BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2003:8). Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya, sastra tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, ataupun sistem berpikir manusia. Sastra dapat dibahas berdasarkan dua hal, yaitu isi dan bentuk. Dari segi isi, sastra membahas tentang hal yang terkandung di dalamnya, sedangkan dari sisi bentuk, sastra membahas cara penyampaiannya. Karya sastra digunakan pengarang untuk menyampaikan pikirannya tentang sesuatu yang ada dalam realitas yang dihadapinya. Realitas ini merupakan salah satu faktor penyebab pengarang menciptakan karya sastra, di samping unsur imajinasi. Novel sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif. Hal ini dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan. Perkembangan novel di Indonesia cukup pesat. Hal itu terbukti dengan banyaknya novel-novel baru yang diterbitkan. Novel-novel tersebut mempunyai bermacam tema dan isi, antara lain tentang masalah-masalah sosial yang pada umumnya terjadi dalam masyarakat, termasuk yang berhubungan dengan perempuan. Sosok perempuan sangat menarik untuk dibicarakan. Perempuan di 1

2 2 wilayah publik cenderung dimanfaatkan oleh kaum laki-laki untuk memuaskan koloninya. Perempuan telah menjadi bahan eksploitasi bisnis dan seks. Dengan kata lain, saat ini telah hilang sifat feminis yang dibanggakan dan disanjung bukan saja oleh kaum perempuan, tetapi juga kaum laki-laki. Hal ini sangat menyakitkan apabila perempuan hanya menjadi satu segmen bisnis atau pasar. Gerakan Emansipasi perempuan yang dipelopori oleh R. A. Kartini semestinya membawa perempuan pada kesetaraannya dengan laki-laki untuk memperoleh hak pendidikan sampai tingkat tertinggi. Selanjutnya, karena perempuan telah memperoleh pendidikan, mereka dituntut untuk mengabdikan ilmunya pada masyarakat. Dalam diri perempuan muncul keinginan untuk berprestasi dalam mewujudkan kemampuan dirinya sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya. Perempuan menginginkan untuk berkiprah di ranah publik dalam rangka mengaktualisasikan dirinya. Di sisi lain budaya patriarki yang masih kuat mengakar dalam kehidupan masyarakat mengonstruksi perempuan pada posisi tersubordinasi. Ketidakadilan terhadap perempuan termanifestasi dalam bentuk marginalisasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja. Ketidakadilan terhadap perempuan tersebut terjadi dalam berbagai tempat, baik di ranah domestik maupun di ranah publik. Sampai saat ini masih banyak kaum perempuan yang belum bisa menikmati pendidikan sepenuhnya. Masih banyak orangtua yang beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu mendapat pendidikan yang tinggi karena pada akhirnya mereka hanya akan ke dapur juga. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat terdapat anggapan bahwa tugas utama perempuan adalah di ranah domestik, yaitu dalam tugas kerumahtanggaan. Adapun laki-laki akan berperan di

3 3 ranah publik, sehingga mereka diharuskan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik daripada anak perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam masyarakat terdapat pandangan yang bersifat androsentris, sudut pandang dari perspektif laki-laki, perempuan dipandang sebagai objek yang pasif, bukan subjek (Sofia, 2009: 17). Kendala yang dihadapi oleh perempuan dalam kiprahnya di ranah publik maupun domestik berpangkal pada pandangan-pandangan yang telah terbentuk dan telah mengakar dalam masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan tentang hal-hal yang pantas untuk perempuan dan yang pantas untuk laki-laki. Secara sosial dan kultural, perempuan dan laki-laki dibedakan dalam banyak hal. Laki-laki dianggap lebih dibandingkan dengan perempuan sehingga memunculkan pandangan inferior terhadap keberadaan perempuan di dalam masyarakat. Anggapan bahwa perempuan irrasional dan emosional sehingga tidak layak menjadi pemimpin, berakibat munculnya sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting (Fakih, 2007:15). Label feminim dilekatkan pada perempuan yang dipandang lebih lemah, kurang aktif, dan lebih menaruh perhatian kepada keinginan mengasuh dan mengalah. Sebaliknya, label maskulin dilekatkan pada laki-laki yang dipandang lebih kuat, lebih aktif, dan lebih berorientasi pada pencapaian dominasi, otonomi, dan agresi (Sugihastuti, 2005:13). Penggunaan teori kritik sastra feminis telah banyak digunakan dalam menganalisis karya sastra. Kritik sastra feminis merupakan cabang dari sosiologi sastra. Munculnya kritik sastra feminis sebagai cabang ilmu sosiologi sastra berawal dari hasrat para perempuan feminis untuk menganalisis karya para

4 4 pengarang perempuan di masa silam dan untuk menunjukkan citra perempuan dalam karya para penulis laki-laki yang menampilkan perempuan sebagai makhluk yang ditekan, disalahtafsirkan, dan disepelekan oleh tradisi patriarki yang dominan. Dalam masyarakat patriarki, perempuan dimasukkan dalam kubu rumah yang terbatas pada lingkungan serta kehidupan di rumah, sedangkan lakilaki dimasukkan dalam kubu umum yang mencakup lingkungan dan kehidupan di luar rumah (Djajanegara, 2003:30). Karya-karya sastra Indonesia modern tidak lagi sebatas mengungkapkan masalah inferioritas perempuan, tetapi sudah menghadirkan tokoh-tokoh perempuan yang berpendidikan dan berkiprah di ruang publik. Hal tersebut, terutama diungkapkan oleh pengarang-pengarang perempuan angkatan 2000, seperti Ayu Utami dengan novelnya yang berjudul Saman dan Larung. Akan tetapi pengarang tersebut masih menggunakan sudut pandang laki-laki dalam karya-karyanya. Mereka masih menganggap bahwa urusan domestik tetap menjadi tanggung jawab perempuan. Hal tersebut juga ditemukan dalam Tanah Ombak (2002) karya Abrar Yusra. Dalam Tanah Ombak, Abrar Yusra menghadirkan tokoh perempuan yang berpikiran maju dan berpotensi, tetapi di sisi lain, tokoh perempuan tersebut masih didominasi laki-laki. Gaya penulisan tokoh tersebut sesuai dengan tradisi penulisan karya sastra antara yang didominasi oleh laki-laki dan selalu mengungkapkan hinaan terhadap perempuan (Douglas dalam Culler dalam Sofia, 2009:20). Contoh lain terdapat dalam Siti Nurbaya karya Marah Rusli yang juga memposisikan perempuan sebagai makhluk yang lemah, yang tidak memiliki wewenang apa pun, termasuk dalam menentukan jodohnya sendiri.

5 5 Penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya penelitian yang berjudul Citra Perempuan Minangkabau dalam Novel Orang-Orang Blanti Karya Wisran Hadi: Pemaknaan Kritik Sastra Feminis oleh Neneng Amalia (tesis, 2009). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peran perempuan Minangkabau dalam konsep adat dan posisi perempuan dalam novel Orang- Orang Blanti. Penelitian yang berjudul Citra Perempuan Jawa dalam Novel Wanita di Jantung Jakarta Karya Korrie layun Rampan: kajian Kritik Sastra Feminis oleh Muayyadah Riyadina (tesis, 2009). Penelitian tersebut menggunakan dua metode penelaahan yaitu teori kritik sastra feminis sebagai teori pokok dan sosiologi sastra sebagai teori pendamping. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan Jawa tercitra sebagai perempuan marjinal yang dapat dilihat dari beban ganda yaitu menyelesaikan semua urusan domestik yang berkaitan dengan tugasnya sebagai istri yang harus melayani dan menghormati suami serta berkiprah di ruang publik untuk bekerja demi mendapatkan imbalan. Penelitian yang berjudul Citra Wanita dalam Karya Sastra: Tinjauan Kritik Sastra Ekofeminis Terhadap Kumpulan Cerpen Jiwaku adalah Wanita Karya Azimah Rahayu oleh Rita Lestari (tesis, 2009). Penelitian ini menggunakan teori feminisme dan ekofeminisme. Skripsi yang ditulis oleh Novidha berjudul Citra Perempuan Jawa dalam Novel Perempuan Yogyakarta Karya Achmad Munif: Kritik Sastra Feminis menyimpulkan bahwa citra perempuan yang ditampilkan dalam Perempuan Yogyakarta merupakan bentuk berbagai pemikiran kaum perempuan di kota Yogyakarta, misalnya sikap perempuan bangsawan yang profeminis dan kontrafeminis. Dalam penelitian ini dijelaskakan lima citra perempuan dalam novel yaitu pendidikan yang memengaruhi pola pikir, adat

6 6 istiadat kuno yang tidak memihak perempuan, sikap perempuan Jawa yang pasrah dan nrimo, situasi lingkungan yang keras menyebabkan seorang perempuan bersikap radikal, dan adanya pergeseran budaya Jawa (Novidha, 2007). Tesis yang ditulis oleh Adib Sofia (2005) berjudul Citra Perempuan Kuasa dalam Dua Belas Cerita Karya Kuntowijoyo: Tinjauan Kritik Sastra Feminis. Dalam tesis tersebut dijelaskan tiga gambaran tokoh-tokoh perempuan dengan pendekatan sosiofeminis dan feminisme kekuasaan. Ketiga gambaran tokoh-tokoh perempuan yang ditemukan adalah tokoh perempuan yang mendapat ketidakadilan gender, tokoh perempuan yang larut dalam kehidupan pascarevolusi seksual dengan menjalankan kebebasan seksual, lesbian, dan profeminisme radikal, dan perempuan yang kuasa untuk mewujudkan kesetaraan perempuan, mengakhiri dominasi dan strategi mengedepankan formasi keluarga, norma Timur, dan ajaran Islam. Saat ini kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengungkapan dan penjelasan tentang fenomena-fenomena perempuan dalam karya sastra kepada masyarakat semakin meningkat. Analisis terhadap perjuangan feminisme dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dengan analisis kritik sastra feminis dirasa perlu untuk diungkap. Ada beberapa alasan dipilihnya novel Perempuan Berkalung Sorban sebagai bahan kajian. Alasan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Novel Perempuan Berkalung Sorban memuat perjuangan perempuan untuk mendapatkan eksistensi dan hak-haknya sebagai manusia yang mandiri, baik dalam pendidikan, maupun sosial.

7 7 2. Novel Perempuan Berkalung Sorban memuat isu-isu tentang perempuan mulai dari kekerasan dalam rumah tangga dan subordinasi terhadap perempuan dalam berbagai hal akibat perbedaan gender. 3. Tokoh perempuan mendominasi dalam alur cerita. Tokoh tersebut dihadirkan sebagai subjek yang mengutarakan pengalaman-pengalaman hidup tokoh perempuan tersebut. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, analisis kritik sastra feminis dapat diterapkan untuk menganalisis novel Perempuan Berkalung Sorban. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Djajanegara (2003:51) yang menyatakan bahwa kritik sastra feminis dapat dilakukan dengan menganalisis tokoh perempuan dan mencari peran dan posisinya dalam masyarakat. Dengan menganalisis tokoh perempuan akan diketahui pengalaman-pengalaman yang menyangkut peran, kedudukan, dan posisi perempuan dalam masyarakat dan cara masyarakat memperlakukan serta memposisikan perempuan. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perjuangan perempuan dalam mendapatkan hak pendidikan, hak pemilikan, hak memilih pasangan hidup, hak berpendapat, hak reproduksi, hak perceraian, dan hak sosial sebagai seorang aktivis perempuan. Setelah itu kajian novel ini akan dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah, dalam hal ini di Madrasah Aliyah. Pemanfaatan sebagai bahan pembelajaran dilakukan melaui pembuatan Rancangan Program Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model pembelajaran berbasis pemecahan masalah. Pembelajaran apresiasi sastra masih dianggap sebagai salah satu pelajaran yang tidak penting diajarkan kepada siswa. Hal ini karena pembelajaran

8 8 apresiasi satra yang diajarkan masih bersifat monoton dan belum mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Seharusnya pembelajaran apresiasi sastra dapat dinikmati siswa secara apresiatif agar siswa memiliki kepekaan dan ketertarikan untuk membaca karya sastra, khususnya novel. Apabila pembelajaran apresiasi sastra dilakukan secara tepat maka siswa akan memperoleh kesenangan, pengalaman, dan pemahaman yang baik tentang manusia dan kemanusiaan, lingkungan, nilai-nilai moral, inspirasi, dan ide-ide baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Effendi (2002:6) yang mengatakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra. Adapun yang dimaksud dengan pembelajaran apresiasi prosa atau novel adalah suatu kegiatan menggauli dengan sungguh-sungguh sehingga timbul kepekaan, pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra, khususnya novel dan sastra pada umumnya. Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan bahan pembelajaran yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, bahan pembelajaran hanya ditulis secara garis besar dalam materi pokok. Menurut Depdiknas, menjadi tugas gurulah untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan pembelajaran yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan pembelajaran juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah

9 9 bagaimana cara mengajarkan ditinjau dari pihak guru, dan cara memelajarinya ditinjau dari pihak siswa (Depdiknas, 2006:193). Dalam panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) terdapat kompetensi dasar yang mengamanatkan siswa untuk terampil dalam memahami novel. Di kelas XI (sebelas) semester ganjil pada standar kompetensi 7 (memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan) kompetensi dasar 7.2 (menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik novel Indonesia/terjemahan). Di kelas XI (sebelas) semester genap pada standar kompetensi 15 (memahami buku biografi, novel, dan hikayat) kompetensi dasar 15.1 (mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh. Di kelas XII (dua belas) semester ganjil Standar kompetensi 5 (memahami pembacaan novel) kompetensi 5.1 (menanggapi pembacaan penggalan novel dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan) dan kompetensi 5.2 (menjelaskan unsurunsur intrinsik dari penggalan novel yang dibacakan. B. Rumusan Masalah Penelitian Untuk lebih memudahkan proses penelitian, berikut ini diuraikan beberapa variabel penelitian yang terkait dengan penelitian ini. Adapun variabel penelitiannya adalah sebagai berikut: 1. Feminisme 2. Novel Perempuan Berkalung Sorban 3. Kritik sastra feminis 4. bahan pembelajaran Variabel-variabel penelitian tersebut kemudian didefinisikan dalam bentuk.definisi operasional. Adapun definisi operasional penelitian ini adalah:

10 10 1. Feminisme adalah perjuangan kaum perempuan untuk mencapai kesetaraan harkat dan kebebasan perempuan dalam mengelola kehidupannya dan tubuhnya baik di dalam maupun di luar rumah tangganya. 2. Novel Perempuan Berkalung Sorban adalah novel karangan Abidah El- Khalieqy terbitan Arti Bumi Intaran Yogyakarta, cetakan keenam, edisi revisi Maret 2009 setebal 320 halaman. 3. Kritik sastra feminis ideologis adalah kritik sastra yang melibatkan perempuan sebagai pembaca, dengan memusatkan perhatian pada citra, peran, kedudukan serta stereotipe perempuan dalam karya sastra. 4. bahan pembelajaran adalah segala hal yang berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari oleh peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan dengan mempertimbangkan kemampuan, perkembangan jiwa, serta latar belakang budaya peserta didik. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, novel Perempuan Berkalung Sorban disinyalir mengandung perjuangan feminisme dalam mendapatkan hak-haknya sebagai perempuan melalui tokoh-tokoh perempuan (dan laki-laki) yang terdapat dalam novel. Selain itu, novel ini juga sangat menarik apabila dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di Madrasah Aliyah, khususnya untuk memperkenalkan novel bergenre feminis dan pemahaman feminisme yang dikaitkan dengan feminisme muslim kepada siswa sebagai bagian dari masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

11 11 1. Bagaimanakah bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki dalam novel Perempuan Berkalung Sorban? 2. Hak-hak apa saja yang diperjuangkan perempuan di ruang domestik dan ruang publik sebagai representasi perjuangan feminis dalam novel Perempuan Berkalung Sorban? 3. Dapatkah hasil pengkajian novel Perempuan Berkalung Sorban dengan menggunakan analisis kritik sastra feminis dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra untuk siswa Madrasah Aliyah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki dalam novel Perempuan Berkalung Sorban; 2. Untuk mengetahui hak-hak yang diperjuangkan perempuan di ruang domestik dan ruang publik sebagai representasi perjuangan feminis dalam novel Perempuan Berkalung Sorban; 3. Untuk mengetahui pemanfaatan novel Perempuan Berkalung Sorban sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di Madrasah Aliyah. Sejalan dengan tujuan penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai kepentingan baik teoretis maupun praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki dalam novel Perempuan Berkalung Sorban;

12 12 2. Memberikan informasi mengenai hak-hak yang diperjuangkan perempuan sebagai representasi perjuangan feminis yang terdapat dalam novel; 3. Memberikan informasi mengenai simpul-simpul yang mempertautkan antara teks novel dan feminisme serta bagaimana memanfaatkan novel Perempuan Berkalung Sorban sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di Madrasah Aliyah. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat secara praktis. Adapun manfaat praktis yang diharapkan adalah. 1. Dapat meningkatkan penghargaan terhadap bentuk-bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki; 2. Dapat meningkatkan penghargaan terhadap perjuangan kaum perempuan dalam mendapatkan hak-haknya baik di ruang domestik maupun ruang publik; 3. Menjadi acuan dalam menganalisis karya sastra berdasarkan kajian kritik sastra feminis; 4. Dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. D. Asumsi Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Perempuan sebagai anggota masyarakat di dalam masyarakat yang patriarkis masih dianggap dan diposisikan sebagai golongan masyarakat kelas dua yang hanya berada dalam ruang domestik. 2. Karya sastra merupakan refleksi kondisi masyarakat.

13 13 3. Pemilihan novel sebagai bahan pembelajaran yang menjadi bahan kajian dalam pembelajaran apresiasi sastra belum sesuai dengan kondisi kekinian perkembangan situasi psikologis dan latar belakang budaya siswa. 4. Kajian sastra feminis memiliki kemungkinan membekali peserta didik keterampilan berpikir kritis dalam konteks sosial melalui kajian novel Perempuan Berkalung Sorban dengan menganalisisnya dari sudut pandang kritik sastra feminis. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah yang diterbitkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia. Adapun sistematika yang ditawarkan adalah sebagai berikut. 1. Judul; 2. Pernyataan mengenai maksud penulisan; 3. Nama dan kedudukan tim pembimbing; 4. Pernyataan tentang keaslian tesis; 5. Kata pengantar; 6. Abstrak; 7. Daftar isi; 8. Daftar tabel (bila ada); 9. Daftar gambar (bila ada); 10. Daftar lampiran (bila ada);

14 Bab I pendahuluan terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, asumsi, sistematika penelitian, dan alur/paradigma berpikir; 12. Bab II akan menguraikan tentang feminisme dalam novel Perempuan Berkalung Sorban: Dalam bab ini akan diuraikan tentang feminisme, yang terdiri atas sejarah, pengertian, aliran, feminisme dalam sastra, dan kondisi perempuan dalam masyarakat; kritik sastra feminis, yang terdiri atas pengertian, jenis, dan cara kerja; sastra, yang terdiri atas pengertian, ciri-ciri, jenis, fungsi, dan unsur-unsur pembentuk sastra; novel, terdiri atas pengertian, ciri-ciri, jenis, fungsi, unsur-unsur pembangun novel, dan teori struktural; dan bahan pembelajaran apresiasi sastra, yang terdiri atas pengertian, kriteria, fungsi, manfaat, unsur, kualitas, cakupan, dan bahan pembelajaran apresiasi sastra dalam KTSP; 13. Bab III akan menguraikan tentang metode dan teknik penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang metode penelitian; data dan sumber data penelitian; teknik pengumpulan data; dan teknik analisis data; 14. Bab IV akan menguraikan analisis penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini akan diuraikan ; ikhtisar novel dan biografi pengarang; analisis struktur terdiri atas analisis tokoh, analisis analisis plot, analisis latar, analisis tema; pembahasan hasil analisis kritik sastra feminis yang terdiri atas pembahasan mengenai bentuk-bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki, pembahasan mengenai hak-hak yang diperjuangkan perempuan dalam novel, dan pembahasan mengenai

15 15 representasi tokoh dalam novel yang trdiri atas tokoh profeminis dan tokoh kontrafeminis. 15. Bab V akan menguraikan pemanfaatan novel Perempuan Berkalung Sorban sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di Madrasah Aliyah. Dalam bab ini akan diuraikan tentang model pembelajaran dan contoh implementasi dalam bentuk rancangan program pembelajaran; 16. Bab VI berisi tentang simpulan dan saran; 17. Daftar pustaka; 18. Daftar lampiran.

16 16 F. Alur dan Paradigma Penelitian Teori Sastra Tabel 1.1. (alur penelitian) Teori Kritik Sastra Feminis ( Kritik Ideologi ) Teori Feminisme Teori Kritik Sastra Feminis Muslim Bentuk perjuangan Analisis Feminisme dalam Novel ) Hak-Hak Perempuan Tahap Kesadaran Tahap Perjuangan Analisis Feminisme dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Hak : Pendidikan Aktualisasi Diri Reproduksi Berpendapat Mewnentukan pendamping hidup Pemanfaatan sebagai bahan pembelajaran Apresiasi sastra di Madrasah Aliyah