HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah"

Transkripsi

1 27 HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan tersebut sebagai tempat untuk mendatangkan jenis-jenis pohon untuk ditanam. tahun 1962 pemerintah Kolonial Belanda kembali ke negaranya kemudian menyerahkan kawasan Arboretum Anggori kepada pemerintah Indonesia melalui Universitas Cenderawasih (UNCEN) yang salah satu Fakultasnya berada di Manokwari (Fakultas Pertanian UNCEN). Akan tetapi pemerintah Kolonial Hindia Belanda tidak menyerahkan SK sehingga pemerintah Republik Indonesia (RI) melakukan pembayaran hak ulayat tanah kepada masyarakat setempat. Setelah penerbitan sertifikat tanah untuk kawasan Arboretum ini terbit pemerintah RI melakukan pengoleksian jenis-jenis endemik dan komersial untuk ditanam. Beberapa jenis komersial antara lain damar (Agathis labillardieri Warb), jati (Tectona grandis L), pinus (Pinus merkusii Jungh) bintanggur (Calophyllum inophyllum L), cempaka (Elmerillia papuana Linn), dan merbau (Intsia bijuga Kuntze). Status Kawasan Kawasan Arboretum Anggori mulai dikelola oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1962, yang dikelola oleh UNCEN dan masih menggunakan hutan tersebut sebagai kebun percobaan bagi mahasiswa UNCEN. Namun pada perkembangannya, hutan tanaman ini terkesan tidak terawat dengan baik, sehingga pihak Universtas Negeri Papua (UNIPA) melalui Fakultas Kehutanan mengambil alih kawasan dan mengelolanya hingga saat ini. Luas dan Batas Wilayah Hutan pendidikan UNIPA Anggori terletak di bagian Timur Kelurahan Amban Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat. Jarak kawasan ii dengan Kampus Unipa tidak terlalu jauh ± 2,5 km ke arah Timur. Secara administrasi batas hutan Pendidikan Anggori adalah sebagai berikut :

2 28 Sebelah Timur : Berbatasan dengan KampungAipiri Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kampung Cabang Dua Sebelah Utara : Berbatasan dengan Lautan Pasifik Secara astronomi Hutan Pendidikan Anggori terletak antara koordinat BT dan LS. Luas Hutan Pendidikan Anggori secara keseluruhan 112,2 Ha yang terdiri dari areal jenis tanaman Industri atau perkebunan buah-buahan seluas 25 Ha, koleksi tanaman kehutanan seluas 10 Ha, dan sisa areal tersebut terdiri dari Hutan Alam yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan seluas 86,2 Ha. Iklim, Tanah dan Topografi Berdasarkan data 5 tahun terakhir ( ) yang diambil dari Stasiun Bada Meteorologi dan Geofisika tergolong tinggi dengan tipe iklim A dengan ratarata Curah Hujan per Tahun antara mm. Sedangkan untuk pengukuran suhu antara C dan kelembaban udara antara %. Untuk jenis tanah yang ada di hutan Pendidikan Anggori berdasarkan pada peta 1: adalah jenis tanah Mediternian coklat dengan bahan induk batu kapur dan podsolik merah campuran dengan bahan induk batuan sedimen. Hutan Pendidikan Anggori Unipa mempunyai topografi datar sampai bergelombang dengan kemiringan yang bervariasi mulai dari 1-20% dan terletak pada ketinggian m dpl. Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis P. pinnata Forster Hasil pengamatan pola pertumbuhan batang, cabang, dan tipe pembungaan, pohon jenis P. pinnata Forster teridentifikasi mempunyai model arsitektur pohon Koriba. Adapun identifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini :

3 29 Batang bercabang Ada perbedaan jelas batang & cabang Aksis vegetatif heterogen Pembungaan terminal yang berfungsi baik Konstruksi modular dengan cabang plagiotropik sedikit Percabangan akrotoni Pertumbuhan simpodial Bercabang dengan satu cabang utama membentuk Pokok Module sama pada bagian pangkal tetapi berbeda pada bagian ujungnya, Model arsitektur pohon Koriba Gambar 3 Identifikasi Model Arsitektur Pohon P. pinnata Forster

4 30 Model arsitektur pohon P. pinnata Forster adalah Koriba, mempunyai ciriciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen (heterogen) tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang. Aksis vegetatif heterogen terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik dan plagiotropik. Percabangan akrotoni. Pohon dengan konstruksi modular, cabang plagiotropiknya sedikit, module umumnya mempunyai pembungaan terminal yang berfungsi baik. Pertumbuhan simpodial, konstruksi modular, modul sama pada bagian pangkal tapi berbeda pada bagian ujungnya, bercabang dengan satu cabang utama membentuk pokok (trunk) (Halle et al. 1978). Anakan pohon jenis P. pinnata Forster memiliki pertumbuhan simpodial dapat dilihat pada Gambar 4 (a), dan pada Gambar 4 (b) cabang plagiotropik yang sedikit dengan satu cabang membentuk pokok (trunk), di bawah ini : (a) (b) Gambar 4 (a). Anakan pohon P. pinnata Forster dengan pertumbuhan simpodial (b). Pohon P. pinnata Forster dengan cabang plagiotropik sedikit, satu cabang membentuk pokok (trunk) teridentifikasi sebagai model arsitektur pohon Koriba.

5 31 Deskripsi Pohon P. pinnata Forster Deskripsi P. pinnata Forster tumbuhan berupa pohon, takikan batang bergetah, getah tidak putih mengental atau melimpah, tidak berwarna krem atau kuning, getah berwarna merah, daun majemuk menyirip tunggal tanpa anak daun di ujung, batang berwarna cokelat kemerahan, banir berukuran besar (Lekitto et al 2008). Pohon P. pinnata Forster mempunyai ciri antara lain, perawakan pohon berukuran besar dengan tinggi bebas cabang 6-36 m, dan tinggi keseluruhannya m. Daun majemuk menyirip genap, kedudukan daun tersusun spiral, anak daun 3-8 pasang, bentuk jorong memanjang, tepi daun bergigi. Bunga berbentuk malai, biasanya di ujung tangkai daun Batang utama silindris, kadang berlekuk, dan berbuncak. Berbanir besar dengan ketinggian banir m. Permukaan batang licin, bopeng, berwarna kemerahan seperti karat, coklat keabu-abuan atau keputihan. Percabangan dengan pertumbuhan condong ke atas. Getah pohon berwarna merah. (Lekito et al 2008; Sudarmono 2000). Ciri spesifik yang dapat dilihat pada P. pinnata Forster antara lain, daun P. pinnata Forster majemuk menyirip genap dengan anak daun jorong memanjang dan tepi daun yang bergigi. tinggi akar banir dari permukaan tanah, dan permukaan batang pohon dapat dilihat pada Gambar 5 (a), (b), dan (c) di bawah ini : (a) (b) (c) Gambar 5 (a) Daun P. pinnata Forster, (b) Tinggi akar banir pohon mencapai ketinggian 4 m dari permukaan tanah, (c) Permukaan batang pohon

6 32 Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis K. pinnatum Merr Hasil pengamatan pola pertumbuhan batang, cabang, dan tipe pembungaan, pohon jenis K. pinnatum Merr teridentifikasi mempunyai model arsitektur pohon Roux. Adapun identifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini : Batang bercabang Sering dengan pembungaan lateral Ada perbedaan jelas batang & cabang Bukan konstruksi modular Aksis vegetatif heterogen Percabangan akrotoni Monopodium ortotropik Percabangan plagiotropik bukan karena aposisi Pertumbuhan & percabangan kontinu Cabang dapat bertahan lama (Long Lived) Monopodial atau simpodial karena substitusi Model arsitektur pohon Roux Gambar 6 Identifikasi model arsitektur pohon K. pinnatum Merr

7 33 Model arsitektur pohon K. pinnatum Merr adalah Roux, mempunyai ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen (heterogen) tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang. Aksis vegetatif heterogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis ortotropik dan plagiotropik. Percabangan akrotoni. Bukan konstruksi modular, seringkali dengan pembungaan lateral. Pokok monopodium ortotropik. Pohon dengan pertumbuhan dan percabangan kontinu. Percabangan plagiotropik bukan karena aposisi. Cabang dapat bertahan lama (Long-lived). Pola percabangan pohon K. pinnatum Merr plagiotropik bukan karena aposisi dan mempunyai cabang yang dapat bertahan lama (Long-Lived) selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7 (a) dan (b) di bawah ini : (a) (b) Gambar 7 (a) Pola percabangan pohon K. pinnatum Merr plagiotropik bukan karena aposisi, (b) Cabang pohon K. pinnatum Merr dapat bertahan lama (Long-Lived) teridentifikasi sebagai model arsitektur pohon Roux.

8 34 Deskripsi Pohon K. pinnatum Merr Deskripsi K. pinnatum Merr, tumbuhan berupa pohon, takikan batang bergetah, getah tidak putih mengental atau melimpah, getah tidak berwarna merah, menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, daun majemuk, permukaan batang kasar, batang umumnya beralur, duduk anak daun berseling (Lekitto et al. 2008). Pohon K. pinnatum Merr mempunyai ciri pohon berukuran sedang sampai besar. Tinggi bebas cabang m, dengan tinggi keseluruhan mencapai m. Batang utama berbentuk silindris, tidak berlekuk, kadang-kadang berbuncak dan berpilin, berbanir sedang dengan tinggi m. Permukaan batang kasar, mengelupas kotak atau persegi empat, beralur, warna coklat sampai coklat keabuan. Batang tidak bergetah merah, dengan bagian dalam keras warna kuning jingga. Daun majemuk bersirip ganjil, kedudukan daun spiral, anak daun pasang, bentuk bulat telur lanset mengelompok di ujung ranting, ujung daun meruncing atau lancip, tepi rata. Letak bunga pada ketiak daun. Ciri daun K. pinnatum Merr majemuk bersirip ganjil, ujung daun meruncing atau lancip, tepi daun rata bentuk bulat telur lanset dan ciri batang pohon dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b) di bawah ini : (a) (b) Gambar 8 (a) Daun K. pinnatum Merr, (b) Batang utama K. pinnatum Merr bentuk silindris tidak berlekuk, mempunyai alur, warna coklat hingga coklat keabuan.

9 Tinggi akar banir dan warna getah batang pohon K. pinnatum Merr dapat dilihat pada Gambar 9 (a) dan (b) di bawah ini : 35 (a) (b) Gambar 9 (a) Berbanir sedang dengan ketinggian akar banir 0.50 meter, (b) Getah menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, dengan bagian dalam keras warna kuning jingga. Hasil Pengukuran Parameter Perimbangan Air Parameter perimbangan air diukur selama 30 kali kejadian hujan. Total pengukuran curah hujan mm. Jenis P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr mempunyai hubungan yang berbeda terhadap parameter perimbangan air. Hasil yang berbeda dari kedua jenis pohon disebabkan karena model arsitektur pohon yang berbeda. Nilai seluruh parameter perimbangan air dan analisisnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

10 36 Tabel 1 Hasil dan Analisis Pengukuran Parameter Perimbangan Air Jenis Pometia pinnata Forster dan Koordersiodendron pinnatum Merr di Lokasi Penelitian No Hasil Penelitian Pometia pinnata Koordersiodendron Forster pinnatum Merr 1. Model Arsitektur Pohon Koriba Roux 2. Curahan Tajuk (mm) Aliran Batang (mm) Infiltrasi (ml/cm 2 /menit) Kadar Air Tanah (%) Kadar Air Batang (%) Transpirasi (ml/gr/menit) Dugaan Evaporasi (mm) Garis Curahan tajuk, Garis Curahan tajuk, Aliran batang, saling Aliran batang, saling 9. Analisis Komponen Utama berdekatan dengan Curah hujan Kadar air tanah & Kadar air Batang saling berdekatan Menahan air pada tanah lebih tinggi berdekatan dengan Curah hujan Kadar air batang & Transpirasi saling berdekatan Menahan air pada batang lebih tinggi Curah Hujan Jumlah Curah hujan 5 tahunan ( ) dikumpulkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Rendani Manokwari yang merupakan stasiun BMG terdekat. Kawasan Manokwari tergolong Tipe A menurut Schmidt dan Ferguson. Jumlah rata-rata bulan basah sebanyak 9 bulan dan bulan kering sebanyak 3 bulan dengan hasil persentase %. Selama penelitian, curah hujan diukur langsung di lokasi penelitian dengan menggunakan alat penakar hujan sederhana (ombrometer) dengan luas penampang cm 2. Pengukuran berlangsung selama 30 minggu mulai dari Bulan November 2009-Juni Total curah hujan selama 30 kali pengukuran berjumlah mm dengan rata-rata mm. Penyebaran curah hujan harian rendah terjadi pada bulan Februari 2010 dengan jumlah 4.6 mm. Penyebaran curah hujan harian tinggi terjadi pada bulan Maret 2010 dengan jumlah mm. Pengukuran curah hujan di lokasi adalah pertama kali dilakukan dalam penelitian ini.

11 Penakar hujan sederhana (Ombrometer) dengan luas penampang cm 2 di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini : 37 Gambar 10 Alat penakar hujan sederhana (Ombrometer) yang diletakkan di lokasi penelitian, dengan luas penampang cm 2. Berdasarkan kategori hujan, dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kategori hujan rendah dengan ukuran < 5 mm, hujan sedang 5-20 mm, dan hujan tinggi yang mencapai > 20 mm (Aththorick 2000). Hasil pengukuran curah hujan selama 30 kali untuk hujan kategori rendah hanya terjadi 1 kali. Untuk hujan dengan kategori sedang terjadi sebanyak 18 kali, dan untuk kategori hujan tinggi > 20 mm terjadi sebanyak 11 kali. Curahan Tajuk Hasil pengukuran curahan tajuk selama 30 kali kejadian hujan, model arsitektur pohon Roux jenis pohon K. pinnatum Merr memiliki nilai curahan tajuk lebih besar dibandingkan dengan model arsitektur pohon Koriba jenis pohon P. pinnata Forster. Besarnya nilai curahan tajuk K. pinnatum Merr mm (89.67 %) (Lampiran 1). Jenis P. pinnata Forster mempunyai nilai curahan tajuk sebesar mm (87.19 %) (Lampiran 1). Nilai curahan tajuk yang berbeda disebabkan karena model arsitektur pohonnya. Model arsitektur pohon Koriba mempunyai bentuk percabangan condong ke atas (orthotropik) sehingga memungkinkan air hujan akan mengalir

12 38 melalui percabangan setelah penjenuhan tajuk yang selanjutnya mengalir ke permukaan Batang. Peristiwa tersebut menyebabkan translokasi air hujan menjadi aliran batang lebih besar daripada curahan tajuk. Selain itu, tutupan tajuk yang lebih rapat menyebabkan air hujan lolos ke permukaan tanah menjadi sedikit. Akibatnya, nilai curahan tajuknya juga menjadi kecil. Sebaliknya, model arsitektur pohon Roux mempunyai nilai curahan tajuk yang lebih besar. Bentuk percabangan horizontal menyebabkan air hujan yang ditahan oleh tajuk pohon akan diteruskan ke lantai hutan. Faktor lain yang membedakan nilai curahan tajuk yaitu permukaan daun P. pinnata Forster sedikit kasar dan permukaan yang lebar sehingga memerlukan waktu lama untuk penjenuhan tajuk oleh air hujan. Sedangkan pada daun K. pinnatum Merr mempunyai permukaan daun yang licin dan kecil sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk penjenuhan tajuk. Aliran Batang Aliran batang merupakan bagian hujan terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke permukaan tanah melalui batang. Hasil pengamatan selama 30 kali kejadian hujan menunjukkan bahwa model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai nilai aliran batang lebih tinggi dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Pohon P. pinnata Forster mempunyai nilai aliran batang 5.53 mm (0.64 % dari curah hujan) dengan rata-rata 0.18 mm (Lampiran 1). Aliran batang model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr mempunyai nilai aliran batang 4.06 (0.47 % dari curah hujan) dengan rata-rata 0.14 mm (Lampiran 1). Tingginya nilai aliran batang pada model arsitektur pohon Koriba karena pola percabangan pohonnya. Pola percabangan yang condong ke atas, memungkinkan air hujan yang tertahan oleh tajuk akan langsung mengalir ke cabang dan diteruskan ke batang. Tajuk model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster luasan penutupannya cukup besar. Akibatnya, air yang tertampung di tajuk pohon terus mengalir sampai ke batang juga tinggi. Perbedaan nilai aliran batang juga dipengaruhi oleh besarnya diameter batang. Artinya semakin besar diameter batang maka aliran batangnya juga makin tinggi. Diameter batang model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster lebih besar dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Tekstur

13 39 kulit permukaan batang kedua arsitektur pohon juga berbeda. Jenis P. pinnata Forster permukaannya lebih halus dibanding dengan K. pinnatum Merr. Keadaan ini menyebabkan nilai aliran batang model arsitektur pohon Koriba lebih tinggi dibanding dengan Roux. Infiltrasi Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, diperoleh bahwa laju infiltrasi terbesar adalah model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr dengan jumlah total 0.62 ml/cm 2 /menit dengan kisaran ml/cm 2 /menit (Lampiran 1). Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mempunyai total laju infiltrasi 0.41 ml/cm 2 /menit dengan kisaran ml/cm 2 /menit (Lampiran 1). Curah hujan tinggi menyebabkan penurunan laju infiltrasi ke dalam tanah. Faktor penjenuhan tanah merupakan sebab turunnya laju infiltrasi. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, lebih cepat aspek penjenuhan tanahnya. Akibatnya, kecepatan laju infiltrasi tanahnya lebih rendah. Sebaliknya, model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, kecepatan laju infiltrasinya lebih cepat. Perbedaan laju infiltrasi disebabkan sifat-sifat tanah yang berada di bawah tegakan masing-masing model arsitektur pohon. Tanah yang berada di bawah tegakan model arsitektur pohon Koriba mempunyai kandungan pasir rendah dan liat yang tinggi. Berbeda dengan tanah yang berada di bawah tegakan model arsitektur pohon Roux, kandungan pasir lebih tinggi dibandingkan dengan sifat liatnya. Sifat tanah pasir yang tinggi lebih cepat meresapkan air dibandingkan sifat liat. Oleh karena itu, sifat tanah pasir kurang dapat menahan partikel air lebih banyak dibandingkan sifat tanah liat yang lebih besar mengikat partikel air. Kadar Air Tanah Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan menunjukkan bahwa model arsitektur Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai kadar air tanah lebih tinggi dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Persen berat basah tanah di bawah tegakan jenis P. pinnata Forster rata-rata 27.93% dengan kisaran % (Lampiran 1) sedangkan jenis K. pinnatum 24.34% dengan kisaran % (Lampiran 1).

14 40 Persen kadar air tanah ada hubungannya dengan laju infiltrasi tanah. Bila laju infiltrasi tanah tinggi maka persen kadar air tanah rendah. Sebaliknya, persen kadar air tanah yang tinggi disebabkan oleh makin menurunnya laju infiltrasi. Jadi, tingginya persen kadar air tanah akan linier dengan penambahan curah hujan. Hal ini disebabkan tanah telah mencapai kodisi yang jenuh dengan air. Perbedaan persen kadar air tanah model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr disebabkan oleh sifat tanah dan rata-rata luas penutupan tajuknya. Jenis tanah di bawah tegakan P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr adalah Podsolik. Tegakan P. pinnata Forster mempunyai tanah dengan persen Liat yang tinggi dan pasir rendah. Sedangkan jenis tanah K. pinnatum Merr mempunyai tanah dengan persen liat rendah dan pasir yang tinggi. Sifat tanah liat lebih banyak mengikat partikel air dibandingkan dengan sifat tanah berpasir. Selain itu, luas penutupan tajuk juga mempunyai peran dalam mempertahankan kadar air tanah dibawah tegakan masingmasing jenis pohon. Luas tutupan tajuk P. pinnata Forster lebih besar dibandingkan dengan K. pinnatum Merr. Dengan demikian, penguapan yang terjadi di bawah tegakan P. pinnata Forster lebih kecil dibandingkan penguapan yang terjadi di bawah tegakan K. pinnatum Merr. Oleh karena itu, tutupan tajuk berperan penting mengurangi tingkat penguapan air dari dalam tanah. Kadar Air Batang Pengukuran kadar air batang dilakukan selama 30 kali setiap kejadian hujan. pengambilan sampel batang dilakukan dengan bor riap pohon setinggi dada. Aktivitas pengeboran dilakukan hingga bagian tengah pohon. Adapun kedalaman pengeboran untuk K. pinnatum Merr mencapai 18.2 cm, 19.3 cm, dan 21.0 cm. Sedangkan untuk P. pinnata Forster kedalaman bor 18.8 cm, 19.9 cm, dan 21.0 cm. Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, diperoleh bahwa berat kayu K. pinnatum Merr lebih berat dibandingkan dengan P. pinnata Forster. Rata-rata persen berat kayu K. pinnatum Merr 53.77% dengan kisaran % (Lampiran 1), sedangkan P. pinnata Forster 48.64% dengan kisaran % (Lampiran 1). Penyerapan air yang berbeda, disebabkan oleh kondisi kadar air tanah pada setiap kejadian hujan. Kadar air tanah yang tinggi menyebabkan kelembaban tinggi

15 41 dan suhu rendah dalam tanah. Suhu yang rendah dengan kelembaban tinggi mengakibatkan kurangnya penyerapan akar terhadap air. Model arsitektur pohon Koriba Jenis P. pinnata Forster memiliki persen kadar air tanah tinggi sehingga suhu tanah menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Keadaan ini menyebabkan penyerapan menjadi lambat bila kadar air tanah sangat tinggi. Begitu juga sebaliknya, bila terjadi penurunan curah hujan, kadar air tanah menjadi rendah. Kondisi tersebut menyebabkan bobot kayu yang ringan karena ketersediaan air tanah lebih rendah. Model arsitektur pohon Roux Jenis K. pinnatum Merr, mempunyai kadar air batang lebih tinggi. Kadar air tanah yang rendah di bawah tegakan, memungkinkan akar untuk melakukan aktivitas penyerapan lebih tinggi. Sifat tanah di bawah tegakan ini lebih tinggi persen pasirnya, berdampak pada suhu yang optimum untuk penyerapan air pada setiap kejadian hujan. Tampilan fisik kayu jenis K. pinnatum Merr dapat dilihat pada Gambar 11 (a) dan P. pinnata Forster pada 11 (b) di bawah ini : (a) (b) (a) (b) Gambar 11 (a) Tampilan fisik kayu jenis K. pinnatum Merr pada jari-jari 18.2, 21.0, dan 19.3 cm, (b) Tampilan fisik kayu jenis P. pinnata Forster pada jarijari 18.8, 21.0, dan 19.9 cm.

16 42 Transpirasi Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, laju transpirasi lebih tinggi terdapat pada jenis K. pinnatum Merr dengan total 8.62 ml/gr/menit (Lampiran 1). Jenis P. pinnata Forster mempunyai laju transpirasi lebih rendah dengan total 4.83 ml/gr/menit (Lampiran 1). Laju transpirasi berbeda dipicu oleh pengaruh cahaya, suhu, dan kelembaban yang terjadi di bawah tajuk pohon. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mempunyai tutupan tajuk dan kerapatan pohon yang tinggi. Dua faktor tersebut turut membentuk suhu dan kelembaban, dimana suhu yang terbentuk lebih rendah dan kelembaban tinggi. Kondisi tersebut juga mempengaruhi laju transpirasi. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai laju transpirasi lebih rendah dibanding dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Selama pengukuran di lapangan, suhu di bawah tegakan K. pinnatum Merr lebih tinggi dibanding dengan P. pinnata Forster. Rata-rata suhu pada pagi sampai siang hari C dengan kelembaban antara 73-85%. Sedangkan pada P. pinnata Forster suhu pagi hingga siang hari berkisar C dengan kelembaban rata-rata 83-90%. Bentuk permukaan daun K. pinnatum Merr lebih kecil, sedangkan P. pinnata Forster lebih besar. Meskipun demikian, pada K. pinnatum Merr, memiliki laju transpirasi lebih besar dibanding dengan P. pinnata Forster. Suhu yang tinggi pada tegakan K. pinnatum Merr dipengaruhi oleh luas tajuk yang lebih kecil. Kondisi ini mengakibatkan cahaya matahari lebih banyak masuk menembus permukaan dan lantai hutan. Akibatnya, suhu menjadi tinggi dan kelembabannya berkurang. Faktor inilah yang menyebabkan laju transpirasi K. pinnatum Merr tinggi. Sebaliknya, luas tajuk P. pinnata Forster lebih besar, mengakibatkan cahaya matahari yang lolos ke lantai hutan lebih kecil. Faktor tersebut menyebabkan suhu menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Sehingga laju transpirasinya pun menjadi kecil. Evaporasi Evaporasi merupakan proses perubahan molekul air di permukaan menjadi molekul uap air (gas) di atmosfer melalui kekuatan panas. Adapun tenaga

17 43 penggerak utama dari evaporasi adalah sinar matahari. Pengukuran evaporasi dilakukan dengan pendugaan dengan menggunakan rumus Penman-Mounteith. Adapun pendugaan ini adalah bertujuan untuk mengetahui penguapan yang terjadi di lokasi penelitian. Data-data penelitian menggunakan data sekunder, berupa data iklim diambil dari BMG Rendani Manokwari yang merupakan stasiun iklim terdekat. Data yang diperlukan dalam perhitungan terdiri dari suhu maksimum dan minimum harian, kelembaban maksimum dan minimum, kecepatan angin di atas 2 meter, dan lama penyinaran matahari harian. Hasil perhitungan pendugaan evaporasi lahan adalah mm (Lampiran 2). Evaporasi di atas merupakan dugaan umum yang terjadi di lokasi penelitian. Namun pada dasarnya tingkat evaporasi setiap lahan yang ditumbuhi oleh vegetasi di atasnya adalah berbeda. Secara umum dapat digambarkan bahwa, evaporasi yang paling tinggi terjadi di bawah tegakan K. pinnatum Merr. Hal ini disebabkan oleh tutupan tajuk lebih kecil dibandingkan dengan P. pinnata Forster Olehnya, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar air tanah jenis K. pinnatum Merr lebih rendah dibandingkan dengan P. pinnata Forster. Total luas tajuk K. Pinnatum Merr m 2 dengan rata-rata m 2. P. pinnata Forster mempunyai luas total penutupan tajuk m 2 dengan ratarata m 2. Luasan tajuk sangat mempengaruhi nilai evaporasi pada setiap lahan. Tajuk yang rapat mempunyai tingkat evaporasi rendah dibanding dengan tajuk yang rendah kerapatannya. Fungsi dari tajuk pohon selain mengurangi evaporasi lahan juga memberikan andil membentuk suhu dan kelembaban yang dihasilkan. Dengan demikian, suatu tingkat evaporasi akan berkurang jika mempunyai tutupan vegetasi yang tinggi. Sebaliknya tingkat evaporasi menjadi tinggi bila tutupan vegetasi di atasnya makin terbuka. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dari BMG Rendani, lama penyinaran matahari sangat bervariasi. Akibatnya, angka ini juga turut mempengaruhi keberadaan pendugaan evaporasi yang ada di lapangan. Perhitungan pendugaan evaporasi dengan menggunakan persamaan Penman-Monteith meliputi suhu maksimum dan minimum harian, kelembaban maksimum dan minimum, kecepatan angin di atas 2 meter, dan lama penyinaran matahari harian.

18 45 PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di lapangan selama 30 kali kejadian hujan menunjukkan hubungan yang berbeda antara model arsitektur pohon dengan parameter perimbangan air yang diukur. Hasil analisis biplot menggunakan analisis komponen utama dari kedua model arsitektur pohon mempunyai kecenderungan yang hampir sama. Hubungan model arsitektur pohon dengan parameter perimbangan air yaitu curah hujan, curahan tajuk, aliran batang, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi dan evaporasi adalah positif. Adapun untuk parameter infiltrasi hubungannya negatif. Parameter curahan tajuk dan aliran batang mempunyai garis lebih dekat dengan curah hujan, pada kedua model arsitektur pohon adalah sama. Perbedaan garis lain yang saling berdekatan pada kedua model arsitektur pohon adalah pada kadar air batang. Model arsitektur pohon Roux, garis kadar air batang lebih dekat dengan transpirasi. Garis yang saling berdekatan tersebut dapat diasumsikan bahwa model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr banyak menyimpan air pada batangnya. Hubungan garis kadar air batang dan transpirasi lebih dekat, disebabkan karena laju transpirasi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan air yang ada di dalam tanah terserap ke bagian batang pohon, sehingga kadar air lebih banyak di simpan dalam batang pohon. Penyimpanan air tinggi pada batang pohon, merupakan strategi agar K. pinnatum Merr tidak mengalami cekaman atau stres karena kekurangan air akibat laju transpirasi menjadi lebih tinggi. Hubungan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr dengan seluruh parameter perimbangan air dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini :

19 EVAPORASI Parameter Perimbangan Air INFILTRASI KA TANAH KA BATANG ALIRAN BATANG CURAH HUJAN CURAHAN TAJUK TRANSPIRASI Model Arsitektur Pohon Gambar 12 Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr terhadap parameter perimbangan air. Kadar air batang pada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, lebih dekat dengan kadar air tanah. Garis yang berdekatan antara kadar air batang dengan kadar air tanah, diasumsikan bahwa model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster lebih banyak menyimpan air di dalam tanah. Kondisi ini diakibatkan karena tanah yang berada di bawah tegakan P. pinnata Forster lebih tinggi dan mampu menyimpan air lebih banyak. Kemampuan ini didukung oleh sifat tanah yang berada di bawah tegakan P. pinnata Forster. Selain itu, tutupan tajuk pohon P. pinnata Forster lebih rapat sehingga penguapan yang terjadi dari permukaan tanah lebih rendah. Tutupan tajuk rapat menyebabkan suhu rendah dan kelembaban tinggi. Keadaan tersebut mengakibatkan laju transpirasi lebih rendah, sehingga kadar air batang juga rendah. Faktor laju transpirasi rendah berdampak pada kurangnya serapan air pada batang, sehingga air lebih banyak tersimpan dalam tanah dibanding pada batang. Simpanan air dalam tanah sangat penting bagi pohon P. pinnata Forster saat transpirasi menjadi lebih tinggi. Keadaan tersebut sangat memungkinkan karena permukaan daun P. pinnata Forster lebih besar yang dapat

20 47 menyebabkan banyak kehilangan air. Penyimpanan air dalam tanah lebih tinggi merupakan strategi P. pinnata Forster untuk menghadapi cekaman kekeringan saat laju transpirasi lebih tinggi terutama saat musim kemarau. Oleh karena itu, hubungan antara kadar air batang dan kadar air tanah lebih dekat. Hubungan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster dengan seluruh parameter perimbangan air dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini : 1.0 EVAPORASI 0.8 Parameter Perimbangan Air INFILTRASI KA TANAH ALIRAN BATANG CURAH HUJAN CURAHAN TAJUK Model Arsitektur Pohon 0.3 KA BATANG TRANSPIRASI Gambar 13 Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster terhadap parameter perimbangan Air Hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr terhadap parameter curahan tajuk, aliran batang, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi menunjukkan pola positif terhadap curah hujan yang tinggi. Artinya, bila curah hujan tinggi, maka akan diikuti oleh naiknya nilai curahan tajuk, aliran batang, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi dan evaporasi. Sedangkan infiltrasi, bila curah hujan tinggi menyebabkan penurunan laju infiltrasi air ke dalam tanah. Parameter curah hujan, curahan tajuk, dan aliran batang pada kedua model aritektur pohon memiliki keterkaitan yang sangat erat. Hal ini dapat diketahui dari dekatnya garis antara ketiga parameter dibandingkan dengan parameter lainnya. Parameter lain pada model arsitektur pohon Roux jenis pohon K. pinnatum Merr,

21 48 kadar air batang dan transpirasi memiliki kedekatan yang berarti mempunyai hubungan lebih erat, sedangkan parameter kadar air tanah memisah cukup jauh. Sebaliknya pada model arsitektur pohon Koriba, parameter kadar air tanah memiliki garis yang berdekatan dengan kadar air batang, sedangkan transpirasi memisah cukup jauh. Hubungan antar parameter curahan tajuk dan aliran batang dengan curah hujan tinggi dapat diterangkan bahwa, tajuk dan batang pohon merupakan wadah bagi air hujan. Semakin tinggi curah hujan, maka akan diikuti oleh tingginya curahan tajuk dan aliran batang. Sebaliknya, jika curah hujan rendah, maka curahan tajuk dan aliran batang juga rendah. Luasan tajuk dan diamater batang turut mempengaruhi tingginya nilai curahan tajuk dan aliran batang. Perbedaan nilai curahan tajuk dan aliran batang kedua model arsitektur pohon, dimana model aristektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai luasan tajuk yang besar. Namun, karena pola percabangannya orthotropik dan tutupan tajuk yang rapat, maka nilai curahan tajuknya rendah. Demikian pula untuk aliran batang, diameter batang model arisitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster lebih besar sehingga mempunyai nilai aliran batang tinggi. Nilai tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya diameter batang, tetapi tekstur kulit batang pohon yang halus turut menentukan tingginya aliran batang. Sebaliknya model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, mempunyai tutupan tajuk pohon lebih kecil dengan kerapatan tajuk yang rendah. Meskipun demikian, karena pola percabangannya adalah plagiotropik maka nilai curahan tajuknya tinggi. Nilai aliran batang model arsitektur Roux jenis K. pinnatum Merr lebih rendah, disebabkan diameter lebih kecil dan mempunyai tekstur kulit batang kasar dan beralur. Curah hujan tinggi memberikan pengaruh bagi kadar air tanah. Bila curah hujan meningkat akan diikuti oleh tingginya kadar air tanah. Keadaan tersebut dikarenakan laju infiltrasi tanah rendah, dimana tanah dalam kondisi telah jenuh dengan air. Sebaliknya bila curah hujan rendah, laju infiltrasi tinggi, sehingga kadar air tanah menjadi rendah. Kondisi demikian karena tanah belum mengalami kejenuhan terhadap air. Arsyad (2006) menyatakan bahwa, berkurangnya kadar air tanah dipengaruhi oleh aktivitas pertumbuhan vegetatif dan porositas tanah. Parameter kadar air tanah model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster,

22 49 mempunyai kedekatan dengan kadar air batang dibandingkan dengan parameter lainnya. Hal ini berarti, curah hujan tinggi sangat mempengaruhi kadar air tanah dan kadar air batang. Begitupun sebaliknya, menurunnya kadar air tanah, akan memberikan dampak berkurangnya serapan air pada batang. Hubungan yang erat antar kedua parameter tersebut dapat dijelaskan bahwa, tingginya kadar air tanah mempengaruhi serapan pada batang. Meskipun kadar air tanah tinggi, ternyata mengurangi daya serap akar terhadap air di bawah tegakan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster. Serapan yang rendah tersebut selain dipengaruhi oleh kadar air tanah yang tinggi, juga oleh laju transpirasi yang rendah. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, dengan tajuk dan kerapatan pohon yang besar mengakibatkan kelembaban tanah tinggi dan suhu yang rendah. Keadaan ini mengakibatkan penguapan air rendah sehingga kadar air tanah menjadi tinggi. Hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, kondisi tersebut menyebabkan penyerapan kadar air batang juga menjadi tinggi. Namun karena laju transpirasi rendah, penyerapan kadar air batang juga menjadi rendah bila dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Parameter transpirasi hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, memisah dari parameter lainnya. Bentuk pertumbuhan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, mempunyai pohon yang tinggi dengan kerapatan tajuk kecil. Keadaan ini menyebabkan suhu menjadi tinggi dan kelembaban rendah di bawah tajuk pohon. Faktor suhu dan kelembaban akan memicu proses penguapan air tanah ke udara. Disamping itu, laju transpirasi pada model arsitektur pohon Roux tinggi, sehingga mengurangi kadar air yang berada dalam tanah. Tingginya laju transpirasi berbanding lurus dengan penyerapan air oleh batang pohon. Pada biplot analisis komponen utama di atas dapat dilihat bahwa, parameter curah hujan tinggi pada model arsitektur pohon Roux berpengaruh pada serapan air batang dan transpirasi. Hubungan ini dapat dilihat dari dekatnya garis antara parameter kadar air batang dengan transpirasi. Hal ini berarti bahwa tingginya transpirasi menyebabkan tingginya kadar air batang pada model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Kadar air pada batang sangat diperlukan oleh pohon sebagai cadangan air

23 50 untuk menjaga kondisi di saat musim kemarau, dimana transpirasi akan tinggi. Keadaan ini juga sekaligus menghindari pohon dari cekaman kekurangan air. Karena serapan air pada batang tinggi, memberikan dampak rendahnya persen kadar air tanah model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Hubungan curah hujan dengan kadar air batang untuk kedua model arsitektur pohon memiliki kesamaan. Dimana setiap curah hujan tinggi akan diikuti oleh bertambahnya kadar air batang pada kedua model arsitektur pohon. Kondisi tersebut disebabkan oleh pengaruh kadar air tanah yang berada di bawah masingmasing model arsitektur pohon. Meskipun demikian terdapat perbedaan Kadar air batang kedua model arsitektur pohon. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai kadar air batang yang rendah bila dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Kondisi ini ada hubungannya dengan kadar air tanah di bawah masing-masing tegakan. Kadar air tanah yang tinggi akan menyebabkan akar pohon menyerap air dalam tanah lambat. Daniel et al (1987) menyatakan tanah yang dingin dengan suhu rendah dan kelembaban tinggi dapat mengurangi penyerapan, karena tanah tersebut mengurangi permeabilitas akar dan gerakan air masuk kedalam akar. Kadar air tanah model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr rendah karena suhu yang tinggi mengakibatkan penyerapan yang tinggi pula. Pada biplot analisis komponen utama dapat dilihat bahwa garis kadar air batang lebih dekat dengan parameter transpirasi yang berarti mempunyai kedekatan hubungan antar kedua parameter tersebut. Sebaliknya, pada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, kadar air tanahnya tinggi, menyebabkan suhu yang rendah di dalam tanah sehingga penyerapan menjadi lambat. Penyerapan yang lambat disebabkan karena transpirasi juga lebih kecil dibandingkan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, garis kadar air batang lebih dekat dengan kadar air tanah, sedangkan parameter transpirasi memisah dari komponen lainnya. Faktor kadar air tanah akan turut membentuk suhu dan kelembaban dalam tanah yang mempengaruhi penyerapan akar terhadap air. Kadar air tanah yang tinggi di bawah tegakan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mengurangi daya

24 51 permeabilitas akar terhadap air. Kadar air tanah yang tinggi menyebabkan suhu dalam tanah menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Proses transpirasi dan evaporasi merupakan mekanisme penguapan air pohon dan lahan ke atmosfer. Hasil biplot analisis komponen utama pada gambar 12 dan 13, bila curah hujan tinggi maka laju transpirasi meningkat. Laju transpirasi dikendalikan oleh intensitas cahaya matahari, suhu, kelembaban, dan faktor angin. Saat curah hujan tinggi, penyerapan air juga meningkat dan berimbas pada terbukanya stomata daun. Saat intensitas cahaya tinggi menyebabkan suhu tinggi, dan kelembaban menjadi rendah sehingga laju transpirasi meningkat. Kelembaban udara mempengaruhi situasi kandungan uap di udara. Bila kelembaban rendah, maka akan meningkatkan laju transpirasi. Olehnya, kebutuhan transpirasi juga ditentukan oleh kebutuhan udara terhadap air yang diuapkan melalui mekanisme transpirasi. Artinya, bila uap udara tinggi dimana suhu rendah dan kelembaban tinggi, laju transpirasi cenderung menurun. Sebaliknya, bila uap air di udara rendah dimana suhu tinggi dan kelembaban rendah, maka laju transpirasi akan meningkat. Kadar air dalam tanah juga turut mempengaruhi laju transpirasi, dimana bila kadar air tanah tinggi, maka laju transpirasi akan meningkat. Adanya perbedaan kandungan uap di udara dan di dalam daun menghasilkan penyerapan air dari dalam tanah. Kodisi ini akibat dari menurunnya kandungan air dalam apoplas daun sedangkan kondisi di dalam tanah kandungan airnya tinggi. Akibatnya penarikan air dari sel daun akan berlangsung cepat. Transpirasi menghasilkan gradien potensial air antara tanah dan daun pada pohon, sehingga terjadi kecenderungan air mengalir dari tanah ke tajuk pohon berlangsung cepat. Evaporasi pada dasarnya sama dengan transpirasi yaitu menguapkan sejumlah air ke udara. Hasil biplot analisis komponen utama diketahui bahwa bila curah hujan tinggi evaporasi akan meningkat. Tingginya evaporasi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, cahaya, intensitas cahaya, lamanya penyinaran, dan banyaknya curah hujan. Saat suhu tinggi dan kelembaban rendah maka laju evaporasi meningkat. Jumlah air yang ada di permukaan tanah juga dapat meningkatkan evaporasi. Proses Evaporasi akan meningkat seiring dengan bertambahnya curah hujan. Bila kandungan air di udara rendah (suhu tinggi dan kelembaban rendah) maka laju evaporasi meningkat.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS Koordersiodendron pinnatum Merr DAN KORIBA JENIS Pometia pinnata Forster TERHADAP PARAMETER PERIMBANGAN AIR DI HUTAN TANAMAN ANGGORI MANOKWARI HERU JOKO BUDIRIANTO

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi. (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM

I. TINJAUAN PUSTAKA. (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi. (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM I. TINJAUAN PUSTAKA Penetapan Kebutuhan Air Tanaman (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM 2.1.2 Ekologi Nenas Sunarjono (2004) menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro dengan luas wilayah 50.145,4 ha, secara administratif seluruh wilayahnya berada di Daerah Tingkat II Kabupaten

Lebih terperinci

BEBERAPA PRINSIP DASAR DALAM PEMILIHAN SISTEM PENGAIRAN

BEBERAPA PRINSIP DASAR DALAM PEMILIHAN SISTEM PENGAIRAN BEBERAPA PRINSIP DASAR DALAM PEMILIHAN SISTEM PENGAIRAN Penerapan sistem pengairan sangat tergantung pada perencanaan rancangan jaringan pengairan yang dibuat. Hambatan/kendala dlm perancangan Keadaan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah umum mengenai penanaman hutan pinus, yang dikelola oleh PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun 1967 1974. Menyadari

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 DESKRIPSI VARIETAS LADA LADA VAR. NATAR 1 SK Menteri Pertanian nomor : 274/Kpts/KB.230/4/1988 Bentuk Tangkai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1 1. Keberadaan air yang terdapat di permukaan bumi jumlahnya... tetap semakin berkurang semakin bertambah selalu berubah-ubah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci