STUDI PENETAPAN TARIF DASAR LISTRIK MINIMUM KELUARGA MISKIN di SURABAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENETAPAN TARIF DASAR LISTRIK MINIMUM KELUARGA MISKIN di SURABAYA"

Transkripsi

1 STUDI PENETAPAN TARIF DASAR LISTRIK MINIMUM KELUARGA MISKIN di SURABAYA Panji Pamungkas Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih Sukolilo Surabaya 0111 Abstrak Energi listrik sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia. Namun pada kenyataanya belum semua penduduk Indonesia khususnya kota Surabaya dapat merasakan energi tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan harga jual energi listrik yang dirasakan cukup tinggi bagi beberapa kelompok masyarakat (penduduk miskin) dengan pendapatan sebulan yang hanya bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan dasar saja. Untuk itu perlu adanya peranan dari pemerintah bersama perusahaan listrk dalam memenuhi kebutuhan listrik kelompok masyarakat tersebut. Kata kunci : Energi listrik, harga jual listrik, masyarakat miskin 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada tahun 2007 sebesar Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak Persentase penduduk miskin sebesar 9.07 persen ( jiwa) atau urutan ke 9 (sembilan) kota dengan persentase penduduk miskin terendah di Jawa Timur. Berdasarkan salah satu indikator kemiskinan BPS, rumah tangga miskin tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan, sehingga mereka menggunakan petromaks, lilin, pelita dan lain sebagainya sebagai alat penerangan. Rasio elektrifikasi kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 99,79 persen ( rumah tangga pelanggan). Sisanya sebesar 0,21 persen adalah rumah tangga belum berlistrik dan rumah tangga yang masuk dalam daftar tunggu penyambungan baru listrik ( 2.30 calon pelanggan ). Subsidi tarif disarankan hanya untuk penggunaan listrik bagi kebutuhan dasar, sehingga batas konsumsi listrik yang disubsidi disarankan maksimal 30 kwh/bulan untuk golongan tarif S1, S2, R1, I1, dan B1 dengan daya terpasang 450 VA.Untuk itu pemerintah dalam hal ini PT.PLN wajib memberikan subsidi berupa subsidi pemberian listrik 30 kwh bagi pelanggan dengan daya terpasang 450 VA dan subsidi berupa alat penerangan seperti lampu dengan panel surya bagi penduduk yang belum menjadi pelanggan listrik PLN (Rumah Tangga sangat miskin). 1.2 Permasalahan 1. Berapa besar pertumbuhan penduduk dan penduduk miskin di Kota Surabaya? 2. Berapa besar Rasio Elektrifikasi Kota Surabaya? 3. Siapa dan berapa besar tangga miskin yang harus mendapatkan subsidi listrik? subsidi dalam bentuk apa? 4. Bagaimana status Kota Surabaya dilihat dari sisi sosial-ekonomi? 1.4 Batasan Masalah 1. Mengkaji pertumbuhan serta jumlah penduduk dan penduduk miskin di Kota Surabaya. 2. Meninjau Kota Surabaya dari kelistrikan rumah tangga. 3. Menganalisa dan memetakan Rumah Tangga Miskin berdasarkan pemakaian energi listrik serta memberikan rekomendasi sudsidi bagi Rumah Tangga Miskin. 4. Melihat Status Kota Surabaya dari sosial ekonomi. 1.3 Tujuan 1. Mengetahui berapa besar laju pertumbuhan penduduk dan penduduk miskin di Kota Surabaya 2. Mengetahui Rasio Elektrifikasi Kota Surabaya. 3. Mengelompokkan Rumah Tangga Miskin penerima subsidi listrik dan bentuk subsidi yang diterima 4. Menunjukan status Kota Surabaya berdasarkan sosial ekonomi 2. KONSEP DAN DEFINISI 2.1 Penduduk Miskin Hingga saat ini memang kita hanya mengandalkan dua sumber data ketika membicarakan masalah kemiskinan. Data Susenas BPS dan data Keluarga (Pra-) sejahtera BKKBN. Dari kedua lembaga yang berbeda ini tentu kita akan mendapat informasi yang berbeda pula tentang data jumlah warga masyarakat miskin. Kedua versi data ini memang bisa dipercaya secara ilmiah namun sama-sama memiliki keterbatasan. BPS dalam pelaksanannya menggunakan metode tehnik sampling sehingga menjadi sulit untuk menentukan dimana letaknya warga atau keluarga miskin tersebut berada. Sedangkan BKKBN dengan mengandalkan petugasnya yang turun langsung ke lapangan namun data ini juga masih sulit untuk digunakan dalam hal lain karena spesifik hanya untuk tujuan para petugas BKKBN sendiri. 1

2 Ada juga standar kemiskinan internasional seperti yang terdefinisi miskin dalam kategori Millenium Development Goals (MDGs) adalah warga miskin yang berpendapatan di bawah $US1 setiap harinya. Bank Dunia juga mendifinisikan warga miskin yaitu sebesar $US2 perkapita perhari. Walaupun data dari BPS terlihat sulit dalam menentukan dimana letaknya warga miskin, namun sampai saat ini pemerintah masih menggunakannya pada program-program bantuan untuk mengentaskan kemiskinan. Adapun Indikator-indikator kemiskinan yang dipakai oleh BPS adalah sebagai berikut : 1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Fasilitas buang air besar /bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.. Sumber penerangan tidak menggunakan listrik. 7. Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 10. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp , seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Dari indikator-indikator diatas, akhirnya diperoleh kategori penduduk miskin yaitu : 1) KATEGORI PENDUDUK SANGAT MISKIN adalah penduduk yang konsumsinya kurang dari kalori per orang per hari ditambah dengan Pengeluaran Non-Makan (PNM) atau senilai Rp per orang per bulan. RUMAH TANGGA SANGAT MISKIN adalah yang berpenghasilan kurang dari Rp per bulan. 2) KATEGORI PENDUDUK MISKIN adalah mereka yang kemampuan pemenuhan konsumsinya antara kalori per orang per hari ditambah Pengeluaran Non Makan atau senilai Rp per orang per bulan,. RUMAH TANGGA MISKIN adalah yang berpendapatan kurang dari Rp per bulan, yang jumlahnya juta Rumah Tangga. 3) KATEGORI PENDUDUK MENDEKATI MISKIN adalah mereka yang kemampuan pemenuhan konsumsinya antara kalori ditambah PNM atau setara denagn Rp per orang per bulan. RUMAH TANGGA MENDEKATI MISKIN adalah Rumah Tangga yang pendapatannya kurang dari Rp per bulan. 2.2 Tarif Dasar Listrik Prinsip Dasar Tarif Listrik Yaitu menentukan tingkat dan pola pembebanan kepada konsumen akibat penggunaan jasa Pelaku Usaha Ketenagalistrikan dan akan menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi biaya operasi dan tingkat keuntungan yang wajar dari nilai investasinya (Return On Investment). Dasar dalam menentukan dan menghitung tarif adalah biaya pokok -penyediaan, yaitu biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai pelayanan yang dijanjikan/diberikan kepada konsumen. (biaya operasi dan biaya modal). Jumlah dari seluruh biaya penyediaan kepada tiap kelas konsumen sama dengan jumlah penerimaan yang diharapkan (Revenue Requirement) Sifat Tarif Listrik Secara umum tarif listrik harus bersifat adil, praktis, baik bagi masyarakat dan stabil. Adapun maksud dari sifat listrik adalah sebagai berikut : a. Adil Semua pelanggan berkedudukan sama terhadap perusahaan lisrik. Tidak ada yang diistimewakan, sehingga peraturan yang ada berlaku untuk semua pelanggan. b. Praktis Sistem pentarifan harus praktis dan mempunyai maksud sebagai Berikut : 1. Mudah diukur, sehingga tidak memerlukan peralatan yang mahal dalam pengukuran. 2. Mudah dihitung, sehingga mudah juga dibuat kuitansinya, mengingat banyaknya pelanggan dan jenis pelanggan. 3. Membuat golongan pemakai yang dimaksud, akan mau menjadi langganannya. Hal ini untuk mengantisipasi pelanggan yang mempunyai alat-alat pembangkit sendiri agar lebih memilih untuk menjadi pelanggan perusahaan listrik tersebut. c. Baik bagi masyarakat Mempunyai pengertian harus dapat mencegah pemborosan terutama untuk bidang-bidang yang konsumtif, tetapi dilain pihak harus dapat memberikan dorongan pada bidang-bidang yang produktif. d. Stabil Tarif harus stabil, tidak sering ganti-ganti. Hal ini untuk bisa mencegah kebingungan dari pelanggan. 2

3 2.3 Subsidi Listrik Mike Crosetti (1999), seperti yang dikutip oleh Kadoatje (2002), mendefinisikan subsidi sebagai berikut: All measures that keep prices for consumers below the market level, keep prices for producers above the market level, reduce costs for consumers or producers by giving direct or indirect financial support. Subsidi merupakan kebijakan yang ditujukan untuk membantu kelompok konsumen tertentu agar dapat membayar produk atau jasa yang diterimanya dengan tarif di bawah harga pasar, atau dapat juga berupa kebijakan yang ditujukan untuk membantu produsen agar memperoleh pandapatan di atas harga yang dibayar oleh konsumen, dengan cara memberikan bantuan keuangan, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Agar subsidi dapat berjalan secara efektif, maka pengelolaan subsidi perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Transparan Terarah (sasaran jelas dan sampai kepada sasaran secara langsung) Tepat waktu Dapat secara cepat diterapkan Non By Passable (sasaran tidak dapat dikecualikan). Pada umumnya subsidi berasal dari pemerintah. Namun dalam prakteknya, subsidi dapat juga berasal dari perusahaan listrik, pelanggan, atau pihak lain. Subsidi dari pemerintah dapat berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Subsidi yang bersumber dari perusahaan listrik pada umumnya berupa subsidi dari perusahaan listrik milik pemerintah ke perusahaan listrik milik swasta, dalam rangka menarik minat perusahaan swasta agar bersedia melakukan investasi di industri listrik. Subsidi dari pelanggan pada umumnya berupa subsidi silang antar kelompok pelanggan, misalnya dari pelanggan industri ke pelanggan perumahan. Sementara itu, subsidi dari pihak lain dapat berupa sumbangan, hibah, atau grant yang diberikan kepada perusahaan penghasil energi listrik. 2.4 Modul Surya dan Lampu LED Sekilas Mengenai Modul Surya.Modul surya adalah Solar photovoltaik, yang merubah cahaya menjadi listrik yang dapat dsimpan dalam baterei sehingga listrik dapat diambil/digunakan kapan saja. Modul surya menghasilkan listrik DC (Direct current) atau arus searah, apabila dibutuhkan listrik AC, modul surya harus dilengkapi dengan inverter (pengubah arus DC ke AC). Listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk segala macam keperluan, mulai dari lampu penerangan, penyejuk ruangan, alat elektronik, bahkan dipakai untuk menggerakan mobil/pesawat terbang dan kapal fery Sekilas Mengenai Lampu LED Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya. Lampu LED bertahan dari hingga jam tergantung pada warna. Lampu LED digunakan untuk banyak penerapan pencahayaan seperti tanda keluar, sinyal lalu lintas, cahaya dibawah lemari, dan berbagai penerapan dekoratif. Walaupun masih dalam masa perkembangan, teknologi lampu LED sangat cepat mengalami kemajuan dan menjanjikan untuk masa depan. Dalam lampu LED, biasanya memiliki kekuatan 2-5W masing-masing, memberikan penghematan yang cukup berarti dibanding lampu pijar dengan bonus keuntungan masa pakai yang lebih lama, yang pada gilirannya mengurangi perawatan. Usia pemakaian lampu LED sekitar 20 kali lampu bohlam dan 3 kali lempu neon, atau sekitar lebih dari jam. Gambar 2.1 Lampu LED Solar Energy Dari segi penghematan energi, energi yang digunakan oleh LED sekitar 1/10 dari lampu bohlam, dan 1/2 dari lampu neon. Kelebihan lampu LED yang lain adalah directivity, yaitu hanya menerangi daerah tertentu bergantung dari sudut pancarannya juga panas yang dipancarkan relatif kecil, lebih tahan goncangan karena tidak menggunakan gas dan filamen, menggunakan arus searah sehingga lebih hemat listrik, rangkaian listrik relatif lebih simple dan lain sebagainya. Pada gambar 2.1 menunjukan lampu LED yang dihubungkan pada modul surya yang dijemur sekitar 8-10 jam per hari untuk dipakai pada waktu malam hari dengan waktu -8 jam, lampu ini juga disebut lampu LED solar energy yang lagi populer di Bangladesh. 3. GAMBARAN KOTA SURABAYA TAHUN Ditinjau Dari Letak Geografis Kota Surabaya terletak pada garis Lintang Selatan antara dan Bujur Timur. Luas wilayah adalah ± Ha dengan 3,45 persen atau 33,048 ha dari luas total wilayah merupakan daratan dan selebihnya sekitar 3,55 persen atau ha merupakan wilayah laut 3

4 milyar (1,33 persen) sedangakan Air Bersih menyumbangkan Rp.190,8 milyar (0,28 persen). Untuk pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya selama 5 tahun, naik sebesar 2,02 persen yaitu pada tahun 2003 sebesar 4,29 persen menjadi,31 persen pada tahun Gambar 2.2 Peta penyebaran kecamatan di Kota Surabaya Secara administratif wilayah kota Surabaya terbagi terbagi atas 5 wilayah yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Selatan, Surabaya Timur dan Surabaya barat dengan 31 kecamatan dan 13 kelurahan. 3.2 Ditinjau dari Sosial Ekonomi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pada tahun 2007, nilai IPM Kota Surabaya adalah sebesar 74,3 dengan Indeks Kesehatan sebesar 74,5; Indeks Pendidikan sebesar 87,47, Indeks Daya Beli sebesar 1,12 dan Reduksi Shortfall sebesar 5, Nilai ini berada diatas nilai rata-rata Jawa Timur dan Indonesia. UNDP membagi status pembangunan manusia dalam empat kategori dengan kriteria sebagai berikut : Rendah bila angka IPM < 50 Menengah Bawah bila angka 50 < IPM < Menengah Atas bila angka < IPM < 89 Tinggi bila angka IPM >80 Status pembangunan manusia Kota Surabaya masuk dalam status menengah keatas. Badan Pusat Statistik menetapkan kota Surabaya peringkat ke 37 dari 45 kota di Indnesia berdarsarkan nilai IPM Gambar 2.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya tahun Ditinjau Dari Kependudukan Pertumbuhan Penduduk Rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 0,1172 dari tahun 200 dengan jumlah penduduk sampai dengan bulan Desember 2007 adalah sebesar jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar Kota Surabaya adalah ibukota dan sentra kegiatan ekonomi di Jawa Timur yang memiliki faktor penarik untuk menjadi daerah tujuan bagi para pencari kerja, pertumbuhan penduduknya sudah semakin jenuh, hal ini disebabkan karena pendatang pada umumnya mencari domisili dikabupaten/kota sekitarnya Pertumbuhan Penduduk Miskin Jumlah penduduk miskin kategori 2 dan 3 di Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 9,07 persen ( jiwa), mengalami penurunan sebesar 1,31 persen dari tahun 200. Jumlah Rumah tangga miskin sebesar Indonesia Propinsi Jawa Timur Kota Surabaya IPM Tahun 200 IPM Tahun Gambar 2.3 Perbandingan Nilai IPM Indonesia, Jawa Timur, dan Kota Surabaya tahun Besaran PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Besaran PDRB atas dasar harga berlaku (PDRBADHB) pada tahun 2007 mencapai Rp ,04 milyar, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (PDRBADHK) sebesar Rp.7.95,82 milyar. Dari sektor Sekunder pada PDRBADHK, Gas memberikan kontribusi terbesar yaitu Rp.94,8 milyar (1,43 persen), Listrik menyumbang sebesar Rp.897,28 Persentase Pertumbuhan Penduduk Miskin Gambar 2.5 Persentase pertumbuhan Penduduk Miskin kategori 2 dan 3 tahun Ditinjau Dari Kelistrikan Kota Surabaya masuk dalam wilayah kerja PT.PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur dengan 3 Area Pelayanan dan Jaringan (APJ), yaitu : APJ Surabaya Selatan, APJ Surabaya Utara dan APJ Surabaya Barat. 4

5 Rasio elektrifikasi kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 99,79 persen ( rumah tangga pelanggan) dengan jumlah pelanggan rumah tangga daya terpasang minimum 450 VA sebesar rumah tangga. Sampai pada tahun 200 masih ada sekitar 2.7 rumah tangga non PLN yang memanfaatkan energi listrik sebagai sumber penerangan dan ada pula sebanyak 3.21 rumah tangga yang memakai petromaks, pelita dan obor sebagai sumber penerangan rumah mereka. Tabel 2.1 Perkembangan Neraca Daya Energi di Kota Surabaya Tahun (MWh) TAHUN SIAP DIJUAL TERJUAL SELISIH ,830,238 5,9,70 133, ,149,377,213,890-4, ,43,847 ########## -9, ,528,073 ########## ,888,815 ########## 1.53 Daya terpasang untuk pelanggan rumah tangga adalah sebesar 2.817,92 MVA serta energi listrik terjual untuk rumah tangga sebesar ,47 MWh. Tarif listrik pelanggan rumah tangga yang berlaku sampai saat ini adalah Tarif Dasar Listrik tahun 2004 yang ditetapkan oleh Presiden dalam Keppres RI No.104 tahun 2003 tanggal 31 Desember Adapun tarif dasar listrik untuk pelanggan rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2 Tarif Dasar Listrik Pelanggan Rumah Tangga Untuk harga Biaya Pokok Penyediaan, berdasarkan audit dari Badan Pengawas Keuangan (BPK) tahun 2007 adalah sebesar Rp.842,98/kWh, dengan harga jual rata-rata sebesar Rp.24,58/kWh. Sehingga subsidi listrik yang didapatkan dari pemerintah adalah sebesar Rp.224,21/kWh. 4. ANALISA RUMAH TANGGA MISKIN DAN SUBSIDI Dalam konteks ketenagalistrikan di Indonesia, subsidi listrik merupakan sejumlah dana yang dibayar oleh Pemerintah Indonesia kepada PT. PLN (Persero) yang dihitung berdasarkan selisih antara harga pokok penjualan untuk tegangan rendah dengan tarif dasar listrik tahun 2001 dikalikan dengan jumlah kwh yang dikonsumsi para pelanggan maksimum 30 kwh per bulan. Kebijakan subsidi khususnya listrik dalam APBN disalurkan melalui PT PLN berupa subsidi harga kepada kelompok masyarakat tidak mampu, yaitu kelompok pelanggan dengan daya terpasang sampai 450 VA. (Surat Menteri ESDM kepada Menteri Keuangan No. 4019/3/MEM.S/2002). Selanjutnya, kelompok pelanggan tersebut dipertegas oleh Departemen Keuangan melalui KMK No. 00/KMK.01/2002, yaitu hanya kelompok pelanggan yang menggunakan listrik sampai dengan 0 kwh per bulan. Berdasarkan kajian tarif listrik regional Kota Surabaya tahun 2005 oleh Pusat Energi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pada Masyarakat (LPPM-ITS), Ada 4 kategori kelompok miskin listrik, yaitu : 1) Kategori Rumah Tangga Sangat Miskin dan Belum Berlistrik Adalah Rumah Tangga Miskin yang belum menggunakan energi listrik sebagai sumber penerangan. Kelompok tersebut masih menggunakan petromaks, pelita, obor dan sebagainya sebagai alat penerangan dengan bahan bakar minyak tanah. Jika setiap bulan menggunakan sebanyak 5 liter minyak tanah dengan harga per liter = Rp.4000, maka biaya yang dikeluarkan untuk penerangan adalah Rp /bln. 2) Kategori rumah tangga sangat miskin dan berlistrik Adalah Rumah Tangga Miskin dengan konsumsi listrik dibawah Wh (30 kwh) per bulan atau senilai kurang atau sama dengan Wh per hari. Kelompok rumah tangga ini biasanya bukan merupakan pelanggan listrik PLN namun menyambung listrik dari pelanggan listrik PLN dengan membayar sesuai kesepakatan bersama, biasanya rata-rata perbulan yang harus dibayar adalah sebesar Rp ) Kategori rumah tangga miskin berlistrik Adalah Rumah Tangga dengan pemakaian listrik antara Wh per bulan (>30 kwh 0 kwh), atau senilai antara Wh Wh per hari. 4) Kategori rumah tangga mendekati miskin berlistrik Adalah Rumah Tangga dengan pemakaian listrik antara Wh per bulan (>45 kwh 0 kwh), atau senilai rata-rata antara Wh Wh per hari. Pengeluaran untuk listrik pada Rumah Tangga Miskin Kategori 1) dan 2) jauh lebih mahal dari harga listrik PLN. Dengan pemakaian 30 kwh/bulan pelanggan rumah tangga PLN dengan daya tersambung 450 VA hanya membayar sebesar Rp (biaya beban =Rp Biaya 30 kwh =Rp.5070). Sebagai solusi, pemerintah bisa memberikan SUBSIDI berupa peralatan penerangan dengan memanfaatkan energi terbarukan sebagai bahan bakar, sebagai contoh 5

6 pemberian Lampu LED SOLAR ENERGY (Lampu SOLAR ENERGY ini adalah Lampu Komplit dengan Panel Surya dan dijemur sekitar 8-10 jam per hari untuk dipakai pada waktu malam hari dengan waktu 8 jam maksimal). Pada kategori rumah tangga miskin 3) dan 4) biasanya kelompok tersebut sudah menjadi pelanggan listrik PLN dengan daya terpasang sampai dengan 450 VA, diberikan Subsidi listrik sebesar 30 kwh namun untuk pemakaian diatas 30 kwh tarif listrik bukan lagi tarif bersubsidi melainkan diberikan tarif sama seperti harga jual rata-rata per kwh.. 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 0,1172 dengan jumlah penduduk sebesar jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar Jumlah penduduk miskin kategori 2 dan 3 di Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 9,07 persen ( jiwa), mengalami penurunan sebesar 1,31 persen dari tahun 200. Jumlah Rumah tangga miskin sebesar Rasio elektrifikasi kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 99,79 persen ( rumah tangga pelanggan) dengan jumlah pelanggan rumah tangga daya terpasang minimum 450 VA sebesar rumah tangga. 3. Ada 4 kategori kelompok miskin listrik, yaitu : 1) Kategori Rumah Tangga Sangat Miskin dan Belum Berlistrik. yang memakai petromaks, pelita dan obor sebagai sumber penerangan jumlah kelompok tersebut sekitar 3.21 rumah tangga rumah. 2) Kategori Rumah Tangga Sangat Miskin berlistrik dengan konsumsi listrik dibawah Wh (30 kwh) per bulan atau senilai kurang atau sama dengan Wh per hari. Jumlah kelompok ini sekitar 2.7 rumah tangga. 3) Rumah Tangga Miskin Berlistrik dengan pemakaian listrik antara Wh per bulan (>30 kwh 0 kwh), atau senilai antara Wh Wh per hari.. 4) Rumah Tangga mendekati miskin berlistrik dengan pemakaian listrik antara Wh per bulan (>45 kwh 0 kwh), atau senilai rata-rata antara Wh Wh per hari. Jumlah dari Rumah Tangga kategori 3 dan 4 adala sama dengan jumlah pelanggan listrik PLN dengan dengan daya tersambung 450 VA yaitu sebesar rumah tangga. 4. Nilai IPM Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 74,3, dengan Indeks Kesehatan sebesar 74,5; Indeks Pendidikan sebesar 87,47, Indeks Daya Beli sebesar 1,12 dan Reduksi Shortfall sebesar 5,. Besaran PDRB atas dasar harga berlaku (PDRBADHB) pada tahun 2007 mencapai Rp ,04 milyar, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (PDRBADHK) sebesar Rp.7.95,82 milyar. Dari sektor Sekunder pada PDRBADHK, Gas memberikan kontribusi terbesar yaitu Rp.94,8 milyar (1,43 persen), Listrik menyumbang sebesar Rp.897,28 milyar (1,33 persen) sedangakan Air Bersih menyumbangkan Rp.190,8 milyar (0,28 persen). Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya sebesar,31 persen. Dari data-data diatas menunjukan bahwa Status pembangunan manusia Kota Surabaya masuk dalam status menengah keatas. 5.2 Saran Untuk mencapai mutu pelayanan yang baik dan 100 persen rasio elektrifikasi di Jawa Timur khususnya Kota Surabaya, PT.PLN Distribusi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya harus memperhatikan beberapa aspek, seperti: 1) Pemberian Subsidi secara tepat dan terarah kepada Rumah Tangga Miskin berlisrik maupun yang belum berlistrik dengan memperhatikan daya beli serta hemat pemakaian energi listrik dari masyarakat.. 2) Pemberian subsidi Rumah Tangga Sangat Miskin berlistrik maupun belum berlistrik dapat berupa lampu LED SOLAR ENERGY, sedangkan untuk Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Mendekati Miskin berlistrik diberikan Subsidi listrik sebesar 30 kwh namun untuk pemakaian diatas 30 kwh tarif listrik bukan lagi tarif bersubsidi melainkan diberikan tarif sama seperti harga jual rata-rata per kwh. DAFTAR PUSTAKA [1] BPS Jakarta, Indeks Pembangunan Manusia, Tahun [2] BPS Jawa Timur, Pelaksanaan Pendataan Rumah Tangga Miskin, tahun [3] BPS Jawa Timur, Analisa Penyusunan Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial Jawa Timur, tahun [4] BPS Kota Surabaya, Produk Domestik Regional Bruto Kota Surabaya,Tahun [5] Aep Rusmana, S.Sos., M.Si, Kajian Indeks BPS Tentang Kemiskinan. Bandung, 200. [] Pemerintah Kota Surabaya, Peraturab Daerah Kota Surabaya No.3 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya, Surabaya, [7] Pemerintah Kota Surabaya, Informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (ILLPD), Surabaya, [8] PT.PLN (Persero) Dist.JATIM, Statistik PLN Tahun 2007.

7 [9] Badan Pemeriksa Keuangan, Hasil Pemeriksaan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik PT.PLN (PERSERO) Tahun 200, 200. [10] Purwoko, Analisa Peran Subsidi bagi Industri dan Masyarakat Pengguna Listrik, Tahun [11] Menko Perekonomian, Kajian Awal Evaluasi Kebijakan Pelayanan Umum (PSO) Tahun 2007, Jakarta,2007. [12] Presiden RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan, Jakarta [13] Presiden RI, Lampiran III Keppres RI Nomor 104 Tahun 2003 Tentang Tarif Dasar Lisrik Untuk Kepeeluan Rumah Tangga, Jakarta [14] The Institute of International Education Electricity Restructuring Activities Group (IIE/ERAG), Tarif Listrik : Prinsip Dasar dan Pola Penyusunan, Tahun [15] Lembaga Peneliatian dan Pengabdian pada Masyarakat-ITS (LPPM-ITS), Seminar Kajian Tarif Listrik Nasional, Surabaya,Tahun [1] Penetapan Tarif Listrik Sendiri Melanggar Undang- Undang,, Kamis, 31 Januari 2008 [17] Sulitnya Mendapat Jaringan Listrik Baru, Senin 20 Juni DAFTAR RIWAYAT HIDUP Panji Pamungkas dilahirkan di Jayapura 8 April Setelah menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 3 Jayapura pada tahun 2001, lalu melanjutkan pendidikan di Jurusan Jeknik Elektro, Bidang Studi Sistem Tenaga di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Jawa Timur. 7

BESAR SUBSIDI UNTUK DISTRIBUSI JAWA TIMUR TAHUN 2007 SEBESAR Rp.224,21/kWh

BESAR SUBSIDI UNTUK DISTRIBUSI JAWA TIMUR TAHUN 2007 SEBESAR Rp.224,21/kWh BESAR SUBSIDI UNTUK DISTRIBUSI JAWA TIMUR TAHUN 2007 SEBESAR Rp.224,21/kWh Dalam perkembangannya, untuk memenuhi keinginan dari permintaan calon pelanggan rumah tangga, PT.PLN mengeluarkan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

I Putu Surya Atmaja. Proceeding Seminar Tugas Akhir

I Putu Surya Atmaja. Proceeding Seminar Tugas Akhir ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja Jurusan Teknik Elektro-FTI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, energi listrik merupakan kebutuhan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Masalah di bidang tersebut yang sedang menjadi perhatian utama saat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja 2205 100 107 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008

MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008 Zulhajji, Penghematan Energi Listrik Rumah Tangga dengan Metode Demand Side Management PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN METODE DEMAND SIDE MANAGEMENT (DSM) Zulhajji Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22 KRITERIA CALON PENERIMA BEASISWA PROGRAM JALUR MISKIN I. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan program Pemerintah Aceh untuk Peningkatan Sumber Daya Manusia Aceh. Salah satu program Lembaga Peningkatan

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu program bantuan bersyarat dari pemerintah berupa pemberian uang tunaiuntuk masyarakat miskindi Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas BAB II LANDASAN_TEORI 2.1. Pengertian Aplikasi Menurut Indrajani (2011), aplikasi adalah suatu program yang menentukan aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas khusus

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : I Rapat ke : 16 Jenis Rapat : Rapat

Lebih terperinci

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

ANALISIS AUDIT ENERGI DI BENGKEL LAS POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS

ANALISIS AUDIT ENERGI DI BENGKEL LAS POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS ANALISIS AUDIT ENERGI DI BENGKEL LAS POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS Johny Custer Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bengkalis E-mail: johnycaster@polbeng.ac.id Abstrak Penggunaan alat-alat las di Bengkel

Lebih terperinci

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA 1. Subsidi listrik dan belanja pemerintah pusat Proporsi subsidi listrik terhadap belanja pemerintah pusat cenderung meningkat dari hanya 2,5% pada tahun 2005 menjadi

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan fungsi kinerja perusahaan untuk mencapai kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan fungsi kinerja perusahaan untuk mencapai kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peraturan pemerintah nomor 23 tahun 1994 tanggal 23 Juni 1994 status PLN berubah dari perusahaan umum listrik negara (umum), perubahan status tersebut dimaksudkan

Lebih terperinci

P R O P O S A L. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), LPG Generator System

P R O P O S A L. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), LPG Generator System P R O P O S A L CV. SURYA SUMUNAR adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang pengadaan dan penjualan energi listrik dengan menggunakan tenaga surya (matahari) sebagai sumber energi utamanya. Kami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perhatian besar dari berbagai negara-negara di dunia. Sumber daya energi

BAB I PENDAHULUAN. satu perhatian besar dari berbagai negara-negara di dunia. Sumber daya energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi, baik energi primer dan energi sekunder menjadi salah satu perhatian besar dari berbagai negara-negara di dunia. Sumber daya energi telah menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kemiskinan mempunyai indikator dan faktor penyebab. Mereka adalah sebagian warga miskin kota Depok. Pemerintah Depok menggolongkan mereka ke dalam kelompok

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, BUPAT PACTAN PERATURAN BUPAT PACTAN NOMOR 13 TAHUN 20 TENTANG NDKATOR KELUARGA MSKN D KABUPATEN PACTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPAT PACTAN, Menimbang Meagiogat a. b. : c. d. 2. \ 3. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hadirnya energi listrik ke dalam kehidupan manusia merupakan salah satu hal penting yang mendukung pesatnya perkembangan kemajuan kehidupan di dunia sekarang ini. Hampir setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik dalam era globalisasi ini merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik dalam era globalisasi ini merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebutuhan tenaga listrik dalam era globalisasi ini merupakan salah satu kebutuhan mendasar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan peranan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW DI MELAK KALIMANTAN TIMUR SEBAGAI PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS KELISTRIKAN DI INDONESIA TIMUR Oleh : Bayu Hermawan (2206 100 717) Dosen Pembimbing :

Lebih terperinci

PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN

PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN Sholeh Hadi Setyawan University of Surabaya sholeh@ubaya.ac.id ABSTRACT Programs for eliminating poverty need to correctly identify

Lebih terperinci

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat 37 Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat M. Iqbal Arsyad Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura iqbalarsyad@yahoo.co.id Abstract Electrical sector plays important

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM Metodologi penelitian ini menguraikan tahapan penelitian yang dilakukan dalam studi ini. Penggunaan metode yang tepat, terutama dalam tahapan pengumpulan dan pengolahan data,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 A. Gambaran Umum Provinsi Lampung BAB IV GAMBARAN UMUM Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi Dasar 4.1.1 Demografi Provinsi Banten Provinsi Banten secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 200 meter di atas permukaan laut, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir setiap kehidupan manusia memerlukan energi. Energi ada yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. hampir setiap kehidupan manusia memerlukan energi. Energi ada yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena hampir setiap kehidupan manusia memerlukan energi. Energi ada yang dapat diperbaharui dan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Periode RPJMD Kabupaten Temanggung Tahun 2008-2013 beserta semua capaian kinerjanya

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL

KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL Oleh Aditya Dewantoro P (1) Hendro Priyatman (2) Universitas Muhammadiyah Pontianak Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin Tel/Fax 0561

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013 Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 20 Pada 20, PLN merencanakan meningkatkan kemampuan menjual listrik hingga 182 TWh guna mendorong pergerakan perekonomian dan memungkinkan lebih dari 2,5 juta pelanggan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek Persepsi yang diberikan masyarakat terhadap pembangunan PLTMH merupakan suatu pandangan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan Listrik Negara (PLN)adalah Badan Usaha Milik Negara. jasa yaitu mendistribusikan pasokan listrik bagi masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan Listrik Negara (PLN)adalah Badan Usaha Milik Negara. jasa yaitu mendistribusikan pasokan listrik bagi masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Listrik Negara atau lebih dikenal dengan nama perusahaan Listrik Negara (PLN)adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta

Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 83 89 ISSN: 2085 1227 Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut International Finance Corporation (IFC), Indonesia memiliki cadangan minyak bumi, batu bara dan gas alam yang berlimpah. Selama beberapa dekade, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa OLEH : Gilang Velano 2204 100 050 Dosen Pembimbing 1 Ir. Syarifuddin Mahmudsyah, M.Eng Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010 Mengukur Dampak Ekonomi Kenaikan TDL 2010 Konferensi Pers ReforMiner Institute Jakarta, 29 Juni 2010 Untuk keterangan lebih lanjut dapat mengubungi: Komaidi (0815 531 33252) Pri Agung Rakhmanto (0812 8111

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Jumlah Desa/Kelurahan Swasembada Menurut Kabupaten/Kota Tahun

DAFTAR TABEL. Jumlah Desa/Kelurahan Swasembada Menurut Kabupaten/Kota Tahun Tabel 2.1 DAFTAR TABEL Banyaknya Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah Menurut Kabupaten Kota Tahun 14... Halaman 6 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2. Banyaknya

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN SERTA PENYUSUNAN RENCANA ENERGI DAN KELISTRIKAN DAERAH DENGAN MEMANFAATKAN POTENSI ENERGI DAERAH DI KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR

STUDI PENGEMBANGAN SERTA PENYUSUNAN RENCANA ENERGI DAN KELISTRIKAN DAERAH DENGAN MEMANFAATKAN POTENSI ENERGI DAERAH DI KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR STUDI PENGEMBANGAN SERTA PENYUSUNAN RENCANA ENERGI DAN KELISTRIKAN DAERAH DENGAN MEMANFAATKAN POTENSI ENERGI DAERAH DI KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR Vian Vebrianto 2205 100 004 Bidang Studi Teknik Sistem

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 08/08/Th.IV, 3 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN Ekonomi Kabupaten Ngada pada tahun 2011 tumbuh

Lebih terperinci