BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk mengekspresikan kepribadian pengarang melalui imajinasi pengarang sehingga menjadi media jembatan yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pengarang yang ditujukan untuk pembaca. Selain itu, karya sastra diciptakan pengarang untuk dimaknai oleh pembaca dan diciptakan secara kreatif oleh pengarangnya. Karya sastra dapat berupa prosa, lirik lagu/puisi, dan naskah drama. Penciptaan karya sastra merupakan refleksi pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang terjadi di sekitar lingkungannya. Sastra merekam penderitaan dan harapan suatu masyarakat sehingga sifat dan persoalan suatu zaman dapat dibaca dalam karya sastra (Sumardjo, 1979:15). Dengan demikian, karya sastra menjadi hubungan sistem kehidupan dengan realitas sejarah dan realitas sosial suatu masyarakat. Realitas sosial itu dituangkan pengarang ke dalam sebuah teks. Teks-teks itulah merupakan gambaran fenomena sosial yang akan dibaca dan dimaknai oleh pembaca. Karya sastra sebagai hasil refleksi manusia dapat menjadi media yang strategis untuk dijadikan alat kritik sistem patriarki. Unsur-unsur peristiwa diperoleh pengarang dari realitas masyarakat di sekitarnya. Berawal dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat khususnya pada kaum perempuan, memunculkan berbagai karya sastra, salah satunya berupa 1

2 2 novel etnografi. Novel sebagai salah satu genre sastra mampu berperan penting dalam memberikan pandangan kepada pembacanya untuk memaknai hidup secara lebih bermakna. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2012:969). Kata etnografi menurut KBBI adalah deskripsi tentang kebudayaan suku-suku bangsa; ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup tersebar di muka bumi. Etnografi ditinjau secara harfiah, berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun (Spradley, 2007:vii). Dari penjelasan arti etnografi di atas, inti etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin dipahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung dalam bahasa. Novel etnografi merupakan salah satu usaha pengarang untuk mengkritisi fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, misalnya kehidupan masyarakat yang hidup dalam budaya patriarki. Novel ini berusaha menyajikan kembali rekaman-rekaman realitas kehidupan. Novel etnografi dapat dikaji sebagai karya sastra karena novel tersebut berisi dunia gagasan pengarang (maintance fact). Novel etnografi ini telah sampai kepada pembaca kemudian pembaca berhak memaknai gagasan-gagasan yang dibuat pengarang dalam novel. Sebagai salah satu karya sastra, novel etnografi dalam kajian sastra feminis tidak membutuhkan penelitian lapangan karena kebenarannya terletak pada gagasan-gagasan pengarang. Salah satu novel

3 3 etnografi yang mengkritisi fenomena sosial adalah novel etnografi Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani, selanjutnya disebut SKSWSD yang mengangkat realitas sosial kehidupan perempuan suku Dani di pedalaman Papua. Banyak karya sastra yang sengaja ditulis untuk memperlihatkan ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan, terutama sikap laki-laki dan adat memperlakukan perempuan. Laki-laki dianggap sosok yang aktif, kuat, dan mendominasi, sedangkan perempuan dianggap sosok yang pasif, lemah, dan didominasi. Dominasi laki-laki tidak terlepas dengan budaya patriarki. Budaya patriarki berpengaruh besar terhadap kedudukan laki-laki dan perempuan. Patriarki menurut Bhasin (dalam Sugihastuti, 2002:94) merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, sistem kontrol terhadap perempuan, yaitu kedudukan perempuan dikuasai. Kemunculan ideologi patriarki sering dihubungkan dengan ketidakadilan gender. Patriarki merupakan sistem pengelompokan sosial yang sangat mementingkan garis keturunan bapak (KBBI, 2012:1031). Patriarkhisme menurut Nurhayati (2012:xvi) adalah sebuah ideologi yang memberikan kepada laki-laki legitimasi superioritas, menguasai, dan mendefinisikan struktur sosial, ekonomi, kebudayaan, dan politik dengan perspektif laki-laki. Dunia dibangun dengan cara berpikir dan dalam dunia lakilaki. Budaya patriarki yang dianut dan berkembang sebagian besar masyarakat dunia memberikan sumbangan dan memperkuat konsep superior-inferior bagi laki-laki dan perempuan. Budaya patriarki menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal dari segalanya. Budaya patriarki adalah budaya yang dibangun

4 4 atas dasar struktur dominasi dan subordinasi yang mengharuskan kedudukan lakilaki dan pandangan laki-laki menjadi suatu norma. Budaya ini bercirikan lakilaki, yang menganggap wajar bahwa laki-laki memiliki kekuasaan dan menentukan. Kedudukan kaum laki-laki dianggap atas, sedangkan perempuan dianggap bawah. Budaya patriarki yang tumbuh dan berkembang di masyarakat mengakibatkan ketidakadilan gender, menganggap laki-laki mempunyai kuasa penuh terhadap perempuan. Perempuan harus patuh terhadap laki-laki. Jika tidak, perempuan dianggap salah, bahkan melanggar adat yang berlaku. Ketidakadilan gender yang diterima perempuan dan budaya patriarki yang tumbuh di masyarakat menimbulkan sikap dan pemikiran perempuan-perempuan yang ingin membela dan mempertahankan haknya. Berawal dari pemikiran ingin membela dan mempertahankan hak perempuan, muncul berbagai cara untuk mengkritisi ketidakadilan gender. Karya sastra merupakan salah satu cara dan media untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Dewasa ini bermunculan pengarang yang menciptakan karyanya dengan tujuan memaparkan muatan ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan. Pengarang-pengarang perempuan mulai menyuarakan pandangannya terhadap budaya patriarki yang menindas perempuan. Beberapa pengarang perempuan yang menciptakan karya sastra berupa novel yang mengangkat ide feminis, adalah Ayu Utami dengan karyanya Saman (1998) dan Larung (2001), Oka Rusmini dengan karyanya Tarian Bumi (2000), Dewi Lestari dengan karyanya Supernova (2001), Fira Basuki dengan triloginya Jendela-Jendela (2001), Pintu (2002), dan Atap (2002), Jenar Mahesa Ayu dengan kumpulan cerpennya Nayla (2005) dan

5 5 kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) (2005), dan masih banyak lagi pengarang perempuan lainnya. Selain pengarang perempuan yang telah disebutkan di atas, sosok Dewi Linggasari juga ikut berperan dalam mengkritisi realitas sosial yang mengangkat ide feminis dengan salah satu karyanya yang berjudul Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Dewi Linggasari merupakan salah seorang novelis yang mengangkat ide-ide feminis dalam karya-karyanya. Dewi Linggasari lahir di Pekalongan, Jawa Tengah pada 22 Mei Dewi Linggasari adalah seorang sarjana antropologi UGM pada tahun Dewi pernah menjadi asisten peneliti saat kuliah pada tahun di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM. Bersama suaminya ia menetap di Agats, Papua dan dikarunia dua orang putri. Selama tinggal dan bekerja di Papua, membuat Dewi semakin produktif menghasilkan berbagai karya yang mengangkat kehidupan sosial masyarakat Papua. Beberapa buah karya diciptakan berlatar suku bangsa Papua. Ketika bergabung dengan komunitas cyber kemudian.com, Dewi semakin dikenal karya-karyanya. Buah karya yang telah ia hasilkan, antara lain Realitas di Balik Indahnya Ukiran (2002), Pemilu di Mata Orang Asmat (2004), Yang Perkasa Yang Tertindas (2004), Tinjauan Sosio Kultural Rumah Adat Asmat (2004) dan folklor pada Rumpun Bisman Asmat (2008). Selain menghasilkan karya tulis etnografi, Dewi Linggasari juga menghasilkan beberapa buah penanya berupa novel, antara lain, Istana Pasir (2001), Kapak (2005), Sali (2007), Asrama Putri (2007), Zaman Pelangi (2007), dan kumpulan puisi Menapak Jejak: 200 Kumpulan Puisi (2011).

6 6 Salah satu karya Dewi Linggasari yang menjadi objek pilihan penelitian ini ialah novel etnografi Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani (selanjutnya disebut SKSWSD. Novel ini diterbitkan oleh Kunci Ilmu pada tahun Kata sali yang tertera di judul novel adalah pakaian tradisional perempuan suku Dani yang ditinggalkan oleh pemiliknya yang bunuh diri karena sudah tidak kuat terhadap tekanan adat melalui perilaku suaminya. Dalam arti leksikal, sali berarti rumbairumbai (KBBI, 2012:1209). Penggunaan kata wanita lebih dipilih pengarang daripada kata perempuan dalam penulisan judul karena pemilihan kata wanita dianggap mampu merepresentasikan citra para tokoh perempuan yang menjadi korban dominasi laki-laki dan budaya patriarki dalam cerita. Makna kata perempuan sering disamakan dengan kata wanita. Asumsi ini melekat di masyarakat sehingga perempuan sering dianggap negatif. Kata perempuan berasal dibandingkan kata pu kemudian menjadi mpu yang berarti tuan, orang yang dihormati, ahli dalam suatu bidang, dan pemilik (Keraf, ). Kata wanita diasumsikan bersumber dari kosakata bahasa Sanskerta seperti yang terdapat dalam A Practical Sanskrit Dictionary, yaitu wanita yang berarti diinginkan (oleh kaum pria) (Macdonel, 1954:269). Hal ini menunjukkan bahwa kata perempuan lebih berkonotasi positif dari kata wanita. Kata perempuan juga mempertegas posisinya (kaum perempuan) setara dengan laki-laki. Penyebutan wanita dalam judul novel etnografi ini dianggap lebih merepresentasikan realitas kehidupan perempuan suku Dani yang hidupnya selalu dikuasai oleh laki-laki dan adat yang berlaku.

7 7 Dipilihnya karya pengarang perempuan karena pengarang perempuan dianggap lebih mampu mengekspresikan ide-ide feminis dalam karya sastra daripada pengarang laki-laki. Pengarang perempuan diasumsikan lebih peka terhadap penderitaan yang dirasakan perempuan terhadap ketidakadilan gender yang dialami perempuan daripada pengarang laki-laki. Seperti yang diungkapkan Santoso (2009:6) bahwa perempuan menulis memberikan sebuah cermin yang dapat digunakan sebagai bahan mengenali diri sendiri, sebagai introspeksi, sebagai bahan refleksi, dan sebagai bahan dasar dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasinya. Pengarang perempuan dapat memosisikan dirinya menjadi penulis sekaligus objek ketidakadilan gender karena berjenis kelamin sama dengan tokoh-tokoh perempuan yang diciptakan dalam karya sastra. Novel etnografi SKSWSD diasumsikan banyak menampilkan ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh-tokoh perempuan yang merupakan wujud dari perjuangan ketidakadilan gender. Novel ini mengangkat tema feminis, yaitu perjuangan kaum perempuan suku Dani untuk setara dengan kaum laki-laki baik dalam bidang domestik maupun publik yang direpresentasikan oleh para tokoh perempuan. Dipilihnya novel etnografi Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani sebagai objek kajian kritik sastra feminis karena para tokoh perempuan dalam novel ini diperlakukan tidak adil atau sebagai sosok inferior. Dipilihnya novel etnografi karena novel jenis ini masih sedikit diteliti untuk kajian feminis. Penciptaan novel etnografi ini merupakan suatu gerakan emansipasi dari pembebasan perbudakan dan perjuangan persamaan hak di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Citra perempuan suku Dani menarik untuk dianalisis karena menggambarkan realitas

8 8 kehidupan perempuan suku Dani yang dipandang sebagai makhluk deuxime sexe, yaitu pandangan yang menilai perempuan sebagai jenis kelamin kedua setelah jenis kelamin laki-laki, dalam bahasa Inggrisnya disebut the second sex. Kesan dominasi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan meliputi di berbagai aspek kehidupan suku Dani. Perempuan suku Dani memiliki beban ganda, yaitu mengurus domestik sekaligus mencari nafkah untuk keluarganya (publik). Perempuan Dani harus melayani suami, mengurus rumah tangga, merawat anak-anak, menyiapkan makanan, berkebun, hingga memberi makan babi-babi. Sebagai pelaku adat, perempuan Dani harus mengerjakan tugas-tugas tersebut karena sudah terbeli dengan mas kawin babi sebanyak dua puluh ekor, yang dapat diartikan bahwa perempuan suku Dani harus menuruti semua perintah suaminya. Perempuan suku Dani kehilangan kebebasannya untuk mandiri dan menentukan pilihan hidupnya. Perempuan Dani harus menaati semua aturan adat patriarki yang berlaku. Sejak kecil, perempuan Dani harus merasakan kerasnya sistem patriarki suku Dani. Para perempuan Dani kecil harus membantu ibu mereka bekerja di kebun dari pagi hingga senja. Beranjak dewasa, perempuan Dani harus patuh oleh adat yang mengharuskan mereka menikah dengan laki-laki yang bukan pilihannya. Setelah menikah, beban hidup perempuan Dani semakin bertambah dengan dominasi yang diberikan oleh suami mereka. Kekerasan domestik baik fisik maupun psikis sering mereka rasakan dan hal tersebut dilanggengkan oleh sistem patriarki dalam masyarakat suku Dani. Anak-anak pun menjadi tanggung jawab perempuan Dani (ibu) bukan laki-laki Dani (ayah).

9 9 Para laki-laki suku Dani tidak pernah membantu perempuan suku Dani yang dinikahinya untuk mengurusi pekerjaan rumah. Laki-laki suku Dani hanya memiliki pekerjaan berburu dan menghisap tembakau. Sebelum krisis moneter pada tahun 1998, pekerjaan laki-laki suku Dani adalah berperang untuk mendapatkan wilayah kekuasaan. Akan tetapi, pemerintah mulai masuk ke wilayah pedalaman suku di Papua untuk mengatur administrasi pemerintahan negara Republik Indonesia menyebabkan kegiatan perang yang selama ini dilakukan oleh laki-laki suku Dani beralih menjadi berburu. Kegiatan berburu pun hanya dilakukan ketika laki-laki suku Dani bosan di honai (rumah asli suku Papua) bukan karena ingin memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga seperti makan, memberi makan ternak, hingga berkebun dibebankan kepada para perempuan suku Dani. Dominasi laki-laki terhadap perempuan menyebabkan tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat dari budaya patriarki yang berkembang kuat dalam masyarakat. Bagi perempuan Dani yang sudah tidak sanggup lagi menahan beban hidup di tengah sistem patriarki suku Dani, mereka akan datang ke Fugima, daerah yang dialiri sungai yang sangat dalam. Perempuan tersebut memberati tubuhnya dengan batu, kemudian menceburkan diri ke dalam sungai dengan meninggalkan sali di tepi sungai. Dalam arti leksikal, sali (KBBI, 2012:1209) berarti rumbai-rumbai. Bagi perempuan suku Dani, sali digunakan untuk menutupi kemaluan mereka. Sali ini diikatkan di pinggang tubuh perempuan sehingga rumbai-rumbai (sali) tersebut menjuntai ke bawah menutupi bawah perut.

10 Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang penelitian yang telah disebutkan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tokoh bersikap profeminis dan kontrafeminis sebagai pengungkapan citra perempuan Dani dalam novel etnografi SKSWSD. b. Aspek kebahasaan sebagai bentuk refleksi citra perempuan Dani dalam novel etnografi SKSWSD. c. Ideologi pembentuk pencitraan perempuan Dani yang terdapat dalam novel etnografi SKSWSD. d. Citra perempuan Dani dalam novel etnografi SKSWSD. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan teoretis dan praktis. Tujuan teoretis dalam penelitian ini adalah memanfaatkan kritik sastra feminis Ruthven sebagai alat analisis novel etnografi SKSWSD. Pertama, identifikasi tokoh perempuan dan tokoh laki-laki yang bersikap profeminis dan kontrafeminis sebagai pengungkapan citra perempuan Dani. Kedua, mendeskripsikan aspek kebahasaan yang digunakan pengarang sebagai bentuk refleksi citra perempuan Dani. Ketiga, mendeskripsikan ideologi pembentuk pencitraan perempuan Dani yang terdapat dalam novel etnografi tersebut. Keempat, mendeskripsikan citra perempuan suku Dani yang hidup dalam budaya patriarki. Tujuan lebih lanjut, deskripsi tersebut digunakan untuk memahami makna-makna yang terkandung dalam karya sastra.

11 11 Tujuan praktis penelitian ini ialah pertama, memberikan sumbangan pemikiran mengenai studi perempuan, terutama citra perempuan suku etnografi Indonesia dalam karya sastra berupa novel etnografi. Kedua, penelitian ini diharapkan bermanfaat kepada masyarakat dan pembaca untuk mengetahui pemahaman ragam kritik sastra feminis Ruthven beserta aplikasinya. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian novel etnografi SKSWSD karya Dewi Linggasari menggunakan teori kritik sastra feminis Ruthven dengan memfokuskan analisis pada identifikasi tokoh, citra perempuan, aspek kebahasaan, dan ide-ide feminis yang belum diteliti pada novel etnografi tersebut. Namun, kajian kritik sastra feminis Ruthven telah digunakan sebagai teori dalam beberapa penelitian karya sastra. Penelitian tersebut diantaranya adalah skripsi Dwi Purwanti (2009), Fakultas Ilmu Budaya UGM berjudul Prosa Lirik Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki karya Toeti Heraty. Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa dalam prosa lirik Calon Arang terdapat ide-ide feminis yang terbentuk karena kehidupan masyarakat patriarki yang menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai oposisi dan relasi, opresi dominasi laki-laki, dan budaya patriarki yang menyebabkan tindak kekerasan fisis dan psikis terhadap perempuan. Dengan menggunakan kritik sastra feminis Ruthven, dapat disimpulkan bahwa masyarakat patriarki telah menempatkan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ideologi domestikisasi telah membentuk citra perempuan sebagai penghuni rumah. Simpulan penelitian tersebut dapat diperoleh

12 12 dari hasil identifikasi karakter tokoh perempuan dan tokoh laki-laki terhadap ideide feminis, bentuk-bentuk opresi terhadap perempuan, dan citra perempuan dalam prosa lirik. Terdapat tesis Mustahid (2009), Fakultas Ilmu Budaya UGM yang menganalisis novel etnografi Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari yang berjudul Potret Wanita Suku Dani dalam novel Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani: Sosiologi Sastra. Mustahid melakukan penelitian terhadap novel ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk mengungkapkan bahwa novel etnografi SKSWSD mencerminkan permasalahan kehidupan wanita suku Dani sebagai cerminan masyarakat suku Dani yang diwarnai adat yang konservatif. Penelitian ini memfokuskan kehidupan masyarakat adatnya yang terkena dampak dari krisis moneter tahun 1997 dengan berbagai masalah yang tidak kunjung selesai. Adat yang konversatif itu telah membawa kehidupan masyarakatnya memprihatinkan dan sulit untuk membuka diri dari kemajuan zaman. Novel yang berlatar belakang kehidupan masyarakat suku Dani, yaitu periode ketika Indonesia dilanda krisis moneter tahun 1997, merupakan novel yang mengungkapkan kehidupan suku Dani yang terjebak dalam rantai persoalan kehidupan yang tidak kunjung selesai. Perbedaan penelitian Mustahid dengan penelitian ini ialah bahwa penelitian Mustahid lebih memfokuskan kajiannya terhadap permasalahan yang dihadapi semua anggota suku Dani yang ikut merasakan dampak dari krisis moneter Indonesia baik permasalahan dalam ekonomi maupun publik, sedangkan

13 13 penelitian ini memfokuskan terhadap citra perempuan suku Dani dan usaha pembebasan dominasi laki-laki dari budaya patriarki suku Dani. Selain penelitian yang dilakukan Mustahid dengan objek kajian novel etnografi SKSWSD, novel ini juga menjadi objek penelitian Vrolita Deska (2010), Fakultas Sastra, Universitas Andalas. Vrolita menganalisis novel SKSWSD dengan menggunakan teori strukturalisme genetik (Lucian Goldman). Vrolita menggunakan pandangan dunia pengarang tentang etnografi suku Dani. Simpulan penelitian Vrolita adalah mendapatkan pemahaman tentang pangaruh adat terhadap kehidupan masyarakat suku Dani yang melatarbelakangi terciptanya novel SKSWSD. Meskipun telah masuk berbagai kemajuan zaman dan budaya luar, kehidupan suku Dani belum bisa terlepas dari adat. Mereka harus mengenal pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu tiang utama majunya sebuah peradaban. Skripsi Christina Diah Kumalasari (2011), Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Perjuangan Perempuan Melawan Ketidakadilan Gender dalam Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari: Analisis Kritik Sastra Feminis. Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis sosialis sebagai teori dasar untuk menganalisis objek kajiannya berupa salah satu novel karya Dewi Linggasari, yaitu novel Ronggeng. Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari diasumsikan banyak menampilkan ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh-tokoh perempuan dalam relasi terhadap tokoh laki-laki. Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis sosialis yang bertujuan untuk membongkar ketidakadilan gender yang diterima tokoh perempuan dari kungkungan budaya patriarki. Alasan

14 14 dipilihnya kritik sastra feminis sosialis untuk menganalisis novel Ronggeng karena tokoh perempuan dalam novel diperlakukan tidak adil atau tersubordinasi dan ditemukannya ide-ide feminis dalam novel tersebut. Melalui identifikasi tokoh, terdapat tokoh-tokoh yang profeminis dan kontrafeminis. Perbedaan beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada objek formal dan teori yang digunakan. Novel etnografi SKSWSD telah dikaji dengan teori sosiologi sastra dan struktural genetik. Sejauh pengetahuan penulis, novel etnografi ini belum pernah diteliti dengan kajian teori kritik sastra feminis. Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis Ruthven untuk mengidentifikasi tokoh, mendeskripsikan aspek kebahasaan yang digunakan oleh pengarang, menganalisis ideologi pembentuk pencitraan perempuan Dani yang terdapat dalam novel etnografi SKSWSD, dan mendiskripsikan citra perempuan Dani. 1.5 Landasan Teori Gerakan feminis pada dasarnya berangkat dari kesadaran ketertindasan perempuan serta rasa ketidakpuasan terhadap sistem patriarki yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kesadaran ini membentuk kebutuhan untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan. Feminisme dianggap sebagai alat untuk mendobrak bentuk penindasan dan eksploitasi perempuan. Feminisme menurut Geofe (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2002:18) ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme menurut Fakih merupakan gerakan

15 15 yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian (2012:79). Hal ini akan menumbuhkan kesadaran tentang adanya ketidakadilan gender yang dialami oleh kaum perempuan dan diharapkan perwujudan dalam tindakan yang dilakukan baik oleh perempuan maupun lakilaki untuk mengubah keadaan tersebut (Sofia dan Sugihastuti, 2003:13). Feminisme berbeda dengan emansipasi. Emansipasi lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam pembangunan tanpa mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang dinilai tidak adil, sedangkan feminisme memandang bahwa perempuan memiliki aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan (Sofia dan Sugihastuti, 2003:24). Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan derajat dengan laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki. Cara lain adalah membebaskan perempuan dari lingkungan domestik atau lingkungan keluarga dan rumah tangga (Soenarjati- Djajanegara, 2000:4). Feminisme menjelaskan bahwa seks atau jenis kelamin merupakan kategori biologis sedangkan gender merupakan makna kultural yang dihubungkan dengan jenis kelamin (Ruthven, 1984:8). Gender dan seksualitas adalah salah satu konsep utama feminisme. Istilah gender telah digunakan sejak awal 1970-an untuk

16 16 menunjukkan feminitas dan maskulinitas yang dibentuk oleh budaya sebagai sesuatu yang berlawanan dengan perbedaan jenis kelamin secara biologis (Soenarjati-Djajanegara, 2000:225). Dalam bahasa Inggris, istilah seks (sex) menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan (sebagai dua jenis kelamin) atau seks sebagai aktivitas erotis (melakukan seks). Begitu pula kata seksual merujuk pada kegiatan atau atribut yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Konsep gender memiliki gagasan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidaklah selalu ditentukan oleh bentuk biologis. Simone de Beauvoir pada tahun 1940-an menulis Seseorang tidak dilahirkan sebagai perempuan, tetapi dibentuk menjadi perempuan. Anggapan bahwa perempuan dibentuk dan bukan dilahirkan telah menjadi pusat perhatian dalam teori gender. Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2012:8). Hal yang paling penting dari perspektif feminis adalah bahwa gender dirumuskan secara hierarkis, kita tidak berhadapan dengan perbedaan simetris antara laki-laki dan perempuan, namun dengan hubungan tidak simetris dan tidak setara (Soenarjati-Djajanegara, 2000: 227). Gender dan seks (jenis kelamin) memiliki arti yang berbeda. Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu (Fakih, 2012:8). Misalnya manusia ada dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Laki-laki yang dimaksud adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakun (kala menjing), dan memroduksi sperma. Perempuan

17 17 memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memroduksi sel telur (ovum), memiliki vagina, dan memiliki payudara. Alat-alat produksi tersebut melekat secara biologis dan tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis laki-laki dan perempuan. Alat-alat biologis tersebut merupakan kodrat Tuhan yang melekat secara permanen, sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2012:8). Pembedaan tersebut selanjutnya membawa kategori maskulin dan feminin. Misalnya perempuan dianggap memiliki sifat lemah, emosional, keibuan, dan lembut. Sementara laki-laki dianggap memiliki sifat kuat, rasional, tangguh, dan perkasa. Sifat-sifat tersebut dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang lembut dan keibuan dan ada juga perempuan yang kuat dan tangguh. Ciri dan sifat tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat satu ke tempat yang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gender tidak sama dengan jenis kelamin. Adanya perspektif gender ini membentuk budaya dalam masyarakat yang menganut sistem patriarki yang menempatkan posisi laki-laki menjadi posisi yang utama. Kaum feminis harus memperhatikan dua hal penting ketika menghadapi teks-teks sastra (Ruthven, 1984:90). Pertama, terkait dengan proses pembacaan. Kedua, terkait dengan kecenderungan ideologis pada proses pembacaan. Makna tidak tertanam begitu saja dalam teks. Akan tetapi, makna merupakan produk yang dihasilkan dari pembacaan teks. Kebenaran interpretasi bersifat tidak pasti karena terbatas pada komunitas pembaca tertentu. Feminisme sepakat dengan alur pemikiran ini. Dalam kritik sastra feminis, tugas peneliti bukanlah mencari makna

18 18 teks sesuai dengan kondisi ketika teks tersebut lahir, melainkan mencari maknamakna baru sesuai dengan zaman ketika teks-teks tersebut dibaca (Ruthven, 1984:91). Teori kritik sastra feminis berpandangan bahwa sastra merupakan konkretisasi dari berbagai kekuatan fundamental yang diwarisi dari masyarakat dan diwariskan kepada masyarakat. Kritik sastra feminis bermaksud menyajikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan jalan mengungkapkan semua komponen gender pada semua wacana humaniora dan sosial, termasuk dalam karya sastra berupa novel etnografi. Pengetahuan-pengetahuan baru tersebut merupakan sarana untuk mengungkapkan dan menjelaskan berbagai maksud tersembunyi yang terdapat dalam karya sastra sekaligus menyimpulkannya (Ruthven, 1984:24). Dalam usaha mengkritisi karya sastra yang bernilai feminis, diperlukan kritik yaitu kritik sastra feminis Ruthven. Kritik ini memberikan alternatif lain dalam menganalisis label-label perjuangan perempuan dan citra perempuan dalam karya sastra. Kritik sastra feminis menurut Ruthven (1984:4) berasal dari istilah kritik sastra feminis yang dipahami dengan pembagian istilah ke dalam tiga frasa kritik, sastra, dan feminis. Kritik merupakan praktik diskursif yang bertujuan untuk menjelaskan dan mengevaluasi karya sastra. Sastra merupakan kumpulan teks yang memiliki nilai kesastraan. Oleh karena itu, istilah kritik sastra feminis dipahami mengandung makna sebagai bentuk sekunder yang mengevaluasi dan menilai bentuk primer berlandaskan teori. Berbagai kritik sastra feminis pada intinya tetap memiliki persamaan tujuan untuk mengakhiri dominasi laki-laki. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh

19 19 Andrea Dworkin (dalam Ruthven, 1984:6) bahwa pekerjaan utama feminis adalah mengakhiri dominasi laki-laki, meskipun untuk melakukannya diperlukan usaha yang tidak mudah. Hal tersebut terjadi karena feminisme harus merobohkan bangunan budaya yang diantaranya terdiri atas seni, gereja, hukum, keluarga inti yang berdasarkan kekuasaan kepala keluarga dan kepala negara. Keragaman pandangan feminisme dan praktik kritik sastra feminis juga merupakan upaya membongkar androsentrisme dalam masyarakat. Androsentrisme merupakan pandangan yang menilai bahwa laki-laki adalah jenis kelamin pertama, sedangkan perempuan adalah jenis kelamin kedua (Ruthven, 1984:50). Kata Andro berasal dari bahasa Yunani yang berarti laki-laki (Ruthven, 1984:1 2). Salah satu cara untuk melihat bias androsentrisme dalam budaya patriarki adalah dengan karya sastra (Ruthven, 1984:71). Karya sastra sebagai bagian produk budaya patriarki tidak terlepas dari bias gender yang timpang dan berkuasa. Keadaan tersebut dilukiskan melalui jalinan hubungan yang sederhana antara laki-laki dan perempuan, laki-laki dan perempuan ditempatkan dalam pasangan oposisi biner. Oposisi biner menempatkan manusia secara tidak seimbang antara pemenang-pecundang atau menindas-tertindas yang dikerucutkan menjadi dua model umum. Pertama, oposisi model vertikal yang berearti berada dalam posisi hierarki. Salah satu konstituen lebih diunggulkan ketimbang yang lain. Hal ini terjadi pula pada hubungan laki-laki dan perempuan (superior-inferior). Pihak laki-laki menjadi superior dan perempuan menjadi inferior. Kedua, adalah model horizontal yang menempatkan oposisi dalam bentuk ordinat. Salah satu konstituen menjadi pusat

20 20 dan kontituen lain sebagai radial dari pusat. Radial merupakan pusat termajinalkan. Dalam hal ini, yang menjadi pusat adalah laki-laki dan perempuan menjadi yang termajinalkan (Ruthven, 1984:50). Model hubungan oposisi tersebut berdampak merugikan perempuan. Perempuan tidak memiliki eksistensi diri. Perempuan terdikte oleh konstruksi budaya patriarki. Perempuan menjadi subjek yang terbagi, subjek yang terfeminimkan oleh budaya dan subjek yang menjadi pelampisan hasrat laki-laki. Perempuan sebagai diri sendiri seharusnya mampu menuturkan makna dan pengalaman sendiri tanpa harus terintervensi patriarkisme (Ruthven, 1984:45). Patriarki menurut Bhasin (1996:3) adalah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, sistem kontrol terhadap perempuan, yang menunjukkan bahwa perempuan dikuasai. Patriarki melekatkan ideologi yang menyatakan bahwa lakilaki lebih tinggi daripada perempuan, bahwa perempuan harus dikontrol oleh lakilaki, dan bahwa perempuan adalah bagian dari milik laki-laki (Bhasin, 1996:4). Menurut Ruthven (1984:2) patriarki adalah sistem sosial yang memungkinkan laki-laki untuk menguasai perempuan dalam segala relasi sosial. Ruthven (1984:24) juga mengemukakan bahwa teori feminis diharapkan mampu membuka pandangan-pandangan baru dengan jalan mengungkap komponen gender, terutama yang berkaitan dengan karakter-karakter perempuan dalam karya sastra. Pandangan-pandangan tersebut diharapkan menghasilkan pengetahuan baru yang mempertautkan sastra dengan kondisi dan situasi masyarakat tempat lingkungan sastra tersebut lahir. Sesuai dengan pengertian tersebut, kritik sastra feminis adalah usaha untuk melihat bagaimana perempuan

21 21 memandang dirinya di dalam masyarakat dan budaya tempat ia lahir, bagaimana teks terwujud melalui relasi gender dan perbedaan sosial. Selain menunjukkan bagaimana wujud representasi perempuan, kritik juga berusaha menggali bagaimana potensi perempuan dilukiskan di tengah kekuasaan dominasi budaya patriarki dalam karya sastra (Ruthven, 1984:40 50). Kerja kritik ini adalah meneliti karya sastra dengan melacak ideologi yang membentuknya dan menunjukkan perbedaan antara yang dikatakan oleh karya dengan yang tampak dari sebuah pembacaan yang teliti (Ruthven, 1984:32). Lebih lanjut, Ruthven (1984:55) menggunakan tingkatan graphireader dalam melakukan pembacaan terhadap karya sastra. Tingkatan graphireader ialah pembacaan yang tidak menghubungkan pengarang dengan teks karena setiap kata dalam teks diyakini sebagai sumber makna. Salah satu bentuk kritik sastra feminis yang fokus terhadap masalah tersebut adalah images of women. Kritik ini dianggap sebagai suatu jenis sosiologi. Lebih lanjut, Ruthven (1984:70 71) menjelaskan hal itu sebagai pendekatan praktik sosio-feminis. Konsep tersebut menjelaskan bahwa teks sastra dapat digunakan sebagai bukti untuk melihat jenis dan bentuk peran yang disediakan untuk perempuan. Ada tujuan yang berlawanan dan berkaitan dengan pemberian peran tersebut. Di satu sisi, ada keinginan untuk mengungkapkan sifat representasi stereotip yang menindas. Di sisi lain, peran tersebut memberikan peluang untuk berpikir tentang perempuan dengan membandingkan bagaimana perempuan sebenarnya dan perempuan direpresentasikan oleh produk-produk budaya. Karya sastra seharusnya menjadikan teladan, menyajikan identitas feminin yang positif,

22 22 menampilkan citra-citra perempuan sebagai makhluk yang mampu mengaktualisasikan diri, memiliki identitas pribadi, dan tidak bergantung pada laki-laki. Keberatan-keberatan yang menyatakan pada kritik images of women merupakan suatu hal yang mudah dipatahkan karena sebuah kualitas kritik ditentukan oleh banyaknya bacaan yang melatarbelakanginya (Ruthven, 1984:74). Perempuan dalam images of women tidak hanya dibicarakan sebagai subjek, tetapi juga dalam hubungannya dengan dunia medis, hukum, biologi, psikoanalisis, dan sebagainya. Dengan demikian, penelitian images of women ini merupakan usaha transdisipliner yang menempatkan perempuan sebagai jenis interteks yang ditulis dalam hubungan dengan berbagai hal. Oleh karena itu, pembicaraan yang baik dalam mencitrakan perempuan tergantung pada representasi yang dipilih untuk mewakilinya. Pembicaraan ini menggunakan bantuan ideologi feminis yang mengklasifikasikan beberapa citra perempuan (Ruthven, 1984:75). Mengingat fokus penelitian ini adalah citra perempuan, pengertian citra perlu diperjelas. Menurut Pradopo (2002:77), citra yaitu setiap gambar pemikiran yang merupakan sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dilihat oleh mata, syaraf penglihatan, dan daerah otak yang berhubungan dan bersangkutan. Citra merupakan kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh suatu kata, frasa, kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi (KBBI, 2012:216). Pengertian citra perempuan dalam penelitian ini adalah

23 23 semua wujud gambaran mental, spritual, dan tingkah laku perempuan yang menunjukkan ciri khas perempuan. Menurut Ruthven (1984:74) mengenai citra perempuan, langkah penelitian sastra dengan pendekatan feminis adalah sebagai berikut. Mengidentifikasi tokoh perempuan di dalam sebuah karya sastra. Selanjutnya mencari kedudukan tokohtokoh tersebut dalam berbagai hubungan, tidak harus hubungan dengan laki-laki, tetapi juga menekankan pada identitasnya dalam lingkungan, keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini juga memperhatikan pendirian serta ucapan para tokoh lain. Apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dikatakan oleh tokoh perempuan dan tokoh laki-laki akan banyak memberikan keterangan tentang tokoh tersebut. Selain fokus terhadap citra perempuan, analisis kritik sastra feminis juga menganalisis aspek kebahasaan yang dipakai pengarang dalam karya sastranya. Sastra tidak terlepas dari media bahasa dan pengaruh bahasa dari masyarakat penutur suatu budaya. Bahasa tidak hanya cermin masyarakat penuturnya, namun di dalamnya terselubung konstruksi perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender tersebut tidak hanya berlaku dalam masyarakat sosial, tetapi juga berimplikasi pada konstruksi bahasa. Setelah mengidentikasi tokoh, dan menganalisis aspek kebahasaan yang dipakai pengarang, selanjutnya akan ditemukan ideologi pengarang yang terkandung dalam novel etnografi SKSWSD. Ideologi pengarang tersebut pembentuk pencitraan perempuan Dani. Ideologi yang ditemukan merupakan

24 24 perjuangan perempuan untuk mendapatkan haknya yang terbebas dari penindasan kaum laki-laki di tengah norma adat patriaki. Analisis kritik sastra feminis dalam novel etnografi SKSWSD tidak terlepas dari konsep feminisme sebagai alat untuk menganalisis. Konsep feminisme digunakan sebagai alat bantu pemahaman kritik sastra feminis terhadap novel etnografi SKSWD. Kajian kritik sastra feminis Ruthven diasumsikan dapat digunakan untuk mengidentifikasi tokoh, citra perempuan, aspek kebahasaan, dan ide-ide feminis yang merupakan tujuan penelitian ini. 1.6 Metode Penelitian Kritik sastra feminis tidak memiliki metodologi tunggal atau teori tunggal. Akan tetapi, kritik sastra feminis juga tidak antiteori karena antiteori dapat menjerumuskan kritik sastra feminis pada subjektivisme primitif (Ruthven, 1984:25). Sugihastuti dan Suharto (2002:10) menambahkan bahwa kritik sastra feminis tidak mencari metodologi atau konseptual tunggal, tetapi sebaliknya menjadi pluralis dalam teori dan praktiknya, dengan kebebasan dan pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan kritiknya. Oleh karena itu, kritik sastra feminis selalu membutuhkan disiplin ilmu lain sebagai alat bantu seperti, antropologi, sosiologi, etnologi, dan sebagainya. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiofeminis yang berfokus pada images as a women. Penelitian images as a women ini merupakan jenis sosiologi yang menganggap bahwa teks sastra dapat digunakan sebagai adanya di melihat berbagai peranan perempuan di masyarakat (Ruthven, 1984:70 71). Pendekatan

25 25 tersebut menjelaskan bahwa teks sastra dapat digunakan sebagai bukti untuk melihat jenis dan bentuk peran yan disediakan untuk perempuan. Penelitian citra merupakan penerapan images as a women yang digunakan untuk mengungkapkan hakikat representasi streotip yang menindas ke dalam model-model peran serta menawarkan pandangan sangat terbatas yang diharapkan oleh seseorang perempuan. Selain itu, penelitian images as a women digunakan untuk memberikan peluang tentang perempuan dan bagaimana seharusnya merepresentasikan perempuan (Sofia, 2009:22 23). Pengungkapan citra perempuan suku Dani yang dilakukan dengan menggunakan kritik sastra feminis ini bersifat kualitatif sehingga data yang diambil merupakan data yang bersifat kualitatif, misal data yang menunjukkan citra perempuan sebagai individu, anggota keluarga, dan anggota masyarakat. Untuk memperkuat langkah kerja penelitian digunakan metode kualitatif. Metode kualitatif memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dan pada suatu konteks khusus yang alamiah (Moleong, 2006:6). Langkah yang diperlukan dalam penelitian secara kualitatif adalah sebagai berikut. a. Menentukan objek kajian yang akan diteliti. Objek kajian penelitian yang digunakan adalah novel etnografi SKSWSD karya Dewi Linggasari yang terbit tahun 2007.

26 26 b. Merumuskan dan menetapkan pokok permasalahan yang menentukan arah penelitian, yaitu mengidentifikasi tokoh profeminis dan kontrafeminis sebagai pengungkapan citra, menganalisis aspek kebahasaan sebagai bentuk refleksi citra perempuan, membongkar muatan ideologi pembentukan citra, dan menganalisis citra perempuan. c. Mengumpulkan bahan dan data penelitian sebagai data formal yaitu kata-kata, kalimat, dan wacana yang kemudian mengklasifikannya. d. Melakukan analisis novel etnografi SKSWSD karya Dewi Linggasari dengan menggunakan teori kritik sastra feminis Ruthven. e. Menarik kesimpulan yang sudah dilakukan dan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk laporan. Dalam hal kutipan sumber data, penulisan mengikuti kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Langkah ini untuk mengonsistensikan teknik penulisan ilmiah tanpa mengubah kata, frasa, dan kalimat dalam kutipan novel. Menurut Ruthven (1984:74) mengenai citra perempuan, langkah penelitian sastra dengan pendekatan feminis adalah sebagai berikut. Mengidentifikasi tokoh perempuan di dalam sebuah karya sastra. Selanjutnya mencari kedudukan tokohtokoh tersebut dalam berbagai hubungan, tidak harus hubungan dengan laki-laki, tetapi juga menekankan pada identitasnya dalam lingkungan, keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini juga memperhatikan pendirian serta ucapan para tokoh lain. Apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dikatakan oleh tokoh perempuan dan tokoh laki-laki akan banyak memberikan keterangan tentang tokoh tersebut.

27 Sistematika Laporan Penelitian Pada penelitian yang berjudul Citra Perempuan Suku Dani dalam Novel Etnografi Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari: Analisis Kritik Sastra Feminis Ruthven ini terdiri atas enam bab. Bab I pendahuluan. Dalam bagian ini dikemukakan (a) latar belakang penelitian; (b) rumusan masalah; (c) tujuan penelitian; (d) tinjauan pustaka; (e) landasan teori; (f) metode penelitian; dan (g) sistematika laporan penelitian. Bab II analisis identifikasi tokoh yang ada dalam novel etnografi SKSWSD karya Dewi Linggasari. Pada bab ini akan diidentifikasi tokoh-tokoh perempuan dan laki-laki yang bersikap profeminis dan kontrafeminis sebagai pengungkapan citra perempuan dani. Bab III analisis aspek kebahasaan. Bab ini mendiskripsikan tentang penggunaan diksi yang digunakan pengarang dalam novel etnografi SKSWSD. Bab IV analisis ideologi pembentuk pencitraan perempuan Dani. Pada bab ini akan dideskripsikan ideologi-ideologi pengarang yang muncul sebagai pembentuk citra perempuan dani. Ideologi feminisme tersebut adalah (1) perempuan berkuasa atas dirinya, (2) perempuan selalu berusaha bebas dari dominasi laki-laki, dan (3) perempuan berhak memperoleh pendidikan. Bab V citra perempuan. Pada bab ini akan dipaparkan citra perempuan yang terbagi atas citra domestik dan citra publik. Citra domestik perempuan Dani meliputi citra perempuan sebagai anak, sebagai istri, dan sebagai ibu. Citra publik

28 28 perempuan Dani meliputi citra perempuan sebagai pelaku adat dan sebagai pencari nafkah. Bab VI kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil ekspresi isi jiwa pengarangnya. Melalui karyanya pengarang mencurahkan isi jiwanya ke dalam tulisan yang bermediumkan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian yang berkaitan terhadap pengkajian feminis dan objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian terdahulu, khususnya penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 1.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data yang dikumpulkan baik berupa skripsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, semakin beragam pula persoalan yang muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak pernah habis dibahas.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Resma Anggraini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Resmaanggraini89@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang ekspresif. Di dunia ini banyak sekali cara mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi ini dapat lewat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan BAB IV KESIMPULAN Secara formal, Era Victoria dimulai pada tahun 1837 hingga 1901 dibawah pimpinan Ratu Victoria. Era Victoria yang terkenal dengan Revolusi industri dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab lima ini peneliti memaparkan beberapa kesimpulan mengenai analisis nilai patriarkal dan ketidaksetaraan gender dalam roman L Enfant de sable karya Tahar Ben Jelloun

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Feminisme merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Menurut

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perilaku 1. Definisi Perilaku Menurut Skinner dalam Notoatmojo (2003), perilaku merupakan respon berdasarkan stimulus yang diterima dari luar maupun dari dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa peran perempuan pengarang dalam sejarah sastra Indonesia masih sukar untuk dipetakan,

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, pendapat, dan perasaan seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif seorang pengarang. Hal ini sesuai dengan ungkapan Wallek dan Austin Warren (1989:3) bahwa karya sastra adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian

Lebih terperinci