UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KAKEK D DENGAN INKONTINENSIA URIN DI PSTW BUDI MULIA 01 CIPAYUNG KARYA ILMIAH AKHIR NERS ELIZABETH H FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 iii

2 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KAKEK D DENGAN INKONTINENSIA URIN DI PSTW BUDI MULIA 01 CIPAYUNG KARYA ILMIAH AKHIR NERS ELIZABETH H FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 iv

3 v

4 HALAMAN PENGESAHAN Karya Ilmiah akhir Ners ini diajukan oleh : Nama : Elizabeth H., S.Kekp NPM : Program Studi : Ners Judul Karya Ilmiah : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Gerontik Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Kakek D Dengan Inkontinensia Urin Di Pstw Budi Mulia 01 Cipayung Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk gelar Ners pada Program Studi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan vi

5 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners (KIA-N) ini. Penulisan KIA-N ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar perawat (Ners) pada Fakultas Ilmu Keperawatan. Saya menyadari bahwa dalam penulisan KIA-N ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan, bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: (1) Ibu Widyatuti, S.Kep., M.Kes., Sp.Kom atas segala pengarahan dan bimbingannya yang telah diberikan selama proses pembuatan KIA-N ini; (2) Bapak Ns. Ibnu Abas., S.kep Selaku penguji dalam sidang KIAN dan memberikan arahan dan masukan untuk KIAN ini (3) Pihak PSTW Budi Mulia 01 Cipayung yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan praktik klinik keperawatan Gerontik kesehatan masyarakat perkotaan; (4) Orangtua saya, G. Hutagaol dan M. Sitompul serta saudara-saudara saya Ando Hutagaol, Ronald, Samuel, Moraliston Sihotang dan Alex Tobing yang telah memberikan bantuan material, moral serta motivasi untuk mengerjakan KIAN ini; dan (5) Sahabat-sahabat kosan Yahya Nuih saya yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KIA-N ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Depok, 7 Juli 2014 Penulis vii

6 viii

7 ABSTRAK Nama : Elizabeth H Program Studi : Profesi Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Gerontik Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Kakek D Denganinkontinensia Urin Di Pstw Budi Mulia 01 Cipayung Inkontinensia urin sering terjadi pada lansia, hal ini berkaitan dengan perubahan secara biologis yaitu penurunan muskoloskeletal, melemahnya otot dasar panggul dan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin, itu sebabnya makin lanjut usia makin besar kecenderungan untuk menderita inkontinensia urin. Karya ilmiah akhir ners ini bertujuan member gambaran masalah inkontinensia di Wisma Flamboyan PSTW Budi Mulia 01 Cipayung, intervensi keperawatan yang paling efektif dilakukan yaitu latihan kegel. Hasil evaluasi menunjukkan kemampuan berkemih lansia semakin baik ketika dilakukan latihan kegel. Kata kunci: Inkontinensia urin, lanjut usia,, Kegel Exercise, Perkemihan. 1

8 10 ABSTRACT Name Study Program : Elizabeth H : Profesional of Nursing Title ` : Clinical Practice Analysis of Urban Problem Health Nursing in Mr. D with Incontinence urine at PSTW Budi Mulia 1 Cipayung Urinary incontinence is common in the elderly, this is related to biological changes that muskoloskeletal decline, weakening of the pelvic floor muscles and the inability of the external sphincter muscle to control the temporary or permanent urinary excretion, which is why the more advanced age greater tendency to suffer from urinary incontinence. Ners end scientific work is aimed at members overview incontinence problems at Wisma Budi Mulia Flamboyan PSTW 01 Cipayung, nursing interventions are most effective do Kegel exercises. Evaluation results show the better ability of the elderly to urinate when do Kegel exercises. Keywords: elderly, incontinence of urine, kegel exercise, urinal.

9 11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSETUJUAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Konsep Lanjut Usia Inkontinensia Urin Penatalalaksanaan Inkontinensia Urin BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA Pengkajian Kasus... 23

10 Analisa Data Rencana Asuhan Keperawatan Implementasi Evaluasi...25 BAB 4 ANALISA SITUASI Profil Lahan Praktik Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait BAB 5 PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Format Pengkajian Individu Keperawatan Kesehatan Lansia Lampiran 2 : Format Pengkajian Morse Fall Scale Lampiran 3 : Jadwal Eliminasi Kakek D perhari Lampiran 4 : Bartel Index Lampiran 5 : Format Pengkajian Berg Balance Test Lampiran 6 : Skala SSI pada saat pengkajian Lampiran 7 : Skala SSI pada saat setelah dilakukan Intervensi

12 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perserikatan Bangsa-bangsa 2011 melaporkan, pada tahun umur harapan hidup adalah 66,4 tahun (dengan persentase pupulasi lanisa tahun 2000 adalah 7,74%. Berdasarkan dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan umur harapan hidup pada tahun 2000 di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan presentase pupulasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun 2010 (dengan presentase pupulasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,95 tahun (dengan presentase pupulasi lansia adalah7,58%). Indonesia termasuk Negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari presentase lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai diatas 7% dari keseluruhan penduduk (Depkes, 2012) Bila ditinjau dari presentase penduduk lansia yang berada diperkotaan sebanyak 7,49% dan tidak jauh dari jumlah lansia yang berada didaerah pedesaan yaitu 9,19 % (RISKESDAS, 2007) dan menurut tipe daerah, persentase lansia yang bekerja di daerah perkotaan (51,46%) lebih tinggi dibandingkan lansia perdesaan (38,99%). Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh jenis pekerjaan di perdesaan bersifat informal yang tidak memiliki persyaratan yang umumnya tidak dapat dipenuhi oleh penduduk lansia, seperti faktor umur dan pendidikan (Sakernas Tahun 2011) Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap kesehatan, lingkungan kota, baik dari segi tatakota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Berbagai dampak dari peningkatan jumlah lansia adalah masalah penyakit degeneratif yang sering menyertai para lansia, bersifat kronis dan multipatologis, serta dalam penanganannya memerlukan waktu lama dan membutuhkan biaya cukup besar (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mencegah perburukan kondisi kesehatan maka dibutuhkan promosi kesehatan dari berbagai profesi kesehatan, termasuk bidang keperawatan.hal tersebut juga

13 15 menunjukkan bahwa peran perawat pada seting perkotaan harusnya lebih ditingkatkan. Lansia adalah periode dimana seseorang telah mengalami kematangan baik dalam ukuran maupun fungsi tubuh. Seseorang dapat dikatakan lansia apabila ia telah mencapai usia diatas 65 tahun (WHO, 2012). Sedangkan menurut Depkes RI (2003), usia lanjut usia yaitu orang yang berusia lebih dari 60 tahun. Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan manusia. Seseorang pada tahap perkembangan lansia mengalami penurunan fisiologis pada berbagai system tubuh yang disebut dengan proses penuaan ( Stanley, 2006). Menua adalah suatu proses yang mengubah manusia dewasa dari keadaan sehat menjadi rapuh dengan berkurangnya cadangan kemampuan system fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan diikuti kematian (Miller, 2003). Lansia mengalami perubahan secara biologis, dimana sel-sel sudah mengalami penurunan sel, terjadi penurunan fungsi panca indra, kulit mengalami penurunan lemak dibawah kulit, sehingga membuat kulit berkurang elastisitasnya, membuat kulit menjadi kriput. Perubahan masalah yang sering terjadi pada lansia yaitu lansia lebih cenderung mengalami inkontinensia dikarenkan otototot yang berperan menahan keluarnya cairan urin dari kandung kemih atau kantung urine menjadi semakin lemah, sehingga tidak dapat menahan keluarnya urine. Hal ini berkaitan dengan perubahan secara biologis yaitu penurunan muskoloskeletal, melemahnya otot dasar panggul dan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin, itu sebabnya makin lanjut usia makin besar kecenderungan untuk menderita inkontinensia urin (Setiati, 2001) WHO menyatakan bahwa inkontinensia urin merupakan salah satu topik kesehatan cukup besar dan diperkirakan lebih dari 200 juta orang diseluruh dunia mempunyai masalah dalam pengontrolan berkemih (Rortveit et al, 2003). Menurut hasil penelitian Brown et al (2006) di Spanyol kemungkinan usia lanjut bertambah besat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur tahun. Pada usia lanjut, masalah inkontinensia urin merupakan masalah yang sering terjadi. Prevalensi inkontinensia urin dalam komunitas orang yang berumur lebih dari 60 tahun berkisar 15-30%..

14 16 Survey inkontinensia urin di Indonesia yang dilakukan oleh Divisi Geriatri di poli Geriatri Dr. sardjito didapatkan angka prevelansi inkontinensia urin sebesar 14,47 % (Setiati & Pramantara, 2007). Survei yang pernah dilakukan hanya di Poliklinik Usia Lanjut RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan angka inkontinensia urin sebesar 10%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 12%, dan semakin meningkat pada tahun 2001 yaitu sebesar 21%, kemudian menurun pada tahun 2002 sebesar 9%, dan naik lagi pada tahun 2003 sebesar 18% (Setiati et all, 2003). Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna, merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit-sedikit (Potter&Perry, 2005). Menurut kozier, 2010 Inkontinensia urin adalah sebuah gejala, bukan sebuah penyakit. Kondisi ini dapat membuat masalah seperti kerusakan kulit dan kemungkinan menyebabkan masalah psikososial seperti rasa malu, isolasi dan menarik diri dari pergaulan sosial. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh (Smeltzer dan Bare, 2000, dalam Setyowati, 2007) bahwa dampak inkontinensia urin sangat besar yaitu perasaan malu, kehilangan kepercayaan diri, dan isolasi sosial. Lansia yang kondisi kesehatannya melemah dapat mengalami disfungsi pada bladder dan bowel (Wilkinson, 2009). Otot vesika urinaria menjadi lemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat. Kandung kemih orang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 450 ml urin sebelum tegangan di dinding kandung kemih untuk mengaktifkan reseptor regang. Makin besar peregangan melebihi ambang ini, makin besar tingkat pengaktifan reseptor. Selain refleks ini dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri (Guyton dan Hall, 2007; Sherwood, 2001). Perubahan fisiologis terkait usia menyebabkan penurunan kapasitas kandung kemih, pengosongan yang tidak tuntas, kontraksi selama pengisian dan penurunan urin residu. Dalam kondisi yang nyaman, lansia mampu menyimpan ml urin, dibandingkan dengan kapasitas tamping urin dalam kandung kemih orang dewasa muda sebanyak ml (Miller, 1999).

15 17 Tipe inkontinensia urin yaitu : inkontinensia dorongan (Urge), inkontinensia total, inkontinensia stress, inkontinensia refleks dan inkontinensia fungsional (Hidayat, 2006). Pada usia lanjut, masalah inkontinensia urin merupakan masalah yang sering terjadi, dan seringkali masalah ini tidak dilaporkan oleh pasien, ini dikarenakan hal yang malu dan tabu ketika diceritakan. Pihak kesehatan, baik dokter maupun perawat terkadang tidak memahami penatalaksanaan pasien inkontinensia urin dengan baik. Padahal masalah inkontinensia ini merupakan masalah kesehatan pada usia lanjut yang dapat diselesaikan (Setiati&Pramantara, 2007). Inkontinensia urin yang berkepanjangan yang tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang salah satunya segi psikologis, ini membuat orang malu untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Identifikasi awal perubahan pada status inkontinensia mampu meningkatkan kualitas perawat dalam manajemen terapi simptomatik, aktivitas menilai status inkontinensia pada lansia adala bentuk interpretasi tindakan yang mempengaruhi pada lansia. Tujuan mengidentifikasi inkontinensia urin pada lansia merupakan sebagai dasar pengelolaan inkontinensia urin pada lansia, memastikan strategi manajemen inkontinensia urin yang akan dilakukan menurut bukti terbaik dan meningkatkan pemeliharaan integritas kulit (Pearce, 2002). Kakek D, adalah klien kelolaan penulis, kakek D, Laki-laki berumur 63 tahun, beragama Islam sudah menikah dan istrinya telah meninggal, Klien merupakan masyrakat urban, dimana kakek D awalnya tinggal dimedan dan akhirnya merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib, klien berpikir bahwa kehidupan di kota, banyak pekerjaan, dan beliau berpikir untuk mengubah nasib. Klien hidup sendiri di Jakarta dan residen juga tidak memiliki saudara.semenjak merantau ke Jakarta, Residen tidak pernah pulang kampung ke Medan dan semenjak itu pula sudah tidak pernah berkontak keluarga baik adiknya atau anaknya. Pekerjaan sebelum masuk panti sosial residen bekerja sebagai pengamen masuk ke Panti Sosial Tresna Werda pada tanggal 1 April 2014, sebelumnya bertempat tinggal

16 18 di kos daerah Pasar Rebo namun karena tidak memiliki uang lagi akhirnya Residen memilih tinggal di pinggir jalan. Selama di Jakarta, Residen pernah bekerja sebagai penjual martabak, penjual es, dan terakhir bekerja sebagai pengamen di pinggir jalan di daerah pasar rebo, Residen dibawa oleh pihak Kamtibmas ketika sedang tidur di pinggir jalan, klien lalu dibawa ke Panti Sosial Tresna Werda. Pada saat pengkajian perkemihan terhadap klien, klien mengeluhkan pernah mengompol 2 kali pada saat setelah bangun pagi dan ketidakmampuannya mencapai toileting, kejadian ini sudah terjadi selama 3 kali semenjak dia berada dipanti, klien juga sangat suka mengkomsumsi kopi, sehari 1kali, terkadang kalau uang klien tidak ada, klien meminum kopi 1 minggu 2-3 kali. Penulis tertarik untuk mendalami masalah keperawatan yang dialami oleh klien, dan tertarik untuk melakukan penatalaksaan berbagai macam tindakan untuk mecegah inkontinensia. Pencegahan masalah perkemihan pada kakek D ini merupakan masalah yang biasa dialami oleh lansia, yang mana terjadinya penurunan kekuatan otot diantaranya otot dasar panggul. Penanganan yang perawat bisa lakukan yaitu dengan cara meningkatkan kekuatan otot-otot dasar panggul dengan melakukan latihan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot dasar panggul. Latihan ini disebut dengan kegel s exercise (Black & Hawks, 2005). Tindakan ini telah terbukti meningkatkan kekuatan otot dan mengurangi inkontinensia urin. Hasil penelitian Smith, et.al (2009) juga membuktikan bahwa latihan otot dasar panggul sangat efektif untuk mencegah inkontinensia urin maupun feses. Selain latihan ini, perawat bisa menggunakan latihan panggul (bladder training). Bladder training bertujuan untuk memperpanjang waktu pengosongan kandung kemih, meningkatkan jumlah cairan yang dapat ditahan dalam kandung kemih, dan mengurangi sense of urgency dan pengeluaran urin yang tidak dirasakan (Family doctor organization, 2004). Latihan ini baik dilakukan kombinasi antara bladder training dan kegel s exercise, dan kombinasi dari latihan ini mampu menurunkan episode inkontinensia urin. (Setyowati, 2007). Selain itu penatalaksanaan pada inkontinensia urin bisa dilakukan dengan cara mengurangi komsumsi kafein dan minum alkohol. (Arya, 2000, dalam Howard, et.al. 2008)

17 19 menyatakan bahwa penelitian membuktikan bahwa inkontinensia urin dapat diatasi dengan mengurangi konsumsi kafein. Howard (2008) juga menyatakan bahwa pasien dengan urgency, frekuensi urin dan urge incontinence mengalami perbaikan setelah menerapkan bladder training dan mengurangi konsumsi kafein. 1.2 Perumusan Masalah Inkontinensia urin pada lanjut usia termasuk masalah kesehatan yang sering terjadi dikalangan lansia, Terjadi perubahan-perubahan fisik salah satunya perubahan sistem perkemihan yaitu inkontinensia urin merupakan salah satu masalah besar yang banyak dialami oleh lansia dan perlu mendapat perhatian khusus seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia. Ketidakmampuan lansia untuk menahan rasa buang air kecil (Inkontinensia) seringkali masalah ini tidak dilaporkan oleh pasien, ini dikarenakan hal yang malu dan tabu ketika diceritakan. Penatalaksaan inkontinensia ini ada beberapa intervensi yang bisa dilakukan, yaitu dengan cara Bladder Training, mengurangi komsumsi kafein serta melalui latihan kegel. Berdasarkan macam-macam tindakan pencegahan inkontinensia ini, penulis tertarik untuk melakukan tindakan seperti diatas dan mengevaluasi latihan yang lebih efektif yang digunakan untuk inkontinensia urin. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan Umum Tujuan umum dalam penulisan ini adalah untuk memberi gambaran asuhan keperawatan yang telah diberikan pada lansia yang mengalami inkontinensia dengan cara melakukan komsumsi kafein, bladder exercise dan Kegel exercise pada lanjut usia di PSTW Budi Mulia 01 Cipayung.

18 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penulisan ini yaitu: Teridentifikasi pengkajian yang telah dilakukan pada lansia yang mengalami inkontinensia Memberikan gambaran tindakan keperawatan yang paling efektif untuk mencegah Inkontinensia terjadi kembali Memberi gambaran evaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada lansia dengan inkontinensia urin sebelum dan sesudah dilakukannya tindakan keperawatan menggunakan Skala SSI 1.4 Manfaat Penulisan Manfaat Aplikasi Hasil penulisan ini dapat bermanfaat bagi perawat khususnya praktek keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan perkemihan yaitu inkontinensia urin melalui beberapa latihan yang akan diajarkan sebagai tindakan dalam mengatasi masalah keperawatan inkontinensia urin Manfaat Keilmuan Hasil penulisan ini dapat menjadi masukan bagi pendidikan dalam proses pembelajaran mahasiswa keperawatan agar diperoleh gambaran dalam mengatasi masalah inkontinensia urin melalui latihan modifikasi Diet, Bladder training dan Kegel Exercise.

19 21 BAB II PEMBAHASAN Tinjauan pustaka merupakan bagian yang mengemukakan dasar-dasar teori, temuan, dan bahan penelitian lain yang dijadikan landasan untuk melakukan penelitian (Alimul, 2003). Dalam bab ini akan diuraikan mengenai konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, konsep Lansia, dan Inkontinensia serta penatalaksanaanya. 2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki delapan karakteristik dan merupakan hal yang penting dalam melakukan praktik (Allender, 2005) yaitu merupakan lahan keperawatan, kombinasi antara keperawatan publik dan keperawatan klinik, berfokus pada populasi, menekankan terhadap pencegahan akan penyakit serta adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri, mempromosikan tanggung jawab klien dan self care, menggunakan pengesahan/pengukuran dan analisa, menggunakan prinsip teori organisasi dan melibatkan kolaborasi interprofesional Masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota. Kepadatan penduduk, masalah yang kompleks, rasiseme dan perbedaan etnik terjadi pada area perkotaan.pengangguaran dan gelandangan lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada pedesaan.kemerosotan dalam hubungan tetangga dihubungkan dengan tingginya angka kriminalitas dan juga isolasi sosial (Srinivasan et al., 2003). Jumlah masyarakat perkotaan bertambah setiap tahunnya ini diperkirakan efek dari arus urbanisasi yang terus meningkat setiap tahunnya. Sehingga, lansia menjadi salah satu golongan masyarakat urban yang banyak di perkotaan, mereka bermukim di perkotaan karena beragam latar belakang. Akibat dari meningkatnya proses

20 22 urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap kesehatan, lingkungan kota, baik dari segi tatakota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Menyimak fenomena urbanisasi, maka akan terus meningkatnya juga jumlah lansia di perkotaan, maka pemerintah daerah perkotaan pun harus segera menyiapkan langkah efektif guna menangani fenomena ini, khususnya dalam bidang kesehatan. Sehingga, seruan WHO dalam Hari Kesehatan Sedunia 2012 menyatakan agar semua pihak melakukan gerakan-gerakan yang menekankan pentingnya memperhatikan pelayanan kesehatan terhadap kalangan lansia, dapat terealisasi dengan baik. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mencegah perburukan kondisi kesehatan maka dibutuhkan promosi kesehatan dari berbagai profesi kesehatan, termasuk bidang keperawatan.hal tersebut juga menunjukkan bahwa peran perawat pada seting perkotaan harusnya lebih ditingkatkan Peran Perawat dalam Keperawatan Kesehatan Perkotaan Peran perawat dalam keperawatan kesehatan komunitas menurut Teeley, et al. (2006) dalam Potter & Perry (2009) adalah sebagai pemberi layanan (care giver) dengan menerapkan proses keperawatan dengan pendekatan berpikir kritis untuk menentukan pilihan, keperawatan individual merawat klien, keluarga dan komunitas untuk meningkatkan keberhasilan jangka panjang dengan membantu membangun suatu komunitas sehat yang aman dan memiliki unsur yang memungkinkan masyarakat untuk mencapai dan mempertahankan kualitas dan fungsi hidup yang tinggi. Kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan kesehatan wilayah kerja perawat, tetapi secara umum kegiatan praktik keperawatan komunitas adalah sebagai berikut pertama yaitu memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga, kelompok khusus baik di rumah (home nursing), di sekolah (school health nursing), di perusahaan, di Posyandu, di Polindes dan di daerah binaan kesehatan masyarakat. Kedua Penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004).

21 Lanjut Usia Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008). Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara tahun. Menua adalah suatu proses yang mengubah manusia dewasa dari keadaan sehat menjadi rapuh dengan berkurangnya cadangan kemampuan system fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan diikuti kematian (Miller, 2003). Lansia adalah periode dimana seseorang telah mengalami kematangan baik dalam ukuran maupun fungsi tubuh. Seseorang dapat dikatakan lansia apabila ia telah mencapai usia diatas 65 tahun (WHO, 2012). Selain itu, seseorang yang telah mencapai tahap lansia dalam hidupnya, cenderung lebih mengalami kemunduran dalam banyak hal baik secara fisik maupun emosional.salah satu kemunduran yang sering terjadi pada lansia adalah stroke yaitu kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian otak (Bruner dan Suddarth, 2000) a. Klasifikasi lansia Klasifikasi lansia menurut Depkes RI 2003 (didalam Maryam, 2008). 1. Pralansia yaitu seorang yang berusia antara tahun. 2. Lansia, yaitu orang yang berusia lebih dari 60 tahun 3. Lansia resiko tinggi, yaitu orang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. 4. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menhasilkan barang/jasa. 5. Lansia tidak potensial, yaitu lanisa yang tidak berdaya mencari nafka, sehingga hidupnya berganting pada bantuan oranglain.

22 24 b. Batasan-batasan lansia menurut WHO (didalam Nugroho, 2008), mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok yaitu: 1. Usia pertengahan (middle age) kelompok usa tahun. 2. Usia lanjut (erderly) kelompok antara usia tahun. 3. Usia lanjut tua (old) kelompok antara usia tahun 4. Usia sangat tua ( very old) kelompok antara usia siatas 90 tahun Fisiologi Berkemih Pusat pengaturan refleks berkembih diatur di medula spinalis segmen sakral.proses berkemih dibagi menjadi 2 fase yaitu fase pengisian dan fase pengosongan.pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas saraf otonomsimpatis yang menyebabkan penutupan katup leher kandung kemih, relaksasi dindingkandung kemih, serta penghambatan saraf parasimpatis. Pada fase pengosongan,aktifitas simpatis dan somatik menutun, sedangkan parasimpatis meningkat sehinggaterjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukanrangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu, fase pengisisandengan kandung kemih berfungsi sebagai reservoar urine yang masuk secara berangsur-angsur dari ureter, dan fase miksi dengankandung kemih befungsi sebagai pompa serta menuangkan urin melalui uretra dalam waktu relatif singkat. Proses berkemih normal melibatkan mekanisme volunter dan involunter.sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah kontrol volunter dandisuplai oleh saraf pudenda, sedangkan m. detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem safar otonom, yang mungkindimodulasi oleh korteks otak. Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisanserosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa dan lapisan mukosa.

23 25 Ketika otot detrusor berelaksasi, pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisankandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor, saraf pelvis, medulaspinalis dan pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketika kandung kemih seseorangmulai terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medulaspinalis ke pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basaldan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisitanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika pengisiankandung kemih berlanjut, rasa penggebungan kandung kemih disadari, dan pusatkortikal (pada lobus frontal), bekerja menghambat pengeluaran urin. Pada usia lansia ini terjadi perubahan dan masalah fisik, biologi dan sosial atau penyakit degenerative yang muncul seiring dengan menuannya seseorang. Perubahan itu terkait jumlah penurunan sel, penurunan fungsi fisik, mental dan sosial (sahar, 2001). Umumnya perubahan yang terjadi perubahan sel, dimana sel pada diri seorang lansia akan menjadi lebih sedikit jumlahnya, terjaid penurunan proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, hato dan jumlah sel otak menurun, dan terganggunya perbaikan sel. Jumlah sel-sel otak berkurang sehingga disertai penurunan fungsi pengindraan seperti fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman. Kulit juga mengalami perubahan karena penurunan lemak dibawah kulit yang menyebabkan hilangnya elastisitas kulit sehingga menjadikan kulit lebih keriput. Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan pinggang, lutut dan jari-jari terbatas, persendian menjadi kaku, tendon mengerut serta atrofi serabut otot (Nugroho, 2008). Perubahan lain yang paling menonjol pada lansia yaitu terjadinya inkontinensia urin karena penurunan kekuatan otot dasar panggul (Hudak& Carolyn, 1997).

24 26 Selain perubahan fisik, lansia juga mengalami perubahan mental dan sosial, perubahan mental yang sering terjadi diantaranya penurunan daya ingat, depresi, akibat menurunnya fungsi organ tubuh oleh karena bertambahnya usia. Pada perubahan sosial lansia dilahat dari lansia itu merasa tidak berguna dan diasingkan, hilang kekuasaan dan pekerjaan. Ini yang membua lansia bisanya menolak untuk bersosialisasi dengan lingkungan (Kuntioro, 2002) 2.3 Defenisi Inkontinensia Urin Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan system saraf tepi didaerah sacrum. Sensasi timbul pada saat volume kandung kemih mencapai ml. Produksi urin pada setiap individu berbeda. Pada umumnya produksi urin seimbang dengan pemasukan cairan, namun ada beberapa faktor yang ikut mendukung jumlah urin dalam satu hari. Umumnya kandung kekmih dapat menampung urin lebih kurang 500ml tanpa terjadi kebocoran, frekuensi berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tak lebih dari 8 kali sehari (Ganong W, 2003). Faktor yang mempengaruhi produksi urin adalah jumlah cairan yang masuk ketubuh, kondisi hormone, saraf sensori perkemihan, kondisi sehat sakit, tingkat aktivitas, sedangkan pola buang air kecil dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang, usia, penggunaan obat-obatan dan pengaruh makanan (Hariyati, 2000). Menurut Potter& Perry, 2005 Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap, klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit sedikit. Inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Secara umum penyebab inkontinensia dapat berupa proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif. Inkontinensia tidak harus dikaitkan dengan lansia (Hidayat, 2006). Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapa pun walaupun kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia.

25 27 Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadi kerusakan pada kulit. Sifat urin yang asam mengiritasi kulit. Pasien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia beresiko terkena luka dekubitus (Potter dan Perry, 2005). Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000). Perubahan ini disebabkan melemahnya otot dasar panggul, terjadinya kontraksi yang abnormal pada kandung kemih yang menimbulkan rangsangan berkemih sebelum waktunya dan meninggalkan sisa, pada pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna bisa mengakibatkan urine didalam kandung kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit sudah merangsang untuk berkemih ( Setiati, 2000) Tipe inkontinensia Urin Ada beberapa tipe dari inkontinensia urin yaitu inkontinensia akut dan Kronis. 1.Inkontinensia Urin Akut Reversibel Inkontinensia ini sering terjadi pada lansia, salah satunya dengan pasien Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Kurangnya mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic

26 28 alfa, analgesic narcotic, psikotropik,antikolinergik dan diuretic.untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat disingkat menjadi DIAPPERS Penyebab-penyebab inkontinensia akut menurut Resnick (1991): D : Delirium/ confusional state I : Infection- Urinary (symptomatic) A : Atrophic urethritis/ vaginitis P : Pharmaceuticals P : Psychological E : Excessive urine output (Cardiac) R : Restricted Mobility S : Stool Impaction 2.Inkontinensia Kronis Ada beberapa tipe dari inkontinensia urin ini yaitu: inkontinensia dorongan, inkontinensia total, inkontinesia stress, inkontinensia refleks, inkontinensia fungsional (Hidayat, 2006). a. Inkontinensia Over Flow Inkontinensia ini terjadi jika retensi menyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik bladder atau obstruksi bagian luar kandung kemih. b. Inkontinensia Stress Menurut Hidayat (2006) inkontinensia tipe ini ditandai dengan adanya urin menetes dengan peningkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering miksi. Inkontinensia ini terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat tidak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada

27 29 urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak. Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi (misalnya dengan Latihan Kegel). Inkontinensia stress ini paling sering ditemukan pada wanita dan dapat disebabkan oleh cidera obstetrik, lesi kolum vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis, fistula, disfungsi detrusor dan sejumlah keadaan lain (Smeltzer, 2001). c. Inkontinensia Urge i Inkontinensia urgensi, adalah pengeluaran urin secara involunter yangv terjadi segera setetelah keinginan berkemih yang keluar muncul (NANDA, 2012). Inkontinensia ini merupakan keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi. Frekuensi miksi menjadi lebih sering dan volume kehilangan urin biasanya kecil sampai sedang tergantung pada volume urin dalam kandung kemih setelah kontraksi dimulai. Inkontinensia tipe ini meliputi 22% dari semua inkontinensia pada wanita (Purnomo, 2008). Beberapa penyebab terjadinya inkontinensia urin dorongan

28 30 disebabkan oleh penurunan kapasitas kandung kemih, iritasi pada reseptor rengangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (inspeksi saluaran kemih), minuman alcohol atau kafein, peningkatan konsentrasi urin, dan distensi kandung kemih yang berlebihan. (Hidayat, 2006). d. Inkontinensia fungsional Inkontinensia ini memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin (Hidayat,2006). Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang menyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi (Smeltzer,2001) Patofisiologi Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika Urinaria (Kandung Kemih) Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar ml. Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara ml. sedangkam menurut miller (1999) Dalam kondisi yang nyaman, lansia mampu menyimpan ml urin, dibandingkan dengan kapasitas tamping urin dalam kandung kemih orang dewasa muda sebanyak ml.berkemih dapat ditundas 1-2 jam sejak

29 31 keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontrasi dan sfingter internal dan sfingter ekternal relaksasi,yang membuka uretra. pada orang dewasa muda hamper semua urine dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya retensi urine. Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya kontrasi kandung kemih tanpa disadari. Pada wanita yang lanjut usia, terjadi penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar (Stanley M & Beare G Patricia, 2006). Inkontinensia pada usia lanjut terjadi karena adanya penurunan otot dasar panggul. Proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih di sacrum, jalur aferen yang akan membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis ( Darmojo, 2000), pada pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui kerja saraf parasmpatis serta saraf simpatis dan somatic yang mempersarafi otot dasar panggul. Setiati (2011) nenyatakan pengosongan kandung kemih melalui persyarafan koligernik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkankan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika korteks serebri menekan pusat penghambatan maka akan timbulnya rasa ingin berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin. Karena dengan kerusakan dapat menganggu koordinasi antara kontraksi kandung kemih dan ralaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia.

30 Penatalaksanaan Inkontinensia Urin Penatalaksanaan inkontinensia dengan menggunakan tindakan non farmakologis dapat dilakukan dengan cara menggunakan terapi perilaku dengan cara pengaturan makanan dan minuman, bladder training, penguatan otot panggul. Pasien Pengurangan komsumsi Kafein Pengubahan jenis makanan dan minuan dengan cara membatasi minuman yang mengandung kafein. Kafein dapat mengiritasi kandung kemih dan meningkatkan frekuensi untuk berkemih yang akan memperburuk inkontinensia (Parker, 2007). Hal yang sama disampaikan oleh Arya, et.al, 2000 dalam Howard, 2008 menyatakan bahwa penelitian membuktikan bahwa inkontinensia urin dapat diatasi dengan mengurangi konsumsi kafein. Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan inkontinensia urin dan overactive bladder menunjukkan ada hubungan antara gejala inkontinensia urin dengan konsumsi kafein sehingga pasien dengan inkontinensia urin dan overactive bladder direkomendasikan untuk mengurangi konsumsi kafein tidak lebih dari 200 mg/dl. Howard, et al. (2008) juga menyatakan bahwa pasien dengan urgency, frekuensi urin dan urge incontinencemengalami perbaikan setelah menerapkan bladder training dan mengurangi konsumsi kafein. Menurut Newman (2004, dalam Howard, et.al. 2008) kafein dan alkohol yang terdapat dalam makanan dan minuman dapat menyebabkan diuresis atau iritasi kandung kemih yang berkontribusi terhadap overactive bladder Bladder training Latihan ini merupakan sebagai salah satu upaya mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan dan mengembalikan pola buang air kecil dengan menghambat atau merangsang keinginan buang air kecil (Lutfie,2008). Bladder training merupakan tindakan yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari inkontinensia. Bladder training banyak digunakan untuk menangani inkontinensia urin di komunitas.

31 33 Metode bladder training dengan jadwal berkemih dapat dilakukan dengan cara membuat jadwal berkemih setiap bangun pagi, setiap dua jam pada siang dan sore hari, setiap empat jam pada malam hari dan sebelum tidur malam. Memberikan cairan sesuai kebutuhan 30 menit sebelum waktu berkemih, membatasi minum ( cc) setelah makan malam. Kemudian secara bertahap periode waktu berkemih dapat ditambah. Tujuan dari bladder training (melatih kembali kandung kemih) adalah mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih dan untuk mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal (Perry dan Potter, 2005) Latihan Kegel (latihan pengencangan otot dasar panggul) Latihan ini merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara berulang-ulang untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat membantu memperkuat otot dasar panggul. Penuaan menyebabkan penurunan kekuatan otot diantaranya otot dasar panggul, yang berfungsi untuk menjaga stabilitas organ panggul secara aktif serta mengendalikan dan mengontrol defekasi dan berkemih (Pudjiastuti & Utomo, 1997). Melatih kegel dilakukan dengan caram melakukan kontraksi pada otot pubococcygeus dan menahan kontraksi tersebut dalam hitungan 10 detik, dan kontraksi dilepaskan. Pada tahap awal bisa dimulai dengan menahan kontraksi selama 3 hingga 5 detik. Latihan ini bisa dilakukan secara bertahap supaya otot semakin kuat, latihan ini diulang 10 kali setelah itu mencoba berkemih dan menghentikan urin ditengah (Johnson, 2002). Ford Martin (2002) yang meneliti pengaruh Kegel exercise dan bladder training terhadap inkontinensia urin. Penelitian ini menyatakan bahwa latihan Kegel yang dilakukan 15 menit setiap hari selam 4 6 minggu dan bladder training selama 3 12

32 34 minggu dapat menurunkan keluhan inkontiensia. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Northrup (dalam Craven & Hirnle) bahwa wanita yag melakukan Kegel exercise secara konsisten dan benar selama satu bulan hasilnya sangat memuaskan dan dapat mengatasi masalah inkontinensia urin. Smith, et al. (2009) yang meneliti tentang efek latihan otot dasar panggul terhadap bladder training terhadap inkontinensia urin yang membandingkan wanita dengan inkontinensia urin yang dilakukan bladder training dan yang tidak dilakukan bladder training tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Tetapi kombinasi Kegel s exercise dan bladder training yang dilakukan pada 125 wanita yang dibagi menjadi dua kelompok yang ditraining dan latihan secara mandiri menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dan signifikan secara statistik. Secara kualitatif juga diperoleh data meningkatnya persepsi responden tentang peningkatan kualitas hidup Hal ini diungkapkan oleh Wallace (2006)

33 35 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA Bab ini akan membahas asuhan keperawatan meliputi pengkajian, analisa data implementasi dan evaluasi yang diberikan kepada lansia yang mengalami inkontinensia sebagai kasus kelolaan utama penulis. 3.1 Pengkajian Kasus Klien, Laki-laki 63 tahun, beragama Islam sudah menikah dan istrinya telah meninggal, Klien merupakan anak ke 1 dari 3 bersaudara. Semua saudara klien tinggal di Medan. Kedua orang tua Klien sudah lama meninggal dan sudah lama tidak berhubungan lagi dengan keluarganya di Medan yaitu sejak klien merantau ke Jakarta, dan klien juga tidak memiliki saudara di Jakarta. Sejak istri kedua meninggal, klien memilih untuk hidup sendiri. Semenjak merantau ke Jakarta, Klien tidak pernah pulang kampung ke Medan dan semenjak itu pula sudah tidak pernah berkontak keluarga baik adiknya atau anaknya. Pekerjaan sebelum masuk panti sosial klien bekerja sebagai pengamen masuk ke Panti Sosial Tresna Werda pada tanggal 1 April Klien dibawa oleh pihak Kamtibmas ketika sedang tidur di pinggir jalan, sebelumnya bertempat tinggal di kos daerah Pasar Rebo namun karena tidak memiliki uang lagi akhirnya Klien memilih tinggal di pinggir jalan. Klien berasal dari Medan, merantau ke Jakarta sejak tahun Klien menikah 2 kali. Pernikahan pertama tahun 1975 dan berakhir cerai tahun Dari istri pertama Klien memiliki satu anak perempuan yang saat ini tinggal di Medan. Kontak terakhir dengan anak dan istri pertamanya yaitu tahun Klien kemudian menikah lagi tahun 2005 dengan perempuan asal Semarang. Istri kedua Kakek sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena sakit thyfoid. Dari istri kedua ini klien tidak memiliki anak. Selama di Jakarta, Klien pernah bekerja sebagai penjual martabak, penjual es, dan terakhir bekerja sebagai pengamen di pinggir jalan di daerah pasar rebo.

34 36 Kondisi emosi klien termasuk mudah diajak untuk berkomunikasi dengan baik. Menurut beberapa teman klien yang tinggal satu wisma dengannya, klien termasuk seorang yang pendiam, tidak banyak berbicara dengan yang lain, namun tetap dapat diajak ngobrol. Pembawaan Klien cukup tenang dan pendiam Riwayat Kesehatan Klien dua tahun lalu didiagnosa diabetes mellitus dengan nilai gula darah waktu itu 235 mg/dl.. Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu (18/04/2014) 205 mg/dl. Saat ini rutin mengkonsumsi obat Glibenklamid 1mg/hari. Hasil pemeriksaan tekanan darah 130/80 mmhg. Hasil wawancara dengan klien, mengatakan ketika bangun pagi tiba-tiba celananya sudah basah dan tidak terasa sudah mengompol dan mengatakan ketidakmampuan mencapai toileting pada saat berkemih, klien mengatakan tidak memberitahu masalah ini ke petugas panti, karena menurut klien, dia mampu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan malu kalau memberitahu sama petugas. Pada saat penulis melakukan pemeriksaan Bladder, terlihat pada saat penampung urin, jumlah uriin output 1000ml, warna kuning, klien banyak kencing, dan pada saat pemeriksaan kandung kemih, tidak adanya tanda pembesaran dan tidak ada nyeri tekan. Perilaku klien terlihat sering minum kopi pada siang hari dan sehari-hari tampak tidak bersemangat dan malas melakukan kegiatan/aktivitas. Berdasarkan wawancara dengan petugas panti mengatakan bahwa memang benar klien tidak pernah melaporkan kejadian masalah inkontinensia yang telah dialami klien. Petugas mengatakan, bahwa klien malas mandi, penampilan tidak bersih dan kulitnya mengalami gatal-gatal. Hasil pengkajian dan rekam medis juga didapatkan keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit DM, Stroke, dan masalah pernafasan.

35 Kebiasaan Sehari-hari Klien Hasil obeservasi didapatkan sehari-hari klien makan 3x/hari yang disediakan oleh pihak PSTW Budi Mulia. Makan pagi Klien pukul 07.00, makan siang pukul 11.00, dan makan sore pukul Makan selalu habis bahkan terkadang menambah porsi jika ada makanan tersisa. Makanan yang disediakan panti sudah memenuhi standar gizi yaitu nasi, sayur, lauk pauk, dan buah yang bervariasi setiap waktu makan. Jika malam hari, Klien merasa lapar dan mengatasinya dengan minum atau mengemil biskuit yang berasal dari teman-teman sewisma. Berdasarkan pola minum klien terlihat sering minum kopi biasanya 1 gelas perhari, biasanya klien mendapatkan kopi dari setiap pengunjung yang memberikan uang, dan kalau tidak ada uang minta dengan teman-temannya yang sedang minum kopi, sedangkan minum air putih ± 7 gelas sehari, klien mengatakan sering merasa haus. Kegiatan sehari-hari klien terlihat hanya mengikuti kegiatan yang diadakan di panti. Klien mengatakan sebenarnya tidak betah di panti. Klien tampak tidak antusias dan tidak termotivasi melakukan aktivitas sehari-hari.. Selain itu, Klien lebih sering terlihat duduk merokok di kurai halman atau rebahan di kamar tidur. Klien juga termasuk jarang berinteraksi dengan teman wisma. Setiap hari Klien juga selalu mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pihak panti. Jika ada senam atau panggung gembira Klien selalu mengikuti acara tersebut. Hanya kegiatan pengajian saja yang jarang diikuti oleh Klien dengan alasan segan untuk ikut pengajian. Pada saat panggung gembira, Klien mengatakan tidak pernah menyanyi ataupun berjoget, Klien hanya menikmati dan melihat teman-temannya yang bernyanyi dan berjoget saja. Saat senam, Klien mengikuti gerakan-gerakan senam sambil duduk, karena kondisi kakinya yang menyebabkan dia untuk mengikuti gerakan senam dengan berdiri. Klien mengatakan kadang pada pagi hari jalan pagi mengelilingi panti sebanyak 2 kali. Tidak ada masalah dalam eliminasi klien, klien mandiri dan BAB lancar setipa satu atau dua hari sekali, tidak nyeri saat BAB.. Klien mengatakan BAB lancar, tidak keras, satu kali di pagi hari. Klien sering makan buah karena pihak panti selalu menyediakan buah. Jika makan buah, maka BAB klien akan lancer. Untuk BAK klien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan meningkat diberbagai bidang di Indonesia telah mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Salah satu outcome atau dampak dari

Lebih terperinci

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penuaan populasi (population aging) merupakan fenomena yang telah terjadi di seluruh dunia, istilah ini digunakan sebagai istilah bergesernya umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel 5.1

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel 5.1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Berikut ini disajikan deskripsi sampel berdasarkan umur dan indeks massa tubuh pada Tabel 5.1:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang mana keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

: ENDAH SRI WAHYUNI J

: ENDAH SRI WAHYUNI J PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN PELVIC FLOOR MUSCLE TREATMENT (PFMT) SECARA INDIVIDU DAN BERKELOMPOK TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode dewasa akhir atau usia tua. Lansia merupakan bagian dari anggota

BAB I PENDAHULUAN. periode dewasa akhir atau usia tua. Lansia merupakan bagian dari anggota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk lanjut usia (lansia) merupakan penduduk yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta INKONTINENSIA URIN Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta Inkontinensia urin dapat terjadi pada segala usia Asia Pasific

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua (aging process) adalah akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Overactive Bladder Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Overactive Bladder Definisi Overactive

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perawat 1. Pengertian Peran Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode (Udjianti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan dan teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah mengompol, sudah tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada peningkatan usia harapan hidup (life expectancy) seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut definisi WHO tahun 2005, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI 1 Didit Damayanti, 2 Linda Ishariani STIKES PARE KEDIRI Email: didit.damayanti@ymail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami proses penuaan di dalam kehidupannya. Menurut Padila (2013), proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang di mulai sejak permulaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua pada manusia pada hakekatnya merupakan proses yang alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi maupun psikologi. Kemunduran

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya umur harapan hidup (life

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan bangsa adalah dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu kondisi klinis yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di kawasan Asia Tenggara penduduk yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 62 tahun pada negara berkembang dan 79 tahun pada negara maju (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. 62 tahun pada negara berkembang dan 79 tahun pada negara maju (WHO, 2015). 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan terjadinya peningkatan usia harapan hidup (UHH) penduduk (Kemenkes RI, 2014). Usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini secara ekonomi biaya tahunan untuk perawatan kesehatan lansia cukup tinggi. Biaya ini semakin meningkat apabila usia harapan hidup bertambah. Olahraga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran, dimana penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur-angsur turun, dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: RITA SUNDARI

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: RITA SUNDARI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PROSES PENUAAN TERHADAP TINGKAT KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN GANGGUAN ELIMINASI DI KELURAHAN SEWUKAN MAGELANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: RITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inkontinensia Urin 2.1.1 Definisi Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter &Perry, 2010). Sedangkan organisasi kesehatan dunia WHO 2012 dalam Nugroho (2012) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lanjut usia yang berusia antara tahun, danfase senium yaitu lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lanjut usia yang berusia antara tahun, danfase senium yaitu lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari fase prasenium yaitu lanjut usia yang berusia antara 55-65 tahun, danfase senium yaitu lanjut usia

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN No.Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) I Hari pertama Senin/17 Juni 09.00-10.30 1. Mengkaji kemampuan secara fungsional

Lebih terperinci

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE Disusun oleh : 1. Amalia Nurika P17320312005 2. Mirza Riadiani Surono P17320312041 Tingkat II A POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training.

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat memiliki peranan penting dalam melakukan perawatan pasien yang terpasang kateter. Selama kateter urin terpasang, otot detrusor kandung kemih tidak secara aktif

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan juga dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER Curriculum Vitae Name: Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Education: FKUI tahun 1980 Pasca Sarjana Spesialis Obstetri Ginekologi FKUI tahun 1987 Konsultan Uroginekologi tahun 2003 Working Experience: 1989

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanjut Usia 2.1.1. Definisi Menua adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan dalam hal biologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 74 tahun, lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak kemajuan dari ilmu teknologi dan ilmu pengetahuan, terutama dibidang kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu melenyapkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ditandai oleh penduduk dunia yang mengalami pergeseran pola pekerjaan dan aktivitas. Dari yang sebelumnya memiliki pola kehidupan agraris berubah menjadi

Lebih terperinci

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH Disusun Oleh : NILA NOPRIDA S. Kp NIM : 2014-35-020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015 Booklet Edukasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13 Tahun 1998). Secara biologis penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa lansia. Keberhasilan pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci