Laporan Hasil Penelitian Tahun ke 2 HIBAH KOMPETENSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Hasil Penelitian Tahun ke 2 HIBAH KOMPETENSI"

Transkripsi

1 V 3 Infra struktur, transportasi, dan Industri pertahanan Laporan Hasil Penelitian Tahun ke 2 HIBAH KOMPETENSI PEMBUATAN PROTOTYPE SENSOR GAS NOX MENGGUNAKAN MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS ION NA + HASIL PREPARASI Ketua Tim Pengusul Dr. Agus Setiabudi, M.Si (Angakatan II Tahun 2010) Dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional Sesuai dengan Surat Perjanjian Tugas Pelaksanaan Penelitian Hibah Kompetensi, Nomor: 256/SP2HI/PP/DP2MA/I/2010 Tanggal 1 Maret2010 Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

2 Lembar Pengesahan HIBAH KOMPETENSI I. Judul Kegiatan 2. Jenis Kegiatan 3. Nama Ketua Tim Pengusul 4. Jurusan Fakultas Perguruan Tinggi 5. Alamat No. Telepon/Faks No. Telepon 6. Lamanya Kegiatan 7. Nama dan alamat lengkap peers - dari dalam negeri - dari luar negeri Pembuatan Prototype Sensor Gas NOx Menggunakan Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Na + Hasil Preparasi Penelitian Dr. Agus Setiabudi Pend. Kimia/Prodi Kimia Pend. MI PA Universitas Pendidikan Indonesia (UP1 Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung / agus_setiabudi@upi.edu (tiga) tahun Dr. Bambang Soegijono Program Studi Material Sains, Pasca Sarjana Universitas Indonesia (Ul) J I. Salemba Raya No 4 Depok Phone/Fax, Dr. lr. Michiel Makkee Delft University of Technology Julianalaan 136, Delft 2628 BM The Netherlands M.Makkee@tudelft.nl Mengetahui, IIP, 0IDIO0^ Bandung, 16 November 2010 Ketua Tim Pelaksana, (D^f^sep Kadarohman, M.Si.) ( Dr. Agus Setiabudi, M.Si) NIP Mengetahui Ketua Lembaga Penelitian/Pengabdian Kepada Masyarakat (Prof. Dr. H. Sumarto,MSIE) NIP

3 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Nilai AEMF/dec untuk NASICON yang telah dimodifikasi 23 dengannan0 2, Pt dan AgCl, Ag pada variasi suhu operasi. Tabel 4.2. Jumlah mol KNO3 yang bereaksi dan konsentrasi gas N yang dihasilkan Tabel 4.3. Jumlah mol, konsentrasi dan perubahan arus deteksi (AI) 31

4 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Prinsip kerja sensor amperometric gas NOx 2 Gambar 2.1 Sekema umum yang disederhanakan sensor amperometri 5 Gambar 2.2. Struktur NASICON. dari J.B. Goodenough et al, (1976). Material Research Bulletin Vol. 11 halaman Gambar 3.1. Tahapan umum penelitian 12 Gambar 3.2. Tahap Sintesis dan tahap karakterisasi 13 Gambar 3.3. Tahap uji kinerja NASICON 14 Gambar 3.4. Skema bagian-bagian rancangan Sel 15 Gambar 3.5. Penampang lintang rancangan sel sensor 15 Gambar 3.6. Peralatan yang digunakan untuk pengujian kinerja NASICON 16 Gambar 4.1. a), sol saat ditambahkan ZrOCl2.8H 2 0 (b). sol setelah didiamkan beberapa detik sebelum dilakukan pengocokan Gambar 4.2. Konduktifitas material konduktor ionic yang dipreparasi dengan asam fa). Xerogel, (b). Pelet xerogel setelah kalsinasi 18 pada suhu 750 C, (c). Pelet NASICON Gambar 4.3. Spektra FT-IR xerogel, material hasil kalsinasi 750 C, dan material hasil kalsinasi 1000 C 19 Gambar 4.4. Pola difraktogram material konduktor ionik NASICON dengan penambahan konsentrasi asam sitrat 6M 21 Gambar 4.5. Konduktifitas NASICON yang disintesis dengan penambahan asam sitrat 6 M 22 Gambar 4.6. Nilai beda potensial (AE ) pada berbagai suhu dibandingkan secara teoritis 24 Gambar 4.7. (a)deteksi gas N0 2 oleh sel sensor (N0 2 (g), Pt, NaN0 2 7NASICON/AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) 26 hubungan AE dengan konsentrasi gas N0 2 pada suhu 200 C Gambar 4.8. (a)deteksi gas N0 2 oleh sel sensor (N0 2 (g), Pt, NaN0 2 / 27 NASICON/AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N0 2 pada suhu 250 C Gambar 4.9. (a)deteksi gas N0 2 oleh sel sensor (N0 2 (g), Pt, NaN0 2 / NASICON / AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) hubungan 25 AE dengan konsentrasi gas N0 2 pada suhu 300 C Gambar Reaksi yang terjadi antara NASICON dengan gas N Gambar Konduktifitas NASICON hasil preparasi yang dialiri berbagai variasi konsentrasi gas N Gambar Respon arus sel NASICON hasil preparasi yang dialiri berbagai variasi konsentrasi gas N iii

5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Oksida Nitrogen (NOx) merupakan komponen polusi udara yang menyebabkan terjadinya hujan asam dan kabut fotokimia. Senyawa oksida ini juga dapat menyebabkan gangguan syaraf dan organ pernapasan. NOx di udara terutama bersumber dari emisi gas buang kendaraan bermotor dan fasilitas mesin bakar tak bergerak seperti tungku bakar dan mesin diesel (Miura N. et.al, 1994). Monitoring dan kontrol emisi gas pencemar dari sumbernya merupakan aktivitas penting dalam upaya menekan laju pencemaran udara. Deteksi kadar gas NOx dapat dilakukan dengan instrument spektroskopi. Peralatan pengukur kadar NOx ini bekerja berdasarkan sistem luminisensi kimia atau absorpsi sinar infra merah. Pengukuran gas NOx secara tidak langsung juga dapat dilakukan dengan instrument kromatografi gas. Tetapi peralatan-peralatan tersebut biasanya tidak cocok digunakan sebagai sistem kontrol 'on-site' karena waktu pengukuran yang lama, ukuran peralatan yang besar dan biaya yang relatif mahal (Jiang M.R.M, et.al, 1996; Miura N, 1998). Alternatif pengukuran gas NOx yang lain adalah mengunakan sensor amperometrik. Sensor amperometrik merupakan sensor yang berbasis elektrokimia. Konsentrasi gas NOx yang diukur merupakan variable yang menentukan besarnya arus listrik yang dihasilkan oleh sel elektrokimia. Komponen utama dalam pembuatan sensor amperometrik untuk deteksi NOx adalah konduktor ionik Na 3 Zr2Si 2 POi2 atau dikenal dengan sebutan NASICON (Natrium Super Ionic Conductor). Penelitian mengenai sensor amperometrik ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip dalam ilmu elektrokimia. Melalui penelitian terdahulu, kelompok peneliti pengusul telah mengembangkan material konduktor ionik untuk sensor gas NOx baik melalui metode padat-padat maupun melalui metode sol-gel anorganik dan diperoleh karakter material yang sangat mirip dengan NASICON. Untuk menguji kinerjanya pada kondisi aplikasi dan untuk mengevaluasi peluang Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 1

6 penggunaan material hasil preparasi tersebut perlu dilakukan studi kinerja material dalam rangkaian sel sensor pada kondisi pengukuran kadar gas NOx. B. Tujuan Khusus Penelitian yang diusulkan ini bertujuan untuk mengaplikasikan material hasil preparasi sendiri yang telah berhasil dibuat melalui metode sol-gel anorganik pada penelitian sebelumnya, terhadap prototype sensor gas NOx hasil rakitan. Evaluasi peluang penggunaan material hasil preparasi pada sel sensor perlu dilakukan pada pengukuran berbagai kadar gas NOx. C. Urgensi Penelitian Konduktor ionik NASICON merupakan komponen paling penting dalam sensor gas. Pada sel sensor yang menggunakan NASICON, ion natrium merupakan spesi ion penghantar arus listrik. Material ini juga berperan sebagai membran yang memisahkan dua setengah sel elektrokimia (Jiang M.R.M, et.al, 1996; Miura N, 1998; Yang Y et.al, 2000). Untuk sensor gas NOx prinsip kerja sensor ini ditunjukkan pada Gambar 1.1. NO, Na* + N0 2 + e -> NaN0 2 Na 3 Zr 2 Si 2 P0 1 - e- elektroda NaN02 N e- +Na + Gambar 1.1. Prinsip kerja sensor amperometric gas NOx Penelitian NASICON hasil preparasi melalui reaksi padat-padat yang dimodifikasi telah diuji karakternya serta nilai konduktivitasnya pada sel sensor hasil rakitan. Hasil yang telah diperoleh menunjukan bahwa material NASICON yang dibuat menunjukan si fat kristalinitas yang sangat mirip dengan material yang dipreparasi melalui metode sol-gel (Traversa E et.al, 2000). Sedangkan pengujian Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 2

7 terhadap NASICON hasil preparasi melalui reaksi sol-gel anorganik menunjukan kestabilan yang lebih tinggi dengan adanya modifikasi berupa penambahan zat aditif asam (Setiabudi, 2006). NASICON hasil perparasi dengan metode padatpadat menunjukkan nilai konduktivitas pada rentang 10 S/m baik diukur dengan Impedance spectroscopy maupun dengan menggunakan sel hasil rakitan. Sedangkan NASICON hasil preparasi melalui metode sol-gel anorganik menunjukan nilai konduktifitas pada rentang 10" 3 S/m. Peralatan sensor yang berbasis NASICON merupakan peralatan yang penting untuk memonitor kadar pencemaran udara oleh polutan NO x. Penguasaan dan pengembangan teknologi sensor untuk deteksi polutan sangat penting untuk dilakukan karena merupakan langkah awal dalam pengendalian masalah lingkungan. D. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka secara lebih terperinci permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana kecenderungan perubahan potensial sell dan arus (AI) deteksi yang terjadi seiring naiknya konsentrasi gas NOx pada rentang ppm? b. Bagaimanakah sifat linieritas sel sensor terhadap konsentrasi NOx? Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 3

8 BAB II STUDI PUSTAKA A. Sensor Elektrokimia Sensor adalah peralatan yang digunakan untuk merubah suatu besaran fisik menjadi besaran listrik sehingga dapat dianalisa dengan rangkaian listrik tertentu. Sensor elektrokimia dengan elektrolit padatan dapat digolongkan sebagai sel elektrokimia yang mampu mengkonversi potensial suatu spesies kimia tertentu yang tidak diketahui kedalam signal elektris yang terukur mengikuti persamaan Nernst. Persamaan ini menerangkan bahwa bila terdapat gradient konsentrasi kimia melewati suatu elektrolit maka akan terbentuk potensial elektris. RT P} Dalam membangun sistem sensor, beberapa parameter harus dipenuhi agar sensor bekerja dengan baik. Parameter itu antara lain sensitifitas, selektifitas dan waktu respon. Sensitifitas yaitu seberapa sensitif sensor dapat mengetahui perubahan kondisi alam yang akan dideteksi. Dalam sistem gas, sensitifitas ditunjukkan dari kemampuan sensor untuk mendeteksi gas dalam jumlah yang sedikit. Selektifitas adalah kemampuan sensor untuk memisahkan perubahan kondisi yang ingin dideteksi dibandingkan dengan gangguan-gangguan yang ada. Beberapa sensor gas menggunakan teknik katalitik untuk meningkatkan selektifitas sensor. Sedangkan waktu respon adalah waktu yang dibutuhkan sensor untuk merespon perubahan kondisi alam yang ada. Tentunya semakin cepat nilai waktu respon ini, berarti akan semakin baik sensor tersebut. Sensor elektrokimia dapat dikelompokan menjadi sensor potensiometri dan sensor amperometri. Sensor potensiometric bekerja berdasasarkan keadaan kesetimbangan pada interface konduktor padatan ionik dengan medium yang dianalisa, melalui pertukaran spesi elektrokimia. Pada sensor potensiometri, besaran yang diukur adalah beda potensial, EMF (gaya gerak listrik), dari sel galvanik yang merupakan fungsi logaritma dari rasio P 2 /P, dimana P dan P 2 Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 4

9 adalah tekanan gas parsial dari komponen aktif pada kedua elektroda. Sebagaimana diterangkan sebelumnya, hubungan antara logaritma tekanan parsial dan EMF dikenal sebagai persamaan Nernst. Biasanya sensor potensiometri digunakan untuk mengukur rentang konsentrasi yang rendah (W.Weper, 1987). Sensor amperometric bekerja berdasarkan reaksi elektrokimia yang tergantung pada difusi spesi elektroaktif melalui suatu barier (Fabry P, 1997). Barier ini biasanya terdiri atas suatu lapisan porous yang netral. Tegangan sel dibuat tetap pada nilai plateu diffusi dari kurva I(V). Struktur umum rakitan sel sensor elektrokimia ditunjukan pada Gambar 2.1. Insulator Aliran Eelktron Gas Inlet "Solid Ionic Conductor Gambar 2.1 Sekema umum yang disederhanakan sensor amperometri Dalam sensor amperometri, limit arus yang mengalir, 1(V) melalui elektrolit padatan diukur sebagai nilai preset dari voltage yang digunakan. Besarnya limit arus proporsional dengan tekanan parsial dari komponen aktif gas (Jacob K.T et.al, Kondisi operasi pengukuran biasanya pada temperatur tinggi (Dietz H, 1982). Karena respon dari sensor amperometrik adalah linier, dimana signal elektrik menunjukkan besarnya tekanan parsial gas, maka perubahan tekanan parsial yang kecil sekalipun dapat diamati. Sehingga pengukuran dengan sensor ini mempunyai presisi yang sangat tinggi (Fray D.J., 1996). Dalam sel elektrokimia, elektrolit padat dapat digunakan bersama-sama dengan reaktan kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Elektolit padat yang Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 5

10 digunakan dalam sensor galvanik menghasilkan beberapa fungsi kritis antara lain: (a) memisahkan reaktan; (b) voltage pada circuit terbuka melalui elektrolit padatan adalah suatu ukuran potensial kimia dan (c) muatan yang melewati elektrolit padatan ditentukan oleh transport ion. Dengan konsep sel galvanik ini, pemanfaatan elektrolit padat semakin berkembang (Bruce P.G., 1995). B. Konduktor Ionik Konduktor ionik adalah konduktor yang daya hantarnya dihantarkan oleh ion. Ion-ion ini dapat bergerak dengan mudah karena adanya ketidakteraturan atau cacat dalam struktur kristal bahan tersebut baik diakibatkan oleh cacat Schottky maupun cacat Frenkel.. Ketidakteraturan posisi atom atau adanya cacat dalam struktur menyebabkan tersedianya posisi kosong pada tempat-tempat tertentu dalam kristal. Posisi yang kosong ini dapat diisi oleh atom lain di sekitarnya dan meninggalkan posisi kosong yang baru, demikian seterusnya sehingga ion dalam kristal tersebut dapat berpindah-pindah. Inilah yang berperan dalam tingginya konduktifitas ionik elektrolit padat. Nilai konduktifitas konduktor ionik adalah 10" 3 S/cm - 10 S/cm, sedangkan konduktor ionik yang memiliki nilai konduktivitas lebih besar dari 10" 4-10" 5 S/cm pada suhu ruangan disebut fast ion atau superionic conductor (Nalbandyan dan Rao, tanpa tahun). Fast ion conductors dapat berasal dari bahan organik maupun anorganik. Contoh fast ion conductors dari bahan organik antara lain gel poliakrilamida, litium perklorat dalam polietilen oksida dan ionomer seperti nafion. Sedangkan fast ion conductors dari bahan anorganik antara lain natrium klorida, zirkonium dioksida, elektrolit padat alumina, lanthanum florida, perak sulfida, perak iodida, timbal klorida, rubidium perak iodida, beberapa keramik perovskite serta keramik konduktif seperti NASICON (Na3Zr2Si2P012). Setiap material mempunyai karakteristik yang khas dan untuk mengetahui karakteristik NASICON dapat dilihat dari pola XRD dan spektra inframerahnya. Pola XRD untuk NASICON berada pada puncak 29 = 14, 19, 20, 22, 27.5, 32, 41, 46, dan 53 (Mouzer et al, 2003). Sedangkan untuk mengetahui gugus fungsi pada NASICON digunakan spektroskopi inframerah. NASICON memberikan serapan Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 6

11 pada bilangan gelombang cm' 1. Serapan pada bilangan gelombang cm" 1 menunjukkan vibrasi tekuk (bending) Zr06,, dan Serta serapan dengan bilangan gelombang sekitar menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) Zr06,, dan (Zhang et al, 2003). C. Natrium Super Ionic Conductor (NASICON) NASICON adalah akronim dari Natrium Super Ionic Conductor. NASICON memiliki network tiga dimensi kaku yang dibangun dari tetrahedral P0 4 dan Si0 4. Sudut tetra hedral P0 4 dan Si0 4, gugus O, berbagi dengan sudut oktahedral Zr06 dan sebuah hubungan ruang interstisi yang terhubung secara tiga dimensi sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2. Area cross-section terkecil interstisi membentuk "bottleneck" dengan diameter terkecilnya lebih besar daripada dua kali jumlah jari-jari anion dan ion alkali. Bottleneck ini berbentuk heksagon seperti terlihat pada gambar 2.4. Diameter terkecil dari "bottlenecks" adalah 4.9 A yang melebihi dua kali jumlah jari-jari Na + dan 0 2 "(Hong, 1976). Gambar 2.2. Struktur NASICON. dari J.B. Goodenough et al, (1976). Material Bulletin Vol. 11 halaman Research Sejak ditemukannya NASICON oleh Hong dan Goodenough pada tahun 1976, penelitian tentang NASICON sudah mengalami banyak perkembangan. Metode sol-gel dan metode reaksi padat-padat adalah dua metode yang banyak digunakan. Sintesis NASICON dengan metode sol-gel dilakukan dengan beberapa pereaksi yang berbeda. Fabin Qiu et al (2003) mensintesis NASICON dengan pereaksinya adalah ZrO(N0 3 ) 2, NaN0 3, Si(C 2 H 5 0) 4 dan (NH 4 ) 2 HP0 4. Sedangkan Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 7

12 Youichi Shimizu dan Takashi Usijima (2000) memvariasikan beberapa hidroksiacid dengan ZrO(N0 3 ) 2 8H 2 0, (NH 4 ) 2 HP0 4 dan Na 2 Si0 3 9H 2 0. Satu lagi contoh keragaman pereaksi dalam sintesis NASICON dengan metode sol-gel adalah Zr(OC 3 H 7 ) 4, Na 2 0-3H 2 0 dan NH 4 H 2 P0 4 (Yang, Y dan Liu, C.C., 2000). Sintesis NASICON dengan reaksi padat-padat juga telah dikembangkan. Hong (1976) menggunakan Na 2 C0 3, Zr0 2 dan NH 4 H 2 P0 4 sebagai material awalnya, sedangkan Zr0 2, Si0 2, Na 2 C0 3. dan NH 4 HP0 4 dijadikan pereaksi oleh Lee et al (2004). Campuran Na 3 P0 4 dan ZrSi0 4 juga digunakan sebagai pereaksi oleh Ono et al (2000) dalam proses sintesis NASICON untuk membuat sensor gas NO x. D. Konduktor Ionik Sensor gas NOx dan Hasil yang Telah Dicapai Terdapat beberapa pilihan material sensor untuk gas NOx. Telah dilaporkan dalam literature bahwa Ag 0. 4 Na 7. 6 (AlSiO 4 ) 6 (NO) 2 dapai digunakan sebagai konduktor ionic pada peralatan sensor gas NO x (Jiang M.R.M, et.al, 1996). Akan tetapi tidak ditemukan literatur-literatur lain yang menunjukan pengembangan lebih lanjut aplikasi material ini sebagi sensor. Material konduktor ionik lain yang banyak diteliti adalah, konduktor ionik berbasis ion Natrium (Natrium Superionik Konduktor/ NASICON) ( Miura N, 1998;. Yang Y et.al, 2000; Traversa E, 2000). Material ini memiliki rumus kimia Na 3 Zr 2 Si 2 POi 2. Untuk mendapatkan NASICON yang memiliki porositas yang tinggi, telah dikembangkan metode preparasi sol-gel (Zhang S, 2003; Shimizu, Y, 2000). Hasil preparasi berbagai teknik ini telah diujicoba sebagai sensor gas C0 2 (Zhang S, 2003), dan gas NOx (Miura N, 199, Yang Y., 1999, Qui F., 2002). Metode pembuatan NASICON menggunakan reaksi padatan yang dimodifikasi telah berhasil dikembangkan oleh kelompok penelitian pengusul (Setiabudi, 2005). Modifikasi yang dilakukan diantaranya. kontrol luas kontak antara prekursor zat padat yang bereaksi (luas permukaan padatan), prosedur pencampuran, dan perlakuan panas. Pembuatan NASICON menggunakan metode sol-gel anorganik juga telah dikembangkan oleh kelompok penelitian pengusul. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 8

13 Pada penelitian-penelitian yang dilaporkan (Zhang S, 2003; Miura N, 1999; Yang Y., 1999; Qui F., 2002), material yang diperoleh melalui metode padat-padat masih menunjukan ketidakmurnian akibat adanya Zr0 2 sebagaimana ditunjukan melalui pengukuran dengan XRD. Sedangkan pada material hasil preparasi tim peneliti pengusul puncak difraktogram karakteristik Zr0 2 tidak lagi tampak walaupun muncul puncak baru yang belum diketahui jenis spesinya (Setiabudi, 2005). Keuntungan reaksi padat-padat yang telah dimodifikasi dibandingkan metode sol-gel organik adalah teknik yang lebih sederhana dan bahan baku yang relatif murah. Sedangkan keuntungan dari metode sol-gel anorganik diantaranya adalah temperatur reaksi yang rendah, mudah untuk di doping, dan mudah dalam pembuatan film. Metode sol-gel anorganik juga terbukti mempunyai homogenitas dan konduktifitas yang lebih baik. Karena itu material (serupa) NASICON yang dihasilkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai komponen sensor gas NOx. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 9

14 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian mengenai material konduktor ionik ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory) Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Karakterisasi FT-IR dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, karakterisasi IS dan uji kinerja dilakukan di laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Gedung JICA lantai 5, JL Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Karakterisasi XRD dilaksanakan di laboratorium Pusat Penelitian Geologi, Pasteur Bandung. B. Alat dan Bahan 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: peralatan gelas, tungku (Uchida, IMF-72), lumpang alu dan cawan crus, alat FTIR (SHIMADZU, FTIR-8400), magnetic stirrer, X-ray difraktometer, dan alat pembuat pelet, set alat pengukur konduktifitas 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Na 2 Si0 3 p.a (Aldrich), NaN0 2 p.a, ZrO(N0 3 ) 2 p.a (Aldrich), Ba(N0 3 ) 2 p.a, NH 4 H 2 P0 4, Aquades, dan Asam Sitrat p.a (Merck), Fiber keramik C. Desain Penelitian Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1. Tahap sintesis material konduktor ionik 2. Tahap karakterisasi material konduktor ionik 3. Tahap uji kinerja material konduktor ionik Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 10

15 Sintesis Material Konduktor Ionik Pada penelitian ini NASICON dibuat dengan menggunakan metode sol gel melalui penambahan larutan Na 2 Si0 3, ZrO(N0 3 ) 2, NH 4 H 2 P0 4 dan larutan aditif dengan perbandingan molar untuk asam malonat dan asam tartarat 2:2:1:3, sedangkan asam sitrat dibuat tiga perbandingan 2:2:1:3, 2:2:1:5.5, dan 2:2:1:6.5. Ke dalam larutan Na 2 Si0 3 ditambahkan larutan NH 4 H 2 P0 4. Setelah larutan tercampur, terlebih dahulu ditambahkan larutan asam hidroksi baru kemudian ditambahkan larutan ZrO(N0 3 ) 2. Campuran kemudian distirer hingga terbentuk sol (Gambar 1). Setelah sol terbentuk, sol dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 120 C. Pemanasan berlangsung kurang lebih 13 jam sehingga diperoleh gel. Gel F ini ketika dipanaskan kembali akan membentuk gel kering (xerogel). Setiap xerogel yang dihasilkan dibuat pelet dengan tekanan 60 psi. Pelet-pelet yang dihasilkan (pelet 1) dikalsinasi pada suhu 750 C selama 1 jam. Pelet-pelet hasil kalsinasi pertama di gems dan dibuat pelet kembali (pelet 2). Pelet 2 kemudian dikalsinasi kembali pada suhu 1000 C selama 3 jam sehingga diperoleh material konduktor ionik. Karakterisasi Material Konduktor Ionik Pada tahap karakterisasi, material hasil sintesis dianalisis menggunakan FTIR, XRD, dan IS serta tahap akhir adalah uji kinerja NASICON. Dalam bentuk skema tahapan umum penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1. Secara lebih rinci, tahap sintesis dan karakterisasi ditunjukkan pada Gambar 3.2. sedangkan tahap uji kinerja NASICON ditunjukkan pada Gambar 3.3. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 11

16 Tahap Sintesis Pelarutan bahan baku Pencampuran bahan baku Variasi konsentrasi asam sitrat Tahap Ka rakterisasi Analisis - FTIR - XRD - Pengukuran Konduktifitas Uji kinerja terhadap gas inert - Pengukuran respon arus terhadap keberadaan gas inert Uji Kinerja NASICON Uji kinerja terhadap gas NOx - Pengukuran respon arus terhadap konsentrasi gas NOx (linieritas) - Pengukuran waktu respon untuk berbagai konsentrasi gas NOx Gambar 3.1. Garis Besar tahapan penelitian Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 12

17 Larutan Na>SiO? (Pelarut air) dicmnpurkan Larutan KH4H3PO4 (Pelarut air) Caiupuran N'asSiOj dengan XH4H2PO4 dicampnrkan Lanitan Asam Sitrat (Pelarut air) Campnran NajSiO.v KHoILPCh dan asam sinat clicampurknu Larutan ZrOfNO})j (Pelanit air) Campuran NajSiOj. NH4H2PO4 a sain hidroksi dan ZrO(NO;)j distirer 10 nienit.analisis FTIR Analisis FTIR XRD Pengukuran konduktifitas Uji kinerja Sol Xeiosel dikeringkan pada suhu 120*C selama 16 jam dibuat pelet dengan tekanan 60 psi T Pelet xerogel Pelet hasil kalsinasi pertama I dikalsinasi pada?50 C C selama 1 jam digenis dan dibuat pelet kembali dengan tekanan 60 psi dikalsinasi pada 1000 : C selama 3 jam X AS ICON" Gambar Tahap Sintesis dan tahap karakterisasi Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 13

18 NASICON dicoating dengan Pt NASICON yang sudah dilapisi Pt diukur konduktifitasnya dilapisi NaNO? NASICON yang sudah dilapisi Pt dan NaN0 2 > diukur kinerjanya dirangkai pada alat sensor dialirkan gas inert (N 2 ) diukur respon arusnya dirangkai pada alat sensor dialirkan gas NOx diukur respon arusnya diukur waktu responnya Gambar 3.3. Tahap uji kinerja NASICON Uji Kinerja NASICON Sebelum dilakukan uji kinerja NASICON, terlebih dahulu dilakukan pengukuran nilai konduktifitas. Pada pengukuran konduktifitas ini NASICON dilapisi dengan Pt dan pengukuran dilakukan pada suhu 150 C, 175 C, 200 C, 225 C, 250 C, 275 C, 300 C, 325 C, 350 C, 375 C dan 400 C. Setelah nilai konduktifitas NASICON diketahui, langkah selanjutnya adalah menguji respon NASICON terhadap gas NOx yang dialirkan. Pada uji kinerja ini NASICON yang sudah dilapisi Pt dilapisi lagi dengan NaN0 2 sebagai fasa pendukung. NASICON yang sudah dilapisi Pt dan NaN0 2 dimasukan ke dalam alat uji kemudian dialiri gas N0 2 yang berasal dari hasil pemanasan Ba(N0 3 ) 2 dan juga berasal dari hasil pemanasan KN0 3. Respon dari NASICON terhadap gas yang dialirkan dapat terlihat dari adanya peningkatan nilai arus. Skema bagian-bagian alat pengukur konduktifitas dan uji kinerja diperlihatkan pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 14

19 A NAS«COM t-tohk-f B Honl»r Sal tampok samp^ng Gambar 3.4. Skema bagian-bagian rancangan Sel 70 mr Gambar 3.5. Penampang lintang rancangan sel sensor A : Tempat sampel, B : pemanas, C : Alas, D : Selimut, E : Lubang gas keluar) Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 15

20

21 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi NASICON Sintesis NASICON Pada penelitian ini material super konduktor ionik berbasis ION natrium (NASICON) disintesis menggunakan metode sol gel. metode ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode padat-padat, yaitu memiliki kehomogenan dan kemurnian yang tinggi serta menghasilkan material antara yang bersifat amorf dan nanopori. Akan tetapi sintesis NASICON menggunakan metode sol-gel dengan larutan bahan baku Na 2 Si0 3, ZrOCl 2.8H 2 0, dan NH 4 H 2 P0 4 yang perbandingan molarnya 2:2:1 mempunyai kelemahan yaitu sulitnya memperoleh sol yang stabil. Sol yang stabil sulit diperoleh disebabkan karena terbentuknya zirkonil posfat (ZrOHP0 4 ) atau zirkonium posfat (Zr(HP0 4 ) 2 ) ketika larutan ZrOC1.8H 2 0 dan larutan NH 4 H 2 P0 4 ditambahkan. Ion Zr 4+ di dalam larutan lebih mudah bereaksi dengan OH" dari basa membentuk ZrOH 3+ yang kemudian akan terurai menjadi Zr0 2+. Ion Zr0 2+ dalam larutan inilah yang akan bereaksi dengan ion HP0 2 4 " membentuk ZrOHP0 4 (Mouazer et al.,2003). Zr 4+ + OH" ~ ZrOH 3+ K = (1) ZrOH 3+ ~ Zr H + K = 10 7 (2) Zr HP0 4 2 " «-> ZrOHP0 4 K= (3) Jumlah endapan ZrOHP0 4 atau Zr(HP0 4 ) 2 dapat dikurangi dengan membentuk senyawa kompleks antara ion Zr 4+ dengan menambahkan senyawa asam, yaitu asam sitrat. Pemilihan asam sitrat dengan perbandingan konsentrasi 2:2:1:6 dengan larutan bahan bakunya didasarkan pada penelitian sebelumnya, dimana konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi optimum untuk kestabilan sol (Okto R, 2009). Sehingga pada reaksi pembentukkan kompleks ini Zr 4+ akan bereaksi dengan gugus karbonil pada asam sitrat membentuk kompleks {(CH 2 ) 2 COH}COOZr. Reaksi yang terjadi adalah: Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 17

22 Zr 4+ + (CH 2 ) 2 COH (COOH)(COO) 2 2 " ~ [Zr(COO) 2 (COOH) (CH 2 ) 2 COH] 2+ [Zr(COO) 2 (COOH) (CH 2 ) 2 COH] 2+ + H + - [Zr(COO)(COOH) 2 (CH 2 ) 2 COH] 3+ Pencampuran dari larutan bahan baku dan asam sitrat tersebut menghasilkan sol yang stabil sebelum dilakukan pengocokan terlebih dahulu, namun agar lebih optimal maka dilakukan pengocokan selama 10 menit. Perubahan sol menjadi gel dilakukan melalui pemanasan selama 16 jam pada suhu 120 C. Pemanasan gel secara berkelanjutan menghasilkan gel kering atau xerogel. Gambar 4.1 dan 4.2 berturut-turut menunjukkan sol sebelum pengocokan, gel, pelet xerogel dan pelet NASICON yang disintesis menggunakan asam sitrat 6 M. Gambar 4.2. (a). Xerogel. (b). Pelet xerogel setelah kalsinasi pada suhu 750 C, (c). Pelet NASICON Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 18

23 Xerogel yang dihasilkan dari pemanasan sol berwama kuning dan lengket. Xerogel tersebut selanjutnya dipelet dengan tekanan 60 psi dan dikalsinasi pada suhu 750 C menghasilkan pelet yang berwama abu dan rapuh. Tetapi NASICON yang berwama putih dan keras diperoleh setelah pemanasan pada suhu 1000 C Karakterisasi NASICON dengan FTIR Analisis FT-IR berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi pada material hasil sintesis. Analisis FT-IR pada sintesis NASICON ini dilakukan pada tiga sampel, yaitu xerogel (gel yang sudah dikeringkan pada suhu 120 C), material hasil kalsinasi 750 C, dan material hasil kalsinasi 1000 C. Hasil analisis FT-IR dari ketiga material tersebut diperlihatkan pada Gambar 4.3. \ e.\j 120 C 750 C C y JC-^ Ail J YA\/ ff 40 - Is 20 - \\ 0 - \VA/ V Bilangan gelombang (cm' 1 ) Gambar 4.3 Spektra FT-IR xerogel, material hasil kalsinasi 750 C, dan material hasil kalsinasi 1000 C Gambar 4.3 menunjukkan spektra FT-IR pada xerogel, xerogel hasil kalsinasi pada suhu 750 C, dan NASICON yang dikalsinasi pada suhu 1000 C. Puncak-puncak serapan pada daerah panjang gelombang cm" 1, cm- 1, cm' 1 menunjukkan serapan NASICON yang Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 19

24 dikalsinasi pada suhu 1000 C. Puncak-puncak pada gelombang cm" 1 menunjukan adanya vibrasi tekuk dari Zr-O, P-O-P, dan Si-O, sedangkan puncakpuncak pada daerah cm' 1 merupakan vibrasi ulur dari Zr-O, P-O-P, dan Si-O, dan pada daerah cm" 1 menunjukan adanya gugus O-H yang berasal dari ikatan air yang teradsorpsi dalam material. Vibrasi-vibrasi yang terdapat pada NASICON diantaranya panjang gelombang cm" 1 yang merupakan Zr0 6, Si0 4 4 ", P0 3 4 ' strecing, dan Zr0 6, Si0 4 4 ", P0 3 4 " bending pada panjang gelombang cm" 1 (Zhang et al, 2003), pada panjang gelombang cm" 1 merupakan daerah Zr0 6, Si0 4 4 ", P0 3 4 " strecing dan mendekati 470 cm" 1 merupakan daerah P0 4 tetrahedral (Rao et al, 2001). Pada panjang gelombang 560 cm" 1 terdapat P-O-P bending, panjang gelombang cm" 1 terdapat P-O-P bending dan cm" 1 terdapat ion P0 3 4 " (Qui et al, 2003). Hal serupa terjadi pada kalsinasi 750 C, akan tetapi belum terbentuk ikatan P-O-P bending yang maksimal, yang ditandai adanya spektra yang masih membahu (shoulder) pada panjang gelombang C. Hal ini mengindikasikan masih terdapat pengotor hidrokarbon, selain itu ikatan-ikatan yang membentuk NASICON belum maksimal, karena suhu yang dibutuhkan untuk menaikkan energi ikatan antar unsur-unsur pengusun kerangka kaku tiga dimensi NASICON belum cukup. Pada suhu pemanasan xerogel (120 C), spektra FT-IR memperlihatkan bahwa belum ada panjang gelombang yang identik dengan pola spektra NASICON. Dimana pada panjang gelombang cm" 1 ; 650 cm" 1 ; cm" 1 ; 1350 cm" 1 ; 1748 cm' 1 ; dan 3500 cm" 1, berturut-turut merupakan gugus organik C-Cl, CH 2. C-O, N-O, C=0 dan OH. Berdasarkan hasil analisis FT-IR dapat disimpulkan bahwa material yang dikalsinasi pada suhu 1000 C memiliki spektra yang sesuai dengan spektra NASICON Karakterisasi XRD Analisis XRD terhadap material konduktor ionik hasil sintesis NASICON adalah untuk mengetahui keberhasilan sintesis material hasil sintesis dengan Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 20

25 melihat pola difraksi sinar-x dari NASICON hasil sintesis. Pola difraktogram sinar-x terhadap material yang dihasilkan dengan penambahan asam sitrat 6 M menghasilkan puncak 26 = 14, 19, 20, 22, 27.7, 32, 35, 35.5, 41, 46, 50, 53, 60 dan 62. Pola difraktogram dari NASICON hasil sintesis dengan penambahan asam sitrat 6 M dapat dilihat pada Gambar teta Gambar 4.4 Pola difraktogram material konduktor ionik NASICON dengan penambahan konsentrasi asam sitrat 6M Gambar 4.4 menunjukkan pola difraktogram sinar x dari NASICON yang disintesis dengan penambahan asam sitrat 6M. Puncak-puncak yang menunjukan NASICON berada pada 20 = 14, 19, 20, 22, 27.5, 32, 41, 46, dan 53. Sedangkan Zr0 2 berada pada 20 = 35, 35.5, 50, 60 (Mouzer et al, 2003). Dari gambar 4.4 diperoleh puncak-puncak NASICON yang ditunjukan pada 20 = , 20, , 41, 46, dan 53, sedangkan pada puncak-puncak dengan nilai 20 = , 50, 60, 62 menunjukan adanya zat pengotor zirkonia. Adanya kompleks zirkonia dalam NASICON dapat mempengaruhi nilai pergerakan ion Na' pada NASICON hasil sintesis. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 21

26 4.2 Pengukuran Konduktivitas dan Nilai Beda Potensial (AE) Pengukuran Konduktivitas NASICON Pengukuran konduktifitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari material konduktor ionik yang dihasilkan sebagai komponen sensor gas NOx. Pengukuran konduktifitas dilakukan dengan menggunakan alat IS (Impendancy Spectroscopy). Nilai konduktifitas ionik dari NASICON yang dihasilkan diukur sebagai fungsi waktu. Gambar 4.5 merupakan hasil pengukuran konduktifitas NASICON pada suhu 200 C, 250 C, dan 300 C E ( suhu 200'C suhu 250'C suhu 300'C 60 t (sekon) 120 Gambar 4.5 Konduktifitas NASICON yang disintesis dengan penambahan asam sitrat 6 M Pada gambar 4.5 diperoleh nilai konduktifitas pada NASICON yang disintesis dengan penambahan asam sitrat 6 M, dengan nilai terendah pada log o = -3,04 pada suhu 200 C, dan nilai konduktifitas paling tinggi berada pada log o = -2,55 pada suhu 300 C. Sedangkan pada suhu 250 C diperoleh nilai konduktifitas log a = Nilai konduktifitas pada suhu 250 C dan 300 C tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dari nilai konduktifitas yang dihasilkan maka NASICON dapat digolongkan sebagai fast ionic conductor yang memiliki rentang nilai konduktifitas sebesar o =10" 4 10*" S/cm dan dapat digunakan sebagai komponen sensor gas NOx. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 22

27 4.2.2 Pengukuran Beda Potensial (AE) Pengukuran nilai beda potensial dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan dari material konduktor ionik yang dihasilkan sebagai komponen sensor gas NOx. Material konduktor ionik yang digunakan telah dimodifikasi dengan NaN0 2, Pt sebagai elektroda sensor dan AgCl, Ag sebagai elektroda referen yang diagram selnya sebagai berikut: N0 2 (g), Pt, NaN0 2 / NASICON / AgCl, Ag Pengukuran AE dilakukan pada beberapa suhu yaitu 27 C, 200 C, 250 C, dan 300 C menggunakan multimeter digital model DT8302B. Variasi suhu bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai potensial sel dengan kenaikan suhu. Nilai-nilai AE yang diperoleh sensor bervariasi sesuai meningkatnya suhu (Whyo et al, 2005), hal ini diperlihatkan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai AEMF/dec untuk NASICON yang telah dimodifikasi dengannan0 2, Pt dan AgCl, Ag pada variasi suhu operasi. Suhu ( C) A EMF (mv) Nilai AE meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan peningkatannya cenderung stabil pada suhu diatas 250 C. Secara teoritis kalkulasi dari nilai Aemf ditunjukkan pada gambar sebagai garis kontinu. Nilai teoritis tersebut dapat dihitung dari persamaan 2.3 (RT / nf). di mana n sama dengan 1 mewakili jumlah reaksi elektron yang berpartisipasi dalam reaksi sel pada berbagai suhu (whyo et al, 2005). Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 23

28 Eksperimen Teoritis Suhu ( C) Gambar 4.6. Nilai beda potensial (AE ) pada berbagai suhu dibandingkan secara teoritis Adapun nilai teoritis itu diperoleh untuk suhu operasi 27 C, 200 C, 250 C dan 300 C berturut-turut adalah mv, mv, mv, dan mv. Pada suhu antara 250 C, nilai-nilai eksperimental mendekati sekitar 79% dari nilai teoritis. Namun, nilai AE di bawah suhu 250 C sangat rendah dan banyak menyimpang dari nilai teoritis. Hal ini berhubungan dengan efek energi kinetik yang rendah yang dihasilkan antara masing-masing elektroda dengan elektrolit sehingga mencapai titik yang tidak berkesetimbangan. 4.3 Deteksi Gas Nox dengan Sell Potensiometri Untuk mengetahui kelayakan NASICON sebagai komponen sensor gas N0 2 /NO maka dilakukan pengaliran gas N0 2 /NO terhadap NASICON yang telah dimodifikasi dengan NaN0 2, Pt dan AgCl, Ag. Melalui uji ini dapat diketahui seberapa besar kinerja NASICON dalam mendeteksi gas NOx. Pengaliran gas N0 2 pada sel sensor dihasilkan dari pemanasan KNO3 hingga pada tekanan 1 bar. Persamaan reaksi yang terjadi dari pemanasan KNO3 adalah (Restiana, 2008): 2KN0 3 (s) K 2 0 (s) + 2N0 2 (g) + Vi 0 2 (g) (reaksi 4.1) Banyaknya mol KNO3 yang bereaksi dan konsentrasi gas N0 2 yang dihasilkan dari pemanasan KN0 3 awal dan setelah pengenceran dapat dilihat pada tabel 4.2. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 24

29 Tabel 4.2 Jumlah mol KN0 3 yang bereaksi dan konsentrasi gas N0 2 yang dihasilkan Pengenceran Konsentrasi gas yang dihasilkan ke- suhu 200 U C suhu 250 C suhu 300 C Sebelum pengenceran 0, mol 0, mol 0, mol ppm 1184 ppm 1184 ppm ppm 792 ppm 792 ppm ppm 529 ppm 529 ppm ppm 353 ppm 353 ppm Berdasarkan besarnya konsentrasi gas N0 2 dalam tabel 4.2 yang dialirkan pada rangkaian sel N0 2 (g), Pt, NaN0 2 / NASICON / AgCl, Ag diperoleh nilainilai beda potensial yang diukur pada suhu 200 C, 250 C, dan 300 C yang diperlihatkan oleh Gambar 4.6, 4.7, dan 4.8. Gambar 4.7 menunjukkan peningkatan nilai AE terhadap peningkatan konsentrasi gas N0 2 pada suhu 200 C. Konsentrasi gas N0 2 yang dialirkan mulai dari 446 ppm hingga 1479 ppm. Kemiringan kurva nernst sebesar mv/dec diperoleh dengan memplotkan AE rata-rata terhadap konsentrasi gas N0 2. Nilai AE pada konsentrasi gas N ppm sebesar 76.6 mv. Nilai AE ini menurun setelah gas N0 2 diencerkan dengan menambahkan gas nitrogen. Pengenceran selanjutnya menghasilkan gas N0 2 dengan konsentrasi 989 ppm, 668 ppm, dan 446 ppm dan nilai AE yang terukur dari konsentrasi gas N0 2 yang diencerkan berturut-turut sebesar 73.6 mv mv. dan 70.6 mv. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 25

30 so 200 C H Gas N. - Gas NO, 446 ppm G a s NO, 668 ppm Gas NO, 989 ppm Gas NO, 1479 ppm t (sekon) (a) > E UJ <1 faktor nerst = mv/dec log PNO 2 (ppm) (b) Keterangan : Perhitungan besarnya konsentrasi gas N0 2 yang dialirkan terdapat di lampiran Gambar 4.7.(a)Deteksi gas N0 2 oleh sel sensor I N( ) 2^g), Pt. NaN0 2 / NASICON / AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu. (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N0 2 pada suhu 200 C. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 26

31 10O 250 C EX3 140 Gas N. Gas NOj 353 ppm Gas NO, 529 ppm Gas NO. 792 ppm Gas N ppm (a) faktor Nerst = Log PN0 2 (ppm) I (b) Keterangan : Perhitungan besarnya konsentrasi gas N0 2 yang dialirkan terdapat di lampiran Gambar 4..S. (a)deteksi gas N0 2 oleh sel sensor (N0 2 (g), Pt, NaN0 2 / NASICON / AgCl. Ag) sebagai fungsi waktu. (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N0 2 pada suhu 250 C. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch 11 tahun 2 Page 27

32 Gambar 4.8 dan 4.9 menunjukkan adanya peningkatan nilai AE pada rangkaian sel Pt, NaN0 2 / NASICON / AgCl, Ag tanpa dialiri gas N0 2 dan dengan dialiri gas N0 2 pada suhu 250 C dan 300 C. Konsentrasi gas N0 2 yang dialirkan mulai dari 353 ppm hingga 1184 ppm. Kemiringan kurva nernst berturut-turut pada suhu oprasi 250 C dan 300 C sebesar mv/dec dan mv/dec diperoleh dengan memplotkan AEMF rata-rata terhadap konsentrasi gas N0 2. Nilai AE tertinggi diperoleh pada suhu pengujian 300 C dengan mengalirkan gas N0 2 sebesar 1189 ppm yaitu mv dan pada suhu pengujian 250 C nilai AE yang diperoleh sebesar mv. Nilai ini cenderung menurun setelah dilakukan pengenceran gas N0 2 dengan menambahkan gas nitrogen masing-masing hingga tekanan 2 bar. Konsentrasi gas N0 2 yang dihasilkan dari pengenceran tersebut adalah 792 ppm, 529 ppm, 353 ppm dan nilai AEMF yang terukur berturut-turut yaitu mv, mv dan 92.75mV pada suhu 250 C. Pada suhu 300 C nilai AEMF yang diperoleh adalah mv, mv, dan mv. Adanya peningkatan beda potensial yang dihasilkan dari rangkaian sel sensor tersebut menunjukkan adanya reaksi antara NASICON dengan gas N0 2. Dimana semakin besar konsentrasi gas N0 2 yang dialirkan, semakin besar pula potensial sel yang terukur. Hal ini sesuai dengan persamaan Nernst E =E + RT / nf In PNO2- Berikut merupakan reaksi pada masing-masing elektroda dan mekanisme kerja dari sel sensor dapat dilihat pada gambar elektroda sensor : N0 2 (g) + Na + + e" NaNO;. (reaksi 4.3) elektroda referen : Ag (s) + CI" AgCl + e" (reaksi 4.4) Reaksi total : N0 2 (g) + Na + + CI" NaN0 2 + AgCl Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 28

33 C LU 1 AO G a s N- G a s N O ; 1184 ppm G a s NO; 792 OOm G a s NO. 529 ppm Gas NO, 353 ppm t (sekon) (a) 102, , , , , , , , , , , (b) Keterangan : Perhitungan besarnya konsentrasi gas N0 2 yang dialirkan terdapat di lampiran Gambar 4.9. (a)deteksi gas N0 2 oleh sel sensor (N0 2 (g), Pt, NaNG 2 / NASICON / AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N0 2 pada suhu 300 C. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Botch II tahun 2 Page 29

34 Elektroda sensor, elektrolit padat Na +, elektroda referen Gambar 4.10 Reaksi yang terjadi antara NASICON dengan gas N0 2 (Yao et al, 2002) Ketika kedalam rangkaian sensor dialiri gas N0 2, maka gas N0 2 akan bereaksi dan mendapatkan elektron dari Pt membentuk N0 2 " pada lapisan NaN0 2, untuk menyeimbangkan muatan negatif yang dihasilkan pada oleh N0 2 " maka muatan dari Na + pada NASICON akan bermigrasi ke lapisan NaN0 2. Pada saat yang bersamaan muatan Ag + dalam AgCl akan berpindah ke NASICON untuk menyeimbangkan perubahan muatan yang disebabkan karena kehilangan ion Na +. secara sederhana dapat dilihat pada persamaan dibawah: Na* (NaN0 2 ) +=> Na + (NASICON) Ag + (NASICON) +=* Ag + (AgCl) Akibat dari adanya perpindahan ion Ag + ke NASICON, maka lapisan Ag akan teroksidasi membentuk Ag + dalam AgCl untuk menjaga netralitas listrik. 4.3 Deteksi Gas NOx berdasarkan pengukuran arus (Sell Amperometrik) Untuk mengetahui kelayakan NASICON sebagai sensor gas NOx maka dilakukan pengaliran gas NOx terhadap NASICON hasil preparasi. Melalui uji ini dapat diketahui seberapa besar kinerja NASICON dalam mendeteksi gas NOx. Pengaliran gas N0 2 dilakukan pada NASICON yang dipreparasi dengan penambahan asam sitrat 6 M pada suhu 350 C. Pengaliran gas NOx dihasilkan Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 30

35 dari pemanasan KNO3 yang dilakukan sampai pada tekanan 2 bar. Persamaan reaksi yang terjadi dari pemanasan KN0 3 adalah : 2KN0 3(S ) K 2 0 { + 2N0 2( g) + Yi 0 2(g) Banyaknya mol, konsentrasi gas N0 2 dan perubahan arus deteksi (Al) yang dihasilkan dari pemanasan KN0 3 awal dan setelah pengenceran dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.3 Jumlah mol, konsentrasi dan perubahan arus deteksi (Al) Pengen Proses pengenceran KNO3 Konsentrasi perubahan arus ceran ke: gas N0 2 yang deteksi (Al) ke : terdeteksi 1 0, mol/0,00398 gr (1) 2652 ppm x 10" J A 2 (l)diencerkan dengan 1,5 barn 2 (2) 137 ppm 5.35 x 10" 5 A 3 (2)diencerkan dengan 1 bar N 2 (3) 89 ppm 2.84 x 10' 5 A 4 (3)diencerkan dengan 1 bar N 2 (4) 58 ppm OA 5 (4)diencerkan dengan 1 bar N 2 (5) 38 ppm 2.4 x 10" 6 A Pada Gambar 4.5 dapat dilihat nilai konduktivitas pengaliran gas NOx dari pemanasan KNO3. Nilai arus paling tinggi yang diperoleh dari hasil pengaliran gas NOx yang berasal dari pemanasan KNO3 hingga tekanan 2 bar sebesar 0,00999 A. Kemudian nilai arus deteksinya semakin kecil seiring makin kecilnya konsentrasi N0 2 yang dialirkan pada saat dilakukan pengenceran dengan gas N 2. Setelah pengenceran terus-menerus pada akhirnya diperoleh nilai arus yang harganya konstan. Penurunan nilai arus ini disebabkan oleh karena semakin sedikitnya gas N0 2 yang berinteraksi dengan lapisan NaN0 2 sehingga pergerakan ion Na + berkurang, sehingga konduktivitasnyapun mengecil, demikian sebaliknya hal ini terjadi untuk kondisi yang berlawanan. Pada kondisi konsentrasi gas N0 2 terkecil nilai konduktivitasnya cenderung konstran, karena merupakan batas kemampuan NASICON dalam mendeteksi gas NOx. Hal ini menunjukan terjadinya reaksi antara gas N0 2 dengan NASICON. Pada saat N0 2 bereaksi dengan NaN0 2 sebagai elektroda kerja, N0 2 akan beraksi dengan Na +. Sedangkan Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2

36 NaN0 2 pada elektroda pembantu terurai menjadi Na + terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.7. dan N0 2. Reaksi yang Elektroda kerja NO,(g) + Na* + e" NaNO, Elektroda pembantu NaNOj NO z (g) + Na* * e" NO., 0 + N:>' + e /kerja) NaNO, (elektroda Pt (elektrodareference) NASICON (Na.Zr^Si^PO,,) Gambar 4.11 Reaksi yang terjadi antara NASICON dengan gas N0 2 Deteksi gas NOx oleh NASICON hasil preparasi dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif kinerja NASICON yang dihasilkan dalam mendeteksi gas NOx. Kemampuan NASICON sebagai material konduktor ionik untuk mendeteksi gas NOx dapat dilihat setelah NASICON hasil preparasi dialirkan gas NOx. Pengaliran gas NOx dilakukan dengan pemanasan KNO3 sampai pada tekanan tertentu. Gambar 4.6 menunjukan nilai konduktivitas yang dihasilkan dengan pengaliran gas NOx terhadap NASICON yang dipreparasi dengan penambahan asam sitrat 6 M pada suhu 350 C. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 32

37 Grafik deteksi gas N0 2 pada suhu 350 C 1.8e-4 -I l.6e-4-1.4e-4-1.2e-4 - _ 1.0e-4 - < ^ 3.0e-5 H 6.0e-5-4.0e-5-2.0e Tanpa gas N ppm 137 ppm 89 ppm 58 ppm 38 ppm t(sekon) Keterangan : Perhitungan besarnya gas N0 2 yang dialirkan terdapat di lampiran Gambar 4. Respon arus sel NASICON hasil preparasi yang dialiri berbagai variasi konsentrasi gas N0 2 Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Paee 33

38 DAFTAR PUSTAKA Bruce, P.G, Solid State Electrochemistry (Cambridge University Press, Camridge, (1995) 1-4. Dietz H., Solid State Ionics 6 (1982) 175. Fray D.J., "The use of solid electrolytes as sensor for aplication in molten metal", Solid State Ionics (1996) Fabry P. and Siebert E., Electrochemical Sensor, in P. J. Gellings and H.J.M., Bouwmeester, The CRC Handbook of Solid State Electrochemistry, CRC Press, Bocaraton: 1997 Goodenough, J.B., Hong, H.Y.P. dan Kafalas, J.A. (1976). "Fast Na + Transport in Skeleton Structures". Material Research Bulletin. 11, Ion Hong, H.Y.P. (1976). "Crystal Structure and Crystal Chemistry in the System Nai +x Si x P3-xOi2 w. Material Research Bulletin. 11, Jacob K.T. and Mathews T., High Conductivity Solid Ionic Conductors (Elsevier, North Holland Inc., Amsterdam, 1989) Jiang M.R.M. and Weller M.T, A nitrite solidate N0 2 gas sensor. Sensors and Actuator B: Chemical 30 (1996) 3-6 Lee, J.S. et al. (2003). "NASICON-Based Amperometric C0 2 Sensor Using Na 2 C0 3 -BaC0 3. Sensor and Actuators B 96, Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 35

39 Miura N., Ono M., Shimanoe K, and Yamazoe N., "A compact amperometric N0 2 sensor based on Na + conductive solid electrplyte", Journal of Applied Electrochemistry 2% (1998) Miura M, Yao S., Shimizu Y., and Yamazoe N, "New auxiliary sensing material for solid electrolyte N02 sensors", Solid State Ionic, 70/71 (1994) Ono, M. et al. (2000). "Amperometric Sensor Based on NASICON and NO Oxidation Catalysts for Detection of Total NOx in Atmospheric Environment". Solid State Ionic , Setiabudi A, Nahadi, dan Bambang Soegijono, "Preparasi dan Karakterisasi Material konduktor Ionik Berbasis Ion Natrium", Laporan Penelitian Hibah Pekerti, Shimizu, Y. dan Ushijima,T. (2000). "Sol-gel Processing of NASICON Thin Film Using Aqueous Complex Precursor". Solid State Ionics. 132, Traversa E., Aono H., Sadaoka Y., and Montanaro L, "Electrical properties of solgel processed NASICON having new composition", Sensor and Actuators B: 65 Chemical (2000) Qiu, F. et al. (2004). "Preparation of planar C0 2 Sensor Based on Solid- Electrolyte NASICON Synthesized by Sol-Gel Process". Materials Chemistry and Physics. 83, West, A.R. (1989). Solid State Chemistry and Its Aplications. Singapore: John Wiley & Sons. Weppner W., "Solid state electrochemical gas sensor", Sensors and Actuators 12 (1987) 107. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 36

40 Yang,Y. dan Liu, C.C. (2000). "Development of A NASICON-Based Amperometric Carbon Dioxide Sensor". Sensors and Actuators B. 62, Zhang S, Quan B., Zhao Z., Zhao B., He Y., and Chen W, (2003), "Preparation and characterisation of NASICON with a new sol-gel proses", Material Letters 58, Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi, sintesis material konduktor ionik dan uji kinerja material

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi, sintesis material konduktor ionik dan uji kinerja material BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Preparasi, sintesis material konduktor ionik dan uji kinerja material konduktor ionik menggunakan analisis IS dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI METODE SOL-GEL ANORGANIK

SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI METODE SOL-GEL ANORGANIK Jurnal Sains dan Teknologi Kimia Vol 1, No.1 ISSN 2087-7412 April 2010, hal 1-6 SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI METODE SOL-GEL ANORGANIK Aniesah Ratna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oksida Nitrogen Tiga bentuk oksida nitrogen yang secara normal masuk ke dalam atmosfer adalah nitrogen monoksida (N 2 O), nitrogen oksida (NO), dan nitrogen dioksida (NO 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah kehadiran substansi fisik, kimia atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat merusak benda-benda

Lebih terperinci

PANITIA SEMINAR NASIONAL KIMIA XVIII JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA. Dr. AGUS SETIABUDI PENYAJI

PANITIA SEMINAR NASIONAL KIMIA XVIII JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA. Dr. AGUS SETIABUDI PENYAJI PANITIA SEMINAR NASIONAL KIMIA XVIII JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA Diberikan kepada Dr. AGUS SETIABUDI Sebagai PENYAJI Pada SEMINAR NASIONAL KIMIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan diproduksinya berbagai macam peralatan yang dapat mempermudah manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Molekul nitrogen terdapat 80% di alam diantaranya membentuk oksida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Molekul nitrogen terdapat 80% di alam diantaranya membentuk oksida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oksida Nitrogen (NOx) Molekul nitrogen terdapat 80% di alam diantaranya membentuk oksida nitrogen, menghasilkan beberapa senyawa yaitu N 2 O, NO, N 2 O 3, NO 2, N 2 O 5 tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah permasalahan besar yang harus dihadapi pada

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah permasalahan besar yang harus dihadapi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara adalah permasalahan besar yang harus dihadapi pada saat ini karena udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan makhluk hidup, terutama manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Komponen Sensor Gas Nox

Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Komponen Sensor Gas Nox Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Komponen Sensor Gas Nox Agus Setiabudi 1, Nahadi 1, Ois Pandi 1, Bambang Soegijono 2, dan Achmad Hanafi S 2 1 Program Studi Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Modifikasi Prosedur Preparasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2

Modifikasi Prosedur Preparasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2 Modifikasi Prosedur Preparasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2 Soja Siti Fatimah 1,Ali Kusrijadi 1,Agus Setiabudhi 1, Bambang Soegijono 2, dan Arif N 1 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sulfur dioksida adalah gas tak terlihat yang berbau sangat tajam,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sulfur dioksida adalah gas tak terlihat yang berbau sangat tajam, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sulfur Dioksida Sulfur dioksida adalah gas tak terlihat yang berbau sangat tajam, mempunyai sifat tidak mudah terbakar, tidak mudah meledak, menyerang sistem pernafasan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meledak serta menyerang sistem pernafasan manusia. Konsentrasi gas SO 2 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meledak serta menyerang sistem pernafasan manusia. Konsentrasi gas SO 2 di 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sulfur Dioksida Sulfur dioksida merupakan gas tak terlihat yang berbau sangat tajam dalam konsentrasi yang pekat, mempunyai sifat tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak

Lebih terperinci

MAKALAH. Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2

MAKALAH. Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2 MAKALAH Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2 Oleh : Soja Siti Fatimah, M.Si 1) Drs. Ali Kusrijadi, M.Si 1) Dr.Agus Setiabudhi 1)

Lebih terperinci

SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI REAKSI PADAT-PADAT

SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI REAKSI PADAT-PADAT SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI REAKSI PADAT-PADAT Setyo Hermintoyo, Soja Siti Fatimah, dan Ali Kusrijadi. Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TH Anggaran 2007

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TH Anggaran 2007 LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TH Anggaran 2007 Material Sains Kinerja Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Na + Hasil Preparasi Sebagai Sensor Gas NOx Dr. Agus Setiabudi Dr. Bambang Soegijono Soja

Lebih terperinci

MODIFIKASI PREPARASI MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS ION MAGNEIUM MELALUI METODE SOL GEL SEBAGAI KOMPONEN SENSOR GAS SO 2

MODIFIKASI PREPARASI MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS ION MAGNEIUM MELALUI METODE SOL GEL SEBAGAI KOMPONEN SENSOR GAS SO 2 MODIFIKASI PREPARASI MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS ION MAGNEIUM MELALUI METODE SOL GEL SEBAGAI KOMPONEN SENSOR GAS SO 2 Oleh : Soja Siti Fatimah,M.Si 1) Ali Kusrijadi,M.Si 1) Dr. Bambang Soegiono 2)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

Laporan Akhir Penelitian Tahun I. HI BAH KERJASAMA ANTAR PERGURUAN T1NGGI (Hibah Pekerti)

Laporan Akhir Penelitian Tahun I. HI BAH KERJASAMA ANTAR PERGURUAN T1NGGI (Hibah Pekerti) Laporan Akhir Penelitian Tahun I HI BAH KERJASAMA ANTAR PERGURUAN T1NGGI (Hibah Pekerti) Preparasi dan karakterisasi material konduktor ionik berbasis ion Na sebagai komponen sensor gas NOx dan peluang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA) PENULIS : 1. Nur Chamimmah Lailis I,S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Anorganik Program Studi Kimia ITB. Pembuatan pelet dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan di Laboratorium Kimia Fisik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 Hendri, Elvaswer Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

1. Jenis kristal ion 2. Elektrolit zat padat 3. Pengukuran konduktifitas 4. Aplikasi elektrolit zat padat

1. Jenis kristal ion 2. Elektrolit zat padat 3. Pengukuran konduktifitas 4. Aplikasi elektrolit zat padat 1. Jenis kristal ion 2. Elektrolit zat padat 3. Pengukuran konduktifitas 4. Aplikasi elektrolit zat padat Alkali halida Dalam alkali halida (mis. NaCl), kation lebih mobil drpd anion. Ion Na + dapat berpindah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat telah memaksa riset dalam segala bidang ilmu dan teknologi untuk terus berinovasi. Tak terkecuali teknologi dalam bidang penyimpanan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin. Oleh : Agus salim Suwardi

Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin. Oleh : Agus salim Suwardi Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin Oleh : Agus salim Suwardi Pendahuluan Polimer elektroaktif telah menjadi objek penelitian yang menarik bagi kalangan

Lebih terperinci

PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph)

PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph) PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph) I. Tujuan. Membuat kurva hubungan ph - volume pentiter 2. Menentukan titik akhir titrasi 3. Menghitung kadar zat II. Prinsip Prinsip potensiometri didasarkan pada

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 di bawah ini memperlihatkan diagram alir dalam penelitian ini. Surfaktan P123 2 gr Penambahan Katalis HCl 60 gr dengan variabel Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini salah satu jenis material aplikasi yang terus dikembangkan adalah komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan atau lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Laporan Akhir Tesis LOGO PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Disusun Oleh: M. Furoiddun Nais 2309201016 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Vivi Andriani NIM Dosen Pembimbing Utama : Drs. SISWOYO, M.Sc., PhD. Dosen Pembimbing Anggota : Drs. ZULFIKAR, PhD.

SKRIPSI. Oleh : Vivi Andriani NIM Dosen Pembimbing Utama : Drs. SISWOYO, M.Sc., PhD. Dosen Pembimbing Anggota : Drs. ZULFIKAR, PhD. SKRIPSI PENGEMBANGAN SENSOR VOLTAMETRI N 2 O DENGAN Vivi Andriani NIM 031810301047 Dosen Pembimbing Utama : Drs. SISWOYO, M.Sc., PhD. Dosen Pembimbing Anggota : Drs. ZULFIKAR, PhD. PENGEMBANGAN SENSOR

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

Elektropolimerisasi Film Polianilin dengan Metode Galvanostatik dan Pengukuran Laju Pertumbuhannya

Elektropolimerisasi Film Polianilin dengan Metode Galvanostatik dan Pengukuran Laju Pertumbuhannya JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 8, NOMOR 1 JANUARI 2012 Elektropolimerisasi Film Polianilin dengan Metode Galvanostatik dan Pengukuran Laju Pertumbuhannya Rakhmat Hidayat Wibawanto dan Darminto Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fuel cell merupakan sistem elektrokimia yang mengkonversi energi dari pengubahan energi kimia secara langsung menjadi energi listrik. Fuel cell mengembangkan mekanisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Persiapan UN 2018 KIMIA

Persiapan UN 2018 KIMIA Persiapan UN 2018 KIMIA 1. Perhatikan gambar berikut! Teori atom yang muncul setelah percobaan tersebut menyatakan bahwa... A. Atom-atom dari sebuah unsur identik dan berbeda dengan atom unsur lain B.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk modifikasi elektroda pasta karbon menggunakan zeolit, serbuk kayu, serta mediator tertentu. Modifikasi tersebut diharapkan mampu menunjukkan sifat

Lebih terperinci

TITRASI POTENSIOMETRI

TITRASI POTENSIOMETRI TITRASI PTENSIMETRI TITRASI PTENSIMETRI I. TUJUAN PERCBAAN Menentukan titik ekivalen secara potensiometri. II. DASAR TERI Suatu eksperimen dapat diukur dengan menggunakan dua metode yaitu, pertama (potensiometri

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik karena listrik merupakan sumber energi utama dalam berbagai bidang kegiatan baik dalam kegiatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hidrogen klorida (HCl) dan waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sintesis material, beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. Perbaikan kinerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 Oleh: Dyah Fitasari 1409201719 Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, S.Si, M.Sc Suprapto, M.Si, Ph.D LATAR BELAKANG Sikloheksanon Sikloheksanon Oksim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci