BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelesaian masalah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia memiliki sejarah yang cukup panjang. Sejak dimulainya pembicaraan mengenai perbatasan tahun 1970 dalam Treaty between the Republic of Indonesia and Malaysia Relating the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Straits of Malaca, kedua negara masih belum menetapkan maupun menyepakati sembilan titik batas wilayah negaranya, di antaranya Batas Laut Teritoral, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka. 1 Baik wilayah daratan maupun perairan sarat dengan potensi perekonomian dan sumber daya alam yang kemudian sering menjadi pemicu konflik, misalnya pada kasus perebutan klaim kepemilikan atas Perairan Ambalat yang diduga memiliki kandungan mineral yang tinggi. Masalah pergeseran patok perbatasan seperti pada wilayah Camar Bulan dan perairan Tanjung Datu juga menjadi contoh rentannya masalah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Patok perbatasan di kedua wilayah ini ditemukan bergeser sehingga Indonesia kehilangan hektar (Camar Bulan) dan m 2 (Tanjung Datu). 2 Masih banyak bagian-bagian wilayah perbatasan yang belum dengan tegas ditangani batas-batasnya antara kedua negara sehingga masih banyak masalah seperti pergeseran patok batas dan klaim kepemilikan. Kawasan perbatasan Indonesia dan Malaysia terdiri dari wilayah daratan di Kabupaten Malinau dan Nunukan, Kalimantan Utara, Pulau Berhala di Sumatra Utara, Pulau Anambas di Riau dan bagian utara Kalimantan Barat. Sementara di 1 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Tabloid Diplomasi No. 48 Tahun IV tanggal 15 Oktober-14 November 2011, Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2011, hal. 6 2 A. Wibowo, Pemerintah Harus Jelaskan Pergeseran Patok di Camar Bulan, Kompas.com (online), 10 Oktober 2011, Patok.di.Camar.Bulan, diakses 18 November

2 wilayah perairan kawasan perbatasannya adalah Selat Malaka yang membentang di Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. 3 Letak wilayah yang berbatasan darat dengan Malaysia membuat interaksi antara kedua warga negara cukup aktif, terutama dalam hal perdagangan. Warga Indonesia di perbatasan memilih berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari dan bekerja di wilayah Malaysia karena akses transportasinya yang lebih mudah dibanding ke wilayah Indonesia yang memiliki fasilitas serupa. Seiring dengan perkembangan aktivitas perekonomiannya, masalah di kawasan perbatasan bertambah dengan adanya aktivitas ilegal seperti penebangan liar, pembakaran lahan, perdagangan wanita dan anak, penyelundupan, narkoba, dan lainnya. Untuk mengatasi hal ini pemerintah Indonesia memerlukan kerja sama yang sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan dengan pemerintah Malaysia. Pemerintah Indonesia perlu menjadikan pembangunan di wilayah perbatasan sebagai salah satu prioritas utama dalam kepentingan nasional. Tidak hanya menjaga keamanannya tapi juga memperhatikan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia yang berada di kawasan perbatasan. Untuk itu, masalah perbatasan dengan Malaysia hingga saat ini masih terus berusaha dirundingkan oleh pemerintah kedua negara. Usaha perundingan masalah perbatasan kedua negara pertama kali dimulai pada tahun 1967 yaitu melalui Persetujuan mengenai Pengaturan Dalam Bidang Keamanan Daerah-daerah Perbatasan. Upaya formal lainnya yang telah dilakukan yaitu membentuk Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC) yang merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara. 4 Kerja sama keamanan antara Indonesia dan Malaysia dimulai pada tahun 1972 melalui pembentukan General Border Committee (GBC) dan High Level Committee (HLC). Kedua forum ini merupakan wadah bagi kedua negara untuk melakukan 3 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, hal TNI, MAF agree to step up military cooperation, The Jakarta Post (online), 28 November 2013, diakses 18 November

3 koordinasi dan kebijakan lintas-sektoral bilateral yang dilaksanakan fungsi teknis dengan melibatkan berbagai unsur antara lain Angkatan Bersenjata, Kepolisian, Kemendagri, Kemenlu dan kementerian terkait dari kedua negara. Sehingga masalah perbatasan yang dapat ditangani tak hanya mencakup masalah keamanan tradisional seperti yang ditangani oleh HLC tapi juga masalah-masalah kesejahteraan sosial yang akan dikoordinasi oleh GBC. GBC Malindo meliputi bidang operasi dan non operasi yang dilakukan oleh instansi-instansi di bawahnya yaitu Coordinated Operations Control Committee (COCC), Jawatan Kuasa Latihan Bersama (JKLB), Joint Police Cooperation Committee (JPCC) dan Kumpulan Kerja Sosio-Ekonomi (Sosek Malindo). 5 Pembentukan Sosek Malindo diawali dengan munculnya ide untuk memperkuat kerja sama sosial ekonomi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia terutama di Kalimantan-Sarawak/Sabah. Wilayah ini merupakan pintu masuk lintas darat kedua negara sehingga memiliki aktivitas perdagangan dan ekonomi yang cukup sibuk. Sosek Malindo kemudian resmi berdiri saat sidang Staff Planning Committee (SPC) Malindo ke-6 pada 21 Februari Tujuan awal pembentukannya adalah agar kerja sama sosial ekonomi tersebut berfungsi di tingkat nasional dan provinsi masing-masing negara, terutama di kawasan Kalimantan Barat dan Sarawak. Sidang General Border Committee (GBC) Malindo ke-24 tahun 1996 akhirnya meresmikan Sosekda Malindo tingkat provinsi yang pertama yaitu Sabah- Kalimantan Timur. Pembentukan Sosek Malindo mengacu pada Keppres No. 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kerjasama Sub Regional. 6 Perjanjian kerja sama ini merupakan upaya dalam meningkatkan kesejahteraan 5 RI-Malaysia Menggelar Sidang ke-39 GBC Malindo di Jakarta, Portal Nasional Republik Indonesia (online), 20 Desember 2012, diakses 9 September H. Batubara, Rumit dan Sengkarutnya Pengelolaan Wilayah Perbatasan, WilayahPerbatasan.com (online), 3 Juli 2013, diakses 18 September

4 masyarakat perbatasan, sekaligus dapat mempererat persaudaraan dan kekeluargaan antar kedua negara. 7 Pada tahun 1985 Sosek Malindo kemudian dibagi menjadi Kelompok Kerja (KK atau Pokja) berdasarkan daerah atau provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Sosekda Malindo terdiri dari empat KK yaitu Sabah-Kalimantan Timur, Serawak-Kalimantan Barat, Johor-Riau 8 dan Malaka-Kepulauan Riau. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perluasan kerja sama perbatasan Malaysia dan Indonesia hingga mencakup berbagai jenis bidang yaitu ideologi, politik, sosial, budaya dan ekonomi. Sosekda Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang dibentuk sejak tahun 1995 sudah menghasilkan kesepakatan dalam perundingannya untuk meningkatkan kualitas pos penjaga perbatasan, menginisiasi berbagai kerja sama seperti dalam bidang peternakan, investasi dan pemberdayaan perempuan. Sementara itu, tahun 2012 lalu merupakan pertemuan ke-28 Sosek Malindo dilaksanakan. Sayangnya belum banyak hasil dari kesepakatan ini yang dapat diimplementasikan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya pada masalah perdagangan, terdapat perbedaan persepsi mengenai batas maksimal belanja harian yang tidak dikenai cukai antara masyarakat Malaysia dan Indonesia. Pada tahun 2013, Sosek Malindo menyepakati perubahan batas maksimal nominal transaksi yaitu 600 RM dari sebelumnya 500 RM. Malaysia mengaku belum mendapatkan arahan mengenai adanya perubahan batas maksimal nominal belanja ini sehingga Pejabat Kastom (Bea Cukai Malaysia) di Pelabuhan Tawau, Sabah, sering menangkap TKI yang akan kembali ke kampung halaman dan membawa barang-barang yang harganya melebihi batas maksimal yang telah diizinkan. 7 Novianti, Kedudukan Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Kerjasama Internasional, Jurnal Negara dan Hukum, vol. 3, no. 2, November 2012, hal Indonesia-Malaysia Segera Bahas Tapal Batas, NU Online, 13 November 2008, a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,14686-lang,id-c,wartat,indonesia+malaysia+segera+bahas+tapal+batas-.phpx diakses 18 September

5 Untuk itu, skripsi ini akan fokus pada analisis terhadap hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Sosek Malindo, baik dalam proses pembuatan kebijakannya maupun pelaksanaan di lapangan. Banyak hasil kesepakatan yang belum terlaksana di lapangan, misalnya mengadakan bakti sosial atau membangun Pos Lintas Batas Darat (PLBD). Begitu juga dengan kasus penyelundupan, perdagangan manusia dan anak, serta kebakaran lahan yang masih saja terjadi. Kesejahteraan di kawasan perbatasan, khususnya Indonesia, juga belum banyak mengalami peningkatan walaupun sudah banyak adanya kerja sama di bidang kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Dengan memaparkan secara ringkas latar belakang pembentukan Sosek Malindo, menarik untuk melihat faktor apa saja yang menghambat berjalannya Sosek Malindo ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memilih faktor-faktor apa saja yang menghambat kerja sama KK Sosek Malindo? sebagai rumusan masalah dalam skripsi ini. 1.3 Landasan Konseptual Teori Rezim Internasional Teori ini berpegang pada asumsi adanya rational choices pada salah satu faktor alasan adanya institusi internasional. Keputusan suatu negara untuk bergabung dalam suatu institusi internasional juga berdasarkan perhitungan rasional mengenai keuntungan yang akan didapat. Teori ini erat kaitannya dengan perspektif realisme struktural, yang percaya bahwa institusi internasional merupakan institusi yang stabil, terbentuk lewat peran politik individual aktor-aktor di dalamnya. 9 Institusi 9 T. Gehring. Dynamic International Regimes: Institutions for International Environmental Governance, Peter Lang, Swiss, 1994, hal

6 internasional terdiri dari berbagai macam aktor-aktor, sehingga jika negara-negara maju berperan penting dalam institusi tersebut maka akan tergambarkan dari kebijakan di dalamnya. Aktor dalam hal ini digambarkan memiliki prioritas dan preferensi yang jelas atas berbagai alternatif, yang dipilih dengan rasional. Hal ini membuat aktor diberi istilah egois, mendasarkan pilihannya pada berbagai keuntungan pribadi yang mungkin didapat. 10 Pendekatan ini juga menekankan adanya anarki, yaitu pola struktural yang jelas agar terwujud keteraturan dunia. Institusi dan norma internasional hanya dapat terwujud dengan adanya kemampuan dan keinginan dari masing-masing negara anggota. Tata anarki percaya akan self-help, yaitu whether those units live, prosper, or die depends on their own efforts. Negara dipercaya tidak dapat mengubah struktur dalam sistem internasional secara signifikan. Aturan-aturan struktural tersebut yang nantinya akan menjadi pedoman bagi aktor untuk membuat keputusan. 11 Menurut Krasner, international regimes are defined as principles, norms, rules, and decision-making procedures around which actor expectations converge in a given issue-area. Hal inilah yang membedakan rezim internasional dengan perjanjian lainnya yang bersifat temporer, dapat berubah sesuai kekuasaan atau kepentingan yang ada di dalamnya. Sementara rezim itu sendiri didefinisikan oleh Stephen Krasner sebagai berikut, Regimes can be defined as sets of implicit or explicit principles, norms, rules and decision-making procedures around which actors expectations converge in a given area of international relations. Principles are belief of fact, causation and rectitude. Norms are standards of behavior defined in terms of right and obligations. Rules are specific prescriptions or proscriptions for action. Decisionmaking procedures are prevailing practices for making and implementing collective choice T. Gehring, hal T. Gehring, hal S. D. Krasner, Structural Causes and Regime Consequences: Regime as Intervening Variables, International Organization, vol. 36, no. 2, 1986, hal. 186 diunduh dari pada 18 Maret

7 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori rezim internasional erat kaitannya dengan proses pembuatan keputusan dalam rezim. Prinsip, norma, peraturan dan proses pengambilan keputusan merupakan empat unsur penting dalam rezim. Perubahan prinsip dan norma adalah perubahan atas rezim itu sendiri. Namun peraturan dan proses pembuatan keputusan dapat disesuaikan dengan norma dan prinsip yang dianut oleh rezim tersebut Perspektif Realisme Struktural Dalam teori rezim internasional yang dikemukakan oleh Krasner terdapat dua akar teori yang cukup penting, yaitu realisme struktural dan pendekatan isu. Realisme struktural lebih banyak membahas masalah kapabilitas unit-unit yang dimiliki negara agar dapat bekerja sama dengan baik dalam rezim. Sementara pendekatan isu membahas posisi negara yang terus berubah sesuai dengan isu yang dibahas dalam rezim. Negara memiliki posisi yang berbeda dalam setiap isu tergantung pada pengaruh negara yang bersangkutan dalam isu tersebut. Untuk itu pembahasan mengenai struktur Sosek Malindo akan diuraikan melalui pendekatan realisme struktural yang lebih relevan. Selain itu dalam Sosek Malindo kedua negara anggota memiliki satu isu yang sama yaitu kesejahteraan di kawasan perbatasan sehingga akan kurang relevan jika menggunakan pendekatan isu. Akar teori yang dikembangkan oleh Waltz, yaitu realisme struktural, menganggap bahwa struktur dari sistem internasional merupakan suatu variabel yang stabil, that is formed by the co-action of individual actors and intervenes between their actions and political outcomes. 14 Terdapat tiga ide utama yang akan dibahas dalam teori ini yaitu mengenai kapabilitas masing-masing unit dalam rezim, preferensi yang egois dan rasional, dan sistem anarkis dan self-help. 13 S. D. Krasner, hal T. Gehring, hal

8 Argumen utama dari teori ini adalah bahwa negara sangat memperhatikan balance of power dan berkompetisi untuk meraih kekuasaan atau sekurang-kurangnya agar negara tidak kehilangan kekuasaannya. Akibat kompetisi ini negara hanya memiliki sedikit alternatif dalam mempertahankan kekuasaannya, yaitu dengan meningkatkan sumber daya yang dimiliki. Namun kompetisi atas kekuasaan tersebut membuat keadaan semakin berbahaya karena adanya kemungkinan negara saling melawan satu sama lain. 15 Kompetisi ini dilakukan demi keberlangsungan (survival) negara tersebut dan penting untuk mengembangkan kekuatan yang dimiliki agar dapat melindungi diri sendiri jika diserang oleh negara lain. Bagi realis struktural, kekuasaan adalah cara untuk mendapatkan tujuan akhirnya, yaitu menjaga keberlangsungan negara itu sendiri Variabel Perkembangan Rezim Karakteristik rezim dengan empat unsur pentingnya yang mengikat tidak membuat rezim lepas dari berbagai perubahan agar dapat mencapai tujuannya. Menurut Krasner, rezim berada di antara dua sisi, yaitu basic causal factors, yang merupakan prinsip-prinsip umum dalam hubungan antar negara seperti kekuasaan atau kepentingan, dengan hasil dan kebiasaan yang berasal dari rezim tersebut. 17 Untuk menjelaskan konsep ini, Krasner mengelompokkannya menjadi lima variabel basic causal factors, sehingga dapat menjelaskan apakah faktor tersebut dapat memberi hasil dan kebiasaan dalam rezim. Kelima faktor yang dimaksud adalah egoistic self-interest, kekuasaan, norma, kebiasaan, dan pengetahuan. Penulis akan menggunakan konsep ini sebagai dasar untuk menjelaskan hambatan yang ada dalam Sosek Malindo, dengan menganalisis masing-masing faktor sesuai perkembangan 15 J.J. Mearsheimer, Structural Realism, dalam T. Dunne, dkk, International Relations Theory: Discipline and Diversity, 3 rd edn, Oxford University Press, Oxford, 2013, hal T. Dunne, dkk, hal S. D. Krasner, hal

9 rezim. Konsep ini merupakan faktor non organisasional yang menghambat kinerja Sosek Malindo karena hanya akan membahas mengenai dinamika dan perkembangan berjalannya rezim di lapangan. 1.4 Argumen Utama Sebagai institusi yang menangani masalah perbatasan, khususnya dalam hal perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan, fungsi Sosek Malindo belum terlaksana sepenuhnya karena terbentur berbagai hambatan. Hambatan dalam Sosek Malindo terbagi menjadi dua, yaitu faktor organisasional dan faktor non organisasional. Yang dimaksud dengan faktor organisasional adalah hambatan yang berasal dari struktur dan aturan-atura dalam Sosek Malindo, sementara faktor non organisasional adalah hambatan yang berasal dari dinamika perkembangan rezim. Dari segi struktur rezim, struktur Sosek Malindo membuat proses pengambilan keputusan atau pembahasan masalah membutuhkan waktu yang lama. Hal ini membuat banyak masalah di perbatasan yang akhirnya belum dibahas dan pelaksanaan hasil keputusan yang tertunda tanpa ada pengawasan lebih lanjut. Kurangnya peran pemerintah pusat juga membuat berjalannya Sosek Malindo menjadi tersendat. Sementara itu dari segi dinamika perkembangan rezim terdapat lima faktor yang menghambat kerja sama tersebut yaitu pertama, adanya perbedaan prioritas kepentingan antara Indonesia dan Malaysia; kedua, daya tawar Indonesia yang lebih rendah dibanding Malaysia sehingga memengaruhi proses pembuatan keputusan dalam rezim; ketiga tidak ada sistem sanksi dan pengawasan dalam pelaksanaan Sosek Malindo; keempat masih maraknya perdagangan ilegal yang menyulitkan pemerintah untuk menerapkan hasil keputusan Sosek Malindo; dan kelima penerapan otonomi daerah yang kurang tepat sasaran untuk wilayah perbatasan. 9

10 1.5 Metodologi Penelitian Penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian sosial yang mendasarkan pada pengamatan-pengamatan non-kuantitatif, yang dilakukan di lapangan dan dianalisis dengan cara non-statistik. 18 Metode ini bersifat terbuka sehingga dapat diperoleh berbagai persepsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Di samping itu juga akan dilakukan studi literatur melalui riset dari berbagai buku, jurnal dan media massa cetak maupun elektronik mengenai proses pembentukan Sosek Malindo, Sosekda dan hasil-hasil kesepakatan dalam berbagai pertemuannya. Selain itu penulis akan mewawancarai perwakilan pemerintah daerah yang termasuk dalam tim pelaksana Sosek Malindo dari Indonesia untuk mengetahui proses pelaksaan Sosek Malindo, baik saat di lapangan maupun dalam bernegosiasi dengan Malaysia. Dengan demikian penulis bisa mendapatkan data untuk mengetahui masalah-masalah yang ada di perbatasan dan perkembangan rezim Sosek Malindo. Selanjutnya penulis akan menganalisis apa saja faktor yang menghambat implementasi hasil kesepakatan tersebut sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan dalam landasan konseptual. Struktur Sosek Malindo akan dibahas terlebih dahulu untuk mengetahui kelemahan dalam strukturnya, kemudian mengelompokkan faktor-faktor penghambat sesuai landasan konseptual. 1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari empat bab, yaitu pengantar, dua bab pembahasan, dan kesimpulan. Latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, argumentasi utama, metodologi penelitian dan sistematika penulisan dijelaskan dalam bab satu. Penulis memulai dengan gambaran masalah di kawasan perbatasan serta mengapa topik ini penting dan menarik untuk dibahas. Setelah itu akan ada rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini, yang kemudian dijawab lewat 18 D. Permadi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi, Institute of International Studies, Yogyakarta, 2011, hal

11 berbagai konsep dalam kerangka konseptual. Penulis juga memiliki argumen utama sebagai dasar untuk mengembangkan analisis pada bab selanjutnya. Kemudian penjelasan mengenai metodologi data yang mendukung argumen dan analisis dalam penulisan skripsi ini. Sementara sistematika penulisan akan memberi penjelasan mengenai struktur per bab. Di bab dua, penulis akan memaparkan faktor organisasional yang menghambat berjalannya Sosek Malindo dengan menganalisis susunan strukturnya, terutama karena proses pengambilan keputusan yang memakan waktu cukup lama menurut struktur Sosek Malindo. Penulis akan menggunakan tiga ide utama dari perspektif struktural realisme yaitu kapabilitas unit, preferensi egois dan rasional, serta sistem anarki dan self-help, untuk lebih lanjut menganalisis apa saja masalah yang ada dalam struktur Sosek Malindo. Kemudian, penulis akan menganalisis faktor-faktor non organisasional yang menghambat berjalannya Sosek Malindo berdasarkan lima indikator yang menentukan dinamika suatu rezim internasional, yaitu egoistic self-interest, kekuasaan, norma, kebiasaan, dan pengetahuan. Sehingga, faktor-faktor hambatan dapat dianalisis dengan lebih lengkap dari proses berjalannya Sosek Malindo sebagai rezim. Pada bab terakhir, penulis akan menyimpulkan hambatan dalam rezim Sosek Malindo dan hubungannya dengan disiplin ilmu hubungan internasional, serta saran bagi riset selanjutnya. 11

BAB I PENDAHULUAN. negara ini sebagai bahan dalam penulisan berbagai karya ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN. negara ini sebagai bahan dalam penulisan berbagai karya ilmiah. BAB I PENDAHULUAN China merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan topik bahasan. Negara dengan dua sistem ini berkembang menjadi negara yang maju. Karena perekonomiannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menyentuh hampir seluruh aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Kehidupan ekonomi global kini bersifat bebas dan tidak dibatasi oleh teritorial antar

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Pembangunan di daerah perbatasan telah menjadi perhatian serius bagi

BAB IV KESIMPULAN. Pembangunan di daerah perbatasan telah menjadi perhatian serius bagi BAB IV KESIMPULAN Pembangunan di daerah perbatasan telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia. Pembangunan daerah perbatasan berkaitan dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

Rezim Kerjasama Sosek Malindo Kaltim-Sabah: Mengukur Derajat Compliance Partisipan Perjanjian

Rezim Kerjasama Sosek Malindo Kaltim-Sabah: Mengukur Derajat Compliance Partisipan Perjanjian Rezim Kerjasama Sosek Malindo Kaltim-Sabah: Mengukur Derajat Compliance Partisipan Perjanjian Sonny Sudiar Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL. negara karena negara hidup dalam sistem internasional yang juga dihuni oleh negaranegara

ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL. negara karena negara hidup dalam sistem internasional yang juga dihuni oleh negaranegara ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL Dalam menjalani interaksinya dengan negara lain, negara akan menemui tidak akan bisa lepas dari serangkaian peraturan yang membatasi dan mengarahkan perilaku

Lebih terperinci

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) 1 2 3 4 5 1. INDONESIA MALAYSIA. Garis batas laut dan 1. Departemen Pertahanan (Action - Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, baik berupa daratan maupun lautan. Salah satunya berbatasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara, baik berupa daratan maupun lautan. Salah satunya berbatasan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berbatasan dengan sejumlah negara, baik berupa daratan maupun lautan. Salah satunya berbatasan dengan Malaysia dengan garis

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

MASALAH PERBATASAN NKRI

MASALAH PERBATASAN NKRI MASALAH PERBATASAN NKRI Disusun oleh: Nama : Muhammad Hasbi NIM : 11.02.7997 Kelompok Jurusan Dosen : A : D3 MI : Kalis Purwanto STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ring Road Utara, Condong Catur Yogyakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap negara. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi internasional yang sejak tahun 1995 memiliki peran sentral

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS Ratusan tahun yang lalu, masyarakat tradisional Indonesia yang pada saat itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL: STUDI TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMa SOSEK-MALINDO

KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL: STUDI TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMa SOSEK-MALINDO KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL: STUDI TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMa SOSEK-MALINDO Novianti * Abstract Malindo Socio-Economic Cooperation Agreement is an international

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA

PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA Jakarta, November 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 1 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian

Lebih terperinci

KERJASAMA PERTAHANAN RI - MALAYSIA

KERJASAMA PERTAHANAN RI - MALAYSIA MATA KULIAH KERJASAMA PERTAHANAN & KEAMANAN FISIP HI UNJANI CIMAHI 2017 KERJASAMA PERTAHANAN RI - MALAYSIA DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Sejarah Hubungan RI - Malaysia Hubungan Indonsia dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AGREEMENT. Pengesahan. RI - Republik Singapura. Timur Selat Singapura. Wilayah. Laut. Garis Batas. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Goodluck Ebele Jonathan sebagai rencana pembangunan pertanian nasional yang akan

BAB V PENUTUP. Goodluck Ebele Jonathan sebagai rencana pembangunan pertanian nasional yang akan BAB V PENUTUP 5. 1. Kesimpulan Sejak diluncurkan pada tahun 2011, ATA telah ditetapkan oleh Presiden Goodluck Ebele Jonathan sebagai rencana pembangunan pertanian nasional yang akan menerapkan pendekatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI INDONESIA Oleh: Yeni Handayani Sebagai negara kesatuan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA

UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA ANNISA WANGGAI ABSTRAK Penelitian ini berjudul Upaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA Lampiran Surat Nomor: Tanggal: PENANGGUNGJAWAB: KEMENTERIAN LUAR NEGERI RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA 2016 2019 NO. A. BATAS MARITIM, RUANG LAUT, DAN DIPLOMASI MARITIM A.1 PERUNDINGAN DAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2 Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2 Di awal tahun 2005, bangsa ini gempar oleh satu kata Ambalat. Media massa memberitakan kekisruhan yang terjadi di Laut Sulawesi perihal sengketa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

2018, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8) No.203, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2018 TENTANG PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Pelayanan Publik Tanpa Pungli Mendorong Kesejahteraan Daerah

Pelayanan Publik Tanpa Pungli Mendorong Kesejahteraan Daerah Ombudsman Republik Indonesia Pelayanan Publik Tanpa Pungli Mendorong Kesejahteraan Daerah Palangkaraya, 13 Desember 2016 1 Beberapa Jenis Korupsi Dalam Pelayanan Publik Suap Pemerasan Pungli Pungli: penyelenggara

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER oleh JOHN PETRUS ADITIA AMBARITA I Made Pasek Diantha Made Maharta Yasa BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini 1 BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini ingin melihat kebijakan eksternal Uni Eropa (UE) di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai bentuk implementasi dari konsep kekuatan normatif. Konsep

Lebih terperinci

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA Muthia Septarina Abstrak Sengketa perbatasan antar negara merupakan suatu ancaman yang konstan bagi keamanan dan perdamaian bukan hanya secara nasional

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan penyelewengan BBM di Indonesia sudah tergolong sebagai kejahatan transnasional dan terorganisir. Hal unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peluang kerjasama dalam era globalisasi saat ini sangat diperlukan dalam konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean) RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean) I. PEMOHON Philipus P. Soekirno bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, baik selaku

Lebih terperinci

Secara umum ketahanan nasional dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa

Secara umum ketahanan nasional dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa 1 MENJAGA KEDAULATAN WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DI WILAYAH PERBATASAN Julia Bea Kurniawaty julia_bea@yahoo.com Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Senjata kimia merupakan sistem senjata yang terdiri atas senjata dan

BAB I PENDAHULUAN. Senjata kimia merupakan sistem senjata yang terdiri atas senjata dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Senjata kimia merupakan sistem senjata yang terdiri atas senjata dan pelontarnya serta amunisi dengan isiannya yang menggunakan bahan racun kimia, karena daya racunnya

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2007 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2007 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) RINCIAN ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2007 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS Halaman : 1 001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 81.406.623 88.821.300 25.893.402 0 196.121.325 14.349.217

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan kerjasama antar dua negara atau yang disebut juga Hubungan Bilateral, merupakan salah satu bentuk dari interaksi antar negara sebagai aktor dalam Hubungan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Fenomena internasional yang menjadi tren perdagangan dewasa ini adalah perdagangan bebas yang meliputi ekspor-impor barang dari suatu negara ke negara lain.

Lebih terperinci

8 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN

8 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN 8 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN 8.1 Struktur Perekonomian Wilayah 8.1.1 Kondisi perekonomian wilayah Perekonomian Kab. Nunukan,sejak tahun 2005 sampai 2009,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 10/M-DAG/PER/6/2005 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN (Data per Desember 2010)

REALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN (Data per Desember 2010) REALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2010 (Data per Desember 2010) Berdasarkan Keputusan -RI No. 41 B/ RI/I/2009-2010, No. 119//II/2009-2010 dan No. 05/ RI/I/2010-2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi. pertanggungjawaban kinerja organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi. pertanggungjawaban kinerja organisasi. BAB I 1.1 Pengantar PENDAHULUAN Tuntutan mengenai pengelolaan suatu organisasi berdasarkan sistem tata kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi organisasi di sektor pemerintahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci