BAB I PENDAHULUAN. Senjata kimia merupakan sistem senjata yang terdiri atas senjata dan
|
|
- Utami Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Senjata kimia merupakan sistem senjata yang terdiri atas senjata dan pelontarnya serta amunisi dengan isiannya yang menggunakan bahan racun kimia, karena daya racunnya dapat menimbulkan korban massal terhadap manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungannya 1. Dilihat dari akibat yang dihasilkan oleh senjata kimia maka perlu dibuat suatu aturan atau rezim yang didepakati oleh negara-negara untuk mengatur, mengawasi penyebaran serta penggunaan bahan kimia di dunia. Upaya pelarangan senjata kimia telah dimulai sejak lebih dari satu abad yang lalu. tahun 1874 negara - negara Eropa bersepakat mengeluarkan Brussels Declaration (Deklarasi Brussel) yang melarang penggunaan racun dan peluru beracun di dalam peperangan. Pada tahap berikutnya berhasil ditandatangani satu deklarasi dalam The Hague Conference (Konferensi Den Haag) tahun 1899 yang mengutuk penggunaan missil tunggal yang merupakan difusi dari gas-gas yang mengakibatkan sesak napas (asphyxiating) atau merusak (deleterious). Meskipun telah ada deklarasi-deklarasi tersebut, senjata kimia tetap dipakai, bahkan dalam Perang Dunia I telah mengakibatkan korban lebih dari seratus ribu orang meninggal dan sekitar satu juta orang cidera. Keadaan tersebut sangat 1 Departemen Pertahanan RI Badan Pengkajian Dan Pengembangan Industri Dan Teknologi, 2000 Pengantar Pengetahuan Senjata Kimia, Hal 1. 1
2 memprihatinkan masyarakat internasional, sehingga kemudian tercapai Protocol for the Prohibition of the Use in War of Asphyxiating, Poisonous or Other Gases, and of Bacteriological Methods of Warefare (Protokol Pelarangan Penggunaan dalam Perang Gas Penyesak Pernapasan, Gas Beracun atau Gas lainnya, dan tentang Metode Peperangan dengan Mengunakan Bakteri), yang ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1925, selanjutnya disebut protokol Jenewa pada tahun Protokol Jenewa melarang penggunaan dalam peperangan gas-gas yang mengakibatkan sesak napas dan beracun, cairan, benda atau peralatan sejenis, serta melarang juga penggunaan bakteri dalam metode peperangan. Walaupun Protokol Jenewa 1925 melarang penggunaan senjata biologi dan senjata kimia, tetapi tidak melarang pengembangan, produksi, penimbunan atau penyebarannya, demikian juga tidak mengatur mekanisme dan prosedur penanganan dalam hal terjadi pelanggaran. Karena kelemahan-kelemahan Protokol Jenewa 1925, sekaligus karena mulai meningkatnya kesadaran terhadap bahaya dari senjata pemusnah massal, maka masyarakat internasional terus mengupayakan tercapainya pelarangan total senjata kimia. Pada tahun 1948, Komisi Senjata Konvensional PBB menetapkan senjata kimia dan senjata bakteri sebagai senjata pemusnah massal. Pada tahun 1968 The Eighteen-nations Committee on Disarmament (Komite Pelucutan senjata 18 Negara) mulai merundingkan cara-cara pelarangan senjata ini. Keprihatinan masyarakat internasional pada waktu itu terhadap bahaya senjata kimia juga tercermin dalam laporan sekjen PBB yang berjudul Chemical and Bacteriological (Biological) 2 Undang-Undang Republik Indonesia (Uu)Nomor 6 Tahun 1998 (6/1998) Tentang Pengesahan Konvensi Tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, Dan Penggunaan Senjata Kimia Serta Tentang Pemusnahannya. 2
3 Weapons and the Effect of their Possible Use (Senjata Kimia dan Bakteri (Biologi) dan Dampak dari Kemungkinan Penggunaannya). 3 Pada mulanya masalah senjata kimia dan senjata biologi ditangani bersamaan dengan satu pendekatan di dalam Komite Perlucutan Senjata 18 Negara tersebut. Akan tetapi, pada tahun 1971 disepakati untuk memisahkannya, agar dapat tercapai pelarangan senjata biologi terlebih dahulu mengingat aspek militer senjata biologi dianggap lebih berbahaya dibandingkan senjata kimia. Pada tahun 1972, setelah diserahkan rancangan naskah oleh negara-negara Eropa Timur di satu pihak dan Amerika Serikat di pihak lain, berhasil disepakati Konvensi Pelarangan Pengembangan, Produksi dan Penimbunan Senjata Bakteri (Biologi), Senjata Beracun serta tentang Pemusnahannya, yang nama lengkapnya Convention on the Prohobition of the Development, Production and stockpiling of Bacteriological (Biological) and Toxin weapons and on their destruction 4. Konvensi ini terbuka penandatangannya pada tanggal 10 April 1972 dan mulai berlaku pada tanggal 26 Maret Tercapainya Konvensi Pelarangan Senjata Biologi merupakan langkah awal bagi kemungkinan tercapainya pelarangan secara menyeluruh mengenai senjata kimia. Bersamaan dengan meningkatnya keberhasilan industri kimia modern di banyak negara, jumlah negara yang berpotensi memiliki senjata kimiapun meningkat tajam. Pada tahun 1980 Konferensi Perlucutan Senjata yang melaksanakan sidangsidangnya di Jenewa mulai merundingkan satu konvensi tentang pelarangan senjata 3 Ibid, Hal 2 4 Ibid, Hal 2 3
4 kimia. Meskipun demikian, kemajuan penyelesaian konvensi tersebut baru tercapai dalam waktu satu dekade kemudian, yaitu setelah tercapai kesepakatan-kesepakatan prinsip mengenaai masalah-masalah sensitif yang menyangkut penjelasan terhadap implementasi konvensi. Penyelesaian konvensi tersebut juga didukung adanya kemajuan perundingan bilateral antara dua negara adidaya, Uni Soviet dan Amerika Serikat. Pada tahun 1989 kedua negara bahkan dapat mencapai satu perjanjian bilateral bagi penghapusan sebagian besar timbunan senjata kimia mereka. Pada tanggal 3 September 1992 Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa berhasil merampungkan negosiasinya dan mengesahkan teks Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction yang selanjutnya disebut Konvensi Senjata Kimia (KSK). Pada Konferensi Penandatanganan KSK yang diadakan pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris. KSK ditandatangani oleh 130 negara, termasuk Indonesia. Saat ini KSK telah ditandatangani oleh 169 negara. 5 Tercapainya KSK merupakan keberhasilan upaya multilateral yang belum pernah ada sebelumnya. Dengan KSK, satu kategori senjata pemusnah massal (senjata kimia) dihapus, dan penghapusan tersebut diawasi dengan sistem penjelasan universal yang sangat ketat. Dengan adanya sistem penjelasan bagi ketaatan terhadap ketentuan yang ada di dalamnya, KSK merupakan tonggak baru bagi penyelesaian masalah keamanan internasional, khususnya penyelesaian masalah perlucutan 5 Ibid, Hal 2 4
5 senjata, yang berdasarkan kesepakatan serta pengawasan pelaksanaannya mengikat secara internasional. B. Rumusan Masalah Fokus penulisan skripsi ini berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana Chemical weapons convention mampu menjadi rezim yang dapat mengatur dan mengendalikan penyebaran senjata kimia secara efektif? C. Kerangka Pemikiran Teori berfungsi untuk memahami serta memberikan hipotesa secara sistematis, disamping menjelaskan maksud terhadap berbagai fenomena yang ada. Tanpa menggunakan teori, fenomena tersebut akan sulit dipahami, disisi lain teori juga dapat berupa sebuah bentuk pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis. 6 Untuk membantu menganalisis Bagaimana proses penerapan hasil dari konvensi senjata kimia di negara yang ikut meratifikasi konvensi, penulis menggunakan dua teori. Yaitu : 1. Teori rezim Secara populer, rezim kerap didefinisikan sebagai sets of implicit or explicit principles, norms, rules, and decision making procedures around which actors expectations converge in a given area 7. Rezim harus dipahami sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar perjanjian 6 Jack C Plano, The International Dictionary, Santa Barbara, California Press, 1992, Hal. 7 7 Krasner, Stephen D, and Peny. International Regimes. Ithaca, NY: Cornell University Press,, Hal 2. 5
6 sementara (temporary agreement) yang mengalami perubahan setiap kali terjadi perpindahan atau pergeseran dalam power atau interest, Krasner meminjam istilah rezim dari Keohane, yang menyebutkan rezim adalah satu perangkat peraturan pemerintah yang meliputi jaringan-jaringan peraturan, norma-norma dan cara-cara yang mengatur dan mengawasi dampaknya. Norma dalam konteks tersebut adalah nilai-nilai yang didalamnya terkandung fakta tepercaya, penyebab dan recititude. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai-nilai adalah perilaku standar yang terbentuk karena adanya kewajiban dan keharusan. Peraturan sendiri mengandung anjuran untuk bertindak secara spesifik yang sifatnya membatasi. Sedangkan decision-making procedure (prosedur membuat keputusan) merupakan praktek yang berlaku untuk membuat dan mengimplementasikan pilihan kelompok. 8 Selain itu, Robert Jervis menyebutkan, bahwa rezim tidak hanya mempunyai implikasi terhadap norma-norma yang memfasilitasi terciptanya kerjasama semata, melainkan suatu bentuk kerjasama juga yang lebih dari sekedar kepentingan internal dalam jangka pendek. 9 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengertian rezim secara kontekstual merupakan gabungan dari nilai-nilai dasar tersebut di atas yang secara keseluruhan memfasilitasi lahir dan bertahannya sebuah rezim. Rezim menjadi hal yang signifikan sebagai intervening variables 8 Robert Jervis, Realism, Game Theory, and Cooperation. World Politics 40 (3) hal Robert Jervis, "Realism, Game Theory, and Cooperation," World Politics (Vol. 40, No. 3, 1988) Hal
7 yang berada diantara basic causal factors dan related behavior and outcomes. Rezim dapat juga dianggap sebagai perjanjian multilateral antar negara yang mampu mempengaruhi peraturan kebijakan dalam negeri masing-masing anggota, mengenai issue-area. Hingga hari ini telah terdapat ratusan bentuk rezim di seluruh dunia. Bentuk-bentuk satu rezim tentu berbeda satu sama lain. Ada kalanya juga rezim mengalami suatu perubahan. Penulis menggunakan teori rezim karena menurut penulis hal ini dapat menjelaskan bagaimana perkembangan yang telah di capai konvensi senjata kimia di masa sekarang, hal ini karena konvensi senjata kimia merupakan aturan bersama yang telah disepakati oleh beberapa Negara dan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan teknologi. Selain itu juga konvensi senjata kimia ini terus mengalami perbaikan, semua Negara yang telah ikut meratifikasi konvensi ini akan mendapat pengawasan ketat dari Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW). OPCW sendiri merupakan suatu organisasi adalah badan pelaksana Konvensi Senjata Kimia (KSK atau konvensi). OPCW ini diberikan mandat untuk mencapai sasaran dan tujuan Konvensi, untuk memastikan pelaksanaan ketentuan-ketentuannya, termasuk untuk 7
8 mempenjelasan internasional, dan untuk menyediakan forum untuk konsultasi dan kerjasama antar Negara Pihak Konsep efektifitas rezim Efektivitas rezim adalah fungsi dari dua variable independen yang utama, yaitu, character of the problem dan apa yang disebut problem solving capacity. 11 Struktur problem dan problem solving capacity tidak dapat dilihat sebagai factor independen yang saling menguntungkan. Kapasitas adalah kemampuan melakukan sesuatu. Dibawah level generalisasi khusus, apa yang disebut problem solving capacity hanya dapat ditentukan dengan merujuk pada kategori problem atau tugas tertentu 12. Karena itu skill problem solving dan perangkat institusi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang berbahaya sangat berbeda dari yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang berkarakter merugikan. Menurut Underdal, ada tiga komponen sebagai variabel independen yang menentukan efektivitas suatu rezim, yakni tingkat kolaborasi (level of collaboration), kegawatan persoalan (problem malignancy) 10 Organization for The Prohibition of Chemical weapons. n.d. (accessed juli 22, 2012) 11 Underdal, Professor Arild. Explaining Regime Effectiveness. University Of Oslo, n.d 12 Ibid 8
9 dan kapasitas permasalahan (problem capacity) 13. Melalui tiga komponen tersebut maka dapat diukur sampai sejauh mana efektivitas dari KSK berlaku terhadap Negara anggotanya, sebagai pengawas nantinya OPCW akan mengawasi setiap penyebaran maupun penggunaan dari senjata kimia, sehingga dapat diketahui apakah rezim KSK efektiv atau tidak. 2.1 Tingkat Kolaborasi (level of collaboration). Untuk mengukur tingkat kolaborasi suatu rezim, diperlukan terlebih dahulu analisis terhadap efektivitas suatu rezim yang ditentukan oleh formula Er = f (Sr.Cr) + Br, dimana Sr adalah Stringency (kekuatan aturan), Cr adalah Compliance (ketaatan anggota rezim terhadap aturan), sedangkan Br berarti efek samping yang dihasilkan rezim. Dengan kata lain kita harus memeriksa terlebih dahulu output, outcome dan impact dari rezim KSK mengenai kepatuhan negara pihak dalam menerapkan aturannya. 14 a. Output Output (Sr) adalah keluaran yang muncul dari proses pembentukan, biasanya tertulis tetapi bisa juga tidak tertulis 13 Arild Underdal. (2007). One Question, Two Answer. Dalam Nanang Pamuji Mugasejati & Ilien Halina. (2007). Bahan Kuliah Rezim Internasional. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM. Hlm Arild Underdal. (2007). One Question, Two Answer. Dalam Nanang Pamuji Mugasejati & Ilien Halina. (2007). Bahan Kuliah Rezim Internasional. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM.. Hlm. 6. 9
10 seperti misalnya konvensi, rules of law, treaty, deklarasi, bisa juga norma, prinsip-prinsip dan lain-lain 15. Dalam hal ini keluaran dari rezim KSK sudah jelas dengan adanya kesepkatan bersama antara Negara pihak yang telah menyetujui mengenai pelarangan penggunaan senjata kimia dalam perang, sehingga terciptalah rezim KSK. 15 Ilien Halina. (2007). Efektivitas Rezim & Kerjasama Internasional. Handout Powerpoint. Hlm. 3 10
11 b. Outcome Outcome (Cr) biasanya berhubungan dengan perubahan perilaku para anggota rezim. Dalam hal ini, institusi akan dikatakan efektif kalau menghasilkan perubahan tingkah laku. 16. Setelah rezim KSK diratifikasi dan disepakati oleh semua Negara pihak maka dapat dilihat adanya perubahan sikap Negara pihak yang mulai menerapkan hasil dari konvensi tersebut, salah satunya yaitu pemusnahan senjata kimia yang dimiliki oleh Uni Soviet (Rusia) secara bertahap, dan disusul dengan Negara yang lain. c. Impact Impact (Br) berhubungan dengan terciptanya situasi tertentu yang didesain atau diinginkan oleh institusi/ rezim. Dengan pemberlakuan ketentuan ketentuan KSK dampak yang dirasakan tidak hanya pada Negara pihak saja, akan tetapi juga ikut dirasakan oleh lembaga, masyarakat, bahkan individu. Selain itu, Negara pihak juga mendapatkan manfaat tersendiri, misalnya dalam kehidupan berpolitik Negara pihak akan terhindar dari kecurigaan dalam memproduksi senjata kimia, begitu juga dalam kegitan ekonomi dan perdagangan 16 Ibid. 11
12 internasional, Negara pihak akan diperbolehkan melakukan perdagangan bahan kimia sesuai peraturan dalam KSK. 2.3 Kegawatan Persoalan (problem malignancy) Keefektifan suatu rezim ditentukan oleh seberapa serius persoalan yang dihadapi. Apabila persoalan semakin rumit, maka keefektifan rezim pun akan semakin kecil. Dengan kata lain, jika terdapat suatu masalah yang sifat malignancynya semakin tinggi, maka kemungkinan terciptanya kerjasama yg efektif akan semakin kecil. 17 Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa senjata kimia merupakan senjata yang sangat berbahaya dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dilihat dari akibatnya tersebut maka diperlukan suatu rezim yang mengatur tentang senjata kimia, baik penggunaannya maupun kepemilikan senjata tersebut, sehingga dibentuklah KSK beserta organisasi yang akan mengawasi penyebarannya serta penggunaannya. Oleh karena itu, terciptanya KSK merupakan fenomena pertama dalam sejarah di dunia mengenai penyelesaian maslah keamanan internasional melalui konvensi, hal ini mencerminkan keberhasilan upaya multilateral dibidang perlucutan senjata yang belum pernah ada sebelumnya. KSK memuat aturan pokok mengenai pelarangan dan sekaligus penghancuran satu kategori senjata pemusnah massal, yakni senjata 17 Ilien Halina. (2007). Efektivitas Rezim & Kerjasama Internasional. Handout Powerpoint. Hlm
13 kimia, dan dilanjutkan dengan sistem penjelasan secara menyeluruh, baik berupa penjelasan nasional maupun penjelasan internasional yang diawasi secara ketat oleh OPCW, termasuk didalamnya memuat kewajiban setiap Negara anggotanya untuk deklarasi kegiatan industri kimia berikut dengan fasilitas yang dimilikinya. 2.4 Kapasitas permasalahan (problem capacity). Problem solving capacity membicarakan seputar efektivitas rezim diukur dari setting institusional, distribusi kekuasaan (power) 18. a. Institusional setting (the rules of the game) Setting Institusional dalam KSK berpengaruh terhadap kesepakatan kesepakatan yang telah dihasilkan. Pertauran yang telah dibuat oleh KSK yang bersifat kondusif sangat di butuhkan supaya dapat di implementasikan ke Negara pihak. KSK merupakan aturan yang telah disepakati oleh Negara di berbagai belahan dunia. KSK juga mempunyai mekanisme sanksi bagi para Negara pihak yang tidak menerapkan setiap aturan yang telah disepakati. b. Distribusi kekuasaan (power) Distribusi kekuasaan (power) menyangkut pembagian kekuasaan yang adil dalam sebuah rezim dimana terdapat pihak dominan yang dapat bertindak sebagai leader namun tidak cukup kuat 18 Arild Underdal. (2007). One Question, Two Answer. Dalam Nanang Pamuji Mugasejati & Ilien Halina. (2007). Bahan Kuliah Rezim Internasional. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM. Hlm
14 untuk mengabaikan peraturan, dan juga ada pihak minoritas yang cukup kuat untuk mengontrol pihak dominan 19. D. Hipotesa Berdasarkan pada permasalahan yang ada dan didukung oleh kerangka teori yang diterapkan, maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : Konvensi senjata kimia cukup efektif untuk mencegah penyebaran senjata kimia di Negara pihak, hal ini dapat dilihat dari indicator berikut : 1. Kepatuhan Negara-negara pihak penandatangan Konvensi Senjata Kimia 2. Peran OPCW dalam mengendalikan rezim Konvensi Senjata Kimia. 3. Kesadaran Negara anggota akan bahaya penggunaan senjata kimia. E. Tujuan Penulisan Penelitian ini untuk mengetahui lebih jauh mengenai bagaimana efektifitas konvensi senjata kimia dalam mengatur atau mengendalikan penyebaran senjata kimia. Selain itu penelitian ini dimaksudkan sebagai penerapan teori yang pernah penulis peroleh di bangku kuliah. Dan terakhir, tujuan penelitian adalah sebagai salah satu prasyarat guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada jurusan Ilmu 19 Ibid 14
15 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. F. Metode Penelitian Seperti yang dijelaskan oleh James Mahoney dan Gary Goertz 20, ada beberapa perbedaan mendasar terkait metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif merujuk analisisnya berdasarkan pada basis angka. Hal ini bias di definisikan sebagai semua informasi atau data diwujudkan dalam bentuk kuantitatif / angka-angka yang analisisnya berdsar pada angka. Hal sebaliknya pada penelitian kualitatif. Hal ini juga merujuk pada klasifikasi antara ilu social yang cenderung dekat pada kualitatif, dengan ilmu alam yang merujuk pada pendekatan kuantitatif. Mengingat skripsi yang dikerjakan merujuk pada penelitian dalam ilmu social, penulis memilih untuk memakai metode penelitian kualitatif. Detil yang akan dijelaskan paparan dalam skripsi ini dibangun melalui data sekunder, yaitu pemakaian studi literautr, yang mengutamakan data tertulis dalam bentuk cetak seperti buku, jurnal, majalah, Koran, dan diktat kuliah. Serta juga berusaha melengkapinya dengan data tertulis bentuk elektroik seperti e-book dan website. G. Jangkauan Penelitian Secara spesifik, skripsi yang dibuat penulis, memfokuskan pada bagaimana konvensi senjata kimia mulai di terapkan kepada Negara pihak yang telah ikut menyetujui serta proses pelaksanaannya. Selain itu juga menganalisis bagaimana 20 James Mahoney And Garey Goertz,2006, A Tale Of Two Cultures: Constrating Quantitative And Qualitative Research,, Hal
16 konvensi ini mulai dicetuskan, sehingga Negara pihak yang terlibat mulai memusnahkan senjata kimia yang dimiliki, serta bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh panitia atau organisasi yang telah dibentuk untuk dapat mengawasi serta mengambil tindakan ssesuai dengan prosedur terhadap Negara yang melakukan pelanggaran. H. Sistematika Penulisan Skripsi ini berisi pemaparan yang dirinci dalam 4 bagian utama, antara lain : Skripsi ini berisi pemaparan yang dirinci dalam 4 bagian utama, antara lain : 1. Bab I adalah bagian pendahuluan, isinya memaparkan beberapa bagian antara lain latar belakang, rumusan masalah, kerangka teori, hipotesa, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab II merupakan penjabaran mengenai arti senjata kimia, jenis senjata kimia atau bahannya dan perkembangannya. 3. Bab III Menjelaskan mengenai konvensi senjata kimia, sejarah serta isi dari konsesi senjata kimia.. 4. Bab IV berisi efektivitas rezim dan implementasi hasil dari konevensi senjata kimia. dan pengawasan yang dilakukan oleh OPCW untuk mengendalikan penyebaran senjata kimia. 5. Bab V berisi penutup yang menjabarkan konklusi atau kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dipaparkan dalam skripsi ini. 16
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI TENTANG PELARANGAN
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL EFEKTIVITAS REZIM CHEMICAL WEAPONS CONCENTION DALAM MENGENDALIKAN PENYEBARAN SENJATA KIMIA
HALAMAN JUDUL EFEKTIVITAS REZIM CHEMICAL WEAPONS CONCENTION DALAM MENGENDALIKAN PENYEBARAN SENJATA KIMIA SKRIPSI Disusun Oleh : Woro Asih Witanto ( 20080510099 ) PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
Lebih terperinciDengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB IV KEGAGALAN OKI DALAM MENANGANI KONFLIK ARAB/PALESTINA-ISRAEL
BAB IV KEGAGALAN OKI DALAM MENANGANI KONFLIK ARAB/PALESTINA-ISRAEL Dalam Bab 4 ini akan membahas tentang Kegagalan OKI (Organisasi Kerjasama Islam) sebagai Organisasi Internasional dalam menangani konflik
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE USE, STOCKPILING, PRODUCTION AND TRANSFER OF ANTI-PERSONNEL MINES AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI
Lebih terperinciKonvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008
Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciSarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional
Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam
Lebih terperinci2008,No yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi; d. bahwa mengembangkan, memproduksi, menyimpan, dan m
No.49, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERINDUSTRIAN. Kimia. Senjata. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4834) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017
PENGGUNAAN SENJATA KIMIA DALAM KONFLIK BERSENJATA ANTAR NEGARA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 1 Oleh : Queency Gloria Sumeke 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Kimia. Senjata. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor49)
No.4834 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Kimia. Senjata. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor49) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9TAHUN
Lebih terperinciSerikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.
BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki
Lebih terperinciMenteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 254/MPP/Kep/7/2000 T E N T A N G TATA NIAGA IMPOR DAN PEREDARAN BAHAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...
Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antar negara dengan negara atau negara dengan organisasi.
BAB I PENDAHULUAN Problematika dalam Hubungan Internasional menurut penulis adalah hal yang sangat menarik untuk dikaji. Segala kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh sebuah negara pasti akan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM Oleh : Risa Sandhi Surya I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 34, 2002 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4195) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah
Lebih terperinciDUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)
Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun ini ASEAN genap berusia 47 tahun. Selama itu, telah banyak capaian-capaian yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun ini ASEAN genap berusia 47 tahun. Selama itu, telah banyak capaian-capaian yang telah diraih ASEAN dan sumbangsih yang diberikan ASEAN bagi negara-negara anggotanya.
Lebih terperinciMAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M
INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Oleh: Antarini
Lebih terperinciPROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI
PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya
Lebih terperinciAssalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua.
LAPORAN KOMISI I DPR-RI DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Palestina, yang merupakan salah satu anggota OKI, dalam mengakhiri pendudukan Israel sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skripsi ini akan mengkaji tentang kegagalan OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dalam mengatasi masalah yang terjadi pada umat muslim. Skripsi ini hanya berfokus
Lebih terperinciKEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004
KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat
Lebih terperinciPERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA
PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND OTHER CELESTIAL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/M-DAG/PER/9/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/M-DAG/PER/9/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 44/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG PENGADAAN, DISTRIBUSI, DAN PENGAWASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH
PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI
Lebih terperinciBAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia
BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan
BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan
Lebih terperinciEksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan
Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS
BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS Ratusan tahun yang lalu, masyarakat tradisional Indonesia yang pada saat itu
Lebih terperinci2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Otoritas Nasional Senjata Kimia, yang selanjutnya di
No.34, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Senjata Kimia. Nasional. Otoritas. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS NASIONAL SENJATA KIMIA DENGAN
Lebih terperinciSejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan
Lebih terperinci1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menyentuh hampir seluruh aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Kehidupan ekonomi global kini bersifat bebas dan tidak dibatasi oleh teritorial antar
Lebih terperinciProtokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata
Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi
Lebih terperinci3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.
I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI DAN BERBAHAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari
Lebih terperinciBAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;
BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat: 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM
Lebih terperinciKOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]
1 KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1. Dalam Komentar Umum No. 4 (1991), Komite
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciSumber Hk.
Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara
Lebih terperinciTuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah
Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah Rabu, 28 September 2016, Taryana Hassan, Direktur Riset Krisis dan Bencana di Lembaga Amnesty Internasional
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI DAN BERBAHAYA
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE
Lebih terperinciR198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA
R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA 1 R-198 Rekomendasi Mengenai Hubungan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum
Lebih terperinciPasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:
Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciJURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL
JURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL EDISI KHUSUS KUNJUNGAN RAJA ARAB SAUDI 1 9 MARET 2017 Treaty Journal diterbitkan oleh Ditjen HPI cq Setditjen HPI secara berkala (kuartal) dan memuat perjanjian internasional
Lebih terperinciBAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE
Lebih terperinciDisampaikan Oleh : Drs. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si. Anggota No. A-12. Bismillahorrahmanirrahim, Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
PENDAPAT AKHIR FRAKSI BINTANG PELOPOR DEMOKRASI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDIA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional
Lebih terperinciLEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR
LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR (THE LEGALIZATION OF INTERNATIONAL LAW FOR THE REFUGEES AND IT S IMPACT ON LEGAL PROTECTION
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, pembentukan Free Trade Agreement (FTA) menjadi salah satu opsi utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini menjadikan evaluasi dampak terhadap
Lebih terperinci2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENGESAHAN. KONVENSI. Rotterdam. Bahan Kimia. Pestisida. Berbahaya. Perdagangan. Prosedur Persetujuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 72)
Lebih terperincinegara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk
BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN BAGI KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI DAN
Lebih terperinciPerlindungan Terhadap Biodiversitas
Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini negara-negara enggan mendeklarasikan keterlibatannya secara terus terang dalam situasi konflik bersenjata sehingga sulit mendefinisikan negara tersebut
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL NARKOTIKA 1961 BESERTA PROTOKOL YANG MENGUBAHNYA
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL NARKOTIKA 1961 BESERTA PROTOKOL YANG MENGUBAHNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI DAN BERBAHAYA
Lebih terperinci