II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Burung maleo (Macrocephalon maleo Sal Muller 1846) oleh Grzimek (1972) diklasifikasikan ke dalam: Klas Aves, Sub Klas Neonirthes, Ordo Galliformes, Sub Ordo Galli, Famili Megapodidae, Sub Famili Crocoide, Genus Macrocephalon, spesies Macrocephalon maleo Sal Muller Menurut Jones et al. (1995), PPA (1994) dan del Hoyo et al. (1994), burung maleo dikenal dengan nama daerah senkawor, sengkawur, songkel, maleosan (Minahasa), saungke (Bintauna), tuanggoi (Bolaang Mongondow), tuangoho (Bolaang Itang), bagoho (Suwawa), mumungo, panua (Gorontalo), molo (Sulawesi Tenggara). Jenis ini dikenal pula dengan nama asing megapode maleo (Perancis), hammerhuhn (Jerman), talegalo maleo (Spanyol), maleo fowl, gray s brush turkey (Inggris) Morfologi Jones et al. (1995) menyatakan bahwa maleo adalah hewan yang berjalan seperti ayam, lebih banyak di darat (tidak terbang seperti kebanyakan burung lain), bila sedang terbang gerakan sayapnya keras. Hal ini disebabkan bobot tubuhnya yang cukup besar dibandingkan dengan lebar sayap, sehingga untuk mencapai jarak relatif pendek harus hinggap dulu pada cabang-cabang pohon yang satu ke cabang pohon lainnya. Burung maleo termasuk spesies burrow nester, yaitu burung pembuat lubang atau liang. Besarnya hampir sama dengan ayam betina piaraan, berbobot 1,6 kg, dengan panjang sayap jantan 292 mm dan betina 302 mm (PPA 1994) Anak maleo yang baru menetas mempunyai berat gram (Argelo 1991). Dinyatakan juga umur burung maleo bisa mencapai tahun dan mencapai usia dewasa produktivitas setelah 4 tahun. Menurut Dekker (1990), di dalam penangkaran, maleo dapat mencapai umur 20 tahun lebih. Warna burung maleo dewasa, baik jantan maupun betina umumnya sama, yaitu mengkilap di bagian sayap dan ekor. Pada bagian dada berwarna kuning bercampur putih, bila dilihat dari dekat dada betina berwarna sawo matang. Pada bagian kepalanya terdapat benjolan besar menyerupai helm (mahkota) berwarna kelabu kehitam-hitaman. Mahkota pada jantan lebih besar dibandingkan dengan mahkota betina.

2 Mata burung maleo berwarna merah cerah. Paruhnya besar, kokoh, dan lancip, berwarna hitam dengan bagian ujungnya merah kekuning-kuningan. Paruh yang besar berguna untuk membantu memecah makanannya yang keras dan besar. Burung maleo mempunyai pengaturan suhu tubuh yang tetap (homoithermal) dan kelengkapan bulu badan yang cukup tebal (Nurhayati 1986, Santoso 1990). Kaki burung maleo yang besar dan kuat dipergunakan untuk menggali lubang guna keperluan bertelur. Panjang kaki burung ini mencapai ± 25 cm, jarijari cakar memiliki panjang sekitar 8-5 cm (Hendro 1974). Ukuran telurnya kirakira sama dengan 5 telur ayam kampung. Dalam keadaan segar telur maleo berwarna merah jambu dan lama-kelamaan berubah menjadi kecoklat-coklatan (Hendro 1974, Nurhayati 1986, Santoso 1990) Populasi dan Penyebaran Sampai saat ini diketahui burung maleo hanya hidup di pulau Sulawesi dan menurut hasil penelitian paling banyak ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara (Santoso 1990). Pada tahun 1978 populasi maleo diperkirakan ekor, namun angka ini didasarkan pada produksi telur tahunan yaitu 30 butir per burung (MacKinnon 1978). Produktivitas sekarang diperkirakan 8-12 butir telur per burung (Dekker 1990). Sebagai perbandingan pada tahun 1947 Uno (1949) dalam Gunawan (2000) mencatat perolehan telur burung maleo sebanyak butir di Cagar Alam Panua, Sulawesi Utara dengan jumlah terbanyak diperoleh pada bulan April yakni butir dan paling sedikit pada bulan Juli yakni 82 butir Habitat Burung maleo hidup secara liar terutama di dalam belukar mulai dari pantai datar yang panas dan terbuka hingga ke hutan pegunungan yang lebat dengan batas ketinggian yang belum jelas (Nurhayati 1986). Di hutan pantai, sebaran maleo hampir seluruhnya terkonsentrasi di habitat tempat bertelur, selain itu juga digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas mencari makan dan istirahat (Wiriosoepartho 1980). Burung maleo umumnya bertelur di areal pantai yang tidak terlalu lebat hutannya dan letaknya agak tinggi dari garis pantai, pada pasir yang tidak padat dan bebas dari batu-batuan. Persyaratan lain yang penting adalah adanya sumber panas vulkanik dan sumber panas bumi (Santoso 1990). Menurut Jones

3 et al. (1995) lubang pengeraman terletak di tanah vulkanik dan pantai yang terekspos matahari, tepi danau, tepi sungai dan bahkan jalan berdebu sepanjang tepi pantai. Luas lubang sangat bervariasi dalam ukuran dan kedalaman tergantung substrat dan temperatur tanah. Luas lubang dapat mencapai 300 cm 2 dengan kedalaman tempat meletakkan telur lebih dari 100 cm. Masa inkubasi hari pada kondisi temperatur tanah C (del Hoyo et al. 1994). Pemilihan tempat bertelur oleh burung maleo dilakukan dengan cara berorientasi sambil mematuk-matukkan paruhnya ke permukaan tanah. Biasanya tempat bertelur dipilih pada areal yang lebih banyak penyinaran matahari. Demikian pula dengan keadaan tekstur tanah, karena hal ini erat hubungannya dengan lamanya penggalian lubang dan keadaan posisi telur di dalam lubang (Wiriosoepartho 1979). Kedalaman lubang sarang pengeraman telur burung maleo ditentukan oleh kuatnya pengaruh dari sumber panas. Apabila pengaruh dari sumber panas bumi cukup kuat maka kedalaman lubang pengeraman tidak terlalu dalam antara cm, tetapi bila panas bumi kurang maka lubang digali cukup dalam antara cm. Luas lubang sarang pengeraman telur dipengaruhi oleh kedalaman lubang dan tekstur tanah, semakin dalam lubang yang digali semakin bertambah luasnya (Jones et al. 1995). Berdasarkan jarak antar sarang terdapat dua jenis sarang yaitu: (1) sarang tunggal dan (2) sarang komunal (communal). Sarang tunggal adalah sarang yang letaknya sendiri-sendiri, sedangkan sarang komunal adalah beberapa sarang yang terletak bersama-sama dalam suatu lokasi yang merupakan areal bersarang bagi maleo. Sarang komunal bukanlah sebuah sarang besar yang dipakai bersama-sama oleh beberapa induk dalam waktu yang bersamaan. Di dalam sarang komunal setiap induk tetap menggunakan sarangnya sendirisendiri. Sarang komunal terbentuk akibat terbatasnya areal yang cocok (suitable) untuk membuat sarang (del Hoyo et al. 1994) Menurut Gunawan (2000), terdapat tujuh lokasi yang sering digunakan maleo sebagai sarang pengeraman telur (nesting pit), yakni: 1. Sarang pengeraman di tempat terbuka, adalah sarang yang dibuat di tempat yang langsung mendapat sinar matahari sepanjang siang, umumnya ditemukan di habitat pantai dimana sumber panas pengeraman berasal dari radiasi matahari.

4 2. Sarang pengeraman di bawah naungan tajuk, adalah sarang yang dibuat di bawah tajuk dengan fungsi sebagai pelindung sinar matahari dan hujan. Tipe sarang ini umum dijumpai di habitat tempat bertelur yang bersumber panas bumi (geothermal). Tajuk bambu atau rumpun rotan menjadi naungan yang disukai maleo untuk bersarang. 3. Sarang pengeraman di bawah lindungan pohon tumbang, adalah sarang yang dibuat di bawah batang pohon tumbang. Maleo cenderung memilih pohon dengan diameter batang yang mampu melindungi sarang dari sinar matahari, hujan dan longsor. 4. Sarang pengeraman di bawah naungan tebing atau batu, adalah sarang yang dibuat di samping batu-batu yang miring, di celah-celah batu atau di samping tebing. 5. Sarang pengeraman di dalam goa, adalah sarang yang dibuat di dalam lubang-lubang goa di daerah karst sehingga sarang tersebut terlindung dari sinar matahari dan hujan. 6. Sarang pengeraman diantara perakaran pohon, adalah sarang yang dibuat dengan salah satu sisinya menempel pada sistem perakaran tumbuhan sehingga pada sisi tersebut terhindar dari longsor. 7. Sarang pengeraman diantara banir pohon adalah sarang yang dibuat di selasela banir atau sistem perakaran yang rumit sehingga sarang tersebut terhindar dari satwa predator. MacKinnon (1978) membagi tipe sarang pengeraman telur menjadi 3 berdasarkan naungan tajuk vegatasi yaitu: (1) sarang di tempat yang ternaungi tajuk seluruhnya, (2) sarang di tempat yang ternaungi tajuk sebagian, dan (3) sarang di tempat yang tidak ternaungi tajuk seluruhnya. Sedangkan Mallo (1998) mengelompokkan sarang pengeraman telur maleo yang bersumber panas geothermal ke dalam 4 tipe berdasarkan letaknya yaitu: (1) di tanah datar, (2) di tanah miring, (3) di tepi sungai, dan (4) menempel pada dinding tebing. Berdasarkan tipe sarang pengeraman, dapat diketahui bahwa burung maleo membuat sarangnya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan fungsi pengeraman dan perlindungan yang efektif bagi telur serta kemudahan bagi anak maleo yang baru menetas untuk dapat mencapai permukaan dengan selamat (Gunawan 2000).

5 2.5. Perkembangbiakan Musim bertelur burung maleo di berbagai tempat bervariasi dari bulan ke bulan (Jones et al. 1995). Masa dimana maleo lebih banyak bertelur diperkirakan sebagai puncak musim bertelur. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor induk maleo tidak diketahui secara pasti tetapi diduga burung maleo bertelur setiap hari sekali atau sekitar 30 telur per tahun (MacKinnon 1978). Menurut Dekker (1990) produksi telur burung maleo berkisar antara 8-12 butir per tahun. Guilemard (1886) dalam Jones et al. (1995) memperkirakan jumlah telur per induk berkisar antara butir per tahun berdasarkan pemeriksaan ovari. Di Sulawesi Utara pada bulan November sampai Januari produksi telur lebih banyak 3 sampai 4 kali dari bulan-bulan yang lainnya. Peningkatan yang nyata ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut pohon-pohon penghasil bahan pakan maleo berbuah sehingga produksi telur meningkat tajam dibanding bulanbulan saat pohon belum berbuah (Nurhayati 1986). Berat telur berkisar antara gr dengan panjang 92,1-112,6 mm dan diameter 57,6-65,5 mm (Dekker & Brom 1990). Masa pengeraman tergantung pada temperatur tanah yaitu berkisar antara hari (Dekker 1990). Apabila tidak busuk, pecah, dimakan predator atau diambil manusia, maka telur maleo akan menetas. Anak maleo yang baru menetas akan menggali pasir untuk keluar dari lubang. Anak maleo memerlukan waktu 1-2 hari untuk memecah kulit telur dan menggali lubang untuk keluar (MacKinnon 1978) Perilaku Makan Menurut Jones et al. (1995), Megapodes mencari makan dengan cara menggaruk dan mencakar serasah di permukaan tanah dan memakan makanan yang kebetulan ditemukannya. Berbagai jenis makanan pernah dilaporkan, baik bagian dari tanaman maupun hewan. Dua jenis makanan yang paling disebut adalah invertebrata (meliputi berbagai jenis serangga, siput darat dan siput air tawar) dan material tumbuhan (terutama buah dan biji). Menurut Wiriosoepartho (1979), berdasarkan pembedahan temboloknya, burung maleo selain makan buah-buahan dan biji-bijian, juga makan serangga hutan, siput dan kepiting. Buah yang sering dimakan adalah buah pohon rao (Dracontomelon mangiferum), Macaranga rhizinoides dan Ficus spp. Dalam penangkaran di kebun binatang Ragunan, burung maleo diberi makan gabah, kacang ijo, kacang tanah, tauge, kangkung, ulat hongkong dan pepaya.

6 Pada burung maleo, yang jantan memberikan makanan kepada yang betina. Bagi jantan, kebutuhan nutrisi sangat nyata untuk memberi masukan energi agar dapat melakukan pekerjaannya membuat, menjaga dan mempertahankan tempat pengeraman telur. Lokasi tempat bertelur juga mempengaruhi aktivitas mencari makan. Tempat bertelur dengan sumber panas vulkanik (geothermal) beberapa diantaranya jauh dari tempat mencari makan yang layak, oleh karena itu burung maleo hanya datang secara singkat ke lokasi bertelur, segera setelah bertelur kembali kedaerah tempat mencari makan di hutan terdekat (Jones et al. 1995) Burung maleo aktif mencari makan mulai dari matahari terbit (± 05.00) sampai dengan matahari terbenam. Hutan dataran rendah sangat penting bagi burung maleo. Di komplek hutan dataran rendah di Cagar Alam Panua sering terlihat banyak burung maleo mencari makan. Di tempat tersebut banyak terdapat jenis-jenis pohon yang menghasilkan buah dan biji yang disukai oleh maleo. Jenis-jenis pohon yang mendominasi lokasi tersebut antara lain Drypetes sp, Terminalia coletica, Pterospermum javanicum dan Bridelia monaica. Pada hutan dataran rendah ini jarang terlihat burung maleo langsung menempel di pohon, tetapi lebih banyak memunguti buah dan biji yang telah jatuh di permukaan tanah. Kebiasaan ini terlihat dengan sering dijumpainya maleo berjalan di tanah sambil mematuk-matuk makanan yang jatuh (Wiriosoepartho 1980) Reproduksi Burung maleo tampaknya bersifat monogami dan memelihara ikatan dengan pasangannya sepanjang tahun (del Hoyo et al. 1994). Dalam penangkaran, kopulasi diawali dengan jantan mencakar-cakar tanah dengan keras dan penuh semangat sambil melemparkan material pasir dan daun ke udara kemudian diselingi dengan gerakan melingkar sambil tetap mencakar tanah. Setelah beberapa saat maju kemudian kembali mundur sambil mencakar lagi, lalu ujung sayap jantan dihadapkan ke betina, ekornya agak naik dan dadanya menegak. Betina membiarkan jantan ketika berjalan melewatinya tetapi kemudian ia sendiri mulai mencakar tanah dengan semangat untuk beberapa saat dan diikuti oleh jantan, selanjutnya jantan mendekati betina yang telah merendahkan perut dan ekornya ke tanah, jantan menaiki betina dan terjadilah kopulasi yang hanya berlangsung beberapa detik. Sejak jantan menunjukkan tingkah laku mencakar-

7 cakar tanah dan mengitari betina sampai terjadi kopulasi menghabiskan waktu setidaknya 4 menit. Setelah kopulasi, jantan mengambilkan makanan dari tanah dan memberikannya kepada betina pasangannya. Pada habitat aslinya, bila akan bertelur burung maleo akan selalu datang bersamaan, walaupun kadang-kadang betina hanya terlihat sendirian saja. Pada musim bertelur, maleo aktif sekitar jam Burung maleo mulai turun dari tempat bertengger manuju tempat peneluran. Suara yang khas mengawali kegiatan burung maleo pada hari tersebut, auwurrr... auwerrr... auwerrr... sebagai tanda teritorinya. Setelah itu burung maleo mulai bergerak secara berpasangan sambil bersuara tak henti-hentinya menuju tempat makan dan minum. Dilanjutkan dengan pemilihan tempat bertelur yang biasanya dilakukan oleh betina, sedangkan jantan hanya mengikuti dari belakang. Bila tempat bertelur telah ditemukan, pasangan burung maleo akan menggali lubang untuk bertelur.pertama-tama betina melakukan penggalian lubang dengan menggunakan kaki yang kuat, maka berhamburan pasir dan kerikil dari lubang. Setelah betina lelah pekerjaan dilanjutkan oleh jantan. Betina berganti tugas menjaga dan mengawasi keadaan sekelilingnya dari kemungkinan adanya pemangsa yang berkeliaran. Penggalian ini dilakukan berulang-ulang sampai kedalaman tertentu yang diangap sesuai untuk peletakkan telurnya. Sesudah telur diletakkan, mereka menimbun kembali dengan pasir galiannya. Setelah selesai menimbun dibuatlah sarang-sarang tipuan untuk mengelabui pemangsa (Wiriosoepartho 1979). Induk maleo membuat 3-4 lubang sarang palsu untuk mengelabui predator, tetapi lubang ini sangat tidak efektif untuk mengelabui pencuri telur. Lubang sarang palsu sangat berbeda dengan lubang sarang asli, lubang sarang palsu dibuat dengan asal-asalan, seringkali hanya berupa cakaran-cakaran galian tanpa ada penimbunan, sedangkan lubang sarang asli sangat jelas terdapat timbunan yang rapi dan seringkali ada bekas-bekas jejak kaki atau kotoran. Penggalian sarang berlangsung antara 1-2 jam, berbeda menurut lokasi peneluran, tergantung pada tingkat kesulitan tanah digali, kedalaman sarang yang diperlukan dan kondisi keamanan di sekitarnya. Pergantian penggalian antara induk jantan dan betina dilakukan antara menit, sambil menggali sarang, kedua induk maleo secara teratur mengambil tanah dengan tonjolan di kepalanya, hal ini diduga untuk mengukur temperatur tanah (Dekker 1990).

8 Respon Terhadap Gangguan Di habitat alamnya burung maleo selalu menyembunyikan diri di semak belukar atau hutan apabila ada hal-hal yang dianggap membahayakan keselamatannya. Pendengaran burung maleo kurang baik sehingga dapat didekati bila memperhatikan arah angin dan posisi burung maleo (Santoso 1990). Jika datang gangguan dari manusia atau hewan pemangsa, burung maleo bersembunyi di bawah tegakan yang rapat atau bertengger di cabang pepohonan yang paling tinggi. Pada waktu musim kemarau maleo lebih senang bersembunyi di tempat yang teduh, begitu pula jika dalam keadaan hujan yang lebat (Nurhayati 1986). Menurut Gunawan (1994), satwaliar yang menjadi pemangsa (predator) burung maleo dan telurnya antara lain soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), biawak (Varanus sp), ular Phyton spp., babi hutan (Sus spp.), burung elang dan anjing kampung (Canis familiaris) yang menjadi liar. Apabila burung maleo terganggu sewaktu bertelur, mereka tidak akan pernah kembali mengulang pekerjaan tersebut. Perasaan takut atau cemas dengan kehadiran manusia atau pemangsa diekspresikan dengan gerakan yang selalu curiga dan sesudah hinggap di cabang pohon selalu menggerak-gerakkan ekornya ke atas dan ke bawah berulang-ulang (Wiriosoepartho 1979) Interaksi Sosial Burung maleo hidupnya selalu berpasangan dan kelihatannya seperti pasangan setia dalam melakukan aktivitas hidupnya seperti makan, minum, tidur, membuat sarang, dan berlindung. Jika bertengger di atas pohon kelihatannya sangat mesra, cara bertenggernya sangat berdekatan seolah-olah berhimpitan. Dengan posisi demikian dapat dijadikan sasaran yang menyenangkan bagi pemburu (Nurhayati 1986). Sifat burung maleo terhadap keturunannya adalah masa bodoh, karena telurnya dibiarkan menetas sendiri dalam lingkungan alam tanpa dierami (Nurhayati 1986). Setelah menetas anak burung maleo tersebut keluar kepermukaan dari dalam timbunan pasir dengan menggali jalan sendiri, menghadapi bahaya, dan langsung mencari makan untuk dirinya (Jones et al. 1995). Menurut Gunawan (2000), selain untuk bertelur, habitat tempat bertelur burung maleo juga merupakan arena untuk bersosialisasi dengan individu sejenis yang lain, mereka berbaur satu sama lain sehingga tidak dapat lagi dibedakan pasangan yang satu dengan pasangan lainnya.

9 Antar individu tampaknya berkomunikasi dan melakukan interaksi dengan individu dari pasangan lain. Sambil berjalan mondar-mandir antara jantan dan betina mengeluarkan suara secara teratur dengan bunyi seperti mengerang yang oleh Dekker (tanpa tahun) dalam Jones et al. (1995) digambarkan berbunyi mmmm, mm-mm, mm-mm. Ketika jantan dan betina terpisah karena terganggu, jantan mengeluarkan suara khas seperti suara orang berkumur air di tenggorokan yang berbunyi kee-ourrrrrrrrrr berulang-ulang. Suara ini dimaksudkan untuk memberitahu pasangannya tentang posisinya. Kadang-kadang tampak adanya pertengkaran dan usaha saling mengusir antar individu dari pasangan lain dengan mengeluarkan bunyi gak-gak-gak mirip suara bebek. Tingkah laku agresif terhadap pasangan lain di areal peneluran terjadi ketika antara dua pasangan menggali sarang dengan jarak berdekatan atau pasangan yang satu berusaha merebut sarang pasangan lain. Tampaknya tingkah laku mengusir tersebut merupakan tingkah laku teritorial dengan maksud menjaga teritori sarangnya dari gangguan pasangan lain. Teritori yang dipertahankan sewaktu bertelur hanya mencakup areal dalam radius sekitar 4 m dari sarangnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SATWA BURUNG MALEO/MOMOA (EULIPOA WALLACE) DI MALUKU.

RENCANA PENGELOLAAN SATWA BURUNG MALEO/MOMOA (EULIPOA WALLACE) DI MALUKU. RENCANA PENGELOLAAN SATWA BURUNG MALEO/MOMOA (EULIPOA WALLACE) DI MALUKU. Oleh Ir. A. A. Tuhumury. MS Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unpatti A. Latar belakang Burung maleo (Macrocephalon maleo

Lebih terperinci

PENDUGAAN POPULASI, PREFERENSI HABITAT PENELURAN DAN POLA SEBARAN MALEO

PENDUGAAN POPULASI, PREFERENSI HABITAT PENELURAN DAN POLA SEBARAN MALEO PENDUGAAN POPULASI, PREFERENSI HABITAT PENELURAN DAN POLA SEBARAN MALEO (Macrocephalon maleo Sal Muller 1846) BERDASARKAN KEBERADAAN SARANG DI KAWASAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU KABUPATEN DONGGALA PROPINSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Spesies : Macrocephalon maleo Sal. Muller, 1846

Spesies : Macrocephalon maleo Sal. Muller, 1846 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut White dan Bruce (1986) famili Megapodiidae terdiri atas 2 genus yaitu Macrocephalon dengan satu species M maleo dan Megapodius dengan 9 species, Megapodius

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung Mamoa (Eulipoa wallacei)

TINJAUAN PUSTAKA. Burung Mamoa (Eulipoa wallacei) TINJAUAN PUSTAKA Burung Mamoa (Eulipoa wallacei) Menurut Jones et al. (1995) burung Mamoa termasuk ordo Galiformes, terdiri atas lima Famili antara lain Megapodidae. Daerah penyebaran burung Mamoa yaitu

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Kuda dengan anak-anaknya

Gambar 1.1 Kuda dengan anak-anaknya Bab I Makhluk Hidup Di dunia ini, banyak sekali makhluk hidup. Coba kalian sebutkan! Ya, betul. Makhluk hidup meliputi tumbuhan, hewan, dan manusia. Apakah kalian bernapas, makan, dan selalu bergerak?

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik Prinsip-Prinsip Ekologi Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

Momoa. Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn. PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Cetakan Pertama: November 2012

Momoa. Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn. PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Cetakan Pertama: November 2012 Momoa Momoa Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn Copyright 2012 Hans Post, Kees Heij, Lies van der Mijn Naskah : Hans Post dan Kees Heij Penerjemah : Indah Groeneveld Penyunting : Yuki HE Frandy Gambar

Lebih terperinci

1. Ciri Khusus pada Hewan

1. Ciri Khusus pada Hewan Makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang membedakan beberapa makhluk hidup dengan makhluk hidup lain disebut ciri khusus. Ciri khusus tersebut berfungsi untuk mempertahankan hidup di dalam

Lebih terperinci

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna 1 Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna Kita semua pasti tahu kalau di gurun sangatlah panas. Fakta lainnya kurang dikenal, tetapi akan jadi penting jika menyangkut tentang hewan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Program Kunjungan Sekolah Kampanye Bangga Hutan Geumpang

Program Kunjungan Sekolah Kampanye Bangga Hutan Geumpang PENGETAHUAN MENGENAI ALAM DAN LINGKUNGAN DI SEKITAR KITA Nama Sekolah: Kelas : Nama Siswa : Berilah tanda silang ( x ) pada pernyataan - pernyataan di bawah ini: No. Pernyataan Benar Salah 1. 2. 3. 4.

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Tanaman Teh Klasifikasi tanaman teh yang dikutip dari Nazaruddin dan Paimin (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

6 Hewan dan tumbuhan langka di dunia dan keterangannya diantaranya sbb:

6 Hewan dan tumbuhan langka di dunia dan keterangannya diantaranya sbb: 6 Hewan dan tumbuhan langka di dunia dan keterangannya diantaranya sbb: 1. Hainan Gibbon Hainan Gibbon Hainan owa hitam jambul atau Gibbon Hainan (Nomascus hainanus), adalah spesies siamang yang hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci