A. PENDAHULUAN. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. PENDAHULUAN. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi"

Transkripsi

1 A. PENDAHULUAN Berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan No.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional dan Undang-Undang Transportasi Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia , serta draft Sistranas dan Tatranas. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan. Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), penetapan lokasi, rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden tanggal 20 Mei 2011, dengan skenario pembangunan ekonomi ke depan berdasarkan komoditas unggulan pada 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia yaitu 1) Koridor Ekonomi Sumatera, 2) Jawa, 3) Bali dan Nusa Tenggara, 4) Kalimantan, 5) Sulawesi, dan 6) Papua dan Kepulauan Maluku. Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, mengingat potensi Pulau Sulawesi yang besar dengan keunggulan kompetitif pada sektor perkebunan, perikanan laut, tanaman pangan, serta pertambangan. Selain itu, terdapat potensi lain pada wilayah Sulawesi yakni eco-cultural tourism yang memiliki keunggulan komparatif yang juga membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang handal. Pembangunan pelabuhan di Koridor ekonomi Sulawesi tentunya perlu diselaraskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan untuk mempercepat pelaksanaannya dibutuhkan upaya dan strategi yang sistematis dan komprehensif. Pembangunan koridor ekonomi Sulawesi harus sinkron dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan yang sudah disusun. Melakukan analisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas dalam mendukung Percepatan Pengembangan Ekonomi di koridor Sulawesi dalam MP3EI serta bertujuan tersusunnya konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Sulawesi untuk jangka pendek, menengah dan panjang. 1

2 Kegiatan studi ini meliputi; i). Inventarisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan pembentukan koridor ekonomi Sulawesi, potensi ekonomi dan hinterland, rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) dan rencana induk pelabuhan (RIP), dan analisis pengembangan potensi-potensi dan bangkitan transportasi koridor ekonomi Sulawesi; ii). Analisis aksesibilitas transportasi laut, kebutuhan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan wilayah koridor ekonomi Sulawesi, tahapan dan rekomendasi pengembangan pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Sulawesi. B. KAJIAN TEORITIS DAN KONSEP 1. Transportasi Laut dan Perekonomian Globalisasi internasional yang terjadi saat ini adalah era perdagangan bebas, mempengaruhi sistem dan distribusi logistik, mobilitas modal, dan persaingan semakin tinggi menuntut efisiensi. Efisiensi dalam sistem distribusi dan logistik dapat dicapai melalui pengembangan teknologi dan penerapan sistem transportasi terpadu. Indikasi kombinasi regional jaringan transportasi laut dunia diperlihatkan pada Gambar 1. Container Land- Bridges Amsterdam Newyork Havana Seoul Korea Hongkong RW-Services Singapura RC & Transhipmet Gambar 1. Indikasi Kombinasi Regional Jaringan Transportasi Laut Dunia (Linde, dalam Jinca, 2008) Kemajuan teknologi transportasi mengikuti perkembangan ekonomi dan perdagangan, begitu pula sebaliknya. Transportasi mempunyai peran 2

3 memperluas daerah cakupan distribusi barang atau jasa, mendukung distribusi logistik industri yang efisien dan spesialisasi kegiatan produksi, sehingga menciptakan konsentrasi aktivitas produksi di suatu tempat, dan dapat menimbulkan "Economics of Scale dan Aglomeration Economics" dalam sistem logistik. (a) Unitized, Petikemas, Curah Kering, Cair, Perdagangan, Investasi dan Produksi, Pertumbuhan Ekonomi (A) CARGO/ MUATAN (B) KAPAL (a) Ekonomi-Bisnis Pelayaran Industri, Teknologi dan Spesialisasi (c) Akses Laut dan Darat, Kapasitas dan Pelayanan, Efisiensi dan Efektifitas, Spesialisasi Terminal Hub Port (C) PELABUHAN TRANSPORTASI LAUT Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai potensi wilayah yang tersebar dari hinterland, dihubungkan oleh jaringan transportasi jalan ke pelabuhan, sistem transportasi laut (kepelabuhanan, pelayaran/perkapalan dan potensi pergerakan barang) sebagaimana tampak pada Gambar 2.3, mempunyai fungsi sangat penting. Pelabuhan sebagai titik-titik simpul jasa distribusi melalui laut dan sebagai pusat kegiatan transportasi laut, menyediakan ruang untuk industri dan menunjang pembangunan masa depan. 2. Peran Dan Fungsi Pelabuhan Gambar 2. Sistem Transportasi Laut Pelabuhan adalah suatu kawasan yang mempunyai infrastruktur (sarana dan prasarana) dalam menunjang kegiatan operasional. Infrastruktur tersebut merupakan fasilitas yang harus ada pada suatu pelabuhan untuk mendukung operasional atau usaha pelabuhan. Infrastruktur atau fasilitas pelabuhan terdiri atas fasilitas pokok (sarana) dan fasilitas penunjang (prasarana). Pembagian Pelabuhan berperan dan berfungsi sangat penting dalam perdagangan dan pembangunan regional, nasional dan internasional, yaitu sebagai pintu gerbang keluar-masuk barang dan penumpang ke dan dari suatu daerah, di 3

4 mana pelabuhan tersebut berada. Peranan dan fungsi pelabuhan meliputi berbagai aspek yaitu: a. Ketersediaan prasana dan sarana pelabuhan melayani kegiatan B/M barang dan kunjungan kapal, berkaitan dengan daerah belakang yang dihubungkan oleh transportasi darat, investasi, teknologi, manajemen, dan kualitas pelayanan. b. Keterkaitan pelabuhan di pulau yang satu dengan pelabuhan di pulau lain (nasional dan internasional), dan pelabuhan sekitarnya, sebagai asal dan tujuan pergerakan barang. c. Keterkaitan suatu pelabuhan dengan aspek-aspek yang berdampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari pengembangan pelabuhan terhadap daerah sekitarnya. 3. Tatanan dan Infrastruktur Pelabuhan Menurut UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, Bab VII bagian Kepelabuhanan, menjelaskan tentang tatanan kepelabuhan nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah berwawasan nusatanra. Tatanan kepelabuhanan nasional merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah serta kondisi alam. Tatanan kepelabuhanan nasional memuat peran, fungsi, jenis, hirarki pelabuhan, rencana induk pelabuhan nasional dan lokasi pelabuhan. Defenisi yang tercantum dalam PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, menjelaskan bahwa: Pertama, pelabuhan utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Kedua, pelabuhan pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyebe-rangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Dermaga merupakan salah satu fasilitas pokok pelabuhan serta gudang dan lapangan penumpukan merupakan komponen dari fasilitas penunjang (prasarana). 4. Kinerja Fasilitas Pelabuhan Secara operasional, pihak pengusaha pelabuhan menyediakan prasarana untuk mendukung kelancaran kapal dan arus barang dalam sistem transportasi. Penyediaan fasilitas pelabuhan yang berlebihan akan 4

5 menguntungkan pemakai jasa transportasi, tetapi di lain pihak memberatkan pengusaha pelabuhan. Penyediaan fasilitas yang minim cenderung menguntungkan pihak pengusaha pelabuhan, tetapi merugikan pemakai jasa transportasi. Hal ini mengakibatkan terhambatnya kelacaran arus barang dan kapal, berdampak terhadap kegiatan ekonomi lainnya, sehingga dapat merugikan masyarakat pada umumnya. Pemecahan masalah ini, tentu terdapat titik temu antara kepentingan penyedia prasarana transportasi dan pengusaha transportasi. Titik temu dapat dilakukan dengan meminimumkan total biaya yang timbul terhadap penyedia prasarana transportasi dan pengusaha kapal. Untuk mengetahui tingkat pelayanan yang diberikan pihak pengusaha pelabuhan, terhadap pemakai jasa pelabuhan, maka diperlukan suatu penilaian indikator kinerja sebagai berikut: a) Jumlah waktu putar kapal (total ship turn around time/tstat), yaitu jumlah waktu yang diperlukan antara kedatangan kapal sampai dengan keberangkatan. b) Produktivitas kapal (ship s productivity/sp) yaitu jumlah ton barang atau rata-rata barang tiap jam yang dapat diselesaikan pada saat bongkar-muat barang. c) Tambatan sebagai obyek dapat dibagi dalam: (1). Berth occupancy rate (BOR) yaitu peresentase penggunaan tambatan oleh kapal (2). Berth troughput yaitu jumlah ton jenis barang yang dibongkar/muat pada tiap tambatan. (3). Gudang sebagai obyek, dapat dibagi dalam: (a) Storage occupancy rate (SOR) yaitu persentase jumlah ton barang dalam gudang terhadap kapasitas (ton) gudang. (b) Storage capacity (SC) yaitu daya muat dihitung dalam ton barang untuk gudang tertutup/terbuka dan lapangan penumpukan. (4). Tenaga kerja sebagai obyek, dibagi dalam: (a) jumlah ton barang/gang yang dapat dibongkar/muat, (b) jumlah ton barang tiap gang per jam, (c) jumlah ton barang tiap jam-orang (man hour), (d) biaya tenaga kerja untuk melaksanakan bongkar muat tiap ton barang. Kebijaksanaan peningkatan kapasitas dermaga pada sistem transportasi bertujuan mencegah terjadinya kongesti kapal di pelabuhan. Analisis kebijakan dalam rangka peningkatan kapasitas dermaga dipertimbangkan sebagaimana tampak dalam Gambar 3. 5

6 Memperbaiki atau meningkatkan kapasitas dermaga Studi Pengembangan Demand volume arus barang Demand kunjungan kapal Supply jasa dan fasilitas pelabuhan Performance pelabuhan Pertahankan performance pelabuhan Tujuan pelabuhan sudah tercapai? Produktivitas pelabuhan sudah mencapai maks? Kebijakan I perbaiki atau tingkatkan produktivitas pelabuhan Ok Kebijakan II penambahan fasilitas dermaga Gambar 3. Alternatif Kebijakan Peningkatan Kapasitas Dermaga Faktor pengaruh terhadap alternatif kebijaksanaan I adalah sebagai berikut: Kebijaksanaan I = f (X1, X2, X3, X4, X5) di mana, X1 = Jumlah hari kerja per tahun X2 = Produktivitas kerja per gang X3 = Jumlah jam kerja per hari di pelabuhan X4 = Penggunaan jumlah gang untuk bekerja per kapal X5 = Tingkat pemakaian dermaga Pelaksanaan kebijakan II, tergantung pada jumlah unit tambatan yang tersedia, tingkat pemanfaatan dermaga dan ditempuh jika nilai biaya tunggu 6

7 kapal dipelabuhan sudah lebih besar dari biaya pembangunan satu unit tambatan. Selama kapal berada pada sistem di pelabuhan, baik pada waktu tunggu, maupun waktu kapal melakukan kegiatan bongkar muat, akan terjadi biaya pada kapal yang besarnya terdiri dari; i) biaya investasi dan biaya bunga modal; ii) Biaya operasi kapal, iii) dan biaya-biaya yang harus dibayarkan kepengusaha pelabuhan meliputi, biaya jasa labuh, pandu, tunda dan sebagainya. Fasilitas Pelabuhan Pada bagian ketiga Rencana Induk Pelabuhan Nasional pasal 22 sampai dengan pasal24 (PP. RI. No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan), dijelaskan bahwa dalam penyusunan RIP- Laut, Sungai dan Danau meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan Fasilitas Pokok dan Fasilitas Penunjang baik untuk peruntukan wilayah daratan maupun wilayah perairan. Fasilitas pokok yang dimaksud untuk wilayah daratan meliputi; Dermaga, Gudang lini 1, Lapangan penumpukan lini 1, Terminal penumpang, Terminal peti kemas, Terminal ro-ro, Fasilitas penampungan dan pengolahan limbah, Fasilitas bunker, Fasilitas pemadam kebakaran, Fasilitas gudang untuk bahan/barang berbahaya dan beracun, Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP). Fasilitas penunjang untuk wilayah darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi; Kawasan perkantoran, Fasilitas pos dan telekomunikasi, Fasilitas pariwisata dan perhotelan, Instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, Jaringan jalan dan rel kereta api, Jaringan air limbah, drainase dan sampah, Areal pengembangan pelabuhan, Tempat tunggu kendaraan bermotor, Kawasan perdagangan, Kawasan industri dan Fasilitas umum lainnya. Fasilitas pokok peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam pasal 23 meliputi: Alur pelayaran, Perairan tempat labuh, Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, Perairan tempat alih muat kapal, Perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun (B3), Perairan untuk kegiatan karantina, Perairan alur penghubung, Perairan pandu, Perairan untuk kapal pemerintah, Fasilitas penunjang peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang, Perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal, Perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), Perairan tempat kapal mati, Perairan untuk keperluan darurat,perairan untuk kegiatan kepariwisataan dan perhotelan. 5. Kerangka Konsep Penelitian Bertolak pada dokumen KAK tentang lingkup penelitian, maka disusun Alur Proses Penelitian sebagaimana pada gambar 4. 7

8 Strategi Pengembangan kapasitas dan fasilitas serta pengembangan (jangka pendek, menengah, dan panjang) Rekomendasi Studi Pengembangan I N P U T A N A L I S I S O U T P U T Tahap Inventarisasi Tahap Identifikasi Analisis Kapasitas dan Fasilitas Rumusan strategis Kesimpulan Rencana Pengembangan Sulawesi (RTRW/P) Potensi Ekonomi Hinterland Koridor Ekonomi Sulawesi Prediksi Demand dan Bangkitan Transportasi Regulasi Koridor Ekonomi Sulawesi (MP3EI) Kendala dan Peluang Pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi (Permintaan Transportasi Laut) (Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan) Akses Wilayah Transportasi KE Sulawesi: 1. Jaringan Pelayanan 2. Jaringan Prasarana Transportasi Rencana Induk pelabuhan Nasional (RIPN dan RIP Pelabuhan) dan Objek Studi Kinerja Pelabuhan di Koridor Ekonomi Sulawesi Optimasi dan Pengembangan Kegiatan Fasilitas Pelabuhan Gambar 4. Alur Proses Penelitian 8

9 Memperbaiki atau meningkatkan kapasitas Pelabuhan Studi Pengembangan Berdasarkan uraian dalam Tinjauan Pustaka dan Teori, dapatlah disususun konsep operasional proses penelitian dalam bentuk Kerangka Pikir sebagai berikut; Potensi Wilayah dan Bangkitan Transportasi (RTRW/P) + MP3EI Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Pelabuhan Objek Studi Permintaan Permintaan Kunjungan Kapal Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Pelabuuhan Objek Studi Performance Pelabuhan ok Pertahankan performans pelabuhan Ya Fungsi Pelabuhan tercapai? Tidak Produktivitas Pelabuhan Sudah Maks? Belum Kebijakan I Perbaiki atau tingkatkan produktivitas pelabuhan Kebijakan 2 Penambahan fasilitas dermaga Gambar 5. Kerangka Pikir Kajian Berdasarkan proses analisis tersebut dapat diketahui bagaimana kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas dalam mendukung percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia, sehingga dapat tersusun suatu konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Sulawesi untuk jangka pendek, menengah dan panjang. 9

10 Anggrek Studi Pengembangan C. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Proporsi dalam analisis masih dominan menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung pendekatan kuantitatif. Terutama pada analisis prediksi pertumbuhan permintaan transportasi, pendekatan normatif tentang kebutuhan fasilitas darat dan perairan pelabuhan. Berfokus pada pelabuhan utama di masing-masing wilayah Provinsi yaitu Sulawesi Utara (Pelabuhan Bitung dan Tahuna), Sulawesi Tengah (Pelabuhan Pantoloan), Gorontalo (Pelabuhan Gorontalo dan Anggrek), Sulawesi Tenggara (Pelabuhan Bungkutoko dan Bau- Bau), Sulawesi Barat (Pelabuhan Mamuju di Belang-belang), dan Sulawesi Selatan (Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Garongkong). Secara umum lokasi kegiatan diperlihatkan pada Gambar 6. Bitung dan Tahuna Belang-belang Pantoloan Gorontalo Bungkutoko Garongkong Bau-bau Makassar Gambar 2.9 Lokasi Umum Studi Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian 10

11 Analisa Data Konsep awal pendekatan yang digunakan adalah mengungkap fakta observasi lapangan, mengidentifikasi data primer dan sekunder dari dokumen yang ada dari instansi BPS, Sistem Informasi Manajemen Pelabuhan (Simopel). Dinas Perhubungan provinsi dan kabupaten, Dinas PU, RTRW provinsi, Kabupaten dan nasional yang relevan. Gambar 3.2 memperlihatkan faktor terkait dengan analisis. Secara prinsip, dimulai dengan deskripsi permintaan angkutan laut dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, memprediksi kecenderungan volume permintaan sampai tahun 2025, seperti rencana MP3EI koridor Sulawesi, RPJM, dan RPJP. Prediksi Trafik dan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan 1. Arus Barang Prediksi arus barang terdiri dari prediksi arus barang keluar yang merupakan potensi hinterland dan barang masuk yaitu barang konsumsi masyarakat hinterland. Prediksi barang keluar didasarkan pada pertumbuhan arus komoditi dominan sesuai arahan MP3EI Koridor Ekonomi Sulawesi untuk masing-masing propinsi yang berkisar antara 8% hingga 11%. Sedangkan prediksi arus barang masuk yang ditentukan olah jumlah penduduk dan PDRB digunakan analisis regresi. Dari analisis regresi beberapa pelabuhan diperoleh bahwa barang masuk dipengaruhi olah jumlah penduduk dan PDRB dengan pola sebagai berikut: Arus barang masuk Pelabuhan Makassar = (PDRB) (Penduduk) Arus barang masuk Pelabuhan Bitung = (PDRB) (Penduduk) Arus barang masuk Pelabuhan Pelabuhan Gorontalo= (PDRB) (Penduduk) Arus barang masuk Pelabuhan Pantoloan = (PDRB) (Penduduk) Arus barang masuk Pelabuhan Kendari/Pantoloan = (PDRB) (Penduduk) Untuk pelabuhan-pelabuhan lainnya hanya menggunakan asumsi pertumbuhan PDRB. 2. Arus Petikemas Prediksi arus petikemas didasarkan pada persentase arus barang yang dikemas dengan petikemas. Pada tahun 2030, presentase kemasan petikemas diprediksikan mencapai 70% hingga 80% dari total arus barang 3. Arus Kapal Prediksi arus kapal merupakan turunan dari prediksi arus barang dengan muatan rata-rata tiap kapal di tahun 2011 yang mengalami peningkatan sesuai pola pertumbuhan yang ada. Demikian pula GT kapal. 11

12 4. Kebutuhan Dermaga Non Petikemas Prediksi kebutuhan dermaga non petikemas dengan pendekatan kapasitas dermaga sebagai berikut: Kap D = N x N g x P x N h x N d x B x F Kap D = kapasitas dermaga dalam ton/tahun, N = jumlah unit dermaga N g = rata-rata jumlah gang per kapal P = produktivitas bongkar muat dalam ton/gang/jam N h = rata-rata jumlah jam kerja per hari N d = jumlah hari kerja per tahun B = tingkat pemanfaatan dermaga maksimum yang dapat ditolerir F = perbandingan antara waktu bongkar/muat dan waktu pelayanan. 5. Kebutuhan Luas Gudang Prediksi kebutuhan gudang dengan pendekatan sebagai berikut L = (f 1 x f 2 x T ts x d) / (m ts x D x 365) L = Luas gudang f 1 = Proporsi gross/nett dari luas gudang karena penggunaan areal untuk alat angkut ke gudang f 2 = Bulking factor T ts = Factor hambatan pada saat barang masuk gudang d = Waktu barang mengendap di gudang (dwell time) D = Daya dukung lantai D. LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Sosio-Ekonomi Pulau Sulawesi Pulau Sulawesi merupakan wilayah strategis bagi pola pergerakan dan perdagangan antar pulau di wilayah Indonesia dan antar negara meliputi wilayah Asean seperti Brunai, negara bagian Malaysia (Serawak), dan Philipina. Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah ,09 km 2 yang terbagi 6 wilayah Provinsi. Kondisi topografi Sulawesi umumnya pegunungan (60,1%) dan berbukit (18,5%), memanjang mulai dari Sulawesi Utara ke arah selatan, timur dan tenggara. Jumlah penduduk di Pulau Sulawesi tahun 2010 sebanyak jiwa. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang paling besar jumlah penduduknya mencapai jiwa sedangkan yang terendah adalah Provinsi Gorontalo dengan jumlah penduduk mencapai jiwa. Begitu pula 12

13 (Pertumbuhan Ekonomi) Rerata Nasional (7,342) Pertumbuhan (%) Studi Pengembangan dengan kepadatan penduduk per km 2, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang paling padat sekitar 175 jiwa/km. Sedangkan Provinsi Sulawesi Tengah dengan kepadatan rendah yang hanya mencapai 39 jiwa/km. Dengan pertumbuhan rata-rata penduduk Pulau Sulawesi mencapai 1,96% per tahun. Indikator ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi memperlihatkan keadaan yang mengalami peningkatan tiap tahunnya. PDRB Pulau Sulawesi atas harga berlaku pada tahun 2010 sekitar Rp ,97 milyar rupiah. Pulau Sulawesi berdasarkan harga berlaku menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai ,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai ,07 milyar rupiah. Sedangkan untuk Nilai PDRB harga Konstan 2000 menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai ,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai ,72 milyar rupiah. 8 IV. Berkembang Cepat Tumbuh I. Cepat Maju dan Berkembang 6 4 (19,57) Sulbar (31) (21,28) Sultra (23) (22,13) Sulteng (21) (34,89) Gorontalo (29) (11,06) Sulut (8) (14,47) Sulsel (19) (39,15) Pabar (24) (7,66) Kalsel (20) (31,49) Maluku (27) (12,77) Kalbar (28) (9,36) Kalteng (26) (16,17) Malut (25) (11,06) Kaltim (3) Rerata Nasional 4.69% (Maju) (27,23) NTT (33) 2 (24,68) NTB (30) Catatan : (-) = Angka di Belakang Provinsi, % Kemiskinan (±) = Angka di Depan Provinsi, Indeks PDRB/Kapita (Milliar) -4 III. Relatif Tertinggal Gambar 7. Tingkat Kemampuan Berkembang Setiap Wilayah Provinsi di KTI menurut PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2. Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi (40,85) Papua (32) II. Maju Tapi Tertekan Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, serta Pertambangan Nikel Nasional. 13

14 Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pertanian pangan, kakao, perikanan dan nikel. Selain itu, kegiatan ekonomi utama minyak dan gas bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini. Gambar 8. Pola Pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi 3. Rencana Pengembangan Kepelabuhanan Pengembangan kepelabuhanan nasional yang tertuang dalam rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) memuat tentang pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang mengatur kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian dan pengembangan pelabuhan. Penetapan lokasi pelabuhan yang merupakan global hub di kawasan barat dan kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menjadi pintu gerbang laut bagi setiap kawasan yang berada dalam jangkuan masing-masing pelabuhan, sehingga diyakini menjadi penopang pengembangan perekonomian Indonesia yang tidak lagi menjadikan Pulau Jawa sebagai pusat pengembangan ekonomi utama. 14

15 Meningkatkan perekonomian yang kuat tidak lepas dari upaya percepatan konektivitas dan pendistibusian logistik yang cepat, efektif dan efisien dan tentunya akan membutuhkan dukungan dan peran pelabuhan sebagai lokasi bongkar muat logistik Gambar 9. Lokasi Pelabuhan Global Hub 4. Potensi Ekonomi dan Hinterland Pulau Sulawesi a. Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai lumbung beras dan penghasil terbesar tanaman pangan di kawasan timur Indonesia, dan memposisikan Sulsel sebagai produsen pangan yang cukup potensial. Produksi padi Sulsel adalah sebesar ton tahun 2006, tahun 2007 sebanyak ton dan tahun 2008 sebanyak ton, mengalami pertumbuhan rata-rata 4,84% per tahun. Produktifitas pertanian jenis tanaman padi di Provinsi Sulsel memperlihatkan bahwa kebutuhan beras dapat mencukupi kebutuhan penduduk Provinsi Sulsel dengan kebutuhan konsumsi sebasar ,40 ton beras. Kondisi ini memperlihatkan bahwa wilayah Provinsi Sulsel mengalami surplus sebesar ,60 ton beras. Potensi perikanan adalah udang, ikan tuna, cakalang, dan bawal, serta beberapa jenis perikanan lainnya, baik berupa perikanan tangkap maupun budidaya. Sedagnkan sektor peternakan di Sulsel termasuk provinsi surplus daging yang mencapai ton (Balitbang Perhubungan 2010). Pusat produksi ternak di Sulsel meliputi Kabupaten Bone yang mencapai 15,21%, Kabupaten Bulukumba 9,65%, Kabupaten Gowa, Maros, Barru sebesar 38,49%. Ternak unggas seperti ayam, itik dan telur ayam. Potensi kehutanan di daerah Sulsel terutama dimiliki oleh Kabupaten Luwu, Luwu Timur, luwu Utara, dan Palopo, dengan komoditas andalannya antara 15

16 lain kayu hitam, rotan dan damar. Sedangkan kegiatan perindutrian yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, baik sebagai pemasok maupun sebagai sentra distrbusi ke beberapa wilayah di KTI adalah industry semen (PT. Semen Tonasa dan PT. Semen Bosowa), gula pasir, tepun terigu, minyak goreng, garam beryodium, Pulp kertas, dan pupuk. b. Provinsi Sulawesi Tenggara Produksi beras pada tahun 2006 mencapai ton, tahun 2007 sebanyak ton dan tahun 2008 sebanyak ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 10,23% per tahun. Jika dilihat kebutuhan konsumsi pada tahun 2008 yang mencapai ,39 ton, maka produksi beras di wilayah ini adalah surflus sebanyak ,61 ton. Produksi tanaman perkebunan tahun 2005 yang tertinggi adalah tanaman coklat ton yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota. Kemudian diikuti tanaman jambu mete dengan produksi ton yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota. Komoditas andalan : ikan cakalang, ikan tuna, ikan teri, ikan layang, dan ikan kerapu yang banyak terdapat di Londano, Bungkinalo, Lakare, Runa, dan Lasolo. Daerah penghasil ikan terbesar adalah Kabupaten Kolaka dan Kendari. Produksi kayu (hutan) di Sultra antara lain kayu jati logs (bulat) 5.707,07 m3 dan 3.074,99 m3 (menurun); kayu jati gergajian 4.816,78 m3 dan 1.908,15 m3 (menurun); kayu rimba bulat m3 dan ,24 m3 (menurun), kayu rimba gergajian 5.502,12 m3 dan ,31 m3, serta hasil rotan 9.724,82 ton dan ,19 ton. Selain hasil rotan (non kayu), sebagian besar produksi hutan di Sultra menurun. Di sektor pertambangan dan galian, Sultra memiliki potensi yang cukup besar, khususnya nikel di daerah Pomala dan Kolaka, aspal di Buton, serta bahan lainnya, seperti chromit, pasir, batu koral, marmer, batu gamping, yang tersebar dalam jumlah yang cukup besar yang dikelola oleh PT. Antam Tambang (Pertambangan Nikel) terletak di Pomala Kabupaten Kolaka, PT. Sarana Karya (Pertambangan Aspal) terletak di Banabungi Kabupaten Buton dan PT. Bakrie Prima yang mengelola Pertambangan Marmer di Kecamatan Moramo Kabupaten Kendari. Sedangkan hasil tambang berupa minyak dan gas bumi disuplai dari Kalimantan Timur, Papua dan wilayah KBI c. Provinsi Sulawesi Barat Komoditas unggulan : padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar, durian, manggis, mangga, langsat, dan rambutan. Produksi padi pada tahun 2006 sebanyak ton, tahun 2007 sebanyak ton, dan tahun 2008 sebanyak ton atau mengalami pertumbuhan ratarata sebesar 3,16% per tahun. Komoditas perkebunan yang banyak dihasilkan adalah kakao, kopi, kelapa, cengkeh, kemiri, dan jambu mete. Luas areal 16

17 tanaman perkebunan rakyat secara keseluruhan sebesar ,12 Ha. Sebesar ,03 Ha. Komoditas hutan seperti rotan, pinus, damar, dan kayu. Luas kawasan hutan di daerah ini seluas Ha yang terdiri dari Ha hutan lindung, Ha hutan produksi, dan 900 Ha merupakan cagar alam. Adapun wilayah penghasil hasil-hasil hutan ada wilayah ini adalah Mamasa, Mamuju dan Polman. Sedangkan Potensi industri berbasiskan pada industri kecil yang menyebar di seluruh kabupaten seperti industri gerabah, meubel rotan, kerajinan kayu, meubel kayu, kapal rakyat, batu bara, ikan kering, minyak kelapa, tahu / tempe. d. Provinsi Sulawesi Tengah Jumlah produksi pada tahun 2006 sebanyak ton, tahun 2007 sebanyak ton dan tahun 2008 sebanyak ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,36% per tahun. Jika dilihat kebutuhan konsumsi beras tahun 2008 yang dapat mencapai sebesar ,70 ton, maka wilayah ini mengalami surflus sebesar ,30 ton. Untuk jenis komoditi jagung yang banyak dikembangkan oleh masyarakat, terutama pada wilayah Kabupaten Morowali, Parimo, Buol dan beberapa wilayah lainnya, sehingga produk tanaman jagung mengalami surplus. Untuk Sektor peternakan, Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah defisit 970 ton/th, yang mana populasi ternak terbesar untuk sapi di Kabupaten Banggai yang mencapai ekor atau 20,90%, menyusul Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, dan Morowali, sedangkan untuk ternak kerbau dijumpai terbanyak di Kabupaten Poso yang mencapai ekor atau 65,70%. Hasil produksi hutan di Sulteng meliputi kayu rimba, kayu hitam, dan kayu bakau. Sementara itu, produksi hasil hutan di Sulteng menurut jenisnya adalah kayu bulat m3; kayu gergajian m3; kayu hitam gergajian 109 m3; rotan ton; dan damar 582 ton. Sektor pertambangan, daerah Sulawesi Tengah memiliki berbagai bahan mineral seperti emas, nikel, bijih besi, mangan, mika skis, limestone, granit, marmer, kaolin, gypsum, dan batubara. Seluruh potensi tambang mineral tersebut tersebar di berbagai wilayah kabupaten. Sementara itu, cadangan (deposit) minyak bumi dan gas terdapat di Kabupaten Donggala dan Poso. e. Provinsi Gorontalo Dari seluruh luas lahan di Provinsi Gorontalo 1,02 juta Ha atau 83,74 % merupakan lahan pertanian, sementara potensi areal perkebunan ,81 Ha, yang tersebar di Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango sebesar ,51 Ha serta Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato sebesar ,30 Ha. Komoditas pertanian yang digalakkan di daerah Gorontalo adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Hasil produksi beras pada tahun 2006 mencapai ton, 17

18 tahun 2007 mencapai ton, dan tahun 2008 mencapai ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,28% per tahun. Sumber Daya Perikanan adalah : Budidaya Laut (Rumput Laut, Ikan dan Mutiara) ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan baru sebesar 2,09 %, Budidaya Air Payau (Udang Windu, Bandeng, Kepiting) ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 95,87 %, Budidaya Air Tawar ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 59,59 %. Potensi Non Logam, Logam Emas dan Tembaga adalah : ANDESIT, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bongalo, sumber daya : ton. GRANIT, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, sumber daya : ton. BATU GAMPING, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bongalo, sumber daya : ton. SIRTU, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : ton. LEMPUNG, lokasi : Kabupaten Gorontalo, sumber daya : ton. TOSEKI, lokasi : Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, sumber daya : ton. DASIT, lokasi : Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : ton. FELSPAR, lokasi : Kabupaten Gorontalo, sumber daya : ton. BASAL, lokasi : Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : ton. EMAS, lokasi : Motomboto / Tombulilato, Tapadaa, G. Pani / Marisa, sumber daya : kg. TEMBAGA, lokasi : Motomboto / Tombulilato, Tapadaa, sumber daya : kg. f. Provinsi Sulawesi Utara Hasil produksi pertanian pangan, yakni padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah, sayur - sayuran dan buah - buahan. Produksi padi yang telah dikonversi menjadi beras pada tahun 2006 mencapai ton, tahun 2007 mencapai ton, dan tahun 2008 mencapai ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,53% per tahun. Komoditi perkebunan yang dihasilkan berupa kelapa, kopi, cengkeh, pala. Produksi Hasil perkebunan tersebut diperdagangkan ke wilayah Pulau Jawa. Hasil perikanan laut : mencapai ,7 ton, terdiri dari ikan laut ton, binatang berkulit keras 220 ton, binatang berkulit lunak 731,2 ton, rumput laut 5.367,1 ton, dan binatang laut lain 39,7 ton. Hasil total produksi laut mencapai Rp ,00. Sumbangan terbesar berasal dari penangkapan ikan laut, yakni Rp ,00 dan dari rumput laut Rp ,00. Produksi perikanan darat : ikan dari perairan umum menghasilkan ton, ikan tambak 220,7 ton, ikan kolam 731,2 ton, ikan sawah 5.367,1 ton dan ikan dari keramba 39,7 ton. Nilai produksinya dari 18

19 perairan umum mencapai Rp ,00; hasil tambak Rp ,00; hasil kolam Rp ,00; hasil ikan sawah Rp ,00; dan hasil dari ikan keramba Rp ,00 Produksi kayu pertukangan di Sulut adalah kayu bulat sebanyak m3 dan kayu gergajian m3. Produksi hasil hutan meliputi rotan ton, kayu kemedang ton, kayu gaharu ton. Sedangkan potensi sektor pertambangan meliputi sumber daya mineral, seperti tembaga, bijih besi, nikel, emas, serta bahan galian batu kapur, kaolin, sangat potensial untuk dikembangkan secara optimal. Selain itu, di daerah Lahendong telah ditemukan panas bumi yang potensial untuk dikembangkan menjadi tenaga listrik dengan kekuatan ribuan megawatt. 5. Kondisi Jaringan Prasarana dan Pelayanan Transportasi a. Transportasi Jalan Secara umum pelabuhan yang tergolong sebagai pelabuhan utama atau pelabuhan pengumpul dapat diakses dengan jalan negara. Pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan dapat diakses dengan jalan provinsi atau jalan kabupaten. Panjang masing-masing kelas jalan pada tiap provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.22 Tabel 1. Panjang Jalan (km) Menurut Kewenangan di Sulawesi No. Provinsi Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Total 1 Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Jumlah (Km) Sumber: Statistik Transportasi Indonesia,2010 b. Transportasi Penyeberangan Transportasi penyeberangn sangat berperan di kawasan kepulauan di Sulawesi Utara (Kab Sangihe dan Kab Talaud), di Sulawesi Tengah (kab Banggai kepulauan) dan di Sulawesi Tenggara (Kab Muna, Buton, dan Kota baubau). Dari sembilan pelabuhan yang dikaji dalam penelitisn ini, Pelabuhan Bitung, Tahuna (Sulut) dan Pelabuhan Raha dan Baubau (Sultra) merupakan pelabuhan yang melayanai lintasan penyeberangan. Untuk pelabuhan tersebut, perlan lintasan pennyeberangan sangat penting. Pelayanan transportasi penyeberangan Pulau Sulawesi sebagaimana dilihat pada Tabel 2. 19

20 Tabel 2. Lokasi Pelabuhan Penyeberangan di Pulau Sulawesi No Lintas Penyeberangan Provinsi/Kab/Kota Fungsi 1 Bajoe-Kolaka Sulsel-Sultra Lintas Provinsi 2 Siwa-Lasusua Sulsel-Sultra Lintas Provinsi 3 Bira-Tondasi Sulsel-Sultra Lintas Provinsi 4 Pattumbukang- Sulsel-NTT Lintas Provinsi Labuan Bajo/Reo 5 Mamuju-Balikpapan Sulbar-Kaltim Lintas Provinsi 6 Taipa-Balikpapan Sulteng-Kaltim Lintas Provinsi 7 Pagimana-Gorontalo Sulteng-Gorontalo Lintas Provinsi 8 Bitung-Ternate Sulut-Maluku Utara Lintas Provinsi 9 Bira-Pamatata Bulukumba-Selayar (Sulsel) Lintas Kabupaten 10 Kendari-Langara Kendari (Sultra) Dalam Kab. 11 Torobulu-Tampo Kendari-Muna (Sultra) Lintas Kabupaten 12 Baubau-Waara Buton-Muna (Sultra) Lintas Kabupaten 13 Wawasangka- Muna (Sultra) Dalam Kab. Dongkala 14 Luwuk-Salakan Luwuk-Banggai (Sulteng) Lintas Kabupaten 15 Salakan-Banggai Banggai (Sulteng) Dalam Kab. 16 Bitung-Pananaru Bitung-Sangile (Sulut) Lintas Kabupaten 17 Bitung-Melonguane Bitung-Talaud (Sulut) Lintas Kabupaten 18 Bitung-Siau Bitung-Sangile (Sulut) Lintas Kabupaten 19 Bitung-P.Lembeh Bitung (Sulut) Dalam Kab. Sumber : Statistik Perhubungan setiap Provinsi Produksi lintas penyeberangan antar provinsi baik dalam wilayah maupun luar Pulau Sulawesi belum menunjukkan hasil menggembirakan, meskipun produksinya tetap ada. Salah satu faktor berpengaruh adalah adanya beberapa alternatif untuk memilih moda transportasi antar pulau dengan pelayanan yang sama, baik melalui pelabuhan penyeberangan atau menggunakan kapal Ro-Ro melalui pelabuhan laut. c. Transportasi Laut Transportasi laut dibutuhkan dalam pergerakan barang dan manusia dari dan ke pulau Sulawesi. Hal ini ditunjang dengan ketersediaan jaringan prasarana transportasi laut berupa pelabuhan. Jumlah pelabuhan yang dapat disinggahi oleh kapal di Pulau Sulawesi sebanyak 220 yang terdiri atas 146 pelabuhan 20

21 umum dan 74 pelabuhan khusus seperti pada Tabel Hal ini menunjukkan bahwa pulau Sulawesi sangat terbuka dan dapat diakses pada beberapa titik. Tabel 3. Jumlah Pelabuhan di Pulau Sulawesi Provinsi Pelabuhan Umum Khusus Total Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Total Sumber : Statistik Perhubungan setiap Provinsi (2010) Hingga tahun 2010 trayek PT. PELNI melayani trayek pulau-pulau yang ada di Sulawesi sebagaimana pada Tabel Trayek tersebut menghubungkan beberapa kota di Indonesia dengan kota di pulau Sulawesi dengan frekuensi 2 kali sebulan setiap trayek. Berdasarkan hal tersebut, setiap minggu beberapa kota di Pulau Sulawesi dikunjungi kapal PT. PELNI. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi yang ditunjukkan dengan mobilitas penduduk dan/atau barang dari dan ke Pulau Sulawesi ke beberapa kota di Indonesia cukup signifikan. Selain itu kondisi tersebut menunjukkan bahwa transportasi laut mempunyai peran cukup signifikan dalam pergerakan barang dan/atau manusia dari dan ke pulau Sulawesi. Tabel 4. Angkutan PT. PELNI yang Melayani Pulau Sulawesi Nama Kapal GT Kap. Penumpang (org) KM. Umsini KM. Tidar KM. Dobonsolo KM. Sinabung KM. Nggapulu KM. Tilong Kabila Sumber : PT. Pelni (2010) d. Transportasi Udara Pulau Sulawesi memiliki 22 Bandar Udara, baik yang dikelola oleh PT. Persero Angkasa Pura I, Pemerintah Pusat maupun Perusahaan Swasta yang bergerak dalam industri pertambangan ( KM 68 Tahun 2002) 21

22 Dari 22 bandar udara 2 di antaranya dikelola oleh PT Angkasa Pura I yaitu bandar udara Hasanuddin Makassar dan bandar udara Sam Ratulangi Manado, 17 Bandar udara di kelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, sedangkan 3 lainnya dikelola bandar udara khusus masing-masing PT. Aneka Tambang Pomala dan PT. Inco Soroako dan PT. Wakatobi Resort. Dari segi fungsi, bandar udara Sam Ratulangi Manado dan Hasanuddin Makassar termasuk Bandar udara Pusat penyebaran, sedangkan Bandar udara Jalaluddin Gorontalo, Mutiara Palu, Wolter Monginsidi Kendari, Bubung Luwuk termasuk Bandar udara bukan pusat penyebaran. Bandar udara yang termasuk kelas IV, V, dan satuan kerja pada umumnya melayani angkutan udara perintis, sehingga fungsinya masih dikategorikan bandar udara perintis. 6. Kondisi Pelayanan dan Fasilitas Pelabuhan Studi a. Pelabuhan Makassar Kondisi kedatangan dan keberangkatan penumpang di Pelabuhan Makassar dari tahun 2006 sampai 2011cenderung menurun. Untuk tahun 2006 kedatangan dan keberangkatan dalam dan luar negeri mencapai orang, namun pada tahun 2011 menurun mendekati angka orang. Arus traffic jenis petikemas yang melewati pelabuhan Makassar selama 13 tahun terakhir ( ) dibagi dua, yaitu Pelabuhan Makassar belum mengoperasikan Terminal Petikemas Makassar tahun dan masa TPM telah beroperasi tahun Sebelum TPM dioperasikan arus petikemas mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 10,50 % yaitu Teus tahun 1998 menjadi Teus pada tahun Setelah TPM dioperasikan jumlah petikemas berkurang jumlahnya yaitu 982 Teus pada tahun 2007 menjadi tahun 2010, dengan pertumbuhan rata-rata 53 %. Tabel 5. Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Makassar Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total Total Tahun Bongkar Muat (Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat (Ton) (Ton) Sumber: Pelindo IV,

23 Tabel 6. Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Makassar Uraian Sat uan Tahun Gen.Cargo T/M Bag Cargo T/M Curah Cair T/M Curah Kering T/M Petikemas T/M Lain-lain T/M Jumlah T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 Fasilitas umum pada pelabuhan Cabang Makassar yang terdiri atas pelabuhan Soekarno, Pelabuhan Hatta, Pelabuhan Paotere dan Pelabuhan TPM meliputi sisi perairan dan sisi daratannya Fasilitas tambat pada Pelabuhan Makassar untuk pangkalan Soekarno, Hatta dan Paotere memiliki ukuran luas sebesar 7.677,1 m/35.617,1 m 2 dan pada pangkalan TPM dengan memanfaatkan pangkalan Hatta seluas 850 m/50 m 2. Pangkalan yang memiliki luas fasilitas tambat yang terluas pada Pelabuhan Makassar adalah Pangkalan Hatta, yakni x 15 m/ m 2 yang dibangun pada tahun , kemudian Pangkalan Soekarno, yakni x 11 m / m 2. Fasilitas gudang pada pelabuhan Makassar sebanyak 7 unit yang kesemuanya berlokasi pada Pangkalan Soekarno. Fasilitas gudang TPM dimanfaatkan gudang pada salah satu gudang di Pangkalan Soekarno berupa gudang CFS. Luas total gudang pada Pelabuhan makassar adalah m 2 ditambah dengan gudang CFS sebesar m 2, jadi total luas gudang adalah m 2. Lapangan penumpukan pada pelabuhan Makassar sebanyak 21 area pada 3 (tiga) lokasi pangkalan. Pada pangkalan Soekarno, luas lapangan penumpukannya adalah ,78 m 2, Pangkalan Paotere dengan luas 7.962,13 m 2, dan untuk Pangkalan Hatta yang sekaligus dimanfaatkan sebagai lapangan penumpukan TPM dengan luas lapangan m 2 b. Pelabuhan Pantoloan Kondisi pelayanan pelabuhan untuk pengangkutan penumpang baik dalam dan luar negeri dari tahun 2006 sampai 2011 cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2007 terjadi penurunan penumpang dari tahun 2006 dan kemudian sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan menurun pada tahun 2009 dan 2010 dan akhirnya meningkat pada tahun

24 Tabel 7. Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Pantoloan Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total Total Tahun Bongkar Muat (Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat (Teus) (Teus) Sumber: Pelindo IV, 2012 Tabel 8. Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Pantoloan Uraian Satuan Tahun General Cargo T/M Bag Cargo T/M Curah Cair T/M Curah Kering T/M Petikemas T/M Lain-lain T/M JUMLAH T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 Fasilitas tambat pada Pelabuhan Pantoloan terbagi atas 2 lokasi berdasarkan lokasi kawasan dermaga dengan luas total sebesar 277 m 2. Luas dermaga I sebesar 13 x 150 m dan dermaga II dengan ukuran 45 x 18 x 55 x x 22 m. Pada tahun 2009 terjadi penambahan dermaga sebesar 30 x 22 m. Fasilitas pergudangan yang tersedia ada Pelabuhan Pantoloan sebanyak 5 unit bangunan dengan luas bangunan secara keseluruhan adalah m 2. Fasilitas pergudangan tersebut terdapat pada 2 (dua) kawasan pelabuhan, yaitu pada kawasan Pelabuhan Pantoloan dengan luas m 2 dan kawasan Pelabuhan Donggala dengan luas m 2. Lapangan penumpukan pada Pelabuhan Pantoloan memiliki luas keseluruhan m2 yang terdiri atas lapangan penumpukan kawasan Pelabuhan Pantoloan sebesar m 2 dan kawasan Pelabuhan Donggala sebesar m 2. c. Pelabuhan Bitung Kegiatan kedatangan dan keberangkatan apenumpang di Pelabuhan Bitung dari tahun ketahun cenderung berfluktuasi. Dari tahun 2006 sampai 2011 jumlah keberangkatan dan kedatangan yang terbesar adalah tahun 2010 dengan jumlah orang sedangkan yang paling sedikit tingkat kedatangan dan keberangkatannya terjadi pada tahun 2011 sebesar orang. 24

25 Arus Traffic petikemas yang melewati pelabuhan Bitung periode mengalami peningkatan. Dari Teus yang dibongkar muat tahun 1999 menjadi Teus tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 10,23 %. Untuk kegiatan bongkar dari 24,667 Teus tahun 1999 menjadi 84,479 Teus tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata, 10,28 %, sedang kegiatan muat dari 24,007 Teus tahun 1999 menjadi 81,819 Teus pada tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 10,17 %. Tabel 9. Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Bitung Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total Total Tahun Bongkar Muat (Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat (Teus) (Teus) Sumber: Pelindo IV, 2012 Tabel 10. Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Bitung Uraian Sat TAHUN uan General Cargo T/M Bag Cargo T/M Curah Cair T/M Curah Kering T/M Petikemas T/M Lain-lain T/M JUMLAH T/M Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Fasilitas tambat pada Pelabuhan Bitung berdasarkan jumlah dermaga yang ada, maka terdapat 11 lokasi tambat. Penggunaan atau kegiatan pertambatan kapal dilakukan berdasarkan pelayaran kapal yang meliputi pelayaran samudea, nusantara dan pelra. Ukuran tambat kapal secara total pada Pelabuhan Bitung adalah m 2. Fasilitas gudang Pelabuhan Bitung sebanyak 15 unit dengan luas total bangunan adalah ,45 m2 terdiri atas luas gudang di Manado seluas 6.154,45 m 2 dan Pelabuhan Bitung seluas m 2. Jumlah area lapangan penumpukan pada pelabuhan Bitung 25

26 sebanyak 9 area pada 2 (tiga) lokasi pangkalan. Pada pangkalan Bitung, luas lapangan penumpukannya adalah ,55 m 2 dan pangkalan TPB seluas m 2. d. Pelabuhan Gorontalo Kondisi aktifitas penumpang di Pelabuhan Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 jumlah penumpang yang naik (berangkat) tercatat orang dan yang turun (datang) orang. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2002 dimana jumlah penumpang yang naik (berangkat) tercatat orang dan yang turun (datang) orang. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2003 dan 2004 sedangkan pada tahun 2005 kembali mengalami peningkatan. Selain aktifitas penumpang, kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Gorontalo juga mengalami fluktuasi khususnya pada tahun 2008 mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun sebelumnya. Untuk rata-rata pertumbuhan 10 tahun terakhir untuk aktifitas bongkar mencapai angka 11,96% dan untuk aktifitas muat mencapai angka 10,29% Bongkar Muat Bongkar Muat Gambar 10. Fluktuasi jumlah kegiatan bongkat muat Barang di Pelabuhan Gorontalo 26

27 Tabel 11. Fasilitas di Pelabuhan Gorontalo No. Fasilitas Dermaga I 60 m x 11 m 60 m x 11 m 60 m x 11 m 2 Dermaga II 120 m X 10 m 120 m X 10 m 120 m X 10 m 3 Dermaga III - 39 m x 15 m 39 m x 15 m 4 Trestle Dermaga III 21 m x 15 m 21 m x 15 m 21 m x 15 m 5 Kantor 250 m2 250 m2 250 m2 6 Lapangan Penumpukan m m m2 7 Terminal Penumpang 800 m2 800 m2 800 m2 8 Gudang I 560 m2 560 m2 560 m2 9 Gudang II m m m2 e. Pelabuhan Belang-Belang Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Belang-Belang berdasarkan data data selama 6 tahun terakhir sejak 2005 hingga tahun Kegiatan bongkar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk tahun 2005 terjadi aktivitas bongkar sebanyak ton, tahun 2007 menjadi ton, bahkan tahun 2009 naik menjadi ton. Untuk kegiatan Muat yang terjadi peningkatan dari tahun 2005 yakni ton kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi ton, namun mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi ton kemudian naik lagi pada tahun 2010 menjadi ton Tabel 12. Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Belang Belang (Ton) Tahun Bongkar Muat Jumlah Sumber ; Laporan KPP Belang-Belang Pelabuhan Belang-Belang memiliki fasilitas berupa Dermaga I terbuat dari beton bertulang dengan ukuran (15 x 62)m², panjang trestle adalah 19 meter dan lebar 6,4 meter sedangkan causeway dengan panjang 22 meter dan lebar 6,4 meter. Dibangun tahun Dermaga II terbuat dari beton bertulang dengan ukuran (101 x 15,7) m², dibangun tahun 2009 Lapangan Penumpukan m², gudang 3 buah dan Ship Call 631 unit. 27

28 f. Pelabuhan Tahuna Kegiatan bongkat muat barang di Pelabuhan Tahuna didominasi oleh barangbarang sumber daya alam yang akan dikirim keluar Tahuna, seperti hasil perikanan, pertanian dan hasil bumi lainnya. Kegaitan bongkat mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar jumlah bawang yang masuk ke Tahuna. Sedangkan barang yang dimuat cenderung berfluktuatif. Tahun Tabel 13. Kegiatan Operasional di Pelabuhan Tahuna Kegiatan Operasional Bongkar Muat Penumpang (Ton/M3) (Ton/M3) Naik Kunjungan Kapal (call) ,473 82, , Penumpang Turun , Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tahuna didukung oleh fasilitas pelabuhan antara lain dermaga, gudang dan lapangan penumpukan. Seperti yang diperlihatkan pada table dibawah ini. Nama Fasilitas Dermaga 1 Dermaga 2 Dermaga 3 Dermaga 4 Dermaga 5 Dermaga Rakyat Trestle 1 Trestle 2 Trestle - 3 Lapangan Penumpukan-1 Lapangan Penumpukan-2 Lapangan Penumpukan-3 Tabel 14. Fasilitas Pelabuhan Tahuna Volume Barang 64 x 8 m² 46 x 8 m² 15 x 8 m² 40 x 8 m² 35 x 8 m² 90 x 6 m² 10 x 6 m² 35 x 6 m² 37 x 6 m² m² m² Tahun Pembuatan m² 2006 Sumber: Adpel Pelabuhan Tahuna, 2012 Kondisi Baik Rsk Rss x 8 M² 46 x 8 M² 15 x 8 M² 40 x 8 M² 35 x 8 M² 90 x 6 M² 10 x 6 M² 35 x 6 M² 37 x 6 M² M² M² M²

29 g. Pelabuhan Bau-Bau Arus kunjungan penumpang di Pelabuhan Bau-Bau tahun 2010 untuk pelayaran rakyat yang naik sebesar orang dan yang turun sebesar orang. Untuk pelayaran perintis jumlah penumpang yang naik sebesar 510 orang dan yang turun 388 orang. Sedangkan pelayaran dalam negeri jumlah penumpang yang naik mencapai orang dan yang turun mencapai orang. Arus barang di Pelabuhan Bau-Bau, pelayaran rakyat jumlah barang yang di bongkar sebesar ton dan barang yang dimuat sebesar ton. Pelayaran luar negeri, jumlah barang yang di bongkar sebesar ton. Sedangkan untuk pelayaran dalam negeri, jumlah barang yang di bongkar mencapai ton dan yang di muat mencapai ton. Tabel 15. Arus Barang dan Penumpang di Pelabuhan Bau-Bau Tahun 2010 Jenis Pelayaran Arus Barang (Ton) Arus Penumpang Bongkar Muat Jumlah Naik Turun Jumlah Pelayaran Rakyat Pelayaran Perintis Pelayaran Luar Negeri Pelayaran Dalam Negeri Jumlah Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau, 2012 Sedangkan fasilitas dipelabuhan Bau-Bau antara lain Dermaga Umum : 180 meter, Konstruksi Beton dengan Border Laut 2 buah. Gudang/lapangan penumpukan : m2, Terminal Penumpang : 1 buah dengan Luas : 780 m2, Dermaga Khusus terdiri atas Khusus Penyeberangan dengan Panjang 47 meter dengan konstruksi beton, Khusus Pertamina Panjang 110 meter, Konstruksi Beton, Border Laut 2 buah, Khusus Perikanan dengan Panjang 40 meter, Konstruksi Tiang beton lantai kayu, Tambang Aspal Panjang 60 meter, Konstruksi Beton Border laut 3 buah. h. PelabuhanAnggrek Arus bongkat muat barang di Pelabuhan Anggrek Cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 24,84% untuk kegiatan bongkar barang dan 6,06% untuk kegiatan muat barang. Dari angka pertumbuhan tersebut, pada tahun 2007 terjadi aktvitas bongkar muat yang paling tinggi sebesar untuk kegiatan bongkar dan untuk kegiatan muat. Sedangkan yang terendah kegiatan bongkar pada tahun 29

30 2004 dengan jumlah traffic yang dibongkar sebesar ton dan yang dimuat sebesar ton pada tahun Muat Bongkar Gambar 11. Grafik Kegiatan Aktivitas Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Anggrek Tabel 16. Fasilitas di Pelabuhan Anggrek No Fasilitas Dermaga 153 m X 12 m 2 Terminal Penumpang 600 m2 3 Kantor 480 m2 4 Lapangan Penumpukan m2 5 Gudang 30 m2 6 Tempat Parkir m2 Sumber: Dinas Perhubungan Prov. Gorontalo, 2012 i. Pelabuhan Garongkong Eksisting pelabuhan garongkong merupakan pelabuhan ferry, namun kedepannya akan direncanakan sebagai salah satu Pelabuhan Kontainer di Sulawesi Selatan. Keberadaan pelabuhan ini diharapkan dapat mendukung Pelabuhan Makassar sebagai outlet di hinterland Sulawesi Selatan. Pada kawasan Pelabuhan Garongkong sedang dikembangkan (dalam proses pembangunan) sebuah pelabuhan penyeberangan Ferry. Pelabuhan penyeberangan ini direncanakan akan melayani kapal ferry yang menghubungkan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Batulicin, Provinsi Kalimantan Selatan. Direncanakan, pelabuhan penyeberangan ferry akan melayani Kapal Ferry dengan bobot 3000 GRT. Sistem dermaga yang 30

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas selesainya executive summary ini. Pelabuhan sebagai inlet dan outlet kegiatan perdagangan di Indonesia dari tahun ke tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN PEMBANGUNAN DI SULAWESI TENGGARA H. NUR ALAM GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN PEMBANGUNAN DI SULAWESI TENGGARA H. NUR ALAM GUBERNUR SULAWESI TENGGARA POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN PEMBANGUNAN DI SULAWESI TENGGARA H. NUR ALAM GUBERNUR SULAWESI TENGGARA PERTH, FEBRUARI 2013 GAMBARAN UMUM LUAS SULAWESI TENGGARA TERDIRI DARI LUAS WILAYAH DARATAN 38.140

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pulau Sulawesi 1. Kondisi Geografis Pulau Sulawesi terletak pada 2 o LU 7 o LS, 118 o 130 o BT dan berada antara ALKI II dan III. Pulau Sulawesi

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

OLEH GUBERNUR SULAWESI TENGGARA GORONTALO, 3 MARET 2013

OLEH GUBERNUR SULAWESI TENGGARA GORONTALO, 3 MARET 2013 POTENSI DAN KARAKTERISTIK WILAYAH SULAWESI TENGGARA DALAM MENDUKUNG PENGUATAN IMPLEMENTASI DAN INTEGRASI MP3EI UNTUK MENDORONG SINERGI PEMBANGUNAN REGIONAL SULAWESI OLEH GUBERNUR SULAWESI TENGGARA GORONTALO,

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2009 2010 2011 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00-10.00-20.00-30.00 VOLUME

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Transportasi merupakan kebutuhan turunan (devired demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang luas, dibutuhkan adanya suatu angkutan yang efektif dalam arti aman, murah dan nyaman. Setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis dan Konsep 1. Transportasi Laut dan Perekonomian Globalisasi internasional yang terjadi saat ini adalah era perdagangan bebas, mempengaruhi sistem dan distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

KINERJA JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL DALAM MENDUKUNG KETERHUBUNGAN ANTAR KORIDOR EKONOMI DI WILAYAH TIMUR INDONESIA

KINERJA JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL DALAM MENDUKUNG KETERHUBUNGAN ANTAR KORIDOR EKONOMI DI WILAYAH TIMUR INDONESIA PROS ID I NG 2012 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK KINERJA JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL DALAM MENDUKUNG KETERHUBUNGAN ANTAR KORIDOR EKONOMI DI WILAYAH TIMUR INDONESIA Program Studi Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan penelitian. Pendahuluan ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian sesuai

Lebih terperinci

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA Dr. Slamet Sutomo Deputi Kepala Badan Pusat Statistik Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS-Statistik Statistik Indonesia Forum Kepala Bappeda

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu pelabuhan besar di Indonesia yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial dan Non Komersial a. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial 1) Memiliki fasilitas

Lebih terperinci

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk Sulawesi Tengah dengan padi, kakao, kelapa, cengkeh dan ikan laut sebagai komoditi

Lebih terperinci

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 11, Nomor 1, Januari - Juni 2013 ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN Misliah

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI ALOR, : a. bahwa pelabuhan mempunyai peran

Lebih terperinci

Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PROYEK

Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PROYEK Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PROYEK Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 2.1 Lokasi Lokasi pekerjaan terletak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1522,2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Makassar. Sulawesi Selatan. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 92 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN : 1 BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN, ANGKUTAN SUNGAI, DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Dari hasil analisis, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan mempertimbangkan pelabuhan-pelabuhan terluar pada setiap pintu akses keluar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 Disampaikan Oleh DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH (GUBERNUR SULAWESI SELATAN) Biro Bina Perekonomian Setda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terminal Kapal Pesiar Tanah Ampo Kabupaten Karangasem dengan sebutan "Pearl from East Bali" merupakan tujuan wisata ketiga setelah

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Tegal. Jawa Tengah. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

BIDANG USAHA TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU

BIDANG USAHA TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU BIDANG TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2008 TANGGAL 23 SEPTEMBER 2008 BIDANG 1. Pengembangan tanaman pangan a. Pertanian Padi 01111 Industri

Lebih terperinci

Perekonomian Daerah. 1. KEGIATAN PRODUKSI 1.1. Pertanian

Perekonomian Daerah. 1. KEGIATAN PRODUKSI 1.1. Pertanian 1. KEGIATAN PRODUKSI 1.1. Pertanian Perekonomian Daerah Kegiatan pertanian sampai saat ini masih memberikan peran yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Murung Raya. Kegiatan pertanian masih didominasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Membaca : 1. surat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 09 TAHUN 2005 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Wilayah Kabupaten Pohuwato dulunya merupakan bagian dari Kabupaten Boalemo, namun sejak dikeluarkannya UU RI No. 6 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pelabuhan merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan pemindahan barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi laut yang prosesnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mengembangkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) selanjutnya disingkat Pelindo IV merupakan bagian dari transformasi sebuah perusahaan yang dimiliki pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPOSISI KAPET 2014 KELEMBAGAAN DIPERKUAT, PROGRAM IMPLEMENTATIF, KONSISTEN DALAM PENATAAN RUANG MEMPERKUAT MP3EI KORIDOR IV SULAWESI LEGALITAS, KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR PU DALAM MEMPERCEPAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan peningkatan yang significan tiap tahunnya, hal ini nyata dilihat sejak digulirnya konsep otonomi

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara BAB II URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan pada bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara penghitungan nilai tambah bruto atas

Lebih terperinci

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia 04/03/2012 Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel Oleh Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia Latar Belakang Provinsi Sulsel sebagai pintu gerbang Indonesia Timur?? Dari segi kesehatan keuangan suatu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIREKTORAT DAN PENGERUKAN HIERARKI BATAM, 26 JANUARI 2012 BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 TENTANG TATANAN KEAN

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Percepatan Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara Sebagai Pusat Industri Pertambangan Nasional Oleh, Gubernur Sulawesi Tenggara H. Nur Alam S U L A W E S I T E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci