SKRIPSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI VAGINA MENCIT (Mus musculus) YANG DI INFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI VAGINA MENCIT (Mus musculus) YANG DI INFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA"

Transkripsi

1 SKRIPSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI VAGINA MENCIT (Mus musculus) YANG DI INFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA i Oleh : ADITYA BAYU SURYANTO NIM FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015

2 ii

3 iii

4 Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian Tanggal : 14 Juli 2015 KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN Ketua Sekretaris Anggota Pembimbing I Pembimbing II : Dr. Mufasirin, drh., M. Si. : Arimbi, drh., M.Kes. : Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., M.P. : Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M.Kes. : Julien Soepraptini, drh., SU. iv

5 v

6 HISTOPATHOLOGY DESCRIPTION OF VAGINA MICE (Mus musculus) IN THE INFECTION by Toxoplasma gondii INTRAVAGINAL Aditya Bayu Suryanto ABSTRACT The aim of this research is to determine T. gondii infection intravaginal in mice (Mus musculus). Experimental animals used in study were eighteen mice age 2-3 mounth with body weight grams. Experimental animals were divided into two groups: mice in first group is given NaCl for control group, and second group was infected by tachyzoites of T. gondii 1x10 3 by intravagina. Eight days after experiment, mice sacrificed and vagina of all mice were taken for vagina histopathology preparations, were made for further observation. Each of the vagina of mice processed by Hematoxylin Eosin staining method. The data s of observation were used descriptivy. This research showed that vagina mice infected by tachyzoites of T. gondii intravagina could be find erotion of the stratum corneum vagina, inflamatory cell, and hiperplation vagina mucosa. Base on the result showed that the infection of T. gondii tachyzoites cause pathological changes such as erosion, infiltration of inflamatory cells, and hiperplation. Keywords: Toxoplasma gondii, vagina histology, erotion epitel, inflamatory cell, hiperplation. vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat taufiq dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyusun proposal penelitian sebagai salah satu syarat untuk mengajukan penelitian. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah mengawali upaya menegakkan cita-cita Islam di muka bumi ini. Penulis menyadari banyak pihak yang telah berpatisipasi dan membantu dalam menyusun skripsi dengan judul GAMBARAN HISTOPATOLOGI VAGINA MENCIT (Mus musculus) YANG DI INFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA. Untuk itu, iringan doa dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan, utama kepada : Prof. Hj. Romziah Sidik, Ph.D., Drh., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya atas kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan. Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M.Kes selaku dosen pembimbing pertama dan Julien Soepraptini,drh.,SU selaku dosen pembimbing kedua atas semua arahan, bimbingan, bantuan, dorongan serta kesabarannya yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi. Ibu Sri Mumpuni, drh., M. Kes selaku dosen wali dan seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya penulis yang telah membantu dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat pada penulis. Dr. Mufasirin, drh., M.Si selaku ketua penguji, Arimbi, drh., M.Kes selaku sekretaris serta Prof. Dr. Lucia Tria Suwanti, drh., MP. selaku anggota penguji yang telah memberikan waktu serta saran untuk menilai skripsi ini. vii

8 Kepala Departemen Parasitologi Veteriner Laboratorium Entomologi dan Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan beserta seluruh stafnya atas segala fasilitas yang diberikan kepada penulis. Terimakasih juga buat teman-teman kelompok penelitian Toxoplasma, Vonny Prasetya Irgantara, Tutuk Wahyuningtyas, Dimas Fajar Subhan, Febri Putra Aditya, Frisca Trisna Rosandy, Desty Renata, Murtiningsih, Rossianawati, Maharani Yuliastina Chandra Puspita. Seluruh keluarga besar saya, Papa, Mama dan Kakakku yang tercinta darinya kuperoleh sebuah perjuangan ketulusan dan keteguhan hati. Terimakasih banyak atas bantuan do a yang menemaniku sepanjang waktu. Kepada Roselia Yuliani Permatasari terimakasih banyak sudah menemani, membantu dan memotivasi saya dalam penyusunan skripsi ini. Juga sahabat-sahabat tercinta saya Karinadintha Marsya Ramadhani, Faiq Mudaffar, Achmad Firdaus Firmansyah dan teman-teman kelas B 2011 tercinta terimakasih sudah memberi masukan dan semangat untuk penyusunan skripsi ini. Semua teman-teman angkatan 2011 dan teman teman kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga terima kasih atas dukungan serta persahabatan yang terjalin dan semua pihak yang tidak disebutkan tetapi sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis juga menyadari bahwa mungkin saja terdapat kesalahan dan kekurangan pada skripsi ini, untuk itu mohon kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak yang membutuhkan. Surabaya, 2015 Penulis viii

9 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRACT UCAPAN TERIMA KASIH.. DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii vi vii ix xii xiii xiv BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan Masalah Landasan Teori Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Toxoplasma gondii Klasifikasi Toxoplasma gondii Morfologi Toxoplasma gondii Siklus hidup Toxoplasma gondii Penularan infeksi Toxoplasma gondii Diagnosis infeksi Toxoplasma gondii Pencegahan dan pengobatan Toxoplasma gondii Mencit Klasifikasi mencit Vagina 17 ix

10 BAB 3 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Materi Penelitian Bahan penelitian Alat penelitian Hewan coba Metode Penelitian Persiapan percobaan Tahap perbanyakan in vivo takizoit Toxoplasma gondii Perlakuan hewan coba Pengambilan organ untuk pembuatan preparat histopatologi Perubahan yang diamati Variabel Penelitan Variabel bebas Variabel tergantung Variabel Kendali Analisis Data Kerangka Operasional Penelitian.. 25 BAB 4 HASIL PENELITIAN Infeksi Toxoplasma gondii pada vagina mencit intravagina (Mus musculus) secara intravagina Gambaran Histopatologi Vagina Mencit (Mus musculus) Setelah Diinfeksi Toxoplasma gondii Secara Intravagina.. 28 BAB 5 PEMBAHASAN Infeksi Toxoplasma gondii pada vagina mencit (Mus musculus) secara intravagina Erosi dan Hiperplasia 32 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran x

11 RINGKASAN 37 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 43 xi

12 DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG T. gondii : Toxoplasma gondii µm : Mikrometer PCR : Polymerase Chain Reaction ad libitum : Secukupnya DNA : Deoxyribose-Nucleic Acid xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Takizoit T. gondii stadium takizoit (kiri) dan bradizoit (kanan). dengan mikroskop electron Kista T. gondii pada jaringan otak mencit Ookista T.gondii Siklus Hidup T. gondii Perubahan epitel vagina mencit selama siklus estrus Histologi vagina Gambaran histologi normal vagina Skema kerangka operasional penelitian Lamina propria vagina mencit Mukosa vagina mencit setelah diinfeksi dengan Toxoplasma gondii intravagina 29 xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Hal 1. Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi Skema Pembuatan Preparat Histopatologi Skema Pewarnaan Haematoxylin Eosin Menghitung dosis 1x xiv

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan protozoa Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang mendapat banyak perhatian dunia kesehatan saat ini, mengingat dampak yang ditimbulkan terutama pada manusia. Infeksi T. gondii pada wanita hamil atau ternak bunting dapat mengakibatkan reasorbsi fetus, abortus, lahir mati, kematian bayi dan kelainan kongenital berupa retadarsi mental, kelainan mata ringan sampai buta mata dan hidrosefalus (Suwanti, 2005). Dalam Suwanti (2005), kerugian ekonomis akibat toksoplasmosis meliputi kehilangan janin, biaya perawatan, biaya pendidikan penderita dan biaya pengobatan kelainan mata, sedangkan pada hewan kerugian dapat berupa penurunan produktivitas akibat gangguan sistem reproduksi. Toxoplasma gondii dapat menyerang semua organ dan jaringan induk semang seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, paru-paru, otak, ginjal, otot, kelenjar limfe, mata dan jantung. Kejadian dan dampak infeksi T. gondii pada hewan betina atau wanita hamil, lebih banyak dilaporkan dibandingkan pada pria atau hewan jantan (Sutanto dkk, 2008; Soedarto, 2008). 1

16 2 Toksoplasmosis mulai diteliti oleh Durfee di Indonesia sejak tahun 1971 sampai 1972 yang dilaporkan pada tahun 1976 (Sasmita, 2006). Diperkirakan 30-60% penduduk dunia terinfeksi oleh T. gondii (Hendri, 2008). Menurut Rasmaliah (2003), infeksi ini tersebar di seluruh dunia, dimana manusia berperan sebagai induk semang antara, kucing dan famili Felidae lainnya merupakan induk semang definitif. Angka kejadian toksoplasmosis di Indonesia berdasarkan uji serologis, pada manusia adalah 2-63%, pada kucing 35-73%, babi 11-36%, kambing 11-61%, anjing 75% dan pada ternak lain kurang dari 10% (Gandahusada dkk, 2003). Predileksi T. gondii ada di semua tipe sel dan setelah empat hari infeksi T. gondii telah menyebar di semua jaringan tubuh (Dubey, 2002). Bentuk lesi jaringan akibat T. gondii dapat berbeda berdasarkan perbedaan organ. Bentuk lesi tersebut berupa gambaran peradangan granulomatosa, pembentukan kista, nekrosis difusa dan non suppuratif pada otak, nekrosis koagulatif dan hipertrofi limfonodul pada organ limfatik, serta nekrosis koagulatif dan hipertrofi limfonodul pada organ limfatik, serta nekrosis fokalis pada myocardium dan myometrium (Sasmita, 2006). Jalur penularan toksoplasmosis akibat T. gondii bisa terjadi saat proses inseminasi buatan pada kambing dengan menggunakan semen yang mengandung stadium takizoit T. gondii (Diogo et al., 2013). Penelitian lain meyebutkan bahwa infeksi T. gondii juga terjadi pada semen mencit, kemudian mencit jantan yang terinfeksi T. gondii tersebut dikawinkan dengan mencit betina dan didapatkan bahwa mencit betina tersebut juga terinfeksi T. gondii (Dalimi et al., 2013), dari penelitian

17 3 tersebut dapat diasumsikan bahwa jalur penularan toksoplasmosis tidak hanya melalui inang perantara, tetapi juga bisa melalui perkawinan alam atau sejenisnya. Kerusakan jaringan akibat infeksi takizoit Toxoplasma gondii semakin lama semakin meluas, hal ini dikarenakan kecepatan replikasi takizoit yang sangat cepat dibandingkan kemampuan sel untuk bermitosis. Takizoit dapat berkembang menjadi takizoit baru per vakuola dalam sel 24 sampai dengan 48 jam pasca infeksi, terjadinya disintegrasi struktur dan hancurnya sel yg berakibat pada kematian sel diikuti dengan keluarnya seluruh komponen seluler (Subekti dkk, 2006). Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan histopatologi vagina pada mencit yang diinfeksi Toxoplasma gondii stadium takizoit secara intravagina. Dampak infeksi T. gondii stadium takizoit secara intravagina terhadap vagina mencit (Mus musculus) belum banyak dilaporkan. Dan sejauh ini penelitian tentang gambaran histopatologi belum pernah dilakukan dan kepentingan penularan intravagina. 1.2 Rumusan Masalah 1). Apakah vagina mencit dapat terinfeksi takizoit T. gondii secara intravagina? 2). Bagaimana gambaran histopatologi vagina mencit yang sudah diinfeksi T. gondii secara intravagina?

18 4 1.3 Landasan Teori Toxoplasma gondii mempunyai tiga bentuk stadium antara lain takizoit, kista jaringan dan ookista. Stadium takizoit merupakan salah satu stadium infektif yang ditemukan selama infeksi akut (Soedarto, 2008). Stadium takizoit merupakan stadium multiplikasi, perkembangannya sangat cepat dan dapat ditemukan pada stadium akut (Suwanti dkk, 1999). Toxoplasma gondii bersifat intraseluler obligat sehingga memerlukan habitat intraseluler untuk hidup dan berkembang biak. Predileksi ada di semua tipe sel dan empat hari pasca diinfeksi parasit telah menyebar di semua jaringan tubuh (Dubey, 2002). T. gondii dapat menginfeksi segala macam tipe sel organ dan jaringan hospes. Nekrosis sel yang ditimbulkan oleh T. gondii dapat ditemukan di dalam paru, hati, limpa, dan ginjal. Pada organ hati dan limpa dapat dijumpai dalam sel makrofag, kadang-kadang dalam organ limpa T. gondii ditemukan dalam sel reticulum (Subekti dkk, 2006). Penyebaran takizoit sampai pada organ yang lain disebabkan oleh dua faktor, pertama gerakan aktif dari takizoit dan kedua gerakan pasif dengan memanfaatkan leukosit yang menyebar ke berbagai jaringan melalui darah (Subekti dkk, 2006).

19 5 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran histopatologi vagina mencit yang diinfeksi T. gondii stadium takizoit secara intravagina dan sebagai informasi mengenai jalur penularan toksoplasmosis. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui perubahan histopatologi yang terjadi pada vagina mencit akibat infeksi T. gondii stadium takizoit secara intravagina sehingga dapat memberikan informasi ilmiah mengenai jalur penularan dan kerusakan vagina akibat infeksi takizoit T. gondii secara histopatologi. 1.6 Hipotesis Infeksi T. gondii secara intravagina pada mencit dapat menyebabkan perubahan gambaran histopatologi vagina mencit.

20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasma gondii Toxoplasma berasal dari bahasa Yunani yaitu kata toxon yang artinya busur (bow) yang mengacu pada bentuk sabit (crescent shape) dari takizoit. Hal ini menjadi dasar dari bahasa latin yaitu toxicum yang berarti racun. Adapun nama gondii berasal dari kata Ctenodactylus gondii, seekor rodensia dari Afrika Utara dimana parasit tersebut untuk pertama kali diisolasi (Black and Boothroyd, 2000). Toxoplasma gondii adalah parasit bersel tunggal, berbentuk seperti bulan sabit, dengan salah satu ujung runcing dan ujung lain bulat yang hidup dan berkembang biak di dalam host (Yowani dkk, 2007). Parasit ini mempunyai tiga bentuk infektif yaitu, takizoit yang terdapat dalam cairan tubuh, bentuk bradizoit (kista) yang terdapat di dalam jaringan tubuh seperti paru, jantung, otot bergaris, otak dan bentuk ookista yang akan bersporulasi dan terdapat di dalam tinja kucing (Iskandar, 2006). Host parasit ini adalah kucing dan hewan sejenisnya (Felidae). Secara alami invasi parasit umumnya terjadi di usus, dan kemudian akan memasuki sel. Parasit berkembang biak di dalam sel host, sehingga menyebabkan sel inang pecah dan parasit yang baru keluar dari sel dan masuk ke dalam sel yang lain di sekitar yang menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih luas (Zhao et al., 2009). 6

21 7 Toxoplasma gondii adalah hewan bersel satu yang disebut protozoa. Protozoa ini merupakan parasit yang menyerang sel berinti, manusia dan mamalia lain dapat menjadi inang perantara. Manusia terinfeksi T. gondii dengan cara memakan makanan yang terkontaminasi oleh kista di dalam daging yang kurang matang, makanan sayuran atau dari minum susu. Manusia dapat terinfeksi dengan ookista T. gondii ketika membersihkan kandang kucing. Ibu hamil dan janin beresiko besar terinfeksi T. gondii. Parasit ini dapat hidup pada mamalia dan burung, tetapi perkembangbiakan secara seksual hanya terjadi di dalam tubuh kucing yang merupakan host definitif (Zhao et al., 2009) Klasifikasi Toxoplasma gondi Toxoplasma gondii dalam klasifikasinya termasuk kelas sprozoa, karena berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian. Menurut Levine (1990) klasifikasi parasit sebagai berikut : Phylum Class Subclass Ordo Famili Sub Famili Genus Species : Apicomplexa : Sporozoa : Coccidia : Eucoccidia : Sarcocystidae : Toxoplasmatidae : Toxoplasma : Toxoplasma gondii

22 Morfologi T. gondii Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraseluler obligat, terdapat dalam tiga bentuk perkembangan yaitu takizoit, kista dan ookista. Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung yang lain tumpul. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria, ribosom, reticulum endoplasmic dan badan golgi (Sasmita, 2006). Gambar 2.1 T. gondii stadium takizoit (kiri) dan stadium bradizoit (kanan). Dengan mikroskop elektron (Dubey et al., 1998).

23 9 Kista jaringan dibentuk di dalam sel host bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista bervariasi, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh host dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot (Sutanto dkk, 2008). A B Gambar 2.2. Kista T. gondii pada jaringan otak mencit A = Perbesaran 100X, B = perbesaran 1000X (Mufasirin dan Suwanti., 2008) Dalam epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual dan daur seksual yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama feses. Ookista yang bentuknya bundar dengan ukuran 12,5 mikron menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit (Sutanto dkk, 2008).

24 10 Gambar 2.3. Ookista T.gondii (Dubey et al., 1998) A = Ookista yang belum bersporulasi B = Ookista yang bersporulasi dengan 4 sporozoit C = Ookista bersporulasi dilihat dengan electron micrograph Siklus hidup T. gondii Infeksi dimulai dengan tertelannya ookista dari feses kucing atau kista jaringan yang tertelan bersama makanan. Ookista yang masuk ke dalam usus, akibat enzim tripsin dan HCl serta gerakan peristaltik usus maka ookista pecah mengeluarkan sporozoit, sedangkan jika kista jaringan akan mengeluarkan bradizoit. Sporozoit ataupun bradizoit akan menembus sel epitel usus dan berproliferasi secara aseksual (skizogoni) menjadi skizon yang berisi banyak merozoit. Hasil fertilisasi makrogamet dan mikrogamet berupa zigot disebut ookista. Selanjutnya ookista akan dilepas bersamaan dengan feses kucing dan ookista akan menjadi infektif bila telah

25 11 mengalami sporulasi di luar tubuh host. Waktu yang diperlukan mulai dari parasit masuk ke tubuh host sampai keluar berupa ookista tergantung pada bentuk parasit yang tertelan, jika yang tertelan ookista atau takizoit maka waktu infeksi selama kurang lebih hari, sedangkan jika yang tertelan kista jaringan maka waktu yang dibutuhkan sekitar 3-6 hari (Hiswani, 2003). Pada stadium takizoit terjadi perkembangan endodiogeni dimana sel induk membelah menjadi dua yang hasil pembelahannya itu memiliki bentuk yang sama dengan sel induk. Predileksi parasit pada stadium ini di semua tipe sel jaringan dan dapat bertahan hidup membentuk dalam vakuola parasitiforosa serta mengakibatkan sel host pecah lalu takizoit akan menginfeksi sel yang baru. Takizoit menginfeksi semua organ melalui peredaran darah dan cairan limfe. Organ yang pertama kali terserang yaitu limfonodus mesenterika, hati, paru-paru, lien, otak dan jaringan lain. Bentuk takizoit akan berubah menjadi bradizoit apabila sistem kekebalan tubuh telah menghambat perkembangan takizoit tersebut. Secara perlahan bradizoit menjadi bentuk kista dan menyebabkan infeksi kronik pada hospes (Dubey et al., 1998). Siklus hidup dalam tubuh host definitif yaitu bangsa kucing, parasit ini mengalami dua siklus yaitu siklus intraintestinal dan siklus ekstraintestinal. Siklus intraintestinal terjadi di dalam epitel usus kucing berlangsung fase aseksual atau skizogoni, fase gametogeni dan sporogoni. Di dalam tubuh kucing menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama feses kucing. Siklus ekstra intestinal terdapat pada cairan intraperitonial dalam bentuk takizoit (Hiswani, 2003).

26 12 Kucing yang terinfeksi T. gondii dalam sekali eksresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh host perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan host perantara akan dibentuk kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada host perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista jaringan. Bila kucing sebagai hospes definitif makan host perantara yang terinfeksi maka berbagai stadium seksual di dalam epitel usus muda akan terbentuk lagi. Jika hospes perantara yang dimakan kucing mengandung kista T. gondii, maka masa prepaten 2-3 hari. Bila ookista tertelan langsung oleh kucing, maka masa prepatennya hari sehingga kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista dari pada oleh ookista (Cox, 1982 ; Levine, 1990). Gambar 2.4. Siklus Hidup T. gondii (Dubey et al., 1998)

27 Penularan T. gondii Toxoplasma gondii ditularkan dengan melalui makanan atau air minum yang tercampur stadium infektif yaitu takizoit, kista dan ookista. Infeksi pada manusia, hewan dan unggas disebabkan oleh mengkonsumsi daging kurang masak yang terinfeksi takizoit atau menelan bentuk bradizoit, mengkonsumsi sayur, buah serta tercemar ookista yang berasal dari feses kucing yang terinfeksi dan secara transplasental dari ibu yang terinfeksi selama masa kehamilan. Tikus dan burung sebagai host perantara yang merupakan binatang buruan kucing serta jumlah vektor seperti kecoa dan lalat yang dapat memindahkan ookista dari feses kucing ke makanan. Ternak domba, kambing, sapi, babi, ayam dan kuda terinfeksi T. gondii karena pakan dan air minum tercemar ookista dari feses kucing (Nelson dan Couto, 2003; Hanafiah dkk, 2009; Seitz, 2009). Kucing adalah host definitif T. gondii karena dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual di dalam tubuh manusia, unggas atau hewan ternak lain sebagai host perantara, parasit ini berkembang biak secara aseksual (Kasper, 2001). Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium, yaitu peneliti yang bekerja dengan hewan percobaan yang terinfeksi T. gondii atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi T. gondii (Hiswani, 2003). Penularan Toksoplasmosis pada kucing terjadi karena memangsa tikus atau daging mentah dari unggas maupun mamalia yang terinfeksi T. gondii. Ookista dalam feses kucing baru infektif 1-5 hari setelah mengalami sporulasi. Ookista dikeluarkan bersama feses dalam waktu 1-2 minggu setelah terinfeksi. Penularan juga dapat

28 14 terjadi secara vertical melewati plasenta dari induk ke janin sewaktu dalam kandungan atau diperoleh setelah lahir (Robert dan Janovy, 2000) Diagnosis infeksi T. gondi Diagnosis memiliki arti penting dalam hal penatalaksaan pasien karena pengobatan memerlukan waktu lama, biaya dan kemungkinan efek toksik pada inang. Pengobatan toksoplasmosis sering tidak memuaskan, karena infeksi terdeteksi pada stadium yang sudah melanjut, padahal salah satu unsur keberhasilan pengobatan toksoplasmosis terletak pada seberapa dini infeksi terdeteksi (Robert dan Janovy, 2000 ; Montoya dan Liesenfeld, 2004). Diagnosis molekuler dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk deteksi asam nukleat Deoxyribose-Nucleic Acid (DNA), banyak digunakan pada toksoplasmosis konginetal dan individu immunocompromised karena cukup sensitif dan spesifik. Selain menggunakan PCR untuk deteksi asam nukleat Toksoplasmosis, hibridasi dot blot dengan probe yang spesifik juga dapat digunakan, karena teknik ini sederhana dan bisa diterapkan pada sejumlah besar sampel (Robert dan Janovy, 2000 ; Montoya dan Liesenfeld, 2004) Pencegahan dan pengobatan T. gondii Pada manusia terapi untuk penyakit ini membutuhkan biaya sangat mahal. Pada ternak berdampak pada kerugian ekonomi karena penurunan produksi. Pemberian obat seperti sulfonamide dan pyrimethamine dapat membunuh T. gondii pada stadium takizoit, tetapi pengobatan tersebut tidak efektif pada stadium bradizoit. Selain itu, obat tersebut bersifat toksik sehingga tidak disarankan untuk digunakan

29 15 dalam jangka waktu lama. Pencegahan dengan program vaksinasi belum sepenuhnya memberikan perlindungan (Radke, 2007). Dampak akibat Toksoplasmosis baik pada hewan maupun manusia sangat merugikan, sehingga diperlukan berbagai upaya pencegahan yaitu tidak mengkonsumsi daging mentah atau kurang matang dan menghindari agen pembawa T. gondii yang terkontaminasi ookista. Daging dimasak dengan suhu 65 ºC selama 20 menit atau dibekukan pada suhu -12 ºC selama 3 hari, dan mencuci tangan dengan sabun setelah berkebun atau kontak dengan tanah. Sayur dan buah dikupas dan dicuci bersih sebelum dikonsumsi. Peralatan yang kontak langsung dengan daging mentah, harus dicuci dengan air panas atau air sabun. Darah yang digunakan untuk transfusi harus diskrining terhadap T. gondii (Gandahusada dkk, 2000). Agen penyebab infeksi (ookista), hanya terbentuk pada inang defintif (kucing), oleh sebab itu kucing piara sebaiknya hanya diberi makanan komersial (makanan matang). Kucing piara jangan dibiarkan memangsa hewan buruan, karena walaupun hanya satu kista termakan, kucing dapat melepaskan berjuta-juta ookista bersama feses untuk mencemari lingkungan. Kotoran kucing sebaiknya dibersihkan setiap hari agar ookista tidak sempat mengalami sporulasi (Robert dan Janovy, 2000 ; Nelson dan Couto, 2003). Penderita Toksoplasmosis akut dapat diobati dengan : sulfadiazine atau clindamycin (sering digunakan pada penderita AIDS), spiramycin (sering digunakan pada wanita hamil untuk mencegah infeksi pada janin), Minocycline, Azitromisin dan Klaritromisin, kombinasi Clindamycin dan Atovaquone, secara optimal dapat

30 16 mematikan kista T. gondii pada mencit. Obat Toksoplasmosis untuk manusia pada umumnya dapat digunakan juga pada hewan (Gandahusada dkk, 2000). 2.2 Mencit Klasifikasi mencit Mencit termasuk famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) menggolongkannya ke dalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat), subordo Myomorpha, family Muridae, dan sub family Murinae. Menurut Jordan dan Verna (1980) klasifikasi mencit adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Classic : Mammalia Subclassic : Theria Ordo : Rodentia Sub ordo : Myomorpha Famili : Muridae Sub family : Murinae Genus : Mus Spesies : Mus musculus Mencit atau Mus musculus bisa digunakan pada penelitian seperti ini karena mencit memiliki fisiologis yang mirip dengan manusia serta mencit relatif tahan

31 17 terhadap suhu atau cuaca yang bervariasi sehingga lebih mudah dan tepat apabila digunakan sebagai hewan percobaan (Jordan dan Verna, 1980) Vagina Gambar 2.5. Perubahan epitel vagina mencit selama siklus estrus. (A) proestrus, (B) Estrus, (C) Metestrus, (D) Diestrus. (Pewarnaan H.E; perbesaran 400x) (Treuting et al., 2012). Morfologi mukosa vagina, terutama jumlah lapisan dan diferensiasi, perubahan selama siklus estrus. Secara histologis, empat tahap dari siklus estrus mudah ditentukan : proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. (A) Selama proestrus,

32 18 terdapat mukosa sekitar sel tebal dan lapisan luar noda ringan dengan eosin, sedangkan lapisan granulosa menunjukkan peningkatan kornifikasi. Mitosis sering ditemukan, tetapi hanya sedikit leukosit yang tampak. (B) Dalam siklus estrus, terdapat mukosa 12 sel tebal. Lapisan berinti dangkal hilang, dan lapisan cornified dangkal. Mitosis menurun, dan leukosit tidak ada. (C) Dalam metestrus, lapisan cornified adalah delaminated, dan leukosit mulai muncul di bawah epitel. (D) Selama diestrus, terdapat mukosa 4-7 sel tebal. Epitel permukaan yang mucified, dan lendir, leukosit, dan desquamated sel yang ada (Treuting et al., 2012). Gambar 2.6 Histologi vagina mencit, VM = Mukosa Vagina, LP = Lamina Propria, M = Muskularis, A= Adventitia. Mukosa Vagina (VM) mencit terdiri dari epitel skuamosa bertingkat dan dilipat ke ketinggian memanjang tanpa kelenjar. Itu morfologi perubahan epitel vagina selama tahapan yang berbeda dari siklus estrus. Lamina propria (LP) adalah berserat, dan Lapisan Muskularis (M) adalah dicampur tipis dengan jaringan ikat fibrosa yang signifikan. Adventitia (A) membentuk lapisan terluar. (Pewarnaan H.E; perbesaran 400x) (Treuting et al., 2012).

33 19 40x 100x A B 400x 1000x C D Gambar 2.7 Gambaran histologi normal vagina, Lu = Lumen, SqEp = Stratified squamous epithelium, LaPr = Lamina propria, Ml = Muscularis, BlVe = Blood Vessel, StCo = Stratum Corneum, StSp = Stratum Spinosum, StBa = Stratum Basale (Conti et al., 2004). Perubahan epitel vagina diilustrasikan pada (Gambar 2.7). Vagina menghubungkan leher rahim ke luar. Epitel vagina dan serviks menyambung kecuali pada dinding lateral, dimana forniks vagina bentuknya lebih dalam (forniks vagina digambarkan dalam Serviks, gambar 2.7A dengan perbesaran 40X). Dinding vagina terdiri dari dalam ke luar, stratified epitel squamousa, mukosa dilipat tanpa kelenjar,

34 20 berserat lamina propria, sebuah lapisan muskularis tipis terdiri dari lingkaran dalam dan memanjang pada lapisan otot polos luar, dan adventitia. Perubahan morfologi epitel vagina hewan pengerat dalam menanggapi kadar hormon, yang bervariasi dalam tahap siklus estrus (Conti et al., 2004). Semua mikrograf menggambarkan vagina di proestrus. Pada (gambar 2.7A) perbesaran 40x mikrograf menunjukkan berbagai lapisan vagina. Gambar perbesaran 100x, 400x, 1000x dan mikrograf menyajikan epitel skuamosa berlapis dan lamina propria dalam meningkatkan rinci. Gambar perbesaran 400X mikrograf menunjukkan pembuluh darah di lamina propria. Gambar perbesaran 1000X menampilkan berbagai lapisan epitel squamousa berlapis (Conti et al., 2004).

35 BAB 3 MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Parasitologi Veteriner Laboratorium Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya dan dilakukan pada bulan Desember Pembuataan sediaan histopatologi vagina dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya pada bulan Desember 2014 sampai Januari Bahan dan Materi Penelitian Bahan penelitian Bahan histopatologi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah vagina mencit, NaCl fisiologis, formalin 10%, Alkahol 70%, Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol asam, Aquades, Hematoxylin Eosin dan Xylol Alat penelitian Alat yang di gunakan dalam penelitian ini terdiri dari kandang hewan coba untuk tempat pemeliharaan dari bak yang terbuat dari bahan plastik (40 cm x 30 cm), kawat jala (40 cm x 30 cm) sebagai penutup, tempat pakan, tempat minum, spuit 1 ml, spuit 3 ml, mikropipet, sonde, microtube, Counting chamber (mikrohemositometer), tabung Eppendorf 1,5 ml. Peralatan yang digunakan untuk insisi dan pembuatan sediaan histopatologi meliputi, gunting bedah, pinset anatomis, scalpel, 21

36 22 object glass, cover glass, masker, glove, papan seksi dari gabus, nampan sebagai wadah, kertas label, pot saleb dan tutup sebagai tempat penyimpanan organ, kamera digital dan mikroskop cahaya Hewan coba Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina galur Balb-C dari PUSVETMA (Pusat Veteriner Farma) umur 2-3 bulan dengan berat badan rata-rata gram sebanyak 18 ekor. Mencit dibagi menjadi dua kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdapat sembilan ulangan ekor mencit. Besar sampel yang di gunakan ditentukan dengan rumus Federer dalam Kusriningrum (2008) : t (n-1) 15 Keterangan : t : Jumlah perlakuan n : Jumlah ulangan Dengan pertimbangan besar sampel berikut : t (n-1) 15 2 (n-1) 15 2n n n = 17/2 n = 8,5 ~ 9

37 Metode Penelitian Persiapan hewan coba Mencit betina yang berjumlah 18 ekor ini dibagi menjadi dua kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdapat sembilan ulangan ekor mencit. Mencit diadaptasikan selama satu minggu, kandang diusahakan dalam keadaan bersih, diberi pakan pelet ayam dan minum secara ad libitum Tahap perbanyakan in vivo takizoit T. gondii Isolat diperbanyak dengan cara dipasasekan ke mencit sehat. Mencit di injeksi secara intraperitoneal dosis injeksi 1x10 6 takizoit tiap mencit, sebanyak 0,3 ml takizoit dalam NaCl fisiologis ke tubuh mencit. Takizoit dipanen setelah mencit menunjukkan gejala : lemah, bulu berdiri dan nafas tersengal-sengal. Mencit dikorbankan dengan cara dislokasi cervicalis kulit di bagian abdomen dibuka, ke dalam cavum peritoneum mencit ditambahkan sebanyak 5 ml larutan NaCl fisiologis dan cairan diambil kembali. Takizoit hasil panen digunakan untuk perlakuan (Suwanti, 2009) Perlakuan hewan coba Hewan coba dibagi dua kelompok perlakuan : Kelompok P0: Mencit diberi NaCl fisiologis secara intravagina sebagai media kontrol. Kelompok P1: Mencit diinfeksi 20 µl secara intravagina yang mengandung 1x10 3 takizoit T. gondii menggunakan sonde.

38 Pengambilan organ untuk pembuatan preparat histopatologi Untuk mengetahui infeksi yang terjadi maka delapan hari setelah infeksi, mencit langsung dikorbankan dan dibedah kemudian diseksi untuk memisahkan organ vagina dan dimasukkan ke dalam pot plastik tertutup yang berisi formalin 10%. Selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan histopatologi. Cara pembuatan histopatologis dapat dilihat pada Lampiran Perubahan yang diamati Pengamatan preparat vagina mencit menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 1000x. Perbesaran 100x untuk melihat perubahan histopatologi pada vagina, sedangkan perbesaran 1000x untuk melihat bentukan takizoit T. gondii. Perubahan histopatologi yang diamati meliputi Infiltrasi sel radang, Hiperplasia dan Erosi pada preparat vagina mencit. 3.4 Variabel Penelitian Variabel bebas Takizoit T. gondii yang diinfeksi secara intravagina Variabel tergantung Perubahan gambaran histopatologi pada vagina mencit Variabel kendali Jenis kelamin, umur, pakan, air minum, berat badan dan kandang mencit. 3.5 Analisis data Perubahan histopatologi pada vagina disajikan secara deskriptif.

39 Kerangka Operasional Penelitian 18 Ekor Mencit (Mus musculus) Betina Umur 2-3 Bulan Diadaptasi Selama Satu Minggu Dibagi Menjadi Dua Perlakuan dan Masing-Masing Perlakuan Terdapat Sembilan Ulangan Ekor Mencit P0 : Mencit diberi NaCl fisiologis secara Intravagina P1 : Diinfeksi 0,2 µl yang Mengandung Takizoit 1 x 10 3 secara Intravagina Pada Hari - 8 Setelah Infeksi Mencit Dikorbankan dan Pemisahan Vagina Untuk Pengamatan Secara Patologi Anatomi Fiksasi Vagina di dalam Formalin 10% Pembuatan Sediaan Histopatologi Vagina Pemeriksaan Histopatologi Vagina Analisis Data Gambar 3.1 Skema Kerangka Operasional Penelitian

40 BAB 4 HASIL PENELITIAN Data hasil pengamatan terhadap perubahan histopatologi vagina mencit setelah diinfeksi dengan T. gondii disajikan secara diskriptif. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan dua skala pembesaran yang berbeda yaitu 100x dan 1000x. Berdasarkan hasil pengamatan, bentuk lesi histopatologi vagina mencit yang diinfeksi dengan takizoit T. gondii terdapat perubahan lesi histopatologi berupa adanya erosi, infiltrasi sel radang dan hiperplasia. 4.1 Infeksi T. gondii pada vagina mencit secara intravagina Toxoplasma gondii dapat menginfeksi melalui vagina. Pemeriksaan histopatologis seluruh lapangan pandang kelompok perlakuan banyak sekali didapatkan adanya sel radang pada lamina propria vagina dan bentukan takizoit T. gondii. Gambar (4.1A dan 4.1B) lamina propria vagina mencit di bawah menunjukkan bahwa perubahan antara kontrol dengan perlakuan yang diinfeksi takizoit T. gondii sangat berbeda, hal ini terlihat jelas pada perubahan infiltrasi sel radang pada bagian lamina propria vagina mencit. Infiltrasi sel radang merupakan salah satu dari bentuk lesi paling sering ditemukan dengan presentase 88,88% (8-9 sampel). Hasil pengamatan mikroskopis pada kelompok perlakuan juga ditemukan adanya beberapa bentukan takizoit T. gondii pada lamina propria vagina dengan besar presentase 55,55% (5-9 sampel). Gambar (4.1C) dibawah menunjukkan lamina 26

41 27 propria vagina mencit bahwa ada perubahan antara kontrol dengan perlakuan yang diinfeksi takizoit T. gondii, hal ini terlihat jelas dengan ditemukan adanya bentukan takizoit T. gondii pada perlakuan sedangkan pada kontrol tidak ada. A B C Gambar 4.1. Lamina propria vagina mencit kontrol (A) tampak normal (tanda panah kuning), perlakuan (B) ada infiltrasi sel radang (tanda panah putih) dan perlakuan (C) ada bentukan takizoit T. gondii (tanda panah putih).(1) Epitel squamousa (2) Lamina propria (3) Lapisan muskularis. (Pewarnaan H.E; perbesaran 100x [A &B] dan perbesaran 1000x [C] ).

42 Gambaran Histopatologi Vagina Mencit (Mus musculus) Setelah Diinfeksi Toxoplasma gondii Secara Intravagina Perubahan histopatologi yang juga ditemukan pada kelompok perlakuan adalah erosi pada stratum corneum vagina. Erosi pada organ vagina mirip dengan erosi pada organ serviks karena kedua organ tersebut berdekatan tempatnya. Erosi merupakan bentuk lesi paling banyak ditemukan kedua setelah infiltrasi sel radang dengan frekuensi kejadian dengan presentase 88,75% (8-9 sampel) seperti gambar (4.2B). Gambaran histopatologis lain yang ditemukan pada kelompok perlakuan adalah hiperplasia pada mukosa vagina. Gambaran hiperplasia ini pada kelompok perlakuan tidak banyak terjadi seperti gambaran sel radang dan erosi pada stratum corneum vagina. Gambar (4.2C dan 4.2D) dinding mukosa vagina mencit diatas menunjukkan bahwa perubahan antara kontrol dengan perlakuan yang diinfeksi takizoit T. gondii sangat berbeda hal ini terlihat jelas pada pembesaran mukosa vagina yang terkena hiperplasia yaitu presentasenya sebesar 55,55% (5 dari 9 sampel).

43 29 A B C D Gambar 4.2. Mukosa vagina mencit setelah diinfeksi dengan Toxoplasma gondii intravagina kontrol (A) tampak normal (tanda panah kuning) dan perlakuan (B) mengalami erosi pada stratum corneum vagina (tanda panah putih), kontrol (C) tampak normal (tanda panah kuning) dan perlakuan (D) mengalami hiperplasia pada mukosa vagina (tanda panah putih). (1) Mukosa vagina (2) Lamina propria (3) Muskularis (4) Adventitia (5) Lumen (Pewarnaan H.E; perbesaran 100x).

44 BAB 5 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengamatan mikroskopis yang telah dilakukan pada dua kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol disonde melalui intravagina dengan NaCl fisiologis, kelompok perlakuan disonde melalui intravagina dengan takizoit T. gondii dosis 1x10 3 didapatkan adanya perubahan lesi histopatologi berupa infiltrasi sel radang pada lamina propria, hiperplasia pada mukosa vagina dan erosi pada startum corneum vagina. 5.1 Infeksi Toxoplasma gondii pada vagina mencit (Mus musculus) secara intravagina Pemeriksaan histopatologis seluruh lapangan pandang kelompok perlakuan banyak didapatkan adanya sel radang pada lamina propria vagina. Pada penelitian ini gambaran infiltrasi sel radang tersebut nampak jelas teramati pada hampir semua vagina mencit yang diinfeksi yaitu dengan besar presentase 88,88% atau (8 dari 9 sampel). Menurut Celloti dan Laufer (2001), radang adalah reaksi alamiah yang berupa respon vaskuler dan seluler dari jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya rangsangan akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral. Inflamasi juga merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002). Rubor atau kemerahan pada organ yang mengalami infeksi secara 30

45 31 mikroskopis adalah suatu keadaan patologi yang diakibatkan oleh meningkatnya aliran dan retensi darah pada organ yang terinfeksi. Hampir keseluruhan dari preparat mengalami infiltrasi sel radang di setiap lapangan pandang. Pada vagina mencit perlakuan bagian lamina propria mengalami infiltrasi sel radang setelah di infeksi dengan T. gondii. Penyebab terjadinya peradangan sangat banyak dan bervariasi, namun pada umumnya radang merupakan proses respon imun terhadap mikroorganisme yang menyebabkan infeksi (Romo, 2001). Tujuan dari adanya keradangan secara umum adalah untuk mengeluarkan, membuang dan menetralkan agen iritan. Komponen reaksi keradangan berupa plasma, sel darah dalam sirkulasi antara lain neutrofil, monosit, eosinofil, limfosit, basofil, platelet, komponen jaringan konektivus, fibroblas dan makrofag (Celloti dan Laufer, 2001). Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan perbaikan dan pemulihan pada jaringan tersebut (Arimbi dkk, 2013). Pada penelitian ini hampir seluruhnya pada kelompok perlakuan yang diinfeksi dengan takizoit T.gondii 1x10 3 terdapat adanya infiltrasi sel radang. Hasil pengamatan mikroskopis pada kelompok perlakuan juga ditemukan adanya beberapa bentukan takizoit T. gondii pada lamina propria vagina dengan besar presentase 55,55% (5-9 sampel). Dan 4 sampel yang tidak ditemukan takizoit T. gondii karena pengaruh sistem imun tubuh mencit yang kuat sehingga takizoit tidak bisa menembus sel untuk berkembang biak dalam sel secara endodiogeni. Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan satu ujung meruncing dan ujung yang lain

46 32 agak membulat dengan ukuran sekitar 4 sampai 8 mikron. Takizoit ini bersifat obligat intraseluler yang berkembang biak dalam sel secara endodiogeni. Percobaan secara in vitro memperlihatkan bahwa satu takizoit akan memperbanyak diri berlipat ganda melebihi pertumbuhan eksponensial setiap 6 sampai 8 jam. Takizoit akan menghancurkan sel untuk keluar setelah berkembang menjadi 64 sampai 128 takizoit baru pervakuola pada 24 sampai 48 jam pascainfeksi (Jerome et al., 1998 ; Black and Boothroyd, 2000). Kecepatan replikasi takizoit yang demikian cepat dibanding kemampuan sel untuk bermitosis maka kerusakan yang terjadi semakin lama semakin berat dan meluas. Bila sel menjadi penuh dengan takizoit maka sel tersebut akan pecah dan takizoit akan keluar kemudian memasuki sel di sekitar atau terjadi fagositosis terhadap takizoit tersebut oleh makrofag (Gandahusada dkk, 2004). 5.2 Erosi dan Hiperplasia Pengetahuan patogenesis yang ada dewasa ini menunjukkan bahwa pada dasarnya takizoit dapat menginfeksi hampir semua jenis sel berinti berbagai jenis hewan dan manusia bahkan juga insekta (Black and Boothroyd, 2000; Hakanson et al., 2001). Walaupun demikian, terdapat beberapa jenis sel dan organ yang dominan diinfeksi oleh takizoit. Dominasi sel dan jaringan yang diinfeksi dan jenis host. Bukti dominasi takizoit pada sel tertentu berasal dari penelitian in vivo (dalam tubuh organisme) maupun in vitro (di luar tubuh organisme, misalnya pada kultur sel). Pada sistem sirkulasi misalnya, di antara sel darah putih (leukosit) meskipun semua jenis sel dapat diinfeksi tetapi hanya beberapa yang paling dominan diinfeksi. Belum diketahui secara tepat alasan mengapa fenomena tersebut dapat terjadi. Komponen sel

47 33 darah putih adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Monosit dalam darah akan berdiferensiasi menjadi makrofag dalam jaringan. Di antara sel tersebut, yang dominan diinfeksi secara berurutan sesuai dominansi adalah monosit (dan juga makrofag), neutrofil dan limfosit (Channon et al., 2000). Apabila takizoit menginfeksi neutrofil maka kecepatan perkembangbiakannya menjadi menurun, tetapi setelah keluar dari neutrofil dan menginfeksi sel dan jaringan lain kecepatannya kembali seperti sediakala (Channon et al., 2000). Adapun jaringan atau organ yang umumnya diinvasi pada ternak di antaranya adalah hati, ginjal, otak, otot skeletal, diafragma dan jantung (Dubey et al., 1998). Proporsi masing-masing jaringan berbeda di antara beberapa jenis ternak. Pada infeksi intraperitoneal menggunakan mencit diketahui bahwa takizoit akan segera ditemukan dalam peredaran darah paling lama dua hari sejak infeksi (Mordue et al., 2001; Sibley et al., 2002). Percobaan lain menggunakan kelinci juga menunjukkan pola serupa. Pada infeksi intraperitoneal, intravena dan oral masing-masing menunjukkan kesamaan organ yang diinfeksi namun berbeda dalam hal tingkat kerusakannya (Haziroglu et al., 2003). Penyebaran takizoit sampai pada organ yang jauh disebabkan oleh dua faktor, pertama gerakan aktif dari takizoit maupun gerakan pasif dengan memanfaatkan leukosit yang menyebar ke berbagai jaringan melalui aliran darah. Perubahan histopatologi yang juga ditemukan pada kelompok perlakuan adalah erosi pada stratum corneum vagina. Erosi adalah terkelupasnya sebagian atau seluruh permukaan epitel pada vagina akibat adanya rangsangan dari luar maupun agen

48 34 patogenik. Kejadian patologis ini terjadi pada hampir semua kelompok perlakuan dengan besar presentase 88,75% (8 dari 9 sampel). Erosi pada organ vagina mirip dengan erosi pada organ serviks karena kedua organ tersebut berdekatan tempat. Erosi ini bisa disebabkan adanya infeksi takizoit Toxoplasma gondii. Gambaran histopatologi lain yang ditemukan pada kelompok perlakuan adalah hiperplasia pada mukosa vagina. Pada mencit kontrol tidak ditemukan hiperplasia, sedangkan pada vagina mencit perlakuan bagian mukosa vagina mengalami hiperplasia, yaitu dengan besar presentase 55,55% (5 dari 9 sampel). Dan 4 sampel yang tidak ditemukan hiperplasia karena pengaruh sistem imun tubuh mencit yang kuat sehingga takizoit tidak bisa menembus sel untuk berkembang biak dalam sel secara endodiogeni. Gambaran hiperplasia pada kelompok perlakuan tidak banyak terjadi seperti gambaran sel radang dan erosi epitel. Takizoit T. gondii dapat menyebabkan hiperplasia, penyebaran ke berbagai organ dapat dideteksi paling lambat empat hari pasca infeksi (Sibley et al., 2002). Secara umum, organ yang diinfeksi di antaranya adalah limpa, vagina, serviks, uterus, paru-paru, hati, otak dan kelenjar limfe mesenterik maupun perifer (Meyer et al., 2000; Mordue et al., 2001). Hiperplasia ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan. Secara mikroskopis, ukuran sel masih normal, tetapi jumlahnya meningkat. Hiperplasia secara umum bersifat patologis, yang dapat berkembang menjadi kanker, dengan timbulnya proliferasi yang tidak terkendali. Proses hiperplasia biasanya terjadi secara reversibel, namun dalam beberapa kasus proses ini tetap terjadi setelah penghentian rangsangan, kondisi ini dapat memicu adanya perubahan yang mengarah

49 35 pada neoplasia. Peningkatan jumlah sel dalam organ ini menyebabkan adanya penebalan atau hiperplasia pada area epitel vagina (Arimbi dkk, 2013). Perubahan histopatologi pada organ vagina mencit (Mus musculus) dikaitkan dengan siklus estrus. Estrus berasal dari bahasa latin oestrus yang berarti kegilaan atau gairah dimana pada fase ini merupakan satu-satunya waktu dimana terjadi perubahan pada vagina yang memungkinkan terjadi perkawinan. Pengaruh musim dan iklim juga lebih kuat terhadap siklus estrus. Estrus kadang-kadang disebut heat (panas) karena pada saat tersebut, suhu tubuh betina meningkat. Panjang dan frekuensi siklus reproduksi pada masing-masing organisme berbeda. Pada tikus, siklus estrus berlangsung selama 5 hari. Tipe siklus birahi pada mencit (Mus musculus) adalah poliestrus, dimana dalam setahun terjadi lebih dari dua kali masa birahi. Siklus hewan ini berulang secara periodik dengan selang waktu 4 5 hari. Siklus estrus terjadi dalam empat fase, yaitu fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Zulfiati, 2003). Menurut Romo (2001), Hasil rerata tingkat perubahan histopatologi vagina ini yang paling dominan adalah adanya infiltrasi sel radang pada lamina propria dan adanya erosi pada stratum corneum vagina, hal ini dikarenakan reaksi peradangan adalah proses respon imun terhadap mikroorganisme yang menyebabkan infeksi yang bertujuan untuk untuk mengeluarkan, membuang dan menetralkan agen iritan.

50 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1). Vagina mencit dapat terinfeksi T. gondii ditandai dengan adanya sel radang pada lamina propria dan keberadaan takizoit T. gondii. 2). Infeksi T. gondii melalui vagina ditandai adanya erosi pada stratum corneum vagina dan hiperplasia pada mukosa vagina. 6.2 Saran 1). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut infeksi T. gondii menggunakan sinkronisasi birahi dengan metode intravagina 2). Perlu dilakukan penelitian pada organ genital betina hewan lain. 36

51 RINGKASAN ADITYA BAYU SURYANTO. Toxoplasma gondii merupakan parasit protozoa intraseluler obligat yang dapat menginfeksi semua bangsa burung. Penyakit akibat infeksi Toxplasma gondii disebut toksoplasmosis. Secara umum, infeksi Toxoplasma gondii bersifat asimtomatis, tetapi apabila menginfeksi wanita hamil atau ternak bunting, akan mengakibatkan resorpsi fetus, abortus, lahir mati, kematian bayi, dan kelainan kongenital berupa retardasi mental, kelainan mata ringan sampai buta dan hydrocephalus. Sampai saat ini, dampak Toxoplasma gondii organ sistem genitalia wanita atau hewan betina dalam hal ini vagina belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh infeksi takizoit Toxoplasma gondii terhadap organ genital betina pada mencit (Mus musculus). Isolat diperbanyak dengan cara dipasasekan ke mencit sehat. Mencit di injeksi secara intraperitoneal dosis injeksi 1x10 6 takizoit tiap mencit, sebanyak 0,3 ml takizoit dalam NaCl fisiologis ke tubuh mencit. Takizoit dipanen setelah mencit menunjukkan gejala : lemah, bulu berdiri dan nafas tersengal-sengal. Mencit dikorbankan dengan cara dibuka kulit di bagian abdomen. Ke dalam cavum peritoneum mencit ditambahkan sebanyak 5 ml larutan NaCl fisiologis dan cairan diambil kembali. Takizoit hasil panen digunakan untuk perlakuan. Dosis infeksi 1x10 3 takizoit Toxoplasma gondii di masukkan pada vagina mencit secara intravagina. Jumlah hewan coba 18 ekor mencit betina dalam penelitian 37

52 38 ini. Delapan hari setelah infeksi, mencit dikorbankan dan dibedah kemudian diambil organ vagina. Vagina difiksasi dalam formalin 10% dan dibuat sediaan preparat histopatologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi takizoit Toxoplasma gondii menyebabkan perubahan patologi seperti erosi, infiltrasi sel radang, hiperplasi, organ terinfeksi (ditemukan takizoit pada organ).

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Toksoplasmosis 2.1.1. Definisi Toksoplasmosis Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonis yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Parasit tersebut mampu menginfeksi hampir semua jenis sel berinti (nucleated

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proses Tugas Akhir ini di peroleh dari berbagai sumber, yaitu: 1. Wawancara dan survey kepada Dr.dr.Raditya wratsangka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Salah satu penyakit zoonosis adalah toksoplasmosis yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat intraseluler

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasmosis 2.1.1 Definisi Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, yang merupakan parasit obligat intraselular yang dapat menginfeksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu kedokteran forensik, farmakologi dan ilmu patologi anatomi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini sama bahayanya bagi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasma gondii 2.1.1 Epidemiologi Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) Toxoplasma gondii. Parasit ini pertama kali ditemukan oleh

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pada ilmu kedokteran bidang forensik dan patologi anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit intraseluler

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSIToxoplasma

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSIToxoplasma SKRIPSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSIToxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA Oleh NIM 061111150 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015 Telah dinilai

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit parasiter saat ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi manusia. Ada 6 jenis penyakit parasiter yang sangat serius melanda dunia, yaitu malaria, schistosomiasis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup Ilmu dibidang Obstetri dan Ginekologi dan Histologi 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu dan lokasi penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toksoplasmosis 2.1.1. Definisi Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh T.gondii, merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia (Hiswani,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan patologi anatomi. 4.2 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilakukan di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan uji dengan posttest only control group design B. Subjek Penelitian Hewan uji yang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kucing terbagi dalam 3 kelompok, yaitu panthera, acinonyx dan felis. Panthera

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kucing terbagi dalam 3 kelompok, yaitu panthera, acinonyx dan felis. Panthera BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kucing (Felis silvestris catus) Dahulu kucing adalah binatang liar yang berasal dari miacis (sejenis musang yang hidup liar pada 60 juta tahun silam). Selama evolusinya keluarga

Lebih terperinci

BAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso

BAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso BAB II VIRUS TOKSO 2.1. Definisi Virus Tokso Tokso adalah kependekan dari toksoplasmosis, istilah medis untuk penyakit ini. Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehamilan Kehamilan adalah suatu kondisi dari seorang wanita yang memiliki janin sedang tumbuh di dalam rahimnya (Maulina, 2010). Proses kehamilan diawali dengan proses pembuahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, postest only control group design. Postes untuk menganalisis perubahan jumlah purkinje pada pada lapisan ganglionar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni, dengan pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian dan Farmakologi. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian a. Pemeliharaan dan perlakuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, dengan rancangan acak lengkap dan menggunakan pendekatan posttest only control design

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii

BAB I PENDAHULUAN. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang menyebabkan dampak merugikan terhadap hewan dan manusia diseluruh dunia. Toxoplasma gondii

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, posttest only control group design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada korteks

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Toksikologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan hewan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. B. Desain Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? Abstrak Jangan salah tafsir!!! Bukan berarti orang yang kutilan itu punya kanker rahim, terutama pada wanita. Karena memang bukan itu yang dimaksud. Disini dimaksudkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, histologi dan patologi anatomi. 3.2 Jenis dan rancangan penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan BAB IV METODE PELAKSANAAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menyangkut bidang ilmu biokimia, ilmu gizi, dan patologi anatomi 4.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan Fisika kedokteran. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat 1. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN.. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni sesungguhnya (True Experimental Research) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh asap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia. PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia. Luasnya penyebaran toksoplasmosis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium yang dilakukan dengan hewan uji secara in vivo. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium yang dilakukan dengan hewan uji secara in vivo. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental murni laboratorium yang dilakukan dengan hewan uji secara in vivo. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerja Seks Komersiil Umumnya telah diketahui bahwa sumber utama penularan penyakit hubungan seks adalah pekerja seks komersial, dengan kata lain penularan lewat prostitusi.

Lebih terperinci

(Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM

(Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM PENGARUH LARUTAN LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM, > ' SKRIPSI Oleh: OSYE SYANITA ALAMSARI B01496142 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMATOKRIT, DAN HEMOGLOBIN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) YANG DI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila

JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMATOKRIT, DAN HEMOGLOBIN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) YANG DI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila SKRIPSI JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMATOKRIT, DAN HEMOGLOBIN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) YANG DI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila Oleh : ADHITYA KURNIAWAN NIM 061111214 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah E. histolytica Penyebab amebiasis adalah parasit Entamoeba histolytica yang merupakan anggota kelas rhizopoda (rhiz=akar, podium=kaki). 10 Amebiasis pertama kali diidentifikasi

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA

GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA SKRIPSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA Oleh TUTUK WAHYUNINGTYAS NIM 061111149 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, desain Post-test control group desain. Postes untuk menganalisis perubahan gambaran histopatologi pada organ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO infeksi Toxoplasmosis sudah ada sejak tahun 1975, juga menurut survei WHO tahun 2009 Toxoplasmosis telah menyebar diseluruh dunia dan sekitar 300

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan eksperimental murni, dengan rancangan post-test control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan karena

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Histologi Universitas Diponegoro, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODA PENELITIAN. designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang

BAB IV METODA PENELITIAN. designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang BAB IV METODA PENELITIAN IV.1. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik ( true experiment designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Fisika Kedokteran. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Toxoplasmosis Toxoplasmosis ditemukan pada tahun 1909 oleh Nicelle dan Manceaux yang pada saat itu menyerang hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara (Hiswani, 2003).

Lebih terperinci

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasma gondii 2.1.1 Epidemiologi Toxoplasma gondii Infeksi protozoa Toxoplasma gondii adalah salah satu yang paling umum dari pada infeksi parasit manusia dan hewan berdarah

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di Laboratorium MIPA UNNES dan dilakukan pemberian warfarin LD

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental analitik (ekspanatorik) dengan rancang bangun Randomized Control Trial (RCT). Dilakukan pada hewan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penderita HIV/AIDS meningkat setiap tahun dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sel limfosit T CD4 merupakan sel target infeksi HIV, penurunan jumlah dan fungsi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 (lima) kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa yang ditularkan melalui feses kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. protozoa yang ditularkan melalui feses kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara beriklim tropis, penyakit akibat parasit masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi protozoa yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Cytenodactylus gundi) di Afrika pada tahun 1908 (Levine, 1985). Toxoplasma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Cytenodactylus gundi) di Afrika pada tahun 1908 (Levine, 1985). Toxoplasma BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasma gondii 2.1.1 Epidemiologi Toxoplasma gondii Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada binatang mengerat (Cytenodactylus gundi) di Afrika pada tahun 1908 (Levine,

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS PARASITOLOGI OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS DEFINISI PARASITOLOGI ialah ilmu yang mempelajari tentang jasad hidup untuk sementara atau menetap pada/ di dalam jasad hidup lain dengan maksud mengambil sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT) divisi Alergi-Imunologi dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Trichomonas Vaginalis

Trichomonas Vaginalis Trichomonas Vaginalis Trichomonas vaginalis tidak mempunyai stadium kista. Stadium trofozoit berukuran 10-25 mikron x 7-8 mikron mempunyai 4 flagel anterior dan 1 flagel posterior yang melekat pada tepi

Lebih terperinci