ANALISIS SEMIOTIK DALAM SERAT PEPELING LAN PAMRAYOGA KARYA JAGAWIGATA. Rochimansyah, Taufik Suhardi Universitas Muhammadiyah Purworejo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SEMIOTIK DALAM SERAT PEPELING LAN PAMRAYOGA KARYA JAGAWIGATA. Rochimansyah, Taufik Suhardi Universitas Muhammadiyah Purworejo"

Transkripsi

1 ANALISIS SEMIOTIK DALAM SERAT PEPELING LAN PAMRAYOGA KARYA JAGAWIGATA Rochimansyah, Taufik Suhardi Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Serat Pepeling lan Pamrayoga sebagai salah satu karya sastra tulis mengandung nilai-nilai kehidupan. Hal ini dipengaruhi oleh masyarakat Jawa yang masih menjunjung tinggi keluhuran budi atau nilai-nilai kehidupan. Tidak mengherankan jika karya sastra yang ada dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada zaman ketika karya itu diciptakan. Cara yang paling mudah menyampaikan informasi adalah menggunakan bahasa. Bahasa sebagai bahasa komunikasi yang dianggap paling praktis. Akan tetapi, tidak semua karya sastra yang ada dapat dimaknai secara mudah. Bahasa sebagai sebuah sistem tanda dalam teks sastra menyaran kepada sistem makna tingkat pertama (first order semiotic system) dan sistem makna tingkat kedua (second order semiotic system). sajak (karya sastra) timbul dari arti bahasa karena pemakaian bahasa yang sesuai dengan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti tambahan berdasarkan konvensi-konvensi sastra dan teori yang mengemukakan bahwa dalam menganalisis puisi melalui pendekatan semiotik dapat mengikuti langkah pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Teks Serat Pepeling lan Pamrayoga ditemukan banyak penyimpangan frasa (kata) dan kalimat (sintaksis) yang disebabkan oleh penggunaan konvensi guru lagu, guru gatra dan guru wilangan, sehingga pembacaan heuristik dianggap sangat membantu pembaca dalam memaknai teks tembang tersebut. Namun hasil pembacaan heuristik yang dilakukan dengan pengembangan frasa dan kalimat belum dapat memaknai teks secara lengkap, karena dalam teks terdapat makna yang lebih luas yang disebabkan konvensi bahasa kiasan sarana retorika dan gaya bahasa pada umumnya, sehingga diperlukan analisis pembacaan hermeneutik. Makna yang didapatkan dari isi teks tersebut adalah pentingnya menjadi manusia yang selalu waspada, konsisten, rukun, jujur, adil, dan pantang menyerah dalam mengusahakan kemajuan organisasi ataupun kemajuan negara. Kata-kata kunci : heuristik, hermeneutik, tembang A. Pendahuluan Karya sastra merupakan sebuah wahana yang digunakan pengarang untuk menuangkan ide-ide dan pandangan pengarang terhadap berbagai situasi yang diamati di lingkungannya. Karya sastra bukan semata-mata sebuah ide kreatif pengarang, tetapi juga karena mendapatkan pengaruh situasional budaya ketika karya sastra tersebut diciptakan. Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa misalnya, teks-teks klasik yang tertuang ke dalam buku Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 21

2 yang sering disebut serat banyak memuat tentang ajaran-ajaran moral dan nilai pendidikan budi pekerti. Hal ini disebabkan karena masyarakat Jawa selalu menjunjung tinggi moral, etika, dan budi pekerti sehingga mempengaruhi karya sastra pada masa itu. Dibuktikan dengan banyaknya teks-teks klasik yang berisi tentang piwulang (pelajaran), piweling (peringatan) dan pitutur (nasihat) seperti teks Serat Wulangreh, Serat Wulangreh Putri, Serat Nitisastra, serat Centhini, serat Gatholoco, serat Brotosunu, dan lain-lain. Sebagai warisan budaya, kajian terhadap teks-teks sastra klasik tersebut perlu dilakukan untuk mengungkap informasi mengenai berbagai hal mengenai kehidupan masa lalu, termasuk mengungkap nilai-nilai yang relevan ketika diterapkan dalam kehidupan saat ini. Salah satu karya sastra klasik yang juga berisi pelajaran, nasihat ataupun peringatan adalah Serat Pepeling lan Pamrayoga yang dikarang oleh Jagawigata sekitar tahun Berdasarkan etimologi kata yang terdapat dalam judul teks, pepeling berasal dari kata eling yang berarti mangerti maneh perkara sing wis lawas (mengetahui kembali perkara yang sudah lalu atau ingat) (Poerwadarminta,1939: 114) dan pamrayoga berasal dari kata prayoga yang berarti panglimbang kang becik (pertimbangan yang baik atau saran) (Poerwadarminta, 1939: 509). Dari kedua kata tersebut dimungkinkan bahwa teks Serat Pepeling lan Pamrayoga berisi pitutur atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Teks Serat Pepeling lan Pamrayoga adalah sebuah karya sastra yang memanfaatkan bahasa sastra sebagai mediumnya. Teeuw dalam Pradopo (2009 : 106) menganggap bahwa karya sastra adalah sebuah benda mati yang akan mempunyai makna dan objek estetik jika diberi arti oleh pembaca (kongkretisasi). Untuk memaknai sebuah karya sastra diperlukan suatu kajian atau analisis sastra karena dalam sebuah karya sastra tersimpan sesuatu yang tidak langsung, unik dan kompleks yang menyebabkan sulitnya pembaca menafsirkan sebuah teks. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk menjelaskan, dan biasanya disertai bukti hasil kerja analisis untuk memahami sebuah karya sastra seperti diungkapkan Nurgiyantoro (2009 : 32), bahwa Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 22

3 tujuan utama kerja analisis sastra, fiksi, puisi ataupun yang lain adalah untuk dapat memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, disamping untuk membantu menjelaskan pembaca yang kurang memahami karya sastra. Dalam rangka memahami dan mengungkap sesuatu yang terdapat dalam karya sastra, khususnya dalam teks tembang, diperlukan suatu analisis sastra dengan pendekatan semiotik. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturanaturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Selain itu, untuk memaknai sebuah karya sastra yang berbentuk sajak ataupun tembang seperti teks Serat Pepeling lan Pamrayoga, diperlukan sebuah pendekatan semiotik melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan tembang berdasarkan struktur bahasanya. Melalui pembacaan heuristik teks Serat Pepeling lan Pamrayoga, akan didapatkan makna harfiah atau makna tersuratnya. Namun dalam banyak kasus, pemaknaan sajak atau tembang tidak cukup hanya pada pemaknaan secara tersurat karena dalam tembang ataupun sajak juga terdapat makna tersirat. Karena itu harus dilakukan pembacaan hermeneutik untuk memperoleh makna secara keseluruhan. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang sesudah pembacaan heuristik dengan memberi makna pada konvensi-konvensi sastranya. Dari pembacaan heuristik dan hermeneutik teks Serat Pepeling lan Pamrayoga tersebut akan didapatkan pemahaman yang lebih baik untuk mengungkapkan sesuatu yang terkandung di dalamnya, baik itu ajaran moral ataupun nilai-nilai budi pekerti. Menurut Baroroh Baried (1985: 1) studi terhadap karya tulis masa lampau perlu dilakukan karena adanya anggapan bahwa dalam peninggalan tertulis terkandung nilai-nilai yang masih relevan untuk masa sekarang dan masa mendatang. B. Pembacaan Semiotik Serat Pepeling lan Pamrayoga Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro (2009: 40), semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Kedua teori semiotik tersebut mengacu kepada pandangan semiotik yang berasal dari teori mengenai bahasa oleh Sausure dalam Nurgiyantoro (2009: 39) bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Lebih lanjut dijelaskan menurut Culler dalam Nurgiyantoro Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 23

4 (2009: 39), bahwa bahasa sebagai suatu sistem tanda dalam teks kesastraan, tidak hanya menyaran pada sistem (tataran) makna tingkat pertama (first order semiotic system), melainkan terlebih pada sistem makna tingkat kedua (second order semiotic system). Hal itu sejalan dengan proses pembacaan teks kesastraan yang bersifat heuristik dan hermeneutik. Sedangkan menurut Preminger dalam Pradopo (2009 : 118) semiotik adalah ilmu tentang tandatanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensikonvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada (ditentukan) konvensi-konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacammacam cara (modus) wacana mempunyai makna. Sejalan dengan pendapat Eco (2011: 38) bahwa kebudayaan merupakan sebuah fenomena semiotik. Kebudayaan dipahami secara menyeluruh jika dilihat dari sudut pandang semiotik. Benda-benda, perilaku dan hubungan produksi serta nilai-nilai bisa berfungsi sedemikian rupa secara sosial. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristik dengan memberi konvensi sastranya (Pradopo, 2009 : 135). Sedangkan menurut Teeuw dalam Nurgiyantoro (2009: 33), hermeneutik adalah ilmu atau teknik memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya. Pradopo (2009: 135) menjelaskan bahwa dalam pembacaan retroaktif atau hermeneutik, pembacaan heuristik harus diulang kembali dengan bacaan retroaktif atau ditafsirkan secara hermeneutik berdasarkan konvensi sastra (puisi), yaitu sistem semiotik tingkat kedua. Konvensi sastra yang memberikan makna itu di antaranya konvensi ketaklangsungan ucapan (ekspresi) sajak. Cara kerja untuk penafsiran karya sastra, menurut Teeuw dalam Nurgiyantoro (2009: 34) Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 24

5 dilakukan dengan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsur-unsurnya, dan sebaliknya, pemahaman unsur-unsur berdasarkan keseluruhannya. C. Deskripsi Serat Pepeling lan Pamrayoga Naskah yang dijadikan sebagai bahan penelitian dalam tulisan ini adalah naskah cetakan bernomor 426, ditulis menggunakan bahasa Jawa dan aksara Jawa cetak berjudul serat Pepeling lan Pamrayoga. Naskah terdiri atas halaman sampul, kata pengantar pengarang dan isi yang terdiri atas tiga pupuh tembang. Naskah tersebut merupakan koleksi Musium Dewantara Kirti Griya Taman Siswa Yogyakarta. Judul teks serat Pepeling lan Pamrayoga ditulis dengan menggunakan huruf Jawa. Bahan naskah dari kertas. Ukuran naskah 14x21 cm, ukuran teks 10x14 cm. Naskah asli cetakan dalam keadaan baik. Nomor naskah adalah 426. Naskah ini disimpan di Musium Dewantara Kirti Griya Taman Siswa Yogyakarta. Naskah ini merupakan koleksi Musium Dewantara Kirti Griya Taman Siswa Yogyakarta. Keadaan naskah dalam keadaan baik. Terdapat beberapa kertas yang berlubang di beberapa lembar halamannya. Naskah telah diperbanyak dengan fotocopy. Ukuran naskah 14 x 21 cm, ukuran teks 10 x 14 cm. Tebal naskah adalah 4 mm, jumlah lembaran kertas sebanyak 24 lembar dengan nomor halaman sebanyak 47. Kertas yang digunakan untuk sampul adalah kertas karton tebal berukuran 14,5 x 21 cm dengan dilapisi kertas sampul berwarna coklat tipis, sedangkan kertas isi menggunakan kertas HVS berukuran 14,5 x 21 cm. Huruf yang digunakan adalah aksara Jawa. Jenis hurufnya adalah huruf Jawa cetakan. Warna tinta hitam. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa baru, berbentuk tembang macapat. Keseluruhan teks Serat Pepeling lan Pamrayoga ditulis dalam bentuk tembang kecuali pada bagian kata pengantar. Teks serat tersebut menggunakan pola persajakan yang berdasarkan kepada konvensi guru gatra (baris dalam sajak), guru lagu (vokal pada akhir baris) dan guru wilangan ( jumlah suku kata dalam tiap baris). Konvensi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan yang terdapat dalam teks dijabarkan sebagai berikut: (a) Pupuh pertama teks serat menggunakan konvensi tembang Dhandhanggula yang berjumlah 54 pada (bait), dengan jumlah baris tiap baitnya (guru gatra) adalah 10, dan masing-masing guru wilangan dan guru lagunya adalah 10-i, Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 25

6 10-a, 8-e, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a, 12-i, dan 7-a; (b) Pupuh kedua teks serat menggunakan konvensi tembang Sinom yang berjumlah 52 pada (bait), dengan jumlah baris tiap baitnya (guru gatra) adalah 10, dan masing-masing guru wilangan dan guru lagunya adalah 10-i, 10-a, 8-e, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a, 12-i, dan 7-a. (c) Pupuh ketiga teks serat menggunakan konvensi tembang Pangkur yang berjumlah 51 pada (bait), dengan jumlah baris tiap baitnya (guru gatra) adalah 10, dan masing-masing guru wilangan dan guru lagunya adalah 10-i, 10-a, 8-e, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a, 12-i, dan 7-a. D. Pembacaan Heuristik Serat Pepeling lan Pamrayoga Pembacaan terhadap teks Serat Pepeling lan Pamrayoga dilakukan dengan memperhatikan struktur bahasa, yaitu mengembalikan penyimpangan frasa dan sintaksis agar dapat mencapai kebulatan makna dalam setiap baris maupun bait. Penyimpangan frasa (kata) ataupun sintaksis (kalimat) terjadi karena tembang disusun dengan mengikuti aturan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan. Berikut ini adalah beberapa pembacaan heuristik terhadap teks tersebut setelah dilakukan pengembangan struktur kata ataupun kalimat. Dhandhanggula Kutipan: a. ébating tyas kongsi tanpa manis, (amargi) kaprabawan hobahing rat jawa (ingkang) wimbuh gumrah sabawané, (lan sampun) manjing (ing) (sa)jro(ning) jaman maju. (prayogané) (ing)kang tinuju mung aja kongsi, rinêngkuh dén sawiyah. Séjané (namung) hanjunjung hajining darajat (bangsa) jawa, (kanthi) sayuk hiyêg gumolong hanunggil budi, (jumbuh kalawan) baya karsaning Suksma. Terjemahan: Terpananya hati sampai tanpa manis, karena terperdaya pergerakan bumi Jawa, yang bertambah bergemuruh keadaannya, dan sudah merasuk ke dalam jaman maju. Sebaiknya yang dituju hanyalah jangan sampai, menganggapnya sepele. Harapannya hanya menjunjung harkat dan derajad bangsa Jawa, dengan bersama-sama bersatu menyatukan kebaikan, sesuai dengan keinginan Tuhan kutipan: b. (kasunyatan menika) paring osik kang hutama yêkti, (nun inggih osik ingkang) tumuwuh ing têmbung : kamajuwan, (ingkang sampun) lumrah dadi kêmbang lambé. Nyata (menika saged dados) sèwu pitulung(ngan). (ing) lêngnging cipta (mung) kari mumuji, Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 26

7 (mugi-mugi) wijining kamajuwan bangkit katumuju (kasunyatan) (ingkang) jumbuh lawan (dhawuhe) Sa(ng)winênang, sumawana kang samya pantês ngayomi, (mrih) hayuning wiyah janma. Terjemahan : Kenyataan ini memberi peringatan yang sangat penting, yaitu peringatan yang muncul dalam kata kemajuan, yang sudah wajar menjadi bunga bibir. Nyatalah ini bisa menjadi seribu pertolongan. Di kedalaman hati tinggallah berdoa, semoga benih kemajuan bisa bangkit menuju kenyataan, yang sesuai dengan perintah Tuhan, dan juga akan pantas memberi pengayoman untuk kesejahteraan manusia Kutipan: c. tinuwuhna piwêlas ing galih, (a)wit tan liyan jiwaning kawula, (tansah) tinalèn sih wilasané (Gusti Allah). déné (ing)kang sêdya (nggayuh urip ingkang) rukun, mung miliha (wong) kang mitulungi, (yaiku wong ingkang) (nu-)tuduh(-ake) bênêring marga. aja (sira) slura-sluru, karana yèn tan rinêksa, nora wurung (bakal) kadi sulung (ing) lêbu gêni, (ingkang) barêng tibèng (tiba ing) sangsara. Terjemahan: Lahirkanlah rasa kasih-mengasihi di dalam hati, karena tak lain jiwa-jiwa manusia selalu terikat kasih sayang gusti Allah. Sedangkan yang berniat menggapai hidup rukun, hanya memilihlah orang yang memberi pertolongan, yaitu orang yang menunjukkan jalan kebenaran. Jangan kamu sering salah, karena jika tidak waspada, pasti akan seperti laron dalam debu api, yang bersamaan jatuh dalam kesengsaraan E. Pembacaan Hermeneutik Serat Pepeling lan Pamrayoga Pembacaan hermeneutik terhadap teks Serat Pepeling lan Pamrayoga dilakukan dengan memperhatikan konvensi-konvensi seperti konvensi ketaklangsungan ekspresi yang disebabkan oleh displacing of meaning, distorting of meaning dan creating of meaning. Konvensi tersebut disebabkan oleh penggunaan bahasa kiasan, sarana retorika, dan gaya bahasa pada umumnya. Berikut pembacaan hermeneutik terhadap teks Serat Pepeling lan Pamrayoga setelah melakukan pembacaan ulang atas pembacaan heuristik. Dhandhanggula Kutipan: a. hébatting tyas kongsi tanpa manis, kaprabawan hobahhing rat jawa, wimbuh gumrah sabawané. manyjing jro jaman maju. kang tinuju mung haja kongsi, rinêngkuh dén sawiyah. séjané Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 27

8 hanyjunyjung, hajining darajat jawa, sayuk hiyêg gumolong hanunggil budi, baya karsaning Suksma. Terjemahan: hati saya (pengarang) begitu terpana sehingga tak mampu mengucapkan kata-kata sanjungan, karena terperdaya saat memperhatikan perkembangan sosial budaya di tanah Jawa, yang keadaannya semakin bertambah bergemuruh, dan sudah merasuk ke dalam jaman maju. Sebaiknya yang dituju hanyalah jangan sampai, dikuasai dan disepelekan. Harapannya hanya menjunjung harkat dan derajad bangsa Jawa, dengan bersama-sama bersatu menyatukan kebaikan, sesuai dengan keinginan Tuhan. Kata tanpa manis pada baris pertama dapat disebut sebagai ambiguitas, karena kata tersebut memiliki arti ganda dan menimbulkan banyak tafsiran. Ambiguitas adalah salah satu penyebab terjadinya distorting of meaning (penyimpangan arti). Ebating tyas kongsi tanpa manis dapat ditafsirkan dalam beberapa arti bahwa terpananya hati sampai tak mampu merasakan manis, terpana hingga tak merasa nyaman, atau mungkin tanpa ukara ingkang manis (tanpa kalimat yang indah), atau mungkin juga manis yang dimaksud adalah mulut manis seorang penyanjung. Ambiguitas secara tidak langsung memberi kesempatan kepada pembaca untuk menafsirkan sesuai pemahaman pembaca. Selain ambigu, pada kata tersebut terdapat konvensi berupa sarana retorika yang terdapat pada kata manis. Pengarang memilih menggunakan kata manis dalam tanpa manis dimaksudkan untuk memenuhi tradisi penggunaan sasmitaning tembang (simbol tembang). Sasmitaning tembang tembang Dhandhanggula yang sering digunakan adalah kata gendhis, sarkara, manis, madu, dhandhang, yoga dan sebagainya. Melalui kata manis tersebut pengarang memberi tahu kepada pembaca bahwa pada jenis tembang yang digunakan pada pupuh pertama adalah tembang Pada bait pertama, selain terdapat distorting of meaning juga terdapat displacing of meaning (penggantian arti) dan creating of meaning (penciptaan arti). Penggantian arti dalam bait tersebut disebabkan oleh penggunaan personifikasi dalam kata obahing rat jawa. Sudah sewajarnya bumi bergerak, tetapi bumi bukan hanya milik orang Jawa saja. Karena itu personifikasi Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 28

9 obahing rat Jawa dalam bait tersebut dapat ditafsirkan sebagai perkembangan atau perubahan dalam segala bidang, seperti bidang sosial dan kebudayaan yang terjadi di tanah Jawa. Penciptaan arti dalam teks tersebut berkaitan dengan persajakan yang dalam puisi Jawa disebut konvensi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan. Pupuh pertama teks serat Pepeling lan Pamrayoga terdiri atas 54 bait tembang dengan konvensi guru gatra, guru lagu dan guru wilangannya adalah 10-i, 10-a, 8-e, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a, 12-i, dan 7-a. Berdasarkan konvensi tersebut serta berdasarkan sarana retorika yang diwujudkan dalam sasmitaning tembang, dipastikan bahwa jenis tembang yang digunakan adalah tembang Dhandhanggula. Seperti jenis tembang yang lainya, tembang Dhandhanggula juga memiliki watak dan kegunaan. Watak dari tembang Dhandhanggula adalah luwes, bersemangat dan serba pas yang gunanya untuk memberikan nasihat atau pitutur. Jadi melalui konvensi tersebut, secara tidak langsung pupuh pertama yang terdiri dari 54 bait menjelaskan bahwa teks berisi nasihat-nasihat yang disampaikan pengarang dengan bersemangat. F. Kesimpulan Melakukan analisis pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan ulang (retroaktif) terhadap hasil pembacaan heuristik ditemukan konvensi-konvensi dalam tembang, seperti konvensi bahasa kiasan, sarana retorika dan gaya bahasa pada umumnya, yang menjadikan pemaknaan teks lebih lengkap dan semakin mudah dimengerti. Konvensi ketaklangsungan ekspresi yang terdapat dalam teks serat Pepeling lan Pamrayoga lebih banyak disebabkan oleh penggunaan displacing of meaning (penggantian arti) karena penggunaan bahasa kiasan seperti personifikasi, metafora, simile, alegori, dan beberapa disebabkan oleh distorting of meaning (penyimpangan) serta creating of meaning (penciptaan arti). Berdasarkan konvensi sarana retorika yang diwujudkan dalam sasmita tembang dan konvensi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan, jenis tembang yang digunakan dalam teks serat Pepeling lan Pamrayoga ada 3, yaitu Dhandhanggula, Sinom dan pangkur. Sasmita tembang dhandhanggula Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 29

10 adalah kata manis, kata nonoman untuk tembang sinom, dan kata ungkurna untuk pangkur. Pembaitan (rima) dari masing-masing tembang tersebut adalah 10-i, 10-a, 8-e, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a, 12-i dan 7-a. Pupuh tembang dhandhanggula, 8-a, 8-i, 8-a, 7-i, 8-u, 7-a, 8-i, dan 12-a untuk pupuh tembang sinom, 8-a, 11-i, 8-u, 7-a, 12-u, 8-a, dan 8-i untuk pupuh tembang pangkur. Tembang dhandanggula yang terdiri dari 54 bait berisi tentang kritik dan saran pengarang terhadap cara berpikir orang-orang yang keliru dalam kehidupannya. Tembang sinom yang terdiri dari 52 bait berisi tentang nasihat dan saran kepada para pemimpin sebuah perkumpulan untuk selalu waspada dalam setiap langkahnya serta terus berusaha memajukan perkumpulannya sehingga dapat memakmurkan warga masyarakat. Tembang pangkur yang terdiri dari 51 bait berisi tentang nasihat dan saran untuk menjaga tatanan kehidupan di desa, serta nasihat kepada kaum pekerja dan pedagang agar adil, rukun dan jujur dalam mengupayakan kemajuan. Keseluruhan makna yang didapatkan dari teks serat Pepeling lan Pamrayoga adalah tentang kritik, saran dan nasihat yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat Jawa agar waspada dalam setiap langkah dan keputusannya untuk bersama-sama satu tekad dan satu tujuan bersatu mewujudkan cita-cita organisasi dalam memakmurkan bangsa. DAFTAR PUSTAKA Baried, Siti Baroroh dkk Pengantar Teori Folologi. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Eco,Umberto Teori Semiotika ; Signifikasi Komunikasi, Teori kode, serta teori produksi tanda. Bantul : Kreasi Wacana Offset Nurgiyantoro,Burhan Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Pradopo,Rachmat Djoko Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik,dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Poerwadarminta Baoesastra Djawa. Jakarta: J.B. Wolters Iutgevers Maatschappij. Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 30

Yuli Widiyono, Eko Santosa, Eni Susiyati Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK

Yuli Widiyono, Eko Santosa, Eni Susiyati Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK UPAYA PENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA WACANA BERHURUF JAWA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 7 PURWOREJO TAHUN AJARAN 2012/2013

Lebih terperinci

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam 12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Lebih terperinci

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang Oleh: Sugeng Triwibowo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Miftah1919@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

Analisis Semiotik Serat Babad Banyuurip Pupuh Maskumambang Karya Ki Amat Takjin

Analisis Semiotik Serat Babad Banyuurip Pupuh Maskumambang Karya Ki Amat Takjin Analisis Semiotik Serat Babad Banyuurip Pupuh Maskumambang Karya Ki Amat Takjin Oleh: Siti Anisa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa anisa.ngb@gmail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo KAJIAN FILOLOGI SERAT-SERAT ANGGITAN DALEM KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA IV JILID I (WANAGIRI JAMAN KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA III) Wahyu Aris Aprillianto Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karakter sebagian pemuda-pemudi saat ini sehubungan dengan pendidikan karakter atau kodratnya sebagai makhluk sosial, dapat dikatakan sangat memprihatinkan.

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK DALAM ANTOLOGI WARISAN GEGURITAN MACAPAT KARYA SUWARDI. Emi Lestari Universitas Muhammadiyah Purworejo. Abstrak

ANALISIS SEMIOTIK DALAM ANTOLOGI WARISAN GEGURITAN MACAPAT KARYA SUWARDI. Emi Lestari Universitas Muhammadiyah Purworejo. Abstrak ANALISIS SEMIOTIK DALAM ANTOLOGI WARISAN GEGURITAN MACAPAT KARYA SUWARDI Emi Lestari Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Lestari Emi. 2013. Analisis Semiotik Dalam Antologi Warisan Geguritan Macapat

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK PADA ANTOLOGI GEGURITAN BENGKEL SASTRA JAWA 2003 LAYANG SAKA GUNUNGKIDUL

ANALISIS SEMIOTIK PADA ANTOLOGI GEGURITAN BENGKEL SASTRA JAWA 2003 LAYANG SAKA GUNUNGKIDUL ANALISIS SEMIOTIK PADA ANTOLOGI GEGURITAN BENGKEL SASTRA JAWA 2003 LAYANG SAKA GUNUNGKIDUL Oleh: Lastriani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa lasthree92@gmail.com Abstrak: penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK DALAM KUMPULAN GEGURITAN PADA MAJALAH DJAKA LODANG EDISI TAHUN 2011

KAJIAN SEMIOTIK DALAM KUMPULAN GEGURITAN PADA MAJALAH DJAKA LODANG EDISI TAHUN 2011 KAJIAN SEMIOTIK DALAM KUMPULAN GEGURITAN PADA MAJALAH DJAKA LODANG EDISI TAHUN 2011 Oleh : Eni Lismawati Nurmawitantri program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa e_nie23@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Analisis Semiotik Syair-Syair Tembang Campursari karya Didi Kempot pada Volume 1, 2, 3

Analisis Semiotik Syair-Syair Tembang Campursari karya Didi Kempot pada Volume 1, 2, 3 Analisis Semiotik Syair-Syair Tembang Campursari karya Didi Kempot pada Volume 1, 2, 3 Oleh: Aditya Apriliyani Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Tyaapriliyani559@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Naskah-naskah yang terdapat di Nusantara memiliki isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah

Lebih terperinci

Analisis Semiotik Tembang Macapat Pupuh Asmaradana dalam Serat Witaradya 2 Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita

Analisis Semiotik Tembang Macapat Pupuh Asmaradana dalam Serat Witaradya 2 Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita Analisis Semiotik Tembang Macapat Pupuh Asmaradana dalam Serat Witaradya 2 Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita Oleh: Tri Dayati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa trie.dyatieee@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puisi dalam Kamus Istilah Sastra (1984) adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Hal yang sama

Lebih terperinci

KAJIAN NILAI MORAL TEMBANG MACAPAT DALAM BUKU MÉGA MENDUNG KARANGAN TÉDJASUSASTRA DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG

KAJIAN NILAI MORAL TEMBANG MACAPAT DALAM BUKU MÉGA MENDUNG KARANGAN TÉDJASUSASTRA DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG KAJIAN NILAI MORAL TEMBANG MACAPAT DALAM BUKU MÉGA MENDUNG KARANGAN TÉDJASUSASTRA DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG Oleh: Fitri Afniati program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa gastedant_fianti@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK TEMBANG MACAPAT PADA SERAT SANA SUNU KARYA RADEN NGABEHI YASADIPURA II DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS SEMIOTIK TEMBANG MACAPAT PADA SERAT SANA SUNU KARYA RADEN NGABEHI YASADIPURA II DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS SEMIOTIK TEMBANG MACAPAT PADA SERAT SANA SUNU KARYA RADEN NGABEHI YASADIPURA II DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu hasil dari kebudayaan. Sastra merupakan kreasi manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra manusia bisa menuangkan

Lebih terperinci

SERAT SASTRA GENDHING DALAM KAJIAN STRUKTURALISME SEMIOTIK

SERAT SASTRA GENDHING DALAM KAJIAN STRUKTURALISME SEMIOTIK SERAT SASTRA GENDHING DALAM KAJIAN STRUKTURALISME SEMIOTIK SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Jawa oleh Aldila Syarifatul Na im 2151407001 BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Analisis Semiotik dalam Antologi Geguritan Siter Gadhing Karya Djaimin. K

Analisis Semiotik dalam Antologi Geguritan Siter Gadhing Karya Djaimin. K Analisis Semiotik dalam Antologi Geguritan Siter Gadhing Karya Djaimin. K Oleh : Asih Yulianti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Azihyulianty@yahoo.co.id Abstrak : Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

STRUKTUR TEKS SERAT PANITIBAYA

STRUKTUR TEKS SERAT PANITIBAYA STRUKTUR TEKS SERAT PANITIBAYA SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Oleh Galih Mardiyoga 2102406566 JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah yang beragam banyaknya. Bahasa daerah yang beragam digunakan sebagai alat komunikasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

Analisis Gaya Bahasa dan Ajaran Moral dalam Antologi Geguritan Sapu (Antologi Geguritan lan Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Jawa 2012)

Analisis Gaya Bahasa dan Ajaran Moral dalam Antologi Geguritan Sapu (Antologi Geguritan lan Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Jawa 2012) Analisis Gaya Bahasa dan Ajaran Moral dalam Antologi Geguritan Sapu (Antologi Geguritan lan Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Jawa 2012) Oleh: Suci Alfiatun Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Sebelumnya, ada beberapa penelitian yang memiliki tema yang sama. Pertama, Intertekstual Lirik-Lirik Lagu Karya Ahmad Dhani: Sebuah

Lebih terperinci

KAJIAN STILISTIKA PADA KUMPULAN GEGURITAN BOJONEGORO ING GURIT HIMPUNAN SANGGAR SASTRA PAMARSUDI BASA JAWI BOJONEGORO

KAJIAN STILISTIKA PADA KUMPULAN GEGURITAN BOJONEGORO ING GURIT HIMPUNAN SANGGAR SASTRA PAMARSUDI BASA JAWI BOJONEGORO KAJIAN STILISTIKA PADA KUMPULAN GEGURITAN BOJONEGORO ING GURIT HIMPUNAN SANGGAR SASTRA PAMARSUDI BASA JAWI BOJONEGORO Oleh: Noviorita Prahutami program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa noviorita@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami perkembangan. Karena itu, agar keberadaan karya sastra dan pengajarannya tetap tegak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan adalah suatu karya sastra tradisional yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh atau pupuh pupuh, dan

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK Oleh : Diana Prastika program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa diana_prastika@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih hidup dan berkembang cukup baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan para pengarang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Filologi 1. Pengertian Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Dengan demikian, kata filologi membentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Filologi 1. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama (Djamaris, 1977: 20). Filologi berasal dari kata Yunani philos yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

Struktur Fisik dan Struktur Batin Antologi Geguritan Kristal Emas Karya Suwardi Endraswara dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di Kelas XI SMA

Struktur Fisik dan Struktur Batin Antologi Geguritan Kristal Emas Karya Suwardi Endraswara dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di Kelas XI SMA Struktur Fisik dan Struktur Batin Antologi Geguritan Kristal Emas Karya Suwardi Endraswara dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di Kelas XI SMA Oleh: Miskiyatun Isnainiyah Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam pemerintahan. Seperti yang terdapat pada kerajaan-kerajaan di Indonesia yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

Analisis Semiotik Syair Lagu Campursari Cak Diqin dalam Album By Request Langgam Jawa

Analisis Semiotik Syair Lagu Campursari Cak Diqin dalam Album By Request Langgam Jawa Analisis Semiotik Syair Lagu Campursari Cak Diqin dalam Album By Request Langgam Jawa Oleh: Nani Cahyo Widati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa nani.cahyo@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA SKRIPSI

KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA SKRIPSI 0 KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA MATAMU KARYA SYAIFUL IRBA TANPAKA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. mengenai nilai-nilai Islam dalam Tembang Dhandanggula, maka penulis dapat

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. mengenai nilai-nilai Islam dalam Tembang Dhandanggula, maka penulis dapat 80 BAB V PENUTUP KESIMPULAN Setelah melakukan analisis dari Tembang Dhandhanggula Serat Wulangreh mengenai nilai-nilai Islam dalam Tembang Dhandanggula, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. katanya. Puisi pada dasarnya merupakan sarana ekspresi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. katanya. Puisi pada dasarnya merupakan sarana ekspresi seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi sebagai salah satu jenis karya sastra memiliki nilai seni kesusastraan yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan katanya. Puisi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diketahui kesimpulannya. Kesimpulan tersebut adalah

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diketahui kesimpulannya. Kesimpulan tersebut adalah BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang bentuk, nilai, dan fungsi parikan pada lirik lagu karya Genk Kobra yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna. Hal ini disebabkan karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang menggunakan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tertentu, menekankan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, menunjukkan bahwa bahasa kias mempunyai peranan yang penting dalam

BAB V PENUTUP. tertentu, menekankan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, menunjukkan bahwa bahasa kias mempunyai peranan yang penting dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam novel AW karya Any Asmara ditemukan enam jenis penggunaan bahasa kias, yaitu simile, metafora, personifikasi, metonimia, sinekdoke dan hiperbola. Fungsi bahasa kias yang

Lebih terperinci

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SULUK SUKSMA LELANA KARYA RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA

ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SULUK SUKSMA LELANA KARYA RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SULUK SUKSMA LELANA KARYA RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA Priska Tias Deswari Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Deswari, Priska Tias. 2011, Nilai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah Kempalan Dongeng yang memuat teks Kyai Prelambang dengan bertuliskakan aksara Jawa tidak ditemukan di tempat lain selain

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI

KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI Diajukan pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO

KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO Oleh : Hesti Nur Cahyo program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa hestinurcahyo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

Analisis Kajian Moral dalam Kumpulan Gendhing-Gendhing Lan Lagon Dolanan Karya Ki Narta Sabda

Analisis Kajian Moral dalam Kumpulan Gendhing-Gendhing Lan Lagon Dolanan Karya Ki Narta Sabda Analisis Kajian Moral dalam Kumpulan Gendhing-Gendhing Lan Lagon Dolanan Karya Ki Narta Sabda Oleh: Nur Asiyah Jamil Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa nasiahjamiel@ymail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi merupakan bentuk karya sastra yang tersaji menggunakan kata-kata yang indah dan kaya bahasa yang penuh makna (Kosasih, 2008: 31). Keindahan puisi ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai peninggalan tulisan, naskah menyimpan berbagai informasi tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan pandangan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil renungan seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulis. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang

Lebih terperinci

KAJIAN NILAI PENDIDIKAN MORAL PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT TERBITAN TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG

KAJIAN NILAI PENDIDIKAN MORAL PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT TERBITAN TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG KAJIAN NILAI PENDIDIKAN MORAL PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT TERBITAN TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG Oleh: Ade Irma progran studi pendidikan bahasa dan sastra

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN 24 BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari beberapa uraian yaitu, (1) objek penelitian, (2) metode, (3) prosedur penelitian, (4) teknik pengumpulan data 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa

Lebih terperinci

ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI

ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI Dalam kritik yang diberikan Teeew atas karya sastra SUDAH LARUT SEKALI : Kawanku dan Aku karya Chairil Anwar ini menggunakan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA PUISI JAWA DALAM KOLOM GEGURITAN HARIAN SOLOPOS EDISI PEBRUARI-MARET 2008 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pandidikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam Serat Wedhatama pupuh Pangkur sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra imajinatif dan non-imajinatif. Dalam praktiknya sastra non-imajinatif terdiri

BAB I PENDAHULUAN. sastra imajinatif dan non-imajinatif. Dalam praktiknya sastra non-imajinatif terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Sastra atau jenis sastra dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu sastra imajinatif dan non-imajinatif. Dalam praktiknya sastra

Lebih terperinci

Analisis Nilai Moral Rubrik Wacan Bocah dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang

Analisis Nilai Moral Rubrik Wacan Bocah dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang Analisis Nilai Moral Rubrik Wacan Bocah dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang Oleh: Imroati Hasanah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini menggunakan salah satu karya sastra yang berasal dari kesusastraan Jepang modern sebagai objeknya. Kesusastraan Jepang modern dimulai dari adanya

Lebih terperinci

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN INSTAGRAM @PuisiLangit SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, Veronica Melinda Nurhidayati Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keindahan dalam karya sastra dibangun oleh seni kata atau seni bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari ekspresi jiwa pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

Penggunaan bahasa kias yang terdapat dalam novel AW karya Any Asmara

Penggunaan bahasa kias yang terdapat dalam novel AW karya Any Asmara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang digunakan untuk berinteraksi sesamanya. Kedudukan bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peran yang sangat penting, karena

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTURAL DAN MORALITAS TOKOH DALAM DONGENG PUTRI ARUM DALU KARANGAN DHANU PRIYO PRABOWO

ANALISIS STRUKTURAL DAN MORALITAS TOKOH DALAM DONGENG PUTRI ARUM DALU KARANGAN DHANU PRIYO PRABOWO ANALISIS STRUKTURAL DAN MORALITAS TOKOH DALAM DONGENG PUTRI ARUM DALU KARANGAN DHANU PRIYO PRABOWO Oleh : Novyta Kumayroh program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Novyta_kumayroh@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia kaya akan ragam suku sehingga dari keberagaman tersebut lahirlah banyak kesenian tradisi yang bersifat unik dan khas. Poerwadarminta (2001,

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA Oleh: Ulin Niswah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Adi_Jaddati@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu media yang digunakan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu media yang digunakan seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1998:

Lebih terperinci

Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra)

Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra) Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra) Oleh: Mudika Nofalia Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa liadicha@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI

ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI Penelitian terhadap Geguritan Masan Rodi ini membahas tentang analisis struktur dan fungsi. Analisis ini mempunyai tujuan untuk mengungkapkan struktur

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

Lebih terperinci

: SUNTINGAN TEKS BESERTA KAJIAN PRAGMATIK

: SUNTINGAN TEKS BESERTA KAJIAN PRAGMATIK NASKAH BIDAYATUSALIK : SUNTINGAN TEKS BESERTA KAJIAN PRAGMATIK Santi Rahayu Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Santirahayu5610@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003: 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia kaya dengan keberagaman, yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia kaya dengan keberagaman, yang masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia kaya dengan keberagaman, yang masing-masing memiliki keunikan sendiri-sendiri, demikian pula dibidang sastra, Indonesia sangat kaya dengan

Lebih terperinci

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Suluk Bodho Karya KGPA Anom Amangkunagara V

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Suluk Bodho Karya KGPA Anom Amangkunagara V Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Suluk Bodho Karya KGPA Anom Amangkunagara V Oleh: Najib Irwanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa najib.irwanto88@gmail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK SYAIR-SYAIR TEMBANG CAMPURSARI KARYA MANTHOUS

ANALISIS SEMIOTIK SYAIR-SYAIR TEMBANG CAMPURSARI KARYA MANTHOUS ANALISIS SEMIOTIK SYAIR-SYAIR TEMBANG CAMPURSARI KARYA MANTHOUS Oleh: Murniasih pendidikan bahasa dan sastra jawa astuti.yuli3@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) pembacaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris.

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris. Parwa berarti bagian buku/cerita (Mardiwarsito, 1986:410). Parwa juga dikatakan sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah karya sastra yang baik tidak dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan, mempunyai keterkaitan dengan masalah kehidupan manusia, dan segala problematikanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui naskah kuna. Jenis isi dari naskah kuna sangat beragam. Jenis teks tersebut antara lain berisi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG David Maulana Muhammad*)1 Wahyudi Siswanto)*2 Email davidmuhammad7@gmail.com Universitas

Lebih terperinci

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN MENGAJARKAN SASTRA Tiurnalis Siregar Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Karya Sastra merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya mengalami perubahan baik dari segi isi maupun bahasanya. Salah satu perubahan di dalam

Lebih terperinci