BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pulau Sulawesi 1. Kondisi Geografis Pulau Sulawesi terletak pada 2 o LU 7 o LS, 118 o 130 o BT dan berada antara ALKI II dan III. Pulau Sulawesi dibatasi oleh Selat Makassar bagian barat, Laut Sulawesi bagian utara, Laut Maluku dan Laut Banda bagian timur, dan Laut Flores bagian selatan. Secara geografis, Pulau Sulawesi berbatasan langsung dengan Philipina. Peta Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Peta Pulau Sulawesi IV - 1

2 Gambar 4.2 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Pulau Sulawesi merupakan wilayah strategis bagi pola pergerakan dan perdagangan antar pulau di wilayah Indonesia dan antar negara meliputi wilayah Asean seperti Brunai, negara bagian Malaysia (Serawak), dan Philipina. Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah ,09 km 2 yang terbagi 6 wilayah Provinsi. Jumlah wilayah kabupaten/kota yang terbanyak adalah Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi di Pulau Sulawesi Provinsi Luas Wil. Banyaknya % Luas (km2) Kab./Kota Sulawesi Sulawesi Utara , ,19 Gorontalo ,44 6 6,28 Sulawesi Tengah , ,13 Sulawesi Barat ,19 5 8,66 Sulawesi Selatan , ,79 Sulawesi tenggara , ,96 Jumlah , Sumber : Statistik Indonesia 2010 Kondisi topografi Sulawesi umumnya pegunungan (60,1%) dan berbukit (18,5%), memanjang mulai dari Sulawesi Utara ke arah selatan, timur dan tenggara. Lahan relatif datar (11,5%) di wilayah pesisir pantai dan banyak dilintasi oleh sungai-sungai. Secara umum Pulau Sulawesi tejadi musim hujan dan kemarau, kondisi iklim di Pulau Sulawesi terjadi suhu minimum o C di Provinsi Sulut dan suhu maksimum 32,63 o C di Provinsi Gorontalo. Suhu rata-rata minimum di Pulau Sulawesi 23,77 o C dan maksimum 32,33 o C atau rata-rata 28,98 o C. IV - 2

3 Kecepatan angin rata-rata di Pulau Sulawesi 11,51 km/jam terbesar terjadi di Provinsi Sulteng (16,86 km/jam) dan Sulsel (15,62 km/jam). Kelembaban ratarata 71,25% dengan kelembaban tertinggi di Provinsi Sultra 75,42% dan terendah di Provinsi Sulteng 67,18%. Curah hujan terbesar terjadi di wilayah Provinsi Sulsel (3053,9 mm) dan terendah di wilayah Provinsi Sulteng (1003,6 mm). 2. Kondisi Sosio-Ekonomi Pulau Sulawesi a) Demografi Jumlah penduduk di Pulau Sulawesi tahun 2010 sebanyak jiwa. Jumlah dan kepadatan penduduk serta pertumbuhan penduduk masingmasing provinsi pada Tabel 4.2. No Tabel 4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi Provinsi Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km) Pertumbuhan (%) 1 Sulawesi Utara ,6 1,41 2 Gorontalo ,28 3 Sulawesi Tengah ,95 4 Sulawesi Barat ,68 5 Sulawesi Selatan ,17 6 Sulawesi Tenggara ,25 Jumlah/Rata-ata ,43 1,96 Sumber: BPS masing-masing Provinsi, 2011 Jika melihat data diatas menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang paling besar jumlah penduduknya mencapai jiwa sedangkan yang terendah adalah Provinsi Gorontalo dengan jumlah penduduk mencapai jiwa. Begitu pula dengan kepadatan penduduk per km 2, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang paling padat sekitar 175 jiwa/km. Sedangkan Provinsi Sulawesi Tengah dengan kepadatan rendah yang hanya mencapai 39 jiwa/km. Pertumbuhan penduduk yang paling besar dengan rata-rata persentase 2,68% yaitu Provinsi Sulawesi Barat dan yang paling rendah pentumbuhan penduduknya adalah Provinsi Sulawesi Selatan dengan 1,17%. Sedangkan pertumbuhan rata-rata penduduk Pulau Sulawesi mencapai 1,96% per tahun b) Indikator Ekonomi 1) PDRB Pulau Sulawesi Indikator ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi memperlihatkan keadaan yang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Indikator ini dapat diamati melalui kondisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu pencerminan kemajuan IV - 3

4 ekonomi suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu tertentu. PDRB Pulau Sulawesi atas harga berlaku pada tahun 2010 sekitar Rp ,97 milyar rupiah. PDRB tiap provinsi dan pertumbuhannya dalam 4 tahun terakhir ditampilkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3.PDRB Menurut Provinsi (milyar rupiah) PDRB Harga PDRB Harga Pertumbuhan (%) No. Provinsi Berlaku (tahun Konstan ) (tahun 2010) Harga Harga Berlaku* Konstan* 1 Sulawesi Utara , ,10 15,62 7,56 2 Gorontalo , ,00 23,93 7,76 3 Sulawesi Tengah , ,40 29,42 7,42 4 Sulawesi Barat , ,00 25,60 8,54 5 Sulawesi Selatan , ,00 22,91 7,79 6 Sulawesi Tenggara , ,72 23,51 7,27 Jumlah/ rata-rata , ,22 22,90 7,72 * data pertumbuhan Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa PDRB setiap provinsi di Pulau Sulawesi berdasarkan harga berlaku menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai ,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai ,07 milyar rupiah. Tingkat pertumbuhan PDRB harga berlaku yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tengah dengan pertumbuhan 29,42% dan pertumbuhan PDRB harga berlaku yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara dengan pertumbuhan 15,62%. Sedangkan untuk Nilai PDRB harga Konstan 2000 menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai ,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai ,72 milyar rupiah. Tingkat pertumbuhan PDRB harga konstan yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat dengan pertumbuhan 8,54% dan pertumbuhan PDRB harga berlaku yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan pertumbuhan 7,27%. IV - 4

5 Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar NTB NTT Maluku Malut Papua Barat Papua Persentase PDRB (%) Studi Pengembangan Kalimantan Sulawesi Nusa Tenggara Maluku Papua 0.00 Propinsi PDRB Menurut Propinsi (%) PDRB Menurut Pulau (%) Gambar 4.3 Grafik Perbandingan PDRB Pulau Sulawesi Dengan Pulau Lain di KTI IV - 5

6 2) PDRB Perkapita Nilai PDRB perkapita berdasarkan harga berlaku di Pulau Sulawesi dari tahun yang paling tinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara sedangkan yang paling rendah adalah Provinsi Gorontalo selengkapnya perhatikan tabel dan gambar 4.4 berikut. Tabel 4.4 PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Berlaku (USD) PROVINSI Sulut 7,286 8,752 9,798 11,012 12,61 Sulteng 6,507 7,403 8,203 9,074 11,54 Sulsel 6,047 6,914 8,019 8,996 10,909 Sultra 5,34 6,673 7,68 8,837 10,686 Gorontalo 3,122 3,717 4,284 4,958 6,068 Sulbar - 4,487 5,119 6,091 7,535 Jumlah PDRB Jumlah Penduduk PDRB Perkapita 5,900 6,864 7,842 8,839 10,706 Sumber : Statistik Indonesia, sulut sulteng sulsel Sulawesi Tenggara gorontalo sulbar Gambar 4.4 Grafik PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Berlaku Seperti halnya Nilai PDRB perkapita berdasarkan harga berlaku, PDRB berdasrakan harga konstan di Pulau Sulawesi dari tahun juga yang paling tinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara sedangkan yang paling rendah adalah Provinsi Gorontalo selengkapnya perhatikan tabel dan gambar 4.5 berikut IV - 6

7 Tabel 4.5 PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Konstan 2000 (USD) PROVINSI Sulut 5,628 5,945 6,222 6,559 6,988 Sulteng 4,850 5,083 5,383 5,711 6,057 Sulsel 4,642 4,863 5,118 5,368 5,708 Sultra 3,890 4,126 4,347 4,594 4,824 Gorontalo 2,108 2,166 2,294 2,436 2,593 Sulbar - 3,152 3,317 3,509 3,751 Jumlah PDRB Jumlah Penduduk PDRB Perkapita 4,469 4,685 4,931 5,193 5,514 Sumber : Statistik Indonesia, sulut sulteng sulsel Sulawesi Tenggara gorontalo sulbar Gambar 4.5 Grafik PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Konstan Sedangkan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita secara nasional menurut provinsi (gambar 4.6), terlihat bahwa Provinsi di Pulau Sulawesi berada pada klasifikasi berkembang cepat tumbuh dan berpotensi tumbuh dan berkembang pada tahun-tahun berikutnya. IV - 7

8 (Pertumbuhan Ekonomi) Rerata Nasional (7,342) Pertumbuhan (%) Studi Pengembangan 8 IV. Berkembang Cepat Tumbuh I. Cepat Maju dan Berkembang 6 4 (19,57) Sulbar (31) (21,28) Sultra (23) (22,13) Sulteng (21) (34,89) Gorontalo (29) (11,06) Sulut (8) (14,47) Sulsel (19) (39,15) Pabar (24) (7,66) Kalsel (20) (31,49) Maluku (27) (12,77) Kalbar (28) (9,36) Kalteng (26) (16,17) Malut (25) (11,06) Kaltim (3) Rerata Nasional 4.69% (Maju) (27,23) NTT (33) 2 (24,68) NTB (30) Catatan : (-) = Angka di Belakang Provinsi, % Kemiskinan (±) = Angka di Depan Provinsi, Indeks PDRB/Kapita (Milliar) -4 III. Relatif Tertinggal Gambar 4.6 Tingkat Kemampuan Berkembang Setiap Wilayah Provinsi di KTI menurut PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi ADHK B. Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi 1. Koridor Ekonomi Sulawesi dalam MP3EI (40,85) Papua (32) II. Maju Tapi Tertekan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 Tentang MP3EI, selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional , yang mana visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD USD dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode , dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode menjadi 3,0 persen pada IV - 8

9 Oleh sebab itu untuk melakukan akselerasi pembangunan Indonesia diperlukan upaya menyeluruh yang diimplementasikan dalam pembagian koridor ekonomi yang terdiri dari 6 koridor ekonomi Indonesia yaitu 1. Koridor Ekonomi Sumatra 2. Koridor Ekonomi Jawa 3. Koridor Ekonomi Kalimantan 4. Koridor Ekonomi Sulawesi 5. Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara 6. Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, serta Pertambangan Nikel Nasional. Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pertanian pangan, kakao, perikanan dan nikel. Selain itu, kegiatan ekonomi utama minyak dan gas bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini. Gambar 4.7 Pola Pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi IV - 9

10 1. Pertanian Pangan Kegiatan pertanian pangan di Sulawesi mencakup padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu. Kegiatan pertanian pangan, khususnya beras dan jagung, sangat penting, terutama untuk konsumsi domestik di Indonesia. Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga di dunia, yang sebagian besar dari produksinya digunakan untuk konsumsi domestik. Namun, Indonesia masih harus mengimpor ton jagung di tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 5 juta ton. Sulawesi merupakan produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10 persen produksi padi nasional dan 15 persen produksi jagung nasional. Pertanian pangan menyumbang 13 persen PDRB Sulawesi. Gambar 4.8 Proporsi Negara Penghasil Beras di Dunia dan Proporsi Daerah Penghasil Beras di Indonesia Gambar 4.9 Perbandingan Produktivitas Jagung Koridor Ekonomi Sulawesi dengan Wilayah Lainnya IV - 10

11 Pengembangan kegiatan ekonomi utama pertanian pangan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa: a) Perbaikan akses jalan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak perantara dagang; b) Peningkatan fasilitas irigasi, dimana kemampuan produksi sangat rentan terhadap perubahan cuaca jika terus bergantung pada irigasi sederhana yang bergantung pada hujan; c) Revitalisasi dan peningkatan kapasitas gudang dan penyimpanan yang ada dapat meningkatkan umur pangan dalam penyimpanan dan mengurangi kerugian yang disebabkan oleh penyimpanan yang tidak baik (jumlah gudang BULOG di Sulawesi berada pada posisi kedua paling banyak di Indonesia); d) Peningkatan akses jalan antara lahan pertanian dan pusat perdagangan,buntuk dapat memfasilitasi petani dalam melakukan penjualan dan mengurangi ketergantungan pada perantara yang menaikkan harga jual hingga 30 persen dari harga final (diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani); e) Pembangunan/perbaikan jaringan irigasi teknis usaha tani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), dan tata air mikro (TAM), pembangunan/perbaikan pompa, sumur, embung. 2. Kakao Indonesia merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia, dengan menyumbang 18 persen dari pasar global. Secara nasional, komoditas kakao menghasilkan devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Devisa dari kakao pada tahun 2009 mencapai USD 1,38 miliar (berasal dari biji dan kakao olahan). Biji kakao olahan menghasilkan cocoa butter (lemak kakao) dan cocoa powder (bubuk kakao) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dunia terutama di Amerika dan Eropa, dimana permintaan kakao mencapai 2,5 juta ton per tahun. Indonesia mentargetkan pada tahun 2025 mampu memproduksi 2,5 juta ton biji kakao dengan nilai ekspor USD 6,25 miliar. Menurut data ICCO (International Coffee and Cocoa Organization) permintaan kakao dunia terus tumbuh sekitar 2 4 persen per tahun bahkan dalam 5 tahun terakhir tumbuh 5 persen per tahun (3,5 juta ton/tahun). Negara Cina dan India dengan penduduk yang besar menjadi potensi pasar kakao dari Indonesia. Kegiatan pengembangan perkebunan dan industri kakao bertujuan untuk meningkatkan produksi kakao (biji dan produk olahan kakao) yang berdaya saing internasional; dan mengembangkan industri kakao yang mampu IV - 11

12 memberi peningkatan pendapatan bagi para petani dan pelaku usaha kakao. Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi besar bagi pengembangan kegiatan kakao, baik perkebunan maupun industri pengolahan kakao. Total luas lahan kakao di Sulawesi mencapai ha atau 58 persen dari total luas lahan di indonesia. Sebagian besar lahan tersebut dimiliki oleh petani (96 persen). Namun demikian, pengembangan kakao di Pulau Sulawesi menghadapi tantangan berupa kendala produksi, teknologi, kebijakan, dan infrastruktur. Kurang tersedianya infrastruktur jalan, pelabuhan, listrik, dan gas di provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat menyebabkan pula kehilangan peluang pasar sebesar 600 ribu ton yang setara dengan USD 360 juta. Sulawesi menyumbang 63 persen produksi kakao nasional. Produksi kakao di Sulawesi cenderung menurun, walaupun luas areal tanam meningkat. Penyebab utamanya adalah penurunan produktivitas petani kakao yang saat ini hanya 0,4 0,6 Juta Ton/Ha, dibandingkan dengan potensi produktivitasnya sebesar 1 1,5 Juta Ton/Ha. Penurunan produktivitas kakao berhubungan erat dengan kondisi tanaman pangan yang sudah tua, terkena serangan hama dan penyakit tanaman, rendahnya teknik budidaya pemeliharaan tanaman kakao, serta keterbatasan infrastruktur pendukung bagi kegiatan perkebunan dan industri pengolahan kakao. Gambar 4.10 Kontribusi Produktivitas Kakao di Koridor Ekonomi Pengembangan kegiatan ekonomi utama kakao memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa: a) Peningkatan kapasitas pelabuhan di Makassar, Mamuju dan Manado; b) Penambahan dan peningkatan kapasitas fasilitas penyimpanan di pusat-pusat perdagangan dan pelabuhan; IV - 12

13 c) Peningkatan akses jalan yang lebih baik dari lokasi perkebunan menuju industri pengolahan, pelabuhan dan pusat perdagangan regional maupun ekspor; d) Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi) pada seluruh kawasan produksi dan industri pengolahan kakao. 3. Perikanan Dilihat dari produksi perikanan di Indonesia berdasarkan sebaran wilayahnya, Koridor Ekonomi Sulawesi merupakan wilayah yang memiliki produksi perikanan laut terbesar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu kegiatan ekonomi utama di Koridor Ekonomi Sulawesi. Saat ini perikanan berkontribusi sekitar 22 persen dari total PDRB sub sektor pertanian pangan (70 persen tangkapan dan 30 persen budidaya) dimana sekitar 20 persen dari aktivitas perikanan tersebut merupakan perikanan tangkap dan sisanya adalah perikanan budidaya. Potensi pengembangan perikanan terus berkembang secara signifikan karena sebagian besar hasil perikanan di Sulawesi adalah untuk pemenuhan kebutuhan ekspor seiring dengan permintaan global yang terus meningkat. Gambar Produksi Perikanan di Wilayah Indonesia IV - 13

14 Gambar 4.12 Produktivitas Perikanan Budidaya di Sulawesi Pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa: a) Pembangunan balai benih ikan/hatchery untuk menghasilkan bibit unggul; b) Pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan; c) Pengembangan Unit Pengolahan Ikan (UPI); d) Peningkatan kapasitas pelabuhan di Makassar dan Manado; e) Akses jalan yang lebih baik dari lokasi perikanan menuju pelabuhan dan pusat perdagangan regional; f) Pembangunan fasilitas penyimpanan hasil laut, di tempat-tempat pelelangan maupun di pusat-pusat perdagangan; g) Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi). 4. Nikel Indonesia adalah produsen nikel terbesar ke-4 dari 5 besar negara produsen nikel dunia yang bersama-sama menyumbang lebih dari 60 persen produksi nikel dunia. Produksi nikel Indonesia mencapai 190 ribu ton per tahun. Indonesia memiliki 8 persen cadangan nikel dunia, oleh karena itu industri pertambangan dan pengolahan nikel sangat layak untuk dipercepat dan diperluas pengembangannya. Sulawesi merupakan daerah dengan produksi nikel paling maju di Indonesia. Pertambangan nikel di Sulawesi menyumbang sekitar 7 persen terhadap PDRB Sulawesi. Oleh karenanya, kegiatan pertambangan di Koridor IV - 14

15 Ekonomi Sulawesi terfokus pada pertambangan nikel yang merupakan potensi pertambangan terbesar di koridor ini. Sulawesi memiliki 50 persen cadangan nikel di Indonesia dengan sebagian besar untuk tujuan ekspor, diikuti oleh Maluku dan Papua. Di koridor ini juga terdapat penambangan komoditas pertambangan lainnya yaitu emas, tembaga dan aspal namun tidak terlalu signifikan dibandingkan potensi bijih nikel. Emas dan aspal lebih bersifat pengoptimalan produksi, sedangkan komoditastembaga berupa kegiatan pembangunan smelter dan bukan penambangannya. Untuk pengembangan smelter tembaga di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pasokan bahan baku bijih tembaga dari luar Koridor Ekonomi Sulawesi direncanakan berasal dari Papua dan dari Nusa Tenggara. Empat lokasi penting di Sulawesi yang memiliki cadangan nikel berlimpah adalah: 1. Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan; 2. Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah; 3. Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara; 4. Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Gambar 4.13 Sumber Nikel Dunia Pengembangan kegiatan ekonomi utama nikel memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa: a. Pembangkit listrik (ketersediaan energi) untuk memenuhi kebutuhan pemrosesan; b. Akses jalan antara areal tambang dan fasilitas pemrosesan; c. Infrastruktur pelabuhan laut yang dapat melayani pengiriman peralatan dan bahan baku dari daerah lain, misalnya dari Papua Kepulauan Maluku. IV - 15

16 5. Minyak dan Gas Bumi Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang belum teridentifikasi dan tereksplorasi dengan baik. Industri minyak dan gas bumi memiliki potensi untuk berkembang di Pulau Sulawesi namun menghadapi tantangan berupa kontur tanah dan laut dalam. Hal ini menyebabkan tingkat kesulitan teknis yang tinggi yang berujung pada tingginya biaya eksploitasi migas di Sulawesi. Potensi minyak bumi Koridor Ekonomi Sulawesi relatif kecil dibandingkan wilayah lain Indonesia dengan cadangan sebesar 49,78 MMSTB dari total 7.998,49 MMSTB cadangan minyak bumi Indonesia, atau hanya 0,64 persen dari total cadangan Indonesia. Gambar 4.14 Cadangan Minyak Bumi di Sulawesi dan Wilayah Lain Indonesia Sedangkan potensi gas bumi Koridor Ekonomi Sulawesi juga relatif tidak besar dibandingkan wilayah lain Indonesia dengan cadangan sebesar 4,23 TSCF dari total 157,14 TSCF cadangan gas bumi Indonesia, atau hanya 2,69 persen dari total cadangan Indonesia. Terlihat jelas bahwa cadangan minyak dan gas bumi di Koridor Ekonomi Sulawesi tergolong kecil, namun harus tetap diperhitungkan mengingat cadangan minyak Indonesia terus mengalami penurunan terutama yang terdapat di wilayah barat Indonesia. Kegiatan ekonomi utama Migas di Koridor Ekonomi Sulawesi akan terpusat pada beberapa lokasi berikut: a) Area eksploitasi gas bumi di Donggi Senoro, Kabupaten IV - 16

17 Banggai, Sulawesi Tengah b) Area eksploitasi minyak bumi di Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah c) Area eksploitasi gas bumi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat d) Area eksploitasi gas bumi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan e) Lapangan Migas Karama, Sulawesi Barat Pengembangan kegiatan ekonomi utama Migas memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa: a) Peningkatan dan pengembangan infrastruktur minyak dan gas bumi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap bahan bakar gas; b) Peningkatan dan pengembangan akses ke daerah-daerah eksplorasi dan eksploitasi baru, baik di daratan maupun di lepas pantai; c) Pembangunan infrastruktur pengilangan migas; d) Pembangunan fasilitas penimbunan bahan bakar. 6. Kegiatan Ekonomi Lainnnya Selain kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus Koridor Ekonomi Sulawesi di atas, di koridor ini juga terdapat beberapa kegiatan yang dinilai mempunyai potensi pengembangan, seperti tembaga, besi baja, makanan-minuman, kelapa sawit, karet, tekstil, perkayuan dan pariwisata yang difokuskan pada 5 destinasi pariwisata nasional. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat juga berkontribusi di dalam pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi secara menyeluruh. Untuk mempercepat akselerasi pembangunan ekonomi Indonesia yang dituangkan dalam MP3EI, maka dukungan sektor transportasi terhadap pelaksanaan MP3EI Koridor Ekonomi Sulawesi menjadi hal yang sangat urgen untuk dilaksanakan. Dukungan tersebut dilakukan dengan pelaksanaan program kegiatan di setiap provinsi di Koridor Sulawesi antara lain: a) Provinsi Sulawesi Utara Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Bitung Perluasan Pelabuhan Bitung Unit penyelenggara Pelabuhan Tahuna b) Provinsi Gorontalo Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Anggrek Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Gorontalo c) Provinsi Sulawesi Tengah Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Pantoloan IV - 17

18 d) Provinsi Sulawesi Selatan Pembangunan Pelabuhan Garongkong (Kab. Barru) Perluasan Pelabuhan Makassar e) Provinsi Sulawesi Tenggara Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Bungkutoko Pembangunan Pelabuhan Bau-Bau Pembangunan pelabuhan Raha 2. Kebijakan dan Stategi Pemanfaatan Ruang Pulau Sulawesi (RTWP) Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi sebagai tolak ukur pemanfaatan ruang dan perencanaan struktur ruang menjadi menajdi suatu hal yang sangat urgen untuk dilihat secara mendalam dalam upaya mencapai peningkatan percepatan perekonomian Indonesia khususnya di koridor Sulawesi. Kebijakan pemanfaatan ruang Pulau Sulawesi sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Pulau (RTRWP) Sulawesi dilaksanakan dalam rangka operasionalisasi rencana struktur dan pola penataan ruang nasional di Pulau Sulawesi, sekaligus menjawab berbagai isu dan masalah aktual dalam pengembangan wilayah dan sistem trasnportasi. 1) Pengembangan Sistem Perkotaan Nasional Kebijakan dasar pengembangan sistem perkotaan nasional di Pulau Sulawesi antara lain: a) Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk mempertahankan luas lahan pertanian sebagaimana dilakukan di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKN Kawasan Perkotaan Makassar-Maros-Sungguminasa- Takalar (Mamminasata), PKN Kendari, PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tomohon, PKW Tondano, PKW Poso, PKW Buol, PKW Kolonedale, PKW Toli-toli, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Palopo, PKW Watampone, PKW Bulukumba, PKW Barru, PKW Pare-pare, dan PKW Majene. b) Pengendalian perkembangan PKN dan PKW yang menjalar (urban sprawl) meliputi PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKN Palu, PKN Kendari, PKW Donggala, PKW Pare-pare, dan PKW Mamuju. c) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil perikanan yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu meliputi: 1) Pusat pengembangan industri pengolahan hasil perikanan yang berorientasi ekspor di PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, dan PKN Kendari; dan 2) Pusat pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di IV - 18

19 PKN Gorontalo, PKN Palu, PKN Kendari, PKW Tilamuta, PKW Poso, PKW Luwuk, PKW Buol, PKW Toli-toli, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Watampone, PKW Bulukumba, PKW Barru, PKW Pare-pare, PKW Majene, dan PKW Raha. d) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan padi dan jagung, serta sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan meliputi: 1) Pusat industri pengolahan dan industri jasa pertanian tanaman pangan padi di PKW Kotamobagu dan PKW Pare-pare; 2) Pusat industri pengolahan dan industri jasa pertanian tanaman pangan jagung yang berorientasi ekspor di PKN Gorontalo; 3) Pusat industri pengolahan dan industri jasa pertanian tanaman pangan jagung di PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tilamuta, dan PKW Jeneponto; 4) Pusat pengembangan industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang berorientasi ekspor di PKW Mamuju; dan 5) Pusat industri pengolahan hasil perkebunan dan industri jasa hasil perkebunan kakao di PKN Palu, PKW Kotamobagu, PKW Poso, PKW Buol, PKW Kolonedale, PKW Palopo, PKW Majene, PKW Pasangkayu, PKW Unaaha, dan PKW Lasolo. e) Pengembangan PKW sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan padi dan jagung serta perkebunan kakao meliputi: 1) Pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan padi di PKW Kotamobagu dan PKW Pare-pare; 2) Pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan jagung di PKN Gorontalo; dan 3) Pusat penelitian dan pengembangan perkebunan kakao di PKW Mamuju. f) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan meliputi: 1) Pusat industri pengolahan hasil pertambangan nikel di PKN Kendari, PKW Kolonedale, PKW Lasolo, dan PKW Kolaka; 2) Pusat industri pengolahan hasil pertambangan minyak dan gas bumi di PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Luwuk, dan PKW Mamuju. g) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran meliputi: IV - 19

20 1) Pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan di PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Tondano, PKW Bulukumba, PKW Palopo, PKW Mamuju, dan PKW Baubau; 2) Pusat pariwisata bahari di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKN Kendari, PKW Tilamuta, PKW Luwuk, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Majene, PKW Lasolo, dan PKW Bau-Bau; dan 3) Pusat penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, dan PKN Kendari. h) Pengembangan PKSN sebagai pusat pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, serta simpul transportasi kawasan perbatasan negara dilakukan di PKSN Melonguane dan PKSN Tahuna. i) Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN berbasis mitigasi dan adaptasi bencana meliputi: 1) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana gempa bumi di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tilamuta, PKW Poso, PKW Luwuk, PKW Toli-toli, PKW Donggala, PKW Palopo, PKW Mamuju, PKW Majene, dan PKW Pasangkayu; 2) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana letusan gunung berapi di PKN Kawasan Perkotaan Manado- Bitung, PKW Tondano, PKW Tomohon, PKW Kotamobagu, PKSN Melonguane, dan PKSN Tahuna; 3) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana tsunami di kawasan perkotaan PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Kuandang, PKW Tondano, PKW Toli-toli, PKW Luwuk, PKW Donggala, PKW Jeneponto, PKW Majene, PKW Bulukumba, PKW Mamuju, PKSN Melonguane, dan PKSN Tahuna; 4) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana banjir di PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKN Kawasan Perkotaan Manado Bitung, PKW Palopo, PKW Pangkajene, dan PKW Bau-bau. j) Peningkatan fungsi kawasan perkotaan nasional dilakukan pada peningkatan fungsi PKW Mamuju menjadi PKN Mamuju. 2) Pengembangan Sistem Transportasi Kebijakan dasar pengembangan transportasi di Pulau Sulawesi antara lain sebagai berikut : IV - 20

21 a) Strategi operasionalisasi sistem jaringan jalan antara lain - Mengembangkan dan memantapkan jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan strategis nasional pada Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi, dan jaringan jalan pengumpan Pulau Sulawesi secara bertahap, untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional dan mendorong perekonomian di Pulau Sulawesi; - Meningkatkan fungsi jaringan jalan nasional untuk mendukung kegiatan ekonomi; - Mengembangkan jaringan jalan nasional untuk menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan pelabuhan dan/atau bandar udara; - Mengembangkan jaringan jalan nasional yang terpadu dengan jaringan transportasi lainnya untuk mendorong perekonomian; - Mengembangkan jaringan jalan nasional untuk meningkatkan aksesibilitas di kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil; dan - Mengembangkan dan memantapkan jaringan jalan bebas hambatan serta mengendalikan pembangunan pintu masuk/pintu keluar jalan bebas hambatan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa koleksi dan distribusi. b) Strategi operasionalisasi sistem jaringan kereta api antara lain - Mengembangkan jaringan jalur kereta api antarkota yang meliputi Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara, Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat, dan Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan; - Mengembangkan jaringan jalur kereta api antarkota yang terpadu dengan jaringan transportasi lainnya untuk menunjang kegiatan ekonomi berdaya saing, membuka keterisolasian wilayah, dan meningkatkan keterkaitan antarwilayah; dan - Mengembangkan jaringan jalur kereta api perkotaan untuk mendukung pergerakan orang dan barang secara massal, cepat, aman, dan efisien. c) Strategi operasionalisasi sistem jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan antara lain - Mengembangkan jaringan transportasi danau untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah sekitarnya; dan IV - 21

22 - Mengembangkan lintas penyeberangan untuk membuka keterisolasian wilayah, meningkatkan keterkaitan antarprovinsi di Pulau Sulawesi, antarprovinsi di Pulau Sulawesi dengan provinsi di luar Pulau Sulawesi, dan antarnegara. d) Strategi operasionalisasi Tatanan Kepelabuhanan antara lain - Mengembangkan dan memantapkan pelabuhan untuk meningkatkan akses kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan menuju tujuan-tujuan pemasaran produk unggulan, baik ke kawasan sub-regional ASEAN, Asia Pasifik, maupun kawasan internasional lainnya dilakukan pada: Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan utama yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Manado dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Dumoga-Kotamobagu dan Sekitarnya (Bolaang Mongondow), Kawasan Andalan Laut Bunaken dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Laut Batutoli dan Sekitarnya; Pelabuhan Pantoloan sebagai pelabuhan utama yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Palu sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya; Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar) sebagai pelabuhan utama yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Makassar, Maros, Sungguminasa (Mamminasata) dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Bulukumba-Watampone, Kawasan Andalan Laut Selat Makassar, Kawasan Andalan Laut Kapoposang dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Laut Singkarang- Taka Bonerate dan Sekitarnya; Pelabuhan Gorontalo sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Gorontalo sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Gorontalo, Kawasan Andalan Marisa, dan Kawasan Andalan Laut Tomini dan Sekitarnya; Pelabuhan Donggala sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi IV - 22

23 pelayanan PKW Donggala sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya; Pelabuhan Toli-toli sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW Toli-toli sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Toli-toli dan Sekitarnya; Pelabuhan Pare-pare sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW Pare-pare sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Pare-pare dan Sekitarnya serta Kawasan Andalan Laut Selat Makassar; dan Pelabuhan Belang-belang sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW Mamuju sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Mamuju dan Sekitarnya. - Mengembangkan pelabuhan yang terpadu dengan pengembangan jaringan transportasi lainnya meliputi pelabuhan yang terpadu dengan: Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi, dan jaringan jalan pengumpan Pulau Sulawesi; Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara, Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan, dan Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat; Jaringan jalur kereta api perkotaan di PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung dan PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata; dan Jaringan penyeberangan sabuk utara, sabuk tengah, sabuk selatan, dan penghubung sabuk yang ada di Pulau Sulawesi. - Mengembangkan akses dan jasa kepelabuhanan di sepanjang Alur Laut Kepulauan Indonesia; dilakukan di Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang. - Memanfaatkan bersama pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang dilakukan di Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang. IV - 23

24 e) Strategi operasionalisasi perwujudan alur pelayaran antara lain - Pengoptimalan pemanfaatan Alur Laut Kepulauan Indonesia sebagai alur pelayaran internasional dilakukan di Alur Laut Kepulauan Indonesia II yang melintasi Laut Sulawesi dan Selat Makassar serta Alur Laut Kepulauan Indonesia III E yang melintasi Laut Banda dan Laut Maluku. - Pengembangan alur pelayaran yang menghubungkan antarpelabuhan meliputi jaringan pelayaran yang menghubungkan Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Soekarno- Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Parepare, dan Pelabuhan Belang-belang. - Pengembangan sarana bantu navigasi pelayaran pada kawasan konservasi perairan yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. - Pemanfaatan bersama alur pelayaran guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara dilakukan di seluruh alur pelayaran di Pulau Sulawesi. f) Strategi operasionalisasi Tatanan Kebandarudaraan antara lain - Mengembangkan dan memantapkan bandar udara yang terpadu dengan sistem jaringan transportasi darat; - Mengembangkan bandar udara untuk mendukung kegiatan pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; - Memantapkan fungsi bandar udara sebagai simpul transportasi udara di kawasan perbatasan negara; dan - Memanfaatkan bersama bandar udara guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara. g) Strategi operasionalisasi Perwujudan Ruang Udara Untuk Penerbangan antara lain - Mengendalikan kegiatan budi daya di sekitar bandar udara yang digunakan untuk operasi penerbangan; dan - Memanfaatkan bersama ruang udara untuk penerbangan guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara. IV - 24

25 C. Rencana Pengembangan Kepelabuhanan 1. Pengembangan Kepelabuhanan Nasional Pengembangan kepelabuhanan nasional yang tertuang dalam rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) memuat tentang pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang mengatur kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian dan pengembangan pelabuhan. Dalam RIPN ditetapkan tatanan kepelabuhan nasional yang dapat diwujudkan dalam penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkermampuan tinggi, menjamin efisiensi dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan nusantara. Untuk mengembangkan sistem kepelabuhanan yang dapat menopang distribusi logistik yang terkait dengan konsep pemerataan barat dan timur maka ditetapkan lokasi dan konsep global hub di wilayah barat dan timur Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Gambar 4.15 Penetapan Konsep dan Lokasi Pelabuhan Global Hub Penetapan lokasi pelabuhan yang merupakan global hub di kawasan barat dan kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menjadi pintu gerbang laut bagi setiap kawasan yang berada dalam jangkuan masing-masing pelabuhan, sehingga diyakini menjadi penopang pengembangan perekonomian Indonesia yang tidak lagi menjadikan Pulau Jawa sebagai IV - 25

26 pusat pengembangan ekonomi utama. Meningkatkan perekonomian yang kuat tidak lepas dari upaya percepatan konektivitas dan pendistibusian logistik yang cepat, efektif dan efisien dan tentunya akan membutuhkan dukungan dan peran pelabuhan sebagai lokasi bongkar muat logistik Gambar 4.16 Lokasi Pelabuhan Global Hub Selain pelabuhan global hub pada gambar 4.16 yang menjadi prasarana pendistribusian logistik nasional, terdapat juga beberapa pelabuhan di Koridor Sulawesi yang posisinya cukup strategis dan juga berdampak pada upaya pengembangan ekonomi lokal dan regional. Pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain. Tabel 4.6 Pelabuhan dan Hierarkinya Pada Koridor Ekonomi Sulawesi No. Nama Pelabuhan Hierarki (TKN) Bitung (Sulut) Manado (Sulut) Lirung (Sulut) Tahuna (Sulut) Ulu Siau (Sulut) Tilamuta (Gorontalo) Gorontalo (Gorontalo) Pantoloan (Sulteng) Ogoamas (Sulteng) Bajoe (Sulsel) Malili (Sulsel) Utama Pengumpul Pengumpan Pengumpul Pengumpan Pengumpan Pengumpul Utama Pengumpul Pengumpul Pengumpul IV - 26

27 No. Nama Pelabuhan Hierarki (TKN) Palopo (Sulsel) Makassar (Sulsel) Siwa (Sulsel) Pare-Pare (Sulsel) Belang-Belang (Sulbar) Budong-Budong (Sulbar) Bau-Bau (Sulawesi Tenggara) Pengumpul Utama Pengumpul Pengumpul Pengumpul Pengumpan Pengumpul Gambar 4.17 Lokasi Pelabuhan di KE Sulawesi Pelabuhan-pelabuhan pada tabel 4.6 tersebut akan bersinergi dan terkait dalam upaya peningkatan perekonomian khusunya untuk mendorong konektivitas pendistribusian logistik di Pulau Sulawesi dan Indonesia umumnya. Kebutuhan pergerakan total pelabuhan di Korodir Ekonomi Sulawesi dari tahun ketahun dapat ditampilkan seperti gambar berikut IV - 27

28 Gambar 4.18 Total Pergerakan di Pelabuhan KE Sulawesi Tahun 2009 Gambar 4.19 Total Pergerakan di Pelabuhan KE Sulawesi Tahun 2020 Gambar 4.20 Total Pergerakan di Pelabuhan KE Sulawesi Tahun 2030 IV - 28

29 Adapun investasi strategis pada pelabuhan di KE Sulawesi antara lain : Pada tahun Pengembangan terminal peti kemas kedua di Makassar dan Terminal peti kemas di Bitung (II) - Pengembangan terminal CPO umum - Pengembangan terminal produk minyak bumi - Pengembangan terminal khusus curah pertanian untuk umum - Pengembangan terminal bijih nikel Pada tahun Pembangunan terminal peti kemas di Makassar dan Bitung 1900 m dermaga kontainer dengan 15 crane peti kemas dan beberapa RGT - Pengembangan terminal CPO umum - Pengembangan terminal produk minyak bumi - Pengembangan terminal khusus curah pertanian untuk umum - Pengembangan terminal bijih nikel 2. Rencana Pengembangan Pelabuhan Studi (RIP) a) Pelabuhan Makassar Rencana induk pelabuhan meliputi program pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Makassar yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan daratan serta perairan untuk kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan penunjang pelabuhan dengan mempertimbangkan aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya erta aspek-aspek terkait lainnya. Untuk menyelenggarakan kegiatan kepelabuhanan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya serta pengembangan sesuai rencana infuk dibutuhkan lahan daratan seluas 301,29 Ha dan areal perairan seluas Ha. Kebutuhan lahan daratan terdiri dari lahan eksisting untuk kegiatan pelayanan jasa kepelabuhanan seluas 119,29 Ha dan lahan daratan untuk pengembangan pelabuhan seluas 182 Ha. Sedangkan untuk kebutuhan areal perairan terdiri dari perairan untuk kegiatan jasa pelabuhan seluas Ha dan areal perairan untuk kegiataan keselamatan seluas Ha. Adapun kebutuhan dermaga dan fasilitas di pelabuhan dapat diperlihatkan seperti pada tabel dibawah ini. IV - 29

30 Tabel 4.7 Rencana Kebutuhan dermaga dan fasilitas di Pelabuhan Makassar No. Jenis fasilitas Dermaga - Penumpang - Petikemas - General Cargo - Curah - Ro-ro 2. Lapangan - General Cargo - Kontainer 360 m m m m 2 60 m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m 2 3. Gudang m 2 CFS m m m m 2 4. Terminal Penumpang m m m m 2 5. Industri Pendukung m m m 2 6. Area Break Bulk m m m 2 Sumber: Dokumen RIP Makassar Selain penambahan kebutuhan fasilitas, di Pelabuhan Makassar juga akan dilakukan pengembangan Pelabuhan yang akan direncanakan secara bertahap yaitu tahap I ( ) dan tahap II ( ) sebagaimana yang ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 4.8 Rencana Tahapan Pembangunan di Pelabuhan Makassar Tahap I ( ) Konstruksi Besaran /Unit/Luas 1. Pengerukan 2. Urugan m m 3 3. Dermaga - Penumpang 600 m (3 Berth) - Petikemas 570 m (3 Berth) - Gencar 360 m (2 Berth) - Ro-ro 140 m (1 Berth) 4. Kolam pelabuhan 128,64 Ha 5. Breakwater m 6. Lapaangan penumpukan - Lap. Petikemas m 2 - Lap. General Cargo m 2 7. Fasilitas Reefe 36 Plug 8. Gudang / CFS m 2 9. Jalan dan perkantoran m Utilitas dan Fasilitas Kelistrikan, saluran 1 set 11. Water supply 1 set IV - 30

31 12. Sistem informasi H/W 13. Area industri pendukung 14. Car terminal 15. Area Marina/pariwisata Tahap II ( ) Konstruksi Pengerukan 2. Urugan 3. Dermaga - Kapal Curah - Kapal Peti kemas - Kapal Gencar - Kapal Service (pandu, tunda, kepit, dll) 4. Lapaangan penumpukan - Lap. Petikemas - Lap. General Cargo 5. Fasilitas Reefe 6. Gudang / CFS 7. Jalan dan perkantoran 8. Utilitas dan Fasilitas Kelistrikan, saluran 9. Water supply, Resevoir (2x1300 m 2 ) 10. Sistem informasi H/W 11. Area industri pendukung 12. Area Break (liquid & Dry) 1 set 30 Ha 15 Ha 5 Ha m m m (3 Berth) 680 m (3 Berth) 360 m (2 Berth) 160 m (2 Berth) m m 2 36 plug m m 2 1 set 1 set 1 set 30 Ha 25 Ha Daftar Gedung di daerah Terminal Penumpang (luas total s.d 2015 = m 2 ) 1. Terminal Penumpang 800 m 2 2. Kantor CIQ 200 m 2 3. Kantor Syahbandar 100 m 2 Sumber: Dokumen RIP Makassar IV - 31

32 Gambar 4.21 Tahapan Rencana Pengembangan Pelabuhan MAkassar Studi Pengembangan IV - 32

33 b) Pelabuhan Bitung Rencana induk pelabuhan meliputi program pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Bitung yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan daratan serta perairan untuk kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan penunjang pelabuhan dengan mempertimbangkan aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek terkait lainnya. Untuk menyelenggarakan kegiatan kepelabuhanan pada Pelabuhan Bitung yang meliputi pelayanan jasa kepelabuhanan, peaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi serta pengembangan sesuai rencana induk, dibutuhkan lahan daratan seluas 90 Ha dan areal perairan seluas Ha. Kebutuhan lahan daratan terdiri dari lahan daratan eksisting untuk kegiatan pelayanan jasa kepelabuhanan seluas 80 Ha dan lahan daratan untuk pengembangan pelabuhan seluas 10 Ha. Sedangkan kebutuhan areal perairan terdiri dari: Area labuh kapal kontainer seluas 280 Ha Area labuh kapal general cargo 217 Ha Area kapalcurah cair seluas 198 Ha Area alih muat antar pulau seluas 241 Ha Area cadangan seluas 370 Ha Area barang berbahaya seluas 110 Ha Area karantina kapal seluas 120 Ha Area kapal mati seluas 110 Ha Area labuh kapal tanker seluas 115 Ha Area labuh ikan seluas 57 Ha Area labuh kapal pelayaran rakyat, kapal negara dan perbaikan kapal seluas 70 Ha. Adapun rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas pelabuhan Bitung untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jasa kepelabuhanan dilakukan berdasarkan perkembangan angkutan laut dengan tahapan-tapahan sebagai berrikut: - Tahap I, jangka pendek dari tahun 2003 sampai dengan tahun Tahap II, jangka menengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun Tahap III, jangka panjang dari tahun 2013 sampai dengan Selengkapnya tapahan pengembangan Pelabuhan Bitung dapat dilihat pada gambar IV - 33

34 Gambar 4.22 Tahapan Rencana Pengembangan Pelabuhan Bitung Studi Pengembangan IV - 34

35 c) Pelabuhan Anggrek Rencana induk pelabuhan meliputi program pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Anggrek yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan daratan serta perairan untuk kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan penunjang pelabuhan dengan mempertimbangkan aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek terkait lainnya. Untuk menyelenggarakan kegiatan kepelabuhanan pada Pelabuhan Anggrek yang meliputi pelayanan jasa kepelabuhanan, peaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi serta pengembangan sesuai rencana induk, dibutuhkan lahan daratan seluas 23,1 Ha dan areal perairan seluas 7.643,7 Ha (perairan untuk faslitas pokok 627 Ha dan perairan untuk fasilitas penunjang 7.016,7 Ha). Adapun tahapan pengembangan Pelabuhan Anggrek direncanakan dilakukan secara bertahap yaitu antara lain - Tahap I, jangka pendek sampai dengan tahun Tahap II, jangka menengah sampai dengan tahun Tahap III, jangka panjang sampai dengan tahun 2020 Dermaga dan fasilitas yang terkait dibangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan menurut prakiraan jumlah muatan dan penumpang. Adapun kebutuhan dermaga dan fasilitas tersebut antara lain. Tabel 4.9 Kebutuhan Dermaga dan Fasilitas Yang Terkait di Dermaga Multi-fungsi Pelabuhan Anggrek. No. Item Pembangunan Satuan Total panjang dermaga m Penambahan Trestel m 2x63x10-63x10 3 Penambahan area reklamasi m Penambahan lapangan peti m kemas 5 Penambahan CFS m Pengadaan Fork-Lift kapasitas 5 nos 5-3 ton 7 Pengadaan Fork-Lift kapasitas nos ton 8 Penambahan pagar m Penambahan gerbang nos Penambahan jalan m Sumber: Dokumen RIP Pelabuhan Anggrek IV - 35

36 Tabel 4.10 Kebutuhan Dermaga dan Fasilitas Yang Terkait di Dermaga Barang Curah (jagung) di Pelabuhan Anggrek. No. Item Pembangunan Satuan Total panjang dermaga m Penambahan trestel m 63x Penambahan area reklamasi m Penambahan lapangan barang m2 curah (jagung) Penambahan area muat untuk m2 truk Pengadaan ship loader (1.000 nos ton/jam) Penambahan silo nos Penambahan fasilitas pengerinan nos jagung (2.500 bph) Penambahan konveyer m Penambahan pagar m Penambahan gerbang nos Timbangan truk nos Penambahan jalan m Kantor terminal dermaga barang m2 curah Ruang perawatan peralatan m Ruang kontrol utama m Ruang kontrol m Sumber: Dokumen RIP Pelabuhan Anggrek IV - 36

37 Gambar 4.23 Layout Rencana Pengembangan Pelabuhan Anggrek Studi Pengembangan IV - 37

38 D. Potensi Ekonomi dan Hinterland Pulau Sulawesi 1. Potensi Ekonomi Potensi wilayah yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB di Pulau Sulawesi dalam kurun waktu adalah sektor pertanian sebesar 30,81% menyusul perdagangan, restouran dan hotel sebesar 14,51% dan jasajasa sebesar 12,57%. Sektor pertanian yang memiliki kontribusi cukup besar adalah tanaman pangan, karena termasuk provinsi yang berhasil swasembada pangan serta holtikultura khususnya di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan dari sektor perkebunan adalah kakao, cengkeh, kelapa sawit dan pala. Untuk sektor pertambangan dan industri adalah batu gamping, semen dan nikel di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Sektor pariwisata yang cukup mengundang wisatawan mancanegara adalah wisata bahari Bunaken di Sulawesi Utara, budaya adat Toraja di Sulawesi Selatan. Potensi yang banyak berkembang di Sulawesi adalah perikanan laut, perikanan darat, pertanian, perkebunan dan kehutanan. Tabel 4.11 Wilayah Potensi Budidaya di Pulau Sulawesi Potensi Jenis Wilayah Perikanan Perikanan Seluruh provinsi dengan persentase terbesar laut (309,890 ton/tahun, 39.75%) adalah Perkebunan Perikanan Darat Kelapa sawit Kelapa Kakao Karet Provinsi Sulawesi Selatan Seluruh provinsi dengan persentase terbesar (157,798 ton/tahun, 56.40%) adalah Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Pertanian Padi Seluruh provinsi dengan persentase terbesar (2,525,842 ton/tahun, 74.56%) adalah Provinsi Sulawesi Selatan Sumber : Balitbang Dephub, 2010, BPS 2010 Pulau Sulawesi dengan pola pengembangan kawasan dan fungsi kota sesuai dengan sektor unggulan wilayah kawasan darat maupun kawasan laut untuk masing-masing provinsi, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel IV - 38

39 Tabel Pola Pengembangan Kawasan dan Fungsi Kota-Kota di Pulau Sulawesi No A B C Provinsi/Kawasan Darat Kawasan Laut Yang Terkait SULUT & GORONTALO Kaw.Gorontalo ds. Kaw. Laut Tomini. Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan - Perikanan dan Perkebunan - Pariwisata - Pertambangan Kota Orientasi : Gorontalo Kaw.Manado ds. Kaw. Laut Bunaken ds Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Perkebunan - Perikanan - Industri dan Pariwisata - Pariwisata - Perikanan Laut Kota Orientasi : Manado SULAWESI TENGAH Kaw.Palu ds. Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perkebunan dan Industri - Peternakan & Perikanan Laut Kaw.Poso ds. Kaw. Laut Batuboli Sektor Unggulan - Perikanan dan Pariwisata - Pertambangan Kota Orientasi : Bitung Kaw. Laut Tomini ds Sektor Unggulan Fungsi Kota Secara Nasional PKL PKN PKL Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan dan Pariwisata - Perkebunan dan Peternakan Kota Orientasi : Poso PKW Kaw.Luwuk ds. Kaw. Laut Tolo Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Perkebunan - Perikanan dan Pariwisata - Peternakan Kota Orientasi : Luwuk SULAWESI TENGAH Kaw.Makassar ds. Kaw. Laut Sangkaran ds. Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan & PKW IV - 39

40 No D Kawasan Laut Yang Provinsi/Kawasan Darat Terkait Pertambangan - Perikanan dan Industri - Pariwisata Kota Orientasi : Makassar Kaw.Palopo ds. Kaw. Laut Bone ds. Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan & Pertambangan - Perkebunan dan Peternakan - Pariwisata Kota Orientasi : Palopo Kaw.Wt.Pone-Bulukumba ds. Kaw. Laut Bone ds. Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Pariwisata - Perikanan & Pertambangan - Tanaman Pangan - Pariwisata Kota Orientasi : Watangpone Kaw.Parepare ds. Kaw.Laut Selat Makassar ds. Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan - Perkebunan dan Peternakan - Pariwisata Kota Orientasi : Parepare SULAWESI TENGGARA Kaw.Kendari ds. Kaw. Laut Tolo ds. Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Perkebunan - Perikanan - Tanaman Pangan - Pariwisata - Industri dan Pariwisata Kota Orientasi : Kendari Kaw.Kolaka ds. Kaw. Laut Bone ds Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Perkebunan & T. Pangan - Perikanan & Pertambangan - Peternakan & Pertambangan - Pariwisata Kota Orientasi : Kolaka Kaw.Muna-Buton. Kaw. Laut Tukang Besi Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Perkebunan & Pertambangan - Perikanan dan Fungsi Kota Secara Nasional PKN PKW PKW PKW PKW PKL IV - 40

41 No Provinsi/Kawasan Darat Pariwisata Kawasan Laut Yang Fungsi Kota Terkait Secara Nasional - Perikanan - Pertambangan Kota Orientasi : Raha PKL Bau-Bau PKL Sumber : Studi Alternatif Percepatan Pengembangan Infrastruktur Pelabuhan di KTI, 2003 Jenis Produksi Dilihat dari sektor-sektor yang berkontribusi pada PDRB dan juga dengan memperhatikan MP3EI Koridor Sulawesi, jelas terlihat potensi ekonomi di Pulau Sulawesi adalah sektor tanaman pangan dan perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, pariwisata dan pertambangan, berikut uraian tentang potensi tersebut. a) Sektor Pertanian Salah satu sektor kegiatan ekonomi di Pulau Sulawesi adalah kegiatan sektor pertanian. Sektor pertanian ini terdiri atas sub sektor tanaman pangan, tanaman palawija dan holtikultura. Produksi sektor pertanian penting di Sulawesi dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.13 Produksi Sektor Pertanian di Pulau Sulawesi Menurut Provinsi (ton) Wilayah Provinsi Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Jumlah (ton) Tanaman Pangan Padi Sawah Padi Ladang Jumlah Tanaman Palawija dan Holtikultura Jagung Ubi Jalar Ubi Kayu Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau Sayur-Sayuran Buah-buahan Jumlah (ton) Jumlah Total (ton) Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Jumlah produksi hasil pertanian (tanaman pangan dan tanaman palawija) di Pulau Sulawesi mencapai ton per tahun. Dari jumlah tersebut IV - 41

42 Provinsi yang paling banyak menghasilkan produsi sektor pertanian adalah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah produksi mencapai ton (tanaman pangan ton dan tanaman palawija & holtikultura ton) sedangkan provinsi yang paling sedikit menghasilkan produksi pertanian adalah Provinsi Sulawesi Barat dengan jumlah produksi ton (tanaman pangan ton dan tanaman palawija & holtikultura ton) Lokasi produksi pertanian di Pulau Sulawesi tersebar di hampir disemua wilayah Sulawesi. Namun simpul utama ada pada beberapa daerah yang terindentifikasi di beberapa simpul antara lain seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini. Gambar 4.24 Lokasi Simpul Pertanian di Pulau Sulawesi Dari persebaran lokasi simpul produksi di Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Selatan yang paling kontribusinya dengan persentase 50% dari total keseluruhan hasil produksi pertanian di Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi IV - 42

43 Utara 12%, Gorontalo 7%, Sulawesi Tengah 20%, Sulawesi Barat 4 % dan Sulawesi Tenggara 7%. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Persentase Produksi Sektor Pertanian di Pulau Sulawesi 50% 7% 12% 7% 20% 4% Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Gambar 4.25 Persentase Produksi Pertanian di Pulau Sulawesi b) Sektor Perkebunan Dari sektor tanaman perkebunan yang diusahakan di Pulau Sulawesi mencakup tanaman kelapa, kopi, kapok, cengkeh, coklat, kemiri, jambu mete, dan beberapa jenis tanaman perkebunan lainnya. Produksi tanaman perkebunan di Sulawesi dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.14 Produksi Sektor Perkebunan Menurut Provinsi (ton) Jenis Wilayah Provinsi Produksi Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Kelapa Dalam Kelapa , Hibrida Kopi Robusta , Kopi Arabika Cengkeh , Coklat/kakao 3.783, Aren 5.171, Lada 68, Kapas Kapuk Kemiri 302, Jambu Mente 53, Asam Jawa Kenari Pinang IV - 43

44 Jenis Produksi Wilayah Provinsi Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Vanili 180, Sagu Pala 9.202, Jahe Tebu Siwalan Nipah Rami Wijen Nilam Jarak Sere Wangi Temulawak Kencur Lempunyang Lengkuas Cassiavera 156, Karet Kayu Manis Kunyit Tembakau Kelapa sawit Jumlah Total (Ton) , Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Provinsi Sulawesi Tengah menjadi penyumbang terbesar komoditi perkebunan di Pulau Sulawesi dengan capaian 47%, kemudian Provinsi Sulawesi Selatan dengan persentase hasil produksi 21%, Provinsi Sulawesi Utara dengan persentase hasil produksi 13%, menyusul Provinsi Sulawesi Tenggara dengan persentase hasil produksi 9% dan Provinsi Gorontalo dengan hasil produksi 4%. IV - 44

45 Persentase Produksi Hasil Perkebunan di Pulau Sulawesi 6% 21% 9% 13% 47% Gambar 4.26 Persentase Produksi Perkebunan di Pulau Sulawesi Lokasi simpul kegiatan perkebunan di Pulau Sulawesi terindentifikasi di beberapa simpul antara lain seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini. 4% Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Gambar 4.27 Lokasi Simpul Perkebunan di Pulau Sulawesi IV - 45

46 c) Sektor Perikanan Pulau Sulawesi memiliki wilayah kabupaten umumnya berada di pesisir pantai dengan potensi pengembangan perikanan darat maupun laut cukup besar. Saat ini jenis budidaya perikanan yang diusahakan adalah laut, sungai, danau, sawah, keramba, sungai, tambak dan kolam. Total produksi yang dicapai pada tahun 2010 masing-masing provinsi ditampilkan pada Tabel Tabel 4.15 Produksi Sektor Perikanan Menurut Provinsi Tahun (ton) Jenis Jumlah Produksi (Ton) Produksi Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Perikanan Laut Tambak Air Kolam Sawah Danau Rawa Jaring Apung Keramba Sungai waduk Perairan Umum Jumlah Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Persentase Produksi Hasil Perikanan di Pulau Sulawesi 11% 67% 9% 6% 6% 1% Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Gambar 4.28 Persentase Produksi Perikanan di Pulau Sulawesi IV - 46

47 Pencapaian produksi perikanan di Pulau Sulawesi didominasi oleh Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah produksi ton atau sekitar 67% dari total produksi perikanan Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Tenggara menghasilkan produksi mencapai ton atau sebanding dengan 11% dari total produksi perikanan Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Utara menghasilkan produksi ton atau sebanding dengan 9% dari total produksi perikanan Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Tengah dan Gorontalo menghasilkan produksi mencapai ton dan ton atau sebanding dengan 6% dari total produksi perikanan Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Barat mencapai ton atau sebanding dengan 1% dati total produksi perikanan Pulau Sulawesi. Gambar 4.29 Lokasi Simpul Perikanan di Pulau Sulawesi IV - 47

48 d) Sektor Peternakan Jenis usaha peternakan yang dibudidayakan di Sulawesi dibagi atas dua jenis yakni ternak besar meliputi: sapi, kerbau, kuda, babi, domba dan kambing, sedangkan ternak unggas adalah ternak ayam kampung, ayam ras dan itik. Produksi ternak tahun 2010 masing-masing provinsi di Sulawesi dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.16 Produksi Sektor Peternakan Menurut Provinsi Jumlah Hewan Ternak (Ekor) Jenis Produksi Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Itik Ayam Ras Ayam Pedaging Ayam Kampung Jumlah (Ekor) Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Persentase Jumlah Hasil Ternak di Pulau Sulawesi 15% 50% 5% 3% 12% 15% Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Gambar 4.30 Persentase Hasil Ternak di Pulau Sulawesi IV - 48

49 e) Sektor Kehutanan Sektor kehutanan di Pulau Sulawesi menghasilkan berbagai jenis kayu maupun hasil hutan lainnya seperti kayu, rotan, damar, dan getah pinus. Produksi kehutanan di Sulawesi pada tahun 2010 ditampilkan pada tabel 4.17 Tabel 4.17 Produksi Hasil Hutan Menurut Provinsi Jenis Produksi Jumlah Produksi (Ton) Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Kayu Gelondongan , , , , ,37 (m3) ,00 Kayu Gergajian (m3) , , , , ,85 Rotan (ton) , ,43 640, ,00 Damar (ton) , Kayu Rimba Campuran (ton) , Getah Pinus (ton) Jumlah , , , , , ,22 Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Jumlah produksi hasil hutan di Pulau Sulawesi mencapai ton_m 3. Dari hasil produksi didominasi oleh kayu gelondongan dan kayu gergajian. Sedangkan berdasarkan provinsi penghasil, Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi produksi hasil hutan terbanyak dengan hasil capaian mencapai ,22 ton atau sebanding dengan 31% dari total produksi hutan di Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi mencapai ,26 atau sebanding dengan 27% dari total produksi hutan di Pulau Sulawesi. Provinsi Tengah mencapai ,18 atau sebanding dengan 18% dari total produksi hutan di Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Utara mencapai ,00 atau sebanding dengan 12% dari total produksi hutan di Pulau Sulawesi. Provinsi Barat mencapai ,00 atau sebanding dengan 8% dari total produksi hutan di Pulau Sulawesi. Provinsi Gorontalo mencapai ,86 atau sebanding dengan 4% dari total produksi hutan di Pulau Sulawesi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar IV - 49

50 Persentase Produksi Hasil Hutan di Pulau Sulawesi 31% Gambar 4.31 Persentase Hasil Hutan di Pulau Sulawesi f) Sektor Industri 27% 12% Jenis industri yang berkembang di Pulau Sulawesi terdiri atas dua golongan yaitu jenis industri IKAHH (Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan) dan industri ILMEA (Industri Logam, Mesin, Alat Angkut Tekstil, Elektronika dan Aneka). Jumlah industri IKAHH dan industri ILMEA menurut provinsi di Pulau Sulawesi dapat dilihat pada tabel 4.18 Tabel 4.18 Potensi Usaha Industri dan Tenaga Kerja Industri Menurut Provinsi Industri Kimia, Agro dan Industri Logam, Mesin Provinsi Hasil Hutan dan Aneka Jumlah Tenaga Jumlah Tenaga Usaha Kerja Usaha Kerja Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra Jumlah Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Lokasi simpul kegiatan industri di Pulau Sulawesi terindentifikasi di beberapa simpul antara lain seperti yang diperlihatkan pada gambar % 18% 8% Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra IV - 50

51 Gambar 4.32 Lokasi Simpul Industri di Pulau Sulawesi g) Sektor Pertambangan Sektor pertambangan di wilayah Sulawesi termasuk mempunyai potensi tinggi seperti bahan mineral, minyak dan gas alam. Belum seluruhnya potensi tambang tersebut diekspoitasi sehingga belum memberi manfaat ekonomis bagi warga maupun bagi negara. Potensi hasil tambang di Sulawesi diperlihatkan pada Tabel 4.19 Tabel 4.19 Potensi Tambang di Sulawesi menurut Provinsi No Provinsi Potensi Tambang Ket 1 Emas, Minyak Bumi, Perak, Besi, Sulawesi Utara Belerang, Kaolin, Pasir dan Sirtu, Tras, Andesit, bentonit, Obsidian 2 Gorontalo Emas, Granit, 3 Besi, Emas, Pasir Kuarsa, Batu Giok, Sulawesi Tengah Marmer 4 Besi, Marmer, Granit, Kaolin, Bentonit, Sulawesi Barat Tembaga, zeolit, Mika, Andesit, Pasir silika 5 Sulawesi Selatan Nikel, Biji Besi, Batu Bara, batu IV - 51

52 No Provinsi Potensi Tambang Ket Gamping, Marmer, Feldspar, Khromit 6 Aspal, Nikel dan Marmer, Emas, Sulawesi Tenggara Magnesit, Kromit, Besi, Khromit, Kobal, Batubara, Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Lokasi simpul kegiatan pertambangan di Pulau Sulawesi terindentifikasi di beberapa simpul antara lain seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini Gambar 4.33 Lokasi Simpul Pertambangan di Pulau Sulawesi h) Sektor Perdagangan Kegiatan perdagangan di Pulau Sulawesi terdiri dari perdagangan ekspor dan impor serta perdagangan antar pulau. Jenis barang perdagangan ekspor antar pulau meliputi komoditas hasil pertambangan, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Sedangkan perdagangan impor, barang impor yaitu barang modal dan bahan baku untuk industri. Nilai Ekspor masing-masing provinsi di Sulawesi pada tahun 2010 ditampilkan pada Tabel IV - 52

53 Tabel 4.20 Volume dan Nilai Ekspor Provinsi di Sulawesi Tahun 2011 No. Provinsi Volume (Ton) Nilai Ekspor (000 US$) 1 Sulawesi Utara proses pendataan ,00 2 Gorontalo , ,00 3 Sulawesi Tengah , ,11 4 Sulawesi Barat proses pendataan ,00 5 Sulawesi Selatan , ,00 6 Sulawesi Tenggara , ,84 Total , ,95 Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011 Ket. i) Sektor Pariwisata Wilayah Sulawesi sangat kaya akan objek wisata, baik yang tlah berkembang seperti Bunaken, Wakatobi, Toraja dan Tomohon mauun beberapa potensi objek wisata yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Secara singkat potensi wisata yang tergolong unggulan di Sulawesi ditampilkan pada tabel Tabel 4.21 Objek Wisata Unggulan di Pulau Sulawesi No Provinsi Objek Wisata Unggulan 1 Sulut Taman Laut Bunaken, Danau Linuw, Amfittheater Woloan, Gunung Lokon, Gonung Mahawu, Rurukan, Goa Jepang, 2 Gorontalo Danau Limboto, Air Panas Lombogo, Pentadio Resort, Benteng Otohana, Makam Ju Panggola, Benteng Orange, Tahulu Barakati. 3 Sulteng Pulau Togean Una-una, Danau Poso, Hutan Lindung Morowali, Pantai Talise, Taman Nasional Lore Lindu, Taman Wisata Wera Donggala 4 Sulbar Pantai Manakarra, Pantai Palippis, Pantai wisata Lombang-Lombang, Perahu Sandeq, Pesta Adat Sayyang Pattudu 5 Sulsel Air Terjun Bantimurung, Pantai Losari, pantai Tanjung Bira,Taman Laut Takabonerate, Danau Tempe, Danau Towuti, Benteng Somba Opu, Museum Balla Lompoa. 6 Sultra Taman nasional wakatobi, Pulau Liwutongkidi, Taman Raya Hutan Murhum, Air Terjun Moramo, Pantai Nambo, Taman Nasional Rawa Aopa IV - 53

54 No Provinsi Objek Wisata Unggulan Watumohai, Air Terjun Moramo, Danau Napabale, Pantai Mayaria, Pulau Bokori Sumber: BPS masing-masing Provinsi, Potensi Hinterland Untuk lebih jelasnya potensi hinterland tiap provinsi di Pulau Sulawesi dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Provinsi Sulawesi Selatan 1) Potensi Pertanian dan perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai lumbung beras dan penghasil terbesar tanaman pangan di kawasan timur Indonesia, dan memposisikan Sulsel sebagai produsen pangan yang cukup potensial. Hasil pertanian daerah Sulawesi Selatan berupa tanaman pangan, sayur - sayuran dan buah - buahan, meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, kentang, kubis, tomat, bawang merah, daun bawang, sawi, terong, ketimun,wortel, kacang panjang, alpukat, jeruk, durian,markisa, jambu bol, pepaya, pisang, salak, mangga, nangka, dan sebagainya. Produksi padi Sulsel berdasarkan data BPS tahun 2009 adalah sebesar ton tahun 2006, tahun 2007 sebanyak ton dan tahun 2008 sebanyak ton. Terlihat, bahwa produksi padi mengalami pertumbuhan rata-rata 4,84% per tahun. Produktifitas pertanian jenis tanaman padi di Provinsi Sulsel memperlihatkan bahwa kebutuhan beras dapat mencukupi kebutuhan penduduk Provinsi Sulsel dengan kebutuhan konsumsi sebasar ,40 ton beras. Kondisi ini memperlihatkan bahwa wilayah Provinsi Sulsel mengalami surplus sebesar ,60 ton beras. Surplus beras tersebut diperdagangkan antar wilayah Provinsi dalam pulau maupun antar Provinsi dan antar pulau di Indonesia, terutama tujuan perdagangan pada umumnya meliputi wilayah di KTI, termasuk Kalimantan Timur. Untuk produksi jagung Sulsel pada tahun 2009 sebesar ton dengan tingkat konsumsi sebesar ,5 ton, maka wilayah Provinsi Sulsel merupakan wilayah yang surplus jenis komoditi jagung sebesar ,5 ton. Perdagangan komoditi jagung tersebut dilakukan ke Pulau Jawa dan Kalimantan untuk diolah sebagai bahan dasar pakan ternak. Jenis tanaman kacang kedelai diusahakan pada tahun 2008 dengan luas areal Ha dan jumlah produksi sebesar ton atau 1,56 ton/ha. Kebutuhan kacang kedelai di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan pada dasanya surflus sebesar 2.778,71 ton. IV - 54

55 Kelebihan produksi tersebut umumnya diperdagangkan ke Pulau Jawa, disamping perdagangan antar Provinsi di Pulau Sulawesi. Sedangkan hasil produksi jenis komoditas buah - buahan dan jenis tanaman sayur-sayuran umumnya memenuhi kebutuhan wilayah Provinsi Sulsel. Sedangkan perdagangan antar pulau untuk jenis tanaman ini lebih banyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perdagangan antar pulau, terutama ke wilayah Provinsi Kalimantan Timur. 2) Potensi Perikanan dan Peternakan Potensi perikanan di Sulsel sangat menjanjikan, apalagi digali dan dikembangkan secara lebih maju dan modern. Potensi sumber daya perikanan di daerah ini, baik perikanan laut maupun darat, memiliki prospek yang baik, khususnya untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun internasional. Komoditas andalan sektor ini adalah udang, ikan tuna, cakalang, dan bawal, serta beberapa jenis perikanan lainnya, baik berupa perikanan tangkap maupun budidaya. Wilayah-wilayah yang merupakan sentra produksi perikanan tangkap maupun budidaya di Provinsi Sulsel adalah Kota Makassar, Maros, Gowa, Takalar, Parepare, Barru, Pangkep, Palopo, dan Watampone. Hasil produksi perikanan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan di Provinsi Sulsel dan bahkan sebagian diperdagangankan, baik antar pulau untuk kebutuhan industri dan kegiatan ekspor. Perdagangan ikan segar antar pulau umumnya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jakarta dan adanya permintaan ikan bandeng yang cukup meningkat. Sedangkan untuk kegiatan peternakan di Sulsel termasuk provinsi surplus daging yang mencapai ton (Balitbang Perhubungan 2010). Pusat produksi ternak di Sulsel meliputi Kabupaten Bone yang mencapai 15,21%, Kabupaten Bulukumba 9,65%, Kabupaten Gowa, Maros, Barru sebesar 38,49%. Ternak unggas seperti ayam, itik dan telur ayam, Provinsi Sulsel juga memperlihatkan sebagai wilayah yang surflus, khususnya daging ayam. Untuk produksi telur, Provinsi Sulawesi Selatan termasuk provinsi surplus telur dengan pusat produksi di Kabupaten Sidrap, Maros, Barru, Soppeng dan Pinrang. Telur dari daerah tersebut diangkut dengan truk yang rata-rata memuat rak/trip atau setara dengan butir atau kg. Terdapat 20 s.d. 30 trip truk/hari mengangkut telur dari kabupaten tersebut ke Makassar dan Parepare, dan beberapa truk yang diantar pulaukan ke Provinsi Kalimantan Timur melalui Pelabuhan Parepare tujuan Balikpapan dan Nunukan atau Tarakan, atau melalui pelabuhan penyeberangan Mamuju-Balikpapan dan BajoE-Kolaka. Sedangkan yang diantar IV - 55

56 pulaukan ke Provinsi Maluku dan Papua, dan Papua Barat dengan menggunakan kapal ekspres milik PT. Pelni. Salah satu prodok logistic yang terkait dengan kegiatan peternakan adalah susu. Pemeliharaan dan produksi susu di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dikatakan beum dikembangkan, kecuali di beberapa wilayah yang telah memproduksi susu secara tradional untuk diolah sebagai bahan makanan melalui industry mikro, seperti yang terdapat di Kabupaten Enrekang dengan produk Dangke (keju). Ntuk memenuhi kebutuhan susu tersebut masih sangat mengandalkan bersumber dari Pulau Jawa yang berupa produk hasil olahan industry. 3) Potensi Kehutanan Potensi kehutanan di daerah Sulsel terutama dimiliki oleh Kabupaten Luwu, Luwu Timur, luwu Utara, dan Palopo, dengan komoditas andalannya antara lain kayu hitam, rotan dan damar. Hutan di Sulawesi Selatan seluas Ha yang antara lain terdiri dari ,90 Ha hutan lindung, ,00 Ha hutan produksi terbatas, dan ,10 Ha hutan produksi biasa. Produksi hasil hutan di Provinsi Sulsel pada dasarnya hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya. Dalam rangka pemenuhan hasil-hasil hutan untuk kebutuhan industry manufaktur banyak didatangkan dari Pulau Kalimantan dan Papua yang diolah di kawasan industry Makassar dan di beberapa pusat pengolahan kayu lainnya. Hasil hutan yang menjadi barang logistic nasional adalah kertas yang bahan bakunya adalah kayu ataupun bamboo. Kebutuhan kertas pada wilayah Sulawesi Selatan masih sangat besar yang dalam skala regional tidak diproduksi, melainkan didatangkan dari Pulau Jawa dan umumnya melalui Pelabuhan Tanjung Perak Jakarta dan Tanjung Priok Surabaya. 4) Perindustrian Sektor industri yakni industri besar, menengah / sedang, dan kecil/ rumah tangga : industri makanan, minuman, tembakau, industri kayu, pertanian dan perkebunan (agroindustri). Dalam pembahasan ini tidak diuraikan secara terperinci mengenai jumlah kegiatan industry menurut klasifikasinya maupun jumlah tenaga kerja yang bekerja pada setor perindustrian, melainan hanya menguraikan kegiatan industry yang dapat meningkatkan perdagangan antar pulau/provinsi di KTI berdasarkan potensi dan kondisi di masing-masing wilayah Provinsi. Jenis kegiatan perindutrian yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, baik sebagai pemasok maupun sebagai sentra distrbusi ke IV - 56

57 beberapa wilayah di KTI adalah industry semen, gula pasir, tepun terigu, minyak goreng, garam beryodium, Pulp kertas, dan pupuk. a) Hasil produksi industry berupa semen yang berlokasi di kabupaten Pangkep (PT. Semen Tonasa) dan Maros (PT. Semen Bosowa) telah menjadikan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai wilayah pemasok kebutuhan semen nasional, terutama pada wilayah KTI. Kebutuhan produksi semen di wilayah Sulsel sangat mencukupi sehingga sebagian besar produksi semen yang diproduksi oleh 2 industri semen tersebut diantar pulaukan. b) Jenis produksi gula pasir di Provinsi Sulsel diperoduksi di Kabupaten Takalar dan Bone (PTP. Nusantara XIV). Kapasitas produksi gula pasir pada kedua industri tersebut masih defisit sehingga impor gula pasir dan sebagian yang didatangkan dari Pulau Jawa merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan dan kestabilan harga gula pasir secara nasional. Pusat pelabuhan pasokan gula pasir utama secara Nasional adalah Tg. Perak, Makassar, Telukbayur, dan Panjang. Pelabuhan Makassar mendistribusikan gula pasir sebanyak ton tahun 2006 untuk KTI. c) Kegiatan industri penghasil produksi tepung terigu secara nasional, wilayah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah yang memproduksi hasil industri tersebut. PT. Berdikari Sari Utama yang berlokasi di Kota Makassar dengan kapasitas Mt/hari. Sedangkan kebutuhan konsumsi terigu untuk Kawasan Timur Indonesia mencapai MT/tahun, sehingga terjadi defisit MT/tahun, dan hal tersebut dibutuhkan supply dari pusat produksi yang berlokasi di Kawasan Barat Indonesia. Kedudukan wilayah Provinsi Sulsel di KTI merupakan sentra distribusi tepung terigu, baik yang dilakukan secara nasional maupun impor ke wilayah-wilayah yang ada di KTI. d) Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi garam untuk konsumsi rumah tangga di KTI terus mengusahakan pengembangan produksi. Usaha penggaraman di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulsel merupakan suatu potensi ekonomi yang sangat besar, karena didukung oleh iklim dan kondisi geografis serta areal penggaraman yang cukup luas, yaitu 567 hektar dengan tenaga kerja sebanyak orang yang cukup terampil dalam proses produksi garam dan mampu menghasilkan produksi garam sebesar ton/tahun (Disperindag Kab Jeneponto). Oleh karena dikembangkan program proses pengolahan dari garam rakyat menjadi garam beriodium yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan Program Gerbang Emas di Kecamatan Arungkeke dan Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Kondisi usaha tani garam rakyat dengan areal IV - 57

58 penggaraman seluruhnya di Kabupaten Jeneponto sebesar 567 ha dengan produksi ton atau rata-rata 47 ton/ha/hari mempunyai daya saing produksi garam masih sangat rendah, sehingga masih kalah bersaing dengan garam dar Pulau Madura apalagi garam impor. Kualitas garam masih sangat rendah yaitu kadar air tinggi, kotoran banyak, Natrium Clorida (NaCl) rendah. Pangsa pasar garam dari Kabupaten Jeneponto, Takalar, Pangkep dan Maros masih sangat terbatas yaitu hanya dapat dipasarkan pada pasar-pasar tradisional di Provinsi Sulawesi Selatan. Meskiupun demikian, untuk memenuhi kebutuhan garam di wilayah Sulsel masih dipasok garam impor dengan pintu masuk melalui Pelabuhan Makassar yang kemudian terdistribusi ke wilayah-wilayah lainnya. e) Hasil Industri Pulp dan kertas di wilayah Provinsi Sulsel masih mengandalkan supply dari Kawasan Barat Indonesia karena wilayah Sulsel tidak memiliki industri Pulp dan kertas. f) Hasil pupuk untuk kebutuhan kegiatan pertanian di wilayah Provinsi Sulsel masih disuplai dari Kalimantan Timur dan Gresik (Jawa Timur). Produksi pupuk yang berkembang masih memiliki kapasitas produksi terbatas dan belum mampu memenuhi kebutuhan pupuk untuk satu wilayah kabupaten. 5) Potensi Pertambangan Dibidang pertambangan, Provinsi Sulsel memiliki berbagai potensi mineral dan bahan galian lainnya, seperti emas di Luwu, Mamuju, dan Tana Toraja; bijih besi di aliran Sungai Walanae dan Luwu; timah hitam dan seng di Mamuju, Tana Toraja dan Gowa; gips di Luwu; batuan tras di Pangkajene Kepulauan; dan pasir besi di Takalar. Di Kabupaten Wajo terdapat deposit gas alam yang cukup besar dan potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, Provinsi ini memiliki bahan galian golongan C yang cukup besar dan tersebar di seluruh daerah Sulsel. Bahan galian yang berupa pasir, batu, kapur, batu kali, tanah liat, dan dolomit sangat bermanfaat bagi industri bahan bangunan. Hasil bahan galian utama di Sulsel antara lain adalah batu gamping sebesar ton dan nikel pasir ton. Untuk jenis tambang minyak dan gas bumi, wilayah Sulsel hanya disuplai dari beberapa wilayah di Indonesia. Berdasarkan pusat-pusat suplai kilang minyak yang ada di KTI, hanya terdapat di Kalimantan Timur dan Papua. Adapun potensi gas bumi yang berada di beberapa wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan, seperti di Kabupaten Wajo lebih diprioritaskan sebagai energy pembangkit listrik yang saat ini sudah mulai dikembangkan. IV - 58

59 b. Provinsi Sulawesi Tenggara 1) Potensi Pertanian dan perkebunan Hasil pertanian berupa tanaman pangan, buah - buahan, dan sayur - sayuran antara lain adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kubis, petai, kacang panjang, cabe, terung, ketimun, labu siam, kangkung, bayam, tomat, mangga, jeruk, duku, jambu biji, pepaya, jambu air, pisang, nenas, nangka, kedondong, durian, dan salak. Produksi padi yang sudah diolah menjadi beras pada tahun 2006 mencapai ton, tahun 2007 sebanyak ton dan tahun 2008 sebanyak ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 10,23% per tahun. Jika dilihat kebutuhan konsumsi pada tahun 2008 yang mencapai ,39 ton, maka produksi beras di wilayah ini adalah surflus sebanyak ,61 ton. Luas areal lahan pertanian dan jumlah produksi komoditas utama : padi sawah dan tegalan Ha, hasil produksinya ton; jagung Ha, hasil produksinya ton; ubi kayu Ha, hasil produksinya ton; ubi jalar Ha, hasil produksinya ton; kacang tanah Ha, hasil produksinya ton; dan kedelai Ha, hasil produksinya ton. Hasil buah - buahan dan sayur - sayuran yaitu : mangga kuintal, langsat kuintal, jeruk kuintal, pisang kuintal, nangka kuintal, kacang panjang kuintal, cabe kuintal, tomat kuintal, terung kuintal, dan ketimun kuintal. Jenis komoditi ini masih dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wilayah dan hanya sebagian diperdagangkan antar pulau melalui kapal-kapal barang dengan orientasi pergerakan ke Pulau Papua, Maluku dan selebihnya dikembangkan sebagai bahan baku industry mikro. Adapun jenis tanaman jagung di wilayah Provinsi ini pada dasarnya mengalami surplus, hal ini dapat dilihat adanya perdagangan komoditi jagung ke Surabaya, Makassar dan Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan industry. Sementara kacang kedelai yang memiliki tingkat pengusahaan yang relative kecil, sehingga kebutuhan kacang kedelai masih didatangkan dari wilayah-wilayah pulau lainnya untuk pembuatan tempe dan tahu skala local. Hasil perkebunan rakyat terdiri dari kelapa dalam, kopi, kapuk, lada, pala, cengkeh, jambu mete, kemiri, coklat, enau, vanili, pinang, asam jawa, tembakau, kelapa hibrida, kapas rakyat, tebu, jahe dan sagu. Yang sangat dikembangkan karena sangat potensial untuk ekspor baru yaitu kelapa, kopi, lada, cengkeh, jambu mete, coklat, dan sagu. Produksi tanaman perkebunan tahun 2005 yang tertinggi adalah tanaman coklat ton yang tersebar di seluruh wilayah IV - 59

60 kabupaten dan kota. Kemudian diikuti tanaman jambu mete dengan produksi ton yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota. 2) Potensi Perikanan dan Peternakan Komoditas andalan : ikan cakalang, ikan tuna, ikan teri, ikan layang, dan ikan kerapu yang banyak terdapat di Londano, Bungkinalo, Lakare, Runa, dan Lasolo. Daerah penghasil ikan terbesar adalah Kabupaten Kolaka dan Kendari. Perdagangan hasil perikanan pada wilayah ini dilakukan dalam wilayah Provinsi dan produksi perikanan yang diusahakan mngalami surplus sehingga dikembangkan perdagangan perdagangan antar pulau ataupun ekspor. Populasi ternak utama di Sultra : sapi ekor, kerbau ekor, kambing ekor, ayam kampung ekor, dan itik ekor. Ketersediaan hewan ternak sapi pada wilayah ini belum dapat memenuhi tingkat konsumsi atau dengan kata lain mengalami defisit. Sedangan daging ayam berdasarkan ketersediaan daging ayam terhadap kebutuhan mengalami surflus sebanyak 2.782,03 ton. Salah satu prodok logistik nasional yang terkait dengan kegiatan peternakan adalah susu. Pemeliharaan dan produksi susu di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara belum dikembangkan sehingga kebutuhan produk susu masih mengandalkan dari Puau Jawa yang umumnya berupa hasil produk olahan. 3) Potensi Kehutanan Potensi kehutanan di Sultra terutama banyak terdapat di Kabupaten Kolaka, Kendari, dan Muna, dengan komoditas utamanya antara lain kayu cendana, kayu hitam, kayu rimba, bakau, rotan, dan damar. Luas areal hutan di Sulawesi Tenggara adalah sekitar hektar, terdiri dari hutan produksi biasa hektar; hutan produksi terbatas hektar; hutan lindung hektar; hutan wisata (PPA) hektar, dan hutan konversi hektar. Produksi kayu (hutan) di Sultra berturut - turut sebagai berikut : kayu jati logs (bulat) 5.707,07 m3 dan 3.074,99 m3 (menurun); kayu jati gergajian 4.816,78 m3 dan 1.908,15 m3 (menurun); kayu rimba bulat m3 dan ,24 m3 (menurun), kayu rimba gergajian 5.502,12 m3 dan ,31 m3, serta hasil rotan 9.724,82 ton dan ,19 ton. Selain hasil rotan (non kayu), sebagian besar produksi hutan di Sultra menurun. Hanya rotan yang merupakan hasil hutan non kayu yang mengalami peningkatan. IV - 60

61 4) Potensi Industri Industri baik yang berbasis sumber daya alam, khususnya industri pengolahan hasil hutan dan hasil kelautan (industri maritim dan kelautan serta bioteknologi), mempunyai potensi yang masih dapat dikembangkan secara lebih optimal, jenis industri, jumlah tenaga kerja, investasi dan nilai produksinya secara total adalah sebagai berikut : ada perusahaan; terdiri dari industri kimia, industri logam dan mesin, industri hasil pertanian dan kehutanan, dan aneka industri. Banyaknya industri besar/sedang adalah unit perusahaan. Industri kimia berjumlah unit, industri logam dan mesin unit, industri aneka unit, serta industri hasil pertanian dan kehutanan unit. Banyaknya industri kecil (industri hasil pertanian dan kehutanan serta industri logam dan mesin) mencapai unit. Lokasi industri kebanyakan ada di Kota Kendari, Kabupaten Kendari dan Buton. Adapun jenis kegiatan industri untuk kebutuhan logistik adalah : Kebutuhan produksi industry berupa semen di wilayah ini umumnya disuplai dari Provinsi Sulawesi Selatan, selebihnya berasal dari wilayah KBI, yaitu melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Jenis produksi gula pasir di Provinsi Sultra masih disuplai dari KBI dan ekspor melalui pelabuhan Tg. Perak, Makassar, Telukbayur, dan Panjang Kebutuhan hasil industri berupa tepung terigu masih disuplai dari Pelabuhan Makassar dan KBI melalui pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok. Produksi garam di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara umumnya masih disuplai dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi garam untuk konsumsi rumah tangga di KTI. Selain itu, suplai juga dilakukan dari Pulau Jawa melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kebutuhan hasil Industri Pulp dan kertas di wilayah Provinsi Sultra masih mengandalkan supply dari Kawasan Barat Indonesia. Kebutuhan hasil pupuk untuk kebutuhan kegiatan pertanian di wilayah Provinsi Sultra masih disuplai dari Kalimantan Timur dan Gresik (Jawa Timur). 5) Potensi Pertambangan Di sektor pertambangan dan galian, Sultra memiliki potensi yang cukup besar, khususnya nikel di daerah Pomala dan Kolaka, aspal di Buton, serta bahan lainnya, seperti chromit, pasir, batu koral, marmer, batu gamping, yang tersebar dalam jumlah yang cukup besar. Potensi ini dapat dikembangkan secara lebih optimal lagi. IV - 61

62 Di daerah Provinsi Sultra terdapat 3 perusahaan pertambangan besar yaitu PT. Antam Tambang (Pertambangan Nikel) terletak di Pomala Kabupaten Kolaka, PT. Sarana Karya (Pertambangan Aspal) terletak di Banabungi Kabupaten Buton dan PT. Bakrie Prima yang mengelola Pertambangan Marmer di Kecamatan Moramo Kabupaten Kendari. Sedangkan hasil tambang berupa minyak dan gas bumi disuplai dari Kalimantan Timur, Papua dan wilayah KBI. c. Provinsi Sulawesi Barat 1) Potensi Pertanian dan perkebunan Komoditas unggulan : padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar, durian, manggis, mangga, langsat, dan rambutan. Produksi padi pada tahun 2006 sebanyak ton, tahun 2007 sebanyak ton, dan tahun 2008 sebanyak ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,16% per tahun. Kebutuhan produksi beras pada wilayah ini masih mencukupi jika dibandingkan dengan kebutuhan beras tahun 2008 sebanyak ,86 ton atau mengalami surflus sebesar ,14 ton. Adapun wilayah sentra produksi beras terbanyak pada wilayah Provinsi Sulbar adalah Kabupaten Polewali Mandar (Polman) dan Mamasa. Adapun kegiatan perdagangan beras yang banyak dilakukan melalui pelabuhan Majene, Polman dan Mamuju ke beberapa wilayah di Kalimantan Timiur. Jenis produk jagung yang banyak diusahakan oleh masyarakat di wilayah Provinsi Sulawesi Barat telah meningkatkan pola perdagangan antar wilayah karena jenis komoditi jagung di wilayah ini relative surflus. Sedangkan kacang kedelai yang memiliki pengusahaan yang masih rendah dan jika divandingkan dengan tingkat kebutuhan kacang kedelai yang relative tinggi, wilayah Sulbar merupakan wilayah deficit kacang kedelai. Kebutuhan kacang kedelai di wilayah ini adalah sebagai bahan dasar pembuatan bahan makanan seperti tempe dan tahu. Komoditas perkebunan yang banyak dihasilkan adalah kakao, kopi, kelapa, cengkeh, kemiri, dan jambu mete. Luas areal tanaman perkebunan rakyat secara keseluruhan sebesar ,12 Ha. Sebesar ,03 Ha merupakan luas tanaman perkebunan rakyat yang paling menghasilkan. 2) Potensi Perikanan dan Peternakan Garis pantai sepanjang kurang lebih 89,07 kilometer dan dengan luas perairan km2. Selain hasil tangkapan nelayan (ikan tuna, cakalang, tongkol), ikan juga dibudidayakan dengan sistem pertambakan (bandeng dan udang). Dengan demikian, potensi perikanan Kabupaten Polewali Mandar (laut maupun tambak) sangat besar. IV - 62

63 Selain kegiatan perikanan tangkap yang diusahakan pada wilayah ini, juga dikembangkan perikanan budidaya yang produksinya diperdagangkan antar wilayah. Produksi perikanan juga tersuplai ke beberapa wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan, seperti ke Tana Toraja, Enrekang, dan Sidrap. Disamping perdagangan tersebut, kegatan ekspor hasil perikanan juga dilakukan melalui wilayah Provinsi Sulsel karena produk perikanan wilayah Sulbar surplus sehingga dapat mengembangkan perdagangan antar daerah dalam wilayah Pulau Sulawesi mauoun antar pulau, baik untuk kebutuhan bahan makan maupun untuk kebutuhan industri pengolahan. Untuk produk susu melalui pengembangan ternak sapi perah pada wilayah ini belum dikembangkan sehingga kebutuhan susu masih disuplai dari Pulau Jawa melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Tanjung Priok Jakarta. Sementara kegiatan pengussahaan perahan susu sapi atau kerbau secara tradisional juga belum dikembangkan. 3) Potensi Kehutanan Komoditas andalan seperti rotan, pinus, damar, dan kayu. Luas kawasan hutan di daerah ini seluas Ha yang terdiri dari Ha hutan lindung, Ha hutan produksi, dan 900 Ha merupakan cagar alam. Adapun wilayah penghasil hasil-hasil hutan ada wilayah ini adalah Mamasa, Mamuju dan Polman. 4) Industri Potensi industri berbasiskan pada industri kecil yang menyebar di seluruh kabupaten seperti industri gerabah, meubel rotan, kerajinan kayu, meubel kayu, kapal rakyat, batu bara, ikan kering, minyak kelapa, tahu / tempe. Untuk hasil industri skala besar yang berupa kebutuhan logistik dalam memenuhi kebutuhan seluruh wilayah di Provinsi Sulawesi Barat masih disuplai dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, seperti semen, gula pasir, tepung terigu, garam, kertas, dan pupuk. Pengangkutan dilakukan lebih dominan melalui jalur jalan darat yang berlangsung setiap hari. Sedangkan minyak goreng pada wilayah ini merupakan wilayah yang surplus seiring dengan pemngembangan perkebunan kelapa sawit maupun kelapa dalam yang banyak dikembangkan oleh masyarakat. Meskipun demikian, pola aliran barang untuk jenis minyak goreng dalam kemasan masih disuplai dari Pulau Jawa melalui Pelabuhan Makassar. IV - 63

64 d. Provinsi Sulawesi Tengah 1) Potensi Pertanian dan perkebunan Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah merupakan sentra produksi beras. Jumlah produksi pada tahun 2006 sebanyak ton, tahun 2007 sebanyak ton dan tahun 2008 sebanyak ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,36% per tahun. Jika dilihat kebutuhan konsumsi beras tahun 2008 yang dapat mencapai sebesar ,70 ton, maka wilayah ini mengalami surflus sebesar ,30 ton. Adapun wilayah sentra produksi beras pada wilayah ini adalah Kabupaten Morowali, dan Parigi Moutong. Perdagangan beras dari wilayah ini umumnya mengarah ke Kalimantan dan beberapa wilayah lainnya di KTI. Tanaman palawija terdiri atas tanaman jagung, ubi kayu, ubi jalar,kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau. Untuk tanaman sayur - sayuran meliputi tujuh belas jenis tanaman sayur - sayuran mulai dari bawang daun, kentang, kubis, sampai dengan kangkung. Jenis tanaman buah-buahan mencakup 21 jenis tanaman buah - buahan diantaranya jeruk, pisang, nenas, durian dan lain sebagainya. Produksi tanaman bawang pada wilayah ini dapat mensuplai ke wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan untuk jenis tanaman lainnya masih merupakan jenis produk untuk kebutuhan konsumsi pada wilayah tersebut. Untuk jenis komoditi jagung yang banyak dikembangkan oleh masyarakat, terutama pada wilayah Kabupaten Morowali, Parimo, Buol dan beberapa wilayah lainnya, sehingga produk tanaman jagung mengalami surplus. Kegiatan perdagangan komoditi jagung ini dilakukan antar pulau dan sebagian memenuhi permintaan di Provinsi Gorontalo sebagai sentra produsi jagung. Sedangkan jenis produk tanaman kacang kedelai masih deficit karena tingkat pengusahaan oleh masyarakat masih rendah. Untuk memenuhi kebutuhan kacang kedelai di wilayah ini lebih banyak di suplai dari Pulau Jawa maupun impor. 2) Potensi Perikanan dan Peternakan Produksi perikanan pada wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dapat dikembangkan disemua wilayah kabupaten karena berada pada wilayah pesisir, baik yang menghadap ke Selat Makassar maupun Teluk Tomini. Selain perikanan tangkap, juga dkembangkan perikanan darat termasuk hasil budidaya tambak, kolam, keramba, dan sebagainya. Hasil produksi perikanan pada wilayah ini memperlihatkan adanya perdagangan ke wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara melalui transportasi laut. Selain itu, kegiatan ekspor ke beberapa negara. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah Sulteng merupakan wilayah yang surplus jenis produk perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. IV - 64

65 Sedangkan sub sektor peternakan yang diusahakan pada wilayah ini yang meliputi ternak sapi, kerbau, kambing, kuda, babi, domba, ayam ras, ayam kampung dan itik. Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah defisit 970 ton/th, yang mana populasi ternak terbesar untuk sapi di Kabupaten Banggai yang mencapai ekor atau 20,90%, menyusul Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, dan Morowali, sedangkan untuk ternak kerbau dijumpai terbanyak di Kabupaten Poso yang mencapai ekor atau 65,70%. Kekurangan daging Provinsi Sulawesi Tengah didapatkan dari Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara. Sedangkan pengembangan sapi perah untuk memenuhi produk susu segar di wilayah ini belum dikembangkan. Untuk memenuhi kebutuhan susu di wilayah ini masih disuplai dari wilayah KBI. 3) Potensi Kehutanan Daerah Sulteng memiliki potensi hasil hutan yang cukup besar, terutama kayu bakau, kayu hitam, kayu meranti, kayu kuning, serta hasil hutan lainnya, seperti rotan dan damar. Luas hutan di Sulteng adalah sebagai berikut : hutan lindung hektar; hutan produksi biasa hektar; hutan produksi terbatas hektar; hutan konversi hektar; hutan suaka alam dan hutan wisata hektar. Hasil produksi hutan di Sulteng meliputi kayu rimba, kayu hitam, dan kayu bakau. Sementara itu, produksi hasil hutan di Sulteng menurut jenisnya adalah kayu bulat m3; kayu gergajian m3; kayu hitam gergajian 109 m3; rotan ton; dan damar 582 ton. 4) Industri Sektor industri andalan Provinsi Sulawesi Tengah seperti industri makanan, minuman, tembakau, industri kayu dan barang dari kayu, industri kertas dan barang dari kertas, industri kimia dan barang dari kimia. Hasil industri tersebut umumnya masih berskala regional dalam rangka pemenuhan kebutuhan wilayah Provinsi Sulteng. Untuk hasil industri jenis barang-barajg logistik di wilayah ini adalah : Hasil industri berupa semen di wilayah ini umumnya disuplai dari Provinsi Sulawesi Selatan, selebihnya berasal dari wilayah KBI. Jenis produksi gula pasir di Provinsi Sulteng masih disuplai dari KBI dan ekspor melalui pelabuhan Tg. Perak dan Makassar Kebutuhan hasil industri berupa tepung terigu masih disuplai dari Pelabuhan Makassar dan KBI melalui pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok. Produksi garam di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara IV - 65

66 umumnya masih disuplai dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi garam untuk konsumsi rumah tangga di KTI. Selain itu, suplai juga dilakukan dari wilayah KBI melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kebutuhan hasil Industri Pulp dan kertas di wilayah Provinsi Sulteng masih mengandalkan supply dari Kawasan Barat Indonesia. Kebutuhan hasil pupuk untuk kebutuhan kegiatan pertanian di wilayah Provinsi Sultra masih disuplai dari Kalimantan Timur dan Gresik (Jawa Timur). 5) Potensi Pertambangan Sektor pertambangan, daerah Sulawesi Tengah memiliki berbagai bahan mineral seperti emas, nikel, bijih besi, mangan, mika skis, limestone, granit, marmer, kaolin, gypsum, dan batubara. Seluruh potensi tambang mineral tersebut tersebar di berbagai wilayah kabupaten. Sementara itu, cadangan (deposit) minyak bumi dan gas terdapat di Kabupaten Donggala dan Poso. Dengan melihat potensi pertambangan di wilayah ini, untuk jenis minyak dan gas bumi masih disuplai dari wilayah-wilayah yang memiliki kilang minyak di Indonesia, seperti Kaltim, Papua dan beberapa wilayah di KBI. Kegiatan pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi dilakukan secara nasional. e. Provinsi Gorontalo 1) Potensi Pertanian dan perkebunan Dari seluruh luas lahan di Provinsi Gorontalo 1,02 juta Ha atau 83,74 % merupakan lahan pertanian, sementara potensi areal perkebunan ,81 Ha, yang tersebar di Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango sebesar ,51 Ha serta Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato sebesar ,30 Ha. Komoditas pertanian yang digalakkan di daerah Gorontalo adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Hasil produksi beras pada tahun 2006 mencapai ton, tahun 2007 mencapai ton, dan tahun 2008 mencapai ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,28% per tahun. Wilayah ini termasuk wilayah yang surflus produksi beras yang mencapai ,50 ton pada tahun Kegiatan perdagangan beras antar pulau yang banyak disuplai adalah ke wilayah Maluku dan Papua. Untuk jenis tanaman jagung di wilayah Gorontalo merupakan salah satu jenis komoditi unggulan, sehingga pengembangan lahanlahan pertanian tanaman jagung digalakkan. Wilayah Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wilayah Provinsi di KTI menjadi sentra komoditi jagung dengan skala perdagangan ekspor. IV - 66

67 Sedangkan kegiatan perkebunan yang dikembangkan di Provinsi Gorontalo yaitu : kelapa, kakao, jambu mete, kopi, cassiavera, pala, vanili, aren, cengkeh, lada, tebu, dan kemiri. Luas areal perkebunan ,25 Ha untuk pengembangan 12 komoditi perkebunan. Dari luasan pengembangan komoditi perkebunan tersebut ,37 Ha atau 70,74 % dilakukan oleh perkebunan rakyat. 2) Potensi Perikanan dan Peternakan Provinsi Gorontalo memiliki perkiraan garis pantai sepanjang 590 km dan jumlah luas wilayah perairan laut sebesar km2, dengan 2 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu WPP Teluk Tomini sampai dengan Laut Seram dan WPP Laut Sulawesi sampai dengan Samudera Pasifik memiliki potensi perikanan yang cukup besar yaitu perkiraan jumlah ikan laut (pelagis dan demersal) sebesar ton / thn (19,5 % dari potensi perikanan laut seluruh Indonesia) dengan tingkat pemanfaatan baru sebesar ton (28,22 %). Teluk Tomini mempunyai potensi besar sebagai perairan yang mempunyai kekayaan hayati yang disinyalir terlengkap di dunia. Sumber Daya Perikanan adalah : Budidaya Laut (Rumput Laut, Ikan dan Mutiara) ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan baru sebesar 2,09 %, Budidaya Air Payau (Udang Windu, Bandeng, Kepiting) ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 95,87 %, Budidaya Air Tawar ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 59,59 %. Melihat tingkat pengembangan pada sub sector perikanan pada wilayah Gorontalo tersebut menempatkan wilayah tersebut sebagai wiayah surplus komoditi perikanan. Kegiatan perdagangan hasil komoditi perikanan dilakukan melalui perdagangan antar pulau dan ekspor. Sedangkan kegiatan peternakan yang meliputi ternak besar, ternak kecil dan unggas, masih dikembangkan secara tradisional dan hanya dapat memenuhi kebutuhan secara local. Kebutuhan daging sapi di wilayah ini masih mengalami deficit dan daging ayam termasuk telur ayam mengalami surplus. Dalam pemenuhan daging ayam maupun telur ayam telah dikembangkan pembudidayaan, sehingga sebagian produk daging ayam dan telur ayam diperdagangkan antar pulau yang berorientasi pada wilayah Pulau Maluku dan Papua. Sedangkan kebutuhan susu di wiayah ini masih disuplai dari Pulau Jawa. Jenis produk susu yang diusahakan dalam bentuk susu hasil olahan industry. IV - 67

68 3) Potensi Kehutanan Provinsi Gorontalo mempunyai luas kawasan hutan sebesar ,12 Ha yang tersebar di kabupaten dengan luas masing - masing sebagai berikut : Luas Kawasan Hutan Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato : ,90 Ha. Luas Kawasan Hutan Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango : ,22 Ha. Luas lahan kritis di Provinsi Gorontalo adalah Ha yang meliputi tingkat kekritisan I - II, sedangkan potensi kayu yang ada di Provinsi Gorontalo adalah 77,19 m3 / Ha dan potensi rotan adalah 0,92 ton / Ha. Luasan hutan provinsi Gorontalo berdasarkan fungsi : Hutan Lindung (HL) : ,67 (20,03 %). Hutan Suaka Alam (HSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) : ,85 (23,91 %). Hutan Produksi Terbatas (HPT) : ,55 (41,44 %). Hutan Produksi Tetap (HP) : ,45 (12,18 %). Hutan Produksi Konversi (HPK) : ,60 (2,44 %). 4) Industri Kegiatan industrialisasi pada wilayah Provinsi Gorontalo dalam kaitannya dengan hasil produk logistik dapat adalah sebagai berikut : Hasil industri berupa semen di wilayah ini umumnya disuplai dari Provinsi Sulawesi Selatan, selebihnya berasal dari wilayah KBI. Pola perdagangan semen dari wilayah Provinsi Sulsel ke wilayah ini dilakukan melalui jalur transportasi laut dan jalan darat. Jenis produksi gula pasir, Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wilayah produsen daqn berdasarkan hasil produksi dan kebutuhan pada tahun 2008, wilayah ini adalah surflus gula pasir. Sehingga wilayah iji menjadi pemasok gula pasir bagi wilayah di KTI, terutama ke Sulawesi Utara, Maluku dan Papua, termasuk ke Sulawesi tengah sebagai wilayah yang berbatasan langsung. Kebutuhan hasil industri tepung terigu masih disuplai dari Pelabuhan Makassar dan KBI melalui pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok. Produksi garam di wilayah Provinsi Gorontalo umumnya masih disuplai dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi garam untuk konsumsi rumah tangga di KTI. Selain itu, suplai juga dilakukan dari wilayah KBI melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kebutuhan hasil Industri Pulp dan kertas di wilayah Provinsi Gorontalo masih mengandalkan supply dari Kawasan Barat IV - 68

69 Indonesia. Kebutuhan hasil pupuk untuk kebutuhan kegiatan pertanian di wilayah Provinsi Gorontalo masih disuplai dari Kalimantan Timur dan Gresik (Jawa Timur). 5) Potensi Pertambangan Potensi pertambangan di Provinsi Gorontalo cukup beragam dan tersebar di beberapa wilayah. Salah satu bahan tambang yang menonjol adalah emas, disamping terdapat pula beberapa bahan galian yang juga bernilai diantaranya granit, batu gamping, dan lain - lain. Potensi Non Logam, Logam Emas dan Tembaga adalah : ANDESIT, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bongalo, sumber daya : ton. GRANIT, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, sumber daya : ton. BATU GAMPING, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bongalo, sumber daya : ton. SIRTU, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : ton. LEMPUNG, lokasi : Kabupaten Gorontalo, sumber daya : ton. TOSEKI, lokasi : Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, sumber daya : ton. DASIT, lokasi : Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : ton. FELSPAR, lokasi : Kabupaten Gorontalo, sumber daya : ton. BASAL, lokasi : Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : ton. EMAS, lokasi : Motomboto / Tombulilato, Tapadaa, G. Pani / Marisa, sumber daya : kg. TEMBAGA, lokasi : Motomboto / Tombulilato, Tapadaa, sumber daya : kg. Potensi Panas Bumi dan Energi Air : terdapat tiga lokasi yaitu Lombongo di Suwawa dengan total cadangan 9 MW, Pentadio di Telaga Biru 7,5 MW, dan Mootilango di Limboto 10 MW. Dan Potensi Energi Air berasal dari Sungai Bone 1 di Suwawa sebesar 10,5 MW, Bone 2 di Suwawa 5,5 MW dan Bone 3 juga berada di Suwawa 6,4 MW. IV - 69

70 Untuk pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi, wilayah ini tidak memiliki ekspolitasi, sehingga disuplai dari Kalimantan, Papua dan beberapa wilayah di KBI. Mekanisme kegiatan suplai minyak dan gas bumi tersebut dilakukan pemasaran secara nasional. f. Provinsi Sulawesi Utara 1) Potensi Pertanian dan perkebunan Hasil produksi pertanian pangan, yakni padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah, sayur - sayuran dan buah - buahan. Produksi padi yang telah dikonversi menjadi beras pada tahun 2006 mencapai ton, tahun 2007 mencapai ton, dan tahun 2008 mencapai ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,53% per tahun. Jika didasarkan pada produksi dan konsumsi pada tahun 2008, maka wilayah Provinsi Sulawesi Utara sebagai wilayah yang surflus beras mencapai ,59 ton. Pada kondisi ini, produksi beras diperdagankan antar pulau untuk memasok kebutuhan ke wilayah Maluku dan Papua. Sedangkan jenis tanaman palawija yang merupakan jenis komoditi logistic nasional seperti jagung dan kacamg kedelai, wilayah Provinsi Sulawesi Utara merupakan wilayah surplus untuk komoditi jagung. Sedangkan jenis komoditi kacang kedelai masih mengalami deficit karena tingkat produksi kacang kedelai lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan kacang kedelai tersebut, masih disuplai dari wiolayah KBI maupun dari ekspor. Adapun orientasi pemanfaatan kacang kedelai di wilayah ini adalah untuk pemenuhan kebutuhan industry mikro pembuatan bahan makanan berupa tahu dan tempe. Komoditi perkebunan yang dihasilkan berupa kelapa, kopi, cengkeh, pala. Produksi Hasil perkebunan tersebut diperdagangkan ke wilayah Pulau Jawa. 2) Potensi Perikanan dan Peternakan Potensi sumber daya perikanan di Sulawesi Utara sangat potensial. Tetapi, hingga sekarang potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, terutama di wilayah perairan laut utara Sulut, perairan Teluk Tomini, serta perairan darat di Bolaang Mongondow dan Minahasa. Hasil perikanan laut : mencapai ,7 ton, terdiri dari ikan laut ton, binatang berkulit keras 220 ton, binatang berkulit lunak 731,2 ton, rumput laut 5.367,1 ton, dan binatang laut lain 39,7 ton. Hasil total produksi laut mencapai Rp ,00. Sumbangan terbesar berasal dari penangkapan ikan laut, yakni Rp ,00 dan dari rumput laut Rp ,00. IV - 70

71 Produksi perikanan darat : ikan dari perairan umum menghasilkan ton, ikan tambak 220,7 ton, ikan kolam 731,2 ton, ikan sawah 5.367,1 ton dan ikan dari keramba 39,7 ton. Nilai produksinya dari perairan umum mencapai Rp ,00; hasil tambak Rp ,00; hasil kolam Rp ,00; hasil ikan sawah Rp ,00; dan hasil dari ikan keramba Rp ,00. Produk perikanan di wilayah ini dengan memperhatikan jumlah produksi dan kebutuhan akan ikan, mka wilayah Sulawesi Utara merupakan wilayah surplus. Kegiatan perdagangan produksi perikanan dilakukan dengan perdagangan antar pulau mauun untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Sedangkan populasi ternak antara lain sebagai berikut : sapi ekor, kambing ekor, babi ekor, kuda ekor, jenis unggas seperti itik ekor, ayam ras ekor, dan ayam kampung ekor. Dari kegiatan peternakan tersebut, jenis ternak sapi yang jika ditimasikan dengan daging sapi terhadap kebutuhan wiayah, maka mengalami defisit. Kondisi ini juga terjadi pada kebutuhan telur, ddimana produk telur ayam belum dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya. Sedangkan daging ayam mengalami surplus karena adanya sentra-sentra peternakan ayam di beberapa bagian wilayahnya. Sedangkan produksi susu sapi pada wilayah ini belum dikembangkan sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat masih disuplai dari Pulau Jawa. Adapun jenis susu yang tersuplai tersebut dalam bentuk susu hasil pengolahan industri. 3) Potensi Kehutanan Provinsi Sulut memiliki kawasan hutan yang potensial. Pemanfaatan hasil hutan di Sulawesi Utara sampai sekarang baru mencapai sekitar 47,5 % dari seluruh areal hutan produksi yang ada. Jenis hutan yang ada di Sulut adalah hutan lindung, hutan PPA, hutan bakau, dan hutan produksi yang terdiri dari hutan produksi tetap, terbatas, dan konversi. Luas hutan di daerah Sulut adalah seperti berikut ini : hutan lindung ,90 Ha, hutan PPA Ha, hutan bakau Ha, hutan produksi tetap Ha, hutan produksi terbatas Ha, dan hutan konversi Ha. Produksi kayu pertukangan di Sulut adalah kayu bulat sebanyak m3 dan kayu gergajian m3. Produksi hasil hutan ikutan tahun meliputi rotan ton, kayu kemedang ton, kayu gaharu ton. IV - 71

72 4) Industri Di sektor industri, khususnya agroindustri : industri pengolah hasil pertanian, perikanan dan sumber alam lainnya. Banyaknya perusahaan (menurut jenis industri) di Sulut adalah sebagai berikut : industri makanan, minuman, dan tembakau berjumlah 85 unit, industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit berjumlah 35 unit, industri kayu, barang - barang dari kayu termasuk alat - alat rumah tangga berjumlah 32 unit, industri kertas dan barang - barang dari kertas 6 unit, industri kimia dan barang - barang dari kimia, minyak bumi dan plastik berjumlah 5 unit, industri barang - barang galian bukan logam 2 unit, industri logam 2 unit, dan industri barang - barang dari logam berjumlah 10 unit. Terkait dengan hasil industri untuk jenis barang logistik pada wilayah ini adalah : Kebutuhan produksi industry berupa semen di wilayah ini umumnya disuplai dari Provinsi Sulawesi Selatan, selebihnya berasal dari wilayah KBI. Jenis produksi gula pasir di Provinsi Sultra masih disuplai dari KBI dan Gorontalo serta ekspor melalui pelabuhan Tg. Perak, Makassar, Telukbayur, dan Panjang Kebutuhan hasil industri berupa tepung terigu masih disuplai dari Pelabuhan Makassar dan KBI melalui pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok. Produksi garam di wilayah Provinsi Sulawesi Utara umumnya masih disuplai dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi garam untuk konsumsi rumah tangga di KTI. Selain itu, suplai juga dilakukan dari Pulau Jawa melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kebutuhan hasil Industri Pulp dan kertas di wilayah Provinsi Sulawesi Utara masih mengandalkan supply dari Kawasan Barat Indonesia. Kebutuhan hasil pupuk untuk kebutuhan kegiatan pertanian di wilayah Provinsi Sulawesi Utara masih disuplai dari Kalimantan Timur dan Gresik (Jawa Timur). 5) Potensi Pertambangan Di bidang pertambangan, sumber daya mineral, seperti tembaga, bijih besi, nikel, emas, serta bahan galian batu kapur, kaolin, sangat potensial untuk dikembangkan secara optimal. Selain itu, di daerah Lahendong telah ditemukan panas bumi yang potensial untuk dikembangkan menjadi tenaga listrik dengan kekuatan ribuan megawatt. Untuk terpenuhinya kebutuhan sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi di wilayah ini masih disuplai dari wiayah KBI, IV - 72

73 Kaltim dan Papua. Mekanisme penyaluran jenis produk logistic nasional tersebut melalui pola perdagangan secara nasional. Jika melihat peta surplus defisit barang logistik per provinsi di Pulau Sulawesi terlihat bahwa Provinsi Sulawesi Selatan memiliki surplus terbesar barang yaitu 8 jenis (50%), Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara terdapat 5 jenis barang (31,25%), dan provinsi lainnya terdapat empat, tiga, dua dan satu jenis barang yang mampu surplus. Kondisi ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah perlu menyusun strategis agar wilayahnya kedepan secara bertahap dapat memenuhi kebutuhan logistik, khususnya komoditi pertanian dan peternakan mengingat setiap provinsi masih memiliki lahan yang potensial untuk dikembangkan dalam sub sektor tersebut. Selain itu, bagi provinsi yang memiliki bahan baku untuk kebutuhan industri tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan industri seperti gula pasir, minyak goreng, garam, tepung terigu, kertas, semen, pupuk dan minyak tanah dan gas. Beberapa wilayah provinsi yang memiliki potensi untuk dikembangkan pembangunan industri adalah Industri gula pasir; Sulawesi Utara dan Gorontalo Industri minyak goreng; Mamuju (Sulbar), Luwu Utara (Sulsel), Industri garam; Jeneponto dan Takalar (Sulsel), Toli-Toli dan Donggala (Sulteng) Industri semen; Maros, Pangkep (Sulsel) Industri pupuk; Mamuju (Sulbar), Kolonodale (Sulteng) Industri minyak dan gas; Kolonodale (Sulteng), Sengkang (Sulsel) IV - 73

74 E. Kondisi Jaringan Prasarana dan Pelayanan Transportasi 1. Transportasi Jalan Secara umum pelabuhan yang tergolong sebagai pelabuhan utama atau pelabuhan pengumpul dapat diakses dengan jalan negara. Pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan dapat diakses dengan jalan provinsi atau jalan kabupaten. Panjang masing-masing kelas jalan pada tiap provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.22 Tabel 4.22 Panjang Jalan (km) Menurut Kewenangan di Sulawesi No. Provinsi Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Total 1 Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Jumlah (Km) Sumber: Statistik Transportasi Indonesia,2010 Komposisi masing-masing kelas jalan secara persentase terlihat pada Gambar 4.34 Diagram Persentase Jenis Jalan di Pulau Sulawesi 83% 10% 7% Jalan Negara Jalan Provinsi Jala Kabupaten Gambar 4.34 Persentase masing-masing Jenis Jalan Dari segi kondisi jalan negara, secara umum panjang jalan dan masingmasing kondisinya ditampilkan pada gambar 4.35, 4.36dan IV - 74

75 Diagram Persentase Jalan Negara Menurut Kondisi 7% 34% 10% 49% Baik Sedang Rusak Sangat Rusak Gambar 4.35 Persentase Kondisi Jalan Negara di Sulawesi Diagram Persentase Jalan Provinsi Menurut Kondisi 10% 14% 25% 51% Baik Sedang Rusak Sangat Rusak Gambar 4.36 Persentase Kondisi Jalan Provinsi di Sulawesi Diagram Persentase Jalan Kabupaten/Kota Menurut Kondisi 21% 22% 16% 41% Baik Sedang Rusak Sangat Rusak Gambar 4.37 Persentase Kondisi Jalan Kabupaten di Sulawesi IV - 75

76 2. Transportasi Penyeberangan Transportasi penyeberangn sangat berperan di kawasan kepulauan di Sulawesi Utara (Kab Sangihe dan Kab Talaud), di Sulawesi Tengah (kab Banggai kepulauan) dan di Sulawesi Tenggara (Kab Muna, Buton, dan Kota baubau). Dari sembilan pelabuhan yang dikaji dalam penelitisn ini, Pelabuhan Bitung, Tahuna (Sulut) dan Pelabuhan Raha dan Baubau (Sultra) merupakan pelabuhan yang melayanai lintasan penyeberangan. Untuk pelabuhan tersebut, perlan lintasan pennyeberangan sangat penting. Pelayanan transportasi penyeberangan Pulau Sulawesi sebagaimana dilihat pada Tabel Tabel Lokasi Pelabuhan Penyeberangan di Pulau Sulawesi No Lintas Penyeberangan Provinsi/Kab/Kota Fungsi 1 Bajoe-Kolaka Sulsel-Sultra Lintas Provinsi 2 Siwa-Lasusua Sulsel-Sultra Lintas Provinsi 3 Bira-Tondasi Sulsel-Sultra Lintas Provinsi 4 Pattumbukang- Sulsel-NTT Lintas Provinsi Labuan Bajo/Reo 5 Mamuju-Balikpapan Sulbar-Kaltim Lintas Provinsi 6 Taipa-Balikpapan Sulteng-Kaltim Lintas Provinsi 7 Pagimana-Gorontalo Sulteng-Gorontalo Lintas Provinsi 8 Bitung-Ternate Sulut-Maluku Utara Lintas Provinsi 9 Bira-Pamatata Bulukumba-Selayar (Sulsel) Lintas Kabupaten 10 Kendari-Langara Kendari (Sultra) Dalam Kab. 11 Torobulu-Tampo Kendari-Muna (Sultra) Lintas Kabupaten 12 Baubau-Waara Buton-Muna (Sultra) Lintas Kabupaten 13 Wawasangka- Muna (Sultra) Dalam Kab. Dongkala 14 Luwuk-Salakan Luwuk-Banggai (Sulteng) Lintas Kabupaten 15 Salakan-Banggai Banggai (Sulteng) Dalam Kab. 16 Bitung-Pananaru Bitung-Sangile (Sulut) Lintas Kabupaten 17 Bitung-Melonguane Bitung-Talaud (Sulut) Lintas Kabupaten 18 Bitung-Siau Bitung-Sangile (Sulut) Lintas Kabupaten 19 Bitung-P.Lembeh Bitung (Sulut) Dalam Kab. Sumber : Statistik Perhubungan setiap Provinsi (2010) Produksi lintas penyeberangan antar provinsi baik dalam wilayah maupun luar Pulau Sulawesi belum menunjukkan hasil menggembirakan, IV - 76

77 meskipun produksinya tetap ada. Salah satu faktor berpengaruh adalah adanya beberapa alternatif untuk memilih moda transportasi antar pulau dengan pelayanan yang sama, baik melalui pelabuhan penyeberangan atau menggunakan kapal Ro-Ro melalui pelabuhan laut. 3. Transportasi Laut Prasarana dan sarana transportasi laut di Pulau Sulawesi masih memadai dan dilayani berbagai jenis pelayaran di antaranya pelayaran nusantara, perintis dan pelayaran rakyat yang mengangkut barang dan manusia. Transportasi laut dibutuhkan dalam pergerakan barang dan manusia dari dan ke pulau Sulawesi. Hal ini ditunjang dengan ketersediaan jaringan prasarana transportasi laut berupa pelabuhan. Jumlah pelabuhan yang dapat disinggahi oleh kapal di Pulau Sulawesi sebanyak 220 yang terdiri atas 146 pelabuhan umum dan 74 pelabuhan khusus seperti pada Tabel Hal ini menunjukkan bahwa pulau Sulawesi sangat terbuka dan dapat diakses pada beberapa titik. Tabel Jumlah Pelabuhan di Pulau Sulawesi Provinsi Pelabuhan Umum Khusus Total Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Total Sumber : Statistik Perhubungan setiap Provinsi (2010) Dari jumlah pelabuhan umum tersebut dikelompokkan dalam beberapa pelabuhan berdasarkan fungsinya seperti yang terlihat pada Tabel Sebagian besar pelabuhan umum di Pulau Sulawesi adalah pelabuhan lokal yang hanya melayani kapal-kapal kayu. Pada tabel tersebut diperlihatkan bahwa di Pulau Sulawesi terdapat dua pelabuhan Internasional yaitu pelabuhan Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan dan pelabuhan Bitung di Provinsi Sulawesi Utara. Sementara pelabuhan Internasional hub belum terdapat di Pulau Sulawesi. IV - 77

78 Tabel Jumlah Pelabuhan Umum di Pulau Sulawesi Berdasarkan Fungsi Provinsi Fungsi Pelabuhan Total PL PR PN PU Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Total PL : Pengumpan Lokal PR : Pengumpan Regional PN: Pengumpul Nasional PU : Pelabuhan Utama Penyelenggaran pelabuhan umum dapat dibedakan atas pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat/daerah yang selanjutnya disebut sebagai pelabuhan tidak diusahakan dan pelabuhan yang penyelenggaraan oleh BUMN disebut pelabuhan yang diusahakan. Sementara kunjungan kapal pada pelabuhan yang tidak diusahakan terjadi pada provinsi Sulawesi Selatan/Barat namun dari GT kapal yang berkunjung yang terbesar adalah Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini menunjukan kapal-kapal yang berkunjung di pelabuhan yang tidak diusahakan pada provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai ukuran (GT) yang lebih besar dari pelabuhan lainnya di Pulau Sulawesi. Volume bongkar muat barang yang terbesar baik melalui pelabuhan yang diusahakan maupun yang tidak diusahakan terjadi pada provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini mengindikasikan bahwa hingga saat ini provinsi Sulawesi Selatan menjadi outlet utama dalam pergerakan barang di pulau Sulawesi. Hingga tahun 2010 trayek PT. PELNI melayani trayek pulau-pulau yang ada di Sulawesi sebagaimana pada Tabel Trayek tersebut menghubungkan beberapa kota di Indonesia dengan kota di pulau Sulawesi dengan frekuensi 2 kali sebulan setiap trayek. Berdasarkan hal tersebut, setiap minggu beberapa kota di Pulau Sulawesi dikunjungi kapal PT. PELNI. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi yang ditunjukkan dengan mobilitas penduduk dan/atau barang dari dan ke Pulau Sulawesi ke beberapa kota di Indonesia cukup signifikan. Selain itu kondisi tersebut menunjukkan bahwa transportasi laut mempunyai peran cukup signifikan dalam pergerakan barang dan/atau manusia dari dan ke pulau Sulawesi. IV - 78

79 Tabel Angkutan PT. PELNI yang Melayani Pulau Sulawesi Nama Kapal GT Kap. Penumpang (org) KM. Umsini KM. Tidar KM. Dobonsolo KM. Sinabung KM. Nggapulu KM. Tilong Kabila Sumber : PT. Pelni (2010) Jaringan trayek perintis yang berhome base dan melintasi kota-kota di Pulau Sulawesi terlihat trayek perintis melintasi kota-kota di pulau Sulawesi sebanyak 8 trayek dengan ukuran kapal 500 s.d. 750 DWT. Frekuensi pelayaran berkisar 1 s.d. 2 kali perbulan. Pelayaran ini pada umum membawa barang seperti kebutuhan pokok (sembako) dan beberapa barang industri seperti semen. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antar kota yang sudah berkembang dengan beberapa kota masih tertinggal (terisolir) dengan sarana kapal perintis sudah terjadi, namun belum intensif. Hal ini dikarena hanya terjadi sekali atau dua kali dalam sebulan. Guna mengantisipasi kebutuhan interaksi penduduk di Pulau Sulawesi maka dibeberapa kota melakukan pelayaran rakyat dengan menggunakan kapal-kapal yang cukup modern (fiber) atau kapal-kapal tradisonil (kapal kayu). Adapun trayek pelayaran rakyat di operasikan di pulau Sulawesi disajikan pada Tabel terlihat bahwa beberapa kota telah melakukan interaksi yang cukup signifikan namun beberapa lainnya masih belum signifikan. Signifikan atau tidak suatu interaksi sangat ditentukan oleh potensi yang akan berinteraksi. Tabel Trayek Angkutan Pelayaran Rakyat di Pulau Sulawesi TRAYEK ARMADA/KAPASITA S (ORG) FREKUENSI - Kolaka Siwa Kapal fiber kap x seminggu - Lasusua Siwa Kapal fiber kap. 100 Setiap hari - Kendari Raha Kapal fiber kap. 100 Setiap hari - Kendari Baubau Kapal fiber kap. 100 Setiap hari - Buapinang Bajoe Kapal fiber kap. 100 Setiap hari - Sikeli Kasihpute Kapal fiber kap x seminggu - Kendari Bungku Kapal Kayu kap. 100 Setiap hari - Kendari P.Wohoni Kapal Kayu kap x seminggu - Kendari Ereke Kapal Kayu kap. 100 Setiap hari - Ereke Wanci Kapal Kayu kap x seminggu IV - 79

80 TRAYEK ARMADA/KAPASITA S (ORG) FREKUENSI Kaledupa - Lasalimu Wanci Kapal Kayu kap x seminggu - Baubau Wakatobi Kapal Kayu kap x seminggu - Baubau Sakeli Kapal Kayu kap x seminggu - Baubau Kasihpute Kapal Kayu kap x seminggu - Baubau - Buapinang Kapal Kayu kap x seminggu - Banggai - Luwuk Kapal Fiber kap Setiap hari Luwuk - Balonan Fiber kap Setiap Hari - Luwuk - Salakan Fiber kap Setiap Hari - Wani Tolitoli Leok Kapal Kayu Kap x seminggu Lokodidi Kwandang - Bitung Wani Tolitoli Kapal Kayu kap x seminggu - Ampana - Wakai Kapal Kayu kap x seminggu - Bulukumba - Benteng Kapal Kayu/fiber kap. setiap hari Bulukumba - Benteng Kapal kayu kap x seminggu - Jampea Makassar Kep. Kapal Kayu kap Setiap hari Spermonde Pangkep Kep. Spermonde Kapal Kayu kap. < 50 Setiap Hari Sumber : Statistik Perhubunagn setiap Provinsi (2010) Tabel 4.28 Kunjungan Kapal Pelayaran Dalam Negeri menurut Provinsi di Pelabuhan yang Diusahakan Provinsi / Pelabuhan Kunjungan Kapal Unit Jumlah / Total GT Sulawesi Utara Bitung Manado Gorontalo Gorontalo Sulawesi Tengah Toli-Toli Pantoloan Donggala Sulawesi Selatan Makassar IV - 80

81 Pare-Pare Sulawesi Tenggara Kendari Sumber: Statistik Transportasi, 2010 Tabel 4.29 Kunjungan Kapal Pelayaran Luar Negeri menurut Provinsi di Pelabuhan yang Diusahakan Provinsi / Pelabuhan Kunjungan Kapal Unit Jumlah / Total GT Sulawesi Utara Bitung Gorontalo Gorontalo Sulawesi Tengah Toli-Toli Pantoloan Sulawesi Selatan Makassar Pare-Pare Sulawesi Tenggara Kendari Sumber: Statistik Transportasi, 2010 Tabel 4.30 Kunjungan Kapal Pelayaran Dalam Negeri menurut Provinsi di Pelabuhan yang Tidak Diusahakan Provinsi / Pelabuhan Kunjungan Kapal / Ship Call Unit / Units Jumlah / Total GT Sulawesi Utara Lirung Belang Kotabunan Labuhan Uki Likupang Tagulandang Ulu Siau Tahuna Gorontalo Kwandang Tilamuta IV - 81

82 Provinsi / Pelabuhan Kunjungan Kapal / Ship Call Unit / Units Jumlah / Total GT Anggrek Sulawesi Tengah Leok Ogoamas Poso Parigi Moutong Ampana Banggai Kolonodale Luwuk Wani Salakan Sulawesi Selatan Malili Awerange Jeneponto Bajoe Pattirobajo Palopo Galesong Kading Bantaeng Sulawesi Barat Mamuju Majene Polewali Mandar Mamuju Utara Belang Belang Bambaloka Ujung Lero Tinambung Sendana Sampaga Malunda 2 12 Marabombang Budong Budong Labuang Langnga 5 25 Palipi Pamboang IV - 82

83 Provinsi / Pelabuhan Kunjungan Kapal / Ship Call Unit / Units Jumlah / Total GT Pasang Kayu Sulawesi Tenggara Pomalaa Raha Wanci Sikeli Boe Pinang Dawi dawi Dongkala/Talaga Kaledupa Kasipute Lasalimu Lasusua-Tobaku Banabungi/Pasar Wajo Tampo Tanggetada Maligano Tondasi Tomia Sumber: Statistik Transportasi, 2010 Tabel 4.31 Kunjungan Kapal Pelayaran Luar Negeri menurut Provinsi di Pelabuhan yang tidak Diusahakan Provinsi / Pelabuhan Kunjungan Kapal / Ship Call Unit / Units Jumlah / Total GT Sulawesi Utara Tahuna Gorontalo Tilamuta Anggrek Sulawesi Tengah Leok Poso 1 93 Banggai Kolonedale Sulawesi Selatan Malili Sulawesi Barat Mamuju Utara Bambaloka IV - 83

84 Pasang Kayu Sulawesi Tenggara Pomalaa Banabungi/Pasar Wajo Sumber: Statistik Transportasi, 2010 Tabel 4.32 Penumpang Kapal Pelayaran Dalam Negeri menurut Provinsi di Pelabuhan yang Diusahakan Provinsi / Pelabuhan Penumpang Datang Berangkat Sulawesi Utara Bitung Manado Gorontalo Gorontalo Sulawesi Tengah Toli-Toli Pantoloan Sulawesi Selatan Makassar Pare-Pare Sulawesi Tenggara Kendari Sumber: Statistik Transportasi, 2010 Tabel 4.33 Penumpang Kapal Pelayaran Luar Negeri menurut Provinsi di Pelabuhan yang Diusahakan Provinsi / Pelabuhan Penumpang Datang Berangkat Sulawesi Selatan Makassar Sumber: Statistik Transportasi, Transportasi Udara Pulau Sulawesi memiliki 22 Bandar Udara, baik yang dikelola oleh PT. Persero Angkasa Pura I, Pemerintah Pusat maupun Perusahaan Swasta yang bergerak dalam industri pertambangan ( KM 68 Tahun 2002) Dari 22 bandar udara 2 di antaranya dikelola oleh PT Angkasa Pura I yaitu bandar udara Hasanuddin Makassar dan bandar udara Sam Ratulangi IV - 84

85 Manado, 17 Bandar udara di kelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, sedangkan 3 lainnya dikelola bandar udara khusus masing-masing PT. Aneka Tambang Pomala dan PT. Inco Soroako dan PT. Wakatobi Resort. Dari segi fungsi, bandar udara Sam Ratulangi Manado dan Hasanuddin Makassar termasuk Bandar udara Pusat penyebaran, sedangkan Bandar udara Jalaluddin Gorontalo, Mutiara Palu, Wolter Monginsidi Kendari, Bubung Luwuk termasuk Bandar udara bukan pusat penyebaran. Bandar udara yang termasuk kelas IV, V, dan satuan kerja pada umumnya melayani angkutan udara perintis, sehingga fungsinya masih dikategorikan bandar udara perintis. Pelayanan jasa transportasi udara didasarkan atas jumlah rute dari dan ke Bandar udara tersebut, mengingat rute penerbangan dikategorikan atas rute utama, pelayanan dan perintis. Tidak samua bandar udara tersebut di atas dioperasikan karena pertimbangan, sulit mendapatkan Traffic perusahaan penerbangan mengingat lancarnya moda transportasi jalan. Bandara Hasanuddin-Makassar memiliki 18 rute penerbangan langsung domestik, menyusul Bandara Sam Ratulangi Manado 9 rute, Bandara Mutiara-Palu 5 rute dan rute internasional terbanyak adalah Bandara Sam Ratulangi Manado yaitu 2 rute. Pelayanan angkutan perintis terbanyak adalah Bandara Hasanuddin Makassar sebanyak 6 rute yaitu melayani tujuan Bandara Tampa Padang-Mamuju, Pongtiku-Tana Toraja, Andi Jemma- Masamba, H.Aroepala-Selayar, Soroako dan Pomalaa. Bandara Hasanuddin Makassar menunjukkan bahwa termasuk bandar udara tersibuk di KTI dengan jumlah pergerakan pesawat rata-rata per hari adalah 124 kali, bahkan pada hari selasa mencapai 134 kali pergerakan. Hal ini disebabkan, pada hari selasa beberapa perusahaan penerbangan melayani angkutan udara perintis. Bandar udara Hasanuddin selain sebagai bandar udara tujuan, juga sebagai bandar udara transit terutama untuk refueling bahan bakar pesawat dan penggantian pesawat bagi penumpang, dengan demikian terbukti bahwa Bandara Hasanuddin-Makassar berfungsi sebagai bandar udara pusat penyebaran. Jaringan prasarana bandar udara di Pulau Sulawesi terdiri atas bandar udara yang berfungsi sebagai simpul dan ruang udara berfungsi sebagai ruang lalu lintas udara. Jaringan prasarana antar bandar udara didasarkan atas jaringan rute penerbangan antar bandar udara dengan type pesawat yang dilayaninya. Pengoperasian pesawat pada setiap bandar udara didasarkan atas kapasitas landasan pacu yang tersedia baik dari segi dimensi, jenis konstruksi serta kawasan keselamatan operasional penerbangan. Untuk mengetahui dimensi landasan pacu, konstruksi dan kapasitas bandar udara di Pulau Sulawesi dipelihatkan pada Tabel IV - 85

86 Tabel Dimensi Landasan Pacu, Jenis Konstruksi dan Kapasitas Bandar Udara di Pulau Sulawesi No Bandar Udara Dimensi Landasan Konstruksi Kapasitas Pacu (m) 1 Sam Ratulangi- Manado 2650 x 45 Aspal Beton MD-11/DC Naha-Tahuna 1100 x 30 Aspal Penetrasi C Melanggoane-Sangir 850 x 23 Aspal Kolakan C Jalaluddin-Gorontalo 2250 x 30 Aspal Beton B Mutiara-Palu 2067 x 30 Aspal Beton B Bubung-Luwuk 1850 x 30 Aspal Kolakan F-28 7 Lalos-Tolitoli 900 x 23 Aspal Kolakan C Pogogul-Buol 750 x 23 Aspal Penetrasi C Kasiguncu-Poso 1117 x 23 Aspal Kolakan C W. Mongisidi x 30 Aspal Beton B-737 Kendari 11 Beto Ambari-Buton 821 x 23 Aspal Penetrasi C Sugi Manuru-Muna 750 x 23 Aspal Penetrasi C Pomalaa 1050 x 30 Aspal Penetrasi C Tampa Padang x 23 Aspal Penetrasi C-212 Mamuju 15 Hasanuddin- Makassar 2500 x 45 Aspal Beton MD-11/DC Pongtiku-Tator 1240 x 23 Aspal Kolakan C Andi Jemma- 900 x 23 Aspal Kolakan C-212 Masamba 18 H. Aroepala-Selayar 900 x 23 Aspal Kolakan C Seko 1020 x 18 Aspal Penetrasi C Rampi 700 x 18 Aspal Penetrasi C Soroako 1050 x 23 Aspal Kolakan C Maranggo-Tania 1500 x 30 Aspal Penetrasi DASH-7 Sumber : Bandar Udara, Pulau Sulawesi IV - 86

87 F. Kondisi Pelayanan dan Fasilitas Pelabuhan Studi a. Pelabuhan Makassar Pelabuhan Makassar merupakan prasarana transportasi wilayah sebagai pintu masuk dan keluarnya barang dan penumpang, khususnya pada wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Pelabuhan Makassar mencakup tiga pelabuhan yang dijadikan sebagai prasarana bongkar muat barang, yakni peabuhan Soekarno-Hatta, UPTM dan Pelabuhan Paotere. Masing-masing pelabuhan tersebut memiliki peranan dan jangkauan pelayanan bongkar muat barang yang diantar pulaukan. Untuk Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan rakyat yang memiliki jangkauan pelayanan untuk pergerakan antar pulau, dengan kapasitas yang sangat terbatas karena jenis dan volume Traffic kapal yang digunakan adalaah kapalkapal kayu. Untuk Pelabuhan Soekarno Hatta merupakan pelabuhan barang dan penumpang, dimana jenis barang yang di bongkar muat pada pelabuhan ini berupa barang dengan kemasan berupa barang general cargo, bag cargo, petikemas, barang curah dan jenis barang lainnya. Sedangkan pelabuhan UPTM merupakan pelabuhan khusus yang menangani barang petikemas dengan jangkauan pelayanan untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. Untuk mengetahui jenis pelayanan dan prasarana pada ketiga pelabuhan tersebut akan dibahas selanjutnya. 1) Pelayanan Pelabuhan a) Kondisi Oceanografi Panjang Alur Pelayaran : 2,5 mil Lebar Alur Pelayaran : 150 meter Kedalaman Minimum (alur) : 10 meter Luas Kolam Pelabuhan : 315,20 Ha Kedalaman kolam minimum (kolam) : 9,7 meter Kedalaman kolam dermaga : 12 meter Kecepatan Angin : 11 knot b) Kondisi Traffic Penumpang dan Barang Kondisi kedatangan dan keberangkatan penumpang di Pelabuhan Makassar dari tahun 2006 sampai 2011cenderung menurun. Untuk tahun 2006 kedatangan dan keberangkatan dalam dan luar negeri mencapai orang, namun pada tahun 2011 menurun mendekati angka orang. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut IV - 87

88 Tabel 4.35 Jumlah Kedatangan dan Keberangkanan Penumpang di Pelabuhan Makassar TAHUN URAIAN LUAR NEGERI Debarkasi Embarkasi JUMLAH DALAM NEGERI Debarkasi Embarkasi Jumlah JUMLAH Sumber: Pelondo IV, 2012 Arus traffic jenis petikemas yang melewati pelabuhan Makassar selama 13 tahun terakhir ( ) dibagi dua, yaitu Pelabuhan Makassar belum mengoperasikan Terminal petikemas Makassar (TPM) tahun dan masa TPM telah beroperasi tahun Sebelum TPM dioperasikan arus petikemas mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 10,50 % yaitu Teus tahun 1998 menjadi Teus pada tahun Setelah TPM dioperasikan jumlah petikemas berkurang jumlahnya yaitu 982 Teus pada tahun 2007 menjadi tahun 2010, dengan pertumbuhan rata-rata 53 %. Sebelum TPM dioperasikan arus bongkar terdiri atas perdagangan luar negeri dan perdagangan dalam negeri dengan pertumbuhan rata-rata 19,91 % untuk luar negeri dan 10,57 % untuk dalam negeri. Arus muat luar negeri dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 4,19 % dan dalam negeri sebesar 11,14 %. Setelah TPM dioperasikan arus bongkar dan muat petikemas luar negeri tidak ada, sedang arus muat petikemas dalam negeri tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 28 %, dan arus bongkar petikemas dalam negeri rata-rata 62 %. Tabel 4.36 Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Makassar Tahun Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total Total Total B/M Bongkar Muat (Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat (Ton) (Ton) (Ton) IV - 88

89 Tahun Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total Total Total B/M Bongkar Muat (Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat (Ton) (Ton) (Ton) Sumber: Pelindo IV, 2012 No Tabel 4.37 Arus Barang Berdasarkan Arus Perdagangan di Pelabuhan Makassar Uraian 1 PERD. LUAR NEGERI Sat uan TAHUN a. Impor : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M b. Ekspor : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M Jumlah : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M JUMLAH 1 T/M PERD. DALAM NEGERI a. Bongkar : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M b. Muat : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M Jumlah : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M JUMLAH 2 T/M JML. DERUM (LN+DN) T/M JML. NON DERUM (LN+DN) T/M JUMLAH T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 IV - 89

90 Tabel 4.38 Arus Barang Berdasarkan Jenis Distribusi di Pelabuhan Makassar Uraian Sat uan TAHUN DERMAGA UMUM a. Langsung T/M b. Gudang T/M c. Lapangan T/M Jumlah 1 T/M DERMAGA NON UMUM a. Rede Transport T/M b. Dermaga Khusus : 1. Milik Sendiri T/M Milik Pihak Ketiga T/M c. Pelabuhan Khusus T/M d. Loading Point T/M Jumlah 2 T/M JUMLAH T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 Tabel 4.39 Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Makassar Uraian Sat uan TAHUN General Cargo T/M Bag Cargo T/M Curah Cair T/M Curah Kering T/M Petikemas T/M Lain-lain T/M JUMLAH T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 IV - 90

91 2) Prasarana Pelabuhan a) Fasilitas Umum Fasilitas umum pada pelabuhan Cabang Makassar yang terdiri atas pelabuhan Soekarno, Pelabuhan Hatta, Pelabuhan Paotere dan Pelabuhan TPM meliputi sisi perairan dan sisi daratannya. Keempat pelabuhan tersebut menjadi satu kesatuan pengembangan kawasan pelabuhan Makassar dengan luas kolam perairan adalah 319,38 Ha dengan kedalaman kolam m. Untuk menunjang aktivitas pada daerah dermaga pelabuhan telah dilengkapi dengan breakwater dengan panjang m yang dibangun pada tahun 1921 dengan kondisi bangunan mencapai 50%. Pada bagian sisi daratan pada pelabuhan tersebut yang mencapai 66,66 Ha dengan jenis bangunan pelabuhan berupa terminal penumpukan m 2, lapangan parkir m 2, dan areal perkantoran m 2. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel Tabel Jenis dan Luasan Fasilitas Pada Pelabuhan Makassar N0 Nama Fasilitas Volume Satuan Tahun Pembuatan Kondisi (%) 1 Daratan Ha Kolam perairan Ha Dasar perairan M Breakwater 2, M Galangan kapal - M Gedung kantor 2, M Terminal penumpang 3, M Lapangan parker 5, M Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 b) Fasilitas Tambat Fasilitas tambat pada Pelabuhan Makassar untuk pangkalan Soekarno, Hatta dan Paotere memiliki ukuran luas sebesar 7.677,1 m/35.617,1 m2 dan pada pangkalan TPM dengan memanfaatkan pangkalan Hatta seluas 850 m/50 m2. Pangkalan yang memiliki luas fasilitas tambat yang terluas pada Pelabuhan Makassar adalah Pangkalan Hatta, yakni x 15 m/ m2 yang dibangun pada tahun , kemudian Pangkalan Soekarno, yakni x 11 m / m2 yang dibangun tahun Untuk pangkalan TPM sendiri dibangun pada tahun 1997 bersamaan dengan pangkalan Hatta. Adapun jenis konstruksi lantai tambat adalah berupa caison & lantai beton PC Block pada IV - 91

92 Pangkalan Soekarno Hatta, termasuk TPM dan pelabuhan Paotere dengan konstruksi T. panc.beton,lant.beton dan sebagian dari konstruksi kayu. Tabel Jenis Fasilitas Tambat Pada Pelabuhan Makassar No Nama Fasilitas Ukuran (M)/ Konstruksi Luas (M2) 1 Dermaga x 11 / 1, Caison & lantai beton 2 Dermaga x 11 / Caison & lantai beton 3 Dermaga x 11 / 2, caison & lantai beton 4 Dermaga x 11 / 3, Caison & lantai beton 5 Dermaga x 11 / Caison & lantai beton x 11 / 1, Caison & lantai beton Dermaga 105 B Pangkalan Hatta x 15 / Dermaga 180 x 15 / 2, Caison & lantai beton Multipurpose 1 2 Dermaga 180 x 15 / 2, Caison & lantai beton Multipurpose 2 3 Dermaga Container x 15 / 4, Caison & lantai beton 4 Dermaga Container x 15 / 3, Caison & lantai beton 5 Dermaga Roro 210 x 15 / PC Block 6 Dermaga kapal-kapal 98 x 1 / PC Block service C Kawasan Paotere 525,71 x 10 / 5.257,10 1 Dermaga I 52 x 10 / 520 T. panc.beton,lant.beton 2 Dermaga II 52 x 10 / 520 T. panc.beton,blk & lantai kayu 3 Dermaga III 33,5 x 10 / 335 T. panc.beton,lant.beton 4 Dermaga IV 52,36 x 10 / 523,60 T. panc.beton,lant.beton 5 Dermaga V 52,36 x 10 / 523,6 T. panc.beton,lant.beton 6 Dermaga VI 100 x 10 /1.000 T. panc.beton,blk & lantai kayu 7 Dermaga VII 33,33 x 10 / 333,3 T. panc.beton,lant.beton 8 Dermaga VIII 33,33 x 10 / 333,3 T. panc.beton,lant.beton 9 Dermaga IX 33,33 x 10 / 333,3 T. panc.beton,lant.beton 10 Dermaga X 33,5 x 10 / 335 T. panc.beton,lant.beton 11 Dermaga XI 50 x 10 / 500 T. panc.beton,lant.beton Jumlah /35,617.1 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 IV - 92

93 Gudang Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang yang di B/M ke pelabuhan. Fasilitas gudang tersebut pada pelabuhan Makassar sebanyak 7 unit yang kesemuanya berlokasi pada Pangkalan Soekarno. Fasilitas gudang TPM dimanfaatkan gudang pada salah satu gudang di Pangkalan Soekarno berupa gudang CFS yang dibangun tahun Luas total gudang pada Pelabuhan makassar adalah m2 ditambah dengan gudang CFS sebesar m2, jadi total luas gudang adalah m2. Jenis konstruksi lantai gudang berupa lantai beton, dinding tembok dengan rangka baja, atap aluminium. Kondisi konstruksi pemanfaatan bangunan umumnya masih mencapai 75%, kecuali gudang api yang hanya mencapai 60% dan gudang 103 mencapai 70%. Tabel Fasilitas Gudang di pelabuhan Makassar N0 Nama Fasilitas Luas (M2) Lokasi Konstruksi 1 Gudang 101 (38x100) 2 Gudang 102 (38x100) 3 Gudang 103 (38x105) 4 Gudang 104 (38x100) 5 Gudang 105 (38x100) 6 Gudang Api (30x20) 7 TPM (Gudang CFS) Jumlah 19, Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, , Soekarno Lantai beton, dinding tembok rangka baja, atap aluminium 3, Soekarno Lantai beton, dinding tembok rangka baja, atap aluminium 4, Soekarno Lantai beton, dinding tembok rangka baja, atap aluminium 3, Soekarno Lantai beton, dinding tembok rangka baja, atap aluminium 3, Soekarno Lantai beton, dinding tembok rangka baja, atap aluminium Soekarno Lantai beton, dinding tembok rangka baja, atap aluminium 4.000,00 Soekarno Lapangan Penumpukan Lapangan penumpukan adalah parasarana yang dimanfaatkan untuk menumpuk barang yang di B/M ke/dari atas kapal. Jenis fasilitas ini pada dasarnya tidak berwujud bangunan, melainkan IV - 93

94 pelataran yang cukup luas dalam kawasan pelabuhan. Jumlah area lapangan penumpukan pada pelabuhan Makassar sebanyak 21 area pada 3 (tiga) lokasi pangkalan. Pada pangkalan Soekarno, luas lapangan penumpukannya adalah ,78 m2, Pangkalan Paotere dengan luas 7.962,13 m2, dan untuk Pangkalan Hatta yang sekaligus dimanfaatkan sebagai lapangan penumpukan TPM dengan luas lapangan m2. jenis konstruksi permukaan lapangan penumpukan berupa konstruksi aspal, paving blok, dan lantai beton. Kondisi pemanfaatan fasilitas adalah %. Tabel Kondisi lapangan Penumpukan Pelabuhan Makassar No Nama Fasilitas Luas (M2) Lokasi Konstruksi 1 Ex. Gudang 100 1, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Aspal 2 Lapangan 101 1, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Aspal 3 Lapangan 102 (Silo Bosowa mulai thn 2007) 1, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 4 Lapangan 103 3, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Aspal 5 Lapangan 104 1, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Aspal 6 Lapangan 105 1, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Aspal 7 Lapangan Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Aspal 8 Ex. Container Yard 11, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 9 Ex. Container Yard 7, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 10 Ex. Container Yard 3, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 11 Ex. Empty Container 2, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 12 Ex. Empty Container Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 13 Ex. Kaporlap 8, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 14 Ex. Pusri 5, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block 15 Ex. Gudang IMCO 5, Soekarno Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Paving Block IV - 94

95 16 Lapangan 1 1, Paotere Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Lantai Beton 17 Lapangan 2 1, Paotere Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Lantai Beton 18 Lapangan 3 4, Paotere Lapisan Dasar Sirtu, Permukaan Lantai Beton 19 Lap. Pen. Peti 75, Hatta Paving Block Kemas PTM 20 Lap. Multi Purpose I 17, Hatta Paving Block PTM 21 Lap. Multi Purpose 22, Hatta Paving Block II PTM ,90 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 c) Sarana Pelabuhan Kapal Pelabuhan Makassar dalam operasionalisasinya pelabuhan, baik untuk pelayanan angkutan penumpang maupun angkutan barang dilengkapi dengan kapal-kapal tunda mauun kapal pandu dengan jumlah masing-masing sebanyak 4 kapal tunda dan 3 unit kapal pandu. Kapasitas kapal tunda dan kapal pandu, masing-masing sebesar GT dengan jenis kapal yang paling awal pengadaannya adalah KT. Selat Tanakeke yang berkapasitas 160 GT dan diproduksi tahun kedua jenis kapal tersebut ditambatkan pada Pangkalan Soekarno dan kondisi kapal mencapai 60-90%. Tabel Jenis dan Jumlah Kapal Tunda dan Kapal Pandu di Pelabuhan Makassar No Nama Kapal Ukuran Lokasi (GRT) 1 KT. Anggada IX Soekarno 2 KT. Selat Tanakeke Soekarno 3 KT. Anoman VIII Soekarno 4 KT. Anoman IX Soekarno II Kapal Pandu 4 KP. MPI Soekarno 5 KP. MPS 029 *) Soekarno 6 KK. MPC LAE-LAE Soekarno Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 IV - 95

96 Peralatan Pelabuhan Untuk menunjang kegiatan B/M pada pelabuhan Makassar sangat dibutuhkan beberapa jenis peralatan, guna meningkatkan kinerja pelabuhan. Jenis peralatan pelabuhan berupa Crane Darat, Reachstaker, Forklift, Mobil PMK dan Head Truck. Sedangan dalam pengelolaan PTM, jenis peralatan yang dimiliki oleh Pangkalan PTM adalah berupa container crane, Transtainer, Reach Stacker, Top Loader, Forklift, Head Truck, Chassis Trailer, dan Reefer Plug. Jenis peralatan tersebut umumnya masih berfungsi dengan kondisi % dan hanya terdapat satu jenis alat yang rusak, yakni Crane Darat 35 T, sedangkan peralatan yang digunakan pada Pangkalan PTM memiliki kondisi 65-99%. Tabel Jumlah dan Jenis Peralatan Pelabuhan No Nama Alat Merk Jumlah Model/ Type Kap. (Ton) A Soekarno Hatta 1 Crane Darat 25 T IHI 1.00 TH Crane Darat 35 T IHI 1.00 TH Crane Darat 40 T IHI 1.00 TH.350 L 40 SMV 4531 Reachstaker KONECRANES TB Forklift 7 Ton TCM 1.00 FD70Z8 7 FB Forklift Batterey KOMATSU EX/25EX Mobil PMK MISTUBISHI PS 7 Ltr 5000 Mobil PMK MISTUBISHI PS 8 Ltr 9 Head Truck HINO 1.00 FM320TI 40 FT B Pangkalan TPM 1 Container Crane NOELL 2.00 STS 40 IHI 1.00 STS 40 2 Transtainer NOELL 5.00 RTG 40 MITSUI- PACECO 2.00 RTG 40 3 Reach Stacker FANTUZZI 1.00 CS KALMAR 1.00 DRF S5K 40 4 Top Loader MITSUBISHI 1.00 FD Forklift 7 Ton TOYOTA FD 70 7 FB Forklift Battery KOMATSU EX/25EX 2 7 Head Truck ISUZU 4.00 CXZ & VXZ 40 IV - 96

97 No Nama Alat Merk Jumlah Model/ Type Kap. (Ton) 8 Head Truck NISSAN CWB Chassis Trailer 40' BUKAKA Chassis Trailer 20' & 10 40' PATRIA Reefer Plug Container Crane 01 NOELL - 40 Container Crane 02 NOELL - 40 Container Crane 03 MITSUBISHI - 40 Container Crane 04 MITSUBISHI - 40 Container Crane 05 IHI 40 Transtainer 01 NOELL - 40 Transtainer 02 NOELL - 40 Transtainer 03 NOELL - 40 Transtainer 04 NOELL - 40 Transtainer 05 NOELL - 40 Transtainer 06 MITSUI - 40 Transtainer 07 MITSUI - 40 Transtainer 08 MITSUI - 40 Transtainer 09 MITSUI- PACECO 40 Transtainer 10 MITSUI- PACECO 40 Reach Stacker 02 FANTUZZI CS-42 S 42 Reach Stacker KALMAR DRF S5K 40 Top Loader 02 MITSUBISHI FD Mobil Crane IHI TH Mobil Crane IHI TH Head Truck 01 ISUZU CXZ 40 Head Truck 02 ISUZU CXZ 40 Head Truck 03 ISUZU VXZ 40 Head Truck 04 ISUZU VXZ 40 Head Truck 05 NISSAN CWB Head Truck 06 NISSAN CWB Head Truck 07 NISSAN CWB Head Truck 08 NISSAN CWB Head Truck 09 NISSAN CWB Head Truck 10 NISSAN CWB Head Truck 11 NISSAN CWB Head Truck 12 NISSAN CWB Head Truck 13 NISSAN CWB Head Truck 14 NISSAN CWB Chassis PATRIA - 25 Chassis PATRIA - 25 Chassis PATRIA - 25 IV - 97

98 No Nama Alat Merk Jumlah Model/ Type Chassis PATRIA - 25 Chassis PATRIA - 25 Chassis PATRIA - 25 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Chassis PATRIA - 40 Forklift Battery 01 KOMATSU - 2 Forklift Battery 02 KOMATSU - 2 Forklift Battery 04 KOMATSU - 2 Forklift Battery 07 KOMATSU - 2 Forklift Battery 08 KOMATSU - 2 Forklift Battery 09 KOMATSU - 2 Forklift Battery 10 KOMATSU - 2 Mobil PMK Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Kap. (Ton) Fasilitas Lainnya Pelabuhan Makassar dalam operasionalnya didukung dan ditunjang fasilitas energi, keterediaan air bersih dan pemadam kebakaran. Pada Pangkalan Soekarno dan Paotere memiliki kapasitas reservoir 800 m3 dengan kemampuan pengaliran menggunakan pompa dapat mencapai 175 T/jam. Kapasitas terpasang jaringan listrik mencapai 496,3 kw dan yang terpakai 228,957 KwH. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kapasitas energi listrik masih sangat tersedia karena baru mencapai 50% terpakai. Disamping itu, terdapat tabung pemadam dengan kapasitas 1-10 kg. Pada Pangkalan PTM yang sekaligus bagian dari pangkalan Hatta, didukung/ditunjang dengan reservoar kapasitas m3 dengan kapasitas pompa 180 T/jam. Untuk instalasi listrik yang terpasang 734 kva dan yang terpakai 710 kva yang mengindikasikan bahwa energi listrik yang tersedia sudah sangat terbatas. Sementara ketersediaan alat PMK berupa pompa hydran dengan kapasitas pompa 1560 HP. IV - 98

99 Tabel Keadaan Fasilitas Listrik, Air Bersih dan PMK Pada Pangkalan Soekarno dan Paotere No Nama Fasilitas Lokasi Kapasitas 1 Instalasi air minum - Reservoir Soekarno 800 M3 - Pompa Soekarno 175 T/jam 2 Instalasi listrik - Daya terpasang Soekarno/Paotere 496,3 kw - Daya terpakai Soekarno/Paotere KwH 3 Tabung pemadam 1 kg, 10 kg & 10 kg keatas Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Tabel Keadaan Fasilitas Listrik, Air Bersih dan PMK Pada Pangkalan TPM No Nama Fasilitas Lokasi Kapasitas 1 Instalasi air minum - Reservoir Hatta 1000 M3 - Pompa Hatta 180 T/jam 2 Instalasi listrik TPM - Daya terpasang PLN Kantor TPM 150 KVA CY + Refeer 555 kva Kantor Waka 16.5 kva CY CFS 12.5 kva - Daya Supl. Genset Kantor TPM 250 kva baru Supl. IT/Server 110 kva CY + Refeer 350 kva 3 Alat PMK - Pompa Hydrant Kantor TPM 15 HP - Pompa Hydrant CY Hatta 60 HP Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 IV - 99

100 Gambar 4.38 Layout Eksisting Pelabuhan Makassar Studi Pengembangan IV - 100

101 b. Pelabuhan Pantoloan Pelabuhan Pantoloan merupakan salah satu pelabuhan kelas 2 dan berperan penting bagi wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Operasional dan pelayanan pelabuhan Pantoloan sangat ditentukan oleh keberadaan prasarana dan sarana pelabuhan dalam rangka kelancaran kegiatan B/M. 1) Pelayanan Pelabuhan a) Kondisi Oceanografi Pelabuhan Tempat berlabuh sebelah selatan dermaga, jaraknya 600 m pada kedalarnan air 37. Pasang Surut di Pelabuhan Pantoloan dengan sifat pasut : Campuran, yang condong keharian ganda. Tunggang air rata-rata maksimum 280 cm, muka surutan (ZO) 140 cm. Kecepatan arus di daerah ini mencapai 1,0-1,5 knots dengan arah 183. b) Kondisi Traffic Kondisi pelayanan pelabuhan untuk pengangkutan penumpang baik dalam dan luar negeri dari tahun 2006 sampai 2011 cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2007 terjadi penurunan penumpang dari tahun 2006 dan kemudian sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan menurun pada tahun 2009 dan Dan akhirnya meningkat pada tahun Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.48 Jumlah Keberangkatan dan Kedatangan Penumpang Pelabuhan Pantoloan di URAIAN TAHUN LUAR NEGERI: Debarkasi Embarkasi JUMLAH DALAM NEGERI: Debarkasi Embarkasi Jumlah JUMLAH Sumber: Pelindo IV, 2012 Kecenderungan (trend) perkembangan potensi penumpang di Pelabuhan Pantoloan digambarkan pada grafik berikut ini. IV - 101

102 total penumpang (DN + LN) Gambar 4.39 Grafik kecenderungan perkembangan potensi penumpang di Pelabuhan Pantoloan Tabel 4.49 Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Pantoloan Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total Total Total Tahun Imp eksp Bongkar Muat B/M (Call) (GT) Bongkar Muat or or (Teus) (Teus) (Teus) Sumber: Pelindo IV, 2012 Tabel 4.50 Arus Barang Berdasarkan Arus Perdagangan di Pelabuhan Pantoloan Uraian Sat uan TAHUN PERD. LUAR NEGERI a. Impor : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M b. Ekspor : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M Jumlah : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M JUMLAH 1 T/M PERD. DALAM NEGERI a. Bongkar : 1) Dermaga Umum T/M IV - 102

103 2) Non Dermaga Umum T/M b. Muat : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M Jumlah : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M JUMLAH 2 T/M JML. DERUM (LN+DN) T/M JML. NON DERUM (LN+DN) T/M JUMLAH T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 Tabel 4.51 Arus Barang Berdasarkan Jenis Distribusi di Pelabuhan Pantoloan Uraian Sat uan TAHUN DERMAGA UMUM a. Langsung T/M b. Gudang T/M c. Lapangan T/M Jumlah 1 T/M DERMAGA NON UMUM a. Rede Transport T/M b. Dermaga Khusus : 1. Milik Sendiri T/M Milik Pihak Ketiga T/M c. Pelabuhan Khusus T/M d. Loading Point T/M Jumlah 2 T/M JUMLAH T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 Tabel 4.52 Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Pantoloan Uraian Satuan TAHUN General Cargo T/M Bag Cargo T/M Curah Cair T/M Curah Kering T/M Petikemas T/M Lain-lain T/M JUMLAH T/M Sumber: Pelindo IV, 2012 IV - 103

104 2) Fasilitas Pelabuhan a) Fasilitas Umum Pelabuhan Pantoloan berada pada areal daratan dengan luas 10,50 Ha dengan kolam perairan yang mencapai luas 20,00 Ha. Jenis fasilitas pada tata massa bangunan pelabuhan meliputi bangunan perkantoran dengan luas terbangun mencapai 600 m 2 dan untuk terminal penumpang dan lapangan parkir berdasarkan data yang diperoleh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Pelabuhan Donggala, sehingga untuk terminal penumpang dengan luas m 2 dan lapangan parkir dengan luas m 2. Tabel Jenis dan Luasan Fasilitas di Pelabuhan Pantoloan Nama Fasilitas Volume Satuan Daratan Ha Kolam perairan Ha Dasar perairan M Breakwater - M Galangan kapal - M Gedung kantor M2 Terminal penumpang 2, M2 Lapangan parkir 10, M2 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 b) Fasilitas Tambat Fasilitas tambat pada Pelabuhan Pantoloan terbagi atas 2 lokasi berdasarkan lokasi kawasan dermaga dengan luas total sebesar 277 m 2. Luas dermaga I sebesar 13 x 150 m dan dermaga II dengan ukuran 45 x 18 x 55 x x 22 m. Pada tahun 2009 terjadi penambahan dermaga sebesar 30 x 22 m. Jenis konstruksi fasilitas tambat pada pelabuhan tersebut berupa tiang pancang beton, lantai beton dan Sheet Pile. Kondisi fasilitas tambat atas pemanfaatannya adalah antara %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. IV - 104

105 Tabel Jenis Fasilitas Tambat Pada Pelabuhan Pantoloan Nama Fasilitas Ukuran (m) Konstruksi Dermaga I 13 x 150 T.panc.beton,blk & lan.beton Dermaga II (45 x 18 x 55 Sheet Pile & lantai beton x 13 + T.panc.beton,blk & lan.beton 30 x 22) Total Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 c) Gudang Fasilitas pergudangan yang tersedia ada Pelabuhan Pantoloan sebanyak 5 unit bangunan dengan luas bangunan secara keseluruhan adalah m2. Fasilitas pergudangan tersebut terdapat pada 2 (dua) kawasan pelabuhan, yaitu pada kawasan Pelabuhan Pantoloan dengan luas m2 dan kawasan Pelabuhan Donggala dengan luas m2. Pada kawasan Pelabuhan Donggala, salah gudang merupakan milik Pemda dengan luas 300 m2. Kondisi bangunan pergudangan terdiri atas lantai beton, dinding tembok, rangka baja, atap aluminium dan atap seng dengan kondisi pemakaian bangunan antara 40-80%. Tabel Fasilitas Gudang Pada pelabuhan Pantoloan N0 Nama Fasilitas Luas (m2) Konstruksi A 1 Gudang x 40 Lantai beton, dinding tembok 1, rangka baja, atap aluminium 2 Gudang x 40 Lantai beton, dinding tembok 1, rangka baja, atap aluminium B 1 Gudang x 30 = 600 Lantai beton, dinding tembok rangka baja, atap aluminium 2 Gudang x 40 = 800 Lantai beton, dinding tembok rangka kayu, atap seng 3 Gudang Pemda 20 x 15 = 300 Total 3, Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Lantai beton, dinding tembok rangka kayu, atap seng IV - 105

106 d) Lapangan Penumpukan Lapangan penumpukan pada Pelabuhan Pantoloan memiliki luas keseluruhan m2 yang terdiri atas lapangan penumpukan kawasan Pelabuhan Pantoloan sebesar m2 dan kawasan Pelabuhan Donggala sebesar m2. Konstruksi lapangan penumpukan pada pelabuhan Pantoloan terdiri atas paving block dan pengerasan sirtu dengan kondisi pemakaian bangunan %. Tabel Kondisi lapangan Penumpukan Pelabuhan Pantoloan N0 Nama Fasilitas Ukuran Luas (m2) Konstruksi A B Pantoloan Lapangan penumpukan Petikemas 1 Lapangan penumpukan Petikemas 2 Lapangan penumpukan Petikemas 3 (Pemkot Palu) Lapangan penumpukan Petikemas 3 (Pemkot Palu) Kawasan Donggala Lapangan penumpukan 50 x40 2,000 Lapisan dasar sirtu Lapisan perm. Pav. block 100 x 75 7,500 Lapisan dasar sirtu Lapisan perm. Pav. block 64 x 25 1,600 Lapisan dasar sirtu Lapisan perm. Pav. block 60 x 65 3,000 Lapisan dasar sirtu 95 x 24 Lapisan perm. Pav. 2,300 block 30 x 50 Total 17,900 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, ,500 Perkerasan sirtu 3) Sarana Pelabuhan a) Kapal Pelabuhan Pantoloan dalam operasionalisasinya, baik untuk pelayanan angkutan penumpang maupun angkutan barang dilengkapi dengan kapal Kapal Kepil/Speedboat 40 PK dan Kapal Tunda Anggada 90 GT. IV - 106

107 Tabel 4.57.Jenis Kapal Yang Dimiliki Pada Pelabuhan Pantoloan Nama Kapal Ukuran (GT) Tahun Pembua tan Kondisi (%) Kapal Kepil/Speedboat 40 PK Kapal Tunda Anggada VII Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Nama Alat b) Peralatan Pelabuhan Untuk menunjang kegiatan B/M pada pelabuhan Pantoloan sangat dibutuhkan beberapa jenis peralatan, guna meningkatkan kinerja pelabuhan. Jenis peralatan pelabuhan pada Pelabuhan Pantoloan meliputi Top Loader kapasitas 40 ton, Reachstacker kapasitas 40 ton dan Forklift berkapisitas 3-5 ton. Jika dilihat dari tahun pembuatan peralatan tersebut terlihat jenis Forklift merupakan peralatan yang dibuat tahun 1974 dan 1983 dengan kondisi pemakaian fasilitas 50%. Tabel Jumlah dan Jenis Peralatan Pelabuhan Pantoloan Merk Model/ Type Kapasitas (ton) Tahun Pembuatan Kondisi (%) Top Loader Mitsubishi FD Reachstacker Fantuzzi CS / Forklift Toyota 3 FD Forklift Datsun EGF Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 c) Fasilitas Lainnya Fasilitas lainnya di Pelabuhan Pantoloan yang merupakan fasilitas pendukung dan penunjang terhadap operasional pelabuhan adalah berupa jaringan listrik, air bersih dan PMK. Kapasitas energi listrik yang terpasang adalah 66 kva dan yang terpakai sebesar 54 kva. Jaringan energi listrik masih cukup tersedia dan mampu memenuhi kebutuhan listrik dalam kawasan pelabuhan. Untuk penyediaan jaringan air bersih telah dilengkapi dengan reservoir dengan kapasitas 800 m3 dan dilengkapi dengan pompa kapasitas 50 T/jam. Sedangkan fasilitas PMK tersedia kendaraan PMK kapasitas 5 ton. IV - 107

108 Tabel Keadaan Fasilitas Listrik, Air Bersih dan PMK Pada Pelabuhan Pantoloan Tahun 2011 N0 NAMA FASILITAS KAPASITAS TAHUN PEMBUATAN 1 Instalasi air minum - Reservoir 800 M Pompa (Kubota) 50 Ton/Jam - 2 Instalasi listrik - Daya terpasang 66 KVA - - Daya terpakai 54 KVA - - Genset (Perkins) 80 KVA Mobil PMK (isuzu) 5 Ton 1984 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 c. Pelabuhan Bitung Pelabuhan Bitung dalam pengembangannya ditetapkan sebagai pelabuhan internasional hub. Guna menunjang operasional kegiatan B/M pada Pelabuhan Bitung, terdapat beberapa prasarana dan sarana pelabuhan yang telah dibangun atau disediakan untuk kelancaran kegiatan B/M. 1) Pelayanan Pelabuhan a) Kondisi Oceanografi Pelabuhan - Panjang Alur Pelayaran : 9 mil - Lebar Alur Pelayaran : 600 meter - Kedalaman Minimum (alur) : 12 meter - Luas Kolam Pelabuhan : 4,20 Ha - Kedalaman kolam minimum (kolam) : 7 meter - Kedalaman kolam dermaga : 12 meter - Kecepatan Angin : 3 knot - Kecepatan Arus : 3 knot - Tinggi Gelombang : 1,00 meter - Pasang surut (High Water Spring) : 1,8 meter - Pasang surut (Low Water Spring) : 1,2 meter b) Kondisi Traffic Kegiatan kedatangan dan keberangkatan apenumpang di Pelabuhan Bitung dari tahun ketahun cenderung berfluktuasi. Dari tahun 2006 sampai 2011 jumlah keberangkatan dan kedatangan yang terbesar adalah tahun 2010 dengan jumlah orang sedangkan yang paling sedikit tingkat kedatangan IV - 108

109 URAIAN dan keberangkatannya terjadi pada tahun 2011 sebesar orang. Tabel 4.60 Jumlah keberangkatan dan kedatangan penumpang di Pelabuhan Bitung SAT UAN TAHUN LUAR NEGERI : Debarkasi Orang Embarkasi Orang JUMLAH 1 Orang DALAM NEGERI : Debarkasi Orang Embarkasi Orang Jumlah 2 Orang JUMLAH Orang Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Arus Traffic petikemas yang melewati pelabuhan Bitung periode mengalami peningkatan. Dari Teus yang dibongkar muat tahun 1999 menjadi Teus tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 10,23 %. Untuk kegiatan bongkar dari 24,667 Teus tahun 1999 menjadi 84,479 Teus tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata, 10,28 %, sedang kegiatan muat dari 24,007 Teus tahun 1999 menjadi 81,819 Teus pada tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan ratarata 10,17 %. Tabel 4.61 Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Bitung Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total Total Total Tahun Bongkar Muat B/M (Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat (Teus) (Teus) (Teus) Sumber: Pelindo IV, 2012 IV - 109

110 Tabel 4.62 Arus Barang Berdasarkan Arus Perdagangan di Pelabuhan Bitung Uraian Sat uan TAHUN PERD. LUAR NEGERI a. Impor : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M b. Ekspor : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M Jumlah : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M JUMLAH 1 T/M PERD. DALAM NEGERI a. Bongkar : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M b. Muat : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M Jumlah : 1) Dermaga Umum T/M ) Non Dermaga Umum T/M JUMLAH 2 T/M JML. DERUM (LN+DN) T/M JML. NON DERUM (LN+DN) T/M JUMLAH T/M Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Tabel 4.63 Arus Barang Berdasarkan Jenis Distribusi di Pelabuhan Bitung Uraian Sat TAHUN uan DERMAGA UMUM a. Langsung T/M b. Gudang T/M c. Lapangan T/M Jumlah 1 T/M DERMAGA NON UMUM a. Rede Transport T/M b. Dermaga Khusus : 1. Milik Sendiri T/M Milik Pihak Ketiga T/M IV - 110

111 Uraian Sat TAHUN uan c. Pelabuhan Khusus T/M d. Loading Point T/M Jumlah 2 T/M JUMLAH T/M Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Tabel 4.64 Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Bitung Uraian Sat TAHUN uan General Cargo T/M Bag Cargo T/M Curah Cair T/M Curah Kering T/M Petikemas T/M Lain-lain T/M JUMLAH T/M Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 c) Fasilitas Pelabuhan a) Fasilitas Umum Fasilitas umum pada Pelabuhan Bitung meliputi areal daratan dengan luas 388,5 Ha, kolam perairan Ha dengan dasar perairan 4-40 m dan dilengkapi dengan breakwater dengan panjang 100 m. Adapun jenis bangunan dan prasarana lainnya, berupa gedung kantor 3.280,80 m2, terminal penumpang m2 dan lapagan penumpukan seluas m2. kondisi tingkat pemanfaatan tersebut masih berkisar %. Tabel Jenis dan Luasan Fasilitas Pada Pelabuhan Bitung No Nama Fasilitas Volume Satuan 1 Daratan Ha 2 Kolam perairan 2, Ha 3 Dasar perairan 4-40 M 4 Breakwater M 5 Galangan kapal - M 6 Gedung kantor - Kantor lama ( tingkat 2 ) 2, M2 IV - 111

112 - Kantor TPB ( tingkat 3 ) M2 - Kantor Kawasan Manado M2 7 Terminal penumpang M2 - Terminal Penumpang Bitung 2, M2 (tingkat 2 ) - Terminal Penumpang Manado M2 8 Lapangan parkir 3, M2 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 b) Fasilitas Tambat Fasilitas tambat pada Pelabuhan Bitung berdasarkan jumlah dermaga yang ada, maka terdapat 11 lokasi tambat. Penggunaan atau kegiatan pertambatan kapal dilakukan berdasarkan pelayaran kapal yang meliputi pelayaran samudea, nusantara dan pelra. Ukuran tambat kapal secara total pada Pelabuhan Bitung adalah m2 yang masing-masing tambat terbuat dari konstruksi beton dan tiang pancang dengan kondisi pemakaian antara %. Pembangunan tambat kapal yang lebih dibangun adalah tambat ada dermaga 1, 2, dan 5, yakni masing-masing dibangun pada tahun Tabel Jenis Fasilitas Tambat Pada Pelabuhan Bitung Nama Fasilitas Ukuran Lokasi Konstruksi (M) Dermaga I 190 x 10 Dermaga Samudera - Konv. Beton, t.pancang Dermaga II 243 x 10 Dermaga Samudera - Idem Konv. Dermaga III 175 x 15 Dermaga Samudera - Idem Konv. Dermaga IV 146 x 20 Dermaga IKD - Idem Konv. Dermaga V 251 x 10 Dermaga Nusantara- Idem Konv. Dermaga VI 146 x 10 Dermaga Nusantara- Idem Konv. Dermaga VII 207 x 20 Dermaga Nusantara- Idem Konv. Dermaga VIII x 10 Dermaga TPB Idem TPB Dermaga TPB 110 x 25 Dermaga TPB Idem (APBN) Dermaga IX - 60 X 10 Dermaga Pelra - TPB Idem IV - 112

113 Pelra Dermaga X - LCT 20 x 10 Dermaga Samudera - Konv. Jumlah 1, Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 Idem c) Gudang Fasilitas gudang Pelabuhan Bitung sebanyak 15 unit dengan luas total bangunan adalah ,45 m2 terdiri atas luas gudang di Manado seluas 6.154,45 m2 dan Pelabuhan Bitung seluas m2. Bangunan gudang dengan konstruksi rangka baja, dinding batu bata dan atap seng yang secara keseluruhan memiliki kondisi bangunan antara 60-95%. Tabel Fasilitas Gudang Pada pelabuhan Bitung Nama Fasilitas Luas (M2) Lokasi Tahun Gudang A 4, Bitung 1957 Gudang C (berubah 4, Bitung 1953 lap.b2) Gudang D 4, Bitung 1954 Gudang Butler Bitung 1968 Gudang CFS 1, Bitung 2005 Gudang No. 1 2, Manado 1965 Gudang No Manado 1935 Gudang No Manado 1935 Gudang No Manado 1948 (dibongkar) Gudang No Manado 1948 Gudang No Manado 1948 Gudang No. 7 1, Manado 1955 Gudang No Manado 1955 Gudang No Manado 1948 Gudang No Manado 1948 Jumlah 20, Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 IV - 113

114 d) Lapangan Penumpukan Lapangan penumpukan adalah parasarana yang dimanfaatkan untuk menumpuk barang yang di B/M ke/dari atas kapal. Jenis fasilitas ini pada dasarnya tidak berwujud bangunan, melainkan pelataran yang cukup luas dalam kawasan pelabuhan. Jumlah area lapangan penumpukan pada pelabuhan Bitung sebanyak 9 area pada 2 (tiga) lokasi pangkalan. Pada pangkalan Bitung, luas lapangan penumpukannya adalah ,55 m2 dan pangkalan TPB seluas m2. jenis konstruksi lapangan penumpukan dibuat dari konstruksi beton, pa ving blok, lapisan dasar sirtu, sebagian masih berupa tanah dan beton reklamasi pantai. Tabel Kondisi Lapangan Penumpukan Pelabuhan Bitung Nama Fasilitas Ukuran Luas (M2) Lokasi Konstruksi A1 143,5 x 50 7, Bitung Lapisan dasar Beton, Sirtu Lapisan paving block A2 2, Bitung Tanah Dasar B x 2, Bitung Tanah Dasar B x , Bitung Lapisan dasar sirtu Lapisan paving block C1 6, Bitung Lapisan dasar sirtu C2 9, Bitung Lapisan paving block D1 D2 E x x x 150 Jumlah 98, Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, , Bitung Lapisan dasar sirtu, LPA 22, Bitung Tanah dasar 33, Bitung, TPB Lapisan dasar reklamasi Lapisan beton IV - 114

115 d) Sarana Pelabuhan a) Kapal Pelabuhan Bitung dalam operasionalisasinya, baik untuk pelayanan angkutan penumpang maupun angkutan barang dilengkapi dengan kapal-kapal tunda maupun kapal pandu dengan jumlah sebanyak 4 kapal. Kapal-kapal tersebut semuanya berpangkalan pada Pelabuhan Bitung dengan ukuran kapal antara GT dengan kondisi pemakaian antara 70-90%. Tabel Jenis dan Jumlah Kapal Tunda dan Kapal Pandu Pada Pelabuhan Bitung Nama Kapal Ukuran Lokasi Tahun (GT) KT. Selat Lembeh Bitung 1978 KT. Bunaken Bitung 2005 KP. Siladen Bitung 2005 KK. Sirena Bitung 2005 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 b) Peralatan Pelabuhan Jenis peralatan pelabuhan pada Pelabuhan Bitung meliputi Rail Mounted Tyred Gantry Crane, Rubber Tyred Gantry Crane, Reach Stacker, Head Truck, Chasis, Forklift, Tronton, dan Mobile Crane jumlah peralatan pelabuhan menurut typenya sebanyak 13 type dengan jumlah alat sebanyak 26 unit. Untuk Rail Mounted Tyred Gantry Crane dan Rubber Tyred Gantry Crane, masing-masing dapat mengangkat 27 ton dan 37 ton. Sedangkan untuk Reach Stacker memiliki kapasitas ton dengan kondisi peralatan secara keseluruhan antara %. Tabel Jumlah dan Jenis Peralatan Pelabuhan Bitung Nama Alat Merk Model/ Type Jmlh Kap. (Ton) Rail Mounted Tyred Mitsubishi Gantry Crane #02 Rubber Tyred Gantry Sumitomo Crane Reach Stacker #01 Fantuzzi CS 42 S 1 42 Reach Stacker #02 PPM-Terex TFC 45 R 1 45 Head Truck Isuzu CXZ 3 24 Head Truck Hino FM 320 P 1 24 Head Truck Hino FM 320 P 1 24 IV - 115

116 Chasis Tokyu 40' 4 36 Chasis Patria 20' 4 24 Forklift TCM FC 50 7S 3 5 Forklift Battery Komatsu FB20FX- 2 2 Z Tronton Nissan NEGT 2 10 Diesel Mobile Crane IHI TH 350 S 1 35 Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012 c) Fasilitas Lainnya Fasilitas lainnya di Pelabuhan Bitung berupa ketersediaan energi, air bersih dan PMK merupakan hal yang sangat mendasar dalam operasionalisasi berbagai kegiatan pada pelabuhan tersebut. Kapasitas reservoar yang terpasang adalah 780 ton dengan water suplay dapat mencapai 15 m3/h, dan ditunjang beberapa pompqa air yang mendistribusikan sesuai dengan alokas pemanfaatannya yang kesemuanya di adakan pada tahun Sedangkan ketersediaan energi terpasang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan penggunaan dala kawasan peabuhan, baik pada Pelabuhan manado maupun Pelabuhan Bitung sendiri. Sementara ketersediaan fasilitas PMK dialokasikan pada beberapa bagian yang penting, termasuk pada kapal pandu dan tunda serta dilengkapi dengan mobil pemadam kebakaran kapasitas 5000 liter sebanyak 2 unit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Keadaan Fasilitas Listrik, Air Bersih dan PMK Pada Pelabuhan Bitung No Nama Fasilitas Lokasi Kapasitas 1 Instalasi air minum - Reservoir TPB 780 Ton - Water supply pump 1 set TPB 15 m3/h - Transfer pump 2 set TPB 100 m3/h - Chiller water circulation pump TPB 111 m3/h 4 set - Chiller water pump 4 set TPB 111 m3/h - Jockey pump fire hidrant 1 set TPB 4 m3/h - Electrical fire pump 1 set TPB 100 m3/h - Diesel fire pump 1 set TPB 100 m3/h 2 Instalasi listrik Terpasang - Daya terpasang Kantor cabang 41 KW - Daya terpakai Kantor cabang 38 KW IV - 116

117 - Daya terpasang Dermaga samudera 41 KW - Daya terpakai Dermaga samudera 35 KW - Daya terpasang Dermaga Nusantara 23 KW - Daya terpakai Dermaga Nusantara 29 KW - Daya terpasang Lapangan Tenis 7.7 KW - Daya terpakai Lapangan Tenis 5 KW - Daya terpasang Ukespel 7.7 KW - Daya terpakai Ukespel 4 KW - Daya terpasang Terminal 6.6 KW penumpang - Daya terpakai Terminal 6 KW penumpang - Daya terpasang Pos I 450 Watt - Daya terpakai Pos I 400 Watt - Daya terpasang Pos IV 450 Watt - Daya terpakai Pos IV 400 Watt - Daya terpasang Terminal petikemas 11 KW - Daya terpakai Terminal petikemas 11 KW - Daya terpasang Kantor kawasan 7.7 KW Manado - Daya terpakai Kantor kawasan 7.7 KW Manado - Daya terpasang Term. penumpang 5.5 KW Manado - Daya terpakai Term. penumpang 5.5 KW Manado - Daya terpasang Gedung Kws. 7.7 KW Manado - Daya terpakai Gedung Kws. Manado 7.7 KW 3 Tabung pemadam - Yamato Kantor cabang 10 Ltr - Protec Kantor cabang 3.5 Kg - Yamato Terminal 10 Ltr penumpang Terminal 20 Ltr penumpang Terminal penumpang 40 Kg (pakai roda) - Yamato Pos IV 15 Ltr - Protec Pos IV 3.5 Kg IV - 117

118 - Protec Pos AB 3.5 Kg - Protec Pos I 3.5 Kg - Protec Rudin GM & 3.5 Kg Manager - Protec Alat B/M Konv. 3.5 Kg CRANE IHI - Protec Workshop Alat 3.5 Kg B/M Konv - Viking TPB 3.5 Kg TPB 20 Ltr - Yamato TPB 40 Kg (pakai roda) - Yamato Kapal Tunda 10 Ltr - Apron Kapal Tunda 6 Kg - Foam AB Kapal Tunda 9 Kg - Apron Kapal Pandu 6 Kg - CO2 Kapal Tunda 6.8 kg Kapal Pandu 6.8 kg - Mobil PMK Cabang Bitung 5000 Ltr Cabang Bitung 5000 Ltr Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2011 IV - 118

119 Gambar 4.40 Layout Eksisting Pelabuhan Bitung Studi Pengembangan IV - 119

120 d. Pelabuhan Gorontalo Pelabuhan Gorontalo terletak di Propisi Gorontalo Pantai bagian Selatan (Perairan Teluk Tomini). Dengan Posisi : " LU di. Muara Sungai Bone ' 16* T 1. Pelayanan Pelabuhan a) Kondisi Oceanografi 1) Hidrografi : Sepanjang Pantai berbatu dan pasir. Dasar lautan (Kolam Pelabuhan) lumpur pasir. 2) Pasang surut : - Waktu Tolok : GMT gerakan Pasang Surut 12 DM dibawah DT. 3) Gelombang : - Di luar Kolam Bandar: Pada musim Selatan ketinggian 1-2 meter Pada muim Barat ketinggian s/d 1 meter - Di dalam Kolam Bandar: Pada musim Selatan ketinggian 0,50-1 meter Pada musim Barat ketinggian 0,00-0,50 meter 4) Arus : Utara - Selatan Angin : Musim Selatan dari Bulan Mei - oktober, Musim Barat dari Bulan Desember-Pebruari. Temperatur : ± 28 o C 5) Tekanan Udara : ± 1014 mb b) Kondisi Traffic Kondisi aktifitas penumpang di Pelabuhan Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 jumlah penumpang yang naik (berangkat) tercatat orang dan yang turun (datang) orang. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2002 dimana jumlah penumpang yang naik (berangkat) tercatat orang dan yang turun (datang) orang. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2003 dan 2004 sedangkan pada tahun 2005 kembali mengalami peningkatan. IV - 120

121 Tabel 4.72 Jumlah Penumpang Naik dan Turun di Pelabuhan Gorontalo Tahun Kegiatan Penumpang Naik Turun Pertumbuhan Rata-rata 0,32 % 0,61 % Sumber: Pelindo IV, 2012 Dari tabel diatas diketahui jumlah rata-rata pertumbuhan arus naik turunnya penumpang dipelabuhan Gorontalo 10 tahun terakhir mencapai 0,31% untuk naik (berangkat) dan 0,61% untuk turun (datang). Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini TURUN NAIK Gambar 4.41 Grafik Arus Naik Turun Penumpang Di Pelabuhan Gorontalo IV - 121

122 Prosentase Kenaikan Tiap Tahun TURUN NAIK Gambar 4.42 Grafik Persentase Kenaikan Tiap Tahun Naik Turunnya Penumpang di Pelabuhan Gorontalo Selain aktifitas penumpang, kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Gorontalo juga mengalami fluktuasi khususnya pada tahun 2008 mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun sebelumnya. Untuk rata-rata pertumbuhan 10 tahun terakhir untuk aktifitas bongkar mencapai angka 11,96% dan untuk aktifitas muat mencapai angka 10,29%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini. Tabel 4.73 Jumlah Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Gorontalo (Ton/M 3 ) Tahun Bongkar Muat Pertumbuhan rata-rata 11,96% 10,29% Sumber: Pelindo IV, 2012 IV - 122

123 Bongkar Muat Bongkar Muat Gambar 4.43 Fluktuasi jumlah kegiatan bongkat muat Barang di Pelabuhan Gorontalo BKR MUAT Gambar 4.44 Grafik Persentase Kenaikan Tiap Tahun Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Gorontalo Sedangkan untuk kunjungan kapal di pelabuhan Gorontalo, jika membandingkan data kunjungan kapal pada tahun 2011 tercatat kapal yang datang mencapai kapal dan yang berangkat kapal. Sangat jauh dengan kunjungan kapal pada tahun 2001 yang hanya mencapai 733 kapal IV - 123

124 yang tiba dan 733 kapal yang berangkat. Dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 10,55% untuk kapal yang tiba (datang) dan 10,54% untuk jumlah kapal yang berangkat. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut. Tabel 4.74 Jumlah Kapal Yang Tiba dan Berangkat di Pelabuhan Gorontalo TAHUN TIBA BERANGKAT Pertumbuhan Rata-rata 10,55 % 10,54 % Sumber: Pelindo IV Berangkat Tiba Gambar 4.45 Grafik Jumlah Kapal Yang Tiba dan Berangkat di Pelabuhan Gorontalo IV - 124

125 Prosentase Kenaikan Tiap Tahun Tiba Berangkat 2001 Prosentase 2002 Kenaikan 2003 Per 2004 Tahun Gambar 4.46 Grafik Persentase Kenaikan Tiap Tahun Kunjungan Kapal di Pelabuhan Gorontalo 2. Fasilitas Pelabuhan a. Ukuran kapal maximum yang dapat masuk di Pelabuhan: - Panjang : 125 M, - Draft : 6 meter - Batas Tonose kapal wajib Pandu: Belum wajib Pandu. b. Tempat sandar Dermaga Umum 1: Panjang : 59 M Kadalamon : 6-11 M Dibuat dari : Beton Dermaga Umum H: Panjang : 75 M Kedalaman : 6-14 M Dibuat dari : Beton Dermaga Khusus (Pertamina) Panjang :15 M Kedalaman : 5-15 M Dibuat dari : Beton DERSUS BPPPl : Panjang : 26 M Kedalaman : 6-10 M c. Alat Bongkar Muat : Forklif : 2 Buah Kapasitas 2,5 Ton Mobil Crane : tidak ada Gerobak Dorong : ada, cukup Pallet : ada, cukup Jalo/Slong : ada, cukup d. Gudang/Lap.Penumpukan : Gudang 01: 582 M2 Kontruksi Beton IV - 125

126 Gudang 02 :1.000 M2 Kontruksi Beton Gudang SLuasta : 2 Bauh Kapasitas : T/M2 Lapangan Penumpukan : Luas : 800 M2 e. Terminal Penumpang : Ada Lebih lengkapnya fasilitas Pelabuhan Gorontalo dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.75 Fasilitas di Pelabuhan Gorontalo No Fasilitas Kondisi Dermaga I 60 m X 10,5 m 60 m X 10,5 m 60 m X 10,5 m 60 m X 10,5 m 2 Dermaga II 120 m X 10 m 120 m X 10 m 120 m X 10 m 120 m X 10 m 3 Dermaga III Trestle Dermaga III Kantor 250 m2 250 m2 250 m2 250 m2 6 Lapangan Penumpukan m m m m2 7 Terminal Penumpang 800 m2 800 m2 800 m2 800 m2 8 Gudang I 560 m2 560 m2 560 m2 560 m2 9 Gudang II m m m m2 No. Fasilitas Dermaga I 60 m X 11 m 60 m x 11 m 60 m x 11 m 60 m x 11 m 2 Dermaga II 120 m X 10 m 120 m X 10 m 120 m X 10 m 120 m X 10 m 3 Dermaga III Trestle Dermaga III Kantor 250 m2 250 m2 250 m2 250 m2 6 Lapangan Penumpukan m m m m2 7 Terminal Penumpang 800 m2 800 m2 800 m2 800 m2 8 Gudang I 560 m2 560 m2 560 m2 560 m2 9 Gudang II m m m m2 No. Fasilitas Dermaga I 60 m x 11 m 60 m x 11 m 60 m x 11 m 2 Dermaga II 120 m X 10 m 120 m X 10 m 120 m X 10 m 3 Dermaga III - 39 m x 15 m 39 m x 15 m 4 Trestle Dermaga III 21 m x 15 m 21 m x 15 m 21 m x 15 m 5 Kantor 250 m2 250 m2 250 m2 6 Lapangan Penumpukan m m m2 7 Terminal Penumpang 800 m2 800 m2 800 m2 8 Gudang I 560 m2 560 m2 560 m2 9 Gudang II m m m2 IV - 126

127 3. Pelayanan pelabuhan 1). Kepanduan : tidak ada 2). Kapal Tunda : tidak ada 3). Air Tawar : 30 T /M2 (PDAM) 4). Kemampuan B/M: Cargo Umum : 20 T/G/J Curah Kering. 18 T/G/J Curah Cair :18 T/G/J 5). Tenaga Kerja pelabuhan : 540 orong 5. Pelayanan Umum :, EMKL : 11 Buah PBM : 5 Buah Pelayanan : PELDAGRI : 6 Bh : PELRA : 1 Bh : NON PEL : 2 Bh Bank: ada (BDN,BNI 46,BBD, BPD, DANAMON, BTN) Telkom dan Kantor Pos : ada Pemadam Kebakaran : ada (PEMDA dan PERTAMINA) Depo Alat Navigasi : tidak ada Hotel/Penginapan ada (10 Buah) Rumah Sakit : 4 Buah (sate diantaranya type C) e. Pelabuhan Belang-Belang [Secara administrasi Pelabuhan Belang-belang terletak di Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Dari segi geografis letak Pelabuhan Belang-belang sangat strategis sebab berada di selat Makassar yang berdekatan dengan pulau Jawa dan Kalimantan. Alur pelayaran di Pelabuhan Belang-belang melalui 3 buah rambu suar yang dipasang di sisi barat pelabuhan. Total panjang alur berkisar 1,65 km dengan kedalaman berkisar -25 hingga -100 LWS. Kolam Pelabuhan berbentuk memanjang dengan lebar 300 m, kedalaman kolam berkisar -7,00 hingga -35 m LWS. Secara geografis berada pada koordinat : Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan Peta Laut Nomor 175 Secara umum kondisi gelombang di Pelabuhan Belang-belang cukup tenang. Hal ini diakibatkan karena adanya pulau Liupang yang terletak di depan dermaga Pelabuhan Belang-belang. Sama halnya dengan gelombang, keadaan arus di Pelabuhan Belang-belang cukup tenang. Kecepatan arus yang paling besar 0,05 m/s dan yang terendah 0,02 m/s. IV - 127

128 1) Fasilitas Pelabuhan Pelabuhan Belang Belang memiliki areal darat seluas 5 hektare yang diperuntukkan sebagai lapangan penumpukan, gudang dan kantor. Sebagai penghubung antara dermaga dengan fasilitas darat adalah tretle dan causeway. Trestle dibangun dengan konstruksi beton bertulang di atas tiang pancang, sedangkan konsntuksi causeway berupa timbunan tanah dan pasir serta pelindung dari timbunan batu kali. Dermaga I terbuat dari beton bertulang dengan ukuran (15 x 62)m², panjang trestle adalah 19 meter dan lebar 6,4 meter sedangkan causeway dengan panjang 22 meter dan lebar 6,4 meter. Dibangun tahun Dermaga II terbuat dari beton bertulang dengan ukuran (101 x 15,7)m², dibangun tahun 2009 dengan biaya Rp Lapangan Penumpukan m², gudang 3 buah dan Ship Call 631 unit. Kondisi eksisting dermaga pelabuhan Belng-Belang dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 4.47 Kondisi Eksisting Dermaga Pelabugan Belang - Belang Alat bongkar muat secara mekanik di pelabuhan Belang Belang belum tersedia, sehingga proses bongkar muat dilakukan dengan tenaga manual, sehingga prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan mahal. Saat ini kegiatan bongkar muat dilakukan oleh perusahaan jasa bongkar muat, salah satunya adalah PT. CITRA BERSAMA. Untuk memudahkan proses IV - 128

129 bongkar muat, pada umumnya kapal dilengkapi dengan self sustained container crane. Jaringan air bersih sudah ada namun kapasitasnya relative masih kecil sehingga belum mampu mensuplay kebutuhan air tawar baik untuk MCK maupun untuk kapal kapal yang berlabuh waluoun sarana air bersih tersebut sudah dilengkapi dengan tendon air. Saat ini pelabuhan belang Belang telah ada pihak investor yang bergerak pada penyediaan aspal curah yang siap melayani permintaan aspal curah untuk kebutuhan pembangunan jalan di wilayah Sulawesi Barat. Di Pelabuhan telah dibuat tangki penampungan kapasitas ton. Untuk memudahkan para pelanggang saat ini telah tersedia lima unit mobil tangki aspal. Tangki aspal PT. Bumi Sarana dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 4.48 Tangki Aspal PT Bumi Sarana Utama Fasilitas lainnya yang ada saat ini adalah base came untuk pegawai dan karyawan pelabuhan. Disamping itu pula terdapat sarana operasional untuk mendukung kegiatan SAR dan patroli di Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP), selain itu pula telah ada menara suar sebanyak 3 buah sebagai sarana bantu navigasi guna memandu kapal untuk memasuki area dermaga dengan aman tanpa harus dilakukan pemanduan dengan kapal pandu IV - 129

130 2) Arus Bongkar Muat Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Belang-Belang berdasarkan data data selama 6 tahun terakhir sejak 2005 hingga tahun Kegiatan bongkar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untk tahun 2005 terjadi aktivitas bongkar sebanyak ton, tahun 2007 menjadi ton, bahkan tahun 2009 naik menjadi ton. sebagaimana ditunjukkan pada tabel 7. Untuk kegiatan traffic yang terjadi peningkatan dari tahun 2005 yakni ton kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi ton, namun mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi ton kemudian naik lagi pada tahun 2010 menjadi ton Tabel 4.76 Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Belang Belang tahun (Ton) Tahun Bongkar Muat Jumlah Sumber ; Laporan KPP Belang-Belang ) Arus Kunjungan Kapal Realisasi arus kunjungan kapal di Pelabuhan Belang Belang menurut jenis pelayaran yaitu PELNAS, PELNI dan PELRA. Tabel 4.77 Data Kunjungan Kapal Menurut Jenis Pelayaran Tahun Jenis Pelayaran Satu an PELNAS PELNI PELRA Call Call Call Jumlah Sumber : Laporan KPP Belang Belang, IV - 130

131 TAHUN ) Arus Bongkar Muat Menurut Jenis Komoditi Arus bongkar barang di Pelabuhan Belang Belang selama 5 tahun terakhir memperlihatkan adanya kenaikan pada barang barang tertentu, dan arus muat pada beberapa komuditas mengalami kenaikan dan ada juga yang cenderung menurun, dalam hal ini akan diambil 5 macam barang dan 5 macam komoditi. Tabel Data Arus Bongkar BONGKAR Semen Pupuk BBM Gencar Aspal Sumber : Laporan KPP Belang Belang, 2010 Tabel 4.79 Data Arus Muat Muat Tahun Kayu Pasir/Sirtu Jagung Kornel CPO Sumber : Laporan KPP Belang Belang, IV - 131

132 f. Pelabuhan Tahuna Pelabuhan Tahuna secara geografis berkedudukan di Ibu kota Kabupaten Kepulauan Sangihe berjarak sekitar 142 mil dari Pelabuhan Manado dan terletak disebelah barat pantai Pulau Sangihe pada posisi 30º Lintang Utara,125º Bujur Timur. 1) Keadaan Alam/Geografis : a) Pasang surut : Campuran yang condong keharian ganda b) Gelombang : Ketinggian 0,5 (pada bulan November s/d Pebruari ) c) Arus : Kecepatan Maximum 2 knot/jam arah mengikuti arus pasang surut. d) Angin : Pada musim selatan dari bulan Juni s/d September, dan pada musim barat dari bulan Oktober s/d Desember. Kedua musim ini yang sangat mempengaruhi masuk keluar kapal di Pelabuhan Tahuna. e) Temperatur : Rata-rata 31º C. f) Alur : Panjang m lebar 650 m Kedalaman 60 m g) Keadaan perairan : Berupa teluk. 2) Sarana Bantu Navigasi : a) Rambu suar Pelabuhan Tahuna. DSI (Daftar Suar Indonesia) Nomor ; Posisi : 03º U/125º T Periode : Terang 05 Gelap 1,5 Terang 05 Gelap 7,5 Jumlah 8 detik. Jarak Tampak : 16 mil Tinggi : 30 meter Elevasi: 32 meter 3). Status Pelabuhan : 1. Pelabuhan Tahuna berstatus Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Pemerintah artinya Kantor Pelabuhan disamping melaksanakan fungsi pemerintahan di Pelabuhan juga mengelola Jasa Pelabuhan, sesuai dengan keputusan Menteri Perhubungan nomor : KM. 63 Tahun 2002 tanggal 2 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan. 2. Pelabuhan Tahuna diklasifikasikan sebagai Pelabuhan Kelas IV dari jenis kegiatannya masih berstatus Pelabuhan Nusantara belum terbuka untuk perdagangan Luar Negeri. IV - 132

133 4). Fasilitas Pelabuhan. Tabel 4.80 Fasilitas Pelabuhan Tahuna Volume Tahun K o n d i s i No Nama Fasilitas Barang Pero lehan Baik Rsk Rss KET a 6b 6c 1. Dermaga 1 Dermaga 2 Dermaga 3 Dermaga 4 Dermaga 5 Dermaga Rakyat 64 x 8 M² 46 x 8 M² 15 x 8 M² 40 x 8 M² 35 x 8 M² 90 x 6 M² x 8 M² 46 x 8 M² 15 x 8 M² 40 x 8 M² 35 x 8 M² 90 x 6 M² Replacement 29,2x8 m² T.A.2005 Pjg.Dermaga s/d T.A.2009 = 200 M Dermaga Rakyat 2. Trestle 1 Trestle 2 Trestle Lapangan Penumpukan-1 Lapangan Penumpukan-2 Lapangan Penumpukan-3 10 x 6 M² 35 x 6 M² 37 x 6 M² M² M² M² x 6 M² 35 x 6 M² 37 x 6 M² M² M² M² Pjg = 90 M Replacemen 10x6 m² T.A.2005 Pjg.Trestle s/d T.A.2009 = 82 M2 Luas Lapangan Penumpukan s/d T.A.2009 = M2 4. Lapangan Parkir Lapangan Parkir M² M² M² M² Gudang Tertutup Gudang Tertutup 15 x 40 M ² 15 x 40 M ² x 40 M² 15 x 40 M² 6. Terminal Penumpang 12 x 25M² x 25M² Gedung Kantor Ex Kanpel Tahuna Gedung Kantor Gedung Kantor KPLP Gedung Kantor Gedung Kantor 8. Jalan Pelabuhan Tahuna (keluar) Jalan Pelabuhan 42 M² 162 M² 42 M² 150 M² 150 M² M² 42 M² M² M² x 400 M² x 400 M² - - Hotmix T.A IV - 133

134 Tahuna (masuk) 6,5 x 219 M² ,5 x 219M² Bak Penampung Air Bersih 50 Ton Ton Pagar Pengaman Pagar BRC 700 M² 325 M² M² 325 M² Gedung Pos Jaga 1 Gedung Pos Jaga 2 Gedung Pos Jaga Talud 1 Talud 2 Talud 3 Talud M² 09 M² 09 M² 100 M² 130 M² 115 M² 260 M² Sumber: Adpel Pelabuhan Tahuna, M² 09 M² 09 M² 100 M² 130 M² 115 M² 260 M² Menara Suar Tg.Tahuna. DSI (Daftar Suar Indonesia) Nomor ; Posisi : 03º U/125º T Periode : Terang 1 Gelap 2 Terang 3 Jarak Tampak : 25 mil Tinggi : 130meter Stasion Radio Pantai : Tahuna Radio /PKM 25 Jam kerja H 8 Frekuensi KHZ,6.215 KHZ VHF Ch. 16. Fasilitas Lainnya : 1. Demaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) Pertamina Panjang 15 M 2. Depot BBM Buah kapasitas 500 Ton 3. Pool Konsumen Kapasitas 30 Ton 5. Kegiatan Operasional Pelabuhan Tahuna Tabel 4.81 Kegiatan Operasional Bongkar Muat Barang dan Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Tahuna Kegiatan Operasional Tahun Kunjungan Kapal (call) Bongkar (Ton/M3) Muat (Ton/M3) Penumpang Naik (Orang) Penumpang Turun (Orang) ,473 82, , , IV - 134

135 Tenaga Kerja Pelabuhan Tahuna : Tenaga Kerja Bongkar/Muat (TKBM) = 400 orang Tenaga Kerja Bagasi = 104 orang 6. Perusahaan Pelayaran/Penunjang Angkutan Laut. 1. Perusahaan Angkutan Laut Dalam Negeri : Status Cabang : PT. Pelni : PT. Fajar lines : PT. Tri Karya Raya Lines PT. Lintas Utara Lines PT. Agra Marisetia Lines PT. Sakti Inti Makmur 2. Perusahaan Pelayaran Rakyat : Status Cabang : PT.Sinar Bahtera : PT. Yedutun. Status Pusat : PT.Nusa Aldus 3. Non Pelayaran: Pertamina 4. Perusahaan Bongkar Muat (PBM) Status Pusat : PT. Eka Jaya Sakti : PT. Kakendage PT. Ci Jasa 5. Perusahaan Ekspedisi Traffic Kapal Laut (EMKL) : Status Pusat : PT. Tahuna Mentari : PT. Seltovone Status Cabang : PT. Idola Permai 7. Armada Laut yang tersedia : Tabel 4.82 Nama Kapal Yang Melayani Pelabuhan Tahuna NAMA KAPAL TRAYEK TRIP KM. BERKAT TALODA Tahuna, Kawaluso, Kawio, Matutuang, Ke Kep. Talaud Seminggu Sekali (R.18) KM. BERKAT TALODA Tahuna, Kawaluso, Kawio, Matutuang, Ke Kep. Talaud Seminggu Sekali (R.17) KM. DARAKI NUSA Kahakitang, Tahuna,Lipang, Kawaluso, Kawio, Matutuang, Ke Kep. Seminggu Sekali Talaud (R.16) KM. SANGIANG Tahuna, Lirung, Kakorotan, Dua Minggu Sekali IV - 135

136 Miangas. PP KM. MARINE TERATAI Tahuna - Manado PP Setiap hari secara bergantian KM. TERA SANCTA Tahuna - Manado PP Setiap hari secara bergantian KM. KARYA INDAH Tahuna - Manado PP Selasa - Sabtu KM. SUNLIA Tahuna - Manado PP Senin. KM. EKSPRES BAHARI C Tahuna Manado PP Selasa, Kamis, Sabtu KM. PRIMA OASIS Tahuna Manado PP Senin, Rabu, Jumat Kapal Pelra Tahuna, P. Tatoareng, Manado/Bitung Sumber: Adpel Pelabuhan Tahuna, 2012 Gambar 4.49 Kondisi Eksisting Pelabuhan Tahuna, Pelabuhan Induk (Kiri) Dermaga Rakyat (Kiri) IV - 136

137 g. Pelabuhan Bau-Bau 1. Letak / Posisi Pelabuhan Bau-Bau terletak di Pulau Buton dibagian Tenggara pulau Sulawesi poda, posisi 05-27'-22" LS / BT adalah lebih dominan sebagai Pelabuhan Transit karena tempat persinggahan kapal-kapal dari Barat ke Timur dan sebaliknya serta dari Utara ke Selatan, Timur Indonesia. Pelabuhan ini didukung pula oleh beberapa Pelabuhan Khusus salah satu diantaranya adalah Pelabuhan Khusus Aspal di Banabungi. 2. Keadaan Hidro Oseanografi a. Hidrografi Sepanjang pantai Pelabuhan Bau-Bau adalah merupakan pemukimam sebahagian penduduk kota Bau-Bau baik yang di Timur maupun di bagian Barat Pelabuhan dan hanya kurang lebih 500 meter kearah Barat pantai langsung dibatasi oleh Jalan Yos sudarso dari permukiman penduduk. Pintu masuk Pelabuhan Bau-Bau berada di antara Tg.Pangela (Ujung Barat Daya Pulau Muna dan Tg. Kaubula daratannya curam tetapi tidak tinggi. Memasuki Pelabuhan Bau-Bau dapat dilakukan dari 2 arah yaitu dari arah Barat titik pengenal yang utama ialah mesjid berwarna putih dengan tiang bendera istana,, mesjid itu letaknya kira-kira 20 meter dari tiang bendera, lebih setengah jam perjalanan sebelah Selatan Pelabuhan Bau-Bau dari jurusan Laut kelihatan jelas sedangkan dari Utara melalui selat Buton melewati alur sempit pada umumnya tepi pantai sebelah menyebelah rendah dengan daratan yang berbukit-bukit b. Pasang Surut Sifat pasut : Campuran yang condong kehadiran ganda. Tunggang air rata-rata pada - pasang purnama : 140 Cm - pasang mati : 70 Cm c. Angin Angin di Pelabuhan Bau-Bau di dominasi oleh dua musim yaitu musim Barat dan musim Timur yang terjadi sebagai berikut : 1) Angin Barat terjadi pada bulan Desember s/d awal April. 2) Angin Pancaroba terjadi pada bulan April s/d pertengahan buan Mei. 3) Angin Timur pada pertengah bulan Mei s/d awai bulan Oktober. 4) Angin Pancaroba terjadi pada awal bulan Oktober s/d awal bulan December. d. Temperatur Berkisar 28 C. e. Tekanan Atmosfir : 1012,8 milibar f. Fasilitas Pelabuhan IV - 137

138 Ukuran kapasitas kapal masuk dalam Pelabuhan - Paniang : 200 meter Draft : ± -9 meter g. Fasilitas : 1) Tempat sandar - Dermaga Umum : 180 meter - Konstruksi : Beton - Border Laut : 2 buah 2) Alur navigasi panjang 9,63 mil Lebar 21 meter Kedalaman minimum -14 Lws Dasar pasir dan karang 3) Kolam Luas 1,0404 Ha Kedalaman minimum kolam -10 Lws Kedalaman maksimum kolam -14 mlws Kedalaman sisi dermaga -7 mlws s/d -10 mlws 4) Alat bongkar must : tidak ada 5) Gudang/lapangan penumpukan : m2 6) Terminal Penumpang : 1 buah dengan Luas : 780 m2 7) Dermaga Khusus - Khusus Penyeberangan: Panjang : 47 meter Konstruksi : Beton - Khusus Pertamina Panjang : 110 meter Konstruksi : Beton Border Laut : 2 buah - Khusus Perikanan/Perken Panjang : 40 meter Konstruksi : Tiang beton lantai kayu - Tambang Aspal Panjang : 60 meter Konstruksi : Beton Border laut 3 buah f. Pelayanan Pelabuhan 1) Kepanduan : tidak ada 2) Kapal Tunda : tidak ada 3) Air tawar : dapat melayani 500 ton/hari 4) Kemampuan bongkar muat : 40 ton/jam 5) Pelayanan Umum : a) EVXL : 3 buah b) Bank : 4 buah (dari pelabuhan +200 m s/d 750 m) c) Telkom : 2 buah (dari pelabuhan 50 m) IV - 138

139 d) Rumah Sakit : 1 buah (dari pelabuhan 100 m) 6) PBM : 5 buah 7) Petugas Port State Control ada dan tersedia 3. Aktivitas Pelabuhan Arus kunjungan kapal di Pelabuhan Bau-Bau pada tahun 2010 untuk pelayaran rakyat mencapai Call dengan GRT, pelayaran perintis mencapai 115 Call dan dengan GRT, Pelayaran luar negeri mencapai 28Call dengan GRT dan Pelayaran dalam negeri mencapai Call dengan GRT. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.83 Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Bau-Bau Tahun 2010 NO JENIS PELAYARAN ARUS KUNJUNGAN KAPAL GRT/ CALL GRT KAPAL 1 Pelayaran Rakyat ,53 2 Pelayaran Perintis ,89 3 Pelayaran Luar Negeri ,39 4 Pelayaran Dalam Negeri ,24 Jumlah ,33 Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau, 2012 Untuk arus barang di Pelabuhan Bau-Bau, pelayaran rakyat jumlah barang yang di bongkar sebesar ton dan barang yang dimuat sebesar ton. Pelayaran luar negeri, jumlah barang yang di bongkar sebesar ton. Sedangkan untuk pelayaran dalam negeri, jumlah barang yang di bongkar mencapai ton dan yang di muat mencapai ton. Tabel 4.84 Arus Barang dan Penumpang di Pelabuhan Bau-Bau Tahun 2010 JENIS NO PELAYARAN ARUS BARANG (TON) ARUS PENUMPANG BONGKAR MUAT JUMLAH NAIK TURUN JUMLAH 1 Pelayaran Rakyat Pelayaran Perintis Pelayaran Luar Negeri Pelayaran Dalam Negeri Jumlah Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau, 2012 IV - 139

140 Arus kunjungan penumpang di Pelabuhan Bau-Bau tahun 2010 untuk pelayaran rakyat yang naik sebesar orang dan yang turun sebesar orang. Untuk pelayaran perintis jumlah penumpang yang naik sebesar 510 orang dan yang turun 388 orang. Sedangkan pelayaran dalam negeri jumlah penumpang yang naik mencapai orang dan yang turun mencapai orang. IV - 140

141 h. Pelabuhan Anggrek 1) Fasilitas Pelabuhan Fasilitas yang terdapat dipelabuhan Anggrek hampir sama dengan fasilitas di beberapa pelabuhan lain di Pulau Sulawesi antara lain Dermaga, Terminal Penumpang, Kantor, Lapangan Penumpukan, Gudang dan Tempat parkir. Dari tahun 2001 sampai tahun 2011 tidak terjadi penambahan jumlah fasilitas hanya penambahan dimensi (ukuran) untuk setiap fasilitas yang ada. a) Luas Area : 66 Ha b) Panjang Dermaga : 200 m c) Luas Gudang : 600 m2 & 300 m2 d) Luas Lapangan Penumpukan : m2 e) Kedalaman Kolam Pelabuhan : 12 s.d 15 m f) Terminal Penumpang : 500 m2 g) Tanki Gula Tetes : 1 Unit DIA. 28 m h) Tanki Aspal Cair : 1 Unit DIA. 15 m Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.85 Fasilitas di Pelabuhan Anggrek No Kondisi Fasilitas Dermaga 153 m X 12 m 153 m X 12 m 153 m X 12 m 2 Terminal Penumpang 600 m2 600 m2 600 m2 3 Kantor 480 m2 480 m2 480 m2 4 Lapangan Penumpukan m m m2 5 Gudang 30 m2 30 m2 30 m2 6 Tempat Parkir m m m2 Sumber: Dinas Perhubungan Prov. Gorontalo, ) Kunjungan Kapal Kunjungan kapal pada suatu pelabuhan merupakan aktivitas yang terjadi dalam serangkaian keseluruhan aktivitas dalam areal pelabuhan. Untuk di Pelabuhan Anggrek dari tahun ke tahun jumlah kunjungan kapal cenderung berfluktuasi tergantung kondisi ekonomi dan aktivitas masyarakat yang terjadi pada saat itu. Pada tahun 2003 jumlah kunjungan kapal yang tiba di Pelabuhan Anggrek mencapai 193 kapal dan yang berangkat mencapai 187 kapal. Kemudian terjadi penurunan pada tahun 2004 dimana kapal yang tiba berjumlah 80 kapal dan yang berangkat berjumlah 79 kapal. Dan meningkat kembali pada tahun 2005 dimana jumlah kapal yang tiba mencapai 123 kapal dan yang berangkat mencapai 123 kapal, dan jumlah tersebut menurun kembali pada tahun Jumlah kunjungan kapal yang paling rendah terjadi pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 22 kapal tiba dan 20 kapal berangkat. Selengkapnya IV - 141

142 jumlah kunjungan kapal di Pelabuhan Anggrek dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.86 Jumlah Kunjungan Kapal di Pelabuhan Anggrek Tahun Tiba Berangkat Pertumbuhan rata-rata -11,44% -11,09% Sumber : Dinas Perhubungan Gorontalo, Tiba Berangkat Gambar 4.50 Grafik Kunjungan Kapal di Pelabuhan Anggrek IV - 142

143 3) Arus Bongkar Muat Arus bongkat muat barang di Pelabuhan Anggrek Cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 24,84% untuk kegiatan bongkar barang dan 6,06% untuk kegiatan muat barang. Dari angka pertumbuhan tersebut, pada tahun 2007 terjadi aktvitas bongkar muat yang paling tinggi sebesar untuk kegiatan bongkar dan untuk kegiatan muat. Sedangkan yang terendah kegiatan bongkar pada tahun 2004 dengan jumlah traffic yang dibongkar sebesar ton dan yang dimuat sebesar ton pada tahun Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini. Tabel 4.87 Bongkar Muat Barang (Ton) di Pelabuhan Anggrek Tahun Bongkar Muat Pertumbuhan rata-rata 24,84% 6,05% Sumber : Dinas Perhubungan Gorontalo, 2012 Muat Bongkar Gambar 4.51 Grafik Kegiatan Aktivitas Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Anggrek IV - 143

144 Tabel 4.88 Jenis Komoditas di Pelabuhan Anggrek Arus Kapal (Call) Arus Barang (Ton/M3) No Uraian s/d Nov s/d Nov Gula Tetes Jagung Semen Raw Sugar Aspal Pupuk Campuran Sumber : Dinas Perhubungan Gorontalo, 2012 Ket Selain kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Anggrek, aktivitas lain yang terjadi di Pelabuhan Anggrek adalah kegiatan naik turunnya penumpang. Di Pelabuhan Anggrek terjadi penurunan aktivitas kegiatan penumpang dati tahun ke tahun tercatat pada tahun 2003 jumlah penumpang yang naik berjumlah orang dan yang turun berjumlah orang. Dan kemudian mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006 yang hanya mencapai 261 orang yang naik dan 155 orang yang turun. Dari penurunan tersebut terakumulasi penurunan pertumbuhan rata-rata antara -52,24% sampai -56,11%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.89 Jumlah Kegiatan Naik dan Turun Penumpang Di Pelabuhan Anggrek Tahun Naik Turun Pertumbuhan rata-rata -52,24% -56,11% Sumber : Dinas Perhubungan Gorontalo, 2012 IV - 144

145 Naik Turun Gambar 4.52 Grafik Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Anggrek IV - 145

146 Gambar Layout Eksisting Pelabuhan Anggrek Studi Pengembangan IV - 146

147 j. Pelabuhan Garongkong Eksisting pelabuhan garongkong merupakan pelabuhan ferry, namun kedepannya akan direncanakan sebagai salah satu Pelabuhan Kontainer di Sulawesi Selatan. Keberadaan pelabuhan ini diharapkan dapat mendukung Pelabuhan Makassar sebagai outlet di hinterland Sulawesi Selatan. 1) Kondisi Hidrografi Pelabuhan Garongkong berada di dalam teluk yang memiliki kedalaman antara 0 40 mlws. Teluk ini dikelilingi oleh bukit dengan elevasi m di atas permukaan laut. Pantai Garongkong yang terletak di sebelah Timur Selat Makassar memiliki ketinggian gelombang rata-rata di pantai sekitar 0,5 meter sampai dengan 1,5 meter. Pada saat musim angin kencang ketinggian gelombang dapat mencapai 2,0 meter. Sementara itu, tinggi muka air saat pasang mencapai 2,0 meter dengan kecepatan arus maksimum sekitar 2 knot bergerak dari arah Utara ke Selatan. Data iklim yang disajikan berupa data sekunder yang bersumber dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Stasiun Klimatologi Kelas I Panakkukang Maros hasil pengukuran pada periode Data iklim yang disajikan meliputi curah hujan, hari hujan, temperature dan kelembaban udara, kecepatan angin dan arah angin. 2) Kondisi Pelabuhan Pada kawasan Pelabuhan Garongkong sedang dikembangkan (dalam proses pembangunan) sebuah pelabuhan penyeberangan Ferry. Pelabuhan penyeberangan ini direncanakan akan melayani kapal ferry yang menghubungkan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Batulicin, Provinsi Kalimantan Selatan. Direncanakan, pelabuhan penyeberangan ferry yang akan mengambil nama Pelabuhan Ferry Andi Mattalatta ini akan melayani Kapal Ferry dengan bobot 3000 GRT. Sistem dermaga yang digunakan adalah sistem Dolphin. Untuk sarana bongkar muat akan digunakan sistem pelencengan. IV - 147

148 Gambar Layout Rencana Pelabuhan Ferry Garongkong Pada gambar diatas disajikan layout rencana Pelabuhan Ferry Garongkong hasil review design tahun Sebagai penghubung antara dermaga dengan fasilitas darat adalah trestle dan causeway trestle dengan konstruksi dari beton bertulang di atas tiang pancang. Konstruksi causeway berupa timbunan tanah dan pasir serta pelindung lereng berupa timbunan batu kali. Panjang trestle adalah 84 m dan lebar 6.5 m dengan lebar lajur kendaraan 5 m dan lajur pejalan kaki 1.5 m. Panjang causeway adalah 65.5 m dengan lebar jalur kendaraan 6.5 m. Tabel 4.90 Fasilitas Pelabuhan Ferry dan Kebutuhan Ruang JENIS FASILITAS KEBUTUHAN FASILITAS UTAMA Panjang Dermaga 120 m 2 Gedung Terminal 3260 m 2 Kantor Pelabuhan 136 m 2 Parkir Kendaraan Menyeberang 2794 m 2 Parkir Kendaraan Antar/Jemput 575 m 2 Fasilitas BBM 68 m 2 Fasilitas Air Bersih 84 m 2 Generator 150 m 2 FASILITAS PENUMPANG Terminal Kendaraan Umum dan parker 288 m 2 Fasilitas Peribadatan 60 m 2 Fasilitas Kesehatan 60 m 2 IV - 148

149 Fasilitas Perdagangan 60 m 2 Fasilitas Pos dan Telekomunikasi 60 m 2 TOTAL A DAN B 7595 m 2 Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Barru Selain pelabuhan ferry, di sebelah utara kawasan pelabuhan juga akan dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PLN, PLTU yang sedang dikembangkan akan membangun dermaga khusus dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasokan batu bara. Jarak antara kawasan pelabuhan dan PLTU ±13 Km IV - 149

150 G. Kondisi Kinerja dan Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan 1. Pelabuhan Makassar a. Komoditi Utama Komoditi utama pelabuhan Makassar dibedakan menurut jenis perdagangan: 1). Perdagangan Luar Negeri a). Impor Komoditi utama impor adalah gandum dari Canada, Australia dan Amerika. Gandum tersebut langsung masuk ke dalam pabrik terigu PT. Eastern Indonesia yang berada di dalam areal Pelabuhan Makassar. Komoditi impor lainnya adalah furniture dari China, spare part dari Singapura, peralatan listrik maupun elektronik dari China, Jepang dan Singapura, pupuk dari Korea dan Vietnam, besi, koil dan kabel dari Singapura dan China. b). Eksport Komoditi ekspor yang keluar melalui Pelabuhan Makassar antara lain adalah clinker, biji gandum, dedak gandum, coklat, gaplek, semen, gula tetes dan jagung. Clinker diekspor ke India, Malaysia dan Vietnam. Dedak gandum, dengan negara tujuan Korea, Philipina dan Vietnam. Biji gandum bukan produk dari hinterland Pelabuhan Makassar, tetapi hanya transit dari Australia dikirim ke Malaysia dan Vietnam. Coklat diekspor ke Amerika, Malaysia dan Singapura. Gaplek ke China dan Korea, jagung ke Malaysia, gula tetes ke Korea. Komoditi-komoditi ekspor ini berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan sebagian dari, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Tenggara. 2). Perdagangan Dalam Negeri a). Bongkar Komoditi bongkaran dari dalam negerei adalah barang konsumsi masyarakat Makassar dan Sulsel seperti gula pasir, minyak goreng, bahan makanan, makanan jadi, pakaian, alat-alat rumah tangga, alatalat listrik, elektronik, alat tulis, mesin-mesin, bahan bangunan, pupuk dan sebagainya dari Surabaya dan Jakarta. b) Muat Komoditi yang dimuat di Pelabuhan Makassar untuk tujuan dalam negeri berasal dari produk perkebunan, pertanian dan perikanan. Komoditi-komoditi tersebut antara lain beras dikirim ke pelabuhanpelabuhan di KTI antara lain Bitung, Ambon, Kalimantan dan Papua. Jagung, coklat, biji mente, kopi, karet dan hasil perkebunan lainnya sebagian besar dikirim ke Surabaya dan Jakarta. IV - 150

151 b. Aksesibilitas Transportasi dari hinterland Pelabuhan Makassar sudah terhubung melalui jalan darat dengan baik. Komoditi-komoditi dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara dan kabupaten Selayar dikirim dengan truk melalui pelabuhan penyeberangan yang cukup lancar. Komoditi-komoditi dari daerah asal pada umumnya dikumpulkan terlebih dahulu oleh perusahaanperusahaan pengumpul di gudang-gudang yang berlokasi di daerah pergudangan Makassar yang lokasinya tidak jauh dari Pelabuhan Makassar dan terhubung melalui hjalan bebas hambatan. Pabrik-pabrik pengolah komoditi agar memiliki nilai tambah seperti coklat dan kopi terdapat di Kawasan Industri Makassar yang lokasinya tidak jauh dari Pelabuhan Makassar dan terhubung melalui jalan bebas hambatan c. Pola Aktivitas Pelabuhan Arus Barang di Pelabuhan Makassar dari tahun 2005 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada Gambar berikut ini: , , , , , , , , ,0 0, a. Impor b. Ekspor c. Bongkar d. Muat Jumlah Gambar Grafik Arus Barang di Pelabuhan Makassar Grafik tersebut memperlihatkan bahwa arus barang pada tahun 2008 menurun tajam dengan beralihnya pelayanan petikemas ke Terminal Petikemas Makassar. Namun kemudian beraangsur naik dengan pertumbuhan rata-rata antara 5 % sampai dengan 15% per tahun. IV - 151

152 d. Kinerja Pelayanan dan Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan 1) Kinerja Pelayanan Kapal Kinerja Pelayanan Kapal di Pelabuhan Makassar diambil dari tahun setelah pelayanan petikemas berdiri sendiri. Tabel 4.93 menunjukkan bahwa secara keseluruhan waktu tunggu dermaga (waiting time net) baik kapal luar negeri maupun dalam negeri kecil sehingga rasio antara waktu tunggu dan waktu pelayanan juga kecil. Tabel 4.91 Kinerja Pelayanan Kapal di Pelabuhan Makassar No U r a i a n Satuan Kapal Luar Negeri a. Turn Round Time (TRT) Jam 70,15 67,35 63,36 61,33 b. Waiting Time : 1). Waiting Time Net (WTN) Jam 0,00 0,23 0,18 0,05 2). Postpone Time (PT) Jam 0,53 0,91 0,43 0,15 3). Approach Time (AT) Jam 2,87 2,24 1,95 1,84 4). Waiting Time Gross (WTG) Jam 3,40 3,38 2,56 2,04 c. Berthing Time (BT) Jam 66,74 63,97 60,80 59,29 1). Effective Time (ET) Jam 52,06 55,24 51,48 50,85 2). Not Operating Time (NOT) Jam 7,71 4,50 5,19 5,01 3). Idle Time ( IT ) Jam 6,97 4,23 4,13 3,43 4).ET/BT % 78,00 86,35 84,67 85,76 5).WTN/BT % 0,00 0,36 0,30 0,08 2 Kapal Dalam Negeri a. Turn Round Time (TRT) Jam 34,79 32,84 31,57 23,52 b. Waiting Time : 1). Waiting Time Net (WTN) Jam 0,00 0,23 0,15 0,05 2). Postpone Time (PT) Jam 3,72 1,08 3,23 0,89 3). Approach Time (AT) Jam 2,71 1,54 1,50 1,50 4). Waiting Time Gross (WTG) Jam 6,43 2,85 4,88 2,44 c. Berthing Time (BT) Jam 28,36 29,99 26,69 21,08 1). Effective Time (ET) Jam 21,89 24,74 20,58 16,99 2). Not Operating Time (NOT) Jam 3,57 3,19 3,39 3,85 3). Idle Time ( IT ) Jam 2,90 2,06 2,72 2,87 4).ET/BT % 77,19 82,49 77,11 80,60 5).WTN/BT % 0,00 0,77 0,56 0,24 Sumber: Pelindo IV dan Hasil Analisis 2012 Jam kerja Pelabuhan Makassar adalah 24 jam dan dibagi atas 3 gilir kerja yaitu gilir I jam , gilir II jam dan gilir III jam Pada tiap gilir kerja terdapat jam istirahat (Non Operation Time) 1 jam dan tiap pergantian gilir tentu memerlukan waktu. Waktu yang tidak terpakai untuk kegiatan bongkar muat adalah waktu terjadi kerusakan alat, waktu menunngu kesiapan alat, barang maupun dokumen, waktu buka tutup palka, waktu hujan, dan hambatan-hambatan lainnya. Rasio waktu IV - 152

153 efektif terhadap waktu tambat kapal di Pelabuhan Makassar masih bagus, yaitu berkisar antara 77 % sampai dengan 86%. 2) Kinerja Pelayanan Barang Tabel 4.92 Kinerja Pelayanan Barang di Pelabuhan Makassar a U r a i a n Satuan Pelayaran Luar negeri 1. General Cargo T/G/J 16,23 15,98 18,92 22,00 2. Bag Cargo T/G/J 18,72 21,14 20,75 23,00 3. Curah Kering T/G/J 58,90 79,08 78,33 83,71 4. Curah Cair T/G/J 0,00 0,00 0,00 0,00 b Pelayaran Dalam negeri 1. General Cargo T/G/J 22,65 22,18 24,11 22,51 2. Bag Cargo T/G/J 19,87 29,88 27,32 27,96 3. Curah Kering T/G/J 90,23 96,95 94,19 92,92 4. Curah Cair T/G/J 76,08 74,57 74,98 78,00 5. Peti Kemas B/C/J 10, Sumber: Pelindo IV dan Hasil Analisis 2012 Produktivitas bongkar muat general cargo dan bag cargo di Pelabuhan Makassar sudah sesuai standar yang ditetapkan oleh ADPEL setempat. 3) Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan Tabel 4.93 Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan a. Fasilitas U r a i a n Satuan Dermaga a. B O R % 49,15 44,99 52,02 48,05 b. B T P Ton/M' 1.275, , , ,78 2. Gudang a. S O R % 17,65 17,08 5,40 10,68 b. S T P Ton/M2 13,31 15,22 11,74 12,44 3. Lapangan a. Y O R / O S O R % 2, ,83 b. Y T P / O S T P Ton/M2 32,44 13,85 57,56 88,01 Sumber: Pelindo IV dan Hasil Analisis 2012 IV - 153

154 Tingkat pemakaian dermaga yang ditunjukkan dengan BOR (berth occupancy ratio), masih cukup aman dari batas toleransi menurut UNCTAD. Tingkat pemakaian gudang atau SOR dan tingkat pemakaian lapangan YOR, juga masih rendah. e. Prospek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memberikan arahan dan gambaran terhadap kegiatan ekonomi utama yang dikembangkan pada masing-masing cluster untuk koridor Sulawesi. Pada cluster Sulawesi Selatan, yang merupakan bagian dari hinterland pelabuhan Makassar, kegiatan ekonomi utama difokuskan pada komoditas pertanian tanaman pangan dan perikanan. Sulawesi Selatan merupakan pintu masuk utama Pulau Sulawesi dari daerah lain, maupun negara lain. Hal ini tidak lepas dari peran pelabuhan dan bandara yang menjadi simpul pergerakan orang maupun barang. Pada saat ini dapat dikatakan bahwa Makassar merupakan pusat perekonomian Kawasan Indonesia Timur. Dengan kondisi yang demikian, maka pemenuhan kebutuhan menjadi hal penting, baik kebutuhan pangan, perikanan, perindustrian dan energi. Oleh karena itu, berdasarkan MP3EI, Pelabuahn Makasar direncanakan sebagai alternatif pelabuhan hub internasional. Sedangkan fokus kegiatan ekonomi utama yaitu pertanian tanaman pangan dan perikanan. Dengan peranan yang besar yaitu sebgai pusat perekonomian, maka diperlukan infrastruktur penunjang yang memadahi dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di koridor Sulawesi. Oleh karena itu dibutuhkan investasi infrastruktur di Pulau Sulawesi sebagai berikut. Gambar 4.56 Indikasi Investasi Infrastruktur di pulau Sulawesi dalam menunjang MP3EI Adapun kegiatan proyeksi komoditas ekonomi utama di Sulawesi Selatan dengan asumsi pertumbuhan produksi rata-rata per tahun untuk padi sebesar 4,98%, jagung 11,93% dan perikanan 16,06%. IV - 154

155 Lokus Makasar, Wajo, Maros Studi Pengembangan Tabel 4.94 Potensi Komoditas Utama pada Cluster Sulawesi Selatan Produksi (Ton) Komoditi Padi Jagung Makasar Perikanan Sumber: Hasil Analisis Proyeksi Komoditas Unggulan Cluster Sulawesi Selatan berdasarkan MP3EI (Ton) Padi Jagung Ikan Gambar 4.57 Proyeksi Peningkatan Produksi Komoditas Utama di Sulawesi Selatan Selain program dan target yang dicanangkan dalam MP3EI, komoditi hasil perkebunan coklat, merupakan komoditi utama yang menjadi andalan Pelabuhan Makassar. Prospek pertumbuhan coklat menurut Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, pada tahun-tahun mendatang akan mengalami pertumbuhan 7 % sampai dengan 15%. f. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Makassar Berdasarkan pola pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya dan melihat prospek ke depan baik dari RPJMD maupun MP3EI, dibuat perkiraan arus barang tahun dengan tingkat pertumbuhan medium. Tingkat pertumbuhan rendah mengikuti tingkat pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya dan prospek ke depan yaitu 10 % untuk barang masuk dan 15 % untuk barang keluar. IV - 155

156 Tabel 4.95 Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Makassar URAIAN Sat Non Petikemas Ton 5,780,598 6,084,190 6,399,360 7,890,252 11,593,368 14,313,302 Petikemas Ton 8,384,074 9,213,656 10,122,313 16,385,507 24,075,685 38,096,240 Teu 531, , ,465 1,038,372 1,525,709 2,414,210 Sumber: Hasil Analisis, 2012 Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa arus barang petikemas meningkat secara signifikan pada tahun 2030 sekitar 4 kali dari tahun g. Perkiraan Arus Kapal Perkiraan arus kapal barang didasarkan pada rata-rata jumlah ton per kapal dan jumlah GT per kapal pada tahun 2011 sedangkan perkiraan arus kapal penumpang dan kapal lainnya didasarkan pada trend tahun yaitu sebesar 3%/tahun. Perkiraan arus kapal di Pelabuhan Makassar dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.96 Perkiraan Arus Kapal Kapal di Pelabuhan Makassar URAIAN Sat Arus Call 5,365 5,440 5,516 5,914 6,339 6,796 Kapal GT 22,938,829 24,062,832 25,241,911 32,062,669 40,726,502 51,731,438 Sumber: Hasil Analisis 2012 h. Perkiraan kebutuhan Fasilitas Dermaga dan Fasilitas Lainnya Perkiraan kebutuhan fasilitas dermaga Pelabuhan Makassar didekati dengan formula: BOR = n. (l + 5). BT L L = n (l + 5). BT ,6 Rata-rata waktu tambat kapal luar negeri tahun 2011 adalah 59 jam dan kapal dalam negeri 24 jam dengan panjang kapal rata-rata 200 m. Kapal dalam negeri, rata-rata waktu tambat 24 jam dan panjang rata-rata 150 m. IV - 156

157 Perkiraan kebutuhan dermaga di Pelabuhan Makassar dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel 4.97 Prediksi Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Makassar Dermaga Non Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m 2 1,360 1,360 1,360 1,360 1,360 1,360 Kebutuhan m 2 1,161 1,222 1,285 1,584 2,328 2,874 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis 2012 Tabel 4.98 Kebutuhan Gudang di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Makassar Gudang Sat Tahun Pengembangan Tersedia m2 15,800 15,800 15,800 15,800 15,800 15,800 Kebutuhan m2 2,140 2,253 2,369 2,921 4,292 5,299 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis 2012 Tabel 4.99 Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Makassar Lapangan Tahun Pengembangan Sat Penumpukan Tersedia m2 56,086 56,086 56,086 56,086 56,086 56,086 Kebutuhan m2 25,682 27,031 28,431 35,054 51,507 63,591 Penambahan m ,505 Sumber: Hasil Analisis 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Makassar Dermaga Non Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m Kebutuhan m ,002 1,622 2,384 3,772 Penambahan m ,388 Sumber: Hasil Analisis 2012 IV - 157

158 Tabel Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Terminal Petikemas Pelabuhan Makassar Lapangan Tahun Pengembangan Petikemas Sat Tersedia m2 114, , , , , ,446 Kebutuhan m2 236, , , , ,254 1,074,820 Penambahan m2 21,364 23,405 25, , , ,566 Sumber: Hasil Analisis Pelabuhan Bitung a. Komoditi Utama 1) Perdagangan Luar Negeri Komoditi utama pelabuhan Bitung dibedakan menurut jenis perdagangan a) Impor Komoditi utama impor adalah alat-alat rumah tangga, alat-alat elektronik dan listrik, spare part dan mesin-mesin dari China, Singapura dan Filipina. b) Ekspor Komoditi ekspor yang keluar melalui Pelabuhan Bitung antara lain adalah hasil laut, tepung kelapa, cengkeh dan pala yang diekspor ke Filipina, Jepang, Singapura, Eropa dan Amerika. 2) Perdagangan Dalam Negeri a) Bongkar Komoditi bongkaran dari dalam negeri adalah barang konsumsi masyarakat Bitung, Manado dan sekitarnya bahkan seluruh Sulut, Ternate, Halmahera dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara. Jenis komoditi antara lain gula pasir, minyak goreng, bahan makanan, makanan jadi, pakaian, alat-alat rumah tangga, alat-alat listrik, elektronik, alat tulis, mesin-mesin, bahan bangunan, pupuk dan sebagainya dari Surabaya dan Jakarta. b) Muat Komoditi yang dimuat di Pelabuhan Bitung untuk tujuan dalam negeri berasal dari produk perkebunan, pertanian dan perikanan. Komoditi-komoditi tersebut antara lain minyak goreng, dikirim ke pelabuhan-pelabuhan di KTI. Ambon, Kalimantan dan Papua. Pala, cengkeh dikirim ke Makassar, Surabaya dan Jakarta b. Aksesibilitas Transportasi dari hinterland Pelabuhan Bitung sudah terhubung dengan baik melalui jalan darat maupun laut. Kapal-kapal laut setiap harinya siap melayani di Pelabuhan Manado maupun Bitung. IV - 158

159 c. Pola Aktivitas Pelabuhan Arus Barang di Pelabuhan Bitung dari tahun 2005 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada gambar berikut ini: a. Impor b. Ekspor c. Bongkar d. Muat Jumlah Gambar Grafik Arus Barang di Pelabuhan Bitung Tahun Grafik tersebut memperlihatkan bahwa arus barang pada tahun 2008 sempat menurun, namun mengalami peningkatan kembali saampai dengan tahun Pada tahun 2011 mengalami penurunan tajam karena pelayanan petikemas telah berpindah ke Terminal Petikemas Bitung (TPB). d. Kinerja Pelayanan dan Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan 1) Kinerja Pelayanan Kapal dan Barang Kinerja Pelayanan Kapal di Pelabuhan Bitung tahun adalah seperti pada Tabel berikut ini. Tabel Pelayanan Kapal dan Barang di Pelabuhan Bitung URAIAN SATUAN Kapal Luar Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam 56,00 54,37 2. Waiting Time : Jam 0,43 0,41 3. Berthing Time (BT) Jam 51,88 51,85 a. Effective Time (ET) Jam 33,82 33,90 b. Not Operating Time (NOT) Jam 16,56 16,50 c. Idle Time ( IT ) Jam 1,50 1,45 d. ET/BT % 0,65 0,65 IV - 159

160 Kapal Dalam Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam 56,00 55,00 2. Waiting Time : Jam 0,45 0,39 3. Berthing Time (BT) Jam 53,24 52,57 a. Effective Time (ET) Jam 33,48 33,87 b. Not Operating Time (NOT) Jam 18,56 17,62 c. Idle Time ( IT ) Jam 1,20 1,08 d. ET/BT % 0,63 0,64 Pelayaran Luar negeri 1. General Cargo T/G/J 18,00 18,00 2. Bag Cargo T/G/J 23,00 23,00 3. Curah Kering T/G/J 40,00 40,00 4. Curah Cair T/G/J 150,00 150,00 5. Kapal Peti Kemas : a. Terminal Petikemas B/G/J 22,00 22,00 b. Terminal Konvensional B/G/J 9,00 9,00 Jenis Pelayaran 1. Samudera T/KPL/HR 110,00 110,00 2. Nusantara T/KPL/HR 100,00 100,00 Sumber: Hasil Analisis, ) Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan Kinerja Pelayanan Kapal di Pelabuhan Bitung tahun adalah seperti pada Tabel berikut ini. Tabel Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan URAIAN SATUAN Fasilitas 1. Dermaga a. B O R % 64,15 60,72 b. B T P Ton/M' 1.265,00 646,00 2. Gudang a. S O R % 60,18 60,33 b. S T P Ton/M2 4,10 4,18 3. Lapangan Konvensional a. O S O R % 61,12 60,57 b. O S T P Ton/M2 6,95 4,62 Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 160

161 e. Prospek BOR di Pelabuhan Bitung telah mencapai 60,72% pada tahun 2011, namun dilihat dari ratio waktu efektif dengan waktu tambat, maka waktu pelayanan bongkar muat masih dapat lebih diefisienkan lagi sebelum dilakukan npenambahan dermaga. Kondisi produksi perikanan di Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik serta potensi pengembangan sektor perikanan sesuai dengan strategi percepatan produksi perikanan nasional guna mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini : Tabel Potensi Sektor Perikanan pada Cluster Sulawesi Utara Komoditi Produksi (Ton) Perikanan Sumber: Hasil Analisis, Proyeksi Komoditas Unggulan Cluster Sulawesi Utara berdasarkan MP3EI (Ton) Komoditi Perikanan Gambar 4.59 Grafik Proyeksi Produksi Perikanan Bitung IV - 161

162 Proyeksi Komoditas Unggulan Cluster Sulawesi Utara berdasarkan MP3EI (Ton) Padi Jagung Ikan Gambar Proyeksi Peningkatan Produksi Komoditas Utama di Sulawesi Utara Selain program dan target yang dicanangkan dalam MP3EI, komoditi hasil perkebunan coklat, merupakan komoditi utama yang menjadi andalan Pelabuhan Makassar. Prospek pertumbuhan coklat menurut Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, pada tahun-tahun mendatang akan mengalami pertumbuhan 7 % sampai dengan 15%. f. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Bitung Berdasarkan pola pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya dan melihat prospek ke depan baik dari RPJMD maupun MP3EI, dibuat perkiraan arus barang tahun dengan tingkat pertumbuhan rendah, medium dan tinggi. Tingkat pertumbuhan rendah mengikuti tingkat pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya dan prospek ke depan yaitu 5 % untuk barang masuk dan 7 % untuk barang keluar. Tingkat pertumbuhan tinggi dengan melihat prospek ke depan yang dipicu oleh keberhasilan target MP3EI dengan pertumbuhan 12 % untuk barang masuk dan 15 % untuk barang keluar. Sedangkan tingkat pertumbuhan medium berada diantara keduaanya yaitu masing-masing 7 % untuk barang masuk dan 9 % untuk barang keluar Tabel Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Bitung Uraian Sat Arus Barang Non Petikemas Ton 1,146,500 1,238,220 1,337,277 1,858,964 2,648,658 3,648,513 Arus Petikemas Ton 2,140,433 2,311,667 2,496,601 3,774,261 5,628,398 8,513,197 Teu 209, , , , , ,803 Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 162

163 g. Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Bitung Perkiraan arus kapal barang didasarkan pada rata-rata jumlah ton per kapal dan jumlah GT per kapal pada tahun 2011 sedangkan perkiraan arus kapal penumpang dan kapal lainnya didasarkan pada trend tahun yaitu sebesar 3%/tahun. Perkiraan arus kapal di Pelabuhan Bitung pada tabel berikut ini. Tabel Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Bitung URAIAN Sat Arus Call 2,518 2,526 2,533 2,571 2,610 2,650 Kapal GT 6,425,981 6,683,021 6,950,341 8,456,153 10,288,203 12,517,172 Sumber: Hasil Analisis, 2012 h. Perkiraan Kebutuhan Dermaga dan Fasilitas Lainnya Perkiraan kebutuhan fasilitas dermaga Pelabuhan Bitung menggunakan pendekatan yang sama dengan Pelabuhan Makassar Tabel Perkiraan Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Bitung Dermaga Non Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m 1,358 1,358 1,358 1,358 1,358 1,358 Kebutuhan m ,356 1,932 2,661 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Adapun prediksi kebutuhan gudang diterminal Non Petikemas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Prediksi Kebutuhan Gudang di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Bitung Tahun Pengembangan Gudang Sat Tersedia m2 9,072 9,072 9,072 9,072 9,072 9,072 Kebutuhan m2 7,479 8,077 8,723 12,126 17,278 23,800 Penambahan m ,054 5,151 6,522 Sumber: Hasil Analisis, 2012 Perkiraan kebutuhan lapangan penumpukan diteminal non petikemas di Pelabuhan Bitung dapat dilihat pada tabel berikut ini IV - 163

164 Tabel Prediksi kebutuhan Lapangan Penumpukan di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Bitung Lapangan Tahun Pengembangan Sat Penumpukan Tersedia m2 61,558 61,558 61,558 61,558 61,558 61,558 Kebutuhan m2 11,218 12,116 13,085 18,189 25,916 35,700 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Perkiraan Kebutuhan Dermaga Petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Bitung Dermaga Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m Kebutuhan m ,090 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Perkiraan Kebutuhan Lapangan Petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Bitung Lapangan Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m2 33,000 33,000 33,000 33,000 33,000 33,000 Kebutuhan m2 93, , , , , ,666 Penambahan m2 6,920 7,474 4,958 41,539 57, ,273 Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 164

165 Axis Title Studi Pengembangan 3. Pelabuhan Pantoloan a. Aksesibilitas Aksesibilitas (tingkat pencapaian) menuju lokasi pelabuhan Pantoloan sudah baik dan terintegrasi dengan moda transportasi darat. Hal ini memudahkan dalam proses distribusi barang/penumpang dari dan ke pelabuhan. b. Pola Aktivitas Pelabuhan Arus barang di Pelabuhan Pantoloan dari tahun 2005 sampai 2011 dapat dilihat pada grafik dibawah ini Luar Negeri Dalam Negeri Gambar 4.61 Grafik arus barang di Pelabuhan Pantoloan Grafik ditas memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan arus barang di Pelabuhan Pantoloan dari tahun 2006 sampai tahun 2011, baik barang perdagangan luar negeri maupun dalam negeri. c. Kinerja Pelayanan dan Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan 1) Kinerja Pelayanan Kapal dan Barang Tabel Kinerja Pelayanan Kapal di Pelabuhan Pantoloan U R A I A N SATUAN PELAYANAN KAPAL a. Kapal Luar Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) Jam b. Postpone Time (PT) Jam c. Approach Time (AT) Jam IV - 165

166 U R A I A N SATUAN d. Waiting Time Gross (WTG) Jam Berthing Time (BT) Jam a. Effective Time (ET) Jam b. Not Operating Time (NOT) Jam c. Idle Time ( IT ) Jam b. Kapal Dalam Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) Jam b. Postpone Time (PT) Jam c. Approach Time (AT) Jam d. Waiting Time Gross (WTG) Jam Berthing Time (BT) Jam a. Effective Time (ET) Jam b. Not Operating Time (NOT) Jam c. Idle Time ( IT ) Jam Sumber: Pelindo IV Tabel Kinerja Pelayanan Barang di Pelabuhan Pantoloan URAIAN SATUAN PELAYANAN BARANG a. Pelayaran Luar negeri 1. Kapal General Cargo T/G/J Kapal Bag Cargo T/G/J Curah Kering T/G/J Curah Cair T/G/J Kapal Peti Kemas : a. Terminal Petikemas B/G/J b. Terminal Konvensional B/G/J b. Pelayaran Dalam negeri 1. Kapal General Cargo T/G/J Kapal Bag Cargo T/G/J Curah Kering T/G/J Curah Cair T/G/J Kapal Peti Kemas : a. Terminal Petikemas B/G/J b. Terminal Konvensional B/G/J c. Jenis Pelayaran 1. Samudera T/KPL/HR Nusantara T/KPL/HR Sumber: Pelindo IV IV - 166

167 2) Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan Tabel Kinerja Pemakaian Fasilitas di Pelabuhan Pantoloan URAIAN SATUAN a. Fasilitas 1. Dermaga a. B O R % b. B T P Ton/M' Gudang a. S O R % b. S T P Ton/M Lapangan Konvensional a. O S O R % b. O S T P Ton/M Lapangan Petikemas a. Y O R % b. Y T P Ton/M b. Peralatan Darat 1. Kran Darat % Reach Stacker % Forklift 5 Ton % Top Loader % Head Truck/ Chasis % Bottom Lift % Mobil Tronton % Mobill / Tabung P M K % Transtainer / RTG % Container / Gantry Crane % Side Loader % Forklift 2 Ton % c. Peralatan Apung 1. Kapal Tunda % Kapal Pandu % Sumber: Pelindo IV d. Prospek Prospek Pelabuhan Pantoloan sebagai Outlet di Provinsi Sulawesi Tengah sangat menjanjikan ditunjang dengan pogram MP3EI yang memberikan arahan dan gambaran terhadap kegiatan ekonomi utama yang dikembangkan pada masing-masing cluster untuk koridor Sulawesi. Pada cluster Sulawesi Tengah, IV - 167

168 kegiatan ekonomi utama difokuskan pada komoditas Pertambangan nikel, kakao dan perikanan. Pertambangan nikel di sulawesi Tengah berada di Kabupaten Morowali. Sedangkan perikanan berpusat di Kabupaten Morowali, Luwuk dan Banggai. Khusus produksi kakao yang berada di sekitar Kota Palu, merupakan hinterland langsung dari Pelabuhan Pantoloan. Berdasarkan MP3EI Indonesia merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia, dengan menyumbang 18 persen dari pasar global. Secara nasional, komoditas kakao menghasilkan devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi besar bagi pengembangan kegiatan kakao, baik perkebunan maupun industri pengolahan kakao. Total luas lahan kakao di Sulawesi mencapai ha atau 58 persen dari total luas lahan di indonesia. Produksi kakao di Sulawesi cenderung menurun, walaupun luas areal tanam meningkat. Penyebab utamanya adalah penurunan produktivitas petani kakao yang saat ini hanya 0,4 0,6 Juta Ton/Ha, dibandingkan dengan potensi produktivitasnya sebesar 1 1,5 Juta Ton/Ha. Sesuai dengan tabel diatas, dan data yang diolah dari BPS, dapat dilakukan proyeksi untuk mengetahui produksi kakao di Sulawesi Tengah sebagai imbas dari percepatan Kegiatan Ekonomi khususnya produksi kakao. Tabel Potensi Komoditas Kakao pada Cluster Sulawesi Tengah Produksi (Ton) Cluster Komoditi Sulteng Kakao Proyeksi Komoditas Unggulan Cluster Sulawesi Tengah berdasarkan MP3EI (Ton) Kakao Gambar 4.62 Proyeksi Peningkatan Produksi Kakao Sulawesi Tengah e. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Pantoloan Prediksi arus barang di Pelabuhan Pantoloan didasarkan pada produktivitas dari tahun-tahun sebelumnya. Hasil prediksi yang digunakan berupa pendekatan moderat. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. IV - 168

169 Tabel Prediksi Arus Barang di Pelabuhan Pantoloan Uraian Sat Non Petikemas Ton 308, , , , ,301 1,036,319 Petikemas Ton 1,092,331 1,179,717 1,274,095 1,920,065 2,821,205 4,145,276 Teu 87,473 94, , , , ,951 Sumber: Hasil Analisis, 2012 f. Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Pantoloan Tabel Prediksi Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Pantoloan Uraian Sat Call 2,583 2,606 2,630 2,750 2,876 3,008 Arus Kapal GT 3,145,003 3,251,933 3,362,499 3,974,338 4,697,508 5,552,266 Sumber: Hasil Analisis, 2012 g. Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Pantoloan Dermaga Non Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Gudang di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Pantoloan Tahun Pengembangan Gudang Sat Tersedia m2 3,700 3,700 3,700 3,700 3,700 3,700 Kebutuhan m2 1,105 1,194 1,289 1,722 2,530 3,718 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 169

170 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Pantoloan Lapangan Tahun Pengembangan Sat Penumpukan Tersedia m2 11,000 11,000 11,000 11,000 11,000 11,000 Kebutuhan m ,031 1,378 2,024 2,974 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga Petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Pantoloan Dermaga Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Pantoloan Lapangan Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m2 6,900 6,900 6,900 6,900 6,900 6,900 Kebutuhan m2 38,944 42,059 45,424 68, , ,787 Penambahan m2 9,785 32,274 13,149 55,304 45, ,510 Sumber: Hasil Analisis, Pelabuhan Gorontalo a. Aksesibilitas Aksesibilitas (tingkat pencapaian) menuju lokasi pelabuhan Gorontalo sudah baik dan terintegrasi dengan moda transportasi darat. Hal ini memudahkan dalam proses distribusi barang/penumpang dari dan ke pelabuhan b. Pola Aktivitas Pelabuhan Pola Aktivitas Pelabuhan Goromtalo diperlihatkan oleh kegiatan bongkar muat barang. Kegiatan bongkar-muat berfluktuasi, yang paling besar terjadi pada tahun 2007 dan yang paling rendah terjadi pada tahun Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. IV - 170

171 Bongkar Muat Bongkar Muat Gambar 4.63 Grafik Kegiatan Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Gorontalo c. Kinerja Pelayanan dan Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan 1) Kinerja Pelayanan Kapal dan Barang Tabel Kinerja Pelayanan Kapal di Pelabuhan Gorontalo U R A I A N SATUAN a. Kapal Luar Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) Jam b. Postpone Time (PT) Jam c. Approach Time (AT) Jam d. Waiting Time Gross (WTG) Jam Berthing Time (BT) Jam a. Effective Time (ET) Jam b. Not Operating Time (NOT) Jam c. Idle Time ( IT ) Jam b. Kapal Dalam Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) Jam b. Postpone Time (PT) Jam c. Approach Time (AT) Jam d. Waiting Time Gross (WTG) Jam Berthing Time (BT) Jam a. Effective Time (ET) Jam b. Not Operating Time (NOT) Jam c. Idle Time ( IT ) Jam IV - 171

172 Tabel Kinerja Pelayanan Barang di Pelabuhan Gorontalo U R A I A N SATUAN a. Pelayaran Luar negeri 1. Kapal General Cargo T/G/J Kapal Bag Cargo T/G/J Curah Kering T/G/J Curah Cair T/G/J Kapal Peti Kemas : a. Terminal Petikemas B/G/J b. Terminal Konvensional B/G/J b. Pelayaran Dalam negeri 1. Kapal General Cargo T/G/J Kapal Bag Cargo T/G/J Curah Kering T/G/J Curah Cair T/G/J Kapal Peti Kemas : a. Terminal Petikemas B/G/J b. Terminal Konvensional B/G/J c. Jenis Pelayaran 1. Samudera T/KPL/HR Nusantara T/KPL/HR ) Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan Tabel Kinerja Pemakaian Fasilitas Pelabuhan Gorontalo U R A I A N SATUAN a. Fasilitas 1. Dermaga a. B O R % b. B T P Ton/M' 1, Gudang a. S O R % b. S T P Ton/M Lapangan Konvensional a. O S O R % b. O S T P Ton/M Lapangan Petikemas IV - 172

173 U R A I A N SATUAN a. Y O R % b. Y T P Ton/M b. Peralatan Darat 1. Kran Darat % Reach Stacker % Forklift 5 Ton % Top Loader % Head Truck/ Chasis % Bottom Lift % Mobil Tronton % Mobill / Tabung P M K % Transtainer / RTG % Container / Gantry Crane % Side Loader % Forklift 2 Ton % c. Peralatan Apung 1. Kapal Tunda % Kapal Pandu % d. Prospek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memberikan arahan dan gambaran terhadap kegiatan ekonomi utama yang dikembangkan pada masing-masing cluster untuk koridor Sulawesi. Kegiatan pertanian pangan di Sulawesi mencakup padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu. Kegiatan pertanian pangan, khususnya beras dan jagung, sangat penting, terutama untuk konsumsi domestik di Indonesia. Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga di dunia, yang sebagian besar dari produksinya digunakan untuk konsumsi domestik. Namun, Indonesia masih harus mengimpor ton jagung di tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 5 juta ton. Pada cluster Gorontalo, yang dalam hal ini merupakan bagian dari hinterland pelabuhan Gorontalo, kegiatan ekonomi utama difokuskan pada komoditas pertanian tanaman pangan, terutama padi dan jagung. Hal ini didukung dengan produktivitas yang tergolong tinggi dibandingkan dengan daerah lain, bahkan produktivitas beras Gorontalo merupakan yang terbesar di Sulawesi. IV - 173

174 Gambar 4.64 Perbandingan Produktivitas Beras Koridor Ekonomi Sulawesi dengan beberapa Lumbung Beras Nasional Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa produktivitas beras Gorontalo berada diatas rata-rata produksi beras nasional. Oleh karena itu pada Masterplan P3EI, ditekankan untuk melakukan percepatan dalam pemenuhan target produktivitas tanaman pangan khususnya beras, yang mana hal ini harus didukung dengan infrastruktur penunjang yang memadahi. Gambar 4.65 Perbandingan Produktivitas Jagung Koridor Ekonomi Sulawesi dengan beberapa Koridor Ekonomi Lain Indonesia merupakan produsen jagung terbesar di Asia Tenggara, namun kebutuhan jagung nasional belum dapat terpenuhi dari produksi domestik. Rendahnya pemenuhan kebutuhan jagung berkaitan dengan tingkat produktivitas jagung nasional. Produktivitas jagung di Sulawesi masih dibawah rata-rata produktivitas nasional, namun demikian Gorontalo dan IV - 174

175 Sulsel memiliki produktivitas yang cukup tinggi sehingga komoditas jagung dikembangkan sebagai kegiatan ekonomi utama. Kondisi produksi beras dan jagung di Provinsi Gorontalo berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik serta potensi pengembangan sektor pertanian tanaman pangan sesuai dengan strategi percepatan produksi tanaman pangan nasional guna mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini : Tabel Potensi Sektor Pertanian Tanaman Pangan pada Cluster Gorontalo Produksi (Ton) Komoditi Beras Jagung Proyeksi Komoditas Unggulan Cluster Gorontalo berdasarkan MP3EI (Ton) Padi Jagung Gambar 4.66 Proyeksi Peningkatan Produksi Pertanian Lokus Gorontalo e. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Gorontalo Tabel Prediksi Arus Barang di Pelabuhan Gorontalo URAIAN Sat Non Petikemas Ton 111, , , , , ,126 Petikemas Ton 374, , , , ,384 1,440,505 Teu 30,943 33,419 36,092 53,031 80, ,952 Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 175

176 f. Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Gorontalo Tabel Prediksi Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Gorontalo URAIAN Sat Call Arus Kapal GT 790, , ,190 1,445,061 2,223,405 3,420,984 Sumber: Hasil Analisis, 2012 g. Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Fasilitas pelabuhan di Pelabuhan Gorontalo berupa dermaga dan lapangan penumpukan dengan karakteristik untuk fasilitas dermaga yaitu 200 m 2 dan fasilitas lapangan penumpukan seluas m². Dengan melihat kondisi fasilitas pelabuhan pada Pelabuhan Gorontalo maka kedepan dalam rangka mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia sesuai dengan cita-cita dan harapan MP3EI maka akan dilakukan sinkronisasi antara rencana pengembangan Pelabuhan Gorontalo sesuai dengan dokumen masterplan pelabuhan yang ada dengan peramalan peningkatan komiditi unggulan serta rekomendasi apabila terjadi rencana kapasitas pelabuhan (dermaga & lapangan penumpukan) tidak sesuai dengan kebutuhan kedepan Tabel Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Pelabuhan Gorontalo Dermaga Non Petikemas Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Gudang di Pelabuhan Gorontalo Gudang Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 176

177 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Pelabuhan Gorontalo Lapangan Tahun Pengembangan Sat Penumpukan Tersedia m Kebutuhan m2 10,194 11,009 11,890 16,813 25,562 37,046 Penambahan m ,923 8,749 11,484 Sumber: Hasil Analisis, Pelabuhan Anggrek a. Aksesibilitas Secara keseluruhan kondisi aksesibilitas menuju Pelabuhan Anggrek sudah cukup baik dari akses darat. Namun masih diperlukan perbaikan akses ketika terjadi peningkatan jumlah petikemas yang akan masuk ke wilayah Gorontalo. b. Pola Aktivitas Pelabuhan Pola aktivitas Pelabuhan Anggrek dari tahun ke tahun meningkat secara signifikan, khususnya tahun 2007 terjadi pertumbuhan yang tidak wajar dari tahun sebelumnya hal tersebut disebabkan oleh hampir sebagian besar kapal yang masuk ke Gorontalo tidak melalui Pelabuhan Gorontalo karena dialihkan ke Angrek, namun tahun 2008 cenderung stabil kembali Bongkar Muat Gambar 4.67 Arus Bongkar Muat Barang di Anggrek IV - 177

178 c. Prospek Prospek Pelabuhan Anggrek diasumsikan sama dengan prospek Pelabuhan Gorontalo karena berada pada satu lokus perencanaan yaitu Provinsi Gorontalo. d. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Anggrek Perkiraan arus barang, petikemas, dan barang non petikemas di Pelabuhan Anggrek di proyeksikan berdasarkan pendekatan yang ditampilkan pada table dibwah ini. Tabel Prediksi Arus Barang di Pelabuhan Anggrek URAIAN Sat Non Petikemas Ton Petikemas Ton 218, , , , , ,832 Teu 18,189 19,462 30,234 39,002 50,312 64,903 Sumber: Hasil Analisis, 2012 e. Perkiraan Arus Kunjungan Kapal Tabel Prediksi Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Anggrek URAIAN Sat Call Arus Kapal GT 233, , , , , ,884 Sumber: Hasil Analisis, 2012 f. Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Pelabuhan Anggrek Dermaga Non Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Gudang di Pelabuhan Anggrek Gudang Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m2 1,330 1,424 1,527 1,967 2,539 3,298 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 178

179 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Pelabuhan Anggrek Lapangan Penumpukan Sat Tahun Pengembangan Tersedia m2 3,900 3,900 3,900 3,900 3,900 3,900 Kebutuhan m2 2,288 2,449 2,626 3,383 4,366 5,671 Penambahan m ,305 Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga Petikemas di Pelabuhan Anggrek Dermaga Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Petikemas di Pelabuhan Anggrek Lapangan Tahun Pengembangan Sat Petikemas Tersedia m Kebutuhan m2 5,153 5,513 8,565 11,049 14,253 18,386 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 179

180 6. Pelabuhan Belang-Belang a. Aksesibilitas Aksesibilitas (tingkat pencapaian) menuju lokasi pelabuhan Belang-belang masih kurang baik dan masih dalam tahap pembangunan dan pengintegrasian dengan moda transportasi darat b. Pola Aktivitas Pelabuhan Pola aktivitas pelabuhan Belang-Belang dari tahun 2005 sampai 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Khususnya pada tahun 2007 meningkat tajam dari tahun 2006, hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat yang berdampak pada tingginya kegiatan perdagangan khususnya bongkar muat barang di Pelabuhan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. c. Prospek Gambar 4.68 Arus Barang di Pelabuhan Belang-Belang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia memfokuskan Sulawesi Barat dan hinterland pelabuhan Belang-Belang dengan kegiatan ekonomi utama kakao dan perikanan. Seperti halnya Sulawesi Tengah, sulawesi barat juga merupakan daerah yang memiliki perkebunan kakao, namun dari tahun-ke tahunmengalami penurunan baik produksi maupun luas lahan. IV - 180

181 Gambar 4.69 Produksi kakao di Sulawesi dalam kurun waktu 5 tahun Luas Lahan Kakao Sulawesi Barat (Ha) Luas Lahan Kakao Gambar 4.70 Luas Lahan Kakao di Sulawesi Barat Berdasarkan kedua gambar grafik diatas, dapat dilihat penurunan produksi maupun luas lahan kakao yang ada di Sulawesi Barat, dimana luas lahan mengalami penurunan sebesar 20,59% per tahun. Hal ini dikarenakan alih fungsi lahan dengan berbagai kegiatan perkebunan lainnya. Adapun produksi kakao di Sulawesi Barat dapat diasumsikan akan mengalami peningkatan sebesar 2,4% per tahun sebagaimana rata-rata produksi nasional, maka dapat di proyeksikan sebagai berikut. IV - 181

182 Selain produksi kakao, Sulawesi Barat juga diarahkan sebagai sentra produksi perikanan. Berdasarkan data dari BPS, dapat diketahui bahwa produkasi perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya mengalami peningkatan yang cukup signifikan dimana rata-rata pertumbuhannya mencapai 27,16 %. Namun demikian apabila dibandingkan dengan cluster lain di Sulawesi, jumlah produksi perikanan Sulbar tergolong masih kecil. Berikut adalah proyeksi peroduksi kakao dan perikanan di Sulawesi Barat. Tabel Potensi Komoditas pada Cluster Sulawesi Barat Komoditi Produksi (Ton) Kakao Ikan Proyeksi Komoditas Unggulan Cluster Sulawesi Barat berdasarkan MP3EI (Ton) Kakao Ikan Gambar 4.71 Proyeksi Peningkatan Produksi Kakao dan Perikanan Sulawesi Barat d. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Belang-Belang Tabel Prediksi Arus Barang di Pelabuhan Belang-Belang Uraian Sat Non Petikemas Ton 461, , , , ,446 1,249,425 Petikemas Ton 327, , , , ,071 1,413,597 Teu 27,289 29,473 37,135 54,564 80, ,800 Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 182

183 e. Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Belang-Belang Tabel Prediksi Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Belang-Belang Uraian Sat Call Arus Kapal GT 523, , , , , ,373 Sumber: Hasil Analisis, 2012 f. Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga di Pelabuhan Belang-Belang Dermaga Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Gudang di Pelabuhan Belang-Belang Gudang Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m2 3,008 3,339 3,706 4,158 3,888 5,453 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Pelabuhan Belang-Belang Lapangan Penumpukan Sat Tahun Pengembangan Tersedia m2 138, , , , , ,000 Kebutuhan m2 23,554 24,998 30,245 41,223 59,850 86,930 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 183

184 7. Pelabuhan Garongkong a. Aksesibilitas Lokasi Pelabuhan Garongkong dapat dicapai dari Kota Makassar dalam waktu 1,5 sampai dengan 2 jam. Akses yag dihubungkan dengan kondisi jalan yang baik (beton) dan sedang dilakukan proses pelebaran b. Pola Aktivitas Pelabuhan Aktifitas pelabuhan Garongkong eksisting lebih kepada aktifitas ferry namum kedepan akan dikembangkan sebagai pelabuhan petikemas. c. Prospek Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Pare-pare merupakan wilayah yang sangat berpotensi sebagai pernghasil kargo bagi Pelabuhan Garongkong. Keberadaan Pelabuhan Garongkong tentu saja bukan untuk menurunkan atau mengurangi kegiatan Pelabuhan Pare-pare, akan tetapi potensi dari kondisi perairan Pelabuhan Garongkong yang memungkinkan Kapal besar, dapat digunakan untuk hasil kegiatan KAPET yang memerlukan kapal besar d. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Garongkong Tabel Prediksi Arus Barang di Pelabuhan Garongkong Uraian Sat Non Petikemas Ton , , , ,056 Sumber: Hasil Analisis, 2012 e. Perkiraan Arus Kunjungan Kapal Tabel Prediksi Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Garongkong Uraian Sat Call Arus Kapal GT , , , ,616 Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 184

185 f. Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga Pelabuhan Garongkong Dermaga Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Gudang Pelabuhan Garongkong Gudang Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m ,925 5,202 7,571 11,649 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Penumpukan Pelabuhan Garongkong Tahun Pengembangan Lapangan Sat Penumpukan Tersedia m Kebutuhan m ,849 10,403 15,142 23,297 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 185

186 8. Pelabuhan Bungkutoko a. Aksesibilitas Aksesibilitas (tingkat pencapaian) menuju lokasi pelabuhan Bungkutoko sudah baik dan terintegrasi dengan moda transportasi darat. Hal ini memudahkan dalam proses distribusi barang dari dan ke pelabuhan. b. Kinerja Pelayanan dan Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan 1) Kinerja Pelayanan Kapal dan Barang Tabel Kinerja Pelayanan Kapal di Pelabuhan Bungkutoko U R A I A N SATUAN a. Kapal Luar Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) Jam b. Postpone Time (PT) Jam c. Approach Time (AT) Jam d. Waiting Time Gross (WTG) Jam Berthing Time (BT) Jam a. Effective Time (ET) Jam b. Not Operating Time (NOT) Jam c. Idle Time ( IT ) Jam b. Kapal Dalam Negeri 1. Turn Round Time (TRT) Jam Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) Jam b. Postpone Time (PT) Jam c. Approach Time (AT) Jam d. Waiting Time Gross (WTG) Jam Berthing Time (BT) Jam a. Effective Time (ET) Jam b. Not Operating Time (NOT) Jam c. Idle Time ( IT ) Jam IV - 186

187 Tabel Kinerja Pelayanan Barang di Pelabuhan Bungkutoko U R A I A N SATUAN a. Pelayaran Luar negeri 1. Kapal General Cargo T/G/J Kapal Bag Cargo T/G/J Curah Kering T/G/J Curah Cair T/G/J Kapal Peti Kemas : a. Terminal Petikemas B/G/J b. Terminal Konvensional B/G/J b. Pelayaran Dalam negeri 1. Kapal General Cargo T/G/J Kapal Bag Cargo T/G/J Curah Kering T/G/J Curah Cair T/G/J Kapal Peti Kemas : a. Terminal Petikemas B/G/J b. Terminal Konvensional B/G/J c. Jenis Pelayaran 1. Samudera T/KPL/HR Nusantara T/KPL/HR ) Tingkat Pemakaian Fasilitas Pelabuhan Tabel Kinerja Pemakaian Fasilitas Pelabuhan di Pelabuhan Bungkutoko U R A I A N SATUAN a. Fasilitas 1. Dermaga a. B O R % b. B T P Ton/M' , Gudang a. S O R % b. S T P Ton/M Lapangan Konvensional a. O S O R % b. O S T P Ton/M Lapangan Petikemas a. Y O R % IV - 187

188 U R A I A N SATUAN b. Y T P Ton/M b. Peralatan Darat 1. Kran Darat % Reach Stacker % Forklift 5 Ton % Top Loader % Head Truck/ Chasis % Bottom Lift % Mobil Tronton % Mobill / Tabung P M K % Transtainer / RTG % Container / Gantry Crane % Side Loader % Forklift 2 Ton % c. Peralatan Apung 1. Kapal Tunda % Kapal Pandu % c. Prospek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memberikan arahan dan gambaran terhadap kegiatan ekonomi utama yang dikembangkan pada masing-masing cluster untuk koridor Sulawesi. Pada cluster Sulawesi Tenggara, yang dalam hal ini merupakan bagian dari hinterland pelabuhan Kendari, kegiatan ekonomi utama difokuskan pada komoditas kakao, nikel dan perikanan. Pertambangan nikel Sulawesi Tenggara berada di Kabupaten Kolaka dan Konawe. Indonesia adalah produsen nikel terbesar ke-4 dari 5 besar negara produsen nikel dunia yang bersama-sama menyumbang lebih dari 60 persen produksi nikel dunia. Produksi nikel Indonesia mencapai 190 ribu ton per tahun. Indonesia memiliki 8 persen cadangan nikel dunia, oleh karena itu industri pertambangan dan pengolahan nikel sangat layak untuk dipercepat dan diperluas pengembangannya. Sulawesi merupakan daerah dengan produksi nikel paling maju di Indonesia. Pertambangan nikel di Sulawesi menyumbang sekitar 7 persen terhadap PDRB Sulawesi. Oleh karenanya, kegiatan pertambangan di Koridor Ekonomi Sulawesi terfokus pada pertambangan nikel yang merupakan potensi pertambangan terbesar di koridor ini. Produksi nikel yang tercatat di BPS Sulawesi Tenggara yaitu pada Kabupaten Konawe dan Pomalaa menunjukkan angka yang fluktuatif dimana IV - 188

189 produksi Bijih Nikel tahun 2009 menunjukan penurunan. Produksi biji nikel tahun 2008 sebesar ton atau turun sebesar 42,38 persen, bila dibandingkan dengan tahun 2009 menjadi ton. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah. Produksi Nikel Sulawesi Tenggara(Ton) Nikel Gambar 4.72 Produksi Nikel di Sulawesi Tenggara Selain poduk pertambangan (nikel), Sulawesi Tenggara juga menjadi fokus produksi kakao dan perikanan sebagaimana amanat MP3EI. Berikut ini adalah proyeksi komoditas yang ada di Sulawesi Tenggara, dengan asumsi pertumbuhan nikel 2,95 %, pertumbuhan produksi kakao mencapai 7,52 % dan produksi perikanan 13% per tahun. Tabel Potensi Komoditas Utama pada Cluster Sulawesi Tenggara Lokus Komoditi Produksi (Ton) Kolaka, Pomalaa Nikel Kendari Perikanan Kolaka, Konawee Kakao IV - 189

190 Proyeksi Komoditas Unggulan Cluster Sulawesi Tenggara berdasarkan MP3EI (Ton) Kakao Ikan Nikel Gambar 4.73 Proyeksi Peningkatan Produksi Komoditas Utama di Sulawesi Tenggara d. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Bungkutoko Tabel Prediksi Arus Barang di Pelabuhan Kendari/Bungkutoko Uraian Sat Ton 720, , ,278 1,366,876 2,151,790 3,387,431 Petikemas TEU 58,134 63,947 70, , , ,180 Sumber: Hasil Analisis, 2012 e. Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Bungkutoko Tabel Prediksi Kunjungan Kapal di Pelabuhan Bungkutoko Uraian Sat Call Arus Kapal GT 640, , , , ,292 1,131,481 Sumber: Hasil Analisis, 2012 f. Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Tabel Prediksi Kebutuhan Dermaga Petikemas Pelabuhan Bungkutuko Dermaga Petikemas Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m ,034 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, 2012 IV - 190

191 Tabel Prediksi Kebutuhan Lapangan Petikemas Pelabuhan Bungkutuko Lapangan Petikemas Sat Tahun Pengembangan Tersedia m Kebutuhan m2-28,018 30,680 48,297 76, ,691 Penambahan m Sumber: Hasil Analisis, Pelabuhan Tahuna a. Aksesibilitas Pelabuhan Tahuna berada di Pulau Tahuna di wilayah kepulauan Provinsi Sulawesi Utara. Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan yang menjadi inlet bagi kawasan kepulauan di sekitarnya. Akses darat hanya untuk dalam pulau, namun untuk daerah di luar pulau harus diakses dengan kapal dari akses laut. Untuk akses laut sering terkendala pada jadwal kapal yang masuk ke Pelabuhan Tahuna sehingga terjadi ketidakpaduan moda ketika akan dilakukan distribusi barang dari dan ke Pelabuhan Tahuna. b. Pola Aktivitas Pelabuhan Pola aktivitas di Pelabuhan Tahuna dilihat dari kegaitan bongkar muat barang. Secara umum aktivitas bongkar lebih besar dari pada aktivitas muat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aliran barang masuk di Pelabuhan Tahuna cukup besar sekitar 82,256 Ton pada tahun 2011, tapi tidak berimbang dengan barang yang keluar yang hanya sebesar Ton. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar diberikut ini. Gambar 4.74 Arus Bongkar muat barang di Pelabuhan Tahuna IV - 191

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

KINERJA JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL DALAM MENDUKUNG KETERHUBUNGAN ANTAR KORIDOR EKONOMI DI WILAYAH TIMUR INDONESIA

KINERJA JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL DALAM MENDUKUNG KETERHUBUNGAN ANTAR KORIDOR EKONOMI DI WILAYAH TIMUR INDONESIA PROS ID I NG 2012 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK KINERJA JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL DALAM MENDUKUNG KETERHUBUNGAN ANTAR KORIDOR EKONOMI DI WILAYAH TIMUR INDONESIA Program Studi Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 118 - E. Koridor Ekonomi Sulawesi 1) Overview Koridor Ekonomi Sulawesi Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, serta Pertambangan

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH TAHUN 2010 2014 5.1 Kondisi Wilayah Saat Ini 5.1.1 Capaian Pembangunan Wilayah Pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di wilayah dalam kurun waktu 2004 2008 cenderung terus meningkat.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

DAMPAK RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI TERHADAP PENINGKATAN PEREKONOMIAN SULAWESI

DAMPAK RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI TERHADAP PENINGKATAN PEREKONOMIAN SULAWESI BKPRS DAMPAK RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI TERHADAP PENINGKATAN PEREKONOMIAN SULAWESI Prof. DR. Aminuddin Ilmar Sekretaris Jenderal BKPRS Disampaikan pada Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011 Makassar, 31 Oktober 2013

Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011 Makassar, 31 Oktober 2013 oleh: Dr. Ir. Max Hasudungan Pohan, CES, MA Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011 Makassar, 31 Oktober 2013 MATERI Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

E. Koridor Ekonomi Sulawesi 1. Overview Koridor Ekonomi Sulawesi

E. Koridor Ekonomi Sulawesi 1. Overview Koridor Ekonomi Sulawesi - 183 - E. Koridor Ekonomi Sulawesi 1. Overview Koridor Ekonomi Sulawesi Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan Pertambangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas selesainya executive summary ini. Pelabuhan sebagai inlet dan outlet kegiatan perdagangan di Indonesia dari tahun ke tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2011

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2011 BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH TAHUN 2011 5.1. Kondisi Wilayah Sulawesi Saat Ini Perkembangan berbagai indikator ekonomi regional provinsi-provinsi di wilayah Sulawesi menjelang akhir tahun 2009 tak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 Disampaikan Oleh DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH (GUBERNUR SULAWESI SELATAN) Biro Bina Perekonomian Setda

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruang nya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan Ringkasan Eksekutif Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur 1. Perkembangan Umum dan Arah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Peta Konsep Potensi lokasi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Sumber Daya Manusia Potensi Sumber Daya Manusia Upaya Pemanfaatan Potensi lokasi, Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2009 2010 2011 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00-10.00-20.00-30.00 VOLUME

Lebih terperinci

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPOSISI KAPET 2014 KELEMBAGAAN DIPERKUAT, PROGRAM IMPLEMENTATIF, KONSISTEN DALAM PENATAAN RUANG MEMPERKUAT MP3EI KORIDOR IV SULAWESI LEGALITAS, KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR PU DALAM MEMPERCEPAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Denpasar, Juli 2012

Denpasar, Juli 2012 Denpasar, 12-14 Juli 2012 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Sasaran 3. Perkembangan Kegiatan 4. Hasil Yang Diharapkan LATAR BELAKANG MP3EI antara lain menetapkan bahwa koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Dari hasil analisis, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan mempertimbangkan pelabuhan-pelabuhan terluar pada setiap pintu akses keluar

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk Sulawesi Tengah dengan padi, kakao, kelapa, cengkeh dan ikan laut sebagai komoditi

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EFISIEN

INFRASTRUKTUR SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EFISIEN INFRASTRUKTUR SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EFISIEN Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Guru Besar Ilmu Ekonomi, Fakultas FEM IPB Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Pengembangan, IPB Heni Hasanah,

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia 04/03/2012 Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel Oleh Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia Latar Belakang Provinsi Sulsel sebagai pintu gerbang Indonesia Timur?? Dari segi kesehatan keuangan suatu

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Pada bab IV ini Penulis akan menyajikan Gambaran Umum Obyek/Subyek yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi, kondisi ketenagakerjaan, kondisi penanaman modal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1522,2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Makassar. Sulawesi Selatan. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 92 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN PEMBANGUNAN DI SULAWESI TENGGARA H. NUR ALAM GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN PEMBANGUNAN DI SULAWESI TENGGARA H. NUR ALAM GUBERNUR SULAWESI TENGGARA POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN PEMBANGUNAN DI SULAWESI TENGGARA H. NUR ALAM GUBERNUR SULAWESI TENGGARA PERTH, FEBRUARI 2013 GAMBARAN UMUM LUAS SULAWESI TENGGARA TERDIRI DARI LUAS WILAYAH DARATAN 38.140

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016 No. 28/05/72/Th.XIX, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016 EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016 KONTRAKSI 1,62 PERSEN DIBANDING TRIWULAN I-2015 Perekonomian Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIREKTORAT DAN PENGERUKAN HIERARKI BATAM, 26 JANUARI 2012 BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 TENTANG TATANAN KEAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU) 104 BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN 4.1. Keadaan Umum Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU) dan 98-100 o Bujur Timur (BT), merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG RTR KEPULAUAN MALUKU DAN RTR PULAU PAPUA

STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG RTR KEPULAUAN MALUKU DAN RTR PULAU PAPUA STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG RTR KEPULAUAN MALUKU DAN RTR PULAU PAPUA Oleh: Ir. Mhd. Rasyidi Harahap, MM Kasubdit Pengaturan Direktorat Penataan Ruang Wilayah Nasional Denpasar, 16 Juni 2014 1 Kerangka

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA LOKASI PELABUHAN UTAMA HUB INTERNASIONAL

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA LOKASI PELABUHAN UTAMA HUB INTERNASIONAL PENETAPAN KRITERIA LOKASI PELABUHAN UTAMA HUB INTERNASIONAL LAMPIRAN 3 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Bobot setiap aspek Kriteria

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2012

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2012 BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2012 BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2012 5.1 Kondisi Wilayah Sulawesi Saat Ini Dalam bidang ekonomi, kinerja pembangunan wilayah Sulawesi tahun 2010

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III-2016 No 64/11/72/ThXIX, 7 November 216 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III-216 EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III-216 TUMBUH 7,58 PERSEN DIBANDING TRIWULAN III-215 Perekonomian Sulawesi Tengah

Lebih terperinci