BAB IV ANALISA KETERKAITAN KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP OPEN SKY DI ASEAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA KETERKAITAN KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP OPEN SKY DI ASEAN"

Transkripsi

1 88 BAB IV ANALISA KETERKAITAN KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP OPEN SKY DI ASEAN Sebagai suatu bangsa yang ingin tetap bertahan melalui ketatnya persaingan dan mengatasi berbagai tantangan pembangunan ekonomi yang dihadapinya, Singapura terus berupaya melakukan yang terbaik dengan menjadi yang terdepan dalam persaingan. Berbagai cara dilakukan untuk mendukung sektor transportasi udaranya. Salah satunya yang fenomenal di ASEAN adalah dengan mengusulkan liberalisasi penuh jasa transportasi udara melalui usulan ASEAN Economic Community-nya pada tahun Tetapi usulan tersebut bukan hal mudah untuk dapat diwujudkan. Bab ini akan menganalisa data dan uraian yang telah disampaikan dalam Bab I hingga III berdasarkan operasionalisasi konsep (lihat Gambar 1.1) untuk menganalisa tujuan yang ingin dicapai Singapura dalam kerjasama open sky di ASEAN. Kerangka teori yang digunakan adalah kerangka dari teori strategi penyesuaian internasional yang dikembangkan oleh Ikenberry (lihat kembali sub-bab 1.5). Berdasarkan fakta yang ditemukan, proses pembentukan open sky di ASEAN tidak semudah yang digambarkan pada teori strategi penyesuaian internasional yang dikembangkan oleh Ikenberry tersebut. Ada faktor yang mempersulit, yaitu munculnya hambatan yang ditemui Singapura ketika pertama kali mengupayakan agar open sky dapat diterima oleh ASEAN pada akhir tahun 1990an. Selain itu, usulan open sky akhirnya tidak diberikan secara langsung, tetapi dalam bentuk usulan pembentukan ASEAN Economic Community pada tahun Hal-hal seperti ini tidak dijelaskan dalam teori strategi penyesuaian internasional. Sehingga, untuk menjelaskan kedua hal ini, maka ada dua tulisan yang digunakan sebagai pelengkap untuk menjelaskan. Tulisan pertama berasal dari Jonathan Crystal mengenai mengapa negosiasi liberalisasi sektor jasa sulit dilakukan. Tulisan kedua adalah tulisan dari Grieco dan Ikenberry mengenai mengapa sebuah negara mengusulkan pembentukan integrasi ekonomi.

2 89 Proses analisa akan dilakukan dalam empat tahap. Tahapan pertama, menganalisa kepentingan ekonomi Singapura dalam sektor transportasi udara dan strategi yang digunakan Singapura untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Tahapan kedua dan ketiga mengaitkan data dan penjelasan di bab 2 dan 3 dengan kerangka teoritis yang mengacu pada penjelasan Ikenberry tentang Strategi Penyesuaian Internasional (lihat sub bab 1.4). Tahapan kedua menganalisa pertimbangan batasan struktural domestik dan batasan struktural internasional yang dihadapi oleh Singapura berkenaan dengan asumsi Singapura mengenai efisiensi dan produktivitasnya. Hasil pemilihan strategi yang dipilih Singapura dianalisa pada tahapan ketiga. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan keempat yaitu menganalisa mengapa negosiasi sektor transportasi udara dalam AFAS sulit dilakukan, analisa ini dilakukan dengan menggunakan penjelasan dari Jonathan Crystal tentang mengapa negosiasi liberalisasi sektor jasa sulit dilakukan. Pada tahapan terakhir menganalisa strategi Singapura untuk memanfaatkan Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN demi tercapainya pembentukan rezim open sky di ASEAN. Analisa pada tahapan terakhir ini dilakukan dengan menggunakan penjelasan dari Grieco dan Ikenberry tentang mengapa sebuah negara mengusulkan integrasi ekonomi. Hasil dari seluruh proses analisa ini akan memperlihatkan bagaimana Singapura dapat memenuhi kepentingan ekonomi nasionalnya melalui kerja sama open sky di ASEAN. 4.1 Kepentingan nasional Singapura Pembangunan ekonomi sangat penting bagi Singapura untuk menjaga kesinambungan hidup negara Singapura, semenjak negara ini menerima kedaulatannya di tahun Sebab pembangunan ekonomi merupakan cara untuk membangun kemakmuran sebuah negara, dan kemakmuran sendiri merupakan sumber dari power yang dimiliki oleh suatu negara. Untuk itu berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah Singapura agar bisa membangun perekonomiannya. Pembangunan ekonomi tersebut telah dilakukan

3 90 dalam berberapa tahapan dekade sejak tahun 1960an hingga 2000an. Tahapan pembangunan dimulai dengan menetapkan koordinasi pembangunan ekonomi di berbagai bidang oleh pemerintah yang dilakukan melalui tiga bentuk organisasi yaitu kementerian, statutory board, dan perusahaan investasi pemerintah (lihat sub-bab 3.1). Koordinasi seperti ini membuat pengedalian yang dilakukan pemerintah Singapura atas aktivitas pembangunan ekonominya lebih efektif dan efisien. Mengundang investor asing sebanyak-banyaknya menjadi keputusan penting yang dipilih oleh Singapura untk menjalankan roda perekonomian. Hal ini terjadi karena tidak banyak perusahaan asing yang tersisa untuk dinasionalisasi negara ini seperti yang terjadi di negara-negara lain ketika memperoleh kemerdekaan mereka. Dengan demikian, kepemilikan nasional oleh negara lain atas suatu usaha di Singapura, tidak menjadi suatu masalah bagi pemerintah Singapura sepanjang hal tersebut berdampak positif terhadap pembangunan perekonomian Singapura. Pemerintah Singapura melakukan kendali penuh atas prioritas tingkatan industri yang dikembangkan di negara ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya pada tiap dekade. Hal ini dimulai dengan tingkatan yang paling rendah yaitu industri padat karya, hingga mencapai tingkatan industri padat modal yang berteknologi dan berinovasi tinggi (lihat kembali sub-bab 3.2). Dengan demikian, oleh para investor asing, Singapura menjadi lokasi pusat produksi untuk mengisi kebutuhan pasar di kawasan Asia untuk. Selain itu Singapura juga menjadi pusat perdagangan atas produksi-produksinya. Karena itu, penting bagi Pemerintah Singapura untuk membuat negaranya tetap menjadi lokasi yang paling menarik sepanjang masa bagi investasi asing. Perusahaan investasi pemerintah dan statutory board merupakan alat-alat yang penting bagi pemerintah Singapura untuk ikut langsung dalam pelaksanaan dan penataan berbagai berbagai aktivitas perekonomian di negaranya. Mereka turut berkontribusi untuk mengisi berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh investor asing yang ada di Singapura, misalnya melalui penyediaan lokasi-lokasi tempat tinggal,

4 91 sarana bandara, serta angkutan kargo untuk mengirimkan hasil produksi ke negaranegara yang menjadi tujuan pemasaran. Karena peran mereka sangat penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi Singapura, maka Pemerintah Singapura merasa sangat penting untuk mendukung perkembangan dan kemajuan statutory-statutory board dan perusahaan-perusahaan investasi milik pemerintah, meski hal ini tidak dilakukan dengan cara perlindungan seperti subsidi. Singapura tetap menjalankan strategi pertama dari city state, yaitu untuk menjadi pusat produksi berbagai industri dan sekaligus menjadi pusat perdagangan atas hasilhasil produksi tersebut. Pemilihan strategi ini adalah sesuatu yang wajar mengingat Singapura sudah dikondisikan sejak awal dibentuknya oleh pemerintah kolonial Inggris sebagai sebuah city state (lihat kembali sub-bab 3.1). Tetapi hal ini tidak mudah dilakukan, karena berbagai cara-cara pembangunan perindustrian dan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah Singapura tampaknya selalu diikuti oleh negara-negara berkembang lain di sekitarnya, bahkan juga oleh Taiwan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan suatu keseimbangan baru, yaitunya tidak hanya Singapura yang menjadi lokasi yang menarik untuk tujuan investasi asing langsung, tetapi negara-negara lain di sekitarnya juga punya potensi serupa. Keseimbangan baru ini membahayakan posisi Singapura sebagai lokasi pusat penerima investasi asing yang paling menarik. Strategi yang paling memungkin bagi sebuah city state untuk terus-menerus dapat menyesuaikan diri dalam persaingan, agar tetap dapat menjadi pemimpin setiap persaingan adalah, dengan terus mengembangkan strategi-strategi baru yang belum dilakukan oleh lawan-lawannya (lihat kembali sub-bab 3.1). Cara ini dilakukan Singapura selama periode tahun 1970an hingga tahun 2000an, dimana selalu ada prioritas industri baru yang dijadikan target untuk dikembangkan (lihat kembali subbab 3.2). Strategi kedua yang dilakukan Pemerintah Singapura dengan cara menaklukkan aktivitas ekonomi di negara lain. Cara ini dilakukan Pemerintah Singapura melalui kebijakan go global, yaitu dengan mendorong perusahaan-

5 92 perusahaan domestiknya, termasuk perusahaan milik pemerintah Singapura untuk berinvestasi di luar negeri. Dua manfaat yang diterima dari strategi go global adalah, perusahaan domestik Singapura dapat mempunyai pengalaman sebagai perusahaan multinasional dan Singapura dapat memegang kendali atas beberapa aktivitas ekonomi yang dilakukannya diluar negeri (lihat sub-bab 3.2). Strategi penting lain yang dipilih oleh Singapura untuk bertahan dalam persaingan ekonomi adalah dengan diversifikasi industri, yaitu industri yang belum dikuasai sepenuhnya oleh pesaing-pesaingnya. Hal ini tampak ketika Pemerintah Singapura memutuskan untuk menjadikan sektor jasa sebagai pilar kedua perekonomiannya (lihat kembali sub-bab 3.2). Pemilihan ini sangat tepat, mengingat luas teritori negara ini yang sangat terbatas untuk bisa dibangun lokasi-lokasi pabrik yang membutuhkan lahan luas. Selain itu sektor jasa juga sangat tepat karena belum dikuasai sepenuhnya oleh negara-negara di Singapura. Sektor transportasi udara misalnya, meski mayoritas negara-negara tetangganya telah memiliki maskapai nasional milik pemerintah dan maskapai swasta domestik serta punya potensi pasar yang cukup besar, namun negara-negara tetangga Singapura tersebut umumnya belum menguasai pasar internasional atas sektor transportasi udara. Hal ini mengingat, konsentrasi negaranegara tetangga Singapura masih lebih dicurahkan pada rute-rute domestik dan pembangunan ekonomi di daerah-daerah tertinggal di negaranya masing-masing dari pada untuk rute-rute internasional (lihat kembali sub-bab 2.2). Dengan demikian, pasar internasional untuk transportasi udara menjadi salah satu peluang disektor jasa untuk dimanfaatkan oleh Singapura. Dari uraian diatas nampak bahwa Singapura terus-menerus berupaya untuk menjaga posisinya untuk tetap lebih unggul dan memimpin persaingan dalam sistem internasional yang anarkis. Upaya semacam ini adalah tindakan yang wajar, mengingat dalam sebuah sistem yang anarkis, negara-negara akan memperjuangkan posisi relatif mereka dalam sistem tersebut. Grieco dan Ikenberry menjelaskan kondisi tersebut sebagai berikut;

6 93 In this competition for security, states will care about their relative postion in the world economu. If state A is growing faster than state B, state A is gaining in underlying power recourses. F at all possible, states would like to be growing faster, getting wealthier, and becoming technologically more advanced than other states. When security is at stake, and the possibility of war or domination looms, states will care a great deal about not just doing well economically, but doing better than the states potentially threaten them. 185 Dengan demikian, semua upaya strategi yang dilakukan oleh Singapura harus lebih baik dari yang dilakukan oleh negara-negara lain disekitarnya agar dapat memperoleh gain yang lebih besar dari yang diperoleh oleh negara-negara lain disekitarnya tersebut. Keinginan untuk meraih relative gain ini juga menunjukkan bahwa pada akhirnya, kepentingan nasional Singapura tidak hanya sebatas untuk membangun perekonomiannya dan memimpin persaingan ekonomi saja. Tetapi lebih dari pada itu, kepentingan nasional Singapura kemudian menjelma menjadi tujuan geopolitik Singapura, yaitu menjadi pusat perekonomian di kawasan Asia Tenggara. Hal ini nampak dari sinergi penggunaan antara strategi world city, strategi city state, dan dengan upaya Singapura untuk mengusulkan integrasi pasar di ASEAN. Hal ini bukan pekerjaan mudah, sehingga butuh upaya dan kerja keras terus-menerus untuk mencapainya Pertimbangan efisiensi dan produktivitas perekonomian Singapura versus batasan struktural dan domestik Singapura dalam pemilihan strategi penyesuaian Upaya untuk terus-menerus mencari peluang bisnis baru, dan melakukan aktivitas perekonomian yang baru, ternyata membawa dampak positif bagi Singapura. Ini terjadi karena segala upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura untuk 185 Grieco dan Ikenberry, op cit, hlm. 104

7 94 meningkatkan produktivitas dan efisiensi aktivitas perekonomian di negara ini agar tetap menjadi lokasi yang paling ideal untuk berinvestasi, berdampak pada terciptanya keunggulan daya saing Singapura dari dekade ke dekade (lihat kembali sub-bab 3.2). Keunggulan daya saing Singapura tersebut hingga sekarang masih sulit disamai oleh negara-negara di sekitarnya, bahkan untuk sektor transportasi udara sekalipun (lihat kembali sub-bab 3.3). Kondisi domestik Singapura, yang luas teritori negaranya sangat terbatas, menjadi pendukung tersendiri mengapa bidang transportasi udara internasional di negeri ini dapat berkembang dengan baik. Sebab tidak ada fungsi sosial untuk melayani daerahdaerah tertinggal seperti yang terjadi di negara-negara tetangganya, jadi pemerintah tidak perlu memberikan subsidi. Kondisi domestik yang seperti itu juga memungkinkan bagi Pemerintah Singapura untuk membiarkan maskapai nasionalnya untuk bersaing dengan bebas dengan maskapai-maskapai internasional. Namun demikian ini tidak berarti bahwa Pemerintah Singapura membiarkan saja perusahaan-perusahaan domestiknya berjalan sendiri menghadapi segala keterbatasan yang dihadapi oleh negara ini. Pemerintah Singapura justru berupaya sekeras mungkin untuk memberi dukungan agar perusahaan-perusahaan domestiknya juga tetap dapat bertahan, dan terlebih lagi tetap memperoleh keuntungan besar bagi negara (lihat kembali sub-bab 3.3). Hal ini penting untuk dilakukan oleh Pemerintah Singapura mengingat bahwa perusahaan-perusahaan domestik yang ada disana umumnya adalah investasi yang dibangun sendiri oleh pemerintah negara ini. Kondisi domestik lain yang dihadapi adalah keterbatasan konsumsi domestik di Singapura. Hal ini mengingat jumlah populasi negara ini yang sangat kecil. Padahal seiring dengan meningkatnya produktivitas dan efisiensi negara ini dari waktu ke waktu, maka Singapura membutuhkan pasar yang lebih untuk menjual hasil produksinya termasuk dalam sektor jasa. Kondisi ini sepenuhnya terjadi pada pasar transportasi udara, karena tidak ada rute domestik yang dapat dilayani di Singapura.

8 95 Di sisi lain, perubahan internasional juga berpengaruh terhadap kebijakan yang dibuat Pemerintah Singapura. Munculnya berbagai blok kerja sama perdagangan antar negara, termasuk kerja sama membentuk pasar penerbangan tunggal, menjadi isu baru yang berkembang di dunia internasional pada periode tahun 1990an (lihat kembali sub-bab 2.2), rupanya memberi ide tersendiri bagi pemerintah Singapura untuk bisa memberi solusi atas keterbatasan pasar yang dimilikinya. Pengalaman Singapura dalam membuat perjanjian open sky secara bilateral dengan Amerika Serikat di tahun 1997 dan secara multilateral dengan MALIAT pada tahun 2001, serta keaktifan Singapura dalam berbagai organisasi kerja sama penerbangan dunia seperti ICAO, memberikan rasa percaya diri bagi Singapura untuk membuat keputusan mencari pasar yang lebih luas yaitu pasar internasional (lihat kembali sub-bab 3.4) Keputusan Singapura untuk bergerak pada tataran internasional demi mencapai tujuan geopolitik Singapura Keputusan untuk bergerak pada tataran internasional ini datang demi menciptakan pasar yang lebih luas untuk memasarkan hasil-hasil produktivitas kinerja perekonomian Singapura. Grieco dan Ikenberry menuliskan bahwa; States need markets because market economy is the fundamental location where wealth is created. States care about wealth creation because wealth is the key source of state power and because the well-being of the state, over the long term, depends on the well-being of the society of which it is a part. 186 Dengan demikian, ketersediaan sebuah pasar internasional yang bisa menampung hasil produktivitas dalam negeri, sangat penting artinya bagi perekonomian Singapura. Dalam hal ini, pasar Asia Timur dan Asia Tenggara menjadi pasar yang sangat potensial untuk diraih untuk Pemerintah Singapura, hal ini mengingat jumlah penduduk di kedua kawasan ini yang sangat besar, dan luas wilayah kedua kawasan 186 Ibid, hlm. 120

9 96 ini yang tersebar sangat luas. Ditambah pula, bahwa kedua wilayah ini memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan pasar transportasi udara di kawasan Asia Pasifik (lihat kembali sub-bab 2.1). Secara lebih khusus, ASEAN merupakan pasar yang juga sangat ideal bagi Singapura. Hal ini disebabkan oleh kedekatan letak geografis, juga oleh kondisi geografis yang terpisah oleh pulau-pulau, dan oleh masih terbatasanya infrastruktur transportasi darat yang ada untuk menghubungkan negara-negara di kawasan ini. Selain itu negara-negara lainnya di ASEAN, pada umumnya memiliki jumlah populasi yang besar (lihat kembali sub-bab 2.1), punya banyak lokasi pariwisata budaya yang menarik yang menarik wisatawan asing, dan yang terutama adalah negara-negara ASEAN menjadi pasar terbesar perjalanan udara di Singapura (lihat kembali tabel 2.3). Bila kerja sama open sky tercipta di ASEAN, maka hal itu akan memberi dampak ekonomi yang sangat penting bagi Singapura. Terutama karena terciptanya kerja sama open sky akan membuka pasar regional yang lebih luas bagi Singapura. Sebab, maskapai-maskapai dari Singapura dapat melayani rute-rute baru ke kota-kota sekunder yang lebih banyak, tidak hanya ibukota-ibukota negara di ASEAN saja. Itu belum termasuk hak untuk melanjutkan penerbangan kota di negara ke negara lain di luar ASEAN sambil membawa angkutan penumpang dari kota-kota sekunder tersebut. Terbukanya rute-rute baru dari Singapura ke kota-kota sekunder di negaranegara ASEAN dan sebaliknya, merupakan rute-rute baru, sehingga tidak tampak seperti persaingan atas rute-rute yang sudah ada antara Singapura dengan maskapai dari negara-negara ASEAN lainnya. Demikian pula, open sky memungkinkan maskapai-maskapai dari Singapura untuk transit dari perjalanannya dari negara-negara di luar ASEAN ke kota-kota baru di negara-negara ASEAN sambil menurunkan penumpang, kemudian meneruskan penerbangannya ke Singapura dengan mengangkut penumpang dari kota-kota-kota yang disinggahi di ASEAN tersebut. Jadi pada akhirnya jaringan rute yang dilayani

10 97 oleh maskapai-maskapai dari Singapura akan semakin luas, karena Singapura sudah punya banyak perjanjian kerja sama transportasi udara (ASA) dengan banyak negara di luar ASEAN (lihat kembali sub-bab 3.3). Manfaat lain dari open sky adalah semakin tingginya jumlah wisatawan yang masuk sebagai dampak dari penurunan harga jual tiket. Hal ini dimungkinkan karena maskapai-maskapai yang melakukan perjanjian liberalisasi penuh atas pasar penerbangan akan berlomba-lomba untuk menurunkan harga. Melihat semakin luas jaringan rute penerbangan yang dapat dilayani oleh Singapura dalam perjanjian open sky dengan ASEAN, maka hal itu menjadi peluang bagi Singapura untuk ikut menikmati pertumbuhan pasar pariwisata di ASEAN. Hal ini penting mengingat dalam bidang jasa pariwisata, negara-negara ASEAN lainnya lebih unggul dari Singapura. Dengan semakin banyaknya penerbangan asing yang masuk ke Singapura sebelum melanjutkan ke negara-negara ASEAN lainnya, maka potensi kunjungan wisata ke Singapura juga bertambah meskipun lama kunjungannya mungkin tidak seperti lama kunjungan yang dihabiskan di negara-negara ASEAN lainnya (lihat kembali sub-bab 3.3). Selain itu, karena maskapai-maskapai yang terikat dalam perjanjian open sky dengan sendirinya berupaya untuk melakukan penghematan biaya operasional agar dapat menurunkan harga, maka perawatan dan penjagaan kondisi pesawat-pesawat agar tetap prima menjadi sangat penting. Hal ini menjadi peluang baru bagi industri jasa maintenance, repair dan overhaul (MRO) yang saat ini berkembang dengan pesat di Singapura (lihat kembali sub-bab 3.3). Demikian pula bandara akan menerima banyak pemasukan dari tingginya aktivitas perekonomian yang terjadi disana, tidak hanya dari lalu-lintas transportasi penumpang dan barang, tetapi juga dari ativitas sewa kantor, iklan, dan sebagainya. Sehingga sewajarnya, bila Singapura ingin negaranya menjadi pusat penerbangan dunia. Sebab semakin banyak maskapai asing yang membuka rute penerbangan ke Singapura, akan semakin besar pemasukan yang diterima negara ini dari bandara Changi (lihat kembali sub-bab 3.3).

11 98 Penting untuk dicermati bahwa dengan semakin banyaknya rute-rute langsung antara bandara internasional Singapura yaitu Changi, dengan bandara internasional di kotakota sekunder di luar ibu kota-ibukota negara-negara ASEAN, maka secara otomatis, aktivitas penerbangan di kawasan ASEAN akan berpusat di Singapura. Sebab dalam open sky yang diusulkan tersebut, yang terintegrasi adalah pasar internasional yaitu rute-rute penerbangan internasional misalnya rute antara Singapura-Makassar atau Singapura-Surabaya, dan bukan rute-rute penerbangan dalam negeri yang menghubungkan kota-kota di dalam negeri secara langsung pada sebuah negara. Dengan demikian hal itu akan mendukung upaya Singapura untuk mencapai tujuan geopolitiknya yaitu sebagai pusat perekonomian di sektor transportasi udara di Asia Tenggara. 4.4 Hambatan terhadap AFAS Ternyata tidak mudah untuk menegosiasikan liberalisasi jasa transportasi udara melalui AFAS meski kerja sama ini sudah dilakukan sejak tahun Ada beberapa hal yang melatarbelakanginya yaitu; Produk jasa memiliki bentuk yang berbeda dari produk manufaktur dan pertanian. Stephenson et al, menuliskan dua perbedaan bentuk utama atas produk jasa dengan produk non-jasa. Perbedaan pertama, produk jasa membutuhkan kehadiran penyedia jasa dan maupun konsumen secara bersama-sama pada saat terjadinya transaksi penggunaan produk ini. Misalnya, pada jasa transportasi udara, maka penumpang sebagai konsumen dan maskapai sebagai penyedia jasa sama-sama hadir dalam proses layanan penerbangan. Jika penyedia jasa pada suatu negara ingin melayani kebutuhan jasa yang ada dinegara lain, maka penyedia jasa tersebut harus melakukan interaksi dengan konsumen dari negara lain yang ditujunya, sehingga pada sektor ini seringkali melibatkan pergerakan modal dan tenaga kerja. 187 Pada transaksi produk 187 Sherry Stephenson, et al., Overview: challenges for services trade liberalization and facilitation dalam Services trade liberalization and facilitation (Asia Pacific Press: 2002), hlm. 2.

12 99 manufaktur dan produk pertanian, tidak dibutuhkan kehadiran penyedia produk maupun konsumen secara bersama-sama, sehingga konsumen di Indonesia dapat membeli gula yang diimpor dari Vietnam tanpa harus bertemu dengan petani tebu yang memproduksi gula dari Vietnam tersebut. Dengan demikian, mobilitas tenaga kerja pada produk manufaktur dan pertanian lebih rendah dibandingkan dengan produk jasa. Demikian pula, pergerakan modal pada produl pertanian dan manufaktur lebih rendah dari produk jasa. Disamping itu, layanan produk jasa sangat membutuh dukungan teknologi yang lebih tinggi agar kualitas dan produktivitas layanannya juga tinggi. Perbedaan lainnya adalah bahwa sektor jasa sangat dikendalikan oleh aturan pemerintah. Hal ini terjadi karena struktur pasar produk jasa cenderung disebabkan oleh kapasitasnya dalam melayani dan cara penyedia jasa melayani konsumennya, sebab pada produk jasa tidak ada stok produk yang sudah disiapkan untuk dijual. 188 Dengan demikian kemampuan teknologi yang baik sangat dibutuhkan untuk melayani konsumen. Dalam suatu produk jasa, tidak dapat dilihat atau dideteksi komponen origin yang berasal dari dalam negeri, hal ini berbeda dengan produk manufaktur atau pertanian. Karenanya, pada produk manufaktur dapat diberlakukan hambatan tarif. Hal yang sama sulit diterapkan pada produk jasa, sehingga seringkali cara yang dipakai untuk mengendalikan sektor jasa adalah adalah dengan menggunakan hambatan non-tarif seperti capital control atau pengendalian atas kepemilikan saham atas suatu perusahaan penyedia jasa oleh pihak asing. Batasan maksimum kepemilikan saham oleh maskapai asing yang diijinkan oleh masing-masing anggota ASEAN atas maskapai yang terdaftar dan beroperasi di negaranya dan kewajiban bagi maskapai tersebut untuk melakukan kendali manajemen operasional sepenuhnya di negara tempat maskapai tersebut terdaftar, adalah contoh dari hambatan non-tarif yang diberlakukan oleh negara-negara ASEAN atas sektor jasa transportasi udara. 188 Ibid.

13 100 Disamping kedua perbedaan diatas, produk jasa juga tidak membutuhkan sumber daya alam yang tinggi sebagai bahan baku produknya, ini dikarenakan tidak ada produk jadi yang dapat diproduksi dan dilihat kasat mata. Berbeda dengan produk pertanian yang sungguh membutuhkan tanah dan unsur-unsur hara di dalamnya agar tanaman dapat tumbuh. Demikian pula pada produk jasa tidak dibutuhkan value added atau keunggulan-keunggulan tambahan yang diberikan seperti umumnya yang terdapat pada produk manufaktur. Sehingga dari uraian tadi, perbedaan produk jasa dengan produk manufaktur dan pertanian dapat dilihat dalam matrik dibawah ini. Matriks 4.1 Perbedaan bentuk produk jasa dengan produk pertanian dan manufaktur Produk Pergerakan tenaga kerja Pergerakan modal Kebutuhan sumber dalam alam Nilai tambah (value added) Pertanian rendah rendah tinggi rendah Manufaktur sedang sedang sedang tinggi Jasa tinggi tinggi rendah - Karena sifatnya yang membutuhkan kehadiran penyedia jasa serta konsumen secara bersamaan, maka pada perdagangan internasional, pilihan-pilihan untuk menyediakan layanan jasa menjadi sangat rumit untuk dinegosiasikan. Umumnya ada empat cara menyediakan layanan produk jasa (modes of supply) yang dinegosiasikan pada perdagangan internasional: moda 1 yaitu cross border, moda 2 yaitu consumption abroad, moda 3 yaitu commercial presence, dan moda 4 adalah movement of natural person. 189 Moda 1 yaitu cross border, atau layanan lintas batas, dapat dilakukan melalui teknologi telekomunikasi dan informasi seperti internet atau telfon dan surat. 189 Situs World Trade Organization (WTO), diakses tanggal 29/12/2010.

14 101 Moda 2 yaitu consumption abroad terjadi ketika warga negara dari sebuah negara pergi keluar negeri untuk mengkonsumsi jasa yang ditawarkan, misalnya sebagai pelajar di luar negeri. Moda 3 yaitu commercial presence, terjadi dengan adanya kehadiran kantor afiliasi, atau anak perusahaan, atau kantor kantor cabang dari perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan oleh pihak asing. Misalnya berdirinya Air Asia di Thailand, Indonesia dan Vietnam sebagai anak perusahaan dari Air Asia Sdn. Berhad., dari Malaysia). Sedangkan moda 4 adalah movement of natural person, yang melibatkan perpindahan tenaga kerja dari satu negara ke negara lainnya. Kerja sama dalam AFAS pada awal berdirinya hingga akhir tahun 2000 terutama adalah pada sistem reservasi melalui komputer, penjualan dan pemasaran jasa transportasi udara meliputi moda 1 dan 2 dari dari keempat cara menyediakan layanan produk jasa dalam perdagangan internasional. Sedangkan aktivitas kerja sama yang berhubungan dengan moda ke 3 cenderung lambat karena masing-masing negara umumnya berupaya untuk melindungi industri domestiknya. Sementara itu, untuk penyediaan jasa tertentu seperti ahli perbaikan pesawat terbang, atau pilot membutuhkan pengakuan atas serfitikat keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja yang umumnya terdapat dalam moda 4. Kesulitan lain dalam melakukan negosiasi liberalisasi sektor jasa adalah karena dalam sektor jasa yang dievaluasi adalah prinsip national treatment yang diterapkan, yaitu dengan menghapus diskriminasi terhadap maskapai-maskapai dan penyedia jasa lain dari sesama anggota ASEAN, dan sejauh mana perlakuan negara terhadap penyedia jasa transportasi udara dari negara lain termasuk maskapai-maskapai asing yang beroperasi di negara mereka. Hal ini juga berhubungan erat dengan kebijakan privatisasi dan seberapa besar prosentase kepemilikan yang dijinkan oleh tiap-tiap negara bagi maskapai atau operator asing atas maskapai-maskapai yang beroperasi di negaranya. Kebijakan pemberian ijin bagi kepemilikan asing dalam bisnis jasa transportasi udara di ASEAN berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara yang lain. Singapura menjadi negara ASEAN yang paling liberal dalam mengijinkan

15 102 investasi asing dalam sektor ini (lihat tabel 2.11). Sehingga kerja sama pada moda 3 tidaklah mudah. Upaya masing-masing pemerintah negera anggota ASEAN untuk melindungi industri transportasi udara domestiknya, juga berkontribusi terhadap lambatnya upaya kerja sama liberalisasi dalam AFAS hingga akhir tahun Ada beberapa hal yang menjadi penyebab mengapa negara pada umumnya berupaya melindungi industri transportasi udara domestiknya. Alasan pertama, adanya peran sosial yang dituntut dari maskapai nasional oleh kebanyakan negara anggota ASEAN, yaitu untuk turut membantu pemerintah mempercepat pembangunan ekonomi daerah-daerah tertinggal. Caranya dengan membuka akses transportasi dari daerah-daerah tersebut ke kota-kota yang jauh lebih maju, meskipun untuk melaksanakan tugas tersebut pemerintah membantunya dengan subsidi. Karena perannya ini, maskapai nasional seringkali dianggap sebagai simbol identitas nasional yang perlu dilindungi terutama dari persaingan bebas. Sebab, maskapai-maskapai nasional ini umumnya melayani ruterute domestik dari ibukota negara menuju ke kota-kota lainnya termasuk kota-kota pusat pariwisata dan bisnis. Terbukanya akses langsung dari negara lain seperti Singapura ke kota-kota sekunder diluar ibukota suatu negara lain di ASEAN, akan mengurangi volume angkutan yang selama ini dilayani oleh maskapai nasional pemerintah, akibatnya akan mengurangi keuntungan yang diperoleh. Padahal pajak dari keuntungan tersebut sesungguhnya dibutuhkan pemerintah untuk membantu mensubsidi rute-rute yang tidak menguntungkan, misalnya rute-rute perintis ke daerah yang terisolasi. Kondisi ini semakin diperburuk dengan kenyataan bahwa open sky akan memberi kebebasan bagi maskapai nasional untuk bersaing secara langsung dengan maskapai berbiaya rendah atau yang sering disebut dengan low cost carrier milik asing atau investasi asing yang tarif tiketnya jauh lebih rendah. Misalnya, dengan membiarkan Garuda Indonesia Airlines atau Thai Airlines bersaing langsung dengan Air Asia yang tarifnya jauh lebih murah. Kondisi semacam ini memerlukan kemampuan

16 103 strategi bisnis perusahaan yang kuat untuk mengantisipasi mencegah kerugian yang akan timbul. Alasan kedua, dibukanya akses langsung dari luar negeri ke kota-kota sekunder di luar ibukota negara, juga berpotensi untuk menurunkan jumlah angkutan penumpang domestik yang bisa dilayani oleh maskapai nasional dan maskapai swasta domestik. Karena selama ini maskapai nasional dan maskapai swasta domestik melayani ruterute domestik dari ibukota negara ke kota-kota sekunder di luar ibukota negara. Bila maskapai-maskapai tersebut merugi oleh persaingan, maka berdampak pada pengurangan aktivitas bisnis seperti dikuranginya atau ditutupnya rute-rute domestik tertentu. Hal ini bisa memberi dampak buruk bagi perekonomian negara, terutama bila maskapai pengurangan aktivitas bisnis tersebut dilakukan dengan memberhentikan tenaga kerjanya. Sehingga dengan demikian, liberalisasi penuh jasa transportasi udara dianggap sebagai ancaman bagi penerbangan domestik. Itu sebabnya akses masuk ke bandara-bandara di kota-kota sekunder diatur dengan sangat ketat. Hal ini turut mempengaruhi tingkat pengendalian atas ASA bilateral yang dimiliki masing-masing negara. Ini dapat dilihat dari jumlah maskapai yang dijinkan untuk masuk ke negaranya, penetapan harga dan kota-kota yang diijinkan untuk diakses, berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya (lihat tabel 2.15). Alasan ketiga, adanya ketidakseimbangan tingkat kapasitas industri transportasi udara yang dimiliki oleh negara yang lebih maju di ASEAN seperti Singapura dengan negara yang lebih rendah kapasitasnya, membuat negara-negara yang lebih rendah kapasitasnya kurang antusias untuk menerima kerja sama liberalisasi penuh. Hal ini disebabkan karena mereka menyadari kurangnya kemampuan mereka untuk menyerap potensi pasar yang ada di negara lain yang lebih tinggi tingkat kapasitasnya, meskipun mereka memiliki kesempatan untuk mengisi pasar tersebut. Disamping itu, rendahnya tingkat kapasitas industri, membuat persaingan bebas akan berjalan tidak seimbang (lihat kembali sub-bab 2.4). Hal ini mengingat, bahwa akan sulit bagi negara-negara yang lebih rendah tingkat kapasitas industri transportasi

17 104 udaranya, untuk menekan biaya operasional terutama biaya pemeliharaan perbaikan dan pergantian suku cadang yang dibutuhkan oleh pesawat-pesawat tua yang cukup besar. Padahal untuk mengganti dengan pesawat-pesawat baru memutuhkan investasi yang sangat besar, belum lagi biaya yang dibutuhkan negara untuk meningkatkan fasilitas lainnya seperti bandara dan kemampuan navigasi. Disamping itu, bila maskapai-maskapai yang lebih lemah dipaksa untuk menurunkan harga, maka akan menurunkan pula kemampuan mereka untuk mengumpulkan dana buat membeli pesawat-pesawat baru. Akibatnya persaingan menjadi semakin tidak seimbang. Negosiasi liberalisasi dalam AFAS menjadi semakin sulit karena keputusan diambil berdasarkan konsensus, sebab tidak ada lembaga di ASEAN yang dapat mewajibkan anggota-anggotanya untuk menjalankan suatu keputusan (lihat kembali sub-bab 2.3). Sejauh ini, kerja sama ASEAN berjalan melalui proses tawar-menawar berdasarkan kepentingan masing-masing negara, sehingga sulit untuk mendapatkan kata sepakat. Ini akan berbeda bila ada lembaga yang memiliki otoritas untuk mendiktekan suatu keputusan untuk dijalankan seperti yang terjadi di Uni Eropa. Juga, tidak ada mekanisme untuk menyelesaikan sengketa, sehingga mudah timbul kecurigaan bahwa negara-negara lain dapat saja melanggar kesepakatan. Sebab kerangka kerja dalam AFAS hanya memberikan gambaran kerja sama secara umum, tetapi tidak mengatur secara detail. Tanpa aturan yang jelas, maka akan sulit untuk menyelesaikan konflikkonflik yang dapat terjadi dikemudian hari, sebab tidak ada landasan untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar, dan bagaimana standar baku prosedur operasi untuk menyelesaikan konflik tersebut. Demikian pula, meski AFAS dibuat dengan mengadosi GATS, tetapi sesungguhnya GATS sendiri tidak banyak memuat aturan-aturan mengenai kerja sama jasa transportasi udara. Apalagi didalam AFAS tidak terdapat kerangka negosiasi dan batasan-batasan waktu yang ditetapkan untuk dicapai. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan sikap masingmasing anggota dalam menanggapi liberalisasi atas sektor transportasi udara.

18 105 Melihat uraian diatas, maka tidak mengherankan bila perkembangan kerja sama liberalisasi transportasi udara sangat lambat. Tidak hanya itu, usulan Singapura kepada ASEAN untuk menjalin open sky pada periode tahun 1990an juga ditolak. 4.5 Terbentuknya integrasi ekonomi dan open sky di ASEAN Situasi perkembangan internasional rupanya menjadi semakin sulit mendorong Singapura untuk mencari jalan agar bisa open sky pada akhirnya bisa diterima oleh negara-negara ASEAN. Hal ini terjadi karena munculnya pesaing-pesaing baru bagi Singapura dalam hal menarik investasi-investasi asing langsung untuk masuk ke negaranya. Di antara negara baru yang menjadi saingannya adalah China yang berupaya menjadi penerima investasi asing terbesar di Asia, dan Vietnam yang berupaya menekan dari bawah posisi Singapura sebagai negara penerima investasi asing. Sehingga, untuk menjaga posisi Singapura agar tetap menjadi tempat yang paling menarik untuk investasi asing, adalah mengupayakan mengupayakan agar ASEAN menjadi terintegrasi sebagai pusat penerima investasi asing. Cara ini akan mengurangi sedikit beban persaingan antara Singapura dengan China dan membuat Singapura bisa lebih berkonsentrasi pada pasar upaya penetapan posisinya sebagai pemimpin persaingan di ASEAN. Integrasi ekonomi juga akan membuka pasar yang lebih besar bagi hasil-hasil produksi Singapura sekaligus memperkuat posisi Singapura sebagai pusat dari segala aktivitas perekonomian di Asia Tenggara. Meski tampaknya integrasi ekonomi justru lebih sulit diperundingkan, namun demikian ini lebih memungkinkan untuk diusulkan oleh Singapura mengingat tema kerja sama yang dimasukkan dalam usulan tersebut adalah beragam. Sehingga kesempatan untuk memperoleh persetujuan pada saat usulan tersebut diusulkan lebih tinggi dari pada jika hal tersebut diusulkan sebagai tema-tema tunggal secara terpisah pada pertemuan-pertemuan ASEAN yang berbeda. Hal semacam ini pernah diungkapkan oleh Gilberto Sarfati dalam suatu kajian mengenai proses negosiasi multilateral, yaitu bahwa suatu negosiasi yang multi tematik lebih untuk

19 106 mendapatkan persetujuan dari pada tema-teman tunggal. 190 Apalagi dalam hal ini, isi dari tujuan integrasi ekonomi ASEAN yang disebutkan adalah sebagai cara untuk membentuk sebuah kawasan pasar tunggal dan basis produksi tunggal, kawasan yang ekonominya sangat kompetitif, kawasan yang pembangunan ekonominya merata, sebuah kawasan yang terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi global (lihat kembali sub-bab 1.1). Tema atau sektor jasa transportasi udara termasuk dalam sebelas tema atau sektor lain yang diusulkan dalam usulan integraasi ekonomi ASEAN. Sehingga ketika usulan yang dikemas dengan paket yang menarik tersebut, tidak memberi banyak kesempatan untuk memisahkan tema-tema tersebut ke isu-isu yang berbeda. Penolakan terhadap usulan integrasi ekonomi tampaknya lebih sulit karena AFTA sudah berjalan di ASEAN, apalagi ASEAN juga sudah menandatangi perjanjian Free Trade dengan China. Dengan diterimanya usulan untuk membentuk ASEAN Economic Community pada tahun 2015 dari Pemerintah Singapura oleh ASEAN pada tahun 2003, maka otomatis jalan menuju pembentukan pasar tunggal penerbangan atau open sky lebih mudah. Dalam pandangan neoliberal institutionalism, institusi internasional dianggap sebagai solusi atas problem yang timbul antar negara. Grieco dan Ikenberry menuliskan;..in a world of self-interested states, cooperation can provide benefits that leave all states better off, but social dilemmas stand in the way and encourage cheating. The key focus of neoliberal institutional theory is the way in which institutions provide information to states and reduce the incentives for cheating. Neoliberal theory sees institutions as agreements or contracts between actors that reduce uncertainty, lower transaction costs, and solve collective-action problems. 191 Dengan demikian kerja sama liberalisasi penuh transportasi udara dengan membentuk open sky tetap dianggap penting oleh Singapura sebagai cara untuk mengatasi 190 Gilberto Sarfati, The Third Chessboard: How Multinational Companies Influence Multilateral Negotiation Process. ISA Annual Convention 2008 San Fransisco, CA March International Relations Department, FAAP, Brazil. 191 Ibid, hlm. 116.

20 107 hambatan negosiasi yang dihadapi oleh anggota-anggota ASEAN, dan untuk mengikat komitmen negara-negara ASEAN kedalam perilaku yang menerima liberalisasi penuh atas pasar penerbangan di negaranya masing-masing. Masih menurut Grieco dan Ikenberry; International institutions can also socializes states by influencing the ways in which states think about their interests. States might initially agree to operate in an international institution because of the manipulation of incentives by the hegemon, but after a while, through a complex process of socialization, the rules and values of the institution may come to be embraced by the state as right and proper. 192 Dengan demikian, pembentukan integrasi ekonomi ini ketika pertama kali diusulkan, seakan memberikan potensi absolute gain, dimana semua negara yang terlibat didalamnya akan menikmati keuntungan yang sama dan pertumbuhan ekonomi yang merata. Negara-negara yang pada awalnya tergiur masuk dalam integrasi ekonomi dengan alasan agar bisa ikut serta menikmati keuntungan yang sama dan pertumbuhan ekonomi yang merata ini, pada akhirnya menerima aturan main dan nilai-nilai yang ditetapkan oleh open sky sebagai sebuah institusi internasional, serta menganggap bahwa semua hal tersebut adalah memang wajar untuk diterima dan dihormati. Untuk mencapai suatu integrasi dibutuhkan penetapan tahapan-tahap waktu yang akan dicapai untuk menentukan pencapaian tingkat perkembangan integrasi tersebut. Salah satunya adalah dengan membentuk Roadmap for Integration of Air Travel Services di tahun 2003 (RIATS). RIATS ini melakukan kajian segala potensi kerja sama sektor jasa transportasi udara dan menyiapkan kerangka kerja dan aturan-aturan main, mekanisme penyelesaian sengketa, dan termasuk juga batas-batas waktu yang akan dicapai dari integrasi transportasi udara di ASEAN menuju sebuah pasar 192 Ibid, hlm. 119.

21 108 tunggal. Pada kenyataannya bahwa ketika RIATS dibentuk, maka negara-negara ASEAN mulai lebih lunak untuk menerima keterbukaan pasar transportasi udara di ASEAN, meskipun perjanjian open sky di ASEAN sendiri baru ditanda-tangani pada tahun 2009 (untuk jasa angkut kargo) dan tahun 2010 (untuk jasa angkut penumpang) dan bersifat mengikat. Berdasarkan keseluruhan uraian analisa pada Bab IV ini, terlihat bahwa tercapainya pembentukan pasar tunggal penerbangan di ASEAN menjadi tonggak pencapaian kepentingan nasional Singapura untuk menjadi pusat perekonomian di kawasan Asia Tenggara pada sektor transportasi udara. Namun demikian pada akhirnya, anggotaanggota ASEAN perlu untuk mempertimbangkan kembali, apakah integrasi ekonomi dengan cara open sky benar-benar telah mengintegrasikan perekonomian antara berbagai daerah di negaranya masing-masing. Pada kenyataannya integrasi transportasi udara ASEAN hanya mengintegrasikan perekonomian dari ibukotaibukota dan kota-kota sekunder yang ada di negara-negara ASEAN secara langsung dengan Singapura (lihat kembali sub-bab 4.3), sehingga hal ini lebih menguntungkan Singapura. Padahal kerja sama transportasi udara masih dapat dilakukan secara bilateral. Open sky tidak mendorong integrasi ekonomi secara langsung antara kota-kota yang ada di dalam negeri suatu negara anggota ASEAN, terutama antara kota-kota yang sudah maju dengan kota-kota yang masih tertinggal perkembangan ekonominya, misalnya menghubungkan antara kota Fak-fak dengan dengan Medan secara langsung. ASEAN memang tidak membuka akses kepada cabotage atau rute-rute penerbangan dalam negeri dalam perjanjian open sky di ASEAN demi melindungi industri transportasi udara dalam negeri di masing-masing negara dan untuk memastikan bahwa rute-rute ke daerah-daerah terpencil tetap terlayani. Selain itu bila akses cabotage turut dibuka untuk open sky, dapat dipastikan bahwa dengan persaingan antar maskapai yang makin ketat, maka maskapai-maskapai penerbangan hanya akan melayani rute-rute yang benar-benar menguntungkan agar biaya operasionalnya dapat tertutupi. Hal ini akan menyulitkan negara-negara yang

22 109 berupaya untuk mendorong percepatan dan pemerataan pembangunan ekonomi diberbagai wilayah di negaranya. Integrasi pasar transportasi udara domestik di ASEAN sesungguhnya terjadi bukan melalui open sky, tetapi melalui kebijakan deregulasi bisnis layanan transportasi udara oleh masing-masing negara (lihat kembali sub-bab 2.4.2). Deregulasi ini memberi kesempatan bagi berdirinya maskapai-maskapai baru, baik oleh pihak swasta maupun oleh anak usaha dari maskapai nasional milik pemerintah, untuk bersaing secara langsung dengan maskapai nasional milik pemerintah yang sudah ada. Dengan kebijakan deregulasi ini, maka kemunculan maskapai-maskapai baru yang melayani rute-rute penerbangan domestik di masing-masing negara, membuat tarif tiket perjalanan yang ditawarkan juga bersaing. Ditambah lagi, maskapaimaskapai yang baru didirikan tersebut tidak hanya berupa maskapai penerbangan kecil, tetapi juga low cost carrier, sehingga persaingan tarif penerbangan domestik menjadi lebih kompetitif. Sebagai dampaknya, masyarakat dari berbagai wilayah di masing-masing negara, mempunyai pilihan transportasi yang lebih banyak dan tarif yang lebih terjangkau, untuk dapat melakukan perjalanan menuju daerah atau kotakota lain di negaranya masing-masing. Dengan semakin mudahnya mobilitas penduduk antar kota dan antara daerah dalam suatu negara, maka akan mendorong pemerataan pembangunan ekonomi di berbagai wilayah di masing-masing negara. Manfaat semacam ini tidak terjadi dalam open sky yang diusulkan oleh Singapura.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya BAB V KESIMPULAN Fenomena ASEAN Open Sky menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari oleh Pemerintah Indonesia. sebagai negara yang mendukung adanya iklim perdagangan bebas dunia, Indonesia harus mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang penelitian Industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung relatif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC)

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia usaha penerbangan saat ini telah berkembang pesat dengan berbagai perubahan strategi bagi operator dalam menggunakan berbagai model penerbangan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aspek perekonomian, jasa angkutan yang cukup serta memadai sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Tanpa adanya transportasi sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian signifikan merupakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi industri transportasi dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masroulina, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masroulina, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kontribusi sektor pariwisata pada Pendapatan Domestik Bruto dunia sebesar 9,5 % (World Travel and Tourism Council, 2014:1). Pariwisata merupakan bentuk nyata

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MAINTENANCE REPAIR AND OVERHOUL INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 20 April 2016

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MAINTENANCE REPAIR AND OVERHOUL INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 20 April 2016 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MAINTENANCE REPAIR AND OVERHOUL INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 20 April 2016 Yang terhormat. : Saudara Menteri Perhubungan, atau yang mewakili;

Lebih terperinci

PEMASARAN INTERNASIONAL

PEMASARAN INTERNASIONAL PENGANTAR PEMASARAN PEMASARAN INTERNASIONAL Suwandi PROGRAM STUDI MANAGEMENT RESORT & LEISURE UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG PEMASARAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi perdagangan dunia 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA By: DR SUTRISNO IWANTONO Board Member of Indonesian Hotel and Restaurant Association Dialogue

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000.

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan pasca peristiwa reformasi pada tahun 1998 ikut memicu perkembangan industri jasa transportasi udara nasional yang sempat terpuruk diterpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya bidang teknologi dan perubahan pola kehidupan manusia yang semakin cepat membuat begitu banyak aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

UKDW. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang

UKDW. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang sangat pesat, terutama pada jasa penerbangan yang setiap tahun selalu meningkat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perkembangan suatu kota dapat diukur oleh semakin banyaknya sarana dan prasarana penunjang perkembangan kota, (Tamin, 2000). Salah satu laju perkembangan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak perusahaan yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal ini seakan menuntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN KERJA SAMA LIBERALISASI, INDUSTRI, DAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI UDARA DI ASEAN

BAB II PERKEMBANGAN KERJA SAMA LIBERALISASI, INDUSTRI, DAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI UDARA DI ASEAN BAB II PERKEMBANGAN KERJA SAMA LIBERALISASI, INDUSTRI, DAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI UDARA DI ASEAN Selama lebih dari satu dekade terakhir, industri jasa transportasi udara di ASEAN telah mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang sangat pesat, terutama pada jasa penerbangan yang setiap tahun selalu meningkat secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Prinsip perluasan Uni Eropa adalah semua anggota harus memenuhi ketentuan yang dimiliki oleh Uni Eropa saat ini, antara lain menyangkut isu politik (kecuali bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi pada masa sekarang sangat cepat. Teknologi Informasi adalah salah satu alat yang digunakan para manajer untuk mengatasi perubahan

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA Oleh: Suska dan Yuventus Effendi Calon Fungsional Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Pertumbuhan pariwisata yang cukup menggembirakan

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama hampir dua dekade terakhir industri transportasi udara diramaikan oleh banyaknya aktivitas kerja sama jasa transportasi udara yang dilakukan oleh negara-negara.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai BAB I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai maskapai Low Cost Carrier (LCC) dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya.

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini CAPAIAN MEA 2015 Barang Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini Tariff 0% untuk hampir semua produk kecuali MINOL, Beras dan Gula ROO / NTMs Trade & Customs Law/Rule National Trade Repository (NTR)/ATR Fokus

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MRO INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 12 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MRO INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 12 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MRO INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 12 Mei 2015 Yang terhormat. : Saudara Menteri Perhubungan, atau yang mewakili; Jajaran Pengurus Indonesian Aircraft

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi perpindahan barang dan orang terbesar di

Lebih terperinci

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT (RDR) LAOS. Komitmen Jadwal Spesifik. (Untuk Paket Komitmen Pertama)

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT (RDR) LAOS. Komitmen Jadwal Spesifik. (Untuk Paket Komitmen Pertama) PERSETUJUAN ASEAN-KOREA MENGENAI PERDAGANGAN JASA LAMPIRAN/SC1 REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT (RDR) LAOS Komitmen Jadwal Spesifik (Untuk Paket Komitmen Pertama) pkumham.go 1 LAOS- Jadwal Komitmen Spesifik Moda

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan untuk masuk berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan untuk masuk berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan di industri penerbangan Indonesia semakin meningkat, ditunjukkan dengan semakin banyak pemain maskapai penerbangan yang masuk ke pasar Indonesia,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 480 TAHUN 2012 TENTANG ROADMAP HUBUNGAN UDARA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 480 TAHUN 2012 TENTANG ROADMAP HUBUNGAN UDARA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 480 TAHUN 2012 TENTANG ROADMAP HUBUNGAN UDARA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1 Pernyataan tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini industri jasa di Indonesia menunjukan perkembangan yang sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan dari pemberian ijin oleh pemerintah untuk memberikan Kredit

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan dari pemberian ijin oleh pemerintah untuk memberikan Kredit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi pada tahun 2008 yang terjadi di Amerika Serikat, yang diakibatkan dari pemberian ijin oleh pemerintah untuk memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008 BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Jl. BungaAsoka Gg. AndalasNo. 1 AsamKumbang, Medan Cellphone : 0813 62260213, 77729765 E-mail

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlipatnya pertumbuhan maskapai penerbangan yang berkembang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. berlipatnya pertumbuhan maskapai penerbangan yang berkembang sangat cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mobilitas masyarakat dewasa ini meningkat pesat. Hal ini dapat dilihat dari berlipatnya pertumbuhan maskapai penerbangan yang berkembang sangat cepat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan ekonomi serta perkembangan kebudayaan telah menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. Untuk memenuhi tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan merupakan salah satu unsur penting dalam menggerakan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi semua perusahaan yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ana Fajriasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ana Fajriasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan akan transportasi dalam suatu wilayah merupakan kebutuhan akan akses untuk menuju fungsi-fungsi pelayanan kota di lokasi berbeda yang ditentukan oleh masyarakat

Lebih terperinci

Rantai Pasokan Global (Global Supply Chains)

Rantai Pasokan Global (Global Supply Chains) Rantai Pasokan Global (Global Supply Chains) McGraw-Hill/Irwin Copyright 2013 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Gambaran rantai pasokan global Kondisi Ekonomi global sebagai alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengolahan data dapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut:

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengolahan data dapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut: BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengolahan data dapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dapat diketahui faktor eksternal dan faktor internal

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

STUDI KINERJA INDUSTRI PARIWISATA Pertumbuhan Wisatawan, Perhotelan, Perjalanan Wisata, dan Transportasi

STUDI KINERJA INDUSTRI PARIWISATA Pertumbuhan Wisatawan, Perhotelan, Perjalanan Wisata, dan Transportasi LAPORAN INDUSTRI Juli 2013 STUDI KINERJA INDUSTRI PARIWISATA Pertumbuhan Wisatawan, Perhotelan, Perjalanan Wisata, dan Transportasi DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.... 1.1 Kata Pengantar. 1 2 IV. PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jasa transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang memegang

BAB I PENDAHULUAN. Jasa transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jasa transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang memegang peranan penting dalam perekonomian terutama kebutuhan mobilisasi manusia dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah realisasi atas tujuan akhir dari integrasi ekonomi sebagaimana telah disertakan dalam visi 2020 yang berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penerbangan di Indonesia berkembang dengan cepat setelah adanya deregulasi mengenai pasar domestik melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang UKDW

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi semua perusahaan yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan.

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi sangatlah lengkap, mulai dari transportasi darat, laut hingga

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi sangatlah lengkap, mulai dari transportasi darat, laut hingga A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki daya tarik wisata yang sangat besar bagi wisatawan baik domestik ataupun mancanegara. Jutawaan wisatawan datang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 %

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 % BAB V KESIMPULAN Perkembangan pariwisata ASEAN sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan, peningkatan tersebut didorong dengan meningkatnya jumlah wisatawan baik wisatawan dari negara anggota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai belahan dunia. Pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari peran industri

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai belahan dunia. Pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari peran industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan ekonomi di berbagai belahan dunia. Pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari peran industri pariwisata dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara merupakan suatu pilihan yang tidak dapat dielakkan, Indonesia adalah negara yang terdiri atas

Lebih terperinci