LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN"

Transkripsi

1 LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN Nama Peneliti: I Nyoman Norken I Ketut Suputra I Gusti Ngurah Kerta Arsana Program Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana 2015 i

2 ii

3 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Subak di Bali sudah dikenal sangat lama sebagai lembaga tradisional yang memiliki aktivitas pengelolaan usaha tani di lahan sawah. Subak diyakini telah ada sejak diperkirakan mulainya dikenal persawahan di Bali yaitu pada sebelum abad ke IX dengan adanya tulisan tentang huma yang berarti sawah dan kasuwakan yang dalam kasanah bahasa Bali dapat berubah menjadi kasubakan yang artinya organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya sudah berlangsung ribuan tahun, namun subak hingga saat ini merupakan perkumpulan petani pemakai air untuk irigasi (persawahan) yang masih berfungsi dan beraktivitas dengan cukup baik dan telah diakui sebagai warisan budaya dunia. Subak pada prisipnya adalah merupakan masyarakat adat di Bali yang bersifat sosio agraris religius yang telah adad sejak lama dan berkembang terus sebagai organisasi yang mengatur air untuk persawahan. Dalam prakteknya filosopi subak dalam melaksanakan berbagai kegiatan sangat erat dengan filosopi desa adat yang ada di Bali yaitu landasan filosopi Tri Hita Karana. Dalam agama Hindu di Bali konsep Tri Hita Karana merupakan falsapah hidup yang sangat tangguh dan universal dalam menjalani kehidupan berdasarkan ajaran kebenaran (dharma) yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir dan bathin (moksa) yang disebut: moksartham dan jadatdhita. Tri Hita Karana berasal dari kata Tri yang berarti tiga, Hita yang berarti kebahagiaan dan Karana yang berarti penyebab, dengan demikian Tri Hita Karana berarti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan atau keharmonisan. Selanjutnya ketiga penyebab terciptanyan kebahagiaan atau keharmonisan tersebut meliputi keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan/Pencipta disebut Parahyangan, hubungan manusia dengan alam sekitar disebut Palemahan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya disebut Pawongan. Berkaitan dengan subak, keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan atau Parahyangan ditandai dengan dibangunnya tempat 3

4 ibadah (pura) dalam wilayah subak dan diikuti dengan aktivitas keagamaan/ritual dalam melaksanakan kegiatan. Hubungan manusia dengan lingkungan dan alam sekitar atau Palemahan yang dalam hal ini adalah wilayah subak itu sendiri terkait berbagai aspek pisik seperti: pemberian dan pengaturan air, lahan dan aktivitas dalam pelaksanaan kegiatan usaha tani pada lahan persawahan. Sementara hubungan antara manusia dengan manusia atau Pawongan yang dalam hal ini adalah para petani anggota subak yang disebut kerama subak sebagai pelaksana kegiatan usaha tani, hak dan kewajubanya diatur dalam aturan subak yang disebut awig-awig serta kesepakatan yang disebut pasuare. Berkaitan dengan Parahyangan yaitu hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan dalam subak, para kerama/anggota subak melaksanakan kegiatan atau ritual keagamaan dalam satu siklus masa tanam padi atau satu siklus peananaman padi yaitu mulai saat membuka pintu air pada sumber air irigasi ( sungai atau mata air) dan mengalirkanya ke saluran irigasi sampai saat menyimpan padi di tempat penyimpanan (disebut lumbung). Soken dkk (2010) menguraikan ada dua kategori jenis ritual yang dilakukan antara lain: ritual yang dilaksanakan secara berkelompok oleh seluruh anggota subak dan ritual yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota subak. Ritual yang dilaksanakan secara berkelompok adalah mapag toya dan magurupiduka di pura Ulunsuwi/Ulun Empelan dan marekang toya, nangluk merana, pangawiwit, dan ngusaba di pura Bedugul. Adapun ritual yang dilaksanakan secara pribadi atau sendirisendiri adalah ngendagin, ngurit, mubuhin, ngulapin, nangluk mrana, ngiseh, mabahin, nyangket, mantenin dan Rsi Ghana. Selanjutnya Pitana (1993) menguraikan upacara yang dilakukan pada secara bersama pada tingkat tempek atau subak maupun subak gede antara lain: mendak/mapag toya, mebalik sumpah, merebu, ngusaba, nangluk merana, pakelem serta odalan. Sedangkan rituan yang dilakukan secara individual meliputi: ngendagin, ngurit, nuasen, neduh, biukukung, mebanten manyi dan mantenin. Sementara Martiningsih (2011) menyatakan bahwa selama ini anggota subak melaksanakan upacara keagamaan (ritual) yang telah dilaksanakan secara turun temurun seperti: mendak toya, ngendagin, mewinih, nangluk merana hingga upacara yang terbesar yaitu ngusaba. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaanya berbagai upacara ritual tersebut dilaksanakan dengan berbagai variasi namun mempunyai hakekat atau makna yang sama, yang disebut desa, kala, patra yang berarti di sesuai dengan tempat, waktu dan kondisi di tempat masing-masing. Sementara kapan dan bagaimana berbagai jenis kegiatan ritual tersebut dilakukan 4

5 secara detail dalam satu periode masa tanam padi secara keseluruhan belum diuraikan secara rinci, serta apakah berbagai jenis ritual tersebut masih dilakukan pada saat ini pada era yang sudah sangat modren. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui rangkaian upacara keagamaan (ritual) yang dilakukan oleh para anggota subak, serta sejauh mana ritual tersebut masih dilakukan saat ini. Penelitian mengambil tempat di Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, yang merupakan subak dengan luas yang relatif sangat kecil dan pelaksanaan ritual saat ini masih dilaksanakan secara konsisten dan turun temurun. 2. Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain: 1) Apa saja rangkaian ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 2) Apa makna dan sarana masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 3) Berapa besar dan sumber dana yang digunakan masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui rangkaian ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 2) Untuk mengetahui makna dan sarana masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 3) Untuk mengetahui besar dan sumber dana yang digunakan masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 4. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini adalah : 1) Sebagai informasi aktivitas ritual yang masih dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 5

6 2) Sebagai upaya untuk melestarikan subak sebagai salah satu warisan budaya dunia. 5. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada: 1) Penelitian hanya dilakukan pada Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 2) Penelitian hanya berfokus kepada aspek aktivitas tradisional keagamaan yang dilakukan oleh subak tersebut. 6

7 II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem dan Sejarah Subak 1) Sistem Subak. Walaupun sistem subak di Bali telah dikenal sangat lama, namun definisi tentang subak secara resmi dijelaskan pada Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Bali No. 02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi Daerah Provinsi Bali, memberi batasan bahwa subak adalah: masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris religius yang secara historis didirikan sejak dahulukala dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain di dalam suatu daerah. Selanjutnya pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali, Nomor 9 Tahun 2012, Tentang Subak mendefinisikan bahwa: Subak adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Sementara berbagai peneliti subak juga memberikan definisi subak dengan berbagai sudut pandang seperti: Geertz (1967) dalam Pitana (1993) memberi batasan bawha subak adalah areal persawahan yang mendapatkan air adri satu sumber. Selanjutnta Sutawan dkk (1986) dalam Pitana (1993) mejelaskan bahwa subak adalah organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri, manifestasi Tuhan sebagaai Dewi Kesuburan), serta mempunyai kebebasan di dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun di dalam berhubungan dengan pihak luar. Sementara Grader (1979) dalam Griadhi, dkk (1993) menyatakan bahwa subak merupakan: kumpulan sawahsawah dari saluran yang sama atau dari cabang yang sama dari suatu saluran, mendapat air dan merupakan pengairan. Selanjutnya juga dijelaskan pandangan Sutha, 1978, bahwa persubakan adalah: organisasi kemasyarakatan yang disebut Seka Subak adalah suatu kesatuan sosial yang teratur di mana para anggotanya merasa terikat satu sama lain karena adanya kepentingan bersama dalam hubungannya dengan pengairan untuk persawahan, mempunyai pimpinan (pengurus) yang dapat bertindak ke dalam dan ke luar serta mempunyai harta baik 7

8 material maupun immaterial. Selanjutnga Pitana (1993) menjelaskan bahwa subak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air irigasi untuk anggotaanggotanya Subak mempunyai pengurus dan aturan-aturan (awig-awig), baik tertulis maupun tidak tertulis. Subak mempunyai sumber air bersama. Subak mempunyai areal persawahan. Subak mempunyai otonomi baik internal maupun external. Subak mempunyai satau atau lebih Pura Bedugul (tempat persembahyangan pada areal subak). Dari uraian di atas sangat jelas bahwa subak pada dasarnya adalah satu organisasi kemasyarakatan yang bersifat tradisional religius yang otonum baik internal maupun external serta dibentuk untuk mengatur air dari sumbernya untuk mengairi satu daerah persawahan. Namun saat ini seperti yang dijelaskan oleh Purwita (1993) dan Griadhi dkk (1993) organisasi subak juga dibentuk untuk mengatur organisasi pertanian bukan persawahan (perkebunan) yang dikenal dengan nama subak abian yang mengelola lahan perkebunan. 2) Sejarah Subak. Seperti yang dijelaskan oleh Purwita (1993), sangat sulit melacak kapan sesungguhnya sistem irigasi tradisional subak yang ada di Bali mulai di bangun, namun diyakini bahwa subak telah ada sejak diperkirakan mulainya dikenal persawahan di Bali yaitu pada abad ke 9 (prasasti Sukawana A.I, tahun 882 M) yang telah menyebut kata huma yang berarti sawah, sementara pada prasasti Bebetin AI tahun 986 M yang menyebutkan undagi pangarung yang bearti tukang membuat terowongan air atau dalam bahasa Bali disebut aungan, selanjutnya dijelaskan pula dari beberapa prasasti (Pandak Badung tahun 1071 dan Klungkung tahun 1072), tulisan tentang kasuwakan yang dalam kasanah bahasa Bali dapat berubah menjadi kasubakan yang artinya organisai subak, atau suatu daerah irigasi. Berkaitan dengan pengelolaan subak, Purwita (1993) dalam Norken dkk (2010), menguraikan bahwa setelah Pulau Bali berada dibawah naungan Kerajaan Majapahit pada tahun 1343 M, sistem pengelolaan pertanian mengalami perkembangan lagi, sejak saat itu di angkat seorang Asedahan yang bertugas 8

9 mengoganisasikan beberapa subak, yang juga disebut Pasedahan, sebutan asedahan dikemudian hari berubah sebutannya menjadi sedahan yang saat itu mendapat kepercayaan untuk mengurus pungutan upeti yangdisebut suwinih atau tigasana atau pajak untuk pertanian. 2. Organisasi Subak Sebagai organisasi pada umumnya, subak juga mempunyai struktur organisasi. Walau bentuknya sangat sederhana tetapi cukup efektif dalam mengatur kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para petani anggota subak atau disebut kerama subak. Pemimpin dalam subak biasanya disebut prajuru. Seperti yang diuraikan oleh Pitana (1993), untuk subak yang kecil cukup hanya dipimpin oleh seorang ketua yang disebut kelihan subak atau pekaseh. Sedangkan untuk subak lebih besar maka prajuru terdiri dari: Pekaseh (ketua). Petajuh (wakil ketua). Tidak semua subak dilengkapi dengan wakil ketua. Penyarikan atau juru tulis (sekretaris). Patengen atau juru raksa (bendahara). Kasinoman atau juru arah (penyalur informasi) Saya (pembantu khusus), biasanya dipilih berkitan dengan kegiatan keagamaan. Untuk subak yang sangat besar disebut subak gede, biasanya dilengkapi pekaseh gede dan wakil pekaseh gede. Sementara organisasi subak yang mencakup seluruh dalam satu daerah aliras sungai (DAS) disebut Subak Agung dan dipimpin oleh Pekaseh Subak Agung. Subak juga dapat dibagi-bagi lagi dengan bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut tempek dan dipimpin oleh kelihan tempek, kelihan tempek berada dibawah pekaseh. Dimasa lalu pembinaan subak dilakukan oleh yang disebut Sedahan Yeh pada tingkat kecamatan yang juga merupakan petugas pemungut pajak (dulu dinamakan IPEDA), sedangkan ditingkat kabupaten pembinaan dilakukan oleh Sedahan Agung dan merupakan pembina teringgi dari subak, biasanya langsung dijabat oleh Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten. Salah satu peran yang paling menonjol peranan dari Sedahan dan Sedahan Agung adalah dalam mengatur pendistribusian air antar subak maupun antar bangunan pengambilan air/bendung, umumnya para anggota subak sangat mematuhi keputusan Sedahan dan Sedahan Agung dalam pengaturan air dan mereka sangat berwibawa dan disegani oleh para anggota subak. Namun sejak dicanangkannya Pemerintahan Otonomi Daerah di tingkat Kabupaten pada tahun 2000an, Sedahan maupun Sedahan Agung sebagai aparat pemerintah pembina subak tidak jelas keberadaanya (Norken, dkk, 2010).. Hal ini menyebabkan para pengurus 9

10 subak kehilangan koordinasi dalam menyelesaikan berbagai masalah sehingga sering kali menimbulkan konflik dalam pemanfaatan air diantara subak. Selain itu subak juga dibina oleh Dinas Pekerjaan Umum yang dalam hal ini dilakukan oleh Sub Dinas Pengairan berkaitan dengan pembangunan atau pemeliharaan bangunan-bangunan irigasi. Sedangkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pertanian dibina oleh Dinas Pertanian, serta yang berkaitan dengan masalah adat-istiadat dibina oleh Dinas Kebudayaan. Pembinaan ini dilakukan sejak sektor pertanian mendapat perhatian yang cukup intensif dari pemerintah (sejak tahun 1970an), yang sebelumnya hanya dilakukan oleh Sedahan dan hanya berkaitan dengan pajak. Pembinaan-pembinaan tersebut sangat membantu para petani dalam pengoperasian bangunan-bangunan irigasi, seperti pintu-pintu air, serta meningkatkan pengetahuan para petani dalam melakukan intensifikasi pertanian, sehingga para petani dapat meningkatkan produksi. Pada saat ini berdasarkan Perda Provinsi Bali, Nomor 9 Tahun 2012, Tentang Subak, tugas dan kewenangan pembinaan subak dilakukan Gubernur berkoordinasi dan bekerjasama Bupati/Walikota dibantu oleh lembaga dan instansi teknis yang terkait. Struktur organisasi subak dapat dilihat pada Gambar 1. 10

11 Kekuasaan tertinggi Rapat Anggota Subak (Paruman Kerama) Pekaseh/Kelihan Subak (Ketua Subak) Prajuru /Pimpinan Pangliman/Petajuh (Wakil Ketua) Pesayahan/Penyade (Kelompok Kerja) 1. Bidang Umum 2. Bidang Pembangunan 3. Bidang Agama dll. Penyarikan/Juru Surat (Sekretaris) Petengan/Juru Raksa (Bendahara) Pembantu Pimpinan Kesinoman/Juru Arah (Pembantu Umum) Pelaksana Kelihan Tempek (Ketua Kelompok) Kelihan Tempek (Ketua Kelompok) Kelihan Tempek (Ketua Kelompok) Kerama Subak (Anggota Subak yang Berkelompok dalam Tempek) Gambar 1. Struktur Organisasi Subak (Sushila 1996). 3. Jaringan Irigasi Subak Jaringan irigasi subak tidak jauh berbeda dengan jaringan irigasi pada umumnya yang terdiri dari empelan (bendung), bungas (bangunan pengambilan), telabah (saluran) serta aungan (terowong), tembuku (bangunan bagi), bangunan pelengkap seperti: abangan (talang), pekiyuh/pepiyuh (bangunan pelimpah samping), petaku (bangunan 11

12 terjun), jengkuwung (gorong-gorong), keluwung (urung-urung), titi (jembatan penyebrangan) dan telepus (siphon). Pura Ulun Empelan Empelan (Bendung Subak) Aungan (Terowongan) Telabah Gede (Saluran Primer) Tukad (Sungai) Pura Bedugul Tembuku Aya (B.Bagi Primer) Tembuku Pemaron (B.Bagi Sekunder) Telabah Pemaron (Saluran Sekunder) Tembuku Cerik (B. Sadap) Telabah Cerik (Saluran Tersier) Telabah Pengutangan (Saluran Pembuang) Gambar 2. Jaringan Irigasi Subak (Suputra, 2008). 4. Distribusi dan Pengelolaan Air dalam Subak Sumber air pada subak umumnya bersumber dari aliran sungai atau mata air. Kemudian dari sumber air dialirkan melalui pengambilan bebas, untuk selanjutnya ke saluran (telabah) atau terowongan (aungan). Air yang masuk ke saluran atau 12

13 terowongan sangat tergantung dari tinggi muka air sungai yang mengalir di sungai atau besar kecilnya mata air, semakin besar sumber air saat musim hujan, semakin besar air yang masuk ke saluran, hal ini terjadi karena pengambilan air merupakan pengambilan bebas (free intake). Sebagai sistem irigasi tradisional yang dibangun jauh sebelum sistem irigasi teknis dikenal, cara pembagian dan pendistribusian airpun digunakan cara-cara tradisional. Saat ini cara pembagian air sudah ditingkatkan dengan teknik konstruksi yang lebih modern dan dapat berfungsi lebih baik. Untuk pendistribusian air pada bagunan bagi (tembuku), sistem subak menggunakan perbandingan luas sawah yang diairi, dengan satuan yang dipakai disebut ayahan, yaitu satuan yang didasarkan atas jumlah pemakaian benih (wit). Satuan ayahan artinya satu satuan tenaga kerja (orang) yang harus dikeluarkan bila para petani anggota subak mengadakan aktivitas, misalnya memperbaiki telabah, bangunan bagi atau aktivitas lain. Ayahan setara dengan satu ukuran benih (wit tenah), yang kira-kira sama dengan luas sawah yang memerlukan benih lebih kurang sebanyak 25 kg (0,3-0,5 Ha). Satu ayahan berhak atas air sebesar satu tektek atau satu kecoran. Tektek atau kecoran adalah air yang mengalir lewat penampang berlebar kurang lebih empat jari tangan atau 8-10 cm, dengan kedalaman kurang lebih 1 cm. Satu tektek tidak selalu sama untuk subak satu dengan subak lainnya. Kadang-kadang satu tektek dipakai panjang rentang ujung ibu jari dengan ujung jari manis atau (kilan) (Norken, 1993). Gambar 3. Pembagian Air dengan Sistem Tektek (Norken, dkk 2015). Pada sistem subak, yang ditekankan adalah keadilan dalam memperoleh air. Oleh karena itu satuan tetek ini masih ditambah dengan kesepakatan para petani para 13

14 anggota subak melalui musyawarah, dengan mempertimbangkan jauh dekatnya sawah yang diairi serta porositas tanah. Apabila air yang mengalir tidak cukup untuk mengairi seluruh areal sawah dalam satu subak, maka pemberian air dilakukan dengan cara pergiliran atau rotasi, yaitu subak dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut tempek (subak dibagi menjadi 2 atau 3 bagian), selanjutnya diadakan pergiliran (rotasi) pemberian air pada masing-masing tempek. Pola rotasi biasanya diawasi oleh patelik atau pangliman (petugas yang ditunjuk untuk mengawasi pergiliran air). Selain dengan cara rotasi, pada sistem subak juga dikenal pengaturan pemberian air dengan sistem nyorog atau juga disebut nugel bungbung, yaitu dengan mengatur waktu tanam tidak bersamaan. Subak yang luas, atau beberapa subak yang sumber airnya berasal dari satu bendung (empelan) dibagi menjadi 3 blok/bagian (hulu, tengah dan hilir). Subak yang berada di bagian hulu mendapat air paling dahulu (disebut ngulu), subak yang berada dibagian tengah memperoleh air setelah bagian hulu selesai mengolah tanah (disebut maongin), selanjutnya subak yang paling hilir memperoleh air setelah subak bagian tengah selesai mengolah tanah (disebut ngasep). Perbedaan pemberian air masing-masing bagian berkisar antara 2 sampai 4 minggu. Apabila subak hanya memanfaatkan air tirisan/air buangan sisa dari subak-subak yang ada dibagian hulunya, maka subak semacam ini dinamakan subak natak tiyis. Air tirisan yang sudah dipakai oleh subak kemudian ditampung atau disalurkan melalui saluran pembuangan (pengutangan). Saluran pembuangan subak ini oleh subak dibagian hilirnya dimanfaatkan sebagai saluran pembawa (telabah), kemudian dibangun bangunan bagi (tembuku) untuk mengalirkan pada subak natak tiyis tersebut. Dalam hal pengaturan pola tanam, umumnya sangat bergantung pada ketersediaan air yang tergantung dari musim, pada musim hujan dilakukan penanaman padi secara serempak pada saat musim hujan (kerta masa), sedangkan pada musim kemarau saat air berkurang dilakukan dengan mengatur jadwal penanaman (nyorog atau nugel bumbung ) atau dengan sistem bergilir (gadon). Organisasi subak mengatur jadwal dan pola tanam secara rinci, melalui limit waktu mulai menyemai benih padi (ngurit), limit waktu mulai menanam padi (nandur) sampai batas akhirnya, termasuk jenis padi yang boleh ditatam, padi berumur panjang/padi Bali (tebak/tebek taun) atau padi dengan umur pendek (tebak/tebek cicih). Pengaturan pola tanam ini dituangkan dalam awig-awig atau dengan kesepakatan (perarem) setelah dilakukan melalui rapat anggota (paruman) yang dilakukan sebelum penanaman padi dilakukan, apabila ini 14

15 dilanggar maka petani bersangkutan akan dikenai sangsi berupa denda sesuai dengan yang diatur dalam awig-awig atau perarem. Dalam hal pengelolaan sumber daya air pada subak, pengaturan air dilakukan oleh para pengurus subak dalam wilayah subak atau antar wilayah subak melalui kesepakatan. Apabila terjadi ketidak sepakatan diantara pengurus subak atau antar wilayah subak, maka Sedahan dan Sedahan Agung sebagai pembina subak mempunyai peranan yang sangat penting dalam koordinasi pengaturan dan pemanfaatan air antar subak. Pada umumnya para pengurus dan anggota subak sangat mematuhi keputusan Sedahan dan Sedahan Agung dalam pengaturan air dan mereka sangat berwibawa dan disegani oleh para anggota subak. Akan tetapi, saat ini fungsi dan peran sedahan dan sedahan agung sebagai aparat pemerintah pembina subak tidak jelas keberadaanya. Hal ini menyebabkan para pengurus subak kehilangan koordinasi dalam menyelesaikan berbagai masalah sehingga sering kali menimbulkan konflik dalam pemanfaatan air diantara subak (Norken dkk, 2010). Table 1.Pengaturan Pola Tanam dengan Sistem Nyorog pada Subak Agung Yeh Ho. Nama Subak Luas Tanaman Padi Blok Ngulu Maongin Ngesep Waktu Mulai Penanaman Padi ha ha ha ha 1. Aya Blok I (Ngulu) 2. Penebel Riang Padi I: Des, Jan Padi II: Juli, Agu 4. Jegu Caguh Blok II (Maongin) 6. Meliling TelagaTunjung Meliling Sungsang Gadungan Padi I: Jan, Feb Padi II: Agu, Sep Blok III (Ngasep) Padi I: Feb, Mar Padi II: Okt, Nov 8. Lambuk Total Luas (ha) Sumber: Norken dkk (2015). 15

16 5. Siklus dan Rangkaian Ritual pada Subak 1) Siklus Ritual. Siklus ritual yang dilaksanakan pada sistem subak adalah siklus masa tanam padi, baik itu masa tanam padi saat musim hujan maupun musim tanam saat musim kemarau. Masa tanam pada musim hujan berkisar antara bulan Oktober sampai bulan April, yang disebut masa atau kerthamasa, atau juga disebut tebak/tebek taun. Sedangkan masa tanam pada musim kemarau berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan September, yang disebut gadon/gegadon atau disebut juga tebak/tebek cicih. Masa tanam diatur dalam peraturan subak (awig-awig) yang disebut dengan Indik Petanduran (Prihal Penanaman), sementara untuk penentuan awal masa tanam serta rangkaian upacaranya ditentukan melalui rapat anggota subak yang dilaksanakan secara berkala sesuai dengan kebutuhan, dan hasilnya berupa kesepakatan (perarem). Siklus ritual pada masa tanam padi merupakan rangkaian kegiatan ritual yang mendukung pelaksanaan masa tanam padi mulai dari permulaan pengaliran air dari sumber air ke saluran irigasi (telabah). Sumber air tersebut bisa sungai atau bendung yang dibuat di sungai, atau mata air yang merupakan sumber air untuk mengairi subak, didekat sumber air tersebut di bangun tempat persembahyangan (pura) yang disebut Pura Ulun Empelan. Upacara atau ritual yang dilakukan pada saat permulaan pengaliran air ke saluran irigasi ini disebut mendak toya atau mapag toya (menjemput air) yang dilakukan di Pura Ulun Empelan dan dilakukan dan dipilih pada hari baik (pedewasan) sesuai dengan kepercayaan masyarakat di Bali yang disebut wariga yang berkaitan dengan menanam tananaman (padi) dan ditentukan pada sasih (bulan) dan panglong (tanggal) sesuai dengan kalender menurut adat-istiadat setempat (Legawa, 1986). Setelah upacara mapag toya selanjutnya diikuti oleh rangkaian ritual sampai pada upacara memanen padi (mebanten manyi) dan diakhiri dengan ritual setelah padi disimpan di lumbung (upacara mantenin. Siklus dan rangkaian upacara keagamaan tersebut diulang kembali sesuai dengan siklus masa tanam padi (kehidupan tanaman padi) yang dilaksanakan oleh subak (Pitana, 1993). 16

17 2) Tempat Upacara Keagamaan (Pura). Untuk pelaksanaan rangkaian upacara/keagamaan dalam subak, setiap subak mempunyai pura (disebut juga pelinggih atau sanggah). Setiap individu dalam anggota subak mempunyai pura ulun carik atau sanggah catu atau sanggah pengalapan, yang letaknya dibagian hulu sawah dan didekat pintu pengambilan air dari saluran irigasi. Untuk keperluan pelaksanaan rituan secara bersama oleh para anggota subak ada Pura Subak (Pura Bedugul) pada masing-masing areal subak, Pura Ulun Empelan di dekat bangunan pengambilan air atau sumber air, Pura Ulunsuwi atau Pura Masceti untuk subak besar (subak gede) atau beberapa subak yang sumber airnya dari sumber yang sama dan terletak dibagian hulu dari subak-subak yang dinaungi. Selain itu ada pura yang terkait dengan subak seperti: Pura Ulun Danu Batur, Pura Ulun Danu Beratan, Ulun Danu Tamblingan, Pura Pekendungan, Pura Tanah Lot dan sebagainya yang merupakan pura tempat melakukan upacara ngerestiti bagi pengurus subak untuk mohon kepada Dewa Wisnu representasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemelihara dunia yang wujud pisiknya adalah air yang bersumber dari danau, sehingga danau yang ada dianggap sebagai tempat suci yang harus dilestarikan karena merupakan sumber kehidupan (Pitana, 1993, dan Sushila, 1987). 3) Rangkaian Upacara/Ritual Rangkaian ritual dalam subak merupakan upacara keagamaan yang dilandasi dengan agama Hindu di Bali yang tujuannya adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dipresentasikan sebagai Dewa Wisnu (Pemelihara Kehidupan dalam wujud air) dan Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha esa sebagai Dewi Kesuburan), agar diberikan karunia dan hasil panen yang melimpah, serta rasa syukur selama dalam masa tanam yang dilaksanakan, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan unsur Parahyangan dari Tri Hita Karana (Pitana, 1993, dan Sushila, 1987). Pelaksanaan upacara dipimpin oleh seorang pemuka/pemimpin agama yang disebut pemangku. Menurut Pitana (1993), Sushila (1987), Soken dkk (2010), Martiningsih (2011) dan Putra (2014), jenis dan rangkaian upacara/ritual yang dilakukan oleh subak meliputi: a) Upacara bersama. Mapag/mendak toya adalah upacara yang dilakukaan saat mulai mengalirkan air dari sumber air kesaluran irigasi. 17

18 Magurupiduka adalah upacara yang hanya dilakukan apabila terjadi adanya orang meninggal disawah atau saluran irigasi. Pangwiwit adalah upacara bersama saat mulai menanam padi. Mebalik Sumpah (manca sanak) adalah upacara yang dilakukan apabila terjadi atau ada pelanggaran besar. Merebu adalah upacara membersihkan atau mensucikan alam sementa dan manusia secara nyata (sekala) maupun tidak nyata (niskala). Marekang toya atau nabdab toya adalah upacara membagi air sesuai dengan kesepakatan bersama. Ngerestiti adalah upacara yang dilakukan saat padi berumur 1 bulan dan berumur 2 bulan. Ngusaba adalah upacara menjelang dilakukannya panen padi, upacara ngusaba bisa besar ataupun kecil tergantung masa tanam. Nangluk Merana adalah upacara ini sebagai ritual untuk mengusir hama. Pakelem adalah upacara yang dilakukan secara bersama-sama dengan seluruh pekaseh yang dilakukan di Pura Ulun Danu. Odalan adalah upacara yang dilakukan kadang-kadang saja yang juga dilakukan saat ngusaba nini atau ngusaba bersama sama dengan subak lain di pura Ulun Danu. b) Upacara individu. Ngendagin adalah upacara saat air pertama kali mengalirkan dari saluran irigasi ke petak sawah. Ngerasakin adalah upacara saat selesai membajak sawah sebelum menyemai bibit padi (ngurit). Mewinih adalah upacara saat membuat petak penyemaian atau tempat penebaran benih padi. Ngurit adalah upacara saat penyemaian atau penebaran benih padi. Pengwiwit adalah upacara individu (pemilik sawah) yang ditunjuk menjelang mulai menanam padi. Nuansen adalah upacara individu (pemilik sawah) yang ditunjuk mulai menanam padi pada hari yang baik (dewasa). Ngeroras adalah upacara dilakukan setelah padi berumur 12 hari.. 18

19 Mebalik sumpah adalah upacara dilakukan setelah padi berumur dua minggu. Mubuhin adalah upacara yang diselenggarakan pada saat padi berumur 15 hari. Ngulapin adalah upacara yang dilakukan setelah membersihkan hama tumbuhan yang menggangu padi. Neduh adalah upacara pada saat padi berumur satu bulan (35 hari). Ngekambuhin, yaitu upacara meminta keselamatan anak padi yang baru tumbuh yang dilakukan pada saat padi berumur 38 hari. Pamungkah, yaitu upacara memohon keselamatan agar tanaman padi dapat tumbuh dengan baik. Nyiwa seraya adalah upacara yang diselenggarakan pada saat padi mulai berbunga. Ngiseh/ biukukung adalah upacara saat padi mulai berbuah. Nyaeb/mecaru adalah upacara dilakukan agar padi tidak diserang hama penyakit. Nyungsung adalah upacara untuk mengusir hama/penyakit padi (mirip dengan nangluk merana). Nyangket/mebanten manyi/nuduk dewa/merebu adalah upacara sebelum/menjelang panen dengan membuat Nini (seikat kecil bulir padi yang disucikan dan melambangkan Dewi Sri/Dewi Padi/manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan) yang akan disimpan di lumbung. Mantenin adalah upacara setelah padi disimpan di lumbung. Rsi Gana adalah upacara apabila terjadi malapetaka atau berbagai masalah pada sawah seseorang. Rangkaian dan jenis upacara yang dilakukan oleh masing subak disesuaikan dengan kebiasaan (dhresta) atau tradisi yang selama ini telah dilakukan secara turun menurun, dan tidak sesalu sama antara satu subak dengan subak lainnya. Namun setiap subak apabila akan melaksanakan masa tanam padi akan selalu dimulai dengan upacara mapag toya atau menjemput air di tempat pengambilan air (intake), dan upacara/ritual dilaksanakan di Pura Ulun Empelan yang dibangun didekat bangunan pengambilan air atau didekat sumber air dari masing-masing subak. 19

20 III. METODOLOGI PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 2. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Primer yang merupakan data yang diperoleh secara langsung dengan teknik wawancara dan diskusi mendalam dengan Pekaseh dan Sekretaris (Penyarikan) Subak tentang aktivitas tradisional serta upacara keagamaan, serta pengamatan langsung pelaksanaan upacara yang dilakukan di Subak Piling selama musim tanam pada periode bulan Agustus sampai November 2015 yang merupakan musim gadon atau merupakan tebak/tebek cicih. 3. Pengumpulan Data Data primer dikumpulkaan melalui: 1) Wawancara tersetruktur dan mendalam yang meliputi: Informasi umum dan kondisi pisik subak. Persiapan penentuan masa tanam. Rangkaian dan pelaksanaan kegiatan upacara keagamaan. 2) Pengamatan langsung terkait dengan: Kondisi jaringan irigasi dan kondisi bangunan pelengkap. Pelaksanaan upacara keagamaan. 4. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Setelah seluruh data yang terkumpul dilakukan kompilasi terhadap data kualitatif dan kuantitatif, kemudian dikelompokkan dan diuraikan secara deskriptif kualitatif dan diharapkan mampu menjawab topik dan tujuan penelitian dilakukaan. 20

21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Daerah Studi Subak Piling terletak di Desa Biaung, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dengan jarak sekitar 17 km dari pusat kota Tabanan kearah utara, atau sekitar 4 kilometer dari Pusat Kota Kecamatan Penebel, tepatnya pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Persawahan pada subak Piling berteras dengan kemiringan lahan yang relatif landai. Subak Piling merupakan subak dengan luas yang sangat kecil yaitu seluas 17 hektar dengan jumlah petani sebanyak 42 orang. Subak Piling menggunakan sumber air dari mata air yang terletak di Desa Senganan yang berjarak sekitar 5 kilometer dari hulu areal subak. Potensi air sangat berfluktuasi sesuai dengan musim. Apabila musim hujan air cukup besar sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi untuk seluruh areal persawahan, sehingga seluruh petani bisa menanam padi secara serempak yang disebut tebak/tebek taun, atau disebut juga kertamasa atau masa. Karena selain sumber air dari mata air, Subak Piling juga menerima tirisan air dari beberapa subak di hulunya antara lain: Subak Ganggangan, Subak Aya II dan Subak Pumahan. Namun pada musim kemarau sebagian petani para anggota subak menanam padi dengan umur pendek atau palawija (jagung) yang disebut tebak/tebek cicih juga disebut gadon. Kondisi jaringan irigasi sebagian besar berupa saluran saluran tanah/alam dan sebagian saluran terbuat pasangan batu kali terutama pada saluran primer (telabah gede) dari sumber air sampai ke Bangunan bagi (tembuku) primer. Saluran yang terbuat dari batu kali sebagian dalam kondisi rusak, karena umur saluran sudah cukup lama (lebih dari 20 tahun), talang air (abangan) telah dibuat dari pipa baja maupun pipa paralon. Pembagian air menggunakan satuan tektek/kecoran dimana setiap tektek setara dengan lebih kurang 4 cm lebar ambang dengan aliran secara kontinyu, dan setiap tetek aliran air digunakan untuk mengairi sawah seluas 40 are (0,4 hektar). Dalam upaya pemenuhan air untuk keperluan mengairi sawah, Subak Piling tidak mengenal rotasi, apa bila air tidak mencukupi (terutama pada musim kemarau/tebek cicih), seluruh air yang ada dibagi secara adil dan merata menurut satuan tektek yang telah disepakati. Konsekwensi dari pembagian yang merata tersebut adalah bahwa para petani kadang-kadang tidak bisa mengairi seluruh sawahnya karena keterbatasan air, sehingga sebagian sawah akan ditanami palawija (jagung). 21

22 Gambar 4. Areal persawahan Subak Piling (a) (b) Gambar 5. Pemabagian air dengan sistem tektek di Subak Piling, (a) sistem tektek pada saluran tersier/telabah cerik, (b) sistem tektek pada saluran primer/telabah gede. 22

23 Berkaitan dengan kepengurusan, Subak Piling hanya dikelola oleh seorang Kelihan Subak, seorang Penyarikan/Sekretaris dan seorang Petengen/Juru Raksa atau Bendahara. Subak Piling tidak memiliki Balai Subak untuk melakukan aktivitas petemuan karena kemampuan yang sangat terbatas dari para anggota subak. Dengan tidak adanya Sedahan dan Sedahan Agung sebagai Pembina Subak seperti dimasa yang lalu, pengelola subak Piling seakan akan kehilangan tempat untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi, sehingga praktis saat ini segala sesuatu berbagai aktivitas mulai dari aktivitas tradisional keagamaan serta pemeliharaan serta pengembangan subak semata-mata dilakukan oleh pengurus subak bersama-sama para petani sebagai anggota (kerama) subak yang saat ini dipimppin oleh I Nyoman Suwendra sebagai Kelihan Subak, I Nyoman Sukarsana sebagai Sekretaris (Penyarikan) dan I Waya Suarta sebagai Petengen/Bendahara Subak Piling. Para anggota (kerama) Subak Piling berasal dari berbagai desa di Kecamatan Penebel seperti: Desa Biaung, Desa Sunantaya, Desa Pumahan dan Desa Dadia, disamping itu umur rata-rata kerama subak sebagian besar di atas usia 60 tahun, hanya beberapa yang masih berumur sekitar 50 tahun. Sehingga dengan kondisi dan kemampuan yang sangat terbatas, maka peluang untuk pengembangan sarana dan prasarana untuk melaksanakan kegiatan termasuk pembangunan Balai Subak, serta perbaikan salauran yang semakin lama semakin kritis, praktis mereka hanya bisa pasrah dan berharap satu waktu ada perhatian dari pemerintah atau pihak lain dimasa-masa yang akan datang. 2. Penentuan Masa Tanam dan Permulaan Acara Ritual Penentuan masa tanam selalu diawali dengan paruman yang dilakukan setelah selesai melakukan upacara ngusaba/mesaba pada masa tanam sebelumnya. Dalam menentukan dimulainya masa tanam tebek cicih tahun 2015 dilakukan rapat (paruman) seluruh anggota subak yang dilakukan pada awal bulan Juli 2015, yang disepakati masa tanam dimulai dengan upacara mapag toya pada purnama karo (bulan purnama pada bulan kedua (sasih karo), menurut kalender Bali yang berbasis tahun Caka dengan 12 bulan kalender yang jatuh hari jumat keliwon (sukra keliwon) pada tanggal 30 Juli 2015, yang dianggap atau merupakan hari baik (dewasa ayu) untuk memulai mengadakan upacara mapag toyo di sumber mata air Subak Piling dalam menyosong dimulainya pekerjaan turun ke sawah. Selanjutnya diikuti dengan mulai mengalirkan air ke saluran (telabah) 23

24 dan diikuti dengan berbagai kegiatan pertanian penanaman padi serta berbagai upacara ritual keagamaan lainnya. 3. Rangkaian Ritual Rangkaian ritual keagamaan yang dilaksanakan oleh Subak Piling secara turun-temurun merupakan bagian dari pelaksanaan unsur Parahyangan dalam menjalankan berbagai kegiatan subak dalam satu masa tanam padi. Rangkaian upacara ritual yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Mapag Toya. Upacara mapag toyo dilaksanakan di Pura Ulun Empelan atau Pura Ulun Suwi yang dibangun didekat mata air dan di samping bangunan pengambilan Subak Piling yang terletak di Desa Senganan, sekitar 3 km di sebelah utara area subak. Sarana upacara meliputi: prasitan biokaonan jangkep, suci a soroh, datengan, canang tapakan, ketipat daksina dan sagi-sagi. Untuk kerama/warga anggota subak membawa canang raka dan sesari. Upacara dipimpin oleh Jero Mangku (Pemimpin Agama Hindu), disaksikan dan diikuti dengan persembahyangan oleh seluruh anggota subak. Upacara mapag toyo merupakan permohonan restu dan anugrah kepada Dewa Wisnu/Dewa Pemelihara Kehidupan yang di manifestasikan dalam Wujud Air (toya) agar diberikan air yang melimpah dalam melaksanakan masa tanam padi. Setelah upacara mapag toya pada hari-hari berikutnya anggota subak sudah dapat mulai mengerjakan sawahnya masing-masing. 24

25 (a) (b) Gambar 6. Kegiatan pengolahan lahan setelah upacara mapag toya, (a) dengan bajak tradisional, (b) dengan traktor. 25

26 2) Pengwiwit/Pengiwit. Upacara pengwiwit adalah upacara yang dilakukan untuk memulai menanam padi (disebut pengwiwit nandur) setelah semua anggota subak selesai kegiatan pengolahan lahan sawah. Upacara pengwiwit nandur mencari hari baik (dewasa ayu) sesuai dengan pawukon (manurut kalender Bali berbasis Wuku, yang mempunyai 30 Wuku dan dengan siklus selama 210 hari) yang pada saat ini jatuh pada tanggal 23 Agustus Upacara pengwiwit hanya boleh dilaksanakan oleh satu orang yang ditunjuk oleh Kelihan Subak. Upacara dilaksanakan di Pura Bedugul dengan sarana upacara (sesajen) berupa ketipat daksina dan canang raka serta nunas tirta (mohon air suci) yang akan dilanjutkan dengan memercikan air suci (tirta) tersebut di sawah yang dipercaya sebagai anggota yang mengawali penanam padi tersebut. Pada saat upacara pengwiwit, semua aktivitas diseluruh area subak ditutup selama satu hari, pada esok harinya dan hari hari berikutnya dilanjutkan kegiatan menanam padi (nandur) oleh para anggota subak yang dilanjutkan dengan upacara nuasen, setelah seluruh anggota (kerama) subak selesai nandur (menanam padi). Gambar 7. Pura Subak (Pura Bedugul) Subak Piling 26

27 Gambar 8. Menanam padi (nandur) setelah upacara pengwiwit. 3) Nuasen. Upacara nuasen dilaksanakan oleh masing-masing anggota subak di pura ulun carik (sanggah catu atau sanggah pengalapan) yang bertempat di bagian hulu dan pada saluran pengambilan air di sawah masing-masing. Pemilihan hari saat melaksanakan upacara nuasen disesuaikan dengan hari lahir menurut kalender Bali dengan siklus 210 hari atau disebut otonan/weton masing masing anggota subak, yang biasanya dilakukan sehari setelah otonan. Sarana upacara (sesajen/banten) saat uapacara nuasen meliputi: ketipat kelanan, tegteg, suyuk me ulam (be) kakul, canang wangian lan canang raka, nunas tirta di Pura Bedugul (dengan sarana: tipat kelanan, lan canang sari/canang raka), jajan (berupa jajan bali, laklak, bendu, tape ketan dan kelepon), segehan putih kuning. Setelah anggota subak melaksanakan upacara nuasen, tidak diperbolehkan lagi ada kegiatan menanam padi pada sawah masing-masing anggota subak. Apabila ada anggota subak yang melanggar, sesuai dengan kesepakatan (perarem) para anggota subak, maka akan dikenakan denda berupa melaksanakan upacara korban suci (caru manca sanak) di Pura Subak (Pura Bedugul). 27

28 Gambar 9. Pura Ulun Carik (Sanggah Catu/Sanggah Pengalapan). 4) Ngerestiti I. Upacara Ngerestiti I (ke pertama) dilaksanakan setelah 42 hari (1 bulan dan 7 hari menurut kalender Bali dengan siklus 210 hari) sejak upacara pengwiwit dilakukan. Tujuan dari upacara Ngerestiti I ini adalah agar tanaman padi yang ada di sawah luput atau tidak diserang oleh hama atau sejenisnya. Upacara Ngerestiti I dilaksanakan di Pura Bedugul. Sebelum upacara Ngerestiti I, dilakukan upacara mendak/nunas tirta (mohon dan mengambil air suci) di Pura Batur di Puri Tabanan yang terletak di Kota Tabanan, Pura Kahyangan Besi Kalung yang terletak di Desa Babahan Kaecamatan Penebel sekitar 3 km di sebelah utara Subak Pilin yang merupakan Pura Kayangan Jagat/Seluruh Umat beragama Hindu. Pura Pucak Pekendungan juga merupakan Pura Kayangan Jagat yang terletak di Desa beraban Kecamatan Kediri sekitar 20 km kearah selatan dari Subak Piling. Sarana upacara yang di bawa ke masing-masing Pura antara lain: 28

29 Pura Batur di Puri Tabanan dengan sarana upacara: ngaturan sarin tahun (mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep, daksina pejati dan canang raka sejangkepnyane. Pura Kayangan Besi Kalung dengan sarana upacara: ngaturan sarin tahun (mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep, daksina pejati dan canang raka. Pura Pucak Pekendungan dengan sarana upacara: ngaturan sarin tahun (mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep, daksina pejati dan canang raka. Upacara nunas tirta dilakukan bersama-sama 5 (lima) subak antara lain: Subak Kebon I, Subak Kebon II, Subak Selonding, Subak Biaung dan Subak Piling yang masingmasing diwakili oleh 2 (dua) orang Prajuru Subak atau saya (orang yang ditugaskan untuk upacara tersebut). Setelah selesai nunas tirta dilanjutkan dengan upacara/persembahyangan dan nunas tirta bersama oleh kerama (anggota) subak di Pura Subak (Bedugul) masing-masing dengan sarana upacara: presitan jangkep, ketipat daksina dan canang raka, yang dibawa oleh masing anggota subak. Selanjutnya adalah upacara di sawah oleh masing-masing anggota subak yang dilakukan di pura/sanggah pengalapan dengan urutan sebagai berikut: Ulan Tanduran I dengan sarana canang burat wangi, ketipat plaesai, dan segehan putih kuning sawen don temen. Puri Tabanan dengan sarana canang wewangian, ketipat daksina dan segehan berumbun. Pucak Pekendungan dengan sarana canang wewangian, canang gantal, segehan warna lima dadi atanding, sawen muncuk dadap dan muncuk lidi. Besi Kalung dengan sarana canang wewangian, ketipat belekok dan segehan warna lima dadi atanding. Makna dari upacara Ngerestiti I ini adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa serta manifestasinya sebagai Dewi Sri/Dewi Padi atau Dewi Kesuburan/Kemakmuran agar padi yang telah berumur 42 hari dapat berkembang dengan baik dan subur serta tidak diganggu oleh hama/penyakit penyerang padi. Setelah selesai melaksanakan upacara di atas diikuti dengan penyepian (tidak boleh melakukan kegiatan di sawah) selama 2 (dua) hari. Tujuan dari upacara penyepian ini adalah agar hama tanaman padi dan sejenisnya tidak menganggu lagi dan tanaman padi dapat tumbuh subur. 29

30 Apabila ada pelanggaran oleh anggota subak dikenakan denda dengan melakukan korban suci berupa caru manca sanak di Pura Bedugul. 5) Ngerestiti II. Upacara Ngerestiti II (kedua) dilakukan setelah padi berumur 3 (tiga) bulan di saat padi hampir atau baru mulai berbuah (bulir padi mulai keluar dari bungkus batang). Tujuan dari upacara Ngerestiti kedua ini adalah agar tanaman padi yang ada luput atau tidak diserang oleh hama atau sejenisnya dan buahnya cepat berisi. Upacara Ngerestiti ke dua ini juga dilaksanakan di Pura Bedugul. Sebelum upacara, dilakukan upacara mendak/nunas tirta (mohon dan mengambil air suci) di Pura Pucak Sari yang terletak di Desa Sangketan Kecamanan Penebel sekitar 13 km ke arah barat dari Subak Piling. Upacara nunas tirta ii juga dilakukan bersama-sama 5 (lima) subak antara lain: Subak Kebon I, Subak Kebon II, Subak Selonding, Subak Biaung dan Subak Piling yang masing-masing diwakili oleh 2 (dua) orang Prajuru Subak atau saya. Sarana upacara yang di bawa ke Pura Pucak Sari antara lain: ngaturan sarin tahun (mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep, daksina pejati dan canang raka sejangkepnyane. Setelah selesai nunas tirta dilanjutkan dengan upacara/persembahyangan dan nunas tirta bersama oleh kerama (anggota) subak di Pura Subak (Bedugul) dengan sarana upacara: presitan jangkep, ketipat daksina dan canang raka, yang dibawa oleh masing anggota subak. Selanjutnya adalah upacara di sawah oleh masing-masing anggota subak dengan urutan sebagai berikut: Ulan Tanduran ke dua dengan sarana ketipat lepet, dan segehan putih kuning, sawen dadap dan muncuk lidi. Pucak Sari dengan sarana canang wewangian, ketipat sai sari dan segehan poleng me ulam bawang jae, sawen kayu tulak dan kayu sisih. Makna dari upacara Ngerestiti II ini adalah juga memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa serta manifestasinya sebagai Dewi Sri/Dewi Padi atau Dewi Kesuburan/Kemakmuran agar padi yang telah mulai berbuah dapat berkembang dengan baik dan tumbuh subur dan memberikan hasil yang baik serta tidak terserang hama dan penyakit tanaman padi lainnya. 6) Ngusaba/Mesaba. Upacara Ngusaba/Mesaba dilakukan setelah padi kuning. Upacara dilakukan di Pura Bedugul dan di Pura Pengalapan oleh masing-masing anggota subak. Upacara Mesaba bersama di Pura Subak (Bedugul), menurut kebiasaan di Subak Piling di bedakan menjadi 2 (dua) kategori yaitu: Mesaba yang jatuh saat penanaman padi umur pendek (tebek cicih) dan Mesaba saat penanaman padi berumur panjang (tebek 30

31 taun). Mesaba saat tebek cicih sarana upacaranya adalah: bebek siap, presitan jangkep, ketipat daksina, pengulapan pengambean, cau banten pengangon. Sedangkan mesaba saat tebek taun sarana upacaranya adalah: babi guling, presitan jangkep, ketipat daksina, pengulapan pengambean, cau banten pengangon. Sementara mesaba yang dilakukan oleh masing-masing anggota subak sarana upacaranya adalah: pengambean, cau, tipat daksina; ketipat belayag, banten pengangon; pajegan jerimpen kelukuh andongan, ceniga lan tamiang, ulam ayam. Mesaba yang dilakukan oleh masing-masing kerama suba juga dilakukan pembuatan Nini yaitu seikat kecil bulir padi yang disucikan dan dibalut dengan kain putih kuning yang melambangkan Dewi Sri/Dewi Padi yang merupakan manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan) yang akan disimpan di lumbung. Upacara ini ditempat lain juga disebut upacara nyangket atau mebanten manyi. Makna upacara Mesaba sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewi Sri/Dewi Padi yang merupakan manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan/Kemakmuran) bahwa penanaman padi telah berhasil dengan baik. 7) Mantenin. Sesudah upacara mesaba dan sesudah padi dipanen serta padi sudah bersih dan disucikan dalam bentuk Nini dan disimpan di tempat penyimpanan (lumbung) dilakukan upacara terakhir yaitu upacara mantenin oleh anggota subak dirumah masing-masing. Sarana upacara mantenin terdiri dari: pengambean, ketipat daksina; punjung kuning, cau gede cau cerik, banten dari, kelukuh andongan, banten bilang bucu, teteg jaga dan canang tapakan. Makna upacara mantenin padi di lumbung adalah ungkapan terimakasih dan rasa syukur dan ngelinggihan (mensemayamkan) Dewi Sri/Dewi Padi yang merupakan manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan/Kemakmuran) dalam wujud Nini, bahwa telah diberikan hasil padi yang baik sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan bagi para anggota petani. 8) Nangluk Merana. Upacara nanggluk merana adalah merupakan upacara yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. Untuk upacara nangluk merana di Subak Piling dilakukan 4 bulan yang lalu bersama sama dengan subak lain, yang terdiri dari 5 subak yaitu Subak Kebon 1, Subak Kebon 2, Subak Selonding, Subak Biaung dan Subak Piling. Upacara nanggluk merana dimaksudkan untuk memohon kepada Dewi Sri agar merana (hama) yang menyerang padi di sawah hilang. Dalam upacara nanggluk merana raja (cokorde) tabanan turun kesawah ditandu dan diikuti oleh kerama (anggota) subak 31

32 bersama sama ngastawa (memohon) di Pura Bedugul agar padi yang ditanam terbebas dari hama penyakit. 9) Pakelem. Upacara pakelem (ngaturan pakelem) adalah upacara yang dilakukan untuk memohon bererkah ke pada Dewi Danu/ Dewi Sumber Kemakmuran/Sumber Air (Tuhan dalam manifestasi sebagai Penguasa Danau/Sumber Air) agar diberikan air secara terus menerus untuk kesuksesan subak dalam menanam padi. Untuk Kabupaten Tabanan dilakukan oleh seluruh Pekaseh Se Kabupaten Tabanan dan di Pura Ulun Danu yang bertempat di Danau Tamblingan di Kabupaten bersama-sama dengan Raja (Cokorde) Tabanan, Bupati Pemerintah Kabupaten Tabanan serta Bupati Pemerintah Kabupaten Buleleng. Sarana upacara (sesajen) berupa: pregembal jangkep (1 soroh), suci selem (1 soroh), siap selem, bebek selem dan kerbau (1 soroh), sesayut trigangga (1 soroh), prarapan sanghyang kal suniya (1 soroh), kuwangen 9 mejinah 9 keteng maka sia anggen muspa ring sang adruwe karya. 4. Pembiayaan Ritual Untuk membiayai kegiatan upacara yang menjadi tanggung jawab bersama dan masing masing individu anggota subak sesuai dengan jenis upacara. Sumber pembiayaan untuk upacara bersama diambil dari kas subak yang diperoleh dari peternak bebek yang berternak di area Subak Piling sebesar Rp ,- (satu juta rupiah) sampai Rp ,- (dua juta rupiah) setiap masa tanam. Selain itu diperoleh dari pemungutan/iuran yang besarnya adalah Rp 2000, per are (setiap 100 meter persegi) sawah per masa tanam. Sementara untuk kegiatan upacara yang menjadi tanggung jawab masing masing para anggota (kerama) subak ditanggung sendiri-sendiri yang besarnya sekitar Rp ,- (dua ratus ribu rupiah) setiap masa tanam. 32

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUBAK: PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHANNYA

MANAJEMEN SUBAK: PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHANNYA MANAJEMEN SUBAK: PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHANNYA I Nyoman Norken Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Email:inorken@yahoo.co.uk ABSTRAK Subak adalah sistem irigasi di Bali yang

Lebih terperinci

PERANAN SUBAK AGUNG YEH HO DALAM MANAJEMEN IRIGASI DI DAERAH ALIRAN INDUK SUNGAI HO KABUPATEN TABANAN

PERANAN SUBAK AGUNG YEH HO DALAM MANAJEMEN IRIGASI DI DAERAH ALIRAN INDUK SUNGAI HO KABUPATEN TABANAN ABSTRAKSI GaneÇ Swara Vol. 6 No.2 September 2012 PERANAN SUBAK AGUNG YEH HO DALAM MANAJEMEN IRIGASI DI DAERAH ALIRAN INDUK SUNGAI HO KABUPATEN TABANAN KETUT MUDITA Universitas Dwijendra Denpasar Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi tradisional petani yang mengelola air irigasi dapat ditemui di berbagai belahan dunia, salah satunya adalah sistem irigasi subak di Bali. Subak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik Kerangka Pemikiran...30 III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik Kerangka Pemikiran...30 III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PERNYATAAN KEASLIAAN PENELITIAN...ii ABSTRACT...iii ABSTRAK...iv RINGKASAN...v HALAMAN PERSETUJUAN...vii TIM PENGUJI...viii RIWAYAT HIDUP...ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 25 Tahun 1974 23 Februari 1974 No. 02/PD./DPRD/1972. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dan penekanan cara pandang para peneliti tentang subak Sutawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dan penekanan cara pandang para peneliti tentang subak Sutawan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Karakteristik Subak Pengertian tentang subak relatif beragam. Hal ini akibat dari perbedaan pemahaman dan penekanan cara pandang para peneliti tentang subak Sutawan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama

Lebih terperinci

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK 1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PERTANIAN: Irigasi Subak di Bali

SOSIOLOGI PERTANIAN: Irigasi Subak di Bali SOSIOLOGI PERTANIAN: Irigasi Subak di Bali I.B.Teken dan kawan-kawan Lab. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email : dl@ub.ac.id Tujuan Pemebelajaran 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Irigasi Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, disebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN AIR IRIGASI SISTEM SUBAK

PENGELOLAAN AIR IRIGASI SISTEM SUBAK dwijenagro Vol. 3 No. 2 : ISSN : 1979-3901 PENGELOLAAN AIR IRIGASI SISTEM SUBAK NI LUH MADE PRADNYAWATHI DAN GEDE MENAKA ADNYANA Staf Pengajar pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada umur, pengalaman

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada umur, pengalaman BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Karakteristik responden Unit analisis dalam penelitian ini adalah subak. Oleh karena itu, karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada

Lebih terperinci

Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar)

Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar) Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar) SILFIA MARETA MAHMUDAH, I WAYAN WINDIA, WAYAN SUDARTA Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

Awig-Awig Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan, 2014

Awig-Awig Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan, 2014 Awig-Awig Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan, 2014 PEMBUKAAN Om Swastyastu, Forum Pekaseh Catur Angga Batukau terbentuk atas dasar kebutuhan 20 subak yang termasuk dalam situs warisan budaya dunia

Lebih terperinci

JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI

JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI Komunikasi 1. Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali secara historis sudah memiliki tradisi, budaya dan komitmen religius tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak. Subak merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012 1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah dan sistem irigasi yang dibangun atas swadaya masyarakat itu sendiri

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGELOLAAN FUNGSI SISTEM SUBAK DI DAERAH IRIGASI KEDEWATAN, PROVINSI BALI

OPTIMALISASI PENGELOLAAN FUNGSI SISTEM SUBAK DI DAERAH IRIGASI KEDEWATAN, PROVINSI BALI DISERTASI OPTIMALISASI PENGELOLAAN FUNGSI SISTEM SUBAK DI DAERAH IRIGASI KEDEWATAN, PROVINSI BALI RATNA KOMALA DEWI NIM 1090471012 PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI ILMU PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan

Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan Bab Tujuh Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan Pengantar Ada tantangan yang dihadapi subak saat ini dan masa yang akan datang yaitu dalam menghadapi globalisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Kawasan Pura Agung Besakih

Lebih terperinci

Manajemen Irigasi Tradisional pada Sistem Subak Umaya di Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem

Manajemen Irigasi Tradisional pada Sistem Subak Umaya di Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Manajemen Irigasi Tradisional pada Sistem Subak Umaya di Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem WAHYUNI YUSMITA, I GEDE SETIAWAN ADI PUTRA, I WAYAN BUDIASA Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 I. PENDAHULUAN. Lingsar adalah sebuah Desa yang terletak di Wilayah Kecamatan Lingsar Lombok Barat, berjarak

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Satu

Pendahuluan. Bab Satu Bab Satu Pendahuluan Pagi menjelang siang hari itu, di satu petak sawah di sebuah desa di kawasan Jatiluwih, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan-Bali beberapa wisatawan asing bergegas turun dari mobil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Perda No. 6 / 2002 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002

Perda No. 6 / 2002 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002 Perda No. 6 / 2002 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMAKAIAN TANAH PENGAIRAN ATAU TANAH JALAN

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 2.1 Sejarah Kelurahan Ubud Ubud merupakan salah satu destinasi utama pariwisata di Privinsi Bali. Nama Ubud sendiri berasal dari kata Ubad yang memilki arti sebagai obat.

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

Subak Wongaya Betan di Kawasan Catur Angga

Subak Wongaya Betan di Kawasan Catur Angga Bab Empat Subak Wongaya Betan di Kawasan Catur Angga Pengantar Di tengah tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat nasional yang semakin besar, ternyata organisasi subak di Bali termasuk di

Lebih terperinci

Aktivitas Perempuan dalam Ritual Subak

Aktivitas Perempuan dalam Ritual Subak Bab Enam Aktivitas Perempuan dalam Ritual Subak Pengantar Di tengah melebarnya filosofi Agama Hindu di Bali, ada perbedaan pemahaman keagamaan antara generasi muda dengan generasi tua. Dimana telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti tidak akan ada kehidupan di bumi ini jika tidak ada air. Air merupakan komponen lingkungan hidup

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN HIBAH KEPADA DESA PAKRAMAN, SUBAK DAN SUBAK ABIAN PROVINSI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran. ABSTRAK Daerah Irigasi (DI) Kotapala adalah salah satu jaringan irigasi yang berlokasi di Desa Dajan Peken, Desa Dauh Peken, Desa Delod Peken, dan Desa Bongan yang berada di Kabupaten Tabanan Bali. DI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 28 TAHUN : 2015 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG TATA TANAM TAHUNAN PERIODE 2015-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 31 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA TANAM TAHUNAN PERIODE 2016-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

NOMOR 42 TAHUN 2002 SERI D.39 NOMOR 07 TAHUN 2002

NOMOR 42 TAHUN 2002 SERI D.39 NOMOR 07 TAHUN 2002 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 42 TAHUN 2002 SERI D.39 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Peranan Subak dalam Aktivitas Pertanian Padi Sawah (Kasus di Subak Dalem, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan)

Peranan Subak dalam Aktivitas Pertanian Padi Sawah (Kasus di Subak Dalem, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan) Peranan Subak dalam Aktivitas Pertanian Padi Sawah (Kasus di Subak Dalem, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan) I PUTU SONY ARYAWAN WAYAN WINDIA*) PUTU UDAYANI WIJAYANTI Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2007/2008 Menimbang Mengingat BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG Menimbang

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 8 No. 2, JULI 2007 (93-103) Subak dalam Perspektif Keteknikan

INFO TEKNIK Volume 8 No. 2, JULI 2007 (93-103) Subak dalam Perspektif Keteknikan INFO TEKNIK Volume 8 No. 2, JULI 2007 (93-103) Subak dalam Perspektif Keteknikan Haryono 1 Abstact Subak is organization with aim to to arrange irrigating as well as possible. There is three target which

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Sungai ( Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441 ); 10.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Sungai ( Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441 ); 10. Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :17 TAHUN 2004 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA bahwa dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil pertanian

Lebih terperinci

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI )

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI ) BANTEN PIODALAN ALIT SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI ) NO A PELINGGIH SARANA BANTEN UPAKARA SATUAN KETERANGAN MEPIUNING MEKARYA SANGANAN SUCI 1 PEJATI 3 SET Padmasana, Dapur Suci, Pinanditha 2

Lebih terperinci

LAPORAN PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH DENGAN TEKNOLOGI KINCIR AIR Di Banjar Jempanang Desa Belok Sidan

LAPORAN PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH DENGAN TEKNOLOGI KINCIR AIR Di Banjar Jempanang Desa Belok Sidan LAPORAN PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH DENGAN TEKNOLOGI KINCIR AIR Di Banjar Jempanang Desa Belok Sidan Oleh: I GDE SUARJA GEDE YASA UTAMA @ 2014 Support By : 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Air merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i No.640, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Irigasi. Komisi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang :

Lebih terperinci

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR: 7 TAHUN 2003 SERI: E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2003

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR: 7 TAHUN 2003 SERI: E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2003 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR: 7 TAHUN 2003 SERI: E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG : PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89 UPACARA MAPAG TOYA DI PURA BEDUGUL DESA PAKRAMAN NYANGLAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu) Oleh I Nyoman Hari Mukti Dananjaya, I Pt. Sudharma, I Md. Adi Surya Pradnya Institut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 irigasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 irigasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian.

Lebih terperinci

I. DESKRIPSI KEGIATAN

I. DESKRIPSI KEGIATAN I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa memperhatikan Pasal

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 29 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA TANAM TAHUNAN PERIODE 2014-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI Menimbang : a. bahwa subak abian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia PENILAIAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DENGAN KONSEP TRI HITA KARANA PADA PERKUMPULAN PETANI PENGGUNA AIR (P3A) SUBAK TIBU BELENG DI DESA PENYARINGAN KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA 1 Ni Nyoman Dhiras

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM MUSIM TANAM TAHUN 2017-2018 KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 54 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DI WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang hidup dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang hidup dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang hidup dengan keanekaragaman yang sangat kompleks. Keanekaragaman yang terjadi dikarenakan faktor budaya yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 07 TAHUN TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN, PENGABUAN JENAZAH DAN PERIZINAN DI BIDANG PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengelolaan air di suatu daerah irigasi, kenyataannya seringkali terdapat pembagian air yang kurang sesuai kebutuhan air di petak-petak sawah. Pada petak yang

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, 1 GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.bahwa demi terselenggaranya penyediaan air yang dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Gambaran Umum Desa Bajur 1. Letak Lokasi Masyarakat Bajur merupakan salah satu suku bangsa yang berada di wilayah

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air sangat penting bagi kehidupan manusia, hampir semua kegiatan makhluk hidup dimuka bumi memerlukan air, mulai dari kegiatan rumah tangga sehari-hari sampai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 1 Tanggal : 25 Juni 1999 Seri : B Nomor : 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 1 Tanggal : 25 Juni 1999 Seri : B Nomor : 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 1 Tanggal : 25 Juni 1999 Seri : B Nomor : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI IJIN PERUNTUKAN

Lebih terperinci