BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian adalah Eksperimental Laboratoris dengan desain penelitian complete randomized design. Eksperimental Laboratoris yaitu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu (Budiharto 2008). 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Pembuatan Sampel Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU Lokasi Pengujian Sampel Laboratorium Impact and Fracture Research Center (IFRC) Unit II: Static and Fatique Test, Fakultas Teknik Mesin, Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus

2 Sampel dan Besar Sampel Penelitian Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah logam Ni-Cr yang berbentuk persegi panjang berukuran (25 ± 1) mm (3 ± 0.1) mm (0.5 ± 0.05) mm. Porselen berukuran (8 ± 0.1) mm 3 (1.1 ± 0.1) mm, dilapis di atas logam, di daerah pertengahan. Berdasarkan ISO 9693;2012 (Ren dkk. 2016; Zhang dkk. 2015; Hong dan Shin 2014) (Gambar 3.1). Porselen Logam 0.5 ± 0.05 mm 3.0 mm 25.0 ± 1.0 mm 20.0 mm 8.0 ± 0.1mm 1.1 ± 0.1mm Gambar 3.1. Sampel

3 Besar Sampel Penelitian Penentuan besar sampel minimal adalah berdasarkan rumus berikut (Budiharto 2008; Sastroasmoro S 2002) : ( t - 1 )( r - 1 ) > 15 Keterangan : t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan Pada penelitian ini terdapat tiga kelompok sampel, maka t = 6 dan jumlah sampel ( r ) tiap kelompok dapat ditentukan sebagai berikut : ( 6 1)( r 1 ) > 15 5 ( r 1 ) > 15 r 1 > 3 r > r > 4 Dari hasil di atas, jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok adalah sebanyak 4 sampel, sehingga jumlah seluruh sampel untuk tiap kelompok adalah lima sampel, maka jumlah sampel untuk enam kelompok adalah 30 sampel.

4 Variabel Penelitian Klasifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas Pembakaran porselen dengan: 1. Temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC 2. Jumlah pembakaran porselen opak sebanyak 1 kali, 2 kali dan 3 kali Variabel Terikat Kekuatan lekat keramik-logam Variabel Terkendali a) Ukuran dan ketebalan sampel b) Jenis logam (Ni-Cr) c) Jenis porselen (Vita VMK Master) d) Ketebalan lapisan opak (0,3 mm) e) Ketebalan lapisan dentin (0,5 mm) f) Ketebalan lapisan enamel (0,3 mm) g) Perbandingan bubuk dengan cairan porselen h) Teknik kondensasi i) Surface treatment logam j) Atmosfer pembakaran k) Oksidasi logam l) Waktu pembakaran lapisanopak m) Waktu pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing n) Temperatur pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing o) Jumlah pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing

5 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi operasional variabel bebas Variabel Bebas Definisi Operasional Skala Ukur Temperatur Temperatur pembakaran lapisan opak 0 Celcius pembakaran porselen merupakan temperatur akhir yang perlu opak disesuaikan dengan tepat pada tungku ( 950 ºC dan 975 ºC) pembakaran porselen, agar terjadi peleburan dan penyatuan partikel-partikel porselen opak. Vita VMK Master dengan Temperatur pembakaran akhir porselen opak pada derajat 950 ºC. Peningkatan temperatur pembakaran pada 975 ºC untuk memperoleh kekuatan lekat keramik-logam yang lebih baik. Alat Ukur - Jumlah pembakaran porselen opak (1 kali, 2 kali dan 3 kali) Jumlah pembakaran porselen opak merupakan berapa kali rangkaian siklus pembakaran dilakukan untuk mendapatkan estetis dan persyaratan klinis yang baik. Jumlah pembakaran porselen opak Vita VMK Master sebanyak 1 kali. Peningkatan jumlah pembakaran porselen opak sebanyak 2 kali dan 3 kali untuk mendapatkan hasil yang optimal. - - Tabel 3.2 Definisi operasional variabel terikat VariabelTerikat Definisi Operasional Skala Ukur Kekuatan lekat Kekuatan yang diperlukan untuk menahan suatu Ratio keramik-logam gaya yang dapat merusak perlekatan bahan keramik-logam. Kekuatan lekat keramik-logam, sesuai ISO 9693;2012 adalah > 25 MPa. Alat Ukur Universal testing machine Tabel 3.3 Definisi operasional variabel terkendali Variabel Terkendali Definisi Operasional Skala Ukur Ukuran dan ketebalan sampel Ukuran logam Ni-Cr bentuk persegi panjang (25 ± 1) mm (3 ± 0.1) mm (0.5 ± 0.05) mm, dan porselen (8 ± 0.1) 3 (1.1 ± 0.1) mm, terletak diatas logam, di bagian pertengahan. Alat Ukur - Kaliper

6 77 Jenis logam Logam Nikel kromium dengan koefisien ekspansi termal 14,1 x 10 6 K 1 dan modulus elastisitas 120 GPa. Ketebalan koping logam 0,5 mm. - Kaliper Jenis porselen Porselen Vita VMK Master yang memiliki koefisien ekspansi termal 13,6-14,0 x 10 6 K Ketebalan lapisan opak Ketebalan lapisan opak Vita VMK Master: 0,3 mm. - Kaliper Ketebalan lapisan dentin Ketebalan lapisan dentin Vita VMK Master, yang diaplikasikan di atas lapisan opak: 0,5 mm. - Kaliper Ketebalan lapisan enamel Ketebalan lapisan enamel Vita VMK Master, yang diaplikasikan di atas lapisan dentin: 0,3 mm. - Kaliper Perbandingan bubuk dengan cairan porselen Perbandingan antara jumlah bubuk porselen dengan ikuid, sesuai dengan instruksi pembuatan. - - Teknik kondensasi Teknik kondensasi setelah aplikasi lapisan porselen: teknik getaran 10x - - Surface treatment logam Pembersihan koping logam dengan cara sandblasting menggunakan pasir alumina (Al 2 O µm, 2 bar) dan pembersihan ultrasonik dengan air destilasi selama 10 menit. - - Oksidasi logam Pemanasan koping logam di dalam tungku pembakaran porselen untuk membentuk lapisan oksida yang terkontrol. Pada temperatur 980 ºC, 10 menit 0 Celcius - Atmosfer pembakaran Tekanan udara di dalam tungku pembakaran diturunkan sehingga dalam keadaan vakum (hampa udara). Atm - Waktu pembakaran lapisan opak Lamanya siklus pembakaran lapisan opak yang dilakukan, sesuai skema pembakaran dari pabrikan. - Pra pemanasan: 500 C Menit -

7 78 - Waktu pra pemanasan: 2 menit - Pemanasan: 5,38 menit - Heating rate: 80 ºC /menit - Peleburan: 1 menit - Pendinginan: 5,38 menit Waktu pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing Lamanya siklus pembakaran lapisan dentin, enamel dan glazing gyang dilakukan, sesuai skema pembakaran dari pabrikan. 1. Dentin: - Pra pemanasan: 6 menit - Pemanasan: 7,49 menit - Peleburan: 1 menit - Pendinginan: 7,49 menit 2. Enamel: - Pra pemanasan: 6 menit - Pemanasan: 7.38 menit - Peleburan: 1 menit - Pendinginan: 7,38 menit 3. Glazing: - Pra pemanasan: 4 menit - Pemanasan: 5.15 menit - Peleburan: 1 menit - Pendinginan: - Menit - Temperatur pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing Temperatur siklus pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing yang dilakukan, sesuai skema pembakaran dari pabrikan. 1. Dentin : - Pra pemanasan: C - Heating rate: 55 0 C /menit - Peleburan: C 2. Enamel: - Pra pemanasan: C - Heating rate: 55 0 C /menit - Peleburan: C 3. Glazing: - Pra pemanasan: C - Heating rate: 80 0 C /menit - Peleburan: C 0 Celcius - Jumlah pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing Berapa kali siklus pembakaran yang dilakukan pada lapisan dentin, enamel, dan glazing. 1. Dentin: 1kali 2. Enamel: 1kali 3. Glazing: 1kali - -

8 Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel Logam Ni-Cr dan Pengaplikasian Lapisan Porselen a. Model induk dari logam b. Rubber bowl c. Spatula d. Kuvet e. Vibrator ( Pulsar 2 Filli Manfredi, Italy). f. Lekron ( Smic, China) g. Alat press h. Mata bur coklat, hijau (dura green) dan polishing i. Kaliper (Mitutoyo Co, Kawasaki, Japan) (Gambar 3.2) Gambar 3.2. Kaliper (Mitutoyo, Japan)

9 80 j. Moffel k. Alat burn out (K7, Manfredi, Italy) l. Alat casting (Multihertz Century, Manfredi. Italy) m. Alat sandblasting (Blasty, Manfredi, Italy) n. Alat Ultrasonic Cleaning (Fulgor, Med. Pro 3,5lt, Italy) o. Portable Dental Engine ( Olympia, Japan ) p. Straight handpiece ( Olympia, Japan ) q. Brush untuk pelapisan porselen r. Pinset s. Vakum furnace (Ivoclar Vivadent, Germany) Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel a. Universal testing machine (Servopulser. Shimadzu. Japan) (Gambar 3.3). b. Gambar 3.3. Universal testing machine (Servopulser. Shimadzu. Japan)

10 Bahan Penelitian a. Gips tipe V (Fuji Rock, GC) b. Vaselin c. Wax d. Akrilik self curing bubuk dan cairan (Hillon, Japan) e. Malam spru (Inlay wax soft, Violet, Tokyo Japan) f. Investment gyps (Deyuan, China) g. Logam Ni-Cr (KeraN: Ni 61,27 %, Cr 26,44 %, Mo 10,46 %, Mn,0,001 %, C 0,02 %) h. Bahan sandblasting (Pasir alumina 110 µm) i. Air destilasi (Aquadest) j. Bubuk dan cairan porselen (Vita VMK Master) (Gambar 3.4 ): - Lapisan opak - Lapisan dentin - Lapisan enamel k. Bahan glazing (Vita VMK Master)

11 82 Gambar 3.4. Bubuk lapisan opak (A3), lapisan dentin (2M1), dan lapisan enamel (EN2) Vita VMK Master 3.7 Cara Penelitian Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian Lapisan porselen opak, dentin dan enamel dilapisi di atas model induk yang terbuat dari logam berbentuk persegi panjang ukuran 25.0 ± 1,0 x 3.0 ± 0,1 dan ketebalan 0,5 ± 0,05 mm Pembuatan Sampel Logam Ni-Cr 1. Model induk dari logam, berbentuk persegi panjang, ukuran 25.0 x 3.0 dan ketebalan 0,5 mm disiapkan setelah dilakukan pengukuran menggunakan kaliper (Gambar 3.5).

12 83 Gambar 3.5. Model induk logam berbentuk persegi panjang, ukuran 25.0 x 3.0 dan ketebalan 0,5 mm. 2. Vaselin dioleskan pada model induk, kemudian menanam model induk pada kuvet dengan gips tipe V sebanyak 30 buah, kemudian press, dan biarkan sampai mengeras (Gambar 3.6). Gambar 3.6. Penanaman model induk dalam kuvet

13 84 3. Kuvet dibuka bila sudah mengeras, oleskan vaselin pada model induk, cold mold seal di aplikasikan di atas gips dalam kuvet, kemudian self curing diisi pada mold (Gambar 3.7). Gambar 3.7. Pengisian akrilik self curing 4. Penyelesaian akhir akrilik self curing yang berbentuk persegi panjang. Ukur ketebalan dan diameternya dengan kaliper digital, sesuai dengan yang sudah ditentukan. 5. Penanaman spru pada akrilik self curing yang sudah berbentuk persegi panjang, kemudian penanaman kedalam moffel, aduk nvestment gyps dengan perbandingan bubuk dan cairan sesuai dengan instruksi pabrik, letakkan di atas vibrator (Gambar 3.8). Gambar 3.8. Penanaman spru dengan investment gyps

14 85 6. Prosedur burn out, pada temperatur C (Gambar 3.9). Gambar 3.9. Alat burn out (K7, Manfredi, Italy). 7. Prosedur casting (Gambar 3.10). Gambar Logam Ni-Cr dan alat casting logam (Multihertz Century, Manfredi. Italy

15 86 8. Penyelesaian akhir lempengan logam Ni-Cr (Gambar 3.11). Gambar Logam Ni-Cr setelah prosedur casting 9.Prosedur sandblasting, dengan pasir alumina 110 mikron (Gambar 3.12). Gambar Alat sandblasting (Blasty, Manfredi, Italy)

16 Prosedur oksidasi di dalam vakum furnace dengan temperatur C (Gambar 3.13). Gambar Logam Ni-Cr setelah di oksidasi dengan vakum furnace (Ivoclar vivadent, Germany) 11. Prosedur pembersihan ultrasonik dengan air destilasi di dalam alat ultrasonic cleaning selama 10 menit (gambar 3.14). Gambar Alat ultrasonic cleaning (Fulgor, Med. Pro 3,5 lt, Italy).

17 Aplikasi Lapisan Porselen Opak, Dentin, dan Enamel, Pembakaran dan Glazing 1. Aplikasi porselen opak dengan jumlah pembakaran 1 kali (Kelompok I) (Gambar 3.15). - Aplikasi lapisan opak dengan ketebalan 0,3 mm di atas lempengan logam Ni-Cr - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C sebanyak (5sampel), dan C (5sampel). 2. Aplikasi porselen opak dengan jumlah pembakaran 2 kali (Kelompok II) - Aplikasi lapisan opak I dengan ketebalan 0,1 mm di atas lempengan logam Ni-Cr - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C sebanyak (5 sampel), dan C (5sampel). - Pembersihan ultrasonik selama 3 menit - Aplikasi lapisan opak II dengan ketebalan 0,2 mm di atas lapisan opak I - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C sebanyak (5 sampel), dan C (5 sampel). -

18 89 3. Aplikasi porselen opak dengan jumlah pembakaran 3 kali ( Kelompok III ) - Aplikasi lapisan opak I dengan ketebalan 0,1 mm di atas lempengan logam Ni-Cr - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C (5 sampel), dan C (5 sampel). - Pembersihan ultrasonik selama 3 menit - Aplikasi lapisan opak II, ketebalan 0,1 mm di atas lapisan opak I - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C (5 sampel), dan C (5 sampel). - Pembersihan ultrasonik selama 3 menit - Aplikasi lapisan opak III, ketebalan 0,1 mm di atas lapisan opak II - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C (5 sampel), dan C (5 sampel). Gambar Pelapisan porselen opak

19 90 4. Aplikasi porselen dentin (Gambar 3.16). - Pembersihan ultrasonik selama 3 menit - Aplikasi lapisan dentin dengan ketebalan 0,5 mm di atas lapisan opak - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C Gambar Pelapisan porselen dentin 5. Aplikasi porselen enamel (Gambar 3.17) - Pembersihan ultrasonik selama 3 menit - Aplikasi lapisan enamel dengan ketebalan 0,3 mm di atas lapisan dentin - Kondensasi dengan getaran 10 kali - Pembakaran pada temperatur C

20 91 Gambar Pelapisan porselen enamel 6. Proses glazing (Gambar 3.18). - Pembersihan ultrasonik selama 3 menit - Pembakaran pada temperatur C Gambar Sampel keramik-logam yang telah selesai di glazing

21 Kerangka Operasional Penelitian Pembuatan Model Induk Logam Ni-Cr Logam bentuk persegi panjang, ukuran ( 25 mm panjang x 3 mm lebar x 0,5 mm tinggi ) Akrilik self curing persegi panjang, ukuran 25 mm x 3 mm x 0,5 mm Pemasangan spru, penanaman dalam moffel dengan investment gyps Burning out (Temperatur C) Prosedur casting Pemolesan model induk bentuk persegi panjang, ukuran 25 mm x 3 mm x 0,5 mm Sanblasting (Pasir alumina 110 µm, 2 bar) Pembersihan ultrasonik (Aquadest) Proses oksidasi (Temperatur 980 ºC, 10 menit)

22 Aplikasi Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak serta Pengukuran Kekuatan Lekat 30 Sampel Koping Logam Ni-Cr (0,5mm) 15 Sampel (Dilapis porselen opak (0,3 mm), dibakar pada temperatur pembakaran 950 C (Kelompok A,B,C) 15 Sampel (Dilapis porselen opak (0,3 mm), dibakar pada temperatur Pembakaran 975 C (Kelompok D,E,F) 5 Sampel (Jumlah Pembakaran 1 kali dengan ketebalan pelapisan opak sekaligus 0,3 mm) (A) 5 Sampel (Jumlah Pembakaran 2 kali dengan ketebalan pelapisan opak bertahap 0,1 mm kemudian 0,2 mm) (B) 5 Sampel (Jumlah Pembakaran 3 kali dengan ketebalan pelapisan opak bertahap 0,1 mm, 0,1 mm kemudian 0,1 mm) (C) 5 Sampel (Jumlah Pembakaran 1 kali dengan ketebalan pelapisan opak sekaligus 0,3 mm) (D) 5 Sampel (Jumlah Pembakaran 2 kali dengan ketebalan pelapisan opak bertahap 0,1 mm kemudian 0,2 mm) (E) 5 Sampel (Jumlah Pembakaran 3 kali dengan ketebalan pelapisan opak bertahap 0,1 mm, 0,1 mm kemudian 0,1 mm) (F) Dentin (0,5 mm) Enamel (0,3 mm) Glazing Uji Kekuatan Lekat (Universal Testing Machine) τ b = k x F fail

23 Pengukuran Kekuatan Lekat dengan Alat Universal Testing Machine Pengukuran kekuatan lekat dilakukan dengan alat three-point bending pada universal testing machine (Servopulser. Model EHF-EB100KN-20L. Shimadzu. Japan) (Gambar 3.19). Gambar Universal testing machine (Servopulser. Model EHF-EB100KN-20L. Shimadzu. Japan) Sampel diletakkan pada alat uji dengan posisi keramik menghadap kebawah, dan setiap ujung sampel diletakkan pada penyangga dengan diameter 1 mm dan berjarak 20 mm. Sampel diberikan beban pada daerah pertengahan dengan piston bulat, radius 1 mm (Gambar 3.20).

24 95 A B Gambar Uji three point bending sampel keramik-logam. A) Aplikasi beban; B) Pemisahan keramik dari logam. Gaya yang diaplikasikan konstan dengan nilai (1,0 ± 0,5) mm/menit dan dicatat hingga terjadi gangguan kurva defleksi beban yang menandakan kegagalan ikatan. Gaya fraktur F (newton) diukur untuk kegagalan sampel dengan terjadinya retak ikatan pada lapisan keramik. Beban yang dihasilkan untuk kegagalan ikatan dicatat secara digital dengan computer software. Kekuatan permulaan terjadi retak atau lepas pada uji kekuatan threepoint bending dapat dihitung untuk menentukan kekuatan lekat keramik-logam (τ), menggunakan rumus τ = k x F fail,, dimana F fail adalah gaya maksimum yang diaplikasikan pada saat terjadi retak atau terlepas (beban kegagalan) dan k adalah konstanta yang ditentukan dari ketebalan dan modulus elastisitas logam dan didapatkan dari grafik pada standar ISO 9693/1999.

25 Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah : 1. Analisis Univarian, untuk mengetahui nilai rerata kekuatan lekat yang dihasilkan dan standar deviasi pada pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran 950 ºC dan 975 ºC yang diaplikasikan dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali, pada masing-masing kelompok. 2. Uji t untuk melihat pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC yang diaplikasikan dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. 3. Uji One way ANOVA untuk melihat pengaruh jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali, yang diaplikasikan dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. 4. Uji LSD untuk melihat perbedaan pengaruh antara temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC yang diaplikasikan dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.

26 BAB 4 HASIL PENELITIAN Pembuatan sampel penelitian berjumlah 30 sampel dilakukan di Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU. Kelompok sampel keramik-logam dibagi atas enam kelompok, antara lain sampel pada temperatur pembakaran porselen opak 950 C dengan jumlah pembakaran 1 kali; temperatur pembakaran porselen opak 950 C dengan jumlah pembakaran 2 kali; temperatur pembakaran porselen opak 950 C dengan jumlah pembakaran 3 kali; sampel pada temperatur pembakaran porselen opak 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali; temperatur pembakaran porselen opak 975 C dengan jumlah pembakaran 2 kali; temperatur pembakaran porselen opak 975 C dengan jumlah pembakaran 3 kali; dan masing-masing kelompok terdiri dari lima sampel. Pengukuran nilai kekuatan lekat (τ) pada kelompok sampel dilakukan dengan alat universal testing machine (Servopulser. Model EHF- EB100KN-20L. Shimadzu. Japan) di laboratorium Impact and Fracture Research Center (IFRC) unit II: static and fatique test, Fakultas Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. Nilai kekuatan lekat adalah hasil perkalian koefisien (k) dengan gaya (F). Alat universal testing machine terlebih dahulu dikalibrasi sebelum dilakukan pengukuran. 97

27 Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 C dan 975 C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam. Untuk mengetahui apakah data sampel terdistribusi secara normal, terlebih dahulu hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan uji Shapiro-Wilk dan hasil uji Shapiro Wilk menyatakan bahwa data terdistribusi secara normal dengan nilai p>0,05. Homogenitas data diuji dengan uji Levene, dan hasil uji Levene menyatakan bahwa data bersifat homogen dengan nilai p>0,05, selanjutnya menentukan perbedaan signifikan dengan uji t Independent. Nilai rerata kekuatan lekat pada temperatur 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dianalisis dengan uji univarian. Rerata kekuatan lekat keramik-logam pada temperatur 950 C dengan jumlah pembakaran 1 kali (Grup A) adalah 32,8 Mpa dengan median 31,5 Mpa, standar deviasi (SD) adalah 3,17 Mpa dan kekuatan lekat terendah 29 Mpa dan tertinggi 37 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada temperatur 950 C dengan jumlah pembakaran 2 kali (Grup B) adalah 37,34 Mpa dengan median 37 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada Grup B adalah 2,52 Mpa dan kekuatan lekat terendah 35 Mpa dan tertinggi 40,8 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada temperatur 950 C dengan jumlah pembakaran 3 kali (Grup C) adalah 24,5 Mpa dengan median 26 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada Grup C adalah 2,29 Mpa dan kekuatan lekat terendah 22 Mpa dan tertinggi 26,5 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada temperatur 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali (Grup D)

28 99 adalah 36,7 Mpa dengan median 37 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada grup D adalah 1,51 Mpa dan kekuatan lekat terendah 35 Mpa dan tertinggi 38,9 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada temperatur 975 C dengan jumlah pembakaran 2 kali (Grup E) adalah 45,04 Mpa dengan median 45,4 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada grup E adalah 2,30 Mpa dan kekuatan lekat terendah 42,8 Mpa dan tertinggi 48,2 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada temperatur 975 C dengan jumlah pembakaran 3 kali (Grup F) adalah 29,54 Mpa dengan median 29,7 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada grup F adalah 3,17 Mpa dan kekuatan lekat terendah 26 MPa dan tertinggi 34,5 MPa (Tabel 4.1dan Grafik 4.1) Tabel 4.1. Kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan temperatur dan jumlah pembakaran Sampel Kekuatan Lekat (MPa) Temperatur 950 C Temperatur 975 C Jumlah Pembakaran 1 x (Grup A) Jumlah Pembakaran 2 x (Grup B) Jumlah Pembakaran 3 x (Grup C) Jumlah Pembakaran 1 x (Grup D) Jumlah Pembakaran 2 x (Grup E) Jumlah Pembakaran 3 x (Grup F) , ,8 27, , ,8 29,7 4 31,5 40, ,6 48,2 34, ,5 38,9 45,4 29,7 Rerata ± SD (32,8 ± 3,17) (37,34 ± 2,52) (24,5 ± 2,29) (36,7 ± 1,51) (45,04 ± 2,30) (29,54 ± 3,17)

29 100 Grafik 4.1. Grafik boxplot perbedaan kekuatan lekat keramik-logam dari enam grup perlakuan Untuk mengetahui apakah ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dianalisis dengan uji t independent pada masing-masing kelompok. Hasil analisis menggunakan uji t independent menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara temperatur pembakaran 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,038 (p<0,05). Terdapat pengaruh yang signifikan antara temperatur pembakaran 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran 2 kali terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Terdapat pengaruh yang signifikan antara temperatur pembakaran 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran 3 kali terhadap kekuatan lekat keramiklogam dengan nilai p=0,025 (p<0,05). Rerata kekuatan lekat keramik-logam pada

30 101 temperatur 950 C adalah (31,55 ± 6,04), sementara itu nilai rerata kekuatan lekat pada temperatur 975 C adalah (37,09 ± 6,93) (Grafik 4.2). Grafik Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan temperaturr pembakaran Kekuatan Lekat Keramik - Logam, Mpa C 975 C Kekuatan Lekat Keramik, Mpa Temperatur Pembakaran Hasil analisis menggunakan uji t independent menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara temperatur pembakaran dengan kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,027 (p< <0,05) (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Pengaruh temperatur terhadap kekuatan lekat keramik-logam Kekuatan Lekat Keramik-Logam, Rerata ± (SD), (Mpa) Jumlah Pembakaran 1 Kali 2 Kali 3 Kali Rerata ± (SD) Temperatur Pembakaran 950 C Temperatur Pembakaran 975 C 32,8 ± 3,17 36,7 ± 1,51 37,34 ± 2,52 45,04 ± 2,30 24,5 ± 2,29 29,54 ± 3,17 31,55 ± 6,04 37,09 ± 6,93 p 0,038 * 0,001 * 0,025 * 0,027 * Keterangan: * Signifikan

31 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 C, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam Ketiga grup A, B, dan C terlihat menunjukkan perbedaan rerata kekuatan lekat keramik-logam yang signifikan setelah dilakukan analisis. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran 950 C terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis. Hasil analisis menggunakan uji Kruskal Wallis menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,004 (p<0,05) (Tabel 4.3). Tabel 4.3. Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran 950 C terhadap kekuatan lekat keramik-logam Temperatur Pembakaran Jumlah Pembakaran Kekuatan Lekat Keramik-Logam, Rerata ± (SD), (Mpa) 950 C Grup A (1 Kali) 32,8 ± 3,17 0,004 * Grup B (2 Kali) 37,34 ± 2,52 Grup C (3 Kali) 24,5 ± 2,29 p Keterangan: * Signifikan Kekuatan lekat keramik-logam tertinggi terjadi pada grup B dengan nilai rerata (37,34 ± 2,52) dan terendah pada grup C dengan nilai rerata (24,5 ± 2,29). Nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam pada grup A (32,8 ± 3,17) (Grafik 4.3 dan 4.4).

32 103 Grafik 4.3. Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 950 C Kekuatan Lekat Keramik- Logam, Mpa Group A Group B Group C Grafik 4.4. Grafik error bar nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 950 C

33 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 975 C, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran 975 C terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dilakukan analisis dengan uji One Way Anova. Hasil analisis menggunakan uji One Way Anova menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,001 (p<0,05) (Tabel 4.4). Tabel 4.4. Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran 975 C terhadap kekuatan lekat keramik-logam Temperatur Pembakaran Jumlah Pembakaran Kekuatan Lekat Keramik-Logam, Rerata ± (SD), (Mpa) 975 C Grup D (1 Kali) 36,7 ± 1,51 0,001 * Keterangan: * Signifikan Grup E (2 Kali) 45,04 ± 2,30 Grup F (3 Kali) 29,54 ± 3,17 p Ketiga grup D, E, dan F terlihat menunjukkan perbedaan rerata kekuatan lekat keramik-logam yang signifikan setelah dilakukan analisis. Kekuatan lekat keramiklogam tertinggi terjadi pada grup E dengan nilai rerata (45,04 ± 2,30) dan terendah pada grup F dengan nilai rerata (29,54 ± 3,17). Nilai rerata kekuatan lekat keramiklogam grup D (36,7 ± 1,51) (Grafik 4.5 dan 4.6).

34 105 Grafik 4.5. Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 975 C Kekuatan Lekat Keramik- Logam, Mpa Group D Group E Group F Grafik 4.6. Grafik error bar nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 975 C

35 Perbedaan Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 C dan 975 C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam Untuk melihat perbedaan pengaruh antara temperatur pembakaran porselen opak 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dilakukan dengan uji LSD. Berdasarkan Uji LSD terlihat bahwa pada temperatur 950 C terdapat perbedaan nilai rerata kekuatan lekat antara grup A dan grup B dengan nilai p=0,02, grup A dan grup C dengan nilai p=0,001serta kekuatan lekat keramik-logam juga tampak berbeda secara signifikan antara grup B dan grup C dengan nilai p=0,001 (Tabel 4.5). Tabel 4.5. Uji LSD perbedaan kekuatan lekat keramik-logam pada temperatur pembakaran 950 C (I) Grup (J) Grup Mean Difference (I-J) p A B -4,5400 * 0,020 C 8,3000 * 0,000 B A 4,5400 * 0,020 C 12,8400 * 0,000 A -8,3000 * 0,000 B -12,8400 * 0,000 Berdasarkan Uji LSD, pada temperatur 975 C juga terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai rerata kekuatan lekat antara grup D dan grup E dengan nilai p=0,001,

36 107 grup D dan grup F dengan nilai p=0,001. Kekuatan lekat keramik juga tampak berbeda secara signifikan antara grup E dan grup F dengan nilai p=0,001 (Tabel 4.6). Tabel 4.6. Uji LSD perbedaan kekuatan lekat keramik-logam pada temperatur pembakaran 975 C (I) Grup (J) Grup Mean Difference (I-J) p D E -8,3400 * 0,000 F 7,1600 * 0,001 E D 8,3400 * 0,000 F 15,5000 * 0,000 F D -7,1600 * 0,001 E -15,5000 * 0,000 Dari masing-masing grup berdasarkan temperatur pembakaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam untuk semua jumlah pembakaran dengan nilai p<0,05. Hasil studi menunjukkan bahwa kekuatan lekat tertinggi terjadi pada temperatur 975 C. Dari hasil uji LSD terlihat perbedaan pengaruh temperatur pembakaran dengan jumlah yang signifikan antara tiap kelompok dengan temperatur pembakaran 950 C dan 975 C.

37 BAB 5 PEMBAHASAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris, yaitu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu gejala atau pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu. Penelitian ini menyelidiki kemungkinan adanya pengaruh antara beberapa kelompok eksperimen dengan cara memberikan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian hasil dari kelompok yang diberi perlakuan tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah complete randomized design, yaitu desain penelitian yang biasanya dipakai untuk jenis penelitian eksperimental laboratoris. Complete randomized design, adalah suatu desain penelitian yang paling sederhana dengan menempatkan perlakuan secara acak terhadap sampel penelitian, dengan kondisi sampel penelitian yang relatif homogen (Sastroamoro 2002; Budiharto 2008). 5.1 Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 C dan 975 C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam tertinggi terdapat pada temperatur pembakaran porselen opak 975 C (37,09 ± 6,93), sedangkan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam terendah terdapat pada 108

38 109 temperatur pembakaran porselen opak 950 C (31,55 ± 6,04). Dengan meningkatnya temperatur pembakaran porselen opak menghasilkan peningkatan kekuatan lekat keramik-logam melebihi nilai minimal kekuatan lekat standar ISO 9693:2012 yaitu 25 MPa. Permukaan porselen terlihat tidak mengalami retak, hal ini menunjukkan bahwa tinggi temperatur pembakaran sesuai untuk gigi tiruan cekat keramik-logam. Uji t independent menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara temperatur pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,027 (p<0,05). Selama pembakaran, partikel-partikel porselen melebur dan saling berikatan pada titik kontak saat terjadi sintering, dan partikel-partikel yang tersintering akan mengalir dan mengisi ruang-ruang pori. Partikel-partikel porselen yang tidak tersintering baik, tidak mampu mengalir dan mengisi rongga-rongga secara sempurna (Saini dkk. 2011). Porselen harus mudah mengalir menutupi seluruh permukaan logam dan melekat dengan logam. Kemudahan porselen mengalir juga mempengaruhi luas terisinya pori-pori atau ketidakteraturan. Pembasahan permukaan logam oleh porselen terjadi selama pembakaran porselen opak. Bila porselen tidak membasahi permukaan logam, perlekatan antara porselen dan logam tidak akan terjadi. Temperatur pembakaran porselen opak Vita VMK Master sesuai instruksi pabrikan adalah 950 C. Untuk meningkatkan kekuatan lekat keramik-logam, dalam penelitian ini dilakukan peningkatan temperatur hingga 975 C. Diharapkan kelarutan dan pembasahan keramik pada permukaan logam juga meningkat. Mc Lean

39 110 menyarankan Untuk menciptakan pembasahan, temperatur pembakaran porselen opak 20 C lebih tinggi dari temperatur yang disarankan pabrikan (dikutip dari Olivieri dkk. 2005). Hammad dan Stein dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa temperatur pembakaran porselen opak, 25 C lebih tinggi dari temperatur yang direkomendasikan, signifikan dapat meningkatkan kekuatan lekat (dikutip dari Al Amri dkk. 2012). Pada temperatur tinggi, pembasahan porselen pada permukaan logam menjadi lebih baik, interaksi antara atom-atom pada permukaan logam dengan keramik dan penetrasi keramik ke dalam ketidakteraturan permukaan logam menjadi meningkat (Henriques 2012; Rosenstiel dkk.2004). Pada penelitian ini, secara langsung terlihat perbedaan warna porselen opak yang dibakar pada temperatur berbeda. Pembakaran porselen opak pada temperatur 975 ºC menghasilkan warna porselen yang lebih kecoklatan dibandingkan pada temperatur 950 ºC, hal ini kemungkinan karena temperatur tinggi yang dicapai selama pembakaran porselen menyebabkan perubahan bentuk maupun struktur komposisi permukaan porselen (Ren dkk. (2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kekuatan lekat seluruh sampel telah memenuhi standar ISO 9693, yaitu 25 MPa, hal ini kemungkinan karena kesesuaian bahan keramik dan logam yang digunakan. Jenis koping logam yang dipakai dalam penelitian ini adalah Ni-Cr dengan ketebalan 0,5 mm, karena logam ini memiliki koefisien ekspansi termal yang menyerupai keramik. Logam dan keramik harus memiliki koefisien ekspansi termal yang sesuai, yaitu antara x 10 6/ºC dan koefisien ekspansi termal logam harus

40 111 lebih tinggi dari keramik, sehingga dapat menghasilkan tekanan kompresi pada keramik selama proses pendinginan ke temperatur kamar yang efektif meningkatkan kekuatan lekat dan mengurangi tekanan tarik sisa yang tidak diharapkan pada keramik. Keramik gigi merupakan bahan yang keras dan tahan aus namun memiliki kekuatan tarik yang rendah (Lopes dkk. 2009; Prakash dkk. 2010). Koefisien ekspansi termal logam Ni-Cr dalam penelitian ini adalah 14.1 x 10 6 /ºC dan Koefisien ekspansi termal keramik Vita VMK Master yang digunakan pada penelitian ini adalah 14.0 x 10 6 /ºC. Zhang dkk. (2015) menyatakan bahwa saat temperatur pembakaran meningkat, kelarutan dan penyebaran keramik dan logam akan meningkat. Jenis ikatan logam antara aloi dan keramik ini dapat meningkatakan kekuatan lekat keramik-logam. Pada proses peleburan porselen, elemen-elemen aloi dan keramik dapat saling larut, sedangkan atom-atom berdifusi secara acak dan membentuk lapisan oksida sebagai lapisan transisi. Ketebalan lapisan oksida sangat berkaitan dengan temperatur pembakaran. Saini dkk. (2011) juga menyatakan bahwa selama pembakaran, komponen utama dari porselen (Potassium (K), Silicon (Si), Aluminium (Al) berinteraksi dengan oksida menghasilkan ikatan yang kuat. Porselen yang dibakar pada temperatur tinggi dapat mengalir dan menyatu dengan oksida pada permukaan logam.

41 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 C, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam. Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam tertinggi terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 2 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 C (37,34 ± 2,52), sedangkan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam terendah terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 C (24,5 ± 2,29). Hasil analisis dengan uji Kruskal Wallis juga memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,004 (p<0,05). Dari data yang dihasilkan, ditemukan bahwa bila jumlah pembakaran porselen opak hanya 1 kali, nilai kekuatan lekat keramik-logam menurun (32,8 ± 3,17), dan nilai kekuatan lekat keramik-logam menjadi meningkat saat jumlah pembakaran ditambah menjadi 2 kali (37,34 ± 2,52), namun nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam menjadi menurun bila jumlah pembakaran porselen opak di tambah menjadi 3 kali (24,5 ± 2,29). Dari data yang dihasilkan, terlihat jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit atau terlalu banyak dapat menurunkan kekuatan lekat keramik-logam. Pembakaran porselen untuk membentuk GTC keramik-logam, umumnya terdiri atas pembakaran opak, dentin, enamel dan glazing, tetapi tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk mendapatkan

42 113 restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed 2015, Rayyan 2015; Zakaria 2003). Teknisi laboratorium melakukan pembakaran berulang kali karena gagal mendapatkan bentuk dan pola restorasi keramik-logam yang sesuai (Ghanbarzadeh dkk. 2008; Rosenstiel dkk. 2004). Secara teori, pembakaran keramik yang berulang kali akan menurunkan kesesuaian koefisien ekspansi termal keramik dan logam dan selanjutnya dapat menurunkan kekuatan lekat. Ren dkk. (2016) menyatakan bahwa koefisien ekspansi termal keramik akan meningkat pada pembakaran yang berulang dan dihubungkan juga dengan terjadinya pembentukan kristal leucite. Pada pembakaran berulang, pembentukan lapisan oksida juga menjadi sulit dikontrol. Lapisan oksida sangat diperlukan dalam membentuk ikatan kimia dengan keramik, namun ketebalannya harus dikontrol. Rokni dan Baradaran (2007) menyatakan bahwa pembentukan lapisan oksida yang berlebih ditemukan pada jumlah pembakaran yang meningkat, ketebalan lapisan oksida meningkat signifikan di setiap tahap pembakaran porselen. Pada penelitian ini, ketebalan lapisan oksida juga dikontrol dengan melakukan sandblasting menggunakan partikel alumina (Al 2 O 3 ukuran 110 µm), kemudian pembersihan dengan alat ultrasonic cleaning menggunakan air destilasi selama 10 menit dan prosedur oksidasi secara vakum dengan temperatur 980 C.

43 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 975 C, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam. Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam tertinggi terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 2 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 C (45,04 ± 2,30), sedangkan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam terendah terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 C (29,54 ± 3,17). Hasil analisis dengan uji One Way Anova juga memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramiklogam dengan nilai p=0,001. Dari data yang dihasilkan, ditemukan bahwa bila jumlah pembakaran porselen opak hanya 1 kali, nilai kekuatan lekat keramik-logam menurun (36,7 ± 1,51), dan nilai kekuatan lekat keramik-logam menjadi meningkat saat jumlah pembakaran ditambah menjadi 2 kali (45,04 ± 2,30), namun nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam menjadi menurun bila jumlah pembakaran porselen opak di tambah menjadi 3 kali (29,54 ± 3,17). Pembakaran berulang kali adakalanya dilakukan untuk mendapatkan kontur, warna, ataupun estetis yang memuaskaan. Pada penelitian ini, untuk jumlah pembakaran 1 kali, porselen opak sekaligus dilapiskan pada permukaan logam dengan ketebalan 0,3 mm. Untuk jumlah pembakaran 2 kali, porselen opak dilapiskan bertahap dengan ketebalan 0,1 mm kemudian 0,2 mm. Untuk jumlah pembakaran 3

44 115 kali, porselen opak dilapiskan bertahap dengan ketebalan 0,1 mm kemudian 0,1 mm dan 0,1 mm. Nilai kekuatan lekat keramik-logam pada jumlah pembakaran porselen opak 1 kali lebih rendah dari 2 kali, kemungkinan karena porselen opak sekaligus dibakar dengan ketebalan 0,3 mm, sedangkan pada jumlah pembakaran 2 kali, porselen opak dilapiskan terlebih dahulu dengan ketebalan tipis (0,1 mm). Pada jumlah pembakaran 3 kali, porselen opak dilapiskan terlebih dahulu dengan ketebalan tipis (0,1 mm), namun dilakukan berulang-ulang, Pada penelitian juga terlihat, permukaan porselen opak yang sekaligus dibakar dengan ketebalan 0,3 mm mudah mengalami retakan, sementara permukaan porselen opak yang dibakar dengan ketebalan tipis (0,1 mm) terlebih dahulu terlihat lebih halus dan tidak mengalami retak, sehingga kemungkinan hal ini mempengaruhi kekuatan lekat keramik-logam. Barghi dkk (dikutip dari Hadi dkk. 2016) menyatakan bahwa ketebalan opak 0,3 sangat dibutuhkan untuk porselen Vita dan ketebalan opak minimal untuk menutupi warna logam adalah 0,3 mm. Sinamo S (2015) menyarankan ketebalan lapisan opak 0,2 mm dengan lapisan dentin 1,0 mm untuk menghasilkan kesesuaian warna mahkota keramik-logam dengan shade guide. Gigi tiruan cekat keramik-logam membutuhkan temperatur pembakaran tinggi yang menghasilkan perubahan pada struktur permukaan selama proses pembakaran porselen, dan bila proses pembakaran diulang, efek negatif dari temperatur tinggi berupa, peningkatan tekanan antar permukaan dan pembentukan lapisan oksida yang tidak terkontrol akan meningkat. Kesesuaian koefisien ekspansi termal sangat dibutuhkan untuk mendapatkan

45 116 perlekatan keramik-logam yang optimal. Pembakaran yang berulang dapat merubah kesesuaian koefisien ekspansi termal keramik dan logam, sehingga keramik dapat mengalami tegangan tarik sisa yang tidak diharapkan selama proses pendinginan ke temperatur kamar dan tegangan tarik sisa dapat memicu terjadinya retak didalam keramik (Rayyan M 2014). Pada penelitian ini, pembakaran porselen opak dengan ketebalan 0,3 mm sebanyak 1 kali, memiliki nilai kekuatan lekat yang lebih rendah dibandingkan pada pembakaran porselen opak sebanyak 2 kali. Namun nilai kekuatan lekat keramiklogam kembali menurun pada pembakaran porselen opak sebanyak 3 kali. Dari data yang dihasilkan terlihat bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit atau terlalu banyak dapat menurunkan kekuatan lekat keramik-logam. 5.4 Perbedaan Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 C dan 975 C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam. Tabel 4.5 Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan pengaruh yang signifikan antara grup A dan grup B dengan nilai p=0,020, antara grup A dan grup C dengan nilai p=0,001, antara grup B dan grup C dengan nilai (p=0,001). Tabel 4.6 uji LSD juga memperlihatkan perbedaan pengaruh yang signifikan antara grup D dan E dengan nilai p=0,001, antara grup D dan F dengan nilai p=0,001, antara grup E dan F dengan nilai p=0,001. Dari data penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan

46 117 temperatur, terdapat perbedaan signifikan kekuatan lekat keramik-logam dan kekuatan lekat tertinggi terjadi pada temperatur pembakaran porselen opak 975 C. Hal ini sejalan dengan penelitian Vasconcellos dkk. (2010) yang menyatakan meningkatkan temperatur pembakaran lapisan opak akan meningkatkan kekuatan lekat keramik-logam. Menurut jumlah pembakaran terlihat bahwa jumlah pembakaran 2 kali menunjukkan nilai kekuatan lekat keramik-logam tertinggi, sedangkan jumlah pembakaran 3 kali menunjukkan nilai kekuatan lekat keramik-logam terendah. Trindade dkk. (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai kekuatan lekat paling rendah pada pembakaran 1 kali, nilai kekuatan lekat sedang pada pembakaran 2 kali, dan kelompok yang lain menunjukkan nilai yang sama tinggi. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit atau terlalu banyak dapat menurunkan kekuatan lekat keramik-logam. Selama percobaan, pola retakan seluruh sampel terjadi dari salah satu ujung antar permukaan keramik-logam keujung yang lain, hal ini sesuai dengan analisis Anusavice (dikutip dari Venkatachalam dkk. 2009) tentang tekanan three-point bending bahwa gaya tarik pada ikatan keramik-logam paling besar terjadi pada daerah ujung antar permukaan keramik-logam. ISO 9693/2000 menyatakan nilai minimum kekuatan lekat keramik-logam adalah 25 MPa pada uji Three-point bending. Tipe kegagalan perlekatan dari seluruh sampel yang diuji adalah kegagalan adhesif berupa pemisahan keramik dari logam. Hal ini dapat terjadi karena adanya

47 118 kontaminasi pada saat pembuatan logam dan kondisi permukaan logam yang berpori. Selama percobaan juga terlihat warna porselen opak yang dihasilkan pada temperatur 975 C lebih kecoklatan dibandingkan pada temperatur 950 C. Klinisi dan teknisi di laboratorium harus dapat mengatur temperatur dan jumlah pembakaran porselen opak yang tepat untuk mendapatkan kekuatan lekat GTC keramik-logam yang optimal (Henriques 2012; Hammad dan Talic 1996). Adapun kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini, adalah: 1. Penggunaan porselen opak dalam bentuk powder/liquid, memungkinkan perbandingan bubuk porselen opak dan cairan opak yang dicampur secara manual menjadi kurang akurat dan perlakuan untuk seluruh sampel menjadi tidak sama. 2. Teknik pelapisan porselen dilakukan secara konvensional, sehingga memungkinkan ketebalan yang merata di seluruh permukaan sampel kurang akurat 3. Ukuran sampel sangat kecil, sehingga model induk hanya bisa dibuat secara manual, tidak bisa menggunakan mesin.

48 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan: 1. Ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam dengan nilai p<0,05. Peningkatan temperatur pembakaran porselen opak menghasilkan peningkatan nilai kekuatan lekat keramik-logam. Dapat disimpulkan bahwa temperatur pembakaran porselen opak yang paling baik adalah 975 C dengan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam (37,09 ± 6,93). 2. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 C terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam dengan nilai p=0,004 (p<0,05). Jumlah pembakaran 1 kali dan 3 kali menghasilkan nilai kekuatan lekat yang lebih rendah dari 2 kali. Dapat disimpulkan bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit atau terlalu banyak dapat menurunkan kekuatan lekat keramik-logam dan jumlah pembakaran porselen opak yang paling baik dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 C adalah 2 kali dengan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam (37,34 ± 2,52). 3. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 C terhadap kekuatan lekat gigi 119

49 120 tiruan cekat keramik-logam dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Jumlah pembakaran 1 kali dan 3 kali menghasilkan nilai kekuatan lekat yang lebih rendah dari 2 kali. Dapat disimpulkan bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang paling baik dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 C adalah 2 kali dengan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam (45,04 ± 2,30). 4. Ada perbedaan pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dengan nilai p<0,05. - Peningkatan temperatur pembakaran porselen opak 950 C menjadi 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali menghasilkan kekuatan lekat keramik-logam yang semakin tinggi. - Jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu banyak ataupun terlalu sedikit menghasilkan nilai kekuatan lekat keramik-logam yang semakin rendah. Temperatur pembakaran porselen opak 975 C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali menunjukkan nilai kekuatan lekat tertinggi melebihi nilai kekuatan lekat standar ISO 9693:2012 yaitu 25 MPa, dengan rerata (45,04 ± 2,30). Temperatur pembakaran porselen opak 975 C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali direkomendasikan sebagai panduan pembuatan gigi tiruan cekat keramik-logam untuk menghasilkan kekuatan lekat keramik-logam yang optimal, sehingga tercapai keberhasilan klinis jangka panjang dari penggunaan gigi tiruan cekat keramik-logam.

50 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian tentang adanya pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 C dan 975 C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali terhadap warna gigi tiruan cekat keramik-logam. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya pengaruh ketebalan porselen opak terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya pengaruh teknik surface treatment logam terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya pengaruh teknik aplikasi porselen terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris 3.2 Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.2.1 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini menggunakan resin akrilik polimerisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan mahkota gigi yang sudah rusak atau hilang, disemenkan secara permanen

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan mahkota gigi yang sudah rusak atau hilang, disemenkan secara permanen 41 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahkota tiruan adalah gigitiruan yang menggantikan sebagian atau seluruh jaringan mahkota gigi yang sudah rusak atau hilang, disemenkan secara permanen terhadap

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eksperimental Laboratoris.Kegiatan percobaan yang memiliki tujuan untuk mengungkapkan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Adhesif semen konvensional (Fuji I merk GIC).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Adhesif semen konvensional (Fuji I merk GIC). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni B. Identifikasi Variabel 1. Variabel pengaruh a. Adhesif semen (RelyX TM U200, 3M ESPE, USA) b.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan post-test only control group design. B. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris 3.2 Sampel dan Besar Sampel 3.2.1 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini digunakan resin akrilik polimerisasi panas

Lebih terperinci

KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN

KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental laboratoris dan dengan desain penelitian post-test only control group. B. Sampel Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. B. Identifikasi Variabel 1. Variabel Pengaruh a. Self adhesif semen (RelyX TM U200, 3M ESPE,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. 14 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. group design. 3.2 Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON Arif Setiyono NRP : 2108 100 141 Dosen pembimbing : Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan satu gigi atau lebih dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan fungsional gigi yang masih ada. Hilangnya keseimbangan fungsional gigi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi memerlukan gigi tiruan untuk mengembalikan estetik dan fungsi menjadi salah satu yang paling penting bagi pasien untuk datang ke dokter gigi. Gigi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories. 3.2 Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Post test with control

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut. Pembuatan model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga mulut dan dibiarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkota gigi tiruan cekat merupakan suatu restorasi tetap yang menutupi permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, kontur, serta melindungi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories

BAB 3 METODOLOGI PENELITAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories 3.2 Desain Penelitian Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah Posttest design 3.3

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian Analitik eksperimen laboratoris 4.2 Populasi Sampel yang dibuat sesuai kriteria 4.3 Sampel penelitian a. Bentuk dan ukuran Lempeng akrilik berbentuk persegi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 32 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pada penelitian ini merupakan jenis eksperimental laboratoris dengan desain post test group only control. 3.2 Sampel dan Besar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kekerasan gigi desidui sebelum dan sesudah perendaman pada beberapa

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN. 17 Ibnu Maulana Yusuf

BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN. 17 Ibnu Maulana Yusuf BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN Gambar 3.1. Skema proses pembuatan filter air dari karbon serbuk dan pasir silika 17 III.2. TAHAP PERSIAPAN Pada tahap persiapan, proses-proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 23 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gigi premolar manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding 34 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap Kekuatan Tarik Resin Komposit Nanofill pada Dentin pada gigi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil pengujian yang telah dilakukan pada material hasil proses pembuatan komposit matrik logam dengan metode semisolid dan pembahasannya disampaikan pada bab ini. 4.1

Lebih terperinci

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SELAMA 45, 90, 135 MENIT

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SELAMA 45, 90, 135 MENIT KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SELAMA 45, 90, 135 MENIT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN GARAM DAPUR DAN NaCl 2% TERHADAP SETTING TIME DAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN GARAM DAPUR DAN NaCl 2% TERHADAP SETTING TIME DAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN GARAM DAPUR DAN NaCl 2% TERHADAP SETTING TIME DAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN JUMLAH PEMBAKARAN PORSELEN OPAK TERHADAP KEKUATAN LEKAT GIGI TIRUAN CEKAT KERAMIK-LOGAM

PENGARUH TEMPERATUR DAN JUMLAH PEMBAKARAN PORSELEN OPAK TERHADAP KEKUATAN LEKAT GIGI TIRUAN CEKAT KERAMIK-LOGAM PENGARUH TEMPERATUR DAN JUMLAH PEMBAKARAN PORSELEN OPAK TERHADAP KEKUATAN LEKAT GIGI TIRUAN CEKAT KERAMIK-LOGAM TESIS NIDYA PRETTYSIA SEMBIRING 127160002 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROSTODONSIA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Desian Penelitian Jenis dari penelitian ini adalah Eksperimental Laboratoris. Alasan menggunakan jenis penelitian ini adalah karena penulis melakukan peneletian tentang

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Simple Random Sampling. itu direndam dalam larutan fisiologis. Silinder dengan diameter 4 mm dan tinggi 4 mm

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Simple Random Sampling. itu direndam dalam larutan fisiologis. Silinder dengan diameter 4 mm dan tinggi 4 mm BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian The Post Test-Only Control Design Group. 4.2 Sampel Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan rancangan eksperimental random atau disebut juga randomized pretest-posttest control group

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: CHRISTO B.

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: CHRISTO B. PERBEDAAN KEKUATAN TRANSVERSAL BAHAN BASISGIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANASDENGAN KETEBALAN YANG BERBEDA DENGANDAN TANPA PENAMBAHAN SERAT KACA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan Laboratorium Metrologi Universitas Lampung serta Laboratorium Material ITB Bandung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Sriwijaya. B. Bahan yang Digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan hubungan antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Pengecoran logam dilakukan dipabrik pengecoran logam,desa Serdang, Kecamatan Tanjung Bintang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang kuat dan retentif berguna untuk menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi hilang dengan

Lebih terperinci

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik Keramik Keramik Definisi: material padat anorganik yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik merupakan resin sintetis yang paling banyak digunakan di kedokteran gigi. Resin akrilik terdiri dari powder dan liquid yang dicampurkan. Powder mengandung

Lebih terperinci

COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA

COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2012 di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung. Karakaterisasi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO Fahmi 1109201707 Dosen Pembimbing Dr. Mochammad Zainuri, M.Si PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052 PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan cohort study.

BAB 4 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan cohort study. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan cohort study. 4.2. Kriteria Sampel Penelitian 4.2.1. Jenis Sampel Spesimen resin pit & fissure sealant

Lebih terperinci

2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Mahkota Jaket a. Indikasi Mahkota jaket dapat dipakai untuk memugar gigi gigi anterior yang :

2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Mahkota Jaket a. Indikasi Mahkota jaket dapat dipakai untuk memugar gigi gigi anterior yang : 1.1 Latar Belakang Mahkota jaket akrilik merupakan restorasi yang meliputi seluruh permukaan gigi anterior yang di buat dari bahan akrilik sesuai dengan warna gigi. Biasanya mahkota jaket dari akrilik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

Bahan basis gigitiruan resin. Resin akrilik. Swapolimerisasi. Konduktivitas termal. Minuman soda Obat Kumur Kopi Teh Nikotin

Bahan basis gigitiruan resin. Resin akrilik. Swapolimerisasi. Konduktivitas termal. Minuman soda Obat Kumur Kopi Teh Nikotin Lampiran 1 Kerangka Teori PERUBAHAN WARNA PADA BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN KOPI Bahan basis gigitiruan resin Resin akrilik Polimerisasi panas Swapolimerisasi

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error! DAFTAR ISI JUDUL... i PERSETUJUAN... ii LEMBAR PLAGIASI...iii ABSTRAK...iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR NOTASI...xvi BAB I PENDAHULUAN... Error!

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Airlangga, Laboratorium Dasar Bersama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini merupakan suatu studi kasus pekerjaan perbaikan struktur kantilever balok beton bertulang yang diakibatkan overloading/ beban yang berlebihan. Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta 3.1.2. Alat dan bahan 3.2.1 Alat Alat yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian uji kekerasan email dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah ekperimental laboratoris murni.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah ekperimental laboratoris murni. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah ekperimental laboratoris murni. B. Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah gigi premolar post ektraksi yang bersih dari karies

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada gigi yang umumnya berakibat pada kehilangan gigi dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. pada gigi yang umumnya berakibat pada kehilangan gigi dan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies gigi yang tidak dirawat dapat menyebabkan infeksi pulpa dan abses pada gigi yang umumnya berakibat pada kehilangan gigi dan dapat menimbulkan beberapa

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL SNI 03-6758-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kuat tekan campuran aspal panas yang digunakan untuk lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan merupakan suatu alat yang dibuat untuk menggantikan gigigigi yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi tiruan dapat

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penilitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi indirect veneer resin

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 PERANAN TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TAPIOKA DALAM PEMBUATAN KERAMIK ALUMINA BERPORI DENGAN PROSES SLIP CASTING Soejono Tjitro, Juliana Anggono dan Dian Perdana Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB 3 KONDENSASI PADA DENTAL AMALGAM. 3.1 Pengertian Kondensasi Amalgam. yang sudah dipreparasi dengan menggunakan alat yang disebut condenser.

BAB 3 KONDENSASI PADA DENTAL AMALGAM. 3.1 Pengertian Kondensasi Amalgam. yang sudah dipreparasi dengan menggunakan alat yang disebut condenser. BAB 3 KONDENSASI PADA DENTAL AMALGAM 3.1 Pengertian Kondensasi Amalgam Kondensasi merupakan penekanan amalgam setelah triturasi pada kavitas gigi yang sudah dipreparasi dengan menggunakan alat yang disebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Variabel bebas yaitu variasi prosentase slag 60%, 80%,100% (data primer); 0%,20%,40% (data sekunder). Variabel terikat yaitu berat, berat jenis, kuat tekan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memberi perlakuan terhadap sampel penelitian, dan perubahan yang

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memberi perlakuan terhadap sampel penelitian, dan perubahan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian ekperimental laboratoris, dimana peneliti memberi perlakuan terhadap sampel penelitian, dan perubahan yang akan timbul

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat

Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat F171 Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat Ika Wahyu Suryaningsih dan Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan 47 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut : a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sebelum dan sesudah perendaman dengan beberapa jenis sediaan susu telah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sebelum dan sesudah perendaman dengan beberapa jenis sediaan susu telah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penilitian Penelitian mengenai perbedaan kekerasan email gigi desidui antara sebelum dan sesudah perendaman dengan beberapa jenis sediaan susu telah dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi antara lain dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal, trauma dan atrisi berat. Selain itu, meningkatnya usia sering dihubungkan dengan jumlah

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP

Lebih terperinci

PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN DAUN MIMBA 15% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN DAUN MIMBA 15% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA 1 PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN DAUN MIMBA 15% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pengaruh titanium..., Caing, FMIPA UI., 2009.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pengaruh titanium..., Caing, FMIPA UI., 2009. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi kemasan kaleng, khususnya kaleng dua bagian yang terbuat dari aluminium (two-piece aluminum can) bergerak sangat pesat, baik dari segi teknologi mesin,

Lebih terperinci