EVALUASI KARAKTER TAHAN WERENG COKELAT, AROMATIK, DAN KEGENJAHAN PADA GENOTIP PADI HASIL PIRAMIDISASI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER DAN MARKA FENOTIPIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KARAKTER TAHAN WERENG COKELAT, AROMATIK, DAN KEGENJAHAN PADA GENOTIP PADI HASIL PIRAMIDISASI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER DAN MARKA FENOTIPIK"

Transkripsi

1 Agric. Sci. J. Vol. II (1) : 1-12 (2015) EVALUASI KARAKTER TAHAN WERENG COKELAT, AROMATIK, DAN KEGENJAHAN PADA GENOTIP PADI HASIL PIRAMIDISASI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER DAN MARKA FENOTIPIK EVALUATION OF BROWN PLANTHOPPER RESISTANT TRAITS, AROMATIC, AND EARLY MATURITY BY MEANS OF MOLECULAR AND PHENOTYPIC MARKERS ON RICE GENOTYPES DERIVED FROM A PYRIMIDING PROGRAM Riski Gusri Utami 1, Nono Carsono 2, dan Noladhi Wicaksana 2 1 Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran 2 Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran ABSTRAK Padi yang tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah saat ini menjadi target piramidisasi di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh individu hasil piramidisasi yang terpaut dengan ketiga karakter tersebut berdasarkan analisis marka molekuler dan marka fenotipik. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga September 2014 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan analisis molekuler menggunakan marka SSR RM586, RM589, RM8213, marka Bradbury, primer RM7601 dan RM Selain itu juga menggunakan analisis karakter penting secara fenotipik yaitu dengan pengamatan kandungan klorofil, konduktan stomata, kerapatan trikoma, uji sensori, dan umur keluar malai. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh 7 genotip (#2, #3, #4, #5, #6, #10, #11) yang memiliki karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah berdasarkan analisis marka molekuler. Genotip #1, #2, #4, #6 dan #11 merupakan genotip yang hampir mirip dengan tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake) berdasarkan analisis karakter penting secara fenotipik. Melalui program piramidisasi berbasis marka molekuler dan marka fenotipik sudah memungkinkan untuk menggabungkan tiga karakter unggul pada padi. Persilangan sendiri, seleksi, dan pengujian melalui bioassay sangat dibutuhkan pada penelitian lanjutan untuk mendapatkan generasi fiksasi hasil akhir program piramidisasi. Kata kunci : Aromatik, Kegenjahan, Marka Molekuler, Padi, Piramidisasi, Wereng Cokelat ABSTRACT Rice which resistant to brown planthopper, aromatic, and early maturity is currently as target of a pyramiding program in the Laboratory of Plant Breeding, Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. The objective of this study was to obtain genotype as a result of the pyramiding program which is related with the character target based on molecular and phenotypic markers analysis. This study was conducted in May to September 2014 at Plant Breeding Laboratory and Greenhouse Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. This study applied descriptive method with molecular analysis using SSR markers RM586, RM589, RM8213, Bradbury s marker, RM7601 and RM Phenotypic evaluation was performed for brown planthopper resistant traits such as chloropyll content, stomatal conductance, and density of trichomes, while sensory test and heading date were performed for aromatic and early maturity respectively. Based on these studies it was observed that 7 genotypes (#2, #3, #4, #5, #6, #10, #11) were related to brown planthopper resistant, aromatic, and early maturity characters based on the analysis of molecular marker. Diterima 19 November Disetujui 13 Januari Alamat Korespondensi : ncarsono@yahoo.com

2 Whereas, genotypes #1, #2, #4, #6 and #11 which almost similar with parents based on phenotypic analysis. Pyrimiding program based on molecular and phenotypic markers is enable to combine three characters in one rice genotype. Selfing, selection, and bioassay assessment are needed in advanced research to get fixation generation as the final result of pyrimiding program. Key words : Aromatic, Brown Planthopper, Early Maturity, Molecular Marker, Pyramiding, Rice. PENDAHULUAN Padi merupakan komoditas utama di Indonesia yang berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia juga menyebabkan meningkatnya tingkat konsumsi rata-rata beras. Menurut IRRI (2001) perkiraan kebutuhan beras Indonesia yang harus dipenuhi pada tahun 2025 adalah sekitar 70 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Upaya peningkatan peroduktivitas beras sangat diperlukan untuk tetap memenuhi kebutuhan beras. Melalui perkembangan pemuliaan tanaman padi saat ini sudah memungkinkan bagi pemulia untuk menggabungkan banyak karakter baik yang berasal dari berbagai genotip unggul ke dalam satu genotip tanaman, sehingga satu genotip padi dapat memenuhi berbagai target pengembangan padi unggul. Metode ini disebut sebagai piramidisasi atau biasa juga disebut sebagai piramidisasi gen (Francis, 2013). Saat ini program piramidisasi menjadi fokus utama pengembangan padi di Laboratorium Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Program piramidisasi gen dengan target menggabungkan tiga jenis gen pembawa karakter unggul pada tanaman padi yaitu karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan berumur genjah telah mulai dilakukan. Saat ini program piramidisasi telah menghasilkan genotip hasil persilangan piramidisasi yaitu 11 genotip padi hasil persilanga PP51 x CAKA283. Wereng cokelat mengalami perubahan biotipe yang cepat karena memiliki variasi yang besar dalam gen virulensinya, sehingga tanaman padi yang awalnya tahan perlahan-lahan dapat menjadi rentan (Tanaka, 1999). Karakter aromatik dikembangkan untuk memenuhi permintaan akan beras yang berkualitas. Pengembangan karakter kegenjahan melengkapi program piramidisasi ini, karena pada umumnya varietas padi lokal Indonesia memiliki umur relatif lebih panjang dan hasilnya setinggi varietas unggul nasional (Balai Penelitian dan Pengembangan Padi, 2008). Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah mendapatkan genotip hasil persilangan pada program piramidisasi ini adalah upaya evaluasi terhadap galur baru untuk mengetahui keberhasilan bergabungnya berbagai karakter yang diinginkan. Evaluasi pada generasi hasil persilangan program piramidisasi penting dilakukan sebelum mendapatkan generasi fiksasi (fixation generation) sebagai hasil akhir piramidisasi (Servin et al., 2003). Analisis ini dapat dilakukan secara fenotip dan genotip. Pengujian secara fenotip perlu didukung dengan pengujian secara genotip menggunakan marka molekuler (Prasetiyono, 2008). Marka molekuler merupakan salah satu teknologi yang menguntungkan dalam pengembangan komoditas pertanian pada saat ini salah satunya dapat meningkatkan reliabilitas (keterhandalan). Aplikasi marka molekuler tidak terpengaruh pada efek lingkungan, pleiotropy (satu gen menutupi aksi gen lainnya), tipe jaringan atau sel, tahap pertumbuhan tanaman, dan fenomena epistasis (Bahagiawati, 2012). Teknologi marka molekuler membantu dalam proses piramida gen karena dapat mempercepat siklus seleksi yang dilakukan (Lan dan Chao, 2011). 2

3 Berdasarkan pemaparan di atas evaluasi karakter tahan terhadap wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah pada generasi hasil persilangan pada program piramidisasi penting dilakukan untuk mengetahui apakah genotip-genotip tersebut sudah sesuai dengan target yang ingin dicapai dengan evaluasi menggunakan marka molekuler dan marka fenotipik. BAHAN DAN METODE Percobaan ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Analisis dan Bioteknologi tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan September Peralatan yang digunakan dalam pada tahap persemaian dan penanaman benih adalah baki persemaian, hand sprayer, ember, dan emrat. Pada tahap analisis molekuler menggunakan pestle, mortal, spatula, micro tube, refrigerated microsentrifuge (Eppendorf), pipet mikro, tip mikro, waterbath, inkubator, oven, spectrophotometer (Rayleigh UV-9200), kuvet, PCR tube, labu enlenmeyer 125 ml, Advance Mupid-exu elektroforesis, timbangan analitik, dan gel documentation system (G-Box dari Syngene). Peralatan untuk pengamatan karakter fenotipik adalah Leaf Porometer, Chlorophyl Content Meter, Leaf Area Meter, Portable Photosyntetic Meter, mikroskop, micro tube 2 ml, pinset, petridish, racktube, dan gunting. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih hasil piramidisasi serta tetua-tetua piramidisasi, sampel daun padi, alkohol 70%, isopropanol, chloroform, CTAB, SDS, fenol, potasium asetat 5 %, TE buffer, primer, Go Taq R Green Master Mix, Nucleas-Free Water, Top Vision Agarose (Farmentas), Larutan TBE 0,5 X 6X Loading Dye #R0611 (Farmentas), Gen Ruller #SM bp (Farmentas), Ethibium Bromide (EtBr), dan DNA hasil PCR, miliq, KOH 1,7 %. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan analisis molekuler secara deskriptif untuk mengevaluasi 11 genotip padi hasil persilangan, terpaut dengan karakter ketahanan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah. Analisis molekuler dilakukan berdasarkan pembacaan pola pita hasil visualisasi DNA menggunakan markamarka molekuler terkait yang digunakan dalam penelitian ini. Metode analisis deskriptif juga digunakan dalam analisis marka fenotipik terkait karakter tahan wereng cokelat (pengukuran kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma), aromatik (uji sensori), dan kegenjahan (pengamatan umur keluar malai). Kemudian untuk mengetahui kemiripan antar genotip hasil persilangan serta tetua-tetua piramidisasi dilakukan analisis cluster yang dapat menghitung jarak genetik berdasarkan kesamaan (similarity) atau ketidaksamaan (disimilarity) antar objek yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakter Tahan Wereng Cokelat Teramati Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA Berdasarkan visualisasi menggunakan marka RM586, pola pita yang ditunjukkan oleh seluruh genotip padi hasil persilangan berada pada posisi 271 bp yaitu sesuai dengan nilai produk PCR dari primer RM586 (Gambar 1). Begitu juga pengujian dengan menggunakan dua marka lainnya yaitu RM589 dan RM8213, pola pita keseluruhan genotip hasil persilangan berada pada posisi 186 bp untuk RM589 dan 177 bp (Gambar 2) untuk RM 8213 (Gambar 10). Posisi pola pita genotip hasil persilangan juga menunjukkan ukuran fragmen DNA yang sama dengan tetua piramidisasi tahan wereng cokelat yaitu kultivar PTB-33. 3

4 Gambar 1. Hasil visualisasi RM586 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 271 bp, + = Pola pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan. Gambar 2. Hasil visualisasi RM589 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 186 bp, + = Pola pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan. Gambar 3. Hasil visualisasi RM8213 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 177 bp. + = Pola Pita sesua dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan. 4

5 Keseluruhan genotip hasil persilangan program piramidisasi terpaut dengan karakter ketahanan terhadap wereng cokelat berdasarkan hasil visualisasi DNA menggunakan marka RM586, RM589, dan RM8213. Menurut Fernando et al. (2000) karakter ketahanan terhadap wereng cokelat N.lugens dikendalikan oleh gen dominan tunggal. Pewarisan genetik generasi hasil persilangan pada program piramidisasi kemungkinan terbesar akan mewarisi tetua yang bersifat dominan. Oleh sebab itu karakter tahan wereng cokelat pada salah satu tetua (PTB 33) dapat diwariskan pada generasi hasil persilangan program piramidisasi. Penelitian ini mendukung penelitian yang berkaitan dengan pola pewarisan pada genotip hasil persilangan tetua PTB-33 (tahan wereng cokelat) dengan TN 1 (tidak tahan wereng cokelat) oleh Nugaliyadde dan Abeysiriwardena (2007). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa PTB-33 terpaut dengan gen-gen ketahanan terhadap wereng cokelat (Bph) yang bersifat monogoneic dominant dimana sifat dominan diwariskan pada generasi hasil persilangan (F 1 ) dan juga generasi F 2. Sama halnya dalam penelitian ini, sifat ketahanan wereng cokelat juga teruji secara molekuler menggunakan marka-marka yang terpaut dengan gen dominan yang terdapat pada kultivar PTB-33 yaitu gen Bph4, bh3, Qbph4, dan Qbph17. Pewarisan sifat ketahanan terhadap wereng cokelat juga diduga disebabkan karena genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi ini berasal dari tetua (PP51) yang telah terseleksi secara molekuler pada generasi F 2, tahan terhadap wereng cokelat. b. Karakter Aromatik Teramati Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA Dikaitkan dengan Dugaan Adanya Alel Lain Pengendali Karakter Aroma Primer Bradbury yang digunakan terdiri dari primer Internal Fragrant Antisense Primer (IFAP), Internal Nonfragrant Sense Primer (INSP), External Sense Primer (ESP), dan External Antisense Primer (EAP). Berdasarkan hasil visualisasi DNA setelah amplifikasi PCR dan elektroforesis, dapat terlihat bahwa pola pita yang dihasilkan dari 11 genotip hasil persilangan pada program piramidasi sama dengan salah satu tetua betina program piramidisasi yaitu kultivar Pandan Wangi sebagai tetua aromatik. Produk PCR yang dihasilkan kultivar Pandan Wangi dan 11 genotip hasil persilangan program piramidisasi adalah 257 bp, yang diindikasikan sebagai genotip bersifat homozigous aromatik (Gambar 4.) Gambar 4. Hasil visualisasi marka Bradbury pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 1 kb; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 257 bp. + = Pola Pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan. 5

6 Berbagai penelitian telah menjelaskan bahwa sifat aromatik dikendalikan oleh gen yang bersifat single ressesive gene (Berner dan Hoff 1986; Vivekenandan dan Gridharan, 1994 dalam Patil et al., 2012). Oleh sebab itu dalam penelitian-penelitian sebelumnya diungkapkan bahwa pada generasi F 1 hasil persilangan antara tetua non aromatik dan aromatik, sifat aromatik belum muncul. Sementara pada penelitian ini muncul fenomena yang berbeda, dimana sifat aromatik yang bersifat resesif muncul pada 11 genotip hasil persilangan program piramidisasi antara tetua aromatik (PW x PTB) dengan non aromatik (Kitaake). Penelitian ini ternyata tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya termasuk hasil penelitian Bradbury (2005a). Penelitian ini mendukung pendapat Fitzgerald et al. (2008) yang pernah melakukan penelitian pada varietas padi tradisional yang berasal dari beberapa negara. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ternyata terdapat sekitar 15 genotip padi asal Asia Tenggara yang tidak terkait dengan alel fgr namun tetap dikategorikan aromatik karena adanya akumulasi senyawa 2AP. Salah satu varietas padi yang diuji oleh Fitzgerald et al. (2008) adalah padi kultivar lokal Indonesia yaitu Pandan Wangi yang juga diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan beberapa hal diantaranya adalah terdapat mutasi lain yang menyebabkan adanya akumulasi senyawa 2AP, terdapat alel lain yang dapat mengakumulasi senyawa 2AP, atau terdapat gen lain yang bukan fgr yang dapat mengendalikan sifat aromatik pada padi. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi alasan mengapa dalam penelitian ini sifat aromatik sudah terekspresi pada semua genotip padi hasil piramidisasi. c. Karakter Kegenjahan Teramati Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA Berdasarkan hasil visualisasi DNA yang diamplifikasi PCR dengan primer RM7601 terlihat bahwa ukuran fragmen DNA yang dihasilkan oleh tetua Kitaake adalah sebesar 133 bp. Genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi tidak seluruhnya menunjukkan ukuran fragmen DNA yang sama dengan tetua Kitaake (Gambar 5). Pola pita yang terbentuk antara tetua Kitaake, PW, PTB, dan genotip-genotip hasil persilangan sedikit sulit dibedakan. Hal ini diduga disebabkan karena sedikitnya perbedaan ukuran fragmen DNA. Perbedaan ukuran fragmen DNA yang dihasilkan dapat lebih jelas terlihat menggunakan aplikasi software Genetool. Menggunakan software ini dapat terlihat perbedaan ukuran fragmen DNA antara tetua Kitaake dengan genotip lainnya, sehingga dapat diketahui bahwa genotip yang mengikuti pola pita tetua Kitaake pada primer RM7601 adalah genotip #2, #3, #4, #5, #6, #8, #9, #10, #11. Gambar 5. Hasil visualisasi marka RM 7601 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake M = Ladder 100 bp; =Pita DNA dengan ukuran fragmen mendekati 133 bp 6

7 Amplifikasi DNA menggunakan primer RM19414 menunjukkan bahwa pola pita kultivar Kitaake sebagai tetua genjah tidak begitu jelas meskipun telah dilakukan pengulangan amplifikasi dengan PCR dan pengulangan elektroforesis. Berdasarkan pembacaan pita DNA menggunakan genetool software terdapat beberapa genotip yang memiliki nilai ukuran fragmen DNA berkisar pada nilai 504 bp yaitu genotip #1, #2, #3, #4, #5, #6, #10, dan #11 (Gambar 6). Gambar 6. Hasil visualisasi marka RM19414 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 1 kb; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake. = Pita DNA dengan ukuran fragmen mendekati 504 bp. + = Pola Pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan. Beberapa genotip padi hasil persilangan tidak mengekspresikan karakter umur keluar malai cepat, hal tersebut bisa disebabkan karena umur keluar malai atau heading date merupakan karakter kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak gen. Gen Hd2 dan Hd3 merupakan gen-gen mayor yang mengendalikan karakter umur keluar malai. Gen Hd2 dan Hd3 diduga tidak terdapat pada beberapa genotip padi hasil persilangan sehingga tidak terdeteksi oleh marka RM7601 dan marka RM Karakter umur keluar malai merupakan karakter kuantitatif dan yang dikendalikan oleh gen dengan aksi dominan (Simpson et al., 1999 dalam Naeem et al., 2013) Sesuai dengan teori Mandel generasi F 2 yang bersegregasi memiliki rasio 9:3:3:1. Rasio ini jika diasumsikan gen pengendali umur keluar malai cepat dikendalikan oleh dua pasang gen yaitu gen dominan (AABB), sedangkan umur keluar malai lambat (aabb). Jika F 2 disilangkan akan menghasil genotip yang memiliki konstitusi genetik AaBb. Hal ini lah yang menyebabkan kemungkinan kedua bahwa tidak semua genotip-genotip hasil persilangan F 2 memiliki karakter umur keluar cepat atau berumur genjah. d. Beberapa Genotip Memiliki Karakter Tahan Wereng Cokelat Berdasarkan Nilai Kandungan Klorofil, Konduktan Stomata, dan Kerapatan Trikoma Kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma menurut Liu et al. (2011), Indiati (2004), dan Wang et al. (2008) merupakan karakter yang memiliki keterpautan dengan karakter ketahanan wereng cokelat. Dibawah ini merupakan data rata-rata hasil pengukuran kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma Kultivar PTB-33 sebagai tetua ketahanan terhadap wereng cokelat, 11 genotip hasil persilangan program piramidisasi, dan Kultivar Kitaake, Pandan Wangi (kultivar tidak tahan wereng cokelat) (Tabel 1). Kluster untuk melihat kedekatan genetik antar genotip hasil piramidisasi dan tetua-tetua piramidisasi berdasarkan nilai kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma yang terpaut dengan karakter penting tahan wereng cokelat dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan analisis kluster ini dapat terlihat bahwa genotipgenotip hasil persilangan program piramidisasi yang memiliki kemiripan 7

8 dengan tetua PTB-33 sebagai tetua tahan wereng cokelat yaitu genotip #1, #6, #2, #4, dan #11. Tabel 1. Rata-rata Hasil Analisis Karakter Penting Terpaut Karakter Ketahanan Terhadap Wereng Cokelat G KK KS KT PTB 19,92 45,33 20 F ,78 56,56 10 F ,47 37,11 9 F ,97 43,67 7 F ,36 37,44 9 F ,74 45,44 3 F ,03 53,33 6 F ,33 37,22 7 F ,40 34,78 1 PTB F1-1 F1-6 F1-2 F1-4 F1-11 F1-3 Kitaake F1-5 F1-7 Kitaake PW F1-8 F1-9 F1-10 F ,48 38,89 3 F 1-15,68 37, F 1-13,26 52, PW 12,34 36,73 0 Kit 11,70 36,94 0 Keterangan : KK= Kandungan klorofil (cci), Konduktan Stomata (s/m), Kerapatan trikoma (per bidang pandang mikroskop). diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 X, dan diamati setiap kenampakan pada areal ujung, tengah, dan pangkal daun yang kemudian dirataratakan. Cluster Berdasarkan Kandungan Klorofil (cci), Konduktan Stomata (s/m), dan Kerapatan Trikoma Coefficient Gambar 7. Cluster hasil analisis karakter penting terpaut karakter ketahanan terhadap wereng cokelat (kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma) menggunakan koefisien Euclidean berdasarkan jarak ketidaksamaan genetik (disimilarity) Menurut hasil penelitian Wang et al. (2008) terdapat penurunan nilai kandungan klorofil yang sangat signifikan terhadap genotip yang rentan terhadap hama wereng cokelat, sementara pada kultivar yang tahan tidak terdapat perubahan yang signifikan pada nilai kandungan klorofil setelah masing-masing tanaman diinfestasi wereng cokelat. Hal ini mungkin disebabkan karena secara fisiologis kandungan klorofil kultivar tahan lebih tinggi dari kultivar rentan. Nilai kandungan klorofil yang tinggi berkemungkinan dapat mendukung pertanaman tetap tumbuh meskipun telah diinvestasi wereng cokelat. Konduktan stomata mempengaruhi ketahanan suatu kultivar terhadap wereng cokelat. Sebuah molekul yang disebut dengan Nitric Oxide (NO) terdapat pada tanaman padi, yang merupakan molekul yang terlibat banyak dalam proses fisiologis utama tanaman termasuk salah satunya yaitu gerakan membuka dan menutup stomata atau konduktan stomata. Level NO dapat meningkat karena adanya aktifitas makan atau menghisap dari wereng cokelat. Peningkatan level NO pada tanaman dapat 8

9 menyebabkan penurunan nilai konduktan stomata yang berakibat adanya kehilangan air pada tanaman padi. Namun untuk tanaman yang toleran BPH nilai konduktan stomata yang tinggi dapat membantu memperlambat adanya kekurangan air pada tanaman padi (Liu et al., 2010). Berdasarkan rata-rata kerapatan trikoma yang teramati, trikoma PTB-33 sebagai tetua yang memiliki karakter tahan wereng cokelat lebih rapat dibandingkan dengan genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi (Tabel 1). Genotip hasil persilangan program piramidisasi akan tetapi memiliki kerapatan trikoma yang lebih rapat dibandingkan dengan kultivar Kitaake dan Pandan Wangi yang bukan merupakan tetua tahan wereng cokelat. (a) (b) (c) (d) Gambar 8. Kerapatan trikoma pada salah satu genotip hasil persilangan program piramidisasi dan tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake). Gambar (a) Salah satu genotip hasil persilangan yang diuji (#6), (b) Genotip PTB-33 yang merupakan tetua tahan wereng cokelat, (c) Kultivar Pandan Wangi, (d) Kultivar Kitaake. Trikoma terlihat seperti jarum-jarum runcing pada pengamatan mikroskop Nilai kerapatan trikoma berpengaruh terhadap karakter ketahanan suatu tanaman terhadap wereng cokelat. Hal ini disebabkan trikoma yang lebih panjang dan rapat dapat menghambat kebiasaan makan wereng cokelat (Chandaramani et al., 2009; Indiati, 2004). Mekanisme ketahanan berdasarkan kerapatan trikoma merupakan ketahanan antixenosis, yang juga menyebabkan suatu tanaman tidak dipilih oleh wereng cokelat untuk berkembangbiak. Hartono (2011) mengungkapkan bahwa salah satu kondisi tanaman yang resisten terhadap hama adalah memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman dihindari hama, atau pulih kembali dari serangan hama, namun tidak terjadi pada varietas lain yang tidak tahan. Nilai kerapatan trikoma, kandungan klorofil, dan konduktan stomata yang tinggi mengindikasikan tanaman dihindari hama atau pulih kembali dari adanya serangan dari hama. Oleh karena itu genotip #1, #6, #2, #4, dan #11 dapat direkomendasikan sebagai genotip yang memiliki indikasi ketahanan terhadap wereng cokelat berdasarkan karakter penting terpaut ketahanan yaitu kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma. Berdasarkan visualisasi pola pita DNA menggunakan marka terkait karakter ketahanan terhadap wereng cokelat, genotip-genotip ini juga telah teramati memiliki karakter tahan wereng cokelat. e. Karakter Aromatik Teramati Berdasarkan Uji Sensori Menggunakan KOH Uji sensori menggunakan KOH dilakukan berdasarkan metode yang pernah dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Padi (2011). Koresponden yang dilibatkan berjumlah 6 orang dan selanjutnya penilaian dilakukan menggunakan skoring dengan skala tertentu. Berikut skoring untuk menentukan ada tidaknya aroma pada genotip yang diamati: 0 tidak ada aroma 1 aroma tercium samar 2 aroma terindikasi 3 aroma kuat Hasil skoring dari seluruh penguji kemudian dirata-ratakan, dan jika nilai skor > 1 artinya galur aromatik, skor 0,6-1 9

10 artinya sedikit aromatik, dan jika skor nya adalah <0,5 merupakan galur yang tidak aromatik. Data pada Tabel 2 menunjukkan seluruh genotip hasil persilangan memiliki sifat aromatik. Pengujian yang juga dilakukan pada kultivar Kitaake dan PTB- 33 (bukan tetua aromatik) menunjukkan bahwa kultivar Kitaake dan PTB-33 tidak aromatik. Tabel 8. Hasil Uji Sensori Menggunakan KOH untuk Evaluasi Karakter Aromatik G Aromatik/ Skor Sifat non (0-3) aromatik PW + 2,25 Aromatik 1 + 1,4 Aromatik Aromatik 3 + 1,8 Aromatik 4 + 1,4 Aromatik Aromatik 6 + 1,6 Aromatik 7 + 1,2 Aromatik 8 + 1,8 Aromatik 9 + 1,8 Aromatik ,2 Aromatik ,4 Aromatik PTB - 0 Tidak Aromatik Kitaa - 0 Tidak ke Aromatik Keterangan : G = genotip, + = aromatik ; - = tidak aromatik; skoring >1 = Aromatik ; 0,6-1 = Sedikit aromatik Hasil analisis uji sensori sama dengan hasil pengujian secara molekuler, dimana seluruh genotip hasil persilangan program piramidisasi mewarisi salah satu sifat tetua betina yaitu Pandan Wangi. Kedekatan jarak genetik antar genotip hasil persilangan piramidisasi dengan tetua Pandan Wangi dapat dilihat pada Gambar 16. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan hasil penelitian Fitzgerald et al. (2008) mungkin saja terdapat alel lain yang dapat mengakumulasi senyawa 2AP yang dapat mengendalikan sifat aromatik pada padi. Selanjutnya ini menjadi alasan mengapa pada penelitian ini sifat aromatik telah muncul pada generasi hasil persilangan program piramidisasi. f. Genotip Hasil Persilangan Memiliki Waktu Keluar Malai Lebih Lama Dibanding Kultivar Kitaake Berdasarkan data pada Tabel 3 teridentifikasi bahwa ternyata ke 11 genotip padi hasil persilangan belum mewarisi sifat kegenjahan dari tetua donor sifat genjah yaitu kultivar Kitaake. Kultivar Kitaake mengeluarkan malai pertama kali pada umur 31 HST sedangkan genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi mengeluarkan malai tercepat pada umur 79 HST. Tabel 3. Hasil Pengamatan Umur Keluar Malai Terpaut Deteksi Karakter Kegenjahan Secara Morofologis Umur Keluar Genotip Malai (HST) Kitaake PW 68 PTB 71 Meskipun jarak genetik antara kultivar Kitaake dengan seluruh genotip hasil persilangan program piramidisasi sangat jauh, namun kriteria kegenjahan dari genotip hasil persilangan program piramidisasi masih bisa ditentukan dengan menggunakan kriteria umur berbunga tanaman padi menurut IPBGR (1980). Adapun kriteria umur keluar malai berkaitan dengan kegenjahan menurut 10

11 IPBGR (1980) yaitu umur genjah < 100 hari, sedang hari, dan dalam > 125 hari. Mengacu pada kriteria ini, ternyata seluruh genotip hasil persilangan pada program piramidisasi masuk kedalam kategori umur genjah, meskipun jauh lebih lama mengeluarkan malai jika dibanding kultivar Kitaake yang merupakan kultivar bersifat extremely early maturity (berumur sangat genjah). Meskipun tidak terekspresi berdasarkan analisis molekuler dan fenotip di lapangan, tidak menutup kemungkinan terdapat gen pengendali umur keluar malai yang lain pada genotip-genotip tersebut selain Hd2 dan Hd3, sehingga tidak terevaluasi oleh marka RM7601 dan RM Selain itu menurut Jiang et al. (2007) gen Hd juga secara komplek dan kuat dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur dan waktu penyinaran. Fotoperiod sangat mempengaruhi masa vegetatif tanaman padi (Jiang et al., 2007). SIMPULAN 1. Karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah hanya terdapat pada beberapa genotip dengan evaluasi menggunakan marka molekuler. Genotip-genotip yang terpaut karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah berdasarkan seluruh marka yang digunakan yaitu genotip #2, #3, #4, #5, #6, #10, dan #11. Genotip #1, #8, dan #9 hanya terdeteksi pada 5 primer saja. Sementara genotip #7 hanya dapat terevaluasi oleh marka-marka karakter tahan wereng cokelat (RM 586, RM 589, RM 8213), marka karakter aromatik (marka bradbury), namun tidak terdeteksi pada kedua marka untuk karakter umur genjah (RM7601 dan RM19414). 2. Ekspresi fenotipik yang berkaitan dengan karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah pada tetuatetua piramidisasi tidak semuanya terevaluasi pada genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi. Genotip #1, #2, #4, #6 dan #11 merupakan genotip yang sudah mirip dengan karakter tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake) berdasarkan marka fenotipik. DAFTAR PUSTAKA Bahagiawati Kontribusi marka molekuler dalam pengendalian wereng. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 5 (1):1-18 Balai Penelitian dan Pengembangan Padi Teknologi Budidaya Padi. Buku 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Bradbury, L.M.T., Fitzgerald, T.L., Henry, R.J., Jin, O., and Waters, D.L.E. 2005a. The gene for fragrance in rice. The Plant Biotechnology Journal,Vol.(3): Chandramani, P., Rajendran, R., Sivasubramania, and Muthiah P Impact of biophisical factors as influenced by organic sources of nutrients on major pests of rice. Journal of Biopesticides, Vol.2(1): Fernando, H., Senadhera, D., Elikawela, Y., Alwis, H.M., and Kudagamage, C Varietal resistance to the brown planthopper in Sri Lanka Available at Available at [10/04/2014] Ferrater, J., Jong, P., Dicke, M., and Horgan, F Adaptation of the brown planthopper to a highly resistant rice variety PTB33. South Korea. Proceeding of XXIV International Congress of Entomology. Available at [27/01/14]. Fitzgerald, M.A., Hamilton, N.R.S., Calingacion, M.N., and Butardo, V.M Is there a second fragrance gene in rice. Plant Biotechnology Journal Vol. (6) :

12 IRRI Bigger harvest a cleaner planet. Available at [05/06/14]. Jiang, L., Xu, J., Wei, X., Wang, S., Tang, J., Zhai, H., and Wan, J The inheritance of early heading in the rice variety USSR5. Journal of Genetics and Genomics Vol 34(1): Lan, W., and Chao, W Application of molecular marker assisted selection in gene pyramiding and selection of new cultivars. Journal of Northeast Agricultural University Vol. 18 (1): Li, X.B., Chen, C.Y., dan Zhai, W.X Breeding transgenic plants with safe or no selective markers.yi chuan Hereditas Zhongguo yi chuan xue hui bian ji, Vol. 25(3) : Liu, Y., He, J., Jiang. L., Wu, H., Xiao, Y., Liu, Y., and Li, G Nitric oxide production is associated with response to brown planthopper infestation in rice. Journal of Plant Physiology Vol.168 : Naeem, M., Freed, S., and Quan, Z.G Molecular Genetic Studies of Heading Date Gene OsMADS50 by using Single Segment Substitution Lines in Oryza sativa. Int. J. Agric. Biol., Vol.15: Nugaliyadde, L., and Wilkins, R.M Influence of surface lipids of some rice (Oriza sativa L.) varieties on the feeding behavior of Nilapavarta lugens Stal., (Homoptera: Delphacidae). Diakses melalui dy/ [24/04/14]. Patil, K.G., and Patil, V.G Inheritance of aroma in aromatic rice (Oryzasativa L.) genotypes. Annals of Biological Research Vol. 3(12) : Prasetiyono, J Perkembangan marka molekuler untuk seleksi tanaman. Warta Biogen Vol. (4) 1:9-12 Prayoga, G.I Analisis karakter fisiologis tetua dan aplikasi marker assisted selection (MAS) pada generasi padi F 2 dalam perakitan kultivar padi harapan tahan wereng cokelat. Tesis. Universitas Padjadjaran. Tidak Dipublikasikan. Servin, B., Martin, O.C., and Marc, M Towards a theory of markerassisted gene pyramiding. Genetics Society of America Vol. 168(1): Available at [05/06/14]. Sun, L., Su, C., Wang, C., Zhai, H., and Wan, J Mapping of a major resistance gene to the brown planthopper in the rice cultivar Rathu Heenati.Breeding Science Vol. (55) : Tanaka, Quantitative genetic analysis of biotypes of planthopper of Nilapavarta lugens; heritability of virulence to resistant rice varieties. Entomologia Experimentalis et Applicata Vol. 90: Wang,Y., Wang, X., Yuan, H., Chen, R., Zhu, L., He, R., and He, G Responses of two contrasting genotypes of rice to brown planthopper. The American Phytopathological Society : Molecular Plant-Microbe Interactions Vol. 21(1) :

Seleksi Tanaman Padi Generasi F 2 Hasil Persilangan IR-64 X Pandan Wangi untuk Karakter Aroma Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori

Seleksi Tanaman Padi Generasi F 2 Hasil Persilangan IR-64 X Pandan Wangi untuk Karakter Aroma Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori Agric. Sci. J. Vol. I (4) : 208-214 (2014) Seleksi Tanaman Padi Generasi F 2 Hasil Persilangan IR-64 X Pandan Wangi untuk Karakter Aroma Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori (Selection on F 2 Progeny

Lebih terperinci

Pengujian Kemurnian Genetik Benih Padi Galur F 3 (Pandanwangi x PTB33) Terseleksi Menggunakan Marka Molekuler Simple Sequence Repeats (SSR)

Pengujian Kemurnian Genetik Benih Padi Galur F 3 (Pandanwangi x PTB33) Terseleksi Menggunakan Marka Molekuler Simple Sequence Repeats (SSR) Pengujian Kemurnian Genetik Benih Padi Galur F 3 (Pandanwangi x PTB33) Terseleksi Menggunakan Marka Molekuler Simple Sequence Repeats (SSR) Syindy R. Nasihin 1, Wieny H. Rizky 2, dan Nono Carsono 2* 1

Lebih terperinci

SELEKSI BERBASIS MARKA SSR UNTUK KARAKTER KETAHANAN TERHADAP WERENG COKLAT DAN PENGAMATAN FENOTIPIK UNTUK DAYA HASIL TINGGI PADA PADI F 2

SELEKSI BERBASIS MARKA SSR UNTUK KARAKTER KETAHANAN TERHADAP WERENG COKLAT DAN PENGAMATAN FENOTIPIK UNTUK DAYA HASIL TINGGI PADA PADI F 2 Agric. Sci. J. Vol. I (4) : 275-285 (2014) SELEKSI BERBASIS MARKA SSR UNTUK KARAKTER KETAHANAN TERHADAP WERENG COKLAT DAN PENGAMATAN FENOTIPIK UNTUK DAYA HASIL TINGGI PADA PADI F 2 SSR MARKERS BASED ON

Lebih terperinci

Seleksi Berbasis Marka Molekuler pada Padi Generasi F 2 Guna Merakit Galur Padi Harapan Tahan Wereng Coklat

Seleksi Berbasis Marka Molekuler pada Padi Generasi F 2 Guna Merakit Galur Padi Harapan Tahan Wereng Coklat Seleksi Berbasis Marka Molekuler pada Padi Generasi F 2 Guna Merakit Galur Padi Harapan Tahan Wereng Coklat Nono Carsono 1*, Gigih Ibnu Prayoga 2, Neni Rostini 1, dan Danar Dono 3 1 Departemen Budidaya

Lebih terperinci

Current Biochemistry Volume 2 (1): 42-51

Current Biochemistry Volume 2 (1): 42-51 Current Biochemistry Volume 2 (1): 42-51 CURRENT BIOCHEMISTRY ISSN: 2355-7877 Homepage: http://biokimia.ipb.ac.id E-mail: current.biochemistry@ipb.ac.id Identification of Aroma Gene (Mutated badh2) and

Lebih terperinci

Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al ) Elektroforesis DNA Seleksi PCR dengan Marka Bradbury (Bradbury et al .

Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al ) Elektroforesis DNA Seleksi PCR dengan Marka Bradbury (Bradbury et al . 7 Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al. 1989) Hasil isolasi DNA selajutnya dianalisis dengan spektrofotometeri untuk melihat konsentrasi dan kemurnian DNA. Sebanyak 2 µl DNA ditambahkan

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD I Gusti Putu Muliarta Aryana 1),

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM

IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM IDENTIFICATION OF UPLAND RICE LINES TOLERANCE TO ALLUMINIUM TOXICITY Ida Hanarida 1), Jaenudin Kartahadimaja 2), Miftahudin 3), Dwinita

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004)

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004) PERTUMBUHAN, HASIL, DAN MUTU BERAS GENOTIPE F5 DARI PERSILANGAN PADI MENTIK WANGI X POSO DALAM RANGKA PERAKITAN PADI GOGO AROMATIK GROWTH, YIELD, AND RICE QUALITY OF F5 GENOTYPES PROGENY OF CROSSING BETWEEN

Lebih terperinci

SKRIPSI. KERAGAMAN WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stall) (HOMOPTERA:DELPHACIDAE) BERDASARKAN MARKA PROTEIN TOTAL

SKRIPSI. KERAGAMAN WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stall) (HOMOPTERA:DELPHACIDAE) BERDASARKAN MARKA PROTEIN TOTAL SKRIPSI KERAGAMAN WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stall) (HOMOPTERA:DELPHACIDAE) BERDASARKAN MARKA PROTEIN TOTAL Oleh Oktaviana Brian Kusuma H0709087 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pendugaan Gen Bph1, bph2, Bph3, dan bph4 pada Galur-galur Padi Terpilih Tahan Hama Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens[stål])

Pendugaan Gen Bph1, bph2, Bph3, dan bph4 pada Galur-galur Padi Terpilih Tahan Hama Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens[stål]) Jurnal AgroBiogen10(1):1-8 Pendugaan Gen Bph1, bph2, Bph3, dan bph4 pada Galur-galur Padi Terpilih Tahan Hama Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens[stål]) Diani Damayanti * dan Dwinita W. Utami Balai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENANDA MOLEKULAR BEBERAPA KULTIVAR BERDASARKAN ANALISIS PROTEIN TOTAL. Oleh Mei Nazilatun Nikmah H

IDENTIFIKASI PENANDA MOLEKULAR BEBERAPA KULTIVAR BERDASARKAN ANALISIS PROTEIN TOTAL. Oleh Mei Nazilatun Nikmah H SKRIPSI IDENTIFIKASI PENANDA MOLEKULAR BEBERAPA KULTIVAR PADI TAHAN WERENG BERDASARKAN ANALISIS PROTEIN TOTAL Oleh Mei Nazilatun Nikmah H0709069 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani padi banyak menyediakan lapangan

Lebih terperinci

Karakterisasi Wereng Batang Coklat Populasi Lapang dengan Varietas Diferensial

Karakterisasi Wereng Batang Coklat Populasi Lapang dengan Varietas Diferensial Karakterisasi Wereng Batang Coklat Populasi Lapang dengan Varietas Diferensial Suyono, M. Iman, Sutrisno, D. Suwenda, dan Isak Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor ABSTRAK Wereng batang

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP BIOTIPE WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL) ASAL BEBERAPA SENTRA PADI

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP BIOTIPE WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL) ASAL BEBERAPA SENTRA PADI UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP BIOTIPE WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL) ASAL BEBERAPA SENTRA PADI SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM

IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM IDENTIFICATION OF MOLECULAR MARKER GENES FOR ISOFLAVONE CONTENT ON BLACK SOYBEAN ADAPTIVE TO CLIMATE CHANGE Tati

Lebih terperinci

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 20 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):20-24, 2013 Vol. 1, No. 1: 20 24, Januari 2013 DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 HASIL PERSILANGAN

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh sebagian besar penduduk. Sekitar 95% padi diproduksi di Asia (Battacharjee et al.,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY

IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

HAKIM: HERIBILITAS DAN HARAPAN KEMAJUAN GENETIK KACANG HIJAU

HAKIM: HERIBILITAS DAN HARAPAN KEMAJUAN GENETIK KACANG HIJAU Heritabilitas dan Harapan Kemajuan Genetik Beberapa Karakter Kuantitatif pada Galur F2 Hasil Persilangan Kacang Hijau Lukman Hakim Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka 147, Bogor

Lebih terperinci

AKSI GEN DAN HERITABILITAS KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH PADA HASIL PERSILANGAN GALUR HARAPAN PADI BERAS MERAH TOLERAN KEKERINGAN X KALA ISI TOLO

AKSI GEN DAN HERITABILITAS KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH PADA HASIL PERSILANGAN GALUR HARAPAN PADI BERAS MERAH TOLERAN KEKERINGAN X KALA ISI TOLO AKSI GEN DAN HERITABILITAS KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH PADA HASIL PERSILANGAN GALUR HARAPAN PADI BERAS MERAH TOLERAN KEKERINGAN X KALA ISI TOLO GENE ACTIONS AND HERITABILITY OF ANTOCIANIN CONTENT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL D. Ruswandi, M. Saraswati, T. Herawati, A. Wahyudin, dan N. Istifadah Lab. Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM (CAPS Based Codominant Marker Of B11 as Selective Tool for Rice Aluminum Tolerance Trait) Abstrak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Karakterisasi fenotip kultivar padi tahan dan rentan wereng coklat, Nilaparvata lugens Stål. (Hemiptera: Delphacidae)

Karakterisasi fenotip kultivar padi tahan dan rentan wereng coklat, Nilaparvata lugens Stål. (Hemiptera: Delphacidae) Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 September 2012, Vol. 9 No. 2, 57-63 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.9.2.57 Karakterisasi fenotip

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama penduduk Indonesia. Kebutuhan beras terus meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan penduduk (Sinar Tani 2011). Beras merupakan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan sebagianbesarpenduduk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oriza sativa) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat digantikan/ disubtitusi oleh makanan lainnya,

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLIMORFIS MARKA-MARKA MOLEKULER YANG DIDUGA BERKAITAN DENGAN KARAKTER DAYA HASIL TINGGI PADA 30 GENOTIP PADI

IDENTIFIKASI POLIMORFIS MARKA-MARKA MOLEKULER YANG DIDUGA BERKAITAN DENGAN KARAKTER DAYA HASIL TINGGI PADA 30 GENOTIP PADI IDENTIFIKASI POLIMORFIS MARKA-MARKA MOLEKULER YANG DIDUGA BERKAITAN DENGAN KARAKTER DAYA HASIL TINGGI PADA 30 GENOTIP PADI Nono Carsono 1*, Pradita N Lukman, Farida Damayanti 1, Untung Susanto 4, Santika

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 6 ISOLASITOTAL DNA MANUSIADENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan manusia, dapat dari darah, folikel rambut, mukosa mulut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata konsumsi cabai per kapita di Indonesia adalah 2,9 kg.tahun -1

Lebih terperinci

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK BAB. V Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK Pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR. Abstrak

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR. Abstrak 35 APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR Abstrak Indonesia memiliki potensi lahan kering masam yang cukup besar, dimana lahan tersebut memiliki

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Segregasi Varietas unggul galur murni dapat dibuat dengan menyilangkan dua genotipe padi yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil persilangan ditanam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33 KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi oleh ERICK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SELEKSI INDIVIDU TERPILIH PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine maxl.merrill) GENERASI M 5 BERDASARKAN KARAKTER PRODUKSI TINGGI DAN TOLERAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG Athelia rolfsii(curzi) SKRIPSI OLEH : MUTIA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp.

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Penulis: Lina Herlina, MSi. (peneliti BB Biogen, Bogor) Tahukah anda, bahwa didunia saat ini terdapat sekitar 103 jenis (strain) bawang? Di mana dalam

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

Teknik pemuliaan kedelai pada umumnya

Teknik pemuliaan kedelai pada umumnya Heritabilitas dan Harapan Kemajuan Genetik Beberapa Karakter Kuantitatif Populasi Galur F 4 Kedelai Hasil Persilangan Lukman Hakim 1 dan Suyamto 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan JI.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

Pemuliaan Tanaman Padi Aromatik Lokal Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan

Pemuliaan Tanaman Padi Aromatik Lokal Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan Jurnal Sainsmat, September 2015, Halaman 205-213 Vol. IV, No. 2 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Pemuliaan Tanaman Padi Aromatik Lokal Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan Local Aromatic

Lebih terperinci

Hajroon Jameela *), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto

Hajroon Jameela *), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto KERAGAMAN GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER KOMPONEN HASIL PADA POPULASI F2 BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) HASIL PERSILANGAN VARIETAS INTRODUKSI DENGAN VARIETAS LOKAL GENETIC VARIABILITY AND HERITABILITY

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

PEWARISAN SIFAT PANJANG POLONG PADA PERSILANGAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L.) KULTIVAR FLO DAN KULTIVAR RICH GREEN

PEWARISAN SIFAT PANJANG POLONG PADA PERSILANGAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L.) KULTIVAR FLO DAN KULTIVAR RICH GREEN ISSN: 1410-009 Agrin Vol. 1, No., Oktober 008 PEWARISAN SIFAT PANJANG POLONG PADA PERSILANGAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L.) KULTIVAR FLO DAN KULTIVAR RICH GREEN Inheritance Pod Length Character

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA (Role The Number of Seeds/Pod to Yield Potential of F6 Phenotype Soybean

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seleksi Perbaikan hasil dan kualitas hasil melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara seleksi, baik seleksi langsung terhadap karakter yang bersangkutan maupun seleksi

Lebih terperinci

PERAKITAN KEDELAI UNGGUL BARU BERDAYA HASIL TINGGI, BERUMUR GENJAH, DAN TAHAN HAMA UTAMA KEDELAI (ULAT GRAYAK)

PERAKITAN KEDELAI UNGGUL BARU BERDAYA HASIL TINGGI, BERUMUR GENJAH, DAN TAHAN HAMA UTAMA KEDELAI (ULAT GRAYAK) PERAKITAN KEDELAI UNGGUL BARU BERDAYA HASIL TINGGI, BERUMUR GENJAH, DAN TAHAN HAMA UTAMA KEDELAI (ULAT GRAYAK) IMPROVEMENT OF SOYBEAN CULTIVARS FOR HIGH YIELD, EARLY MATURITY, AND RESISTANCE TO MAIN PEST

Lebih terperinci

Tingkat Ketahanan Terhadap Serangan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata Iugens Stal) dari beberapa Varietas dan galur potensial tanaman padi.

Tingkat Ketahanan Terhadap Serangan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata Iugens Stal) dari beberapa Varietas dan galur potensial tanaman padi. Tingkat Ketahanan Terhadap Serangan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata Iugens Stal) dari beberapa Varietas dan galur potensial tanaman padi. The Resistance to brown planthopper (Nilaparvata lugens Stal)

Lebih terperinci

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan

Lebih terperinci

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian Benyamin Lakitan Pengertian & Tujuan Pemuliaan Tanaman Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah ilmu atau upaya untuk menghasilkan varietas, kultivar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGUJIAN KETAHANAN BEBERAPA GALUR MUTAN PADI TERHADAP KEKE

PENGUJIAN KETAHANAN BEBERAPA GALUR MUTAN PADI TERHADAP KEKE PENGUJIAN KETAHANAN BEBERAPA GALUR MUTAN PADI TERHADAP KEKERINGAN Soeranto* ABSTRAK - ABSTRACT PENGUJIAN KETAHANAN BEBERAPA GALUR MUTAN PADI TERHADAP KEKE KINGAN. Telah dilakukan pengujian ketahanan beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN AROMA PADA PADI BC5F1 CIHERANG-PANDAN WANGI DAN BC4F1 CIHERANG- MENTIK WANGI MOCHAMAD NASODIKIN

IDENTIFIKASI GEN AROMA PADA PADI BC5F1 CIHERANG-PANDAN WANGI DAN BC4F1 CIHERANG- MENTIK WANGI MOCHAMAD NASODIKIN IDENTIFIKASI GEN AROMA PADA PADI BC5F1 CIHERANG-PANDAN WANGI DAN BC4F1 CIHERANG- MENTIK WANGI MOCHAMAD NASODIKIN DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang

Lebih terperinci

STUDI DAYA HASIL GALUR F4 KEDELAI (Glycine max L.) HASIL PERSILANGAN VARIETAS GROBOGAN DENGAN ANJAMORO, UB, AP DAN ARGOPURO

STUDI DAYA HASIL GALUR F4 KEDELAI (Glycine max L.) HASIL PERSILANGAN VARIETAS GROBOGAN DENGAN ANJAMORO, UB, AP DAN ARGOPURO STUDI DAYA HASIL GALUR F4 KEDELAI (Glycine max L.) HASIL PERSILANGAN VARIETAS GROBOGAN DENGAN ANJAMORO, UB, AP DAN ARGOPURO STUDY OF YIELD CAPABILITY ON SOYBEAN (Glycine max L.) F4 LINES CROSSING BETWEEN

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan

Lebih terperinci

TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN. Tesis Program Studi Agronomi

TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN. Tesis Program Studi Agronomi TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN Tesis Program Studi Agronomi Oleh Samyuni S611308012 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

Lebih terperinci

III. BAHANDAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan

III. BAHANDAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan III. BAHANDAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Gadingrejo, Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan diolah menjadi berbagai bahan pangan seperti tahu, tempe dan sari kedelai, dan lainnya, yang dikonsumsi

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci