234 Gambar Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli buku berada pada kurang dari Rp ,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik, dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (72,1 %). Yang berkunjung sekali sebulan sebesar 9,2 %. Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan (7,9 %). 215

235 Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan alat hitung SPSS untuk mengukur hubungan antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca responden didapat hasil pengolahan bahwa tidak terdapat korelasi nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca sbagaimana ditunjukkan pada tabel berikut berikut: Tabel Korelasi pendidikan terhadap durasi membaca Durasi membaca Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient,028 Sig. (2-tailed),420 N 836 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Bahan Bacaan yang Disukai Responden Menurut Razak (2004) yang lebih penting diketahui dalam mengukur lama membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah: Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah), toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat tempat lainnya. Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah komik (lihat tabel ). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam arti yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Sedangkan pegawai swasta dan pedagang agak mengherankan ternyata mereka pun lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan koran dan majalah. Ibu rumah 216

236 tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah dan koran secara berimbang dan hampir tidak membaca komik. Hal ini wajar karena sebagai dosen mereka harus terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Siswa SMU juga lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan jenis bacaan lain, sedangkan secara berimbang mereka senang membaca koran dan majalah. Kelompok pegawai swasta, guru, TNI/Polri, serta buruh juga menurut data penelitian lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, demikian pula dengan guru yang sedikit lebih senang baca koran dibandingkan dengan buku dan majalah. Memang sangat sedikit guru yang senang baca komik. Tabel Bahan bacaan yang dibaca oleh responden Koran Majalah Buku Komik Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Total % 29,36% 23,01% 31,29% 16,35% 217

237 Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan utama pembacanya. Baca Koran Baca Majalah Baca Buku Tabel Durasi membaca Koran, majalah dan buku > 3 jam per hari 2 3 jam per hari 1 2 jam per hari < 1 jam per hari 3 4 jam per minggu 2 3 jam per minggu 1 2 jam per minggu ,35% 4,52% 21,77% 59,35% 1,29% 2,26% 6,45% ,40% 7,17% 26,16% 42,25% 2,52% 4,07% 11,43% ,45% 11,96% 41,21% 29,69% 2,22% 2,07% 3,40% Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh sebagian besar responden (69,35 %), dan antara 1 2 jam setiap hari (21,77 %). Namun ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 3 jam (4,52 %), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (4,35 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah antara kurang dari satu jam sampai 2 jam setiap hari (60,27 %). Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang. Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata jumlahnya cukup besar yaitu 62,63 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari sebesar 37,37 %. 218

238 Gambar Gambaran Bacaan yang Digemari Responden Bahan bacaan yang paling populer adalah bacaan agama yang dipilih oleh 458 responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku ilmu pengetahuan yang dipilih oleh 451 responden, kemudian bacaan pengetahuan fiksi/sastra oleh 261 responden, bacaan pengetahuan populer oleh 238 responden. Pada kolom lain-lain, responden umumnya menyenangi bacaan jenis lainnya misalnya fiksi, novel, resep masakan, bahasa Indonesia, cerpen. komik, dongeng, Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, kurang begitu menyukai fiksi/sastra oleh hanya 261 responden. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolahsekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca hanya ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan 2. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya sastra yang lain. 2 Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei

239 Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (41,10 %), diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (31,75 %), perpustakaan umum (21,44 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (5,70 %). Tabel Gambaran perolehan buku responden sebagai bahan bacaan Membeli Meminjam Dari Teman Meminjam dari Kantor/Pejabat/ Aparat pemerintah Perpustakaan umum Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Jumlah % dr sampel 59,82% 46,26% 8,37% 31,31% Data tabel menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaannya, yaitu hanya 31,31 persden. Hal ini memang antara lain disebabkan karena belum banyak fasilitas Perpustakaan Umum dan Taman Bacaan Masyarakat yang terdapat di Kota Banjarmasin. Ada taman bacaan yang cukup menarik dan lokasinya strategis, namun belum banyak dimanfaatkan masyarakat. Taman bacaan ini sesungguhnya dibangun oleh suatu yayasan tingkat nasional di Jakarta. Namun tidak terlalu mendapat perhatian yang besar dari pemerintah daerah. Hal ini dinyatakan oleh petugas yang sehari-hari mengelola taman bacaan ini. Sampai saat ini, sejak didirikan, taman bacaan ini masih didanai oleh yayasan. Segala sesuatu mengenai pengembangan taman bacaan ini masih ditangani oleh yayasan dari Jakarta. 220

240 Pemda Kota Banjarmasin memang belum memberikan anggaran secara khusus untuk program peningkatan minat baca masyarakat. Sebenarnya saat ini dengan memanfaatkan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaanperusahaan besar yang berkiprah di Banjarmasin atau di Provinsi Kalimantan Selatan, pengembangan minat baca dapat dilakukan. Kegiatan atau gerakan khusus untuk pengembangan minat baca sebagaimana sudah marak dilakukan di kota-kota lain di Indonesia, belum terasa gaungnya di Banjarmasin. Ini diakui oleh masyarakat bahkan aparat dari Diknas yang sempat diwawancarai selama penelitian. Padahal sebagian besar responden (85,54 %) menyatakan bahwa mereka tahu bahwa ada Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan di dalam kota Banjarmasin. Sangat sedikit (hanya 3,29 %) yang menyatakan bahwa tidak ada fasilitas Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan dalam kota. Ada sekitar 8 % yang menyatakan tidak tahu akan keberadaan Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan di Kota Banjarmasin. Dari 858 orang responden yang tahu kalau di kota Banjarmasin ada perpustakaan umum, hanya 341 (34,74 %) orang yang menyatakan pernah berkunjung ke perpustakaan umum atau taman bacaan tersebut. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling banyak adalah dua kali dalam satu minggu dan sekali dalam seminggu masing-masing 23,83 % dan 22,05 %. Cukup banyak responden yaitu 86 atau 19,15 % menyatakan berkunjung ke perpustakaan atau taman bacaan setiap hari. Dari tabel dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya dengan penulisan tugas akhir, misalnya dalam penulisan skripsi. Hal ini dapat mungkin karena di kampus mereka tidak mendapatkan buku yang mereka butuhkan. 221

241 Gambar Gambaran Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum/Taman Bacaan Tabel Gambaran Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden 1 X /hari 2 X /mg 1 X /mg 1 X /bln 1 X /3 bln 1 X /6 bln 1 X /th Mahasiswa Pegawai Swasta Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga Pedagang Dosen Siswa SD Siswa SMP Siswa SMU PNS Guru TNI/Polri Buruh Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum oleh 79 (16,89 %) dari total responden yang berkunjung ke perpustakaan atau taman bacaan. Sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan sekali sebulan, sisanya menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu kali tiga bulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. 222

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI. Kota Makassar terletak antara bujur Timur dan

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI. Kota Makassar terletak antara bujur Timur dan BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI A. Gambaran Umum Kota Makassar 1. Letak Geografis dan Topografi Kota Makassar terletak antara 119 0 24 17 38 bujur Timur dan 5 0 8 6 19 Lintang Selatan yang berbatasan sebelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geografis dan Demografis Kota Makassar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geografis dan Demografis Kota Makassar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Makassar 4.1.1 Geografis dan Demografis Kota Makassar Secara geografis Kota Makassar terletak di Pesisir Pantai Barat bagian selatan Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 214 GAMBARAN UMUM Kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dan merupakan pintu gerbang dan pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia. Secara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 42 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Makassar terletak di pesisir barat Provinsi Sulawesi Selatan pada koordinat 119 18 30.18 sampai 119 32 31.03 BT dan 5 00 30.18 sampai 5 14

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR 1. Penyebaran Penduduk Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas

Lebih terperinci

: Dinas Perpustakaan Kota Makassar : Kartu Anggota Perpustakaan Smart Library Card

: Dinas Perpustakaan Kota Makassar : Kartu Anggota Perpustakaan Smart Library Card PROFIL INOVASI SMART LIBRARY CARD PROFIL INOVASI DINAS PERPUSTAKAAN KOTA MAKASSAR Unit Kerja Nama Inovasi : Dinas Perpustakaan Kota Makassar : Kartu Anggota Perpustakaan Smart Library Card A. GAMBARAN

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN

ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN Johny Montolalu Joorie M. Ruru RINGKASAN Undang-undang Nomor 33

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Keadaan Umum Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau yang terletak di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Pekanbaru terletak pada koordinat 101

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Selain itu akan dijelaskan pula tentang pemerintahan, visi-misi Kabupaten Luwu

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Selain itu akan dijelaskan pula tentang pemerintahan, visi-misi Kabupaten Luwu BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kabupaten Luwu Utara Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan wilayah penelitian dimana wilayah penelitian ini berada di Kabupaten Luwu Utara Provinsi

Lebih terperinci

Sukamara, 16 Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukamara

Sukamara, 16 Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukamara Sesuai dengan amanat Undang-undang No.16 Tahun 1997 dan Rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang diembankan kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melaksanakan Sensus Penduduk dan Perumahan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena laut merupakan perekat persatuan dari ribuan kepulauan nusantara yang

Lebih terperinci

KATALOG BPS : 1101001.7371040 KECAMATAN MAKASSAR DALAM ANGKA Makassar In Figures 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR BPS-STATISTICS KOTA MAKASSAR KATA PENGANTAR Buku " KECAMATAN MAKASSAR DALAM ANGKA

Lebih terperinci

Perlu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat dalam hal membaca.

Perlu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat dalam hal membaca. KEBIJAKAN PEMDA DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA BACA MASYARAKAT Oleh Dardjo Sumardjo Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab sehingga minat dan budaya baca masyarakat kita belum sebagaimana yang diharapkan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Kabupaten Kulonprogo dengan ibu kotanya berada di Kota Wates memiliki luas wilayah 598.627.512 ha (586,28 km 2 ), terdiri dari 12 kecamatan 87 desa,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kota Pekanbaru Pekanbaru merupakan Ibukota Provinsi Riau dengan luas wilayah sekitar 632,26 Km² dan jumlah penduduk sekitar 850.000 jiwa dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa bukan hanya tugas pendidikan formal saja, tetapi pendidikan nonformal. terutama masyarakat sasaran pendidikan nonformal.

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa bukan hanya tugas pendidikan formal saja, tetapi pendidikan nonformal. terutama masyarakat sasaran pendidikan nonformal. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan Laki-Laki

Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan Laki-Laki BAB V KARAKTERISTIK, TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN RESPONDEN, DAN EKUITAS MEREK 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB IV. Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke

BAB IV. Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH KAJLAN 4.1. Kota Pekanbaru 4.1.1. Geografis Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke daratan Sumatera. Secara geografis, kota Pekanbaru terletak

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 2 A. LATAR BELAKANG... 2 B. TUJUAN... 3 C. KERANGKA PERSEPSI MASYARAKAT... 3 D. SISTEMATIKA LAPORAN... 5 BAB II METODOLOGI... 6 A. PENGUMPULAN DATA... 6 1. Populasi... 6

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BINTAN TIMUR 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BINTAN TIMUR 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1418 Katalog BPS : 1101001.2102.060 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM Bab ini menjelaskan mengenai kondisi umum wilayah studi yang terdiri dari kondisi geografis kota Cimahi, kondisi geografis kota Bandung, aspek kependudukan kota Cimahi, aspek kependudukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Lebih terperinci

12-5. Gambar 1.4 Volume Lalu Lintas Jalan-Jalan Utama. Studi Sektoral (12) TRANSPORTASI DARAT

12-5. Gambar 1.4 Volume Lalu Lintas Jalan-Jalan Utama. Studi Sektoral (12) TRANSPORTASI DARAT 3) Standar Desain Standar desain jalan (1997) ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga 2 dan Pedoman Kapasitas Jalan Raya Indonesia (Versi Bahasa Inggris berjudul Indonesian Highway Capacity Manual,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kelurahan Sumur Putri Kelurahan Sumur Putri merupakan salah satu kelurahan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Telukbetung Selatan Kota Bandar Lampung.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999)

UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999) UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999) Tanggal: 20 APRIL 1999 (JAKARTA) Tentang: PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penentu maju tidaknya suatu bangsa, bagaimana tingkat pendidikan suatu generasi akan sangat menentukan untuk kemajuan suatu bangsa kedepannya.

Lebih terperinci

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, Prov. Sulawesi Selatan BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 I - 1

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, Prov. Sulawesi Selatan BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 I - 1 BAB I PENDAHULUAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 I - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang erselenggaranya Tata Pemerintahan yang baik good governance merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kurniawan, 2010). Literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai 31 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE 5.1 Sejarah Kota Depok Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung

Lebih terperinci

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 Statistik Daerah Kecamatan Batam Kota Kota Batam 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 No Publikasi : 2171.14.26 Katalog BPS : 1102001.2171.051 Ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Masyarakat merupakan komponen besar dan kompleks dalam pembicaraan tentang kehidupan sosial. Di dalamnya ditemukan berbagai keberagaman pikiran dan perilaku. Keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang 4 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang meliputi lokasi penelitian dan aktivitas orang lanjut usia di kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Republik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km 2 ) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km 2 ) adalah daratan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undangundang

Lebih terperinci

Katalog : Statistik Daerah. Kecamatan Manggala Badan Pusat Statistik Kota Makassar

Katalog : Statistik Daerah. Kecamatan Manggala Badan Pusat Statistik Kota Makassar Katalog : 1101002.7371101 Statistik Daerah Kecamatan Manggala 2016 Badan Pusat Statistik Kota Makassar KATA SAMBUTAN Publikasi Statistik Daerah Kecamatan Manggala 2016 diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Ujung Tanah di sebelah utara, Kecamatan Tallo di sebelah

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Ujung Tanah di sebelah utara, Kecamatan Tallo di sebelah BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Kecamatan Biringkanaya IV.1.1 Keadaan Wilayah Kecamatan Biringkanaya merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di kota Makassar dengan luas wilayah 48,22

Lebih terperinci

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/2004, PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA *40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Letak dan Luas Wilayah Kelurahan Pagaruyung merupakan salah satu dari sekian banyak kelurahan yang ada dikecamatan Tapung yang terbentuk dari program Transmigrasi oleh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pola penggunaan jejaring sosial terhadap motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMPN 1 Dramaga, menggunakan desain

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. Kesehatan adalah hak fundamental setiap masyarakat, yang merupakan hak asasi manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

Katalog : pareparekota.bps.go.id

Katalog : pareparekota.bps.go.id Katalog : 1101002.7372011 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT TAHUN 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT TAHUN 2014 ISSN : Katalog BPS : 1101002.7372011 Ukuran Buku : 21 cm x 14,8 cm Jumlah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Metro secara geografis terletak pada 105, ,190 bujur timur dan

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Metro secara geografis terletak pada 105, ,190 bujur timur dan IV. GAMBARAN UMUM A. Kota Metro 1. Gambaran Umum Kota Metro Kota Metro secara geografis terletak pada 105,170-105,190 bujur timur dan 5,60-5,80 lintang selatan, berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 KABUPATEN MAPPI BADAN PUSAT STATISTIK. Angka Sementara

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 KABUPATEN MAPPI BADAN PUSAT STATISTIK. Angka Sementara HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Angka Sementara KABUPATEN MAPPI BADAN PUSAT STATISTIK Sekapur sirih Sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU www. luwukpos.blogspot.co.id I. PENDAHULUAN Otonomi daerah secara resmi telah diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia sejak tahun 2001. Pada hakekatnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 26/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KOTA SEBATIK SEBAGAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Data Agregat per Kecamatan KOTA BIMA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BIMA

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Data Agregat per Kecamatan KOTA BIMA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BIMA HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Data Agregat per Kecamatan KOTA BIMA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BIMA Sekapur Sirih Sesuai amanat Undang-Undang No. 16 Tahun 1997 Tentang Statistik, Badan Pusat Statisik (BPS)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Banjir Kanal Barat (BKB) yang terbentang mulai dari kawasan Manggarai sampai kawasan Muara Angke menampung beberapa aliran sungai yang melintas di Jakarta,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Target Millenium Development Goals (MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun BAB I PENDAHULUAN LKPJ Tahun 2011 ini merupakan LKPJ tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD Sulawesi Selatan tahun 2008-2013. Berangkat dari keinginan Pemerintah agar Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. a. Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) merupakan

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. a. Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) merupakan BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN a. Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) merupakan kawasan pegunungan yang terpisah dari rangkaian utama barisan pegunungan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Berisi: 1.1 Pemerintahan 1.2 Kepegawaian 1.3 Kondisi Geografis Daerah 1.4 Gambaran Umum Demografi 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Berisi: 1.1 Pemerintahan 1.2 Kepegawaian 1.3 Kondisi Geografis Daerah 1.4 Gambaran Umum Demografi 1. BAB I PENDAHULUAN Bab I Berisi: 1.1 Pemerintahan 1.2 Kepegawaian 1.3 Kondisi Geografis Daerah 1.4 Gambaran Umum Demografi 1.5 Sistematika Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kabupaten

Lebih terperinci

pekanbarukota.bps.go.id

pekanbarukota.bps.go.id Katalog BPS : 1101002.1471.010 2014 Statistik Daerah Kecamatan Tampan Tahun 2014 i STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMPAN TAHUN 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMPAN TAHUN 2014 Katalog BPS : 1101002.1471.1

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT 2012

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT 2012 Katalog : 1101002.7372011 1101002 i STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT 2012 ISSN : Katalog BPS : 1101002.7372011 Ukuran Buku : 21 cm x 14,8 cm Jumlah Halaman : 20 halaman Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci