II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah 2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah 2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak"

Transkripsi

1 5 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Oleh karena itu, rumah tanaman pada daerah tropis basah lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009). Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan kemungkinan perluasan area rumah tanaman. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah kemiringan atap (Suhardiyanto 2009) dan tinggi dinding (Bot 1983). Hal ini merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah tanaman. Rekomendasi lain dinyatakan oleh Kumar et al.(2009), bahwa luasan ventilasi alami yang optimum pada rumah tanaman di daerah tropis yang berkasa mesh adalah sebesar 15-30% dari luasan dinding kasanya. 2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Rumah tanaman bentuk modified standard peak merupakan modifikasi dari span roof, dimana bentuk gable tidak lagi segitiga, melainkan dimodifikasi menjadi atap bersusun dua bagian dengan bukaan ventilasi diantara dua bubungan atap tersebut dan tertutupi screen (Suhardiyanto 2009). Bentuk atap dengan bukaan ventilasi seperti ini memungkinkan terjadinya ventilasi alamiah walaupun tidak ada angin yang bertiup. Aliran udara yang keluar melalui bukaan ventilasi dibagian bubungan terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan udara. Agar

2 6 perbedaan kerapatan udara tersebut lebih besar maka rumah tanaman dibuat lebih tinggi dari rata-rata tinggi rumah tanaman tipe standard peak. Hal ini berarti bahwa tipe standard peak sangat cocok dengan tanaman yang tinggi seperti tomat, paprika, dan melon. Bentuk rumah tanaman tipe standard peak dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. 2.3 Faktor Lingkungan Fisik Tanaman Faktor lingkungan fisik tanaman antara lain adalah cahaya, suhu udara, kelembaban relatif (RH) udara, kadar CO 2 dalam udara, kecepatan angin, polutan dan lingkungan akar. Cahaya yang paling penting bagi tanaman merupakan cahaya tampak yang mempunyai panjang gelombang nm. Aspek penting dari cahaya adalah intensitas, durasi, dan distribusi spektral cahaya. Suhu udara di sekitar tanaman dipengaruhi oleh radiasi matahari, pindah panas konveksi, laju evaporasi, intensitas cahaya, kecepatan dan arah angin serta suhu lingkungan secara umum. Perubahan suhu udara akan berpengaruh pada proses fisiologi dalam tanaman. Secara praktik, bagi tanaman dalam greenhouse disarankan perbedaan suhu antara siang dan malam berkisar antara 5 10 C. Aspek penting dalam pergerakan udara dalam budidaya tanaman adalah kecepatannya, bukan arahnya. Angin berpengaruh pada laju transpirasi, laju evaporasi, serta ketersediaan CO 2 dalam udara. Menurut ASAE (American Society of Agricultural Engineering) kecepatan udara melewati tanaman sebaiknya tidak

3 7 lebih dari 1,0 ms -1 (Yuwono et al. 2008). Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman Kecepatan Udara Pengaruh [ms -1 ] Memudahkan pengambilan CO Pengambilan CO 2 oleh tanaman menurun 1.0 Menghalangi pengambilan CO 2 atau pertumbuhan tanaman Lebih dari 4.5 Kerusakan fisik tanaman Sumber: (Yuwono et al., 2008) 2.4 Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dengan kondisi cuaca di lingkungan luar rumah tanaman akan menginisiasi untuk melakukan pengendalian terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Suhardiyanto et al. (2007) telah melakukan analisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas untuk rumah tanaman tipe standard peak dengan persamaan kesetimbangan panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2). Gambar 2 Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard peak (Suhardiyanto et al., 2007). Sumber panas pada rumah tanaman di daerah tropis didominasi oleh konsumsi radiasi. Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan radiasi gelombang pendek yang masuk. Interaksi material struktur rumah tanaman dengan sifat radiatifnya merubah radiasi gelombang pendek

4 8 tersebut menjadi gelombang panjang, sehingga berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman yang berakibat pada meningkatnya suhu udara. Selain itu, fluida di sekitar penutup rumah tanaman yang bersifat radiatif akan menyerap panas akibat dari pantulan radiasi termal. Kemudian bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya. Hal ini disebut sebagai fenomena konveksi (Cengel dan Boles, 2003). Kemudian Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas. Laju ventilasi alamiah dipengaruhi oleh karakteristik kasa (screenhouse) yang digunakan. Penggunaan screenhouse lebih ditujukan untuk menekan serangan hama serangga pada tanaman, sehingga sering disebut sebagai insectscreen. Namun hal ini berisiko pada penurunan laju ventilasi sehingga pertukaran udara menjadi berkurang dan dinamika udara yang ada di dalam rumah tanaman menjadi stagnan. Oleh karena itu, suhu udara di dalam akan meningkat. Proses konduksi terjadi akibat adanya gradien suhu pada suatu medium sehingga menimbulkan perpindahan energi atau panas dari suhu tinggi ke suhu rendah (Holman, 1997). Menurut Kreith (1994) konduksi merupakan proses perpindahan panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung dan memiliki gradien suhu. 2.5 Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman Sistem ventilasi dapat dikelompokkan berdasarkan tenaga penggerak udara yang bekerja, yaitu dibedakan menjadi ventilasi alami dan sistem ventilasi mekanis (Norton et al., 2007). Sistem ventilasi berfungsi sebagai sarana pengendali atau kontrol parameter fisik tanaman yang ada di dalam rumah tanaman, sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat dikondisikan dan direkayasa pada lingkungan yang optimum. Ventilasi mekanis bekerja dengan

5 9 tenaga elektrik berupa kipas (fan) atau blower untuk menggerakkan aliran udara melewati bangunan rumah tanaman. Sedangkan ventilasi alamiah hanya bekerja berdasarkan pergerakan mekanis fluida yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu dan perbedaan tekanan. Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama penerapan ventilasi alami, terutama di daerah tropis seperti Indonesia Ventilasi Alamiah Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009), juga sering disebut sebagai pengendalian atau kontrol pasif, dengan kata lain tanpa adanya perlakuan mekanis. Menurut Norton et al. (2007), ventilasi alamiah terjadi akibat adanya dua faktor pemicu mekanisme pergerakan fluida. Faktor pemicu pertama disebabkan oleh panas apung (thermal buoyancy) yang sering disebut sebagai efek cerobong asap (stack effect), dimana perbedaan suhu yang terjadi pada fluida di dalam rumah tanaman berasal dari proses konveksi panas, fluks radiasi matahari dan metabolisme organisme yang ada di dalam rumah tanaman. Udara yang terpanaskan akan menurunkan massa jenisnya sehingga massa udara semakin ringan dan dengan pengaruh gravitasi dapat menyebabkan parsel udara yang semakin ringan cenderung bergerak ke atas atau mengapung. Faktor pemicu kedua, adanya angin yang menyebabkan perbedaan tekanan pada bagian dinding dan penutup bangunan rumah tanaman karena adanya tekanan yang hilang (pressure drop) sehingga memaksa udara yang ada di dalam rumah tanaman bergerak melalui celah bukaan ventilasi. Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah, sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Selanjutnya Kamaruddin (1999) menyatakan bahwa batas kecepatan angin dimana faktor termal masih dapat berperan dominan adalah sebesar 1 ms -1, sedangkan menurut Papadakis et al. (1996) sebesar 1.67 ms -1. Disamping itu, Papadakis et al. (1996) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin lebih dari 1.8 ms -1 efek termal

6 10 terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan. Dalam hal desain ventilasi alamiah, Connellan, (2000);Kumar et al., (2009) mengemukakan bahwa luas bukaan ventilasi minimalnya 20% dari luas lantai rumah tanaman sehingga suhu di dalam rumah tanaman dapat mendekati suhu ambien di luar rumah tanaman. Hal serupa dilaporkan oleh Kamaruddin et al., (2000) bahwa luas bukaan ventilasi lebih dari 40% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan laju ventilasi alamiah yang cukup baik dan dapat menghindari peningkatan suhu yang ekstrim di dalam rumah tanaman beriklim tropis. Sementara itu, Campen (2004) telah mendesain rumah tanaman berbasis CFD untuk kondisi iklim di Indonesia dan melakukan simulasi penentuan luas bukaan ventilasi. Hasil simulasi dilaporkan bahwa luas bukaan ventilasi sebesar 40.4% dari luas permukaan konstruksi rumah tanaman cukup optimum untuk pertumbuhan tanaman di Indonesia. Selanjutnya, Hermanto et al., (2006) telah melakukan optimasi luasan ventilasi alamiah yang dirancang pada bubungan rumah tanaman untuk produksi tomat di daerah iklim tropis basah. Hasil optimasi melaporkan bahwa luas ventilasi 60% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan kondisi lingkungan yang baik sepanjang tahun Ventilasi Mekanis Ventilasi mekanis pada rumah tanaman di daerah iklim tropis basah umumnya menggunakan fan atau blower. Hal ini mengingat bahwa kedua alat tersebut hanya memicu pergerakan udara untuk melewati bangunan rumah tanaman yang bersifat terselubung (envelope), dimana udara dapat terperangkap didalamnya. Terperangkapnya udara di dalam rumah tanaman dapat menimbulkan panas yang berlebih di dalam bangunan rumah tanaman dibandingkan dengan udara di luar. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari dan gelombang panjang yang terperangkap di dalam rumah tanaman yang lebih dikenal dengan greenhouse effect. Dengan demikian,

7 11 kondisi lingkungan (iklim mikro) di dalam rumah tanaman menjadi ektrim bagi tanaman. Fungsi utama dari fan dan blower yang berupa exhaust fan adalah menggerakkan udara yang terperangkap di dalam rumah tanaman keluar sehingga terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam dengan udara di luar. Adanya perbedaan tekanan dapat memicu pergerakan udara dari tekanan tinggi ke rendah, sehingga udara terdistribusi dengan sendirinya dan ruang rumah tanaman mendapat suplai udara dari luar. Berdasarkan hasil penelitian Norton et al.(2007) dilaporkan bahwa pengontrolan udara dengan menggunakan ventilasi mekanis dapat mengendalikan udara lebih presisi dibandingkan dengan ventilasi alamiah. Selain itu, pengendalian tidak tergantung pada kondisi iklim lingkungan (iklim makro), sehingga pengendalian dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan rancangan strategi pengontrolan iklim mikro. 2.6 Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse) Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya akan menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam rumah tanaman. Aliran udara yang melewati screen ditentukan oleh jumlah dan bentuk strukturnya yang direpresentasikan dengan satuan mesh atau porositas. Ukuran mesh menggambarkan banyaknya lubang per inchi panjang screen. Sedangkan porositas menunjukkan rasio jumlah luas permukaan lubang screen yang dapat dilalui oleh udara terhadap permukaan screen per satuan luas. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi ukuran mesh screen yang sesuai untuk mencegah berbagai macam serangga masuk ke dalam rumah tanaman. Harmanto et al., 2006 telah melakukan penelitian tentang iklim mikro menggunakan model matematika (metode energy balance) pada rumah tanaman modified arch dengan bukaan ventilasi atap dan dinding yang ditutup screen di daerah tropika. Ukuran screen yang digunakan adalah 78, 52 dan 40- mesh. Dibandingkan dengan screen ukuran 40 mesh, screen dengan ukuran 52 dan 78 mesh dapat menurunkan laju pertukaran udara sebesar 35% dan 78% dan meningkatkan suhu udara di dalam rumah tanaman sebesar 1 3 C. Akan tetapi

8 12 screen 40 mesh kurang efektif dalam mencegah hama masuk, sehingga ukuran net 52-mesh lebih dianjurkan untuk digunakan dalam mencegah kenaikan suhu udara dan menurunnya laju ventilasi secara nyata. Untuk daerah subtropika, Fatnassi et al. (2006) telah menguji screen anti- Bemisia (52 mesh) dan anti-thrips (132 mesh) yang dipasang pada bukaan ventilasi di atap dan dinding rumah tanaman multi-span dan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban absolut udara di dalam rumah tanaman yang dipasang screen meningkat sebesar 2.7 C dan 0.7 g/kg untuk screen anti-bemisia (52 mesh) dan meningkat sebesar 4.7 C dan 1.3 g/kg untuk screen anti-thrips (132 mesh) dibandingkan dengan rumah tanaman yang tidak dipasangi screen pada bukaan ventilasinya. Pola aliran udara yang melewati screen didekati dengan poros medium dan menghitung nilai kehilangan tekanan yang terjadi (Teitel, 2010). Perhitungan kehilangan tekanan pada kondisi incompressible dan aliran udara tunak (steady state) dapat diprediksi dengan persamaan Forcheimer: ( ) ( ) (1) dimana P merupakan tekanan udara yang hilang (Pa), x adalah ketebalan poros media (m), u merupakan kecepatan udara (ms -1 ), ρ adalah massa jenis udara (kg m -3 ), dan µ adalah viskositas dinamik (kg m -1 s -1 ). Sedangkan K merupakan permeabilitas screen (m 2 ) dan Y adalah faktor inersia (non-dimensional). Nilai permeabilitas screen atau poros media dan nilai faktor inersia biasanya digunakan sebagai parameter acuan dalam menganalisa karakteristik bahan poros terhadap aliran udaranya. Miguel (1998) dalam Teitel (2010), telah menguji beberapa jenis bahan poros dengan wind tunnel, hasilnya menunjukkan bahwa korelasi terbaik antara permeabilitas screen K dan faktor inersia Y terhadap porositas bahan α dapat direpresentasikan dengan pers 2. dan (2) dimana α adalah nilai porositas bahan yang ditentukan dari nilai panjang l dan lebar w dari mesh bahan poros serta d merupakan diameter bahan/benang struktur screen. Rumus untuk menghitung nilai porositas disajikan pada Pers 3 (Miguel, 1998 dalam Majdoubi et al., 2009).

9 13 ( )( ) (3) dimana l merupakan panjang lubang void (poros) dalam m dan w adalah lebar lubang void dalam m, sedangkan d adalah diameter bahan material kasa yang berbentuk benang, dalam m. 2.7 Karakteristik Fan Berdasarkan karakteristik alur dan pola aliran udara melewati fan, secara garis besar fan dapat dibedakan menjadi dua tipe; yaitu sentrifugal dan aksial (Anonimous, 1989). Kipas sentrifugal menggunakan perputaran impeller untuk meningkatkan kecepatan aliran udara. Pergerakkan udara dari pusat impeller ke ujung baling-baling menghasilkan energi kinetik. Energi kinetik ini akan menaikkan tekanan statik berupa aliran udara yang pelan sebelum dilepaskan. Kipas sentrifugal dapat menghasilkan tekanan relatif tinggi yang biasa digunakan pada aliran kotor (mengalirkan bahan-bahan khusus yang memerlukan penanganan dan kelembaban tinggi) dan pada sistem yang membutuhkan suhu tinggi (Anonimous, 1989). Oleh karenanya, kipas jenis ini paling umum digunakan oleh industri. Selain dapat menghasilkan tekanan tinggi, efisiensinya juga tinggi dan dapat dioperasikan lebih jauh untuk berbagai kondisi dengan tujuan tertentu. Sedangkan kipas axial, sesuai namanya, menggerakkan aliran udara melalui sumbu kipas. Udara akan tertekan karena adanya gaya angkat aerodinamik yang dihasilkan dari baling-baling kipas seperti pada propeller dan sayap pesawat terbang. Walaupun dapat juga diganti dengan kipas sentrifugal, tetapi pada udara bersih, tekanan rendah, aplikasi untuk volume tinggi, lebih umum digunakan kipas axial. Keuntungan dari kipas axial adalah aliran yang dihasilkan lebih seragam, biaya rendah, dan ringan (Anonimous, 1989). Pengaruh sistem yaitu perubahan pada performa kipas yang dihasilkan dari interaksi komponen-komponen pada kipas, seperti saluran, penyaring, belokan, pemanggang, jumlah sudu (blade) pada kipas, dan sudut kemiringan sudu. Performa kipas atau fan dapat dilihat dari hubungan antara laju aliran udara yang terlewatkan terhadap tekanan statis yang ditimbulkannya. Hal ini dideskripsikan

10 14 oleh Gambar 3 yang menunjukan performa kipas yang dipengaruhi oleh interaksi komponen sistem pada kipas. Gambar 3. Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem pada kipas (Anonimous, 1989). 2.8 Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling) Pendinginan evaporasi merupakan metode yang dianggap paling efektif dalam menurunkan suhu dan mengontrol kelembaban udara di dalam rumah tanaman (Kumar et al. 2009). Namun bagi daerah beriklim tropis basah, pengendalian kelembaban udara di dalam rumah tanaman telah menjadi suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Terdapat tiga jenis evaporative cooling yang sering digunakan dalam industri pertanian adalah: 1) sistem baling-baling kipas (fan-pad system) seperti exhaust fan atau blower, 2) sistem pengabutan air (fog/mist system), dan 3) roof evaporative cooling yaitu pendinginan atap dengan cara mengalirkan atau menaburkan partikel air yang lembut terhadap atap rumah tanaman sebagai sumber masuknya panas dari sinar radiasi matahari yang dominan.

11 Fan-pad System Candra et al., (1989) telah melakukan penelitian tentang efektifitas penggunaan sistem pendingin fan pada rumah tanaman berbahan atap plastik seluas 24 m 2. Dengan menggunakan fan, suhu udara di dalam rumah tanaman dapat diturunkan sekitar 4-5 C dari kondisi suhu lingkungan luar. Hal serupa telah dilaporkan oleh Jain and Tiwari (2002) bahwa penerapan cooling pad pada rumah tanaman seluas 24 m 2 sangat sensitif terhadap parameter panjang dan ketinggian dimensi rumah tanaman. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya analisa optimalisasi penerapan cooling pad pada rumah tanaman terhadap dimensi rumah tanamannya, sehingga dapat membantu rekomendasi dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman. Di sisi lain, Jamal (1994), menyatakan bahwa laju pertukaran volume udara sebesar 20 m 3 /jam merupakan kondisi terbaik bagi rumah tanaman yang berada di daerah tropis. Penelitian tersebut dilakukan pada saat musim kering dengan memanfaatkan cooling pad Sistem Pengabutan Sistem pengabutan (fog system) merupakan sistem dimana air disemprotkan dengan tekanan tinggi pada nozzle sehingga bentuk air menjadi sangat kecil seperti kabut yang biasa disebut droplet, dengan diameter droplet sekitar 2-60µm (Kumar et al.2009). Kecilnya ukuran diameter droplet sangat memungkinkan air terbawa oleh udara, sehingga suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun dengan signifikan namun kelembaban udaranya menjadi meningkat. Montero et al. (1994) telah menggunakan sistem pengabutan air pada rumah tanaman yang memiliki mesh screen sebesar 45%, melaporkan bahwa suhu maksimum yang dapat direduksi dengan sistem pengabutan sepanjang siang hari dalam rumah tanaman adalah sebesar 5 C. Sementara itu, Arbel et al.(1999),telah menguji efisiensi sistem pengabutan yang memiliki kemampuan ukuran droplet sebesar 2-60 µm pada rumah tanaman seluas 16 m x 24 m di daerah Israel, dibandingkan dengan sistem fan-pad. Hasil uji tersebut telah menunjukkan bahwa performansi sistem pengabut

12 16 lebih baik dari pada sistem fan atau pad, dimana suhu dan kelembaban udara yang dapat direduksi dengan sistem fan dan pad < 5 dan 20% Roof Evaporative Cooling Proses roof evaporative cooling dilakukan dengan memercikkan air ke permukaan atap rumah tanaman sehingga menghasilkan lapisan air tipis yang dapat meningkatkan laju evaporasi pada permukaan atap tersebut agar suhu udara di sekitar atap dan di dalam rumah tanaman akan menurun (Kumar et al. 2009). Sutar and Tiwari (1995), telah mempelajari efek aliran air yang tipis (water film) dipermukaan atap rumah tanaman terhadap suhu udara di dalamnya. Material atap yang digunakan adalah material plastik untuk rumah tanaman yang relatif murah. Percobaan tersebut dilakukan pada kondisi iklim di Delhi India. Hasil dari percobaan menyatakan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun antara 4-5 C dari kondisi kontrol. Namun, ketika aliran tipis air dialirkan pada lapisan kain atau kasa yang tipis di atap rumah tanaman, maka suhu udara yang dapat direduksi dapat mencapai 10 C. 2.9 Pemodelan pada Rumah Tanaman Pendekatan model pada rumah tanaman, khususnya pemodelan parameter fisik yang mempengaruhi iklim mikro (seperti suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara pada rumah tanaman), secara garis besar dibedakan menjadi dua kriteria, yaitu model fenomena logis dan model perilaku (Krauss et al., 1997; Boulard et al., 2002). Kedua pendekatan model tersebut digunakan untuk memprediksi perubahan, pola serta distribusi iklim mikro seperti perpindahan panas dan transport massa yang terjadi pada bangunan rumah tanaman. Model perilaku (behavioural models), seperti komputasi sistem pakar (Artificial Neural Networks, Fuzzy logic dan Genetic Algorithm) sangat bermanfaat untuk menentukan strategi pengendalian iklim mikro pada rumah tanaman. Namun masih tergantung pada akurasi penentuan nilai dinamika atau laju perubahan parameter. Hasil prediksi model tersebut harus dibandingkan dengan data faktual hasil pengukuran atau dengan hasil prediksi dari model fenomena logis. Secara

13 17 sederhana pendekatan model pada rumah tanaman dideskripsikan dengan diagram pengklasifikasian model simulasi yang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Diagram klasifikasi model simulasi pada rumah tanaman (diadopsi dari Krauss et al., 1997dalam Boulard et al., 2002). Pemodelan fenomena logis terdiri dari dua jenis proses, yaitu tahap analisis dan tahap diskritisasi. Tahap analisis pemodelan biasanya dilakukan penyederhanaan model berupa pembatasan wilayah (limited zones) analisis dari ruang model simulasi yang kompleks. Wilayah yang dianalisis lebih difokuskan pada wilayah-wilayah tertentu dalam ruang simulasi yang memiliki kriteria perubahan parameter secara signifikan, seperti wilayah permukaan atau dinding solid dengan fluida yang sering disebut dengan boundary layers, wilayah jet yaitu wilayah yang memiliki hembusan kecepatan fluida sangat tinggi (wilayah nozel dari humidity fire atau foging) dan wilayah-wilayah yang berpotensi terjadi olakan fluida (wakes) serta vortex. Sementara itu, tahapan diskritisasi adalah proses penyederhanaan persamaan model dinamika fluida yang kompleks menjadi

14 18 persamaan-persamaan matematis yang diskrit agar dapat dieksekusi oleh komputer untuk dikomputasi. Hal ini merupakan bagian dari analisis numerik pada tahapan simulasi dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Metode diskritisasi dalam CFD terdiri dari 2 jenis pendekatan, yaitu metode volume hingga (finite volume method) dan metode elemen hingga (finite element method). Model CFD akan lebih akurat apabila digunakan untuk simulasi pada zona atau wilayah model yang mikro, namun tidak menutup kemungkinan dapat juga digunakan untuk mensimulasikan zona wilayah makro seperti visualisasi perubahana parameter iklim mikro pada satu ruang rumah tanaman (single zone) berbentuk 3D atau beberapa ruang rumah tanaman (multi zones). Multi zone rumah tanaman biasanya terdapat pada agroindustri yang memiliki beberapa rumah tanaman untuk proses produkdi budidaya Metode Komputasi Dinamika Fluida Computational fluid dynamics (CFD) bisa berarti suatu teknologi komputasi yang digunakan untuk mempelajari dan sebagai alat untuk menganalisa fenomena dinamika fluida seperti aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, perubahan phasa, interaksi fluida dan solid (Norton et al., 2007). Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaanpersamaan matematika (model matematika). Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir. Menurut Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam mempredisksi fenomena dinamika fluida seperti CFD dapat dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial (PDE = Partial Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa, momentum, dan energi. Penyelesaian persamaan diferensial yang cukup kompleks tidak dapat dieksekusi langsung oleh komputer. Oleh karena itu, persamaan aljabar tersebut ditransformasikan terlebih dahulu menjadi persamaan aljabar diskrit yang lebih sederhana, sehingga komputer dapat mengeksekusinya dengan ringan. Metode penyederhanaan ini disebut sebagai metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995).

15 Prinsip Diskritisasi Secara umum, diskritisasi dapat dianalogikan sebagai upaya untuk membagi sistem dari problem yang akan diselesaikan (obyek) menjadi bagian bagian yang lebih kecil, atau dengan kata lain membagi bentuk objek yang kontinum menjadi diskrit. Diskritisasi ini muncul karena adanya kesulitan untuk mempelajari sistem secara keseluruhan. Secara tidak langsung, diskritisasi juga berarti pendekatan untuk sesuatu (problem) yang riil dan kontinu. Metode diskritisasi yang biasa digunakan dalam analisa CFD adalah metode elemen hingga (finite element method) dan metode volume hingga (finite volume method). Menurut Molina-Aiz et al.,(2010) dalam kedua metode diskritisasi tersebut komputasi numerik dibangun berdasarkan dua tahapan proses. Tahap pertama adalah memformulasikan persamaan kesetimbangan dan metode pendekatan berdasarkan kondisi batasan tertentu. Sedangkan tahap kedua adalah pemisahan elemen variabel ke dalam bentuk matriks dan pencarian solusi algoritma secara sekuensial Finite Element Method (FEM) Prinsip FEM adalah membagi rangkaian kesatuan area ke dalam sejumlah bentuk area sederhana yang lebih kecil yang disebut elemen (Molina-Aiz et al., 2010), pada kasus ini digunakan elemen triangular atau quadrilateral (Gambar 5a). Finite Element banyak digunakan untuk menyelesaikan problem kompleks seperti rekayasa struktur, steady state dan time dependent heat transfer, fluid flow, dan electrical potential problem (Zienkiewicz et al.,2005). Konsep dasar dari FEM diantaranya adalah membuat elemen-elemen diskrit untuk memperoleh simpangan-simpangan dan gaya-gaya dari suatu struktur. Selain itu, FEM menggunakan elemenelemen kontinum untuk memperoleh solusi pendekatan (approximate solution) terhadap permasalahan-permasalahan perpindahan panas, mekanika fluida maupun mekanika solid.

16 20 Gambar 5. Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010). Pada metode diskrit ini, variabel φ dari setiap elemen diinterpolasi menggunakan polynomial N j (x i ). (4) Dimana N j merupakan fungsi bentuk polynomial pada titik j, dan n adalah jumlah titik pada masing-masing elemen (3 untuk elemen triangular, dan 4 untuk elemen quadrilateral) Finite Volume Method (FVM) Menurut Apsley (2005) metode volume hingga (FVM) cocok diterapkan pada masalah aliran fluida dan aerodinamika. Selain itu, Molina- Aiz et al.(2010) mengungkapkan bahwa konsep kinerja FVM adalah setiap titik perhitungan dilingkupi oleh sebuah volume terkendali (control volume) atau volume atur. Domain komputasi dibagi menjadi volume atur yang berupa grid-grid dan tidak saling tumpang tindih (overlapping), sehingga proses komputasi pada FVM lebih didekatkan terhadap kontrol suatu volume terbatas, bukan komputasi pada suatu node dari masing-masing grid. Perangkat lunak seperti ANSYS/FLUENT menyatakan pendekatan FVM dengan sebutan grid-centered finite volume approach, dimana perhitungan komputasi yang dikembangkan program tersebut dilakukan secara langsung pada area tengah grid (grid centers) dengan menginterpolasikan nilai variabel φ pada pusat elemen node yang

17 21 berdekatan pada suatu permukaan volume atur φ f. Nilai masing-masing variabel φ yang merepresentasikan nilai rata-rata keseluruhan dari sebuah grid, diwakili dengan nilai titik pusat grid (P, N, S, E dan W ;Gambar 5.b). Metode penghitungan dalam komputasi atau diskritisasi berdasarkan pada perbedaan nilai atau gradien dari masing-masing grid. Nilai perubahan variabel tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5). ( ) (5) dimana N faces merupakan batasan permukaan pada elemen volume, dan adalah nilai rata-rata hitung pada pusat grid terdekat (contohnya permukaan P dan permukaan E pada Gambar 5.b) Perbandingan Teknik Diskritisasi FVM dan FEM Dua metode diskritisasi (FVM dan FEM) telah diuji dan dibandingkan oleh Nakajima and Kallinderis (1994); Molina-Aiz et al.,(2010) pada grid yang tidak seragam untuk melihat sensitifitas dan akurasi dari hasil solving. Proses solving dilakukan pada aliran incompressible yang unsteady state 2 dimensi dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes. Hasilnya disimpulkan bahwa kedua metode dikritisasi tersebut stabil dan memiliki akurasi yang sama pada grid yang seragam. Namun, pada grid yang tidak seragam metode FEM menjadi kurang sensitif. Meskipun pendekatan metode FEM dan FVM membutuhkan waktu komputasi per grid dan step yang sama, FEM memerlukan kapasitas memori penyimpanan dua kali lebih besar dibandingkan FVM. Selanjutnya, Haindl et al., (1999); dalam Molina-Aiz et al.,(2010) membandingkan FVM dan FEM untuk mendiskritisasi model difusi 3D menggunakan software AMIGOS. Hasil diskritisasi dilaporkan bahwa FVM lebih stabil dibandingkan FEM. Hal lain dilakukan oleh O Callaghan et al. (2003) yang melakukan kajian teori untuk memprediksi aliran darah melewati arteri femoralis ideal. Hasilnya menunjukkan bahwa secara kualitatif kedua metoda tersebut memiliki kesamaan, namun berbeda dalam hal kuantitatif. Hasil prediksi dengan menggunakan FVM lebih baik dari pada FEM, sehingga menyatakan bahwa FVM merupakan teori prediksi yang lebih handal. Sementara itu, Molina-Aiz et al.,(2010) membandingkan FEM dan FVM

18 22 untuk mensimulasikan fenomena ventilasi alamiah pada rumah tanaman. Hasil simulasi dilaporkan bahwa kedua metode tersebut sangat baik atau akurat ketika digunakan untuk memprediksi parameter suhu dari pada memprediksi parameter kecepatan udara. Selain itu, gambaran aliran udara pada setiap kasus yang dianalisa memiliki kesamaan kualitatif. Namun pada rumah tanaman tipe multi span, FVM mampu mensimulasikan aliran laju ventilasi udara yang lebih rendah dibandingkan FEM, meskipun nilai suhu hasil prediksi dengan FVM lebih rendah dari nilai faktualnya. Perbedaan antara FEM dan FVM terlihat juga pada proses pembuatan grid (meshing), dimana untuk geometri yang lebih kompleks proses meshing dengan menggunakan FEM jauh lebih mudah dibanding FVM (Molina-Aiz et al., 2010). Namun dalam hal komputasi, rata-rata FEM membutuhkan waktu komputasi per grid dan per tahap dua kali lebih banyak dibandingkan FVM, bahkan untuk proses penyimpanan database hasil komputasi FEM menghabiskan waktu 10 kali lebih besar.

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD (Computational Fluid Dynamics) Oleh: Agus Ghautsun Niam F 151090131 SEKOLAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim pada Rumah Tanaman Kondisi iklim pada rumah tanaman direpresentasikan dengan data hasil pengukuran pada saat fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan fase generatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Tanaman (Greenhouse) Menurut Nelson (1978) dalam Suhardiyanto (2009) mendefinisikan rumah tanaman sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya

Lebih terperinci

Perbedaan GH di daerah Tropis dan Sub Tropis. Keunggulan Tanaman dalam GH

Perbedaan GH di daerah Tropis dan Sub Tropis. Keunggulan Tanaman dalam GH BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE BY : TIM PENGAMPU MK.MEKANISASI PERTANIAN DEPARTMENT OF AGRICULTURAL ENGINEERING FACULTY OF AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY SNI 7604-2010

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE

BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE BANGUNAN PERTANIAN SYARAT MUTU RUMAH TANAMAN GREENHOUSE BY : TIM PENGAMPU MK.MEKANISASI PERTANIAN DEPARTMENT OF AGRICULTURAL ENGINEERING FACULTY OF AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY SNI 7604-2010

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil itu sendiri. Airfoil pada pesawat terbang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan

Lebih terperinci

2.1. Konsep dan Rancangan Rumah Tanaman

2.1. Konsep dan Rancangan Rumah Tanaman Rumah Tanaman untuk Di kawasan yang beriklim subtropika dengan empat musim, rumah tanaman memiliki peran penting sebagai fasilitas produksi sayuran daun, sayuran buah, dan bunga. Rumah tanaman memungkinkan

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT 6.2.16 Ridwan Arief Subekti, Anjar Susatyo, Jon Kanidi Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Komplek LIPI,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH Syukran 1* dan Muh. Haiyum 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Rumah tanaman yang digunakan terletak di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi

Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Greenhouse dikembangkan pertama kali dan

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 ) TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Aliran Darah Yang Terjadi Pada Pembuluh Darah Tanpa Penyempitan Arteri Dan Dengan Penyempitan Arteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Aliran Darah Yang Terjadi Pada Pembuluh Darah Tanpa Penyempitan Arteri Dan Dengan Penyempitan Arteri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah merupakan komponen penting di dalam tubuh sebagai alat transportasi untuk metabolisme tubuh. Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular merupakan suatu

Lebih terperinci

BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL

BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL Hampir kebanyakan pabrik menggunakan fan dan blower untuk ventilasi dan untuk proses industri yang memerlukan aliran udara. Sistim fan penting untuk menjaga pekerjaan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD

ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD Tony Suryo Utomo*, Sri Nugroho, Eflita

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aerodinamika merupakan ilmu dasar ketika membahas tentang prinsip pesawat terbang. Dan salah satu pembahasan dalam ilmu aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya rumah tinggal mempunyai halaman depan dan halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeroponik Aeroponik adalah metode budidaya tanaman dimana akar tanaman menggantung di udara serta memperoleh unsur hara dan air dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 2, September 2015

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 2, September 2015 ANALISIS VENTILASI ALAMIAH PADA GREENHOUSE TIPE STANDARD PEAK MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS Natural Ventilation Analysis of Standard Peak Greenhouse using Computational Fluid Dynamics Yayu Romdhonah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi iklim yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Greenhouse atau yang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi iklim yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Greenhouse atau yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Greenhouse adalah sebuah bangunan yang berkerangka atau dibentuk menggelembung, diselubungi bahan bening atau tembus cahaya yang dapat meneruskan cahaya secara optimum

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 23 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011. Pengukuran dilakukan di rumah tanaman Standar Peak Leuwikopo, Lab.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur tiram merupakan komoditas hortikultura yang kaya akan protein dan saat ini masyarakat lebih memilihnya sebagai sumber nutrisi. Siswono (2003) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUKURAN

BAB III METODOLOGI PENGUKURAN BAB III METODOLOGI PENGUKURAN Kincir angin merupakan salah satu mesin konversi energi yang dapat merubah energi kinetic dari gerakan angin menjadi energi listrik. Energi ini dibangkitkan oleh generator

Lebih terperinci

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman di Dalam Rumah Tanaman Pengendalian lingkungan dapat meliputi beberapa parameter lingkungan, seperti cahaya, suhu, kelembaban, konsentrasi CO,, dan sebagainya. Untuk kondisi di kawasan yang beriklim tropika

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA Lustyyah Ulfa, Ridho

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980) PENDEKATAN TEORITIS Radiasi Matahari pada Bidang Horisontal Matahari merupakan sumber energi terbesar. Radiasi matahari yang sampai permukaan bumi ada yang diserap dan dipantulkan kembali. Dua komponen

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Disusun Oleh: Erni Zulfa Arini NRP. 2110 100 036 Dosen Pembimbing: Nur

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN PENGARUH KECEPATAN UDARA. PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN A. Walujodjati * Abstrak Penelitian menggunakan Unit Aliran Udara (duct yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sudut Datang Radiasi Matahari pada Penutup Atap Greenhouse

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sudut Datang Radiasi Matahari pada Penutup Atap Greenhouse HASIL DAN PEMBAHASAN Sudut Datang Radiasi Matahari pada Penutup Atap Greenhouse Data pengukuran yang digunakan dalam simulasi adalah: tanggal 29 Maret, 30 Maret 2007 dipilih mewakili data cuaca berawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hidroponik Substrat Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD Agus Waluyo 1, Nathanel P. Tandian 2 dan Efrizon Umar 3 1 Magister Rekayasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Greenhouse Sebagai Lingkungan Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Greenhouse Sebagai Lingkungan Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Greenhouse Sebagai Lingkungan Tumbuh Tanaman Faktor lingkungan berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan kualitas prima. Karakteristik gen tertentu suatu tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena konveksi merupakan fenomena akibat adanya perpindahan panas yang banyak teramati di alam. Sebagai contohnya adalah fenomena konveksi yang terjadi di

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. OLEH : Mochamad Sholikin ( ) DOSEN PEMBIMBING Prof.DR.Basuki Widodo, M.Sc.

TUGAS AKHIR. OLEH : Mochamad Sholikin ( ) DOSEN PEMBIMBING Prof.DR.Basuki Widodo, M.Sc. TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK SEDIMENTASI DI PERTEMUAN DUA SUNGAI MENGGUNAKAN METODE MESHLESS LOCAL PETROV- GALERKIN DAN SIMULASI FLUENT OLEH : Mochamad Sholikin (1207 100 056) DOSEN PEMBIMBING Prof.DR.Basuki

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 40 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI. 40 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI 3.1. Hipotesa Untuk mencapai tujuan dari studi pengembangan model matematis sel tunam membran pertukaran proton, diperolehnya karakteristik reaktan di dalam kanal distribusi terhadap kinerja

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

Distribusi Temperatur Pada Microwave menggunakan Metode CFD

Distribusi Temperatur Pada Microwave menggunakan Metode CFD Distribusi Temperatur Pada Microwave menggunakan Metode CFD Rosyida Permatasari1, a *, M. Sjahrul Annas2,b, Bobby Ardian3,c Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol Jakarta Indonesia a prosyida@yahoo.com,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MESIN ADUK BERBASIS MESIN BOR Jefri Adera Bukit. Fakultas Industri, jurusan Teknik Mesin.

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MESIN ADUK BERBASIS MESIN BOR Jefri Adera Bukit. Fakultas Industri, jurusan Teknik Mesin. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MESIN ADUK BERBASIS MESIN BOR Jefri Adera Bukit. Fakultas Industri, jurusan Teknik Mesin. jefribukit@yahoo.com ABSTRAKSI Pembuatan mesin pengaduk merupakan salah satu upaya yang

Lebih terperinci

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Keberangkatan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Keberangkatan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Keberangkatan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya Fitri

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9]

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9] BAB II DASAR TEORI MESIN PRESS BTPTP, KARAKTERISTIK BTPTP DAN METODE ELEMEN HINGGA 2.1 Mesin press BTPTP Pada dasarnya prinsip kerja mesin press BTPTP sama dengan mesin press batako pada umumnya dipasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK TUGAS AKHIR ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK Disusun: FATHAN ROSIDI NIM : D 200 030 126 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci