Pendahuluan. Deskripsi Rencana Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan C4. Penyimpanan sementara abu batubara. Batas Waktu Kajian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pendahuluan. Deskripsi Rencana Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan C4. Penyimpanan sementara abu batubara. Batas Waktu Kajian"

Transkripsi

1 Pendahuluan No Deskripsi Rencana Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan C4. Penyimpanan sementara abu batubara Dampak Penting Hipotetik 1. Penurunan kualitas udara ambien Batas Waktu Kajian Justifikasi/Argumen Penentuannya ±1 tahun Rentang terjadinya dampak ±25 tahun selama kegiatan penyimpanan sementara abu batubara berlangsung, namun prakiraan dampak dibatasi ±1 tahun sejak penyimpanan sementara abu batubara beroperasi, hal tersebut dikarenakan kegiatan Penyimpanan sementara abu batubara bersifat rutin selama ±25 tahun operasi penyimpanan batubara, dengan asumsi tidak ada perubahan kapasitas, perubahan lingkungan dan atau kegiatan baru. Dengan demikian prakiraan dampak cukup diprakirakan di satu tahun pertama saja. Diperkirakan dampak terjadi di tahun (Skenario penyimpanan akan sama dengan yang terjadi pada PLTU unit-1 dimana TPS hanya digunakan saat kondisi darurat saja seperti pada libur Lebaran dimana truk tidak boleh beroperasi di jalan raya). 2. Gangguan penyakit ±1 tahun Rentang terjadinya dampak ±25 tahun selama kegiatan penyimpanan sementara abu batubara berlangsung, namun prakiraan dampak dibatasi ±1 tahun sejak penyimpanan sementara abu batubara beroperasi, hal tersebut dikarenakan kegiatan Penyimpanan sementara abu batubara bersifat rutin selama ±25 tahun operasi penyimpanan batubara, dengan asumsi tidak ada perubahan kapasitas, perubahan lingkungan dan atau kegiatan baru. Dengan demikian prakiraan dampak cukup diprakirakan di satu tahun pertama saja. Diperkirakan dampak terjadi di tahun Perubahan persepsi masyarakat ±1 tahun Rentang terjadinya dampak ±25 tahun selama kegiatan penyimpanan sementara abu batubara berlangsung, namun prakiraan dampak dibatasi ±1 tahun sejak penyimpanan sementara abu batubara beroperasi, hal tersebut dikarenakan kegiatan Penyimpanan sementara abu batubara bersifat rutin selama ±25 tahun operasi penyimpanan batubara, dengan asumsi tidak ada perubahan kapasitas, perubahan lingkungan dan atau kegiatan baru. Dengan demikian prakiraan dampak cukup diprakirakan di satu tahun pertama saja. Diperkirakan dampak terjadi di tahun Adendum Andal dan RKL-RPL 1-65

2 ADENDUM ANDAL DAN RKL RPL Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1x MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon Oleh PT Cirebon Energi Prasarana BAB II DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL PT CIREBON ENERGI PRASARANA Wisma Pondok Indah Tower 3, Lt. 25 Jl. Sultan Iskandar Muda, Kav. V TA, Pondok Indah, Jakarta Selatan Telp : , Fax : amdal@cepr.co.id

3 2.0 DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Berdasarkan dokumen AMDAL, rona lingkungan hidup awal yang ditampilkan disesuaikan dengan Dampak Penting Hipotetik (DPH) dan beberapa parameter yang mendukung. 2.1 GEO FISIK KIMIA Iklim Kondisi iklim sekitar tapak proyek PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW diperoleh dari data sekunder hasil pencatatan yang dilakukan oleh Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara Cakrabhuwana Penggung Kabupaten Cirebon dalam periode 10 tahun ( ). Pemilihan stasiun meteorologi tersebut karena merupakan stasiun meteorologi terdekat dari tapak proyek yaitu berjarak ±9 km dari lokasi rencana PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW sehingga dianggap cukup mewakili wilayah studi. Berdasarkan data klimatologi yang diperoleh, dapat diketahui jenis klasifikasi iklim di wilayah studi. Seperti pada umumnya wilayah Indonesia, keadaan iklim di Kabupaten Cirebon ditandai dengan adanya bulan kering dan bulan basah. Bulan kering menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm per bulan dan bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm per bulan. Tipe iklim dan curah hujan dapat ditentukan melalui perhitungan dengan mengunakan data curah hujan suatu wilayah. Sebagai dasar penggolongan iklim Schmidt dan Ferguson adalah menggunakan rasio Q yaitu perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah. Seperti terlihat dalam Tabel 2-1 bahwa selama periode 10 tahun ( ), tercatat sebanyak 27 bulan kering dan 66 bulan basah. Berdasarkan data bulan kering dan bulan basah tersebut, maka nilai Q diperoleh sebesar 40,9% (<60%) sehingga iklim di wilayah studi menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson tergolong tipe iklim golongan C (beriklim agak basah) Curah hujan Data curah hujan selama 10 tahun yang diperoleh dari Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara Cakrabhuwana Penggung Cirebon, menunjukkan nilai rata rata curah hujan bulanan tertinggi di Kabupaten Cirebon adalah 437,3 mm/bulan yang terjadi pada bulan Januari. Sedangkan nilai rata-rata curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus, yaitu sebesar 16 mm/bulan Selama periode sepuluh tahun ( ) terdapat kecenderungan bahwa musim hujan di wilayah ini terjadi pada bulan November hingga Mei dengan nilai curah hujan maksimal terjadi pada bulan Januari hingga Februari. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai dengan Oktober dengan nilai rataan curah hujan berkisar antara 16,0-167,5 mm/bulan. Periode terkering di Kabupaten Cirebon terjadi pada bulan September, dimana pada bulan tersebut selama periode sepuluh tahun terakhir, terdapat enam tahun tanpa adanya hujan. Untuk jumlah hari hujan rata-rata bulanan tertinggi adalah 28 hari yang terjadi pada Januari 2014 sedangkan hari hujan rata-rata terendah adalah 1 hari yaitu terjadi pada Juli (2006, 2009 dan 2012), Agustus (2008, 2013 dan 2014), Oktober (2012) dan September (2013). Data selengkapnya mengenai curah dan hari hujan ditunjukkan pada Tabel 2-1 dan Gambar 2-1. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-1

4 Tabel 2-1 Curah hujan dan hari hujan rata-rata bulanan periode di Kabupaten Cirebon. Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH BT BT BT BT BT BT BT BT Rerata BK BB Sumber: Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara CakraBhuwana Penggung, Keterangan: CH= Curah Hujan (mm/bulan) HH= Hari Hujan (hari/bulan) BK= Bulan Kering BB= Bulan Basah (-)= Tidak ada hujan BT=Data belum tersedia Adendum Andal dan RKL-RPL 2-2

5 Curah Hujan (mm/bulan) Hari Hujan (hari/bulan) Tinngi hujan (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des CH HH Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah hujan (a) Rata-rata bulanan curah dan hari hujan (b) Jumlah tinggi hujan Gambar 2-1 Grafik curah hujan periode Temperatur udara Temperatur udara adalah komponen iklim yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sudut datang sinar matahari, lamanya penyinaran matahari, ketinggian lokasi, kecerahan atmosfer dan jarak ke laut. Berdasarkan data temperatur udara di Stasiun Meteorologi Bandar Udara Cakrabhuwana Penggung di Kabupaten Cirebon selama tahun 2006 hingga 2015 (Gambar 2-2), diketahui bahwa temperatur udara rata-rata minimum bulanan berkisar antara 23,2-25,2 C, temperatur udara rata-rata maksimum bulanan berkisar antara 31,0-34,6 C, dan temperatur udara rata-rata bulanan berkisar antara 27,1-30,0 C Temperatur Udara ( C) Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Suhu Min Suhu Maks Suhu Rataan Gambar 2-2 Temperatur minimum, maksimum dan rata-rata bulanan ( ). Temperatur udara rata-rata bulanan terendah di Kabupaten Cirebon terjadi pada bulan Pebruari 2008 yakni 26,3 C. Temperatur udara rata-rata bulanan terendah di wilayah ini selama kurun waktu sepuluh tahun terjadi pada bulan Juli (23,2 C). Temperatur udara rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Oktober yakni 34,6 C. Data selengkapnya mengenai temperatur udara di Kabupaten Cirebon ditunjukkan pada Tabel 2-2 berikut ini. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-3

6 Tabel 2-2 Temperatur minimum, maksimum dan rata-rata bulanan ( ). Bulan Parameter Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Rata-Rata Min 23,3 24,2 23,7 24,1 24,2 24,5 24,0 24,3 23,9 24,1 Rata-Rata Maks 30,3 31,7 31,2 30,8 31,5 31,0 31,0 30,8 29,9 31,5 Rata-Rata 26,6 27,6 27,3 27,0 27,2 27,2 27,3 27,2 26,5 27,1 Rata-Rata Min 23,2 23,8 23,7 23,8 24,7 23,9 24,1 24,5 23,8 24,1 Rata-Rata Maks 31,3 30,4 29,4 30,3 31,6 31,2 31,5 31,7 30,8 31,5 Rata-Rata 27,2 26,9 26,3 26,8 27,5 27,1 27,4 27,8 26,9 27,0 Rata-Rata Min 23,7 23,9 23,6 23,9 24,6 23,9 24,2 24,4 24,2 24,1 Rata-Rata Maks 31,5 31,1 30,9 31,9 32,2 31,6 31,5 32,0 32,1 31,9 Rata-Rata 27,1 27,1 27,1 27,7 28,1 27,3 27,6 27,9 27,6 27,5 Rata-Rata Min 23,6 24,4 23,8 24,2 24,8 24,2 24,5 25,0 24,6 24,4 Rata-Rata Maks 31,8 31,8 31,3 32,3 32,1 31,6 32,3 31,8 32,7 31,9 Rata-Rata 27,5 27,6 27,4 28,2 32,1 27,5 28,1 28,0 28,3 27,6 Rata-Rata Min 23,6 24,5 23,6 24,5 24,8 24,4 24,6 24,8 25,2 24,1 Rata-Rata Maks 32,1 32,2 32,1 32,0 32,2 32,3 32,4 32,0 32,8 32,3 Rata-Rata 27,9 28,1 27,9 28,0 32,2 28,1 28,7 28,1 27,6 28,3 Rata-Rata Min 22,3 23,8 23,4 24,2 24,8 24,0 23,7 24,5 24,6 23,4 Rata-Rata Maks 32,0 31,9 32,0 32,3 31,6 32,6 32,5 32,0 32,2 33,4 Rata-Rata 27,7 28,0 28,0 28,0 27,9 28,0 28,4 28,1 28,2 28,7 Rata-Rata Min 22,4 23,0 22,3 23,5 24,4 23,2 22,7 24,0 23,8 23,0 Rata-Rata Maks 32,2 32,1 31,3 32,7 31,9 32,3 33,0 31,8 31,9 32,6 Rata-Rata 27,4 27,7 28,0 28,1 27,7 28,2 28,6 28,0 27,8 27,3 Rata-Rata Min 22,2 23,4 23,4 23,8 24,6 23,0 22,7 23,9 23,7 23,0 Rata-Rata Maks 32,5 32,8 32,8 33,5 32,9 33,2 33,5 33,5 32,7 33,0 Rata-Rata 27,9 28,5 28,3 28,2 28,7 28,9 28,7 28,7 28,2 27,3 Rata-Rata Min 22,6 24,0 25,1 25,1 24,6 24,0 24,1 24,8 23,8 BT Rata-Rata Maks 33,8 34,3 33,7 35,7 32,0 34,3 34,7 34,5 34,6 BT Rata-Rata 28,5 29,4 29,8 30,3 28,2 29,4 29,6 29,7 29,3 BT Rata-Rata Min 25,1 25,0 24,6 26,6 24,6 25,7 25,9 25,4 25,2 BT Rata-Rata Maks 35,1 34,3 34,1 35,7 32,3 35,0 34,6 34,7 35,5 BT Rata-Rata 30,2 29,8 29,7 30,7 28,4 30,1 30,7 30,4 30,2 BT Rata-Rata Min 25,7 24,4 24,8 25,6 24,7 25,0 26,0 24,9 25,7 BT Rata-Rata Maks 34,4 33,4 32,3 34,0 32,1 32,8 34,1 33,7 34,9 BT Rata-Rata 30,1 28,9 28,6 29,5 28,3 28,9 29,8 29,2 29,8 BT Rata-Rata Min 24,8 24,3 24,2 25,2 24,2 24,6 24,7 24,7 24,7 BT Rata-Rata Maks 32,4 31,2 30,7 32,8 31,3 32,2 31,8 31,5 32,3 BT Rata-Rata 28,4 27,8 27,1 28,6 27,6 28,1 28,1 27,6 27,9 BT Sumber: Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara CakraBhuwana Penggung, Keterangan: Satuan temperatur dalam ºC; BT= Data belum tersedia Kelembaban udara relatif (RH) Kelembaban udara relatif (RH) merupakan salah satu variabel fisika atmosfer yang menggambarkan perbandingan antara tekanan udara aktual dan tekanan udara jenuh. Kelembaban udara relatif ini dapat menggambarkan kuantitas kandungan uap air yang berada di Adendum Andal dan RKL-RPL 2-4

7 suatu lokasi tertentu. Berdasarkan data RH selama sepuluh tahun ( ) (Gambar 2-3) kondisi RH di Kabupaten Cirebon berkisar antara 65-85%, dimana RH terendah terjadi pada bulan September sedangkan tertinggi di bulan Pebruari. Tingkat kelembaban relatif ini berkaitan erat dengan temperatur udara dan perubahan musim. Pada musim kemarau yang berlangsung pada bulan Juni hingga Oktober, kelembaban relatif cenderung rendah yakni 67%, sedangkan pada musim hujan, kelembaban relatif akan meningkat kembali. Kelembaban Relatif (%) Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Rata-rata RH Gambar 2-3 Grafik kelembaban relatif rata-rata bulanan ( ). Seperti halnya temperatur udara, RH juga termasuk sebagai salah satu unsur iklim yang mempengaruhi proses distribusi pencemar udara. Nilai RH yang rendah akan menyebabkan konsentrasi polutan di atmosfer meningkat. Nilai RH yang rendah dikarenakan tekanan udara aktual yang rendah sehingga tidak memungkinkan polutan bergerak lebih luas dalam udara untuk terjadinya pengenceran (dilution). Akibatnya kadar polutan tetap tinggi pada suatu tempat di udara tersebut. Data selengkapnya mengenai RH di Kabupaten Cirebon ditunjukkan pada Tabel 2-3 berikut ini. Tabel 2-3 Kelembaban relatif rata-rata bulanan ( ). Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des BT BT BT BT Rata-rata Sumber: Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara CakraBhuwana Penggung, Keterangan: Satuan kelembaban dalam %; BT= Data belum tersedia Tekanan Udara Data tekanan udara yang diperoleh dari Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara Cakrabhuwana Penggung Cirebon adalah untuk periode tujuh tahun terakhir yakni pada rentang tahun Adendum Andal dan RKL-RPL 2-5

8 Tekanan udara bulanan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan September yaitu sebesar 1.012,4 mb sedangkan tekanan udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 1.009,9 mb (Gambar 2-4). Fluktuasi tekanan udara rata-rata bulanan disajikan pada Tabel Tekanan (mbar) Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Tekanan Gambar 2-4 Grafik tekanan udara rata-rata bulanan ( ). Tabel 2-4 Tekanan udara rata-rata bulanan ( ). Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des , ,2 1011,1 1010,5 1011,8 1012,3 1012,2 1012,4 1012, , , ,7 1011,4 1009,7 1011,4 1011,3 1011,7 1011,4 1010, , ,2 1009,8 1009,7 1010, ,2 1011,9 1012,1 1012,7 1011,2 1010,1 1009, , ,8 1011,5 1010,4 1011,3 1011,5 1012,8 1012,9 1011,8 1010,7 1009, ,5 1009,6 1011,2 1010,2 1010,4 1009,3 1010,8 1011,8 1012,1 1012,4 1010,2 1009, ,7 1010,9 1011,6 1011,1 1011,3 1010,8 1012,1 1012, ,5 1011,3 1010, ,6 1011,7 1012,1 1010,9 1011,7 1011,4 1012,6 1012,9 BT BT BT BT Rata-rata Sumber: Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara CakraBhuwana Penggung, Keterangan: Satuan tekanan udara dalam milibar (1 mbar = mmhg); BT= Data belum tersedia Arah dan kecepatan angin Lokasi kegiatan pembangunan PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW terletak pada dataran rendah pantai, oleh karena itu dapat menimbulkan variasi kondisi meteorologis wilayah studi. Permukaan air laut yang luas akan menyebabkan suhu udara di atasnya berbeda dengan suhu udara di permukaan tanah. Di siang hari, suhu udara di atas permukaan air laut akan terlambat memanas dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah. Dengan demikian pada siang hari, tekanan udara di atas daratan menjadi lebih rendah sehingga angin bergerak dari laut ke darat. Di malam hari, hal sebaliknya terjadi, yaitu tekanan udara di atas daratan lebih tinggi daripada tekanan udara di atas laut sehingga angin akan bertiup dari daratan ke laut. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-6

9 Tabel 2-5 Arah dan kecepatan angin rata-rata bulanan di Kabupaten Cirebon ( ). Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* Ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* Tahun Jul Agt Sep Okt Nop Des ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* Ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* ff ddd ff* ddd* Sumber: Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara CakraBhuwana Penggung ( ). Keterangan: ff = Kecepatan rata-rata (knot); ff* = Kecepatan maksimal (knot); ddd = Arah terbanyak/dominan ( ); ddd* = Arah pada waktu kecepatan maksimal ( ); (-) = Data belum tersedia. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-7

10 Data arah dan kecepatan angin yang digunakan merupakan ekstraksi pengukuran arah dan kecepatan angin per-bulan selama 10 tahun ( ) di Stasiun Meteorologi Bandar Udara Cakrabhuwana Penggung, Kabupaten Cirebon (Tabel 2-5). Berdasarkan data tersebut, digambarkan arah dan kecepatan angin dalam bentuk windrose sebagaimana Gambar 2-5. Windrose tersebut dibagi menjadi delapan arah mata angin. Panjang tiap cabang pada windrose sebanding dengan frekuensi pemunculan dalam rentang kecepatan angin di arah tersebut, sedangkan ketebalan segmen menunjukkan frekuensi kecepatan angin. Berdasarkan pengolahan data windrose (blowing from) selama periode , arah angin berasal dari arah timur, timur laut, selatan, barat laut dan utara dengan resultan arah angin dari timur laut (38 ) dan kecepatan angin rata-rata sebesar 3,18 meter/detik. Terdapat 3,4% dari periode perekaman data, kecepatan angin berkisar antara 1,0-2,0 meter/detik, 39,7% antara 2,0-3,0 meter/detik, 37,9% dengan kecepatan angin antara 3,0-4,0 meter/detik, 13,8% antara 4,0-5,0 meter/detik dan kecepatan angin lebih besar dari 5 meter/detik terekam sebesar 5,2%. Pola windrose dan distribusi frekuensi kecepatan angin selengkapnya ditunjukkan terlihat pada Gambar 2-5 berikut. Gambar 2-5 Windrose (blowing from) sepuluh tahunan di Kabupaten Cirebon. Selain menggunakan data sekunder dari Stasiun Meteorologi Bandar Udara Cakrabhuwana Penggung, Kabupaten Cirebon, arah dan kecepatan angin juga menggunakan data dari TAPM (The Air Pollution Model - pragnostic meteorological) untuk memprakirakan simulasi penyebaran polutan dengan perangkat lunak CALPUFF (Versi 7.2.1). TAPM dikembangkan oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) di Australia. TAPM terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen meteorologi dan komponen dispersi polutan. Data TAPM merupakan ekstraksi pengukuran arah dan kecepatan angin per-jam untuk periode Januari 2004 hingga Desember 2006 dengan grid pada titik kordinat S dan E yang terletak sekitar 2 km dari rencana PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa arah angin dominan berasal dari tenggara (45% dari seluruh arah angin) dengan kecepatan rata-rata adalah 2,54 meter/detik seperti digambarkan dalam bentuk windrose (Gambar 2-6). Angin dengan kondisi tenang (calm conditions) yaitu kondisi kecepatan angin kurang dari 0,5 meter/detik terjadi sebanyak 1,6%. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-8

11 NORTH 35% 28% 21% 14% 7% WEST EAST WIND SPEED (m/s) SOUTH >= Calms: 1.56% Gambar 2-6 Windrose (blowing from) dari TAPM periode Kualitas Udara ambien Gambaran kondisi kualitas udara ambien sebagai data awal di wilayah studi diperoleh dengan pengukuran secara langsung di lapangan. Pengukuran dilakukan pada enam (6) lokasi pengukuran dalam wilayah studi seperti ditunjukkan pada Tabel 2-6 berikut. Pengukuran dilakukan pada Desember 2015; semester II Tahun 2016; dan semester I Tahun Tabel 2-6 Lokasi pengambilan sampel kualitas udara ambien dan kebisingan. Kode Lokasi Desa Kecamatan Bujur Timur Koordinat Lintang Selatan AQN-01 Pengarengan Pangenan ' " E 6 46' 51.50" S AQN -02 Astanamukti Pangenan ' " E 6 47' " S AQN -03 Astanamukti Pangenan ' 5.583" E 6 47' 7.788" S AQN -04 Kanci Astanajapura ' " E 6 46' " S AQN -05 Waruduwur Mundu ' " E 6 47' 1.978" S AQN -06 Kanci Kulon Astanajapura ' 7.727" E 6 47' " S Keterangan Titik kontrol, berdekatan dengan pemukiman Jalan pantura, berdekatan dengan pemukiman Akses jalur mobilisasi, berdekatan dengan pemukiman Tambak garam, berdekatan dengan pemukiman Akses jalur mobilisasi, berdekatan dengan pemukiman Balai Desa Kanci Kulon berdekatan dengan pemukiman Sumber: Data Primer, Desember Adendum Andal dan RKL-RPL 2-9

12 Adendum Andal dan RKL-RPL Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1 X MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon Oleh PT CEPR Jalan Nasional Gambar 2-7. Lokasi Titik Sampling Adendum Andal dan RKL-RPL 2-10

13 Udara ambien memiliki kualitas yang mudah berubah dan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor meteorologi, demografi, cuaca dan sumber emisi. Faktor meteorologi, demografi dan cuaca merupakan faktor alam yang sulit dikendalikan atau bahkan tidak mungkin diubah kondisinya. Sedangkan untuk sumber emisi merupakan faktor buatan manusia yang dapat diubah dan dikendalikan. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas udara ambien dari 6 (enam) lokasi tersebut di atas disediakan dalam Tabel 2-7. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Berdasarkan data dalam Tabel 2-7 ini terlihat bahwa kadar parameter kualitas udara ambien hasil pengukuran tidak ada yang melebihi nilai baku mutunya masing-masing, baik dari parameter gas (SO 2, CO, NO 2, dan O 3 ) maupun partikulat (TSP, PM 10, PM 2,5, Pb dan debu jatuh). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kualitas udara ambien di lokasi studi masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-11

14 Tabel 2-7 Hasil analisis kualitas udara ambien di wilayah studi. Parameter Temperatur udara Tekanan udara Gas Unit Baku Mutu SO 2 µg/nm 3 365/24 jam CO µg/nm / 1 jam NO 2 µg/nm 3 400/1 jam Oksidan, O 3 µg/nm 3 235/1 jam Partikulat Debu, TSP µg/nm 3 230/24 jam PM 10 µg/nm 3 150/24 jam PM 2,5 µg/nm 3 65/24 jam AQN-01 AQN-02 (Area kantor KLKH) AQN-03 (Pintu Masuk PLTU 2) Desember 2015 Desem ber 2015 Semester II 2016 Triwulan I 2017 Triwulan II 2017 Desem ber 2015 Semester II 2016 Triwulan I 2017 o C - 30,3 31,73 29,1 28,3 27,5 30,7 29,0 28,5 27,6 Triwulan II 2017 % - 758,58 758,35 757,1 757,7 759,3 758,68 756,1 757,3 759,9 <25 <25 <25 30,0 33,5 <25 <25 <25 29, , , <10 73,27 39,4 40,0 50,5 38,06 99,51 66,9 50,4 39,2 65, , ,6 141,9 124,8 102,7 86,33 114,1 263,4 302,62 614,8 39,77 80,09 49,39 96,59 41,35 66,98 74,90 232,06 242,1 30,55 45, , Timbal Hitam, Pb µg/nm 3 2/24 jam <0,0004 <0, <0, Debu Jatuh Ton/ 2 10/bulan 2,6073 1, , km Sumber: Data Primer Desember 2015, Semester II Tahun 2016; Semester I tahun *Data dari laporan pelaksanaan RKL-RPL CEP September Keterangan: Baku mutu PPRI No. 41 Tahun 1999 Lampiran Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Nasional. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-12

15 Tabel 2-7 Hasil analisis kualitas udara ambien di wilayah studi (Lanjutan). Parameter Unit Baku Mutu AQN-04 (Area Power Plant) AQN-05 AQN-06 Desember 2015 Semester II 2016 Triwulan I 2017 Triwulan II 2017 Desember 2015 Desemb er 2015 Temperatur udara o C - 30,38 29,0 28,7 27,9 31,0 28,23 Tekanan udara % - 758,93 756, ,3 758,93 758,55 Gas SO 2 µg/nm 3 365/24 jam <25 <25 25,1 30,2 <25 <25 CO µg/nm /1 jam , NO 2 µg/nm 3 400/1 jam 19,82 71,4 40,1 16,7 10,67 11,85 Oksidan, O 3 µg/nm 3 235/1 jam 37, ,90 37,62 Partikulat Debu, TSP µg/nm 3 230/24 jam 87,5 89,17 130,4 170,4 92,3 118,5 PM 10 µg/nm 3 150/24 jam 40,65 43,85 97,75 69,72. 50,20 79,5 PM 2,5 µg/nm 3 65/24 jam 28, ,87 41,25 Timbal Hitam, Pb µg/nm 3 2/24 jam <0, ,0075 <0,0004 Debu Jatuh Ton/ km 2 10/bulan 1, ,1600* Sumber: Data Primer Desember 2015, Semester II Tahun 2016; Semester I tahun *Data dari laporan pelaksanaan RKL-RPL CEP September Keterangan: Baku mutu PPRI No. 41 Tahun 1999 Lampiran Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Nasional. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-13

16 Pada Tabel 2-7 terlihat bahwa nilai kadar masing-masing parameter gas masih di bawah nilai baku mutu yang ditetapkan, kecuali Debu (TSP) dan PM 10 pada pintu masuk PLTU Debu Pada Area KLHK g/nm Debu Baku mutu 0 Desem ber 2015 Semester II 2016 Triwulan I Triwulan II Debu Pada Pintu Masuk PLTU 2 g/nm Desem ber 2015 Semester II 2016 Triwulan I 2017 Triwulan II 2017 Debu Baku mutu g/nm Desem ber 2015 Debu Pada Area Power Plant Semester Triwulan I Triwulan II II 2017 Debu Baku mutu Gambar 2-8 Konsentrasi Debu di wilayah studi. Selain itu, kondisi kualitas udara ambien di lokasi rencana PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW diperoleh juga dari laporan pelaksanaan RKL-RPL PLTU Cirebon Kapasitas 1x660 MW periode semester I dan II tahun 2014 dan 2015 (CEP, 2014 dan 2015). Terdapat 11 (sebelas) lokasi pemantauan kualitas udara ambien dan 8 (delapan) lokasi pemantauan debu jatuh di lokasi dalam laporan RKL-RPL PLTU Cirebon Kapasitas 1x660 MW ini. Lokasi pemantauan kualitas udara ambien selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 2-8 sedangkan lokasi pemantuan debu jatuh dan hasilnya diberikan dalam Tabel 2-9. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-14

17 Tabel 2-8 Lokasi pemantauan kualitas udara ambien PLTU Cirebon Kapasitas 1x660 MW. No. Lokasi Kode Koordinat LS BT 1 Area Cooling Tower Crb U , ,7 2 Sebelah Timur Area Coal Yard Crb U Area sebelah Tenggara Ash Pond Crb U , ,8 4 Helipad Belakang Kantor CPS Crb U , ,1 5 Area Lintasan Tower Listrik Desa Waruduwur Crb U , ,4 6 Area pemantauan udara PLTU Cirebon Desa Banjarwangunan Crb U , ,0 7 Area Ladang Garam (pinggir jalan raya, desa Asanamukti) Crb U , ,3 8 Depan rumah Bp. Sobadin Kanci Kemis Crb U , ,5 9 Pemukiman penduduk Dusun Pengarengan Crb U , ,4 10 Balai Desa Kanci Kulon Crb U , ,2 11 Area dermaga Crb U , ,7 Sumber: Laporan pelaksanaan RKL-RPL CEP, 2014 dan Adendum Andal dan RKL-RPL 2-15

18 Tabel 2-9 Hasil pemantauan debu jatuh PLTU Cirebon Kapasitas 1x660 MW. No. Lokasi Kode Keterangan Rumah Ibu Tini, Dsn. Kebon Baru, Desa Bandengan, Kecamatan Mundu Rumah Bp. Hidayat, Blok Wage RT 4, Ds. Mertopadan Wetan, Kec Astanajapura Pompa air tengah sawah, Ds. Kanci Kulon (Selatan PLTU) Rumah Ibu Neni/ Bp. Edi (Lurah Buntet), Dn. Buntet, Ds. Buntet, Kec. Astanajapura Rumah Ibu Dede, Dn. Tiga RT 1/3, Ds. Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura Timur balai desa/masjid, Ds. Citemu (Barat PLTU) Pak Soleh, Toko Cahaya, Ds. Waruduwur (Barat PLTU) Pos Satpam pintu masuk PLTU, Ds. Kanci Kulon (Selatan PLTU) LS Koordinat BT Baku Mutu Semester I 2014 Feb- Maret April- Mei Semester II 2014 Agst- Sept Hasil Analisis Sep- Okt Semester I 2015 Feb- Maret April- Mei Semester II 2015 Crb DF-01 Pemukiman 06 o 45 88,5 108 o 35 96,7 10 3,1 4,05 5,23 4,63 2,3 3,1 0,71 0,96 Crb DF-02 Pemukiman 06 o 48 67,3 108 o 36 99,3 10 2,56 4,83 5,64 6,28 2,15 3,86 1,68 0,62 Crb DF-03 Tengah sawah Ags- Sept 06 o 46 46,4 108 o 36 55,0 10 2,38 5,08 5,01 5,35 2,67 3,12 0,67 0,55 Crb DF-04 Pemukiman 06 o 48 25,3 108 o 36 85,0 10 2,45 3,77 3,50 4,01 2,26 2,59 1,82 1,47 Crb DF-05 Pemukiman 06 o 47 16,9 108 o 36 86,8 10-3,55 5,68 4,31 2,06 2,58 1,16 0,26 Crb DF-06 Pemukiman, pinggir jalan raya 06 o 46 16,3 108 o 36 11,0 10 2,04 4,89 4,94 5,74 3,01 4,13 3,19 0,18 Crb DF-07 Pemukiman 06 o 46 30,4 108 o 36 35,0 10 3,66 1,18 5,93 2,71 2,83 1,25 1,87 1,49 Crb DF-08 Pinggir jalan raya Sumber: Laporan pelaksanaan RKL-RPL CEP, 2014 dan Satuan Baku Mutu dalam ton/ km 2 /bulan. 06 o 46 43,9 108 o 36 45,4 10 2,85 4,05 3,89 3,25 3,01 3,64 3,59 2,18 Sep- Okt Adendum Andal dan RKL-RPL 2-16

19 Pemantauan kualitas udara ambien dilakukan oleh PT. CEP yang bekerjasama dengan Laboratorium Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang. Parameter udara ambien yang dipantau meliputi SO 2, NO 2, CO, TSP dan debu jatuh. Metode pengukuran untuk parameter SO 2 dan NO 2, dilakukan tiap interval waktu dua jam. Sedangkan untuk parameter CO dilakukan pengukuran tiap interval waktu lima menit dan TSP dilakukan pengukuran selama 24 jam serta debu jatuh selama satu bulan. Sama dengan pengukuran kualitas udara ambien sebelumnya bahwa hasil pemantuan 11 lokasi kualitas udara ambien ini menunjukkan seluruh parameter yang dipantau masih memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lampiran A3) Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Pengukuran kebisingan dilakukan di lokasi yang sama dengan pengukuran kualitas udara ambien dengan menggunakan integrated sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran L TM5 yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik dan dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit. Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (L SM ) yang dibagi dalam interval waktu malam yaitu pukul (L M ) dan interval waktu siang yaitu pukul (L S ) sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi db(a). Tingkat kebisingan (nilai L SM ) yang diukur akan dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi +3 db(a). Gambaran tingkat kebisingan sebagai data awal di wilayah studi diperoleh dengan pengukuran secara langsung di lapangan. Hasil pengukuran kebisingan di seluruh lokasi pengukuran ditampilkan dalam Tabel 2-10 berikut. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa tingkat kebisingan umumnya masih memenuhi ambang batas yang ditetapkan untuk areal pemukiman. Sedangkan untuk lokasi AQN-05 yang melebihi baku mutu lebih disebabkan karena pengaruh arus lalu lintas kendaraan yang terjadi pada saat pengukuran kebisingan diantara jam dan Tabel 2-10 Hasil pengukuran kebisingan di wilayah studi. Parameter Unit AQN-01 AQN-02 (KLHK) AQN-03 (Pintu PLTU2) TW I 2017 TW II Kebisingan siang (L S ) db(a) 46,1 50,1 56,73 62,63 57,58 50,8 74,36 69,48 69,93 Kebisingan malam (L M ) db(a) 48,9 46,5 57,32 59,49 57,80 50,9 71,89 66,45 56,03 Kebisingan siang-malam (L SM ) db(a) 50,3 50,6 59,45 63,43 60,07 53,2 75,38 70,24 68,44 Baku mutu db(a) Sumber: Data Primer, Desember 2015; Tahun 2016 dan Tahun Keterangan: Baku mutu sesuai dengan KepmenLH No. 48/1996 peruntukkan area pemukiman TW I 2017 TW II 2017 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-17

20 Lanjutan Tabel 2-10 Hasil pengukuran kebisingan di wilayah studi. Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal Parameter Unit AQN-04 Area Power Plant AQN-05 AQN TW I 2017 TW I Kebisingan siang (L S ) db(a) 47,4 72,72 67,48 51,91 54,2 53,7 Kebisingan malam (L M ) db(a) 49,7 47,89 66,45 51,89 56,5 48,8 Kebisingan siang-malam (L SM ) db(a) 51,3 70,99 69,24 54,25 58,1 53,8 Baku mutu db(a) Sumber: Data Primer, Desember 2015; Tahun 2016 dan Tahun Keterangan: Baku mutu sesuai dengan KepmenLH No. 48/1996 peruntukkan area pemukiman Hasil pemantauan tingkat kebisingan menunjukkan hampir semua lokasi masih memenuhi baku tingkat kebisingan, kecuali pada Kanci Kulon yang melampaui baku mutu disebabkan letaknya yang berdekatan dengan jalan raya negara Tegal - Cirebon (Tabel 2-11). Adendum Andal dan RKL-RPL 2-18

21 Tabel 2-11 Lokasi dan hasil pemantauan kebisingan PLTU Cirebon Kapasitas 1x660 MW. No. Lokasi Kode Hasil Pengukuran db(a) Semester I 2014 Semester II 2014 Semester I 2015 Semester II 2015 L S L M L SM L S L M L SM L S L M L SM L S L M L SM 1 Area Cooling Tower Crb U01 66,32 68,78 66,43 67,47 67,5 67,48 70,7 70,03 70,49 67,70 67,52 67, Sebelah Timur Area Coal Yard Crb U02 59,27 58,35 58,98 61,16 63,29 61,99 63,96 60,21 63,03 61,27 63,39 62, Area sebelah Tenggara Ash Pond Crb U03 63,24 64,12 63,04 57,59 57,14 57,45 57,69 59,97 58,59 57,33 57,93 57, Helipad Belakang Kantor CPS Crb U04 59,38 58,68 59,89 55,77 54,76 55,46 54,82 55,25 54,97 59,91 59,62 59, Area Lintasan Tower Listrik Desa Waruduwur Area Pemantauan Udara PLTU CIREBON Cirebon Desa Banjarwangunan Area Ladang Garam (pinggir jalan raya, desa Asanamukti) Baku mutu db(a) Crb U05 59,28 56,80 58,6 56,22 53,41 55,47 54,02 51,9 53,42 54,26 52,44 53, Crb U06 57,56 56,58 57,26 52,95 50, ,39 52,39 51,48 47,89 47,18 47, Crb U07 61,46 60,23 61,08 54,93 52,83 54,33 54,45 52,82 53,97 57,67 57,40 57, Depan rumah Bp. Sobadin Kanci Kemis Crb U08 58,78 56,7 58,19 52,54 51,6 52,25 53,15 48,01 52,01 53,82 51,89 53, Pemukiman penduduk Dusun Pengarengan Crb U09 57,53 61,28 59,17 54, ,11 49,26 50,88 49,87 45,92 41,92 44, Balai Desa Kanci Kulon Crb U10 58,3 53,49 57,2 56,5 50,31 55,23 52,99 43,45 51,46 57,49 54,52 56, Area Dermaga Crb U11 66,21 68,76 67,45 72,07 74,15 72,88 70,66 73,69 71,92 71,23 70,70 71, Sumber: Laporan pelaksanaan RKL-RPL CEP, 2014 dan Keterangan: L S = Leq selama siang hari; L M = Leq selama malam hari; L SM = Leq selama siang dan malam hari. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-19

22 2.1.9 Hidrogeologi Geologi Tapak proyek pengembangan PLTU Cirebon Kaasitas 1x1.000 MW terletak pada formasi geologi Qa (endapan alluvium) yang tertindih oleh formasi geologi Qw (endapan pantai). Formasi Qa terbentuk akibat proses fluvial endapan sungai-sungai disekitar lokasi tapak proyek (Sungai Kanci, Cipaluh, Panggarengan dan Bangkaderes) yang mengendapkan bahan-bahan lanau, lempung dan lumpur yang bercampur dengan bahan organik. Endapan alluvium tersebut juga sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang terdeposisi disekitar pantai (Qw) yang terdiri dari lanau, lempung, pasir dan kerikil. Formasi tersebut terbentuk pada zaman quarter sehingga tergolong berumur muda dan bersifat lembek. Formasi dibawahnya adalah formasi gintung yang tersusun oleh batu lempung tufaan, batu lempung tufaan, breksi dan konglomerat dengan dominasi fragmen andesit. Formasi gintung berumur pleistosen yang dari materialnya tergolong pada fase distal yang umumnya terdapat sisispan-sisipan tuf hasil aktivitas gunung api Ciremai. Peta geologi selengkapnya dicantumkan pada Gambar 2-8. Potensi Air Tanah Potensi air tanah secara umum diidentifikasi menggunakan pendekatan cekungan air tanah (CAT). Lokasi tapak proyek pengembangan PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW terletak pada CAT Tegal Brebes dan CAT Sumber Cirebon. CAT Tegal Brebes mempunyai potensi air tanah dangkal sebesar 248 juta m 3 dan air tanah dalam sebesar 11 juta m 3, sedangkan CAT Sumber Cirebon mempunyai potensi air tanah dangkal dan air tanah dalam masing-masing sebesar 638 juta m 3 dan 4 juta m 3. Air tanah dangkal merupakan air tanah potensial untuk dimanfaatkan di lokasi studi dan sekitarnya karena potensinya yang cukup besar. Kondisi air tanah di wilayah pantai (dataran rendah) umumnya relatif dangkal sekitar 5-10 m sedangkan di wilayah dataran tinggi kedalam air tanah berkisar m. Sebagian besar air tanah di wilayah pantai sudah terpengaruh instrusi air laut, dan mempunyai kandungan E. Coli yang tinggi pada daerah permukiman padat. Peta CAT di sekitar lokasi studi disediakan pada Gambar 2-9. Karakteristik Tanah Tanah disekitar lokasi studi terbentuk dari bahan induk endapan sungai dan endapan liat marin pada wilayah dataran rendah bekas delta yang telah berubah menjadi lahan sawah dan ladang garam. Berdasarkan satuan lahan yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1990) (Balai Penelitian Tanah/Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian) tanah yang terdapat di lokasi studi dijumpai dalam bentuk asosiasi tanah yang terdiri dari Typic Tropaquepts (Gleisol Eutrik), Aeric Tropaquepts (Gleisol Aerik), dan Sulfic Fluvaquents (Alluvial Tionik) (Gambar 2-10). Endapan sungai dan marin tersebut terdiri dari endapan baru yang dijumpai di pinggir pantai (A15 : ladang garam dan paya-paya) dan endapan lama yang letaknya lebih jauh dari pinggir pantai (A13 : ladang garam dan sawah irigasi). Typic Tropaquepts merupakan tanah dengan tingkat perkembangan sedang (Inceptisols) yang selalu jenuh air hingga lapisan atas pada sebagian besar waktunya dalam setahun (Aquepts), mempunyai perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau lebih dari 5 0 C (Tropaquepts), atau mempunyai salah satu sifat berikut: a) mempunyai epipedon histik, b) mempunyai horizon sulfuric pada kedalaman 50 cm, c) mempunyai exchangeable sodium percentage (ESP)15 atau lebih, atau sodium absorpstion ratio (SAR) 13 atau lebih, pada setengah kedalaman tanah dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral, dan nilai ESP dan SAR menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah dibawah 50 cm dan mempunyai air tanah dalam 100 cm dari permukaan tanah dalam sebagian besar waktunya dalam satu tahun. Secara visual tanah Tropaquepts (Gleisol) berwarna kelabu kelabu tua/kelabu kekuningan atau kelabu kehijauan baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah. Drainase terhambat sampai sangat terhambat, bertekstur liat (dengan fraksi liat > 60%), terdapat karatan (banyak) berwarna merah kelabu tua, terdapat pada lereng datar (1% hingga 0-2%). Tanah tersebut mempunyai KTK (kapasitas tukar kation) tinggi-sangat tinggi dengan kejenuhan basa yang tinggi (Gleisol Adendum Andal dan RKL-RPL 2-20

23 Eutrik). Tanah gleisol yang genangannya berfluktuasi mempunyai aerasi yang cukup pada lapisan atas (Gleisol Aerik). Sulfic Fluvaquents tergolong tanah dengan tingkat perkembangan awal (Entisols), mempunyai kelembaban aquic atau mempunyai horizon sulfidic pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah, tergenang secara permanen sehingga mereduksi nilai matrik tanah pada kedalaman 25 cm dari permukaan tanah (Aquents). Tanah Aquents yang terpengaruh oleh proses fluvial (deposisi bahan-bahan yang terbawa aliran sungai dikenal dengan Fluvaquents. Tanah tersebut mempunyai 0.2% atau lebih karbon organic berumur holocen pada kedalaman 125 cm dibawah permukaan tanah, atau mempunyai penurunan kadar karbon organik yang tidak teratur dari kedalaman 25 hingga 125 cm dari permukaan tanah. Tanah Fluvaquents yang mempunyai bahan sulfidik atau mempunyai horizon 15 cm atau lebih yang mempunyai karakteristik sebagai horizon sulfuric dikenal dengan Sulfic Fluvaquents. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-21

24 Adendum Andal dan RKL-RPL Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1 X MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon Oleh PT CEPR Jalan Nasional Gambar 2-9 Peta Geologi di sekitar lokasi studi. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-22

25 Adendum Andal dan RKL-RPL Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1 X MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon Oleh PT CEPR Jalan Nasional Gambar 2-10 Peta cekungan air tanah di sekitar lokasi studi. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-23

26 Adendum Andal dan RKL-RPL Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1 X MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon Oleh PT CEPR Gambar 2-11 Peta satuan lahan di sekitar lokasi studi. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-24

27 Karena selalu tergenang air secara permanen tanah ini berwarna kelabu tua kehijauan pada lapisan atas dan kelabu tua pada lapisan bawah, bertekstur liat, reaksi tanah sangat masam (ph ), kandungan bahan organic tinggi, KTK tinggi dan kejenuhan basa tinggi. Karakterstik fisik dan kimia tanah disajikan pada Tabel Tabel 2-12 Karakteristik tanah di lokasi studi. Lap Kedalaman (cm) Tekstur P(%) D(%) C(%) Kelas Typic Tropaquepts ph H20 C-org (%) KTK (me/100gr) I Klei II Klei III Klei IV Klei Aeric Tropaquepts I Klei II Klei III Klei IV Klei Sulfic Fluvaquents I Klei II Klei III Klei IV Klei V Klei Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1990) dan observasi lapang (2015) Secara umum tanah di lokasi studi bertekstur liat (liat berat), tingkat perkembangan awal (juvenile stage), sangat lekat dan sangat plastis pada kondisi basah, dan kemantapan agregatnya rendah. Oleh karena itu tanah ini mempunyai kestabilan yang rendah jika digunakan untuk lahan terbangun, sehingga perlu perkerasan lebih dahulu agar daya dukung tanah tersebut dapat ditingkatkan. Tanah Sulfic Fluvaquents mempunyai lapisan sulfidik (mengandung firit yang cukup tinggi) pada kedalaman lebih dari 65 cm. Oksidasi lapisan tersebut akibat pembuatan saluran drainase akan menyebabkan ph tanah dan air yang sangat masam. Karakteristik fisik tanah di lokasi tapak proyek bertekstur liat, bobot isi (bulk density) rendah (0,62-0,64 gram/cm 3 ), porositas total tinggi (75,81-76,45), sangat plastis dan sangat lekat. Walaupun mempunyai porositas total tinggi tetapi didominasi oleh pori mikro maka permeabilitasnya tergolong rendah sedang (2,40 4,51 cm/jam). Dengan memperhatikan tekstur tanah dan plastisitasnya maka tanah di lokasi studi mempunyai daya dukung yang rendah terhadap bangunan yang didirikan diatasnya. Oleh karena itu, penambahan material pasir, batu dan bahan lainya serta pemadatan tanah sangat diperlukan untuk meningkatkan daya dukung tanah di lokasi studi. Erosi Tanah Erosi tanah di lokasi studi tergolong ringan. Selain disebabkan karena mempunyai topografi yang sangat datar (kemiringan lereng <1%, 0-2%), kondisi lahan digunakan sebagai ladang tambak garam dan sawah yang sebagian besar waktunya selalu tergenang air dan telah dibuat petakanpetakan ladang garam seperti sistem teras dengan kontruksi yang baik (Gambar 2-11). Selain itu juga beberapa tempat merupakan cekungan yang selalu tergenang air. Hasil perhitungan model USLE menunjukkan erosi tanah di lokasi studi berkisar antara ton/ha/tahun (Tabel 2-13) KB (%) Adendum Andal dan RKL-RPL 2-25

28 Tabel 2-13 Erosi tanah dilokasi studi hasil prediksi model USLE. S, Lahan R K LS C P Erosi (ton/ha/th) PenggunaanLahan 1 0,28 0,997 0,01 0,04 0,29 Tambak Garam 2 0,28 0,997 0,01 0,04 0,29 Sawah ,2 0,24 0,997 0,01 0,04 0,24 Tambak Garam 4 0,24 0,997 0,01 0,04 0,24 Sawah 5 0,21 0,862 0,01 0,04 0,19 Mangrove Erosi tanah yang terjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan erosi yang dapat ditolerasikan (19,5 ton/ha/tahun), sehingga erosi tersebut tidak akan menyebabkan degradasi sumberdaya lahan dan kerusakan lingkungan. Selain itu karena sebagian besar lokasi studi tergenang air dan beberapa diantaranya merupakan wilayah cekungan, maka sebagian tanah yang tererosi terendapkan pada sistem lahan dan tidak terangkut kedalam jaringan sungai/saluran drainase. Gambar 2-12 Petakan lahan (sebagai teras) di lokasi studi. Hidrologi Kondisi hidrologi disekitar lokasi Proyek Pembangunan PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW dipengaruhi oleh kondisi fisiografi dataran pantai yang sekaligus merupakan dataran banjir dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sungai utama yang mengalir disekitar lokasi proyek adalah Sungai Kanci 1, Sungai Kanci 2, Sungai Paluh, Sungai Panggarengan dan Sungai Bangkaderes. Sungai Bangkaderes merupakan sungai terbesar yang terdapat disebelah timur areal lokasi proyek. Pada lokasi tapak proyek terdapat parit kecil yang akan mengalirkan air yang relatif besar pada musim penghujan (Gambar 2-12). Berdasarkan analisis DEM dan model SWAT (soil and water assessment tool) parit drainase pada lokasi tapak proyek mengalirkan air dari catchment area sekitar 127,2 hektar dengan potensi debit aliran antara 0,0025-0,76 m 3 /detik. Namun demikian debit aliran pada parit tersebut sudah dipengaruhi oleh parit drainase yang dibuat dan saluran irigasi yang memotong sungaisungai yang ada disekitar lokasi proyek. Saluran irigasi tersebut berasal dari dam pembagi di Sungai Pengarengan yang letaknya sekitar 9 km di sebelah selatan lokasi proyek. Sungai Bangkaderes merupakan sungai terbesar yang letaknya jauh disebelah timur lokasi proyek dengan catchment area sekitar hektar. Potensi debit aliran Sungai Bangkaderes sangat besar dengan debit aliran terendah pada musim kemarau 0,56 m 3 /detik dan debit aliran sungai tertinggi pada musim penghujan 164,9 m 3 /detik. Sungai Kanci 1 dan Sungai Kanci 2 terletak disebelah barat lokasi proyek. Di lokasi tapak proyek terdapat parit dengan dimensi lebar ±2 meter dengan kedalaman ±0,5 meter. Hasil prediksi model SWAT Debit aliran sungai & parit hasil prediksi model SWAT untuk beberapa sungai di sekitar lokasi disajikan pada Tabel Adendum Andal dan RKL-RPL 2-26

29 Tabel 2-14 Debit aliran sungai & parit di sekitar lokasi proyek (prediksi SWAT). No Nama Sungai Catchment Area (ha) Debit Maksimum (m 3 /dt) Debit Minimum (m 3 /dt) Qmax/Qmin 1. Parit Drainase 127,2 0,76 0, ,5 2. Kanci ,5 12,92 0, ,1 3. Kanci ,9 8,45 0, ,9 3. Cipaluh ,71 0, ,7 4. Panggarengan 922,6 3,72 0, ,2 5. Bangkaderes ,9 0,56 294,5 Debit aliran sungai di sekitar lokasi proyek mempunyai fluktuasi yang sangat tinggi antara musim penghujan dan musim kemarau dengan rasio antara 294,5 hingga 388,2. Hal tersebut menjadi indikator bahwa debit aliran sungai yang sangat besar pada musim penghujan sehingga potensi banjir yang sangat tinggi di wilayah hilir sungai-sungai tersebut termasuk di sekitar lokasi proyek. Sebaliknya debit aliran menjadi sangat rendah pada musim kemarau sehingga akan mempengaruhi kualitas air sungai dan kelangkaan air di sekitar lokasi proyek. Beberapa hasil pengukuran yang dilakukan pada bulan November 2015 pada kondisi tidak terjadi hujan (akhir musim kemarau-awal musim penghujan) debit aliran sungai tersebut sangat rendah. Keragaan sungai dan debit alirannya disajikan pada Gambar Adendum Andal dan RKL-RPL 2-27

30 Adendum Andal dan RKL-RPL Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1 X MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon Oleh PT CEPR Gambar 2-13 Peta daerah aliran sungai disekitar lokasi studi. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-28

31 (a) (b) (c) (d) Gambar 2-14 Keragaan sungai dan debit aliran sungai: (a) parit drainase (0,012 m 3 /dt), (b) Cikanci 2 (0,035 m 3 /dt), (c) Cipaluh (0,072 m 3 /dt), dan (d) Panggarengan (0,282 m 3 /dt). Adendum Andal dan RKL-RPL 2-29

32 Hidrooseanografi Batimetri Lokasi studi terletak di perairan pesisir Cirebon yang terhubung langsung dengan Laut Jawa. Lokasi atau area studi merupakan perairan yang tergolong dalam perairan dangkal, berdasarkan data hasil pengukuran dan data batimetri yang diperoleh dari DISHIDROS TNI-AL (Gambar 2-15) terlihat kedalaman perairan diwilayah kajian cukup bervariasi hingga 10 m. Di bagian tepi pantai kedalaman yang terlihat berkisar 1 m hingga 2 m. Sekitar lokasi water discharge(outfall) dan rencana pembangunan dermaga smentarakedalaman perairan yang terlihat berkisar m. Kedalaman perairan terlihat semakin dalam ke arah utara, sekitar 3 km ke arah utara kedalaman perairan yang terlihat sudah mencapai 8 m. Kedalaman perairan pada dasarnya kalau dikaitkan dengan buangan atau limbah yang masuk ke perairan cukup mempunyai peran yang signifikan, di mana perairan yang lebih dalam akan menjadi pelarut yang baik bila dibandingkan dengan perairan dangkal. Gambar 2-15 Kontur kedalaman (batimetri) perairan wilayah studi. Gelombang Kondisi gelombang yang terjadi di sekitar perairan Cirebon khususnya di lokasi kegiatan adalah gelombang yang berasal dari Laut Jawa. Secara lokal atau pembangkitan gelombang di sekitar perairan Cirebon juga turut memberikan variasi ketinggian gelombang. Tinggi gelombang signifikan rata-rata bulanan di sekitar perairan Cirebon diperoleh dari Environmental Modeling Center, NOAA Wavewatch III, seperti yang disajikan pada Gambar Berdasarkan gambar tersebut, perubahan tinggi gelombang signifikan di perairan lokasi studi terlihat bervariasi berdasarkan musim, dengan tinggi gelombang berkisar antara 0,1 m hingga 0,5 m. Pada musim barat (Gambar 15a) dimana dicirikan oleh adanya pola angin yang dominan bergerak dari barat hingga barat laut, membangkitkan gelombang lebih tinggi yakni ditandai dengan nilai rata-rata tinggi gelombang signifikan pada bulan Januari berkisar antara 0,25 0,5 m, sedangkan tinggi gelombang signifkan pada musim timur (Gambar 15b) terlihat lebih rendah dimana tinggi gelombang yang masuk ke perairan wilayah studi hanya berkisar m Adendum Andal dan RKL-RPL 2-30

33 (a) Gelombang Januari (b) Gelombang Agustus Gambar 2-16 Tinggi gelombang signifikan sekitar lokasi studi. (a) Musim barat. (b) musim timur Pasang Surut Berdasarkan data pasut di perairan Cirebon yang diperoleh dari Dinas Hidro-oseanografi TNI AL di Stasiun Cirebon, diperoleh nilai komponen harmonik seperti yang disajikan pada Tabel Tipe pasut suatu perairan dapat ditentukan dengan menghitung perbandingan (nisbah) antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasut tunggal utama (K1+O1) dengan amplitudo unsur-unsur pasut ganda utama (M2+S2). Nilai nisbah tersebut dikenal sebagai bilangan Formzhal. Berdasarkan data pada Tabel 2-15, maka bilangan Formzhal yang diperoleh adalah Hal ini menunjukkan bahwa tipe pasut daerah ini adalah tipe pasang surut campuran dominan ganda, artinya dalam 24 jam terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dimana ketinggian Adendum Andal dan RKL-RPL 2-31

34 pasang yang pertama berbeda dengan pasang berikutnya. Pada Gambar 2-17 berikut disajikan fluktuasi tinggi muka laut selama 1 bulan (Januari 2014). Tabel 2-15 Komponen pasut utama dan amplitudonya (cm) dari stasiun Cirebon. Konstanta S2 M2 K1 O1 P1 N2 K2 M4 MS4 Zo Amplitudo (cm) cm Fase (Deg) Gambar 2-17 Grafik fluktuasi pasang surut perairan Cirebon Januari Arus Untuk mengetahui karateristik arus diwilayah kajian telah dilakukan pengukuran arus pada tanggal 01-04Februari 2016 di sekitar wilayah kajian dengan menggunkan metode mooring (pengukuran pada titik tetap). Hasil pengukuran arus disajikan dalam Gambar Gambar 17a menunjukkan grafik series arah dan kecepatan arus selama periode pengukuran, sedangkan Gambar 17b merupakan mawar arus yang menujukkan arah. Arah arus wilayah pesisir umumnya sangat kuat mendapat pengaruh pasang surut, namun hasil pengukuran sesaat selama empat hari di sekitar wilayah studi menunjukkan peran pasut tidak cukup signifikan mempengaruhi kecepatan arus. Hal ini terlihat pada Gambar 18a, fluktuasi pasang surut tidak diikuti dengan fluktuasi kecepatan arus. Pola arus hasil pengukuran terlihat dominan mengarah ke barat hingga tenggara (lihat Gambar 17b), pola arah ini diperkirakan mendapat pengaruh kuat dari angin musiman. Waktu pengukuran arus dilakukan pada bulan Februari (Musim barat), dimana pada bulan ini angin cenderung berhembus dari barat ke arah timur hingga tenggara. Kecepatan arus hasil pengukuran berkisar cm/s dengan ratarata sebesar 5.41 cm/s. Variasi kecepatan arus selama pengukuran umumnya tidak terlihat ada variasi yang signifikan, hal ini diperlihatkan pada nilai standart deviasisebesar 3.86yang lebih kecil dari nilai rata-rata kecepatan arus. Nilai standart deviasi di bawah nilai rata-rata menunjukkan variasi kecepatan arus hasil model sangat kecil, sedangkan apabila nilai deviasi lebih besar dari nilai rata-rata maka variasi kecepatan arus sangat tinggi. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-32

35 (a) (b) Gambar 2-18 Arah dan kecepatan arus sekitar wilayah kajian periode 1-4 Februari (a) Grafik arus dalam bentuk series. (b) Mawar arus yang menunjukkan arah Kualitas air Kualitas air sungai Pengukuran kualitas air sungai dilakukan pada segmen Sungai Kanci-2 dan Sungai Cipaluh yang terletak di sekitar lokasi kegiatan pada musim kemarau (Mei 2015) dan musim hujan (Oktober 2015). Pengambilan sampel air di masing-masing sungai dilakukan di dua titik yaitu bagian hulu dan hilir. Hasil pengukuran kualitas air di Sungai Kanci-2 dan Sungai Cipaluh dapat dilihat pada Tabel Selanjutnya hasil analisis sampel air sungai dibandingkan dengan Baku Mutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kelas III untuk mengetahui kualitas air sungai di sekitar lokasi kegiatan pembangunan PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-33

36 Tabel 2-16 Kualitas air sungai di bagian hulu dan hilir Sungai Kanci-2 dan Sungai Cipaluh. Fisika Suhu Parameter Satuan Batas Deteksi Alat Musim Kemarau** Stasiun Musim Hujan*** FWQ-1 FWQ-2 FWQ-6 FWQ-7 FWQ-1 FWQ-2 FWQ-6 FWQ-7 Baku Mutu* 0 C (-) 33 30, , deviasi 3 Residu tersuspensi (TSS) mg/l Kimia Anorganik ph (-) (-) 8,42 8, ,42 8,22 8,61 8, BOD 5 mg/l 2 7,376 10,17 13,64 8,765 <2 <2 <2 <2 6 DO mg/l (-) 0 6,04 6,44 6,2 6,4 4,1 8,53 2,73 3 Nitrat (NO3 sebagai N) mg/l 0,005 0,008 0,192 0,069 0,04 0,074 0,118 0,086 0,049 1 Nitrit (NO2 sebagai N) mg/l 0,001 <0,001 0,03 <0,001 0,013 <0,001 0,003 <0,001 0, Amonia Total (N-NH3) mg/l 0,02 3,63 0,39 0,59 0,23 0,8 0,21 0,15 0,14 (-) Arsen (As) mg/l 0,0005 0,008 0,009 0,007 0,010 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0, Kobalt (Co) mg/l 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 <0,001 0,002 <0,001 <0,001 0,2 Barium (Ba) mg/l 0,001 0,065 0,019 0,065 0,014 0,037 0,014 0,064 0,027 (-) Boron (B) mg/l 0,005 0,191 0,191 0,186 0,186 0,756 0,927 1,16 1,08 1 Selenium (Se) mg/l 0,0005 0,032 0,0405 0,0203 0,0459 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 0,05 Kadmium (Cd) mg/l 0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 0,01 Krom (IV) mg/l 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,05 Tembaga (Cu) mg/l 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,02 Besi (Fe) mg/l 0,02 0,52 0,6 0,59 0,95 <0,02 3,43 <0,02 <0,02 (-) Timbal (Pb) mg/l 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,004 <0,001 <0,001 0,03 Mangan (Mn) mg/l 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,381 0,308 0,097 0,154 (-) Raksa (Hg) mg/l 0, , ,00005 <0, ,00008 <0,00005 <0,00005 <0,00005 <0, ,002 Seng (Zn) mg/l 0,005 <0,005 0,005 <0,005 <0,005 0,441 0,183 0,548 0,044 0,05 Klorida (Cl) mg/l 0, (-) Sianida (CN - ) mg/l 0,005 0,001 <0,001 0,001 0,001 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,02 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-34

37 Parameter Satuan Batas Deteksi Alat Musim Kemarau** Stasiun Musim Hujan*** Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal FWQ-1 FWQ-2 FWQ-6 FWQ-7 FWQ-1 FWQ-2 FWQ-6 FWQ-7 Fluorida (F) mg/l 0,02 1,12 1,19 1,22 1,2 0,75 0,76 0,73 0,76 1,5 Sulfat (SO 4-2 ) mg/l (-) Kimia organik Deterjen sebagai MBAS mg/l 0,01 0,048 0,013 0,028 <0,01 <0,01 <0,01 0,02 <0, Mikrobiologi Total coliform MPN/100 ml >2.420 >2.420 >2.420 > Sumber: Data primer, Keterangan: * PP No. 82/2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. ** Periode survei Mei *** Periode survei Desember Baku Mutu* Adendum Andal dan RKL-RPL 2-35

38 Hasil analisis kualitas air sungai pada Tabel 2-17 menunjukkan sebagian besar parameter kualitas air di Sungai Kanci-2 dan Sungai Cipaluh memenuhi baku mutu. Beberapa parameter lain yang memiliki nilai melebihi baku mutu adalah BOD 5, DO, kandungan boron dan seng terlarut, senyawa fenol total serta total coliform. Fisika Suhu permukaan kedua sungai pada musim hujan berkisar antara 30,4 0 C hingga 34 0 C. Jumlah residu tersuspensi (TSS) berkisar antara 9 mg/l hingga 375 mg/l. Pada musim hujan TSS tertinggi terdeteksi di hulu sungai Cipaluh (FWQ-2 = 375 mg/l) sedangkan terendah di hulu Sungai Kanci-2 (FWQ-1 = 9 mg/l). Pada musim kemarau, nilai TSS paling tinggi di hilir Sungai Cipaluh (FWQ-7 = 88 mg/l) dan terendah di di hulu Sungai Cipaluh (FWQ-6 = 30 mg/l). Kisaran TSS tersebut masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebesar 400 mg/l. Kimia Anorganik Nilai ph perairan Sungai Kanci-2 berkisar antara 8,42 mg/l dan 8,22 mg/l sedangkan Sungai Cipaluh berkisar antara 8,17 hingga 8,61. Nilai tersebut berada pada kisaran 6 9 sesuai baku mutu yang ditetapkan. Nilai BOD 5 berkisar antara <2 mg/l hingga 13,64 mg/l. Pada pengamatan musim kemarau, nilai BOD 5 melebihi baku mutu di kedua sungai. BOD 5 di hulu Sungai Kanci-2 (FWQ-1) adalah 7,376 mg/l dan di hilirnya (FWQ-2) adalah 10,17 mg/l, sedangkan di Sungai Cipaluh pada bagian hulu (FWQ-6) adalah 13,64 mg/l dan bagian hilir (FWQ-7) adalah 8,765 mg/l. Pada pengamatan musim hujan, nilai BOD 5 terdeteksi sangat kecil (<2 mg/l) untuk semua lokasi. BOD 5 (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biokimiawi merupakan gambaran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbon dioksida dan air. BOD 5 menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa, dan organik lainnya. Tingginya kadar BOD 5 dalam perairan sungai menunjukkan banyaknya bahan-bahan organik yang masuk ke dalam perairan sungai tersebut. Hal ini dapat terjadi mengingat penggunaan aliran sungai sebagai saluran drainase grey water oleh penduduk sekitar. Grey water yaitu limbah rumah tangga non kakus atau buangan yang berasal dari kamar mandi dan dapur yang mengandung sisa makanan dan limbah air cucian. Grey water yang dihasilkan oleh masyarakat setiap hari dibuang ke saluran drainase tanpa adanya pengolahan. Kadar oksigen terlarut (DO) berkisar antara 0 mg/l hingga 8,53 mg/l. Pada musim kemarau, di Sungai Kanci-2 terdeteksi DO yang sangat kecil pada bagian hulu (FWQ-1) dengan nilai 0 mg/l, sedangkan di musim hujan DO terkecil terdeteksi di bagian hilir Sungai Cipaluh (FWQ-7) dengan nilai 2,73 mg/l. Kedua nilai tersebut tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebesar 3 mg/l. Kandungan nitrat pada kedua perairan berkisar antara 0,008 mg/l hingga 0,192 mg/l sedangkan kandungan nitrit berkisar antara < 0,001 mg/l hingga 0,03 mg/l dimana nilai kedua parameter tersebut masih memenuhi baku mutu. Kandungan amonia total pada kedua perairan juga berada di bawah baku mutu dengan kisaran antara 0,14 mg/l hingga 3,63 mg/l. Kandungan unsur kimia terdeteksi di bawah baku adalah arsen, kobalt, barium, selenium, kadmium, krom, tembaga, besi, timbal, mangan, raksa, klorida, sianida, fluorida dan sulfat. Kandungan boron terdeteksi melebihi baku mutu di bagian hulu (FWQ-6) dan hilir (FWQ-7) Sungai Cipaluh sebesar 1,16 mg/l dan 1, 08 mg/l pada pengamatan musim hujan. Nilai tersebut sedikit melebihi baku mutu yang ditetapkan yaitu 1 mg/l. Tinggi nilai boron dapat bersifat sementara karena hanya terjadi pada pengamatan tertentu. Kandungan logam seng juga terdeteksi melebihi baku mutu yang ditetapkan (0,05 mg/l) di bagian hulu (FWQ-1) dan hilir (FWQ-2) dari Sungai Kanci-2 dengan nilai masing-masing 0,441 mg/l dan 0,183 mg/l. Pada Sungai Cipaluh, kandungan seng melebihi baku mutu hanya di bagian hulu (FWQ-6) dengan nilai 0,548 mg/l. Seng berada dalam perairan secara alami atau Adendum Andal dan RKL-RPL 2-36

39 akibat masuknya limbah industri. Kelarutan seng sangat dipengaruhi oleh bentuk senyawanya, temperatur dan ph perairan. Seng yang berikatan dengan klorida mudah terlarut. Tingginya kadar seng pada Sungai Kanci-2 dan Sungai Cipaluh dapat disebabkan oleh kondisi alamiah perairan atau adanya ikatan seng dengan klorida dimana nilai klorida di kedua perairan cukup besar. Kimia Organik Minyak dan lemak terdeteksi kurang dari 1 mg/l di semua lokasi sungai, sedangkan detergen terdeteksi pada kisaran kurang dari 0,01 mg/l hingga 0,048 mg/l. Kedua parameter tersebut masih memenuhi baku mutu. Kandungan fenol total berkisar pada nilai 7 mg/l hingga 21 mg/l pada pengamatan musim kemarau dimana nilai tersebut melebihi baku mutu yang ditetapkan 1 mg/l. Tingginya fenol dapat disebabkan oleh buangan limbah rumah tangga ataupun limbah industri kecil mengingat penduduk menggunakan aliran sungai sebagai saluran drainase tanpa adanya pengolahan limbah-limbah tersebut terlebih dahulu. Mikrobiologi Parameter total koliform berkisar antara 22 MPN/100 ml hingga MPN/100 ml. Baku mutu total coliform adalah MPN/100 ml. Total coliform terdeteksi melebihi baku mutu di bagian hilir (FWQ-1) Sungai Kanci-2 sebesar MPN/100 ml pada pengamatan musim kemarau, sedangkan pada pengamatan musim hujan total coliform terdeteksi di semua bagian sungai (FWQ-1, FWA-2, FWQ-6 dan FWQ-7) sebesar >2.420 MPN/100 ml. Total coliform adalah kelompok bakteri yang umum ditemukan di lingkungan seperti pada tanah, tanaman, usus mamalia termasuk manusia. Bakteri total coliform tidak menyebabkan sakit tetapi keberadaan total coliform mengindikasikan bahwa air yang dipakai mudah terserang kontaminasi oleh mikro organisme berbahaya. Tingginya nilai total coliform pada perairan sungai dapat disebabkan oleh kondisi alamiah dan juga pemanfaatan sungai sebagai kakus oleh penduduk di sekitar lokasi sungai sehingga pencemaran oleh tinja manusia menyebabkan peningkatan total coliform di perairan sungai. Hasil pemantauan kualitas air permukaan Semester II tahun 2016 pada titik sebelum dan titik setelah tapak kegiatan, memenuhi baku mutu sebagaimana disajikan tabel di bawah. Tabel 2-17 Hasil Pemantauan Kualitas Air Permukaan No Parameter Satuan Baku mutu*) Hasil Analisa Sebelum tapak Setelah tapak 1 TSS mg/l ph ,7 7,9 3 Temperatur o C Deviasi 3 33,9 34,0 Sumber Pelaksanaan Pemantauan Semester II Tahun 2016, CEPR *) PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kualitas air tanah Pengambilan sampel air tanah dilakukan di tiga lokasi sumur penduduk yang terletak di pemukiman sekitar kegiatan pembangunan PLTU Cirebon 1x1.000 MW. Sampel tersebut selanjutnya dianalisis di laboratorium dan hasil analisis dibandingkan dengan Baku Mutu Permenkes No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Lampiran II (Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih). Hasil analisis kualitas air tanah di sumur penduduk dapat dilihat pada Tabel 2-17 berikut ini. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-37

40 Tabel 2-18 Kualitas air sumur penduduk di sekitar lokasi kegiatan. Fisika Parameter Satuan DL Stasiun GW-1 GW-2 GW-3 04/10/ /10/ /10/2015 Baku Mutu Permenkes 416/1990 Lampiran II Residu Terlarut (TDS) mg/l Kimia ph (-) (-) 7,89 7,18 6,94 6,5-9,0 Total fosfat sebagai P (P-PO4) mg/l 0,005 1,04 0,786 3,16 (-) Nitrat (NO 3 sebagai N) mg/l 0,005 2,16 3,35 0, Nitrit (NO 2 sebagai N) mg/l 0,001 0,012 0,035 0,263 1 Arsen (As) mg/l 0,0005 0,002 0,003 <0,0005 0,05 Selenium (Se) mg/l 0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 0,01 Kadmium (Cd) mg/l 0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 0,005 Krom (Cr-VI) mg/l 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,05 Besi (Fe) mg/l 0,02 <0,02 0,11 <0,02 1 Timbal (Pb) mg/l 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 Mangan (Mn) mg/l 0,005 0,053 3,06 7,92 0,5 Raksa (Hg) mg/l 0,00005 <0,00005 <0,00005 <0, ,001 Seng (Zn) mg/l 0,005 0,025 0,048 0, Klorida (Cl - ) mg/l 0, Sianida (CN - ) mg/l 0,005 0,005 <0,005 0,007 0,1 Fluorida (F) mg/l 0,02 0,97 0,35 0,3 1,5 Sulfat (SO 4 - ) mg/l Sulfida sebagai H2S mg/l 0,01 <0,01 <0,01 <0,01 (-) Total hidrokarbon mg/l 0,0002 0,0005 <0,0002 <0,0002 (-) Mikrobiologi Total Coliform MPN/100 ml 1 > > Sumber: Data primer, Berdasarkan Tabel 2-18, sebagian besar parameter kualitas air tanah masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan, kecuali untuk parameter residu terlarut (TDS), mangan, klorida dan total coliform yang melebihi baku mutu yang ditetapkan hal ini disebabkan karena adanya intrusi air laut. Fisika Nilai TDS pada air tanah di tiga lokasi pengambilan sampel yaitu mg/l di GW-1, mg/l di GW-2, dan mg/l di GW-3. Ketiga nilai tersebut melebihi baku mutu yang ditetapkan sebesar mg/l. TDS merupakan konsentrasi mineral-mineral yang terlarut dalam air, TDS merupakan hasil interaksi antara air tanah dan mineral di bawah permukaan tanah.tds yang tinggi, >1.000 mg/l, umumnya mempengaruhi rasa sehingga diperlukan pengolahan sebelum dikonsumsi. Kimia ph air tanah berkisar antara 6,94 hingga 7,89. Kisaran tersebut masih dalam rentang baku mutu yang ditetapkan yaitu 6,5 9. Parameter fosfat, nitrat dan nitrit air tanah pada tiga lokasi pengamatan memenuhi baku mutu. Kandungan total fosfat berkisar antara 1,04 mg/l hingga Adendum Andal dan RKL-RPL 2-38

41 3,16 mg/l. Kandungan nitrat berkisar antara 0,757 mg/l hingga 3,35 mg/l, sedangkan nitrit berkisar antara 0,012 mg/l hingga 0,263 mg/l. Unsur kimia logam dan non-logam dalam air tanah di tiga lokasi masih memenuhi baku mutu. Unsur-unsur tersebut yaitu arsen, selenium, kadmium, krom, besi, timbal, raksa, seng, sianida, fluorida, sulfat dan sulfida. Unsur kimia yang tidak memenuhi baku mutu yaitu mangan dan klorida. Mangan terdeteksi di GW-1 sebesar 0,053 mg/l, GW-2 sebesar 3,06 mg/l dan di GW-3 sebesar 7,92 mg/l. Kandungan mangan di GW-2 dan GW-3 telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebesar 0,5 mg/l. Klorida terdeteksi di GW-1 sebesar 980 mg/l, GW-2 sebesar 763 mg/l dan di GW-3 sebesar mg/l. Ketiga lokasi memiliki nilai klorida melebihi baku mutu yang ditetapkan sebesar 600 mg/l. Klorida dalam air tanah ditemukan secara alami dari pelapukan batuan dan tanah. Klorida biasanya bersenyawa dengan natrium membentuk NaCl. Klorida bisa juga berasal dari intrusi air laut di daerah pantai. Di dalam air, klorida tidak berbau dan tidak berwarna tetapi memberikan sedikit rasa garam. Tingginya klorida dalam air tanah dapat disebabkan kondisi alamiah perairan, mengingat kadar klorida tinggi yang terkandung pada perairan sungai di sekitar lokasi kegiatan. Biologi Total coliform air tanah di tiga sumur penduduk terdeteksi melebihi baku mutu yang ditetapkan sebesar 50 mg/l. Nilai total coliform di GW-1 sebesar >2.420 MPN/100 ml, di GW-2 sebesar 580 MPN/100 ml, dan GW-3 sebesar >2.420 MPN/100 ml. Total coliform adalah kelompok bakteri yang umum ditemukan di lingkungan seperti pada tanah, tanaman, usus mamalia termasuk manusia. Bakteri total coliform tidak menyebabkan sakit tetapi keberadaan total coliform mengindikasikan bahwa air yang dipakai mudah terserang kontaminasi oleh mikroorganisme berbahaya. Tingginya nilai total coliform pada air sumur penduduk dapat disebabkan karakteristik sumur di lokasi ini yang merupakan sumur air tanah dangkal (Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2014) sehingga rawan mengalami pencemaran. Kondisi sumur juga tidak terlalu jauh dari saluran pembuangan (got). Hal ini dapat terjadi mengingat belum diterapkannya Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) oleh penduduk di sekitar lokasi kegiatan sehingga pembangunan sumur dan saluran pembuangan belum terlalu memperhitungkan aspek higienitas. GW-01 GW-02 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-39

42 GW-03 Gambar 2-19 Kondisi sumur penduduk di sekitar lokasi kegiatan. Kualitas air laut Pengambilan sampel air laut dilakukan di tujuh titik sampling. Tiga titik sampling dilakukan di sepanjang transek di sebelah utara lokasi proyek di perairan laut antara muara Sungai Kanci-1 dan Sungai Cipaluh dengan jarak 0,54 mil laut dari pantai, 1,07 mil, dan 1,62 mil. Penentuan tiga titik sampling tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kualitas air laut rona lingkungan awal sebelum ada pengaruh aktivitas pembangunan dan operasi dermaga serta pengaruh buangan air limbah. Empat titik sampling lainnya berada di sekitar daerah estuari dengan jarak sekitar 0,6 mil dari pantai guna mengetahui rona kualitas air laut di daerah tersebut sebelum ada pengaruh dari buangan limbah air dari proses unit pendingin. Hasil analisis kualitas air laut pada tujuh titik sampling di sekitar lokasi kegiatan pembangunan PLTU Cirebon 1x1.000 MW disajikan pada Tabel Berdasarkan Tabel 2-18, sebagian besar parameter kualitas air laut di sekitar lokasi kegiatan pembangunan PLTU Cirebon 1x1.000 MW memenuhi baku mutu. Parameter yang tidak memenuhi baku mutu adalah kekeruhan dan total coliform. Fisika Total residu tersuspensi (TSS) di perairan laut sekitar kegiatan berkisar antara 5 mg/l hingga 33 mg/l. Nilai TSS tersebut masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebesar 80 mg/l peruntukan mangrove. Perairan laut di semua stasiun pengamatan memiliki kekeruhan yang cukup tinggi hampir di sepanjang tahun. Kekeruhan berkisar antara 0,8 mg/l hingga 95,8 mg/l. Kekeruhan adalah suatu ukuran dari jumlah particulate matter yang tersuspensi dalam air. Air dengan kekeruhan yang tinggi terlihat berkabut atau buram. Kekeruhan yang tinggi di perairan ini merupakan kondisi alamiah perairan. Proses sedimentasi terjadi cukup tinggi di perairan ini dimana aliran sungai membawa banyak material yang dapat meningkat kekeruhan. Hasil pengukuran sesaat suhu air laut di permukaan berkisar antara 31,6 0 C hingga 33,3 0 C. Kimia Nilai ph perairan laut di sekitar lokasi kegiatan berkisar antara 7,67 hingga 8,03. Kisaran tersebut masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebesar 7 hingga 8,5. Salinitas perairan berkisar antara 28 hingga 36. Kandungan amonia total terdeteksi <0,02 mg/l di semua stasiun, nilai ini tentunya masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebesar 0,3 mg/l. Begitu juga kandungan sulfida yang terdeteksi di bawah batas deteksi alat sebesar 0,01 mg/l untuk semua stasiun. Surfaktan terdeteksi <0,001 mg/l dan fosfat terdeteksi <0,005 mg/l untuk semua stasiun. Nilai parameter surfaktan dan fosfat masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Kandungan minyak dan lemak terdeteksi <1 mg/l untuk semua stasiun kecuali untuk MWQ-5 yang mencapai 2 mg/l. Nilai kandungan minyak dan lemak pada MWQ-5 telah melebihi baku mutu yang ditetapkan sebesar 1 mg/l. Minyak dan lemak adalah suatu ukuran untuk bermacammacam zat termasuk bahan bakar, minyak mesin, minyak pelumas, minyak hidraulik, minyak Adendum Andal dan RKL-RPL 2-40

43 untuk masak, dan lemak hewani. Sumber minyak dan lemak kebanyakan dari kegiatan manusia. Tingginya kandungan minyak dan lemak pada MWQ-5 dapat bersifat sementara karena adanya kegiatan manusia pada saat pengambilan sampel. Cemaran minyak dan lemak tersebut dapat berasal dari kapal yang yang menggunakan minyak untuk mesin maupun untuk pelumas. Kandungan unsur kimia raksa, kadmium, tembaga, timbal, seng dan nikel terdeteksi di bawah batas deteksi alat sehingga nilai parameter tersebut masih memenuhi baku mutu. Biologi Total coliform berkisar antara MPN/100 ml hingga lebih dari mg/l. Kisaran tersebut telah melebihi baku mutu yang ditetapkan sebesar MPN/100 ml. Total coliform terdeteksi lebih dari MPN/100 ml pada semua stasiun. Tingginya nilai coliform dapat disebabkan masih besarnya asupan air tawar dari sungai pada perairan laut di sekitar lokasi kegiatan, sehingga karakteristik perairan sungai yang memiliki kadar total coliform cukup tinggi akan meningkatkan total coliform pada perairan laut. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-41

44 Tabel 2-19 Kualitas air laut di sekitar lokasi kegiatan. Fisika Parameter Satuan Batas Deteksi Alat Hasil Analisis MWQ-1 MWQ-2 MWQ-3 MWQ-4 MWQ-5 MWQ-6 MWQ-7 Baku Mutu Kepmen LH 51/2004 Lampiran III Total Residu Tersuspensi (TSS) mg/l (Mangrove) Kekeruhan NTU 0,5 25,6 5,4 5,1 0,8 95,8 13,9 28,4 <5 Suhu Kimia 0 C (-) 32,6 33,2 33,3 32,8 31,6 32,2 32, ph (insitu) (-) (-) 7,88 8,02 8,03 7,97 7,96 7,67 7,93 7-8,5 Salinitas % o alami Amonia total (N-NH3) mg/l 0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 0,3 Sulfida (H2S) mg/l 0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 0,01 PCB ug/l 0,00001 <0,00001 <0,00001 <0,00001 <0,00001 <0,00001 <0,00001 <0, ,01 Surfaktan (Deterjen) mg/l 0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 1 Fosfat (P-PO4) mg/l 0,005 0,007 <0,005 0,009 0,01 <0,005 <0,005 <0,005 0,015 Minyak dan lemak mg/l 1 <1 <1 <1 <1 2 <1 <1 1 Raksa (Hg) mg/l 0,00005 <0,00005 <0,00005 <0,00005 <0,00005 <0,00005 <0,00005 <0, ,001 Kadmium(Cd) mg/l 0,0001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 Tembaga (Cu) mg/l 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,008 Timbal (Pb) mg/l 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,008 Seng (Zn) mg/l 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,05 Nikel (Ni) mg/l 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 Biologi Coliform total Sumber: Data primer, Desember MPN/100 ml >2.420 >2.420 >2.420 >2.420 >2.420 >2.420 > Adendum Andal dan RKL-RPL 2-42

45 2.2 BIOLOGI Flora darat Berdasarkan hasil survei lapangan pada lokasi rencana kegiatan/usaha dan sekitarnya, diperoleh informasi bahwa terdapat empat tipe komunitas flora di lokasi studi yaitu, tipe komunitas tambak garam/ikan, tipe komunitas tepian sungai (riparian), tipe komunitas kebun dan pekarangan serta tipe komunitas mangrove. Berdasarkan survei inventarisasi tercatat sedikitnya 26 jenis flora yang termasuk dalam 14 famili. Tabel berikut menyajikan sebaran jenis flora di empat tipe komunitas yang ada. Tabel 2-20 Jenis-jenis flora yang dijumpai di lokasi rencana kegiatan/usaha PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW. No. Jenis Family Nama lokal 1 Avicennia officinalis Acanthaceae Api-api daun lebar/brayo Tambak Garam Tipe Komunitas Tepian Sungai Kebun & Pekarangan Mangrove Avicennia marina Acanthaceae Api-api/Brayo Acanthus ilicifolius Acanthaceae Jeruju hitam Sesuvium portulacastrum Aizoaceae Gelang laut Wedelia biflora Asteraceae Seruni Pluchea indica Asteraceae Beluntas Vernonia cinerea Asteraceae Seungit Carica papaya Caricaceae Pepaya Manihot utilissima Euphorbiaceae Singkong Mimosa pudica Fabaceae Putri malu Tamarindus indica Fabaceae Asam jawa Leucaena leucocephala Fabaceae Lamtoro Pterocarpus indicus Fabaceae Angsana Phaseolus vulgaris Fabaceae Kacang tanah Ceiba pentandra Malvaceae Kapuk randu Hibiscus rosa sinensis Malvaceae Bunga kembang sepatu Musa paradisiaca Musaceae Pisang Syzygium aqueum Myrtaceae Jambu air Psidium guajava Myrtaceae Jambu batu Averrhoa carambola Oxalidaceae Belimbing Cynodon dactylon Poaceae Kakawatan Eleusine indica Poaceae Rumput jampang Zea mays Poaceae Jagung Rhizophora apiculata Rhizophoraceae Bangko Rhizophora mucronata Rhizophoraceae Bangko/Bakau hitam 26 Stachytarpheta jamaicensis Verbenaceae Jarong Jumlah Keterangan: 1 = jenis dijumpai, 0 = tidak dijumpai; IUCN = International Union for Conservation of Nature; LC = Least Concern (Tidak Terancam Punah); CITES = Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora; PP = Peraturan Pemerintah. Sumber: data survei tim penyusun ANDAL, Adendum Andal dan RKL-RPL 2-43

46 Komunitas Tambak Garam/Ikan Sebagian besar tapak Proyek berupa tambak garam/ikan yang merupakan tipe habitat non alami dan sudah dimodifikasi oleh manusia. Jenis-jenis tumbuhan yang tercatat di komunitas ini umumnya berupa semak dari family Asteraceae dan rerumputan (family Poaceae) yang tumbuh di pematang tambak. Selain itu, dijumpai dua jenis mangrove dalam jumlah sedikit di pematang tambak yang berada dekat dengan hutan mangrove. Tercatat sembilan jenis tumbuhan ditemukan pada tipe komunitas tambak garam/ikan diantaranya Gelang laut (Sesuvium portulacastrum), Seruni (Wedelia biflora), Beluntas (Pluchea indica), Putri malu (Mimosa pudica), Kakawatan (Cynodon dactylon), Rumput jampang (Eleusine indica), dan Jarong (Stachytarpheta jamaicensis), Api-Api (Avicennia officinalis) dan Bako (Rhizophora mucronata). Populasi flora di komunitas tambak garam tidak begitu banyak bahkan tergolong sangat sedikit/jarang. Hal tersebut disebabkan sebagian besar tambak garam berupa kolam garam aktif yang dikelola intensif terus menerus sehingga tidak ada flora yang tumbuh kecuali di tepian pematang tambak. Diantara sembilan jenis flora yang dijumpai, gelang laut, jarong dan beluntas tergolong jenis flora yang paling umum dijumpai. Jenis-jenis flora yang tumbuh di tipe komunitas tambak garam tidak ada satupun yang bersifat endemik dan dilindungi baik secara international maupun peraturan pemerintah. Dua jenis flora termasuk dalam daftar IUCN Redlist Database namun dengan kategori Least Concern (resiko kepunahan rendah), yaitu Api-api (A. officinalis) dan bako (R.mucronata). A. Kondisi flora di komunitas tambak garam B. Beluntas (Pluchea indica) C. Jarong (Stachytarpheta jamaicensis) D. Gelang laut (Sesuvium portulacastrum) Gambar 2-20 Kondisi flora di komunitas tambak garam. Komunitas Tepian Sungai Terdapat dua sungai/kali yang posisinya mengapit tapak proyek, yaitu sungai Kanci-2 dan Cipaluh yang membentuk komunitas tepian sungai. Tercatat total sepuluh (10) jenis flora dari lima famili (Acanthaceae, Aizoaceae, Asteraceae, Poaceae, dan Rhizophoraceae) dijumpai tumbuh di sempadan sungai tersebut diantaranya Api-api (A. officinalis), Brayo (A. marina), Jeruju hitam (A. ilicifolius), Gelang laut (S. portulacastrum), Seruni (W. biflora), Beluntas (P. indica), Seungit (V. cinerea), Kakawatan (C. dactylon), dan dua jenis bakau yaitu R. apiculata dan R. mucronata. Jenis-jenis flora tersebut tumbuh di tepian sungai dengan sebaran yang tidak merata dan populasi yang tidak banyak karena sebagian besar tepian kanan dan kiri sungai Adendum Andal dan RKL-RPL 2-44

47 tersebut telah dibuka oleh masyarakat menjadi jalan akses menuju ke tambak-tambak mereka dan juga untuk saluran yang mengalirkan air laut ke tambak-tambak tersebut. Komunitas flora tepian sungai yang relatif cukup baik hanya dijumpai di bagian utara tapak proyek yang sudah masuk dalam hutan mangrove dengan jenis flora yang dominan adalah api-api (A. officinalis) dan Brayo (A. marina) dengan tingkat pertumbuhan semai hingga tiang. Jenis Bakau (R. mucronata dan R. apiculata) pada tingkat pertumbuhan semai hingga pancang juga dijumpai dalam jumlah sedikit dengan sebaran tidak merata di tepian sungai. Dari total sepuluh jenis flora yang dijumpai, lima jenis diantaranya api-api (A. officinalis), Brayo (A. marina), jeruju hitam (A. ilicifolius), R. apiculata dan R. mucronata masuk dalam daftar IUCN Redlist Database dengan kategori Least Concern (resiko kepunahan rendah). Tidak ada jenis flora endemik dan/atau dilindungi oleh pemerintah dan tidak satu jenispun masuk daftar CITES. A. Kondisi komunitas tepian sungai B. Api-api (Avicennia officinalis) yang tumbuh di tepian sungai C. Rumput kakawatan (C. dactylon) dan Gelang laut (S. portulacastrum) di tepian sungai yang sudah terbuka D. Bakau Rhizophora apiculate yang tumbuh di tepian sungai Gambar 2-21 Kondisi flora di tipe komunitas tepian sungai. Komunitas Kebun & Pekarangan Tipe komunitas kebun & pekarangan dijumpai di bagian selatan tapak proyek dekat dengan pemukiman penduduk. Tercatat total 14 jenis flora yang termasuk dalam sembilan family (Asteraceae, Caricaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Musaceae, Myrtaceae, Oxalidaceae, dan Poaceae). Jenis-jenis tersebut adalah beluntas (Pluchea indica), papaya (Carica papaya), singkong (Manihot utilissima), asam jawa (Tamarindus indica), lamtoro (Leucaena leucocephala), angsana (Pterocarpus indicus), kacang tanah (Phaseolus vulgaris), kapuk randu (Ceiba pentandra), bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), pisang (Musa paradisiaca), jambu air (Syzygium aqueum), jambu batu (Psidium guajava), belimbing (Averrhoa carambola), dan jagung (Zea mays). Umumnya jenis flora yang dijumpai umumnya bukan merupakan flora alami melainkan tanaman budidaya yang ditanam oleh masyarakat. Diantara jenis yang dijumpai tidak ada satupun jenis endemik dan dilindungi baik oleh pemerintah maupun secara global kecuali angsana (P. indicus) yang masuk dalam daftar IUCN Redlist Database dengan kategori rentan (Vulnerable). Adendum Andal dan RKL-RPL 2-45

48 A. Kondisi komunitas kebun pekarangan dengan beberapa tegakan pohon Kapuk Randu (Ceiba pentandra) dan Lamtoro (Leucaena leucocephala) B. Beluntas Pluchea indica) dan Lamtoro (Leucaena leucocephala) Gambar 2-22 Kondisi flora di tipe komunitas kebun pekarangan. Komunitas Mangrove Berdasarkan laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Cirebon (Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2014), diketahui luas hutan mangrove di tiga kecamatan yang masuk dalam lokasi tapak proyek rencana pembangunan PLTU Cirebon kapasitas 1x1000 MW yaitu di Kecamatan Mundu seluas 25 Ha, Kecamatan Astanajapura 15 Ha, dan Kecamatan Pangenan Ha. Hutan mangrove di Kabupaten Cirebon merupakan hasil rehabilitasi yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah pusat maupun daerah untuk tujuan utama pengamanan lingkungan, melindungi pemukiman dari gempuran ombak dan tiupan angin kencang. Dalam perkembangannya, masyarakat berharap mendapatkan manfaat ekonomi dari hutan mangrove yang ditempuh dengan cara mengkonversinya menjadi tambak untuk budidaya udang dan bandeng. Jenis-jenis mangrove yang umum dijumpai di hutan mangrove Kabupaten Cirebon diantaranya Rhyzophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Avicennia marina, Sonneratia alba, Aegiceras corniculata, Lumnitzera racemosa, Heritiera litoralis dan Nypa fruticans (Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2014). Komposisi flora yang menghuni komunitas mangrove didominasi oleh dua jenis bakau yaitu Avicennia officinalis L. atau bakau api api, Avicennia marina atau api-api putih dan Rhizopora mucronata Lmk. atau bakau hitam. Bakau api-api umumnya tumbuh di bagian pinggir daratan rawa mangrove, khususnya di sepanjang sungai yang dipengaruhi pasang surut dan mulut sungai. Bakau hitam umumnya tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal dan lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai. Jenis api-api paling banyak ditemukan di daerah pantai sedangkan jenis bakau hitam biasa dijumpai di sela-sela kelompok api-api (Noor dkk. 2012). Kedua jenis bakau ini biasa digunakan sebagai kayu bakar oleh penduduk setempat. Komunitas bakau di wilayah sekitar rencana PLTU membentang dari muara Sungai Kanci hingga muara Sungai Cipaluh sepanjang sekitar ±200 m dengan ketebalan bervariasi mulai dari 15 sampai 30 m. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2014, diketahui total luas lahan mangrove yang telah direhabilitasi di wilayah Cirebon mencapai 892,30 ha dengan 51,25% diantaranya (457,30 ha) berada di luar kawasan kehutanan dan 48,75% (435 ha) berada di kawasan hutan. Rehabilitasi mangrove dilakukan oleh Perum Perhutani, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cirebon, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pada tahun 2015, PT. CEP juga melakukan rehabilitasi mangrove dengan melakukan penanaman mangrove di sepanjang pantai yang berbatasan dengan tapak PLTU Cirebon kapasitas 1x660 MW. Mangrove yang ditanam tersebut pada tahun 2016 telah telah tumbuh dengan baik sehingga fungsi ekologisnya dalam menjaga garis pantai agar tetap stabil, Adendum Andal dan RKL-RPL 2-46

49 melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, menahan sedimen, dan sebagai lokasi berbiak berbagai biota laut dapat kembali pulih. Komunitas mangrove ditemukan di bagian utara tapak proyek dengan ketebalan beragam antara 5-50 m dari garis pantai. Plot pengamatan dilakukan pada lima plot pengamatan, yaitu Transek- 01 yang berada di wilayah administrasi Desa Kanci dan Transek-02, Transek-03, Transek-04 dan Transek-05 di Desa Waruduwur. Tercatat empat jenis mangrove sejati yaitu api-api (A. officinalis), Brayo (A. marina), bangko (R. apiculata) dan bangko/bakau hitam (R. mucronata). Formasi mangrove tidak terlihat jelas karena sebagian besar mangrove merupakan hasil penanaman kembali dengan jenis dominan A. marina. Mangrove yang dijumpai umumnya pada tingkat pertumbuhan semai dan pancang, jarang dijumpai mangrove tingkat pertumbuhan tiang dan tidak dijumpai satupun mangrove tingkat pertumbuhan pohon. Hal tersebut dikarenakan mangrove tersebut merupakan bekas bukaan tambak garam yang direboisasi. Selain empat jenis mangrove sejati, tercatat juga empat jenis mangrove ikutan yaitu Gelang laut (S. portulacastrum), Beluntas (P. indica), Jarong (Stachytarpheta jamaicensis), dan Kakawatan (C. dactylon). Empat jenis mangrove sejati yang dijumpai tercatat dalam IUCN Redlist Database dengan kategori Least Concern (resiko kepunahan rendah). Tidak ada jenis flora endemik dan dilindungi baik oleh pemerintah maupun secara global. A. Bakau (R. apiculata) tingkat tiang di tipe komunitas mangrove. B. Tegakan Brayo (A. marina) tingkat tiang di tipe komunitas mangrove C. A. marina tingkat semai di daerah pantai D. A. marina tingkat pancang di dalam hutan mangrove Gambar 2-23 Kondisi flora di tipe komunitas mangrove Transek-01 Transek-01 merupakan ekosistem mangrove yang berada di Desa Kanci. Pada transek ini hanya dijumpai dua jenis mangrove sejati yaitu A. marina dan A. officinalis. Strata tiang hanya di jumpai sebanyak satu individu dari spesies A. marina, selebihnya berupa semai dan pancang. Strata pancang ditemukan sebanyak 866 individu dengan kerapatan relatif tertinggi dijumpai pada jenis A. marina sebesar 98,04% diikuti oleh A. officinalis sebesar 1.96%. Jenis yang paling sering di jumpai adalah A. marina dengan nilai frekuensi relatif sebesar 85,29% dan yang paling sedikit dijumpai yaitu A. officinalis dengan nilai frekuensi relatif sebesar 14,71%. Indeks Nilai penting Adendum Andal dan RKL-RPL 2-47

50 (INP) yang paling tinggi terdapat pada A. marina sebesar 183,33% sedangkan Indeks nilai penting terendah yaitu A. officinalis sebesar 16,67%. Strata semai tercatat ditemukan sebanyak 143 individu. Jenis semai yang memiliki nilai kerapatan relatif tinggi adalah A. marina sebesar 92,31% sedangkan terendah yaitu jenis A. officinalis 7,69%. Jenis semai yang sering dijumpai adalah A. marina dengan nilai frekuensi relatif sebesar 85,29% sedangkan terendah yaitu jenis A. officinalis dengan nilai frekuensi relatif sebesar 14,71% Indeks nilai penting tertinggi dimiliki oleh jenis A. marina sebesar 177,60% dan terendah yaitu jenis A. officinalis sebesar 22,40%. Tabel 2-21 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat semai Transek-01 No Nama Lokal Nama famili Nama Latin Individu Plot K KR F FR INP 1 Brayo Acanthaceae Avicennia marina Brayo Acanthaceae Avicennia officinalis Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 TOTAL Tabel 2-22 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat pancang Transek-01 No. Nama Lokal Nama famili Nama Latin Individu Plot K KR F FR INP 1 Brayo Acanthaceae Avicennia marina Brayo Acanthaceae Avicennia officinalis Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 Transek-02 TOTAL Strata pancang pada titik pengamatan transek-02 ditemukan sebanyak individu yang terdiri dari tiga spesies yaitu A. officinalis, R. mucronata, dan R. apiculata. Kerapatan relatif tertinggi dijumpai pada jenis A. officinalis sebesar 86,41% terendah yaitu R. apiculata sebesar 0,25%. Jenis strata pancang yang paling sering di jumpai adalah jenis A. officinalis dengan nilai frekuensi relatif sebesar 77,42% sedangkan yang paling sedikit dijumpai yaitu R. apiculata dengan nilai frekuensi relatif sebesar 3,23%. Indeks nilai penting yang paling tinggi terdapat pada A. officinalis sebesar 163,83% sedangkan terendah yaitu R. apiculata sebesar 3,47%. Strata semai di transek-02 tercatat ditemukan total sebanyak 122 individu dari empat spesies. Jenis semai yang memiliki nilai kerapatan relatif yang tinggi yaitu jenis A. officinalis sebesar 73,77% sedangkan yang terendah yaitu jenis R. mucronata sebesar 0.82%. Jenis semai yang sering dijumpai adalah A.officinalis dengan nilai frekuensi relatif sebesar 80,65% sedangkan nilai frekuensi relatif terendah yaitu jenis R. mucronata dan R. apiculata sebesar 3,23%. Indeks nilai penting tertinggi dimiliki oleh jenis A. officinalis sebesar 154,42% sedangkan indeks nilai penting terendah yaitu jenis R. mucronata sebesar 4,05%. Tabel 2-23 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat semai Transek-02. No Nama Lokal Nama famili 1 Brayo Acanthaceae 2 Bangka Rhizophoraceae Nama Latin Avicennia officinalis Rhizophora apiculata Individu Plot K KR F FR INP Adendum Andal dan RKL-RPL 2-48

51 No Nama Lokal Nama famili 3 Brayo Acanthaceae 4 Bangka Rhizophoraceae Nama Latin Avicennia marina Rhizophora mucronata Individu Plot K KR F FR INP TOTAL Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, Tabel 2-24 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat pancang Transek-02. No. Nama Lokal Nama famili 1 Brayo Acanthaceae 2 Bangka Rhizophoraceae 3 Brayo Acanthaceae Nama Latin Avicennia officinalis Rhizophora apiculata Avicennia marina Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 Transek-03 Individu Plot K KR F FR INP TOTAL Pada transek-03 semula merupakan ekosistem mangrove yang tumbuh secara alami, akan tetapi saat ini sudah mengalami perubahan menjadi tambak garam terbuka dan tidak dijumpai mangrove, sehingga tidak dilakukan pengambilan sampel pada transek tersebut. Transek-03 merupakan lokasi di mana awal dermaga akan dibangun. Transek-04 Transek-04 merupakan ekosistem mangrove yang berada di Desa Waruduwur dengan kondisi terganggu karena mulai dibuka untuk tambak garam. Pada transek-04 tidak ditemukan individu untuk strata pertumbuhan pohon dan tiang. Strata pancang pada transek-04 ditemukan sebanyak 342 individu yang terdiri atas dua spesies, yaitu A. marina dan A. officinalis. Kerapatan relatif tertinggi dijumpai pada jenis A. marina sebesar 96,20% diikuti oleh A. officinalis sebesar 3,8%. Strata pancang yang paling sering di jumpai adalah A. marina dengan nilai frekuensi relatif sebesar 70,59% dan nilai frekuensi relatif terendah yaitu A. officinalis 29,41%. Indeks nilai penting yang paling tinggi terdapat pada A. marina sebesar 166,79% sedangkan Indeks nilai penting terendah yaitu A. officinalis sebesar 33,21%. Strata semai transek-04 ditemukan sebanyak 71 individu dari dua spesies, yaitu A. marina dan A. officinalis. Semai yang memiliki nilai kerapatan relatif tinggi adalah A. marina sebesar 88,73% sedangkan terendah yaitu jenis A. officinalis sebesar 11,27%. Jenis semai yang sering dijumpai adalah A. marina dengan nilai frekuensi relative sebesar 63,16% sedangkan nilai frekuensi relatif terendah yaitu jenis A. officinalis sebesar 36,84%. Indeks nilai penting tertinggi dimiliki oleh jenis A. marina sebesar 151,89% dan terendah yaitu jenis A. officinalis sebesar 48,11%. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-49

52 Tabel 2-25 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat semai Transek-04. No Nama Lokal Nama familia Nama Latin Individu Plot K KR F FR INP 1 Brayo Acanthaceae Avicennia marina , ,16 151,89 2 Brayo Acanthaceae Avicennia officinalis ,27 0,58 36,84 48,11 Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, TOTAL Tabel 2-26 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat pancang Transek-04. No. Nama Lokal Nama familia Nama Latin Individu Plot K KR F FR INP 1 Brayo Acanthaceae Avicennia marina ,20 1,00 70,59 166,79 2 Brayo Acanthaceae Avicennia officinalis ,80 0,42 29,41 33,21 Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 Transek-05 TOTAL , Strata pancang pada titik pengamatan transek-05 ditemukan sebanyak 567 individu dan hanya terdiri dari satu spesies saja yaitu A. marina. Nilai Kerapatan relatif dan nilai frekuensi relatif A. marina sebesar 100% dan indeks nilai penting A. marina sebesar 200%. Strata semai ditemukan sebanyak 64 individu dari atas tiga spesies, yaitu A. marina, R. apiculata, dan R. mucronata. Jenis semai yang memiliki nilai kerapatan relatif yang tinggi yaitu jenis A. marina sebesar 89,06% sedangkan yang terendah yaitu jenis R. mucronata sebesar 1,56%. Jenis semai yang sering dijumpai adalah A. marina dengan nilai frekuensi relatif sebesar 85,71% sedangkan nilai frekuensi relatif terendah yaitu jenis R. mucronata sebesar 4,76%. Indeks nilai penting tertinggi dimiliki oleh jenis A. marina sebesar 174,78% sedangkan indeks nilai penting terendah yaitu jenis R. mucronata sebesar 6,32%. Tabel 2-27 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat semai Transek-05 No Nama Lokal Nama familia Nama Latin Individu Plot K KR F FR INP 1 Brayo Acanthaceae Avicennia marina , ,71 174,78 2 Bangka Rhizophoraceae Rhizophora apiculata ,38 0,11 9,52 18,90 3 Bangka Rhizophoraceae Rhizophora mucronata ,56 0,06 4,76 6,32 Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 TOTAL , Tabel 2-28 Indeks Nilai Penting Mangrove tingkat pancang Transek-05 No. Nama Lokal Nama familia Nama Latin Individu Plot K KR F FR INP 1 Brayo Acanthaceae Avicennia marina Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 TOTAL Adendum Andal dan RKL-RPL 2-50

53 Indeks Nilai Penting dan Kerapatan Mangrove Berdasarkan perbandingan Indeks Nilai Penting yang ditunjukkan dalam diagram pada Gambar berikut diketahui bahwa jenis A. marina mendominasi komunitas mangrove di hampir setiap transek, kecuali pada transek TS-02 yang didominasi oleh A. officinalis. Tabel 2-28 menunjukan kerapatan (jumlah individu per hektar) mangrove tingkat semai adalah ,64 individu/hektar dan mangrove tingkat pancang adalah ,36 individu/hektar dengan total kerapatan (semai + pancang) mencapai individu/hektar. Gambar 2-24 Perbandingan nilai Indeks Nilai Penting mangrove tingkat semai dan pancang di empat transek. Tabel 2-29 Kerapatan total tegakan mangrove di lokasi rencana kegiatan/usaha PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW. No Jenis Semai Jumlah individu K (ind/ha) 1 Avicennia marina ,32 2 Avicennia officinalis ,59 3 Rhizophora apiculata ,91 4 Rhizophora mucronata 2 56,82 No Total Individu & Kerapatan ,64 Total Plot 88 Luas petak contoh Jenis Pancang Jumlah individu K (ind/ha) 1 Avicennia marina ,18 2 Avicennia officinalis ,55 3 Rhizophora apiculata 3 13,64 Total Individu & Kerapatan ,36 Total Plot 88 Luas petak contoh 0,22 Total Kerapatan Semai & Pancang Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-51

54 Indeks keanekaragaman jenis, indeks dominansi dan indeks kemerataan Keanekaragaman jenis (H ) merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman jenis juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994). Berdasarkan hasil analisis nilai indeks keanekaragaman mangrove di empat transek pengamatan, nilai indeks keanekaragaman komunitas mangrove tergolong rendah dengan kisaran antara 0,07 0,45 dan tergolong kategori keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah (nilai indeks keanekaragaman <1). Nilai indeks kemerataan juga tergolong rendah dengan kisaran 0,06 0,32. Nilai dominansi tergolong tinggi dengan kisaran 0,75 0,98. Gambar 2-24 menyajikan perbandingan nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Kemerataan, dan Indeks Dominansi komunitas mangrove di empat transek pengamatan. Berdasarkan nilai indeks tersebut disimpulkan bahwa komunitas mangrove di empat transek pengamatan memiliki tingkat keragaman rendah dengan populasi jenis tidak merata dengan ditandai adanya jenis mendominansi. Hal tersebut disebabkan karena hutan mangrove yang ada bukan merupakan komunitas mangrove alami melainkan komunitas mangrove hasil proses reboisasi atas hutan mangrove yang sebelumnya dibuka untuk tambak garam. Reboisasi mangrove tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat dan PT. CEP sebagai bagian dari program reboisasi PLTU Cirebon Kapasitas 1x660 MW TS 01 TS 02 TS 04 TS 05 H' E D Gambar 2-25 Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan Dominansi mangrove di empat transek. Tingkat Kerusakan Mangrove Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia menetapkan kriteria baku kerusakan mangrove melalui Keputusan Menteri Nomor 201 Tahun 201 tentang kriteria baku kerusakan mangrove dan Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove, sebagai berikut : 1. Baik (sangat padat) apabila terdapat >1.500 pohon per hektar; 2. Baik ( sedang) apabila terdapat 1.000< <1.500 pohon per hektar; 3. Rusak (jarang) apabila terdapat <1.000 pohon per hektar. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-52

55 Berdasarkan hasil analisis data komunitas mangrove di empat transek diketahui tidak ada tegakan mangrove tingkat pertumbuhan tiang dan pohon. Dengan demikian, mengacu pada kriteria baku kerusakan mangrove tersebut, maka hutan mangrove di lokasi studi tergolong kategori rusak. Status Konservasi Flora Berdasarkan hasil observasi dan inventarisasi jenis flora di lokasi studi tercatat sedikitnya 26 jenis flora. Dari keseluruhan spesies yang ditemukan tidak terdapat jenis flora yang dilindungi berdasarkan peraturan-perundangan Republik Indonesia (PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa). Ke tujuh spesies tersebut masuk dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan status tidak terancam punah atau Least Concern (LC). Tidak ditemukan spesies yang masuk kedalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) yang mengatur tentang perdagangan satwa secara internasional. Tabel 2-30 Daftar jenis dan status konservasi jenis-jenis flora di lokasi rencana kegiatan/usaha PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW. No. Jenis Nama lokal IUCN Redlist CITES 1 Avicennia officinalis Api-api daun lebar/brayo LC Avicennia marina Api-api/Brayo LC Acanthus ilicifolius Jeruju hitam LC Sesuvium portulacastrum Gelang laut Wedelia biflora Seruni Pluchea indica Beluntas Vernonia cinerea Seungit Carica papaya Pepaya Manihot utilissima Singkong Mimosa pudica Putri malu LC Tamarindus indica Asam jawa Leucaena leucocephala Lamtoro Pterocarpus indicus Angsana VU Phaseolus vulgaris Kacang tanah Ceiba pentandra Kapuk randu Hibiscus rosa sinensis Bunga kembang sepatu Musa paradisiaca Pisang Syzygium aqueum Jambu air Psidium guajava Jambu batu Averrhoa carambola Belimbing Cynodon dactylon Kakawatan Eleusine indica Rumput jampang LC Zea mays Jagung Rhizophora apiculata Bangko LC Rhizophora mucronata Bangko LC Stachytarpheta jamaicensis Jarong Keterangan: IUCN = LC= Least Concern; VU = Vulnerable; PP = Peraturan Pemerintah Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 PP NO 7 th 1999 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-53

56 2.2.2 Fauna darat Berdasarkan hasil survei lapangan pada lokasi studi di tapak dan sekitarnya, tercatat total 70 jenis fauna yang terdiri atas dua jenis amfibi, tujuh jenis reptil, 55 jenis burung dan enam jenis mamalia. Kondisi lokasi secara umum merupakan habitat non alamiah atau sudah termodifikasi oleh aktivitas manusia berupa tambak garam dengan sebagian kecil berupa mangrove dengan kondisi rusak bekas bukaan lahan tambak garam yang direboisasi dan sebagian kecil lainnya berupa kebun pekarangan. Hal tersebut menyebabkan tidak banyak dijumpai jenis-jenis fauna atau satwa liar di lokasi kegiatan. Tabel 2-31 Jenis-jenis fauna yang dijumpai di lokasi di lokasi rencana kegiatan/usaha PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW. No. Jenis Family Nama lokal A. AMPHIBI 1 Duttaphrynus melanostictus Bufonidae kodok buduk 2 Fejervarya cancrivora Dicroglossidae Kodok sawah B. REPTIL 1 Draco volans Agamidae Cicak terbang/cekibar 2 Cerberus rynchops Colubridae Ular air 3 Boiga dendrophila Colubridae Ular cincin emas 4 Naja sputatrix Elaphidae Ular-sendok jawa 5 Hemidactylus platyurus Gekkonidae Cicak rumah 6 Eutropis multifasciata Scincidae Kadal kebun 7 Varanus salvator Varanidae Biawak C. BURUNG 1 Gerygone sulphurea Acanthizidae Remetuk laut 2 Alcedo meninting Alcedinidae Raja udang biru 3 Halcyon cyanoventris Alcedinidae Raja udang 4 Halcyon sancta Alcedinidae Raja Udang Suci 5 Pelargopsis capensis Alcedinidae Cekakak sungai 6 Aerodramus fuciphagus Apodidae Walet 7 Collocalia esculenta Apodidae Walet sapi 8 Ardea alba Ardeidae Kuntul besar 9 Ardea cinerea Ardeidae Cangak abu 10 Ardea purpurea Ardeidae Cangak merah 11 Ardeola speciosa Ardeidae Blekok 12 Bubulcus ibis Ardeidae Kuntul kerbau 13 Butorides striatus Ardeidae Kokokan laut 14 Egretta garzetta Ardeidae Kuntul kecil 15 Egretta intermedia Ardeidae Kuntul 16 Egretta sacra Ardeidae Kuntul Karang 17 Ixobrychus sinensis Ardeidae Bambangan coklat 18 Artamus leucorhynchus Artamidae Kekep Babi 19 Caprimulgus affinis Caprimulgidae Cabak kota 20 Charadrius javanicus Charadriidae Cerek jawa 21 Cisticola juncidis Cisticolidae Cici padi 22 Geopelia striata Columbidae Perkutut 23 Streptopelia chinensis Columbidae Tekukur Adendum Andal dan RKL-RPL 2-54

57 Amfibi No. Jenis Family Nama lokal 24 Treron vernans Columbidae Punai gading 25 Cacomantis merulinus Cuculidae Wiwik kelabu 26 Centropus sinensis Cuculidae Bubut 27 Dicaeum trigonostigma Dicaeidae Burung cabe bunga api 28 Dicaeum trochileum Dicaeidae Cabai jawa 29 Lonchura leucogastroides Estrildidae Bondol jawa 30 Lonchura punctulata Estrildidae Bondol peking 31 Hirundo tahitica Hirundindae Layang-layang batu 32 Aegithinia tiphia Irenidae Cipoh 33 Psilopogon haemacephalus Megalaimidae Burung takur 34 Cyornis rufigastra Muscicapidae Sikatan bakau 35 Muscicapa sp. Muscicapidae Sikatan 36 Anthreptes malacensis Nectariniidae Burung madu kelapa 37 Arachnothera longirostra Nectariniidae Pijantung 38 Nectarinia jugularis Nectariniidae Burung madu sriganti 39 Paser montanus Passeriformes Burung gereja 40 Picoides macei Picidae Caladi ulam 41 Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae Kutilang 42 Pycnonotus goiavier Pycnonotidae Merbah cerukcuk 43 Amaurornis phoenicurus Rallidae Kareo padi 44 Rhipidura javanica Rhipiduridae Kipasan 45 Actitis hypoleucos Scolopacidae Trinil pantai 46 Numenius arquata Scolopacidae Gajahan besar 47 Aplonis minor Sturnidae Perling kecil 48 Acrocephalus sp. Sylviidae Kerakbasi 49 Orthotomus ruficeps Sylviidae Cinenen kelabu 50 Orthotomus sepium Sylviidae Cinenen jawa 51 Prinia familiaris Sylviidae Perenjak 52 Prinia flaviventris Sylviidae Perenjak rawa 53 Locustella lanceolata Sylviidae Kecici 54 Turnix suscitator Turnicidae Puyuh 55 Zosterops palpebrosus Zosteropidae Kacamata biasa D. MAMALIA 1 Canis familiaris Canidae Anjing 2 Felis catus Felidae Kucing 3 Rattus argentiventer Muridae Tikus sawah 4 Callosciurus notatus Sciuridae Bajing kelapa 5 Pteropus sp. Pteropodidae Kalong 6 Myotis sp. Myotinae Kalelawar Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, Secara umum, amfibi hidup dalam dua alam yaitu air dan darat. Dalam siklus hidupnya selalu berasosiasi dengan air. Amfibi terdiri dari tiga bangsa, yaitu Salamandar, Sesilia, dan Anura (Kodok dan Katak). Salamander tidak ditemukan di Indonesia, sedangkan Sesilia jarang sekali dijumpai karena hidupnya yang burial (di bawah tanah). Amfibi yang umum dijumpai dan dikenal Adendum Andal dan RKL-RPL 2-55

58 masyarakat umumnya adalah jenis-jenis dari kelompok anura. Kebanyakan amfibi hidup di kawasan berhutan dan dekat dengan air permukaan karena amfibi membutuhkan kelembaban yang cukup untuk melindungi tubuhnya dari kekeringan. Beberapa jenis hidup di sekitar sungai dan lainnya tidak pernah meninggalkan air selama fase hidupnya, sedangkan jenis lainnya hidup di darat pada fase dewasa namun umumnya mengunjungi air permukaan untuk berkembang biak. Dua jenis anura yang dijumpai di lokasi studi adalah Fejervaria cancrivora atau secara lokal dikenal sebagai katak sawah atau katak rawa dan Bufo melanostictus atau secara lokal dikenal sebagai kodok buduk. F. cancrivora di lokasi studi dijumpai di tipe habitat mangrove berair payau. Menurut Iskandar (1998) tidak ada jenis katak yang tahan hidup di air asin atau payau, kecuali hanya dua jenis dan salah satunya adalah F. cancrivora. Jenis kedua yang dijumpai di lokasi studi adalah B. melanostictus. Jenis tersebut dijumpai di daerah kebun dan pekarangan. Menurut Iskandar (1998), kodok buduk tergolong kodok yang hidup di habitat yang berkaitan dengan kegiatan manusia. Indeks keanekaragaman jenis amfibi di lokasi kegiatan/usaha tergolong rendah dengan nilai 0,67 (<1) sehingga tergolong keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah berdasarkan kategori Margalef 1972 (dalam Magurran 1988). Tabel 2-32 menunjukkan Indeks keanekaragaman jenis, indeks kemerataan, dan indeks dominansi amfibi di lokasi rencana kegiatan/usaha. Tabel 2-32 Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kemerataan, dan Indeks Dominansi Amfibi. No. Jenis Family Nama lokal 1 Duttaphrynus melanostictus Bufonidae 2 Fejervarya cancrivora Dicroglossidae Kodok buduk Kodok sawah Individu pi Ln pi pi ln pi pi x pi Total Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, 2016 H' = Hmax= E' = D = 0.52 Reptil Reptil yang dijumpai di lokasi kegiatan/usaha umumnya merupakan anggota ordo Squamata yaitu ular (Subordo Serpentes) dan kadal (Subordo Lacertilia). Tercatat dua jenis ular dari famili Colubridae yaitu Ular air (Cerberus rynchops) dan Ular cincin emas (Boiga dendrophila) serta satu jenis ular dari family Elaphidae yaitu Ular kobra (Naja sputatrix). Ular air banyak dijumpai (total 17 individu) di perairan tambak dan saluran air di lokasi studi. Ular cincin emas dijumpai di hutan mangrove, sedangkan ular kobra tidak dijumpai secara langsung namun berdasarkan informasi dari penduduk. Ular dari famili colubridae dikenal sebagai kelompok ular tidak berbisa sampai berbisa sedang, sedangkan kelompok elaphidae termasuk kelompok ular berbisa kuat. Ketiga jenis ular tersebut tidak termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi oleh pemerintah, namun ular kobra tergolong appendiks II dan ular air tergolong apendiks III dalam daftar CITES. Keduanya juga tercatat dalam IUCN Redlist Database dengan klasifikasi tidak terancam punah atau Least Concern (LC). Tercatat empat jenis kadal dijumpai di lokasi studi yaitu Cicak terbang (Draco volans) dari famili Agamidae, Cicak rumah (Hemidactylus platyurus) dari famili Gekkonidae, Kadal kebun (Eutropis multifasciata) dari famili Scincidae dan Biawak (Varanus salvator) dari famili Varanidae. Cicak terbang dijumpai di daerah kebun dan pekarangan. Cicak Adendum Andal dan RKL-RPL 2-56

59 terbang memiliki penyebaran laus mulai dari Thailand dan Semenanjung Malaya di barat, Kepulauan Filipina di utara hingga Indonesia. Satwa tersebut biasa didapati di pekarangan, kebun, hutan sekunder. Seperti halnya cicak terbang, kadal kebun juga dijumpai di kebun dan pekarangan. Cicak rumah dijumpai di lokasi kegiatan khususnya di kandang ayam dan gudang penyimpanan garam yang dijumpai di lokasi studi. Biawak tidak dijumpai secara langsung, namun berdasarkan informasi penduduk. Hewan tersebut dijumpai di hutan mangrove namun saat ini sudah mulai jarang terlihat. Hal tersebut terkait dengan kondisi mangrove yang sudah terganggu akibat pembukaan tambak garam dan kini mulai direboisasi. Diantara jenis-jenis kadal yang dijumpai tidak ada yang dilindungi oleh pemerintah dan hanya Biawak saja yang tergolong appendices II CITES dan tercatat dalam daftar IUCN Redlist Database dengan kategori tidak terancam punah atau Least Concern (LC). Indeks keanekaragaman jenis reptile di lokasi kegiatan/usaha tergolong rendah yaitu 0,324 dengan indeks kemerataan rendah sebesar 0,16 dan indeks dominansi rendah 0,389. Dari hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa komunitas reptile tergolong komunitas dengan keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah berdasarkan kategori Margalef 1972 (dalam Magurran 1988). Tabel 2-33 Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kemerataan, dan Indeks Dominansi Reptil. No. Jenis Family Nama lokal 1 Draco volans Agamidae Cicak terbang/cekibar Individu pi Ln pi pi ln pi pi x pi 1 0,034-3,367-0,116 0,001 2 Cerberus rynchops Colubridae Ular air 17 0,586-0,534-0,313 0,344 3 Boiga dendrophila Colubridae Ular cincin emas 1 0,034-3,367-0,116 0,001 4 Naja sputatrix Elaphidae 5 Hemidactylus platyurus Ular-sendok jawa 1 0,034-3,367-0,116 0,001 Gekkonidae Cicak rumah 5 0,172-1,758-0,303 0,03 6 Eutropis multifasciata Scincidae Kadal kebun 3 0,103-2,269-0,235 0,011 7 Varanus salvator Varanidae Biawak 1 0,034-3,367-0,116 0,001 Total 29-0,324 H' = 0,324 Hmax= 1,946 E' = 0,167 D = 0,389 Gambar 2-26 Ular air (Cerberus rynchops) yang banyak dijumpai di lokasi rencana kegiatan/usaha. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-57

60 Burung Kelompok pengamat burung lokal (Petakala Grage) pada tahun 2009 melaporkan bahwa kawasan pantai Indramayu dan Cirebon menjadi lokasi singgah untuk ribuan burung migran, khususnya dari famili Charadriidae and Scolopacidae. Burung-burung migran tersebut biasanya datang dari belahan bumi utara pada bulan September hingga Maret setiap tahunnya dan mengunjungi hutan mangrove serta kawasan pantai Indramayu dan Cirebon untuk mencari pakan dan beristirahat sementara sebelum melanjutkan migrasi mereka ke bagian bumi selatan. Habitat burung air di pantai utara Indramayu-Cirebon telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh pengalihan fungsi hutan mangrove berupa penebangan pohon untuk kayu bakar, konversi lahan basah menjadi tambak dan pertanian. Habitat burung air di pantura Indramayu Cirebon telah hilang sekitar 85%, sementara yang tersisa terus mengalami kehancuran (Mustari, 1992; Petakala Grage, 2009). Selain kehilangan habitat, perburuan burung air terutama burung migran untuk konsumsi atau hewan peliharaan juga menjadi ancaman serius. Tidak kurang burung air ditangkap dan diburu. Menurut hasil penelitian di daerah Indramayu pada tahun 1990 tercatat ±90 ekor burung Wilwa (Myceteria cinerea) telah diburu dan dagingnya digoreng untuk dikonsumsi. Contoh lain adalah brung Terik (Glareola malavarum) yang diperkirakan ditangkap ± ekor per tahun. Di sepanjang pantura sangat mudah dijumpai daging goreng burung air migran seperti didaerah Bangkir, Juntinyuat, Karangampel, Mundu Cirebon, Pasar Gebang sampai Losari (Petakala Grage, 2009). Silvius pada tahun 1989 melaporkan sedikitnya burung-burung air migran diburu dan ditangkap oleh masyarakat lokal untuk dikonsumsi dan dijual di restoran lokal. Alikodra dkk. pada tahun 1990 juga melaporkan hal yang sama. Berdasarkan survei yang mereka lakukan, dilaporkan jumlah burung migran yang ditangkap mencapai ± ekor. Dari total 33 spesies burung yang ditangkap, 26 spesies diantaranya adalah burung air. Kelimpahan relatif burung di sembilan titik pengamatan Tercatat total 55 jenis burung dari 28 famili. Terdapat empat jenis burung yang paling umum dijumpai dilokasi studi yaitu wallet sapi (Collocalia esculenta), walet sarang putih (Aerodramus fuciphagus), Cerek jawa (Charadrius javanicus) dan layang-layang batu (H. tahitica). Walet sapi dijumpai di seluruh titik pengamatan sedangkan jenis lainnya ditemukan di delapan titik pengamatan. Walet sapi, walet sarang putih, dan layang-layang batu adalah jenis-jenis burung pemakan serangga yang umum dijumpai di daerah terbuka seperti tambak garam dan mangrove yang relatif terbuka di lokasi studi. Cerek jawa (C. javanicus) dijumpai di hampir semua titik pengamatan kecuali di daerah kebun dan pekarangan. Cerek jawa merupakan burung berukuran kecil yang hidup di pantai berpasir dan berlumpur. Jenis pakan burung tersebut adalah moluska dan invertebrata yang hidup di daerah pantai. Burung tersebut merupakan spesies endemik Pulau Jawa. Selain di pantai, burung tersebut juga umum dijumpai mencari pakan di tambaktambak garam di lokasi studi. Enam jenis burung tergolong sering dijumpai (tercatat di enam titik pengamatan) yaitu Raja udang biru (Alcedo meninting), Blekok (Ardeola speciosa), Cabak kota (Caprimulgus affinis), Cici padi (Cisticola juncidis), Perkutut (Geopelia striata), dan Kutilang (Pycnonotus aurigaster). Raja udang biru (A. meninting) dijumpai di tipe komunitas mangrove dan tepian sungai. Burung tersebut umumnya hidup di daerah aliran air tawar dan kadang air payau dengan sumber pakan berupa ikan kecil ataupun udang. Di lokasi studi, burung tersebut dijumpai di daerah tepian sungai/saluran air dan mangrove. Cabak kota umumnya dijumpai di daerah mangrove dan tambak yang berdekatan dengan mangrove. Burung tersebut tidak bertengger di pohon akan tetapi berbaring di atas tanah atau pada atap gedung yang rata di perkotaan. Burung tersebut terlihat terbang berputar-putar pada senja hari sambil mengeluarkan suara tinggi meratap: "cwuirp", berulang-ulang secara teratur. Burung tersebut juga dapat dijumpai di daerah perkotaan karena tertarik dengan lampu-lampu kota untuk memburu serangga yang beterbangan di sekitarnya. Cici padi dan perkutut merupakan jenis-jenis burung pemakan biji-bijian yang masih dapat dijumpai mencari pakan di semak belukar di sekitar mangrove dan tambak garam, sedangkan kutilang merupakan burung kosmopolitan yang umum dijumpai di daerah pemukiman, kebun dan pekarangan. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-58

61 Jenis-jenis burung lainnya tergolong tidak umum dan jarang dijumpai masing-masing sebanyak 18 dan 27 jenis (Lihat Tabel 2-34). Diantara jenis-jenis burung tersebut tercatat sembilan jenis burung dari famili Ardeidae diantaranya Kuntul besar (Ardea alba), Cangak abu (Ardea cinerea), Cangak merah (Ardea purpurea), Blekok (Ardeola speciosa), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Kokokan laut (Butorides striatus), Kuntul kecil (Egretta garzetta), Kuntul (Egretta intermedia), Kuntul Karang (Egretta sacra), dan Bambangan coklat (Ixobrychus sinensis). Jenis-jenis burung Ardeidea tersebut khususnya burung kuntul (genus Egretta) selain dijumpai di daerah mangrove, teramati dalam jumlah banyak mencapai ratusan individu mencari makan (foraging) di sepanjang pantai berlumpur. A. Walet sapi (Collocalia esculenta) B. Cerek jawa (Charadrius javanicus) C. Jenis-jenis burung kuntul (Egretta garzetta, E. intermedia, dan Blekok (Ardeola speciosa) mencaro pakan (foraging) di daerah pantai berlumpur. D. Gajahan besar (Numenius arquata) Gambar 2-27 Jenis-jenis burung yang dijumpai di lokasi rencana kegiatan/usaha PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-59

62 Tabel 2-34 Kategori kelimpahan relatif jenis-jenis burung yang dijumpai di lokasi rencana kegiatan/usaha PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW. No Jenis Burung Nama Lokal TPF-1 TPF-2 TPF-3 TPF-4 TPF-5 TPF-6 TPF-7 TPF-8 TPF-9 Frek FR Kategori kelimpahan 1 Collocalia esculenta Walet sapi Umum 2 Aerodramus fuciphagus Walet ,89 Umum 3 Charadrius javanicus Cerek jawa ,89 Umum 4 Hirundo tahitica Layang-layang batu ,89 Umum 5 Alcedo meninting Raja udang biru ,67 Sering 6 Ardeola speciosa Blekok ,67 Sering 7 Caprimulgus affinis Cabak kota ,67 Sering 8 Cisticola juncidis Cici padi ,67 Sering 9 Geopelia striata Perkutut ,67 Sering 10 Pycnonotus aurigaster Kutilang ,67 Sering 11 Artamus leucorhynchus Kekep Babi ,56 Tidak umum 12 Streptopelia chinensis Tekukur ,56 Tidak umum 13 Lonchura leucogastroides Bondol jawa ,56 Tidak umum 14 Gerygone sulphurea Remetuk laut ,44 Tidak umum 15 Halcyon cyanoventris Raja udang ,44 Tidak umum 16 Halcyon sancta Raja Udang Suci ,44 Tidak umum 17 Bubulcus ibis Kuntul kerbau ,44 Tidak umum 18 Butorides striatus Kokokan laut ,44 Tidak umum 19 Egretta garzetta Kuntul kecil ,44 Tidak umum 20 Ixobrychus sinensis Bambangan coklat ,44 Tidak umum 21 Cacomantis merulinus Wiwik kelabu ,44 Tidak umum 22 Dicaeum trigonostigma Burung cabe bunga api ,44 Tidak umum 23 Dicaeum trochileum Cabai jawa ,44 Tidak umum 24 Amaurornis phoenicurus Kareo padi ,44 Tidak umum 25 Numenius arquata Gajahan besar ,44 Tidak umum 26 Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu ,44 Tidak umum 27 Orthotomus sepium Cinenen jawa ,44 Tidak umum 28 Zosterops palpebrosus Kacamata biasa ,44 Tidak umum 29 Ardea alba Kuntul besar ,33 Jarang 30 Ardea cinerea Cangak abu ,33 Jarang 31 Ardea purpurea Cangak merah ,33 Jarang 32 Treron vernans Punai gading ,33 Jarang 33 Lonchura punctulata Bondol peking ,33 Jarang 34 Aegithinia tiphia Cipoh ,33 Jarang 35 Cyornis rufigastra Sikatan bakau ,33 Jarang 36 Muscicapa sp. Sikatan ,33 Jarang 37 Anthreptes malacensis Burung madu kelapa ,33 Jarang Adendum Andal dan RKL-RPL 2-60

63 No Jenis Burung Nama Lokal TPF-1 TPF-2 TPF-3 TPF-4 TPF-5 TPF-6 TPF-7 TPF-8 TPF-9 Frek FR Kategori kelimpahan 38 Arachnothera longirostra Pijantung kecil ,33 Jarang 39 Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk ,33 Jarang 40 Rhipidura javanica Kipasan ,33 Jarang 41 Actitis hypoleucos Trinil pantai ,33 Jarang 42 Prinia familiaris Perenjak ,33 Jarang 43 Turnix suscitator Puyuh ,33 Jarang 44 Pelargopsis capensis Cekakak sungai ,22 Jarang 45 Egretta intermedia Kuntul ,22 Jarang 46 Egretta sacra Kuntul Karang ,22 Jarang 47 Centropus sinensis Bubut ,22 Jarang 48 Psilopogon haemacephalus Burung takur ,22 Jarang 49 Nectarinia jugularis Burung madu sriganti ,22 Jarang 50 Paser montanus Burung gereja ,22 Jarang 51 Picoides macei Caladi ulam ,22 Jarang 52 Aplonis minor Perling kecil ,22 Jarang 53 Acrocephalus sp. Kerakbasi ,22 Jarang 54 Locustella lanceolata Kecici ,22 Jarang 55 Prinia flaviventris Perenjak rawa ,22 Jarang Sumber: analisis data survei tim penyusun ANDAL, Adendum Andal dan RKL-RPL 2-61

64 Jumlah Jenis dan Kelimpahan Relatif Burung Gambar 2-28 menunjukkan diagram perbandingan jumlah jenis dan total individu burung yang dijumpai di sembilan titik pengamatan. Berdasarkan diagram tersebut diketahui jumlah jenis burung di sembilan titik pengamatan berkisar antara paling sedikit tujuh jenis (TPF-04) hingga paling banyak 52 jenis (TPF-08). Burung banyak dijumpai di tipe komunitas tepian sungai (52 jenis), diikuti oleh tipe komunitas mangrove TPF-01 (45 jenis) dan TPF-02 (29 jenis), tipe komunitas pantai TPF-09 (34 jenis). Tipe komunitas semak belukar dan tipe komunitas kebun pekarangan memiliki jumlah jenis sedang masing-masing TPF-06 (19 jenis) dan TPF-07 (20 jenis). Titik pengamatan di daerah tambak garam memiliki jumlah jenis relatif sedikit dibandingkan titik-titik pengamatan lainnya yaitu TPF-03 (15 jenis), TPF-04 (7 jenis), dan TPF-5 (11 jenis). Kelimpahan populasi burung paling banyak dijumpai di tipe komunitas pantai (TPF-09) dikarenakan banyak dijumpai burung dari famili Ardeidea terutama jenis-jenis kuntul (Egret) dalam jumlah ratusan teramati sedang mencari pakan (foraging) di sepanjang pantai. Tipe komunitas dengan jumlah populasi relatif besar berikutnya adalah komunitas mangrove dengan urutan TPF-08, TPF-02, dan TPF-01. Hal tersebut karena tipe komunitas mangrove menyediakan habitat bagi jenis-jenis burung Ardeidae. Tipe komunitas dengan populasi relatif kecil diantara sembilan titik pengamatan diantaranya tipe komunitas semak belukar, tambak garam, serta kebun dan pekarangan. Hal tersebut disebabkan tipe komunitas tersebut merupakan habitat terbuka dan merupakan modifikasi manusia dengan aktivitas manusia cukup tinggi dibandingkan tipe komunitas pantai dan mangrove. Gambar 2-28 Diagram perbandingan jumlah jenis dan kelimpahan relatif burung di Sembilan titik pengamatan. Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kemerataan, dan Indeks Dominansi Gambar 2-29 menunjukkan perbandingan indeks keanekaragaman jenis, indeks kemerataan dan indeks dominansi di sembilan titik pengamatan. Berdasarkan diagram tersebut terlihat empat titik pengamatan yaitu TPF-01 (mangrove), TPF-07 (kebun pekarangan), TPF-08 (tepian sungai), dan TPF-09 (pantai) memiliki nilai indeks keanekaragaman sedang dengan kategori keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang (indeks keanekaragaman 1-3). Lima titik pengamatan lainnya, yaitu TPF-02 (mangrove), TPF-04 (tambak garam), TPF-05 (tambak garam), TPF-06 (semak belukar). TPF-02 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-62

65 merupakan mangrove yang telah dibuka menjadi tambak garam, jenis-jenis burung dijumpai di lokasi tersebut umumnya burung pemakan serangga dari famili Apodidae (Walet dan Layanglayang) yang terbang mencari serangga serta jenis-jenis burung pantai dari famili (Ardeidae) yang mencari pakan di tambak garam yang baru saja dibuka. Gambar 2-29 Diagram perbandingan indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks dominansi. Mamalia Kondisi habitat lokasi studi secara umum merupakan tipe habitat non alamiah dan merupakan hasil modifikasi manusia berupa kebun pekarangan, semak belukar, tambak garam dan mangrove yang telah mengalami pembukaan untuk dijadikan tambak garam dengan sebagian telah direhabilitasi kembali. Dengan kondisi tersebut tidak dijumpai fauna dengan kelas mamalia kecuali enam jenis yang terdiri atas kucing, anjing, tikus sawah, bajing kelapa, kalong dan kalelawar (dikenal secara lokal sebagai codot). Kalong dan kalelawar hanya teridentifikasi pada level genus dikarenakan hanya dilakukan observasi visual saja, tidak dilakukan metode jala kabut (missnetting). Kucing dan anjing teramati di tipe komunitas semak belukar dan kebun pekarangan dekat dengan pemukiman. Tikus sawa dijumpai di daerah tambak dekat mangrove. Bajing kelapa dijumpai di kebun pekarangan. Kalong (Pteropus sp.) dan kalelawar (Myotis sp.) umumnya dijumpai di daerah mangrove dan kebun pekarangan. Indeks keanekaragaman jenis mamalia tergolong sedang (H = 1,53) dengan indeks kemerataan tinggi (E = 0,85) dan indeks dominansi rendah (D = 0,259) Adendum Andal dan RKL-RPL 2-63

66 Tabel 2-35 Jenis-jenis mamalia yang dijumpai, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi. No. Jenis Family Nama lokal Individu pi Ln pi pi ln pi pi x pi 1 Canis familiaris Canidae Anjing 2 0,111-2,197-0,244 0,012 2 Felis catus Felidae Kucing 1 0,056-2,890-0,161 0, Rattus argentiventer Callosciurus notatus Muridae Tikus sawah 1 0,056-2,890-0,161 0,003 Sciuridae Bajing kelapa 2 0,111-2,197-0,244 0,012 5 Pteropus sp. Pteropodidae Kalong 7 0,389-0,944-0,367 0,151 6 Myotis sp. Myotinae Kalelawar 5 0,278-1,281-0,356 0,077 Total 18-1,533 H' = 1,533 Hmax= 1,792 E' = 0,855 D = 0,259 Status Konservasi Fauna Dua jenis kodok/katak yang dijumpai tidak termasuk dalam daftar jenis yang dilindungi oleh pemerintah dan tidak masuk dalam daftar CITES, namun keduanya masuk dalam daftar IUCN Redlist Database dengan kategori tidak terancam punah atau Least Concern (LC). Tiga jenis reptil, yaitu ular air, ular sendok jawa, dan biawak masuk dalam daftar IUCN Redlist Database dengan kategori tidak terancam punah atau Least Concern (LC) dan Ular cincin emas termasuk dalam kategori Data Deficient (DD) atau Informasi Kurang. Ular sendok dan biawak tergolong appendices II dan Ular air tergolong appendices III CITES. Tidak ada jenis reptil yang dilindungi oleh pemerintah. Tiga belas jenis burung dilindungi oleh pemerintah berdasarkan PP. No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis flora dan fauna, yaitu satu jenis dari famili Rhipiduridae yaitu Kipasan (Rhipidura javanica); empat jenis burung dari famili Alcedinidae yaitu raja udang biru (Alcedo meninting), Raja udang (Halcyon cyanoventris), Raja udang suci (Halcyon sancta), dan Cekakak sungai (Pelargopsis capensis); empat jenis burung dari famili Ardeidae yaitu Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Kuntul kecil (Egretta garzetta), Kuntul (Egretta intermedia), dan Kuntul karang (Egretta sacra); tiga jenis dari famili Nectariniidae yaitu Burung madu kelapa (Anthreptes malacensis), Pijantung kecil (Arachnothera longirostra), dan Burung madu sriganti (Nectarinia jugularis). Dari total 55 jenis burung yang teramati, 53 jenis diantaranya termasuk Least Concern (tidak terancam punah), dua jenis tergolong hampir terancam punah (Near Threatened) yaitu Cerek jawa (Charadrius javanicus) dan Gajahan besar (Numenius arquata). Tidak ada jenis burung yang teramati masuk dalam daftar CITES. Dua jenis mamalia, yaitu Bajing kelapa (Callosciurus notatus) dan Tikus sawah (Rattus argentiventer) tergolong kategori Least Concern (tidak terancam punah) dan kalong (Pteropus sp.) teramati masuk dalam daftar CITES appendices II serta tidak ada jenis mamalia yang teramati masuk dalam daftar jenis yang dilindungi oleh pemerintah. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-64

67 Tabel 2-36 Status konservasi fauna yang dijumpai di lokasi rencana lokasi/usaha PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW. No. Jenis Nama lokal A. Amfibi IUCN Redlist CITES Apd PP NO 7 th Duttaphrynus melanostictus Kodok buduk LC Fejervarya cancrivora Kodok sawah LC - - B. Reptil 1 Draco volans Cicak terbang/cekibar Cerberus rynchops Ular air LC III - 3 Boiga dendrophila Ular cincin emas DD Naja sputatrix Ular-sendok jawa LC II - 5 Hemidactylus platyurus Cicak rumah Eutropis multifasciata Kadal kebun Varanus salvator Biawak LC II - C. Burung 1 Gerygone sulphurea Remetuk laut LC Alcedo meninting Raja udang biru LC - Dilindungi 3 Halcyon cyanoventris Raja udang LC - Dilindungi 4 Halcyon sancta Raja Udang Suci LC - Dilindungi 5 Pelargopsis capensis Cekakak sungai LC - Dilindungi 6 Aerodramus fuciphagus Walet LC Collocalia esculenta Walet sapi LC Ardea alba Kuntul besar LC Ardea cinerea Cangak abu LC Ardea purpurea Cangak merah LC Ardeola speciosa Blekok LC Bubulcus ibis Kuntul kerbau LC - Dilindungi 13 Butorides striatus Kokokan laut LC Egretta garzetta Kuntul kecil LC - Dilindungi 15 Egretta intermedia Kuntul - - Dilindungi 16 Egretta sacra Kuntul Karang LC - Dilindungi 17 Ixobrychus sinensis Bambangan coklat LC Artamus leucorhynchus Kekep Babi Caprimulgus affinis Cabak kota LC Charadrius javanicus Cerek jawa NT Cisticola juncidis Cici padi LC Geopelia striata Perkutut LC Streptopelia chinensis Tekukur Treron vernans Punai gading LC Cacomantis merulinus Wiwik kelabu LC Centropus sinensis Bubut LC Dicaeum trigonostigma Burung cabe bunga api LC Dicaeum trochileum Cabai jawa LC Lonchura leucogastroides Bondol jawa LC Lonchura punctulata Bondol peking LC - - Adendum Andal dan RKL-RPL 2-65

68 No. Jenis Nama lokal Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal IUCN Redlist CITES Apd PP NO 7 th Hirundo tahitica Layang-layang batu LC Aegithinia tiphia Cipoh Psilopogon haemacephalus Burung takur LC Cyornis rufigastra Sikatan bakau LC Muscicapa sp. Sikatan Anthreptes malacensis Burung madu kelapa LC - Dilindungi 37 Arachnothera longirostra Pijantung kecil LC - Dilindungi 38 Nectarinia jugularis Burung madu sriganti LC - Dilindungi 39 Paser montanus Burung gereja Picoides macei Caladi ulam Pycnonotus aurigaster Kutilang LC Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk LC Amaurornis phoenicurus Kareo padi LC Rhipidura javanica Kipasan LC - Dilindungi 45 Actitis hypoleucos Trinil pantai LC Numenius arquata Gajahan besar NT - Dilindungi 47 Aplonis minor Perling kecil LC Acrocephalus sp. Kerakbasi Locustella lanceolata Kecici LC Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu LC Orthotomus sepium Cinenen jawa LC Prinia familiaris Perenjak LC Prinia flaviventris Perenjak rawa LC Turnix suscitator Puyuh LC Zosterops palpebrosus Kacamata biasa LC - - D. Mamalia 1 Canis familiaris Anjing Felis catus Kucing Rattus argentiventer Tikus sawah LC Callosciurus notatus Bajing kelapa LC Pteropus sp. Kalong - II - 6 Myotis sp. Kalelawar Sumber: IUCN Redlist Database Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; Keterangan: Apd = Appendice CITES. Analisis data tim penyusun AMDAL, Biota sungai Berdasarkan hasil pengamatan di empat stasiun pengamatan ditemukan 20 spesies dari tiga kelas fitoplankton (Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Dinophyceae) di perairan sungai yang berada di sekitar rencana area PLTU Cirebon Kapasitas 1 x 1000 MW. Kelimpahan fitoplankton berkisar antara 244,444 sel/m 3 hingga 900,675,556 sel/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun FAB 1 dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun FAB 7 (Gambar 2-30). Pada stasiun FAB 1 dan FAB 6 didominasi oleh kelas Cyanophyceae sedangkan stasiun FAB 2 dan FAB 7 didominasi oleh kelas Bacillariophyceae (Tabel 2-36 dan Gambar 2-30). Adendum Andal dan RKL-RPL 2-66

69 Tabel 2-37 Kelimpahan fitoplankton di sungai. Kelas FAB 1 FAB 2 FAB 6 FAB 7 Cyanophyceae Bacillariophyceae Dinophyceae Kelimpahan (sel/m3) Gambar 2-30 Kelimpahan fitoplankton di sungai. Jumlah taksa tertinggi terdapat pada stasiun FAB 2 dan FAB 7 sedangkan jumlah taksa terendah terdapat pada stasiun FAB 6. Hasil analisis keanekaragaman jenis (H ) fitoplankton berkisar antara 1 hingga 1,79. Berdasarkan hasil indeks keanekaragaman fitoplankton stasiun FAB 1 dan FAB 6 termasuk kualitas perairan atau kondisi komunitas yang tercemar sedang sedangkan stasiun FAB 2 dan FAB 7 merupakan kondisi komunitas yang tercemar ringan. Indeks keseragaman fitoplankton berkisar antara 0,48 hingga 0,70. Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun FAB 2 dan FAB 7 sedangkan nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun FAB 6. Berdasarkan nilai indeks keseragaman fitoplankton pada stasiun FAB 6 merupakan komunitas kondisi tertekan sedangkan stasiun FAB 1, FAB 2, dan FAB 7 merupakan komunitas dalam kondisi labil. Nilai indeks keseragaman dalam suatu komunitas menunjukkan tingkat kesamaan kondisi ekologi antar masing-masing jenis plankton. Berdasarkan hasil analisis, indeks dominansi fitoplankton sungai di seluruh stasiun termasuk dominansi rendah (tidak ada yang dominan). Indeks dominansi digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat pendominasian pada sebuah komunitas perairan oleh suatu jenis plankton tertentu. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-67

70 Tabel 2-38 Struktur Komunitas fitoplankton di sungai. Parameter FAB 1 FAB 2 FAB 6 FAB 7 Jumlah Taksa Indeks Keanekaragaman 1,23 1,79 1,00 1,79 Indeks Keseragaman 0,51 0,70 0,48 0,70 Indeks Dominansi 0,36 0,22 0,43 0,22 Zooplankton Zooplankton yang ditemukan di empat stasiun pengamatan terdiri dari 14 spesies dari 7 kelas yaitu Protozoa, Rotifera, Crustacea, Polychaeta, Pelecypoda, Gastropoda Nematoda. Pada semua stasiun didominasi oleh kelas Crustacea. (Tabel 2-38 dan Gambar 2-30). Kelimpahan zooplankton berkisar antara 1,086 sel/m 3 hingga 251,429 Ind/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun FAB 2 dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun FAB 6 (Gambar 2-31). Tabel 2-39 Kelimpahan zooplankton di sungai. Kelas FAB 1 FAB 2 FAB 6 FAB 7 Protozoa Rotifera Crustaceae Polychaeta Pelecypoda Gastropoda Nematoda Kelimpahan (Ind/m 3 ) Gambar 2-31 Kelimpahan zooplankton di sungai. Jumlah taksa zooplankton sungai tertinggi ditemukan pada stasiun FAB 1, FAB 2, FAB 6 sedangkan yang terendah ditemukan di stasiun FAB 7. Hasil nilai indeks keanekaragaman Adendum Andal dan RKL-RPL 2-68

71 zooplankton berkisar antara 0,62 hingga 1,63. Di stasiun FAB 1 dan FAB 2 memiliki indeks keanekaragaman dengan kategori kualitas perairan atau kondisi komunitas tercemar berat. Sedangkan stasiun FAB 7memiliki indeks keanekaragaman dengan kategori kondisi komunitas tercemar sedang dan stasiun FAB 6 merupakan konisi komunitas yang tercemar ringan. Indeks keseragaman zooplankton berkisar antara 0.27 hingga 0,71. Stasiun FAB 1 dan FAB 2 merupakan komunitas dalam kondisi tertekan. Sedangkan stasiun FAB 6 dan FAB 7 merupakan kategori komunitas dalam kondisi labil. Berdasarkan hasil analisia indeks dominansi berkisar antara 0,20 hingga 0,75. Stasiun FAB 1 dan FAB 2 merupakan indeks dominasi yang dapat dikatakan terdapat jenis yang dominan sedangkan stasiun FAB 6 dan FAB 7 tidak terdapat jenis yang dominan. Tabel 2-40 Struktur Komunitas zooplankton di sungai. Parameter FAB 1 FAB 2 FAB 6 FAB 7 Jumlah Taksa Indeks Keanekaragaman 0,86 0,62 1,63 1,45 Indeks Keseragaman 0,37 0,27 0,71 0,66 Indeks Dominansi 0,61 0,75 0,29 0,35 Bentos Jumlah bentos yang ditemukan di empat stasiun pengamatan yaitu 3 famili dari 2 kelas (Polychaeta, dan Gastropoda). Stasiun FAB 1 dan FAB 6 didominasi oleh Gastropoda, stasiun FAB 2 didominasi aolh Polycaeta, sedangkan pada stasiun FAB 7 tidak ditemukan bentos. Tabel 2-41 Kelimpahan bentos di sungai. Kelas FAB 1 FAB 2 FAB 6 FAB 7 Polychaeta Gastropoda Kepadatan (Ind/m 2 ) Gambar 2-32 Kelimpahan bentos di sungai. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-69

72 Jumlah taksa bentos pada stasiun FAB 1, FAB 2 dan FAB 6 ditemukan masing masing 1 taksa. Sedangkan pada stasiun FAB 7 tidak ditemukan adanya taksa bentos. Perhitungan indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman tidak dapat dilakukan karena stasiun FAB 1, FAB 2 dan FAB 6 hanya ditemukan masing masing 1 taksa. Sedangkan pada stasiun FAB 7 tidak ditemukan adanya taksa bentos. Berdasarkan nilai indeks dominansi stasiun FAB 1, FAB 2 dan FAB 6 terdapat jenis yang dominan. Tabel 2-42 Nekton Struktur komunitas bentos di sungai. FAB 1 FAB 2 FAB 6 FAB 7 Jumlah Taksa Indeks Keanekaragaman Indeks Keseragaman Indeks Dominansi Jumlah jenis ikan yang tertangkap di Sungai Cipaluh dan Cikanci-2 sebanyak 12 jenis, tidak termasuk kepiting dan udang. Beberapa ikan merupakan jenis ikan amphidromous, yaitu bermigrasi antara air tawar dan air laut, seperti Oreochromis sp., Gerres sp., Scatophagus sp., dan Mystus sp. (lihat Tabel 2-43). Ikan yang tertangkap di Sungai Cipaluh sebelah hulu pada penangkapan siang hari sebanyak 20 ekor ikan yang terdiri dari enam jenis ikan. Hasil tangkapan ikan di sebelah hulu didominasi oleh Mujair (Oreochromis mossambicus). Sementara di hilir Sungai Cipaluh, jumlah ikan yang diperoleh sebanyak 30 ekor ikan terdiri dari enam jenis ikan, dengan jenis dominan adalah ikan Blodog (kelompok Gobidae). Hasil tangkapan ikan pada malam hari diperoleh 19 ekor ikan dan terdiri dari empat jenis dengan dominasi ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Di Sungai Cikanci-2 bagian hulu diperoleh ikan sebanyak 26 ekor yang terdiri dari tiga jenis ikan, sedangkan di bagian hilir diperolah 23 ekor ikan yang terdiri dari dua jenis. Hasil tangkapan di Sungai Cikanci-2, baik di hulu maupun di hilir didominasi oleh ikan belanak (Mugil cephalus). Hasil tangkapan pada malam hari di Cikanci-2 ditemukan 38 ekor ikan terdiri dari empat jenis dimana ikan mujair (Oreochromis mossambicus) mendominasi hasil tangkapan tersebut.. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-70

73 Tabel 2-43 Daftar spesies ikan yang tertangkap di sungai sekitar lokasi studi. No. Nama lokal Kelas Orde Famili Genus/ species Cipaluh Cikanci-2 1 Baji-baji Actinopterygii Scorpaeniformes Platycephalidae Grammoplites scaber 2 Kerong-kerong Actinopterygii Perciformes Terapontidae Terapon jarbua 3 Belanak Actinopterygii Mugiliformes Mugilidae Mugil cephalus 4 Sepat Actinopterygii Perciformes Osphronemidae Trichogaster trichopterus 5 Mujair Actinopterygii Perciformes Cichlidae Oreochromis mossambicus 6 Betik/Betok Actinopterygii Perciformes Anabantidae Anabas testudineus 7 Kapasan/Kapas-kapas Actinopterygii Perciformes Gerreidae Gerres filamentosus 8 Kiper/Ketang-ketang Actinopterygii Perciformes Scatophagidae Scatophagus argus 9 Keting Actinopterygii Siluriformes Bagridae Mystus sp. 10 Blodog (bintik biru) Actinopterygii Perciformes Gobiidae Boleophthalmus boddarti 11 Blodog (warna coklat) Actinopterygii Perciformes Gobiidae Periophthalmodon schlosseri 12 Boso Actinopterygii Perciformes Gobiidae Gobiidae sp1 Keterangan: ( ) Ikan yang terjaring. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-71

74 Hasil telaahan terhadap status perlindungan dari setiap jenis ikan yang tertangkap, diketahui bahwa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, tidak terdapat jenis ikan yang dilindungi. Selain itu, umumnya jenis ikan di lokasi studi termasuk jenis yang tidak termasuk ke dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna). Berdasarkan daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), hanya satu jenis ikan yang memiliki status hampir terancam atau Near Threatened - NT), yaitu ikan mujair (lihat Tabel 2-44). Tabel 2-44 Status konservasi ikan yang ditemukan di lokasi studi. No. Nama Lokal Genus/ species PP No.7 Tahun 1999 Status IUCN 1 Baji-baji Grammoplites scaber - NE NE 2 Kerong-kerong Terapon jarbua - LC NE 3 Belanak Mugil cephalus - LC NE 4 Sepat Trichogaster trichopterus - LC NE 5 Mujair Oreochromis mossambicus - NT NE 6 Betik/Betok Anabas testudineus - DD NE 7 Kapasan/Kapas-kapas Gerres filamentosus - LC NE 8 Kiper/Ketang-ketang Scatophagus argus - LC NE 9 Keting Mystus sp. - LC NE 10 Blodog (bintik biru) Boleophthalmus boddarti - NE NE 11 Blodog (warna coklat) Periophthalmodon schlosseri - NE NE 12 Boso Gobiidae sp1 - LC NE Sumber: data primer, CITES Keterangan: IUCN = International Union for Conservation of Nature; LC = Least Concern (Resiko Rendah), NT = Near Threatened (Hampir Terancam), DD = Data Deficient (Data Kurang), NE = Not Evaluated (Tidak Dievaluasi); CITES = Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora; PP = Peraturan Pemerintah Biota laut Fitoplankton Hasil pengamatan fitoplankton laut menunjukkan bahwa terdapat 32 famili dari tiga kelas (Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Dinophyceae). Kelimpahan fitoplankton berkisar antara sampai dengan sel/m 3. Komunitas fitoplankton laut didominasi oleh golongan Cyanophyceae di semua lokasi pengambilan contoh, kemudian Bacillariophyceae (diatom) di urutan kedua. Kelompok Dinophyceae menempati porsi yang relatif kecil dalam komunitas plankton di wilayah studi (Tabel 2-45 dan Gambar 2-33). Tabel 2-45 Kelimpahan fitoplankton di perairan laut di sekitar lokasi kegiatan. MAB 1 MAB 2 MAB 3 MAB 4 MAB 5 MAB 6 MAB 7 Cyanophyceae Bacillariophyceae Dinophyceae Chrysophyceae Kelimpahan (sel/m 3 ) Adendum Andal dan RKL-RPL 2-72

75 Gambar 2-33 Kelimpahan fitoplankton di perairan laut di sekitar lokasi kegiatan. Indeks keanekaragaman jenis (H ) pada umumnya relatif rendah yaitu berkisar antara 0,86 hingga 1,7 dengan nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,27 hingga 0,70. Berdasarkan nilai H, perairan laut di wilayah studi pada umumnya teah mengalami degradasi lingkungan pada tingkat yang berbeda-beda, mulai dari tercemar ringan hingga tercemar berat. Tabel 2-46 Struktur Komunitas fitoplankton di perairan laut di sekitar lokasi kegiatan. MAB 1 MAB 2 MAB 3 MAB 4 MAB 5 MAB 6 MAB 7 Jumlah Taksa Indeks Keanekaragaman 1,06 0,86 1,06 1,88 1,694 1,722 1,677 Indeks Keseragaman 0,36 0,27 0,36 0,60 0,706 0,693 0,636 Indeks Dominansi 0,56 0,61 0,46 0,26 0,235 0,238 0,255 Zooplankton Berdasarkan hasil analisis zooplankton, diperoleh 37 jenis yang terdiri dari dari sembilan kelas (Protozoa, Crustaceae, Pelecypoda, Gastropoda, Nematoda, Ciliata, Malacostraca, Sarcodina, Urochordata). Kelimpahan zooplankton dari tujuh titik sampling berkisar antara 752 sel/m 3 hingga 451,170 sel/m 3. Stasiun pengambilan sample MAB 1 sampai dengan MAB 4 yang terletak di sepanjang lokasi rencana jetty didominasi oleh kelompok krustase, sementara area perairan yang lebih dekat ke pantai komunitas zooplankton didominasi oleh kelompok Ciliata (lihat Tabel 2-47 dan Gambar 2-34). Tabel 2-47 Kelimpahan zooplankton di perairan laut di sekitar lokasi kegiatan. Kelas MAB 1 MAB 2 MAB 3 MAB 4 MAB 5 MAB 6 MAB 7 Protozoa Crustaceae Pelecypoda Gastropoda Adendum Andal dan RKL-RPL 2-73

76 Kelas MAB 1 MAB 2 MAB 3 MAB 4 MAB 5 MAB 6 MAB 7 Nematoda Ciliata Malacostraca Sarcodina Urochordata Kelimpahan (Ind/m 3 ) Gambar 2-34 Kelimpahan zooplankton di perairan laut di sekitar lokasi kegiatan. Nilai indeks keanekaragaman zooplankton berkisar antara 0,98 hingga 1,76 menunjukkan kondisi perairan yang telah mengalami gangguan, baik masih pada tingkat yang ringan maupun berat. Indeks keseragaman umumnya berada pada nilai di atas 0,5, dimana hal ini dapat dijadikan indikasi kondisi lingkungan yang lebih stabil. Seiring dengan hal ini, indeks dominansi menunjukkan dominansi komunitas zooplankton di perairan laut relatif rendah (lihat Tabel 2-48). Tabel 2-48 Struktur komunitas zooplankton di perairan laut di sekitar lokasi kegiatan. MAB 1 MAB 2 MAB 3 MAB 4 MAB 5 MAB 6 MAB 7 Jumlah Taksa Indeks Keanekaragaman 1,76 1,68 0,98 1,70 1,576 1,747 1,606 Indeks Keseragaman 0,74 0,81 0,47 0,77 0,614 0,795 0,825 Indeks Dominansi 0,23 0,23 0,54 0,23 0,319 0,205 0,247 Bentos Bentos yang tercatat di lokasi studi terdiri dari 12 famili yang merupakan anggota dari enam kelas (Polychaeta, Nemertina, Crustaceae, Brachiopoda, Ecinodermata, dan Pelecypoda). Kepadatan bentos di perairan laut di lokasi studi berkisar antara 78 hingga 283 ind/m 2. Hasil Adendum Andal dan RKL-RPL 2-74

77 analisis menunjukkan setiap stasiun sampling didominasi oleh kelompok bentos yang berbeda. Stasiun MAB 1 didominasi oleh Polychaeta, stasiun MAB 2 didominasi oleh Pelecypoda, stasiun MAB 4 didominasi oleh Polychaeta dan Ecinodermata, sedangkan di stasiun MAB 3 tidak ditemukan bentos (lihat Tabel 2-49 dan Gambar 2-35). Tabel 2-49 Kelimpahan bentos di perairan laut di sekitar lokasi studi. MAB 1 MAB 2 MAB 3 MAB 4 Polychaeta Nemertina Crustaceae Brachiopoda Ecinodermata Pelecypoda Kepadatan (ind/m 2 ) Gambar 2-35 Kelimpahan bentos di perairan laut Cirebon. Jumlah taksa yang diperoleh berdasarkan hasil survei hanya berkisar 3 sampai 5 taksa. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman bentos, kondisi perairan di sekitar wilayah studi tergolong tercemar sedang. Jika ditinjau dari nilai indeks keseragaman, kondisi ekosistem di sepanjang rencana jetty tergolong relatif stabil (lihat Tabel 2-50). Tabel 2-50 Struktur komunitas bentos di perairan Cirebon. MAB 1 MAB 2 MAB 3 MAB 4 Jumlah Taksa Indeks Keanekaragaman 1,58 1,68 0 1,92 Indeks Keseragaman 1,00 0,73 0 0,96 Indeks Dominansi 0,33 0,43 0 0,28 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-75

78 Nekton Jenis-jenis nekton yang terdapat di peraiaran laut di sekitar rencana PLTU Cirebon kapasitas 1 x 1000 MW yang diperoleh dari hasi penangkapan langsung dengan jaring adalah 19 jenis, termasuk 14 jenis ikan dan 5 jenis udang. Dari jenis yang diperoleh tersebut, tidak terdapat jenis yang dilindungi oleh PP No. 7 Tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Sementara berdasarkan daftar merah IUCN, pada umumnya jenis ikan yang diperoleh termasuk kategori tidak dievaluasi (Not Evaluated NE) dan resiko rendah (Least Concern LC) (lihat Tabel 2-51). Tabel 2-51 Daftar spesies ikan yang tertangkap di laut sekitar lokasi studi. No. Nama Lokal Genus/Spesies IUCN Redlist 1 Ikan Tetet Johnius sp. NE 2 Ikan Bilis Thryssa mystax LC 3 Ikan Tigawaja Pennahia sp. NE 4 Ikan Janjan Merah Paratrypauchen microcephalus NE 5 Ikan Petek1 Secutor insidiator NE 6 Ikan Petek2 Ambassis interrupta LC 7 Ikan Seriding Ambassis gymnocephalus LC 8 Udang Peci Penaeus merguiensis - 9 Udang Krosok Penaeus semisulcatus - 10 Udang Dogir Metapenaeus tenuipes - 11 Udang ronggeng/udang lipan Harpiosquilla harpax - 12 Ikan Selanget Anodontostoma chacunda NE 13 Ikan Belanak Mugil cephalus LC 14 Ikan Baji-baji Grammoplites scaber NE 15 Ikan Lidah Cynoglossus sp. NE 16 Teri Anchoa sp Ikan Lajan/Kurau Eleutheronema tetradactylum NE 18 Ikan Kacapiring/ikan rejung Sillago sihama NE 19 Udang Tokal/Udang Galah Macrobrachium rosenbergii - Sumber: data primer, Keterangan: IUCN = International Union for Conservation of Nature; LC = Least Concern (Resiko Rendah), NT = Near Threatened (Hampir Terancam), DD = Data Deficient (Data Kurang), NE = Not Evaluated (Tidak Dievaluasi. 2.3 SOSIAL Kabupaten Cirebon memiliki letak geostrategis dijalur Pantai Utara Jawa Barat dengan panjang garis pantai ±54 kilometer (Km). Secara geografis, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi Bujur Timur (BT) dan Lintang Selatan (LS). Jarak terjauh dari Utara ke Selatan dengan panjang 39 km dan jarak terjauh dari Barat ke Timur dengan panjang 54 km. Secara administratif, Kabupaten Cirebon memiliki luas wilayah ± 990,36 Km 2 yang terbagi menjadi 40 kecamatan, 412 desa, 12 kelurahan, Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Jumlah penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2015 berdasar Badan Pusat Statistik (2016) jiwa, terdiri dari jiwa perempuan (48,75%) dan jiwa laki-laki (51,25%). Angka sex rasio sebesar 105,13. Ini berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 105 penduduk laki-laki. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk laki-laki berjumlah lebih besar dibandingkan dengan penduduk perempuan. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-76

79 Rencana lokasi pembangunan PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW terletak di Desa Kanci Kecamatan Astanajapura dan di Desa Waruduwur (blok Kandawaru) Kecamatan Mundu serta berdekatan dengan desa-desa sekitarnya di wilayah Kecamatan Pangenan. Pembangunan PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW tersebut diperkirakan akan mempengaruhi kawasan desadesa yang berdekatan dengan lokasi kegiatan PLTU. Beberapa desa yang dipilih sebagai lokasi kajian diantaranya Desa Kanci dan Kanci Kulon (Kecamatan Astanajapura), Desa Waruduwur (Kecamatan Mundu), Desa Pengarengan, Desa Astanajapura dan Astanamukti (Kecamatan Pangenan). Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Astanajapura (2015) tercatat sekitar jiwa, Kecamatan Mundu jiwa dan jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Pangenan sekitar jiwa Jumlah dan Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk yang paling banyak adalah Desa Kanci Kulon sebanyak orang, lalu Desa Kanci pada tahun 2015 sebanyak orang dan seterusnya yang terendah di Desa Astanamukti sebanyak orang. Berdasarkan luas wilayah desa, Desa Kanci Kulon mempunyai wilayah yang paling luas yaitu sekitar 3,20 km 2 selanjutnya Desa Kanci 3,06 km 2 dan desa dengan luas wilayah terkecil adalah Desa Pengaregan yaitu 2,06 km 2. Menurut jumlah penduduk, Desa Kanci Kulon memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu sekitar jiwa, lalu Desa Kanci sekitar jiwa dan jumlah penduduk yang terendah di Desa Astanamukti. Secara umum kepadatan penduduk lokasi kajian (powerblock dan jetty) adalah >700 orang/km 2 atau sangat padat. Secara rinci jumlah,distribusi dan kepadatan penduduk di lokasi kajian dapat di lihat pada tabel berikut. Tabel 2-52 Jumlah dan kepadatan penduduk menurut desa di wilayah studi No Wilayah Luas (Km 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Rumah Tangga Kepadatan (Jiwa/Km 2 ) I Kec. Astanajapura 25, Desa Kanci 3, Desa Kanci Kulon 3, II Kec. Mundu 30, Desa Waruduwur 2, III Kec. Pangenan 21, Desa Pengarengan 2, Desa Astanamukti 2, Sumber : Kecamatan Astanajapura, Mundu dan Kecamatan Pangenan dalam Angka Struktur Penduduk Berdasar Jenis Kelamin Jumlah penduduk Desa Kanci Kulon sebanyak orang, terdiri laki-laki orang dan perempuan orang, lalu Desa Kanci pada tahun 2015 sebanyak orang, terdiri laki-laki orang dan perempuan orang dan seterusnya yang terendah di Desa Astanamukti sekitar orang, terdiri laki-laki orang dan perempuan orang. Rasio jenis kelamin penduduk pada wilayah studi adalah , artinya dalam setiap 100 orang populasi perempuan terdapat sekitar orang populasi laki-laki. Distribusi seperti ini menunjukkan bahwa secara spasial gender tidak terdapat dominasi laki-laki terhadap perempuan, walaupun di Desa Kanci terdapat jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Kondisi ini memberikan konsekuensi peranan yang relatif seimbang Adendum Andal dan RKL-RPL 2-77

80 kepada kelompok perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Tabel 2-53 Struktur penduduk berdasar jenis kelamin di wilayah studi No Wilayah Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin I Kec. Astanajapura Desa Kanci Desa Kanci Kulon II Kec. Mundu Desa Waruduwur III Kec. Pangenan Desa Pengarengan Desa Astanamukti Sumber : Kecamatan Astanajapura, Mundu dan Kecamatan Pangenan dalam Angka Struktur Penduduk Berdasar Kelompok Umur Berdasar struktur penduduk menurut kelompok umur di beberapa desa wilayah studi: di Desa Kanci jumlah penduduk usia produktif (PUK, tahun) mencapai 66,37%, sedangkan penduduk usia tidak produktif (PDUK, 14 tahun + 65 tahun ) sekitar 33,63%; di Desa Kanci Kulon (PUK, tahun) mencapai 66,05%, sedangkan (PDUK, 14 tahun + 65 tahun) sekitar 33,95%; di Desa Waruduwur (PUK, tahun) mencapai 62,26%, sedangkan (PDUK, 14 tahun + 65 tahun) sekitar 37,74%; di Desa Pengarengan (PUK, tahun) mencapai 67,7%, sedangkan (PDUK, 14 tahun + 65 tahun ) sekitar 32,3%; dan di Desa Astanamukti (PUK, tahun) mencapai 69,2%, sedangkan (PDUK, 14 tahun + 65 tahun ) sekitar 30,8%. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat memberikan indikasi angka beban ketergantungan (dependency ratio, DR) antara penduduk di luar usia kerja (PDUK) /non produktif terhadap penduduk usia kerja (PUK)/produktif. Angka ketergantungan penduduk menunjukkan berapa jumlah PDUK (usia 1-14 tahun + usia 64 tahun) yang harus ditanggung oleh setiap 100 PUK (usia tahun). Angka ketergantungan secara umum dapat digunakan sebagai indikator ekonomi suatu wilayah, semakin kecil angka ketergantungan, semakin baik keadaan ekonomi suatu wilayah. Menurut Pollard et al. (1974) bahwa nilai DR 0 30 termasuk kategori ringan, termasuk kategori sedang dan > 60 termasuk kategori berat. Angka ketergantungan penduduk di desa-desa yang menjadi lokasi kajian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2-54 Angka ketergantungan penduduk No Nama Desa Jumlah Penduduk Penduduk di Luar Usia Kerja Penduduk Usia Kerja Angka Ketergantungan Penduduk (jiwa) (%) 1 Desa Kanci Desa Kanci Kulon Desa Waruduwur Desa Pengarengan Desa Astanamukti Sumber : hasil perhitungan dari data Kecamatan Astanajapura, Mundu dan Pangenan dalam Angka Kecamatan Adendum Andal dan RKL-RPL 2-78

81 Secara umum desa-desa lokasi kajian memiliki angka ketergantungan penduduk berada pada kriteria sedang yang berarti angka ketergantungannya menunjukkan pada kisaran Data ini memberikan indikasi bahwa 100 penduduk usia produktif menanggung beban sekitar orang penduduk usia non produktif Angkatan Kerja 1) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk usia kerja (seluruh penduduk usia 15 tahun, baik angkatan kerja maupun yang bukan angkatan kerja) di wilayah Kabupaten Cirebon tahun 2012 berjumlah orang terdiri orang laki-laki dan orang perempuan. Jumlah penduduk yang bekerja ± orang, ( orang laki-laki dan orang perempuan), sementara pengangguran terbuka mencapai orang (9,92% dari jumlah angkatan kerja) yang terdiri orang laki-laki dan orang perempuan. Penduduk usia 15 tahun yang masih sekolah, mengurus rumah tangga, atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi tidak termasuk dalam pengertian angkatan kerja berjumlah. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Cirebon, yakni jumlah angkatan kerja dibagi dengan seluruh penduduk usia 15 tahun adalah sekitar 61,93%, lihat tabel berikut. Tabel 2-55 Penduduk berumur > 15 tahun menurut jenis kegiatan utama dan jenis kelamin di Kabupaten Cirebon, No Jenis Kegiatan Utama Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah 1 Angkatan Kerja a. Bekerja b Menganggur Bukan Angkatan Kerja (sekolah, mengurus rumah tangga, dll) Jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, TPAK (%) 83,68 39,14 61,93 4 Tingkat Pengangguran (%) 8,87 12,23 9,92 Sumber: Perencanaan Tenaga Kerja Daerah, Kabupaten Cirebon ) Pengangguran Terbuka Tingkat pengangguran terbuka mencapai 9,92% dari orang jumlah angkatan kerja, terdiri orang laki-laki dan orang perempuan. Pengangguran terbuka adalah mereka yang (1) sedang mencari pekerjaan; (2) mempersiapkan usaha; (3) tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan; dan (4) sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Pengangguran kategori (1) atau yang sedang mencari pekerjaan, berpendidikan tidak/belum tamat SD orang (15,5%), tamat SD (24,3%), tamatan SLTP orang (18,4%), SLTA yaitu orang (23,4%) dan diploma/akademi/sarjana 827 orang (0,9%), lihat tabel berikut. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-79

82 Tabel 2-56 Penduduk berumur > 15 tahun pencari kerja berdasar tingkat pendidikan di Kabupaten Cirebon, No Jenjang Pendidikan Pengangguran (orang) * Jumlah Orang 1 Tidak/Belum Tamat SD Sekolah Dasar (SD) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Diploma I-III/Akademi/Sarjana Jumlah Sumber : Perencanaan Tenaga Kerja Daerah, Kabupaten Cirebon 2013 Keterangan : *) 1. Mencari pekerjaan; 2. Mempersiapkan usaha; 3. Merasa tidak mendapatkan pekerjaan; dan 4. Sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 2.4 EKONOMI Ekonomi Wilayah 1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Secara umum aktifitas perekonomian suatu wilayah termasuk Kabupaten Cirebon digerakkan oleh kegiatan berbagai sektor, seperti sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan) dan sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa). Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah/wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer kepada sektor sekunder serta sektor tersier. Salah satu data statistik yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang disajikan secara series. Angkaangka yang disajikan secara sektoral memperlihatkan tentang struktur perekonomian suatu daerah, apakah menunjukkan ke arah daerah yang agraris atau industri. Berdasarkan data dari masing-masing sektor dapat dilihat peranan atau sumbangan tiap sektor terhadap jumlah pendapatan secara keseluruhan. Berdasarkan data PDRB di Kabupaten Cirebon pada tahun 2015 mencapai Rp milyar, mengalami kenaikan dibandingkan PDRB tahun 2013 sekitar Rp milyar dan tahun 2014 mencapai Rp milyar. Hal ini memberikan indikasi bahwa perekonomian di Kabupaten Cirebon mengalami peningkatan, lihat Tabel 2-57 berikut. Tabel 2-57 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan Kabupaten Cirebon menurut lapangan usaha tahun (juta rupiah). No Sektor/ Lapangan Usaha *) 2015**) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan , , ,95 2 Pertambangan dan Penggalian , , ,48 3 Industri Pengolahan , , ,02 4 Pengadaan Listrik dan Gas , , ,37 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah , , ,67 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-80

83 No Sektor/ Lapangan Usaha dan Daur Ulang *) 2015**) 6 Konstruksi , , ,09 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor , , ,67 8 Transportasi dan Pergudangan , , ,39 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum , , ,06 10 Informasi dan Komunikasi , , ,99 11 Jasa Keuangan dan Asuransi , , ,98 12 Real Estate , , ,58 13 Jasa Perusahaan , , ,12 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib , , ,75 15 Jasa Pendidikan , , ,11 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial , , ,87 17 Jasa Lainnya , , ,98 Total PDRB , , ,07 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, Kabupaten Cirebon dalam Angka 2016 Keterangan : *) angka perbaikan ; **) angka sementara 2) Struktur Pertumbuhan Pertumbuhan dan perkembangan struktur perekonomian Kabupaten Cirebon dapat dijelaskan dari distribusi perkembangan kontribusi PDRB setiap sektor lapangan usaha. Hingga tahun 2015, industri pengolahan memegang peranan dengan memberikan kontribusi sekitar 20,62% menyusul adalah sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran) berkontribusi 16,26% terhadap PDRB. Secara rinci distribusi persentase PDRB tersaji padatabel Tabel 2-58 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Cirebon atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha (persen), tahun 2012 s.d No Sektor/ Lapangan Usaha *) 2015**) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 17,24 16,20 14,90 2 Pertambangan dan Penggalian 1,64 1,63 1,56 3 Industri Pengolahan 20, ,62 4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,16 0,16 0,15 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0, ,08 6 Konstruksi 11,81 11,82 12,18 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 16,46 16,49 16,26 8 Transportasi dan Pergudangan 6,85 7,07 7,33 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,70 3,70 3,66 10 Informasi dan Komunikasi 2,45 2,63 2,74 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,23 3,27 3,51 12 Real Estate 2,26 2,27 2,25 13 Jasa Perusahaan 0,78 0,80 0,82 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,15 3,04 3,01 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-81

84 No Sektor/ Lapangan Usaha Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal *) 2015**) 15 Jasa Pendidikan 4,45 4,82 5,08 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,77 1,94 2,05 17 Jasa Lainnya 3,42 3,54 3,69 PDRB 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, Kabupaten Cirebon dalam Angka 2016 Keterangan : *) angka perbaikan ; **) angka sementara 3) Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) di Kabupaten Cirebon tahun menunjukkan angka dengan kecenderungan menurun, rerata pertumbuhan pada tahun 2013 sebesar 4,96%, tahun 2014 sekitar 5,07% dan tahun 2015 sekitar 4,87%, yang tersaji pada Tabel Tabel 2-59 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon menurut lapangan usaha tahun atas dasar harga konstan 2000 (%). No Sektor/ Lapangan Usaha *) 2015**) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,70-1,26-3,51 2 Pertambangan dan Penggalian 5,17 4,33 0,48 3 Industri Pengolahan 5,16 4,95 5,30 4 Pengadaan Listrik dan Gas 8,03 5,48 1,04 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6,52 4,28 4,89 6 Konstruksi 7,00 5,15 8,07 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,86 5,26 3,42 8 Transportasi dan Pergudangan 4,97 8,49 8,72 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,37 5,20 3,56 10 Informasi dan Komunikasi 6,15 12,69 13,37 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 8,07 6,34 12,41 12 Real Estate 2,78 5,38 4,21 13 Jasa Perusahaan 6,80 8,65 7,76 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib -1,72 1,53 3,88 15 Jasa Pendidikan 12,02 13,80 10,36 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,96 15,53 10,60 17 Jasa Lainnya 6,62 8,69 9,45 PDRB 4,96 5,07 4,87 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, Kabupaten Cirebon dalam Angka 2014 Keterangan : *) angka perbaikan ; **) angka sementara 4) Pendapatan Regional Perkapita Pertumbuhan ekonomi tidak hanya menunjukkan peningkatan output produksi atau tingkat pendapatan secara makro, tapi pertumbuhan ekonomi dapat juga menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan pendapatan perkapita masyarakat. PDRB perkapita atas dasar harga konstan (ADHK) merupakan gambaran dan rerata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah/daerah. PDRB perkapita atas dasar harga konstan ini telah bebas dari nilai penyusutan dan pajak tidak langsung, setidaknya telah menggambarkan tingkat pendapataan riil pada masyarakat. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-82

85 Pendapatan per kapita masyarakat adalah salah satu indikator penting tentang tingkat kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita masyarakat mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat per kapita semakin tinggi, yang selanjutnya meningkat pula tingkat kesejahteraan masyarakat. Besar kecilnya nilai PDRB perkapita sangat tergantung dari besaran PDRB yang terbentuk dan jumlah penduduk pada suatu tahun. PDRB perkapita diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang bersangkutan. Berdasar data statistik Kabupaten Cirebon dalam Angka 2014, PDRB perkapita atas dasar harga konstan (ADHK) 2015 sekitar Rp ,77 perkapita per tahun (Tabel 2-60). Tabel 2-60 Pendapatan regional dan pendapatan perkapita atas harga konstan 2000 tahun No Komponen *) 2015**) 1 PDRB atas dasar harga konstan (juta Rp.) , , ,07 2 Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (jiwa) PDRB perkapita atas dasar harga konstan (Rp.) , , ,77 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, Kabupaten Cirebon dalam Angka Ekonomi Komunitas Dalam wilayah Kabupaten Cirebon terdapat sekitar delapan (8) wilayah kecamatan pesisir (pantura) memanjang sekitar 50 Km dari Kecamatan Kapetakan (berbatasan dengan Kabupaten Indramayu), lalu Kecamatan Gunung Jati dan Kecamatan Mundu (berbatasan dengan Kota Cirebon) sampai Kecamatan Losari (berbatasan dengan Kabupaten Brebes). Rencana pembangunan PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW secara administrasi berada di wilayah pesisir Desa Kanci (Kecamatan Astanajapura) dan Desa Waruduwur, blok Kandawaru (Kecamatan Mundu) Mata Pencaharian Penduduk Matapencaharian utama penduduk desa sekitar wilayah rencana pembangunan PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW mayoritas (40% - 68%) bekerja di sektor pertanian ( petani dan buruh tani serta nelayan dan petambak garam). Penduduk yang bermatapencaharian berbasis lahan ini terbanyak berasal dari Desa Kanci Kulon (65%) dan Desa Astanamukti (68%), sementara matapencaharian sebagai nelayan dan petambak garam juga terdapat di desa-desa tersebut, yang terbanyak di Desa Waruduwur (37%) dan Desa Kanci (26%), sebagaimana disajikan pada Tabel Anggota masyarakat sebagian kecil bekerja sebagai buruh pada beberapa pabrik yang ada di sekitar wilayah desa seperti pabrik pakan ternak (Charoen Pokhphand), pabrik rotan (PT. Baliagi Rotan), pabrik pengolahan karet (PT. Indra Mulya), pabrik sumpit (PT. Agorresta Karunia), pengolahan kelapa (PT. ASP), pabrik terasi ABC atau buruh pabrik pengupasan kulit rajungan yang berada di sebelah Utara jalan Pantura. Selain bekerja pada pabrik-pabrik tersebut terdapat juga pabrik makanan ringan (snack dan wafer) yang terletak di Desa Kanci, keberadaan pabrik ini mampu menyerap tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita dari desa-desa yang ada di sekitarnya. Terdapat juga penduduk bermigrasi, merantau dengan kecenderungan ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Cirebon. Para pekerja migran ini, hanya melakukan pekerjaan yang bersifat musiman dan tidak tetap, sistem borongan memungkinkan seorang kerabat mengajak kerabat atau teman lainnya dalam jenis mata pencaharian ini seperti misalnya buruh bangunan (kontruksi bangunan, jalan dan jembatan). Hanya sebagian kecil warga yang bekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Adendum Andal dan RKL-RPL 2-83

86 Tabel 2-61 Persentase penduduk desa-desa menurut jenis matapencaharian No Jenis Pekerjaan Kanci Kanci Kulon Desa Waruduwur Pengarengan Astanamukti 1 Petani dan buruh tani Nelayan dan petambak Pedagang Karyawan swasta Wiraswsta PNS/TNI/Polri/Pensiunan Jasa lain-lain Tidak mempunyai matapancaharian tetap Sumber : Studi AMDAL, ( % ) Masyarakat pada desa-desa lokasi studi, yang berprofesi sebagai nalayan terdapat di Desa Waruduwur (Kecamatan Mundu), Desa Pengarengan dan sedikit di Desa Astanamukti (Kecamatan Pangenan). Nelayan (perikanan tangkap) dan budidaya kerang hijau paling banyak di Desa Waruduwur sekaligus sebagai petani (penggarap lahan) tambak garam terutama di blok Kandawaru dan nelayan dari Desa Pengarengan yang ebagian kecil juga melakukan kegiatan budidaya kerang hijau. Warga Desa Kanci dan Kanci Kulon umumnya adalah petani (tanaman padi sawah, jagung dan juga tanaman tebu). Berikut disampaikan gambaran umum beberapa kegiatan dan usaha anggota masyarakat antara lain yaitu perikanan tangkap, perikanan budidaya dan tambak garam. Perikanan Tangkap Nelayan di wilayah studi umumnya adalah nelayan tradisional yaitu masih menggunakan modifikasi jaring "trawl" seperti cantrang (pukat hela atau tarik), dogol, lamparan, arad, garo dan apolo. Dibanding "trawl", cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan pada waktu penangkapannya hanya menggunakan perahu motor ukuran kecil dibawah 5 GT dengan kekuatan mesin dibawah 15 PK. Arad yaitu sistem jaring dibentangkan lebar ditarik pakai mesin, lalu Garo ini adalah sistemnya mencakar hingga dasar laut. Kedua alat ini akan merusak terumbu karang dan ekosistem laut. Berikutnya apolo yang hampir sama dengan arad hanya saja lebih besar dan lebih lebar. Mata jaringnya 4 inchi sehingga selain merusak terumbu karang atau tempat berlindung ikan, juga penggunaan jaring ini akan bisa menangkap ikan kecil atau yang anak ikan. Hanya sebagian kecil saja menggunakan alat tangkap lain seperti tribelnet (3 lapis). Jaring tribelnet harganya sekitar Rp. 2-5 juta dengan ukuran lebar 1-1,5 m dan panjang m (digunakan pada siang hari), sedang jaring 1 lapis ukuran lebar 0,5 m panjang 500 m (digunakan pada malam hari). Berdasarkan informasi tentang jenis alat tangkap yang pada umumnya digunakan nelayan di lokasi studi, maka dapat disimpulkan sebagian besar jenis alat tangkap (jaring) yang digunakan nelayan pada umumnya tidak ramah lingkungan. Berdasar status kepemilikan alat tangkap, (Desa Waruduwur dan Pengarengan) dibedakan menjadi dua kelompok : a) nelayan pemilik atau juragan, yaitu nelayan yang memiliki sarana produksi dan bertanggungjawab dalam membiayai operasi penangkapan ikan. Nelayan pemilik ini merupakan bakul yang berperan dalam proses pendaratan sampai pemasaran hasil tangkapan; b) nelayan buruh (yaitu nelayan yang secara langsung melakukan operasi penangkapan ikan). Nelayan ini ada yang memiliki alat tangkap, namun ada yang hanya Adendum Andal dan RKL-RPL 2-84

87 menyediakan tenaga untuk penangkapan ikan. Nelayan buruh ini ada yang waktu bekerjanya sebagian besar untuk kegiatan nelayan dan ada yang hanya sebagian kecil waktunya untuk operasi penangkapan ikan, selebihnya untuk melakukan pekerjaan lain. Jumlah rumah tangga nelayan, armada dan jenis alat tangkap, jenis indutri rumah tangga serta nama pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan tempat pelelangan ikan (TPI) yang ada di desa-desa lokasi studi dalam tiga (3) wilayah kecamatan (Tabel 2-62). Tabel 2-62 Jumlah rumah tangga nelayan, armada dan jenis alat tangkap serta kegiatan usaha pengolahan ikan di sekitar wilayah studi, Wilayah Kecamatan Mundu Rumah Tangga Nelayan Armada Tangkap Jenis Alat Tangkap Jumlah Rumah Tangga Budidaya (kerang hijau) Jenis Usaha Pengolahan Ikan (rumah tangga) Bakso ikan Pindang ikan Ikan asin Daging rajungan Desa Waruduwur Bubu Jaring Kejer Tramel net Kecamatan Astanajapura Pengupasan rajungan Terasi Desa Kanci Desa Kanci Kulon Jaring Kejer Sudu Kecamatan Pangenan Terasi Pindang presto Ikan asin Otak-otak Desa Astanamukti Arad Garok rajungan Desa Pengarengan Arad Garok Jaring udang Garok rajungan Rampus Pindang presto Nama & Lokasi PPI TPI Bandengan TPI Citemu TPI Ender Sumber : Studi AMDAL, Dalam Desa Waruduwur jumlah neleyan pemilik kapal sekitar 208 orang dengan jumlah anak buah kapal (ABK) mencapai 309 orang. Masyarakat Desa Pengarengan yang berprofesi sebagai nelayan diperkirakan berjumlah 211 orang (111 orang pemilik perahu dan 100 orang sebagai ABK) dan warga Desa Astana Mukti sekitar 14 orang. Diperkirakan sekitar 211 orang tersebut, 40% merangkap sebagai petambak (penggarap lahan) garam. Musim dan Daerah Tangkapan Secara umum di wilayah Cirebon mengalami tiga macam angin yang dapat mempengaruhi musim, yaitu angin barat bertiup pada bulan Oktober - Februari yang dikenal dengan musim penghujan (hasil kepiting, rajungan dan ikan) dan angin musim timur bertiup dari bulan Mei - September yang dikenal dengan musim kemarau (hasil udang dan ikan), sedangkan bulan Maret dan April dikenal dengan musim pancaroba (peralihan antara dua musim). Pada musim penghujan angin bertiup dari arah utara yang disebut dengan angin baratan, pada musim baratan ini terjadi musim ikan, sedangkan pada musim kemarau angin bertiup dari arah tenggara yang disebut dengan angin timuran dan dikenal dengan angin kumbang. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-85

88 Para nelayan menentukan daerah penangkapan ikan umumnya berdasarkan kebiasaan atau pengalaman nelayan yang melakukan trip sebelumnya. Apabila hasil tangkapan pada trip sebelumnya banyak, maka nelayan akan melakukan kegiatan di fishing ground yang sama. Sebaliknya, nelayan akan mencari daerah penangkapan yang baru apabila hasil tangkapan pada trip sebelumnya sedikit. Secara umum, daerah tangkap ikan oleh para nelayan adalah memanjang sekitar 1 km dari garis pesisir pantai mengarah ke laut (utara). Aktivitas penangkapan ikan dilakukan mulai pagi hingga sore hari (pukul ), atau malam hari (pukul ). Daerah kosentrasi nelayan perikanan tangkap di perairan Cirebon adalah termasuk Kecamatan Astanajapura, Pangenan dan Mundu. Nelayan Mundu juga dikenal sebagai nelayan penangkap rajungan. Armada dan Alat Tangkap Ikan Armada tangkap/kapal ikan yang terdapat di lokasi desa-desa studi umumnya terbuat dari bahan kayu dengan menggunakan mesin motor tempel sering disebut perahu motor tempel (PMT). Kapal ini berukuran 2-3 gross ton (GT) dengan menggunakan mesin berkekuatan 8-12 PK dan umumnya bermerk Coyo, Dong Feng, Chang chai, Kubota dan Yanmar dua merk mesin terakhir relatif mahal. Ukuran perahu (kecil) : diperkirakan panjang 6-9 m, lebar 0,8-1,0 m dan dalam 0,8-1,0 m; perahu besar : panjang m, lebar 2,0-3,0 m dan dalam 1,5 m Harga perahu (bodi) kecil adalah Rp. 12 juta (baru) dengan masa pakai sekitar 20 tahun, Rp. 5-8 juta (bekas) masa pakai 15 tahun. Harga perahu (bodi) besar Rp juta, menggunakan mesin (Dong Feng + perlengkapan) kapasitas PK dengan harga sekitar Rp. 3 juta. Pemeliharaan perahu dilakukan setiap 5 bulan sekali dengan biaya Rp Rp , biaya ini biasanya pinjam dari bank keliling di desa. Gambar 2-36 Tipe armada (PMT) tangkap ikan nelayan Desa Waruduwur. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-86

89 Gambar 2-37 Tipe armada (PMT) tangkap ikan nelayan Desa Pengarengan Mobilitas Perahu Nelayan Hasil pengamatan dan pencatatan terhadap lalu lintas perahu nelayan yang berangkat (pergi) dan kedatangan (pulang) selama 4x24 jam di dua lokasi sandar atau berlabuhnya perahu nelayan yaitu di Desa Waruduwur dan Desa Pengarengan serta jumlah mobilitasnya setiap shift, termasuk arah tujuan dari masing-masing nelayan, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2-63 Jumlah pergerakan lalu lintas perahu per shift berdasarkan tujuan dan arah selama 4 hari di Desa Waruduwur (Desember 2015). Shift Tujuan Arah Pergi Pulang Jumlah Barat Utara Timur Jumlah Shift 1 ( ) Shift 2 ( ) Shift 3 ( ) Total Sumber : Studi AMDAL, 2016 Selama pengamatan di Desa Waruduwur pada Desember 2015 jumlah perahu yang melakukan pergerakan, berangkat (pergi) maupun pulang adalah 330 unit, dengan masingmasing jumlah Shift dari yang terbanyak sampai yang paling sedikit berturut-turut adalah Shift 1 (165 unit), Shift 3 (137 unit) dan Shift 2 (28 unit). Pola tersebut berbeda dengan tujuan pergi / keberangkatan dimana Shift 3 adalah yang terbanyak (136 unit) dan yang paling sedikit adalah Shift 2 (8 unit). Hal tersebut menunjukkan bahwa yang pergi / berangkat (173 unit) lebih banyak dari yang pulang / datang (157 unit). Arah tujuan yang paling dominan adalah ke arah Timur (287 unit), sedangkan yang ke Barat (0 unit) dan Utara (43 unit). Berdasar data ini mengindikasikan bahwa mobilitas perahu nelayan ke arah Timur lebih dominan dibandingkan dengan arah lainnya. Artinya rencana pembangunan jetty yang kedua harus disesuaikan dengan arah mobilitas perahu agar tidak mengganggu terhadap perjalanan nelayan, khususnya terhadap pendapatan ekonomi para nelayan. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-87

90 Tabel 2-64 Jumlah pergerakan lalu lintas perahu per shift berdasarkan tujuan dan arah selama 4 hari di Desa Pengarengan (Desember 2015). Shift Tujuan Arah Pergi Pulang Jumlah Barat Utara Timur Jumlah Shift 1 ( ) Shift 2 ( ) Shift 3 ( ) Total Sumber : Studi AMDAL, 2016 Melalui penjelasan yang sama, pergerakan perahu nelayan dari Desa Pengarengan arah tujuan yang paling dominan adalah ke arah Timur (263 unit), sedangkan yang ke Barat (77 unit) dan Utara (163 unit). Berdasar data ini mengindikasikan bahwa mobilitas perahu nelayan ke arah Timur lebih dominan dibandingkan dengan arah lainnya. Artinya rencana pembangunan jetty yang kedua tidak atau kurang mengganggu arah mobilitas perahu nelayan. Pendapatan Nelayan Berikut disampaikan perkiraan pendapatan harian rumah tangga nelayan perikanan tangkap dari aktivitas pergi ke laut mencari ikan (Tabel 2-65). Tabel 2-65 Pendapatan harian rumah tangga nelayan di wilayah lokasi studi dari usaha penangkapan ikan No Uraian Satuan I II III PENGELUARAN Perahu kecil Jumlah Perahu besar Harga Satuan (Rp) Perahu kecil Nilai (Rp) Perahu besar Solar liter Olie liter 0,25 0, Rokok bungkus Makan Orang Lain-lain Jumlah pengeluaran PENJUALAN udang kg rajungan kg Jumlah penerimaan PENDAPATAN Per hari Per hari, bagi pemilik perahu Per hari, bagi anak buah kapal *) Sumber : Studi AMDAL, 2016 Keterangan : *) Pembagian hasil perolehan dari kapal besar Pemilik kapal Rp biaya, 40% dipotong langsung Rp alat Rp perahu Rp Anak buah kapal (ABK), 1 orang Rp Jumlah Rp Adendum Andal dan RKL-RPL 2-88

91 Perikanan Budidaya Usaha sampingan bagi sebagian kecil nelayan untuk mengisi waktu luang dan sekaligus untuk menambah pendapatan adalah melakukan budidaya budidaya kerang hijau. Budidaya kerang hijau hanya dilakukan oleh sekitar 30 rumah tangga nelayan dengan jumlah rumpon yang terpasang sekitar 79 unit (lihat Tabel 2-65) dan akan dipasang baru sekitar 20 unit oleh warga Desa Waruduwur dan Desa Pengarengan. Kontruksi rumpon (bagan tancap) tempat budidaya kerang ini amat sederhana, umumnya terbuat dari batang-batang bambu dengan ukuran 6 m x 9 m. Jumlah batang bambu yang diperlukan sekitar 125 batang dengan panjang bambu masing-masing 6 m, harga bambu Rp per batang. Biaya pembuatan mencapai Rp. 6-8 juta per rumpon dengan masa pakai ± 2 tahun. Kegiatan budidaya kerang ini tidak banyak menyita waktu nelayan, karena setalah 7 bulan kontruksi rumpon dibuat maka para nelayan dapat melakukan panen perdana sebanyak 1-4 ton dan panen kedua ± 5 bulan berikutnya. Benih kerang datang dari laut, umumnya pada bulan Harga jual kerang hijau Rp /kg, sehingga perkiraan pendapatan rumah tangga dari kegatan ini mencapai Rp. 2,5 juta Rp. 10 juta per musim panen dan dalam satu tahun dilakukan dua kali panen. Adendum Andal dan RKL-RPL 2-89

92 Tabel 2-66 Jumlah rumpon (bagan tancap) untuk kegiatan budidaya kerang hijau di sekitar perairan rencana pembangunan jetty II berdasar nama pemilik, Kode Nama X Y Alamat Spesifikasi Ukuran_Rumpon Kedalaman Keterangan R-1 Sabur ' " E 6 45' 2.562" S Waruduwur Bambu P-10/L m R-2 Slamet ' " E 6 44' " S Waruduwur Bambu P-21/L m R-3 Sabur ' " E 6 44' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-4 Waruduwur ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-5 Darin ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-6 Darin ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-7 Sabur ' " E 6 45' 6.520" S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-8 Sabur ' " E 6 45' 2.531" S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-9 Slamet ' " E 6 45' 3.900" S Waruduwur Bambu P-21/L m R-10 Sabur ' " E 6 45' 5.358" S Waruduwur Bambu P-10/L m R-11 Sabur ' " E 6 45' 6.925" S Waruduwur Bambu P-10/L m R-12 Sabur ' " E 6 45' 6.655" S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-13 Sabur ' " E 6 45' 5.899" S Waruduwur Bambu P-10/L m R-14 Sabur ' " E 6 45' 6.277" S Waruduwur Bambu P-10/L m R-15 Ade ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-16 Sabur ' " E 6 45' 7.848" S Waruduwur Bambu P-10/L m R-17 Kastari ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-18 Darin ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-19 Kastari ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-20 Tayim ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-21 Tayim ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-22 Wawan ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-23 Wawan ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-24 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-25 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-26 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-8/L m R-27 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m Adendum Andal dan RKL-RPL 2-90

93 Kode Nama X Y Alamat Spesifikasi Ukuran_Rumpon Kedalaman Keterangan R-28 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-29 Ganden ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-30 Ganden ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-31 Ganden ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-32 Toni ' " E 6 45' " S Bandengan Bambu P-10/L m R-33 Toni ' " E 6 45' " S Bandengan Bambu P-10/L m R-34 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-9/L-6 4-5m R-35 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-9/L-6 4-5m R-36 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-37 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-38 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-39 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-40 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-41 Darin ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-42 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-43 Kastari ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-44 Roni ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-45 Kastari ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-46 Slamet pae ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-47 Rana ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m Tidak terawat R-48 Ganden ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-49 Ganden ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-50 Ganden ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-51 Toni ' " E 6 45' " S Bandengan Bambu P-10/L m R-52 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m Tidak terawat R-53 Toni ' " E 6 45' " S Bandengan Bambu P-10/L m R-54 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-55 Slamet pae ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-56 Darin ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m Adendum Andal dan RKL-RPL 2-91

94 Kode Nama X Y Alamat Spesifikasi Ukuran_Rumpon Kedalaman Keterangan R-57 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-58 Waruduwur ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-59 Rana ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-60 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m Tidak terawat R-61 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-62 Waruduwur ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-63 Waruduwur ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-20/L m R-64 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-65 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m Tidak terawat R-66 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m Tidak terawat R-67 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-68 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-69 Ganden ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-70 Waruduwur ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-71 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-72 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-73 Waruduwur ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-74 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-75 Waruduwur ' " E 6 45' " S Waruduwur Bambu P-10/L m R-76 Kanci ' " E 6 45' " S Kanci Bambu P-10/L m R-77 Robani ' 8.154" E 6 45' " S Pengarengan Bambu P-10/L m Tidak terawat R-78 Bunyamin ' 9.195" E 6 45' " S Pengarengan Bambu P-10/L m Tidak terawat R-79 Robani ' 8.059" E 6 45' " S Pengarengan Bambu P-10/L m Tidak terawat Sumber: Studi AMDAL, Adendum Andal dan RKL-RPL 2-92

95 Gambar 2-38 Kondisi dan bentuk rumpon (bagan tancap) budidaya kerang hijau yang terletak di sekitar rencana pembangunan dermaga PLTU Cirebon Kapasitas 1x1.000 MW Usaha Tambak Garam Pada tahun 2011 pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya meningkatkan produksi garam nasional dengan mendorong petambak garam untuk melaksanakan usaha garam melalui program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). KKP menetapkan sembilan (9) kabupaten seluas ha sebagai sentra PUGAR, yaitu Kabupaten Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Tuban, Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Kabupaten Nagekeo (Propinsi Nusa Tenggara Timur). PUGAR 2011 melibatkan petambak garam yang berasal dari kelompok usaha garam rakyat (KUGAR). PUGAR di Wilayah Studi Program PUGAR di wilayah Kabupaten Cirebon sejak telah menjaring sekitar petambak garam yang tergabung dalam 687 kelompok petani garam. Penggunaan lahan tambak pada awalnya sekitar 750 ha (2011) dan pada tahun 2014 telah mencapai ha dengan produksi mencapai ton garam dan produktifitasnya rerata sekitar 69,37 ton/ha. Produksi garam program PUGAR dan non PUGAR mencapai ton atau memberikan kontribusi 17% kebutuhan garam secara nasional yang mencapai 3 juta ton/tahun. Sentra produksi garam di wilayah Kabupaten Cirebon terdapat di 23 desa dalam tujuh (7) wilayah kecamatan (Tabel 2-67). Tabel 2-67 Jumlah kelompok dan anggota, target dan realisasi produksi garam dalam Porgram PUGAR Kabupaten Cirebon No Kecamatan/Desa Kelompok Jumlah Anggota (orang) Potensi Lahan (Ha) Luas (Ha) Target Produksi (ton) Luas (Ha) Realisasi Produksi Akhir (Ton) Produktivitas (ton/ha) 1 Losari , ,87 2 Gebang , ,50 3 Pangenan , ,11 Pengarengan , ,75 Astanamukti , ,57 4 Astanajapura , ,78 Kanci , ,99 Kanci Kulon , ,30 Adendum Andal dan RKL-RPL 2-93

DAFTAR ISI 2.0 DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL

DAFTAR ISI 2.0 DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL DAFTAR ISI 2.0 DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL... 2-1 2.1 RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL... 2-1 2.1.1 Geo Fisik Kimia... 2-1 2.1.1.1 Iklim... 2-1 2.1.1.2 Curah hujan... 2-1 2.1.1.3 Temperatur udara...

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL

ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN OPERASIONAL PLTU KAPASITAS 1 X 1.000 MW CIREBON KECAMATAN ASTANAJAPURA DAN KECAMATAN MUNDU DAERAH KABUPATEN CIREBON OLEH PT CIREBON ENERGI PRASARANA JULI,

Lebih terperinci

ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL

ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN OPERASIONAL PLTU KAPASITAS 1 X 1.000 MW CIREBON KECAMATAN ASTANAJAPURA DAN KECAMATAN MUNDU DAERAH KABUPATEN CIREBON OLEH PT CIREBON ENERGI PRASARANA JULI,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk tugas akhir ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. 4.1.1 Data Primer Data primer adalah

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) RENCANA PEMBANGUNAN DAN OPERASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) CIREBON KAPASITAS 1 X 1.000 MW KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT April 2016 PT. CIREBON ENERGI PRASARANA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI Bab II Kondisi Wilayah Studi 5 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.. Tinjauan Umum DAS Bendung Boro sebagian besar berada di kawasan kabupaten Purworejo, untuk data data yang diperlukan Peta Topografi, Survey

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) RENCANA PEMBANGUNAN DAN OPERASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) CIREBON KAPASITAS 1 X 1.000 MW KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT Maret 2016 PT. CIREBON ENERGI PRASARANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN 4.1. Angin Potensi sumberdaya alam di wilayah Kecamatan Nusa Penida yang merupakan daerah kepulauan yang terletak di pantai selatan Nusa Tenggara terutama adalah kecepatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah TPA Leuwigajah mulai dibangun pada tahun 1986 oleh Pemerintah Kabupaten Bandung karena dinilai cukup cocok untuk dijadikan TPA karena

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PDAM kota Subang terletak di jalan Dharmodiharjo No. 2. Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. PDAM kota Subang terletak di jalan Dharmodiharjo No. 2. Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum Lokasi Studi PDAM kota Subang terletak di jalan Dharmodiharjo No. 2. Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Untuk mencapai PDAM Subang dapat ditempuh melalui darat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Agustus 2015 di 5 unit lahan pertanaman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan BPTKPDAS 212 Solo, 5 September 212 Pendahuluan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

Iklim Kota Cilegon dipengaruhi oleh iklim laut yang panas dan kering

Iklim Kota Cilegon dipengaruhi oleh iklim laut yang panas dan kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Meteorologi 4.1.1 Kondisi Meteorologi Iklim Kota Cilegon dipengaruhi oleh iklim laut yang panas dan kering disertai dengan angin. Hal ini bisa dilihat pada tabel

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH 16 BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian secara geografis terletak pada koordinat 0,88340 o LU- 122,8850 o BT, berada pada ketinggian 0-500 m dpl (Gambar

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA Salmani (1), Fakhrurrazi (1), dan M. Wahyudi (2) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Umum 2.1.1 Lokasi Kesampaian Daerah Lokasi CV JBP secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Provinsi Banten. Secara geografis lokasi

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik 6 kelompok tani di Kelurahan Tejosari Kecamatan Metro Timur Kota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan Sejarah penambangan batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dimulai sejak zaman kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metoda penambangan terbuka

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI BAB II KONDISI WILAYAH STUDI Kondisi wilayah studi dari DAS Sengkarang meliputi : kondisi topografi, cuaca, geologi, hidrologi, geoteknik, kondisi sungai Sengkarang, kondisi sungai Meduri, kondisi sungai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

2. IKLIM, KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN

2. IKLIM, KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN 1. ASPEK LEGAL Surat Keputusan Gubernur Banten No. 670.27/KEP.312 HUK/2007 tentang Pemberian Persetujuan Kegiatan Rencana Pembangunan PLTU 2 Banten Kapasitas 2 x (300 400) MW dan Jaringan Transmisi 150

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Pengelompokan Area Kelurahan Kedung Lumbu memiliki luasan wilayah sebesar 55 Ha. Secara administratif kelurahan terbagi dalam 7 wilayah Rukun Warga (RW) yang

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 2013 BAB I PENDAHULUAN

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 2013 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Profil Daerah 1. Letak Geografis Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar ± 77.378,64 ha terletak antara

Lebih terperinci

Penentuan sifat penting dampak kegiatan operasional unit PLTU terhadap perubahan pendapatan.

Penentuan sifat penting dampak kegiatan operasional unit PLTU terhadap perubahan pendapatan. Prakiraan Dampak Penting Tabel 3-94 Penentuan sifat penting dampak kegiatan operasional unit PLTU terhadap perubahan pendapatan. No 1 Faktor Penentu Dampak Penting Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG V-1 BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG 5.1. Analisis Sedimen dengan Metode USLE Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DAS S. Grubugan digunakan metode Wischmeier dan Smith

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci