BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri membawa pengaruh besar terhadap bidang arsitektur dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri membawa pengaruh besar terhadap bidang arsitektur dan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Masuknya agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India, tidak dipungkiri membawa pengaruh besar terhadap bidang arsitektur dan kesenian periode Klasik di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari salah satu bentuk arsitektur dari periode ini yaitu, candi. Selama kurun abad VIII-X M 1 pembangunan candi-candi di wilayah Jawa bagian tengah tampaknya cukup intensif. Sebaran candinya dimulai dari bagian utara (Dieng dan Ungaran) berlanjut ke arah selatan di bagian tengah (Wonosobo, Temanggung, Magelang, Boyolali), dan terus berlanjut sampai di bagian selatan (Prambanan dan sekitarnya) (lihat lampiran 1). Pada dasarnya fungsi candi sama seperti bangunan kuil yang ada di India (Soekmono 1974). yaitu sebagai rumah dewa yang dihadirkan di tengah dunia manusia. Secara konseptual candi merupakan representasi gunung kosmik, Meru. Di dalam kosmologi Hinduisme dan Buddhisme Gunung Meru merupakan pusat alam semesta yang dikelilingi tujuh benua dan tujuh lautan (Fisher, 2006: 22; Heine-Geldern, 1942: 16-17; Mabbet, 1983: 66). Para dewa dikisahkan bersemayam di gunung Meru 2. 1 Periode ini juga disebut periode Jawa Tengah atau gaya Jawa Tengah (Hardiati, 1994: 4; Tjahjono, 1997: 181). 2 The god s permanent abode in on the summit of Mount Mahameru, symbolized by the top of Meru (Soekmono, 1995: 14-15). 1

2 2 Gambar 1 Komponen-Komponen Bangunan Candi Sumber: Atmadi (1994), dengan modifikasi penulis Sebagai replika Meru, candi merepresentasikan tiga dunia 3 (triloka) yang dibagi ke dalam tiga bagian yaitu: kaki, tubuh, dan kepala (Micksic, 2002: 58; Suleiman, 1978: 5). Kaki candi merupakan simbol dunia manusia (bhurloka/kamadhatu). Tubuh candi merupakan simbol dunia yang telah disucikan (bhurvaloka/rupadhatu). Di bagian dalam tubuh candi ditempatkan arca (ikon) dewa yang dipuja. Sementara atap candi merupakan simbol dunia para dewa (svarloka/arupadhatu). Pada umumnya atap candi terdiri dari beberapa tingkatan semakin ke atas semakin mengecil dan diakhiri dengan puncak atap yang dibentuk menjadi hiasan puncak (kemuncak) (lihat gambar 1). 3 Di dalam Buddhisme konsep ini disebut tridhatu, yang terdiri dari: kamadhatu, simbol dunia hasrat; rupadhatu, simbol dunia antara; dan arupadhatu, simbol dari unsur tak berwujud (Tim Penulis, 2016: 21-37).

3 3 Hiasan puncak atau kemuncak pada bangunan suci tidak hanya menjadi unsur arsitektur semata, namun juga memiliki arti tersendiri baik secara simbolik maupun kepercayaan dan keagamaan (Soekiman, 1980: 74). Hiasan salib pada kemuncak gereja misalnya, tidak hanya dipahami sebagai simbol kekristenan semata, namun merepresentasikan konsep iman Kristen 4. Salib merupakan simbol penderitaan dan kekalahan sekaligus simbol keselamatan dan kemenangan (lihat gambar 2.a). Sementara pada masjid-masjid di Jawa, beberapa kemuncak atau mustaka memiliki bentuk stiliran lidah-lidah api (lihat gambar 2.b), seperti tersembur dari puncak gunung. Bentuk hiasan tersebut mengingatkan kembali pada konsep gunung (Meru) 5. Gambar 2 Hiasan Puncak Bangunan Suci (a) Salib (Gereja) (b) Stiliran Lidah-Lidah Api (Masjid) Sumber: Dok. Penulis Demikian halnya pada bangunan candi, kemuncak memiliki kaitan dengan konsep keagamaan. Kemuncak biasanya digunakan untuk mengenali latar keagamaan suatu candi. Latar keagamaan dapat dikenali 4 Hal ini berkaitan dengan pengorbanan Yesus Kristus yang mati di kayu salib ( 5 Meskipun Meru tidak terkait secara langsung dengan simbol keagamaan dalam Islam, namun konsep gunung tidak hilang begitu saja pada masa Islam. Gunung dipandang sebagai tempat yang tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas, dihubungkan dengan segala yang mulia (Mangunwijaya, 2003 : ).

4 4 berdasarkan bentuk kemuncaknya. Kemuncak pada candi Hindu berupa ratna 6 dan kemuncak pada candi Buddha berupa stupa, dan pada beberapa candi di Jawa Timur memiliki kemuncak berupa kubus (Rohyani, 1985: 4; Soekiman, 1980: 75; Soekmono, 1981: 86; Tjahjono, 1997: 182; Suleiman, 1978: 6). Meskipun demikian, di Candi Plaosan Lor yang berlatar Buddha, kemuncak Candi Perwaranya berupa ratna. Sementara itu, berdasarkan kajian tipo-morfologi candi-candi di Jawa, Prajudi (1999: 84) menggunakan istilah mahkota atap untuk menyebut kemuncak. Berdasarkan bentuknya mahkota atap diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu: (1) shikara, (2) stupa, (3) ratna, dan (4) kubus. Berbeda dengan Prajudi, berdasarkan hasil identifikasi Atmadi (1994: 25) terhadap relief di Candi Borobudur terdapat 3 tipe kemuncak pada bangunan berbahan batu (layered stone), yaitu: (1) stupa-shape (stupa); (2) jewel-shape (ratna); dan (sulur-suluran) leaf-shape (sulursuluran) (lihat gambar 3). Gambar 3 Bentuk-Bentuk Kemuncak Atap di Relief Candi Borobudur (a) stupa-shape, (b) jewel-shape, (c) leaf shape Sumber: Atmadi, Secara harafiah ratna dapat diartikan jewel, gem, treasure (Liebert, 1976: 237).

5 5 Gambar-gambar bangunan (gambar 3) yang digambar oleh Atmadi berdasarkan relief Borobudur, memiliki beberapa kemiripan dengan bentuk-bentuk candi yang masih ada saat ini. Bentuk-bentuk kemuncak bangunan yang tergambar di relief Borobudur memiliki variasi, demikian juga kemuncak candi-candi abad VIII-X M. Variasi tersebut menarik untuk diteliti mengingat kemuncak tidak hanya menjadi unsur dekoratif pada sebuah bangunan candi, namun juga memiliki kaitan dengan sifat keagamaan candi. Sejauh ini belum terdapat deskripsi khusus yang menjelaskan variasi bentuk kemuncak candi. I.2. RUMUSAN MASALAH Variasi bentuk kemuncak dapat diketahui dengan menguraikan bentuk komponen-komponennya (form of its components). Di dalam penelitian ini, pendekatan ikonografis digunakan untuk mengidentifikasi bentuk komponen kemuncak. Setiap kemuncak akan diuraikan komponen-komponennya sehingga dapat diketahui formula komponennya. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah variasi bentuk kemuncak candi-candi periode Jawa Tengah abad VIII-X M? 2. Komponen apa sajakah yang dapat menentukan variasi bentuk kemuncak candi? 3. Adakah faktor yang berpengaruh terhadap variasi bentuk kemuncak candi tersebut?

6 6 I.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN 1. Batasan Kajian Dalam penelitian ini objek yang dikaji adalah bagian hiasan puncak atap candi yang secara umum disebut kemuncak. Kemuncak ialah penutup bagian atap yang berada pada tingkat paling atas (bila dilihat dari luar). Secara teknis kemuncak merupakan bagian yang terletak di atas (meninidih) batu penutup sungkup 7. Bagian tersebut yang dibentuk menjadi kemuncak (lihat gambar 4). Oleh karena itu kemuncak tidak hanya bersifat dekoratif, namun juga konstruktif. Gambar 4 Bagian Kemuncak Contoh pada Bangunan Perwara Candi Sewu (a) Gambar Penampang (b) Gambar Façade Sumber: Dumarçay dengan modifikasi 7 Disebut juga batu kunci (Ing. key-stone) yang mematikan susunan batu (Dumarçay, 1986 :79). Pada umumnya atap candi dibuat menggunakan struktur corbel vault. Batu disusun saling tumpang tindih dan diakhiri dengan sebuah batu kunci pada puncaknya, sehingga membentuk struktur kuat untuk menahan beban yang berasal dari atas (

7 7 2. Batasan Wilayah Penelitian ini menggunakan batasan wilayah administratif yang berlaku saat ini. Dilihat dari sebaran lokasinya sekarang, candi-candi yang dibangun pada abad VIII-X M berada di wilayah administratif Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 8. Berdasarkan batasan wilayah tersebut, maka candi-candi yang kemuncaknya diteliti tersebar dari wilayah utara sampai wilayah selatan Jawa bagian tengah, meliputi Kompleks Dieng, Kompleks Gedongsongo, Magelang dan sekitarnya di bagian tengah, sampai Prambanan dan sekitarnya di bagian selatan. I.4.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menghasilkan tipologi bentuk kemuncak candi-candi periode Jawa Tengah abad VIII-X M. 2. Mengidentifikasi latar keagamaan candi berdasarkan komponen kemuncaknya. 3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi variasi bentuk kemuncak candi. Mengingat kemuncak candi merupakan bagian yang rawan mengalami kerusakan, maka penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk dokumentasi sebagai upaya dalam pelestariannya. 8 Candi-candi yang berada di wilayah Jawa Timur diperkirakan berasal dari abad VIII-X M, namun candi-candi di wilayah tersebut sudah tidak memiliki kemuncak.

8 8 I.5. KEASLIAN PENELITIAN DAN TINJAUAN PUSTAKA Sejauh ini, penelitian arkeologi dengan pendekatan ikonografis lebih banyak membahas tentang arca dan relief. Penelitian yang secara khusus mengkaji kemuncak candi dengan pendekatan ikonografis belum pernah dilakukan sebelumnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang secara tidak langsung berkaitan dengan topik penelitian ini. Penelitian yang dimaksud diantaranya ialah sebagai berikut: Penelitian Siti Rohyani (1985) yang berjudul Variasi Bentuk Atap Candi di Jawa Tengah. Di dalam skripsi sarjana mudanya tersebut Rohyani mengkaji variasi bentuk atap candi-candi di Jawa Tengah berdasarkan komponen atap candi, seperti: denah atap, tingkatan atap, hiasan atap, dan kemuncak. Meskipun tidak membahas secara khusus mengenai bentuk kemuncak, Rohyani menyimpulkan kemuncak candi merupakan hiasan pada atap candi yang dipengaruhi oleh sifat keagamaan. Candi yang kemuncaknya berbentuk ratna mempunyai sifat keagamaan Hindu, dan yang kemuncaknya berbentuk stupa mempunyai sifat keagamaan Buddha. M.A. Dhaky (1974) di dalam artikelnya yang berjudul The Ā ā i ga Finial, membahas ā āśaliṅga (liṅga-shape) yang menjadi hiasan puncak (stūpi) śikhara. Di dalam tulisannya tersebut Dhaky melakukan perbandingan ā āśaliṅga di India dengan ā āśaliṅga yang terdapat pada beberapa candi di Jawa. Menurut Dhaky, ā āśaliṅga di Jawa cukup menarik karena selain di India elemen ini tidak banyak ditemukan di Asia Tenggara daratan, yang juga mendapat pengaruh India.

9 9 Penelitian Parmono Atmadi terhadap relief Candi Borobudur (1994) di dalam disertasinya yang berjudul Some Architectural Design Principles of Temples in Java, menyebutkan terdapat tiga bentuk hiasan atap bangunan berbahan batu (layered stone structure), dari hasil identifikasinya berdasarkan relief-relief di Candi Borobudur. Ketiga bentuk tersebut adalah: bentuk stupa, bentuk mahkota (jewel-shape), dan bentuk dedaunan (leaf-shape). Selain melakukan identifikasi, Atmadi juga menggambar beberapa bangunan yang terdapat di relief candi Borobudur. Rahadhian Prajudi (1999) dalam tesisnya yang berjudul Kajian Tipo-Morfologi Arsitektur Candi di Jawa mengklasifikasikan bentuk mahkota atap (kemuncak) candi di Jawa menjadi 4 tipe, yaitu: shikara, stupa, ratna, dan kubus. Prajudi memasukkan kemuncak candi Dieng dan Gedong Songo ke dalam tipe shikara, kemuncak candi Prambanan ke dalam tipe ratna, kemuncak candi-candi Buddha ke dalam tipe stupa, dan kemuncak candi-candi Jawa Timur ke dalam tipe kubus. Meskipun Prajudi membuat klasifikasi berdasarkan bentuk mahkota atap, Prajudi tidak mendeskripsikan secara detail mengenai tipe-tipe tersebut. Berbeda dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Di dalam penelitian ini kemuncak akan diuraikan berdasarkan komponen-komponennnya dengan menggunakan pendekatan ikonografis. Melalui pendekatan tersebut komponen kemuncak tidak hanya dilihat sebagai bentuk semata (pendekatan morfologi), namun juga sebagai a yang dapat memberikan identitas seperti a yang terdapat pada arca.

10 10 I.6. METODE PENELITIAN Ikonografi di dalam KBBI didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari teknik dan seni pembuatan arca (Tim Penyusun, 2008: 542). Definisi ini tidak salah, karena selama ini di Indonesia khususnya dalam studi arkeologi klasik obyek kajian ikonografi lebih banyak berhubungan dengan arca. Sementara dalam Britanica Encyclopaedia ikonografi didefinisikan sebagai the science of identification, description, classification, and interpretation of symbols, themes, and subject matter in the visual arts ( Merujuk pada definisi tersebut obyek kajian ikonografi tidak terbatas pada arca maupun relief saja, namun juga dapat digunakan untuk mengkaji elemen arsitektur seperti kemuncak, yang dapat dikategorikan sebagai visual art. Di dalam ikonografi dikenal a, yaitu simbol atau tanda khusus yang digunakan untuk membedakan ikon satu dengan ikon lainnya (penanda identitas). Pada arca a menjadi suatu identitas yang menjadi penanda seorang dewa atau tokoh tertentu (Maulana, 1997: 6). Ketentuan l a pada arca diatur dalam kitab-kitab keagamaan (bersifat cannonic). L a dapat berupa senjata, alat musik, wahana atau benda-benda lain yang menjadi ciri khas dewa. L a juga dapat berupa sikap-sikap tertentu, seperti sikap duduk (āsana) atau sikap tangan (mudrā). Sistem a pada arca tersebut dapat diterapkan pula pada kemuncak. Dalam hal ini a adalah komponen-komponen kemuncak yang membedakan satu bentuk kemuncak dengan bentuk kemuncak lainnya.

11 11 Contoh identifikasi l a: L a Avalokiteśvara ialah Amitābhabimba, telinga panjang, 3 lingkaran kebahagiaan di leher, dan sikap tangan memberi (terbuka) atau varadamudrā (lihat gambar 5). Identifikasi Gambar 5 a pada Arca Avalokiteśvara Dok. Penulis Komponen kemuncak berbentuk stupa berikut terdiri atas: vedikā, a, dan harmikā. Masing-masing komponen kemuncak tersebut dapat dipandang sebagai l a (lihat gambar 6). Identifikasi Gambar 6 a pada Kemuncak Bentuk Stupa Dok. Penulis

12 12 Alur yang digunakan dalam mengidentifikasi a pada kemuncak stupa (gambar 6), juga dapat diterapkan pada kemuncak bentuk ratna. Berikut dibawah ini adalah alur identifikasi yang digunakan dalam penelitian ini (lihat gambar 7). Gambar 7 Bagan Alur Identifikasi a pada Kemuncak Dibuat oleh: Penulis Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitis yang berangkat dari kajian data arkeologi, yaitu kemuncak. Dalam penelitian deskriptif objek penelitian digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang tampak pada saat dilakukan observasi (Nawawi, 2006: 63). Data tersebut selanjutnya digunakan untuk menganalisa gejala-gejala yang tampak. Sementara itu, teknik yang digunakan adalah teknik kualitatif. Oleh karena itu penelitian ini tidak menekankan pada perhitungan angka-angka, melainkan berdasarkan atas asumsi kualitas data (Tanudirdjo, 1989: 36). Adapun tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan guna menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan penulis adalah sebagai berikut:

13 13 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh melalui pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan tidak langsung. Obeservasi langsung dilakukan dengan observarsi di lapangan, sedangkan observasi tidak langsung dilakukan melalui pengamatan foto. Sementara itu untuk menunjang data primer, penulis menggunakan data sekunder melalui studi pustaka. Objek dalam penelitian ini adalah kemuncak candi-candi di wilayah administratif Jawa Tengah dan DIY yang dibangun pada abad VIII-X M. Tidak semua kemuncak yang terdapat pada candi-candi di wilayah tersebut akan dimasukkan sebagai sampel. Dalam pemilihan sampel penulis menggunakan teknik purposive sampling. Dengan teknik ini kemuncak yang dijadikan sebagai sampel disesuaikan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh penulis (Nawawi, 2003: 157). Pemilihan sampel kemuncak dalam penelitian ini didasarakan atas kriteria-kriteria sebagai berikut: a. Kemuncak yang masih berada pada konteks aslinya, yaitu kemuncak yang masih terpasang pada atap candinya, baik candi utama maupun perwara. b. Kemuncak yang dipilih adalah kemuncak yang kondisinya relatif utuh dan komponennya masih dapat diidentifikasi. c. Apabila dalam suatu (situs) candi terdapat lebih dari satu bangunan candi, namun memiliki bentuk kemuncak yang sama atau hampir sama maka akan dipilih salah satu saja.

14 14 Pengambilan data dilakukan dengan pendokumentasian melalui foto maupun gambar untuk mengidentifikasi komponen-komponennya. 2. Pengolahan Data Dalam tahap ini, pertama-tama yang dilakukan adalah pembuatan kodifikasi. Setiap kemuncak yang menjadi sampel dalam penelitian ini masing-masing diberi kode. Pembuatan kodifikasi ini bertujuan untuk memudahkan dalam tahap analisis data. Format kodifikasi adalah sebagai berikut: a. Nama situs atau nama candi disingkat dengan mengambil, 3 atau 4 huruf depan dan diakhiri dengan titik. b. Di belakang nama situs diberi kode yang menunjukkan posisi candi. Kemuncak candi utama diberi kode utm, dan kemuncak candi perwara diberi kode per. Contoh: Candi utama Gebang menjadi Geb.utm, Candi perwara Ijo menjadi Ijo.per, dan seterusnya Selanjutnya, komponen-komponen kemuncak diidentifikasi dan dideskripsikan berdasarkan l a dan bentuk komponennya. Panduan lebih lanjut mengenai deskripsi akan dijelaskan pada BAB III. 3. Analisis Data Tahapan selanjutnya dalam penelitian ini adalah pembuatan tipologi. Tipologi dibuat berdasarkan hasil identifikasi l a pada komponen-komponen kemuncak. Pembuatan tipologi pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan variasi bentuk kemuncak.

15 15 Merujuk pada Adams and Adams (2008: 240), prinsip-prinsip dasar tipologi adalah sebagai berikut: Typologies are developed with reference to a spesific purpose or purposes and it is those purposes that give meaning to the individual types in system. Archaeological typologies can legitimately serve many different purposes and these will affect the way in which types are formulated and used. Typologies are therefore developed through the two processes of formulation and selection. The archaeologist first formulates provisional types on the basis of criteria of identity; from these he then selects the types that are useful for his purposes on the basis of criteria of meaning. Dalam pembuatan tipologi ini penulis menggunakan l a sebagai dasar dalam penentuan tipe. Dari beberapa bagian yang terdapat pada kemuncak, bagian puncak mahkota yang l anya paling mudah dikenali, karena itu dijadikan sebagai dasar pembuatan tipe utama. Selanjutnya dengan melihat formula komponen (l a) lainnya, tipe utama dapat dikembangkan menjadi sub-tipe. 4. Interpretasi Interpretasi merupakan:... synthesizes the results of data collection, processing, and analysis to meet the original goals of the investigation (Ashmore and Sharer, 2010). Dalam hal ini tipologi yang telah dibuat dijadikan sebagai dasar interpretasi untuk menjawab rumusan ma salah yang belum terjawab. 5. Kesimpulan Pada bagian akhir, jawaban dari semua rumusan masalah yang telah terjawab akan disimpulkan kembali.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang berlatar belakang Hindu atau Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa. Orangorang di Jawa Timur menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN Para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pembagian gaya seni candi masa Majapahit maupun Jawa Timur antara lain adalah: Pitono Hardjowardojo (1981), Hariani Santiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik Indonesia, yaitu masa berkembangnya kebudayaan yang berlatar belakang agama Hindu-Budha, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks 3 Relief menjadi media penyampaian pesan karena merupakan media yang lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks lebih sulit karena diperlukan pengetahuan tentang bahasa

Lebih terperinci

Perkembangan Arsitektur 1

Perkembangan Arsitektur 1 Perkembangan Arsitektur 1 Minggu ke 5 Warisan Klasik Indonesia By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST, MT Material Arsitektur Klasik Indonesia Dimulai dengan berdirinya bangunan candi yang terbuat dari batu maupun

Lebih terperinci

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA 3.1. Tata letak Perletakan candi Batujaya menunjukkan adanya indikasi berkelompok-cluster dan berkomposisi secara solid void. Komposisi solid ditunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama matakuliah Kode/SKS Status mata kuliah Deskripsi Singkat : ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA : BDP 1107/ 2 SKS : Wajib : Pengenalan tinggalan arkeologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perancangan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perancangan BAB II KAJIAN TEORI A. Perancangan Perancangan adalah fase pertama dalam pengembangan rekayasa produk atau sistem. Kata perancangan berasal dari kata kerja merancang yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Tinjauan Tema Berikut ini merupakan tinjauan dari tema yang akan diterapkan dalam desain perencanaan dan perancangan hotel dan konvensi. 3.1.1 Arsitektur Heritage Perencanaan

Lebih terperinci

GAMBARAN ARSITEKTUR DAN TEKNIK KONSTRUKSI CAŅḌI SIMANGAMBAT, KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROVINSI SUMATERA UTARA

GAMBARAN ARSITEKTUR DAN TEKNIK KONSTRUKSI CAŅḌI SIMANGAMBAT, KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROVINSI SUMATERA UTARA GAMBARAN ARSITEKTUR DAN TEKNIK KONSTRUKSI CAŅḌI SIMANGAMBAT, KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROVINSI SUMATERA UTARA Andri Restiyadi Balai Arkeologi Medan Abstract Simangambat temple is an unique temple in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan BAB I PENDAHULUAN Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan langsung dengan keadaan yang kini dapat ditemukan di Jawa atau di tempat lain, tetapi sebagian lainnya hanya dapat ditelusuri

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 147 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN CANDI GUNUNG GANGSIR DI KABUPATEN PASURUAN SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan manusia tidak dapat dilepaskan dari seni. Materi-materi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan manusia tidak dapat dilepaskan dari seni. Materi-materi yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kebudayaan manusia tidak dapat dilepaskan dari seni. Materi-materi yang dibuat atas dasar seni berupa suatu karya, memiliki kandungan yang merujuk kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Plato 1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peninggalan peninggalan sejarah yang tersebar luas hampir

Lebih terperinci

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN Tinjauan seni bangun (arsitektur) kepurbakalaan di Padang Lawas dilakukan terhadap biaro yang masih berdiri dan

Lebih terperinci

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis, dapat diketahui bahwa terdapat dominasi unsur-unsur candi era Klasik Tengah Jawa pada candi Transisi di Kamboja, pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peninggalan sejarah merupakan suatu warisan budaya yang menceritakan keluhuran dari suatu budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar di seluruh kepulauan

Lebih terperinci

BENTUK DAN TATA LETAK STUPA DI CANDI BOROBUDUR SKRIPSI

BENTUK DAN TATA LETAK STUPA DI CANDI BOROBUDUR SKRIPSI 1 UNIVERSITAS INDONESIA BENTUK DAN TATA LETAK STUPA DI CANDI BOROBUDUR SKRIPSI GAYA MENTARI 0806462086 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ARKEOLOGI DEPOK 2012 2 UNIVERSITAS INDONESIA BENTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang memiliki kekayaan akan peninggalan kebudayaan. Bentuk dari peninggalan kebudayaan dibagi menjadi

Lebih terperinci

PROPORSI BENTUK CANDI ANGKA TAHUN DAN CANDI SAWENTAR DI BLITAR JAWA TIMUR

PROPORSI BENTUK CANDI ANGKA TAHUN DAN CANDI SAWENTAR DI BLITAR JAWA TIMUR PROPORSI BENTUK CANDI ANGKA TAHUN DAN CANDI SAWENTAR DI BLITAR JAWA TIMUR Nurul Hidayah, Noviani Suryasari, Antariksa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167 Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sangat kaya akan peninggalan kebudayaan pada jaman Hindu Budha. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa sansekerta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 145 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN HIASAN GARUDEYA DI KABUPATEN SIDOARJO SEBAGAI BENDA CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah

Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah Foto tanggal 06 07 Agustus 2016 Pusat Data dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno

Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno Yunani kuno tidak diragukan lagi merupakan salah satu peradaban paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia. Dari daerah yang terletak di ujung semenanjung

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS IV.1 Karakteristik Kosmis-Mistis pada Masyarakat Jawa Jika ditinjau dari pemaparan para ahli tentang spiritualisme

Lebih terperinci

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN WAKTU TEMPUH BAGI PELAKU JASA WISATA DI KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO KABUPATEN SEMARANG) Rahma Hayati Jurusan Geografi FIS UNNES Absatrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kudus dikenal juga dengan sebutan kota kretek atau kota santri. Kudus merupakan kota wisata dan budaya yang berlokasi di jantung Provinsi Jawa Tengah. Salah

Lebih terperinci

KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II

KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II 233 KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II Oleh : Tukidjan Wakil Kepala Sektor Tekno Arkeologi Proyek Pemugaran Candi Borobudur CCandi Borobudur merupakan warisan dunia PENDAHULUAN (World Heritage)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam seni amat dipengaruhi oleh rasa (feeling, emotion).

BAB I PENDAHULUAN. dalam seni amat dipengaruhi oleh rasa (feeling, emotion). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan proses cipta-rasa-karya, seperti juga sains dan teknologi, seni tidak akan ada apabila manusia tidak dianugerahi daya cipta. Yang membedakan proses

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penggunaan ragam hias sebagai simbol dapat menjadi landasan berpikir dalam mendesain sehingga para desainer dan arsitek dapat mengambil dan mengungkapkan nilai-nilai dalam karyanya. Faktor sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, emosional, individual, abadi dan universal. Sesuai dengan salah satu sifat seni yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia memiliki ragam suku dan budaya, dalam proses pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah memiliki nilai sejarah. Pembentukan

Lebih terperinci

Tipologi Miniatur Candi dan Perbandingannya dengan Fragmen Bangunan Kuno di Desa Pejeng dan Bedulu

Tipologi Miniatur Candi dan Perbandingannya dengan Fragmen Bangunan Kuno di Desa Pejeng dan Bedulu Tipologi Miniatur Candi dan Perbandingannya dengan Fragmen Bangunan Kuno di Desa Pejeng dan Bedulu Dewa Gede Kurniawan Anugrah 1*, I Wayan Redig 2, Anak Agung Gde Aryana 3 123 Program Studi Arkeologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG To live in the future, one must first understand their history by anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia mempelajari benda-benda dari masa lalu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Buddhism atau yang biasa dikenal sebagai ajaran Agama Buddha, merupakan salah satu filsafat tua dari timur yang ikut berkembang di Indonesia sejak abad ke 5. Pada

Lebih terperinci

MOTIF HIAS PADA PELIPIT CANDI CORNICE AND PLINTH DECORATIVE MOTIFS ON TEMPLE

MOTIF HIAS PADA PELIPIT CANDI CORNICE AND PLINTH DECORATIVE MOTIFS ON TEMPLE MOTIF HIAS PADA PELIPIT CANDI CORNICE AND PLINTH DECORATIVE MOTIFS ON TEMPLE T.M. Rita Istari Balai Arkeologi Yogyakarta ritaistari@yahoo.com ABSTRACT Decorative motifs found in Hindu and Buddhist temples,

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif, sehingga dalam penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yang pertama adalah penelitian lapangan dan yang kedua adalah penelitian

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Pos Indonesia yang selanjutnya disebut Kantor Pos merupakan badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang layanan sarana komunikasi seperti mengirimkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tempat wisata, meliputi wisata alam, budaya hingga sejarah ada di Indonesia. Lokasi Indonesia yang berada di daerah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Letak Geografis Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Sedangkan luas wilayah terendah adalah Kecamatan Ngeluwar sebesar 2.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Letak Geografis Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Sedangkan luas wilayah terendah adalah Kecamatan Ngeluwar sebesar 2. 63 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Letak Geografis Kabupaten Magelang Jawa Tengah Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak 110 0 01 51 dan 110 0 26 58 Bujur Timur

Lebih terperinci

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa Gb 3.9 Denah Candi Jiwa Jika dibandingkan dengan candi-candi periode Mataram Kuno, candi dengan denah berpintu empat merupakan candi yang istimewa, seperti halnya candi Siwa Prambanan yang bersifat Hindu,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009 91 BAB 5 KESIMPULAN Pada masa Jawa Kuno, raja merupakan pemegang kekuasaan dan otoritas tertinggi dalam pemerintahan. Seorang raja mendapatkan gelarnya berdasarkan hak waris yang sifatnya turun-temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar masyarakatnya tidak memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu. Namun, bukan berarti kehidupan

Lebih terperinci

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1 LAMPIRAN JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A Gua + Relief Relief bercerita tentang peristiwa sejarah manusia purba (bagamana mereka hidup, bagaimana mereka tinggal, dll) 5m x

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata budaya. Dari berbagai potensi wisata yang dimiliki Jawa Tengah salah

BAB I PENDAHULUAN. wisata budaya. Dari berbagai potensi wisata yang dimiliki Jawa Tengah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki berbagai potensi wisata, seperti wisata alam, wisata kuliner, wisata sejarah, wisata religi dan wisata budaya. Dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Metode Penelitian Pada pendekatan penelitian ini merujuk dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti yang memiliki beberapa kesamaan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang kaya akan situs-situs arkeologi baik yang

Lebih terperinci

BOROBUDUR : Masalah Puncak Stupa Induk

BOROBUDUR : Masalah Puncak Stupa Induk 21 BOROBUDUR : Masalah Puncak Oleh : Mundardjito Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia KKita tidak tahu persis sudah berapa juta PENGANTAR pengunjung yang datang melihat Candi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain.

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain. digilib.uns.ac.id 128 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Film PK merupakan film bertemakan agama yang memberikan gambaran tentang pluralitas elemen agama yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di negara India.

Lebih terperinci

PANDUAN KULIAH KERJA LAPANGAN ( KKL) JAWA TENGAH / YOGYAKARTA 2013

PANDUAN KULIAH KERJA LAPANGAN ( KKL) JAWA TENGAH / YOGYAKARTA 2013 PANDUAN KULIAH KERJA LAPANGAN ( KKL) JAWA TENGAH / YOGYAKARTA 2013 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG 2013 IDENTITAS PESERTA NAMA : NIRM : TEMPAT LAHIR : TANGGAL LAHIR : -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas,

Lebih terperinci

Bahagian A. (40 markah) Jawab semua soalan

Bahagian A. (40 markah) Jawab semua soalan Bahagian A (40 markah) Jawab semua 1. Kerajaan yang muncul dalam tamadun awal Asia Tenggara boleh dibahagikan kepada kerajaan agraria dan kerajaan maritim. a) Apakah yang dimaksudkan dengan kerajaan agraria?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak

Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak Nugraha Pratama Mahasiswa Sarjana, Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik arsitektur bangunan kuno maupun arsitektur bangunan modern. Arsitektur bangunan dapat berupa

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) A. IDENTITAS MATA KULIAH Judul Mata Kuliah : SEJARAH SENI RUPA BARAT Kode Mata Kuliah : RK151 / 2 SKS Program Studi : Pendidikan Seni Rupa Jenjang : S1 Status

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian adalah

Lebih terperinci

III. TEMA KONSEP Tema yang digunakan dalam perancangan ini adalah Soul Of The Temple, dimana penjabarannya adalah sebagai berikut : - Soul : Jiwa, ada

III. TEMA KONSEP Tema yang digunakan dalam perancangan ini adalah Soul Of The Temple, dimana penjabarannya adalah sebagai berikut : - Soul : Jiwa, ada Pengembangan Kawasan Candi Plaosan, Klaten, Jawa Tengah Panggih Aprillyanto, Ir. Arief Rahman, MT., Lilik Setiawan HP, ST., MT. Jurusan Teknik Arsitektur FTSP UG Jln. Akses UI Kelapa Dua, Depok INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bentuk imajinasi dan ide ide kreatif yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bentuk imajinasi dan ide ide kreatif yang diwujudkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni bertumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia. Dengan kreativitas yang dimilikinya manusia selalu berusaha mengembangkan seni, baik kualitas

Lebih terperinci

Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya

Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya Maulidinda Nabila maulidnda@gmail.com A rsitektur Islam, Program Studi A rsitektur,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia prasejarah maupun saat ini memerlukan tempat tinggal. Manusia prasejarah mencari dan membuat tempat untuk berlindung yang umumnya berpindah-pindah / nomaden

Lebih terperinci

RELASI MAKNA SIMBOL CANDI BOROBUDUR DENGAN AJARAN BUDHA

RELASI MAKNA SIMBOL CANDI BOROBUDUR DENGAN AJARAN BUDHA RELASI MAKNA SIMBOL CANDI BOROBUDUR DENGAN AJARAN BUDHA Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Jurusan Perbandingan Agama (Ushuluddin) Oleh Hariyanto H 000 030 018

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

RELIEF TANTRI DI PERTAPAAN GUNUNG KAWI BEBITRA DESA BITERA, GIANYAR. I Putu Yogi Sudiana Program Studi Arkeologi

RELIEF TANTRI DI PERTAPAAN GUNUNG KAWI BEBITRA DESA BITERA, GIANYAR. I Putu Yogi Sudiana Program Studi Arkeologi 1 RELIEF TANTRI DI PERTAPAAN GUNUNG KAWI BEBITRA DESA BITERA, GIANYAR I Putu Yogi Sudiana Program Studi Arkeologi Abstrak Relief of Tantri that is located in Pertapaan Gunung Kawi Bebitra. This area located

Lebih terperinci

Perkembangan arsitektur I

Perkembangan arsitektur I PERTEMUAN 3 MATA KULIAH Perkembangan arsitektur I DOSEN PENGAMPU : ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PERIODESASI INDO CINA Setidaknya menurut Groslier

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Indonesia yang strategis terletak di antara benua Asia dan Australia, sehingga menyebabkan berbagai suku bangsa telah memasuki kepulauan nusantara mulai dari

Lebih terperinci

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PENDOKUMENTASIAN CAGAR BUDAYA (Pengantar Umum) Pengertian CAGAR BUDAYA Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Logo adalah tanda, lambang, ataupun simbol yang mengandung makna dan digunakan sebagai identitas sebuah organisasi, perusahaan atau individu agar mudah diingat

Lebih terperinci

Desain Mainan Edukasi Balok Modul untuk Anak Usia 8-12 Tahun Bertema Candi

Desain Mainan Edukasi Balok Modul untuk Anak Usia 8-12 Tahun Bertema Candi JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) F-55 Desain Mainan Edukasi Balok Modul untuk Anak Usia 8-12 Tahun Bertema Candi Martha Oki Rahmawati dan Primaditya Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami perkembangan sangat pesat dalam teknologi, Mubah (2011) menjelaskan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal memiliki segudang sejarah yang panjang dari kebudayaankebudayaan masa lampau. Sejarah tersebut hingga kini masih dapat dinikmati baik dari

Lebih terperinci

87 Universitas Indonesia

87 Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Kepurbakalaan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa merupakan perpaduan dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan lama yaitu kebudayaan Hindu-Buddha. Perpaduan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama Katolik masuk ke Indonesia melalui Bangsa Portugis pada tahun 1512 dengan tujuan untuk berdagang di daerah penghasil rempahrempah tepatnya di kepulauan Maluku.

Lebih terperinci

di JAW A TE N GAH S E LATAN

di JAW A TE N GAH S E LATAN C AN D I C AN D I di JAW A TE N GAH S E LATAN CANDI MENDUT Letak : kec. Mungkid, kab. Magelang + 2 km dari Candi Borobudur Hubungan dengan Candi Borobudur Dari segi paleografis tulisan ada persamaan (tulisan-tulisan

Lebih terperinci