BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian ini. Adapun penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Saleha (2008) mengadakan penelitian berjudul Citra Wanita Pekerja dalam Masyarakat Jepang Pada Novel Taigan No Kanojo karya Mitsuyo Kakuta (Suatu Analisis Wacana Kritis). Penelitian ini menganalisis citra wanita pekerja melalui sudut pandang masyarakat Jepang. Pandangan masyarakat tersebut mengontruksi citra wanita bekerja, baik yang melajang maupun sudah menikah. Wanita Jepang tradisional memiliki citra yang anggun dan merupakan ibu rumah tangga yang baik, wanita tidak seharusnya bekerja di luar rumah. Namun, pada saat terjadinya modernisasi banyak wanita Jepang yang mulai bekerja membantu pembiayaan keluarganya. Dalam penelitian itu, Saleha menggunakan teori sosiologi sastra dan kritik sastra feminis sebagai teori dalam menganalisis masalah yang ada. Hasil penelitian Saleha menunjukkan bahwa ada perbedaan pandangan masyarakat terhadap wanita bekerja yang masih melajang dengan yang telah menikah. Wanita bekerja yang telah menikah ataupun yang masih melajang memiliki kesan yang negatif di dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memandang citra wanita yang baik adalah wanita yang bekerja di wilayah domestik atau lingkungan rumah tangga saja. 12

2 13 Dalam penelitian itu Saleha mengawali dengan menganalisis unsur intrinsik novel tersebut. Penganalisisan unsur intrinsik dibagi menjadi dua berdasarkan bab yang ada di dalam novel tersebut. Pembagian berdasarkan bab ini membuat penelitian Saleha menjadi lebih terperinci. Penelitian Saleha juga membahas citra wanita pekerja secara terperinci sehingga mendapatkan hasil yang mengkhusus pada citra wanita pekerja. Namun, Saleha hanya terfokus pada citra wanita pekerja, bukan citra wanita secara umum yang mungkin dapat membingungkan para pembaca. Saleha sudah menganalisis dengan baik, tetapi Saleha tidak menjelaskan terlebih dahulu mengenai citra wanita secara umum. Dia langsung menjelaskan citra wanita secara mengkhusus, yaitu citra wanita bekerja saja. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan pada pembaca karena hasil penelitian tersebut langsung mengkhusus. Selain itu, juga tidak disebutkan kondisi sosial yang memengaruhi tokoh sehingga timbul citra tertentu mengenai wanita pekerja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diteliti citra wanita secara umum untuk lebih menjelaskan citra wanita Jepang yang ada di dalam masyarakat Jepang. Tujuannya adalah agar kekurangan dalam penelitian Saleha terjawab dalam penelitian ini. Di samping itu, diteliti pula mengenai kondisi sosial yang memengaruhi citra tersebut terbentuk. Adapun hubungan penelitian Saleha dengan penelitian ini adalah diharapkan mampu menjadi referensi dalam pengaplikasian teori penelitian ini. Mandrastuty (2010) meneliti citra wanita dan perjuanganya hak-haknya sebagai wanita dalam penelitian berjudul Novel Tarian Bumi Karya Oka

3 14 Rusmini: Kajian Feminisme. Penelitian Mandrastuty ini pertama-tama menganalisis unsur intrinsik novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini. Selanjutnya menganalisis citra wanita dan perjuangan tokoh wanita mewujudkan kesetaraan gender. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian Mandrastuty adalah teknik studi pustaka, teknik deskriptif analisis, dan metode informal. Hasil penelitian Mandrastuty mendeskripsikan unsur intrinsik, figur tokoh wanita, dan perjuangan tokoh wanita dalam mewujudkan feminisme. Unsur intrinsik pada novel tersebut, seperti tema, penokohan dan perwatakan, latar, alur, dan amanat diharapkan mampu membantu dalam menjawab rumusan masalah selajutnya. Penganalisisan mengenai unsur intrinsik juga membantu penelitian Mandrastuty untuk lebih memahami isi novel tersebut. Mandrastuty juga membahas citra tokoh wanita dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini, yaitu penggambaran citra wanita Bali. Citra wanita yang terdapat dalam novel ini adalah citra wanita bangsawan yang berbeda dengan citra wanita biasa. Citra wanita bangsawan digambarkan ayu, santun, dan menjadi wanita teladan, sedangkan wanita biasa digambarkan dengan kehidupan sulit, sabar, dan kurang cantik. Penelitian Mandrasuty ini mampu menggambarkan citra wanita Bali. Di samping itu, juga mampu menggambarkan mengenai perjuangan tokoh wanita dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita. Meskipun Mandrastuty berhasil menggambarkan citra wanita Bali yang terdapat dalam novel tersebut, Mandrastuty tidak terperinci dalam memaparkan hasil analisisnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tokoh wanita yang dimunculkan dalam penelitian. Oleh karena itu, pada penelitian ini dianalisis citra

4 15 wanita yang lebih terperinci. Di samping itu, juga diteliti keadaan sosial yang memengaruhi terbentuknya citra tersebut. Penelitian Mandrastuty diharapkan dapat menjadi acuan dalam penggunaan teori kritik sastra feminis sehingga memberikan gambaran untuk penelitian yang dilakukan ini. Sulistyorini (2005) dalam penelitian berjudul Citra Wanita dalam Kumpulan Cerpen Lakon di Kota Kecil Karya Ratna Indraswari Ibrahim menganalisis citra wanita yang dimunculkan dalam setiap judul cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Lakon di Kota Kecil. Selain itu, juga citra dalam kaitannya dengan budaya patriarki yang ada di Indonesia. Dalam penelitian itu Sulistyorini menggunakan teori feminisme dan teori gender. Dari hasil penelitian Sulistyorini ditemukan delapan citra wanita, yaitu wanita sebagai objek laki-laki, wanita yang memanfaatkan kecantikan, wanita yang percaya tradisi, wanita yang terpengaruh globalisasi, wanita yang menentang diskriminasi, wanita yang tersubordinasi, wanita sebagai korban ideologi gender, wanita sebagai penganut budaya, dan wanita sebagai individu. Dalam penelitian Sulistyorini dibahas juga hubungan wanita dengan budaya patriarki yang ada di masyarakat. Sulistyorini mampu menyajikan delapan citra wanita yang berbeda dari tiap-tiap cerpen. Namun, hal ini juga menyebabkan Sulistyorini kurang terfokus dalam penelitiannya karena mengambil semua judul cerita untuk diteliti. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini hanya diambil empat judul yang dianggap dapat mewakili citra wanita Jepang saat itu agar hasil analisis lebih terfokus.

5 16 Hayati (2012) dalam jurnal berjudul Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia menggunakan teori feminis dan teori strukturalisme sebagai pendukung. Hayati membahas karya-karya sastrawan perempuan Indonesia dan citra wanita yang dimasukkan ke karya-karyanya. Adapun hasil penelitian Hayati adalah para pengarang wanita di Indonesia sering kali menggambarkan tokoh wanita yang memiliki citra ibu, citra wanita setia, citra wanita sukses, citra wanita kedua, dan citra wanita ideal dalam karya sastranya. Dalam penelitian ini Hayati mampu menggambarkan citra wanita berdasarkan pengarang wanita yang ada di Indonesia. Dalam jurnalnya Hayati mampu menggambarkan citra wanita oleh pengarang wanita. Namun, Hayati tidak meneliti kondisi sosial yang memengaruhi munculnya citra tersebut. Hayati hanya terfokus pada citra dan pengarang ceritanya sehingga dalam penelitian ini diteliti kondisi sosial dan citra wanita dari sudut pandang pengarang laki-laki. Diharapkan jurnal ini juga dapat membantu memberikan gambaran penggunaan teori yang tepat untuk menjawab permasalahan yang ada. 2.2 Konsep Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa konsep untuk menunjang proses penelitian. Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Citra Wanita Citra memberikan suatu gambaran visual yang diwarnai rasa dan penghayatan. Citra wanita berarti gambaran seseorang atau sekelompok orang

6 17 tentang wanita. Unsur-unsur yang membentuk dan membangun citra diri, antara lain pendidikan, pekerjaan, kepribadian, kehidupan keluarga, kehidupan sosial, lingkungan, dan gaya hidup. Contoh citra wanita modern adalah wanita yang berpendidikan tinggi, bekerja di sektor publik, berkepribadian mandiri, berpenampilan mutakhir, berkedudukan setara dengan laki-laki, dan bebas bergaul dengan orang lain. Jadi, citra ditegakkan berdasarkan unsur-unsur yang selalu dipandang penting sebagai penopang eksistensi manusia. Bangunan citra ini dianggap penanda eksistensi manusia yang bisa difungsikan sebagai pemandu, rujukan, tolok ukur ucapan dan tindakan manusia (Heraty, 1991: 21). Selain itu, terdapat pula citra sosial berupa aspek keluarga dan masyarakat. Citra wanita dalam aspek sosial dibagi lagi menjadi dua peran, yaitu peran wanita dalam keluarga dan wanita dalam masyarakat (Sugihastuti, 2000: 7) Wanita Modern Wanita modern adalah perempuan dewasa yang sikap dan cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Wanita modern memiliki citra berpendidikan tinggi, bekerja di sektor publik, berkepribadian mandiri, berpenampilan terkini, bebas bergaul, dan berkedudukan setara dengan laki-laki (Heraty, 1991: 21). Hal ini tidak terlepas dari modernisasi yang terjadi. Modernisasi adalah konsep mengubah perekonomian terbelakang melalui perangkat industrialisasi, urbanisasi, transfer teknologi, bantuan keuangan, dan penyatuan perekonomian ke dalam sistem pasar kapitalis. Modernisasi menghasilkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengambil pekerjaan dan diupah sehingga wanita juga menjadi bagian yang penting dalam pembangunan (Mosse, 1996: 198). Wanita modern

7 18 digambarkan mudah frustrasi dan kehilangan pedoman. Wanita modern sering kali tidak bisa memilih antara mengikuti jati diri atau mengikuti citra wanita modern yang ideal. Citra ideal itu, seperti pintar, berpakaian menarik, dan bersikap dinamis. Citra ideal ini biasanya dibentuk oleh media informasi. Kebingungan ini akhirnya membuat wanita modern bertindak tidak berdasarkan prinsip, tetapi berdasarkan penilaian realistis yang ada. Hal ini membuat mereka terus bekerja demi pemenuhan kebutuhan material dan menunda pernikahan. Wanita modern sering kali digambarkan sebagai wanita yang kurang stabil dan terus mengejar pemenuhan aspek material untuk mengejar citra ideal. Selain itu, memiliki keluarga dianggap sebagai sesuatu yang dapat menghalangi hal tersebut (Iwao, 1993: ). Citra wanita modern yang ideal sering kali digambarkan seperti maneken yang mengenakan pakaian terbaru, berbadan ramping, dan menggunakan tata rias yang cantik. Pakaian terbaru yang dimaksud adalah pakaian ala barat. Wanita Jepang mulai meninggalkan kimono dan menggantinya dengan pakaian ala barat sekitar tahun Mereka menggunakan kimono hanya pada momen-momen tertentu. Gaya rambut wanita pun berubah, yaitu pada zaman Meiji wanita dan pria wajib memusung rambutnya (chonmage), tetapi kini berubah menjadi potongan rambut pendek. Meskipun perubahan gaya rambut yang sangat drastis ini mendapat banyak kritik pada awalnya, semakin banyak saja wanita yang memotong rambutnya. Pada saat itu potongan rambut yang terkenal adalah potongan rambut bob, mengikuti gaya rambut ala wanita Inggris. Begitu pula dengan tata rias, artinya para wanita terus menggunakan tata rias yang sesuai

8 19 dengan zaman dan perkembangannya, menggunakan make up dengan merek yang terkenal merupakan suatu keharusan. Perubahan penampilan wanita Jepang terus mengalami perubahan hingga masa kini, yaitu tidak ada lagi batasan bagi perempuan untuk mengekspresikan penampilannya. Meskipun kebiasaan wanita dalam berpenampilan sering kali dikaitkan dengan tindakan konsumerisme, hal itu tidak menjadi masalah yang berarti karena wanita modern telah mampu menghasilkan uang sendiri (Sato, 2003: ) Gender Gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan wanita yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Oleh karena itu, gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat, dan dari kelas ke kelas (Suharto, 2002: 23). Untuk memahami perbedaan gender yang menyebabkan ketidakadilan gender dapat dilihat sebagai berikut (Fakih, 2007: ). 1. Gender dan Marginalisasi Perempuan Proses marginalisasi sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat. Terdapat bentuk marginalisasi atas satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, yang disebabkan oleh gender. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi, kebiasaan, bahkan asumsi ilmu pengetahuan (Fakih, 2007: 14). 2. Gender dan Subordinasi Pandangan gender bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan.

9 20 Anggapan bahwa perempuan itu emosional sehingga perempuan tidak bisa memimpin berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting (Fakih, 2007: 16). 3. Gender dan Stereotipe Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Akan tetapi, stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilekatkan kepada mereka. Stereotipe menyebabkan wanita menjadi sulit mendapatkan pendidikan karena masyarakat beranggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami tidak belajar. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut (Fakih, 2007: 17). 4. Gender dan Kekerasan Kekerasan (violence) adalah serangan, baik terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender, di antaranya adalah pemerkosaan, pemukulan atau serangan, penyiksaan yang mengarah pada alat kelamin, dan prostitusi (Fakih, 2007: ).

10 21 5. Gender dan Beban Kerja Anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok menjadi kepala rumah tangga. Mengakibatkan semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya yaitu, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya. Di kalangan keluarga miskin beban menjadi lebih berat jika perempuan juga harus bekerja (Fakih, 2007: ). 2.3 Kerangka Teori Sebuah penelitian tidak akan mencapai hasil yang maksimal tanpa ada teori yang mendasarinya. Adapun landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Teori Sastra Feminis Teori sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis perempuan. Di samping itu, juga untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis laki-laki yang menampilkan perempuan sebagai makhluk yang ditekan, disalahtafsirkan, dan diremehkan oleh tradisi patriarki. Teori sastra feminis dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu teori sastra feminis ideologis yang melibatkan kaum perempuan sebagai pembaca, teori sastra feminis ginoteori yang mengkaji perbedaan antara tulisan perempuan dan tulisan laki-laki, dan teori sastra feminis sosialis yang mengkaji tokoh-tokoh perempuan dilihat dari sudut pandang sosial. Teori sastra feminis psikoanalitik mengkaji tulisan perempuan, yaitu pembaca wanita menempatkan dirinya sebagai tokoh

11 22 utama. Teori sastra feminis ras etnik menyoroti diskriminasi seksual dan teori sastra feminis lesbian adalah suatu teori sastra yang meneliti penulis serta karyakarya lesbian (Djajanegara, 2008: ). Dalam penelitian ini, digunakan teori sastra feminis sosialis. Menurut feminis sosialis, perempuan merupakan aspek utama dari dua hal. Pertama, sama seperti feminisme lainnya. Dalam penelitian feminis sosialis penindasan terhadap wanita tetap merupakan topik utama untuk dianalisis. Kedua yang juga diperhatikan adalah posisi dan pengalaman perempuan terhadap dunia, yang menjadi sudut pandang mendasar mengenai dominasi. Dalam teori feminis sosialis digunakan materialisme historis sebagai strategi analisis. Materialisme historis adalah sebuah prisip dasar mengenai kondisi material atau kondisi dasar kehidupan manusia, termasuk aktivitas dan hubungan yang menciptakan hal itu, seperti kepribadian, gagasan, dan tatanan sosial yang selalu berubah sepanjang waktu karena adanya dinamika sosial. Sejarah juga merupakan aspek penting yang menunjukkan catatan tentang perubahan kondisi dasar kehidupan manusia tersebut (Goodman & Ritzer, 2004:439). Analisis feminis sosialis mencakup dinamika ekonomi dan kondisi lain yang menciptakan dan mempertahankan kehidupan manusia, tubuh manusia, jenis kelaminnya, dan keterlibatannya dalam mencari nafkah dan mengasuh anak, pengurusan rumah tangga, dan rentetan tugas rumah tangga. Menurut feminis sosialis, kesadaran, motivasi, gagasan, definisi sosial, pengetahuan, idieologi, keinginan bertindak menurut kepentingan pribadi atau menyetujui kepentingan orang lain merupakan faktor yang sangat besar memengaruhi kepribadian,

12 23 tindakan manusia, yang ditunjukkan melalui tindakan (Goodman & Ritzer, 2004:440). Jadi, feminis sosialis adalah sebuah teori yang mengkaji tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosial dan segala aspek sosial yang memengaruhi suatu pribadi yang tumbuh dalam masyarakat tersebut Teori Citra Wanita Untuk mengetahui citra wanita, terdapat dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek fisis dan aspek psikis. Berikut dijelaskan kedua aspek tersebut Citra Diri Perempuan dalam Aspek Fisis Dalam sebuah karya sastra, citra fisis wanita bisa direpresentasikan dengan gambaran fisik wanita yang memiliki hubungan terhadap pengembangan tingkah lakunya. Dari penggambaran hubungan fisik ini yang tidak lepas juga dari penggambaran fisik laki-laki dalam karya sastra, maka sering terjadi adanya diskriminasi atau perbedaan dalam lingkungan sosial atau keluarga (Sugihastuti, 2000:82) Citra Diri Perempuan dalam Aspek Psikis Selain aspek fisis, wanita juga dapat direpresentasikan melalui aspek psikisnya, karena perempuan termasuk makhluk yang psikologis, yaitu makhluk yang memiliki perasaan, pemikiran, aspirasi, dan keinginan. Dari citra psikis ini tergambar kekuatan emosional yang dimiliki oleh wanita dalam sebuah cerita. Dari aspek psikis ini, tampak bahwa citra perempuan juga tidak terlepas dari unsur feminitas.

13 24 Melalui pencitraan perempuan secara psikis, bisa dilihat rasa emosi yang dimiliki wanita, rasa penerimaan terhadap hal-hal di sekitar, cinta kasih yang dimiliki dan yang diberikan terhadp sesama atau orang lain, serta menjaga potensinya untuk dapat eksis dalam sebuah komunitas. Timbal balik antara citra fisik dan psikis perempuan dalam karya sastra tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Sugihastuti, 2000:95) Teori Citra Diri Teori mengenai citra diri (self image) yang dikemukakan oleh Burn. Menurut Burn, citra diri adalah konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra diri dipengaruhi oleh pemikiran mengenai keindahan atau kebugaran dan bentuk tubuh yang ideal menurut seseorang. Sifat seseorang dapat dipengaruhi oleh citra yang dimilikinya, baik citra positif maupun citra negatif. Seseorang yang memiliki citra diri positif mempunyai sifat percaya diri, menghargai diri sendiri, menerima diri sendiri, dan dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Sebaliknya, seseorang yang memiliki citra diri negatif mempunyai sifat negatif, seperti rendah diri, membenci diri sendiri, pemalu, dan sifat-sifat lainnya yang menghambat penyesuaian sosial. Oleh karena itu, citra diri adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya yang dapat memengaruhi sifat orang tersebut ( Hadisubrata, 1990:50). Menurut Burn dalam Cash, aspek fisis dapat dibagi menjadi dua yaitu bagian tubuh dan keseluruhan tubuh. Bagian tubuh, yaitu wajah, rambut, gigi, hidung, lengan, perut, ukuran dan bentuk dada, pantat, pinggul, kaki, paha, leher, bentuk bibir, mata, dan pipi. Keseluruhan tubuh, yaitu mencakup berat badan,

14 25 tinggi badan, proporsi tubuh, penampilan fisik, tata rias dan bentuk tubuh termasuk juga model rambut dan pemakaian kosmetik ( Cash, 2002:405)..

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 1.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data yang dikumpulkan baik berupa skripsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap individu memiliki suatu citra tertentu yang didapatkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap individu memiliki suatu citra tertentu yang didapatkan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiap-tiap individu memiliki suatu citra tertentu yang didapatkan melalui suatu pengalaman. Pengalaman ini dapat diperoleh, baik secara langsung atau dengan cara tatap

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari sebuah proses gejolak dan perasaan seorang pengarang terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran pribadinya. Dengan kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Feminisme Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah menjadikan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sistem masyarakat. Feminisme memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian yang berkaitan terhadap pengkajian feminis dan objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada BAB IV KESIMPULAN Mansfield Park dan Kalau Tak Untung merupakan novel yang mengandung unsur sosial historis yang kuat, terutama menyangkut kedudukan perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki dan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media penyampaian informasi. Kekuatan media massa televisi paling mempunyai kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbincangkan perempuan dan laki-laki. Perempuan selama ini selalu saja

BAB I PENDAHULUAN. memperbincangkan perempuan dan laki-laki. Perempuan selama ini selalu saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gender adalah permasalahan yang sudah menjadi topik umum setiap memperbincangkan perempuan dan laki-laki. Perempuan selama ini selalu saja dianggap sebagai kaum lemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang ekspresif. Di dunia ini banyak sekali cara mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi ini dapat lewat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bandingan melibatkan studi teks-teks antarkultur atau budaya. Terdapat hal penting yang merupakan pola hubungan kesastraan. Bagian tersebut seperti

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif seorang pengarang. Hal ini sesuai dengan ungkapan Wallek dan Austin Warren (1989:3) bahwa karya sastra adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan kota yang inovatif dan serba maju dalam aspek kehidupan sosial ternyata telah menimbulkan berbagai permasalahan didalamnya seperti, semakin bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern)

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Bali secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern) (Bagus dan Ginarsa, 1978:3).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, semakin beragam pula persoalan yang muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak pernah habis dibahas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melakukan kajian terhadap kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini. Dalam menentukan metode penelitian

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE

BAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE BAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE Pada masa Revolusi Industri muncul fenomena - fenomena sosial dimasyarakat. Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Resma Anggraini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Resmaanggraini89@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Feminisme merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

KAJIAN FEMINIS CITRA AQIDAH WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GADIS PENGHAFAL AYAT KARYA M. SHOIM HARIS DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA

KAJIAN FEMINIS CITRA AQIDAH WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GADIS PENGHAFAL AYAT KARYA M. SHOIM HARIS DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA KAJIAN FEMINIS CITRA AQIDAH WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GADIS PENGHAFAL AYAT KARYA M. SHOIM HARIS DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Fauzia Ika Rosiani Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian terdahulu, khususnya penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman sosialnya dalam karya yang akan dibuat. Secara umum dapat digambarkan bahwa seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Sumarah karya Tentrem Lestari dapat diambil simpulan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Sumarah karya Tentrem Lestari dapat diambil simpulan sebagai berikut. digilib.uns.ac.id 84 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN 2.1 Tinjauan pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak

Lebih terperinci