TUGAS AKHIR PERANCANGAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN CONDET DENGAN KONSTRUKSI BETON PRATEGANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR PERANCANGAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN CONDET DENGAN KONSTRUKSI BETON PRATEGANG"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PERANCANGAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN CONDET DENGAN KONSTRUKSI BETON PRATEGANG Disusun oleh : Sandy Hutama AL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2009

2 LEMBAR PENGESAHAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN Q No.Dokumen Distribusi Tgl. Efektif 7 MARET 2005 Semester : X (Sepuluh) Tahun Akademik : 2009/2010 Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Judul Tugas Akhir: Perancangan Struktur Atas Jembatan Condet dengan Konstruksi Beton Prategang Disusun Oleh : Nama : Sandy Hutama AL NIM : Jurusan/ Program Studi : Teknik Sipil dan Perencanaan/ Teknik Sipil Telah diajukan dan dinyatakan lulus sidang sarjana : Jakarta, 5 September 2009 Pembimbing, Ir. Edifrizal Darma, MT Ketua Sidang, Ketua Program Studi Teknik Sipil, Ir. Zainal Abidin Shahab, MT Ir. Mawardi Amin, MT Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang i

3 Abstrak ABSTRAK Nama penyusun : Sandy Hutama AL, NIM : , Program Studi Teknik Sipil, Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Dosen Pembimbing : Ir. Edifrizal Darma, MT, Judul Skripsi Perancangan Struktur Atas Jembatan Condet dengan Konstruksi Beton Prategang. Akibat perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, menghadirkan suatu konsep yang sedikit berbeda dengan konsep beton bertulang biasa. Perpaduan atau kombinasi aktif dari beton dengan kuat tekan tinggi dan baja dengan kuat tarik yang tinggi atau kabel pratekan menghasilkan suatu konsep yang dinamakan Beton Prategang (Prestressed Concrete). Teknologi beton prategang semakin berkembang dan banyak digunakan untuk berbagai macam konstruksi bangunan seperti struktur gedung bertingkat, jembatan, cerobong, tiang pancang dan lain-lain. Maksud dan tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah merancang struktur atas jembatan beton prategang. Berdasarkan perancangan dan perhitungan maka diperoleh pipa sandaran (mutu BJ 37) Ø 76,3 mm, tiang sandaran (cast in place) ukuran 40 x 12 cm memakai tulangan utama Ø 10 mm dan tulangan sengkang Ø mm, Plat lantai (cast in place) tebal 20 cm memakai tulangan utama Ø mm dan Ø mm, Deck slab precast (precast) tebal 7 cm memakai tulangan utama Ø8-50 mm dan Ø8-250 mm, Balok diafragma (Precast) ukuran 20 x 165 cm memakai tulangan utama 12 Ø 13 mm dan Ø8-100 mm, Balok girder prategang (Precast) dengan metoda posttensioning H=210 cm dan lebar 80 cm terdiri dari 5 buah tendon VSL Ø ½ inch tipe E5-17 dan E5-18 dengan sistem parabola (lengkung) serta memakai tulangan utama Ø 16 mm dan geser Ø 16 mm. Kata kunci : Jembatan Beton Prategang (Presstressed concrete), Balok Girder, Kabel VSL, Struktur Atas, Perancangan Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang iii

4 Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Abstrak... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i ii iii iv vi xii xiv Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang... I Maksud dan Tujuan... I Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah... I Metode Penelitian... I Sistematika Penulisan... I-4 Bab II Studi Pustaka 2.1 Tinjauan Umum... II Prinsip Perencanaan Umum... II Analisa Tegangan Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur... II Material yang Digunakan dalam Perencanaan Balok Jembatan Aksi Komposit II Element Balok Pracetak... II Element Gelagar Melintang atau Balok Diafragma... II Element Plat Lantai Beton Bertulang Biasa... II Element Perkerasan Jalan... II Element Tiang Sandaran... II Tulangan Baja II Kabel Prategang... II-18 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang vi

5 Daftar Isi Selongsong... II Cetakan... II Formed Ducts... II Cored Ducts II Celah atau Bukaan Suntikan II Ukuran Selongsong... II Peletakan Selongsong... II Angkur II Daerah Aman Kabel.... II Pembebanan.. II Beban Primer... II Beban Mati... II Beban Lalu-Lintas/Beban Hidup II Lantai Kendaraan dan Jalur Lalu Lintas... II Beban D... II Beban T... II Beban pada Trotoir, Kerb dan Sandaran... II Faktor Beban Dinamis (FBD)... II Gaya Akibat Tekanan Tanah... II Beban Sekunder... II Beban Angin... II Gaya Akibat Perbedaan Suhu... II Gaya Rem II Pengaruh Gempa... II Gaya Akibat Gesekan pada Tumpuan- Tumpuan Bergerak... II Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu... II Beban Pejalan Kaki... II Kombinasi Pembebanan... II Tegangan-Tegangan yang Disyaratkan... II Tegangan Izin Beton... II Tegangan Tarik Izin Kabel... II-54 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang vii

6 Daftar Isi 2.8 Kehilangan Gaya Prategang (Loss of Prestress)... II Geser... II-57 Bab III Metode Desain dan Perancangan 3.1 Desain perencanaan... III Metoda Prategang... III Berdasarkan Sistim Penarikan Kabel... III Berdasarkan Tingkatan Penarikan Kabel... III Metoda Desain Balok Prategang Terhadap Lentur... III Metoda Load Balancing III Metoda Ultimit... III Prinsip Umum... III Kuat Lentur Ultimit (Tanpa Tulangan Baja Non Prategang... III Kuat Lentur Ultimit (Dengan Tulangan Baja Non Prategang... III Batasan Tulangan pada Komponen Struktur Lentur... III Metoda Beban Kerja... III Tahap Awal (Batas Bawah) III Tahap Layan/Akhir (Batas Atas)... III Perancangan Penampang Balok Prategang Aksi Komposit... III Bentuk-bentuk Penampang Balok Prategang dan Tipe Struktur Jembatan... III Bentuk-bentuk Penampang Balok Prategang... III Tipe Struktur Jembatan... III Perencanaan awal... III Pemilihan Lokasi... III Tipe Struktur... III Spesifikasi Jembatan... III Spesifikasi Jembatan... III Data fisik jembatan... III Data struktur jembatan... III-40 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang viii

7 Daftar Isi 3.8 Perancangan awal... III Perencanaan Pelat Lantai... III Perencanaan Sandaran... III Perencanaan gelagar melintang... III Perencanaan gelagar memanjang... III-45 Bab IV Analisis Perancangan Jembatan Beton Prategang 4.1 Preliminary desain... IV Pipa Sandaran... IV Tiang Sandaran... IV Plat Lantai Kendaraan... IV Gelagar Memanjang... IV Spesifikasi jembatan... IV Data fisik jembatan... IV Data struktur jembatan... IV Analisis Perancangan... IV Perhitungan Sandaran... IV Pipa Sandaran... IV Tiang Sandaran... IV Plat Lantai Kendaraan... IV Deck Slab Precast... IV Balok Diafragma (Gelagar Melintang)... IV Balok Girder Prategang... IV Spesifikasi teknis... IV Analisis penampang balok girder... IV Sebelum komposit... IV Gelagar penampang komposit... IV Analisis pembebanan balok girder / gelagar utama... IV Beban Mati... IV Beban Akibat Berat Sendiri Balok Girder... IV Beban akibat Diafragma... IV-47 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang ix

8 Daftar Isi Beban akibat Deck Slab Precast dan Plat Lantai... IV Beban Hidup... IV Beban akibat Beban D... IV Beban akibat Beban T... IV Beban Akibat Beban Angin... IV Akibat Gaya Rem dan Traksi... IV Check kemampuan penampang terhadap gaya yang bekerja... IV Perhitungan gaya prategang... IV Perancangan Tendon... IV Pemilihan Tendon... IV Penentuan Letak Tendon... IV Kehilangan tegangan... IV Kehilangan Tegangan Pada Beton.. IV Kehilangan Tegangan Pada Baja... IV Kontrol tegangan... IV Perhitungan lendutan... IV Perencanaan tulangan girder... IV Perencanaan shear conector... IV Perencanaan busting steel... IV-101 Bab IV Penutup 5.1 Kesimpulan... V Saran... V-2 Daftar Pustaka Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang x

9 Daftar Tabel DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2-1 Data-data kabel prategang seven wire strand G II-20 Tabel 2-2 Berat isi untuk beban mati... II-29 Tabel 2-3 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana... II-31 Tabel 2-4 Klarifikasi menurut kelas jalan... II-36 Tabel 2-5 Jumlah median anggapan untuk menghitung reaksi perletakan... II-36 Tabel 2-6 Koefisien seret C w... II-40 Tabel 2-7 Kecepatan agin rencana V w... II-40 Tabel 2-8 Temperatur jembatan rata-rata nominal... II-41 Tabel 2-9 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur... II-41 Tabel 2-10 Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar... II-44 Tabel 2-11 Faktor Kepentingan... II-44 Tabel 2-12 Faktor tipe bangunan... II-45 Tabel 2-13 Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral... II-46 Tabel 2-14 Gaya air lateral akibat gempa... II-47 Tabel 2-15 Periode ulang banjir untuk kecepatan air... II-49 Tabel 2-16 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu... II-51 Tabel 2-17 Kombinasi Pembebanan... II-52 Tabel 2-18 Tegangan izin beton pada kondisi transfer... II-53 Tabel 2-19 Tegangan izin beton pada kondisi service... II-54 Tabel 2-20 Ringkasan kehilangan prategang... II-56 Tabel 3-1 Tabulasi nilai V nh... III-33 Tabel 3-2 Rumus mencari lebar sayap efektif... III-35 Tabel 4-1 Perhitungan Jarak Yb... IV-35 Tabel 4-2 Perhitungan momen Inersia (Ix)... IV-37 Tabel 4-3 Perhitungan jarak Yb... IV-40 Tabel 4-4 Perhitungan momen Inersia (Ix)... IV-42 Tabel 4-5 Perhitungan Gaya Lintang Akibat Berat Sendiri Balok (Dx)... IV-46 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang xii

10 Daftar Tabel Tabel 4-6 Perhitungan Momen Akibat Berat Sendiri Balok (Mx)... IV-47 Tabel 4-7 Perhitungan Gaya Lintang Akibat Beban Diafragma (Dx)... IV-49 Tabel 4-8 Perhitungan Momen Akibat Beban Diafragma (Mx)... IV-50 Tabel 4-9 Perhitungan Gaya Lintang Akibat Berat plat perkerasan (Dx)... IV-52 Tabel 4-10 Perhitungan Momen Akibat Berat plat perkerasan (Mx)... IV-53 Tabel 4-11 Perhitungan Gaya Lintang Akibat Berat plat perkerasan (Dx)... IV-55 Tabel 4-12 Perhitungan Momen Akibat Berat plat perkerasan (Mx)... IV-56 Tabel 4-13 Perhitungan Gaya Lintang Akibat Beban Angin (D x )... IV-60 Tabel 4-14 Perhitungan Momen Akibat Beban Angin (M x )... IV-61 Tabel 4-15 Perhitungan Gaya Lintang Akibat Gaya Rem dan Traksi (D x )... IV-62 Tabel 4-16 Perhitungan Momen Akibat Gaya Rem dan Traksi (M x )... IV-63 Tabel 4-17 Tabel Propertis Strand... IV-68 Tabel 4-18 Tabel Propertis Tendon... IV-69 Tabel 4-19 Perhitungan jarak garis netral tendon... IV-71 Tabel 4-20 Perhitungan jarak tendon -1 (Y i )... IV-72 Tabel 4-21 Perhitungan jarak tendon -2 (Y i )... IV-72 Tabel 4-22 Perhitungan jarak tendon -3 (Y i )... IV-73 Tabel 4-23 Perhitungan jarak tendon - 4 (Y i )... IV-74 Tabel 4-24 Perhitungan jarak tendon -5 (Y i )... IV-74 Tabel 4-25 Tabel Kehilangan Tegangan... IV-82 Tabel 4-26 Perhitungan Gaya Geser... IV-95 Tabel 4-27 Perhitungan Jarak Tulangan Geser... IV-96 Tabel 4-28 Distribusi Gaya Lintang... IV-98 Tabel 4-29 Hasil q dan s... IV-100 Tabel 4-30 Perhitungan Jumlah dan Luas Bursting Steel... IV-102 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang xiii

11 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2-1 Prinsip-prinsip dasar prategang... II-4 Gambar 2-2 Elemen prategang yang masih ditunjang oleh struktur bekisting... II-5 Gambar 2-3 Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang sebelum beban hidup dan mati bekerja... II-5 Gambar 2-4 Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang sebelum beban hidup bekerja... II-6 Gambar 2-5 Penampang balok yang diberi gaya prategang secara konsentris... II-6 Gambar 2-6 Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang yang diberi gaya prategang secara konsentris... II-6 Gambar 2-7 Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang yang diberi gaya prategang awal secara konsentris... II-7 Gambar 2-8 Distribusi tegangan akibat gaya prategang yang diberikan pada 1/3 tinggi penampang balok persegi dari serat paling bawah... II-9 Gambar 2-9 Penampang balok yang diberi gaya prategang secara eksentris... II-9 Gambar 2-10 Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang yang diberi gaya prategang secara eksentris... II-9 Gambar 2-11 Penampang balok prategang dengan trase kable kurva (lengkung) dan lokasi gaya prategang pada tengah bentang... Gambar 2-12 Pemindahan gaya P i ke c.g.c menimbulkan momen sebesar P i.e... Gambar 2-13 Perilaku Balok Prategang Akibat Beban Lentur... Gambar 2-14 Penampang balok pracetak standar untuk jembatan... Gambar 2-15 Tipe Tulangan Baja Non Prategang... II-11 II-11 II-11 II-11 II-16 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang xiv

12 Daftar Gambar Gambar 2-16 Tanda-tanda pada Tulangan Baja Standar... II-16 Gambar 2-17 Kurva Hubungan Tegangan Regangan Untuk Berbagai Jenis Tulangan... II-18 Gambar 2-18 Diagram Tegangan dengan Baja Prategang... II-19 Gambar 2-19 Bentuk-bentuk tendon. (a) Tendon Lurus, (b) Tendon Draped, (c) Tendon Harped... II-21 Gambar 2-20 Jenis Tendon Prategang... II-22 Gambar 2-21 Contoh Angkur Hidup untuk Multistrand (VSL)... II-22 Gambar 2-22 Contoh Angkur Tengah (VSL)... II-23 Gambar 2-23 Contoh Angkur Mati (VSL)... II-23 Gambar 2-24 Selongsong (Duct) Tendon... II-25 Gambar 2-25 Tipe-tipe daerah aman dalam suatu perencanaan. (a) Sesuai untuk perencanaan; (b) Perencanaan optimim; (c) Perencana an tidak memenuhi syarat... II-27 Gambar 2-26 Distribusi beban D yang bekerja pada jembatan... II-33 Gambar 2-27 Hubungan Beban Terbagi Rata (BTR) dengn Panjang Jembatan... II-33 Gambar 2-28 Penyebaran pembebanan pada arah melintang... II-34 Gambar 2-29 Pembebanan truck T (500 kn)... II-35 Gambar 2-30 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur D... II-38 Gambar 2-31 Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU)... II-42 Gambar 2-32 Pembebanan untuk pejalan kaki... II-51 Gambar 2-33 Perubahan bentuk pada balok... II-57 Gambar 3-1 Skema Proses perencanaan... III-1 Gambar 3-2 Metode Pretensioning... III-4 Gambar 3-3 Metode Posttensioning... III-5 Gambar 3-4 Diagram alir proses desain balok prategang akibat lentur... III-8 Gambar 3-5 Konsep Beban Ekivalen... III-8 Gambar 3-6 Gaya-gaya yang bekerja pada beton akibat prategang... III-9 Gambar 3-7 Balok dengan Tendon Parabola... III-10 Gambar 3-8 Balok dengan Tendon Harpa (harped)... III-10 Gambar 3-9 Balok Kantilever... III-10 Gambar 3-10 Balok dengan Tendon Lurus... III-11 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang xv

13 Daftar Gambar Gambar 3-11 Diagram Tegangan Regangan (f ps = f py )... Gambar 3-12 Konsep Blok Tegangan Persegi... Gambar 3-13 Diagram Tegangan Regangan (pilih f ps )... Gambar 3-14 Konsep Blok Tegangan Persegi... Gambar 3-15 Diagram Tegangan-Regangan untuk Tendon... Gambar 3-16 Diagram Tegangan Regangan (hitung f ps )... Gambar 3-17 Konsep Blok Tegangan Persegi untuk Penampang Beton Prategang Tanpa Tulangan Baja Non Prategang... III-12 III-13 III-13 III-14 III-14 III-15 III-16 Gambar 3-18 Konsep Blok Tegangan Persegi untuk Penampang Beton Prategang dengan Tulangan Baja Non Prategang... Gambar 3-19 Skema Penampang dalam Keadaan Lentur Batas... Gambar 3-20 Diagram Blok Tegangan untuk Pendekatan Pemilihan Tulangan Non Prategang... Gambar 3-21 Penampang Beton Prategang dengan Tendon Parabola... Gambar 3-22 Komponen dan Resultan Gaya pada Penampang Beton Prategang... Gambar 3-23 Distribusi Tegangan Akibat Prategang... Gambar 3-24 Distribusi Tegangan Akibat Prategang dan Beban Kerja... Gambar 3-25 Gaya Prategang pada Tendon... Gambar 3-26 Tegangan akibat Momen Decompression... Gambar 3-27 Tegangan akibat Momen Retak... Gambar 3-28 Daerah Batas Pemasangan Tendon... Gambar 3-29 Penampang Balok Prategang Komposit... Gambar 3-30 Tegangan pada Balok Komposit baik Dengan ataupun Tanpa Perancah... Gambar 3-31 Transfer Gaya Horizontal pada Penampang Komposit... Gambar 3-32 Lebar sayap efektif penampang komposit... Gambar 3-33 Bentuk-bentuk penampang untuk balok prategang. (a) perse gi panjang; (b) I simetris; (c) I tidak simetris (d) bentuk T; (e) I tidak simetris dimana flens bawah lebih besar dari flens atas; (f) box bawah section atau penampang kotak... III-17 III-18 III-20 III-22 III-22 III-23 III-23 III-24 III-24 III-25 III-29 III-30 III-32 III-33 III-34 III-35 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang xvi

14 Daftar Gambar Gambar 3-34 Tipe-tipe struktur balok jembatan beton prategang. (a) jembatan komposit- balok; (b) jembatan monolit - balok; (c) balok penampang kotak menyebar; (d) jembatan box girder menyatu; (e) jembatan box girder menyebar; (f) balok pe nampang kotak menyatu... III-37 Gambar 3-35 Diagram alir proses perancangan... III-38 Gambar 3-36 Bentuk rencana jembatan beton prategang... III-39 Gambar 3-36aPengaruh Momen Tumpuan dan Lapangan... III-42 Gambar 3-36bPengaruh Momen akibat Beban Merata... III-53 Gambar 4-1 Reaksi Perletakan Pipa untuk Preliminary... IV-2 Gambar 4-2 Rencana Lantai Kendaraan... IV-5 Gambar 4-3 Pembebanan Plat... IV-6 Gambar 4-4 Pembebanan akibat Beban P (terpusat) dan q (merata)... IV-7 Gambar 4-5 Daerah pembebanan Gelagar Memanjang... IV-8 Gambar 4-6 Denah dan Potongan Jembatan... IV-12 Gambar 4-7 Konstruksi sandaran... IV-13 Gambar 4-8 Reaksi Perletakan Pipa... IV-14 Gambar 4-9 Rencana Dimensi Sandaran... IV-15 Gambar 4-10 Penulangan Sandaran... IV-18 Gambar 4-11 Rencana Lantai Kendaraan... IV-19 Gambar 4-12 Penyebaran Beban Roda Di Tengah Plat... IV-21 Gambar 4-13 Rencana dimensi Plat... IV-22 Gambar 4-14 Penulangan Plat Lantai Kendaraan... IV-22 Gambar 4-15 Letak Deck Slab Precast... IV-25 Gambar 4-16 Dimensi Deck Slab Precast... IV-25 Gambar 4-17 Perletakan Beban Pada Deck Slab Precast... IV-25 Gambar 4-18 Penulangan Deck Slab Precast... IV-28 Gambar 4-19 Letak Dimensi Balok Diafragma... IV-29 Gambar 4-20 Rencana Penulangan Balok Diafragma... IV-31 Gambar 4-21 Penampang balok girder... IV-33 Gambar 4-22 Dimensi Penampang balok girder... IV-34 Gambar 4-23 Penampang Balok Girder... IV-34 Gambar 4-24 Pembagian area penampang balok girder... IV-35 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang xvii

15 Daftar Gambar Gambar 4-25 Penampang Balok Girder Sebelum Komposit... Gambar 4-26 Pembagian area penampang balok girder komposit... Gambar 4-27 Penampang Balok Girder Komposit... Gambar 4-28 Perletakan Beban Berat Sendiri Balok Girder... Gambar 4-29 Perletakan Beban Diafragma Terhadap Balok Girder... Gambar 4-30 Perletakan Beban Plat lantai Jembatan Terhadap Balok Girder... Gambar 4-31 Daerah pembebanan Gelagar Memanjang... Gambar 4-32 Perletakan Beban D Terhadap Balok Girder... Gambar 4-33 Garis Pengaruh beban T Terhadap Balok Girder... Gambar 4-34 Posisi Letak beban dan Titik Berat Beban Angin... Gambar 4-35 Diagram Momen Dalam terhadap Momen Luar... Gambar 4-36 Perletakan Beban Angin terhadap Balok Girder... Gambar 4-37 Kedudukan dan Tinggi Gaya Rem... Gambar 4-38 Perletakan Beban Gaya Rem terhadap Balok Girder... Gambar 4-39 Eksentrisitas kabel dan pola tendon pada tengah bentang... Gambar 4-40 Persamaan Parabola Untuk Menentukan... Gambar 4-41 Posisi cgs... Gambar 4-42 Posisi Tendon... Gambar 4-43 Potongan Melintang Balok jarak 0 dan 4 m dari tumpuan... Gambar 4-44 Potongan Melintang Balok jarak 8, 12, 16 m dan Tengah Bentang... Gambar 4-45 Pengangkatan Girder 2 titik... Gambar 4-46 Tulangan Konvensional Girder... Gambar 4-47 Rencana shear connector... Gambar 4-48 Pemasangan Studs Pada Girder dan Lantai Jembatan... Gambar 4-49 Gaya Lintang Pada Setengah Bentang yang Diperhitungkan... IV-38 IV-40 IV-43 IV-45 IV-48 IV-50 IV-53 IV-54 IV-57 IV-58 IV-58 IV-59 IV-61 IV-62 IV-66 IV-70 IV-71 IV-75 IV-75 IV-76 IV-91 IV-92 IV-96 IV-98 IV-99 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang xviii

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beton bertulang adalah suatu bahan bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari kolom persegi sederhana sampai ke lengkung-lengkung ramping berbentuk kubah atau rumah siput. Manfaat dan keserbagunaannya dicapai dengan mengkombinasikan segisegi yang terbaik dari beton dan baja. Tiap-tiap bahan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian, apabila dikombinasikan, baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan barangkali sebagian kekuatan geser, sedangkan beton yang kuat menahan tekanan, melindungi baja supaya awet dan tahan akan kebakaran. Akibat perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, menghadirkan suatu konsep yang sedikit berbeda dengan konsep beton bertulang biasa. Perpaduan atau kombinasi aktif dari beton dengan kuat tekan tinggi dan baja dengan kuat tarik yang tinggi atau kabel pratekan menghasilkan suatu konsep yang dinamakan Beton Prategang (Prestressed Concrete). Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 1

17 Beton berkekuatan tinggi sangat diperlukan dalam beton prategang karena material tersebut memberikan ketahanan yang tinggi terhadap tarikan, geser, perekatan, dan dukungan. Beton berkekuatan tinggi lebih sulit mengalami retak akibat susut, dan mempunyai modulus elastisitas yang lebih tinggi serta regangan rangkak ultimit yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan prategang yang lebih kecil pada baja. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Sehingga beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar dibandingkan dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya. Teknologi beton prategang semakin berkembang dan banyak digunakan untuk berbagai macam konstruksi bangunan seperti struktur gedung bertingkat, jembatan, cerobong, tiang pancang dan lain-lain. Pada konstruksi jembatan pada umumnya, seperti jembatan jalan raya yang menghubungkan dua wilayah yang dibatasi oleh sungai atau laut (bridge highway) dan jembatan jalan raya dalm kota (fly over), banyak menggunakan struktur komposit (aksi komponen antara balok dan plat) yaitu antara lain perpaduan antara balok beton pracetak (precast) dan pelat lantai beton bertulang biasa yang dicor ditempat (cast in site) dengan bentuk penampang balok I, balok kotak (box beam) dan lain-lain. Dalam tugas akhir ini akan didesain dan dirancang struktur atas jembatan beton prategang dengan sistem struktur komposit. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan penulisan dari tugas akhir ini merancang struktur atas jembatan beton prategang. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 2

18 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Untuk memudahkan analisis maka ruang lingkup pembahasan dibatasi pada halhal berikut : 1. Panjang jembatan adalah 500 m dan lebarnya 14.5 m 2. Model penampang jembatan dipakai model I dengan metoda konstruksi pracetak. 3. Penampang balok pracetak yang akan digunakan dalam perancangan adalah penampang balok pracetak standar yang direkomendasikan oleh AASHTO (American Association of State Highway Officials) dan PCI (Prestressed Concrete Institute). 4. Perancangan penampang balok prategang dengan metoda konstruksi komposit. 5. Metoda prategang yang digunakan adalah sistem Full Presstressing dan penarikan dilakukan secara pasca tarik (posttensioning). 6. Tiang sandaran, trotoar dan plat jembatan dengan metoda konstruksi beton konvensional (cast in situ) sedangkan balok diafragma atau gelagar melintang dan deck slab dengan metode konstruksi beton pracetak (precast). 7. Perancangan dilakukan dengan cara manual secara keseluruhan. 8. Perencanaan Beton Bertulang menggunakan SNI tahun 1992 sedangkan Pembebanan Jembatan menggunakan RSNI tahun Struktur bawah atau pondasi tidak diperhitungkan dalam penulisan tugas akhir ini. 10. Pedoman dari perancangan jembatan beton prategang terutama konsultasi dengan pembimbing dan dari pengetahuan yang didapat saat kuliah. Literatur diambil dari buku Desain Struktur Beton Prategang karangan T.Y.Lin Ned - H.Burns dan Beton Prategang karangan Edward G.Nawy. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 3

19 1.4 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah studi kepustakaan berupa kajian literatur, baik berupa teks book maupun diktat-diktat kuliah yang diperoleh selama perkuliahan, serta konsultasi dengan dosen pembimbing. 1.5 Sistematika Penulisan Studi yang dilakukan dari perhitungan sampai pada hasilnya dilakukan dengan manual. Penulisan ini disusun secara sistematika sebagai kerangka masalah yang disusun dalam beberapa bagian yang ditempatkan sebagai bab per bab, dengan maksud agar dapat memberikan gambaran yang jelas dan mudah dimengerti mengenai permasalahan yang akan dibahas. Adapun sistematika yang digunakan pada penulisan ini adalah: Bab I Pendahuluan Menjelaskan mengenai latar belakang masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup dan batasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Studi Pustaka Menjelaskan tentang teori dasar dan studi-studi yang dijadikan acuan dalam perencanaan jembatan beton prategang. Bab III Metode desain dan Perancangan Menjelaskan tentang metode desain dan perancangan jembatan beton prategang yang meliputi pedoman perencanaan, perancangan struktur Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 4

20 pelat, perancangan struktur gelagar, beban-beban pada struktur, analisa beban, analisa struktur, daerah aman kabel pembebanan, tegangantegangan yang disyaratkan dan geser. Bab IV Analisis Perancangan Jembatan Beton Prategang Bab ini berisikan tentang prarencana dan analisis yang meliputi spesifikasi teknis jembatan, perancangan penampang, analisis sifat-sifat penampang, pembebanan, analisis gaya prategang, kontrol tegangan dan lendutan, momen kapasitas, gaya geser, kehilangan gaya prategang (loss of prestress) dan gambar desain jembatan. Bab V Penutup Bab ini merupakan penutup yang memberikan kesimpulan dan saran dari tugas akhir ini. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 5

21 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan jembatan jalan raya dan jembatan pejalan kaki di Indonesia dimana menggunakan komponen struktur beton bertulang dan beton prategang yang memakai beton normal harus mempunyai panjang bentang kurang dari 100 meter, apabila panjang bentang melebihi 100 meter maka menggunakan sistem struktur khusus, material khusus, ataupun cara yang pelaksanaan yang khusus pula. Beton normal yang dipakai dalam perencanaan jembatan adalah beton yang dibuat dengan menggunakan semen portland dimana mempunyai berat jenis sekitar 2400 kg/m 3 dan mempunyai kuat tekan (berdasarkan benda uji silinder) antara 20 mpa sampai 50 mpa, untuk struktur beton prategang dapat memiliki kuat tekan lebih dari 50 mpa. Umur rencana jembatan untuk bentang pendek yaitu kurang dari 100 meter pada umumnya disyaratkan 50 tahun kecuali jembatan penting atau berbentang panjang dan bersifat khusus disyaratkan umur rencana 100 tahun. Perkembangan jembatan beton prategang banyak diminati oleh kontruksi kontruksi saat ini karena lebih efesien pekerjaannya, dalam merencanakannya perlu didasarkan pada perencanaan beban dan kekuatan terfaktor ( PBKT ). Disamping dalam perencanaan perlu memperhatikan faktor integritas komponen- Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 6

22 komponen structural keseluruhan jembatan dengan mempertimbangkan faktor faktor sebagai berikut : 1. Kontinuitas dan redudansi 2. Semua komponen struktur jembatan harus mempunyai ketahanan yang terjamin terhadap kerusakan dan instabilitas sesuai umur jembatan yang direncanakan. 3. Aspek perlindungan eksternal terhadap kemungkinan adanya beban yang tidak direncanakan atau beban tak terduga. Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan namun juga memiliki kekurangan-kekurangan dibanding dengan konstruksi lainnya. Keuntungan dari pemakaian beton prategang : 1. Terhindar retak di daerah tarik, sehingga konstruksi lebih tahan terhadap korosi dan lebih kedap. 2. Penampang struktur lebih kecil/langsing, karena seluruh penampang dapat dipakai secara efektif. 3. Lendutan akhir yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan beton bertulang. 4. Dapat dibuat konstruksi dengan bentangan yang panjang. 5. Untuk bentang > 30 m dapat dibuat secara segmental sehingga mudah untuk transportasi dari pabrikasi ke lokasi proyek. 6. Ketahanan terhadap geser dan puntir bertambah, akibat pengaruh prategang meningkat. 7. Hampir tidak memerlukan perawatan dan 8. Mempunyai nilai estetika. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 7

23 Kerugian dari pemakaian beton prategang : 1. Konstruksi ini memerlukan pengawasan dan pelaksanaan dengan ketelitian yang tinggi. 2. Untuk bentang > 40 m kesulitan pada saat erection karena bobot dan bahaya patah getaran. 3. Membutuhkan teknologi tinggi dan canggih. 4. Sangat sensitif dan peka terhadap pengaruh luar. 5. Biaya awal tinggi. 2.2 Prinsip Dasar Beton Prategang Contoh-contoh yang paling dini tentang pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan sabuk logam serta pemasangan sabuk logam disekeliling roda kayu menunjukkan bahwa seni prategangan telah dipraktekkan sejak zaman dahulu. Timbulnya retak-retak awal pada beton bertulang yang disebabkan oleh ketidakcocokan dalam regangan-regangan baja dan beton barangkali merupakan titik awal dikembangkannya suatu material baru seperti beton prategang. Penerapan tegangan tekan permanen pada suatu material seperti beton, yang kuat menahan tekanan tetapi lemah dalam menahan tarikan, akan meningkatkan kekuatan tarik yang nyata dari material tersebut, sebab penerapan tegangan tarik yang berikutnya pertama-tama harus meniadakan prategang tekanan. Dalam tahun 1904, Freyssinet mencoba memasukkan gaya-gaya yang bekerja secara permanen pada beton untuk melawan gaya-gaya elastis yang ditimbulkan oleh beban dan gagasan ini kemudian telah dikembangkan dengan sebutan prategang. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 8

24 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-1 : Prinsip-prinsip dasar prategang. Prategang dapat didefisinikan sebagai pemberian suatu gaya atau biasa juga dalam bentuk momen yang telah ditentukan terlebih dahulu terhadap suatu elemen struktur sedemikian rupa sehingga kombinasi dari tegangan akibat beban total dan tegangan akibat gaya prategang akan berada dalam batas tegangan tertentu yang diinginkan. Jadi jika suatu balok lentur dipasang kabel prategang seperti pada Gambar 2-2 dan kabel tersebut berimpit dengan garis berat beton atau center gravity of concrete (c.g.c) kemudian kabel tersebut ditarik dengan gaya Pi atau dengan kata lain balok mendapat gaya tekan kosentris, maka meskipun beban mati balok belum bekerja (karena balok tersebut masih ditunjang oleh bekistingnya) maka balok tetap bekerja tegangan yang diagramnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2-3. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 9

25 kabel prategang (c.g.s) berimpit dengan c.g.c kabel prategang (c.g.s) berimpit dengan c.g.c Sumber : Desain Struktur Beton Prategang, T.Y Lin H.Burns : 1991 Gambar 2-2 : Elemen prategang yang masih ditunjang oleh struktur bekisting. tekan kabel penampang persegi tegangan akibat gaya prategang Pi Sumber : Desain Struktur Beton Prategang, T.Y Lin H.Burns : 1991 Gambar 2-3 : Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang sebelum beban hidup dan mati bekerja. Pada Gambar 2-2 diatas, jika umur beton sudah cukup maka kabel ditarik (pada saat itu struktur bekisting masih menunjang balok) dengan menggunakan dongkrak hidrolis (hydraulic jack), lalu ujung-ujungnya diangkur dan struktur bekisting dapat dilepas. Saat itu balok memikul berat sendirinya dan mendapatkan gaya tekan konsetris atau gaya prategang tepat pada c.g.c dan beban hidup belum bekerja. Adapun diagram tegangan kombinasi pada potongan balok pada tengah bentang (mid span) adalah sebagai berikut ; Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 10

26 tekan tekan tekan kabel = - + penampang persegi tarik tegangan akibat beban mati M tegangan akibat gaya prategang Pi tegangan total Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-4 : Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang sebelum beban hidup bekerja. Jika beban luar mulai bekerja maka diagram tegangan kombinasinya adalah sebagai berikut ; P P L Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-5 : Penampang balok yang diberi gaya prategang secara konsentris. tekan tekan tekan tekan = tarik tarik (a) tegangan akibat beban mati (b) tegangan akibat gaya prategang (c) tegangan akibat beban hidup (d) tegangan total Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-6 : Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang yang diberi gaya prategang secara konsentris. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 11

27 Dapat dilihat bahwa tegangan tarik lentur pada serat bawah akibat beban mati dan beban hidup harus tereliminir oleh tegangan tekan yang dihasilkan oleh gaya prategang yang besarnya harus sama dengan jumlah tegangan tarik lentur tadi. Sehingga dengan kata lain tegangan kombinasi atau tegangan total pada serat bawah antara tegangan tarik dan tegangan tekan saling menghapuskan hingga tidak ada lagi tegangan tarik yang bekerja (full presstresing). Pada beton prategang, terdapat reduksi atau kehilangan gaya prategang (loss of presstress) yang disebabkan atau dipengaruhi oleh waktu, akibat creep (rangkak pada beton), shrinkage (penyusutan pada beton) dan relaksasi kabel baja prategang. Biasanya kehilangan gaya prategang yang terjadi berkisar antara 10 % hingga 30 %. Jika tidak boleh ada tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada beton, maka perlu kiranya untuk memberikan gaya prategang awal (initial presstress) yang lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk mengantisipasi terjadinya kehilangan gaya prategang. Karena itu, jika distribusi tegangan akibat kehilangan gaya prategang terjadi, distribusi tegangan pada pemberian gaya prategang awal harus seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.7 berikut ini ; tekan tekan tekan tekan = tarik tarik (a) tegangan akibat beban mati (b) tegangan akibat gaya prategang awal (c) tegangan akibat beban hidup (d) tegangan total sebelum terjadi kehilangan gaya prategang Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-7 : Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang yang diberi gaya prategang awal secara konsentris Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 12

28 Pemberian gaya prategang dengan gaya yang konsentris seperti yang telah diilustrasikan di atas, memiliki kerugian yaitu bahwa serat atas yang dimaksudkan untuk melawan tegangan tekan yang diakibatkan oleh pemberian gaya prategang semakin bertambah dari tegangan tekan yang dihasilkan dari beban rencana. Apabila, karena pemberian gaya prategang yang efektif harus diberikan untuk menekan serat atas dan juga serat bawah, jika pemberian gaya prategang efektif sudah direncanakan untuk mengeliminir semua tegangan tarik lentur, tegangan total yang diakibatkan pemberian gaya prategang (P/A) harus sama dengan tegangan tarik lentur maksimum yang dihasilkan dari beban rencana. Jika balok persegi yang sama diberi gaya prategang yang diletakkan pada 1/3 tinggi balok dari serat paling bawah balok (eksentris), distribusi tegangan akibat pemberian gaya prategang akan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-7. Pada kasus ini, seperti contoh yang terdahulu, tegangan akhir pada serat bawah yang diakibatkan oleh pemberian gaya prategang harus sama besarnya dengan jumlah tegangan tarik yang dihasilkan dari beban rencana. Dengan membandingkan kedua diagram tegangan akibat prategang (gambar 2-6 dan 2-7), membuktikan bahwa tegangan rata-rata balok, yang diberi gaya prategang pada eksentrisitas 1/3 tinggi balok dari serat paling bawah, adalah hanya setengahnya dari yang dibutuhkan oleh balok yang diberikan gaya prategang konsentris. Maka dari itu gaya prategang total yang dibutuhkan untuk mendapatkan besar pemberian gaya prategang yang diinginkan pada contoh kedua hanya setengahnya dari jumlah yang dibutuhkan pada contoh pertama. Sebagai tambahan, serat atas tidak membutuhkan untuk membawa tegangan Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 13

29 tekan lain akibat pemberian gaya prategang pada saat gaya diaplikasikan di sepertiga tinggi balok. tegangan akhir tegangan awal Sumber : Struktur Beton Prategang, Nova Gambar 2-8 : Distribusi tegangan akibat gaya prategang yang diberikan pada 1/3 tinggi penampang balok persegi dari serat paling bawah Jika kabel lurus dipasang pada eksentrisitas e dihitung dari c.g.c maka diagram tegangan kombinasinya adalah sebagai berikut ; Pi c.g.c c.g.s Pi L e Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-9 : Penampang balok yang diberi gaya prategang secara eksentris tekan tarik + tekan kabel - + = - - tekan penampang persegi tegangan akibat MDL + Pi tegangan akibat Pi.e tegangan total Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-10 : Distribusi tegangan pada tengah bentang penampang yang diberi gaya prategang secara eksentris Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 14

30 Karena pemberian gaya prategang pada kabel lurus yang dipasang pada eksentrisitas e dihitung dari c.g.c akan menimbulkan momen lentur sebesar P i.e Dengan membandingkan kedua diagram tegangan total, memberi bukti jelas bahwa pemberian gaya prategang eksentris lebih efektif daripada yang konsentris karena tegangan total (akibat beban mati, beban hidup dan gaya prategang) yang terjadi pada serat atas balok berupa tegangan tekan yang lebih kecil dari tegangan tekan serat bawahnya. Hal ini dianggap efektif karena pada umumnya beban-beban yang dipakai untuk mendisain balok jembatan dan beban mati balok itu sendiri menimbulkan tegangan tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi dengan lebih efektif dengan memakai tendon eksentris. 2.3 Analisa Tegangan Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur Perjanjian tanda yang dipakai untuk analisa tegangan ini adalah (+) untuk tegangan tarik dan (-) untuk tegangan tekan. Kita tinjau balok prategang dimana kabelnya berimpit dengan c.g.c (centre gravity of concrete). Kabel ditarik dengan gaya prategang dengan gaya awal sebesar P i, kemudian ujung-ujungnya diangkur dan didongkrak hidrolis dilepas. Pada saat itu akan terjadi transfer atau pemindahan gaya prategang (tarik pada kabel menjadi tekan pada penampang beton). Tegangan tekan yang bekerja pada beton adalah : σ Pi =...(2.1) Ac Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 15

31 Dimana : P i A c = tegangan pada penampang beton = gaya tekan konsentris = luas penampang beton Jika kita tinjau balok prategang dimana trase kabelnya berbentuk lengkung seperti gambar dibawah ini : Pi c.g.c c.g.s e Pi c.g.c c.g.s Pi e Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-11 : Penampang balok prategang dengan trase kable kurva (lengkung) dan lokasi gaya prategang pada tengah bentang. Gaya tekan P i eksentris pada jarak e dari c.g.s. (centre gravity of steel). Jika gaya P i dipindahkan ke c.g.c, maka akan timbul momen sebesar P i. e seperti pada gambar dibawah ini : c.g.c c.g.s Pi Pi.e e Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-12 : Pemindahan gaya P i ke c.g.c menimbulkan momen sebesar P i.e Momen ini akan mengakibatkan tegangan tarik (+) pada serat atas dan tegangan tekan (-) pada serat bawah. Tegangan total yang terjadi pada penampang beton akibat gaya prategang sebesar P i adalah sebagai berikut : Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 16

32 σ = Pi ± Ac Pi. e. y...(2.2) I σ bawah = Pi Ac Pi. e. y Ix = Pi Ac M Wa Pi Pi. e. y Pi σ atas = + = + Ac Ix Ac M Wa Dimana : P i A c = tegangan pada penampang beton = gaya tekan konsentris = luas penampang beton M = momen Wa = momen lawan Ix = Inersia penampang terhadap sumbu x Secara umum perilaku balok prategang akibat lentur dapat dibedakan menjadi 5, yaitu : 1. Tidak berdefleksi (not deflection), jika kondisi tegangan persegi (merata) di setiap irisan penampang 2. Tidak tarik (not tension), jika kondisi tegangan segitiga dengan tegangan nol pada tepi bawah penampang 3. Retak (cracking), jika tegangan pada tepi bawah mencapai modulus retak bahan 4. Leleh (yielding), jika baja telah mencapai titik lelehnya 5. Ultimate, yaitu menggambarkan kondisi pada saat runtuh Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 17

33 Dan gambar 2-13 menunjukkan grafik perilaku balok prategang akibat lentur tersebut. Sumber : Stuktur Beton Prategang, Nova Gambar 2-13 : Perilaku Balok Prategang Akibat Beban Lentur. 2.4 Material yang Digunakan Dalam Perancangan Balok Jembatan Aksi Komposit Element Balok Pracetak Produksi element balok pracetak dalam skala besar biasanya dilakukan di pabrik atau wokshop pracetak atau pada proyek-proyek yang sangat besar. Pengambilan keputusan untuk memesan elemen pracetak dari pabrik atau menyediakan sendiri, biasanya dipengaruhi oleh letak lokasi, kondisi lapangan, efisiensi biaya, transportasi, perlengkapan dan peralatan, waktu dan lain-lain. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 18

34 Kebanyakan dari elemen balok pracetak untuk jembatan jalan raya adalah sudah standar dalam hal satuan ukuran. Biasanya satuan ukuran yang sering digunakan adalah dalam satuan ft (foot) untuk ukuran dimensional dan mutu beton untuk beton prategang minimum K ' 5" 4" 2'-4" 11" 5" 5" 1'-4" Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-14 : Penampang balok pracetak standar untuk jembatan Barangkali salah satu dari produksi pracetak yang paling sering digunakan saat ini adalah untuk balok jembatan jalan raya. Beberapa departemen perhubungan dengan jembatan jalan raya seperti AASTHO yang bekerja sama dengan PCI telah mengeluarkan desain balok pracetak standar yang lebih spesifik dalam penggunaan bermacam konstruksi jembatan. Balok pracetak didesain juga untuk terjadinya aksi komposit antara lantai (slab) yang dicor di tempat (cast in place) dan balok pracetak. Fungsi tipe balok jembatan ini sangat mirip dengan balok baja pada jembatan rangka baja biasa. Pengalaman telah memperlihatkan Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 19

35 bahwa pelaksana atau kontraktor sangat tertarik dengan desain tipe ini, karena pelaksanaan konstruksinya sangat mirip dengan apa yang mereka kenal selama ini. Konstruksi tipe ini biasa digunakan juga karena selama ini ditemukan lendutan yang relatif kecil dan dapat secara mudah ditanggulangi dan umumnya lebih ekonomis bila dibandingkan dengan tipe struktur yang lain Elemen Gelagar Melintang atau Balok Diafragma Elemen gelagar melintang atau balok diafragma yang digunakan adalah beton pracetak (precast) dengan perkuatan tulangan baja biasa (mild steel) Elemen Plat Lantai Beton Bertulang Biasa Elemen plat lantai (slab) yang digunakan adalah beton bertulang biasa yang dicor ditempat (cast in place) dengan perkuatan tulangan baja biasa (mild steel) Elemen Perkerasan Jalan Elemen perkerasan jalan yang digunakan adalah aspal sesuai dengan ketentuan dan persyaratan tata cara perencanaan perkerasan jalan raya Element Tiang Sandaran Demikian juga untuk elemen tiang sandaran yang digunakan adalah beton bertulang biasa yang dicor ditempat (cast in place) dengan perkuatan tulangan baja biasa (mild steel) dan sandarannya memakai pipa besi Tulangan Baja Secara umum, tipe tulangan baja untuk elemen non prategang adalah : Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 20

36 1) Batang polos 2) Batang ulir (hot rolled) 3) Jaring kawat las Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 2-15 : Tipe Tulangan Baja Non Prategang. Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-16 : Tanda-tanda pada Tulangan Baja Standar. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 21

37 Maksud dari penggunaan baja tulangan, yaitu : 1. Meningkatkan kuat lentur ultimate. 2. Memberikan ketahanan geser. 3. Mencegah bursting dan spalling pada zona angkur. Berdasarkan grade yang ditentukan sesuai dengan Standard Spesification for Deformed and Plain-Billet Stell Bars ASTM A615, jenis tulangan baja ada 3 jenis, yaitu : 1. Grade 60 f y = 400 mpa. Ukuran diameter tulangan : D10 sampai D56. Umumnya digunakan pada bangunan dan jembatan 2. Grade 40 f y = 280 mpa. Diameter tulangan : D10 sampai D19. Bersifat lebih daktail 3. Grade 75 f y = 525 mpa. Diameter tulangan : D19 sampai D56 Adapun bentuk kurva hubungan tegangan regangan untuk berbagai jenis tulangan seperti terlihat pada Gambar Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 22

38 Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 2-17 : Kurva Hubungan Tegangan Regangan Untuk Berbagai Jenis Tulangan Kabel Prategang Baja prategang atau kabel prategang memiliki mutu yang lebih tinggi dari baja tulangan biasa. Menurut ASTM A 416, kabel prategang memiliki 2 grade atau tingkatan yaitu grade 250 (G 250) dan grade 270 (G 270). Untuk kabel prategang G 250 memiliki tegangan batas psi dan tegangan tarik minimum kg/cm 2. Sedangkan untuk kabel prategang G 270 memiliki tegangan tarik batas psi dan tegangan tarik minimum kg/cm 2. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 23

39 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-18 : Diagram Tegangan dengan Baja Prategang. Ada jenis kabel prategang, yaitu : 1. Kawat (wire) relaksasi rendah atau stress-relieved tak berlapisan 2. Untaian kawat (strand) relaksasi rendah atau stress-relieved strands tak berlapisan 3. Batang-batang baja mutu tinggi tak berlapisan (bar) Menurut referensi Prestressed Concrete Analysis and Design by Naaman, pada gambar 2.3 (Sumitomo tensioning materials), macam-macam kabel prategang adalah kawat berpenampang bundar, kawat bertakik (indented wire), sumi twist, two ply wire 2 lapis, untaian 7 kawat (seven wire strand), round bar (batang berpenampang bundar) dan threaded bar. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 24

40 Berikut ini adalah tabel mengenai seven wire strand menurut standar ASTM A untuk G-270 Tabel 2-1: Data-data kabel prategang seven wire strand G-270. Luas Diameter Penampang Grade nominal in mm In 2 mm 2 ksi mpa 270 0,375 9,53 0,085 58, ,438 11,11 0,115 74, ,500 12,54 0,153 98, ,563 14,29 0, , ,600 15,24 0, , pu Sumber : Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin H.Burns : 1991 Untuk elemen baja, misalnya kawat baja, kabel batang, kawat untai atau suatu bundel dari elemen-elemen tersebut yang digunakan untuk memberi gaya prategang pada beton atau disebut juga tendon dibagi 2 jenis yaitu : 1. Tendon lurus 2. Tendon tidak lurus Pada tendon lurus banyak digunakan pada balok pracetak dengan bentang sedang, sedangkan penggunaan tendon tidak lurus atau lengkung lebih umum digunakan pada elemen pascatarik atau posttensioning yang dicor ditempat. Tendon yang tidak lurus ada dua macam yaitu : 1. Tendon Draped. Mempunyai alinyemen lengkung secara gradual, seperti bentuk parabolik, yang digunakan pada balok yang mengalami beban eksternal terbagi rata. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 25

41 2. Tendon Harped Tendon miring dengan diskontinuitas alinyemen di bidang-bidang dimana terdapat beban terpusat, digunakan pada balok yang terutama mengalami beban transversal terpusat. Beban terbagi rata w/ft (a) Tendon lurus pratarik e Beban terbagi rata w/ft e (b) Tendon pascatarik berbentuk parabolik Beban terbagi rata w/ft e (c) Tendon pascatarik berbentuk harped Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-19 : Bentuk-bentuk tendon. (a) Tendon Lurus, (b) Tendon Draped, (c) Tendon Harped Keuntungan penggunaan tendon berbentuk Draped dan Harped yaitu : 1. Balok prategang yang dihasilkan mampu memikul beban besar karena adanya efek penyeimbang komponen vertikal dari tendon prategang tak lurus. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 26

42 2. Kekuatan tekan seragam jika tendon bekerja di pusat berat beton di tumpuan. 3. Strands yang diperlukan lebih sedikit. 4. Penampang beton lebih efisien. Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-20 : Jenis Tendon Prategang. Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-21 : Contoh Angkur Hidup untuk Multistrand (VSL). Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 27

43 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-22 : Contoh Angkur Tengah (VSL). Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2.23 : Contoh Angkur Mati (VSL) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 28

44 2.4.8 Selongsong Cetakan Formed Ducts Selongsong yang dibuat dengan mengunakan lapisan tipis yang tetap di tempat. Harus berupa bahan yang tidak memungkinkan tembusnya pasta semen. Selongsong tersebut harus mentransfer tegangan lekatan yang dibutuhkan dan harus dapat mempertahankan bentuknya pada saat memikul berat beton. Selongsong logam harus berupa besi, yang dapat saja digalvanisasi Cored Ducts Selongsong seperti ini harus dibentuk tanpa adanya tekanan yang dapat mencegah aliran suntikan. Semua material pembentuk saluran jenis ini disingkirkan Celah atau Bukaan Suntikan Semua selongsong harus mempunyai bukaan untuk suntikan di kedua ujung. Untuk kabel drapped, semua titik yang tinggi harus mempunyai celah suntikan kecuali di lokasi dengan kelengkungan kecil, seperti pada slab menerus. Celah suntikan atau lubang buangan harus digunakan di titik-titik rendah jika tendon akan diletakkan, diberi tegangan dan disuntik pada cuaca beku. Semua celah atau bukaan suntikan harus dapat mencegah bocornya suntikan. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 29

45 Ukuran Selongsong Untuk tendon yang terdiri dari kawat, batang atau strands, luas selongsong harus sedikitnya dua kali luas netto baja prategang. Untuk tendon yang terdiri atas satu kawat, batang atau strands, diameter selongsongnya harus sedikitnya ¼ lebih besar dari pada diameter nominal kawat, batang atau strands Peletakan Selongsong Sesudah selongsong diletakkan dan pencetakan selesai, harus dilakukan pemeriksaan untuk menyelidiki kerusakan selongsong yang mungkin ada. Selongsong harus dikecangkan dengan baik pada jarak-jarak yang cukup dekat, untuk mencegah peralihan selama pengecoran beton. Semua lubang atau bukaan di selongsong harus diperbaiki sebelum pengecoran beton. Celah atau bukaan untuk penyuntikan harus diangkur dengan baik pada selubung dan pada baja tulangan atau cetakan, untuk mencegah peralihan selama operasi pengecoran beton. Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-24 : Selongsong (Duct) Tendon Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 30

46 2.4.9 Angkur Suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon kepada komponen struktur beton dalam sistem posttensioning atau suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon selama proses pengerasan beton dalam sistem posttensioning. 2.5 Daerah aman kabel Definisi dari daerah aman atau daerah kern adalah daerah yang dibatasi oleh batas atas dan batas bawah kabel dimana tempat kedudukan atau lokasi resultan gaya tekan atau garis tekan atau C line (Compression line, Pressure line, Thrust line) harus berada di dalam derah ini agar tegangan tarik dan tegangan tekan yang terjadi masih dalam batas tegangan yang diizinkan. Penentuan derah aman untuk menentukan lokasi kabel prategang pada elemen balok prategang, yaitu : Untuk batas atas atau kern atas dimana tegangan tarik tidak boleh terjadi, e = M P T e diukur atau diplot dari kern atas. Sedangkan untuk batas bawah atau kern bawah dimana tegangan tarik tidak boleh terjadi, M e = P T e diukur atau diplot dari kern atas. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 31

47 Dimana : e M T M G P e = eksentrisitas = Momen total akibat beban mati dan beban hidup = Momen total akibat beban mati dan beban mati =Gaya prategang efektif setelah terjadi kehilangan gaya prategang Ada beberapa kemungkinan daerah aman dalam suatu perencanaan, yaitu : C C c.g.c c.g.c (a) C (b) c.g.c (c) Sumber : Struktur Beton Prategang, Nova Gambar 2-25 : Tipe-tipe daerah aman dalam suatu perencanaan. (a) Sesuai untuk perencanaan; (b) Perencanaan optimim; (c) Perencanaan tidak memenuhi syarat. a. Pada tengah bentang, dimana jarak antara batas atas dan batas bawah cukup besar maka posisi kabel dapat ditempatkan diantara kedua batas tersebut (Gambar 2-25a). Hal ini sesuai dengan perancanaan yang diinginkan. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 32

48 b. Pada tengah bentang, dimana batas atas dan batas bawah saling berhimpit maka posisi kabel harus tepat berada di titik yang berhimpit tersebut (Gambar 2-25b). Perencanaan dalam kondisi seperti ini adalah sangat optimum. c. Pada tengah bentang, dimana daerah aman berada diluar penampang (Gambar 2-25c) maka kabel tidak dapat ditempatkan pada kondisi ini. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh tinggi penampang yang kurang besar atau memadai sehingga perencanaan harus diubah. 2.6 Pembebanan Kriteria perancangan yang digunakan untuk penentuan pembebanan berdasarkan pada pedoman Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-T ). Pembebanan pada perencanaan jembatan terdiri dari beban primer dan beban sekunder Beban Primer Beban Mati Beban mati adalah beban seluruh beban yang berasal dari berat sendiri bangunan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dihitung berdasarkan volume dikalikan dengan berat jenis bahan. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 33

49 Tabel 2-2 : Berat isi untuk beban mati No Bahan Berat/Satuan Isi (kn/m 3 ) Kerapatan Masa (kg/m 3 ) 1 Campuran aluminium Lapisan permukaan beraspal Besi tuang Timbunan tanah dipadatkan Kerikil dipadatkan Aspal beton Beton ringan Beton Beton prategang Beton bertulang Timbal Lempung lepas Batu pasangan Neoprin Pasir kering Pasir basah Lumpur lunak Baja Kayu (ringan) Kayu (keras) Air murni Air garam Besi tempa Sumber : RSNI T Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 34

50 Untuk unsur tambahan dapat bervariasi pada jembatan misalnya : 1. Perawatan permukaan khusus 2. Pelapisan ulang dianggap menyimpang dan dianggap 50 mm aspal beton 3. Perhitungan beratnya : 4. T x d x Bj aspal 5. Dimana : t = tebal perkerasan d = lebar efektif jalan 6. Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton 7. Tanda tanda dan perlengkapan jalan Beban Lalu-Lintas/Beban Hidup Beban lalu-lintas adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan yang bergerak dan beban orang yang berjalan kaki dianggap bekerja pada jembatan. Beban lalu-lintas pada jembatan ditinjau dalam dua macam pembebanan, yaitu beban lajur D yang merupakan beban jalur untuk gelagar dan beban truck T yang merupakan beban untuk lantai kendaraan Lantai Kendaraan dan Jalur Lalu lintas Jalur lalu lintas mempunyai lebar minimum 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter. Sedangkan beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Untuk lebar jalur minimum harus digunakan untuk menentukan beban D perjalur. Jumlah jalur lalu lintas untuk lantai kendaraan yang di gunakan untuk menentukan beban D per jalur di tentukan menurut Tabel 2-3, jumlah jalur jembatan ini di gunakan dalam menentukan beban D pada perhitungan reaksi perletakan. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 35

51 Tabel 2-3 : Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2) Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana (n 1 ) Satu Lajur 4.0 ~ Dua arah, tanpa median 5.5 ~ ,3 ~ (3) 4 Banyak Arah 8.25 ~ ~ ~ ~ Catatan (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. Catatan (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. Catatan (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Sumber : RSNI T Beban D Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Dalam menghitung momen maksimum positif akibat beban lalu-lintas atau beban hidup (beban merata dan beban garis) pada gelagar diatas dua perletakan atau simple span, dipakai satu beban terpusat yang diletakkan ditengah-tengah Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 36

52 bentang dan beban merata sepanjang bentang gelagar. Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin dapat digunakan. Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kpa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut : L 30 m : q = 9,0 kpa L > 30 m : q = 9,0 ( /L ) kpa dengan pengertian : q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Beban garis (BGT) dengan intensitas p kn/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kn/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar 6. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 37

53 Sumber : RSNI Gambar 2-26 : Distribusi beban D yang bekerja pada jembatan Sumber : RSNI T Gambar 2-27 : Hubungan Beban Terbagi Rata (BTR) dengn Panjang Jembatan Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 %. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 38

54 2. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel 2-3), dengan intensitas 100%. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kn/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kn, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m; 3. Lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50%. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar Luas jalur yang ditempati median harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap. b 100 % Intensitas beban "b" KURANG DARI 5.5 m b n1 x % 50 % Intensitas beban n1 x 2.75 b 100 % 50 % "b" LEBIH DARI 5.5 m - PENEMPATAN ALTERNATIF Intensitas beban Sumber : RSNI T Gambar 2-28 : Penyebaran pembebanan pada arah melintang Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban lajur D tersebar pada seluruh Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 39

55 lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas100% untuk panjang terbebani yang sesuai Beban T Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 7. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bias diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Sumber : RSNI T Gambar 2-29 : Pembebanan truck T (500 kn). Dalam arah melintang terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 40

56 lintas rencana. Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti terlihat dalam Gambar Jumlah maksimum lajur lalulintas rencana di berikan dalam Tabel 4. lajur jalur ini di tempatkan di mana saja antar kerb. Tabel 2-4 : Klarifikasi menurut kelas jalan Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat MST ( ton ) Arteri I II III A > Kolektor III A III B 8 Sumber : Bridge Management System, Beban pada Trotoir, Kerb dan Sandaran Kontruksi trotoir harus di perhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/m 2. dalam perhitungan kekuatan gelagar karena pengaruh beban hidup pada trotoir, di perhitungkan beban sebesar 60% beban hidup trotoir. Tabel 2-5 : Jumlah median anggapan untuk menghitung reaksi perletakan Jumlah Jalur Jumlah Median Jumlah Jalur Jumlah Median Lalu lintas Anggapan Lalu lintas Anggapan n = 4 1 n = 8 3 n = 5 1 n = 9 3 n = 6 1 n = 10 3 n = 7 1 Sumber : Bridge Management System, 1992 Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lantai kendaran harus di perhitungkan untuk dapat menahan satu beban horizontal kearah melintang jembatan sebesar 500 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 41

57 kg/m yang bekerja pada puncak yang bersangkutan atau pada tinggi 25 cm di atas permukaan lantai kendaraan apabila kerb yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm. Tiang tiang sandaran pada setiap tepi trotoir harus di perhitungkan untuk dapat menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m, yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas lantai trotoir Faktor Beban Dinamis (FBD) 1. Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. 2. Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit. 3. Untuk pembebanan "D" : FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus : L E = LAV. L MAX Dengan pengertian : L AV adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara menerus. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 42

58 L max adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus. 4. Untuk pembebanan truk "T" : FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah. Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m. Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-tanah, harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya. Sumber : RSNI T Gambar 2-30 : Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur D Gaya akibat tekanan tanah Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus di rencanakan dapat menahan tekanan tanah sesuai rumus-rumus yang ada. Beban kendaraan di Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 43

59 belakang bangunan penahan tanah di perhitungkan senilai dengan muatan tanah setinggi 60 cm Beban Sekunder Beban Angin Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut : T EW = 0,0006 C w (V w ) 2 A b [ kn ] dengan pengertian : V W adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau. C W adalah koefisien seret - lihat Tabel 2-6 A b adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m 2 ) Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 2-7. Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus : T EW = 0,0012 C w (V w ) 2 A b [ kn ] dengan pengertian : C W = 1.2 Tabel 2-6 : Koefisien seret C w Tipe Jembatan Bangunan atas massif : (1), (2) C W b/d = (3) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 44

60 b/d = (3) b/d (3) Bangunan atas rangka 1.2 Catatan (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang massif Catatan (2) Untuk harga antara dari b / d bisa di interpolasi linier Catatan (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum Sumber : RSNI T Tabel 2-7 : Kecepatan agin rencana V w Keadaan Lokasi Batas Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai Daya Layan 30 m/s 25 m/s Ultimit 35 m/s 30 m/s Sumber : RSNI T Gaya akibat perbedaan suhu Pengaruh temperatur dibagi menjadi : 1. Variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut. Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel 2-8. Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari di waktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 45

61 radiasi dari seluruh permukaan jembatan di waktu malam. Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien perbedaan temperatur dalam arah melintang. Tabel 2-8 : Temperatur jembatan rata-rata nominal Tipe Bangunan Atas Temperatur Jembatan Rata-rata Minimum (1) Temperatur Jembatan Rata-rata Maksimum Lantai beton di atas gelagar 15 C 40 C atau boks beton. Lantai beton di atas gelagar, 15 C 40 C boks atau rangka baja. Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja. 15 C 45 C Catatan (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5 C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut. Sumber : RSNI T Tabel 2-9 : Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur Bahan Baja Beton : Kuat tekan <30 mpa Kuat tekan <30 mpa Aluminium Sumber : RSNI T Koefisien perpanjangan akibat suhu 12 x 10-6 per C 10 x 10-6 per C 11 x 10-6 per C 24 x 10-6 per C Modulus Elastisitas mpa Gaya rem Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 46

62 dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas, tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan q = 9 kpa. Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem. Sumber : RSNI T Gambar 2-31 : Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU) Pengaruh gempa Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. 1. Beban horizontal statis ekuivalen Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 47

63 Perhitungan beban statis ekuivalen untuk jembatan- jembatan dimana analisa statis ekuivalen adalah sesuai dengan kondisi jembatan. Untuk jembatan besar, rumit dan penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Sesuai standar perencanaan beban gempa untuk jembatan (Pd.T B). Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut : T* EQ = K h / W T Dimana : K h = C S dengan pengertian : T* EQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kn) K h C = Koefisien beban gempa horizontal = Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai I = Faktor kepentingan ditentukan dari Tabel Faktor lebih besar memberikan frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur jembatan. S = Faktor tipe bangunan yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi (kekenyalan) dari jembatan, diberikan dalam Tabel W T = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kn). Tabel 2-10 : Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar Jenis Tanah Tanah Teguh Tanah Sedang Tanah Lunak Untuk seluruh jenis tanah 3 m > 3 m sampai 25 m > 25 m Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 48

64 Untuk tanah kohesif dengan 6 m > 6 m sampai 25 m > 25 m kekuatan geser undrained ratarata tidak melebihi 50 kpa Pada tempat dimana hamparan tanah salah satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kpa, atau tanah berbutir yang sangat padat 9 m > 9 m sampai 25 m > 25 m Untuk tanah kohesif dengan 12 m > 12 m sampai 30 m > 30 m kekuatan geser undrained ratarata tidak melebihi 200 kpa Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik padat 20 m > 20 m sampai 40 m > 40 m Catatan (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang pancang diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam. Sumber : RSNI T Tabel 2-11 : Faktor Kepentingan 1 Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif. 2 Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi. 3 Jembatan sementara (misal : Bailey) dan jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi. Sumber : RSNI T Tabel 2-12 : Faktor tipe bangunan Tipe Jembatan (1) Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Prategang Bertulang atau Baja Prategang parsial Prategang penuh Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 49

65 (2) (2) Tipe A (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F Tipe B (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F Tipe C 3,0 3,0 3,0 Catatan (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masingmasing arah. Catatan (2) Yang dimaksud dalam tabe lini, beton prategang parsial mempunyai pra penegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh mempunyai pra penegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana. Catatan (3) F = Faktor perangkaan = 1,25 0,025 n ; F 1,00 n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing-masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya : bagianbagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri). Catatan (4) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah) Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah) Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis) Sumber : RSNI T Beban Vertikal statis ekuivalen Gaya vertikal akibat gempa boleh diabaikan sesuai dengan kondisi dan situasi Jembatan. Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal. Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan atau sambungannya. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 50

66 3. Tekanan tanah lateral akibat gempa Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung dengan menggunakan faktor harga dari sifat bahan, koefisien geser dasar C diberikan dalam Tabel 2-13 dan faktor kepentingan I diberikan dalam Tabel Faktor tipe struktur S untuk perhitungan k h harus diambil sama dengan 1,0. Pengaruh dari percepatan tanah arah vertikal bisa diabaikan. Tabel 2-13 : Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral Koefisien Geser Dasar C Daerah Gempa Tanah Teguh Tanah Sedang Tanah Lunak (1) (2) (2) (2) 1 0,20 0,23 0,23 2 0,17 0,21 0,21 3 0,14 0,18 0,18 4 0,10 0,15 0,15 5 0,07 0,12 0,12 6 0,06 0,06 0,07 Catatan (1) Daerah gempa sesuai standar perencanaan beban gempa untuk jembatan (Pd.T B). Catatan (2) Definisi dari teguh, sedang dan lunak dari tanah di bawah permukaan diberikan dalam Tabel Sumber : RSNI T Tekanan air lateral akibat gempa Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air ditentukan dalam Tabel Gaya ini dianggap bekerja pada bangunan pada kedalaman sama dengan setengah dari kedalaman air rata- rata. Ketinggian permukaan air yang digunakan untuk menentukan kedalaman air rata-rata harus sesuai dengan : a) Untuk arus yang mengalir, ketinggian yang diambil dalam perencanaan adalah yang terlampaui untuk rata-rata enam bulan untuk setiap tahun. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 51

67 b) Untuk arus pasang, diambil ketinggian permukaan air rata-rata. Tabel 2-14 : Gaya air lateral akibat gempa Tipe Bangunan Gaya Air Horisontal Bangunan tipe dinding yg menahan air pada 0,58 K h I w o b h 2 satu sisi b/h 2 0,75 K h I w b2 o h [1 - b / (4h)] Kolom, dimana: 2 < b/h 3,1 1,17 K h I w o b h 2 3,1 < b/h 0,38 k h I w o b 2 h Sumber : RSNI T dengan pengertian : K h adalah koefisien pembebanan gempa horisontal I adalah faktor kepentingan dari Tabel 2-11 w o adalah berat isi air, bisa diambil 9,8 kn/m 3 b adalah lebar dinding diambil tegak lurus dari arah gaya (m) h adalah kedalaman air (m) Gaya akibat gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak Jembatan harus pula di tinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan pada tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat perbedaan suhu atau akibat akibat lain. Gaya gesek yang timbul hanya di tinjau akibat beban mati saja, sedang besarnya di tentukan berdasarkan koefesien gesek pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai sebagai berikut : a. Tumpuan rol baja Dengan satu atau dua rol 0,01 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 52

68 Dengan tiga atau lebihl rol..0,05 b. tumpuan Geesekan Antara baja dengan campuran tembaga keras..0,15 Antara baja dengan baja atau besi tuang 0,25 Antara karet dengan baja atau beton.0,15-0,18 Tumpuan tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratan spesifikasi dari pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan atas hasil percobaan dan mendapatkan persetujuan pihak yang berwenang Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada kecepatan sebagai berikut : T EF = 0,5 C D ( V s ) 2 A d [ kn ] dengan pengertian : V s = Kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau. Dimana kecepatan batas harus dikaitkan dengan periode ulang dalam Tabel C D A d = Koefisien seret = Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m 2 ) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran. Tabel 2-15 : Periode ulang banjir untuk kecepatan air Keadaan Batas Periode Ulang Banjir Faktor Beban Daya layan - untuk semua jembatan 20 tahun 1,0 Ultimit : Jembatan besar dan penting (1) 100 tahun 2.0 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 53

69 Jembatan permanen 50 tahun 1.5 Gorong-gorong (2) 50 tahun 1.0 Jembatan sementara 20 tahun 1.5 Catatan (1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. Catatan (2) Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase. Sumber : RSNI T Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah : T EF = 0,5 C D ( V s )2 A L [ kn ] dengan pengertian : V S C D A L = Kecepatan air (m/dt) = Koefisien angkat = Luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m 2 ), dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (C D ) yang bekerja di sekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar : C D = 2,2 Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan : C D = 1,04 AD = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m 2 ) Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut : Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 54

70 a) Untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m di bawah muka air banjir. b) Untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan. Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus T EF = M V a d [ kn ] dengan pengertian : M = Massa batang kayu = 2 ton V a = Kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau. Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan di lokasi jembatan, V a bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata V s. d = Lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel Tabel 2-16 : Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 55

71 Tipe pilar Pilar beton masif Tiang beton perancah Tiang kayu perancah Sumber : RSNI T d (m) 0,075 0,150 0, Beban pejalan kaki Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kpa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya juga harus direncanakan untuk memikul beban per m 2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kn. Gambar 2-32 : Pembebanan untuk pejalan kaki Kombinasi Pembebanan Konstruksi jembatan layang harus ditinjau berdasarkan pada kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Tabel 2-17 : Kombinasi Pembebanan Kombinasi Pembebanan dan Gaya Tegangan Yang Digunakan Terhadap Tegangan Ijin Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 56

72 1. M + (H+K) +Ta + Tu 100 % 2. M Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm 125 % 3. Komb. 1 +Rm + Gg + A + SR + Tm + S 140 % 4. M + Gh + Tag + Cg + Ahg +Tu 150 % 5. M + P1 Khusus Jemb. Baja 130 % 6. M + (H + K) + Ta + S + Tb 150 % Sumber : RSNI T Keterangan : A = Beban Angin Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan Ahg = Gaya akibat aliran dan hanyutan waktu gempa Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak Gh = Gaya horisontal ekivalaen akibat gempa (H+K) = Beban hidup dan kejut M = Beban mati P1 = Gaya pada waktu pelaksanaan Rm = Gaya rem S = Gaya sentrifugal SR = Gaya akibat susut dan rangkak Tm = Gaya akibat perubahan suhu ( selain susut dan rangkak) Ta = Gaya tekanan tanah Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi Tu = Gaya angkat 2.7 Tegangan-tegangan yang disyaratkan Tegangan Izin Beton Beton untuk jembatan prategang harus memiliki mutu beton yang tidak boleh kurang dari 5000 psi. ACI pasal 18.4 mengatur tentang tegangan izin beton. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 57

73 Pasal : Tegangan pada beton segera setelah terjadinya transfer gaya-gaya prategang dari kabel ke beton, atau yang biasanya di sebut tegangan saat transfer (initial prestressing). Tabel 2-18 : Tegangan izin beton pada kondisi transfer Tegangan serat tekan ( ci ) Keterangan Psi Kg/cm 2 - pretension 0,6 ci 0,6 ci - posttension 0,55 ci 0,55 ci Tegangan serat tarik ( ti ) 3 σ ' ci 0.8 σ ' ci Tegangan serat tarik pada angkur 1.6 σ ' ci Untuk 2 perletakan sendi 6 σ ' ci Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Pasal : Tegangan pada beton segera setelah kehilangan gaya prategang (loss of prestress) diperhitungkan, atau yang biasanya disebut tegangan saat service (final prestressing). Tabel 2-19 : Tegangan izin beton pada kondisi service Keterangan Psi Kg/cm 2 Tegangan serat tekan ( cs ) 0,45 c 0,45 c precompressed tensile zone ( cs ) 6 σ ' c 1.6 σ ' c Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 58

74 Keterangan : ci = Tegangan tekan beton untuk contoh silinder pada saat penarikan kabel dilakukan, minimum pada bk = 275 kg/cm 2 c = Tegangan tekan karakteristik beton untuk contoh silinder 0,83 bk Pasal 8.5.1, ACI Code mengatur tentang nilai Modulus Elastisitas Beton. Ec = Ec = σ ' c (dalam psi) σ ' c (dalam kg/cm 2 ) Tegangan Tarik Izin Kabel ACI pasal mengatur tentang tegangan tarik kabel sebagai berikut : 1. Akibat gaya dongkrak (tendon jacking force). Gaya ini juga disebut dengan gaya prategang awal (initial tensioning). Ambil nilai yang terkecil dari 2 pernyataan di bawah ini : ps 0,94 py 0,85 pu dimana : ps py pu = Tegangan tarik izin kabel prategang = Tegangan leleh kabel prategang = Tegangan tarik batas kabel prategang 2. Segera setelah terjadinya transfer gaya prategang dari kabel ke beton (final prestress). Ambil nilai yang terkecil dari 2 pernyataan dibawah ini : ps 0,82 py 0,74 pu Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 59

75 3. Tegangan tarik izin kabel pada daerah angkur. Untuk elemen posttension, segera setelah angkur dipasang : ps 0,70 pu 2.8 Kehilangan Gaya Prategang (Loss of Prestress) Gaya prategang pada beton mengalami proses reduksi yang progresif (pengurangan secara berangsur-angsur) sejak gaya prategang awal diberikan, sehingga tahapan gaya prategang perlu ditentukan pada setiap tahapan pembebanan, yaitu dari tahapan transfer gaya prategang ke beton sampai ke berbagai tahapan prategang yang terjadi pada kondisi beban kerja hingga mencapai kondisi ultimit. Pada dasarnya nilai masing-masing kehilangan gaya prategang adalah kecil, tetapi apabila dijumlahkan dapat menyebabkan penurunan gaya jacking yang significant, yaitu ± 15% - 25%, sehingga kehilangan gaya prategang harus dipertimbangkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk meminimalkan kehilangan gaya prategang adalah : 1. Mutu beton yang digunakan, minimal 40 mpa untuk memperkecil rangkak 2. Tendon yang digunakan adalah mutu tinggi yang memiliki relaksasi rendah. Secara umum, reduksi gaya prategang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: 1. Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekan (deformasi) beton secara elastis, kehilangan karena pengangkuran dan kehilangan karena gesekan. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 60

76 2. Kehilangan yang bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan akibat efek temperatur dan relaksasi baja, yang semuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat beban kerja di dalam beton prategang. Berikut adalah tabel perbandingan kehilangan prategang antara metoda pretensioning dan posttensioning. Tabel 2-20 : Ringkasan kehilangan prategang Penyebab Losses Pretensioning Posttensioning Jangka Pendek Deformasi elastik beton Ya Tendon tunggal : Tidak Multi tendon : Ya Friksi pada Jacking Tidak, jika dilakukan Tidak, jika dilakukan benar dengan benar Friksi pada Selongsong Tidak Ya Angkur Tidak Tinjau Lain-Lain Tinjau Tinjau Jangka Panjang Susut beton Ya Ya Rangkak beton Ya Ya Relaksasi tendon Ya Ya Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Pada saat melentur akibat prategang atau beban eksternal, suatu balok menjadi cembung atau cekung bergantung pada bebannya, seperti terlihat pada Gambar a. Akibat pemberian prategang b. Akibat beban eksternal Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 61

77 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 2-33 : Perubahan bentuk pada balok Apabila regangan tekan satuan di beton sepanjang level tendon adalah c, maka perubahan prategang di baja yang berkaitan dengan itu adalah f pb = ε dimana E ps adalah modulus elastisitas baja c E ps 2.9 Geser Geser berhubungan dengan dua macam tipe retak yang dikenal yang terdapat dalam suatu elemen lentur beton prategang. Analisa lengkap terhadap tegangan geser pada suatu elemen lentur beton prategang menentukan akan besarnya kebutuhan tulangan sengkang yang dibutuhkan oleh penampang untuk menjamin keamanan suatu penampang dari timbulnya retak. Analisa terhadap geser diperlukan hanya pada beban rencana saja. Suatu analisa geser pada beban layan (sevice loads) umumnya tidak diperhitungkan. Pada bab II The Building Code Requrements for Reinforced Concrete (ACI ) memberikan beberapa metode pendekatan untuk menentukan tegangan geser pada suatu penampang beton. Tegangan geser nominal pada suatu potongan penampang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : v u = Vu ø. bw. d Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 62

78 Dimana : b w = Lebar badan penampang, atau diameter penampang melingkar. d = Jarak dari serat atas terluar ke pusat tegangan tarik. V u = Total gaya geser rencana pada potongan. = Faktor reduksi kapasitas = 0,85. Tegangan geser nominal yang disumbangkan oleh beton juga dapat dihitung dengan menggunakan metoda pendekatan pada saat gaya prategang efektif hampir sama dengan 40% dari kuat tarik perkuatan lentur. Persamaan untuk tegangan geser nominal, v c adalah sebagai berikut : v c = σ 0,16 ci + Vu. d 49 Mu d Dimana : d d = Jarak dari serat atas terluar ke pusat tegangan tarik (cm). f c = Kuat tekan beton (kg/cm 2 ). M u = Momen yang bekerja pada tengah bentang (kg-cm). V u = Total gaya geser rencana pada potongan. Pada saat nilai v u seperti pada persamaan (2.13), melampui nilai v c, luas penampang minimum tulangan geser, A v adalah sebagai berikut : Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 63

79 A v = ( vu v f v). y b w. s atau A v = bw. s fy atau A v = Aps 24,3843 x f f pu y x s d p x d b p w Dimana : f pu = Tegangan prategang ultimate. f y = Tegangan leleh baja tulangan. A ps = Luas penampang kabel prategang. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 64

80 BAB III METODE DESAIN DAN PERANCANGAN 3.1 Desain perencanaan Dalam perencanaan jembatan dan sebelum tahap pelaksanaan, dalam perancang harus mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan dengan pembangunan jembatan. Data tersebut merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita mengambil suatu keputusan akhir. PROSES ANALISIS OUTPUT HASIL INPUT DATA EVALUASI Gambar 3-1 : Skema Proses perencanaan Data yang diperlukan dapat berupa : 1. Lokasi ; a. Topografi b. Lingkungan : kota 2. Keperluan : melintasi sungai ciliwung 3. Bahan Beton Bertulang dan Beton Prategang 4. Peraturan yang dipakai : a. SNI ( Standar Nasional Indonesia ) Tahun b. Pedoman Pembebanan Jembatan Jalan Raya. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta c. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan ( BMS ) 1992 d. Pembebanan Jembatan RSNI T Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 65

81 3.2 Metoda Prategang Berbagai metode dengan mana prategang diberikan pada beton dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pembangkitan gaya tekan antara elemen struktural dan tumpuantumpuannya dengan pemakaian dongkrak datar. 2. Pengambangan tekanan keliling dalam struktur berbentuk silinder dengan menggulung kawat secara melingkar. 3. Pemakaian baja yang ditarik secara longitudinal yang ditanam dalam beton atau ditempatkan dalam selongsong. 4. Pemakaian prinsip distorsi suatu statis tak tentu baik dengan perpindahan maupun dengan rotasi satu bagian relatif terhadap bagian lainnya. 5. Pemakaian potongan baja struktural yang dilendutkan yang ditanam dalam beton sampai beton tersebut mengeras. 6. Pengembangan tarikan terbatas pada baja dan tekanan pada beton dengan memakai semen yang mengembang. Metode yang paling luas dipakai untuk memberikan prategang pada elemen beton struktural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang berbeda-beda. Prategang dengan penggunaan gaya-gaya lengsung diantara tumpuan-tumpuan umumnya dipakai untuk pelengkung dan perkerasan, dan dongkrak datar selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan. Untuk struktur bundar, seperti tangki dan pipa, biasanya pemberian prategang pada beton dilaksanakan dengan prategang melingkar. Dengan dikembangkannya semen yang mengembang, prategang pada beton dapat ditimbulkan dengan proses kimia. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 66

82 Bermacam-macam jenis alat yang dipakai untuk menarik baja dikelompokkan dalam empat kategori utama, yaitu: 1. Mekanis 2. Hidrolis 3. Listrik (termal) 4. Kimia Berdasarkan Sistim Penarikan Kabel Ditinjau dari cara dan sistim penarikan kabel, beton prategang dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu ; 1. Pretensioning Pada metoda ini, kabel prategang ditegangkan terlebih dahulu sebelum beton ditempatkan di dalam cetakan bekisting atau cor. Setelah beton mengeras dan hingga mencapai kekuatan yang cukup aman untuk menahan gaya prategang, kabel diputus pada kedua ujung-ujungnya secara bersamaan. Karena adanya lekatan (bond) antara kabel dan beton maka terjadilah transfer atau pemindahan gaya tarik kabel ke beton berupa gaya tekan. Metoda ini dikenal dengan metoda Pretension. Trase kabel yang biasa digunakan pada metoda ini adalah trase kabel lurus (straight tendon) dan berbentuk poligon (patah-patah). Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 67

83 Sumber : Struktur Beton Prategang, Nova Gambar 3-2 : Metode Pretensioning. 2. Posttensioning Pada metoda ini, mula-mula cetakan bekisting dipasang kemudian tulangan memanjang, tulangan sengkang dan kabel prategang dipasang (belum ditegangkan). Kemudian setelah itu beton dicor. Setelah tegangan beton mencapai ± 275 kg/cm 2, kabel ditarik hingga gaya yang direncanakan lalu kedua ujung-ujungnya diangkur pada ujung balok (end block) dan kelebihan kabel diluar angkur dipotong. Baja prategang yang disebut tendon, biasanya merupakan kelompok strand yang dibungkus oleh selubung logam (metal sheath). Pada saat kabel ditarik, strand bebas bergerak di dalam selubung logam tersebut. Setelah kabel selesai diangkur pada kedua ujung-ujungnya, ruang sisa antara Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 68

84 strand strand yang berada didalam selubung logam itu diinjeksikan dengan pasta semen melalui lubang selang plastik (injeksi dengan memakai grouting machine). Injeksi pasta semen ini dikenal dengan istilah grouting. Grouting dianggap selesai jika pasta semen keluar dari lubang selang plastik yang terletak pada ujung lainnya dan selang plastik tadi dipotong rata dengan permukaan balok. Metoda ini disebut bonded tendon yang artinya terjadi lekatan antara kabel dan beton. Ada juga metoda unbonded tendon, dimanaruang kosong antara strand-strand di dalam selubung logam diisi dengan grease (gemuk) atau strand dimasukkan ke dalam selang plastik sehingga tidak terjadi lekatan antara kabel dan beton. Trase kabel yang biasa digunakan pada metoda ini yaitu trase kabel lurus, lengkung parabolik dan berbentuk poligon. Sumber : Struktur Beton Prategang, Nova Gambar 3-3 : Metode Posttensioning. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 69

85 3.2.2 Berdasarkan Tingkatan Penarikan Kabel Ditinjau dari tingkatan penarikan kabel, beton prategang dapat dibedakan beberapa tingkatan, yaitu ; 1. Full Prestressing (prategang penuh) Gaya prategang diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan yang terjadi pada beton adalah tegangan tekan semua, dimana tidak dibolehkan terjadinya tegangan tarik. 2. Limited Prestressing (prategang terbatas) Dimana tegangan tarik masih boleh terjadi pada penampang beton asalkan kurang dari 5 kg/cm Moderate Prestressing Dimana tegangan tarik boleh terjadi asalkan masih dalam batas izin tegangan tarik pada beton prategang dan tegangan tarik yang terjadi tersebut dipikulkan pada tulangan biasa (mild steel). 4. Partial Prestressing (prategang sebagian) Hampir sama dengan moderate prestressing, tegangan tarik yang dipikulkan oleh baja lunak. Hanya saja prategang pada tingkatan ini lebih banyak penggunaan baja biasanya daripada baja prategangnya. 5. Stage Prestressing (prategang bertahap) Pemberian gaya prategang dilaksanakan secara bertahap untuk menghindari tegangan yang berlebihan yang terjadi pada beton. Hal ini Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 70

86 disebabkan oleh karena umur beton yang masih muda sewaktu penarikan kabel. Stage prestressing biasanya dicapai dengan melakukan penarikan penuh sebagian kabel kemudian kabel yang lainnya baru akan ditarik belakangan. 3.3 Metoda Desain Balok Prategang Terhadap Lentur Adapun metoda desain yang digunakan dalam menganalisis merencanakan balok prategang terhadap lentur, adalah : 1. Metoda Load Balancing Berdasarkan defleksi Membatasi response balok terhadap (DL + β LL) dengan titik Not deflection. β 2 dapat diambil sama dengan nol atau nilai yang jauh lebih kecil daripada 1 2. Metoda Ultimate Berdasarkan kekuatan Membatasi response balok terhadap beban ultimate (α 1 DL + α 1 LL) dengan titik ultimate 3. Metoda Beban Kerja Berdasarkan tegangan Membatasi response balok terhadap (DL + LL) dengan titik tension (atau diijinkan terjadinya tarik dalam batas-batas tertentu) Berikut merupakan diagram alir proses desain balok prategang akibat beban lentur. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 71

87 Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-4 : Diagram alir proses desain balok prategang akibat lentur Metoda Load Balancing Gambar 3-5, menunjukkan konsep beban ekivalen pada suatu elemen prategang. Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-5 : Konsep Beban Ekivalen Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 72

88 Pada metoda Load Balancing, pengaruh dari prategang dipandang sebagai suatu beban merata ke atas jika tendon direntangkan parabolik Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-6 : Gaya-gaya yang bekerja pada beton akibat prategang Momen maksimum akibat gaya prategang dapat disamakan dengan momen maksimum pada balok akibat beban terbagi merata ekuivalen. P e maks = 1 8 q imb l 2 q imb 8 P emaks = (berarah ke atas) 2 l Beban tak imbang = beban bekerja beban imbang = q - q imb Momen tak imbang = 1 8 q tak imb l 2 Tegangan : P ± A c M tak imb I c y dimana : A c dan I c dapat dihitung dari penampang bruto beton pendekatan Sementara itu, penggunaan metoda load balancing pada berbagai balok dan tendon dapat ditunjukkan pada gambar 2-19 sampai Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 73

89 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-7 : Balok dengan Tendon Parabola Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-8 : Balok dengan Tendon Harpa (harped) Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-9 : Balok Kantilever Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 74

90 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-10 : Balok dengan Tendon Lurus Metoda Ultimit Prinsip Umum Analisis dan perencanaan terhadap dengan menggunakan metoda ultimit merupakan metoda yang perhitungannya berdasarkan kekuatan dengan membatasi response (reaksi) balok terhadap beban ultimit (α 1 DL + α 2 LL) dengan titik ultimate. Sistem prategang memiliki keuntungan pada kondisi layan, dimana defleksi dan retak dapat dikendalikan, yang sering disebut sebagai kondisi batas layan (serviceablity). Akan tetapi, desain prategang juga harus memenuhi kondisi batas ultimit (safety), dimana : φ M n M u, disepanjang balok Selain itu, batas daktalitas juga harus dipenuhi, yaitu : P Mu > 1.2 S f t + + Pe, A Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 75

91 yang merupakan momen retak yang dihitung berdasarkan kuat tarik penuh penampang. dimana : f t : Tegangan tarik S : Modulus penampang, I/c Adapun dasar pengecekan kondisi beban ultimit adalah : 1. Perhitungan penampang pada kondisi ultimit dilakukan dengan prinsip yang sama dengan yang digunakan pada perhitungan penampang beton bertulang. 2. Dalam perhitungan kekuatan dari tendon prategang, f y harus diganti dengan f ps (tegangan tarik pada tendon di saat momen lentur ultimit tercapai), dimana f y : tegangan dalam tulangan prategang saat kuat nominal (M n ) Sedangkan perhitungan f ps dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Menggunakan pendekatan kompatibilitas regangan. Pendekatan ini terdiri dari 2 metoda, yaitu : a. Metoda 1, sederhana dan umumnya konservatif Diasumsikan : f ps = f y dan C = T p = f ps A ps Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-11 : Diagram Tegangan Regangan (f ps = f py) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 76

92 Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-12 : Konsep Blok Tegangan Persegi T = A p ps f py C = 0.85 f ' c a b Tp a = 0.85 f ' c b Jadi, M n = T p d p a 2 b. Metoda 2, Trial and error, bilamana kurva tegangan/regangan diketahui Pilih nilai f ps sehingga C = T p = f ps A ps Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-13 : Diagram Tegangan Regangan (pilih f ps) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 77

93 Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-14 : Konsep Blok Tegangan Persegi Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-15 : Diagram Tegangan-Regangan untuk Tendon Langkah langkah perhitungan : 1. Pilih nilai c dan hitung pu dari ε pu = ε pe + ε ce + ε pt 2. Estimasi f ps 0.85 f = A ' c ps a b 3. Plot pada kurva tegangan-regangan 4. Ulang dengan nilai c baru hingga f ps pu berada pada kurva 5. T p = f ps A ps Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 78

94 2. Menggunakan persamaan yang diberikan SNI Pasal Pendekatan ini hanya berlaku apabila nilai f pse tidak kurang dari 0.5 f pu. Gunakan f ps untuk menghitung T p C = T p Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-16 : Diagram Tegangan Regangan (hitung f ps) a. Untuk komponen struktur yang menggunakan tendon prategang dengan lekatan penuh ( bonded ). f ps γ p f pu d = f pu 1 ρ p + ( ω ω' ) ' β1 f c d p b. Jika tulangan tekan diperhitungkan pada saat menghitung f ps, maka : f pu d c. ( ) ρ p f ' c + ω ω' d p harus diambil tidak kurang dari 0,17 dan d tidak lebih dari 0,15 d p d. Untuk komponen struktur yang menggunakan tendon prategang tanpa lekatan ( unbonded ) dan dengan rasio perbandingan antara bentangan terhadap tinggi komponen struktur tidak lebih dari 35. f ps = f pse ' f c ρ p e. Tetapi nilai f ps tidak boleh diambil lebih besar dari f py atau (f pse + 400) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 79

95 f. Untuk komponen struktur yang menggunakan tendon prategang tanpa lekatan dan dengan rasio perbandingan antara bentangan terhadap tinggi lebih besar dari 35 f ps = f pse ' f c ρ p Tetapi nilai f ps tidak boleh lebih besar dari f py atau (f pse + 200) dimana : f pu : Tegangan tarik ultimit tendon prategang (mpa) f pse : Tegangan efektif tendon prategang (mpa) p : Faktor yang memperhitungkan tipe tendon prategang p = 0,55, f py /f pu tidak kurang dari 0,80 p = 0,40, f py /f pu tidak kurang dari 0,85 p = 0,28, f py /f pu tidak kurang dari 0,90 d : Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tekan (mm) f py : Tegangan leleh tendon prategang (mpa) Kuat Lentur Ultimit (Tanpa Tulangan Baja Non Prategang) Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-17 : Konsep Blok Tegangan Persegi untuk Penampang Beton Prategang Tanpa Tulangan Baja Non Prategang Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 80

96 Pada kondisi ultimit, konsep blok tegangan persegi dapat dilakukan. Blok tersebut didefinisikan pada kondisi regangan beton ultimit 0.003, dan tegangan seragam 0.85 f c. Sehingga M n = C z = T p z Atau : M n = T p d p C (d p z) Kuat Lentur Ultimit (Dengan Tulangan Baja Non Prategang) Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-18 : Konsep Blok Tegangan Persegi untuk Penampang Beton Prategang dengan Tulangan Baja Non Prategang Untuk penampang daktail (apabila luas tendon dan tulangan tidak terlalu besar), nilai T p dapat dihitung sebagai A ps f py dan T s sebagai A s f sy. Gaya tekan C mengimbangi gaya tarik yang disediakan tendon dan tulangan non prategang adalah : C = A ps f py + A s f sy Sehingga M n = T p d p + T s d s C a/2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 81

97 Secara umum, konsep blok tegangan pada penampang dalam kondisi lentur ultimate seperti ditunjukkan pada Gambar Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-19 : Skema Penampang dalam Keadaan Lentur Batas Keterangan Gambar 3-19 : a : Tinggi blok tekan C s : Gaya pada tulangan tekan C c : Gaya tekan pada beton pi T p T s X p : Regangan awal kabel prategang : Gaya pada Kabel Prategang : Gaya pada Tulangan Tarik : Jarak garis netral dari serat tekan terluar : Regangan kabel prategang akibat lentur Berdasarkan Gambar 2-31, maka : a. Keseimbangan penampang : C = T + T ' s + C ' c p s C = A ' s ' s f ' s C ' c = 0.85 f ' c a b T = A p T = A s s ps f f y ps Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 82

98 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 83 b. Kapasitas nominal penampang : = 2 2 ' ' ' h d T h d T d h C a h C M p p s s c n Jika tulangan tekan diabaikan, maka : + = 2 2 a d T a d T M p p s n Keterangan : 2 a d T s : momen nominal yang dipikul oleh tulangan tarik 2 a d T p p : momen nominal yang dipikul oleh tulangan tekan Apabila penampang merupakan beton prategang penuh : = 2 a d T M p p n Prosentase prategang : 100% = a d T a d T a d T p s p p p p Sedangkan untuk pendekatan pemilihan tulangan non prategang dapat dilakukan sebagai berikut : - Menentukan A s dibutuhkan untuk memenuhi φ M n M u :

99 Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-20 : Diagram Blok Tegangan untuk Pendekatan Pemilihan Tulangan Non Prategang Jadi : M = A f ( d 0.15 d ) + A f ( d d ) n n ps ps py py p p ( d p 0.15 d p ) + As f sy 0. d s M = A f 85 s sy s s Tetapi M n M φ u A s M φ u A ps f sy f py ( d.15 d ) p 0.85 d s 0 s ; kemudian cek kuat ultimit penampang Batasan Tulangan pada Komponen Struktur Lentur Rasio baja tulangan prategang dan baja tulangan non prategang yang digunakan untuk perhitungan kuat momen suatu komponen struktur haruslah sedemikian sehingga : ω p ω atau ω pw + d d p p + ' ( ω ω ) w d d p ( ω ω' ) w 0.36 β1 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 84

100 dimana : ρ p f ps ω p = ; f ' c ρ p A = b d ps p d : Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik non prategang (mm) d p : Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan prategang (tendon) (mm) ρ f y ω= ; f ' c ρ' f y ω= ' ; f ' c A ρ = s b d A s ' ρ'= b d 1 dihitung sebagai berikut : ' MPa β1 = 0, 85 f c ' ' MPa f < 55 MPa β = 0,85 0,008 ( f 30) < c 1 c ' MPa < f < 55 MPa β1 = 0, 65 c Apabila rasio tulangan yang ada melampui nilai yang ditentukan di atas, maka kuat momen rencana tidak boleh melampui kuat momen yang dihitung berdasarkan bagian tekan dari momen kopel, yaitu : φ M n = φ 0.85 f ' c a b d p a 2 Tulangan prategang/non prategang yang ada haruslah sedemikian sehingga : φ M n = 1. 2 M cr Aturan ini dapat diabaikan untuk pelat dua arah pasca tarik tanpa lekatan atau komponen struktur lentur dengan kuat geser (φ V n ) dan lentur (φ M n ), masingmasing paling sedikit dua kali V u dan M u Metoda Beban Kerja Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 85

101 Analisis dan perencanaan terhadap dengan menggunakan metoda beban kerja merupakan metoda yang perhitungannya berdasarkan tegangan dengan membatasi response (reaksi) balok terhadap beban mati dan beban hidup dengan titik No Tension atau apabila diijinkan terjadinya tarik dalam batas-batas tertentu. Adapun distribusi tegangan yang terjadi pada penampang beton prategang dengan beban kerja dapat dilihat pada Gambar 3-21 sampai Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-21 : Penampang Beton Prategang dengan Tendon Parabola Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-22 : Komponen dan Resultan Gaya pada Penampang Beton Prategang Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 86

102 Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-23 : Distribusi Tegangan Akibat Prategang Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-24 : Distribusi Tegangan Akibat Prategang dan Beban Kerja Sedangkan, pemberian gaya-gaya prategang pada tendon dijelaskan pada Gambar Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 87

103 Sumber : Beton Prategang, Modul Kuliah Gambar 3-25 : Gaya Prategang pada Tendon Berikut merupakan properties-properties penting dalam penampang beton prategang adalah sebagai berikut : 1. Momen decompression M o atau M dec, yaitu momen total tepat pada serat bawah mengalami tegangan = 0. Sehingga, Jadi, M dec P = S + A Pe s P A + σ b = 0 Pe M S S dec = 0 Gambar 3-26 : Tegangan akibat Momen Decompression Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 88

104 2. Momen retak (M cr ), yaitu momen total tepat pada serat bawah mengalami retak. Sehingga, P A + σ b = f r Pe M S S cr = f r Jadi, M cr P Pe S + + f A s = r Gambar 3-27 : Tegangan akibat Momen Retak Berdasarkan berbagai bentuk penampang, perhitungan tegangan yang terjadi pada penampang balok prategang dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Tegangan serat atas : σ 2. Tegangan serat atas : σ a b = = P A P A + Pe S a Pe S b + M S a M S b 3. Tegangan pada lokasi y dibawah sumbu pusat penampang : σ y = P A + Pey I My I Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 89

105 dimana : S = Modulus penampang S a = Modulus penampang serat atas : S b = Modulus penampang serat atas : I S a = = y a I S b = = y b I c a I c b Secara umum, pengecekan kondisi tegangan pada metoda beban kerja meliputi dua tahap, yaitu : 1. Tahap Awal Pengecekan tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum terjadinya kehilangan tegangan sebagai fungsi waktu) 2. Tahap Layan/Akhir Pengecekan tegangan beton pada kondisi beban layan (sesudah memperhitungkan semua kehilangan prategang yang mungkin terjadi). Berdasarkan SNI Beton Pasal 20.4, batasan tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya prategang/tahap awal adalah : 1. Tegangan serat tekan terluar dibatasi maksimum (untuk mempertahankan linearitas) : ' 0.6 f ci 2. Tegangan serat tarik terluar, kecuali seperti yang diizinkan pada point dibawah dibatasi maksimum (untuk mencegah retak) : 1 4 ' f ci 3. Tegangan serat tarik terluar pada ujung-ujung komponen struktur di atas perletakan sederhana dibatasi maksimum : 1 2 ' f ci Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 90

106 Sedangkan untuk batasan tegangan pada kondisi layan/akhir, adalah : 1. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan beban hidup tetap dibatasi maksimum : 0.45 f c 2. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan beban hidup total dibatasi maksimum : 0.6 f c 3. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekan dibatasi maksimum : 1 2 ' f c 4. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya tekan dari komponen struktur (kecuali pada sistem pelat dua arah), dimana analisis yang didasarkan pada penampang retak transformasi dan hubungan momen-lendutan bilinier menunjukkan bahwa lendutan seketika dan lendutan jangka panjang memenuhi persyaratan dan dimana persyaratan selimut beton juga dipenuhi, dibatasi maksimum : ' f c Untuk batasan tegangan tarik tendon prategang, SNI 2003 Pasal 20.5 menetapkan sebagai berikut : 1. Akibat gaya pengangkuran tendon : 0.94 f py, tetapi tidak boleh lebih besar dari nilai terkecil dari 0.80 f pu dan nilai maksimum yang direkomendasikan oleh pabrik pembuat tendon prategang atau perangkat angkur 2. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang : 0.82 f py, tetapi tidak boleh lebih besar daripada 0.74 f pu 3. Tendon pasca tarik, pada daerah angkur dan sambungan, segera setelah penyaluran gaya : 0.70 f pu Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 91

107 Sedangkan untuk penetapan daerah batas tendon dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi tarik dan tekan Tahap Awal (Batas bawah) 1. Kondisi tarik (serat atas) f ti P e i 1 2 Ac r ( x) c M ( x) a o S a ( x) f ti a a e = + + P S i S A c M o P ( x) i ( e( x) k ) b M o ( x) + P i f ti S a 2 r k b = = c a S A a c 2. Kondisi tekan (serat bawah) f ci P e + i 1 2 Ac r ( x) c M ( x) b o S b ( x) f ci b b e + P i S S A c M o P ( x) i ( e( x) k ) a M o ( x) P i f ci S b 2 r k a = = c b S A b c Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 92

108 Tahap Layan/Akhir (Batas atas) 1. Kondisi tekan (serat atas) f cs P e e 1 2 Ac r ( x) c M ( x) a t S a ( x) f cs a a e + + P e S S A c M t P ( x) e ( e( x) k ) b M t ( x) + P e f cs S a 2. Kondisi tarik (serat bawah) P e + ( x) c M ( x) e b f ts Ac r ( x) f ts b b e + P i S S A c M t P t S b ( x) i ( e( x) k ) a M t ( x) P i f ts S b Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-28 : Daerah Batas Pemasangan Tendon Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 93

109 3.4 Perancangan Penampang Balok Prategang Aksi Komposit Dalam suatu konstruksi komposit, beton prategang pracetak (baik dengan sistem pratarik maupun pasca tarik) digunakan bersama-sama dengan beton yang dicor di tempat. Beton pracetak dan beton yang dicor di tempat bekerja bersama-sama dan membentuk penampang komposit, seperti terllihat pada Gambar Umumnya untuk beton yang dicor di tempat, dapat digunakan beton dengan kekuatan f c yang lebih rendah dari beton pracetak. Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-29 : Penampang Balok Prategang Komposit Di dalam pelaksanakan dikenal 2 metoda : 1. Konstruksi dengan perancah / penyangga Tegangan normal akibat berat pelat beton dan beban hidup dihitung berdasarkan penampang komposit. a. Sebelum pelat beton mengeras : Serat atas : f a P e c = e a 1 2 Ac r M S a D Serat bawah : P e c + e b f b = Ac r M S b D b. Setelah pelat beton mengeras : Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 94

110 Serat atas : f a P e c = e a 1 2 Ac r M S a D M SD + M S CSD ca + M L Serat bawah : f b P e c + = e b 1 2 Ac r + M S b D M + SD + M S CSD cb + M L 2. Konstruksi tanpa penyangga / penunjang Hanya tegangan akibat beban hidup yang dihitung berdasarkan penampang komposit a. Sebelum pelat beton mengeras : Serat atas : f a P e c = e a 1 2 Ac r M D + M S a SD Serat bawah : f b P e c + = e b 1 2 Ac r M D + M S b SD b. Setelah pelat beton mengeras : Serat atas : f a P e c = e a 1 2 Ac r M D + M S a SD M CSD S + M ca L Serat bawah : f b P e c + = e b 1 2 Ac r + M D + M S b SD M + CSD S + M cb L Gambar 3-30 menunjukkan distribusi tegangan yang terjadi pada balok komposit baik dengan ataupun tanpa perancah. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 95

111 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-30 : Tegangan pada Balok Komposit baik Dengan ataupun Tanpa Perancah Keterangan Gambar a. Balok komposit b. Distribusi tegangan beton untuk balok tanpa perancah c. Distribusi tegangan beton untuk balok dengan perancah d. Tegangan akibat beban hidup (LL) untuk kasus tanpa perancah atau Tegangan akibat LL dan SDL untuk kasus dengan perancah e. Tegangan akibat beban layan untuk semua pembebanan yang ada Sedangkan, untuk perhitungan transfer gaya horisontal pada penampang komposit dapat dilakukan berdasarkan pada SNI Pasal 19, dimana pada struktur komposit, transfer gaya geser horizontal secara penuh harus dapat dijamin pada bidang kontak antara elemen-elemen yang dihubungkan (dalam hal ini antara girder prategang dan pelat beton di bidang kontaknya), seperti terlihat pada Gambar Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 96

112 Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-31 : Transfer Gaya Horizontal pada Penampang Komposit Perencanaan penampang terhadap geser horizontal harus didasarkan pada kondisi : V u φ V nh dimana : V u adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau V nh adalah kuat geser horizontal nominal sebagaimana yang ditentukan pada SNI Pasal 19.5 seperti yang terlihat pada tabel 1 Tabel 3-1 : Tabulasi nilai V nh Kondisi Permukaan Bidang kontaknya bersih, bebas dari serpihan dan sengaja dikasarkan Dipasang sengkang pengikat minimum dan bidang kontaknya bersih dan bebas dari serpihan, tetapi tidak dikasarkan Jika dipasang sengkang pengikat minimum, dan bidang kontaknya bersih dan bebas dari serpihan dan dengan sengaja dikasarkan hingga mencapai tingkat kekasaran penuh dengan amplitudo ± 5 mm Sumber : SNI Sengkang Pengikat Tanpa Minimum Minimum V nh 0.6 A c 0.6 A c ( p v f v ) λ A c, tetapi tidak lebih besar daripada 3.5 A c Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 97

113 Sedangkan, untuk alternatif perhitungan geser horizontal dapat ditentukan dengan jalan menghitung perubahan aktual gaya tekan atau gaya tarik di dalam sembarangan segmen penampang. Gaya geser terfaktor yang dihitung dengan cara ini tidak boleh melebihi kuat geser horizontal φ V nh, dimana luas bidang kontak A c harus digunakan sebagai pengganti b v d di dalam persamaanpersamaan terkait. Yang mana perhitungan geser horisontal di atas tidak boleh kurang dari perhitungan sengkang minimum berikut : ρ = v min A v min b s v A = v min 75 f 1200 ' c b w fy s A v min 1 3 b w fy s Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : 2001 Gambar 3-32 : Lebar sayap efektif penampang komposit Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 98

114 Tabel 3-2 : Rumus mencari lebar sayap efektif Sumber Slab on one side Slab on two side ACI b w + 6h f (b w + S)/2 b w + L/12 = b e (diplih yang terkecil) b w + 16h f S L/4 = b e (diplih yang terkecil) Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy : Bentuk-bentuk Penampang Balok Prategang dan Tipe Struktur Jembatan Bentuk-bentuk Penampang Balok Prategang (a) (b) (c) (d) (e) (e) Sumber : Struktur Beton Prategang, Nova Gambar 3-33 : Bentuk-bentuk penampang untuk balok prategang. (a) persegi panjang; (b) I simetris; (c) I tidak simetris (d) bentuk T; (e) I tidak simetris dimana flens bawah lebih besar dari flens atas; (f) box bawah section atau penampang kotak. a. Persegi panjang Keuntungan dan kerugian : 1. Lebih ekonomis dalam hal biaya pemasangan cetakan bekisting. 2. Jarak antar kern atas dan kern bawah kecil, sehingga lengan momen terbatas besarnya. 3. Beton yang berada di dekat garis berat penampang dan di daerah tarik tidak efektif dalam hal memikul momen yang bekerja. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 99

115 b. Penampang I simetris Keuntungan dan kerugian : 1. Karena penampang beton pada bagian flens atas lebih besar maka sangat baik dalam hal memikul gaya tekan. 2. Makin besar luas penampang beton yang berada pada flens atas dan bawah maka makin jauh jarak kern atas dan kern bawah dan makin besar juga lengan momen untuk memikul momen yang bekerja. c. Penampang I tidak simetris Keuntungan dan kerugian 1. Jika perbandingan antara momen gravitasi dan momen transfernya lebih dari 20%, maka pada saat transfer akan terjadi tegangan yang sangat besar pada flens atas (tekan). Sedangkan pada flens bawah praktis tidak ada. Sehingga untuk memikul momen tersebut diperlukan bentuk I tidak simetris atau T. d. Penampang T Keuntungan dan kerugian 1. Beton yang berada pada flens atas sangat baik memikul gaya tekan yang terjadi, untuk keadaan M G /M T lebih besar 20%. Jika M G /M T kecil maka titik pusat gaya tekan (C) akan berada di bawah kern bawah sehingga tegangan tarik akan terjadi pada flens atas dan tegangan tekan yang besar akan terjadi pada flens bawah. e. Penampang I tidak simetris (flens bawah lebih besar dari flens atas) Keuntungan dan kerugian Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 100

116 1. Tidak ekonomis dalam hal memikul momen, karena penampang beton pada flens atas kecil. Meskipun demikian luas penampang total adalah besar. 2. Penampang ini cocok untuk M G /M T kecil. f. Penampang Kotak (box section) Keuntungan dan kerugian 1. Dalam hal memikul momen, fungsinya sama dengan penampang I simetris. 2. Baik dalam perencanaan untuk balok dengan beban lateral atau momenmomen puntir Tipe Struktur Jembatan Dibawah ini adalah gambar macam-macam tipe struktur jemban beton prategang yang biasa digunakan dalam perencanaan, diantaranya yaitu : (a) (b) (c) (d) (e) (f) Sumber : Struktur Beton Prategang, Nova Gambar 3-34 : Tipe-tipe struktur balok jembatan beton prategang. (a) jembatan kompositbalok; (b) jembatan monolit - balok; (c) balok penampang kotak menyebar; (d) jembatan box girder menyatu; (e) jembatan box girder menyebar; (f) balok penampang kotak menyatu. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 101

117 Proses Perancangan Mulai Studi Literatur Jembatan Beton Prategang Spesifikasi Jembatan - Pembebanan Jembatan - Data-data fisik jembatan - Data-data struktur jembatan Perancangan Perancangan awal : - Perencanaan sandaran & tiang sandaran - Perencanaan pelat lantai - Perencanaan balok / gelagar melintang - Perencanaan balok / gelagar memanjang Modifikasi Tidak OK Evaluasi perancangan Awal OK Gambar Perancangan akhir : - Modifikasi akhir - Model struktur akhir - Hitungan akhir Gambar 3-35 : Diagram alir proses perancangan 3.6 Perencanaan awal Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 102

118 3.6.1 Pemilihan lokasi Penentuan lokasi dan layout jembatan dalam penulisan ini ada didaerah kali ciliwung yang menghubungkan Daerah Condet dan Pasar Minggu, panjang jembatan 500 m, sehingga diharapkan memperlancar moda transportasi darat Tipe struktur Dalam perencanaan ini jembatan yang akan direncanakan adalah jembatan beton prategang sebagai penguat struktur. Jembatan ini terdiri dari gelagar memanjang yaitu beton prategang dan beton bertulang ( cast in situ ) sebagai gelagar melintang dimana sebagai penguat dalam menahan pembebanan jembatan. Girder Beton Prategang Gambar 3-36 : Bentuk rencana jembatan beton prategang 3.7 Spesifikasi Jembatan Spesifikasi jembatan terdiri dari data-data fisik jembatan dan data struktur jembatan dimana sangat berpengaruh terhadap perancangan struktur atas jembatan beton prategang. Adapun spesifikasi jembatan tersebut adalah sebagai berikut : Data fisik jembatan 1. Jenis jembatan : Struktur Beton Prategang Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 103

119 2. Panjang Jembatan : 500 m 3. Bentang Jembatan : 40 m 4. Lebar jembatan : 14.5 m 5. Lebar Jalur : 12 m 6. Jumlah jalur lalu lintas : 2 jalur 7. Lebar pedestrian ( Trotoar ) : 1.00 m x 2 8. Lebar Median : 0.50 m 9. Ruang bebas vertikal Data struktur jembatan a. Tiang Sandaran 1. Mutu Beton : 25 mpa 2. Mutu Baja : 400 mpa 3. Jarak Sandaran : 2.00 m b. Lantai Trotoar 1. Mutu Beton : 25 mpa 2. Mutu Baja : 400 mpa 3. Lebar : 1.00 m 4. Tebal : 0.20 m c. Lantai Jembatan 1. Mutu Beton : 35 mpa 2. Mutu Baja : 400 mpa 3. Lebar : m 4. Tebal : 0.20 m d. Gelagar Induk ( Gelagar Memanjang ) 1. Mutu Beton : 80 mpa Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 104

120 2. Mutu Baja : 400 mpa 3. Jenis Konstruksi : Beton Prategang dengan sistem Posttensioning 4. Sistem Pelaksanaan : Segmental Pracetak 5. Jenis Tendon : Unconted Seven Wire Stress Realived for Prestress Concrete ( VSL ) e. Diafragma ( Gelagar Melintang ) 1. Mutu Beton : 25 mpa 2. Mutu Baja : 400 mpa 3. Tebal : 0.20 m 3.8 Perancangan awal Perencanaan Pelat Lantai Berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan dan pembagi beban kepada gelagar utama. Pembebanan pada pelat lantai : 1. Beban mati berupa pelat sendiri, berat pavement dan berat air hujan. 2. Beban hidup seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Adapun panjang dan lebar dari pelat lantai disesuaikan dengan panjang bentang dan jarak antar gelagar utama. Perhitungan pelat lantai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pelat lantai pada bagian tengah dan pelat lantai pada bagian tepi. Prosedur perhitungan pelat lantai adalah sebagai berikut (Menghitung Beton Bertulang berdasarkan SNI 1992, Ir.Udiyanto) : 1. Tebal Pelat Lantai Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 105

121 Tebal pelat lantai adalah sama dengan perhitungan pada beton bertulang, dengan tebal h min yang digunakan adalah = 20 cm. 2. Perhitungan Momen a. Untuk beban mati M xmt = 1/10 * qdl * Lx 2 ; M xml = 1/14 * qdl * Lx 2 ; M yml = 1/3 * M xm dimana, M xmt = M tumpuan arah X ; M xml = M lapangan arah X ; M yml = M lapangan arah Y 1/10 1/10 1/10 1/10 1/14 1/14 1/14 Gambar 3-36a : Pengaruh Momen Tumpuan dan Lapangan b. Untuk beban hidup tx lx dengan Tabel Bitnerr didapat fxm ty ty = dengan Tabel Bitnerr didapat fym ly lx Mxm = fxm * Mym = fym * T x. y T x. y * luas bidang kontak * luas bidang kontak Mx total = Mxm beban mati + Mxm beban hidup My total = Mym beban mati + Mym beban hidup Mx. ytotal 3. Perhitungan penulangan Ru = 2 0,8* b * dx fy M = 0,85* f ' c Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 106

122 = 0,85* f 'c *(1- fy 2Ru * M 1 ) fy max = 0,75 * β * fy Re * fy 1, 4 min = fy Jika < min, maka digunakan min Jika < max, maka digunakan max A s = * b * d Perencanaan Sandaran Adalah pembatas antara kendaraan dengan tepi jembatan untuk memberi rasa aman bagi pengguna jalan. Sandaran terdiri dari beberapa bagian, yaitu : railing sandaran, tiang sandaran dan parapet. Perhitungan dimensi dan penulangan digunakan rumus beton bertulang seperti berikut (Menghitung Beton Bertulang berdasarkan SNI 1992, Ir.Udiyanto) : M n = M u φ K = ( b * d M n 2 * Rl) F = 1 - F max = 1 2K β1 * 450 ( fy) ; satuan metrik Jika F > F max, maka digunakan tulangan dobel Jika F F max, maka digunakan tulangan single underreinforced f * b * d * Rl A s = fy Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 107

123 Check : β fy max = 1 * 450 /(600 + ) fy 14 min = fy = A s * b *d Tulangan Geser : V n = φ Vu Rl x fy ; satuan metrik ; satuan metrik V c = 0,17 f ' c * b * d Jika (V n - V c ) 2/3 * f ' c * b * d, maka penampang harus ditambah Jika (V n - V c ) < 2/3 * f ' c * b * d, maka penampang cukup. Jika V u < Jika V u φ * V c 2 φ * V c 2, maka tidak perlu tulangan geser, maka perlu tulangan geser V u < * V c, maka perlu tulangan geser minimum b * s A v = 3* fv s =. d/2.s 600 mm V u < * V c, maka perlu tulangan geser sebagai berikut : A v = (V n - V c ) x s =. d/2 s ( d * fv) s =. d/4, bila ((V n - V c ) 0,33 * f ' c * b * d Perencanaan gelagar melintang Berada melintang diantara gelagar utama, konstruksi ini berfungsi sebagai pengaku gelagar utama dan tidak berfungsi sebagai struktur penahan beban luar Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 108

124 apapun kecuali berat sendiri diafragma. Menggunakan konstruksi beton bertulang Perencanaan gelagar memanjang Merupakan gelagar utama yang berfungsi menahan semua beban yang bekerja pada struktur bangunan atas jembatan dan menyalurkannya pada tumpuan untuk disalurkan ke pier, pondasi dan dasar tanah. Gelagar memanjang dan melintang merupakan komponen yang menyusun struktur sebuah jembatan. Analisa dilakukan untuk memasukan bahwa gelagar masih mampu untuk menerima beban beban lalulintas yang bekerja pada jalur lantai kendaraan. Adapun parameter perencanaan girder beton prategang yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Sistem penegangan Secara desain struktur beton prategang mengalami proses prategang yang dipandang sebagai berat sendiri sehingga batang mengalami lenturan seperti balok pada kondisi awal. Dalam perancangan ini penegangan beton prestress dipakai metoda Post-tensioning, yaitu stressing dilakukan pada akhir/setelah beton mengeras. 2. Tegangan yang diijinkan a. Keadaan awal Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 109

125 Keadaan dimana beban luar belum bekerja dan tegangan yan terjadi berasal dari gaya prategang dan berat sendiri. f ci = Tegangan karakteristik beton saat awal (mpa) f ci = Tegangan ijin tekan beton saat awal = - 0,55. f ci f ti = Tegangan ijin tarik beton saat awal = 0,80. f ' ci b. Keadaan akhir Keadaan dimana beban luar telah bekerja, serta gaya prategang bekerja untuk mengimbangi tegangan akibat beban. f c = Tegangan karakteristik beton saat akhir (mpa) f c = Tegangan ijin tekan beton saat akhir = - 0,40. f c f t = Tegangan ijin tarik beton saat akhir = 0 (full of prestressed) 3. Perhitungan pembebanan Yaitu beban-beban yang bekerja antara lain beban mati, beban hidup dan beban-beban lainnya sesuai dengan RSNI T seperti yang telah diuraikan diatas. Pada tahap ini ada beberapa perhitungan pembebanan dan analisa : a. Beban mati ( asumsi ) Berat sendiri gelagar Aspal 5 cm Plat beton bertulang 20 cm Trotoar 20 cm Tiang sandaran Air hujan Trotoar Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 110

126 Beban tambahan b. Beban hidup ( RSNI T ) Beban T Beban merata D Beban garis P Beban pejalan kaki Faktor Beban Dinamis (FBD) Beban rem Beban suhu Beban gempa Beban angin c. Beban khusus Gaya akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan Gaya tekanan aliran air adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas bidang pengaruh pada suhu pilar yang dihitung dengan rumus : T EF = M V a d [ kn ] dimana : M = Massa batang kayu = 2 ton V a = Kecepatan air permukaan (m/dt) d = Lendutan elastis ekuivalen (m) 4. Perencanaan dimensi penampang R = 0,85 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 111

127 S t = S b = ML + (1 R) * M f f c c + R * f ML + (1 R) * M + R * f ti ci D D y b = h y t = h S S t t S t + S S b + S b b dengan tabel T.Y Lin Ned H.Burns didapat luasan penampang dan dimensi dengan cara coba-coba. 5. Perencanaan tegangan penampang Perencanaan penampang dibuat full prestressing dimana pada penampang tidak diijinkan adanya tegangan tarik. Hal ini memaksimalkan fungsi dari beton prategang dan strands tendon. a. Keadaan awal f top f ti f top = 0 dan f bott f ci atau dan f bott f ci b. Keadaan akhir f top f c dan f bott f t atau f top f c dan f bott = 0 Dengan e dan M D pada penampang kritis : a. Kondisi awal (transfer) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 112

128 f top = - A P i Pi. e D( girder) c M + - f ti S S t t f bott = - P i Pi. e D( girder) A c M + f ci S S t t b. Kondisi akhir (service) f top = - f bott = - P A i c P A i c Pi. e M p M c + f c S S S t t C( composit) Pi. e M p M c f t S S S t t C ( composit) 6. Layout Tendon Terhadap Analisa Penampang Kritis Perhitungan yang disyaratkan : f cgc = A P i a. Kondisi awal Tegangan pada serat atas ; f t = -f ti e 1 = S t ( fti + f cgc ) + P i M P i D Tegangan pada serat bawah ; f b = f ci e 2 = b. Kondisi akhir Sb ( fci + f cgc ) + P i M P i D Tegangan pada serat atas ; f t = f c e 3 = S t R * P i ( -f c + R*f cgc ) + M D + M R * P i L Tegangan pada serat bawah ; f b = -f t Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 113

129 e 4 = Sb R * P i (- f t R* f cgc ) + M D + M R * P i L Didapat nilai e 1 pada masing-masing tendon, plotkan dengan gambar berskala dan diperoleh layout tendon yang digunakan. 7. Pemilihan Tendon Pemilihan jenis, diameter, jumlah strands, angker blok dan duck tendon pada beton prategang disesuaikan dengan bahan material yang ada dipasaran guna kemudahan pengadaan material, namun juga mampu menahan gaya tarik maksimum tendon guna mendapatkan tegangan ultimit (R ti ) sesuai dengan perencanaan untuk dapat mempertahankan gaya tarik tersebut. 8. End Block Propertis penampang Tegangan Bearing Zone Keadaan awal : Ac bi = 0,8. f ci. 0, 2 Ab 1,25. f ci Keadaan akhir : b = 0,6. f c. Ac Ab f c dimana : Ab = luas bidang pelat angker (mm 2 ) Tegangan pada beton Ac = luas bidang penyebaran (mm 2 ) bi = Pi h * b bi dan b = b P i a * b b Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 114

130 Burshing Force (R) h b 0,2 R = 0,3. Pi. (1 - a h b ) a h b a h > 0,2 R = 0,2. Pi. (1 - b ) a n. As. f y = R n = s a As = R n. f y 9. Perhitungan Geser a. Pola Retak karena Gaya Lintang (Shear Compression Failure) V cw = V cr * b w * d + V T V cr = (0,33 f ' c ) x f 1+ 0,33 pc f ' c Dimana : V cw = gaya geser mengakibatkan shear compression failure V cr = gaya geser hancur beton prategang f pc = tegangan akibat prategang pada garis netral (kondisi akhir) b w = lebar badan d = jarak dari cgs sampai serat teratas pada h/2 V T = komponen vertikal dari gaya prategang akhir P e = tan * P i 2. e tan = 0 L L = h/2 e 0 = eksentrisitas beton pada h/2 Geseran diperhitungkan (V u ) pada jarak h/2 dari tumpuan. Syarat : V cw V u..ok Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 115

131 b. Pola Retak akibat Kombinasi Momen Lengkung dan Gaya Lintang (Diagonal Tension Failure) V u = RA q x Gaya lintang yang terjadi pada L/4 M = RA*x ½ * q * x 2 Momen yang terjadi pada L/4 dimana : f pe = tegangan pada serat bawah pada L/4 e = eksentrisitas tendon pada L/4 Momen retak akibat lentur murni : M cr = f b * S b. f b = f tr + f pe f tr = 0,5 * f ' c P f pe = i P + i * e A Sb Gaya geser yang menyebabkan flexure shear cracks : V V ci = 0,55 f ' c * b w * d + M * Mcr dimana : V d = V u = jarak cgs sampai serat teratas (mm) V ci V u. Penampang aman terhadap keretakan akibat geser dan momen lengkung. c. Penulangan Geser V max = V c + 0,8 f ' c * b w * d V min = 0,5 V c Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 116

132 V = V c + 0,4 f ' c * b w * d V = V c + 0,35 f ' c * b w * d V c = V cw atau V ci dipilih nilai yang terbesar V < V min.. diperlukan tulangan geser minimum V max V.. penampang cukup untuk menahan geser 10. Perhitungan Lendutan E = 4700 * f ' c qd a. Lendutan akibat berat sendiri balok L δ bsb = 4 5. q D. L 384. EI M max = 8 1 x qd x L2 b. Lendutan akibat beban hidup ql bh = 4 5. q L. L 384. EI L M max = 1 8 x ql x L2 c. Lendutan akibat gaya pratekan Gaya pratekan awal M = P 0.e P 0 = P i 0, M M = * q * L 2 q = 8 2 L L q M max = 1 8 x q x L2 δ 0 = 4 5. q D. L 384. EI Gambar 3-36b : Pengaruh Momen akibat beban merata d. Lendutan gaya pratekan efektif q M = P i.e L 1 8. M M = * q * L 2 q = 8 2 L M max = 1 8 x q x L2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 117 Gambar 3-36b : Pengaruh Momen akibat beban merata

133 δ 1 = 4 5. q D. L 384. EI 1 Lendutan ijin pada jembatan : δ ijin. L 360 Check : δ 0 δ bsb δ ijin δ 1 δ bh δ bsb δ ijin 11. Perhitungan Kehilangan Tegangan Bersumber pada beton : a. Perpendekan Elastis si = n. F A F = (Jumlah tendon 1) x A tendoṇ *σ P si = i Jumlah tendon A n = E E s c Kehilangan tegangan rata-rata = σ si Jumlah. tendon % losses = Kehilangantegangan.. rata rata σ si b. Susut (Shrinkage) t f sh = E s. sh sh = k s. k h. ( ). 0, t dimana : t = usia beton dalam hari pada saat susut dihitung k s = faktor koreksi (pada tabel buku ajar kuliah) k h = faktor koreksi yang terkait dengan nilai k s Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 118

134 % losses = σ f sh si c. Rangkak (Creep) Akibat beban tetap dan merupakan fungsi waktu. f scr = E s. cr cr = C c f E ci c H C c = 3,5 k 1,58. -0,118 ti ,6 ( t t ) ( ) i 0,6 + t t 10 i dimana : C c = Creep Coefficient H = kelembaman relative dalam % K = koefisien t i = usia beton pada saat transfer tegangan (hari) t = usia beton i saat rangkak dihitung (hari) % losses = σ f scr si Bersumber pada baja : a. Relaksasi baja Proses kehilangan tegangan tendon pada regangan tetap ( ) 10 log t f rel = f si. f f si y 0, 55 dimana : f si = tegangan tendon akibat P i f y = tegangan leleh baja K = koefisien t = usia beton saat relaksasi dihitung (hari) frel % losses = σ si Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 119

135 b. Angker slip (pada saat Post-tension) A f AS = L Es dimana : A = besarnya angker slip (mm),biasa = 6 mm E s = modulus elastisitas baja prategang (mpa) L = panjang tendon (mm) % losses = σ f AS si c. Gelombang dan Geseran (pada saat Post-tension) Kehilangan tegangan karena posisi tendon dalam duct yang tidak lurus, serta geseran antara tendon dengan duct. dp =.Pd. + K. Pd. x kehilangan tegangan -( + K.x) P B = P A. e dimana : P A = gaya prategang pada ujung jack (kn) P B X = gaya prategang setelah kehilangan tegangan (kn) = panjang duct yang ditinjau (m) = koefisien geseran tendon dan duct, tergantung jenis tendon dan duct K = koefisien gelombang (per meter) = sudut kelengkungan tendon Catatan : Besarnya kehilangan tegangan beton sangat tergantung pada modulus elastisitas beton E c = 4700 f ' c (mpa). Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 120

136 Semakin tua usia beton, maka f c dan Ec semakin tinggi. Dengan demikian beton yang diberi gaya prategang pada usia dini, menderita kehilangan tegangan yang relative lebih besar. Kehilangan tegangan beton tidak tergantung pada sistem prategangnya. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 121

137 BAB IV ANALISIS PERANCANGAN JEMBATAN BETON PRATEGANG Pada analisis perancangan jembatan meliputi preliminary desain, perancangan dan perhitungan, yang dimaksud dengan perancangan adalah berupa perhitungan-perhitungan elemen struktural pada struktur atas pembentuk konstruksi jembatan secara keseluruhan. Perancangan elemen-elemen struktural pembentuk konstruksi struktur atas jembatan, secara detail akan disajikan dalam sub-sub bab sesuai dengan jenis elemennya. 4.1 Preliminary desain Pipa Sandaran Spesifikasi : 1. Mutu baja = BJ Muatan horizontal H = 100 kg/m 3. Tinggi tiang sandaran = 100 cm 4. Jarak tiang sandaran = 200 cm 5. Tegangan izin (σ ) = 1600 kg/cm 2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 122

138 q = 100 Kg/m 200 cm Gambar 4-1 : Reaksi Perletakan Pipa untuk Preliminary 1 2 M = * q * l 12 = 12 1 * 100 * 2 2 = 33,33 Kg. m = 3333 Kg cm σ W M W σ M cm 3 4 D d D W ( ) D 4 d ( ) D tebal pipa diambil 2.4 mm maka, D 4 ( ) D 4 ( D 2.4) ( ) D D 4 ( D 2.4) 4 4 D min 2.8 cm = 28 mm Maka digunakan pipa sandaran Ø 76.3 mm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 123

139 4.1.2 Tiang Sandaran 1. Mutu beton ( fc ) = 25 mpa (250 kg/cm 2 ) 2. Mutu tulangan baja ( fy ) = 240 mpa (2400 kg/cm 2 ) 3. Muatan horizontal H = 100 kg/m 4. Tinggi tiang sandaran = 100 cm 5. Jarak tiang sandaran = 200 cm Momen Lentur, M = 2 x 100 x 1 = 200 kgm σ M W W σ M dimana σ = 0.45 fc W 200x *0.45 W 177,78 cm 3 W 1/6 * b * h 2 Dipakai b = 1/3 h maka, W 1/6 * b * h 2 W 1/6 * 1/3 * h * h 2 W 1/18 * h 3 h 3 W *18 h 3 177,78*18 h cm 3 h min 14,74 cm b min 1/3 * 14,74 = 4,91 cm Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang SNI 1992 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 124

140 Gaya Geser, V = 2 x 100 = 200 kg τ D * S b * Ix 1 12 dimana τ = ( ') fc = 1,32 kg/cm 2 τ D *( b* h)*1/ 4h 3 b *1/12* b* h Dipakai b = 1/3 h maka, τ D *(1/ 3* h) *1/ 4h 3 1/ 3* h *1/12*1/ 3* h * h τ 3 D *(1/12* h ) 5 1/108* h τ 9D 2 h h h 9D τ 9* 200 1,32 h min 36,93 cm b min 1/3 * 36,93 = 12,31 cm Maka digunakan dimensi tiang sandaran uk. 40x12 cm Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang SNI 1992 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 125

141 4.1.3 Plat Lantai Kendaraan Gambar 4-2 : Rencana Lantai Kendaraan Spesifikasi : 1. Tebal plat (h) = 20 cm 2. Mutu bahan beton (fc ) = 35 mpa (350 kg/cm 2 ) 3. Mutu tulangan baja (fy) = 400 mpa (4000 kg/cm 2 ) 4. Jarak antar balok (s) = 200 cm 5. Bentang (l) = 40 m 6. Berat jenis beton bertulang( γ c ) = 2400 Kg/m 2 7. Berat jenis aspal ( γ a ) = 2200 Kg/m 2 8. Berat jenis air hujan ( γ w ) = 1000 Kg/m 2 9. Modulus Elastisitas Beton = 4700 f c = kg/cm 2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 126

142 Gambar 4-3 : Pembebanan Plat Asumsi tebal pelat = 20 cm Beban hidup PH = 11,25 ton (sesuai RSNI-T ) Mmax = ¼ x P x L = ¼ x 11,25 x 2 = 5,63 tm Beban Mati Berat air hujan = 0,05 x 1,00 x 1 = 0,050 t/m Berat aspal = 0,05 x 2,20 x 1 = 0,110 t/m Berat sendiri pelat = 0,20 x 2,40 x 1 = 0,480 t/m q = 0,640 t/m M Max = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 (0,640) + 1,6 ( 5,63) = 9,776 tm = kgcm Wx = 1/6 x b x h 2 = 1/6 x 1000 x 20 2 = 66666,67 cm 3 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 127

143 = M max / Wx = / 66666,67 = 14,66 < lt = 0,45fc = 0,45 x 350 kg/cm 2 =157,50 kg/cm > Ok pelat beton dapat dipakai Kontrol terhadap Lendutan izin = 1/300 x 2 x100 = 0,67 cm Gambar 4-4 : Pembebanan akibat Beban P (terpusat) dan q (merata) max = 3 1x P x L 48 x EI 4 5 x q x L 384 x EI max = 3 1x P x L 48 x EI x q x L 384 x EI = + 1x (11,25 x 10 ) x (2 x 100) 48 x 27805,57 x = 0, , x 1000 x x 0,640 x (1000 / 100) 384 x 27805,57 x 1 x 1000 x x (2 x 100) 3 4 = 0,108 cm < = 0,67 cm > Ok pelat beton dapat dipakai Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 128

144 4.1.4 Gelagar Memanjang Gambar 4-5 : Daerah pembebanan Gelagar Memanjang Asumsi dimensi perencanaan tinggi balok prategang menurut Buku Perancangan Jembatan, tabel 3.5 hal III -13 (Bambang Pudjianto, Mukhtar Widodo, Han Ay Lie) : 1 1 H = L s/d L 15 16, 5 = 15 1 L = 15 1 x 40 = 2,67 m....(1) 1 1 = L = x 40 = 2,42 m..(2) 16,5 16, 5 H digunakan = 230 cm (termasuk tebal plat lantai jembatan 0,2 m), jadi tinggi balok girder prategang (H) = 210 m. Apabila dicari H menurut Buku Desain Struktur Beton Prategang, jilid 1, hal 169 (T.Y Lin Ned, H.Burns) adalah sebagai berikut : S S M uk = b e (UDL + KEL (1+DLA)) 4 2 M uk = Momen lentur maksimum (knm) b e = Lebar equivalen dari jalan kendaraan pada jembatan (m) UDL = Beban terbagi rata (kpa) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 129

145 KEL = Beban terpusat (kn) S = Panjang bentang (m) DLA = fraksi beban dinamik (impact) Beban Hidup > RSNI -T-2005 Beban roda T (KEL) = 100 % x 112,50 kn Beban terbagi rata UDL = 100% x 9 kpa = 112,50 kn = 9,00 kpa Fraksi beban dinamik (DLA) = 40 % x 9 kpa = 3,60 b e = ( b + 5.5) 2 = ( ) 2 = 10 m M uk = b e 4 S (UDL x 2 S + KEL (1+DLA)) M uk = 10 (9 x (3,60)) 4 2 = knm = ,20 kip ft h = k m dimana h = tinggi balok (inci) m = momen lentur maksimum (kip ft) k = koefisien yang bervariasi antara 1.5 sampai 2 h = ,20 h = 1.5 x 110,18 h = 165,27 inci h = 413,18 cm dari data perhitungan preliminaries design diatas maka digunakan H = 210 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 130

146 4.2 Spesifikasi jembatan Data fisik jembatan 1. Jenis jembatan : Struktur Beton Prategang 2. Panjang Jembatan : 500 m 3. Bentang Jembatan : 40 m 4. Lebar jembatan : 14,5 m 5. Lebar Jalur : 12 m 6. Jumlah jalur lalu lintas : 2 jalur 7. Lebar pedestrian ( Trotoar ) : 1,00 m x 2 8. Lebar Median : 0,50 m 9. Ruang bebas vertikal Data struktur jembatan a. Tiang Sandaran 4. Mutu Beton : 25 mpa 5. Mutu Baja : 400 mpa 6. Jarak Sandaran : 2,00 m b. Lantai Trotoar 5. Mutu Beton : 25 mpa 6. Mutu Baja : 400 mpa 7. Lebar : 1,00 m 8. Tebal : 0,20 m Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 131

147 c. Lantai Jembatan 5. Mutu Beton : 35 mpa 6. Mutu Baja : 400 mpa 7. Lebar : 14,50 m 8. Tebal : 0,20 m d. Gelagar Induk ( Gelagar Memanjang ) 6. Mutu Beton : 80 mpa 7. Mutu Baja : 400 mpa 8. Jenis Konstruksi : Beton Prategang dengan sistem Posttensioning 9. Sistem Pelaksanaan : Full Pracetak 10. Jenis Tendon : Unconted Seven Wire Stress Realived for Prestress Concrete ( VSL ) 11. Jenis konstruksi tendon : Tendon Parabola e. Diafragma ( Gelagar Melintang ) 4. Mutu Beton : 25 mpa 5. Mutu Baja : 400 mpa 6. Tebal : 0,20 m Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 132

148 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 133

149 4.3 Analisis Perancangan Perhitungan Sandaran Spesifikasi : 1. Mutu beton ( fc ) = 25 mpa (250 Kg/cm 2 ) 2. Mutu tulangan baja ( fy ) = 240 mpa (2400 Kg/cm 2 ) 3. Muatan horizontal H = 100 kg/m 4. Tinggi tiang sandaran = 100 cm 5. Dimensi tiang sandaran = 40 x 12 cm 6. Jarak tiang sandaran = 200 cm 7. Pipa sandaran : - Ø 76,3 mm menggunakan BJ 37 - t = 2,4 mm - G = 4,37 kg/m - W = 9,98 cm 3 ( Ir. Sunggono KH. Hal 299 ) Gambar 4-7 : Konstruksi sandaran Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 134

150 Pipa Sandaran Pada pipa sandaran bekerja beban horizontal sebesar 100 kg/m terletak 90 cm di atas plat lantai jembatan (PPPJJR 1987, hal 10). a. Pembebanan : - Beban Vertikal Berat sendiri pipa Beban Luar = 4,37 kg/m = 100 kg/m + q vertikal = 104,37 kg/m - Beban yang terjadi = 2 2 ( 4,37) + (100) = 100,095 kg/m b. Kontrol terhadap kekuatan pipa : q = 100, 095 Kg/m 200 cm Gambar 4-8 : Reaksi Perletakan Pipa 1 2 M = x q x l 12 = 12 1 x 100,095 x 2 2 = 33,65 kgm = 3365 kgcm = W M = 3365 = 337,17 kg/cm 2 9,98 = 337,17 kg/cm 2 σ = 1600 kg/cm 2. Pipa aman Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 135

151 Tiang Sandaran a. Pembebanan : Beban H = 100 kg/m (90 cm di atas lantai trotoar), PPPJJR 1987 Rencana jarak antar sandaran = 2,00 m W L = H x L = 100 x 2,00 = 200 kg = 2 kn W u = W L = 2 kn M u = 2 x 0,90 = 1,8 knm b. Penulangan : Dimensi sandaran : b h d Gambar 4-9 : Rencana Dimensi Sandaran Ø tul utama Ø tul sengkang = 10 mm = 6 mm b = 12 cm h = 40 cm Tebal selimut beton (p) = 4 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 136

152 Tebal efektif d = h p ½ tul utama - tul sengkang = ½.10 6 = 349 mm M u = 1,8 kn m = 180 kgm = kgcm M u M n = = = kgcm φ 0, 8 Rl = 0,85 f c = 0, = 21,25 mpa k = M n = = 0, ( b x d x Rl) 12 x x F = 1-1 2k = 1-1 (2 x 0,0072) = 0,0072 F max = β1 x 450 = (600 + fy) 0,85 x 450 = 0,4554 ( ) 1, 4 1,4 F min = = Rl 21, 25 = 0,0659 F F max digunakan tulangan Single under reinforced max = β 1 x 450 Rl 0,85 x 450 x = fy fy , 25 x 240 = 0,0403 1, 4 1, 4 min = = fy 240 = 0,0058 A s = F.b.d. Rl fy = 0, ,9. 21, = 0,267 cm 2 = 26,7 mm 2 As min = min. b. d = 0, ,9 = 2,43 cm 2 = 243 mm 2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 137

153 As min > As.. digunakan As min = 243 mm 2 As min = 243 mm 2, digunakan tulangan 4 10 mm (As = 314,2 mm 2 ) Check : As. Terpasang ρ = = b. d 314,2 120 = 0,0075 x 349 min < < max. Ok Kontrol terhadap geser : Vu = 1,6. H = 1, = 160 kg Vn = φ Vu = 160 = 266,67 kg 0,6 V c = 0,17 f 'c x b x d = 0,17 25 x 12 x 34,9 = 355,98 N = 35,60 kg φ x V c 2 = 0,6 x 3559,8 = 1067,9 kg 2 V u < φ x V c 2 maka digunakan tulangan sengkang praktis φ6 150 mm (As = 188 mm 2 ) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 138

154 Gambar 4-10 : Penulangan Sandaran Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 139

155 4.3.2 Plat Lantai Kendaraan Spesifikasi : Gambar 4-11 : Rencana Lantai Kendaraan 1. Tebal plat (h) = 20 cm 2. Mutu bahan beton (fc ) = 35 mpa (350 kg/cm 2 ) 3. Mutu tulangan baja (fy) = 400 mpa (4000 kg/cm 2 ) 4. Jarak antar balok (s) = 200 cm 5. Bentang (L) = 40 m 6. Berat jenis beton bertulang( γ c ) = 2500 kg/m 2 7. Berat jenis aspal ( γ a ) = 2200 kg/m 2 8. Berat jenis air hujan ( γ w ) = 1000 kg/m 2 9. D tulangan utama = 13 mm 10. Tebal selimut beton (p) = 4 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 140

156 a. Pembebanan : 1. Beban Tetap ( Beban Mati ) - Berat sendiri pelat = 0, = 500 kg/m - Berat air hujan = 0, = 50 kg/m - Berat aspal = 0, = 110 kg/m Berat total W D = 660 kg/m M tumpuan arah X = x q x 10 DL L x 1 2 = x 0,660 x 2,0 = 0,2640 tm M lapangan arah X = x q x 14 DL L x 1 2 = x 0,660 x 2,0 = 0,1886 tm 14 M lapangan arah Y = 3 1 x Mxm = 3 1 x 0,2138 = 0,0713 tm Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang SNI Beban Hidup Akibat Beban Muatan T pada lantai jembatan : Distribusi beban pada lantai jembatan akibat beban roda kendaraan, T = 11,25 Ton (RSNI Beban Jembatan 2005). M l = = 1.P.L ,25.1,8 4 = 5,06 tm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 141

157 Penyebaran beban roda Gambar 4-12 : Penyebaran Beban Roda Di Tengah Plat dimana : a = 20 + b = = 50 cm 0 tg = 80 cm 0 tg 45 r = 1,untuk plat bebas pada kedua tumpuannya (PBI 71 hal 207) Lx = 2,0 m Ly = 125 m Untuk kondisi : Ly = 125 m 3r.Lx = 3*1*2,0 = 6,0 m, karena Ly > 3r*Lx maka berlaku : Sa = a + r * Lx 0,5 + 1* 2 * Ly = * 125= 2,46 Ly + r * Lx * 2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 142

158 Akibat penyebaran beban roda pada pelat lantai maka besarnya muatan akibat beban hidup dapat direduksi sebagai berikut : Mo 5,06 M LL = 5/6 * = 5/6 * sa 2, 46 = 1,714 tm Sehingga momen total akibat beban mati dan beban hidup yang terjadi pada sistem plat lantai adalah : Mplat = M DL + M LL = 0,2640 Tm + 1,714 Tm = 1,960 Tm b. Penulangan Plat : Gambar 4-13 : Rencana dimensi Plat Gambar 4-14 : Penulangan Plat Lantai Kendaraan Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 143

159 Cek Kapasitas (kondisi setimbang) - mutu beton f c = 35 mpa => = mutu baja fy = 400 mpa - Tulangan Desak (A s) = D = 663,7 mm 2 - Tulangan Tarik (As) = D = 663,7 mm 2 - Tebal efektif d = h p ½ D tul = ½. 13 = 153,5 mm d = p + ½ D tul = ,5 = 46,5 mm Mencari garis netral apabila dalam kondisi seimbang antara gaya tarik total = gaya tekan total (0,85 x f c x b x 1 ) C 2 + (600 x As As x fy) C 600 x d x As = 0 (0,85x35x1000x0,81)C 2 + (600x663,7 663,7x400)C 600x46,5x663,7= ,5 C C = 0 Dengan rumus abc didapat C = 25,1 mm a = 0,81 x C = 0,81 x 25,1 = 20,331 mm ( c d' ) fs = x600 c (25,1 46,5) = x600 25,1 = -551,553 N N DESAK 1 = 0,85*f c*b*a = 0,85x35x1000x21,04 = 604,847 kn N DESAK 2 = As x fs = 663,7 x -551,553 = -366,065 kn N TARIK = As x 400 = 663,7x400 = 265,480 kn Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 144

160 Mn1 = N DESAK 1 x (d- ½ x a) = 604,847 x (153,5 ½ x 20,331) = 86,695 knm Mn2 = N DESAK 2 x (d-d ) = -366,065 x ( 153,5 46,5) = -39,168 knm Mn = Mn1 + Mn2 = 86,695-39,168 = 47,527 knm Mu = 0,8 * Mn = 0,8 * 47,527 = 38,021 knm = 3,802 ton.m < Mu terjadi 1,960 ton.m...aman. Tulangan Arah Ly Luas tulangan pembagi = 20 % dari luas tulangan utama diperlukan = 0,2. 663,7 = 132,74 mm 2 digunakan tulangan Ø mm (As = 392,7 mm 2 ) Deck Slab Precast Deck slab precast merupakan bagian dari struktur atas yang berguna sebagai lantai kerja untuk pekerjaan plat lantai jembatan dengan pengadaan secara precast karena struktur lantai jembatan adalah cast in place. Adapun perencanaan deck slab precast adalah seperti di bawah ini. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 145

161 Gambar 4-15 : Letak Deck Slab Precast 7 cm 140 cm 100 cm Gambar 4-16 : Dimensi Deck Slab Precast Spesifikasi : 1. Tebal (h) = 7 cm 2. Panjang (l) = 140 cm 3. Lebar (b) = 100 cm 4. Mutu beton (fc) = 20 mpa (200 kg/cm 2 ) 5. Mutu tulangan baja (fy) = 240 mpa (2400 kg/cm 2 ) 6. Ø tulangan utama = 8 mm 7. Tebal selimut beton (p) = 2 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 146

162 a. Pembebanan 1. Beban Tetap (Mati) - Berat sendiri deck slab = 0,07.1, = 245 Kg/m 2 - Berat aspal = 0,05.1, = 154 Kg/m 2 - Berat plat beton = 0,20. 1, = 700 Kg/m 2 + Berat total W D = 1099 kg/m 2 = 10,99 kn/m 2 2. Beban Hidup Berat pekerja di tengah bentang + peralatan kerja = 100 kg W L = 100 kg = 10 kn b. Perencanaan Gambar 4-17 : Perletakan Beban Pada Deck Slab Precast 1. Momen (M) : M = 1 P.L + 1 q.l = , ,99.1, = 6,1926 knm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 147

163 2. Penulangan Deck Slab Precast : Rl = 0,85. f c = 0, = 17 mpa β1 f c < 30 mpa = 0,85 Tebal efektif (d) = h p ½ Ø DX = ½. 8 = 46 mm Mu = 6,1926 knm Mu 6,1926 Mn = = = 7,7407 knm φ 0, 8 Mn = = bd Rl k 2 7,7407 1* 0,046 2 *17000 = 0,2151 F = 1-1 2k = * 0, 2151 = 0,2451 1, 4 1, 4 F min = = = 0,0824 Rl 17 F max = β1 * 450 = (600 + fy) 0,85* 450 = 0,4554 ( ) F F max digunakan tulangan Single under reinforced A s = F.b.d. Rl fy 1700 = 0, , = 7, m 2 = 798,6 mm 2 β max = 1 * 450 Rl 0,85* 450 x = fy fy , 4 1, 4 min = = fy 240 = 0, x = 0, As min = min. b. d =0, ,046 = 2, m 2 = 267 mm 2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 148

164 As min < As.. digunakan As = 798,6 mm 2 As = 798,6 mm 2, digunakan tulangan Ø 8-50 mm (As = 1005,3 mm 2 ) Check : As. Terpasang ρ = = b. d 1005,3 1000* 46 = 0,0219 min < < max. Ok Tulangan Pembagi Luas tulangan pembagi = 20 % dari luas tulangan utama diperlukan = 0, ,3 = 201,06 mm 2 As = 201,06 mm 2, digunakan tulangan Ø mm (As = 201,1 mm 2 ) Gambar 4-18 : Penulangan Deck Slab Precast Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 149

165 4.3.4 Balok Diafragma (Gelagar Melintang) Perancangan balok diafragma menggunakan simple beam, yaitu diafragma dianggap berdiri sendiri sehingga hanya menerima beban berat sendiri. Adapun fungsinya sebagai pengunci dan pengaku antar girder agar tidak terjadi puntir. Sebenarnya untuk menahan gaya guling telah ditahan oleh berat sendiri girder dan diperkuat dengan perencanaan struktur plat lantai komposit dengan girder serta pemasangan tulangan anchor di headwall sebagai pengunci diafragma ujung (end). Sehingga dengan adanya diafragma akan membuat jembatan menjadi lebih aman. Gambar 4-19 : Letak Dimensi Balok Diafragma Spesifikasi : 1. Tebal diafragma (b) = 20 cm 2. Tinggi diafragma (h) = 165 cm 3. Panjang diafragma (b) = 180 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 150

166 4. Mutu beton (fc) = 25 mpa (250 kg/cm 2 ) 5. Mutu baja tul utama (fy) = 400 mpa (4000 kg/cm 2 ) 6. Mutu baja tul sengkang (fy) = 240 mpa 7. Berat jenis beton bertulang ( γ c ) = 2500 Kg/m 3 8. Tebal selimut beton (p) = 5 cm 9. D tulangan utama = 13 mm 10. Ø tulangan sengkang = 8 mm a. Pembebanan Diafragma merupakan struktur yang bekerja menahan berat sendiri (tidak menerima beban luar dan tidak sebagai struktur utama). W D = Akibat berat sendiri = b. h. berat jenis beton = 0,2. 1,65. 2,5 = 0,825 t/m M A = M B = WD. L 2 = ,825. 1,80 2 = 0,223 Tm b. Penulangan Untuk mempermudah perancangan maka penulangan diafragma disesuaikan dengan standar penulangan dari Wika beton. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 151

167 Gambar 4-20 : Rencana Penulangan Balok Diafragma Cek Kapasitas (kondisi setimbang) - Mutu beton f c = 25 mpa => ß = 0,85 - Mutu baja fy = 400 mpa - Tulangan Desak (A s) = 2D13 = 265,4 mm 2 - Tulangan Tarik (As) = 2D13 = 265,4 mm 2 - Tebal efektif d = h p ½ D tul utama φ tul sengkang = ½ = 810,5 mm d = p + φ tul sengkang + ½ D tul utama = ½. 13 = 64,5 mm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 152

168 Mencari garis netral apabila dalam kondisi seimbang antara gaya tarik total = gaya tekan total (0,85 * f c * b * 1 ) C 2 + (600 * As As * fy) C 600 * d * As = 0 (0,85*25*200*0,81)C 2 + (600*265,4 265,4*400)C 600*64,5*265,4= ,5 C C = 0 Dengan rumus abc didapat C = 46,91mm a = 0,81 * C = 0,81 * 46,91 = 37,99 mm ( c d' ) fs = * 600 c ( 46,91 64,5) = * ,91 = -224,98 N N DESAK 1 = 0,85*f c*b*a = 0,85*25*200*37,99 = 161,457 kn N DESAK 2 = As * fs = 265,4 * -224,98 = -59,709 kn N TARIK = As * 400 = 265,4*400 = 106,160 kn Mn1 = N DESAK 1 * (d- ½*a) = 161,457 * (0,8105 ½*0,03799) = 127,63 knm Mn2 = N DESAK 2 * (d-d ) = -59,709 * ( 810,5 64,5) = -44,543 knm Mn = Mn1 + Mn2 = 127,63 44,543 = 83,087 knm Mu = 0,8 * Mn = 0,8 * 83,087 = 66,469 knm = 6,6469 ton.m < Mu terjadi 0,223 ton m...aman. Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 153

169 4.3.5 Balok Girder Prategang Spesifikasi teknis 1. Lebar jembatan (B) = 14,5 m 2. Jarak antar gelagar (s) = 2,00 m 3. Mutu beton balok (f c) = 80 mpa (800 kg/cm 2 ) 4. Mutu Baja = 400 mpa 5. Mutu Baja Tendon = 860 mpa 6. Jenis Konstruksi = Beton Prategang dengan sistem Posttensioning 7. Sistem Pelaksanaan = Full Presstresed 8. Jenis Tendon = Unconted Seven Wire Stress Realived for Prestress Concrete ( VSL ) 9. Berat jenis beton bertulang ( γ c ) = 2500 kg/m 3 Tinggi penampang (H) digunakan 210 cm dengan bentuk dan dimensi ukuran balok girder yang digunakan sesuai dengan yang ada di pasaran guna kemudahan pelaksanaannya, yaitu : Gambar 4-21 : Penampang balok girder Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 154

170 Gambar 4-22 : Dimensi Penampang balok girder Dari data diatas maka bentuk dan dimensi balok girder yang digunakan pada perancangan jembatan ini adalah sebagai berikut : Dimana : h1 : 20 cm h2 : 20 cm h3 : 25 cm h4 : 25 cm A : 20 cm B : 80 cm C : 70 cm H : 210 cm Gambar 4-23 : Penampang Balok Girder Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 155

171 Analisis penampang balok girder Sebelum komposit Central Grafity of Concrete (cgc) Perhitungan letak cgc pada sumbu X adalah dengan rumus : = Yb = Σ ( AcY. ) ΣAc dimana : Yb = Jarak letak sumbu X dari alas balok girder (cm 3 ) Ac = Luas Balok Prategang (cm 2 ) Y = Jarak titik berat balok terhadap alas balok girder (cm) Tabel 4-1 : Perhitungan Jarak Yb Bagian Ac Y Ac.Y (cm 2 ) (cm) (cm 3 ) Gambar 4-24 : Pembagian area penampang balok girder I II III IV V VI VII VIII 420,00 206, , ,00 196, ,00 180,00 186, ,00 180,00 186, , ,00 107, ,00 312,50 33, ,67 312,50 33, , ,00 12, ,00 Σ Ac = Σ Ac.Y = 7.495, ,33 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 156

172 Yb = Σ ( AcY. ) ΣAc ,33 = 7.495,00 = 100,80 cm Yt = Y Yb = ,80 = 109,20 cm Momen Inersia Sumbu x (Ix) Perhitungan momen inersia terhadap sumbu x balok girder digunakan rumus : Ix = 12 1 b. h 3 + A. Y 2 (persegi) 1 Ix = b. h 3 + A. Y 2 (segitiga) 36 dimana : Ix = Momen inersia sumbu x (cm 4 ) b = Lebar bagian balok yang ditinjau (cm) h = Tinggi bagian balok yang ditinjau (cm) A = Luas bagian balok yang ditinjau (cm) Y = Jarak titik berat balok yg ditinjau terhd. sumbu x (cm) dibawah ini contoh perhitungan pada bagian I : Ix = 12 1 b. h 3 + A. Y 2 = (109,20 0,5 x 7 ) 2 = ,70 cm 3 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 157

173 Tabel 4-2 : Perhitungan momen Inersia (Ix) Bagian b h A Y Ix (cm) (cm) (cm 2 ) (cm) (cm 4 ) I II III IV V VI VII VIII 60,00 7,00 420,00 105, ,70 80,00 13,00 1,040,00 95, ,71 30,00 6,00 180,00 85, ,73 30,00 6,00 180,00 85, ,73 20,00 165,00 3,300,00 6, ,24 25,00 12,50 312,50 67, ,30 25,00 12,50 312,50 67, ,30 70,00 25,00 1,750,00 88, ,89 Σ Ix ,61 Statis Momen Perhitungan statis momen balok girder digunakan rumus: S = Y I x dimana : S = Statis momen (cm 3 ) Ix = Momen inersia penampang (cm 4 ) Y = Jarak titik yang ditinjau terhadap sumbu X (cm) Σ I S b = x = Yb 100,80 = ,80 cm 3 Σ I S t = x = = ,55 cm 3 Yt 109,20 Desain Struktur Beton Prategang,T.Y.Lin Ned - H.Burns Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 158

174 Jari-jari Inersia (i 2 ) i 2 = Σ I x = A 7.495,00,61 c = 5.481,93 cm 2 Penentuan Batas Inti Balok Prategang (kern) Bagian atas, kt = i 2 = Y b 5.481,93 = 54,38 cm 100,80 Bagian bawah,kb = i 2 = Y t 5.481,93 = 50,20 cm 109,20 Gambar 4-25 : Penampang Balok Girder Sebelum Komposit Gelagar penampang komposit Luas Plat Ekivalen - Dicari lebar efektif plat lantai be = ¼ L = ¼ = 1000 cm be = b + 16 t = = 400 cm be = jarak antar balok = 200 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 159

175 - Mutu beton precast, f c = 80 mpa - Mutu pelat lantai,f c = 35 mpa - Beton ekivalen (n) n = Ec. f ' c( plat) Dasar-dasar Perencanaan Beton E. f ' c( balok) c Bertulang,hal 49 = = 0, Lebar plat ekivalen (bef) bef = n. be = 0, = 122,48 - Luas plat ekivalen (A plat ) A plat = t. bef = ,48 = 2449,60 cm 2 - Jarak titik berat plat ke tepi bawah girder (Y plat ) t 20 Y plat = h + = 210+ = 220 cm 2 2 Central Grafity of Concrete (cgc) Perhitungan letak cgc pada sumbu x adalah dengan rumus : Y = Yb = Σ ( AcY. ) ΣAc dimana : Yb = Jarak letak sumbu X dari alas balok girder (cm 3 ) Ac = Luas Balok Prategang (cm 2 ) Y = Jarak titik berat balok terhadap alas balok girder (cm) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 160

176 Tabel 4-3 : Perhitungan jarak Yb Bagian Ac Y Ac.Y (cm 2 ) (cm) (cm 3 ) Gambar 4-26 : Pembagian area penampang balok girder komposit I II III IV V VI VII VIII Plat , , , , , , , , , , , , ,00 538, Σ Ac = Ac.Y= ,60 Σ ,33 Yb = Σ ( AcY. ) ΣAc = , ,6 = 131,22 cm Yt = Y Yb = ( ) 131,22 = 98,78 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 161

177 Momen Inersia Balok Komposit (I k ) Perhitungan momen inersia komposit digunakan rumus : I k = 12 1 b. h 3 + A. Y 2 (persegi) 1 I k = b. h 3 + A. Y 2 (segitiga) 36 dimana : I k = Momen inersia balok komposit (cm 4 ) b = Lebar bagian balok yang ditinjau (cm) h = Tinggi bagian balok yang ditinjau (cm) A = Luas bagian balok yang ditinjau (cm) Y = Jarak titik berat balok yg ditinjau terhadap sumbu x (cm) di bawah ini contoh perhitungan pada bagian I : I k = 12 1.b. h 3 + A. Y 2 = ( 98, ,5 x 7 ) 2 = ,10 cm 4 Tabel 4-4 : Perhitungan momen Inersia (Ix) Bagian B h A Y Ix (cm) (cm) (cm 2 ) (cm) (cm 4 ) I II III 80,00 7,00 560,00 75, ,10 80,00 13,00 1,040,00 65, ,11 30,00 6,00 180,00 54, ,77 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 162

178 Bagian B h A Y Ix (cm) (cm) (cm 2 ) (cm) (cm 4 ) IV V VI VII VIII Plat 30,00 6,00 180,00 54, ,77 20,00 165,00 3,300,00 23, ,82 25,00 12,50 312,50 97, ,71 25,00 12,50 312,50 97, ,71 70,00 25,00 1,750,00 118, ,95 122,48 20,00 2,449,60 88, ,17 Σ Ik ,11 Statis Momen Perhitungan statis momen balok girder digunakan rumus: S = I k ' Y ' dimana : S = Statis momen (cm 3 ) I k = Momen inersia penampang komposit (cm 4 ) Y = Jarak titik yang ditinjau terhadap sumbu X (cm) S b = S t = I k ' = Y ' b I k ' = Yt' ,11 = ,03 cm 3 131, ,11 = ,66 cm 3 98,78 Desain Struktur Beton Prategang,T.Y.Lin Ned - H.Burns Jari-jari Inersia (i 2 ) i 2 = ΣI k ' = A ' k ,11 = 6.763,29cm ,60 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 163

179 Penentuan Batas Inti Balok Prategang (kern) Bagian atas, kt = i ' 2 Y b = ' 6.763,29 131,22 = 51,54 cm Bagian bawah,kb = i ' 2 Y t ' = 6.763,29 98,78 = 68,47 cm Gambar 4-27 : Penampang Balok Girder Komposit Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 164

180 Analisis pembebanan balok girder / gelagar utama Balok girder / gelagar utama merupakan komponen struktur yang menerima beban kombinasi, baik itu beban hidup dan beban mati. Oleh karena itu dalam perencanaan suatu balok girder harus diperhitungkan dengan cermat dan teliti. Kegagalan balok girder dalam menahan beban yang bekerja berarti kehancuran struktur pada jembatan khususnya struktur atas jembatan. Beban-beban untuk struktur balok girder prategang pada perancangan struktur jembatan prategang ini digunakan dengan acuan pembebanan pada balok tengah, hal ini dikarenakan pada balok girder bagian tengah menerima beban lebih besar dibandingkan dengan beban yang diterima oleh balok girder pada bagian tepi. Perbandingan ini dapat dilihat dengan jelas pada gambar rencana potongan melintang jembatan beton prategang. Adapun beban-beban yang bekerja pada balok girder prategang ini adalah : Beban mati terdiri atas : - Berat sendiri balok girder - Berat diafragma - Beban plat lantai jembatan dan beban-beban tambahan lainnya Beban hidup terdiri atas : - Muatan beban D (beban merata q dan beban garis P) - Muatan beban T - Beban akibat muatan angin - Beban akibat rem dan traksi Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 165

181 Pembebanan diatas diuraikan satu-persatu seperti di bawah ini : Beban Mati Beban Akibat Berat Sendiri Balok Girder Luas penampang balok grider (Ac) = cm 2 Berat jenis beton (γ c ) = 2500 kg/m 3 Berat/meter panjang (q) = x 2500 x 1 = 1.873,75 kg/m = 18,7375 kn/m Tinjauan pembebanan terhadap setengah bentang dengan tinjauan dimulai dari titik A dengan interval jarak setiap 4,00 m. Gambar 4-28 : Perletakan Beban Berat Sendiri Balok Girder a. Reaksi Tumpuan 1 R A = R B = q L 2 = 2 1 x 18,7375 x 40 = 374,75 kn Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 166

182 b. Gaya Lintang (D) Untuk perhitungan gaya lintang menggunakan rumus : D x = R A - q.x Dimana : D x = Gaya lintang di titik x (kn) R A = Reaksi tumpuan (kn) q = Berat sendiri balok (N/m) x = Jarak titik yang ditinjau (m) Di bawah ini contoh perhitungan gaya lintang (Dx) di titik 1: D 1 = R A q.x = 374,75 (18, ) = 299,80 kn Tabel 4-5 : Perhitungan Gaya Lintang Akibat Berat Sendiri Balok (Dx) Titik Rumus/persamaan tinjau x Dx (m) (kn) A 0 374, ,80 Dx = Ra -Px , , , c. Momen (M) Perhitungan momen pada balok girder menggunakan rumus : Mx = R A. x.- 1/2.q. x 2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 167

183 Dimana : M x R A q x = Momen di x (knm) = Reaksi tumpuan (kn) = Berat sendiri balok (kn/m) = Jarak titik yang ditinjau (m) dibawah ini contoh perhitungan momen (M x ) dititik 1 : Mx = R A. x.- 1/2 q. x 2 = 374,75. 4 ½.18, = 1.349,10 knm Tabel 4-6 : Perhitungan Momen Akibat Berat Sendiri Balok (Mx) Titik Rumus/persamaan tinjau x Mx (m) (knm) A ,10 Mx = R A. x.- 1/2. x , , , , Beban akibat Diafragma Luas penampang diafragma(a) = b. h = 0,2. 1,65 = 0,330 m 2 Berat jenis beton bertulang(γ c ) = 2500 kg/m 3 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 168

184 Berat diafragma (P) = 0,2.1,65.1, = kg = 14,85 kn Tinjauan pembebanan terhadap setengah bentang, dengan tinjauan dimulai dari titik A dengan interval jarak setiap 4 m. Gambar 4-29 : Perletakan Beban Diafragma Terhadap Balok Girder a. Reaksi Tumpuan R A = R B = 11 P = ,85 = 163,35 kn b. Gaya Lintang (D) Untuk perhitungan gaya lintang menggunakan rumus : D x = R A - P dx Dimana : D x R A = Gaya lintang di titik x (kn) = Reaksi tumpuan (kn) P dx = Berat sendiri diafragma pada jarak titik yang ditinjau (kn) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 169

185 Dibawah ini contoh perhitungan gaya lintang (Dx) di titik 1: D 1 = R A 3.P dx = 163,35 ( 3.14,85 ) = 118,80 kn Tabel 4-7 : Perhitungan Gaya Lintang Akibat Beban Diafragma (Dx) Rumus/persamaan Titik tinjau x Dx (m) (kn) A 0 148, ,80 Mx = R A -Pdx , , , c. Momen (M) Perhitungan momen pada balok girder menggunakan rumus : Mx = R A. x P. x Dimana : M x = Momen di x (knm) R A = Reaksi tumpuan (kn) Pu = Berat terpusat diafragma (kn) x = Jarak titik yang ditinjau (m) Di bawah ini contoh perhitungan momen (M x ) dititik 1 : M 1 = R A. x P.x = 92, ,48. 4 = 309,60 knm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 170

186 Tabel 4-8 : Perhitungan Momen Akibat Beban Diafragma (Mx) Rumus/persamaan Mx = R A. x.- P. x Titik tinjau x Mx (m) (knm) A , , , , , Beban akibat Deck Slab Precast dan Plat Lantai - Berat deck slab precast = 0,07. 0, = 122,50 kg/m - Berat air hujan = 0,05. 1, = 61,24 kg/m - Berat aspal = 0,05. 1, = 134,73 kg/m - Berat plat lantai = 0,20. 1, = 612,40 kg/m + q = 930,87 kg/m = 9,31 kn/m Tinjauan pembebanan terhadap setengah bentang, dengan tinjauan dimulai dari titik A dengan interval jarak setiap 4,00 m. Gambar 4-30 : Perletakan Beban Plat lantai Jembatan Terhadap Balok Girder Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 171

187 a. Reaksi Tumpuan 1 R A = R B = q L 2 = , = 186,17 kn b. Gaya Lintang (D) Untuk perhitungan gaya lintang menggunakan rumus : 1 D x = q ( L 2. x) = ( q. L) ( q.2. x) 2 2. = R A - q.x Dimana : D x = Gaya lintang di titik x (kn) R A q x = Reaksi tumpuan (kn) = Berat sendiri balok (kn/m) = Jarak titik yang ditinjau (m) Dibawah ini contoh perhitungan gaya lintang (Dx) di titik 1: D 1 = R A q.x = 186,17 ( 9,31. 4 ) = 148,94 kn Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 172

188 Tabel 4-9 : Perhitungan Gaya Lintang Akibat Berat plat perkerasan (Dx) Titik Rumus/persamaan tinjau x Dx (m) (kn) A 0 186, ,94 Dx = R A - qx , , , c. Momen (M) Perhitungan momen pada balok girder menggunakan rumus : q. x Mx =.( L x) 2 = (1/2 q. x. L) (1/2q. x. x) = R A. x.- 1/2.q. x 2 Dimana : M x R A q x = Momen di x (knm) = Reaksi tumpuan (kn) = Berat sendiri balok (kn/m) = Jarak titik yang ditinjau (m) dibawah ini contoh perhitungan momen (M x ) dititik 1 : Mx = R A. x.- 1/2. q. x 2 = 186,17. 4 ½.9, = 670,22 knm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 173

189 Tabel 4-10 : Perhitungan Momen Akibat Berat plat perkerasan (Mx) Rumus/persamaan Titik tinjau x Mx (m) (knm) A ,22 Mx = R A. x.- 1/2 q. x , , , , Beban Hidup Beban akibat Beban D Untuk jembatan kelas I, berlaku 100% muatan Bina Marga dan menurut RSNI T yaitu : - Beban garis terpusat (P) = 49 kn/m = 4,9 t/m - Beban terbagi rata (q) = 9 kpa = 0,9 t/m 2 Gambar 4-31 : Daerah pembebanan Gelagar Memanjang Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 174

190 - Beban garis terpusat (P) = 4,90 t/m - Beban terbagi rata (q) = 0,9 t/m 2 x 2 = 1,80 t/m + q lajur = 6,70 t/m FBD = 0,4 x 6,70 = 2,68 t/m + q total = 9,38 t/m = 93,8 kn/m Tinjauan pembebanan terhadap setengah bentang, dengan tinjauan dimulai dari titik A dengan interval jarak setiap 4,00 m. Gambar 4-32 : Perletakan Beban D Terhadap Balok Girder d. Reaksi Tumpuan 1 R A = R B = q L 2 = , = 1876 kn e. Gaya Lintang (D) Untuk perhitungan gaya lintang menggunakan rumus : 1 D x = q ( L 2. x) = ( q. L) ( q.2. x) 2 2. = R A - q.x Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 175

191 Dimana : D x = Gaya lintang di titik x (kn) R A q x = Reaksi tumpuan (kn) = Berat sendiri balok (kn/m) = Jarak titik yang ditinjau (m) Dibawah ini contoh perhitungan gaya lintang (Dx) di titik 1: D 1 = R A q.x = 1876 ( 93,80. 4 ) = 1500,80 kn Tabel 4-11 : Perhitungan Gaya Lintang Akibat Berat plat perkerasan (Dx) Rumus/persamaan Titik tinjau x Dx (m) (kn) Dx = R A - qx A , , , , , f. Momen (M) Perhitungan momen pada balok girder menggunakan rumus : q. x Mx =.( L x) 2 = (1/2 q. x. L) (1/2q. x. x) = R A. x.- 1/2.q. x 2 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 176

192 Dimana : M x R A q x = Momen di x (knm) = Reaksi tumpuan (kn) = Berat sendiri balok (kn/m) = Jarak titik yang ditinjau (m) dibawah ini contoh perhitungan momen (M x ) dititik 1 : Mx = R A. x.- 1/2. q. x 2 = ½.93, = 6753,60 knm Tabel 4-12 : Perhitungan Momen Akibat Berat plat perkerasan (Mx) Titik Rumus/persamaan tinjau x Mx (m) (knm) A ,60 Mx = R A. x.- 1/2 q. x , , , ,00 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 177

193 Beban akibat Beban T Beban T Truck menurut RSNI T = 50 ton y1 = (16 x 10) / 20 = 8 y2 = (16 x 10) / 20 = 8 Gambar 4-33 : Garis Pengaruh beban T Terhadap Balok Girder M maks = y1 x x 22,50 + y2 x 22,50 = 8 x x 22, x 22,50 = = 445 tm = 4450 knm Karena momen maksimum beban hidup D lebih besar dari beban hidup T maka yang digunakan adalah momen maksimum akibat beban hidup D Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 178

194 Beban Akibat Beban Angin Kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal maka harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus : T EW = 0,0012 C w (V W ) 2 A b Dengan pengertian : V w adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau C w adalah koefisien seret A b adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m 2 ) Gambar 4-34 : Posisi Letak beban dan Titik Berat Beban Angin Gambar 4-35 : Diagram Momen Dalam terhadap Momen Luar Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 179

195 Dimana : V w = 30 m/s karena > 5 m dari arah pantai C w = 1,20 Ab = 3,30 x 40 = 132 m 2 T EW = 0,0012 x 1,2 x 30 2 x 132 = 178,20 kn T EW merata (q) = 178,20 = 40 4,46 kn/m Gambar 4-36 : Perletakan Beban Angin terhadap Balok Girder a. Reaksi Tumpuan R A = R B = ½. q. L = ½. 4, = 89,20 kn b. Gaya Lintang (D) Untuk gaya lintang menggunakan rumus : D x = R A q. x Dimana : D x = Gaya lintang dititik x (kn) R A = Reaksi tumpuan (kn) q = Beban angin (kn/m) x = jarak titik yang ditinjau (m) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 180

196 Di bawah ini contoh perhitungan gaya lintang (D x ) dititik 1 : D x = R A q. x = 89,20 (4,46. 4 ) = 71,36 kn Tabel 4-13 : Perhitungan Gaya Lintang Akibat Beban Angin (D x) Rumus/persamaan Titik tinjau x (m) Dx (kn) A 0 89, ,36 Dx = RA - qx , , , c. Momen (M) Perhitungan momen pada balok girder mengunakan rumus : M x = R A. x - ½ q. x 2 Dimana : M x = Momen dititik x (knm) R A = Reaksi tumpuan (kn) q = Beban angin (kn/m) x = jarak titik yang ditinjau (m) Di bawah ini contoh perhitungan momen (M x ) dititik 1 : M x = R A. x - ½ q. x 2 = 89,20. 4 (½. 4, ) = 321,12 knm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 181

197 Tabel 4-14 : Perhitungan Momen Akibat Beban Angin (M x) Rumus/persamaan Mx = R A. x - ½ q. x 2 x Mx Titik tinjau (m) (knm) A , , , , , Akibat Gaya Rem dan Traksi Gaya Rem (H R ) Gaya rem per jalur 2,75 m (KBU) dengan bentang jembatan = 40 m adalah 100 kn Hr Asphal 1,80 m Yr Balok girder Plat lantai Yt' Gambar 4-37 : Kedudukan dan Tinggi Gaya Rem tinggi pusat berat kendaraan = 1,80 m Y R = Y t + 0,05 + 1,80 = (98,78/100) + 0,05 + 1,80 = 2,84 m M L = H R. Y R = ,84 = 284,00 knm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 182

198 Gambar 4-38 : Perletakan Beban Gaya Rem terhadap Balok Girder a. Reaksi Tumpuan R A = R B = b. Gaya Lintang (D) 284,00 = 7,10 kn 40 Untuk gaya lintang mengunakan rumus : D x = R A Tabel 4-15 : Perhitungan Gaya Lintang Akibat Gaya Rem dan Traksi (D x) Rumus/persamaan Titik tinjau x (m) Dx (kn) A 0 7, ,10 D x = R A 2 8 7, , , ,00 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 183

199 c. Momen (M) Perhitungan momen pada balok girder menggunakan rumus : M x = R A. x Dimana : M x = Momen di titik x (knm) R A = Reaksi tumpuan (kn) x = jarak titik yang ditinjau (m) Di bawah ini contoh perhitungan momen (M x ) di titik 1 : M x = R A. x = 7,10. 4,00 = 28,40 kn m Tabel 4-16 : Perhitungan Momen Akibat Gaya Rem dan Traksi (M x) Rumus/persamaan Titik tinjau x (m) Mx (knm) A ,40 Mx = R A. x , , , ,00 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 184

200 4.3.6 Check kemampuan penampang terhadap gaya yang bekerja Statis momen penampang balok girder : Sb (penampang) = ,80 cm 3 St (penampang) = ,55 cm 3 Statis momen akibat gaya yang berkerja : Sb (beban) = = M L + (1 R). M fc + R. ft i D (1 0,85) (0,85 * 13,416) = ,79 mm 3 = ,22 cm 3 St (beban) = = M L + (1 R). M fc + R. ft i D (1 0,85) (0,85 * 432) = ,64 mm 3 = ,44 cm 3 Sb (penampang) > Sb (beban). Penampang aman St (penampang) > St (beban). Penampang aman Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 185

201 4.3.7 Perhitungan gaya prategang Perancangan balok girder adalah Full Prestressing, sehingga pada penampang tidak diijinkan adanya gaya tarik yang berkerja baik pada kondisi awal ataupun pada kondisi akhir. Spesifikasi Beton Prestress (K-800) menggunakan standart Wika Beton klas A Mutu beton (fc ) : 80 mpa = 800 kg/cm 2 Tegangan-tegangan ijin untuk batang lentur ( Peraturan ACI ) Saat transfer (kondisi awal) : Segera setelah peralihan gaya prategang ( sebelum kehilangan gaya prategang ) Tekan pada serat bawah σ tk = - 0,55. f c i = - 0,55. 0, = - 387,20 kg/cm 2 Tarik pada serat atas σ tr = 0,80. f c i = 0, = 22,62 kg/cm 2 Saat service / beban bekerja (kondisi akhir) : Pada beban kerja setelah terjadi seluruh kehilangan prategang. Tekan pada serat atas σ tk = - 0,40. f c = - 0, = kg/cm 2 Tarik pada serat bawah σ tr = 0...(full of prestressed) Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 186

202 88,34 cm 81,66 cm e L = 40 m 88,34 cm 81,66 cm 1/2L = 20 m e P 10 cm 25 cm 150 cm 150 cm Gambar 4-39 : Eksentrisitas kabel dan pola tendon pada tengah bentang Kurva kabel prategang : Y = AX 2 + BX + C ed = 10 cm ; Yb = 100,80 cm e = Yb ed = 100,80 10 = 90,80 cm Tinjau pada tengah bentang : 1. Keadaan Transfer A. Serat Atas σ a = - = - P i Pi. e D( girder) A c M + σ tr S S t t P i P.90, ,50 x10 + i , , ,33 x 10-4 P i + 2,41 x 10-4 P i 99,60 0 1,08 x 10-4 P i 99,60 P i P i ,17 kg 923,03 t Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 187

203 B. Serat Bawah σ b = - P i Pi. e D( girder) A c M + σ tk S S t t = - Pi P i.90, ,50 x , , ,80-1,33 x 10-4 P i 2,23 x 10-4 P i + 91,94 0-3,56 x 10-4 P i - 479,14 4 P i P i ,59 kg 1.345,17 t 2. Keadaan Service A. Serat Atas σ a = - P A i c. M Pi e p M c + σ tk S S S t t C ( composit) = - P i P.90, ,75 x10 + i , , ,99 x , ,33 x 10-4 P i + 2,41 x 10-4 P i 98,57 337, ,08 x 10-4 P i 116,41 P i P i ,88 kg 1.078,86 t B. Serat Bawah σ b = - Pi A c. M Pi e p M c + + σ tr S S S t t C( composit) = - P i P.90, ,75x10 i , , ,99 x ,03-1,33 x 10-4 P i - 2,23 x 10-4 P i + 90, ,82 0-3,56 x 10-4 P i - 539,81 P i ,23 kg P i 1.515,49 t Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 188

204 Batasan gaya prategang 923,03 P 1.078, ,17 P 1.515,49 Dari batasan - batasan tersebut, maka diambil nilai P = t dan e = 90,80 cm Perancangan Tendon Pemilihan Tendon Material strand yang dipergunakan memiliki properties seperti tertera bawah ini : Tabel 4-17 : Tabel Propertis Strand Type Diameter Ø Luas Ast fu Es VSL ½ inc ( mm ) ( cm 2 ) ( kg/cm 2 ) ( kg/cm 2 ) E+06 Prestressed Concrete Basic, Collins & Mitchell 1987 hal 33 Menentukan jumlah strand yang dibutuhkan : n = Pi R * As* fu = *10 0,85* 0,9871*19000 = 87,82 88 strand Cek jumlah tendon yang digunakan : Pi Pi tendon yang dipergunakan Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 189

205 Pi tendon = n. As. fu. R = 88. 0,9871 cm kg/cm % = ,52 kg = 1.402,87 ton Pi = ton. (aman) Sehingga digunakan 88 strand yang tersebar pada 5 tendon. Tendon 1 = 17 strand Tendon 2 = 17 strand Tendon 3 = 18 strand Tendon 4 = 18 strand Tendon 5 = 18 strand Tendon yang dipergunakan memiliki properties : Tabel 4-18 : Tabel Propertis Tendon Unit Range in of strand Luas Baja. (inch 2 ) E ,601 E ,754 T.Y. LIN & H. BURNS, desain struktur beton prategang, hal Penentuan Letak Tendon Posisi Tendon Bentuk lintasan tendon adalah parabola dan untuk mengetahui posisi tendon digunakan persamaan garis lengkung, perhitungan ditinjau setengah bentang dengan jarak interval setiap 2,00 m : Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 190

206 4. f. X i.( L X i ) Y i = 2 L Dimana : Y i = Ordinat tendon yang ditinjau X i = Absis tendon yang ditinjau L = Panjang bentang f = Tinggi puncak parabola maksimum.. T.Y. LIN & H. BURNS, desain struktur beton prategang, 1996 hal Y Xi Yi f Y L/2 Gambar 4-40 : Persamaan Parabola Untuk Menentukan Tendon yang ada, letaknya sedemikian rupa harus berada pada lintasan inti tedon. Penentuan lintasan inti tendon dihitung dengan mengunakan persamaan diatas, dimana e = f = 908 mm, L = mm. Contoh perhitungan : Jarak dari tepi bawah = Yb Yi ( ) = 1008 ( ) = 835,49 mm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 191

207 Tabel 4-19 : Perhitungan jarak garis netral tendon Jarak tinjau Xi (m) Jarak dari tepi bawah Yi (mm) ,02 2,00 835,49 4,00 681,13 6,00 544,93 Lintasan Inti Tendon 8,00 426,89 10,00 327,00 12,00 245,28 14,00 181,72 16,00 136,32 18,00 109,08 20,00 100,00 Gambar 4-41 : Posisi cgs Tendon (1) Dimana : L = 40 m = 4000 cm f 1 = Yb + 100, = 100, ,50 25 = 120,30 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 192

208 Tabel 4-20 : Perhitungan jarak tendon -1 (Y i) Tendon 1 Jarak tinjau Jarak dari tepi bawah Xi (m) Yi (mm) ,02 2, ,44 4, ,93 6,00 894,48 8,00 738,09 10,00 605,75 12,00 497,48 14,00 413,27 16,00 353,12 18,00 317,03 20,00 305,00 Tendon (2) Dimana : L = 40 m = 4000 cm f 2 = Yb ,50 = 100, ,50 = 95,30 cm Tabel 4-21 : Perhitungan jarak tendon -2 (Y i) Tendon 2 Jarak tinjau Jarak dari tepi bawah Xi (m) Yi (mm) ,02 2, ,94 4,00 914,93 6,00 771,98 8,00 648,09 10,00 543,25 12,00 457,48 14,00 390,77 16,00 343,12 18,00 314,53 20,00 305,00 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 193

209 Tendon (3) Dimana : L = 40 m = 4000 cm f 3 = Yb = 100, = 90,80 cm Tabel 4-22 : Perhitungan jarak tendon -3 (Y i) Jarak tinjau Xi (m) Jarak dari tepi bawah Yi (mm) ,02 2,00 835,49 4,00 681,13 6,00 544,93 8,00 426,89 Tendon 3 10,00 327,00 12,00 245,28 14,00 181,72 16,00 136,32 18,00 109,08 20,00 100,00 Tendon (4) Dimana : L = 40 m = 4000 cm f 4 = Yb = 100, = 65,80 cm Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 194

210 Tabel 4-23 : Perhitungan jarak tendon - 4 (Y i) Tendon 4 Jarak tinjau Xi (m) Jarak dari tepi bawah Yi (mm) 0 758,02 2,00 632,99 4,00 521,13 6,00 422,43 8,00 336,89 10,00 264,50 12,00 205,28 14,00 159,22 16,00 126,32 18,00 106,58 20,00 100,00 Tendon (5) Dimana : L = 40 m = 4000 cm f 2 = Yb = 100, = 40,80 cm Tabel 4-24 : Perhitungan jarak tendon -5 (Y i) Tendon 5 Jarak tinjau Jarak dari tepi bawah Xi (m) Yi (mm) 0 508,02 2,00 430,49 4,00 361,13 6,00 299,93 8,00 246,89 10,00 202,00 12,00 165,28 14,00 136,72 16,00 116,32 18,00 104,08 20,00 100,00 Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 195

211 Berikut ini adalah gambar potongan melintang balok per jarak 4,00 m : Gambar 4-43 : Potongan Melintang Balok jarak 0 dan 4 m dari tumpuan Gambar 4-42 : Posisi Tendon Skripsi : Perancangan Struktur Atas Jembatan Beton Prategang 196

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh: ULIL RAKHMAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) OLEH : ABDUL AZIZ SYAIFUDDIN 3107 100 525 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. I GUSTI

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

TUGAS ARTIKEL BETON PRATEGANG ARIZONA MAHAKAM 3MRK2/

TUGAS ARTIKEL BETON PRATEGANG ARIZONA MAHAKAM 3MRK2/ TUGAS ARTIKEL BETON PRATEGANG ARIZONA MAHAKAM 3MRK2/1341320095 POLITEKNIK NEGERI MALANG 2016 PENGERTIAN BETON PRATEGANG Pengertian beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut: a.

Lebih terperinci

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Tingkat Strata 1 (S-1) DISUSUN OLEH: NAMA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv INTISARI...xvi ABSTRACT...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014 REDESAIN PRESTRESS (POST-TENSION) BETON PRACETAK I GIRDER ANTARA PIER 4 DAN PIER 5, RAMP 3 JUNCTION KUALANAMU Studi Kasus pada Jembatan Fly-Over Jalan Toll Medan-Kualanamu TUGAS AKHIR Adriansyah Pami Rahman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN STUDI KASUS JEMBATAN LAYANG TENDEAN BLOK M CILEDUK Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjan Teknik Strata

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Data-data yang diasumsikan dalam penelitian ini adalah geometri struktur, jenis material, dan properti penampang I girder dan T girder. Berikut

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 1 DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 2 PERINCIAN PERHITUNGAN PEMBEBANAN PADA JEMBATAN 4.2 Menghitung Pembebanan pada Balok Prategang 4.2.1 Penentuan Lebar Efektif

Lebih terperinci

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. : 1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. i LEMBAR PENGESAHAN. ii LEMBAR PERSEMBAHAN.. iii KATA PENGANTAR. iv ABSTRAKSI vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xv DAFTAR NOTASI.. xx DAFTAR LAMPIRAN xxiv BAB I

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan yang merupakan jembatan beton prategang tipe post tension. 3.2. Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR Disusun oleh : RUDI ANTORO 0853010069 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA

KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S1 Teknik Sipil diajukan oleh : ARIF CANDRA SEPTIAWAN

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Disusun Oleh : Fander Wilson Simanjuntak Dosen Pembimbing : Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP

Tugas Akhir. Disusun Oleh : Fander Wilson Simanjuntak Dosen Pembimbing : Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP ANALISA PERBANDINGAN PENGARUH PERPENDEKAN ELASTIS BETON, SUSUT, RANGKAK DAN RELAKSASI BAJA TERHADAP LENDUTAN BALOK KOMPOSIT BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN PRE-TENSIONING DAN POST-TENSIONING

Lebih terperinci

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Frisky Ridwan Aldila Melania Care 1, Aswandy

Lebih terperinci

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur A ANAAN TR Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur lengkung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pada bentang

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA)

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA) MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA) Hafizhuddin Satriyo W, Faimun Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL Edison Leo 1, Nur Agung M.H. 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara edisonleo41@gmail.com 2 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI...xiii DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR TABEL... xxvii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan...

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAKSI... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xix DAFTAR NOTASI...

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP TUGAS AKHIR PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP (Kasus Jembatan Tanah Ayu, Kec. Abiansemal, Kab. Badung) Oleh : I Putu Agung Swastika 0819151024 JURUSAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus III. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus yang dilakukan yaitu metode numerik dengan bantuan program Microsoft Excel dan SAP 2000. Metode numerik

Lebih terperinci

MATERIAL BETON PRATEGANG

MATERIAL BETON PRATEGANG MATERIAL BETON PRATEGANG oleh : Dr. IGL Bagus Eratodi Learning Outcomes Mahasiswa akan dapat menjelaskan prinsip dasar struktur beton prategang serta perbedaannya dengan struktur beton bertulang konvensional

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM:

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM: PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh GRACE HELGA MONALISA BAKARA

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN JURUSAN DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL FTSP ITS SURABAYA MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO Oleh : M. ZAINUDDIN 3111 040 511 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM :

PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM : PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM : 07 02 12789 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BETON BOX GIRDER PRATEGANG SEGMENTAL DENGAN METODE KESETIMBANGAN BEBAN (LOAD BALANCING)

STUDI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BETON BOX GIRDER PRATEGANG SEGMENTAL DENGAN METODE KESETIMBANGAN BEBAN (LOAD BALANCING) STUDI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BETON BOX GIRDER PRATEGANG SEGMENTAL DENGAN METODE KESETIMBANGAN BEBAN (LOAD BALANCING) (STUDI KASUS : SUNGAI BRANTAS DI LAHAN BARAT KAMPUS 3 UMM) SKRIPSI Diajukan kepada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR ATAS JEMBATAN LAYANG JOMBOR DENGAN TIPE PRESTRESS CONCRETE I GIRDER BENTANG SEDERHANA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR ATAS JEMBATAN LAYANG JOMBOR DENGAN TIPE PRESTRESS CONCRETE I GIRDER BENTANG SEDERHANA TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR ATAS JEMBATAN LAYANG JOMBOR DENGAN TIPE PRESTRESS CONCRETE I GIRDER BENTANG SEDERHANA Disusun Oleh : MUHAMMAD ROMADONI 20090110085 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PERILAKU JEMBATAN I GIRDER DAN U GIRDER AKIBAT PEMBEBANAN JEMBATAN (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG JAWA TIMUR)

STUDI PERBANDINGAN PERILAKU JEMBATAN I GIRDER DAN U GIRDER AKIBAT PEMBEBANAN JEMBATAN (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG JAWA TIMUR) STUDI PERBANDINGAN PERILAKU JEMBATAN I GIRDER DAN U GIRDER AKIBAT PEMBEBANAN JEMBATAN (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG JAWA TIMUR) Wanda Heryudiasari dan Sjahril A. Rahim Departemen Teknik Sipil,

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial Ahmad Basshofi Habieb dan I Gusti Putu Raka Teknik Sipil,

Lebih terperinci

KONTROL PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI BELUMAI PADA JALAN AKSES NON TOL BANDARA KUALANAMU TUGAS AKHIR

KONTROL PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI BELUMAI PADA JALAN AKSES NON TOL BANDARA KUALANAMU TUGAS AKHIR KONTROL PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI BELUMAI PADA JALAN AKSES NON TOL BANDARA KUALANAMU TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Beton Pracetak Aplikasi teknologi prafabrikasi (pracetak) sudah mulai banyak dimanfaatkan karena produk yang dihasilkan melalui produk masal dan sifatnya berulang. Selain itu

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK SEMINAR TUGAS AKHIR JULI 2011 MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK Oleh : SETIYAWAN ADI NUGROHO 3108100520

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERMODELAN

BAB III ANALISA PERMODELAN BAB III ANALISA PERMODELAN III.1 Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, akan direncanakan suatu rangka bidang portal statis tak tentu yang disimulasikan sebagai salah satu rangka dari struktur bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu ajalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh sungai, saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya dan

Lebih terperinci

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Teknik Sipil,Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia dalam melakukan berbagai interaksi antar manusia sebagaimana halnya mahkluk sosial. Interaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK 1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA - UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m - KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG DIPASANG SEJARAK 45 cm 100 cm. - LANTAI

Lebih terperinci

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban yang mampu diterima serta pola kegagalan pengangkuran pada balok dengan beton menggunakan dan tanpa menggunakan bahan perekat Sikadur -31 CF Normal

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII, KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penganalisaan ini adalah Analisis

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS Ramot David Siallagan 1 dan Johannes Tarigan 2 DepartemenTeknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,Jl. Perpustakaan No.

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang Standar Nasional Indonesia Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang ICS 91.100.30; 77.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... 1 Daftar tabel... Error!

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram Perencanaan Bangunan Atas Jembatan Kali Jangkok Dengan Menggunakan Precast Segmental Box Girder Upper structure design of kali Jangkok Bridge using segmental box girder Sus Mardiana 1, I Nyoman Merdana

Lebih terperinci

Desain Beton Prategang

Desain Beton Prategang Desain Beton Prategang TAVIO Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Pelatihan Perencana Beton Pracetak 1 LATAR BELAKANG Jangka waktu yang sangat lama sejak RSNI 03 2847

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan tinggi tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain DAFTAR ISI Abstrak... i Kata Pengantar... v Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xii Daftar Gambar... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Maksud dan Tujuan...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fly Over atau Overpass Jembatan yaitu suatu konstruksi yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau melintang tidak

Lebih terperinci

Beton adalah bahan yang mampu menahan gaya desak. Atas dasar ini para ahli berusaha mereduksi gaya. menahan gaya desak., Gaya tarik pada beton dapat

Beton adalah bahan yang mampu menahan gaya desak. Atas dasar ini para ahli berusaha mereduksi gaya. menahan gaya desak., Gaya tarik pada beton dapat BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Beton Prategang Beton adalah bahan yang mampu menahan gaya desak sedang kemampuannya menahan gaya tarik kecil. Dalam perencanaan beton bertulang biasa, bagian dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pendahuluan Umumnya pada suatu struktur, akibat dari gaya-gaya luar akan timbul tegangan tarik yang ukup besar pada balok, pelat dan kolom, di sini beton biasa tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah konstruksi. Segala sesuatunya harus dipertimbangkan dari segi ekonomis, efisien, dan daya tahan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL 7.1 Uraian Umum Seperti yang telah diketahui bahwa beton adalah suatu material yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data Umum Perencanaan struktur suatu gedung bertingkat secara rinci membutuhkan suatu rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE (Prestressed Concrete) OLEH : NAMA : RAZUARDI NIM : 090411038 JURUSAN PRODI KELAS : Teknik Sipil : Perancangan Jalan Dan Jembatan : D-IV/VIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Insitut Teknologi Sepuluh Nopember 2014

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Insitut Teknologi Sepuluh Nopember 2014 TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN GRINDULU KABUPATEN PACITAN DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEFER Senin, 30 Juni 2014 Oleh : Dimas Eka Budi Prasetio (3110 100 087) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISIS GELAGAR PRESTRESS PADA PERENCANAAN JEMBATAN AKSES PULAU BALANG I MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP 2000 v.14

ANALISIS GELAGAR PRESTRESS PADA PERENCANAAN JEMBATAN AKSES PULAU BALANG I MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP 2000 v.14 ANALISIS GELAGAR PRESTRESS PADA PERENCANAAN JEMBATAN AKSES PULAU BALANG I MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP 2000 v.14 Dwi Harmono, Rully Irawan, Widarto Sutrisno Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : JAMIDEN FERNANDO E SILALAHI NPM : 01.02.10583 PROGRAM

Lebih terperinci

Prinsip dasar sistem prategang sebenarnya telah diterapkan di dunia konstruksi sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 1886, insinyur dari California

Prinsip dasar sistem prategang sebenarnya telah diterapkan di dunia konstruksi sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 1886, insinyur dari California BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan Sistem struktur bangunan gedung saat ini semakin meningkat. seiring bertambahnya kebutuhan akan pemanfaatan bangunan di berbagai sektor, baik industri,

Lebih terperinci

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG Capaian Pembelajaran: Setelah mempelajari sub bab 1 Pengenalan Beton bertulang diharapkan mahasiswa dapat memahami definisi beton bertulang, sifat bahan, keuntungan dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG* PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG* Reynold Andika Pratama Binus University, Jl. KH. Syahdan No. 9 Kemanggisan Jakarta Barat, 5345830, reynold_andikapratama@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN PRATEGANG SEI PULAU RAJA TUGAS AKHIR

ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN PRATEGANG SEI PULAU RAJA TUGAS AKHIR ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN PRATEGANG SEI PULAU RAJA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh DANIEL KURNIAWAN PUTRA HARAHAP NIM: 1105131004

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Atas Jalan Layang Jalan layang adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas,

Lebih terperinci

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS SEMINAR TUGAS AKHIR OLEH : ANDREANUS DEVA C.B 3110 105 030 DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL LINTAS JALUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Rencana awal dalam perancangan jembatan beton yang melintasi jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 meter. Fokus pada perancangan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH MENGUNAKAN BETON PRACETAK (Design of Structure of BPS Building Central Java Province using Precast Concrete) Diajukan

Lebih terperinci

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Perkuliahan Struktur Beton Gedung Semester IV Tahun Ajaran 2015 Dibuat oleh : KELOMPOK 6 Deasy Monica Parhastuti 131111003 Gani Adnan Sastrajaya

Lebih terperinci

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer 4) Layout Pier Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat (Pier P5, P6, P7, P8), 5) Layout Pot Bearing (Perletakan) Pada Pier Box Girder Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat, 6) Layout Kabel Tendon (Koordinat)

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER Disusun oleh : Andy Muril Arubilla L2A 306 004 Novi Krisniawati L2A 306 023 Disetujui,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN VETERAN JAWA TIMUR MENGGUNAKAN BALOK PRESTRESS TUGAS AKHIR

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN VETERAN JAWA TIMUR MENGGUNAKAN BALOK PRESTRESS TUGAS AKHIR MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN VETERAN JAWA TIMUR MENGGUNAKAN BALOK PRESTRESS TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci