Analisis Data. (Situs Bonto Sikuyu, Kepulauan Selayar)
|
|
- Agus Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Analisis Data (Situs Bonto Sikuyu, Kepulauan Selayar) Oleh: Shinatria Adhityatama Selayar atau yang biasa dikenal dengan sebutan Tana Doang (Tanah Tempat Berdoa) merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, dengan posisi koordinat antara LS dan BT. Sebelah utara Pulau Selayar berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, sebelah timur berbatasan dengan Laut Flores, sebelah selatan berbatasan dengan Nusa Tenggara Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Flores dan Selat Makassar (Mulyadi, 2014). Pulau Selayar memiliki posisi yang strategis bagi aktivitas pelayar masa lalu dalam hal perdagangan dan pendistribusian komoditi dari satu pulau ke pulau lainnya, dan berperan sebagai penghubung antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur, dan sebaliknya. Pulau Selayar diduga sudah memiliki peranan penting sejak dimulainya jalur rempah di perairan Indonesia Timur. Dalam konteks jalur rempah banyak yang menduga bahwa Pulau Selayar berfungsi sebagai pulau transit bagi para pedagang yang akan menuju ke kepulauan rempah. Para pedagang singgah di di Pulau Sekayar untuk mengambil air bersih, melengkapi perbekalan, dan sambil berdagang barang komoditi yang dibawanya ke masyarakat Pulau Selayar. Hal ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya situs-situs arkeologi yang mengandung keramikkeramik di daratan pulau ini yang berasal dari Tiongkok (Dinasti Song 11-13, Dinasti Yuan 13-14, Ming 15-18) dan beberapa berasal dari kawasan Asia Tenggara.
2 Aktivitas pelayaran di perairan Pulau Selayar juga cukup ramai, seperti yang sudah disinggung diatas bahwa Pulau Selayar sebagai penghubung dari bagian barat Indonesia ke Indonesia bagian timur, begitu juga sebaliknya. Secara arkeologis hal ini terbuktikan dengan adanya situs-situs arkeologi bawah air di Selayar berupa kapal karam atau muatan kapal karam seperti keramik dan koin mata uang. Salah satu tempat yang memiliki tinggalan situs arkeologi bawah air tersebut adalah Perairan Bontosikuyu yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Bonto Sikuyu (Mulyadi, 2014). Figur. (kiri kanan) 1.Proses ekskavasi dengan menggunakan airlift dan teknik handfand 2.Proses pengangkatan temuan dari dasar laut ke permukaan untuk diidentifikasi lebih lanjut 3.Perekaman data dengan membuat sketsa temuan yang berada di dalam grid. 4. Pelabelan temuan yang telah diidentifikasi dan sebagai tanda temuan yang akan diangkat (Sumber: Tim 4) Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk di analisis dari Situs Bontosikuyu ini adalah dengan melakukan ekskavasi bawah air, perekaman data, identifikasi, pengangkatan temuan disertai prosedur penanganan temuan bawah air,
3 dan yang terakhir adalah analisis. Pertama kali tim melakukan penentuan lokasi yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan baseline yang dibentangkan dari datum poin menuju letak konsentrasi temuan. Teknik baseline berfungsi sebagai acuan dalam pengukuran dan perekaman data. Setelah baseline terpasang tim baru melakukan ekskavasi bawah air dengan bantuan alat air lift, alat ini berfungsi ini menyedot pasir dan partikel yang ada di bawah air sehingga memudahkan para peneliti untuk mengekspos temuan atau data arkeologi bawah air. Teknik yang digunakan dalam ekskavasi adalah dengan meletakkan grid bersebelahan dengan garis baseline dengan teknik offset. Kotak grid difungsikan sebagai kotak galian di bawah air dan untuk memudahkan dalam proses pengukuran dan perekaman data, dan teknik handfan untuk membersihkan dan mengangkat pasir yang menutupi temuan. Figur 5. Proses foto mozaik yang diolah didalam software Agisoft Perekaman data dilakukan dengan menggunakan kamera foto dan video bawah air dan melakukan pengambaran sketsa situs, dan tim juga melakukan pemotretan mozaik yang diolah menggunakan software Agisoft, dan memotret data
4 temuan dengan menggunakan skala meter, merekam semua jenis temuan yang terdapat didalam grid. Proses identifikasi dilakukan dengan mengidentifikasi jenis, dimensi, bahan, dan ragam hias dengan memerhatikan konteks temuannya, temuan yang telah diidentifikasi tersebut akan diberi label. Selanjutnya adalah proses pengangkatan temuan, sebagai sampel dari situs tersebut, hal ini dilakukan untuk melakukan penelusuran lebih lanjut dari data yang didapat, pebendaharaan data dan untuk menyelamatkan data dari aktivitas penjarahan. Terakhir adalah proses analisis, tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan semua data yang ada dan melakukan penafsiran dari hasil interpretasi dan analogi data, yang selanjutnya akan dijadikan landasan dalam menarik kesimpulan. 1. Pemaparan Data Artefaktual & Analisis Situs Bonto Sikunyu di Perairan Pulau Selayar terdapat dikedalaman 20 meter dari atas permukaan. Memiliki kontur bawah air yang landai dan bersedimen yang didominasi oleh pasir dan lumpur halus di dasarnya, kemungkinan sedimentasi lumpur berasal dari sungai karena letak situs ini tidak jauh dari pesisir. Ekosistem bawah lautnya terdapat karang baik itu hard coral maupun soft coral, selain itu juga terdapat banyak ikan dari berbagai ukuran dan jenis, dijumpai juga ular laut yang menghuni situs bawah air ini. Visibility di situs ini cukup baik berkisar antara 4-8 meter secara horizontal dan 4-5 meter jika secara vertikal, jarak pandang di situs ini dipengaruhi oleh sedimentasi lumpur yang mudah terangkat dan organisme plankton yang cukup padat di perairan ini. Bersuhu cukup hangat sekitar derajat celcius, sehingga tidak menyebabkan hipotermia atau kedinginan saat bekerja. Arus bawah laut di perairan situs ini terbilang ringan hanya berkisar 0,5 1 knot sangat aman untuk
5 melakukan penelitian. Meskipun gelombang permukaan terkadang cukup tinggi jika pada musim angin timur, dapat mencapai 0,5-2 meter disertai angin yang cukup kencang. Figur 6. Kondisi perairan Situs Bonto Sikuyu di permukaan, sedikit bergelombang dan angin cukup kencang saat itu (Shinatria Adhityatama). Situs Bonto Sikuyu menyimpan banyak tinggalan arkeologi yang cukup menarik untuk diteliti. Situs ini cukup mewakili dalam memberikan gambaran tentang aktivitas perlayaran dan perdagangan yang terjadi di perairan Pulau Selayar atau di bagian Selatan Pulau Sulawesi, bahkan beberapa peneliti internasional menyebut situs ini sebagai situs arkeologi bawah air kelas dunia melihat dari jenis temuannya. Situs ini cukup luas berdasarkan garis baseline yang dibentangkan di situs ini, kirakira situs ini memiliki luas yang sejauh ini diketahui hingga 50 m2. Tinggalan arkeologi tersebar di dasar laut di perairan Pulau Selayar ini. Namun, sangat disayangkan juga karena situs ini terindikasi tersentuh oleh tangan-tangan para penjarah harta karun. Dapat dilihat di situs ini sisa-sisa aktivitas penjarahan dan pengangkatan liar, seperti lubang-lubang galian ilegal, tali-tali, dan
6 sarung tangan si penggali liar. Aktivitas penjarahan ini dapat mengkacaukan konteks dari data arkeologi tersebut yang akan menyulitkan para peneliti untuk melakukan rekonstruksi. Oleh karena itu, arkeologi perlu melakukan penelitian dan analisis secepatnya di Situs Bonto Sikuyu sebelum tinggalan arkeologi di situs tersebut hilang dan rusak. Berikut hasil analisis data artefaktual dari hasil ekskavasi dan pengumpulan data yang dilakukan di Situs Bonto Sikuyu: 1.1. Keramik Tinggalan keramik di situs Bonto Sikunyu ditemukan dalam keadaan berserakan di permukaan dasar laut dan sebagian masih yang terkubur oleh pasir. Keramik yang ditemukan didominasi oleh jenis mangkok, piring, cepu, dan tempayan dan pada umumnya berwarna hijau celadon. Keramik yang ditemukan ada yang memiliki motif hias seperti motif daun, bunga atau sulur-sulur, namun ada juga yang polos tanpa hiasan. Teknik digunakan untuk menggambarkan hiasan pada keramik adalah dengan teknik gores. Figur. 7.Keramik temuan di Situs Bonto Sikuyu yang dari samping terlihat ragam hias dengan teknik gores pada badan keramik 8.Temuan keramik dari Situs Bonto Sikuyu dari atas (Sumber: Shinatria Adhityatama) Mengamati dari jenis dan bentuk keramik yang ditemukan di Situs Bonto Sikuyu, keramik yang ditemukan memiliki ciri keramik dengan gaya yang berasal
7 dari masa Dinasti Song Selatan, yang banyak beredar di pasar Nusantara sekitar abad ke masehi. Jenis keramik yang serupa dapat juga dijumpai di situs arkeologi bawah air lainnya seperti di perairan Pulau Natuna, Laut Jawa dan Pulau Bintan. Tinggalan arkeologi ini makin menguatkan teori bahwa para pedagang datang ke Pulau Selayar tidak hanya untuk transit dan melengkapi kebutuhan logistik, namun juga untuk melakukan aktivitas perdagangan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya jenis keramik yang identik dengan yang ditemukan di bawah air, di situs-situs arkeologi yang berada di daratan Pulau Selayar, yang sama berasal dari masa Dinasti Song di abad ke masehi (Harkantinginsih, 1983). Figur 9 & 10. Memperlihatkan kualitas dan kondisi dari temuan keramik yang diangkat ke permukaan dari Situs Bonto Sikuyu (Sumber: Shinatria Adhityatama). Secara kualitas Keramik-keramik yang ditemukan di situs ini cukup baik, kemungkinan dipasarkan dan digunakan untuk kalangan kelas menengah dan berfungsi sebagai alat keperluan sehari-hari. Kuantitas dari keramik jika dilihat dari jumlah temuan yang menghampar di situs ini, dapat dikatakan cukup banyak, kemungkinan keramik ini diproduksi secara massal dan akan dijual dalam skala besar. Bukti ini memunculkan dugaan bahwa tingkat permintaan konsumen di Pulau
8 Selayar akan komoditi keramik tersebut cukup tinggi. Dugaan lainnya adalah keramik-keramik tersebut juga dapat digunakan sebagai alat tukar dengan berbagai macam kebutuhan logistik yang dibutuhkan para pedagang yang singgah di Pulau Selayar Koin Kepeng Tinggalan arkeologi lainnya yang mendominasi di Situs Bonto Sikuyu adalah koin kepeng, sebuah uang atau koin yang tengahnya berlubang. Koin jenis ini masih sering dipergunakan oleh masyarakat Bali, sebagai bagian dari upacara adat. Koin kepeng ditemukan di situs ini dalam bentuk berserakan dan menggumpal sehingga membatu manjadi karang. Koin kepeng yang ditemukan di situs ini memiliki aksara Tiongkok. Koin ini ditemukan satu konteks dengan temuan keramik, dan jumlahnya pun cukup banyak.
9 Figur 11. Kumpulan koin kepeng yang menggumpal dan membatu yang ditmukan di Situs Bonto Sikuyu (sumber: Ahmad Surya Ramadhan) Asal dan perkiraan tahun pembuatan dari koin kepeng ini dapat diketahui melalui tulisan aksara Tiongkok yang tertera di koin tersebut. Aksara Tiongkok yang tertera menunjukan asal dinasti pembuatnya. Dari penelusuran data koin kepeng di Situs Bonto Sikuyu, dapat diketahui bahwa koin tersebut berasal dari masa dinasti yang berbeda-beda. Salah satu koin kepeng tersebut ada yang berasal dari masa Dinasti Han, ada pula dari masa Dinasti Tang, hingga Dinasti Song. Hal ini menunjukkan bahwa koin kepeng tidak lengkang oleh waktu, terbukti koin di masa Dinasti Han yang lebih tua, masih dapat dipergunakan di era yang lebih muda yaitu masa Dinasti Song. Figur 12 & 13. Memperlihatkan jenis-jenis koin kepeng, koin yang berlubang di tengahnya, yang ditemukan di Situs Bonto Sikuyu masih dapatdibaca jelas aksara Tiongkok yang tertera di koin (sumber: I Gede Tenaya).
10 Fungsi dari koin kepeng ini memunculkan banyak asumsi, ada yang beranggapan bahwa koin kepeng ini jelaslah sebuah alat tukar untuk membeli komoditi, namun ada juga yang beranggapan bahwa koin kepeng ini digunakan juga untuk diperdagangkan. Asumsi ini muncul karena ada teori bahwa jika masyarakat setempat ingin membeli barang dari pedagang Tiongkok harus menggunakan koin kepeng. Sehingga mereka harus menukarkan dulu barang/uang mereka ke koin kepeng tersebut, sejenis bisnis pertukaran uang atau money changer yang kita kenal di masa sekarang Sisa Kayu kapal Temuan yang menarik dari hasil ekskavasi adalah ditemukannya sisa-sisa kayu kapal yang karam dan tenggelam di Situs Bonto Sikuyu. Pada penelitian dan penelusuran sebelumnya tidak banyak menemukan sisa-sisa kayu dan belum mengindikasikan adanya kapal karam di Situs Bonto Sikuyu ini. Menurut keterangan Dg. Masinna nelayan lokal yang pertama menemukan situs ini, dia secara tidak sengaja menemukan kayu berbentuk balok yang memiliki ukiran. Diperkirakan bahwa kayu tersebut merupakan bagian dari kapal, yaitu ujung bagian haluan yang memang biasanya berukir. Tetapi, kayu berukir tersebut tidak dapat ditemukan karena menurutnya telah terendap di dalam pasir (Mulyadi, 2014). Survey BPCB Makassar di tahun 2009 juga melaporkan menemukan sebanyak 6 (enam) buah balok kayu di permukaan Situs Bonto Sikunyu. Pada kegiatan kali ini menemukan lebih banyak lagi sisa-sisa kayu kapal dengan ukuran yang cukup besar, yang ternyata terpendam di dalam pasir. Sisa kayu kapal tersebut terpendam di dalam pasir yang bercampur lumpur di kedalaman kira-kira 50 cm dari permukaan. Kayu tersebut berwarna hitam. Tinggalan sisa kayu
11 ini ditemukan setelah melakukan aktivitas ekskavasi dengan menggunakan bantuan alat airlift. Temuan sisa kayu ini terletak persis di bawah sebaran keramik yang ada di permukaan, hal ini memunculkan dugaan dan menjadi bukti yang kuat bahwa sisa-sisa kayu tersebut adalah kapal yang mengangkut barang komoditi keramik dan koin kepeng seperti yang dijelaskan diatas. Figur 14. Ilustrasi sederhana tentang proses transformasi yang terjadi pada kapal karam di dasar laut (Sumber: Bowens, 2009) Diduga kapal ini rusak di tengah laut pada saat berlayar menuju ke Pulau Selayar atau ke pulau lainnya, dan kemungkinan cuaca pada saat itu di perairan tersebut juga tidak cukup baik. Kapal ini karam di dekat daerah pesisir, diinterpretasikan kapal ini mencoba merapat ke daratan sebelum tenggelam dan menyelamatkan barang-barang komoditi yang diangkutnya. Namun, sebelum sempat merapat ke daratan kapal ini tenggelam bersama dengan barang komoditi yang diangkutnya. Pada saat tenggelam kapal ini menghantam dasar laut sehingga pecah, dan barang komoditi seperti keramik dan koin kepeng tersebar di dasar laut. Seiring berjalannya waktu, kurang lebih selama 800 tahun kapal ini terkubur di dasar
12 laut. Kapal ini rusak karena faktor alam dan juga faktor tangan-tangan manusia, yang memperparah kerusakan pada kapal ini. Cukup sulit untuk mengetahui asal dari kapal yang karam di situs ini, jika hanya melihat sisa-sisa pecahan kayu. Perlu dilakukan analisis laboratorium, seperti analisis pollen untuk mengetahui jenis kayu tersebut. Dengan mengetahui jenis kayu tersebut maka akan lebih mudah diprediksi dari mana kayu itu berasal, dan dapat diperkirakan dari mana kapal tersebut dibuat. Analisis selanjutnya adalah pertanggalan atau dating C14, menurut Satrio peneliti di lembaga Batan, sisa-sisa kayu cenderung lebih mudah untuk dilakukan pertanggalan. Hal ini penting untuk mengetahui umur dari kapal yang tenggelam di Situs Bonto Sikuyu. Analisis laboratorium mungkin dapat dilakukan di masa yang akan datang, untuk mengungkap lebih banyak tentang profil dan teknologi pada kapal tenggelam ini. Figur 15. Tinggalan arkeologi berupa sisa kayu kapal yang ditemukan hasil dari ekskavasi bawah air (Sumber: Shinatria Adhityatama) Melihat ukuran kayu dan dari jumlah barang komoditi yang dibawanya, dapat diduga bahwa kapal ini cukup besar. Diperkirakkan kapal ini digunakan untuk
13 berlayar dan menjelajah samudra dan laut luas, dengan daya jelajah yang cukup jauh. Sejauh ini tidak ditemukan sisa tali ijuk pengikat dan kupingan pengikat pada kayu atau yang disebut tambuko, pasak kayu juga belum ditemukan yang menjadi ciri khas dari kapal milik Asia Tenggara (Manguin, 1980). Begitu juga pasak atau paku besi yang menjadi ciri khas kapal Tiongkok pun belum ditemukan. Tetapi jika melihat dari barang komiditi yang diangkut sebagian besar yang ditemukan berasal dari Tiongkok, kemungkinan kapal tersebut juga berasal dari tempat yang sama. Namun, hal ini tidak mutlak mungkin saja barang komoditi yang diangkut berasal dari Tiongkok, tetapi kapal pengangkutnya bukan dari Tiongkok, dapat juga terjadi perpindahan barang dari kapal dagang Tiongkok ke kapal lainnya yang berasal dari kawasan Asia Tenggara maupun kapal Nusantara. Banyak kasus yang serupa seperti yang dijelaskan diatas bahwa barang komoditi yang diangkut tidak secara mutlak menjelaskan identitas kapal pengankutnya. Salah satu situs di Perairan Belitung, yaitu Situs Batu Hitam atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tang cargo. Situs tersebut ditemukan banyak keramik yang berasal dari masa Dinasti Tang, namun hasil analisis dari kapal pengengkutnya ternyata berasal dari arab (Flecker, 2000). Begitu juga beberapa kasus di situs arkeologi bawah air, seperti di Perairan Cirebon yang terdapat keramik dari Tiongkok tetapi kapal yang membawa barang komoditi tersebut beraal dari kawasan Asia Tenggara. Diperlukan ekskavasi lebih lanjut dan secara skala besar, untuk mengekspos lebih banyak lagi sisa-sisa kayu kapal, agar lebih banyak lagi data yang ditemukan. Selain itu perlu juga dilakukan penelusuran dan analisis lebih mendalam lagi tentang identitas kapal yang karam di Situs Bonto Sikuyu ini, supaya lebih memudahkan untuk melakukan rekonstruksi pada kapal ini.
14 1.4. Bambu Salah satu temuan yang cukup unik dan menarik di Situs Bonto Sikuyu adalah temuan sebuah bambu, meskipun jumlahnya tidak banyak. Temuan ini merupakan temuan hasil ekskavasi, ditemukan terkubur oleh pasir dan lumpur halus dikedalaman sekitar 30 cm dari dasar permukaan Situs Bonto Sikuyu. Bambu tersebut terletak di dekat kayu balok besar sisa dari kapal karam. Tinggalan bambu ini cukup unik karena di penelitian situs arkeologi bawah air di perairan lain, jarang dilaporkan adanya temuan bambu. Temuan ini cukup unik karna mampu membantu menjelaskan proses pengepakan di dalam kapal yang karam di Situs Bonto Sikuyu. Figur 16. Temuan bambu yang terdapat di Situs Bonto Sikuyu yang diduga sebagai penahan barang kargo dalam proses pengepakan (Sumber: Shinatria Adhityatama). Bambu tersebut diduga digunakan dalam proses pengemasan atau pengepakan barang komoditi. Bambu ini difungsikan sebagai penahan barang komoditi agar tidak bergerak, pecah, dan rusak pada saat kapal terguncang atau dalam situasi cuaca buruk, penahan tersebut biasa disebut dengan sebutan
15 dunnage. Posisi bambu ini pada bagian kapal, diduga berasal dari ruang kargo kapal, lalu tersebar bersama dengan barang komiditinya disaat kapal tenggelam. Bahan dari dunnage ini beragam ada yang menggunakan kayu, bambu, maupun logam, namun ada juga yang menggunakan barang kargo sebagai dunnage, terutama barang kargo yang tidak mudah pecah dan kokoh. Tim mengambil sampel dari bambu tersebut untuk dilakukan analisis C14 guna mengetahui umur pertanggalannya. Analisis C14 dilakukan oleh BATAN dan diketahui umurnya yaitu sekitar 600 tahun yang lalu. Hasil pertanggalan ini cocok dengan konteks temuan yang lain yaitu berasal dari sekitar abad ke-13. Dapat diinterpretasikan bahwa kapal karam ini berasal dari masa Dinasti Song yang melakukan suplai komoditas keramik ke perairan Selayar. 2. Implikasi Lingkungan terhadap situs Situs Bonto Sikuyu berada di kedalaman sekitar 20 meter dari permukaan air laut, seperti yang telah disinggung diatas. Memiliki profil lingkungan yang berpasir putih bercampur lumpur dan ditumbuhi oleh beraneka ragam terumbu karang seperti montipora danae yang berupa lembaran yang tidak rata atau membentuk kubah dengan tonjolan-tonjolan yang tersebar dan tidak merata, Goniopora Stokes yang berupa koloni bulat dan membentuk rumpun berbenjol-benjol, Porites Labate berupa Massive berukuran besar dengan permukaan relatif kasar dengan koralit relatif besar, Oulophyllia Crispa merupakan koloni massive dengan ukuran yang besar dan koralit meadroid dengan lekuk yang dalam dan lempengan yang relatif tinggi. Temperatur perairan yang hangat C, salinitas ppm, kecerahan %, oksigen terlarut 4,5-6,0 ppm, pasang surut 1-1,5 meter, kecepatan angin cm/detik (Mulyadi, 2014).
16 Figur 17. Gambaran perbandingan ketahanan dan keawetan tinggalan arkeologi yang berada di bawah air dan yang berada di daratan (Sumber: Bowens, 2009). Mengacu pada grafik yang dikeluarkan oleh Nautical Archaeology Society (NAS) diatas dapat dilihat bahwa tinggalan arkeologi yang berada di bawah air akan lebih terjaga dan terpreservasi secara alami lebih baik jika dibandingkan dengan tinggalan arkeologi yang berada di daratan. Walaupun ada beberapa material yang sama baik jika berada di bawah air maupun di daratan, seperti material batu. Kondisi ini jika dilihat secara ideal dan alami tanpa kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia. Dalam kajian lingkungan Situs Bonto Sikuyu dapat diperhatikan lingkungan snagat membantu dan berperan dalam mempreservasi secara alami tinggalan arkeologi yang berada di situs ini. Lumpur dan pasir cukup berperan dalam melestarikan kayu dan bambu, sehingga saat ditemukan kondisi fisik dari temuan tersebut masih dalam kondisi baik. Keadaan ini membuktikan bahwa grafik diatas benar adanya jika temuan kayu lebih terkonservasi di bawah air.
17 Figur 18 & 19. Temuan keramik di Situs Bonto Sikuyu yang terpreservasi secara alami di lingkungan bawah laut (Shinatria Adhityatama).
18 Begitu juga dengan temuan keramik pada Situs Bonto Sikuyu yang masih relatif cukup baik secara kondisi pada saat ditemukan. Namun, memang keadaan pada saat ditemukan sudah pada kondisi pecah dan ada juga yang sudah berbentuk fragmen. Kondisi ini mungkin terjadi karena pada saat kapal tenggelam dan menghantam dasar laut, sehingga barang kargo yang diangkutnya pecah dan rusak, atau bisa juga karena faktor aktivitas manusia di situs tersebut. Faktor alam hanya berpengaruh pada tumbuhnya terumbu karang yang menempel dan kadang menutup keramik, namun jika dikonservasi dengan baik maka terumbu karang tersebut akan hilang dan kondisi keramik akan tetap utuh. Figur 20 & 21. Temuan koin kepeng yang terawetkan dan tidak berkarat hasil konservasi alami di lingkungan bawah air (Sumber: I Gede Tenaya) Sama dengan temuan koin kepang di Situs Bonto Sikuyu yang masih terlihat relatif utuh. Proses alam membuat koin-koin kepeng menggumpal dan mambatu, namun kondisi dari koin kepeng itu sendiri masih dalam kondisi baik. Tulisan aksara Tiongkok pada koin-koin kepeng tersebut masih dapat dibaca dengan cukup jelas. Tapi memang karena terpendam lama di dalam air laut dan bahan material dari koin ini adalah logam, maka koin-koin ini pun mengalami proses korosi atau pengkaratan. Hal ini biasa terjadi untuk temuan koin kepeng, baik yang ditemukan di darat maupun yang di bawah laut.
19 Figur 22. Temuan kayu yang terkubur pasir dan lumpur halus disertai serpihan kerang, mampu menjaga kondisi kayu tersebut dengan cukup baik (Sumber: Shinatria Adhityatama). Situs arkeologi bawah air sering mendapatkan julukan sebagai kapsul waktu atau yang sering disebut dengan time capsules karena tinggalan arkeologi di bawah masih erat dengan konteks, yang temuannya cenderung saling berasosiasi dan tidak mudah terdeposisi. Perubahan yang terjadi di situs arkeologi bawah air, jika tidak tenganggu dengan aktivitas manusia, dapat dikatakan tidak banyak berubah sejak terkuburnya atau tenggelamnya objek arkeologi tersebut di dalam air. Keadaan situs yang seperti itulah yang jarang ditemukan di daratan, yang relatif lebih mudah terganggu keberadaannya. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa situs arkeologi bawah air sangatlah penting karena air membantu untuk menyembunyikan, menjaga, menkonservasi, dan banyak sekali temuan di bawah air yang tidak dapat ditemukan
20 di daratan sekalipun (Bowens, 2009). Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi besar akan situs arkeologi bawah air, wajib melakukan eksplorasi, penelitian, dan pelestarian bagi situs-situs tersebut. Supaya situs-situs tersebut dapat dijadikan sarana pendidikan (museum) dan wisata bahari yang dapat membantu mensejahterahkan masyarakat di sekitar situs. Daftar Pustaka Bowens BA MA, Amanda (ed) Underwater Archaeology: The NAS Guide to Principles and Practice (Second Edition). Inggris: Nautical Archaeological Society. Mulyadi, Yadi Potensi Situs Cagar Budaya Bawah Air Sangkulu-kulu di Perairan Bonto Sikuyu Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Varuna: Jurnal Arkeologi Bawah Air. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemendikbud. Jakarta. Harkantiningsih, Naniek Keramik Hasil Penelitian Arkeologi di Pulau Selayar dalam Makalah PIA III. Jakarta. Manguin, Piere-Yves, The Southeast Asia Ship: An Historical Approach, Journal of Southeast Asian Studies. Singapore University Press. September. Singapore.
Pulau Belitung yang berdasarkan letak geografisnya berada pada posisi Lintang Selatan
Eksplorasi Tinggalan Arkeologi Bawah Air Belitung Oleh: Shinatria Adhityatama Pulau Belitung yang berdasarkan letak geografisnya berada pada posisi 2 30-3 15 Lintang Selatan dan 107 35-108 18 Bujur Timur
Lebih terperinciEksplorasi Situs Arkeologi Bawah Air: Situs Pulau Buton/Kapal Qing di Kepulauan. Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Shinatria Adhityatama
Eksplorasi Situs Arkeologi Bawah Air: Situs Pulau Buton/Kapal Qing di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau Shinatria Adhityatama Priyatno Hadi Sulistyarto (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara
Lebih terperinciSURVEI KAPAL TENGGELAM DI PERAIRAN PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
SURVEI KAPAL TENGGELAM DI PERAIRAN PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Ditulis oleh: Agus Sudaryadi, SS. Untuk memudahkan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain,
Lebih terperinciBENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR
BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Belitung island surrounded by two straits, the
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya (Thufail, 2010). Banyak
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili
Lebih terperinci4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta
Lebih terperinciANALISIS BATU BATA. A. Keletakan
ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Katulistiwa. Sejak awal abad Masehi, Pulau Sumatera telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumatera atau yang dahulu dikenal dengan nama Pulau Swarnadwipa merupakan pulau terbesar keenam di dunia yang memanjang dari 6 0 Lintang Utara hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan keramik asing di Indonesia dari berbagai negara sudah masuk ke Indonesia sejak jaman prasejarah, dibuktikan dengan temuan tertua berupa keramik Tiongkok
Lebih terperinciGambar 1. Diagram TS
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dengan luas daratan ± 1.900. 000 km 2 dan lautan ± 3.270.000 km 2.Garis
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Indonesia adalah negara yang dua pertiga luas wilayahnya merupakan laut dengan jumlah pulau sekitar 17.500 buah yang hampir seluruhnya dibatasi laut kecuali
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran
Lebih terperincisebagai sumber pendapatan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi sumber memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara agraris, disini sektor pertanian dapat menjadi penghasil pangan, penyerap tenaga kerja, sumber bahan baku industri dan sebagai sumber
Lebih terperinciMODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)
MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada
Lebih terperinciRESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK
KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen
BAB II LANDASAN TEORI Cina adalah Negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh kebudayaan, sejarah dan geografis. Negara Cina memiliki banyak kebudayaan, namun salah satu kebudayaan yang paling terkenal
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut
Lebih terperinciBerikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:
Daya tarik wisata alam Ujung Genteng memang membuat banyak orang penasaran karena keragaman objek wisatanya yang bisa kita nikmati dalam sekali perjalanan, mulai dari pantai berpasir putih, melihat penyu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39
Lebih terperinciTINGGALAN ARKEOLOGI BAWAH AIR DI KEPULAUAN RIAU
TINGGALAN ARKEOLOGI BAWAH AIR DI KEPULAUAN RIAU Oleh: Teguh Hidayat I. Pendahuluan Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam yang sangat beragam. Letaknya yang membentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Universitas Indonesia
BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Karang Makassar, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, yang secara geografis terletak di koordinat 8
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat
Lebih terperinciPraktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh
Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : Nilai PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN Oleh Nama : NIM : PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Lebih terperinciMETODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *
METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari
Lebih terperinciTema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju
Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Peta Konsep Potensi lokasi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Sumber Daya Manusia Potensi Sumber Daya Manusia Upaya Pemanfaatan Potensi lokasi, Sumber
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan
Lebih terperinciEfektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)
EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar
Lebih terperinciOPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE
PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea
Lebih terperinciBIOREEFTEK UNTUK KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KECAMATAN SUNGAI RAYA KEPULAUAN KABUPATEN BENGKAYANG.
BIOREEFTEK UNTUK KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KECAMATAN SUNGAI RAYA KEPULAUAN KABUPATEN BENGKAYANG Frangky Fransiskus Tumion 1), Sadri 1), Lukas Wikbowo Sasongko 3) 1 Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Lebih terperinciREKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA
LAPORAN PRAKTIKUM REKLAMASI PANTAI (LAPANG) REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum (responsi) mata kuliah Reklamasi Pantai Disusun Oleh :
Lebih terperinciKOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU
KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA
TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.
LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2011 hingga Desember 2011 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan koordinat
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama
Lebih terperinciDISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG
DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG Kuncoro Aji, Oktiyas Muzaky Luthfi Program Studi Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati
Lebih terperinciSTUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN
STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Vivieta Rima Radhista 1, Aries Dwi Siswanto 1, Eva Ari Wahyuni 2 1 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data
Lebih terperinciTemuan Perkakas Pengolah Timah dan Komoditas Lainnya di Situs Karang Pinang, Pulau Belitung
Temuan Perkakas Pengolah Timah dan Komoditas Lainnya di Situs Karang Pinang, Pulau Belitung Shinatria Adhityatama (Pusat Arkeologi Nasional) Abstract Belitung Island is known as tin producer, surrounded
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI
BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan
BAB IV PENUTUP Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan perdagangan lokal dan global masa lalu. Adanya kapal karam dengan muatannya (BMKT) yang ditemukan di wilayah perairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada
Lebih terperinciNusamanuk, Penjaga Kedaulatan Laut Selatan
Catatan Geospasial Nusamanuk, Penjaga Kedaulatan Laut Selatan Gelombang laut selatan, Samudera Hindia, terus menerus menerpa pulau batu karang tepian Desa Cimanuk. Percikan buih putih yang mengenai batu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa lampau adalah merekonstruksi kehidupan masa lalu. Rekonstruksi kehidupan masa lalu yang dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciGerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.5 1. Bagi para nelayan yang menggunakan kapal modern, informasi tentang gerakan air laut terutama digunakan untuk... mendeteksi
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A
Lebih terperinci2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang
Lebih terperinciGambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan
Lebih terperinciC. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia
C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia Indonesia dikenal sebagai negara dengan potensi sumber daya alam yang sangat besar. Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim dengan potensi kekayaan
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar
Lebih terperinciMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciHIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran
KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER VI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kedalaman laut dan salinitas air laut. 2.
Lebih terperinciOlimpiade Sains Nasional (OSN) 2016 Palembang, Mei 2016
URAIAN 1. Bagian akar tumbuhan tertentu memiliki daerah yang dikenal dengan bintil akar. Berikut ini adalah hasil pengamatan mikroskop terhadap sayatan melintang dari bagian akar tumbuhan tersebut. a.
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata
Lebih terperinci4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan
Lebih terperinciGambar 6. Peta Lokasi Penelitian
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
Lebih terperinciCukup Sehari Menjelajahi Pulau LOMBOK. Dikutip dari Koran SURYA terbit Sabtu, 5 Oktober 2013, halaman 14.
Cukup Sehari Menjelajahi Pulau LOMBOK Lembar BIL Dikutip dari Koran SURYA terbit Sabtu, 5 Oktober 2013, halaman 14. B ila hanya ada sedikit waktu untuk berlibur, pilihan transportasi paling mudah adalah
Lebih terperinciCORAL BLEACHING DI TWP PULAU PIEH DAN LAUT DI SEKITARNYA TAHUN 2016
CORAL BLEACHING DI TWP PULAU PIEH DAN LAUT DI SEKITARNYA TAHUN 2016 Perairan Sumbar Mencermati Coral Bleaching Alert Area yang dikeluarkan oleh NOAA mulai dari awal tahun hingga April ini, khusus di wilayah
Lebih terperinciBangkai Kapal dan Pesawat di Perairan Sumatera
Bangkai Kapal dan Pesawat di Perairan Sumatera Identifikasi Arkeologis terhadap Peninggalan Bawah Air di Kabupaten Pariaman dan Kabupaten Lingga * Drs. Teguh Hidayat, M.Hum** PENDAHULUAN Indonesia adalah
Lebih terperinciJENIS SEDIMEN PERMUKAAN DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PULAU GILI LABAK KABUPATEN SUMENEP
JENIS SEDIMEN PERMUKAAN DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PULAU GILI LABAK KABUPATEN SUMENEP Septian Dwi Suryantya Putra 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciSamudera adalah kumpulan air yang sangat banyak, menutupi hampir. 71 persen Bumi dan memisahkan benua. Jutaan tahun yang lalu ketika Bumi
Samudera Samudera adalah kumpulan air yang sangat banyak, menutupi hampir 71 persen Bumi dan memisahkan benua. Jutaan tahun yang lalu ketika Bumi mendingin, uap air di atmosfer mengembun membentuk air.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.
Lebih terperinci3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum
A I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki potensi wilayah pantai yang sangat besar. agi masyarakat Indonesia pantai sudah tidak asing karena sebagian besar penduduk
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320
28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2008 di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 8). Kepulauan Seribu merupakan gugus pulau-pulau yang terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena laut merupakan perekat persatuan dari ribuan kepulauan nusantara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciPengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)
Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil
Lebih terperinci