TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA"

Transkripsi

1 TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA OLEH: 1. Ir. Nurwati Hadjib, MS 2. Abdurachman, ST 3. Ir. Efrida Basri, MSc 4. Drs. D. Martono PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, 2014

2 TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA Mengetahui Ketua Kelti, Ketua Tim Pelaksana Ir. Efrida Basri, MSc NIP.... Ir. Nurwati Hadjib, MS NIP Menyetujui Koordinator, Mengesahkan Kepala Pusat, Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si NIP Dr. Ir. Rufi ie, MSc. NIP i

3 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v ABSTRAK... 1 BAB I. PENDAHULUAN... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7 BAB III. METODOLOGI BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Penggunaan glulam lengkung pada struktur bangunan besar iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pembentukan pola lengkung pada kayu solid Gambar 2. Glulam lengkung glulam sejenis dan campuran Gambar 3. Histogram rata-rata kerapatan glulam yang dibuat Gambar 4. Histogram nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang diteliti Gambar 5. Histogram nilai rata-rata springback glulam yang diteliti iv

6 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 ANOVA Lampiran 2. Foto-foto Foto 1. Tegakan ketapang di Ujung Genteng Foto 2. Dolok jabon siap digergaji Foto 3. Papan kayu mahoni Foto 4. Proses pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan tungku Foto 5. Pengeringan papan setelah diawetkan Foto 6. Pengepresan glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan) Foto 7. Glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan) Foto 8. Pengukuran nilai E dengan Panter Foto 9. Pengujian kekuatan lentur statis skala besar Foto 10. Glulam lengkung untuk kusen pintu Foto 11. Glulam lengkung untuk kuda-kuda v

7 ABSTRAK Kayu mahoni dan jabon saat ini telah banyak dikembangkan dan hanya dimanfaatkan sebagai bahan furnitur dan konstruksi yang tidak memikul beban struktur berat, demikian pula kayu ketapang yang belum dimanfaatkan secara luas. Melalui teknologi kayu laminasi ketiga jenis kayu tersebut dibuat balok laminasi yang dapat digunakan sebagai bahan struktur rangka atap berupa balok lurus maupun lengkung. Efisensi pembuatan balok dari ketiga jenis kayu tersebut dengan melihat kekuatannya yang diuji dengan menggunakan mesin UTM. Hasil penelitian menunjukkan Glulam mahoni-ketapang mempunyai nilai MOE yang tidak berbeda nyata dengan mahoni-mahoni, sehingga posisi mahoni pada lapisan bagian dalam dapat digantikan oleh ketapang, sehingga memungkinkan untuk menurunkan harga glulamnya. Nilai springback glulam berkisar antara 2,979-14,468% dengan rata-rata 10,343%. Glulam jabon yang diawetkan mempunyai nilai rata-rata springback yang terendah. Kata kunci : Peningkatan teknologi pemanfaatan, glulam, sifat fisis, mekanis, kayu struktural 1

8 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kayu untuk industri dan bangunan sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam. Akan tetapi karena kecepatan pemanenan yang tidak seimbang dengan kecepatan penanaman, maka tekanan terhadap hutan alam semakin besar dan kayu-kayu yang berasal dari hutan alam semakin menurun ketersediaannya, baik dari segi mutu maupun volumenya. Kebutuhan kayu di Indonesia baik untuk perumahan atau penggunaan lainnya terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Dewasa ini telah makin terasa kekurangan berbagai jenis kayu untuk bahan baku berbagai industri perkayuan seperti industri kerajinan, sampai pada industri berskala besar. Oleh sebab itu, kayu dari hutan tanaman diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kayu untuk berbagai keperluan tersebut. Mulai Pelita IV Departemen Kehutanan membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) yang pada tahun 2015 diharapkan pembangunannya mencapai 6,2 juta hektar dan akan menghasilkan kayu bulat sebesar 90 juta meter kubik setiap tahun. Perubahan pasokan dari hutan alam ke hutan tanaman, dari kayu berdiameter besar ke kayu berdiameter kecil, dan dari kayu yang sudah lazim digunakan ke kayu yang kurang dikenal, memaksa industri untuk memperhatikan sifat-sifat kayu yang akan digunakan guna meningkatkan teknik pengolahan agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Rendahnya karakteristik sifat fisik dan mekanik pada kayu yang diperoleh dari hutan tanaman akan menjadi masalah serius dalam pengolahan dan penggunaan produk bagi industri kayu. Di samping masalah penurunan sifat fisik dan mekanik, kayu dari hutan tanaman umumnya memiliki sifat keawetan dan stabilitas dimensi yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu sejenis dari hutan alam (Martawijaya, 1990). 2

9 Karakteristik ini merupakan masalah serius dalam penggunaan kayu baik untuk bangunan atau untuk keperluan lainnya. Penyempurnaan karakteristik inferior pada kayu dari hutan tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pembuatan balok komposit meliputi glulam, kayu lapis, cross laminated timber/clt dan balok girder) atau membuat produk kayu buatan (reconstituted wood). Perlakuan ini mampu memodifikasi kayu, yang diikuti dengan perbaikan karakteristik sifat fisik, mekanik dan efisiensi pemanfaatan kayu. Mengingat masih terbatasnya ketersediaan data dan informasi mengenai pemanfaatan serta peningkatan kualitas jenis kayu hutan tanaman untuk produk kayu pertukangan terutama produk kayu rekatan untuk bahan bangunan, maka penelitian tentang peningkatan pemanfaatan jenis kayu hutan tanaman berupa produk kayu komposit untuk pertukangan dan bangunan perlu dilakukan. Kegiatan penelitian tahun 2014 ini adalah pembuatan glulam berstruktur lengkung menggunakan jenis kayu dari hutan tanaman dan hutan rakyat. B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Mendapatkan teknologi pembuatan produk kayu lamina berupa balok dari mahoni dan jabon yang dapat digunakan untuk kayu pertukangan khususnya komponen bangunan berupa kuda-kuda lengkung. 2. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya data dan informasi sifat fisis, mekanis, produk kayu lamina mahoni, ketapang dan jabon untuk komponen kayu bangunan. 3

10 C. Luaran 1) Laporan Hasil Penelitian yang berisi informasi ilmiah teknologi pembuatan glulam jenis mahoni dan jabon untuk komponen bangunan. 2) Draft karya tulis ilmiah. 3) Produk model kuda-kuda dan kusen berbentuk lengkung. D. Hasil Yang Telah Dicapai. 1. Hasil penelitian tahun 2011 adalah sebagai berikut : a. Nilai rata-rata modulus elastisitas (MOE) glulam berukuran 6/12 yang dibuat dari gmelina, karet dan jabon berkisar antara kg/cm 2 dengan rata-rata kg/cm 2. MOE terendah.pada glulam jabon, karet dan gmelina ukuran 5/6, dan kombinasi gmelina-jabon dan karet-jabon ukuran 5/6. Nilai MOE glulam yang diteliti setara dengan hasil penelitian Ma et al (2008) yang membuat glulam struktural dari kayu dengan kerapatan rendah (Chinese fir). MOE glulam yang didapat berkisar antara kg/cm 2. Nilai rata-rata MOR tertinggi terdapat pada glulam campuran karet dan jabon ukuran 5/10. Merujuk kepada nilai MOR dan MOE pada JAS 234:2003, maka semua jenis glulam yang dibuat memenuhi standar untuk kayu struktural kecuali jenis glulam Jabon (ukuran 5/6), gmelina-jabon dan karet-jabon (ukuran 5/6). Nilai S/W glulam yang diteliti berkisar antara 330 (Gmelina 5/6) sampai 971 (Glulam karet ukuran 5/6). b. Berdasarkan nilai rata-rata keteguhan rekat antara lapisan kayu penyusun glulam, maka hanya glulam karet dan gmelina yang memenuhi standar Jepang (JAS, 2003) c. MOE balok-i yang dibuat berkisar antara 99, ,471 kg/cm 2 dan MOR rata-ratanya berkisar antara kg/cm 2. Nilai 4

11 S/W berkisar antara Nilai ini sesuai standar Jepang untuk kayu struktural. d. Bahan baku dolok kayu untuk pembuatan produk broti lamina yang berasal dari hutan tanaman Industri (HTI) menghasilkan papan broti yang lebih baik dibanding broti dari kayu tanaman rakyat, karena banyaknya cacat kayu. 2. Hasil penelitian tahun 2012 a. Pembuatan glulam dari jati (J), mangium (A) dan trembesi (T) yang diawetkan dan tidak diawetkan menunjukkan bahwa berat glulam yang dibuat tergolong sedang, kerapatan glulam berkisar antara 0,557-0,821 gram/cm 3 dengan rata-rata 0,658 gram/cm 3. Nilai ratarata kadar air glulam berkisar antara 13-16,8% dengan rata-rata 14,6% b. Nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang diuji berkisar antara kg/cm 2 dengan rata-rata kg/cm 2 sedangkan keteguhan patahnya (MOR) berkisar antara kg/cm 2 dengan rata-rata 494 kg/cm 2. Secara umum glulam yang dibuat memenuhi standard mutu glulam struktural (Anonim, 2007) dan dapat digunakan untuk kayu konstruksi dan tergolong mutu E65-F225 sampai E95- F270. c. Nilai rata-rata keteguhan geser blok glulam yang diteliti berkisar antara 22,0-64,2 kg/cm 2 dengan rata-rata 38,4 kg/cm 2. Semua glulam baik yang dibuat sejenis maupun dari campuran jenis jati, mangium dan termbesi memenuhi standard JAS (2007). d. Nilai MOE balok I berdiri lebih tinggi dibandingkan posisi tidur. Dibandingkan MOE glulam, maka MOE balok I umumnya lebih tinggi. e. Pengawetan kayu jati, trembesi dan mangium tidak mempengaruhi sifat balok glulam yang dibuat. f. Berdasarkan kelas kuat dan rasio S/W glulam, semua glulam yang dibuat dapat dimanfaatkan untuk konstruksi kecuali glulam jati- 5

12 trembesi (diawet/jt maupun tidak/jtd) dan trembesi-trembesi tidak diawet (TTD). Ke tiga jenis glulam tersebut dapat dimanfaatkan untuk konstruksi yang tidak mensyaratkan kekuatan. 3. Hasil penelitian tahun 2013 Pembuatan glulam dari mahoni, jabon serta campuran mahoni dan jabon untuk kuda-kuda sederhana dengan hasil-hasil sebagai berikut : a. Glulam yang dibuat dari mahoni serta campuran mahoni dan jabon tidak berbeda nyata dan memenuhi standar untuk bahan kayu bangunan. b. Kekakuan lentur (MOE) balok laminasi mahoni-jabon hampir menyamai glulam mahoni-mahoni. c. Kekuatan lentur maksimum (MOR) tertinggi dicapai oleh glulam mahoni-jabon (MJ) sebesar 617,20 kg/cm 2. d. Lenturan maksimum pada struktur kuda-kuda yang dibuat terjadi di tengah bentang pada glulam mahoni-jabon (MJ) sebesar 0,68 cm pada beban 867 kg, dan nilai ini memenuhi persyaratan lenturan maksimum menurut peraturan konstruksi kayu Indonesia. 6

13 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggunaan kayu untuk bahan konstruksi Beberapa alasan sederhana mengapa kayu masih digunakan untuk bahan konstruksi selama ribuan tahun, yaitu belum adanya bahan pengganti yang mempunyai karakteristik seperti kayu. Dilaporkan kayu mempunyai kelebihan dibandingkan bahan substitutnya antara lain sifat peredam, pengerjaannya tidak memerlukan keahlian khusus dan bersifat dekoratif. Kayu digunakan sebagai bahan struktural dalam berbagai variasi, konstruksi ringan yang digunakan untuk rumah tinggal sederhana dan bertingkat, sedangkan ukuran besar digunakan untuk bangunan industri, olah raga dan pertokoan/pasar (Firmanti, 2004). Pemakaian kayu untuk bahan konstruksi sampai saat ini masih terbatas pada kayu olahan (gergajian/glondongan) yang berukuran kecil, maksimum sebatas ukuran (penampang dan panjang) pohonnya, terlebih lagi pohon yang berasal dari hutan tanaman. Kayu dari hutan tanaman selain berdiameter kecil pada umumnya mempunyai sifat inferior, sehingga untuk bentang yang dihasilkan juga terbatas pada bangunan ringan dengan bentang kecil. Pengolahan kayu menjadi kayu majemuk yang berdimensi lebih besar akan menjawab persoalan di atas. Penggunaan kayu solid di masa mendatang semakin menurun, hal ini disebabkan karena ukuran pohon yang semakin kecil, sehingga untuk kayu pertukangan yang memerlukan dimensi (ukuran besar), semakin sulit. Dengan pembuatan produk kayu komposit, maka pemanfaatan kayu dengan mutu dan ukuran yang lebih besar dapat dicapai (Siddiq, 1989). Di dalam perkembangan perencanaan struktur, perencana mempunyai inovasi dan daya kreatif tinggi. Perencana struktur cenderung mencari kemungkinan perencanaan yang sesuai dengan kegunaan dan memenuhi syarat kekuatan serta ekonomis. Jenis material, bentuk dan metoda struktur 7

14 merupakan hal yang perlu mendapat pertimbangan didalam suatu perencanaan. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa sebuah balok kayu utuh, sebagai material alamiah mungkin belum merupakan produk yang efisien untuk komponen struktural. 2. Kualitas kayu Pemanfaatan kayu tanaman untuk tujuan industri kayu pertukangan harus memenuhi persyaratan kualitas sesuai peruntukannya. Meskipun konsep kualitas kayu mungkin sukar untuk diterangkan secara tepat, namun beberapa faktor mempengaruhi kecocokan kayu untuk berbagai tujuan. Beberapa variabel yang mempengaruhi kecocokan kayu untuk tujuan tertentu adalah kerapatan dan variasi kerapatan, lingkaran tumbuh (lebar, variasi dan jumlahnya), serat (panjang dan kelurusannya), mata kayu (ukuran, tipe dan sebarannya), proporsi kayu teras, persen pembuluh, kayu juvenil serta kayu reaksi (Haygreen dan Bowyer, 1982). Secara lebih rinci, Tang (2005) mengemukakan variabel-variabel kriteria mutu kayu untuk penggunaan tertentu, yaitu tidak ada atau sangat sedikit mata kayu besar, BJ/kerapatan sedang atau lebih tinggi dengan minimum 50% kayu akhir (latewood) dalam lingkaran tumbuh, lapisan dinding sekunder S2 lebih tebal dengan sudut mikrofibril kecil, tidak ada kayu reaksi, tidak ada atau sangat sedikit porsi kayu juvenilnya, tidak ada shakes dan compression failures, tidak ada kantung damar (pitch-pocket) tidak terdapat serat terangkat (no fusiform-rust cankers), serta bebas cacat pengeringan. 3. Produk kayu majemuk Pemanfaatan kayu secara efisien dapat dicapai dengan memanfaatkan kayu semaksimal mungkin. Rendemen kayu gergajian adalah 50% dapat ditingkatkan menjadi 50-60% (Anonim, 2006), bila limbah penggergajian dimanfaatkan untuk pembuatan produk lainnya 8

15 seperti papan partikel, papan semen, dan papan sambung untuk keperluan konstruksi ringan. Produk kayu lamina merupakan salah satu pilihan yang tepat. Glulam (Glued Laminated timber) adalah susunan beberapa lapis kayu direkatkan satu sama lain secara sempurna menjadi satu kesatuan tanpa terjadi diskontinuitas perpindahan tempat (Anonim, 2010). Arah serat seluruh lapisan paralel terhadap panjang balok. Sesuai kegunaan dan fungsinya, glulam terbagi menjadi glulam struktural dan non struktural, glulam horizontal dan vertikal serta glulam lurus dan glulam lengkung. Dua prinsip desain laminasi adalah memaksimalkan dimensi dengan meminimalkan material. Apabila prinsip tersebut dapat dilakukan secara simultan, maka tujuan penggunaan laminasi dapat dicapai secara maksimal, sehingga laminasi merupakan desain ekonomis dengan tetap memenuhi prinsip struktural (Bodig dan Jayne 1982). 4. Glulam struktur lengkung Glulam struktur lengkung adalah glulam yang berbentuk lengkung ke arah memanjang terbuat dari kayu yang relatif mudah dilengkungkan dengan cara kempa dingin atau kempa panas dan digunakan sebagai komponen struktur bangunan dengan bentang lebih dari 6 m. Glulam lengkung biasanya digunakan sebagai struktur bagian atas bangunan gudang, hanggar, aula, gedung pertunjukan yang berbentang besar dan mengandung unsur arsitektur tinggi. Pada industri kecil, kayu berbentuk lengkung untuk komponen mebel dan komponen bukan struktur pada bangunan seperti kusen pintu dan jendela biasanya dibuat dengan cara menggergaji balok atau papan solid sesuai pola yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan pemborosan bahan baku kayu, karena banyak kayu yang terbuang seperti pada Gambar 1. Untuk penggunaan pada struktur yang memikul beban berat, kayu lengkung harus dibuat dalam bentuk glulam yang terdiri dari papan berukuran tebal 5 sampai 20 mm kemudian direkat dengan perekat tipe 9

16 eksterior. Proses pelengkungan dapat dilakukan sebelum perekatan atau secara bersamaan dengan proses perekatan. Kayu solid berbentuk lengkung Bagian kayu yang terbuang Garis pola lengkung Sumber : Abdurachman, 2010 Gambar 1. Pembentukan pola lengkung pada kayu solid Proses pembuatan glulam lengkung tidak berbeda dengan pembuatan glulam lurus, namun peralatan yang diperlukan jauh lebih kompleks dan mahal. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan Australia pembuatan glulam berbentuk lengkung telah menggunakan peralatan dengan teknologi tinggi, sehingga kecepatan produksinya dapat mengimbangi kebutuhan glulam tersebut. Untuk mempermudah pelengkungan kayu diperlukan cara dan metode yang tepat atau dengan perlakuan tertentu seperti perendaman dengan air dingin dalam waktu yang lama, perendaman dengan air panas, pengukusan dan lain-lain, karena tidak semua jenis kayu dapat dilengkungkan dengan mudah. Penggunaan glulam struktur lengkung sesuai degan fungsi dan besarnya bentang sebagai struktur utama bangunan dapat berbentuk glulam lengkung Tudor, ghotic dan lingkar bulat. Glulam tersebut berfungsi sebagai komponen struktur yang mendukung beban kombinasi aksial dan momen, banyak digunakan pada bangunan gedung seperti dijelaskan pada Tabel berikut : 10

17 Tabel 1. Penggunaan glulam lengkung pada struktur bangunan besar No Fungsi bangunan gedung Ruang sidang, serbaguna, auditorium Ruang pameran R. olah raga, gimnasium R. ibadah, misalnya dome R. Test hall, Lab. Konstruksi R. Worshop, bengkel kerja R. Hanggar R. Planetorium Restoran Poliklinik R. kelas, R. Kuliah Rumah dan Perumahan 11 Tipe glulam yang dipakai *) B, G, P, T B, G, P, T B,-, P, T B,-, P, T B, -, P, T, - B,-, P, T B,-, P B,-,-,- B, G, -,T Lu, T Lu, T Lu, T Aspek yang lebih diperhatikan Arsitektur Arsitektur dan Utilitas Sumber : Siddiq, 1989 Keterangan : *) B = Lengkung bundar, G = Lengkung Gothic, P = Lengkung Parabola, T = Lengkung Tudor, Lu = Lurus 5. Keterangan singkat bahan kayu untuk penelitian a. Mahoni (Swietenia macrophylla King) Mahoni termasuk salah satu jenis dari famili Meliaceae yang sudah banyak ditanam di Indonesia. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m, diameter sampai 125 cm, bentuk silindris, tidak berbanir, tajuk agak lebat, jenis bayangan, gugur daun, tetapi tidak lama. Disebutkan bahwa mahoni pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1872 melalui India, berasal dario Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Paramaribo). Di Indonesia daerah persebarannya di seluruh Jawa sampai ketinggian 1000 m dpl. Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan secara generatif (biji) dan vegetatif (stump atau stek). Riap diameter rata-rata mahoni dilaporkan sebesar 0,99 cm/th. Faktor yang mempengaruhi laju

18 pertumbuhan diameter rata-rata pada posisi dan bentuk tajuk pohon adalah diameter awal. Kayu teras mahoni berwarna coklat muda kemerah-merahan atau kekuning-kuningan sampai coklat tua kemerah-merahan, lambat laun menjadi lebih tua. Tekstur kayu agak halus, arah serat berpadu, kadangkadang bergelombang, permukaan kayu agak licin dan mengkilap. Kerapatankayu mahoni berkisar 0,53-0,67 gram/cm3 dengan rata-rata 0,61 gram/cm 3, mudah dikerjakan, mudah dikeringkan dengan hasil baik, tergolong kelas kuat II-III dan secara umum tergolong kelas awet III. Kayu ini sukar untuk diawetkan. b. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Menurut Martawijaya et al. (2005), jabon termasuk jenis kayu cepat tumbuh dari famili Rubiaceae. Persebaran tanaman jabon meliputi seluruh Sumatrea, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Irian. Pohon jabon dapat mencapai ketinggian 45 m, panjang batang bebas cabang 30m, dengan diameter sampai 160cm. Batang lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar. Kulit luar berwarna kelabu- coklat sampai coklat. Kayu teras jabon secara umum berwarna putih semu kuning muda, lambat laun menjadi semu gading. Kayu gubal tidak dapat dibedakan dari kayu terasnya. Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar, arah serat lurus kadang-kadang agak berpadu.permukaan kayu licin-agak licin dan mengkilap-agak mengkilap. Kayu jabon tergolong kayu ringan (Kerapatan antara 0,29 0,56 gram/cm 3 ), kelas kuat III-IV, kelas awet V dan agak mudah diawetkan. c. Ketapang (Terminalia catappa L.) Ketapang (Terminalia catappa L.) tergolong kedalam famili Combretaceae, merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara, tersebar hampir 12

19 di seluruh daerah di Asia Tenggara termasuk di Indonesia kecuali Sumatra dan Kalimantan. Tumbuhan ini juga biasa ditanam di Australia, India, Madagaskar hingga Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Heyne, 1987). Habitat yang disukai oleh pohon ketapang adalah daerah dataran rendah termasuk daerah pantai hingga ketinggian 500 meter dpl. Pohon ini menggugurkan daunnya hingga dua kali dalam setahun sehingga tanaman ini mampu bertahan menghadapi bulan-bulan yang kering. Menurut Valkenburg et al. (1991), kayu terasnya berwarna merah bata pucat hingga kecoklat-coklatan, ringan sampai sedang, berat jenisnya berkisar antara 0,465-0,675, cukup keras dan ulet namun tidak begitu awet. Dalam perdagangan kayu ini dikenal sebagai red-brown terminalia, dan digunakan sebagai penutup lantai atau venir. Di Indonesia kayu ini digunakan dalam pembuatan perahu dan untuk komponen rumah. 13

20 A. Lokasi penelitian BAB III. METODOLOGI Pengumpulan kayu mahoni, jabon dan ketapang dilakukan di daerah Jawa Barat dan Banten. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan di Bandung. Pertemuan ilmiah dilakukan di Medan, Sumatra Utara. B. Bahan dan Alat 1. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu gergajian mahoni (Swietenia macrophylla King), jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dan ketapang (Terminalia catappa L.). 2. Bahan kimia yang diperlukan antara lain perekat isocyanat (Water Based Isocyanate Polymer, WBIP) dengan hardenernya serta bahan pengawet CCB (Copper Chrome Boron). Bahan gelas yang diperlukan antara lain gelas piala dengan pengaduknya, desikator dan sebagainya. Bahan penunjang yang diperlukan ampelas rol, bilah gergaji pita, masker, dan meteran. 3. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gegaji belah, gergaji potong, mesin serut, moulder, mesin pembuat sambungan jari, alat pres, tangki pengawet, tungku pengeringan, timbangan, oven, deflektometer, kaliper, alat ukur panjang dan alat uji mekanis (universal testing machine=utm) B. Prosedur Kerja Prosedur kerja penelitian diawali dengan pengumpulan bahan kayu, penggergajian dan pembuatan balok lamina, pelengkungan serta pembuatan produk. 1. Pengumpulan bahan 14

21 Kegiatan penelitian ini diawali dengan pengumpulan bahan kayu. Jenis kayu dan ukuran yang diperlukan diambil dari pasar dan tananam/hutan rakyat di daerah sekitar Jawa Barat dan Banten. 2. Penggergajian dan Pengerjaan Untuk memperoleh ukuran akhir tebal papan/sortimen 2 cm, diperlukan papan gergajian ukuran 2,3 cm. Sedangkan untuk lebar 6 cm, diperlukan papan gergajian ukuran 6,3 cm. Hal ini dilakukan karena faktor penyusutan dan penyerutan. Proses ini dilakukan untuk menyesuaikan ukuran kayu yang diambil dari pasar dengan ukuran yang dibutuhkan. 3. Pengeringan Pengeringan kayu bertujuan untuk mendapatkan kadar air yang dikehendaki dan seragam. Hal ini perlu dilakukan mengingat kayu gergajian dari pemasok umumnya masih dalam keadaan basah. Papan dikeringkan dalam dapur pengering kombinasi tenaga surya dan tungku limbah penggergajian. Kegiatan pengeringan dilakukan sampai kadar air kayu mencapai kadar air kering udara (14%), dengan cacat pengeringan sekecil mungkin, sesuai persyaratan perekatan kayu. 4. Pengawetan Papan kayu yang telah kering udara diawetkan dengan bahan pengawet CCB dengan menggunakan metode vakum tekan. Konsentrasi dan metode pengawetan mengacu pada standar pengawetan kayu SNI No (Anonim, 2006). 5. Pembuatan kayu lamina/glulam lengkung a. Kayu gergajian masing-masing jenis dengan ukuran ketebalan 1 dan 2 cm, yang telah dikeringkan dan diawetkan, dibuat produk kayu komposit untuk bahan bangunan. Glulam lengkung dibuat dari papan 15

22 yang tidak dan sudah diawetkan dengan bahan pengawet CKB, direkat dengan perekat isosianat dengan pengaturan lapisan berdasarkan nilai kekakuannya. Produk yang akan dibuat berupa balok lamina 6 lapis campuran jenis kayu mahoni-jabon (MJ), mahoni-ketapang (MK) serta tidak campuran (sejenis) mahoni-mahoni (MM), jabon-jabon (JJ) dan ketapang-ketapang (KK) dengan penempatan 2 lapisan mahoni pada bagian terluar atas dan bawah, sedangkan jabon dan ketapang 2 lapisan pada bagian dalam (Gambar 2). b. Sebelum direkat menjadi glulam, terlebih papan lamina diseleksi menurut kekakuannya (E). Kemudian disusun berdasarkan urutan nilai kekakuan pada masing-masing jenis kayu. Di samping itu penyusunan lamina juga didasarkan atas mutu bilah sambung yaitu bercacat dan bebas cacat. c. Setelah papan lamina tersusun, dilaburi perekat PRF dengan berat labur 200 g/m 2, kemudian direkat dan dikempa secara bersamaan pada mesin kempa dingin selama 24 jam di atas alat Curved-Press ( Gambar 2) pada tekanan yang tergantung pada jenis dan jumlah lapis glulam yang akan dibuat. Balok lamina lengkung yang dibuat terdiri dari 3 lapis bilah sambung sehingga membentuk balok lengkung berpenampang 6 x 12 cm seperti Gambar 2. 16

23 a. Sebelum dilaburi perekat b. Proses pengempaan Radius lengkung Gambar 2. Glulam lengkung glulam sejenis dan campuran d. Glulam lengkung yang sudah dibuka dari mesin kempa dibiarkan (conditioning) di bawah naungan selama 1 minggu untuk pematangan perekat. Penampang glulam campuran 6. Pengujian Pengujian sifat kekuatan dan kekakuan lentur dilakukan dengan 2 tahap yaitu pengujian tidak merusak memakai mesin pemilah kayu Panter dan pengujian dengan cara merusak menggunakan mesin uji 17

24 UTM. Pengujian dengan mesin pemilah kayu (Panter) dilakukan pada posisi baring (flat wise). Pada uji tidak merusak dengan mesin pemilah Panter, parameter yang diamati adalah modulus elastisitas (MOE), sedangkan pengujian secara merusak berparameter MOE, MOR dan keteguhan tekan sejajar serat. Pengujian produk kayu lamina berupa balok berbentuk lengkung dilakukan setelah pengkondisian selama seminggu sejak selesai perekatan dan pengempaan. Pengujian kekuatan balok lengkung dilakukan berdasar loading test satu titik beban (center point loading) dengan cara memberikan beban statis di tengah bentang dan diukur defleksinya setiap minggu. Defleksi dan beban penyebabnya dicatat setiap 7 hari. Parameter yang diamati untuk glulam struktur lengkung adalah keteguhan lentur statis, keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan geser sejajar serat. Selain itu dilakukan pula pengujian sifat fisis seperti kerapatan, kembang susut dan keteguhan geser rekat dari tiap komponen penyusun kayu komposit tersebut. C. Analisis Data Data sifat fisis dan mekanis produk kayu yang dihasilkan ditabulasi dan dihitung rata-rata, simpangan baku dan efisiensinya serta dianalisis secara statistik. Nilai hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan standar mutu produk yang ada (JAS, MAFF, Notification No.1152). Efisiensi pembuatan produk kayu lamina merupakan perbandingan sifat produk kayu terhadap kayu solidnya. Rancangan percobaan yang akan dilakukan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dalam faktorial, dengan faktor sebagai berikut : A : Jenis produk, 3 tingkat (glulam lurus, lengkung dan solid) B : Jenis kayu, 3 tingkat (mahoni, jabon dan ketapang) Setiap perlakuan dilakukan ulangan 3 kali. 18

25 Model umum dari rancangan ini adalah Y ijk = μ ijk + A i + B j + AB ij + ᵋijkl Dimana : Y ijk : Respon yang diamati μ ijk : Nilai rata-rata perlakuan A i : Pengaruh perlakuan A ke-i (i=1,2,3) B j : Pengaruh perlakuan B ke-j (j=1,2,3) ᵋijkl : Galat Perbandingan nilai tengah dilakukan apabila sidik ragam pengaruh perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. 19

26 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Retensi Pengawetan kayu merupakan kegiatan penambahan bahan kimia tertentu untuk memberikan proteksi terhadap organisme perusak kayu Banyaknya bahan pengawet yang dapat diserap oleh suatu jenis kayu pada ukuran tertentu disebut renetsi yang ditentukan berdasarkan satuan berat bahan pengawet per volume kayu. Jenis kayu, sifat anatomi dan sifat fisis kayu serta metode pengawetan yang digunakan menentukan retensi bahan pengawet (Anonim, 2006). Retensi yang didapat dengan rumus : A = R x Vol / K (konsentrasi) A = banyaknya larutan yang masuk ke kayu. ; R = retensi yang dituju ; Vol kayu ; K = konsentrasi larutan bahan pengawet. Dalam kegiatan ini telah diawetkan sebanyak 200 lembar papan dari mahoni, jabon dan ketapang berukuran 300 x 8,5 x 2 cm. Diperlukan 612 liter CKB dengan konsentrasi 10%. Hasil retensi : 612 = R x 0,12 / 0,1 jadi R = 6,12 / 0,12 = 5,1 kg / m3.untuk semua papan contoh kayu laminasi. Berdasarkan Anonim (2006), nilai ini cukup untuk pengawetan bahan bangunan yang tidak terpapar kelembaban tinggi. 2. Sifat fisis Nilai rata-rata kerapatan histogram (Gambar 3). glulam yang dibuat dapat dilihat pada 20

27 Gambar 3. Histogram rata-rata kerapatan glulam yang dibuat Pada Gambar di atas terlihat bahwa jabon solid merupakan kayu dengan kerapatan terendah dibanding kayu lainnya, baik solid maupun glulam. Kayu mahoni solid merupakan kayu dengan kerapatan tertinggi. Kayu mahoni, jabon dan ketapang tergolong kayu yang kurang awet. Hasil pengawetan menggunakan CKB 10%, diharapkan umur pakainya meningkat. Kerapatan kayu yang diawetkan meningkat, walaupun secara statistik (Tabel lampiran), pengawetan tidak mempengaruhi sifat kayunya. Kenaikan ini kemungkinan karena penambahan bahan pengawet hanya masuk ke dalam lumen kayu, tidak mempengaruhi struktur bahan penyusun dinding sel, sehingga tidak mempengaruhi sifat kayu tersebut. Hasil perbandingan nilai tengah perlakuan juga menunjukkan bahwa pembuatan glulam campuran tidak mempengaruhi kerapatan glulam sejenis, sehingga dapat disarankan penggantian kayu mahoni dengan dengan jenis lain yang mempunyai kerapatan lebih rendah pada bagian tengahnya glulam. 21

28 3. Sifat mekanis Nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang diteliti disajikan pada Gambar 4 Gambar 4. Histogram nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang diteliti Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MOE (non destructive test) kayu pada posisi berdiri lebih tinggi dibandingkan pada posisi tidur. Perlakuan pengawetan menurunkan nilai MOE, walaupun secara statistik penurunan tersebut tidak nyata. Hal ini disebabkan karena bahan pengawet hanya mengisi rongga sel, sehingga tidak mempengaruhi kekuatan kayu. Glulam mahoni-ketapang mempunyai nilai MOE yang tidak berbeda nyata dengan mahoni-mahoni, sehingga posisi mahoni pada lapisan bagian dalam dapat digantikan oleh ketapang, sehingga memungkinkan untuk menurunkan harga glulamnya. 22

29 4. Springback Nilai rata-rata Springback glulam yang dilengkungkan disajikan pada Gambar 5 di bawah ini. Gambar 5. Histogram nilai rata-rata springback glulam yang diteliti Nilai springback glulam berkisar antara 2,979-14,468% dengan rata-rata 10,343%. Glulam jabon yang diawetkan ternyata mempunyai nilai rata-rata springback yang terendah, hal ini karena disamping jabon mempunyai kerapatan terendah, dengan dinding sel yang lebih tipis, pemasukan bahan pengawet pada rongga antar sel dan isi sel kayu jabon, terjadi fixasi, yang meningkatkan stabilisasi kayu. Keadaan ini didukung dengan sidik ragam pengaruh jenis kayu penyusun glulam dan perlakuan pengawetan, yang menunjukkan bahwa jenis kayu menunjukkan perbedaan yang nyata, dan berdasarkan perbandingan nilai tengah hanya hanya glulam jabon yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. 23

30 1. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN a. Retensi bahan pengawet CKB pada kayu pelapis glulam 5,1%. Hasil pengawetan tidak mempengaruhi sifat kayu. b. Hasil perbandingan nilai tengah perlakuan juga menunjukkan bahwa pembuatan glulam campuran tidak mempengaruhi kerapatan glulam sejenis. c. Glulam mahoni-ketapang mempunyai nilai MOE yang tidak berbeda nyata dengan mahoni-mahoni, sehingga posisi mahoni pada lapisan bagian dalam dapat digantikan oleh ketapang, sehingga memungkinkan untuk menurunkan harga glulamnya. d. Nilai springback glulam berkisar antara 2,979-14,468% dengan ratarata 10,343%. Glulam jabon yang diawetkan ternyata mempunyai nilai rata-rata springback yang terendah. 2. Saran a. Kayu jabon dan ketapang dapat digunakan sebagai pencampur pembuatan glulam dari mahoni untuk kayu struktural. b. Untuk pelengkungan glulam dengan radius 2,70 m, penggunaan kayu jabon lebih diutamakan karena mempunyai nilai springback yang lebih rendah dibandingkan ketapang maupun mahoni. 24

31 DAFTAR PUSTAKA Anonim, SNI Spesifikasi kuda-kuda kayu balok paku tipe 15/6. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta SNI No Pengujian ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Indonesia ISO/FDIS Timber structures-glued laminated timber- Component performance and production requirements. International Organization for Standardization. Geneva ISO/FDIS 8375 Timber structures- Glued laminated timber- Determination of physical and mechanical properties. International Organization for Standardization. Geneva Wood Handbook. Wood as An Engineering Material. Madison : Forest Products Laboratory. Japanese Agricultural Standard, Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber.Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries/MAFF, Notification No Ma, L. Y. Zhang, Yu, Y.M., Qian, J., Fu. S.Y, Jin, YM, A Study on the MOE of Chinese Fir Structural Glulam Lumber. Proceedings International Symposium on Wood Science and Technology. IAWPS Harbin, PR China. September 27-29, p Martawijaya, A Sifat dasar beberapa jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman dan hutan alam. Proceedings Diskusi Hutan Tanaman Industri. Badan Litbang Kehutanan. Dephut. Jakarta ( ) Siddiq, Penggunaan Glulam Untuk Komponen Struktur Bangunan Gedung dan Perumahan. Paper disajikan pada Seminar Glued Laminated Timber. Departemen Kehutanan. Jakarta 15 Juni Supriadi, A. dan O.Rachman Penerapan program simulasi komputer pada penggergajian empat jenis kayu hutan tanaman industri. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. 16 (1) 1998: Valkenburg, J.L.C.H. & Waluyo, Terminalia catappa L. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. 25

32 Lampiran 1 ANOVA LAMPIRAN Nested ANOVA: Kerapatan versus Jenis; Awet; Lengkung Two-way ANOVA: Kerapatan versus Jenis; Awet Source DF SS MS F P Jenis 3 0, , ,82 0,002 Awet 1 0, , ,62 0,211 Interaction 3 0, , ,66 0,584 Error 40 0, , Total 47 0, S = 0,04519 R-Sq = 34,48% R-Sq(adj) = 23,02% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Jenis Mean KK 0, ( * ) MJ 0, ( * ) MK 0, ( * ) MM 0, ( * ) ,450 0,480 0,510 0,540 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Awet Mean , ( * ) 2 0, ( * ) ,480 0,495 0,510 0,525 Two-way ANOVA: SB,% versus Jenis; Awet Source DF SS MS F P Jenis 4 118,838 29,7094 9,47 0,000 Awet 1 3,145 3,1454 1,00 0,329 Interaction 4 55,084 13,7711 4,39 0,010 Error 20 62,773 3,1386 Total ,840 S = 1,772 R-Sq = 73,83% R-Sq(adj) = 62,05% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Jenis Mean JB 6,5248 (-----*-----) KK 11,7728 (-----*-----) MJ 10,7800 (-----*-----) MK 10,5793 (-----*-----) MM 12,0567 (-----*-----) ,0 7,5 10,0 12,5 26

33 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Awet Mean ,6665 ( * ) 2 10,0189 ( * ) ,10 9,80 10,50 11,20 27

34 Lampiran 2. Foto-foto Foto 1. Tegakan ketapang di Ujung Genteng Foto 2. Dolok jabon siap digergaji 28

35 Foto 3. Papan kayu mahoni Foto 4. Proses pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan tungku 29

36 Foto 5. Pengeringan papan setelah diawetkan Foto 6. Pengepresan glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan) 30

37 Foto 7. Glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan) Foto 8. Pengukuran nilai E dengan Panter 31

38 Foto 9. Pengujian kekuatan lentur statis skala besar Foto 10. Glulam lengkung untuk kusen pintu 32

39 Foto 11. Glulam lengkung untuk kuda-kuda 33

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU Abdurachman, Nurwati Hadjib dan Adi Santoso Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M. PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.Sc PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI Balai Litbang Perumahan Wilayah II Denpasar Puslitbang Perumahan & Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor 16610. Telp/fax : 0251 8633378/0251 86333413

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

Bambu lamina penggunaan umum

Bambu lamina penggunaan umum Standar Nasional Indonesia Bambu lamina penggunaan umum ICS 79.060.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan kayu yang digunakan sebagai bahan baku konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu gergajian sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

Nurwati Hadjib, Abdurachman & Efrida Basri

Nurwati Hadjib, Abdurachman & Efrida Basri Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No., Juni 015: ISSN: 016-439 Terakreditasi No.: 443/AU/PMI-LIPI/0 8/01 KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS GLULAM JATI, MANGIUM, DAN TREMBESI (Physical and Mechanical Characteristics

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium UPT BPP Biomaterial LIPI Cibinong dan Laboratorium Laboratorium Bahan, Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang PU, Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor dan UPT Biomaterial LIPI - Cibinong Science Centre. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA Nor Intang Setyo H. 1, Gathot H. Sudibyo dan Yanuar Haryanto 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

C11. SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR

C11. SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR C11 SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR Oleh : T.A. Prayitno 1), M. Navis Rofii 1) dan Upit Farida 2) 1) Staf Pengajar

Lebih terperinci

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES Jurnal Riset Industri Vol. V, No. 1, 2011, Hal. 13-20 PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES Djoko Purwanto Balai Riset dan Standardisasi

Lebih terperinci

Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Lamina Campuran Kayu Mangium dan Sengon (Physical and mechanical properties of the mangium-sengon glulam)

Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Lamina Campuran Kayu Mangium dan Sengon (Physical and mechanical properties of the mangium-sengon glulam) Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Lamina Campuran Kayu Mangium dan Sengon (Physical and mechanical properties of the mangium-sengon glulam) Oleh/By : Abdurachman 1) dan Nurwati Hadjib 1) 1) Pusat Litbang Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 7 12 PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON

KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson), MANII (Maesopsis eminii Willd.), DAN AKASIA (Acacia mangium Engl.) Oleh: RIMA JENTIKA PERMATA SARI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

Keywords: Laminated bamboo, wood layer, physical and mechanical properties.

Keywords: Laminated bamboo, wood layer, physical and mechanical properties. PENGARUH LAPISAN KAYU TERHADAP SIFAT BAMBU LAMINA Effect of Wood Layer on the Laminated Bamboo Board Properties Oleh/By: I. M. Sulastiningsih, Nurwati dan Adi Santoso ABSTRACT Bamboo as a fast growing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT BAMBU LAMINA YANG TERBUAT DARI TIGA JENIS BAMBU. (Some Properties of Laminated Bamboo Board made from Three Bamboo Species)

BEBERAPA SIFAT BAMBU LAMINA YANG TERBUAT DARI TIGA JENIS BAMBU. (Some Properties of Laminated Bamboo Board made from Three Bamboo Species) BEBERAPA SIFAT BAMBU LAMINA YANG TERBUAT DARI TIGA JENIS BAMBU (Some Properties of Laminated Bamboo Board made from Three Bamboo Species) Oleh/By: I.M. Sulastiningsih ABSTRACT This study investigated the

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU SENGON UNTUK RUMAH SEDERHANA

PEMANFAATAN KAYU SENGON UNTUK RUMAH SEDERHANA PEMANFAATAN KAYU SENGON UNTUK RUMAH SEDERHANA Oleh Barly 1) ABSTRAK Rumah sederhana, panggung tipe 45 menggunakan kayu sengon telah dibuat oleh Pusat Penelitian dan Penembangan Hasil Hutan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. ---- -~ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. pemanfaatannya sebagai bahan konstruksi sudah sangat lama, jauh sebelwn berkembangnya

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR ERHADAP SABILIAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSIAS SUMAERA UARA MEDAN 2008 DAFAR ISI Halaman Kata Pengantar.. i Daftar

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Jurnal aintis Volume 13 Nomor 1, April 2013, 83-87 ISSN: 1410-7783 Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Sri Hartati Dewi Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c) BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu dan bambu merupakan bahan bangunan yang digunakan sejak jaman dahulu sampai sekarang. Kayu berkualitas saat ini sulit didapatkan, kalaupun ada harganya sangat

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005 .;.. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPIIIEIEN HISIL HUliN Kampus IPB Darmaga PO BOX 168 Bogor 161 Alamat Kawat FAHUTAN Bogor Phone: (251) 621285, Fax: (251)

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Papan partikel dari campuran limbah rotan dan penyulingan PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Particle Board from Mixture of Rattan Waste and Gemor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK Ratna Prasetyowati Putri Alumni Dept. Teknologi Hasil Hutan, IPB ratnathh@gmail.com Fengky Satria Yoresta Divisi Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Page 1 of 13 1. Ruang lingkup Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.2-1999/ Revisi SNI 01-2704-1992 KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan,

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini memuat ketentuan mengenai jenis, ukuran, persyaratan modulus elastisitas dan keteguhan lentur mutlak

Lebih terperinci

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.3 Vol.3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon ERMA DESMALIANA Institut

Lebih terperinci