ISOLASI DAN PEMURNIAN XANTORIZOL DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) WINA APRIANI SUTISNA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISOLASI DAN PEMURNIAN XANTORIZOL DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) WINA APRIANI SUTISNA"

Transkripsi

1 ISOLASI DAN PEMURNIAN XANTORIZOL DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) WINA APRIANI SUTISNA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRAK WINA APRIANI SUTISNA. Isolasi dan Pemurnian Xantorizol dari Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Dibimbing oleh LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan RUDI HERYANTO. Xantorizol adalah komponen aktif utama dalam minyak atsiri temu lawak. Xantorizol berfungsi sebagai antifungi, antibakteri, antioksidan dan anti-inflamasi. Xantorizol sebelumnya telah berhasil diisolasi dengan menggunakan berbagai metode, salah satunya yaitu metode Asriani (2010) dengan cara ekstraksi pelarut (etanol 96%), asetilasi, Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) dan deasetilasi yang menghasilkan xantorizol dengan kemurnian 99%. Xantorizol yang diperoleh masih belum murni karena ditemukan adanya campuran dengan senyawa lain. Penelitian ini melakukan isolasi xantorizol menggunakan tiga metode modifikasi dari metode Asriani. Metode modifikasi I yaitu melakukan dua kali ekstraksi, yaitu menggunakan pelarut etanol dan heksana. Metode modifikasi II yaitu melakukan tiga kali ekstraksi, yaitu menggunakan pelarut etanol, heksana, dan dietil eter. Metode modifikasi III yaitu melakukan dua kali ekstraksi menggunakan pelarut etanol dan heksana serta melakukan KLTP tahap II pada ekstrak hasil deasetilasi. Metode modifikasi I dan II masing-masing menghasilkan xantorizol dengan kemurnian 78.1 dan 80.1% untuk ekstrak etanol, serta 80.1 dan 88.1% untuk ekstrak heksana. Metode modifikasi III berhasil mengisolasi xantorizol dengan kemurnian yang paling tinggi yaitu 94.3%. Hasil analisis GC- MS menunjukkan salah satu dari dua puncak yang muncul yaitu pada waktu retensi menit dengan luas area 94.3% dan BM adalah xantorizol. Hasil ketiga metode modifikasi masih lebih rendah dari metode Asriani, sehingga metode Asriani masih lebih baik dan lebih efisien. Kata kunci: isolasi, pemurnian, xantorizol, temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

3 ABSTRACT WINA APRIANI SUTISNA. Isolation and Purification of Xanthorrhizol from Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Under direction of LATIFAH KOSIM DARUSMAN and RUDI HERYANTO. Xanthorrhizol is the main active component in the essential oil of temu lawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). Xanthorrhizol has antifungal, antibacterial, antioxidant, and anti-inflammatory activities. Xanthorrhizol is isolated by Asriani (2010) using solvent extraction (ethanol 96%), acetylation, Preparative Thin Layer Chromatography (PTLC), and deacetylation, which produce xanthorrhizol with 99% purity. The xanthorrhizol obtained is not pure because there are still other compounds in the mixture. This research perfoms xanthorrhizol isolation using three different modifications based on Asriani s method. The modified method I conducts two-times extraction: ethanol and hexane extractions. The modified method II conducts three-times extraction: ethanol, hexane, and diethyl ether extractions. The modified method III conducts two-times extraction using ethanol and hexane as solvents, and also conduct PTLC phase II in order to extract the deacetylated product. The modification method I and II produce xanthorrhizol with purity 78.1 and 80.1 % for ethanol extract, and 80.1 and 88.1 % for hexane extract, respectively. Modified method III is able to isolate xanthorrhizol with the highest purity, i.e. 94.3%. GC-MS analysis to the product shows that one of the two peaks appeared at the retention time of minutes with an area of 94.3% and MW is xanthorrhizol. The results from all of these modified methods were lower than Asriani s method, which comes to the conclusion that Asriani s method is better and more efficient. Key words: isolation, purification, xanthorrhizol, temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

4 ISOLASI DAN PEMURNIAN XANTORIZOL DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) WINA APRIANI SUTISNA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul : Isolasi dan Pemurnian Xantorizol dari Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Nama : Wina Apriani Sutisna NIM : G Disetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Prof Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Rudi Heryanto, S.Si., M.Si NIP NIP Diketahui Ketua Departemen Kimia, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS. NIP Tanggal lulus :

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan pertolongan-nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Isolasi dan Pemurnian Xantorizol dari Temu Lawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai Februari 2012 yang bertempat di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS selaku pembimbing pertama dan Rudi Heryanto, S.Si, M.Si selaku pembimbing kedua atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneliti dalam materi temu lawak. Terima kasih juga atas bantuan yang telah diberikan oleh para staf Laboratorium Kimia Analitik (Pak Eman, Bu Nunung, Pak Dede, Pak Engkos) dan staf Laboratorium Biofarmaka (Mba Wiwi, Bu Nunuk, Pak Zaim, Mas Antonio, Mas Endi, Mba Ina) yang telah membantu dalam teknis penelitian. Kemudian terima kasih penulis ucapkan untuk rekan-rekan kerja di Laboratorium Kimia Analitik (Pita, Ilfa, Hanifah, Ichsan, Niati, Kak Redo, Mba Meysi, Teh Diah, Teh Irma) yang telah ikut memberikan bantuan teknis, serta tak lupa untuk Mamah, Bapak, dan keluarga yang senantiasa mendoakan penulis. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca. Bogor, Juni 2012 Wina Apriani Sutisna

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 5 April 1989 dari Bapak Entis Sutisna dan Ibu Nuni Rusmini. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2001 penulis menyelesaikan sekolah di SDN Ciwidey II dan pada tahun 2004 penulis menyelesaikan sekolah di SMPN 1 Ciwidey. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Ciwidey dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Kimia Dasar pada tahun ajaran , asisten Kimia Analitik I dan Kimia Analitik Layanan untuk Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan serta Program Studi Biologi tahun ajaran , asisten Pendidikan Agama Islam tahun ajaran , serta asisten Kimia Bahan Alam pada tahun ajaran Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Balai Penelitian Ternak Ciawi dari bulan Juli sampai Agustus Selain itu, penulis aktif berorganisasi di Ikatan Keluarga Muslim TPB IPB pada tahun , Bina Desa BEM KM IPB pada tahun , dan Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyyah IPB dari tahun

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 METODE... 3 Bahan dan Alat... 3 Lingkup Kerja... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN... 4 Metode Modifikasi I... 4 Metode Modifikasi II... 8 Metode Modifikasi III Perbandingan Hasil Isolasi Metode Asriani dengan Metode Modifikasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 15

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman Temu Lawak Irisan Rimpang Temu Lawak Struktur Kimia Xantorizol Perbandingan Spektrum FTIR Ekstrak Etanol dan Ekstrak Heksana Metode Modifikasi I Sebelum dan Setelah Asetilasi Skema Reaksi Asetilasi Xantorizol Profil KLTP Ekstrak Etanol dan Ekstrak Heksana Perbandingan Spektrum FTIR Ekstrak Etanol dan Ekstrak Heksana Metode Modifikasi I Sebelum dan Setelah Deasetilasi Profil KLT Ekstrak Etanol dan Ekstrak Heksana Hasil Deasetilasi Perbandingan Spektrum FTIR Ekstrak Etanol dan Ekstrak Heksana Metode Modifikasi II Sebelum dan Setelah Asetilasi Profil KLT Dugaan Xantorizol Ekstrak Etanol dan Ekstrak Heksana Metode Modifikasi II Perbandingan Spektrum FTIR Ekstrak Etanol dan Ekstrak Heksana Metode Modifikasi II Sebelum dan Setelah Deasetilasi Profil KLT Dugaan Xantorizol Hasil KLTP Tahap II Struktur Molekul 2-Etoksikarbonil Benzotiol... 13

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan Alir Penelitian Data Kadar Air Profil Kromatogram Standar Xantorizol 100 ppm Profil Kromatogram Ekstrak Etanol Metode Modifikasi I Profil Kromatogram Ekstrak Heksana Metode Modifikasi I Profil Kromatogram Ekstrak Etanol Metode Modifikasi II Profil Kromatogram Ekstrak Heksana Metode Modifikasi II Profil Kromatogram Standar Xantorizol 50 ppm Profil Kromatogram Dugaan Xantorizol Ekstrak Etanol Metode Modifikasi I Profil Kromatogram Dugaan Xantorizol Ekstrak Heksana Metode Modifikasi I Profil Kromatogram Dugaan Xantorizol Ekstrak Etanol Metode Modifikasi II Profil Kromatogram Dugaan Xantorizol Ekstrak Heksana Metode Modifikasi II Profil HPLC Standar Xantorizol 50 ppm Profil HPLC Dugaan Xantorizol Ekstrak Heksana Metode Modifikasi III Data Hasil Analisis GC-MS Data Kemurnian dan Rendemen Xantorizol dari Ketiga Metode Modifikasi... 31

11 PENDAHULUAN Tanaman obat merupakan komoditas yang sangat spesifik, karena persyaratan standar mutu ditetapkan sesuai dengan kandungan senyawa aktif yang berkhasiat obat. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan adalah temu lawak (Kiswanto 2009). Di antara tanaman obat yang termasuk suku Zingiberaceae, simplisia temu lawak merupakan bahan yang terbanyak dipakai di dalam negeri untuk pabrik jamu atau obat tradisional. Konsumsi rata-rata simplisia temu lawak adalah kg/tahun, jahe kg/tahun, dan kencur kg/tahun. Selain digunakan di dalam negeri, simplisia temu lawak juga diekspor ke Singapura, Jerman, dan Taiwan (Syukur & Hernani 2002). Produk setengah jadi dari tanaman temu lawak adalah simplisia, pati, minyak, dan ekstrak. Produk industrinya adalah makanan/minuman, kosmetika, sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul (Deptan 2005). Secara tradisional, temu lawak sangat populer digunakan sebagai pelengkap ramuan jamu. Temu lawak berkhasiat sebagai penurun kolesterol, merangsang keluarnya ASI (Santosa & Gunawan 1999), memperlancar produksi empedu, menghilangkan rasa nyeri, menurunkan panas badan, membunuh bakteri, mengobati jerawat, dan mencegah penyakit hati (MTIC 2002). Rimpang temu lawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temu lawak adalah berbau tajam dan daging umbinya berwarna kekuning-kuningan (Mahendra 2005). Kandungan minyak atsiri dalam rimpang terdiri atas kurkumin, kamfer, glukosida, zat pati, felandren, mirsen, isofuranogermacreene, dan xantorizol (Duryatmo 2003). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen aktif utama dalam minyak atsiri temu lawak yang juga merupakan senyawa khas dari rimpang temu lawak adalah xantorizol (Asriani 2010). Xantorizol mempunyai kemampuan sebagai antifungi (Rukayadi et al. 2006), antibakteri (Rukayadi & Hwang 2006), antioksidan dan antiinflamasi (Lim et al. 2005), antikanker (Ceah et al. 2006, 2009), serta berpotensi untuk menanggulangi flu burung (Darusman et al. 2007). Isolasi xantorizol sebelumnya telah dilakukan oleh Hwang (2000) menggunakan metode ekstraksi pelarut (metanol 75%), kolom kromatografi, serta reaksi asetilasi dan deasetilasi. Akan tetapi rendemen yang dihasilkan masih rendah. Asriani (2010) melakukan modifikasi pada metode Hwang yaitu dengan mengganti pelarut yang digunakan dengan etanol 96% dan tanpa melalui tahap kolom kromatografi untuk menghindari kehilangan sampel yang cukup besar, proses asetilasi dilakukan terhadap ekstrak kasar sebelum pemurnian untuk memperoleh xantorizol dengan rendemen yang lebih besar, serta pemurnian dilakukan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Secara garis besar, metode Asriani adalah ekstraksi pelarut (etanol 96%), asetilasi, deasetilasi, dan KLTP. Rendemen yang dihasilkan dari metode Asriani ini adalah 0.140% (b/b), lebih besar daripada metode Hwang, yaitu hanya 0.064% (b/b). Akan tetapi, metode Asriani (2010) belum berhasil memisahkan xantorizol dengan baik, karena masih diperoleh campuran dengan senyawa lain yang tidak diketahui identitasnya. Pada penelitian ini dilakukan isolasi xantorizol menggunakan tiga metode modifikasi dari metode Asriani (2010). Metode modifikasi I yaitu dengan melakukan proses ekstraksi kembali menggunakan pelarut heksana pada ekstrak kasar hasil ekstraksi dengan etanol. Xantorizol cenderung bersifat lebih non-polar sehingga ekstraksi ulang dengan heksana diduga dapat melarutkan xantorizol dan menghilangkan senyawa yang lebih polar dari xantorizol. Metode modifikasi II yaitu dengan melakukan proses ekstraksi kembali menggunakan pelarut heksana serta dietil eter pada ekstrak kasar hasil ekstraksi dengan etanol. Modifikasi ini selain bertujuan menghilangkan senyawa yang lebih polar juga untuk menghilangkan kemungkinan senyawasenyawa yang bersifat lebih non polar dari xantorizol. Cheah et al (2009) telah berhasil mengisolasi xantorizol menggunakan pelarut dietil eter. Profil kromatogramnya menunjukkan 100% area peak-nya adalah xantorizol. Metode modifikasi III yaitu melakukan ekstraksi kembali dengan heksana pada ekstrak kasar hasil ekstraksi dengan etanol serta melakukan KLTP tahap II pada ekstrak hasil deasetilasi. Modifikasi ini dilakukan ketika profil KLT hasil deasetilasi menunjukkan masih terdapatnya spot lain selain xantorizol, sehingga diharapkan dapat memisahkan xantorizol dengan baik tanpa ada campuran dengan senyawa lain lagi. Penelitian ini bertujuan memperoleh xantorizol murni dari temu lawak dengan melakukan modifikasi pada metode yang digunakan oleh Asriani (2010).

12 2 TINJAUAN PUSTAKA Temu Lawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) dan Komposisi Kimianya Temu lawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) (Gambar 1) dikenal dengan temu lawak (Jawa), koneng gede (Sunda), dan temulabak (Madura). Temu lawak banyak ditemukan di hutan-hutan daerah tropis (Mahendra 2005). Curcuma berasal dari kata Arab kurkum yang berarti kuning, sedangkan xanthorrhiza berasal dari kata Yunani xantos yang berarti kuning dan rhiza yang berarti akar. Dalam bahasa Indonesia disebut temu lawak yang berarti akar kuning. Dalam klasifikasi botani, temu lawak termasuk dalam dunia plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, genus Curcuma, dan spesies Curcuma Xanthorrhiza Roxb (Widiastuty 2006). terganggu, cacingan, kekurangan air susu, eksema, sembelit, kencing darah, ayan, radang ginjal, demam kuning, pelepas gas dalam perut, anti-hiv (Syukur dan Hernani 2002), pelembab pada kosmetik (Tilaar et al. 2008), dan anti jerawat (Batubara 2008). Gambar 2 Irisan rimpang temu (Suryandari 2008) lawak Menurut Kiswanto (2009), kandungan kimia rimpang temu lawak yang memberi arti pada penggunaannya sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri, atau bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Xantorizol dan Aktivitas Biologisnya Gambar 1 Tanaman temu lawak (Anonim 2010) Temu lawak termasuk jenis tumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai 2 meter (Mahendra 2005). Rimpang temu lawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat. Rimpang temu lawak berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna coklat kemerahan atau kuning tua. Daging rimpang berwarna jingga tua atau kecoklatan, beraroma tajam yang menyengat dan rasanya pahit (MTIC 2002). Gambar irisan rimpang temu lawak dapat dilihat pada Gambar 2. Temu lawak secara tradisional telah banyak digunakan di negara-negara Asia Tenggara sebagai pangan dan obat-obatan (Rukayadi et al. 2006). Rimpang temu lawak digunakan sebagai obat kejang, malaria, mencret, kurang nafsu makan, kurang darah, cacar air, radang lambung, getah empedu Xantorizol adalah komponen khas minyak atsiri dari rimpang temu lawak yang termasuk ke dalam kelompok terpena teroksigenasi. Xantorizol memiliki rumus molekul C 15 H 22 O dengan bobot molekul sebesar g/mol. Nama IUPAC-nya 5-(1,5-dimetilheks-4-enil)- 2-metilfenol. Rumus struktur xantorizol dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Struktur kimia xantorizol (Rukayadi & Hwang 2005) Kandungan xantorizol pada rimpang temu lawak dapat diukur dengan menggunakan kromatografi gas (GC), spektrofotometri ultraviolet (UV), maupun kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Widiastuty 2006). Xantorizol mempunyai kemampuan sebagai antifungi pada spesies candida, sehingga dimungkinkan dapat digunakan untuk

13 3 pengobatan candidiasis (Rukayadi et al. 2006), dapat mencegah dan menghilangkan biofilm yang dibentuk oleh Streptococcus mutans (Rukayadi & Hwang 2006; Kim et al. 2002), antimetastatik (Choi et al. 2005), antioksidan dan antiinflamasi (Lim et al. 2005), detoksifikasi, neuroprotektif, dan antiaging (Hwang 2008), serta kombinasinya dengan kurkumin dapat menghambat sel kanker payudara MDA-MB-231 (Cheah et al. 2009). Selain itu, temu lawak berpotensi pula untuk menanggulangi flu burung (Darusman 2007). Ekstraksi Salah satu metode ekstraksi yang sering digunakan adalah metode maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada suhu ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan eksraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan (Lenny dan Zuhra 2005). Hwang (2000) melakukan ekstraksi xantorizol dengan menggunakan pelarut metanol 75%, sedangkan Asriani (2010) melakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Rendemen ekstrak yang lebih besar diperoleh dengan menggunakan metode Asriani (2010), namun masih terdapat senyawa pengganggu pada hasil akhirnya. Cheah et al. (2009) berhasil mengisolasi xantorizol dengan menggunakan pelarut dietil eter namun metode yang digunakan masih kurang efisien. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Beberapa metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Kata kromatografi mengandung makna warna namun tidak ada hubungan langsung kecuali senyawa pertama yang dipisahkan dengan cara ini adalah pigmen hijau tumbuhan (Gritter et al. 1991). Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponenkomponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairanpadatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponenkomponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Clark 2007). KLT dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. KLT preparatif digunakan untuk menghasilkan fraksi murni senyawa. Telah banyak penelitian yang dilakukan menggunakan KLT preparatif untuk isolasi dan pemurnian bahan-bahan alam, diantaranya pemurnian moniliformin dari jagung putih halus (Burmeister et al 1979), isolasi komponen antimikroba dari Sphaeranthus indicus (Sangeetha et al 2010), dan isolasi triterpenoid glikosida dari kulit Terminalia Arjuna (Patnaik 2007). Asriani (2010) menggunakan KLT preparatif untuk memisahkan xantorizol terasetilasi dengan pelarut heksana:etil asetat (10:1), namun masih ditemukan senyawa pengganggu pada hasil akhirnya. METODE Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, pipet ukur, hot plate, shaker, oven, rotavapor, instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT/HPLC), instrumen Fourier Transformation-Infra Red (FT-IR), dan Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry (GC-MS). Bahan-bahan yang digunakan adalah simplisia temu lawak, etanol 96%, etanol p.a., natrium sulfat anhidrat, silika gel, dietil eter, heksana teknis, heksana p.a., etil asetat, petroleum eter, resin penukar kation jenis Amberlite IR 120 tipe H +, HCl 6 M, metanol, HCl, KOH, dan standar xantorizol. Lingkup Kerja Penelitian terdiri dari beberapa tahap (Lampiran 1). Penentuan Kadar Air (AOAC 2000) Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105ºC selama 3 jam. Setelah dibiarkan dingin dalam eksikator, cawan kosong ditimbang. Kemudian ditambahkan 3 gram sampel temu lawak dan dimasukkan ke

14 4 dalam oven bersuhu 105ºC hingga bobotnya konstan. Metode Modifikasi I a. Ekstraksi Sebanyak 250 gram simplisia temu lawak diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut etanol 96% (v/v) selama 6 jam sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan, dan proses diulang dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan disaring dengan kertas saring. Kemudian ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk menghilangkan kandungan air yang masih ada. Selanjutnya disaring kembali sebanyak dua kali dan diuapkan dengan penguap vakum. Ekstrak kasar yang sudah dipekatkan membentuk dua fase sehingga dilakukan partisi menggunakan metode Sajuthi (2001) dengan cara menambahkan 200 ml heksana. Fase heksana dan fase etanol kemudian dianalisis kandungan xantorizolnya dengan metode HPLC. Sistem HPLC yang digunakan ialah kolom C18, detektor UV-Vis, volume injeksi 10 µl, elusi gradien (elusi H 3 PO 4 dan metanol), dan suhu kolom 40 C. b. Asetilasi Ekstrak kental yang diperoleh selanjutnya diasetilasi menggunakan prosedur yang sama dengan prosedur asetilasi metode Asriani yaitu dengan cara melarutkannya ke dalam piridin:asetat anhidrat (1:1, v/v) dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:20 (b/v) dan direaksikan selama 24 jam pada suhu kamar. Produk asetilasi kemudian dicirikan dengan KLT dan FTIR. c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Preparatif Senyawa hasil asetilasi yang diperoleh difraksinasi lanjut dengan KLT preparatif menggunakan eluen heksana:etil asetat (10:1, v/v). d. Deasetilasi Deasetilasi dilakukan dengan cara melarutkannya ke dalam metanol, lalu ditambahkan KOH hingga konsentrasi 3-7%, kemudian dimasukkan ke dalam resin penukar kation selama 3 jam sehingga diperoleh senyawa xantorizol. Pencirian dilakukan dengan menggunakan KLT, FTIR, dan HPLC. Metode Modifikasi II Metode modifikasi II ini sama seperti metode modifikasi I, namun setelah diekstraksi dengan heksana dilakukan ekstraksi kembali dengan dietil eter menggunakan metode Najib (2008). Ekstrak etanol dan heksana masing-masing dilarutkan dalam dietil eter (1:5), kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik. Fraksi yang larut dalam dietil eter dikeluarkan dari labu, dan ke dalam labu ditambahkan lagi dietil eter yang baru lalu diaduk. Proses partisi ini dilakukan hingga pelarut dietil eter yang ditambahkan menjadi bening. Fraksi larut dietil eter dikumpulkan dan diuapkan untuk selanjutnya dilakukan proses asetilasi, KLTP, dan deasetilasi. Metode Modifikasi III Metode modifikasi III merupakan tambahan dari metode modifikasi I, yaitu dilakukan KLTP tahap II menggunakan eluen yang sama pada ekstrak hasil deasetilasi dari metode modifikasi I. Hasil KLTP dicirikan dengan KLT analitik, HPLC, dan GC-MS. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Modifikasi I Penentuan kadar air Penentuan kadar air simplisia temu lawak yang digunakan dilakukan selama 10 hari, yaitu sampai bobot sampel konstan. Berdasarkan data pada Lampiran 2, diperoleh kadar air sampel sebesar 12.81%. Kadar air temu lawak yang diperoleh digunakan untuk mengetahui bobot temu lawak kering yang sebenarnya sehingga persen rendemen xantorizol dan ekstrak kasarnya dapat diketahui. Ekstraksi temu lawak Ekstraksi 250 g temu lawak dengan etanol 96% menghasilkan ekstrak kasar etanol sebanyak gram (11.86%). Hasil ekstraksi tersebut membentuk dua fase disebabkan kandungan lemak yang besar sehingga tidak dapat dilakukan analisis HPLC untuk mengetahui kandungan xantorizol awalnya. Oleh karena itu dilakukan partisi dengan heksana menggunakan metode Sajuthi (2001) dan diperoleh ekstrak dalam fraksi etanol sebanyak gram (30.75%), sedangkan ekstrak dalam fraksi heksana sebanyak gram (35.53%). Analisis HPLC dilakukan untuk mengetahui kandungan xantorizol pada masing-masing ekstrak. Standar xantorizol

15 5 Sebelum asetilasi Setelah asetilasi (a) Sebelum asetilasi Setelah asetilasi (b) Gambar 4 Perbandingan spektrum FTIR ekstrak etanol (a) dan ekstrak heksana (b) metode modifikasi I sebelum dan setelah asetilasi yang digunakan sebesar 100 ppm dengan profil kromatografi pada Lampiran 3. Hasil analisis HPLC dari masing-masing ekstrak menunjukkan kandungan xantorizol dalam fraksi heksana lebih besar daripada fraksi etanol. Pada Lampiran 4 dan 5 dapat dilihat bahwa area peak xantorizol pada fraksi heksana sebesar , sedangkan pada fraksi etanol hanya sebesar Dengan demikian, jika dibandingkan dengan area peak standar xantorizol, kandungan xantorizol pada fraksi etanol dan heksana masing-masing adalah ppm dan ppm. Asetilasi Asetilasi masing-masing ekstrak menggunakan piridin:asetat anhidrat (1:1, v/v) menghasilkan ekstrak etanol sebanyak gram dan ekstrak heksana sebanyak gram. Skema reaksi asetilasi xantorizol dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Skema reaksi asetilasi xantorizol (Cheah et al 2009)

16 6 Perbandingan spektrum IR sebelum dan setelah asetilasi dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil analisis FTIR untuk ekstrak etanol setelah asetilasi menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 1764 cm -1 yang mempresentasikan adanya gugus asetil, sedangkan pada spektrum sebelum asetilasi tidak ditemukan. Begitu pula dengan hasil analisis FTIR dari ekstrak heksana, terdapat serapan pada bilangan gelombang 1767 cm -1, sedangkan pada spektrum sebelum asetilasi tidak ditemukan. Selain itu, jika dilihat dari keberadaan gugus OH, pada spektrum ekstrak etanol dan heksana sebelum asetilasi terdapat serapan yang lebar pada bilangan gelombang 3400 cm -1, sedangkan pada spektrum ekstrak setelah asetilasi juga ditemukan namun intensitasnya jauh lebih kecil. Reaksi asetilasi xantorizol juga dapat diduga berdasarkan efek konjugasi dan induksi dari gugus-gugus fungsi yang terlibat. Gugus asetil dari anhidrida asetat akan cenderung memilih terikat pada gugus fenol dibandingkan terikat pada cincin benzena dari struktur xantorizol. Hal ini dikarenakan efek induksi dari atom oksigen (O) yang lebih dominan dibandingkan efek konjugasi. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) Ekstrak etanol dan heksana hasil asetilasi selanjutnya difraksinasi dengan KLTP menggunakan eluen heksana:etil asetat (10:1). Hasil kromatografi dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil KLTP ekstrak etanol menghasilkan 8 fraksi, sedangkan ekstrak heksana menghasilkan 12 fraksi. Terlihat spot dugaan xantorizol terasetilasi berwarna kuning dengan nilai Rf sebesar 0.75 (a) Dugaan xantorizol terasetilasi Gambar 6 Profil KLTP (a) ekstrak etanol dan (b) (b) ekstrak heksana (6a) dan 0.71 (6b). Larik tersebut dikerok, lalu dilarutkan dalam etanol dan diuapkan dengan rotavapor untuk memperoleh fraksi xantorizol terasetilasi dari masing-masing ekstrak. Deasetilasi Fraksi xantorizol terasetilasi selanjutnya dideasetilasi dengan menggunakan resin penukar kation jenis Amberlite IR 120 tipe H + sehingga menghasilkan fraksi dugaan xantorizol dengan prinsip menukarkan kembali ion asetil yang diperoleh dari hasil asetilasi dengan ion H + yang berasal dari resin. Fraksi dugaan xantorizol tersebut dikarakterisasi dengan FTIR, HPLC, dan KLT analitik. Perbandingan spektrum IR ekstrak etanol dan heksana sebelum dan setelah asetilasi dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil analisis FTIR ekstrak etanol menunjukkan adanya kembali serapan yang lebar pada bilangan gelombang cm -1 yang menunjukkan terbentuknya kembali gugus OH xantorizol. Kemudian telah hilangnya gugus asetil ditunjukkan dengan hilangnya pula serapan pada daerah 1700 cm -1. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi deasetilasi berhasil dengan baik. Spektrum IR ekstrak heksana menunjukkan masih adanya serapan dengan intensitas cukup besar pada daerah serapan 1700 cm -1, sedangkan pada daerah serapan 3300 cm -1 terdapat serapan cukup lebar namun tidak terlalu berbeda dengan serapan sebelum deasetilasi. Dengan demikian xantorizol pada ekstrak heksana belum terdeasetilasi seluruhnya. Hasil analisis HPLC dugaan xantorizol dari ekstrak etanol dan heksana dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Berdasarkan hasil kromatogram ekstrak etanol, terlihat peak dugaan xantorizol dengan luas area cukup besar pada waktu retensi menit. Sama halnya pada kromatogram ekstrak heksana, terlihat peak dugaan xantorizol yang besar pada waktu retensi Jika dibandingkan dengan kromatogram standar xantorizol (Lampiran 8) yang menunjukkan waktu retensi xantorizol adalah menit, maka metode ini diduga berhasil mengisolasi xantorizol. Diketahui bahwa xantorizol pada ekstrak etanol memiliki persen area peak sebesar 78.15%, sedangkan xantorizol pada ekstrak heksana memiliki persen area peak sebesar 80.09%. Kemudian dari data luas area xantorizol masing-masing ekstrak diperoleh konsentrasi xantorizol pada ekstrak etanol sebesar ppm sedangkan pada ekstrak

17 7 Sebelum deasetilasi Setelah deasetilasi (a) Sebelum deasetilasi Setelah deasetilasi heksana sebesar ppm. Dengan demikian xantorizol yang diperoleh pada ekstrak heksana memiliki kemurnian dan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada ekstrak etanol. Namun berdasarkan perhitungan dengan standar, ekstrak etanol memiliki kemurnian 87.5%, sedangkan ekstrak heksana hanya 61.43%. Hasil KLT analitik dugaan xantorizol dapat dilihat pada Gambar 8. Spot dugaan xantorizol pada ekstrak etanol memiliki nilai Rf sebesar 0.49, sedangkan pada ekstrak heksana memiliki nilai Rf Hasil KLT dari kedua ekstrak menunjukkan masih adanya dua spot lain dengan nilai Rf 0.75 dan 0.81, sehingga metode modifikasi I ini belum berhasil mengisolasi xantorizol dengan murni. Spot lain yang muncul tersebut diduga salah (b) Gambar 7 Perbandingan spektrum FTIR ekstrak etanol (a) dan ekstrak heksana (b) metode modifikasi I sebelum dan setelah deasetilasi satunya adalah xantorizol yang masih terasetilasi karena belum optimalnya proses deasetilasi yang dilakukan. Berdasrkan hasil perhitungan diketahui kandungan xantorizol total pada sampel adalah 3.9 x 10-5 %. Metode modifikasi I ini awalnya Dugaan xantorizol Gambar 8 Profil KLT (a) ekstrak etanol dan (b) ekstrak heksana hasil deasetilasi

18 8 merupakan verifikasi dari metode Asriani. Akan tetapi, hasil ekstraksi dengan etanol menghasilkan ekstrak kasar yang membentuk dua fase sehingga dilakukan partisi dengan heksana dan ternyata xantorizol justru lebih banyak terlarut di dalam heksana dibandingkan etanol. Hal ini menyebabkan tidak dapat dilakukannya verifikasi metode Asriani. Metode Modifikasi II Ekstraksi 250 g temu lawak dengan etanol 96% menghasilkan ekstrak kasar etanol sebanyak 27,1933 gram. Sama halnya dengan metode modifikasi I, hasil ekstraksi tersebut membentuk dua fase sehingga dilakukan partisi dengan heksana dan dihasilkan ekstrak dalam fraksi etanol (b) sebanyak gram (23.57%), sedangkan ekstrak dalam fraksi heksana sebanyak gram (31.55%). Begitu pula dengan hasil analisis HPLC dari masing-masing ekstrak, kandungan xantorizol dalam fraksi heksana lebih besar daripada fraksi etanol. Pada Lampiran 6 dan 7 dapat dilihat bahwa area peak xantorizol pada fraksi heksana sebesar , sedangkan pada fraksi etanol hanya sebesar Dengan demikian, kandungan xantorizol pada fraksi etanol dan heksana masing-masing adalah ppm dan ppm. Hal ini disebabkan sifat xantorizol yang cenderung non-polar sehingga lebih terlarut ke dalam pelarut non-polar. Masing-masing ekstrak diekstraksi ulang dengan dietil eter menggunakan metode Najib (2008). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan senyawa yg lebih non-polar dari xantorizol. Ekstraksi ulang dengan dietil eter menghasilkan ekstrak sebanyak gram (32.78%) untuk ekstrak etanol, dan gram (3.30%) untuk ekstrak heksana. Asetilasi masing-masing ekstrak dilakukan menggunakan metode yang sama dengan Asriani (2010), yaitu menggunakan piridin:asetat anhidrat (1:1, v/v). Dihasilkan ekstrak etanol sebanyak gram (85.99%) dan ekstrak heksana sebanyak gram (79.67%). Ekstrak sebelum dan sesudah asetilasi dianalisis dengan FTIR. Hasil analisis FTIR untuk ekstrak etanol dan heksana sebelum dan setelah asetilasi dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil analisis FTIR untuk ekstrak etanol setelah asetilasi menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 1765 cm -1 yang mempresentasikan adanya gugus asetil, sedangkan pada spektrum sebelum asetilasi tidak ditemukan. Begitu pula dengan hasil analisis FTIR dari ekstrak heksana, terdapat serapan pada bilangan gelombang 1752 cm -1, sedangkan pada spektrum ekstrak sebelum asetilasi tidak ditemukan. Selain itu, sama halnya dengan ekstrak hasil metode modifikasi I, pada spektrum ekstrak etanol dan heksana sebelum asetilasi terdapat serapan yang lebar pada bilangan gelombang 3400 cm -1, sedangkan pada spektrum ekstrak setelah asetilasi juga ditemukan namun intensitasnya jauh lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa proses asetilasi berhasil dilakukan namun efisiensi reaksi tidak mencapai 100%. Ekstrak etanol dan heksana hasil asetilasi selanjutnya difraksinasi dengan KLTP menggunakan eluen yang sama dengan metode Asriani (2010), yaitu heksana:etil asetat (10:1). Hasil KLTP menunjukkan terdapat 9 fraksi pada ekstrak etanol dan 11 fraksi pada ekstrak heksana. Terlihat spot dugaan xantorizol dengan nilai Rf sebesar Larik tersebut dikerok, lalu dilarutkan dalam etanol dan diuapkan dengan rotavapor untuk memperoleh fraksi xantorizol terasetilasi dari masing-masing ekstrak. Fraksi xantorizol terasetilasi selanjutnya dideasetilasi menggunakan resin penukar kation jenis Amberlite IR 120 sehingga menghasilkan fraksi dugaan xantorizol. Setelah itu fraksi dugaan xantorizol tersebut dikarakterisasi dengan KLT analitik, FTIR dan HPLC. Hasil KLT analitik dari kedua ekstrak dapat dilihat pada Gambar 10. Spot dugaan xantorizol pada ekstrak etanol memiliki nilai Rf 0.47, sedangkan pada ekstrak heksana memiliki nilai Rf sebesar Spot dugaan xantorizol pada ekstrak etanol memiliki nilai Rf lebih kecil karena laju elusi tidak lurus. Laju elusi sempat berbelok ke samping kiri. Profil kromatografi kedua ekstrak menunjukkan masih adanya beberapa spot lain sehingga xantorizol yang diperoleh dari metode ini masih belum murni. Diduga spotspot tersebut adalah senyawa turunan xantorizol yang masih terasetilasi. Perbandingan spektrum IR sebelum dan setelah deasetilasi dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan spektrum FTIR yang diperoleh, baik pada ekstrak etanol maupun heksana terlihat kembali serapan dengan intensitas yang cukup besar pada daerah serapan 3400 cm -1 yang menunjukkan telah terbentuknya kembali gugus OH dari xantorizol.

19 9 Sebelum asetilasi Setelah asetilasi (a) Sebelum asetilasi Setelah asetilasi (a) Gambar 9 Perbandingan spektrum FTIR ekstrak etanol (a) dan ekstrak heksana (b) metode modifikasi II sebelum dan setelah asetilasi (b) Dugaan xantorizol Gambar 10 Profil KLT fraksi dugaan xantorizol (a) ekstrak etanol dan (b) ekstrak heksana metode modifikasi II Jika dilihat dari serapan gugus asetil, pada (b) spektrum ekstrak etanol sudah tidak terdapat serapan pada daerah 1760 cm -1, namun pada ekstrak heksana masih terdapat serapan dengan intensitas rendah. Hal ini menunjukkan masih terdapatnya xantorizol yang belum terdeasetilasi. Hasil analisis HPLC ekstrak etanol dan heksana metode modifikasi dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Berdasarkan hasil kromatogram ekstrak etanol, terlihat peak dugaan xantorizol dengan luas area cukup besar pada waktu retensi menit. Sama halnya pada kromatogram ekstrak heksana, terlihat peak dugaan xantorizol yang besar pada waktu retensi Jika dibandingkan dengan kromatogram standar xantorizol

20 10 Sebelum deasetilasi Setelah deasetilasi (a) Sebelum deasetilasi Setelah deasetilasi (b) Gambar 11 Perbandingan spektrum FTIR ekstrak etanol (a) dan ekstrak heksana (b) metode modifikasi II sebelum dan setelah deasetilasi (Lampiran 8) yang menunjukkan waktu retensi xantorizol sebesar menit, maka metode modifikasi II ini diduga berhasil mengisolasi xantorizol. Diketahui bahwa xantorizol pada ekstrak etanol memiliki persen area peak sebesar 80.09%, sedangkan xantorizol pada ekstrak heksana memiliki persen area peak sebesar 88.07%. Kemudian dari data luas area xantorizol masing-masing ekstrak diperoleh konsentrasi xantorizol pada ekstrak etanol sebesar ppm sedangkan pada ekstrak heksana sebesar ppm. Namun berdasarkan perhitungan dengan menggunakan data kromatogram standar, xantorizol pada ekstrak etanol hanya memiliki kemurnian 62.5%, sedangkan pada ekstrak heksana hanya 65%. Xantorizol pada ekstrak heksana memiliki konsentrasi dan kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol. Berdasarkan hasil perhitungan xantorizol dari kedua ekstrak, diketahui kandungan xantorizol total pada sampel adalah 1.7 x 10-5 %. Dengan demikian metode ini b erhasil mengisolasi xantorizol namun belum 100% murni. Metode Modifikasi III Metode modifikasi III ini merupakan tambahan dari metode modifikasi I, yaitu dilakukan KLTP tahap II pada ekstrak hasil deasetilasi dari metode modifikasi I. Ekstrak

21 11 heksana dipilih karena memiliki kemurnian dan konsentrai yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol. KLTP tahap II ini masih menggunakan eluen yang sama yaitu heksana:etil asetat (10:1). Hasil KLTP tahap II dicirikan dengan KLT analitik, HPLC, dan GC-MS. Profil KLT fraksi dugaan xantorizol hasil KLTP tahap II dapat dilihat pada Gambar 12. Terlihat bahwa hanya ada satu spot pada hasil KLT tersebut yang diduga adalah xantorizol dengan nilai Rf sebesar 0.42, sehingga metode ini diduga berhasil mengisolasi xantorizol dengan murni. xantorizol Gambar 12 Profil KLT dugaan xantorizol hasil KLTP tahap II Berdasarkan hasil analisis HPLC pada Lampiran 14, terlihat satu peak yang luas pada waktu retensi menit dengan luas area sebesar %. Jika dibandingkan dengan kromatogram standar xantorizol (Lampiran 13), waktu retensi xantorizol adalah menit dengan luas area sebesar %. Hal ini menunjukkan metode ini berhasil mengisolasi xantorizol dengan kemurnian yang lebih tinggi daripada standar xantorizol yang digunakan. Namun berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan data kromatogram standar xantorizol, diketahui kemurnian xantorizol yang diperoleh adalah 90%. Kemudian pada hasil analisis HPLC terlihat masih adanya dua peak lain yang muncul yaitu pada waktu retensi dan menit dengan persen area masingmasing sebesar 1.435% dan 0.961%. Jika diperhatikan, pada semua hasil analisis HPLC baik standar xantorizol maupun sampel, selalu muncul peak pada waktu retensi sekitar 2.4 menit, sehingga diduga peak yang muncul tersebut merupakan pelarut. Dengan demikian hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa xantorizol yang diisolasi masih belum murni karena masih ditemukan campuran dengan satu senyawa lain yang belum teridentifikasi Hal ini dibuktikan pula dengan hasil analisis GC-MS pada Lampiran 15. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh dua puncak pada waktu retensi dan menit. Puncak pada waktu retensi 11.4 menit dipastikan merupakan xantorizol dengan BM 218.0, sedangkan puncak pada waktu retensi teridentifikasi sebagai senyawa 2- etoksikarbonil benzotiazol. Jika dibandingkan dengan puncak pada waktu retensi 11.36, puncak xantorizol memiliki luas area yang jauh lebih besar yaitu , sedangkan puncak pada waktu retensi hanya memiliki luas area , sehingga jika xantorizol tersebut dianggap murni 100%, maka pengotor pada isolat tersebut sebesar 6.09%. Akan tetapi berdasarkan perhitungan total keseluruhan, diperoleh luas area sebesar 94.26% untuk xantorizol, dan 5.74% untuk senyawa 2-etoksikarbonil benzotiazol. Puncak lain yang muncul tersebut memiliki waktu retensi yang cukup berdekatan dengan xantorizol. Hal ini menunjukkan senyawa tersebut memiliki kepolaran yang hampir sama dengan xantorizol sehingga sulit dipisahkan. Dengan demikian metode modifikasi III ini pun belum berhasil mengisolasi xantorizol dengan kemurnian 100%, yaitu hanya diperoleh xantorizol dengan kemurnian 97.60%. Perbandingan Hasil Isolasi Xantorizol menggunakan Metode Asriani dengan Metode Modifikasi Perbandingan kemurnian dan rendemen xantorizol hasil isolasi menggunakan metode Asriani dengan metode modifikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Data kemurnian dan rendemen xantorizol hasil isolasi dengan metode Asriani dan metode modifikasi Metode Asriani Ekstrak etanol Modifikasi I Ekstrak etanol Ekstrak heksana Modifikasi II Ekstrak etanol Ekstrak heksana Modifikasi III Ekstrak heksana Kemurnian Kemurnian Rendemen (%) a (%) b (%) a berdasarkan persen area (HPLC) b berdasarkan perhitungan dengan standar

22 12 Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa kemurnian xantorizol yang paling tinggi dihasilkan dengan metode Asriani, yaitu 99.5%. Contoh perhitungan kemurnian dan rendemen dari masing-masing metode modifikasi dapat dilihat pada Lampiran 16. Tambahan proses ekstraksi dengan heksana maupun dietil eter yang dilakukan pada metode modifikasi I dan II belum dapat memisahkan xantorizol dengan baik, begitu pula halnya dengan KLTP tahap II yang dilakukan pada metode modifikasi III. Pada isolat tersebut masih ditemukan campuran dengan satu senyawa lain yang kepolarannya hampir sama dengan xantorizol. Senyawa tersebut teridentifikasi sebagai senyawa 2-etoksikarbonil benzotiazol (Gambar 13). Gambar 13 Struktur molekul 2-etoksikarbonil benzotiazol Berdasarkan hasil analisis GC-MS, senyawa 2-etoksikarbonil benzotiazol tersebut memiliki nilai Rf yang lebih kecil daripada xantorizol. Kolom yang digunakan pada instrumen GC-MS adalah kolom HP-5 yang merupakan jenis kolom non-polar. Dengan demikian dapat diketahui bahwa senyawa tersebut bersifat lebih polar daripada xantorizol karena keluar dari kolom lebih dulu dibandingkan xantorizol. Xantorizol hasil isolasi dengan metode Asriani (2010) juga menunjukkan masih adanya campuran dengan satu senyawa lain yang belum teridentifikasi. Berdasarkan hasil analisis KLT-nya, senyawa tersebut memiliki nilai Rf yang lebih kecil dibandingkan xantorizol. Senyawa tersebut lebih lama tertahan pada silika gel sehingga dapat diketahui bahwa senyawa tersebut lebih polar daripada xantorizol. Dengan demikian dapat diduga bahwa senyawa yang belum teridentifikasi pada hasil isolasi dengan metode Asriani adalah senyawa yang sama dengan hasil isolasi dari metode modifikasi III yaitu senyawa 2-etoksikarbonil benzotiazol. Penyebab tidak murninya xantorizol yang dihasilkan diduga karena belum optimalnya proses asetilasi dan deasetilasi yang dilakukan sehingga xantorizol belum terasetilasi dan terdeasetilasi seluruhnya, juga diduga karena terbentuknya senyawa turunan xantorizol. Meskipun menghasilkan xantorizol dengan kemurnian paling tinggi dibandingkan metode modifikasi lainnya, namun metode modifikasi III pun belum bisa menghasilkan xantorizol dengan kemurnian 100% dan masih lebih rendah dari metode Asriani. Berdasarkan data rendemen xantorizol yang dihasilkan pun, masih jauh lebih tinggi metode Asriani. Jika dibandingkan dengan data dari kromatogram xantorizol ekstrak kasar, diketahui telah banyak xantorizol yang hilang selama proses isolasi. Hal ini disebabkan tahapan proses yang lebih banyak dibandingkan metode Asriani. Dengan demikian metode Asriani masih lebih baik dan lebih efisien. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ketiga metode modifikasi yang dilakukan berhasil mengisolasi xantorizol namun belum 100% murni karena masih ditemukan campuran dengan senyawa lain. Kemurnian xantorizol yang paling tinggi dihasilkan dengan menggunakan metode modifikasi III. Akan tetapi hasil tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan metode Asriani. Dengan demikian metode Asriani masih lebih baik dan lebih efisien daripada metode modifikasi yang digunakan. Saran Perlu dilakukan optimasi reaksi asetilasi dan deasetilasi untuk memastikan xantorizol berhasil terasetilasi dan terdeasetilasi kembali seluruhnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim Temu lawak. Earthcare Enterprises. [terhubung berkala]. wak.htm. [8 Desember 2011]. AOAC Official Methods of Analysis of The Association Official Analytical Chemists. Washington DC: AOAC International. Asriani D Isolasi xantorizol dari temu lawak terpilih berdasarkan nomor harapan

23 13 [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H Antiacne potency of Temu Lawak. The First International Symposium on Temu Lawak. Bogor, Mei. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka. Hlm Burmeister HR, Ciegler A, Fesonder RF Moniliformin, a metabolite from Fusarium monoliforme NRRL 6332: purification and toxicity. Applied and Environmental Microbiology 37 (1): Cheah et al Combined xanthorrhizolcurcumin exhibits synergistic growth inhibitory activity via apoptosis induction in human breast cancer cells MDA-MB Cancer Cell International 9:1. Choi et al Xanthorrhizol, a natural sesquiterpenoid from Curcuma xanthorrhiza, has an anti-metastatic potential in experimental mouse lung metastasis model. Biochemical and Biophysical Research Communications 326: Clark J Kromatografi lapis tipis. Situs Kimia Indonesia. [terhubung berkala]. kromatografi1/kromatografi_lapis_tipis/. [8 Februari 2011]. Darusman et al Potensi temu lawak terstandar untuk menanggulangi flu burung. [terhubung berkala]. handle/ /.../2007lkd_latif.doc? [8 Februari 2011]. [Deptan] Departemen Pertanian Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Duryatmo S Aneka Ramuan Berkhasiat dari Temu-Temuan. Jakarta: Puspa Swara. Hwang JK Xanthorrizol: A new bioactive natural compound. Seoul: Departement of Biotechnology, Yonsei University. Hwang JK Industrial potential of Curcuma xanthorrhiza as antibacterial and anti-inflammatory agents. The First International Symposium on Temu Lawak. Bogor, Mei. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka. Hlm Kiswanto Y Perubahan kadar senyawa bioaktif rimpang temu lawak dalam penyimpanan. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian. Lenny S, Zuhra CF Isolasi dan uji bioaktivitas kandungan kimia utama puding merah dengan metode uji brine shrimp. Jurnal Komunikasi Penelitian: 17 (5). Lim et al Antioxidant and antiinflammatory activities of xanthorrhizol in hippocampal neurons and primary cultured microglia. J Neurosci Res 82 (6): Mahendra B Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta: Penebar Swadaya. [MTIC] Martha Tilaar Inovation Center Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Jakarta: Penebar Swadaya. Najib A Isolasi dan identifikasi komponen kimia ekstrak dietil eter daun senggani (Melastoma malabathricum L.). Majalah Farmasi dan Farmakologi 12(1). Patnaik T, Dey RK, Gouda P Isolation of triterpenoid glycoside from bark of Terminalia arjuna using chromatographic technique and investigation of pharmacological behavior upon muscle

24 14 tissues. E-Journal of Chemistry 4(4): Rukayadi Y, Hwang JK In vitro activity of xanthorrhizol against Streptococcus mutans biofilms. Lett Appl Microbiol 42(4): Santosa D, Gunawan D Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit. Jakarta: Penebar Swadaya. Syukur C dan Hernani Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya. Rukayadi Y, Yong D, Hwang JK In vitro anticandidal activity of xanthorrhizol isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb. Journal of Antimicrobial Chemotherapy doi: /jac/dkl132. Tilaar et al Research of Curcuma xanthorrhiza extract for cosmetic use. The First International Symposium on Temu Lawak. Bogor, Mei. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka. Hlm Sajuthi D Ekstraksi, fraksinasi, karakterisasi, dan uji hayati in vitro senyawa bioaktif daun dewa (Gynura pseudopina (Linn.) DC.) sebagai antikanker, tahap II. Buletin Kimia (1): Widiastuty W Teknik spektroskopi inframerah transformasi fourier untuk penentuan profil kadar xantorizol dan aktivitas antioksidan temu lawak. [skripsi]. Bogor: FMIPA IPB. Sangeetha et al Isolation an antimicrobial compound from Sphaeranthus indicus against human pathogens. International Journal of Biotechnology and Biochemistry 6 (4):

25 LAMPIRAN 15

26 15 Lampiran 1 Bagan alir penelititan Dimaserasi 6 jam dengan EtOH (96%, v/v), didiamkan 24 jam, dan disaring (3x ulangan) Sampel temu lawak Ekstrak etanol cair Ekstrak etanol pekat Ditambahkan Na 2 SO 4 anhidrat, disaring dan diuapkan (40 C) Diekstraksi dengan heksana Dimaserasi dengan dietil eter Ekstrak etanol Asetilasi Ekstrak heksana Dimaserasi dengan dietil eter Ekstrak terasetilasi KLT Preparatif (heksana:etil asetat 10:1) Fraksi Xantorizol Terasetilasi Deasetilasi KLTP Tahap II (heksana:etil asetat 10:1) Keterangan: Metode Asriani Modifikasi I Modifikasi II Modifikasi III Xantorizol

27 16 Lampiran 2 Kadar Air Sampel Temu Lawak Metode Modifikasi I dan III Ulangan Bobot wadah Bobot Bobot Bobot kering Kadar air kosong (g) basah (g) akhir (g) (g) (%) 1 1,9487 3,0004 4,5678 2, , ,9613 3,0071 4,5418 2, , ,9498 3,0061 4,5473 2, ,5924 Rerata 13,4957 Sampel Temu Lawak Metode Modifikasi II Ulangan Bobot wadah Bobot Bobot Bobot kering Kadar air kosong (g) basah (g) akhir (g) (g) (%) 1 1,9531 3,0072 4,5760 2, , ,9336 3,0138 4,5341 2, , ,9288 3,0000 4,5704 2, ,9467 Rerata 12,8132 Contoh Perhitungan: Ulangan 1 metode modifikasi I Kadar air = = = %

28 Lampiran 3 Profil kromatogram standar xantorizol 100 ppm 17

29 18 Lampiran 4 Profil kromatogram ekstrak etanol metode modifikasi I Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] x fp = x 100 ppm x 10 = ppm

30 19 Lampiran 5 Profil kromatogram ekstrak heksana metode modifikasi I Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] x fp = x 100 ppm x 25 x 5 = ppm Kadar xantorizol total (%) = = 3.9 x 10-3 = %

31 20 Lampiran 6 Profil kromatogram ekstrak etanol metode modifikasi II Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] x fp = x 100 ppm x 10 = ppm

32 21 Lampiran 7 Profil kromatogram ekstrak heksana metode modifikasi II Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] x fp = x 100 ppm x 25 x 5 = ppm Kadar xantorizol total (%) = = 4.3 x 10-3 = %

33 Lampiran 8 Profil kromatogram standar xantorizol 50 ppm 22

34 23 Lampiran 9 Profil kromatogram dugaan xantorizol ekstrak etanol (metode modifikasi I) Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] = x 5 ppm = ppm

35 24 Lampiran 10 Profil kromatogram dugaan xantorizol ekstrak heksana (metode modifikasi I) Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] = x 50 ppm = ppm Kadar xantorizol total (%) = = 3.9 x 10-5 %

36 25 Lampiran 11 Profil kromatogram dugaan xantorizol ekstrak etanol (metode modifikasi II) Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] = x 50 ppm = ppm

37 26 Lampiran 12 Profil kromatogram dugaan xantorizol ekstrak heksana (metode modifikasi II) Kadar xantorizol (ppm) = x [standar] = x 50 ppm = ppm Kadar xantorizol total (%) = = 1.7 x 10-5 %

38 Lampiran 13 Profil kromatogram standar xantorizol 50 ppm 27

39 Lampiran 14 Profil kromatogram dugaan xantorizol ekstrak heksana (metode modifikasi III) 28

40 29 Lampiran 15 Data hasil analisis GC-MS A b u n d a n c e T I C : X A N T H O R I Z O L U L A N G 1. D T i m e - - > A b u n d a n c e m / z - - > A b u n d a n c e S c a n ( m i n ) : X A N T H O R I Z O L U L A N G 1. D m / z - - > # : X a n t h o r r h i z o l $ $ P h e n o l, 5 - ( 1, 5 - d i m e t h y l h e x e n y

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMULAWAK TERPILIH BERDASARKAN NOMOR HARAPAN DIAN ASRIANI

ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMULAWAK TERPILIH BERDASARKAN NOMOR HARAPAN DIAN ASRIANI ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMULAWAK TERPILIH BERDASARKAN NOMOR HARAPAN DIAN ASRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.) SKRIPSI PUTRI N E NAIBORHU

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.) SKRIPSI PUTRI N E NAIBORHU ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.) SKRIPSI PUTRI N E NAIBORHU 090802051 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

YOVITA NOVELINA ISOLASI LIGNAN DARI BIJI LABU CUCURBITA PEPO L. PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

YOVITA NOVELINA ISOLASI LIGNAN DARI BIJI LABU CUCURBITA PEPO L. PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI YOVITA NOVELINA 10702067 ISOLASI LIGNAN DARI BIJI LABU CUCURBITA PEPO L. PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 Pada kutipan atau saduran skripsi ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) Tanggal Praktikum : 02 Oktober 2014 Tanggal Pengumpulan: 9 Oktober

Lebih terperinci

ANNISA RAHMAYANI TELAAH KANDUNGAN KIMIA RAMBUT JAGUNG (ZEA MAYS L.) PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

ANNISA RAHMAYANI TELAAH KANDUNGAN KIMIA RAMBUT JAGUNG (ZEA MAYS L.) PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI ANNISA RAHMAYANI 10703024 TELAAH KANDUNGAN KIMIA RAMBUT JAGUNG (ZEA MAYS L.) PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2 0 0 7 Pada kutipan atau saduran skripsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) Hindra Rahmawati 1*, dan Bustanussalam 2 1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

ISOLASI SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA BATANG PRANAJIWA

ISOLASI SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA BATANG PRANAJIWA ISOLASI SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA BATANG PRANAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch) Benn) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIKANKER

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ Nadiah 1*, Rudiyansyah 1, Harlia 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BUNGA TUMBUHAN MAWAR PUTIH (Rosa hybrida L.) SKRIPSI RUT SAMAYANA LUBIS

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BUNGA TUMBUHAN MAWAR PUTIH (Rosa hybrida L.) SKRIPSI RUT SAMAYANA LUBIS 1 ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BUNGA TUMBUHAN MAWAR PUTIH (Rosa hybrida L.) SKRIPSI RUT SAMAYANA LUBIS 110802041 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN AKALIFA (Acalypha wilkesiana Muell. Arc.) SKRIPSI SISKA NELVI ANNA

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN AKALIFA (Acalypha wilkesiana Muell. Arc.) SKRIPSI SISKA NELVI ANNA i ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN AKALIFA (Acalypha wilkesiana Muell. Arc.) SKRIPSI SISKA NELVI ANNA 100802069 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.) SKRIPSI RIA AGNES ADELINA MANALU

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.) SKRIPSI RIA AGNES ADELINA MANALU ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.) SKRIPSI RIA AGNES ADELINA MANALU 100802048 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.) Diah Widowati, Yunahara Farida, Titiek Martati ABSTRAK Telah dilakukan penelitian kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Ampas Tebu Pencirian: Analisis Komposisi Kimia (Proksimat) Pencirian Selulosa: Densitas, Viskositas, DP, dan BM Preparasi Ampas Tebu Modifikasi Asetilasi (Cequeira

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

2018 UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018 UNIVERSITAS HASANUDDIN Konversi Etil p-metoksisinamat Isolat dari Kencur Kaempferia galanga L. Menjadi Asam p-metoksisinamat Menggunakan Katalis Basa NaH Murtina*, Firdaus, dan Nunuk Hariani Soekamto Departemen Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephellium lappaceum L.) SKRIPSI DEWI F SIRINGORINGO

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephellium lappaceum L.) SKRIPSI DEWI F SIRINGORINGO ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephellium lappaceum L.) SKRIPSI DEWI F SIRINGORINGO 100802030 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) dan Umbi Bawang Sabrang (Eleutherinae

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 6. Tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida H.B.&K.) Lampiran 3 Gambar 7. Herba suruhan (peperomiae pellucidae herba) Lampiran 4 Gambar 8. Simplisia herba suruhan (Peperomiae

Lebih terperinci

EKSTRAK SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID BUAH MAHKOTA DEWA ROLIF HARTIKA

EKSTRAK SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID BUAH MAHKOTA DEWA ROLIF HARTIKA AKTIVITAS INHIBISI α-glukosidase EKSTRAK SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID BUAH MAHKOTA DEWA ROLIF HARTIKA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Persiapan sampel Sampel kulit kayu Intsia bijuga Kuntze diperoleh dari desa Maribu, Irian Jaya. Sampel kulit kayu tersedia dalam bentuk potongan-potongan kasar. Selanjutnya,

Lebih terperinci

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI OLEH : I MADE ADI SUARDHYANA NIM. 1108105005 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA ABSTRAK Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa flavonoid dari kulit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian Serbuk daun kepel Ekstrak kental metanol Penentuan kadar air dan kadar abu Maserasi dengan metanol Ditambah metanol:air (7:3) Partisi dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU

STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU 2443012090 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL ABSTRAK POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL Produksi minyak bumi mengalami penurunan berbanding terbalik dengan penggunaannya yang semakin meningkat setiap

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN PAMERAN Tumbuhan obat indonesia xxviii ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) Diah Widowati dan Faridah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman AGF yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

Metode Ekstraksi dan Pemisahan Optimum Untuk Isolasi Xantorizol dari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

Metode Ekstraksi dan Pemisahan Optimum Untuk Isolasi Xantorizol dari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Jurnal Jamu Indonesia (2017) 2(2): 43-50 Artikel Penelitian Metode Ekstraksi dan Pemisahan Optimum Untuk Isolasi Xantorizol dari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Penulis Wulan Tri Wahyuni 1,2,*, Herdiyanto

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah mengekstrak polipeptida dari ampas kecap melalui cara pengendapan dengan

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 44 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni (Antidesma bunius (L.) Spreng.) Tumbuhan pohon

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian yang termasuk gabungan dari penelitian jenis eksperimental laboratorik dan eksperimental

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons 96 97 98 Lampiran 2. Pembuatan Larutan untuk Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia salina Leach A. Membuat Larutan Stok Diambil 20 mg sampel kemudian dilarutkan

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN METODE EKSTRAKSI DAN ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) HERDIYANTO

PENGOPTIMUMAN METODE EKSTRAKSI DAN ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) HERDIYANTO PENGOPTIMUMAN METODE EKSTRAKSI DAN ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) HERDIYANTO DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI GLYCYRRHIZAE RADIX

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI GLYCYRRHIZAE RADIX IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI GLYCYRRHIZAE RADIX, BORNEO CAMPHOR, DAN COPTIDIS RHIZOMA TERHADAP Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus DHESTI SETYO WULAN DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus champeden Spreng yang diperoleh dari Kp.Sawah, Depok, Jawa Barat,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK Wirasuta, I.M.A.G. 1), Astuti, N.M.W. 1), Dharmapradnyawati, N.N.P. 1), Wiputri,

Lebih terperinci