BAB II LANDASAN TEORI. sekedar malkukan beberapa pengukuran dengan jam henti (stopwatch), apalagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. sekedar malkukan beberapa pengukuran dengan jam henti (stopwatch), apalagi"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran waktu Jam Henti Untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidak cukup sekedar malkukan beberapa pengukuran dengan jam henti (stopwatch), apalagi jam biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-lain Langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran Langkah-langkah yang perlu diikuti agar hasil yang diinginkan dapat dipertanggung jawabkan : a. Penetapan tujuan pengukuran Dalam pengukuran waktu perlu ditetapkan dan diketahui tujuan hasil dari pengukuran, tingkat kerelitian, dan tingkat keyakinan yang diinginkannya. b. Melakukan penelitian pendahuluan Tujuan dari pengukuran adalah memperoleh waktu yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini termasuk diantara yang dapat dicarikan waktu yang pantas tersebut. Waktu kerja sebaiknya dilakukan apabila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi kerja yang ada sebaiknya diperbaiki terlebih dahulu. 8

2 9 c. Memilih Operator Waktu kerja yang diukur bukanlah waktu kerja dari operator yang diambil begitu saja, melainkan memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat diandalkan hasilnya. Jika jumlah pekerja yang tersedia di tempat kerja yang bersangkutan banyak dan berkemampuan yang bervariasi, maka perlu didekatkan dalam distribusi normal dalam statistik distribusi. Kemampuan operator yang diambil bukanlah yang dapat mengerjakan dengan kemampuan tinggi atau rendah tetapi dengan kemampuan normal dan wajar. Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Kemampuan kerja Kemampuan kerja Rendah Rata-rata Tinggi Gambar 2.1 Distribusi kemampuan pekerja d. Melatih Operator Pelatihan masih perlu dilakukan bagi operator terutama jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini

3 10 terjadi jika yang akan diukur adalah sistem kerja baru,sehingga operator tidak berpengalaman menjalankannya. Bahkan bila sistem kerjanya adalahyang sudah ada selama ini, operatorpun bisa kurang menguasai pekerjaannya terutama bila banyak perubahan rancangan yang dilakukan. e. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan Pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang besangkutan. Waktu siklusnya adalah waktu penyelesaian satu satuan waktu produk penyelesaian ini. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. Ada beberapa pedoman untuk menguraikan pekerjaan atas elemenelemennya : 1. Sesuai dengan ketelitian yang diinginkan, uraikan pekerjaan menjadi elemen-elemennya serinci mungkin, tetapi masih dapat diamati oeh indera pengukur dan dapat direkam waktunya oleh jam henti. 2. Untuk memudahkan, elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau gabungan beberapa elemen gerakan, misalnya seperti yang dikembangkan Gilbert. 3. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal; jumlah dari semua elemen harus tepat sama dengan keseluruhan pekerjaan yang bersangkutan. 4. Elemen yang satu hendaknya dapat dipisahkan dari elemen yang lain secara jelas. f. Menyiapkan perlengkapan pengukuran Sebelum melakukan pengukuran ada hal yang perlu disiapkan yaitu :

4 11 1. Jam Henti 2. Lembaran-lembaran pengamatan 3. Pena atau pensil 4. Papan Pengamatan Melakukan pengukuran waktu Pengukuran waktu yang dimaksudkan adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang sudah disiapkan sebelumnya. Pengukur menempatkan posisi dimana operator tidak terganggu kegiatannya dan dalam posisi memeudahkan pengukur dalam melakukan pengukuran. Untuk mengetahui jumlah pengukuran yang harus dilakukan, diperlukan beberapa tahap pengukuran pendahuluan seperti dijelaskan berikut Pengukur menentukan jumlah awal pengukuran, yang selajutnya pengukur melakukan tahap pengujian keseragaman data dan menghitung julah pengukuran yang harus dilakukan. Pemrosesan hasil pengukuran dilakukan dengan langkah-langkah berikut : 1. Mengelompokkan hasil pengukuran ke dalam subgrup-subgrup yang masing-masing berisi beberapa harga pengukuran yang diperoleh secara berturut-turut, dan hitung rata-ratanya. 2. Hitung rata-rata sub sub grup dengan: = Dimana :

5 12 adalah harga rata-rata dari subgrup ke-i k adalah harga banyaknya subgrup yang terbentuk 3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan Σ = Dimana : N adalah jumlah pengamatan pendahulunya yang telah dilakukan adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan. 4. Hitung standar deviasi dan distribusi harga rata-rata subgrup dengan : = Dimana: n adalah besarnya subgrup 5. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) dengan : BKA = BKB = 6. Tentukan jumlah pengukuran dengan : N = Rumus ini adalah untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% Dimana: N adalah jumlah pengukuran yang telah dilakukan.

6 13 Pada rumus ini jika nilai N >N maka perlu diadakan pengambilan data sampai nilai besaran N <N Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalh waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Yang ideal tentunya dilakukan pengukuran-pengukuran yang sangatbanyak (sampai tak terhingga kali, misalnya), karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karen keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Namun, sebaliknya jika dilakukan hanya beberapa kali pengukuran saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar. Dengan demikian yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak dapat dipercaya. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya yang diharuskan dicari). Sementara tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperolah memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10 % dari rata-rata sebenarnya Pengujian keseragaman data Sekelompok data dikatakan seragam bila berada diantara kedua batas kontrol. BKA =

7 14 BKB = Bila diluar batas-batas itu, yang secara statistika disebut berasal dari sistem sebab yang berbeda, dikatakan sebagai data-data yang tak seragam. 2.2 Melakukan perhitungan waktu baku Jika data yang didapat memiliki tingkat keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya sudah memenuhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan, makakegiatan pengukuran telah selesai. Selanjutnya adalah mengolah data yang sudah didapatkan tersebut menjadi waktu baku. Untuk mendapatkan waktu baku tersebut dilakukan langkah sebagai berikut : a. Hitung waktu siklus, yang adalah waktu penyelesaian rata-rata selama pengukuran: b. Hitung waktu baku normal Wn = W s x p Dimana p adalah faktor penyesuaian c. Hitung waktu baku W b = W n (1 +1) Dimana 1 adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Kelonggaran ini diberikan untuk tiga hal, yaitu kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatan dalam persen dari waktu normal.

8 Penyesuaian Dalam bekerja, ketidak wajaran dapat terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau menjumpai kesulitankesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Penyebab-penyebab ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu lambat atau cepatnya penyelesaian suatu pekerjaan. Hal ini jelas tidak diinginkan karena dalam waktu baku, kondisi dan cara kerja secara wajar. Penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau waktu yang normal Penyesuaian Menurut Westinghouse Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja, dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini. Super skill : 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. 2. Bekerja dengan sempurna. 3. Tampak seperti telah terlatih dengan baik.

9 16 4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit untuk diikuti 5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. 6. Perpindahan dari suatu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya. 7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berfikir dan merencanakan tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis). 8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yan gsangat baik. Excellent Skill : 1. Percaya peda diri sendir 2. Tampak cocok dengan pekerjaannya 3. Terlihat telah terlatih dengan baik. 4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan lagi. 5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urut-urutannya dijalankan tanpa kesalahan. 6. Menggunakan peralatan dengan baik 7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu 8. Bekerjanya cepat tapi halus 9. Bekerjanya berirama dan terkoordinasi Good Skill : 1. Kualitas hasil baik.

10 17 2. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebaynakan pekerja pada umumnya. 3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah. 4. Tampak jelas sebagai pekerja yan cakap 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan. 6. Tidak ada keragu-raguan. 7. Bekerjanya stabil 8. Gerakan gerakannya terkoordinasi dengan baik. 9. Gerakan-grakannya cepat. Average Skill : 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2. Gerakannya cepat tetapi tidak lambat. 3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan. 4. Tamapak sebagai pekerja yang cakap 5. Gerakan-gerakan cukup menunjukkan tidak adanya keragu-raguan. 6. Mengkoordisnasi tangan dan pikiran dengan cukup baik. 7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaanya. 8. Bekerja cukup teliti. 9. Secara keseluruhan cukup memuaskan. Fair Skill : 1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik. 2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya

11 18 3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakangerakan. 4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup. 5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah dipekerjakan dibagiannya telah sejak lama. 6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tapi tampaknya tidak selalu yakin. 7. Sebagian waktunya terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri. 8. Jika tidak bekerja secara sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. 9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya Poor Skill : 1. Tidak bisa mengkoordinasi tangan dan pikiran 2. Gerakan-gerakannya kaku 3. Kelihatan ketidak yakinan pada urutan-urutan gerakan. 4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. 5. Tidak terlihat kecocokan dengan pekerjaannya. 6. Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan-gerakan kerja. 7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan. 8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri. Untuk usaha atau effort, cara westinghouse membagi juga kelas-kelas dengan ciri-ciri tersendiri. Yang dimaksud adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini ada enam usaha dengan ciri-cirinya, yaitu;

12 19 Excessive effort : 1. Kecepatan sangat berlebihan 2. Usahnya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatanya. 3. Kece[atan yang ditimbulkan tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja. Excellent effort : 1. Jelas terlihat kecepatannya sangat tinggi 2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya 4. Banyak membarikan saran. 5. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang 6. Percaya pada kebaikan dengan maksud pengukuran waktu. 7. Tidak bertahan lebih dari beberapa hari 8. Bangga atas kelebihannya 9. Gerakan-gerakan yang salah terjadi jarang sekali 10. Bekerjanya sangat sistematis 11. Karena lancarnya, perpndahan dari suatu elemen ke elemen yang lain tidak terlihat. Good effort 1. Bekerja berirama 2. Saat-saat menganggur sangat sedikit. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannua 4. Senang pasa pekerjaaannya.

13 20 5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari. 6. Percaya pada kebaikan waktu pengukuran waktu. 7. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 8. Dapat memberikan saran-saran untuk perbaikan kerja. 9. Tempat kerjanya diatur dengna baik dan rapi. 10. Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik. 11. Memelihara dengan baik kondisi peralatan. Average effort : 1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari good. 2. Bekerja dengna stabil. 3. Menerima saran-sran tapi tidak melaksanakannya. 4. Set-up dilaksanakan denan baik. 5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan. Fair effort : 1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal. 2. Kadang-kadang perhatian tidak ditunjukkan pada pekerjaannya. 3. Kurang sungguh-sungguh. 4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku 6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik. 7. Terliahat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya. 8. Terlampau hati-hati 9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja. 10. Gerakan-gerakannya tidak terencana

14 21 Poor effort: 1. Banyak membuang-buang waktu. 2. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja 3. Tidak mau menerima saran-saran. 4. Tampak malas dan lambat saat bekerja. 5. Melakukan gerakangerakan yang tidak perlu untk mengambil alat-alat dan bahan. 6. Tempat kerjanya tidak diatur dengan rapi. 7. Tidak perduli pada cocok/baik tidaknya tempat kerja yang telah diatur 8. Set up kerjanya terlihat tidak baik. Yang dimaksud dengan kondisi kerja dalam westing house adalah kondisi fisik lingkungannay seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Dibagi dalam enam kelas yaitu ; Ideal, excellent, Good, Average, Fair, dan Poor. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah Konsistensi. Karena pada setiap pengukuran waktu tidak pernah sama, waktu penyelesaian pekerjaan selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Dibagi dalam enam kelas yaitu ; Ideal, excellent, Good, Average, Fair, dan Poor. Seseorang bekerja perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat. Secara teoritis mesin atau pekerja yang waktunya dikendalikan oleh mesin merupakan contoh variasi waktu yang tidak diharapkan terjadi. Kebaliknya konsistensi poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaian berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi Average adalah bila seliasaih antara waktu dan penyelesaian dengan rataratanyatidak besar walaupun ada satu dua yang letaknya jauh.

15 22 Dalam menghitunga faktor penyesuaian, bagi keadaan yang dianggap wajar diberi harga p=1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini harga p ditambah dengan angka-angka yang sesuai dengan ke-empat faktor diatas. 2.4 Kelonggaran Keloggaran di berikan untuk tiga hal yaitu unutk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tifak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur dicatat ataupun dihitung Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Kebutuhan pribadi seperti minum, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar untuk melepaskan ketegangan maupun kejemuan dalam bekerja. Perhitungan khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat dengan sampling maupun secara fisiologis. Tabel Kelonggaran dapat dilihat di tabel Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatigue Rasa fatigue tercermin ketika menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat apabila terjadi penurunan kerja Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak bisa terlepas oleh hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol berlebihan

16 23 dan menganggur secara sengaja. Ada juga hambatan yang tidak bisa dihindarkan karena berada diluar kemampuan pekerja. Besarnya hambatan bervariasi dari suatu pekerjaan ke perkerjaan lain atau bahkan satu sistem ke sistem yang lain. 2.5 Peramalan (Forecasting) Peramalan (forecasting) merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien khususnya dalam bidang Ekonomi. Peramalan mempunyai peranan langsung pada peristiwa eksternal yang pada umumnya berapda di luar kendali manajemen, seperti : Ekonomi, Pelannggan, Pesaing, Pemerintah dan lain sebagainya. Peramalan(forecasting) adalah prediksi, proyeksi atau perkiraan akan suatu peristiwa yang tidak pasti di masa mendatang. Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Tujuan dari peramalan sendiri adalah untuk dapat menentukan atau membuat suatu perencanaan dalam pemenuhan permintaan di masa mendatang dengan memperkirakan besarnya penjual an dan penggunaan produk, sehingga produk dapat diproduksi dalam jumlah yang tepat Peramalan permintaan dalam bidang produksi mengambil peranan penting terutama yang menyangkut perencanaan skedul produksi, perencanaan pemenuhan bahan, perencanaan kebutuhan tenaga kerja, perencanaan kapasitas produksi, perencanaan layout fasilitas, penentuan lokasi, penentuan metode proses, penentuan jumlah mesin, dasain aliran barang dan lain sebagainya.

17 Model Peramalan Secara umum model-model peramalan dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok utama : (Vincent Gasperz:PPIC, hal 85) 1. Model Kualitatif Pada dasarnya metode kualitatif ditunjukkan lebih berdasarkan intuisi atau pertimbangan. Beberapa model peramalan yang digolongkan kualitatif adalah ; Dugaan manajemen, riset pasar, metode kelompok terstruktur, dan analogi historis. 2. Metode kuantitatif Metode kuantitatif lebih berdasarkan analisis hubungan numerik dari data. Metode ini dibagi menjadi dua : a. Intrinsik Model kuantitatif Intrinsik sering disebut model-model deret waktu (time series model). Beberapa model deret waktu yang populer adalah; rata-rata bergerak (moving average), pemulusan eksponensial (exponential smoothing), dan proyeksi kecenderungan (trend projection). b. Ekstrinsik Model kuantitatif ekstrinsik disebut juga model kausal, dan yang populer adalah model-model regresi (regression causal model) Karakteristik/pola permintaan : 1. Rata-rata, permintaan yang konstan selama periode tertentu

18 25 2. Trend, merupakan penyesuaian terhadap pengaruh musiman, cyclical dan kejadian lain yang mungkin mempengaruhi hasil akhir peramalan. 3. Seasonality, peramalan yang dipengaruhi oleh faktor musiman 4. Random variation disebabkan oleh suatu kesempatan peristiwa. 5. Cyclical, sulit ditentukan, karena dipengaruhi oleh beberapa hal di luar kendali seperti pemilihan umum, perang, kondisi ekonomi atau tekanan sosial (Presentasi kuliah Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Yovanka Rumondang) Pemilihan model peramalan tergantung pada: 1. Rentang waktu forcast. 2. Ketersediaan Data 3. Akurasi/ketepatan 4. Budget forcast 5. Ketersediaan qualified personnel (Presentasi kuliah Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Yovanka Rumondang) Tahapan dalam menentukan peramalan : 1. Plot data pada diagram (grafik) 2. Pilih min 2 macam metode peramalan 3. Hitung parameter masing-masing fungsi 4. Hitung kesalahan peramalan masing-masing 5. Pilih peramalan dengan nilai kesalahan peramalan terkecil 6. Verifikasi terhadap fungsi peramalan terpilih

19 26 7. Tentukan nilai ramalan di masa datang (Presentasi kuliah Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Yovanka Rumondang) Model Rata-Rata bergerak (Moving Average Model) Dalam penelitian ini penulis akan mencoba menggunakan 2 metode yang dalam perhitungannya tidak menggunakan tren, dikarenakan pola data yang digunakan penulis tidak menunjukkan kecenderungan atau tren. Model rata-rata bergerak menggunakan data aktual yang baru untuk membangkitkan nilai ramaln untuk permintaan dimasa yang akan datang. Metode rata-rata bergerak menggunakan formula sebagai berikut : Rata-rata Bergerak n-periode = Dimana n adalah banyaknya periode dalam rata-rata bergerak. F t A t 1 A t 2 At n 3... A t n Dimana : F t n A t-1 = Peramalan untuk periode mendatang = jumlah periode pengamatan = data aktual satu periode yang lalu

20 Model Rata-Rata Bergerak Terbobot ( Weighted Moving Average Model) Model rata-rata bergerak terbobot lebih responsif terhadap perubahan karena data dari periode yang baru biasanya diberi bobot lebih besar. Model rata-rata bergerak terbobot memiliki formula : Weighted MA(n) = F 1 = W A A t-1 + W 2 A t= W n A t-n Dimana : W 1 = bobot yang diberikan pada periode t-1 W 2 = bobot yang diberikan pada periode t-2 W n n = bobot yang diberikan pada periode t-n = Jumlah periode Mean absolute deviation (MAD) Nilai kesalahan peramalan merupakan hasil perhitungan rata-rata nilai absolute dari selisih antara kondisi aktual dengan hasil peramalan. MAD = Dimana : t A F = Period Number = Actual demand for the period = Forecast demand for the period

21 Tracking Signal (TS) Suatu cara pengukuran kesalahan peramalan yang mengindikasikan bagaimana suatu nilai peramalan memperkirakan nilai aktual. TS = TS = Tracking Signal yang positif, menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar dari peramalan. Tracking Signal yang negatif, menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih kecil dari peramalan. Tracking Signal yang baik yaitu apabila memiliki nilai Run Sum of Forecast Error (RSFE) yang rendah dan mempunyai positif error yang sama banyak atau seimbang dengan negatif error, sehingga pusat dari tracking signal mendekati nol. Langkah-langkah menggunakan model rata-rata bergerak : 1. Identifikasi pola histotis dari data aktual permintaa 2. Memilih model peramalan yang sesuai dengan pola historis dari data aktual permintaan 3. Melakukan analisis data berdasarkan model peramalan yang dipilih 4. Memilih model peramalan yang tepat berdasarkan MAD terkecil 5. Memeriksa kandalan model peramalan yang dipilih berdasarkan peta kontrol traking signal. 2.6 Rencana Produksi Agregat Perencanaan produksi agregat adalah perencanaan yang dinyatakan pada tingkat kasar untuk memenuhi total kebutuhan permintaan dari seluruh produk yang bersama-sama saling menggunakan sumber daya terbatas.

22 29 Pada dasarnya perencanaan manufacturing (manufacturing planning) mencakup perencanaan terhadap output dan input dari operasi manufakturing yang dikelompokkan dalam dua jenis perencanaan, yaitu: perencanaan prioritas (priority planning) yang berkaitan dengan perencanaan output dan perencanaan kapasitas (capacity planning) yang berkaitan dengan perencanaan input. Perencanaan prioritas menentukan produk-produk atau prioritas-prioritas dari operasi manufakturing untuk memenuhi permintaan pasar. Sedangkan perencanaan kapasitas menentukan sumber-sumber daya input atau tingkat kapasitas yang dibutuhkan oleh operasi manufakturing untuk memenuhi jadwal produksi atau output yang diinginkan, membandingkan kebutuhan produksi dengan kapasitas yang tersedia, dan menyesuaikan tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Perencanaan kapasitas mencakup kebutuhan sumber-sumber daya. Dalam sistem MRP II, perencanaan kapasitas tidak mencakup material, karena perencanaan material ditangani oleh fungsi perencanaan prioritas melalui penjadwalan produksi induk dan perencanaan kebutuhan material. Keberhasilan perencanaan dan pengendalian manufakturing membutuhkan perencanaan kapasitas yang efektif, agar mampu memenuhi jadwal produksi yang ditetapkan. Kekurangan kapasitas dapat menyebabkan kegagalan memenuhi target produksi, keterlambatan dan kehilangan kepercayaan dalan sistem formal yang mengakibatkan reputasi perusahaan menurun. Pada sisi lain kelebihan kapasitas dapat menyebabkan tingkat utilisasi sumber-sumber daya yang rendah, biaya meningkat dan menyebabkan harga tidak kompetitif, kehilangan pangsa pasar, penurunan keuntungan, dan lain-lain. Sistem manufakturing tidak dapat memproduksi output yang diinginkan tanpa memiliki

23 30 input yang cukup Oleh karena itu aktivitas perencanaan prioritas sejajar dengan aktivitas perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki dari rencanarencana kapasitas yang sejajar dan sesuai dengan hierarki dari rencana-rencana prioritas. Hierarki Tingkat Perencanaan Strategik Perencanaan Strategik Bisnis Manajemen Permintaan Perencanaan Prioritas Perencanaan Produksi Perencanaan Kapasitas Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (RRP) Tingkat Perencanaan Taktikal Penjadwalan Produksi Induk Rough-Cut Capacity Planning Perencanaan Perencanaan Kebutuhan Kebutuhan Pengendalian Kapasitas Pengendalian Aktivitas Operations Sequencing Sequencing Outgoing Products Pengendalian Input/Output Keterangan : = Hubungan dua arah, termasuk umpan balik RRP = Resources Requirement Planning MPS = Master Production Planning CRP = Capacity Requirement Planning MRP = Material Requirement Planning PAC = Production Activity Control Gambar 2.2 Sistem Manufacturing Resource Planning

24 31 Terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanan prioritas dan kapasitas yang terintegrasi, antara lain : 1. Perencanaan Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya. 2. Penjadwalan Induk Produksi (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) 3. Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP). 4. Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/Output serta Operation Sequence. Pada dasarnya proses perencanaan produksi dapat dikemukanan dalam empat langkah utama, sebagai berikut: Langkah 1 : Mengumpulkan data-data relevan bagi perencanaan produksi. Seperti; Sales Forecast yang bersifat tidak pasti dan pesanan- pesanan yang bersifat pasti selama periode tertentu. Yang perlu diperhatikan juga adalah Back Log, kuantitas produksi di waktu yang lalu yang masih kuran dan masih harus diproduksi. Langkah 2 : Mengembangkan daya yang relevan itu kedalam sebuah informasi yang teratur seperti di dalam tabel.

25 Tabel 2.1 Tabel rencana produksi Deskripsi Periode Waktu (Bulan) 1. Ramalan Penjualan 2. Pesanan (orders) 3. Permintaan Total = (1)+(2) Rencana Produksi Inventory 32 Langkah 3 : Menentukan kapabilitas produksi, berkaitan dengan sumbersumber daya yang ada. Langkah 4 : Melakukan partnership meeting. Pada dasarnya dalam sistem MRP II terdapat tiga alternatif strategi perencanaan produksi, yaitu: level method, chase strategy, dan compromise strategy sebagai berikut: 1. Level Method Didefinisikan sebagai metode perencanaan produksi yang memiliki distribusi produksi yang merata. Pada strategi ini akan mempertahankan tingkat kestabilan produksi sementara inventory akan mengalami variasi. 2. Chase Strategy Didefinisikan sebagai metode perencanaan produksi yang mempertahankan tingkat kestabilan inventory, sementara produksi bervariasi mengikuti permintaan total. 3. Compromise Strategy

26 Didefinisikan sebagai strategi yang menjadi kompromi diantara kedua metode perencanan produksi diatas Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Perencanaan kebutuhan sumber daya (resource requirement planning=rrp) merupakan tingkat atau level tertinggi dalam hierarki perencanan kapasitas. Terdapat perbedaan antara perencanan kebutuhan sumber daya pada level satu dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) 2 Periode perencanaan Triwulan atau bulanan No offset Tabel 2.2 Perbedaan antara RRP dan RCCP No Deskripsi RRP RCCP 1 Input Kelompok produk atau item-item Produk-produk dan komponenkomponen Mingguan atau harian Lead-time offset 3 Output Resource plan Rough cut capacity plan 4 Metode Bill of resource Detailed product load profile Pada dasarnya perencanaan sumber daya (RRP) dapat dilakukan lima langkah berikut: Langkah 1 : Memperoleh rencana produksi seperti telah dikemukakan dalam proses perencanaan produksi. Apabila menggunakan sistem MRP II, kita dapat memilih salah satu dari tiga strategi perencanaan produksi, yaitu : Level Method, Chase strategy, dan compromise. Langkah 2 : Menentukan struktur produk Langkah 3 : Menemukan bill of resource

27 34 Bill of resource tergantung pada struktur produk yang berada dalam langkah 2 untuk product mix dan juga tergantung pada tingkat penggunaan dari sumbersumber daya kritis Langkah 4 : Menghitung kebutuhan sumber daya total. Langkah 5 : Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan. Dalam langkah ini setiap rencana dievaluasi performansinya berkaitan dengan biaya dan tingkat efisiensi, karena setiap rencana membutuhkan tingkat inventory maupun penggunaan tenaga kerja yang berbeda. Eveluasi terhadap setiap rencana juga penting untuk mengetahui apakah rencana itu memenuhi kendala yang ada. Apabila perencanaan produksi dan perencanan kebutuhan sumber daya pada level satu (tertinggi) dan perencanaan fasilitas ini telah dapat diselesaikan, kita dapat masuk dalam tahap perencanan selajutnya yaitu penjadwalan master production schedule (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP). 2.8 MPS dan RCCP Sebuah sistem manufaktur tidak dapat memiliki output yang diinginkan tanpa memiliki kapasitas input yang memadai. Karena itu, dalam sistem manufaktur modern aktivitas perencanaan prioritas sejajar dengan aktivitas perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki dari rencana-rencana kapasitas yang sejajar dan sesuai dengan hierarki dari rencana-rencana prioritas. Menurut Gasperz, pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan kapasitas yang terintegrasi, antara lain: 1. Perencanaan Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya.

28 35 2. Penjadwalan Produksi Induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP). 3. Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP). 4. Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/Output serta Operations Sequencing. Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output manufaktur secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan dan inventory yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat manufaktur, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu tahun atau lebih, untuk setiap kelompok produk. Rencana produksi harus konsisten dengan rencana bisnis, yang dalam sistem MRP II merupakan input bagi proses perencanaan produksi. Perencanaan produksi merupakan tanggung jawab manajemen puncak (top management) yang membutuhkan konsumen dari semua departemen fungsional, terutama dari departemen pemasaran, keuangan, PPIC, dan produksi. Perencanaan produksi menetapkan kerangka kerja untuk penjadwalan produksi induk (MPS) dan pelaksanaan manufaktur. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (RRP) merupakan suatu proses yang mengevaluasi Rencana Produksi guna menentukan sumber daya jangka panjang, seperti: tanah, fasilitas, mesin-mesin dan tenaga kerja adalah tersedia. Pada tingkat RRP, produk-produk sering diagregasikan ke dalam kelompok atau family dari item-item serupa, dan suatu item typical dalam kelompok digunakan untuk menghitung beban (load) untuk kelompok secara keseluruhan. Apabila sumbersumber daya itu telah tersedia, rencana produksi dapat dilaksanakan. Namun

29 36 apabila sumber-sumber daya itu tidak cukup, rencana produksi harus diubah, atau mencari tambahan sumber daya tersebut. Apabila sumber daya yang direncanakan dan yang dibutuhkan adalah sama, Rencana Produksi dianggap layak untuk diteruskan ke tingkat hierarki berikut, yaitu MPS, untuk dilaksanakan. Penjadwalan Produksi Induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada hierarki level taktikal (level 2). MPS menguraikan Rencana Produksi untuk menunjukkan kuantitas produk akhir yang akan diproduksi untuk setiap periode waktu (biasanya mingguan apabila menggunakan sistem MRP II atau harian bila menggunakan sistem JIT) sepanjang horizon perencanaan takttis (biasanya satu tahun). Apabila rencana produksi menunjukkan tingkat produksi untuk kelompok produk, MPS menjadwalkan kuantitas spesifik dari produk akhir dalam periode waktu spesifik. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan tingkat kecukupan sumber daya yang direncanakan untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi dari unit product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of resources, atau bill of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang dijadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat kerja (work center). RCCP lebih terperinci dari RRP, karena RCCP menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu aktual. Apabila proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS adalah layak, MPS akan diteruskan ke proses MRP guna menentukan bahan baku atau material, komponen, dan subassemblies, yang dibutuhkan. Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti industri

30 37 kimia, apabila RCCP mengindikasikan terdapat masalah dengan MPS, perencana harus mengubah MPS melalui salah satu penjadwalan ulang pesanan-pesanan pelanggan (costumer orders) atau melalui pemberitahuan ke bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada. Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada hierarki level operasional (level 3). MRP mengembangkan pesanan-pesanan yang direncanakan untuk bahan baku, komponen dan subassemblies yang dibutuhkan untuk memenuhi MPS. MRP juga merekomendasikan penjadwalan ulang terhadap open orders apabila due dates dan need dates tidak sama. MRP menggunakan data inventory dan Bill of Material (BOM) sebagai tambahan pada MPS untuk dijadikan sebagai input. Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap projected available capaity untuk open manufacturing orders dan planned manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-pusat kerja, dengan mengasumsikan infinite capacity. Jika projected capacity berbeda dengan yang dibutuhkan oleh projected load, perencana dapat merekomendasikan tindakantindakan korektif kepada manajemen puncak termasuk mengurangi atau menjadwalkan ulang pesanan-pesanan, merekrut atau mengurangi tenaga kerja, mengalihtugaskan pekerja, mensubkontrakkan, atau melakukan alternate routings. Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari pesanan yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang direncanakan adalah layak dari sudut

31 pandang kapasitas, pesanan-pesanan yang direncanakan itu dikeluarkan ke Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) untuk dilaksanakan. 38 Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC), Pengendalian Input/Ouput, dan Operations Sequencing merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada hierarki level pelaksanaan dan pengendalian (level 4). PAC mengembangkan jadwal jangka pendek yang terperinci dengan menggunakan component due dates dari MRP dan detailed routings. Jadwal PAC biasanya dalam bentuk hari atau kadang-kadang jam, dan cenderung mencakup waktu dari satu sampai tiga bulan. PAC melibatkan perencanaan, pengeluaran, dan pengendalian pesanan-pesanan manufaktur. Pengendalian input/ouput memantau kuantitas dari pekerjaan yang datang pada pusat kerja dan yang meninggalkan pusat kerja tersebut. Perencana produksi membandingkan aktual pekerjaan yang tiba dan banyaknya yang diselesaikan, kemudian mengambil tindakan korektif seperti menambah jam kerja lembur (overtime), mentransfer pekerja di antara pusat-pusat kerja, alternate routings terhadap transfer beban ke pusat kerja lain, atau melakukan splitting dan/atau overlapping operations. Operations Sequencing merupakan suatu teknik simulasi untuk perencanaan jangka pendek dan priority dispatching dari pekerjaanpekerjaan yang dikerjakan pada setiap pusat kerja, berdasarkan pada kapasitas sekarang, prioritas, routings, dan informasi lain. PAC mewakili pelaksanaan dan pengendalian dari rencana-rencana manufaktur yang telah dikembangkan dalam tingkat perencanaan yang lebih tinggi. Pada level ini, pekerjaan benar-benar secara aktual diselesaikan, juga memberikan umpan balik yang bermanfaat untuk

32 digunakan oleh tingkat yang lebih tinggi dalam meningkatkan proses perencanaan mereka Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule) Pada dasarnya jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu pernyataan industri manufaktur yang merencanakan produksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses perencanaan produksi (aktivitas pada level 1 dalam hierarki perencanaan prioritas) dinyatakan dalam bentuk agregat, maka jadwal produksi induk (MPS) yang merupakan hasil dari proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bill of Material) files. Namun langkah agregat dilakukan hanya untuk perusahaan yang bersifat make to stock. Bila perusahaan make to order, maka peramalan tidak perlu dilakukan (cukup dengan daftar order pelanggan saja). Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan proses penyusunan dan perbaharuan jadwal produksi induk (MPS), memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan-catatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa MPS berkaitan dengan pernyataan tentang produksi, dan bukan pernyataan tentang permintaan pasar. MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk item-item yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master scheduler). MPS membentuk jalinan komunikasi antara

33 40 bagian pemasaran dan bagian manufakturing, sehingga bagian pemasaran juga harus mengetahui informasi yang ada dalam MPS terutama berkaitan dengan ATP (Available To Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada pelanggan. Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan lima input utama, yaitu: 1. Data Permintaan Total Merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecast) dan pesanan-pesanan (orders). 2. Status Inventory Berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat jumlah inventory yang tersedia dan menentukan jumlah yang harus dipesan. 3. Rencana Produksi Memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkan semua rencana produksi untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu. 4. Data Perencanaan Berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time)

34 dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File) Informasi dari RCCP Berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. Pada dasarnya RCCP dan MPS merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level yang sama (level 2) dalam hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem MRP II. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk (Master Scheduler) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) INPUT: 1. Data Permintaan Total 2. Status Inventory 3. Rencana Produksi 4. Data Perencanaan 5. Informasi dari RCCP PROSES: Penjadwalan Produksi Induk (MPS) OUTPUT: Jadwal Produksi Induk (MPS) Umpan Balik Gambar 2.3 Proses Penjadwalan Produksi Induk (Vincent Gasperz, PPIC, hal 143) Penjadwalan produksi induk (Master Production Scheduling = MPS) merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level 2 dalam hierarki

35 42 perencanaan prioritas, sedangkan perencanaan produksi (Production Planning) merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level 1 (level yang masih tinggi) dalam hierarki perencanaan prioritas. Pada dasarnya terdapat sejumlah perbedaan antara rencana produksi (production plan) dan jadwal produksi induk (Master Production Schedule = MPS) yang merupakan hasil dari kedua aktivitas perencanaan tersebut. Perbedaan tersebut ditunjukkan pada tabel 2.3. berikut: Tabel 2.3 Perbedaan antara Rencana Produksi dan MPS No. Deskripsi Rencana Produksi Jadwal Produksi Induk (MPS) 1 Definisi Item yang Tingkat produksi berdasarkan kelompok atau family produk Tingkat produksi Anticipated build schedule Produk akhir atau 2 direncanakan berdasarkan family atau item spesifik dalam (BOM) kelompok produk bill of materials 3 Horizon Perencanaan Sumber daya dengan waktu tunggu terpanjang (longest lead time) Waktu tunggu kumulatif (cumulative lead time) 4 Batasan-batasan Kapasitas peralatan dan pabrik dan material Rencana produksi, kapasitas 5 Hubungan Agregasi MPS Disagregasi rencana produksi (Vincent Gasperz, PPIC, hal 144)

36 Beberapa Pertimbangan dalam Desain JIT/MPS Ketika akan mendesain MPS, perlu diperhatikan beberapa faktor utama yang menentukan proses penjadwalan produksi induk (MPS). Beberapa faktor utama tersebut adalah: 1. Lingkungan manufaktur 2. Struktur produk dan Bill of Material (BOM) 3. Horizon Perencanaan, waktu tunggu produk (product lead time) dan production time fences. 4. Pemilihan item-item MPS Lingkungan Manufaktur Lingkungan manufaktur sangat menentukan proses penjadwalan produksi induk (MPS). Lingkungan manufaktur yang umum dipertimbangkan ketika akan mendesain MPS adalah: make to stock, make to order, dan assemble to order. Produk-produk dari lingkungan make to stock biasanya dikirim secara langsung dari gudang produk akhir, dan karena itu harus ada stok sebelum pesanan pelanggan (customer order) tiba. Hal ini berarti produk akhir harus dibuat atau diselesaikan terlebih dahulu sebelum menerima pesanan pelanggan. Produkproduk dari lingkungan make to order biasanya baru dikerjakan atau diselesaikan setelah menerima pesanan pelanggan. Seringkali komponen-komponen yang mempunyai waktu tunggu panjang (long lead time) direncanakan atau dibuat lebih awal guna mengurangi waktu tunggu penyerahan kepada pelanggan, apabila pelanggan memesan produk. Pada dasarnya produk-produk dalam lingkungan assemble to order adalah make to order product, yaitu semua komponen

37 44 (semifinished, intermediate, subassembly, fabricated, purchased, packaging dan lain-lain) yang digunakan dalam assembly, pengepakan, atau proses akhir, direncanakan atau dibuat lebih awal, kemudian disimpan dalam stok guna mengantisipasi pesanan pelanggan. Tabel 2.4 Karakteristik dari Lingkungan Manufaktur No. Karakteristik Make to stock Assemble to order Make to order Keterkaitan antara pemasok 1 (perusahaan industri) dan Rendah Sedang Tinggi pelanggan (customer) 2 Waktu penyerahan produk ke Singkat Sedang Panjang pelanggan 3 Volume produksi untuk setiap unit Tinggi Sedang Rendah penjualan 4 Range dari product line Rendah Sedang Tinggi Basis untuk 5 perencanaan dan Ramalan dan Ramalan penjadwalan Backlog Backlog produksi Seasonalitas 6 (pengaruh Tinggi Sedang Rendah musiman) 7 Stabilitas produk Tinggi Sedang Rendah 8 Penanganan Over-planning dari Stok Hanya sedikit ketidakpastian komponen dan pengaman ketidakpastian yang ada permintaan subassemblies 9 Terkait Digunakan untuk Final assembly erat Ditentukan oleh kebanyakan operasi schedule dengan pesanan pelanggan assembly MPS Bill of Material BOM 10 (BOM) atau standar BOM unik untuk setiap struktur produk untuk Planning BOM pesanan (product setiap structure) produk

38 Struktur Produk dan Bill of Material (BOM) Struktur produk atau Bill of Material (BOM) didefinisikan sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufakturing. Struktur produk typical akan menunjukkan bahan baku yang dikonversi ke dalam komponen-komponen pabrikasi, kemudian komponenkomponen itu bergabung secara bersama untuk mebuat subassemblies, kemudian subassemblies bergabung bersama membuat assemblies, dan seterusnya sampai produk akhir. Struktur produk sering ditampilkan dalam bentuk gambar (chart format). Kebanyakan produk memiliki struktur standar, yaitu memiliki lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak komponen daripada subassemblies (berbentuk segitiga dengan puncak adalah produk akhir, bagian tengah adalah assemblies, dan bagian bawah atau dasar adalah komponen dan bahan baku) Horizon Perencanaan, Waktu Tunggu Produk (Product Lead Time) dan Production Time Fences Di samping faktor lingkungan manufaktur dan struktur produk, ada faktor-faktor utama yang perlu mempertimbangkan dalam mendesain MPS, yaitu horizon perencanaan, waktu tunggu, dan production time fences.

39 46 AKTIVITAS OPERASI PLANNING VISIBILITY HORIZON Waktu tunggu final assembly Waktu tunggu assembly komponen Waktu tunggu perolehan material dan rekayasa FREE Make-to-Stock Waktu tunggu proses pesanan dan pengiriman PLANNING FENCE FIRM DEMAND FENCE SLUSHY FREE Assemble-to-order FIRM DEMAND FENCE FIRM SLUSHY PLANNING FENCE FREE DEMAND FENCE SLUSHY PLANNING FENCE Make-to-order Gambar 2.4 Horizon Perencanaan, Waktu Tunggu, dan Time Fences (Vincent Gasperz, PPIC, hal 155) Terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan manajemen waktu dalam proses desain MPS, yaitu: 1. Panjang horizon perencanaan. Horizon perencanaan didefinisikan sebagai periode waktu mendatang terjauh dari jadwal produksi. Biasanya ditetapkan dengan memperhatikan waktu tunggu kumulatif (cumulative lead time) ditambah waktu untuk lot-sizing komponen-komponen level rendah dan perubahan kapasitas dari pusat-pusat kerja utama (primary work centers). Perlu diperhatikan bahwa dalam menetapkan horizon perencanaan harus dipertimbangkan aspek-aspek berikut:

40 47 horizon perencanaan paling sedikit sepanjang waktu tunggu produk kumulatif, additional visibility lebih disukai, panjang dari horizon perencanaan harus sama dengan banyaknya periode dikalikan dengan panjang dari setiap periode (H = L x N, dimana: H = Horizon, L = Lenght of Period, dan N = Number of Periods). Assembly Fabrikasi Procurement Visibility (3-6 bulan) Waktu tunggu kumulatif (cumulative lead time) MPS Planning Horizon Today Future Gambar 2.5 MPS Planning Horizon (Vincent Gasperz, PPIC, hal 156) 2. Waktu tunggu produksi. Waktu tunggu didefinisikan sebagai lama waktu menunggu sejak penempatan pesanan (memesan) sampai memperoleh pesanan tersebut. Dalam sistem produksi, waktu tunggu berkaitan dengan waktu menunggu diproses, bergerak atau berpindah, antri, setup, dan run time untuk setiap komponen yang diproduksi. Pada dasarnya horizon perencanaan dibagi ke dalam empat aktivitas operasi, yang masing-masing mempunyai waktu tunggu. Waktu tunggu dari keempat aktivitas operasi itu adalah: waktu tunggu proses pesanan dan pengiriman, waktu tunggu final assembly, waktu tunggu component assembly, dan waktu tunggu perolehan material dan rekayasa.

41 48 3. Time Fences Perubahan-perubahan dalam MPS akan menjadi sulit, kacau (disruptive), dan mahal (costly), apabila dibuat pada saat mendekati waktu penyelesaian produk. Untuk menstabilkan jadwal dan memberikan keyakinan bahwa perubahan-perubahan telah dipertimbangkan secara tepat sebelum perubahanperubahan itu disetujui, MPS dapat dibagi ke dalam beberapa zona waktu dengan menetapkan prosedur berbeda dalam mengatur perubahan-perubahan jadwal dalam setiap zona waktu (time zone). Time fences memisahkan zona waktu tersebut. Dengan demikian time fences dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yang ditetapkan untuk mencatat ketika (dalam zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur operasi manufaktur. Batas-batas diantara periode horizon perencanaan akan membantu penyusun MPS dengan cara mengijinkan petunjuk yang berbeda guna mengatur modifikasi jadwal. Perubahan-perubahan terhadap MPS dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah apabila mereka terjadi pada saat melewati waktu kumulatif. Bagaimanapun perubahan-perubahan akan menjadi sulit dan tidak efisien apabila terjadi dalam time fences. Time fences yang paling umum dikenal adalah demand time fence (DTF) dan planning time fence (PTF), yaitu DTF dapat ditetapkan pada waktu final assembly sedangkan PTF ditetapkan pada waktu tunggu kumulatif. Demand time fence (DTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS yaitu ketika dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Sedangkan planning time fence (PTF)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirement Planning (MRP) Menurut Gaspersz (2005:177) Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan Pipa PVC Pada bab ini ditampilkan data-data penjualan pipa PVC yang diambil pada saat pengamatan dilakukan. Data yang ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk memecahkan masalah yang diuraikan pada sub bab 1.2 diperlukan beberapa terori pendukung yang relevan. 2.1 Inventory Control Pengawasan persediaan digunakan untuk mengatur tersedianya

Lebih terperinci

LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara V-122 LAMPIRAN V-123 FAKTOR PENGALI PEGANGAN V-124 RATING FACTOR SUPER SKILL : EXCELLENT SKILL: 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya 2. Bekerja dengan sempurna 3. Tampak seperti telah terlatih

Lebih terperinci

Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja

Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja Lampiran 1 Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja WC 1 (Laminating) Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Sub Total Keterampilan Good C2 +0.03 Usaha Good C2 +0.02 Kondisi Fair E -0.03 Konsistensi Average

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Biegel (referensi 3), persediaan adalah bahan yang disimpan di dalam gudang yang kemudian akan digunakan untuk kelangsungan suatu proses produksi (bahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Material Requirement Planning (MRP) Menurut Heryanto (1997, p193), persediaan adalah bahan baku atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Sistem Kerja Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik - teknik dan prinsip - prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirements Planning 2.1.1 Definisi MRP MRP adalah dasar komputer mengenai perencanaan produksi dan inventory control. MRP juga dikenal sebagai tahapan waktu perencanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk Laporan Tugas Akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suati pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders,

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II PENYESUAIAN Maksud melakukan penyesuaian : menormalkan waktu siklus karena kecepatan tidak wajar oleh operator Konsep wajar : seorang operator yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Pemecahan 62 3.2 Penjelasan Flow Chart Metodologi Pemecahan Masalah Dari flow chart metodologi pemcahan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk melihat atau memperkirakan

Lebih terperinci

BAB II. Activity-Based Management. Activity Based Management (ABM) adalah suatu pendekatan di seluruh

BAB II. Activity-Based Management. Activity Based Management (ABM) adalah suatu pendekatan di seluruh BAB II Activity-Based Management 2.1. Definisi Activity Based Management Activity Based Management (ABM) adalah suatu pendekatan di seluruh sistem dan terintegrasi, yang memfokuskan perhatian manajemen

Lebih terperinci

CAPACITY PLANNING. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT., Dr. / Euis Nina S. Y., ST, MT

CAPACITY PLANNING. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT., Dr. / Euis Nina S. Y., ST, MT CAPACITY PLANNING Modul ke: Definisi Kapasitas, Manajemen Kapasitas, Capacity Planning Factors, Bill of Capacity, dan Capacity Requirement Planning. Fakultas Pascasarjana Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT.,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 24 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan mengunakan alat-alat yang telah disiapkan. Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan BAB 3 METODOLOGI Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan beberapa metode yang masuk dalam kategori praktek terbaik untuk melakukan pengurangan jumlah persediaan barang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Rating Factor Kriteria rating factor, keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini : Super Skill: 1. Bekerja dengan sempurna 2. Tampak

Lebih terperinci

Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : Adapun tanggung jawab dari Presiden Direktur adalah:

Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : Adapun tanggung jawab dari Presiden Direktur adalah: LAMPIRAN Lampiran 1. Uraian Tugas dan Tanggungjawab 1. Presiden Direktur Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : a. Mengambil keputusan yang berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan. b. Menyusun

Lebih terperinci

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE PENYESUAIAN Maksud melakukan penyesuaian : menormalkan waktu siklus karena kecepatan tidak wajar oleh operator Konsep wajar : seorang

Lebih terperinci

Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya)

Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya) Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya) Dira Ernawati Teknik Industri FTI UPN Veteran Jatim

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi Sebuah perusahaan manufaktur yang melakukan proses produksi merupakan bagian yang sangat penting, maka setiap perusahaan harus bisa memproduksi

Lebih terperinci

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) Pokok Bahasan: I. MPS II. Hubungan Production Plan dengan MPS III. Contoh MPS IV. Available to Promise (ATP) V. Perubahan MPS & Time Fences VI. Projected

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis,tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Nastiti (UMM:2001) judul: penerapan MRP pada perusahaan tenun Pelangi lawang. Pendekatan yang digunakan untuk pengolahan data yaitu membuat Jadwal

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Langkah-langkah dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam membuat sistem untuk menghasilkan suatu perencanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi dengan Mempertimbangkan Kapasitas Produksi pada CV. X

Perencanaan Produksi dengan Mempertimbangkan Kapasitas Produksi pada CV. X Perencanaan Produksi dengan Mempertimbangkan Kapasitas Produksi pada CV. X Daniel Kurniawan 1, Tanti Octavia 2 Abstract: Production planning, capacity determination and objective value on CV. X only refers

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia industri menyebabkan terjadinya persaingan yang cukup ketat antar perusahaan. Kualitas merupakan faktor dasar konsumen terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas produksi yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan menghasilkan produk saja, namun kegiatan tersebut erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 28 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pengertian manajemen menurut T H Handoko (2005, hal 3) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan

Lebih terperinci

Kata kunci: tenaga kerja musiman, permintaan konsumen, alokasi waktu lembur dan produksi periode sebelumnya.

Kata kunci: tenaga kerja musiman, permintaan konsumen, alokasi waktu lembur dan produksi periode sebelumnya. ABSTRAK Purnomo Batik Art & Handicraft merupakan suatu perusahaan penghasil batik tulis make to stock dengan tenaga kerja bersifat tetap. Pada masa-masa musiman di pedesaan, misalnya musim tanam padi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Penelitian 3.1.1 Studi Pendahuluan Dalam memulai penelitian ini, mula-mula dilakukan studi pendahuluan yang terdiri dari studi lapangan dan studi kepustakaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Industri Modern 2.1.1 Konsep Deming tentang Sistem Industri Modern (Gazperz,Vincent.1998) Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus-menerus (continuous

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Penelitian Terdahulu Apriana (2009) melakukan penelitian mengenai penjadwalan produksi pada sistem flow shop dengan mesin parallel (flexible flow shop) sehingga

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Manajemen Persediaan Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot Dinar Nur Affini, SE., MM. Program Studi Manajemen Perencanaan Kebutuhan Material Perencanaan Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis, tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan Persediaan merupakan timbunan bahan baku, komponen, produk setengah jadi, atau produk akhir yang secara sengaja disimpan sebagai cadangan untuk menghadapi kelangkaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 64 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Surya Toto Indonesia bergerak di bidang ceramic sanitary wares and plumbing hardware., salah satu produknya yaitu kloset tipe

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Teori Dunia industri biasanya tak lepas dari suatu peramalan, hal ini disebabkan bahwa peramalan dapat memprediksi kejadian di masa yang akan datang untuk mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI 4.1 Landasan Teori Jadwal induk produksi (master production schedule, MPS) merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana

Lebih terperinci

BAB 2 Landasan Teori

BAB 2 Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori 2.1. Manajemen Operasional Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2010:4), manajemen operasi adalah serangkaian aktifitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dibawah ini merupakan diagram alir yang menggambarkan langkahlangkah dalam melakukan penelitian di PT. Dankos Laboratorioes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Di dalam melakukan suatu kegiatan dan analisis usaha atau produksi bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Tabel Rating Factor Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Superskill A1 + 0,15 A2 + 0,13 Excellent B1 + 0,11 B2 + 0,08 C1 + 0,06 Good Keterampilan C2 + 0,03 Average D 0,00 Fair

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari bahasa kata to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan

Lebih terperinci

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP MODUL 11 MRP adalah suatu teknik yang menggunakan BOM (bill of materials), inventory dan master schedule untuk mengetahui kebutuhan suatu part pada suatu waktu. Struktur MRP MRP membutuhkan data dari Bill

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Di dalam sebuah sistem kerja unsur manusia, mesin, peralatan kerja dan lingkungan fisik pekerjaan harus diperhatikan dengan baik secara sendirisendiri maupun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 22 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Teguh Baroto (2002, p14), perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu kerja merupakan usaha untuk mengetahui berapa lama yang dibutuhkan operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dengan wajar dan dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Permasalahan Umum PT. Multi Makmur Indah Industri adalah perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur, khususnya pembuatan kaleng kemasan produk. Dalam perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan digunakan untuk mendukung pengolahan data yang dilakukan ataupun sebagai input dari setiap metode-metode

Lebih terperinci

3 BAB III LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI 3 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Bahan Baku Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Adapun kerangka pemikiran pemecahan masalah dalam bentuk diagram, adalah sebagai berikut: Gambar 3.1 Flow Diagram Kerangka Pikir Pemecahan

Lebih terperinci

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING 5.1. Pengertian Material Requirements Planning (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 26 BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan Tugas Akhir diperlukan tahapan yang terstruktur yaitu tahapan metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan penggambaran

Lebih terperinci

Biaya Perencanaan Agregat Metode-Metode Perencanaan Agregat Linear Programming Pengertian Linear

Biaya Perencanaan Agregat Metode-Metode Perencanaan Agregat Linear Programming Pengertian Linear x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR... ii SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN TUGAS AKHIR... iii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... iv LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI...

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN NOTULENSI Pengelompokan Kegiatan Value Added dan Non Value Added No Kegiatan 1. Tebu dibawa ke pabrik menggunakan truk 2. Truk menunggu untuk ditimbang 3. Truk yang berisikan tebu ditimbang 4.

Lebih terperinci

Perencanaan Sumber Daya

Perencanaan Sumber Daya MODUL PERKULIAHAN Perencanaan Sumber Daya Production & Material Management Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Program Magister Teknik B11536BA Pascasarjana Industri (M-203) 06 Abstract

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Metode ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) Pada PT.XYZ

TUGAS AKHIR. Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Metode ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) Pada PT.XYZ TUGAS AKHIR Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Metode ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) Pada PT.XYZ Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Definisi Dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sumberdaya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut

Lebih terperinci

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 Pertemuan 9 Outline: Master Production Planning / Jadwal Produksi Induk Referensi: Smith, Spencer B., Computer-Based Production and Inventory Control, Prentice-Hall,

Lebih terperinci

BAB II ACTIVITY BASED MANAGEMENT

BAB II ACTIVITY BASED MANAGEMENT BAB II ACTIVITY BASED MANAGEMENT 2.1 Activity Based Management 2.1.1 Definisi Activity Based Management (ABM) atau manajemen berdasarkan aktivitas adalah pendekatan yang luas dan terpadu yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.Persediaan Menurut Eddy Herjanto (1999, p 219-220), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan Pengertian mengenai Production Planning and Inventory control (PPIC) akan dikemukakan berdasarkan konsep sistem. Produksi

Lebih terperinci

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan Dalam industri komponen otomotif, PT. XYZ melakukan produksi berdasarkan permintaan pelanggannya. Oleh Marketing permintaan dari pelanggan diterima yang kemudian

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) PENDAHULUAN Dimulai dari 25 s.d 30 tahun yang lalu di mana diperkenalkan mekanisme untuk menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak. Konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam penulisan ini, diperlukan teori teori yang mendukung, yang didapat dari mata kuliah yang pernah diajarkan dan dari referensi referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Skripsi Sarjana Jurusan Teknik Industri Semester Ganjil 2005/2006 ANALISIS USULAN PENERAPAN MANUFACTURING REQUIREMENT PLANNING (MRP II) DI PT. HARAPAN WIDYATAMA PERTIWI ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi...

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi... ABSTRAK Perusahaan Biskuit X merupakan perusahaan swasta yang berdiri pada tahun 1995 dan memproduksi biskuit marie yang dipasarkan ke beberapa kota di Pulau Jawa. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 3.1 Pengembangan Kerangka Kerja Secara garis besar terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan penelitian ini. Langkah-langkah tersebut yaitu studi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. Tabel 5.1. Kesalahan Estimasi Peramalan Metode Linear Regression

BAB V ANALISIS. Tabel 5.1. Kesalahan Estimasi Peramalan Metode Linear Regression BAB V ANALISIS 5.1. Analisis Peramalan Peramalan merupakan suatu cara untuk memperkirakan permasalahan dimasa yang akan datang berdasarkan pada data penjualan masa lalu. Dari bulan januari 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 126 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah 127 1 PENGUMPULAN DATA - Data spesifikasi produk - Data bahan baku - Data jumlah mesin

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahap pendahuluan sebelum memasuki bagian pengolahan data. Data yang dibutuhkan untuk pengolahan terlebih dahulu didokumentasikan.

Lebih terperinci

Laporan Skripsi. (Studi Kasus Pada PT Selamat Sempurna Tbk.)

Laporan Skripsi. (Studi Kasus Pada PT Selamat Sempurna Tbk.) Laporan Skripsi MENGOPTIMALKAN MASTER PRODUCTION SCHEDULE (MPS) DAN MATERIAL REQUIREMENT PLANNING I (MRP I) E-RSPU P/N 5903 MELALUI PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) (Studi Kasus Pada PT Selamat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia yaitu PT. Indosat, Tbk yang beralamat di jalan Daan Mogot KM 11

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia yaitu PT. Indosat, Tbk yang beralamat di jalan Daan Mogot KM 11 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan telekomunikasi di Indonesia yaitu PT. Indosat, Tbk yang beralamat

Lebih terperinci

Rencana Produksi & Rencana Induk

Rencana Produksi & Rencana Induk Rencana Produksi & Rencana Induk Pokok Bahasan: I. Struktur PPIC II. Strategi Dasar Produksi III. Perhitungan Rencana Produksi IV. Contoh Rencana Produksi dengan MTS V. Contoh Rencana Produksi dengan MTO

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi SAP ERP

Perencanaan Produksi SAP ERP Materi #8 Perencanaan Produksi SAP ERP 2 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sales Forecasting 3 Peramalan Penjualan dapat menggunakan data tahun lalu dikombinasikan dengan target keuangan dan inisiatif marketing

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 16 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manufacturing Resource Planning (MRP II) MRP (Material Requirement Planning) telah digunakan secara meluas pada industri-industri manufaktur dan menghasilkan pengurangan persediaan

Lebih terperinci

Pertemuan 7 & 8 PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI. Master Production Scheduling 02/11/2013 MASTER PRODUCTION SCHEDULING (JADWAL PRODUKSI INDUK)

Pertemuan 7 & 8 PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI. Master Production Scheduling 02/11/2013 MASTER PRODUCTION SCHEDULING (JADWAL PRODUKSI INDUK) Pertemuan 7 & 8 PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 Outline: Master Production / Jadwal Produksi Induk Referensi: Smith, Spencer B., Computer-Based Production and Inventory Control, Prentice-Hall,

Lebih terperinci

Dalam menjalankan proses ini permasalahan yang dihadapi adalah tidak adanya informasi tentang prediksi kebutuhan material yang diperlukan oleh produks

Dalam menjalankan proses ini permasalahan yang dihadapi adalah tidak adanya informasi tentang prediksi kebutuhan material yang diperlukan oleh produks BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Permasalahan Umum PT. Sinar Inti Electrindo Raya adalah perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur, pemasaran panel Tegangan Menengah (TM) dan panel Tegangan Rendah (TR).Dalam

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan BAB V ANALISA HASIL Bab ini berisikan mengenai analisa hasil dari pengolahan data dalam perhitungan MRP Dolly pada satu tahun yang akan datang yang telah dibahas pada bab sebelumnya. 5.1 Analisa Peramalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PPIC AIR MINERAL DI PT. X

PERANCANGAN SISTEM PPIC AIR MINERAL DI PT. X Widya, et al. / Perancangan Sistem PPIC Air Mineral di PT. X / Jurnal Titra, Vol. 5, No. 1, Januari 217, pp. 79-86 PERANCANGAN SISTEM PPIC AIR MINERAL DI PT. X Ferdian Rama Widya 1, Tanti Octavia 2 Abstract:

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Model Perumusan Masalah Metodologi penelitian penting dilakukan untuk menentukan pola pikir dalam mengindentifikasi masalah dan melakukan pemecahannya. Untuk melakukan pemecahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat) 102 BAB V ANALISA HASIL 5.1 Peramalan Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah proyeksi trend yang terdiri dari linier trend model, quadratic trend model, exponential growth curve trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. CV. New Sehati merupakan UKM (Usaha Kecil Menengah) keripik yang

BAB I PENDAHULUAN. CV. New Sehati merupakan UKM (Usaha Kecil Menengah) keripik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah CV. New Sehati merupakan UKM (Usaha Kecil Menengah) keripik yang didirikan oleh Bapak Achmad Munali dan dibantu istrinya Ibu Wahyu Nur Afiyah. Usaha yang berdiri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Persediaan 2.1.1.1 Definisi serta Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Persediaan (inventory) didefinisikan sebagai sumber daya yang di simpan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005,p4), Pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI 4.1 Tinjauan Pustaka Jadwal Induk Produksi (JIP) adalah suatu set perencanaan yang mengidentifikasi kuantitas dari item tertentu yang dapat dan akan dibuat oleh suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Manajemen Permintaan Pada dasarnya manajemen permintaan (demand management) didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Edward (1998) menjelaskan bahwa sebuah work center terdiri dari banyak jenis mesin, dan pada kenyataannya work center lebih sering diindikasikan sebagai mesin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Permintaan 2.1.1 Pengertian Manajemen permintaan didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusunan jadwal induk

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA Erlina P Teknik Industri FTI-UPNV Jawa Timur Abstraks Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA tutorial 5 FULL TIME EQUIVALENT Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017 PROSEDUR TUTORIAL www.labdske-uii.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Peramalan Peramalan ( forecasting) merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien khususnya dalam bidang ekonomi. Dalam organisasi modern

Lebih terperinci