SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD"

Transkripsi

1 SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD (Computational Fluid Dynamics) Oleh: Agus Ghautsun Niam F SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2

3

4

5 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan judul Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics) adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini. Bogor, Oktober 2011 Agus Ghautsun Niam NRP F

6

7 ABSTRACT AGUS GHAUTSUN NIAM Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical Ventilation Using CFD (Computational Fluid Dynamics). Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and HERRY SUHARDIYANTO. The application of Computational Fluid Dynamics (CFD) in the agricultural engineering is commonly employed to solve environmental problems of greenhouses and agricultural production facilities. In this research, CFD was used to simulate temperature distribution and airflow pattern on a modified standard peak greenhouse. Climate data and the greenhouse properties (wind speed, solar radiation, relative humidity, environmental temperature, insect screen porosity, radiative surface of roof, etc.) were defined as inputs for the simulation. The effect of insect screens and exhaust fan application to airflow pattern and temperature distribution inside the greenhouse were also investigated and quantified. Results of this research showed that insect screens significantly reduced airflow and increased thermal gradients inside the greenhouse, but exhaust fan performance had less effects on airflow pattern and temperature distribution. Maximum air velocity inside the greenhouse observed near the openings sidewall ventilation and in the middle of greenhouse wind directions were different or the wind spinned (butterfly-like pattern) within the greenhouse. Natural ventilations performed more effectively than mechanical ventilations by using exhaust fans. The CFD model succeded to simulate temperature distribution and airflow pattern of the greenhouse. The realibility test on temperature distribution showed that maximum error of 9.87 % which is smaller than 10 %, and the uniformity coefficient of 98.2 %. Keywords: computational fluid dynamics, temperature, airflow, modified standard peak greenhouse, insect screen, exhaust fan, ventilation.

8 2

9 RINGKASAN AGUS GHAUTSUN NIAM Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan HERRY SUHARDIYANTO. Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman. Penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis. Selain itu, dapat menganalisa pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi dan efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan dapat dikaji secara komprehensif dengan adanya deskripsi kontur atau pun model aliran udara. Simulasi dilakukan menggunakan simulasi aliran (flow simulation) yang terdapat pada software SolidWorks Office 2011 dengan dua kondisi parameter input hasil pengukuran, yaitu pada tanggal 16 Juli dan tanggal 23 Agustus Masingmasing kondisi merupakan kondisi dimana tingkat radiasi matahari tertinggi, yaitu pada kondisi 1(I = 1056 Wm -2 ) dan pada kondisi 2 (I = 914 Wm -2 ). Arah dan nilai kecepatan udara juga berbeda, yaitu pada kondisi 1 arah angin dari utara menuju selatan dengan input kecepatan angin pada dua layer elevasi berbeda; 2 m = 0.9 ms -1, dan 10 m = 1.3 ms -1, sedangkan pada kondisi 2 angin bertiup dari arah selatan menuju utara dengan kecepatan angin; 2 m = 0.64 ms -1 dan pada 10 m = 1.2 ms -1. Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan CFD, sebaran suhu di dalam rumah tanaman cenderung seragam namun dipastikan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di luar bangunan rumah tanaman. Kisaran sebaran suhu pada model tanpa aktifitas tanaman secara umum antara 31.3 C sampai 32.0 C, dan hasil uji reabilitas didapatkan error maksimum 8.06 % dengan nilai koefisien keseragaman sebesar 98.2 %. Sedangkan sebaran suhu pada model rumah tanaman dengan aktifitas tanaman diperoleh 31.9 C sampai 32.4 C, error maksimum sebesar 9.87 % dan nilai keseragaman yang diperoleh sebesar 99 %. Oleh karena itu, hasil simulasi kedua model CFD dengan kondisi tersebut dapat dikatakan baik.

10

11

12

13 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.

14

15

16

17 SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD (Computational Fluid Dynamics) AGUS GHAUTSUN NIAM Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

18

19 Dosen Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc

20

21 HALAMAN PENGESAHAN Nama : Agus Ghautsun Niam NRP : F Program Studi : Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Judul Penelitian : Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Kudang B. Seminar, M.Sc Ketua Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Anggota Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Diketahui, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr. SC Tanggal Ujian: 13 Oktober 2011 Tanggal Lulus:

22

23 PRAKATA Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Menggenggam segala ke-agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang-Nya tesis ini dapat tersusun. Harapan besar penulis semoga tesis yang berjudul Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics) ini dapat bermanfaat dalam menambah hasanah keilmuan bagi penulis maupun para akademisi lainnya. Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku Guru tercinta dan ketua komisi pembimbing yang tak henti-hentinya membimbing dan mengarahkan penulis. Kedalaman rasa syukur juga penulis sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing atas motivasi, dukungan, saran serta nasihat yang diberikan kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi beserta segenap karyawan CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan mengenalkan penulis tentang CFD juga silaturahim yang hangat. Cinta dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan teruntuk Ummi, Teteh dan segenap keluarga penulis, terima kasih atas doa dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis. Juga kecintaan yang dalam disajikan untuk para guru penulis (KH. Musyaffa, Abah Abdul Kadir, Abah Ajum, Pak Bowo dan Pak Tri) atas motivasi dan nasihat yang diberikan kepada penulis dengan sajian kehangatan bersilaturahim serta berguru. Tak lupa juga kepada cyberman crew Priyo, Tanto, Tahir Sapsal, terima kasih atas s e g a l a bantuannya. Kepada teman-teman seperjuangan TMP 2009, terima kasih atas bantuannya serta tempat berbagi dan saling mengingatkan. Penulis sadar betul kesempurnaan tesis ini masih jauh. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang perbaikan tesis ini. Bogor, Oktober 2011 Penulis

24

25 RIWAYAT HIDUP Agus Ghautsun Niam dilahirkan di Kuningan pada tanggal 11 Juni 1985, sebagai putra ke delapan dari sembilan bersaudara pasangan dari Bapak Hasbullah (alm) dan Ibu Juhro. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat pada tahun Selama menjalani pendidikan di SMA, penulis dibiayai, dibina dan diasramakan di Asrama Bina Siswa SMA Plus Propinsi Jawa Barat bersama putra-putra daerah se-jawa Barat sebagai siswa delegasi dari Kabupaten Kuningan. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) pada program studi Teknik Pertanian IPB melalui jalur USMI. Dari tahun ketiga selama menempuh pendidikan Sarjana, penulis aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Matematika Teknik di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. Bulan Februari 2009 penulis lulus dari program sarjana (S1) Teknik Pertanian IPB, kemudian pada bulan Agustus di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains pada program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana IPB, dengan sponsor sendiri.

26

27

28 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 4 II TINJAUAN PUSTAKA Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Faktor Lingkungan Fisik Tanaman Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman Ventilasi Alamiah Ventilasi Mekanis Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse) Karakteristik Fan Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling) Fan-pad System Sistem Pengabutan Roof Evaporative Cooling Pemodelan pada Rumah Tanaman Metode Komputasi Dinamika Fluida Prinsip Diskritisasi Finite Element Method (FEM) Finite Volume Method (FVM) Perbandingan Teknik Diskritisasi FVM dan FEM III METODOLOGI PENELITIAN Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat Rona Lingkungan Rumah Tanaman... 24

29 xi 3.3 Prosedur Kerja Skema Pengukuran Data Input Model Geometri Rumah Tanaman Pendekatan Numerik Model Aliran pada Kasa dan Tanaman Pendekatan Poros Media pada Tanaman Validasi Model Batasan dan Asumsi IV HASIL DAN PEMBAHASAN Iklim pada Rumah Tanaman Simulasi Rumah Tanaman dengan CFD Grid Hasil Diskritisasi Uji Kehilangan Tekanan pada Material Poros Distribusi Suhu Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman dengan Tanaman Pola Aliran Udara Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman dengan Tanaman Validasi Model Sebaran Suhu pada Rumah Tanaman V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xi

30 DAFTAR TABEL Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman... 7 Tabel 2 Data input kondisi awal dan kondisi batas Tabel 3 Karakteristik udara lingkungan Tabel 4 Batasan domain (region) untuk model simulasi rumah tanaman Tabel 5 Batasan domain (region) untuk model simulasi material kasa Tabel 4 Nilai error dari model hasil simulasi

31

32 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard peak (Suhardiyanto et al., 2007) Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem pada kipas (Anonimous, 1989) Diagram klasifikasi model simulasi pada rumah tanaman (diadopsi dari Krauss et al., 1997dalam Boulard et al., 2002) Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010) Gambar 6. Arah angin dan titik lokasi rumah tanaman tampak atas Gambar 7. Proses kerja utama simulasi CFD Gambar 8. Diagram alir simulasi CFD Gambar 9. Tahapan kerja penelitian Gambar 10. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan tampak samping di dalam rumah tanaman Gambar 11. Geometri rumah tanaman Gambar 12. Struktur porositas pada tanaman Gambar 13. Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu lingkungan rumah tanaman; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus Gambar 14. Dinamika perbedaan suhu inside dan outside rumah tanaman Gambar 15. Fluktuasi kecepatan angin dan perubahan kelembaban udara pada; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus Gambar 16. Keragaman sebaran grid pada geometri rumah tanaman; (a) tampak depan, (b) tampak atas, dan (c) tampak samping Gambar 17. Keragaman sebaran grid pada geometri kasa di dalam wind tunnel digital tampak trimetric Gambar 18. (a) bentuk geometri kasa yang akan diuji pada wind tunnel CFD, (b) vortex atau pusaran-pusaran lokal pada aliran udara setelah melewati bahan kasa Gambar 19. Kontur fenomena kehilangan tekanan pada aliran udara Gambar 20. Korelasi antara kehilangan tekanan dengan debit udara Gambar 21 Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman Gambar 22 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, dan (c) 9 m dari pintu depan; tanpa tanaman Gambar 23. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; pada bidang tengah; tanpa tanaman

33 xv Gambar 24. Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; terdapat tanaman Gambar 25 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, (c) 9 m, dan (d) 11.5 m, dari pintu depan; dengan tanaman Gambar 26. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan pertumbuhan tanaman Gambar 27. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; tanpa tanaman Gambar 28. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman Gambar 29. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; tanpa tanaman Gambar 30. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan tanaman Gambar 31. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; dengan tanaman Gambar 32. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; dengan tanaman

34

35 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu metode budidaya tanaman dalam lingkungan terkendali, dimana lingkungan pertumbuhan tanaman memungkinkan untuk direkayasa agar mendekati kondisi optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Suhardiyanto 2009). Penerapan rumah tanaman di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap produk pertanian yang aman dikonsumsi serta berkualitas sehat, juga siap sedia. Oleh karena itu, upaya pengontrolan tanaman dalam sistem budidaya rumah tanaman merupakan faktor penting untuk peningkatan produktifitas pertanian. Faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu tanaman secara fisik digolongkan ke dalam dua bagian (Tamrin et al. 2005), yaitu faktor lingkungan udara sekitar tanaman (bagian atas tanaman) dan faktor lingkungan pada media tumbuh (bagian bawah tanaman). Faktor lingkungan udara sekitar meliputi suhu, kelembaban, cahaya, dan CO 2, sedangkan faktor lingkungan di media tumbuh meliputi keasaman (ph), suhu lingkungan perakaran, konduktivitas listrik, kadar air, nutrisi, dan evaporasi. Salah satu metode yang umum digunakan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan (iklim makro) adalah dengan menggunakan teknologi rumah tanaman. Faktor lingkungan fisik bagi tanaman (iklim mikro) memungkinkan untuk direkayasa guna mendapatkan kondisi pertumbuhan yang lebih baik. Perkembangan rumah tanaman daerah tropika melahirkan beberapa tipe rumah tanaman yang digunakan. Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006) mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi silindris atau quonset. Sementara itu, Richardson (2007) dalam Romdhonah (2011) menyatakan bahwa tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya pembangunannya mahal. Hal lain dilakukan oleh Suhardiyanto (2009), mengembangkan tipe standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable). Desain tipe ini telah mempertimbangkan optimalisasi fungsi dari

36 2 ventilasi alami rumah tanaman yang dipengaruhi oleh faktor efek bouyancy dan kecepatan angin. Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman. Salah satu solusi untuk menanggulangi masalah di atas adalah dengan menggunakan blower atau exhaust fan. Penerapan sistem blower diharapkan mampu mengeluarkan udara panas dari dalam rumah tanaman dan udara lingkungan luar yang suhunya lebih rendah segera dapat mensuplai udara ke dalam rumah tanaman, sehingga proses pindah panas pada media udara terjadi lebih singkat. Hal ini tentu dapat dilihat dari pergerakan udara yang direpresentasikan oleh distribusi kecepatan udara di dalam rumah tanaman. selain itu, penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pendingin udara dan pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya. Sarana untuk menganalisa sebaran suhu serta pola aliran udara yang cukup akurat adalah dengan pendekatan model komputasi dinamika fluida atau CFD (Computational Fluid Dynamics). Menurut Sun (2007), penggunaan CFD dapat memudahkan pemahaman fenomena fisik sistem aliran secara detil dan dapat digunakan untuk memprediksi perubahan dan sebaran konsentrasi, suhu dan aliran. Maksum (2009) telah melakukan simulasi sebaran suhu di dalam rumah

37 3 tanaman tipe standard peak menggunakan CFD, dan diperoleh potongan kontur dan vektor yang dapat memvisualisasikan sebaran suhu dan pola aliran udara secara jelas. Hal yang sama dilakukan oleh Romdhonah (2011), dengan mensimulasikan parameter suhu dan kelembaban udara di rumah tanaman tipe standard peak untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah. Namun, kedua penelitian tersebut tidak mengkombinasikan faktor kinerja dari ventilasi alami dan ventilasi mekanis yang dapat mempengaruhi iklim mikro di dalam rumah tanaman. Selain itu, karakteristik poros media pada kasa tidak dilakukan pengkajian mengenai korelasi debit udara terhadap kehilangan tekanan yang merupakan parameter penting dan sangat berpengaruh terhadap pola aliran udara dan sebaran suhu di dalam rumah tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya untuk mengkombinasikan faktor ventilasi alami dan ventilasi mekanis serta kinerja dinding kasa yang dapat mempengaruhi parameter sebaran suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman, sehingga interaksi udara dengan struktur rumah tanaman pada iklim mikro dapat dipahami secara mendalam. 1.2 Perumusan Masalah Pengendalian faktor fisik lingkungan seperti suhu udara, pola aliran udara, dan kelembaban pada zona pertumbuhan tanaman (top zone) di dalam rumah tanaman sangat penting dilakukan, mengingat konsumsi radiasi matahari bagi rumah tanaman di daerah yang beriklim tropis basah seperti Indonesia sangat mendominasi, sehingga greenhouse effect yang dirasakan oleh tanaman sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan tanaman yang dibudidayakan menjadi tertekan (stress). Oleh karena itu, penerapan teknologi evaporative cooling pada rumah tanaman merupakan kebutuhan bagi tanaman yang potensi untuk diterapkan. Salah satu penerapannya adalah dengan menggunakan exhaust fan sebagai pemerata distribusi suhu dan kelembaban udara di dalam rumah tanaman yang berbasis pada iklim makro. Namun, di sisi lain ada dampak biaya yang harus dikeluarkan ketika penerapan tersebut akan dilakukan. Efisiensi penerapan teknologi tersebut dapat dianalisa dengan pendekatan model sebaran parameter suhu dan pola aliran udara yang terjadi. Sarana yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan atau simulasi tersebut adalah dengan pendekatan model simulasi CFD.

38 4 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model perancangan rumah tanaman di daerah beriklim tropis. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis. 2. Menganalisis pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi. 3. Mengkaji efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan dengan adanya gambaran kontur, animasi atau pun model aliran udara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman di Indonesia yang beriklim tropis basah. Selain itu, sebagai pertimbangan dalam pengendalian dan rekayasa iklim mikro rumah tanaman yang dipengaruhi oleh iklim makro. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada persepsi rumah tanaman di daerah iklim tropis basah dengan asumsi tidak ada pengaruh radiasi permukaan atau pun pola aliran udara akibat adanya pohon dan bangunan lain di sekitar rumah tanaman. Sehingga geometri yang disimulasikan berasumsi geometri tunggal tanpa adanya geometri lain yang dapat mempengaruhi parameter fisik lingkungan rumah tanaman.

39 5 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Oleh karena itu, rumah tanaman pada daerah tropis basah lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009). Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan kemungkinan perluasan area rumah tanaman. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah kemiringan atap (Suhardiyanto 2009) dan tinggi dinding (Bot 1983). Hal ini merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah tanaman. Rekomendasi lain dinyatakan oleh Kumar et al.(2009), bahwa luasan ventilasi alami yang optimum pada rumah tanaman di daerah tropis yang berkasa mesh adalah sebesar 15-30% dari luasan dinding kasanya. 2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Rumah tanaman bentuk modified standard peak merupakan modifikasi dari span roof, dimana bentuk gable tidak lagi segitiga, melainkan dimodifikasi menjadi atap bersusun dua bagian dengan bukaan ventilasi diantara dua bubungan atap tersebut dan tertutupi screen (Suhardiyanto 2009). Bentuk atap dengan bukaan ventilasi seperti ini memungkinkan terjadinya ventilasi alamiah walaupun tidak ada angin yang bertiup. Aliran udara yang keluar melalui bukaan ventilasi dibagian bubungan terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan udara. Agar

40 6 perbedaan kerapatan udara tersebut lebih besar maka rumah tanaman dibuat lebih tinggi dari rata-rata tinggi rumah tanaman tipe standard peak. Hal ini berarti bahwa tipe standard peak sangat cocok dengan tanaman yang tinggi seperti tomat, paprika, dan melon. Bentuk rumah tanaman tipe standard peak dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. 2.3 Faktor Lingkungan Fisik Tanaman Faktor lingkungan fisik tanaman antara lain adalah cahaya, suhu udara, kelembaban relatif (RH) udara, kadar CO 2 dalam udara, kecepatan angin, polutan dan lingkungan akar. Cahaya yang paling penting bagi tanaman merupakan cahaya tampak yang mempunyai panjang gelombang nm. Aspek penting dari cahaya adalah intensitas, durasi, dan distribusi spektral cahaya. Suhu udara di sekitar tanaman dipengaruhi oleh radiasi matahari, pindah panas konveksi, laju evaporasi, intensitas cahaya, kecepatan dan arah angin serta suhu lingkungan secara umum. Perubahan suhu udara akan berpengaruh pada proses fisiologi dalam tanaman. Secara praktik, bagi tanaman dalam greenhouse disarankan perbedaan suhu antara siang dan malam berkisar antara 5 10 C. Aspek penting dalam pergerakan udara dalam budidaya tanaman adalah kecepatannya, bukan arahnya. Angin berpengaruh pada laju transpirasi, laju evaporasi, serta ketersediaan CO 2 dalam udara. Menurut ASAE (American Society of Agricultural Engineering) kecepatan udara melewati tanaman sebaiknya tidak

41 7 lebih dari 1,0 ms -1 (Yuwono et al. 2008). Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman Kecepatan Udara Pengaruh [ms -1 ] Memudahkan pengambilan CO Pengambilan CO 2 oleh tanaman menurun 1.0 Menghalangi pengambilan CO 2 atau pertumbuhan tanaman Lebih dari 4.5 Kerusakan fisik tanaman Sumber: (Yuwono et al., 2008) 2.4 Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dengan kondisi cuaca di lingkungan luar rumah tanaman akan menginisiasi untuk melakukan pengendalian terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Suhardiyanto et al. (2007) telah melakukan analisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas untuk rumah tanaman tipe standard peak dengan persamaan kesetimbangan panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2). Gambar 2 Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard peak (Suhardiyanto et al., 2007). Sumber panas pada rumah tanaman di daerah tropis didominasi oleh konsumsi radiasi. Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan radiasi gelombang pendek yang masuk. Interaksi material struktur rumah tanaman dengan sifat radiatifnya merubah radiasi gelombang pendek

42 8 tersebut menjadi gelombang panjang, sehingga berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman yang berakibat pada meningkatnya suhu udara. Selain itu, fluida di sekitar penutup rumah tanaman yang bersifat radiatif akan menyerap panas akibat dari pantulan radiasi termal. Kemudian bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya. Hal ini disebut sebagai fenomena konveksi (Cengel dan Boles, 2003). Kemudian Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas. Laju ventilasi alamiah dipengaruhi oleh karakteristik kasa (screenhouse) yang digunakan. Penggunaan screenhouse lebih ditujukan untuk menekan serangan hama serangga pada tanaman, sehingga sering disebut sebagai insectscreen. Namun hal ini berisiko pada penurunan laju ventilasi sehingga pertukaran udara menjadi berkurang dan dinamika udara yang ada di dalam rumah tanaman menjadi stagnan. Oleh karena itu, suhu udara di dalam akan meningkat. Proses konduksi terjadi akibat adanya gradien suhu pada suatu medium sehingga menimbulkan perpindahan energi atau panas dari suhu tinggi ke suhu rendah (Holman, 1997). Menurut Kreith (1994) konduksi merupakan proses perpindahan panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung dan memiliki gradien suhu. 2.5 Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman Sistem ventilasi dapat dikelompokkan berdasarkan tenaga penggerak udara yang bekerja, yaitu dibedakan menjadi ventilasi alami dan sistem ventilasi mekanis (Norton et al., 2007). Sistem ventilasi berfungsi sebagai sarana pengendali atau kontrol parameter fisik tanaman yang ada di dalam rumah tanaman, sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat dikondisikan dan direkayasa pada lingkungan yang optimum. Ventilasi mekanis bekerja dengan

43 9 tenaga elektrik berupa kipas (fan) atau blower untuk menggerakkan aliran udara melewati bangunan rumah tanaman. Sedangkan ventilasi alamiah hanya bekerja berdasarkan pergerakan mekanis fluida yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu dan perbedaan tekanan. Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama penerapan ventilasi alami, terutama di daerah tropis seperti Indonesia Ventilasi Alamiah Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009), juga sering disebut sebagai pengendalian atau kontrol pasif, dengan kata lain tanpa adanya perlakuan mekanis. Menurut Norton et al. (2007), ventilasi alamiah terjadi akibat adanya dua faktor pemicu mekanisme pergerakan fluida. Faktor pemicu pertama disebabkan oleh panas apung (thermal buoyancy) yang sering disebut sebagai efek cerobong asap (stack effect), dimana perbedaan suhu yang terjadi pada fluida di dalam rumah tanaman berasal dari proses konveksi panas, fluks radiasi matahari dan metabolisme organisme yang ada di dalam rumah tanaman. Udara yang terpanaskan akan menurunkan massa jenisnya sehingga massa udara semakin ringan dan dengan pengaruh gravitasi dapat menyebabkan parsel udara yang semakin ringan cenderung bergerak ke atas atau mengapung. Faktor pemicu kedua, adanya angin yang menyebabkan perbedaan tekanan pada bagian dinding dan penutup bangunan rumah tanaman karena adanya tekanan yang hilang (pressure drop) sehingga memaksa udara yang ada di dalam rumah tanaman bergerak melalui celah bukaan ventilasi. Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah, sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Selanjutnya Kamaruddin (1999) menyatakan bahwa batas kecepatan angin dimana faktor termal masih dapat berperan dominan adalah sebesar 1 ms -1, sedangkan menurut Papadakis et al. (1996) sebesar 1.67 ms -1. Disamping itu, Papadakis et al. (1996) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin lebih dari 1.8 ms -1 efek termal

44 10 terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan. Dalam hal desain ventilasi alamiah, Connellan, (2000);Kumar et al., (2009) mengemukakan bahwa luas bukaan ventilasi minimalnya 20% dari luas lantai rumah tanaman sehingga suhu di dalam rumah tanaman dapat mendekati suhu ambien di luar rumah tanaman. Hal serupa dilaporkan oleh Kamaruddin et al., (2000) bahwa luas bukaan ventilasi lebih dari 40% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan laju ventilasi alamiah yang cukup baik dan dapat menghindari peningkatan suhu yang ekstrim di dalam rumah tanaman beriklim tropis. Sementara itu, Campen (2004) telah mendesain rumah tanaman berbasis CFD untuk kondisi iklim di Indonesia dan melakukan simulasi penentuan luas bukaan ventilasi. Hasil simulasi dilaporkan bahwa luas bukaan ventilasi sebesar 40.4% dari luas permukaan konstruksi rumah tanaman cukup optimum untuk pertumbuhan tanaman di Indonesia. Selanjutnya, Hermanto et al., (2006) telah melakukan optimasi luasan ventilasi alamiah yang dirancang pada bubungan rumah tanaman untuk produksi tomat di daerah iklim tropis basah. Hasil optimasi melaporkan bahwa luas ventilasi 60% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan kondisi lingkungan yang baik sepanjang tahun Ventilasi Mekanis Ventilasi mekanis pada rumah tanaman di daerah iklim tropis basah umumnya menggunakan fan atau blower. Hal ini mengingat bahwa kedua alat tersebut hanya memicu pergerakan udara untuk melewati bangunan rumah tanaman yang bersifat terselubung (envelope), dimana udara dapat terperangkap didalamnya. Terperangkapnya udara di dalam rumah tanaman dapat menimbulkan panas yang berlebih di dalam bangunan rumah tanaman dibandingkan dengan udara di luar. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari dan gelombang panjang yang terperangkap di dalam rumah tanaman yang lebih dikenal dengan greenhouse effect. Dengan demikian,

45 11 kondisi lingkungan (iklim mikro) di dalam rumah tanaman menjadi ektrim bagi tanaman. Fungsi utama dari fan dan blower yang berupa exhaust fan adalah menggerakkan udara yang terperangkap di dalam rumah tanaman keluar sehingga terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam dengan udara di luar. Adanya perbedaan tekanan dapat memicu pergerakan udara dari tekanan tinggi ke rendah, sehingga udara terdistribusi dengan sendirinya dan ruang rumah tanaman mendapat suplai udara dari luar. Berdasarkan hasil penelitian Norton et al.(2007) dilaporkan bahwa pengontrolan udara dengan menggunakan ventilasi mekanis dapat mengendalikan udara lebih presisi dibandingkan dengan ventilasi alamiah. Selain itu, pengendalian tidak tergantung pada kondisi iklim lingkungan (iklim makro), sehingga pengendalian dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan rancangan strategi pengontrolan iklim mikro. 2.6 Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse) Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya akan menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam rumah tanaman. Aliran udara yang melewati screen ditentukan oleh jumlah dan bentuk strukturnya yang direpresentasikan dengan satuan mesh atau porositas. Ukuran mesh menggambarkan banyaknya lubang per inchi panjang screen. Sedangkan porositas menunjukkan rasio jumlah luas permukaan lubang screen yang dapat dilalui oleh udara terhadap permukaan screen per satuan luas. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi ukuran mesh screen yang sesuai untuk mencegah berbagai macam serangga masuk ke dalam rumah tanaman. Harmanto et al., 2006 telah melakukan penelitian tentang iklim mikro menggunakan model matematika (metode energy balance) pada rumah tanaman modified arch dengan bukaan ventilasi atap dan dinding yang ditutup screen di daerah tropika. Ukuran screen yang digunakan adalah 78, 52 dan 40- mesh. Dibandingkan dengan screen ukuran 40 mesh, screen dengan ukuran 52 dan 78 mesh dapat menurunkan laju pertukaran udara sebesar 35% dan 78% dan meningkatkan suhu udara di dalam rumah tanaman sebesar 1 3 C. Akan tetapi

46 12 screen 40 mesh kurang efektif dalam mencegah hama masuk, sehingga ukuran net 52-mesh lebih dianjurkan untuk digunakan dalam mencegah kenaikan suhu udara dan menurunnya laju ventilasi secara nyata. Untuk daerah subtropika, Fatnassi et al. (2006) telah menguji screen anti- Bemisia (52 mesh) dan anti-thrips (132 mesh) yang dipasang pada bukaan ventilasi di atap dan dinding rumah tanaman multi-span dan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban absolut udara di dalam rumah tanaman yang dipasang screen meningkat sebesar 2.7 C dan 0.7 g/kg untuk screen anti-bemisia (52 mesh) dan meningkat sebesar 4.7 C dan 1.3 g/kg untuk screen anti-thrips (132 mesh) dibandingkan dengan rumah tanaman yang tidak dipasangi screen pada bukaan ventilasinya. Pola aliran udara yang melewati screen didekati dengan poros medium dan menghitung nilai kehilangan tekanan yang terjadi (Teitel, 2010). Perhitungan kehilangan tekanan pada kondisi incompressible dan aliran udara tunak (steady state) dapat diprediksi dengan persamaan Forcheimer: ( ) ( ) (1) dimana P merupakan tekanan udara yang hilang (Pa), x adalah ketebalan poros media (m), u merupakan kecepatan udara (ms -1 ), ρ adalah massa jenis udara (kg m -3 ), dan µ adalah viskositas dinamik (kg m -1 s -1 ). Sedangkan K merupakan permeabilitas screen (m 2 ) dan Y adalah faktor inersia (non-dimensional). Nilai permeabilitas screen atau poros media dan nilai faktor inersia biasanya digunakan sebagai parameter acuan dalam menganalisa karakteristik bahan poros terhadap aliran udaranya. Miguel (1998) dalam Teitel (2010), telah menguji beberapa jenis bahan poros dengan wind tunnel, hasilnya menunjukkan bahwa korelasi terbaik antara permeabilitas screen K dan faktor inersia Y terhadap porositas bahan α dapat direpresentasikan dengan pers 2. dan (2) dimana α adalah nilai porositas bahan yang ditentukan dari nilai panjang l dan lebar w dari mesh bahan poros serta d merupakan diameter bahan/benang struktur screen. Rumus untuk menghitung nilai porositas disajikan pada Pers 3 (Miguel, 1998 dalam Majdoubi et al., 2009).

47 13 ( )( ) (3) dimana l merupakan panjang lubang void (poros) dalam m dan w adalah lebar lubang void dalam m, sedangkan d adalah diameter bahan material kasa yang berbentuk benang, dalam m. 2.7 Karakteristik Fan Berdasarkan karakteristik alur dan pola aliran udara melewati fan, secara garis besar fan dapat dibedakan menjadi dua tipe; yaitu sentrifugal dan aksial (Anonimous, 1989). Kipas sentrifugal menggunakan perputaran impeller untuk meningkatkan kecepatan aliran udara. Pergerakkan udara dari pusat impeller ke ujung baling-baling menghasilkan energi kinetik. Energi kinetik ini akan menaikkan tekanan statik berupa aliran udara yang pelan sebelum dilepaskan. Kipas sentrifugal dapat menghasilkan tekanan relatif tinggi yang biasa digunakan pada aliran kotor (mengalirkan bahan-bahan khusus yang memerlukan penanganan dan kelembaban tinggi) dan pada sistem yang membutuhkan suhu tinggi (Anonimous, 1989). Oleh karenanya, kipas jenis ini paling umum digunakan oleh industri. Selain dapat menghasilkan tekanan tinggi, efisiensinya juga tinggi dan dapat dioperasikan lebih jauh untuk berbagai kondisi dengan tujuan tertentu. Sedangkan kipas axial, sesuai namanya, menggerakkan aliran udara melalui sumbu kipas. Udara akan tertekan karena adanya gaya angkat aerodinamik yang dihasilkan dari baling-baling kipas seperti pada propeller dan sayap pesawat terbang. Walaupun dapat juga diganti dengan kipas sentrifugal, tetapi pada udara bersih, tekanan rendah, aplikasi untuk volume tinggi, lebih umum digunakan kipas axial. Keuntungan dari kipas axial adalah aliran yang dihasilkan lebih seragam, biaya rendah, dan ringan (Anonimous, 1989). Pengaruh sistem yaitu perubahan pada performa kipas yang dihasilkan dari interaksi komponen-komponen pada kipas, seperti saluran, penyaring, belokan, pemanggang, jumlah sudu (blade) pada kipas, dan sudut kemiringan sudu. Performa kipas atau fan dapat dilihat dari hubungan antara laju aliran udara yang terlewatkan terhadap tekanan statis yang ditimbulkannya. Hal ini dideskripsikan

48 14 oleh Gambar 3 yang menunjukan performa kipas yang dipengaruhi oleh interaksi komponen sistem pada kipas. Gambar 3. Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem pada kipas (Anonimous, 1989). 2.8 Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling) Pendinginan evaporasi merupakan metode yang dianggap paling efektif dalam menurunkan suhu dan mengontrol kelembaban udara di dalam rumah tanaman (Kumar et al. 2009). Namun bagi daerah beriklim tropis basah, pengendalian kelembaban udara di dalam rumah tanaman telah menjadi suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Terdapat tiga jenis evaporative cooling yang sering digunakan dalam industri pertanian adalah: 1) sistem baling-baling kipas (fan-pad system) seperti exhaust fan atau blower, 2) sistem pengabutan air (fog/mist system), dan 3) roof evaporative cooling yaitu pendinginan atap dengan cara mengalirkan atau menaburkan partikel air yang lembut terhadap atap rumah tanaman sebagai sumber masuknya panas dari sinar radiasi matahari yang dominan.

49 Fan-pad System Candra et al., (1989) telah melakukan penelitian tentang efektifitas penggunaan sistem pendingin fan pada rumah tanaman berbahan atap plastik seluas 24 m 2. Dengan menggunakan fan, suhu udara di dalam rumah tanaman dapat diturunkan sekitar 4-5 C dari kondisi suhu lingkungan luar. Hal serupa telah dilaporkan oleh Jain and Tiwari (2002) bahwa penerapan cooling pad pada rumah tanaman seluas 24 m 2 sangat sensitif terhadap parameter panjang dan ketinggian dimensi rumah tanaman. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya analisa optimalisasi penerapan cooling pad pada rumah tanaman terhadap dimensi rumah tanamannya, sehingga dapat membantu rekomendasi dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman. Di sisi lain, Jamal (1994), menyatakan bahwa laju pertukaran volume udara sebesar 20 m 3 /jam merupakan kondisi terbaik bagi rumah tanaman yang berada di daerah tropis. Penelitian tersebut dilakukan pada saat musim kering dengan memanfaatkan cooling pad Sistem Pengabutan Sistem pengabutan (fog system) merupakan sistem dimana air disemprotkan dengan tekanan tinggi pada nozzle sehingga bentuk air menjadi sangat kecil seperti kabut yang biasa disebut droplet, dengan diameter droplet sekitar 2-60µm (Kumar et al.2009). Kecilnya ukuran diameter droplet sangat memungkinkan air terbawa oleh udara, sehingga suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun dengan signifikan namun kelembaban udaranya menjadi meningkat. Montero et al. (1994) telah menggunakan sistem pengabutan air pada rumah tanaman yang memiliki mesh screen sebesar 45%, melaporkan bahwa suhu maksimum yang dapat direduksi dengan sistem pengabutan sepanjang siang hari dalam rumah tanaman adalah sebesar 5 C. Sementara itu, Arbel et al.(1999),telah menguji efisiensi sistem pengabutan yang memiliki kemampuan ukuran droplet sebesar 2-60 µm pada rumah tanaman seluas 16 m x 24 m di daerah Israel, dibandingkan dengan sistem fan-pad. Hasil uji tersebut telah menunjukkan bahwa performansi sistem pengabut

50 16 lebih baik dari pada sistem fan atau pad, dimana suhu dan kelembaban udara yang dapat direduksi dengan sistem fan dan pad < 5 dan 20% Roof Evaporative Cooling Proses roof evaporative cooling dilakukan dengan memercikkan air ke permukaan atap rumah tanaman sehingga menghasilkan lapisan air tipis yang dapat meningkatkan laju evaporasi pada permukaan atap tersebut agar suhu udara di sekitar atap dan di dalam rumah tanaman akan menurun (Kumar et al. 2009). Sutar and Tiwari (1995), telah mempelajari efek aliran air yang tipis (water film) dipermukaan atap rumah tanaman terhadap suhu udara di dalamnya. Material atap yang digunakan adalah material plastik untuk rumah tanaman yang relatif murah. Percobaan tersebut dilakukan pada kondisi iklim di Delhi India. Hasil dari percobaan menyatakan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun antara 4-5 C dari kondisi kontrol. Namun, ketika aliran tipis air dialirkan pada lapisan kain atau kasa yang tipis di atap rumah tanaman, maka suhu udara yang dapat direduksi dapat mencapai 10 C. 2.9 Pemodelan pada Rumah Tanaman Pendekatan model pada rumah tanaman, khususnya pemodelan parameter fisik yang mempengaruhi iklim mikro (seperti suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara pada rumah tanaman), secara garis besar dibedakan menjadi dua kriteria, yaitu model fenomena logis dan model perilaku (Krauss et al., 1997; Boulard et al., 2002). Kedua pendekatan model tersebut digunakan untuk memprediksi perubahan, pola serta distribusi iklim mikro seperti perpindahan panas dan transport massa yang terjadi pada bangunan rumah tanaman. Model perilaku (behavioural models), seperti komputasi sistem pakar (Artificial Neural Networks, Fuzzy logic dan Genetic Algorithm) sangat bermanfaat untuk menentukan strategi pengendalian iklim mikro pada rumah tanaman. Namun masih tergantung pada akurasi penentuan nilai dinamika atau laju perubahan parameter. Hasil prediksi model tersebut harus dibandingkan dengan data faktual hasil pengukuran atau dengan hasil prediksi dari model fenomena logis. Secara

51 17 sederhana pendekatan model pada rumah tanaman dideskripsikan dengan diagram pengklasifikasian model simulasi yang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Diagram klasifikasi model simulasi pada rumah tanaman (diadopsi dari Krauss et al., 1997dalam Boulard et al., 2002). Pemodelan fenomena logis terdiri dari dua jenis proses, yaitu tahap analisis dan tahap diskritisasi. Tahap analisis pemodelan biasanya dilakukan penyederhanaan model berupa pembatasan wilayah (limited zones) analisis dari ruang model simulasi yang kompleks. Wilayah yang dianalisis lebih difokuskan pada wilayah-wilayah tertentu dalam ruang simulasi yang memiliki kriteria perubahan parameter secara signifikan, seperti wilayah permukaan atau dinding solid dengan fluida yang sering disebut dengan boundary layers, wilayah jet yaitu wilayah yang memiliki hembusan kecepatan fluida sangat tinggi (wilayah nozel dari humidity fire atau foging) dan wilayah-wilayah yang berpotensi terjadi olakan fluida (wakes) serta vortex. Sementara itu, tahapan diskritisasi adalah proses penyederhanaan persamaan model dinamika fluida yang kompleks menjadi

52 18 persamaan-persamaan matematis yang diskrit agar dapat dieksekusi oleh komputer untuk dikomputasi. Hal ini merupakan bagian dari analisis numerik pada tahapan simulasi dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Metode diskritisasi dalam CFD terdiri dari 2 jenis pendekatan, yaitu metode volume hingga (finite volume method) dan metode elemen hingga (finite element method). Model CFD akan lebih akurat apabila digunakan untuk simulasi pada zona atau wilayah model yang mikro, namun tidak menutup kemungkinan dapat juga digunakan untuk mensimulasikan zona wilayah makro seperti visualisasi perubahana parameter iklim mikro pada satu ruang rumah tanaman (single zone) berbentuk 3D atau beberapa ruang rumah tanaman (multi zones). Multi zone rumah tanaman biasanya terdapat pada agroindustri yang memiliki beberapa rumah tanaman untuk proses produkdi budidaya Metode Komputasi Dinamika Fluida Computational fluid dynamics (CFD) bisa berarti suatu teknologi komputasi yang digunakan untuk mempelajari dan sebagai alat untuk menganalisa fenomena dinamika fluida seperti aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, perubahan phasa, interaksi fluida dan solid (Norton et al., 2007). Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaanpersamaan matematika (model matematika). Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir. Menurut Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam mempredisksi fenomena dinamika fluida seperti CFD dapat dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial (PDE = Partial Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa, momentum, dan energi. Penyelesaian persamaan diferensial yang cukup kompleks tidak dapat dieksekusi langsung oleh komputer. Oleh karena itu, persamaan aljabar tersebut ditransformasikan terlebih dahulu menjadi persamaan aljabar diskrit yang lebih sederhana, sehingga komputer dapat mengeksekusinya dengan ringan. Metode penyederhanaan ini disebut sebagai metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995).

53 Prinsip Diskritisasi Secara umum, diskritisasi dapat dianalogikan sebagai upaya untuk membagi sistem dari problem yang akan diselesaikan (obyek) menjadi bagian bagian yang lebih kecil, atau dengan kata lain membagi bentuk objek yang kontinum menjadi diskrit. Diskritisasi ini muncul karena adanya kesulitan untuk mempelajari sistem secara keseluruhan. Secara tidak langsung, diskritisasi juga berarti pendekatan untuk sesuatu (problem) yang riil dan kontinu. Metode diskritisasi yang biasa digunakan dalam analisa CFD adalah metode elemen hingga (finite element method) dan metode volume hingga (finite volume method). Menurut Molina-Aiz et al.,(2010) dalam kedua metode diskritisasi tersebut komputasi numerik dibangun berdasarkan dua tahapan proses. Tahap pertama adalah memformulasikan persamaan kesetimbangan dan metode pendekatan berdasarkan kondisi batasan tertentu. Sedangkan tahap kedua adalah pemisahan elemen variabel ke dalam bentuk matriks dan pencarian solusi algoritma secara sekuensial Finite Element Method (FEM) Prinsip FEM adalah membagi rangkaian kesatuan area ke dalam sejumlah bentuk area sederhana yang lebih kecil yang disebut elemen (Molina-Aiz et al., 2010), pada kasus ini digunakan elemen triangular atau quadrilateral (Gambar 5a). Finite Element banyak digunakan untuk menyelesaikan problem kompleks seperti rekayasa struktur, steady state dan time dependent heat transfer, fluid flow, dan electrical potential problem (Zienkiewicz et al.,2005). Konsep dasar dari FEM diantaranya adalah membuat elemen-elemen diskrit untuk memperoleh simpangan-simpangan dan gaya-gaya dari suatu struktur. Selain itu, FEM menggunakan elemenelemen kontinum untuk memperoleh solusi pendekatan (approximate solution) terhadap permasalahan-permasalahan perpindahan panas, mekanika fluida maupun mekanika solid.

54 20 Gambar 5. Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010). Pada metode diskrit ini, variabel φ dari setiap elemen diinterpolasi menggunakan polynomial N j (x i ). (4) Dimana N j merupakan fungsi bentuk polynomial pada titik j, dan n adalah jumlah titik pada masing-masing elemen (3 untuk elemen triangular, dan 4 untuk elemen quadrilateral) Finite Volume Method (FVM) Menurut Apsley (2005) metode volume hingga (FVM) cocok diterapkan pada masalah aliran fluida dan aerodinamika. Selain itu, Molina- Aiz et al.(2010) mengungkapkan bahwa konsep kinerja FVM adalah setiap titik perhitungan dilingkupi oleh sebuah volume terkendali (control volume) atau volume atur. Domain komputasi dibagi menjadi volume atur yang berupa grid-grid dan tidak saling tumpang tindih (overlapping), sehingga proses komputasi pada FVM lebih didekatkan terhadap kontrol suatu volume terbatas, bukan komputasi pada suatu node dari masing-masing grid. Perangkat lunak seperti ANSYS/FLUENT menyatakan pendekatan FVM dengan sebutan grid-centered finite volume approach, dimana perhitungan komputasi yang dikembangkan program tersebut dilakukan secara langsung pada area tengah grid (grid centers) dengan menginterpolasikan nilai variabel φ pada pusat elemen node yang

55 21 berdekatan pada suatu permukaan volume atur φ f. Nilai masing-masing variabel φ yang merepresentasikan nilai rata-rata keseluruhan dari sebuah grid, diwakili dengan nilai titik pusat grid (P, N, S, E dan W ;Gambar 5.b). Metode penghitungan dalam komputasi atau diskritisasi berdasarkan pada perbedaan nilai atau gradien dari masing-masing grid. Nilai perubahan variabel tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5). ( ) (5) dimana N faces merupakan batasan permukaan pada elemen volume, dan adalah nilai rata-rata hitung pada pusat grid terdekat (contohnya permukaan P dan permukaan E pada Gambar 5.b) Perbandingan Teknik Diskritisasi FVM dan FEM Dua metode diskritisasi (FVM dan FEM) telah diuji dan dibandingkan oleh Nakajima and Kallinderis (1994); Molina-Aiz et al.,(2010) pada grid yang tidak seragam untuk melihat sensitifitas dan akurasi dari hasil solving. Proses solving dilakukan pada aliran incompressible yang unsteady state 2 dimensi dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes. Hasilnya disimpulkan bahwa kedua metode dikritisasi tersebut stabil dan memiliki akurasi yang sama pada grid yang seragam. Namun, pada grid yang tidak seragam metode FEM menjadi kurang sensitif. Meskipun pendekatan metode FEM dan FVM membutuhkan waktu komputasi per grid dan step yang sama, FEM memerlukan kapasitas memori penyimpanan dua kali lebih besar dibandingkan FVM. Selanjutnya, Haindl et al., (1999); dalam Molina-Aiz et al.,(2010) membandingkan FVM dan FEM untuk mendiskritisasi model difusi 3D menggunakan software AMIGOS. Hasil diskritisasi dilaporkan bahwa FVM lebih stabil dibandingkan FEM. Hal lain dilakukan oleh O Callaghan et al. (2003) yang melakukan kajian teori untuk memprediksi aliran darah melewati arteri femoralis ideal. Hasilnya menunjukkan bahwa secara kualitatif kedua metoda tersebut memiliki kesamaan, namun berbeda dalam hal kuantitatif. Hasil prediksi dengan menggunakan FVM lebih baik dari pada FEM, sehingga menyatakan bahwa FVM merupakan teori prediksi yang lebih handal. Sementara itu, Molina-Aiz et al.,(2010) membandingkan FEM dan FVM

56 22 untuk mensimulasikan fenomena ventilasi alamiah pada rumah tanaman. Hasil simulasi dilaporkan bahwa kedua metode tersebut sangat baik atau akurat ketika digunakan untuk memprediksi parameter suhu dari pada memprediksi parameter kecepatan udara. Selain itu, gambaran aliran udara pada setiap kasus yang dianalisa memiliki kesamaan kualitatif. Namun pada rumah tanaman tipe multi span, FVM mampu mensimulasikan aliran laju ventilasi udara yang lebih rendah dibandingkan FEM, meskipun nilai suhu hasil prediksi dengan FVM lebih rendah dari nilai faktualnya. Perbedaan antara FEM dan FVM terlihat juga pada proses pembuatan grid (meshing), dimana untuk geometri yang lebih kompleks proses meshing dengan menggunakan FEM jauh lebih mudah dibanding FVM (Molina-Aiz et al., 2010). Namun dalam hal komputasi, rata-rata FEM membutuhkan waktu komputasi per grid dan per tahap dua kali lebih banyak dibandingkan FVM, bahkan untuk proses penyimpanan database hasil komputasi FEM menghabiskan waktu 10 kali lebih besar.

57 23 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei Pengukuran dilakukan di rumah tanaman Standar Peak Leuwikopo, Lab. LBP Teknik Mesin dan Biosistem IPB, sejalan dengan pengambilan data penelitian Rekayasa Lingkungan Thermal Larutan Nutrisi pada Budidaya Tanaman Tomat secara Hidroponik oleh (Suhardiyanto dkk. 2010). Hal ini merupakan waktu yang dianggap strategis karena pengambilan data dilakukan tepat pada saat dimana kondisi rumah tanaman terdapat aktivitas pertumbuhan tanaman. Alat dan bahan yang digunakan adalah: 1. empat unit alat hidroponik NFT. 2. dua set Exhaust fan tipe strong axial blower dengan spesifikasi power 200 Watt, 220 volt, cycles 50 Hz dan 1400 r.p.m. 3. anemometer. 4. weather station. 5. hybrid recorder merk Yokogawa tipe MV Advance thermokopel. 7. meteran. 8. pyranometer merek EKO tipe MS benih tomat dataran tinggi. 10. larutan nutrisi berupa campuran air dengan ABmix. 11. tali ajir. 12. bahan perekat. Weather station terdiri dari sensor kecepatan dan arah angin (anemometer), sensor suhu dan kelembapan (pshychrometer), sensor radiasi matahari (pyranometer), dan sensor curah hujan (typing bucket precip gauge). Satuan unit masing-masing parameter adalah suhu dalam satuan C, RH dalam persen, kecepatan angin dalam ms -1, arah angin dalam derajat, radiasi matahari dalam Wm -2 dan curah hujan dalam mm/hari.

58 24 Pengembangan simulasi distrubusi suhu dan pola pergerakan udara pada rumah tanaman dilakukan di Laboratorium Computer Center IPB, dengan menggunakan alat berupa: 1. perangkat lunak Solidworks lisensi IPB yang sudah terintegrasi dengan flow simulation. 2. satu set PC dengan spesifikasi CPU Intel Core i7, memory RAM 8 GB, Display VGA 3 GB, dan hardisk 1.6 TB. Dengan spesifikasi tersebut, diharapkan PC dapat melakukan proses iterasi secara maksimal, sehingga hasil yang diperoleh lebih optimal. 3.2 Rona Lingkungan Rumah Tanaman Rona lingkungan lokasi penelitian dideskripsikan oleh kondisi topografi dan iklim lingkungan rumah tanaman yang menjadi objek penelitian. Rumah tanaman yang menjadi objek penelitian berlokasi di Lab. Lapangan Leuwikopo IPB, yang terletak pada titik LS dan BT (app. googlemaps), dengan elevasi sekitar m di atas permukaan laut. Oleh karena itu, secara umum wilayah Leuwikopo Kec. Dramaga tergolong ke dalam wilayah dataran rendah. Kondisi topografi lapangan berbentuk datar bergelombang dan sebelah selatan lereng karena berbatasan dengan sungai. Kondisi curah hujan di wilayah Dramaga mencapai mm/tahun dengan suhu udara rata-rata sekitar C dan kelembaban udara sekitar % (Pusmairini, 2010). Gambar 6. Arah angin dan titik lokasi rumah tanaman tampak atas.

59 25 Selanjutnya data arah angin dan kecepatan angin akan disajikan sebagai data sekunder dan akan digunakan sebagai parameter input simulasi, yaitu data dari BMKG Dramaga sepanjang tahun 2010 yang disajikan pada Lampiran Prosedur Kerja Penggambaran geometri rumah ranaman dan parameter input dalam simulasi akan didasarkan pada dimensi dan data aktualnya agar dapat memudahkan proses validasi hasil simulasi. Data yang diukur mencakup iklim makro dan iklim mikro di dalam rumah tanaman serta geometri konstruksi rumah tanaman. Iklim makro merupakan kondisi lingkungan di sekitar rumah tanaman dengan parameter yang diukur berupa: 1) kecepatan dan arah angin, 2) suhu lingkungan, 3) radiasi matahari, 4) tekanan udara, dan 5) kelembaban udara. Iklim mikro mewakili kondisi lingkungan sekitar tanaman di dalam rumah tanaman dengan parameter yang diukur berupa: 1) sebaran suhu, 2) radiasi matahari, 3) kelembaban udara, 4) kecepatan udara pada daerah sekitar blower. Selain itu, juga dilakukan pengukuran dimensi dan pendefinisian bahan konstruksi rumah tanaman secara menyeluruh yang meliputi: 1) luasan dan tinggi bangunan, 2) kemiringan atap, 3) ketebalan bahan, 4) luasan ventilasi, 5) mesh dinding kassa GH, 6) emisivitas bahan konstruksi rumah tanaman, 7) konduktivitas panas bahan, 8) diameter blower.

60 26 Pengkajian model atau simulasi dengan menggunakan CFD secara garis besar terdiri dari tiga proses kerja utama (Gambar 7), yaitu pra-pemrosesan (prepocessing), pencarian solusi (solving), dan pasca-pemrosesan (postprocessing). Tahap preprocessing diawali dengan pembuatan geometri, dimana dimensi model rumah tanaman digambarkan 1:1 terhadap dimensi yang sebenarnya di lapangan. Selain itu, hal penting dalam tahap preprocessing adalah mendefinisikan faktor fisik lingkungan sekitar rumah tanaman seperti turbulensi, arah dan kecepatan angin, radiasi surya dan nilai porous media. Tahapan penting lainnya adalah pendefinisian batasan kondisi yang menunjukkan kondisi awal sebagai nilai input besaran parameter untuk perhitungan dalam simulasi. Nilai karakteristik fluida seperti densitas dan kelembaban udara juga suhu awal udara merupakan parameter input yang penting dalam perhitungan. Prapemrosesan 1. Pembuatan geometri. 2. Pendefinisian faktor fisik. 3. Pendefinisian kondisi batas. 4. Pendekatan numerik (finite volume method). 5. Buat grid/meshing terstruktur tetrahedral. Pencarian solusi Pasca pemrosesan 1. Plot kontur 2. Plot vektor 3. animasi Gambar 7. Proses kerja utama simulasi CFD. Tahapan selanjutnya yaitu menentukan metode pendekatan solusi numerik yaitu dengan pendekatan kontrol volume hingga atau lebih dikenal dengan finite volume method (FVM) yang berbasis grid-center atau nilai pada titik pusat dari masing-masing grid. Pendekatan FVM digunakan untuk melakukan proses diskritisasi dalam pembuatan grid/ meshing agar komputer dapat menyelesaikan perhitungan-perhitungan dengan mudah dari persamaan-persamaan dinamika fluida yang kompleks. Grid yang dibuat berupa grid yang terstruktur berbentuk tetrahedral dengan besar volume yang beragam. Proses selanjutnya adalah solving yaitu pencarian solusi dengan penyelesaian persamaan atur dinamika fluida yang telah didiskritisasi. Penyelesaian persamaan yang sudah didiskritisasi berbasis pada gradien atau

61 27 perbedaan nilai di titik pusat grid hingga mencapai kondisi yang konvergen. Konvergensi menunjukkan stabilitas atau konsistensi dari hasil perhitungan pada setiap tahap iterasi. Oleh karena itu, lamanya waktu perhitungan yang dilakukan oleh CPU (CPU time) pada proses solving dapat dilihat dari konvergensi iterasi. Proses akhir dari simulasi adalah postprocessing, yaitu proses penyajian data hasil simulasi yang dapat berupa plot kontur, plot garis, plot vektor dan animasi. Plot kontur, plot garis dan plot vektor dapat menunjukkan nilai distribusi sebaran dari setiap parameter yang dihitung, sedangkan animasi berfungsi untuk menunjukkan dinamika dari setiap parameter yang dihitung, sehingga fenomena dinamika fluida dapat dengan mudah difahami secara visual dan mudah untuk dianalisa. Simulasi CFD dengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks flow simulation memiliki prosedur kerja yang cukup sederhana dan dapat dideskripsikan dengan diagram alir seperti yang terdapat pada Gambar 8. Prosedur kerja tersebut merupakan tahapan yang harus dilakukan dalam setiap kali melakukan sebuah kasus simulasi, sehingga apabila simulasi yang dilakukan memiliki beberapa kondisi input data, maka prosedural pada Gambar 8 juga dilakukan berdasarkan jumlah kondisi yang dijalankan dalam simulasi. Namun, di sisi lain secara garis besar, simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman digolongkan menjadi 3 simulasi utama, yaitu: 1. Simulasi pengujian karakteristik komponen rumah tanaman yaitu pada dinding kasa. 2. Simulasi distribusi suhu dan aliran udara di dalam rumah tanaman pada saat tanaman masih kecil (pengukuran iklim rumah tanaman dilakukan pada tanggal 16 Juli 2010 dan dijadikan sebagia data input dalam simulasi). 3. Simulasi distribusi suhu dan aliran udara di dalam rumah tanaman pada saat tanaman sudah dewasa (pengukuran iklim rumah tanaman dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2010 dan dijadikan sebagai data input dalam simulasi). Tahapan kerja secara keseluruhan dari penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 9.

62 28 mulai Pembuatan CAD geometri Preprocessing tidak cek geometri oke Pendefinisian material geometri set kondisi awal tidak set domain, boundary condition dan goal setting diskritisasi dan iterasi Solving konvergen ya Plot kontur, animasi, grafik dan data Postprocessing selesai simpulan dan saran Gambar 8. Diagram alir simulasi CFD.

63 29 Mulai pengukuran data geometri GH Pendefinisian kondisi batas sesuai hasil pengukuran 1 Pengukuran 1 iklim mikro dan makro input paramater (T lingk, T surface GH, I, RH, v, arah angin) Pendekatan model dengan CFD A Budidaya tomat dengan sistem NFT Pengukuran 2 iklim mikro dan makro Optimasi mesh Validasi dengan hasil pengukuran 1 input paramater (T lingk, T surface GH, I, RH, v, arah angin) Tidak Akurat? Ya Pendekatan model dengan CFD Pendefinisian kondisi batas sesuai hasil pengukuran 2 Pendekatan model CFD dengan aktifitas pertumbuhan tanaman A Validasi dengan hasil pengukuran 2 Akurat? Tidak Optimasi mesh Ya Simpulan dan saran selesai Gambar 9. Tahapan kerja penelitian.

64 Skema Pengukuran Pengukuran dilakukan pada dua fase pertumbuhan tomat yaitu pada fase vegetatif dan fase generatif. Pengukuran tersebut dilakukan secara kontinu dan bersamaan dengan interval waktu 30 menit selama 7x24 jam pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Namun untuk input simulasi hanya 1 waktu saja dari setiap fase yang diamati dan dianggap steady selama perhitungan didalam simulasi. Skema titik pengukuran di dalam rumah tanaman disajikan pada Gambar 10, sementara skema titik pengukuran secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. depan Mesin belakang Jalur sirkulasi P Bak Penampung Keterangan Gambar: 1 = Nutrisi inlet. 2 = Nutrisi pada 3 m dari inlet. 3 = Nutrisi pada 3 m dari outlet. 4 = Nutrisi outlet. 5 = Nutrisi pada bak penampung. 6 = Udara di dalam bedeng NFT sejauh 3 m dari inlet. 7 = Udara di dalam bedeng NFT sejauh 3 m dari outlet. 8 = Dinding bedeng bagian luar. 9 = Dinding bedeng bagian dalam. 10 = Styrofoam = Udara di dalam greenhouse 2 m di atas lantai. 15 = Atap greenhouse. Gambar 10. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan tampak samping di dalam rumah tanaman.

65 31 Suhu udara di dalam rumah tanaman diwakili oleh 8 buah titik pengukuran yang berbeda dan titik tersebut menjadi sampel yang akan dibandingkan dengan nilai suhu hasil simulasi. Sementara itu, beberapa titik lainya menjadi parameter input pada simulasi dan berpengaruh pada nilai suhu ruangan Analisis pindah panas yang terjadi dalam sistem secara umum antara lain pindah panas secara konveksi dari fluida ke bahan penutup, dan secara konduksi dari pertukaran energi antar medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung dan suhu yang berbeda. 3.5 Data Input Data input pada simulasi diambil dari hasil pengukuran satu waktu untuk fase vegetatif dan fase generatif yang kemudian dikatakan sebagai kondisi 1 dan kondisi 2, seperti disajikan pada Tabel 2. Sementara itu, nilai karakteristik udara lingkungan disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 Data input kondisi awal dan kondisi batas Parameter Kondisi 1 2 Kondisi awal Suhu udara lingkungan ( C) RH lingkungan (%) Radiasi matahari (W m -2 ) Kecepatan udara (m s -1 ) pada y = 2 m y = 5.5 m Tanggal 16 Juli Agustus 2010 Pukul (WIB) 13:30 12:30 Kondisi batas Suhu atap ( C) Suhu lantai ( C) Suhu tembok ( C) Suhu kerangka ( C) Suhu bedengan ( C) Arah angin utara selatan

66 32 Tabel 3 Karakteristik udara lingkungan Parameter satuan Kuantitas Massa jenis udara pada titik didih kg m Koefisien difusifitas masa m 2 s Viskositas dinamik Kg m -1 s x 10-5 Konduktifitas termal W m -1 K x Model Geometri Rumah Tanaman Bentuk dan dimensi geometri rumah tanaman dibuat mendekati kondisi nyata di lapangan. Namun, pada bagian bentuk atap yang bergelombang dianggap plat datar tetapi tidak merubah nilai karakteristik bahan, sehingga proses pindah panas baik secara konduksi maupun konveksi diharapkan tetap mendekati nilai aktualnya. Titik origin yang menjadi acuan dalam penggambaran geometri terletak tepat pada posisi tengah bangunan geometri rumah tanaman di atas permukaan lantai. Sumbu x positif mengarah ke selatan, sedangkan sumbu y mengarah vertikal sekaligus merepresentasikan ketinggian ruang dan arah sumbu z mengarah ke arah barat. Sistem arah mata angin (pada gambar 6) yang diintegrasikan dengan arah sumbu koordinat (x, y, z) digunakan untuk menentukan arah angin sebagai input parameter kecepatan angin dalam simulasi. Geometri rumah tanaman untuk simulasi disajikan tampak trimetrik pada Gambar Gambar 11. Geometri rumah tanaman.

67 Pendekatan Numerik Berdasarkan prinsip yang diutarakan oleh Zhang (2005), bahwa persamaan dasar dalam CFD terdiri dari hukum kekekalan massa, momentum dan energi, maka pendekatan numerik untuk merepresentasikan prinsip kontinuitas massa dengan asumsi kondisi alirannya steady (Norton et al., 2007) dapat dituliskan dengan persamaan Navier-Stokes berikut: ( )...(6) dimana ρ merupakan massa jenis fluida (kg m -3 ), t menunjukkan waktu (detik), x adalah jarak pada koordinat kartesian (m), u adalah kecepatan udara (m s -1 ), dan i, j adalah indeks koordinat kartesian. Secara teoritis persamaan 6 menunjukkan bahwa perubahan spesies massa pada fenomena aliran fluida terjadi sejalan dengan adanya pergerakan elemen massa fluida yang berubah terhadap waktu ke dalam suatu volume terbatas harus seimbang. Hukum kekekalan momentum yang ditemukan oleh Newton menyatakan bahwa: jumlah aksi gaya eksternal pada partikel fluida sama dengan laju momentum secara linier (Norton et al., 2007), disajikan secara matematis pada persamaan (7). ( ) ( ) [ ( )]...(7) dimana p adalah tekanan (Pa), δ ij merupakan delta Kronektor yang menunjukkan perbedaan tekanan, µ adalah viskositas dinamik (kg m -1 s -1 ), dan g adalah kecepatan gravitasi (m s -2 ). Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida sama dengan laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel (Norton et al., 2007), dituliskan dalam persamaan (8). ( ) ( ) ( )...(8)

68 34 dimana, C a kapasitas panas spesifik (W kg -1 K -1 ), T adalah suhu (C), λ adalah konduktifitas panas (W m -1 K -1 ), dan s T adalah source atau sink panas (W m -3 ). Formulasi model persamaan untuk memprediksi pola aliran fluida yang melewati benda solid baik yang bersifat rigid maupun elastis, biasanya didekati dengan persamaan RANS (Reynold-Average Navier-Stokes). Persamaan tersebut mempertimbangkan prinsip kekekalan dan model turbulensi k-ε, dimana model ini hanya berlaku untuk fluida yang bersifat incompressible, viscous, isothermal, newtonian serta udara bergerak dalam kondisi steady 3D (Endalew et al., 2009). u j ui x j p x i x j ui t x j u j u' i u' j x i x j Su,... (9) dimana µ t merupakan viskositas turbulensi (kg m -1 s -1 ), u' i u' x j j merepresentasikan nilai faktor difusi dan S u adalah nilai faktor momentum (kg m -2 s -2 ) yang bisa positif (source) maupun negatif (sink), tergantung dari sifat material yang dilewati oleh fluida. Sistem persamaan numerik yang dibangun dihitung dengan menggunakan metode finite control volume Model Aliran pada Kasa dan Tanaman Majdoubi et al. 2009, melaporkan bahwa kecepatan udara u pada pendefinisian poros media dapat dilakukan dengan pendekatan model persamaan Darcy-Forchheimer (Pers. 10). Gaya tarikan yang disebabkan oleh kasa dan tanaman S dipengaruhi oleh sifat fluida berupa densitas udara (kg m -3 ) dan viskositas dinamik udara (kg s -1 m -1 ), serta sifat geometri kasa berupa permeabilitas poros K p (m 2 ) dan C F (non-dimensional) adalah kehilangan momentum. (( ) ( ) ).....(10) Kehilangan momentum non linier memiliki hubungan proporsional dengan densitas daun dan dapat digambarkan sebagai unit volume kanopi menggunakan bentuk yang lain, biasanya menggunakan rumus (Bruse, 1998):

69 35...(11) dimana I LAV (m 2 m -3 ) merupakan indeks luasan daun tiap satuan volume dan C D adalah drag coefficient atau resistansi udara pada kanopi tanaman. Untuk tanaman tomat yang sudah tinggi dan berbuah, Haxaire (1999) dalam Majdoubi et al. (2009) telah menentukan nilai C D = 0.32, menggunakan wind tunnel Pendekatan Poros Media pada Tanaman Poros media pada tanaman didefinisikan sebagai kemampuan fluida atau dalam hal ini udara yang terlewatkan pada daerah sekitar tanaman. Rasio porositas adalah perbandingan antara volume yang mampu terlewatkan oleh fluida (void) terhadap volume total, dimana skema ilustrasi pendekatan nilai porositas pada tanaman ditunjukkan pada Gambar 12. Fluid X 1 solid X 2 Gambar 12. Struktur porositas pada tanaman. Pada Gambar 12; struktur daun, batang dan bunga didefinisikan sebagai solid, dimana struktur tersebut tidak dapat ditembus oleh aliran udara. Sedangkan area selain itu merupakan area fluida yang mampu ditembus oleh udara sebagai fluida medium tanaman. Nilai x 1 merupakan

70 36 nilai maksimum tinggi tanaman, sedangkan nilai x 2 adalah nilai maksimum lebar tanaman. Pengukuran tinggi maksimum dan lebar maksimum tanaman diperoleh dari hasil binerisasi dan thresholding pengolahan citra digital. Selain itu, luasan area solid juga dihitung dengan metode pengolahan citra digital. Data citra digital yang diolah merupakan data sekunder tanaman tomat yang telah diteliti sebelumnya. Hal ini dapat dilakukan karena varietas tomat yang akan dibudidayakan untuk penelitian ini adalah sama dengan varietas tomat yang dibudidayakan pada penelitian sebelumnya, sehingga pendekatan nilai porositas tanaman untuk simulasi ini dengan data sekunder tersebut dapat ditolerir, dengan catatan asumsi umur tanaman pada simulasi harus sama dengan umur tanaman pada data sekunder tersebut. Porositas tanaman є didefinisikan dengan Persamaan (12) Jika diasumsikan bahwa kerapatan udara yang mengalir di dalam rumah tanaman bersifat konstan dan gaya gravitasi diabaikan, maka komponen vektor atau arah kecepatan udara bergerak dipengaruhi oleh nilai viskositas dinamik μ, permeabilitas κ dalam m 2, dan perubahan tekanan persatuan jarak arah udara bergerak x i dalam m (Zienkiewicz et al., 2005). ( )... (13) Kesetimbangan momentum udara yang melintas diantara struktur tanaman dapat dituliskan dengan Persamaan 14. [ ( )] ( )... (14) dimana μ e adalah viskositas ekuivalen (kg m -1 s -1 ), p f adalah tekanan udara (Pa), g adalah gravitasi (m s -2 ) dan D xi merupakan nilai tahanan per satuan volume pada suatu poros media. Nilai tahanan pada tanaman tomat telah diteliti oleh Haxaire (1999) yaitu sebesar Oleh karena itu, Persamaan 14 dapat dituliskan menjadi:

71 37 [ ( )] ( )... (15) Persamaan energi pada aliran di sekitar tanaman dituliskan dengan persamaan 16. [ ( ) ( )( ) ] ( ) ( )...(16) Pada persamaan di atas, c p adalah panas spesifik pada kondisi tekanan konstan, T adalah suhu dan k adalah konduktivitas termal. Subscripts f menunjukkan bahwa panas spesifik dan densitas yang dimaksudkan merupakan panas spesifik fluida (udara) dan densitas fluida, sedangkan subscripts s menunjukkan panas spesifik solid (tanaman) dan densitas tanaman. 3.8 Validasi Model Validasi model dilakukan dengan menghitung nilai eror hasil simulasi yang disandarkan terhadap nilai hasil ukur di lapangan, sehingga nilai eror merupakan parameter akurasi dari hasil simulasi. Kalkulasi nilai eror untuk nilai sebaran suhu ditentukan dengan persamaan 17 T eror simulasi T T ukur ukur 100%...(17) dimana T simulasi adalah suhu hasil simulasi ( C) dan T ukur adalah suhu hasil pengukuran ( C). Penghitungan nilai eror parameter lain dapat juga menggunakan persamaan (17) dengan menggantikan parameter suhunya. Keseragaman distribusi suhu dan parameter lainnya dari hasil simulasi dapat ditentukan dengan menghitung nilai koefisien keseragaman (coefficient of uniformity) data hasil simulasi. Hal ini menunjukkan kualitas keseragaman sebaran nilai parameter yang diukur dan disimulasikan. Koefisien keseragaman data hasil simulasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 18. CU n i 1 x i n x i 1 i... (18) dimana CU adalah koefisien keseragaman dalam (%), µ nilai rata-rata suhu hasil simulasi dalam ( C), x i adalah suhu hasil pengukuran ( C), dan n merupakan jumlah data.

72 Batasan dan Asumsi Batasan dan asumsi dalam simulasi penerapan exhaust fan untuk mengkaji distribusi suhu dan pola aliran udara dalam rumah tanaman sebagai dampak dari penerapan exhaust fan tersebut adalah sebagai berikut: Parameter input berupa suhu, radiasi, kelembaban udara dan kecepatan angin berada dalam kondisi tunak pada suatu waktu t tertentu. Sebaran nilai suhu pada dinding permukaan solid yang memancarkan nilai panas dianggap seragam sesuai dengan kondisi batasnya masing-masing. Tidak ada geometri lain (seperti bangunan dan pohon di sekitar rumah tanaman) yang dapat mempengaruhi paramater input seperti pantulan radiasi dan pola aliran udara.

73 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim pada Rumah Tanaman Kondisi iklim pada rumah tanaman direpresentasikan dengan data hasil pengukuran pada saat fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan fase generatif (tanaman tomat mulai berbuah). Pengukuran dilakukan selama 7 x 24 jam (7 hari) di lingkungan rumah tanaman yang berupa radiasi matahari, kecepatan udara, kelembaban udara dan suhu udara lingkungan. Namun untuk melakukan simulasi penulis hanya mengambil data 1 x 24 jam pada masing-masing fase dari 7 hari pengukuran yang telah dilakukan. Data yang diambil untuk diolah dalam simulasi merupakan data yang sekiranya menunjukkan kondisi cuaca normal atau cerah, mengingat iklim cuaca di daerah Bogor sangat fluktuasi. Pertimbangan pengambilan data pada cuaca cerah didasarkan pada pola dinamika radiasi matahari yang terukur. Selain itu, simulasi yang dilakukan merupakan simulasi pada kondisi tetap (steady state), sehingga proses iterasi dalam simulasi hanya dilakukan pada satu waktu tertentu. Oleh karena itu, dari 24 jam per 30 menit pengukuran dipilih satu kondisi yang paling ekstrim dimana parameter kritisnya adalah suhu yang dominan dipengaruhi oleh radiasi matahari. Hal tersebut memiliki alasan bahwa pada kondisi ekstrim sangat memungkinkan kondisi iklim di dalam rumah tanaman memerlukan pengendalian, sehingga perlu adanya kuantifikasi parameter yang berpotensi untuk direkayasa. Hasil simulasi CFD dapat memudahkan untuk melakukan analisa kuantitatif parameter yang terdistribusi pada rumah tanaman. Dinamika parameter tersebut ditunjukkan per 30 menit oleh grafik yang disajikan pada Gambar 13. Perubahan radiasi matahari pada fase vegetatif (Gambar 13.a) dominan mempengaruhi sebaran suhu dilingkungan rumah tanaman. Nilai radiasi matahari tertinggi terjadi pada siang hari pukul WIB yaitu sebesar 1056 (W m -2 ), dan redup tepat pada pukul 16:30 WIB yang berarti bernilai nol (0). Pada waktu puncak yang sama, suhu rata-rata di dalam rumah tanaman terjadi maksimal sebesar 34.2 C sedangkan suhu rata-rata di luar rumah tanaman maksimal sebesar 33 C. Perbedaan suhu antara di dalam rumah tanaman dengan di luar rumah tanaman rata-rata sebesar 0.8 C.

74 40 a Radiasi surya (W m -2 ) Suhu rata-rata luar GH ( C) :00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 6:00 waktu pengukuran Radiasi surya Suhu rata-rata dalam GH Suhu rata-rata luar GH b Radiasi surya (W m -2 ) Suhu ( C) :00 10:00 14:00 18:00 22:00 2:00 6:00 Waktu Pengukuran Radiasi Surya Suhu rata-rata luar GH Suhu rata-rata dalam GH Gambar 13. Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu lingkungan rumah tanaman; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus. Fase generatif (Gambar 13.b), juga menunjukkan fluktuasi perubahan suhu di luar rumah tanaman dengan di dalam rumah tanaman dominan dipengaruhi

75 41 oleh radiasi matahari. Puncak radiasi sinar matahari hasil pengukuran pada fase generatif terjadi pada pukul 12:30 WIB yaitu sebesar 914 W m -2. Radiasi matahari redup pada pukul 16:30 WIB dimana pengukuran radiasi sudah menunjukkan nilai 0 (nol) sampai pukul 06:00 pagi di hari berikutnya. Hal serupa juga ditunjukkan oleh dinamika suhu di dalam rumah tanaman dan di luar rumah tanaman. Kondisi suhu tertinggi terjadi pada waktu yang sama dimana radiasi yang terpancar pada rumah tanaman adalah nilai radiasi paling tinggi sepanjang hari tersebut. Kisaran suhu yang tersebar di dalam rumah tanaman mulai dari 26.1 C sampai 32.4 C, sedangkan suhu di luar rumah tanaman berkisar antara 22.3 C sampai 33.0 C. Pola dinamika perubahan suhu baik di dalam maupun di luar rumah tanaman sebanding dengan pola dinamika radiasi matahari, sehingga dapat dikatakan bahwa korelasi perubahan suhu berbanding lurus dengan perubahan radiasi matahari. Pengaruh peningkatan suhu terhadap tanaman tentu dapat mengakibatkan laju respirasi pada tanaman semakin meningkat. Hal ini dipicu karena stomata pada daun secara fisiologi akan terbuka ketika suhu di daerah tanaman tinggi. Tingginya suhu di daerah tanaman juga disertai tingginya radiasi matahari. Sementara gelombang radiasi matahari merupakan layaknya sebuah bahan bakar bagi daun untuk melakukan fotosintesis yang disebut dengan reaksi terang. Reaksi terang merupakan proses fotosintesis yang memerlukan cahaya dimana terdiri dari dua fotosistem yang saling bekerja sama, yaitu fotosistem I dan fotosistem II (Raven et al., 2005). Fotosistem I (PS I) berisi pusat reaksi P700, yang berarti bahwa fotosistem ini optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 700 nm, sedangkan fotosistem II (PS II) berisi pusat reaksi P680 dan optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm. Hasil dari aktifitas fotosintesis tersebut salah satunya adalah gas oksigen (O 2 ) yang bersifat tidak mengikat panas. Menurut Raven et al., 2005, reaksi secara keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang adalah sebagai berikut: Sinar + ADP + Pi + NADP + + 2H 2 O ATP + NADPH + 3H + + O 2 Kerja sama PS I dan PS II dengan menyerap energi gelombang radiasi matahari optimal sebesar P700 nm dan P680 nm menyebabkan gelombang panjang yang masuk ke dalam rumah tanaman berubah menjadi gelombang

76 42 pendek dan memiliki energi yang lebih kecil, sehingga tidak mampu menembus atap rumah tanaman dan tertangkap di dalamnya. Hal ini terjadi karena sebagian besar gelombang radiasi matahari diserap tanaman sehingga dapat mengurangi sifat panas yang berlebih akibat gelombang pendek yang dipantulkan oleh bendabenda yang ada di dalam rumah tanaman termasuk tanaman tomat yang dibudidayakan. Apabila dihubungkan dengan fenomena bahwa perbedaan suhu pada waktu pagi hari (pukul 06:00) sampai siang hari (pukul 12:00), maka perbedaan ketika fase generatif (tumbuhan sudah besar dan mulai berbuah), lebih kecil dibandingkan dengan perbedaan suhu ketika fase vegetatif (Gambar 14). Pada fase vegetatif perbedaan suhu terlihat tidak begitu fluktuasi dan cenderung stabil, karena aktifitas pertumbuhan tanaman belum begitu berpengaruh terhadap dinamika kondisi iklim mikro, sedangkan fase generatif perbedaan suhu inside dan outside berfluktuasi. Suhu ( C) :00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 Waktu pengukuran Perbedaan suhu luar dan dalam fase generatif Perbedaan suhu luar dan dalam fase vegetatif Gambar 14. Dinamika perbedaan suhu inside dan outside rumah tanaman. Hal menarik pada Gambar 14 adalah perubahan perbedaan suhu inside dan outside setelah pukul 12:30 siang pada fase generatif, dimana perubahan perbedaan suhu meningkat secara drastis kemudian bertahan di atas angka 3 C. Pada waktu yang sama, terjadi penurunan nilai radiasi matahari cukup drastis yang diikuti oleh penurunan udara lingkungan luar rumah tanaman. Penurunan udara luar dari pukul 12:30 sampai pukul 18:00 cukup signifikan, namun setelah

77 43 itu penurunan suhu luar terlihat lebih halus dan stabil. Sementara itu, suhu di dalam rumah tanaman ikut menurun namun tidak begitu drastis dan cenderung stabil ketika tidak ada lagi radiasi matahari. Kondisi suhu di dalam rumah tanaman yang stabil diduga akibat dari aktifitas fotosistesis tanaman yang tidak melibatkan cahaya (disebut reaksi gelap) dan respirasi tanaman. Reaksi gelap pada tumbuhan dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu siklus Calvin-Benson dan siklus Hatch-Slack (Raven et al., 2005). Pada siklus Calvin-Benson tumbuhan mengubah senyawa ribulosa 1,5 bisfosfat menjadi senyawa dengan jumlah atom karbon tiga yaitu senyawa 3-phosphogliserat (Raven et al., 2005). Oleh karena itulah tumbuhan yang menjalankan reaksi gelap melalui jalur ini dinamakan tumbuhan C-3. Penambatan CO 2 sebagai sumber karbon pada tumbuhan ini dibantu oleh enzim rubisco (Raven et al., 2005). Tumbuhan yang reaksi gelapnya mengikuti jalur Hatch- Slack disebut tumbuhan C-4 karena senyawa yang terbentuk setelah penambatan CO 2 adalah oksaloasetat yang memiliki empat atom karbon (Raven et al., 2005). Enzim yang berperan adalah phosphoenolpyruvate carboxilase. Penambatan gas karbon yang bersifat dapat menyimpan panas mengakibatkan suhu tumbuhan saat melakukan proses metabolisme ini bersifat lebih hangat. Selain itu, tumbuhan melakukan proses respirasi yang dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen. Respirasi merupakan proses penguraian senyawa organik menjadi air dan karbondioksida untuk memperoleh energi dengan bantuan oksigen (Raven et al., 2005), dimana secara keseluruhan proses respirasi dapat dirangkum sebagai berikut: Produk respirasi tumbuhan berupa CO 2 dan berkumpul di dalam rumah tanaman dapat mengakibatkan efek rumah kaca secara lokal, sehingga suhu udara di dalam rumah tanaman tetap hangat walaupun suhu udara diluar berangsur menurun. Oleh karena itu, perbedaan suhu antara di luar dengan di dalam pada fase generatif cenderung lebih besar dibandingkan dengan perbedaan suhu di malam hari saat fase vegetatif.

78 44 Kecepatan angin bertiup secara fluktuasi ketika kondisi terang, yaitu dari pagi sampai sore. Angin bergerak secara fluktuasi sejalan dengan penurunan nilai RH dan berbanding terbalik (Gambar 15). Pada fase vegetatif (tanggal 16 Juli 2010), angin dominan bergerak dari arah utara (N) menuju selatan (S). Namun pada fase generatif (23 Agustus 2010), pergerakan angin dominan berasal dari arah selatan menuju utara. a RH (%) kecepatan udara (m s ¹) :00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 6:00 waktu pengukuran RH luar GH kecepatan udara b RH (%) kacepatan udara (m s -1 ) :00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 0 Waktu Pengukuran Kelembaban udara Kecepatan udara Gambar 15. Fluktuasi kecepatan angin dan perubahan kelembaban udara pada; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus.

79 45 Fluktuasi kecepatan angin pada siang hari tanggal 16 Juli 2010 hingga mencapai kecepatan 4.5 m s -1, sedangkan pada malam hari angin dominan tidak bergerak. Berbeda dengan tanggal 23 Agustus 2010, tiupan angin cenderung lebih kecil hanya mencapai 1.3 m s -1 pada siang hari dan tanpa angin ketika malam hari. Fenomena alamiah ini dapat menunjukkan bahwa untuk menurunkan nilai RH dapat dilakukan dengan cara penerapan kontrol aktif pergerakan udara pada lingkungan tersebut. Salah satu contohnya adalah dengan penerapan exhaust fan atau blower pada rumah tanaman. 4.2 Simulasi Rumah Tanaman dengan CFD Simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara pada rumah tanaman yang melibatkan penerapan exhaust fan dipengaruhi nyata oleh 3 hal komponen, yaitu sifat porositas dan kehilangan tekanan pada aliran udara yang melewati dinding screen, karakteristik aliran udara pada exhaust fan, serta karakteristik aliran udara diantara tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu, karakteristik dari masingmasing komponen tersebut perlu dihitung dan dianalisa terlebih dahulu sebagai input atau data pendukung bagi simulasi pada rumah tanaman Grid hasil Diskritisasi Secara prinsip, pada wilayah yang dekat dengan dinding solid, fluida yang mengalir akan membentuk suatu lapisan yang disebut boundary layer akibat dari adanya tumbukan dan tegangan geser pada dinding. Perubahan parameter fisik fluida pada wilayah boundary layer terjadi secara fluktuasi. Oleh karena itu dibutuhkan media untuk menangkap peristiwa perubahan yang terjadi pada setiap parsel fluida yang bergerak agar dapat dianalisa. Hal inilah yang mendasari keragaman grid yang dibentuk. Keragaman grid dapat mempengaruhi akurasi perhitungan. Kondisi regional kasa yang memiliki sifat poros, nilai grid yang dibuat harus jauh lebih halus dari regional lainnya. Hal ini diharapkan fluida yang melewati media kasa atau screen house dapat terhitung oleh solver. Bentuk grid hasil dari diskritisasi dengan FVM pada software flow simulation SolidWorks konsisten dan terstruktur berupa tetrahedral. Keragaman grid geometri rumah tanaman disajikan oleh Gambar 16.

80 46 a b c Gambar 16. Keragaman sebaran grid pada geometri rumah tanaman; (a) tampak depan, (b) tampak atas, dan (c) tampak samping. Grid pada rumah tanaman terbagi menjadi 2 jenis grid yaitu fluida dan solid. Jumlah grid yang berupa fluida sebesar grid, sedangkan grid

81 47 yang berupa solid berjumlah grid. Jumlah grid ini menentukan besarnya memori yang dibutuhkan untuk melakukan iterasi. Biasanya 1 MB memori RAM pada perangkat komputer yang digunakan itu berbanding dengan 100 grid. Sedangkan jumlah grid yang terbentuk dipengaruhi oleh batasan domain yang dirancang. Batasan domain pada model rumah tanaman yang disimulasikan secara rinci dapat dilihat dari data yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Batasan domain (region) untuk model simulasi rumah tanaman. Keragaman grid dalam penentuan kehilangan tekanan pada material screen atau kasa dilihat Gambar 17, sedangkan batasan domain dari model uji kehilangan tekanan pada material kasa disajikan pada Tabel 5. Jumlah grid yang terbentuk sebanyak grid fluida dan grid solid. Model simulasi aliran udara yang melewati exhaust fan memiliki keragaman grid seperti disajikan pada Gambar 17, dan jumlah grid yang terbentuk adalah sebesar grid fluida dan 352 grid solid.

82 48 Gambar 17. Keragaman sebaran grid pada geometri kasa di dalam wind tunnel digital tampak trimetric. Tabel 5 Batasan domain (region) untuk model simulasi material kasa Uji Kehilangan Tekanan pada Material Poros Nilai debit aliran udara dan perbedaan tekanan dapat diuji pada wind tunnel dengan memberikan perlakuan debit udara yang berbeda dan dilewatkan kedalam material kasa. Material kasa digambarkan berupa solid dan dilubangi sesuai dengan nilai porositasnya. Nilai porositas material kasa rumah tanaman dihitung dengan persamaan 3, dimana panjang void l = 0.2 mm, lebar void w = 0.17 mm, sedangkan diameter bahan penyusun kasa d = mm, maka nilai porositas yang dimiliki kasa adalah 64.5 %. Udara melewati bahan poros tersebut terjadi kehilangan tekanan udara akibat adanya gaya gesek dan momentum partikel udara yang membentur

83 49 media berpori. Karakteristik pola aliran udara yang melewati suatu media berpori ditentukan oleh nilai permeabilitas material poros K dan faktor inersia Y. Nilai permeabilitas poros dan faktor inersia dapat dihitung dengan persamaan 2 sebagai berikut: K (0.645) 9 m Y (0.645) Gaya gesek yang terjadi saat udara membentur dinding permukaan solid bagian samping dari lubang void media poros menimbulkan adanya vortex pada aliran. Vortex merupakan pola aliran baru akibat adanya integral momentum volume udara yang melewati dinding bahan kasa (Okiishi et al., 2006). Ketika terjadi pemisahan aliran (creeping flow) maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal. Hal ini dipengaruhi oleh nilai Reynold number fluida. Potensi adanya pembentukan vortex di dalam aliran fluida dinamakan vorticity. Fenomena adanya vortex yang melewati bahan kasa dapat dilihat pada Cut plot trajectori aliran udara Gambar 18. (a) Gambar 18. (a) bentuk geometri kasa yang akan diuji pada wind tunnel CFD, (b) vortex atau pusaran-pusaran lokal pada aliran udara setelah melewati bahan kasa. (b)

84 50 Kehilangan tekanan terjadi akibat adanya nilai resistansi udara atau lebih dikenal dengan sebutan koefisien drag. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 19 sebagai Cut plot hasil simulasi yang merepresentasikan perubahan nilai tekanan udara dengan menggunakan gradasi warna yang berbeda. Gambar 19. Kontur fenomena kehilangan tekanan pada aliran udara. Pengujian kehilangan tekanan dilakukan dengan memasukkan nilai kecepatan angin yang berbeda-beda pada wind tunnel kemudian dicatat perbedaan tekanan udara ketika akan melewati bahan kasa dan tekanan udara ketika sudah melewati bahan kasa. Pola perubahan kehilangan tekanan berbanding lurus dengan peningkatan debit udara yang dihembuskan dan korelasinya dapat dikatakan linier. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 20. pressure drop (Pa) volume flow rate (m 3 s -1 ) pressure drop kasa Gambar 20. Korelasi antara kehilangan tekanan dengan debit udara.

85 Distribusi Suhu Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman Perbedaan nilai suhu udara di dalam rumah tanaman hasil simulasi menggunakan CFD direpresentasikan dengan gradasi warna yang berbeda. Nilai suhu terendah diwakili dengan warna biru sedangkan nilai suhu tertinggi diwakili dengan warna merah. Ketika rumah tanaman kosong dimana tidak ada aktifitas tumbuhan di dalamnya, angin bertiup dari arah utara yang berarti searah dengan sumbu x (lihat Gambar 6). Namun, distribusi suhu di dalam rumah tanaman cenderung merata dan perbedaan suhu antara di dalam dengan di luar rata-rata hanya sekitar 0.6 C. Arah angin yang bertiup dari utara (searah dengan sumbu x) menyebabkan panas udara sedikit terbawa ke arah selatan. Gambar 21.a, menunjukkan sebaran suhu tampak atas pada ketinggian 0.5 m dari lantai. Suhu pada daerah ujung selatan di luar batas tembok rumah tanaman terlihat bahwa suhu di kedua pojok tersebut lebih panas dari suhu lingkungan luar lainnya. Hal ini terjadi karena daerah tersebut merupakan daerah yang berpotensi terjadi fenomena pusaran-pusaran lokal (vortex) yang diakibatkan oleh adanya sifat integrasi momentum udara terhadap dinding tembok dan lantai. Sementara itu nilai suhu udara yang panas berasal dari konveksi udara terhadap permukaan tembok dan lantai. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan antara kontur sebaran suhu pada Gambar 21.a dengan sebaran suhu udara pada Gambar 21.b, dimana pada ketinggian 1.5 dari lantai, pusaran udara panas di daerah luar pojok selatan tidak tampak.

86 52 a b c Gambar 21 Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. Keseragaman distribusi suhu di dalam rumah tanaman juga dapat dilihat pada kontur suhu yang disajikan secara tampak dari depan bangunan. Suhu udara yang tersebar di dalam rumah tanaman antara 30.7 C sampai 32.7 C. Pada bidang jarak 3 meter dari pintu depan (Gambar 22.a), suhu

87 53 udara di wilayah atas yang dekat dengan bukaan, terlihat lebih rendah dan hampir sama dengan nilai suhu udara di lingkungan luar. Bagian layer tengah dan bawah terlihat berbeda kisarannya yaitu sekitar 31.3 C sampai 32.7 C. Suhu pada bagian bedengan terlihat lebih tinggi dari pada suhu di luar bedengan. Hal ini terjadi karena bedengan masih tidak difungsikan untuk mengalirkan air, sehingga beberapa parsel udara terjebak di dalamnya dan terpanaskan melalui konveksi udara yang bersumber dari bahan bedengan serta radiasi termal yang dipantulkan oleh permukaan bedengan ke udara di sekelilingnya. Sedangkan suhu pada bagian tembok dan lantai terlihat lebih tinggi antara 32.7 C sampai 34.0 C, dimana suhu pada permukaan solid baik tembok maupun lantai dipengaruhi oleh proses konduksi termal yang menangkap radiasi termal matahari. Semakin ke belakang, dimana sejalan dengan arah pergerakan udara yaitu searah sumbu x, udara panas yang menyelimuti permukaan komponen rumah tanaman terlihat semakin tebal. Fenomena itu dapat dilihat dengan komparasi gambar kontur suhu hasil simulasi antara (Gambar 22.a, 22.b dan 22.c). Penebalan tersebut terjadi akibat akumulasi udara panas yang terbawa oleh hembusan angin dan integrasi momentum udara terhadap bidang solid, serta gaya gesek dan kekasaran permukaan solid yang dilalui udara. Akumulasi udara panas pada wilayah bukaan terlihat sangat signifikan karena pada wilayah tersebut merupakan tempat terjadinya pertemuan dua permukaan solid yang saling berhadapan. Selain itu, wilayah bukaan menjadi tempat keluarnya udara panas yang berada di dalam rumah tanaman. Udara panas yang berada di dalam rumah tanaman terdorong bergerak ke atas dan keluar melalui bukaan atas dipicu oleh sifat efek bouyancy udara yang terpanaskan didekat permukaan atap dan dibantu oleh hembusan angin. Namun efek bouyancy dapat terkalahkan oleh hembusan angin yang tinggi.

88 54 a b c Gambar 22 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, dan (c) 9 m dari pintu depan; tanpa tanaman. Distribusi suhu udara di dalam rumah tanaman dipengaruhi oleh angin yang menerpa bangunan rumah tanaman. Namun tiupan angin tertahan oleh sifat resistansi udara yang dimiliki dinding kasa. Karakteristik dinding kasa

89 55 rumah tanaman memiliki nilai porositas α sebesar 64.5%, nilai permeabilitas K sebesar x 10-9 m -2,faktor inersia Y sebesar x Wilayah depan atas merupakan wilayah yang paling dominan mendapatkan tekanan udara, dimana udara yang menerpa bangunan rumah tanaman profilnya semakin meningkat sejalan dengan penambahan ketinggian. Oleh karena itu, suhu udara pada bagian atas depan (kiri) membentuk semacam palung udara, yaitu suhu udara yang sama dengan suhu udara lingkungan (lihat Gambar 23). Gambar 23. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; pada bidang tengah; tanpa tanaman. Dari Gambar 23 terlihat bahwa wilayah belakang bawah menunjukkan suhu yang sama dengan suhu lingkungan. Wilayah tersebut merupakan wilayah dimana terjadinya kehilangan tekanan total dari aliran udara yang terhalang oleh tembok bangunan rumah tanaman. Hilangnya tekanan total menyebabkan krisis udara yang mengalir pada bagian wilayah tersebut. Udara yang mengalir pada wilayah belakang umumnya berasal dari bangunan rumah tanaman yang bersifat lebih panas dibandingkan dengan udara di luar Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman dengan Tanaman Input data sebagai kondisi awal pada simulasi suhu dan aliran udara rumah tanaman yang ada aktifitas tanamannya, berasal dari data hasil pengukuran ketika fase generatif tanaman. Namun, dalam simulasi geometri tanaman tidak disertakan di dalam bangunan. Hanya saja, dampak dari aktifitas pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan seperti respirasi dan

90 56 fotosistesis, berpengaruh nyata terhadap suhu udara di dalam rumah tanaman. Kemudian parameter suhu tersebut menjadi input simulasi. Oleh itu, simulasi ini dapat dikatakan simulasi distribusi suhu yang telah mempertimbangkan faktor efek dari aktifitas pertumbuhan tanaman. Namun parameter fisik dari aktifitas tanaman secara langsung tidak diikutsertakan, seperti panas sensibel, laju transpirasi udara pada tanaman, daya absorpsi tanaman terhadap gelombang termal matahari serta bentuk dan dimensi tanaman tidak diperhitungkan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa tampak atas pada ketinggian 0.5 m dari lantai (Gambar 24.a), distribusi suhu cenderung dipengaruhi oleh proses konveksi bebas udara yang disekitar permukaan tembok yang bersifat radiatif. Perbedaan suhu udara ditunjukkan dengan gradasi warna sedangkan anak panah menunjukkan vektor arah bergeraknya udara. Besar kecilnya vektor udara menunjukkan kepadatan udara yang berhembus. Garis tebal berbentuk persegi yang berwarna merah merupakan tembok yang berbahan dasar permukaan semen dan tingginya hanya 0.5 m dari lantai. Bentuk lingkaran yang berwarna biru menunjukkan water torn yang berisi air dimana suhu air serta udara di dalamnya tidak diperhitungkan. Kemudian dua warna hitam pada garis tebal merah yang menunjukkan tembok adalah 2 unit kipas (exhaust fan) yang dipasang pada ketinggian 2 m dari lantai. Kisaran sebaran suhu di dalam rumah tanaman mulai dari 31.9 C sampai 32.4 C. Suhu rendah atau hampir sama dengan suhu di luar rumah tanaman terdapat pada zona dimana aliran udara sedikit, yaitu pada zona tengah pusaran. Zona tersebut merupakan zona ditempatkannya bedengan tanaman yang dialiri air dengan suhu rendah untuk kebutuhan pendinginan pada zona perakaran dalam budidaya hidroponik. Selain itu, zona yang memiliki aliran udara rendah adalah zona dimana terjadinya kehilangan tekanan sehingga nilai tekanannya menjadi rendah (low pressure). Terjadinya tekanan rendah merupakan efek negatif dari peristiwa tumbukan atau momentum udara yang membentur dinding tembok maupun kasa (seperti zona yang berada di dekat pintu depan), sehingga jika tampak atas

91 57 udara membentuk pusaran hampir seperti sayap kupu-kupu, dimana pada bagian tengah udara berlawanan arah dari hembusan angin luar. a b c Gambar 24. Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; terdapat tanaman.

92 58 Sebaran suhu udara pada ketinggian 1.5 m dari permukaan lantai menunjukkan nilai kisaran antara 31.9 C sampai 32.3 C (Gambar 24.b). Suhu yang tinggi terdapat pada zona permukaan luar pintu depan rumah tanaman, dimana panas terakumulasi akibat konveksi dari kusen pintu depan yang terbuat dari bahan logam besi alloy. Sebaran suhu pada ketinggian 2 m dari lantai (Gambar 24.c), terlihat lebih seragam dari pada sebaran suhu di daerah yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena pada ketinggian 2 m sudah tidak terpengaruh oleh suhu rendah yang berasal dari bedengan air untuk tanaman hidroponik. Namun pada zona permukaan luar pintu depan terlihat jelas bahwa suhu lebih tinggi dari pada suhu di dalam karena adanya konveksi termal dari kusen pintu depan. Gambar 25 menunjukkan distribusi suhu udara di dalam rumah tanaman tampak depan. Arah pergerakan angin dari selatan menuju utara menyebabkan panas udara terakumulasi di zona depan. Sementara itu, udara dari luar masuk ke dalam rumah tanaman dominan melalui ventilasi alamiah bukaan atas. Hal ini dapat dilihat dengan mengkomparasikan Gambar kontur suhu udara mulai dari depan sampai belakang secara berurutan (Gambar 25.a sampai Gambar 25.d). Semakin ke belakang, suhu udara di zona bukaan atas tampak lebih rendah. Selain itu, bedengan yang difungsikan untuk menanam tanaman dan dialiri air menjadikan suhu udara di sekitar bedengan ikut rendah dan panas udara akibat sifat radiatif termal dari permukaan lantai dapat teredam oleh dinginnnya air yang dialirkan dalam bedengan. Pada bagian yang dekat dengan pintu depan (gambar 25.a dan Gambar 25.b) terlihat bahwa arah pergerakan udara mengarah ke luar bukaan atas, hal ini menyebabkan suhu udara yang panas menebal di permukaan atap rumah tanaman. Hal serupa terlihat pada kontur distribusi suhu udara tampak samping yang disajikan pada Gambar 26.

93 59 a b c d Gambar 25 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, (c) 9 m, dan (d) 11.5 m, dari pintu depan; dengan tanaman.

94 60. a b c Gambar 26. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan pertumbuhan tanaman. Dari sekian gambar Cut plot distribusi suhu, pengaruh dari exhaust fan ternyata tidak begitu tampak. Namun pada Gambar 26.c terlihat hanya sedikit sekali exhaust fan dapat membantu mengeluarkan udara panas yang ada di dalam rumah tanaman.

95 Pola Aliran Udara Pola aliran udara di dalam rumah tanaman dapat dianalisa dengan vektor aliran udara yang disajikan dalam bentuk kontur vektor udara. Gradasi warna menunjukkan level nilai kecepatan udara, sementara itu untuk memahami arah pergerakan udara, dapat dengan mudah dilihat dari arah panah atau vektor yang ada, sedangkan panjang dan kerapatan panah menunjukkan kerapatan aliran udara. Sama seperti distribusi suhu udara di dalam rumah tanaman, analisa vektor aliran udara dibedakan menjadi dua kondisi besar, yaitu kondisi rumah tanaman tanpa adanya aktifitas pertumbuhan tanaman dan kondisi dengan adanya aktifitas pertumbuhan tanaman. Arah aliran udara pada kondisi rumah tanaman kosong berhembus searah dengan sumbu x (dari utara ke selatan). Profil hembusan udara tidak seragam, namun semakin besar kecepatanya sejalan dengan ketinggian (arah sumbu y). Kemudian, exhaust fan belum tidak dioperasikan ketikan rumah tanaman dalam keadaan kosong atau tidak ada aktifitas pertumbuhan tanaman Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman Dari Gambar 27 terlihat bahwa aliran udara di dalam rumah tanaman menyebar tak seragam dan terjadi perputaran aliran. Udara dari lingkungan dominan masuk ke dalam rumah tanaman melalui ventilasi bukaan atas yang bersifat lebih besar lubang void material kasanya. Selain itu, hembusan udara semakin kencang sejalan dengan peningkatan elevasi. Hal tersebut menunjukkan efektifitas kinerja dari ventilasi alamiah pada zona bukaan atas cukup baik, dimana udara lingkungan luar yang biasanya suhunya lebih rendah dari udara di dalam rumah tanaman dapat masuk ke dalam rumah tanaman sehingga memperkecil perbedaan suhu antara di luar dengan di dalam. Peristiwa stagnasi aliran udara terjadi pada zona dinding kasa bawah sehingga nilai kecepatan udara sangat rendah dan mengalami kehilangan tekanan yang disebabkan oleh nilai resistansi udara pada kasa. Nilai resistansi pada dinding kasa mengakibatkan udara yang berada di dalam rumah tanaman terjebak. Dengan suplai udara yang berasal dari hembusan angin masuk melalui kasa ventilasi bukaan atas menyebabkan udara

96 62 berputar ke arah bawah dan berbalik arah di bagian atas (Gambar 25.a dan Gambar 27.b). Namun pada zona dekat lantai bagian tengah dan di bawah bedengan NFT, arus udara bergerak berlawan dengan arah angin dan cukup besar nilai kecepatannya, yaitu di atas 1 m s -1. Dari Gambar 27 terlihat jelas bahwa aliran udara di dalam rumah tanaman berputar berbalik arah pada zona tengah. Fenomena ini mengindikasikan bahwa pergerakan udara di dalam rumah tanaman dipengaruhi oleh permukaan dinding rumah tanaman, baik tembok maupun dinding kasa. Dimana gaya gesek dan kekasaran yang dimiliki oleh suatu permukaan dinding tersebut mempengaruhi keterikatan fluida terhadap permukaan dinding yang dilalui. Oleh karena itu, udara cenderung bergerak di daerah permukaan tersebut dan ketika sampai pada dinding belakang yang tegak lurus terhadap arah alirannya maka terjadi momentum fluida sehingga pergerakan udara berbalik arah dan membentuk pusaran seperti sayap kupu-kupu. Aliran fluida pada zona tengah dengan ketinggian 0.5 m (Gambar 28.a) menunjukkan nilai kecepatan yang cukup besar dibandingkan dengan ketinggian 1.5 m dan 2 m dari lantai. Penyebab terjadinya hal tersebut adalah material dinding yang menjadi pembatas ruangan rumah tanaman yang terbuat dari tembok semen sampai ketinggian 0.5 m, sehingga udara tidak dapat menembusnya. Oleh karena itu, parsel udara yang terjebak di dalamnya lebih banyak dibandingkan dengan di bagian atas yang terbuat dari kasa dimana udara masih dapat melewatinya sekalipun memiliki sifat resistansi udara. Kemudian, udara tersebut mendapatkan perlakuan termal dari sifat radiatif permukaan lantai, sehingga suhu di atas permukaan lantai lebih tinggi daripada suhu di pertengahan. Udara yang terpanaskan akan bersifat lebih aktif dan lebih ringan sehingga masa jenisnya berkurang. Berkurangnya masa jenis udara ditambah pengaruh dari gaya gravitasi, maka udara yang terpanaskan akan cenderung bergerak ke atas. Maka dari itulah pergerakan udara yang di zona tengah bagian bawah lebih cepat dibandingkan di zona tengah bagian atasnya.

97 63 a b c Gambar 27. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; tanpa tanaman.

98 64 a b c Gambar 28. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. Aliran udara yang menerpa dinding kasa secara frontal (tegak lurus dengan arah pergerakan udara) mengalami resistansi yang cukup kuat sehingga terjadi stagnasi dan kehilangan tekanan (Gambar 28.a). Namun, pada dinding kasa bagian bukaan atas tidak terjadi stagnasi dan kehilangan

99 65 tekanan, melainkan kecepatan udara cukup tinggi. Hal ini terjadi karena efek integral momentum udara yang menerpa ujung atap kanopi bagian depan sebelum menerpa dinding kasa, sehingga dorongan udara menembus dinding kasa menjadi lebih besar. Demikian pula kecepatan udara pada bagian samping dekat dinding terlihat lebih tinggi, merupakan akumulasi dari integral momentum udara yang membentur tiang rumah tanaman. a b c

100 66 d e Gambar 29. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; tanpa tanaman. Dari Gambar 29 terlihat bahwa aliran udara dari dalam rumah tanaman keluar melalui kasa ventilasi bukaan atas terjadi pada jarak setelah 6 m dari pintu depan, sedangkan kurang dari 6 m dari pintu depan udara dari lingkungan masuk ke dalam rumah tanaman Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman dengan Tanaman. Aliran udara tampak samping pada saat ada aktifitas pertumbuhan tanaman cenderung berputar antara bagian atas dan bawah. Pada bagian bawah, arah pergerakan udara berlawanan dengan arah angin yang masuk ke dalam rumah tanaman. Angin banyak masuk ke dalam rumah tanaman melalui ventilasi bukaan atas yang ditunjukan dengan nilai kecepatan udara cukup tinggi. Resistansi udara yang dimiliki oleh dinding kasa bawah bekerja sukup baik sehingga menyebabkan udara yang menerpa dinding

101 67 tersebut mengalami stagnasi. Hal ini dibuktikan oleh Gambar 30, yang menunjukan aliran udara pada rumah tanaman tampak samping. a b c Gambar 30. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan tanaman. Dari Gambar 30.b terlihat bahwa pada area pertumbuhan tanaman yaitu di atas bedengan, pola kecepatan udara sangat rendah, dimana pada daerah tersebut terjadi pusat pusaran udara. Sehingga dapat diperkirakan bawah suplai udara bagi tanaman cukup rendah. Namun, pada dinding kasa belakang tampak sebagian udara yang berputar mengarah ke exhaust fan

102 68 (Gambar 30.a dan Gambar 30.b). Hal ini menunjukan bahwa exhaust fan sedang bekerja, walau pun pengaruh dari kinerja exhaust fan kecil. Kecepatan udara yang tinggi terdapat pada ventilasi atas bagian dinding depan dimana udara bergerak ke luar yang dipengaruhi oleh dorongan udara yang masuk dari luar dan juga peranan efek bouyancy. Selain itu, tumbukan udara pada tepi siku yang memisahkan antara dinding bawah dan dinding atas juga berperan meningkatkan kecepatan udara yang keluar melalui bukaan atas tersebut. Pada Gambar 30.c bagian bawah terlihat bahwa kecepatan udara di zona tersebut cukup rendah. Ini terjadi akibat efek pusaran udara yang berputar diantara tembok semen bangunan rumah tanaman. Hal tersebut dapat ditunjukkan pula oleh Gambar 31.a. Pada tepi tiang belakang bangunan rumah tanaman, posisi dimana udara dari luar menerpa rumah tanaman terlihat kecepatan udara di sekitar tiang tersebut cukup tinggi dari daerah samping lainnya. Hal ini disebabkan oleh gaya tumbukan udara yang membentur tiang sehingga lentingan dari momentum udara terhadap tiang solid tersebut mengakumulasikan gaya dan kecepatan pun bertambah. Pusaran angin yang ditunjukkan oleh nilai kecepatan udara yang rendah (berwarna biru) pada wilayah dalam rumah tanaman, semakin ke atas pusarannya semakin bergesar ke tengah an semakin kecil, kemudian keluar melalui ventilasi bukaan atas (bandingkan antara Gambar 31.a, Gambar 31.b dan Gambar 31.c). Kecepatan udara di lingkungan luar rumah tanaman semakin tinggi elevasinya, maka kecepatan udara semakin besar. Hal ini terlihat dari gradasi warna di luar rumah tanaman yang semakin dominan berwarna hijau antara pada ketinggian 0.5 m sampai 2 m dari permukaan lantai. Semakin kencang angin bertiup maka wilayah pusaran lokal (vortex) yang terbentuk akan semakin luas.

103 69 a b c Gambar 31. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; dengan tanaman.

104 70 Aliran udara di dalam rumah tanaman jika dilihat secara 3D, aliran udara di dalam rumah tanaman seakan membentuk sebuah pola palung udara di bagian tengah rumah tanaman. Bentuk paling yang terjadi dipengaruhi oleh sifat resistansi dinding rumah tanaman terhadap kemampuan udara untuk menembus permukaan dinding yang menyelubungi bangunan rumah tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 32, yang menunjukkan perubahan bidang pola aliran udara tampak depan pada berbagai jarak bidang dari pintu depan. Dari Gambar 30.e terlihat bahwa kecepatan udara di dekat dinding kasa bagian belakang (sekitar 0.5 m) ada wilayah yang memiliki kecepatan udara cukup tinggi artinya tidak terpengaruh oleh resistansi kasa. Hal tersebut menunjukkan kinerja dari exhaust fan. Hal serupa juga tampak pada Gambar 30.a dan 30.b tampak samping, kecepatan udara di dekat exhaust fan terlihat lebih besar akibat sedotan dari kerjanya exhaust. Namun pengaruhnya terhadap pola aliran di dalam rumah tanaman sangat kecil. a b

105 71 c d e Gambar 32. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; dengan tanaman. 4.5 Validasi Model Sebaran Suhu pada Rumah Tanaman. Validasi model dilakukan dengan membandingkan data hasil simulasi/prediksi dengan data hasil pengukuran pada posisi titik yang sama.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah 2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah 2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak 5 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Oleh karena itu, rumah tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim pada Rumah Tanaman Kondisi iklim pada rumah tanaman direpresentasikan dengan data hasil pengukuran pada saat fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan fase generatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Tanaman (Greenhouse) Menurut Nelson (1978) dalam Suhardiyanto (2009) mendefinisikan rumah tanaman sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 2, September 2015

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 2, September 2015 ANALISIS VENTILASI ALAMIAH PADA GREENHOUSE TIPE STANDARD PEAK MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS Natural Ventilation Analysis of Standard Peak Greenhouse using Computational Fluid Dynamics Yayu Romdhonah

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

Perbedaan GH di daerah Tropis dan Sub Tropis. Keunggulan Tanaman dalam GH

Perbedaan GH di daerah Tropis dan Sub Tropis. Keunggulan Tanaman dalam GH BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE BY : TIM PENGAMPU MK.MEKANISASI PERTANIAN DEPARTMENT OF AGRICULTURAL ENGINEERING FACULTY OF AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY SNI 7604-2010

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE

BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE BY : TIM PENGAMPU MK.MEKANISASI PERTANIAN DEPARTMENT OF AGRICULTURAL ENGINEERING FACULTY OF AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY SNI 7604-2010

Lebih terperinci

2.1. Konsep dan Rancangan Rumah Tanaman

2.1. Konsep dan Rancangan Rumah Tanaman Rumah Tanaman untuk Di kawasan yang beriklim subtropika dengan empat musim, rumah tanaman memiliki peran penting sebagai fasilitas produksi sayuran daun, sayuran buah, dan bunga. Rumah tanaman memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) OLEH : DEWI NURNA WAHYUNININGSIH F14103055 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Rumah tanaman yang digunakan terletak di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT 6.2.16 Ridwan Arief Subekti, Anjar Susatyo, Jon Kanidi Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Komplek LIPI,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA Lustyyah Ulfa, Ridho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SUHU UDARA DAN RH DI DALAM RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

DISTRIBUSI SUHU UDARA DAN RH DI DALAM RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2014 Vol. 3 No.2 Hal : 125-133 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp E-ISSN 2407-4632 DISTRIBUSI SUHU UDARA DAN RH DI DALAM RUMAH TANAMAN

Lebih terperinci

Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi

Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Greenhouse dikembangkan pertama kali dan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 23 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011. Pengukuran dilakukan di rumah tanaman Standar Peak Leuwikopo, Lab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE

ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN PRINSIP PINDAH PANAS DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh : MURNIWATY F 14103131

Lebih terperinci

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA ALIRAN UDARA DALAM RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED ARCH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS TITIN NURYAWATI

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA ALIRAN UDARA DALAM RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED ARCH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS TITIN NURYAWATI SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA ALIRAN UDARA DALAM RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED ARCH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS TITIN NURYAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang digunakan adalah rumah tanaman satu bentang dengan tipe standard peak (Gambar 4). Rumah tanaman terletak di University

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN TURBIN PLTA PICO- HYDRO UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAYA DENGAN BANTUAN SOFTWARE CFD DAN KONSEP REVERSE ENGINEERING

OPTIMALISASI DESAIN TURBIN PLTA PICO- HYDRO UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAYA DENGAN BANTUAN SOFTWARE CFD DAN KONSEP REVERSE ENGINEERING OPTIMALISASI DESAIN TURBIN PLTA PICO- HYDRO UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAYA DENGAN BANTUAN SOFTWARE CFD DAN KONSEP REVERSE ENGINEERING Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Disusun Oleh: Erni Zulfa Arini NRP. 2110 100 036 Dosen Pembimbing: Nur

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

PREDIKSI POLA ALIRAN DAN DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED STANDARD PEAK DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR WARTO

PREDIKSI POLA ALIRAN DAN DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED STANDARD PEAK DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR WARTO PREDIKSI POLA ALIRAN DAN DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED STANDARD PEAK DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR WARTO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeroponik Aeroponik adalah metode budidaya tanaman dimana akar tanaman menggantung di udara serta memperoleh unsur hara dan air dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH Syukran 1* dan Muh. Haiyum 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS PUJI WIDODO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL

BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL Hampir kebanyakan pabrik menggunakan fan dan blower untuk ventilasi dan untuk proses industri yang memerlukan aliran udara. Sistim fan penting untuk menjaga pekerjaan proses

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

POLA ALIRAN TEMPERATUR PADA GEOMETRI BANGUNAN RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN (Green House Tunnel Type ) 1

POLA ALIRAN TEMPERATUR PADA GEOMETRI BANGUNAN RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN (Green House Tunnel Type ) 1 POLA ALIRAN TEMPERATUR PADA GEOMETRI BANGUNAN RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN (Green House Tunnel Type ) 1 Sri Mudiastuti 2, Rizka Avianti Andhika Sari 3 ABSTRAK Penjabaran dengan Surfer 6 dari perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil itu sendiri. Airfoil pada pesawat terbang digunakan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN RELATIF PADA RUMAH TANAMAN (GREEN HOUSE) DENGAN SISTEM HUMIDIFIKASI

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN RELATIF PADA RUMAH TANAMAN (GREEN HOUSE) DENGAN SISTEM HUMIDIFIKASI SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN RELATIF PADA RUMAH TANAMAN (GREEN HOUSE) DENGAN SISTEM HUMIDIFIKASI *Mahmudyan Nuriil Fahmi 1, Eflita Yohana 2, Sugiyanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Radiasi Matahari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jansen (1995) menyatakan bahwa posisi matahari diperlukan untuk menentukan radaisi surya yang diteruskan melalui kaca dan bahan transparan lain, dimana

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

OPTIMASI SUDUT ATAP DAN TINGGI DINDING PADA RUMAH KACA DI DAERAH TROPIKA DENGAN ALGORITMA GENETIK (AG) ENI SUMARNI

OPTIMASI SUDUT ATAP DAN TINGGI DINDING PADA RUMAH KACA DI DAERAH TROPIKA DENGAN ALGORITMA GENETIK (AG) ENI SUMARNI OPTIMASI SUDUT ATAP DAN TINGGI DINDING PADA RUMAH KACA DI DAERAH TROPIKA DENGAN ALGORITMA GENETIK (AG) ENI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii ABSTRACT Eni Sumarni. Optimization

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD

ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD Tony Suryo Utomo*, Sri Nugroho, Eflita

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL

SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SIMULASI PENGARUH KEMIRINGAN BAFFLES TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS DAN EFEKTIVITAS PADA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE MENGGUNAKAN SOLIDWORKS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD SKRIPSI Oleh: Ido Hilka Zirahya NIM. 090210102056 PROGRAM

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sudut Datang Radiasi Matahari pada Penutup Atap Greenhouse

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sudut Datang Radiasi Matahari pada Penutup Atap Greenhouse HASIL DAN PEMBAHASAN Sudut Datang Radiasi Matahari pada Penutup Atap Greenhouse Data pengukuran yang digunakan dalam simulasi adalah: tanggal 29 Maret, 30 Maret 2007 dipilih mewakili data cuaca berawan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hidroponik Substrat Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman di Dalam Rumah Tanaman Pengendalian lingkungan dapat meliputi beberapa parameter lingkungan, seperti cahaya, suhu, kelembaban, konsentrasi CO,, dan sebagainya. Untuk kondisi di kawasan yang beriklim tropika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER SHOULDER DAN BENTUK PIN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA FRICTION STIR WELDING DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN CFD TIGA DIMENSI

PENGARUH DIAMETER SHOULDER DAN BENTUK PIN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA FRICTION STIR WELDING DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN CFD TIGA DIMENSI PENGARUH DIAMETER SHOULDER DAN BENTUK PIN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA FRICTION STIR WELDING DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN CFD TIGA DIMENSI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980) PENDEKATAN TEORITIS Radiasi Matahari pada Bidang Horisontal Matahari merupakan sumber energi terbesar. Radiasi matahari yang sampai permukaan bumi ada yang diserap dan dipantulkan kembali. Dua komponen

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

SIMULASI TURBIN AIR POROS HORISONTAL (HORIZONTAL AXIS WATER TURBINE/HAWT) DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI FLOW SIMULATION SOLIDWORKS SKRIPSI

SIMULASI TURBIN AIR POROS HORISONTAL (HORIZONTAL AXIS WATER TURBINE/HAWT) DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI FLOW SIMULATION SOLIDWORKS SKRIPSI SIMULASI TURBIN AIR POROS HORISONTAL (HORIZONTAL AXIS WATER TURBINE/HAWT) DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI FLOW SIMULATION SOLIDWORKS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

STUDI PENGABUTAN AIR TEKANAN RENDAH UNTUK PENURUNAN SUHU UDARA DI IKLIM TROPIS LEMBAB

STUDI PENGABUTAN AIR TEKANAN RENDAH UNTUK PENURUNAN SUHU UDARA DI IKLIM TROPIS LEMBAB TESIS STUDI PENGABUTAN AIR TEKANAN RENDAH UNTUK PENURUNAN SUHU UDARA DI IKLIM TROPIS LEMBAB ANDREAS LUIS No. Mhs. 135402038 PROGRAM STUDI MAGISTER DIGITAL ARSITEKTUR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI WINGLET NACA 2409 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)

TUGAS AKHIR STUDI WINGLET NACA 2409 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) TUGAS AKHIR STUDI WINGLET NACA 2409 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT

PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT Jurnal DISPROTEK Volume 7 no. 2 Juli 206 PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT Andung Jati Nugroho Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Francisca Gayuh Utami Dewi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT. Diterima : 10 Februari 2017; Disetujui : 20 Maret 2017; Online Published : 25 Juli 2017 DOI : /jt.vol11n1.

ABSTRAK ABSTRACT. Diterima : 10 Februari 2017; Disetujui : 20 Maret 2017; Online Published : 25 Juli 2017 DOI : /jt.vol11n1. PENENTUAN WAKTU PENGGUNAAN WATER CHILLER PADA TANAMAN KENTANG BERDASARKAN SEBARAN SUHU DAERAH PERAKARAN Determining of Water Chiller Usage Time on Potato Crop Based on Distribution Temperature of Root

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 ) TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci