BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang
|
|
- Suparman Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai kini sihir kerap kali masih dianggap sebagai sesuatu yang negatif dan witch merupakan representasi perempuan jahat. Witchcraft dan witch bahkan disebut sebagai simbol dari lemahnya perempuan dan persekutuan mereka dengan setan. Karya sastra berperan dalam mengantar keyakinan ini, dari generasi ke generasi sampai pada hari ini. Berbagai cerita anak yang bertema penyihir dari masa ke masa terus mengulangi arketip witch yang jahat. Kemudian J.K. Rowling menghadirkan konsep cerita yang sangat jauh berbeda dengan pakem cerita-cerita penyihir yang telah ada sebelumnya. Novel Rowling yang berjudul Harry Potter ini mengindikasikan dua hal penting; pertama, novel ini mengubah citra negatif sihir dan witch (perempuan tukang sihir); kedua, membongkar wacana maskulinitas hegemonik. Novel ini juga sekaligus menunjukkan fenomena yang santer di masyarakat dimana ada perbenturan antara sifat alamiah laki-laki dan perempuan serta stereotip gender yang diyakini di masyarakat. Dalam novel ini, sihir tidak diperlihatkan sebagai aktifitas bersekutu dengan setan seperti yang sering disebut-sebut selama ini. Di sini, sihir adalah bakat, kecakapan, dan ilmu pengetahuan. Ada sebuah usaha untuk memperbaiki citra sihir 169
2 (witchcraft) di mata pembaca agar sihir ini bisa lebih diterima. Cara pendeskripsian witchcraft yang seperti ini mengembalikan witchcraft pada esensinya yang semula sebelum masyarakat Eropa abad pertengahan menghubungkannya dengan sisi buruk perempuan. Kemudia terjadi sebuah proses pemutarbalikan posisi. Witchcraft yang selama berabad-abad lamanya disebut sebagai simbol kelemahan dan kerendahan yang melekat pada perempuan diberi peran yang sangat krusial dalam novel ini. Bakat sihir diletakkan dalam posisi sebagai power yang menentukan posisi seseorang dalam relasi sosial yang dibangun dalam novel ini. Kemampuan sihir yang dimiliki menjadi penentu posisi seseorang apakah dia menjadi superior dengan kekuasaan yang besar atau menjadi inverior. Seseorang dengan kemampuan sihir yang hebat tentu saja akan mendapatkan kekuasaan, sedangkan mereka yang tidak memiliki kemampuan sihir akan menjadi pihak yang inverior. Sihir dilekatkan bukan hanya pada perempuan tapi juga pada laki-laki. Bahkan bakat sihir ini kemudian menjadi salah satu karakter yang menentukan maskulinitas. Menjadikan sihir sebagai salah satu karakter maskulinitas tidak hanya untuk memperbaiki citra witchcraft tapi juga merupakan cara untuk menaikkan posisi witch agar tidak lagi berarti rendahan. Untuk lebih menonjolkan perubahan citra dan posisi penyihir perempuan (witch), witch dan wizard diberikan posisi yang setara dalam novel ini. Ditunjukkan bahwa witch tidak selalu berarti perempuan jahat dan wizard tidak selalu berarti baik dan bijaksana. Sama halnya tidak semua manusia baik, ada witch yang baik dan ada yang jahat, begitu pula dengan wizard. Jadi, seorang penyihir menjadi baik atau buruk, bukan karena dia laki-laki atau perempuan. Dengan 170
3 pemosisian yang seperti ini, makna harfiah witch adalah perempuan penyihir yang jahat dan wizard laki-laki yang baik nan bijaksana menjadi tidak lagi sesuai. Kata witch dan wizard hanya menjadi sebagai pemberi keterangan bahwa seseorang adalah perempuan atau laki-laki, sama halnya dengan kata ganti she dan he. Harry Potter yang sekaligus dijadikan judul novel ini merupakan model maskulinitas hegemonik. Dari apa yang ditampilkan tokoh Harry Potter, kelihatan bahwa Rowling mengubah stereotip maskulinitas hegemonik yang umum di masyarakat Eropa khususnya. Ciri laki-laki yang menunjukkan maskulinitas hegemonik dalam novel ini adalah memiliki kemampuan sihir yang hebat, berani mengambil resiko, dan memiliki sifat heroik yang membela kebenaran. Dalam novel ini, sisi-sisi feminin seperti kepekaan emosi, pengasih, kelembutan, dependen, dan kepedulian yang selama ini dianggap musuh oleh maskulinitas hegemonik merupakan hal yang sah-sah saja untuk dimiliki oleh laki-laki. Adapun yang ditekankan di sini adalah sihir dan keberanian. Sama halnya dengan laki-laki yang wajar-wajar saja menampilkan beberapa sisi feminin, perempuan juga menampilkan beberapa sisi maskulin tanpa kehilangan femininitas mereka. Novel ini menampilkan perempuan sebagai pribadi yang rasional, cerdas, mandiri, tetapi tetap tidak kehilangan sisi feminin mereka. Artinya, di saat-saat tertentu mereka tetap menunjukkan kerapuhan, kasih sayang, dan kepekaan emosi. Hal penting yang perlu digarisbawahi di sini adalah kemandirian dan kekuatan yang ada dalam diri perempuan tercipta, karena mereka memiliki kemampuan sihir yang baik. 171
4 Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk eksis di ruang publik. Perempuan bebas masuk ke dalam ruang yang selama ini hanya untuk laki-laki misalnya olah raga, petualangan, dan pertarungan. Mereka dinilai bukan dari jenis kelaminnya melainkan kemampuan sihirnya. Namun demikian, tetap saja yang dijadikan simbol adalah laki-laki. Contohnya walaupun dalam petualangan dan berbagai pertarungan Hermione memiliki peran yang sangat penting, tetapi yang menjadi simbol hero hanyalah Harry seorang. Tidak ada yang menyebut Hermione. Ini berarti relasi yang terbangun antara laki-laki dan perempuan adalah saling melengkapi dimana perempuan menjadi pihak yang mendukung keberhasilan lakilaki dalam mencapai apa yang menjadi tujuan bersama. Penulis melihat bahwa konstruksi karakteristik maskulin feminin serta relasi antara laki-laki dan perempuan dalam novel ini diarahkan untuk upaya memperbaiki citra dan menaikkan posisi witch dan witchcraft. Bakat Sihir yang mampu mengangkat sosok Harry Potter yang dalam istilah populernya disebut culun, emosional, dan yatim piatu menjadi model maskulinitas hegemonik dapat mengubah anggapan selama ini bahwa sihir adalah simbol kelemahan perempuan. Hal ini disebabkan witchcraft tidak lagi hanya identik dengan perempuan tapi juga menjadi elemen maskulinitas laki-laki. Dengan bakat sihir yang dimiliki Harry, tidak ada lagi yang peduli apakah penampilannya menarik atau culun. Kriteria penampilan ini tidak lagi dimasukkan dalam daftar karakteristik yang menentukan apakah seseorang masuk golongan maskulin yang hegemonik atau tidak. 172
5 Dengan berubahnya posisi witchcraft otomatis citra witch juga akan berubah. Lalu menyangkut persoalan relasi laki-laki perempuan dalam novel ini di mana perempuan ditempatkan sebagai pihak yang membantu laki-laki dan laki-laki dijadikan sebagai simbol, masih ada hubungannya dengan argument pada paragraf di atas. Laki-laki dijadikan tetap sebagai simbol dalam rangka menonjolkan kekuasaan maskulinitas hegemonik yang dibentuk oleh sihir tadi. Perempuan yang dalam novel ini digambarkan sebagai individu yang aktif namun menjadi rekanan yang membantu laki-laki, menyiratkan bahwa witch dan wizard bukanlah dua kubu yang beroposisi biner seperti yang digambarkan selama ini. Menjadi jelas bahwa dalam novel Harry Potter sihir menjadi penentu dari banyak hal. Oleh karena sihir di sini ditempatkan pada posisi sebagai power, tentu saja kemudian ciri-ciri maskulinitas femininitas dan penentuan posisi sentral periferi menjadi sangat tergantung pada kemampuan sihir ini. Dalam novel ini kelas dibagi menjadi penyihir dan bukan penyihir. Penyihir menempati posisi sentral, sedangkan mereka yang bukan penyihir menempati posisi periferi. Kesemua ini menunjukkan usaha keras pengarang untuk mengubah citra sihir selama ini. Dengan menempatkan sihir pada posisi seperti ini, memperlihatkan betapa heroiknya tokohtokoh dalam novel memusnahkan kejahatan dengan sihir mereka telah memberikan sihir ini kesan baik di mata pembaca. Dengan berubahnya wajah sihir ini, otomatis citra witch juga berubah. Rowling menggunakan wizard (penyihir laki-laki) sebagai tokoh antagonisnya dan para witch (penyihir perempuan) bersama para wizard yang lain berjuang melawan 173
6 kejahatan. Cara pemosisian ini memberikan wajah baru pada witch. Tokoh tokoh perempuan yang ditunjukkan memiliki sifat rasional, kuat, mandiri, cerdas dan tetap memiliki sisi feminin ikut mendukung perubahan citra witch. Menunjukkan witch dengan sifat yang demikian, mampu mengikis anggapan bahwa witch adalah perempuan rendahan dan lemah. Sisi feminin yang pengasih, peduli, dan kepekaan emosional membatalkan definisi witch adalah perempuan yang menggunakan sihir untuk kejahatan. Efek lain dari mengangkat Harry Potter sebagai tokoh utama, sekaligus pusat dari novel ini, membuka mata pembaca mengenai hal yang masih selalu terlupakan oleh masyarakat bahwa stereotip maskulinitas hegemonik adalah konstruksi sosial historis yang dapat diubah. Relasi antara laki laki dan perempuan dalam novel makin menonjolkan posisi Harry sebagai maskulinitas hegemonik, sehingga pembaca dapat dengan jelas melihat permasalahan maskulinitas hegemonik yang terlupakan ini. Selain itu, pola relasi ini menunjukkan fenomena yang terjadi di masyarakat menyangkut masalah gender. Terjadi benturan atara teori dan konvensi sosial kultural di masyarakat kita menyangkut persoalan gender. Teori yang dibuktikan dengan hasil penelitian empirik menemukan bahwa sifat-sifat maskulin feminin yang dibakukan dalam dikotomi gender bukanlah bawaan kodrat manusia. Baik laki-laki maupun perempuan merupakan individu yang identik, sehingga seharusnya mereka mendapatkan kesetaraan. Namun, masyarakat dihegemoni oleh ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki posisi yang lebih tinggi dari perempuan. 174
7 Sebagai hasil dari perbenturan ini adalah seperti apa yang tergambarkan dalam novel ini. Meskipun perempuan saat ini sudah lebih aktif dan mengeksiskan diri, tetap saja mereka dibendung oleh kekuasaan laki-laki. Pembaca dari segala usia dapat mengidentifikasi novel Harry Potter, bukan karena kesetaraan gender, melainkan karena pembaca dapat melihat refleksi pengalaman sehari-hari mereka menyangkut disparitas gender. Novel ini tidak mengajak pembaca menghayal, tetapi menunjukkan kondisi nyata yang melanda lakilaki dan perempuan di keseharian kita. 175
BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat
BAB IV KESIMPULAN Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat perempuan mengalami opresi di berbagai aspek kehidupan. Ideologi patriarki tersebar begitu luas dan kekuatannya pun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik
68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau perburuan penyihir. Di Eropa tengah, isu witch-hunt
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad pertengahan, tepatnya abad ke-14 dan ke-15, Eropa dihebohkan oleh isu witch-hunt atau perburuan penyihir. Di Eropa tengah, isu witch-hunt mengakibatkan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang
Lebih terperinciDekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1
Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. Representasi maskulinitas..., Nurzakiah Ahmad, FIB UI, 2009
BAB 4 KESIMPULAN Iklan, dengan beragam bentuknya, menjadi satu sarana promosi yang digunakan oleh produsen untuk memperkenalkan produk yang dipromosikan kepada khalayak ramai. Dengan kelihaian dan trik-trik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk. bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil konstruksi tersebut
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Konsep maskulinitas merupakan sebuah konstruksi gender yang diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra
Lebih terperinciyaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang
yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Dinamika dominasi..., Ely Nurmaily, FIB UI, 2009
78 BAB 4 KESIMPULAN Rowling di dalam salah satu wawancaranya bersama O Malley dalam Connie Ann Kirk mengatakan bahwa sekolah penyihir yang ia ciptakan merupakan analogi dari sebuah arena potensi atau kekuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Iklan merupakan bentuk komunikasi persuasif yang menyajikan informasi tentang aneka ragam produk, gagasan, serta layanan yang tujuan akhirnya adalah memenuhi
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi laki-laki sebagai pemilik otoritas lebih tinggi daripada perempuan. Karena laki-laki
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui
BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan wajah identik bagi para wanita saja, namun saat ini para pria mulai menyadari akan pentingnya untuk menjaga kesehatan kulit wajah. Berbagai macam produk perawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok
digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. masyarakat Eropa pada umumnya. Semangat revolusi Perancis sangat
119 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Didasarkan pada apa yang sudah ditanyakan pada penelitian ini sebagai rumusan masalah dan dibahas pada bab II dan III dapat ditarik kesimpulan bahwa revolusi perancis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciGambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Berkendara sepeda motor sudah menjadi budaya pada masyarakat modern saat ini.kesan bahwa berkendara motor lebih identik dengan kaum adam nampaknya begitu kokoh dan membumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsurunsur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam novel terdapat unsur dari dalam yang membangun terciptanya novel, atau biasa disebut unsur intrinsik. Nurgiyantoro (2007:23) berpendapat bahwa unsur intrinsik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam
BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan
BAB IV KESIMPULAN Secara formal, Era Victoria dimulai pada tahun 1837 hingga 1901 dibawah pimpinan Ratu Victoria. Era Victoria yang terkenal dengan Revolusi industri dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan
Lebih terperinciBAB 5. Ringkasan. memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual
BAB 5 Ringkasan Pada bab ini yang juga merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual pada tokoh Yuriko Hirata
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, tetapi konten dan fungsi yang ditawarkan masih sangat jarang. Kemudian, film mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan
BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai
Lebih terperinciRenungan untuk Hari Kartini MEMBANGUN KONSEP DIRI PEREMPUAN YANG ADIL GENDER Oleh Nenden Lilis A.
Artikel Opini/ H.U. Pikiran Rakyat Renungan untuk Hari Kartini MEMBANGUN KONSEP DIRI PEREMPUAN YANG ADIL GENDER Oleh Nenden Lilis A. Teman-teman saya di sini mengatakan agar sebaiknya kami tidur saja barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Feminisme merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Menurut
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih
Lebih terperinci12 Universitas Indonesia
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai bahasa dan gender banyak dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, penelitian mengenai bahasa dan gender yang dikaitkan dengan persepsi belum
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam. memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak langsung membawa Opera Batak kepada perubahan yang berarti.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Kritik ekofeminisme..., Ketty Stefani, FIB UI, Universitas Indonesia
111 diajak untuk bersama-sama dengan perempuan dalam posisi yang setara untuk membangun kehidupan yang bebas gender yang akan sangat bermanfaat dalam usaha penyelamatan dan perlindungan alam sehingga tercipta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan pada dasarnya merupakan suatu bentuk proses komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi gagasan atau ide kepada sekelompok orang atau individu melalui suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai
Lebih terperinciSTRATEGI PEMBELAJARAN PERSPEKTIF GENDER
STRATEGI PEMBELAJARAN PERSPEKTIF GENDER Dr. Marzuki PSW UNY KONSEP DASAR MENGAJAR Mengajar adalah proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Mengajar adalah proses transfer
Lebih terperinci2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa
Lebih terperinciCITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA
CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Resma Anggraini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Resmaanggraini89@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari
Lebih terperinciBAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah
14 BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori/Metode 4.1.1 Teori membuat Komik Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah Gambar-gambar dan lambing-lambang yang terjukstaposisi dalam turutan
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. daripada karya fiksi (Wellek & Warren, 1995:3-4). Sastra memiliki fungsi sebagai
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi (Wellek & Warren, 1995:3-4). Sastra memiliki fungsi sebagai hiburan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam menciptakan brand identity, position, dan image yang kuat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dalam menciptakan brand identity, position, dan image yang kuat melalui iklan banyak dilakukan oleh perusahaan untuk membedakan produk yang dipasarkan dari
Lebih terperinci42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser
RESPONS TOKOH PEREMPUAN TERHADAP IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI: SUATU KAJIAN FEMINIS Sherly Yunityas ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya respons tokoh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik merupakan bagian penting dari kehidupan manusia dan merupakan situasi yang wajar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film adalah sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film yang dibuat untuk memberikan
Lebih terperinciBAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR
BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk mengekspresikan
Lebih terperinci2015 LADY BIKERS 250CC PLUS DALAM GAMBARAN FEMININITY DAN MASCULINITY
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang dari fenomena wanita yang menjadi lady bikers dan bergabung menjadi anggota klub motor yang didominasi oleh laki-laki, rumusan masalah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra yang banyak diterbitkan merupakan salah satu bentuk dari berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk seni, tetapi sastra juga
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010
BAB 4 KESIMPULAN Berbagai bentukan memori seperti memisahkan, mengatasi, dan memasarkan memori telah membangun konstruksi memori kolektif kota Jakarta. Kota Jakarta sejak masa pemerintahan kolonial tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hiburan publik. Kesuksesaan film dikarenakan mewakili kebutuhan imajinatif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan bagian dari komunikasi massa yang sudah menjadi bagian dari kehidupan saat ini. Di akhir abad ke-19, film muncul sebagai hiburan publik. Kesuksesaan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Sebelas Patriot merupakan novel yang berlatar belakang kecintaan terhadap tanah air,
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan
Lebih terperinci1Konsep dan Teori Gender
1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap Negatif Terhadap Korban Pemerkosaan 2.1.1. Definisi sikap negatif terhadap korban pemerkosaan Sikap negatif terhadap korban pemerkosaan adalah penilaian individu mengenai
Lebih terperinciPERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN
BEDAH BUKU PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN Setyoningsih *) Judul buku : Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi Perjuangan Penulis : Anang Santoso Penerbit : PT Bumi Aksara Jakarta, Maret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,
Lebih terperinciLaki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,
Lebih terperinciNomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN
Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri
Lebih terperinciGENDER DAN KESEHATAN MENTAL
GENDER DAN KESEHATAN MENTAL Kesehatan mental: tidak hanya bicara penyakit, tapi masalah2 penyesuaian diri (dalam arti luas) dan upaya2 menjadi sehat mental Stres, konflik, frustasi Dukungan sosial Penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal itulah yang juga tercipta dalam Antologi Cerpen Ironi-ironi Kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengkajian cerpen sebagai suatu objek yang akan diteliti bukanlah hal baru lagi. Cerpen sebagai bagian dari karya sastra dalam kehidupan bisa mencakup beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar dan terus berkembang. Setiap usaha dalam pencapaian tujuan-tujuannya yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha setiap perusahaan selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai, tujuan yang ingin dicapai diantaranya adalah mendapatkan keuntungan yang besar
Lebih terperinci