Eksplorasi Situs Arkeologi Bawah Air: Situs Pulau Buton/Kapal Qing di Kepulauan. Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Shinatria Adhityatama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Eksplorasi Situs Arkeologi Bawah Air: Situs Pulau Buton/Kapal Qing di Kepulauan. Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Shinatria Adhityatama"

Transkripsi

1 Eksplorasi Situs Arkeologi Bawah Air: Situs Pulau Buton/Kapal Qing di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau Shinatria Adhityatama Priyatno Hadi Sulistyarto (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) A. Latar Belakang Pulau Natuna secara administrasi masuk dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau, berada di Perairan Laut Cina Selatan atau Laut Natuna, merupakan salah satu pulau terluar yang dimiliki Indonesia di bagian Utara. Kepulauan Natuna lebih terkenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah, salah satunya seperti potensi sumber daya minyak dan gas, yang dapat dimanfaatkan. Namun, selain sumber daya alam yang melimpah Kepulauan Natuna juga menyimpan peninggalan budaya yang sangat tinggi nilai sejarahnya, baik yang terpendam di dalam tanah, maupun yang berada di dalam laut Kepulauan Natuna. Kepulauan Natuna sudah mempunyai peran penting dalam perjalanan sejarah Indonesia, yaitu sebagai penghubung antara Benua Asia dengan Nusantara. Banyak ahli mendefinisikan Kepulauan Natuna sebagai jalur migrasi bangsa Austronesia masuk ke Nusantara. Hasil penelitian sebelumnya banyak menemukan beliung dan tembikar yang khas dengan penutur bahasa Austronesia. Selain itu Kepulauan Natuna juga berfungsi sebagai tempat transit dan jalur perdagangan yang disebut dengan jalur sutera. Aktivitas perdagangan melalui jalur laut dan singgah di Kepulauan Natuna mulai dari awal abad ke 12, dimana banyak pedagang-pedagang dari Cina (Tiongkok) membawa komoditasnya untuk diperdagangkan di Nusantara pada masa itu (Tim Penelitian Arkenas, 2013). Jalur pelayaran yang ramai dan kondisi cuaca di Laut Cina Selatan yang sering berubahubah m embuat banyak kapal-kapal pembawa komoditas karam di perairan Laut Cina

2 Selatan. Aktivitas perompakan dan peperangan di laut juga dapat mengakibatkan karamnya kapal-kapal pada masa lalu. Hal in terbukti dengan banyak ditemukannya temuan arkeologi bawah air, berupa kapal yang berisi dengan komoditasnya yang masih relatif utuh. Keberadaan kapal karam ini menunjukkan aktivitas perdagangan yang ditempuh melalui laut pada masa perniagaan secara global yang dimulai dari abad 12. Dapat dilihat dari jenis temuannya yang didominasi oleh temuan artefak berupa keramik Tiongkok yang berasal dari Dinasti Song, Dinasti Yuan, Dinasti Ming, hingga Dinasti Qing. Ada juga keramik yang berasal dari kawasan lain seperti Thailand, Jepang, dan Eropa (Wibisono, 2014). Keramik merupakan komoditas yang dianggap mewah pada masa itu, komoditas ini dijadikan sebagai penanda status sosial pada tatanan kehidupan masyarakat jaman dahulu. Bahkan, masih dipandang sebagai benda yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi hingga saat ini. Nilai ekonomi yang tinggi dari keramik memicu perburuan para pencari harta karun untuk menjarah situs-situs kapal tenggelam yang berisi temuan keramik-keramik dengan nilai jual yang tinggi. Pada beberapa kasus pelelangan keramik di luar negeri yang didapatkan dari perairan Indonesia, nilai jualnya dapat mencapai jutaan Dolar Amerika Serikat. Nilai sejarah dan nilai jual yang tinggi tersebut sangat membanggakan untuk arkeologi bawah air Indonesia, namun juga menjadi ancaman bagi hilangnya data-data artefaktual yang penting karena memicu aktivitas penjarahan situs-situs arkeologi di bawah air. Selain keramik yang ada di Kepulauan Natuna, yang memiliki nilai sejarah dan ekonomi yang tinggi, tidak kalah penting juga untuk meniliti jenis kapal yang membawa komoditas tersebut. Kapal merupakan media transportasi utama pada masa lalu untuk menjelajah samudera dan laut, karena di masa lalu hanya dengan mengarungi laut dan samudera manusia dapat berkelana dan menjamah ke tempat yang jauh. Peninggalan kapal-kapal tenggelam di perairan Kepulauan Natuna sangat menarik untuk diteliti asal muasalnya, jenis dari kapal itu, bentuk atau dimensi dari kapal tenggelam tersebut, dan untuk mempelajari teknologi perkapalan yang digunakan pada masa itu. Kapal-kapal tenggelam merupakan

3 data arkeologis yang penting bagi penelitian arkeologi bawah air dan maritim, karena akan membantu dalam hal rekonstruksi masa lalu pada masa awal perniagaan global yang menjalar hingga ke Kepulauan Natuna. Pada saat ini peninggalan kapal-kapal tenggelam tersebut mulai terancam dengan adanya aktivitas penjarahan, bahkan ada beberapa kepal yang sudah di bedah dan diangkat temuannya untuk diperjualbelikan. Aktivitas penjarahan dapat berdampak buruk bagi dunia arkeologi Indonesia, karena akan kehilangan banyak data penting yang sudah dijelaskan diatas. Penjarahan ini pun bentuk dan hasil dari kelemahan kita dalam menjaga cagar budaya yang berada di bawah air sehingga dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Melihat nilai penting dari potensi arkeologi bawah air ini arkeolog perlu meninjau dan melakukan aktivitas penelitian di perairan Kepualaun Natuna. Penelitian yang di darat dan di daerah pesisir telah dilakukan oleh tim penelitian arkeologi dengan baik dan berkelanjutan, namun penelitian yang dilakukan di bawah air masih jarang dilakukan sebelumnya. Penelitian di bawah air sangat perlu dilakukan untuk mengetahui konteks temuan yang masih pada tempatnya atau yang disebut dengan in situ, sehingga akan mendapatkan data arkeologis yang akan berguna untuk merekonstruksi. Penelitian arkeologi bawah air bukanlah hal yang mudah, karena peneliti harus bekerja di bawah air yang bukan merupakan habitat manusia. Bekerja pada kedalaman laut harus dapat memikirkan efisiensi waktu karena waktu bekerja di bawah sangatlah terbatas, semua harus diperhitungkan dengan sangat matang sebelum masuk ke kedalaman laut. Faktor cuaca dan keadaan lingkungan bawah air Kepulauan Natuna harus dipelajari dengan sangat teliti dan komprehensif, dari kontur, kekuatan arus, sedimentasi, visibility atau jarak pandang, hingga kedalaman yang akan dituju untuk memperhitungakan waktu bekerja di bawah air. Oleh karena itu, Arkeolog tidak dapat bekerja sendiri, peneliti arkeologi sebaiknya didampingi oleh para penyelam professional untuk membantu mengawasi aktivitas

4 penelitian di bawah air, dan selain kegiatan yang bersifat teknis juga membantu dalam keadaan darurat di air. B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan alur penalaran induktif. Tipe penelitian yang dipilih adalah eksploratif dan deskriptif komparatif. Eksplorasi dilakukan terhadap data arkeologi primer dan data lingkungan, yaitu bangkai kapal tenggelam dan lingkungannya. Survei dilakukan dengan teknik selam dengan menggunakan alat SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus). Setelah data primer dikumpulkan, dilakukan deskripsi terhadap data dan dilakukan analisis komparatif dengan sumber-sumber sejarah terkait. Metode arkeologi bawah air yang dilakukan dalam penelitian di perairan Pulau Natuna adalah teknik radial dan baseline. Tim penyelam arkeologi melakukan pembuatan garis baseline atau garis acuan dan titik acuan untuk mengetahui luas situs dan memudahkan dalam pengukuran dan pembuatan denah situs. Teknik radial adalah teknik pengukuran objek di bawah air dari satu titik yang dijadikan acuan, yang direkam dalam satuan meter dan derajat. Sedangkan teknik baseline adalah teknik pengukuran pada objek bawah air berdasarkan garis acuan dengan menggunakan meteran, garis tersebut dibentangkan diantara kedua titik acuan yang telah ditentukan, teknik ini cukup detail, tapi memang cukup memakan waktu jika tenaga SDM penyelam kurang memadai (Bowens, 2009).

5 Penyelam Arkeologi Sedang Melakukan Pengukuran (Sumber: Puslit Arkenas) Perekaman data dilakukan dengan menggunakan kamera bawah air dan video bawah air, dilengkapi dengan skala meter untuk mendapatkan gambaran detail kondisi situs dan objek temuannya. Setelah melakukan perekaman dengan media kamera, tim penyelam melakukan penggambaran sketsa situs. Teknik arkeologi bawah air yang tim gunakan merupakan teknik untuk merekam posisi setepat mungkin pada distribusi artefak di lokasi kapal karam/situs. Metode yang dijelaskan diatas adalah cara yang relatif sederhana untuk penyelam dalam melakukan pemetaan pada benda-benda di dasar laut. Setelah melakukan perekaman data pada situs, tahap berikutnya adalah identifikasi pada temuan. Identifikasi dilakukan untuk mengetahui jenis temuan pada kapal karam yang ditemukan, teknologi kapal karam tersebut dan jenis kayu yang dikgunakan. Tim juga melakukan metode sampling dari temuan artefak di kapal karam, cara ini dilakukan agar dapat diidentifikasi dengan lebih jelas dan dapat dilakukan penanganan lebih lanjut agar

6 mendapatkan data dan informasi lebih banyak dan lengkap. Benda yang diambil sebagai sampel tidak lebih dari 5 buah dari setiap jenis benda yang ditemukan. C. Pembahasan a. Situs Pulau Buton (Kapal Qing) Peta Situs di Pulau Natuna, Situs Pulau Buton/Kapal Qing Berada di Nomer 2 (Sumber: Puslit Arkenas) Situs ini disebut Situs Pulau Buton karena letaknya tepat di depan Pulau Buton. Menurut informasi Pak Deng kapal/perahu yang mengangkut komoditas berupa keramik ini menempel di dinding karang Pulau Buton. Situs ini juga disebut Situs Kapal Qing karena

7 temuan dari situs tersebut banyak yang bergaya atau bercirikan dari Dinasti Qing. Penemuan situs ini berdasarkan informasi yang diberikan oleh informan yang bernama Pak Ahmad dan pemerhati budaya lokal Pak Deng. Menurut informasi mereka, situs ini ditemukan secara tidak sengaja oleh para nelayan atau masyarakat lokal saat memancing ikan, dan ada juga yang mengambil barang muatan kapal tenggelam ini, yang jika diperhatikan cukup melimpah. Tinggalan Data Arkeologi Yang Terdapat di Situs Pulau Buton/Kapal Qing (Sumber: Puslit Arkenas) Situs ini sebelumnya pernah diteliti oleh tim Puslitbang Sumber Daya Laut dan Pesisir, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan dari tim Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Penelitian sebelumnya lebih terkonsentrasi oleh benda temuan yang ada di dasar situs ini, sedangkan kali ini tim mencoba melakukan pengambilan sampel untuk mengetahui lebih detil kondisi lingkungan bawah air dari Situs Pulau Buton ini. Hal ini sangat berguna untuk mendapatkan data dalam usaha pelestarian secara in-situ (In-situ preservation), dan melengkapi data dari penelitian-penelitian sebelumnya.

8 Jarak menuju Situs Pulau Buton cukup jauh dari Dermaga Desa Teluk Buton, tim membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai ke lokasi jika dalam keadaan cuaca baik. Kebetulan tim didukung oleh cuaca yang baik untuk menuju Pulau Buton dengan Perahu pompong. Tim tiba di Pulau Buton pada hari pertama sekitar pukul dan langsung melakukan persiapan untuk menyelam. Tim penyelam turun ke kedalaman dengan mengikuti marker bouy yang dipasang oleh sebelumnya, yang berada tepat di permukaan situs ini. Penyelaman kali ini tim mengagendakan melakukan orientasi awal pada situs ini, pendokumentasian pada objek yang berada di dasar situs dengan menggunakan kamera bawah air dan skala meter, dan pengambilan sampel temuan, dan sedimentasi dari situs ini. Tim juga melakukan pengamatan pada biota laut yang berada di Situs Pulau Buton. Penyelaman dilakukan sebanyak 2 kali di situs ini, durasi penyelaman kurang lebih selama 45 menit. Peneliti Melakukan Pendokumentasian terhadap Benda Arkeologis (Sumber: P3SDLP) Situs Pulau Buton berada di kedalaman meter di bawah permukaan air dan memiliki jarak pandang 5-8 meter, jarak pandang disini kurang baik karena sedimentasi dasar situs ini didominasi oleh pasir dan lumpur yang mudah terangkat dan mengendap. Namun,

9 meskipun kondisi jarak pandang kurang bagus, situs ini tetap visible untuk melakukan aktivitas penelitian. Kondisi kontur bawah air di situs ini berkontur cukup landai. Arus pada situs ini juga tergolong ringan, karena terlindung oleh karang/pulau. Kondisi lingkungan bawah air selama aktivitas penyelaman cukup nyaman dan aman dalam melakukan pengamatan dan penelitian. Setelah melakukan perekaman data dan pengambilan sampel sedimen, tim memulai melakukan identifikasi pada temuan yang tersebar di Situs Pulau Buton. Temuan di Situs Pulau Buton ini banyak terselimuti oleh terumbu karang dan lumpur halus yang menggunung di dekat karang, selain itu ada sisa-sisa kayu kapal/perahu. Tim memerlukan membersihkan lumpur halus tersebut terlebih dulu dengan menggunakan kuas atau dengan sapuan tangan untuk melihat benda lebih jelas. Pemetaan perlu juga dilakukan untuk mengetahui luas situs dan sebaran temuan pada Situs Pulau Buton (Kapal Qing) ini. Langkah pertama yang tim lakukan pemetaan situs di bawah air adalah membentangkan tali/metera (baseline) dengan arah orientasi 160 dari titik 0, pemasangan baseline ini dilakukan untuk memudahkan melakukan penggambaran dan pembuatan denah situs di bawah air. Garis baseline dibentangkan sepanjang 16 meter, melintang di Situs Pulau Buton (Kapal Qing). Setelah baseline terpasang tim mulai melakukan pengukuran, dengan cara mengukur jarak dari letak temuan/benda ke garis baseline yang telah dibuat. Tim kali ini berkonsentrasi pada temuan sebaran sisa-sisa kayu kapal yang jumlahnya cukup banyak, setelah selesai dengan sebaran kayu kapal tim baru melakukan pemetaan pada temuan komoditasnya yang lebih berkonsentrasi di suatu tempat (menggunung).

10 Pemetaan Sebaran Temuan Dengan Metode Baseline Yang Diterapkan Dalam Pemetaan di Situs Pulau Buton (Kapal Qing) (Sumber: Southampton University)

11 Denah Situs Pulau Buton/ Kapal Qing di Perairan Pulau Natuna, Yang dihasilkan Dari Metode Pengukuran Baseline (Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional/ Ahmad Surya Ramadhan Sisa-sisa kayu kapal/perahu yang tersebar di Situs Pulau Buton. Melihat kondisi dari kayu sisa-sisa kapal/perahu di situs ini masih cukup baik, tidak banyak kerusakan, hanya terlepas atau terbongkar saja, walaupun ada juga yang telah lapuk. Tetapi secara keseluruhan papan kayu dari sisa-sisa kapal/perahu ini masih utuh dan terkonservasi dengan cukup baik, hal ini mungkin dikarenakan kayu-kayu tersebut terkubur di lingkungan bawah air yang mengandung sedimentasi lumpur halus ini yang ikut menjaga kondisi dari papan kayu dari sisa-sisa kapal/perahu di situs ini. Tinggalan arkeologi yang ada di Situs Pulau Buton didominasi oleh barang-barang yang kami duga digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Komoditas yang di bawa oleh

12 kapal/perahu ini tidak bersifat mewah dan berharga tinggi namun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Temuan ini cukup menarik untuk diteliti karena kapal/perahu kuno yang tenggelam di perairan Natuna tidak selalu berisi komoditas yang mewah (Tim Penelitian, 2015). Temuan Tutup Poci di Situs Pulau Buton/ Kapal Qing yang Terselimuti Lumpur Halus (Sumber: Puslit Arkenas) Temuan tutup dari poci yang ditemukan di Situs Pulau Buton memiliki beberapa ukuran, temuan ini memiliki diameter rata-rata 11 cm dan 9,5 cm. Temuan ini cukup banyak tersebar di dasar laut Situs Pulau Buton. Temuan ini berwarna abu-abu, dan pada saat ditemukan tutup poci ini tidak terlalu ditumbuhi terumbu karang, hanya sedikit yang menempel di bagian permukaan benda. Temuan ini juga tidak tekubur di dalam lumpur halus, namun tergeletak di dasar laut Pulau Buton.

13 Temuan teko atau poci di Situs Pulau Buton ini juga cukup banyak tersebar di dasar laut, keadaan temuan ini sebagian besar sudah pecah dan berserakan di dasar laut. Melihat dari hasil identifikasi teko dan poci ini memiliki konteks yang erat dengan tutup poci yang dijelaskan diatas, walaupun pada saat ditemukan sdah terpisah dengan tutup nya. Teko atau poci ini memiliki tinggi tidak lebih dari 15 cm, memiliki gagang di samping, dan memiliki bibir teko atau poci cukup panjang sekitar kurang lebih 3-4 cm. Temuan Poci di Situs Pulau Buton/Kapal Qing yang Telah Pecah (Sumber: Puslit Arkenas) Menurut Prof (Ris). Dra. Naniek Harkantiningsih Wibisono, beliau memastikan bahwa benda ini merupakan sebuah tutup dari poci yang digunakan untuk merebus rempah-rempah. Setelah melakukan identifikasi dan berkonsultasi dengan ahli keramik kuno, tim dapat mengenali benda ini berasal dari Dinasti Qing dari abad ke-18 hingga abad ke-19 Masehi. Benda ini pun dapat dikenali memiliki kesamaan dengan temuan dari Situs kapal Tek-sing yang tenggelam di Perairan Selat Gaspar, selat yang berada diantara Pulau Bangka dan Belitung. Pada situs tersebut dijumpai benda yang serupa dengan yang ditemukan tim di Situs Pulau Buton. Hal ini menunjukkan bahwa mengidentifikasi sebuah benda temuan arkeologis juga dapat dilakukan dengan membandingkan temuan yang ada di situs lainnya.

14 Berbagai benda perkakas juga ditemukan di Situs Pulau Buton (Kapal Qing) yang jumlahnya cukup banyak. Temuan ini cukup menonjol jika dibandingkan dengan temuan lainnya karena ukuran dari temuan perkakas ini yang cukup besar. Temuan perkakas yang ditemukan salah satunya adalah anglo dan jumlahnya cukup banyak ditemukan di situs ini, temuan anglo ini ditemukan dalam ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Temuan ini menunjukan bahwa tinggalan arkeologi di Situs Pulau Buton cukup beragam. Temuan Anglo ini tidak terkubur di dasar laut situs ini dan dalam kondisi cukup baik, walaupun ada beberapa yang sudah pecah. Pada saat ditemukan temuan ini sudah berada di permukaan dasar laut Situs Pulau Buton, terselimuti lumpur halus dan sedikit ditumbuhi terumbu karang. Dari pengamatan sekilas dari temuan anglo ini, sementara tim menduga temuan berbahan stoneware, namun kami juga menduga untuk yang berukuran kecil berbahan porselin. Temuan yang diduga sebagai anglo ini memiliki ukuran tinggi cukup beragam, ada yang sekitar cm hingga yang ukuran besar kurang lebih tingginya cm. Temuan anglo ini berhasil disampel dan diangkat ke permukaan untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut. Ada beberapa jenis anglo yang ditemukan di situs ini, selain ukuran yang berbeda ternyata jenis dari anglo ini pun berbeda-beda. Jenis anglo pada situs ini ada yang berbentuk sedikit lonjong dan tinggi, sedangkan ada juga yang lebih bulat dan pendek di bagian badan dari benda ini. Ukuran anglo yang besar dan berat cukup mempersulit dalam pengambilan sampel temuan, sehingga tidak semua jenis anglo dapat diangkat ke permukaan.

15 Temuan Anglo di Situs Pulau Buton/Kapal Qing yang berukuran kecil (Sumber: Puslit Arkenas) Temuan Anglo di Situs Pulau Buton/Kapal Qing yang berukuran lebih besar (Sumber: Puslit Arkenas) Berdasarkan pengamatan dan identifikasi sementara anglo ini diduga berfungsi sebagai perapian atau untuk memasak dan merebus. Melihat dari jumlah temuan anglo yang cukup banyak ditemukan di Situs Pulau Buton ini, dapat dikatakan bahwa permintaan akan komoditas anglo ini cukup tinggi pada masa itu. Permintaan yang tinggi dikarenakan anglo merupakan teknologi yang cukup efektif pada masa itu untuk memasak atau merebus guna memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat di masa silam (Tim Penelitian, 2015).

16 Temuan Anglo Yang Bagian Badannya Lebih Bulat Diatas Sisa-sisa Kayu Kapal/Perahu (Sumber: Puslit Arkenas) Tinggalan arkeologi selain keramik dan anglo yang ada di Situs Pulau Buton (Kapal Qing) adalah kayu dari kapal/perahu yang tersebar di dasar laut situs ini. Sisa-sisa kayu dari kapal/perahu ini sangat membantu dalam proses identifikasi jenis kapal/perahu yang digunakan untuk membawa komoditas yang ditemukan di situs ini. Jumlah sisa kayu kapal/perahu di situs ini cukup banyak, dari yang panjang nya sekitar 1,5 1 meter, dan ada juga yang panjang lebih dari 2 meter.

17 Foto Mozaik Pada Sisa-sisa Kayu Kapal/Perahu di Situs Pulau Buton/Kapal Qing (Sumber:Puslit Arkenas) Temuan sisa-sisa kayu kapal/perahu yang tersebar di dasar laut Situs Pulau Buton ini masih relatif utuh dan baik. Sisa-sisa kayu kapal/perahu di situs ini masih dalam kondisi baik kemungkinan karena kayu-kayu tersebut terkonservasi secara alami oleh lumpur halus yang mendominasi dasar laut situs ini. Namun, meskipun sisa-sisa kayu kapal/perahu ini masih dalam keadaan baik, masih cukup sulit untuk mengidentifikasi bagian-bagian dari sisa kapal/perahu ini. Dari hasil pengamatan pada sisa kayu dari kapal/perahu ini tidak ditemukan tali ijuk dan tambuko yang biasa digunakan pada kapal-kapal Nusantara. Kapal Nusantara sebagian besar menggunakan tali ijuk dan pasak kayu untuk mengikat dan menyambungkan papanpapan pada lunas kapal, untuk membentuk Lambung kapal/perahu. Kemudian disambungkan pada pasak kayu tanpa menggunakan kerangka, baut, atau paku besi, dan ujung kapal atau yang disebut haluan biasanya berbentuk lancip (Manguin, 1980). Kapal Nusantara jelas berbeda dengan kapal Tiongkok yang lambungnya dikencangkan dengan bilah-bilah kayu dan menggunakan paku besi. Selain itu kapal Tiongkok memiliki

18 kemudi tunggal yang dipasang pada palang rusuk buritan (Manguin, 1980). Jika melihat dari indikasi tersebut dari sisa-sia kayu yang ditemukan di Situs Pulau Buton ini, maka kami menduga bahwa sisa-sisa kapal/perahu yang karam di situs ini adalah kapal/perahu Tiongkok atau Jung Tiongkok. Namun, untuk menentukan asal kapal membutuhkan analisis dan penelusuran lebih mendalam lagi. Fragmen Kayu Yang Ditemukan di Dalam Situs Dalam Kondisi Cukup Baik (Sumber: Puslit Arkenas) Tim berhasil mengambil sampel kayu dari sisa kapal/perahu ini, dari kayu yang diambil terlihat lubang pasak bulat yang cukup besar. Dari lubang pasak ini sudah tidak dapat ditemukan pasak dari sisa kapal/perahu ini yang dapat membantu untuk memastikan bahan dari pasak tersebut. Hal ini cukup mempersulit untuk mengetahui dari mana kapal/perahu ini berasal. Dari sampel kayu yang diambil diperlukan analisis kayu dengan uji laboratorium untuk mengetahui asal dan jenis kayu yang mungkin dapat dibantu oleh ahli-ahli dari bidang kehutanan yang sangat kenal dengan jenis kayu. Dari hasil uji laboratorium tersebut sangat dimungkinkan untuk mengenal lebih dekat dengan jenis kayu yang digunakan kapal/perahu ini, dengan mengetahui jenis kayu dapat diketahui tempat-tempat tumbuhnya jenis kayu

19 tersebut yang dapat dicocokan dengan konteks situs ini. Proses pertanggalan juga cukup penting untuk menambah kebendaharaan data bagi situs ini agar lebih lengkap. Sisa-sisa Kayu Kapal Yang Masih Menempel di Dinding Karang Pulau Buton (Sumber: Puslit Arkenas) Kapal/perahu ini kemungkinan tenggelam karena menabrak karang yang mengelilingi Pulau Buton pada saat cuaca buruk di perairan ini yang sangat mungkin untuk menenggelamkan kapal/perahu. Hal ini dapat diketahui karena masih tersisa papan-papan kayu yang menempel di dinding karang. Kondisi sisa-sisa kayu kapal/perahu yang ditemukan di situs ini yang bertebaran di dasar laut, mengindikasikan adanya aktivitas pembokaran yang dilakukan oleh manusia. Informan kami pun membenarkan hal tersebut, bahwa dahulu banyak orang yang mengambil barang dari situs ini. Adanya pengambilan barang di situs ini makin diperkuat dengan dijumpainya tali-tali baru yang diduga bekas aktivitas pengangkatan (Tim Penelitian, 2015).

20 Melihat ukuran kayu yang tersisa dari kapal/perahu ini yang tidak terlalu besar, maka kami menduga bahwa ukuran dari kapal/perahu ini tidak terlalu besar. Rata-rata panjang kayu yang ditemukan memiliki panjang 1-3 meter. Kemungkinan kapal ini beroperasi dari pulau ke pulau (Inter-island) tidak untuk menyebrangi samudra yang luas atau menempuh perjalanan yang jauh. Mungkin juga kapal/perahu ini digunakan atau berfungsi sebagai kapal penyuplai ke pulau-pulau yang berjarak dekat, dan mendistribusikan komoditas perkakas ini kepada para konsumen di berbagai pulau. Ilustrasi Jalur Perdagangan Pulau Natuna (Sumber: Jika melihat orientasi dari sisa-sisa kayu kapal/perahu ini yang berorientasi pada arah Barat Daya, kemungkinan kapal/perahu ini menuju ke arah Selat Karimata. Mungkin juga kapal/perahu ini menuju pulau-pulau kecil yang berada di Selat Karimata, atau dapat juga menuju ke Malaka dan Pulau Sumatera. Sebelum sampai ke tujuan kapal/perahu ini tenggelam di depan Pulau Buton, yang memang memiliki karang yang cukup rapat dan dangkal. Kami menduga kapal/perahu ini karam karena cuaca yang buruk di perairan Laut Natuna sehingga kapal/perahu ini menabrak karang dan karam di depan Pulau Buton.

21 Dari peta diatas dapat dilihat lokasi Pulau Natuna yang sangat strategis dalam jalur perdagangan kuno, atau mungkin hingga sekarang. Dari peta ilustrasi tersebut juga terlihat peranan Pulau Natuna yang sangat penting dalam aktivitas ekspor-impor, baik barang yang datang ke Nusantara dari luar pada masa lalu dan barang yang keluar dari Nusantara menuju ke daerah lain. Pulau Natuna pun diduga memiliki komoditas lokal yang sampai sekarang masih dicari yaitu kayu gaharu, yang mungkin pada masa lalu kayu ini pun sudah dicari oleh para pedagang internasional sebagai bahan dasar pembuatan kapal (Wibisono, 2014). Pulau Natuna juga memiliki sumber air yang bersih dan tawar, pohon kelapa yang jumlahnya mungkin jutaan, yang dapat menjadi bekal bagi para pelaut dan pedagang internasional dalam melanjutkan perjalanannya menuju tujuannya. D. Penutup Eksplorasi dan penelitian di pulau-pulau terluar Indonesia perlu dilakukan lebih intensif, karena pulau-pulau tersebut memiliki peran sebagai pintu gerbang dunia internasional masuk ke Nusantara. Potensi arkeologi yang dimiliki oleh pulau-pulau terluar juga cukup menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Salah satunya adalah Pulau Natuna yang sudah terbukti memiliki tinggalan arkeologi yang beragam dan bernilai sejarah tinggi. Penelitian di Pulau Natuna saat ini sudah sangat baik, kerjasama antar instansi pemerintah pun sudah dilakukan secara sinergis guna merekonstruksi budaya dan sejarah Pulau Natuna. Situs arkeologi yang ada di Pulau Natuna tidak hanya yang berada di darat tetapi juga ada yang di bawah air. Salah satu situs arkeologi bawah air di Pulau Natuna adalah Situs Pulau Buton (Kapal Qing). Situs ini sangat menarik untuk dilestarikan melihat data yang ditemukan di situs ini cukup penting, sesuai dengan yang sudah dijabarkan diatas. Situs ini cukup memberikan gambaran tenatang keadaan perniagaan internasional yang terjadi di abad ke- 18 dan abad ke-19, oleh karena itu perlu diperhatikan dan dilestarikan. Pelestarian situs ini dapat dengan metode In situ Preservation atau pelestarian langsung di situsnya tanpa harus diangkat ke permukaan. Namun, metode pelestarian ini tidak mudah karena butuh pengajian

22 lingkungan bawah air yang lengkap dan komitmen dari semua stakeholder dalam hal pemanfaatan dan perlindungan situs ini. Dengan melakukan in-situ preservation di Situs Pulau Buton (Kapal Qing), situs ini dapat terlindungi dan mampu dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Situs Pulau Buton (Kapal Qing) ini cukup layak untuk dijadikan tempat pelatihan penerapan metode bagi arkeologi bawah air, dan situs ini dapat diselami untuk seluruh jejang penyelam karena terletak di laut yang cukup dangkal (<30 meter). Situs ini juga dapat dijadikan objek wisata penyelaman di Pulau Natuna, namun dengan pengawasan yang ketat dan penyelam dilarang untuk membawa dan memindahkan temuan tinggalan arkeologi yang ada, jika perlu penyelam rekreasi yang ingin menyelam perlu megurus surat ijin dan berkoordinasi dengan instansi yang terkait. E. Daftar Pustaka Bowens, Amanda (Ed.), (2nd edn). Underwater Archeology The NAS Guide to Principles and Practice. The Nuitical Archeology Society, United Kingdom. Blackwell Publishing. Manguin, Piere-Yves, The Southeast Asia Ship: An Historical Approach, Journal of Southeast Asian Studies. Singapore University Press. September. Singapore Tim Penelitian Laporan Penelitian Arkeologi : Jalur Perdagangan Jarak Jauh Pada Masa Islam-Kolonial di Kepulauan Natuna, Propinsi Riau Kepulauan, Tahap II. Jakarta : Pusat Arkeologi Nasional (tidak terbit, laporan intern) Tim Penelitian Laporan Penelitian Arkeologi : Penelitian eksplorasi Potensi Arkeologi Bawah Air di Kepulauan Natuna, Propinsi Riau Kepulauan. Jakarta : Pusat Arkeologi Nasional (tidak terbit, laporan intern) Wibisono, C, Sonny Arkeologi Natuna: Koridor Maritim di Perairan Laut Cina Selatan dalam Kalpataru Majalah Arkeologi Volume 23 No. 2 November 2014: Hal Jakarta.

23 E. Daftar Internet Diakses pada Bulan Juni 2015

Pulau Belitung yang berdasarkan letak geografisnya berada pada posisi Lintang Selatan

Pulau Belitung yang berdasarkan letak geografisnya berada pada posisi Lintang Selatan Eksplorasi Tinggalan Arkeologi Bawah Air Belitung Oleh: Shinatria Adhityatama Pulau Belitung yang berdasarkan letak geografisnya berada pada posisi 2 30-3 15 Lintang Selatan dan 107 35-108 18 Bujur Timur

Lebih terperinci

Analisis Data. (Situs Bonto Sikuyu, Kepulauan Selayar)

Analisis Data. (Situs Bonto Sikuyu, Kepulauan Selayar) Analisis Data (Situs Bonto Sikuyu, Kepulauan Selayar) Oleh: Shinatria Adhityatama Selayar atau yang biasa dikenal dengan sebutan Tana Doang (Tanah Tempat Berdoa) merupakan salah satu Kabupaten yang ada

Lebih terperinci

SURVEI KAPAL TENGGELAM DI PERAIRAN PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

SURVEI KAPAL TENGGELAM DI PERAIRAN PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SURVEI KAPAL TENGGELAM DI PERAIRAN PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Ditulis oleh: Agus Sudaryadi, SS. Untuk memudahkan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain,

Lebih terperinci

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Belitung island surrounded by two straits, the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya (Thufail, 2010). Banyak

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan BAB IV PENUTUP Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan perdagangan lokal dan global masa lalu. Adanya kapal karam dengan muatannya (BMKT) yang ditemukan di wilayah perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian lahirnya

I. PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian lahirnya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan tentu memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian

Lebih terperinci

TINGGALAN ARKEOLOGI BAWAH AIR DI KEPULAUAN RIAU

TINGGALAN ARKEOLOGI BAWAH AIR DI KEPULAUAN RIAU TINGGALAN ARKEOLOGI BAWAH AIR DI KEPULAUAN RIAU Oleh: Teguh Hidayat I. Pendahuluan Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam yang sangat beragam. Letaknya yang membentang

Lebih terperinci

Bangkai Kapal dan Pesawat di Perairan Sumatera

Bangkai Kapal dan Pesawat di Perairan Sumatera Bangkai Kapal dan Pesawat di Perairan Sumatera Identifikasi Arkeologis terhadap Peninggalan Bawah Air di Kabupaten Pariaman dan Kabupaten Lingga * Drs. Teguh Hidayat, M.Hum** PENDAHULUAN Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

Temuan Perkakas Pengolah Timah dan Komoditas Lainnya di Situs Karang Pinang, Pulau Belitung

Temuan Perkakas Pengolah Timah dan Komoditas Lainnya di Situs Karang Pinang, Pulau Belitung Temuan Perkakas Pengolah Timah dan Komoditas Lainnya di Situs Karang Pinang, Pulau Belitung Shinatria Adhityatama (Pusat Arkeologi Nasional) Abstract Belitung Island is known as tin producer, surrounded

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan keramik asing di Indonesia dari berbagai negara sudah masuk ke Indonesia sejak jaman prasejarah, dibuktikan dengan temuan tertua berupa keramik Tiongkok

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim atau kepulauan terbesar didunia dengan 70% wilayahnya terdiri atas laut. Sehingga banyak pulau-pulau yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan atau negara maritim terbesar di dunia. Berdasarkan publikasi yang ada mempunyai 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa terumbu karang merupakan sumber daya alam

Lebih terperinci

L2B Ahmad Farid R Museum Armada TNI AngkatanLaut Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

L2B Ahmad Farid R Museum Armada TNI AngkatanLaut Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya berupa perairan. Nenek moyang bangsa Indonesia juga pada mulanya bermigrasi dari daratan China Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Katulistiwa. Sejak awal abad Masehi, Pulau Sumatera telah

BAB I PENDAHULUAN. di Katulistiwa. Sejak awal abad Masehi, Pulau Sumatera telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumatera atau yang dahulu dikenal dengan nama Pulau Swarnadwipa merupakan pulau terbesar keenam di dunia yang memanjang dari 6 0 Lintang Utara hingga

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

SITUS KAPAL KARAM GELASA DI SELAT GASPAR, PULAU BANGKA, INDONESIA

SITUS KAPAL KARAM GELASA DI SELAT GASPAR, PULAU BANGKA, INDONESIA SITUS KAPAL KARAM GELASA DI SELAT GASPAR, PULAU BANGKA, INDONESIA Harry Octavianus Sofian Balai Arkeologi Palembang, Jl Kancil Putih, Lorong Rusa Demang Lebar Daun Palembang harry.octa@gmail.com Abstrak.

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat menunjukkan identitas bangsa. Pencarian akar budaya di masa lampau dan upaya perlindungan atasnya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan BAB V PENUTUP Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak membangun fasilitas pertahanan di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan fasilitas pertahanan di Cilacap dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Peta Konsep Potensi lokasi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Sumber Daya Manusia Potensi Sumber Daya Manusia Upaya Pemanfaatan Potensi lokasi, Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ini memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan batasan masalah dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ini memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan batasan masalah dalam penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Bab I ini memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan batasan masalah dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Dua pertiga bumi adalah wilayah peraiaran. Perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) GAMBARAN UMUM Propinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 714.480 km 2 terdiri atas 92,4 % Lautan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Ilustrasi Organisasi 3.1.1 Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kelompok di dalam wilayah sendiri atau negara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kelompok di dalam wilayah sendiri atau negara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata dalam arti yang bersifat umum adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan

Lebih terperinci

SEJARAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL. A. Sejarah perdagangan internasional

SEJARAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL. A. Sejarah perdagangan internasional SEJARAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Sejarah perdagangan internasional Perdagangan internasional itu sendiri sudah terjalin sejak masa kuno, ribuan tahun sebelum masehi yaitu perdagangan antarkerajaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 9,4 juta lebih atau

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 9,4 juta lebih atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata di Indonesia tetap bertumbuh walaupun pertumbuhan perekonomian global terpuruk, pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39 persen

Lebih terperinci

Kekayaan Alam Indonesia dan Isyarat Islam untuk Memanfaatkan Sumber Daya Alam

Kekayaan Alam Indonesia dan Isyarat Islam untuk Memanfaatkan Sumber Daya Alam Kekayaan Alam Indonesia dan Isyarat Islam untuk Memanfaatkan Sumber Daya Alam Oleh: Luyyina M. Atsaury Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Permasalahan

I. PENDAHULUAN Permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Sedimentasi di pelabuhan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menjadi penting karena pelabuhan adalah unsur terpenting dari jaringan moda

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.2

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.2 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.2 1. Persentuhan antara India dengan wilayah Nusantara didorong oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang paling penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN INFRASTRUKTUR CCDP-IFAD KELURAHAN PESISIR KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

Lebih terperinci

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA LAPORAN PRAKTIKUM REKLAMASI PANTAI (LAPANG) REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum (responsi) mata kuliah Reklamasi Pantai Disusun Oleh :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gumuk Pasir (sand dunes) merupakan bentukan alam berupa gundukangundukan pasir menyerupai bukit akibat pergerakan angin (eolean). Istilah gumuk berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Nias merupakian salah satu dari 17 kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang mengelilinginya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI Pengenalan Tsunami APAKAH TSUNAMI ITU? Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan oleh gempabumi yang terjadi di dasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut FINAL KNKT-08-11-05-03 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Laporan Investigasi Kecelakaan Laut Terbaliknya Perahu Motor Koli-Koli Perairan Teluk Kupang NTT 09 Nopember 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kondisi Pariwisata Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan wisata Internasional. Kondisi geografis serta iklim yang unik dan menarik yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-62-97522--5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai BATIMETRI. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai BATIMETRI. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai BATIMETRI Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 Modul 2. Batimetri TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

Pengawasan dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian: Studi Kasus Situs Bawah Air Perairan Karang Heluputan Kepulauan Riau

Pengawasan dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian: Studi Kasus Situs Bawah Air Perairan Karang Heluputan Kepulauan Riau Pengawasan dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian: Studi Kasus Situs Bawah Air Perairan Karang Heluputan Kepulauan Riau Oleh : Rakhmad Bakti Santosa, SS A. Pendahuluan Negara kepulauan Indonesia sudah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati: Daya tarik wisata alam Ujung Genteng memang membuat banyak orang penasaran karena keragaman objek wisatanya yang bisa kita nikmati dalam sekali perjalanan, mulai dari pantai berpasir putih, melihat penyu

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci