JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI"

Transkripsi

1 JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI

2 Komunikasi 1. Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orangorang lainnya (khalayak). Hovland, Janis & Kelley, 1953

3 Komunikasi 2. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka dan lain-lain. Berelson dan Stainer, 1964

4 Komunikasi 3. Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. Ruesch, Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya. Weaver, 1949

5 Komunikasi Informal 1. Suatu komunikasi juga dapat dikatakan formal ketika komunikasi antara dua orang atau lebih yang ada pada suatu organisasi dilakukan berdasarkan prinsip - prinsip dan struktur organisasi.

6 Komunikasi Informal 2. Komunikasi Informal adalah komunikasi antara orang yang ada dalam suatu organisasi, akan tetapi tidak direncanakan atau tidak ditentukan dalam struktur organisasi

7 Komunikasi Informal 3. Komunikasi Non Formal adalah proses komunikasi yang berada di antara yang formal atau resmi dengan yang tidak resmi atau informal. Komunikasi jenis ini biasanya berupa komunikasi yang berhubungan dengan hubungan pribadi

8 Jaringan Komunikasi Jaringan komunikasi adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain. Jaringan ini dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur jaringan komunikasi.

9 Jaringan Komunikasi Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistim komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu orang keorang lainnya. Kedua, jaringan komunikasi ini bisa dipandang sebagai struktur yang diformalkan yang diciptakan oleh organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.

10 Jaringan Komunikasi Sajogyo (1996) mengistilahkan jaringan komunikasi informal ini sebagai jaringan komunikasi tradisional. Jaringan komunikasi tradisional merupakan saluran komunikasi yang paling penting untuk mobilisasi desa.

11 Jaringan Komunikasi Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan pengertian jaringan komunikasi adalah suatu rangkaian hubungan di antara individuindividu dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu tersebut, sehingga membentuk pola-pola atau model jaringan komunikasi tertentu

12 Struktur Jaringan Komunikasi Menurut DeVito (1997), ada lima struktur jaringan komunikasi kelompok, yang juga akan relevan di dalam menganalisis model jaringan komunikasi di lingkaran klik

13 Struktur Jaringan Komunikasi 1. Struktur Lingkaran

14 Struktur Jaringan Komunikasi Dalam struktur lingkaran, sebuah organisasi tidak memiliki pemimpin, semua anggota posisinya sama, mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok.model jaringan komunikasi lingkaran ini, pada semua anggota bisa terjadi interaksi pada setiap tiga tingkatan hirarkinya tetapi tanpa ada kelanjutannya pada tingkat yang lebih tinggi, dan hanya terbatas pada setiap level, pada intinya setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain disisinya.

15 Struktur Jaringan Komunikasi 2. Struktur Roda

16 Struktur Jaringan Komunikasi Dalam struktur roda, sebuah organisasi memiliki pemimpin yang jelas, yaitu posisinya dipusat. Struktur ini memasukkan satu orang yang berkomunikasi dengan masing-masing orang dari sejumlah orang lainnya, satu orang tersebut adalah peimpin. Orang (pemimpin) ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota.

17 Struktur Jaringan Komunikasi Oleh karena itu, jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Orang yang berada ditengah (pemimpin) mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh untuk mempengaruhi anggotanya.penyelesaian masalah dalam stuktur roda.bisa dibilang cukup efektif tapi keefektifan itu hanya mencakup masalah yang sederhana saja.

18 Struktur Jaringan Komunikasi 3. Struktur Y

19 Struktur Jaringan Komunikasi Struktur Y relative kurang tersentralasasi dibanding karakteristik individu dan perilaku komunikasi dalam struktur roda. Tetapi lebih tersentralasasi dibanding dengan pola lainnya. Jaringan Y memasukkan dua orag sentral yang menyampaikan informasi kepada yang lainnya pda batas luar suatu pengelompokan. Pada jaringan ini, seperti pada jaringan rantai, sejumlah saluran terbuka dibatasi, dan komunikasi bersifat disentralisasi atau dipusatkan.

20 Struktur Jaringan Komunikasi Orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja. Dalam struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas, tetapi semua aggota lain berperan sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dapat mengirim dan menerima pesan dari dua orang lainnya, sedangkan ketiga anggota lainnya terbatas hanya dengan satu orang saja.

21 Struktur Jaringan Komunikasi 4. Struktur Rantai

22 Struktur Jaringan Komunikasi Dalam struktur rantai dikenal komunikasi sistem arus ke atas (upward) dan ke bawah (downward), yang artinya menganut hubungan komunikasi garis langsung (komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa terjadinya suatu penyimpangan.system komunikasi dalam struktur rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja.

23 Struktur Jaringan Komunikasi Keadaan terpusat juga terjadi disini. Orang yang berada ditengah lebih berperan sebagai pemimpin dari pada mereka yang berada diposisi lain. Dalam struktur ini, Sejumlah saluran terbuka dibatasi, orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi degan orangorang tertentu saja.

24 Struktur Jaringan Komunikasi 5. Struktur Seluruh Jaringan

25 Struktur Jaringan Komunikasi Struktur ini juga hampir sama dengan struktur limgkaran. Dalam arti semua amggota adalah sama dan semuanya memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Pada jaringan pinwheel seluruh saluran terbuka. Setiap orang berkomunikasi sengan setiap orang lainnya. Jaringan pinwheel ini memberikan contoh suatu struktur komunikasi yang desentralisasi.

26 Struktur Jaringan Komunikasi Jaringan terpusat/sentralisasi dan desentralisasi memiliki kegunaan yang berbeda. Sebagai contoh, struktur desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif dan lebih bagus untuk pergerakan informasi secara cepat.

27 Analisi Jaringan Komunikasi Analisis jaringan komunikasi merupakan salah satu pendekatan dari penelitian yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pendekatan model komunikasi konvergens.

28 Analisi Jaringan Komunikasi Hal yang dapat dilakukan dalam analisis jaringan komunikasi, yaitu: 1. Mengidentifikasi klik dalam suatu sistem; 2. Mengidentifikasi peranan khusus seseorang dalam jaringan misalnya sebagai liaisons, bridges, dan isolated; 3. Mengukur berbagai indikator (indeks) struktur komunikasi seperti keterhubungan Klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik, dan lain sebagainya.

29 Analisi Jaringan Komunikasi Yang dimaksud dengan klik adalah bagian dari sistem (sub sistem) dimana anggotaanggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi (Rogers dan Kincaid 1981).

30 Analisi Jaringan Komunikasi Ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi klik, yaitu: 1. Setiap klik minimal harus terdiri dari 3 anggota; 2. Setiap anggota klik minimal harus mempunyai derajat keterhubungan 50% dari hubunganhubungannya di dalam klik; 3. Seluruh anggota klik baik secara langsung maupun tidak langsung harus saling berhubungan melalui suatu ranlai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinyu dan menyeluruh di dalam klik (Rogers dan Kincaid 1981).

31 Analisi Jaringan Komunikasi Knoke dan Kuklinski dalam Setyanto 1993) menegaskan bahwa analisis jaringan komunikasi mempunyai dua konsep dasar tentang tingkah laku sosial, yakni: 1. Dalam analisis jaringan harus dilihat bahwa keterlibatan individu yang ada di dalamnya tidak hanya seorang melainkan melibatkan banyak pelaku yang berpartisipasi dalam sistem sosial itu. Sifat hubungan yang terdapat pada individu juga akan terdapat pada individu lain yang terlibat dan mungkin dapat mempengaruhi terhadap persepsi,

32 Analisi Jaringan Komunikasi Knoke dan Kuklinski dalam Setyanto 1993) menegaskan bahwa analisis jaringan komunikasi mempunyai dua konsep dasar tentang tingkah laku sosial, yakni: 1. Dalam analisis jaringan harus dilihat bahwa keterlibatan individu yang ada di dalamnya tidak hanya seorang melainkan melibatkan banyak pelaku yang berpartisipasi dalam sistem sosial itu.

33 Analisi Jaringan Komunikasi Sifat hubungan yang terdapat pada individu juga akan terdapat pada individu lain yang terlibat dan mungkin dapat mempengaruhi terhadap persepsi, kepercayaan dan tindakan dari masingmasing individu. Di dalam analisis jaringan, langkah-langkah ini tidak hanya berhenti pada penjumlahan dari tingkah laku sosial saja.

34 Analisi Jaringan Komunikasi 2. Di dalam Jaringan perlu diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem I. Sebab suatu struktur sosial tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan kongkrit.

35 Sistem Pengairan Subak di Bali Subak adalah sistem teknologi irigasi tradisional yang berkeadilan bersandar pada kearifan lokal dengan pendekatan socio-cultural. Subak merupakan organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali

36 Sistem Pengairan Subak di Bali Kajian mengenai sistem irigasi subak adalah cerminan konsep Tri Hita Karana (THK) yang pada hakikatnya terdiri dari Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Parhyangan ditunjukkan adanya pemujaan terhadap pura pada wilayah subak. Pawongan ditandai dengan adanya organisasi yang mengatur sistem irigasi subak, dan palemahan yang ditandai dengan kepemilikan lahan atau wilayah di setiap subak. Ketiga hal ini memiliki hubungan yang bersifat timbal balik.

37 Sistem Pengairan Subak di Bali Perwujudan konsep THK dalam operasional sistem irigasi subak antara lain : 1. Subsistem budaya yang dicerminkan dengan pola pikir pengelolaan air irigasi yang dilandasi dengan keharmonisan dan kebersamaan. Contoh: Menyelenggarakan upacara mendak toya, membuat Pura bangunan suci (Bedugul) di lahan yang tersisa pada lokasi bangunan-bagi.

38 Sistem Pengairan Subak di Bali 2. Subsistem sosial yang dicerminkan dengan adanya organisasi subak yang disesuaikan dengan kepentingan petani, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Dan konflik yang terjadi di dalam subak dapat dihindari agar tercipta keharmonisan.contoh: Pembuatan awigawig (peraturan) agar dapat dipatuhi oleh semua anggota dan pengurus subak, adanya rapat yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama.

39 Sistem Pengairan Subak di Bali 3. Subsistem artefak/kebendaan yang dicerminkan dengan ketersediaan sarana jaringan irigasi yang sesuai dengan kebutuhan subak, pendistribusian air secara adil, dan proses peminjaman air. Sehingga, konflik-konflik dapat dicegah. Contoh: Pembagian air menggunakan sistem tektek, sistem suplesi dan drainasi yang terpisah dalam satu kompleks sawah yang dikenal dengan one inlet and one outlet system, dan adanya pemberian tambahan air seandainya terjadi suplai air yang kurang di lahan petani.

40 Kelembagaan Subak di Bali Subak merupakan perkembangan dari beberapa tempek yang memiliki luas areal yang besar serta sulit untuk dikooordinasikan dan subak memiliki otonomi ke dalam dan ke luar. Tempek merupakan suatu komplek persawahan yang mendapat air irigasi dari satu sumber tertentu.

41 Kelembagaan Subak di Bali Setiap tempek hanya memiliki otonomi ke dalam. Subak-subak yang memperoleh air dapat bergabung menjadi subakgede. Subak gede pun bisa berkembang menjadi subak yang lebih besar, yaitu subak agung. Subak agung yang ada di Bali terdapat di Subakagung Yeh Ho di Kabupaten Tabanan dan Subakagung Gangga Luhur di Kabupaten Buleleng.

42 Aspek Organisasi Subak di Bali Organisasi subak berbentuk tim kerja yang berorientasi pada kecapaian tujuan yang diinginkan dalam organisasi subak. Berkaitan dengan cara sistem subak mengatur penyediaan air, maka pada suatu subak di daerah tertentu menunjuk seorang petilik (pengawas air) yang bertugas mengawasi pendistribusian dan alokasi air di kawasan tersebut secara rutin

43 Aspek Organisasi Subak di Bali Di dalam subak, peranan pengurus (pekaseh) subak menentukan keberhasilan subak yang dipimpinnya tersebut. Sebab ia yang mengatur air irigasi pada saat kondisi air yang kritis, menetapkan hari baik untuk menanam tanaman tertentu, merencanakan upacara tertentu. Pada dasarnya, pengurus subak memimpin dan mengendalikan subak sesuai dengan prinsip-prinsip THK.

44 Distribusi Air Dalam Sistem Subak Sistem subak sebagai lembaga adat yang otonum tetap dapat mengatur dirinya sendiri tanpa menimbulkan konflik, karena tetap mengusahakan adanya harmoni dengan lingkungan sekitar. Adapun artefak yang dimanfaatkan oleh sistem subak di Bali untuk membantu kelancaran pendistribusian air ialah sebagai berikut:

45 Distribusi Air Dalam Sistem Subak 1. Bendung (empelan), yang memiliki fungsi sebagai lokasi tempat masuknya air yang akan menuju areal subak. Lokasi bendung pada dasarnya ditempatkan pada kawasan tikungan sungai, pada kawasan sungai yang lokasinya paling dekat dengan hamparan sawah petani yang bersangkutan.

46 Distribusi Air Dalam Sistem Subak 1. Sementara itu, pada setiap lokasi bangunan bendung dibangun sebuah pura yang disebut Pura Empelan, yang dimanfaatkan sebagai tempat pelaksanaan upacara mendak toya/ magpag toya. Dan penanggungjawab bendung adalah klian subak bersama-sama dengan seluruh anggota subak.

47 Distribusi Air Dalam Sistem Subak 2. Trowongan (aungan), memiliki fungsi sebagai tempat mengalirnya air irigasi menuju ke saluran tersier. Trowongan akan dibangun oleh petani jika mereka gagal memanfaatkan saluran irigasi yang terbuka. Dalam proses pembuatan trowongan para ahli bangunan (undagi) akan berusaha memilih lintasan trowongan pada lahan yang terdiri dari batu, batu pada, atau tanah yang cukup

48 Distribusi Air Dalam Sistem Subak 2. keras untuk menyangga tanah yang ada di atas bangunan. Adapun penanggungjawab bendung adalah kelian subakbersama-sama dengan seluruh anggota subak 3. Saluran irigasi (telabah), memiliki fungsi sebagai tempat mengalirnya air irigasi yang akan menuju ke petak sawah petani. Dan penaggungjawabnya adalah kelian tempekbersama-sama petani yang berkepentingan dengan saluran

49 Distribusi Air Dalam Sistem Subak 2. keras untuk menyangga tanah yang ada di atas bangunan. Adapun penanggungjawab bendung adalah kelian subakbersama-sama dengan seluruh anggota subak 3. Saluran irigasi (telabah), memiliki fungsi sebagai tempat mengalirnya air irigasi yang akan menuju ke petak sawah petani. Dan penaggungjawabnya adalah kelian tempekbersama-sama petani

50 Distribusi Air Dalam Sistem Subak 3. yang berkepentingan dengan saluran yang bersangkutan. 4. Bangunan bagi (tembuku) pada sistem subak dibangun dengan konsep proporsional dari bangunan-bagi hulu hingga hilir. Unit ukuran yang digunakan adalah tektek. Tektek merupakan sistem bagi habis antara jumlah air yang masuk ke subak yang bersangkutan dengan jumlah areal sawah yang ada di.

51 Distribusi Air Dalam Sistem Subak 4. Subak bersangkutan. Sistem tektek di Bali telah mengalami modifikasi (ini terjadi di Subak Sungsang) menjadi sistem sentimeter. Namun, pelaksanaannya tetap dalam konsep proporsional. Bangunan-bagi pada jaringan tersier dibuat tidak permanen agar dapat memudahkan dalam proses pinjam air irigasi.

52 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Sistem Subak menerapkan kesadaran dan kegotong royongan yang sangat tinggi. Mereka sangat takut dengan awig-awig (peraturan), sebagai bentuk hukum tertulis yang memuat seperangkat kaidah bertingkah laku dalam masyarakat petani. Pelanggar awig-awig akan dikenai sanksi tegas dan nyata..

53 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Awig-awig mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (tata kahyangan). Juga mengatur hubungan antarmanusia (tata pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (tata palemahan). Karena itu jarang orang yang berani melanggarnya.

54 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Di Bali, Subak memiliki organisasi dengan ketuanya yang disebut Pekaseh. Pekaseh ini melakukan komunikasi dengan para petani, peternak, juga pengelola kegiatan yang terkait dengan pengelolaan air. Mereka punya forum musyawarah yang disebut Sangkep.

55 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Di forum ini Pekaseh memimpin musyawarah, membuat perencanaan dan melaksanakan pengairan baik untuk sawah, kolam ikan, termasuk air bersih dengan sangat adil. Perencanaan matang disiapkan bagaimana nantinya sebuah lahan akan diberi air, seberapa banyak, seberapa lama, dan bagaimana mereka bekerja semua terencana

56 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Karena Subak membangun komunikasi melaui organisasi konsep De Vito mejadi releven untuk menganalisis kasus ini. DeVito lebih menekankan pada struktur jaringan komunikasi yang terjadi dalam kelompok atau organisasi.

57 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Menurut DeVito (1997), ada lima struktur jaringan komunikasi kelompok, yang juga akan relevan di dalam menganalisis model jaringan komunikasi di lingkaran klik. Kelima struktur tersebut adalah struktur lingkaran, struktur roda, struktur Y, struktur rantai dan struktur semua saluran.

58 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Sistem subak memiliki struktur organisasi maka struktur jaringan komunikasi yang relevan digunakan adalah struktur roda (wheel networking)

59 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Dalam struktur roda, sebuah organisasi memiliki pemimpin yang jelas, yaitu posisinya dipusat. Struktur ini memasukkan satu orang yang berkomunikasi dengan masing-masing orang dari sejumlah orang lainnya, satu orang tersebut adalah peimpin. Orang (pemimpin) ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota.

60 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Orang yang berada ditengah (pemimpin) mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam stuktur roda.bisa dibilang cukup efektif tapi keefektifan itu hanya mencakup masalah yang sederhana saja.

61 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Dalam system jaringan komunikasi tradisional Subak, Pekaseh sebagai pemimpin kelompok berperan sebagai sentrum. Di dalam subak. peranan pekaseh subak menentukan keberhasilan subak yang dipimpinnya tersebut. Sebab ia yang mengatur air irigasi pada saat kondisi air yang kritis, menetapkan hari baik untuk menanam tanaman tertentu, merencanakan upacara tertentu. Pekaseh mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh untuk mempengaruhi anggotanya.

62 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Pekaseh dipilih oleh anggota subak berdasarkan derajat ketokohannya dan kemampuannya sebagai pemuka pendapat (opinion leader). Ketua subak (pekaseh) bertugas untuk mengkoordinasikan tugas-tugas ke luar dan ke dalam yang dibantu oleh sekretaris dan bendahara. Sedangkan kelian tempek (subsubak) bertugas untuk mengkoordinasikan tugas-tugas ke dalam (ke wilayah masingmasing subak), dan tidak memiliki kewenangan berhubungan ke luar

63 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Sementara peranan sedahan hanya berfungsi dalam pemungutan pajak (Pajak Bumi dan Bangunan), sedangkan sedahan-agung kini bergabung dengan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota, namun saat ini organisasi subak banyak berhubungan dengan Dinas Pekerjaan Umum berkaitan dengan pembangunan fisik di subak yang bersangkutan

64 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Sementara peranan sedahan hanya berfungsi dalam pemungutan pajak (Pajak Bumi dan Bangunan), sedangkan sedahan-agung kini bergabung dengan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota, namun saat ini organisasi subak banyak berhubungan dengan Dinas Pekerjaan Umum berkaitan dengan pembangunan fisik di subak yang bersangkutan

65 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Istilah opinion leader menjadi perbincangan dalam literatur komunikasi sekitar tahun an. Sebelumnya, dalam literatur komunikasi sering digunakan kata-kata influentials, influencers atau tastemakers untuk menyebut opinion leader. Kata opinion leader kemudian lebih lekat pada kondisi masyarakat di pedesaan

66 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Opinion leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Seorang opinion leader mempunyai karakteristik yang membedakan dirinya dengan orang lain. Beberapa karakteristik yang dimaksud adalah : lebih tinggi status soaial-ekonominya, lebih inovatif dalam menerima dan mengadopsi ide baru, lebih tinggi pengenalan medianya (media exposure), kemampian empatinya lebih besar, partisipasi sosial lebih besar

67 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Tak bisa dipungkiri bahwa opinion leader menjadi salah satu unsur yang sangat mempengaruhi proses komunikasi, khususnya di pedesaan. Hal ini karena Desa merupakan tempat hidup masyarakat tradisional yang masih memiliki cara hidup, cara berperilaku dan cara berinteraksi yang bersifat tardisional pula

68 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Pola hidup yang saling membantu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma kebersamaan adalah cerminan hidup yang selalu dipegang teguh oleh masyarakat pedesaan. Berbagai perubahan dan kemajuan masyarakat sangat ditentukan oleh peran opinion leader ini dan itu nyata adanya dalam sistem jaringan komunikasi tradisional Subak di Bali.

69 Sistem Jaringan Komunikasi Subak Beberapa ciri opinion leader beserta proses komunikasi yang dijalankan adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi interpersonal mempunyai struktur jaringan yang telah tertentu (umpamanya, kerabat, keluarga besar, suku, dan sebagainya) yang sangat kuat, karena ikatan yang telah lama ada, kebiasaan-kebiasaan setempat yang telah lama tertanam, dan setiap struktur ini mempunyai pemuka-pemuka pendapatnya.

70 Sistem Jaringan Komunikasi Subak 2. Komunikasi di dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh ciri-ciri sistem komunikasi feodal. Ada garis hirarki yang ketat sebagai bawaan dari sisten tradisional; pemuka-pemuka pendapat sudah tertentu dan mempunyai pengaruh yang jelas sementara arus komunikasi cenderung berjalan satu arah. 3. Pemuka-pemuka pendapat ini dianggap telah dikenali dan dapat diketahui dengan mudah dari fungsi mereka masing-masing

71 Sistem Jaringan Komunikasi Subak 3. dalam pranata-pranata informal yang telah berakar dalam masyarakat. 4. Pemuka-pemuka pendapat tidak hanya mereka yang memegang fungsi dalam pranata informal masyarakat tetapi juga pemimpin formal, termasuk yang menempati kedudukan karena ditunjuk dari luar.

72 Sistem Jaringan Komunikasi Subak 5. Pemuka pendapat di Indonesia dianggap bersifat polimorfik, yaitu serba tahu atau tempat menanyakan segalah rupa hal. Adanya asumsi ini terlihat dari kecenderungan untuk menyalurkan segala macam informasi kepada para pemika yang sama.

73 Penutup Kehadiran revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin. Hal itu mengganggu tata kelola sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode ini pada awalnya menghasilkan hasil yang melimpah, tetapi kemudian timbul berbagai masalah seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air.

74 Penutup Akhirnya petani kembali pada sistem pengairan sawah secara tradisional. Pada tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs Warisan Dunia,pada sidang pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi

Lebih terperinci

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK 1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been

Lebih terperinci

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi tradisional petani yang mengelola air irigasi dapat ditemui di berbagai belahan dunia, salah satunya adalah sistem irigasi subak di Bali. Subak merupakan

Lebih terperinci

2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik Kerangka Pemikiran...30 III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik Kerangka Pemikiran...30 III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PERNYATAAN KEASLIAAN PENELITIAN...ii ABSTRACT...iii ABSTRAK...iv RINGKASAN...v HALAMAN PERSETUJUAN...vii TIM PENGUJI...viii RIWAYAT HIDUP...ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi penelitian komunikasi, sehingga mengacu pada landasan dan teori komunikasi yang mendukung. Berikut ini, penulis akan memaparkan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Organisasi Kegiatan organisasi tidak pernah luput dari kegiatan komunikasi. Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan dan aktivitas komunikasi.

Lebih terperinci

PERANAN SUBAK AGUNG YEH HO DALAM MANAJEMEN IRIGASI DI DAERAH ALIRAN INDUK SUNGAI HO KABUPATEN TABANAN

PERANAN SUBAK AGUNG YEH HO DALAM MANAJEMEN IRIGASI DI DAERAH ALIRAN INDUK SUNGAI HO KABUPATEN TABANAN ABSTRAKSI GaneÇ Swara Vol. 6 No.2 September 2012 PERANAN SUBAK AGUNG YEH HO DALAM MANAJEMEN IRIGASI DI DAERAH ALIRAN INDUK SUNGAI HO KABUPATEN TABANAN KETUT MUDITA Universitas Dwijendra Denpasar Penelitian

Lebih terperinci

Awig-Awig Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan, 2014

Awig-Awig Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan, 2014 Awig-Awig Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan, 2014 PEMBUKAAN Om Swastyastu, Forum Pekaseh Catur Angga Batukau terbentuk atas dasar kebutuhan 20 subak yang termasuk dalam situs warisan budaya dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kunci Komunikasi Organisasi Goldhaber (1986) menyatakan definisi komunikasi organisasi: organizationalcommunication is the process of creating and exchanging messages

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy Ni Made Ayu Adi Suartiani. 1211305025. 2017. Penilaian Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Subak di Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukau. Dibawah bimbingan Dr. Sumiyati, S.TP.MP sebagai pembimbing

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada umur, pengalaman

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada umur, pengalaman BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Karakteristik responden Unit analisis dalam penelitian ini adalah subak. Oleh karena itu, karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kerangka Teori Komunikasi

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kerangka Teori Komunikasi BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Komunikasi Menurut Carl Hovland, Janis & Kelley dalam buku Ilmu Komunikasi (Riswandi: 2009: 1) komunikasi adalah suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah dan sistem irigasi yang dibangun atas swadaya masyarakat itu sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Pengertian persepsi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Pengertian persepsi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Berkaitan dengan persepsi dalam tulisan ini mencakup pengertian persepsi, tahapan persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, prinsip umum persepsi seperti yang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN AIR IRIGASI SISTEM SUBAK

PENGELOLAAN AIR IRIGASI SISTEM SUBAK dwijenagro Vol. 3 No. 2 : ISSN : 1979-3901 PENGELOLAAN AIR IRIGASI SISTEM SUBAK NI LUH MADE PRADNYAWATHI DAN GEDE MENAKA ADNYANA Staf Pengajar pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang Mengingat : : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali secara historis sudah memiliki tradisi, budaya dan komitmen religius tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak. Subak merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Tenilo merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Kelurahan Tenilo ini terbentuk dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEBERLANJUTAN SISTEM PERTANIAN Wayan Windia Fakultas Pertanian Univ.Udayana, Bali Email : wayanwindia@ymail.com ABSTRAK Pada saat ini, tidak ada permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem irigasi beserta keberhasilan pengelolaannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa merupakan sebuah pemerintah terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan menjalankan fungsi pemerintah secara riil di lapangan. Dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig) Bab Sembilan Kesimpulan Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian di Indonesia hingga saat ini masih berperan penting dalam penyediaan dan pemenuhan pangan bagi masyarakatnya. Dengan adanya eksplositas

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe / Sifat Penelitian Menurut Sugiyono pengertian metodologi dalam penelitian adalah Merupakan cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.penelitian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Komunikasi merupakan suatu proses dimana partisipan membuat dan berbagi informasi satu sama lain dalam upaya mencapai saling pengertian. Tujuan komunikasi dalam konteks komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Subak 2.1.1 Pengertian dan tujuan subak Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang melaksanakan pengairan tradisional serta menjadi bagian dari budaya yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

SISTEM IRIGASI SUBAK DENGAN LANDASAN TRI HITA KARANA (THK) SEBAGAI TEKNOLOGI SEPADAN DALAM PERTANIAN BERIRIGASI 1

SISTEM IRIGASI SUBAK DENGAN LANDASAN TRI HITA KARANA (THK) SEBAGAI TEKNOLOGI SEPADAN DALAM PERTANIAN BERIRIGASI 1 SISTEM IRIGASI SUBAK DENGAN LANDASAN TRI HITA KARANA (THK) SEBAGAI TEKNOLOGI SEPADAN DALAM PERTANIAN BERIRIGASI 1 Wayan Windia 2, Suprodjo Pusposutardjo 3, Nyoman Sutawan 4, Putu Sudira 5, dan Sigit Supadmo

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar)

Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar) Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar) SILFIA MARETA MAHMUDAH, I WAYAN WINDIA, WAYAN SUDARTA Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 13 TAHUN 2001 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 13 TAHUN 2001 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Klik Dicabut dgn Perda 24 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 13 TAHUN 2001 T E N T A N G DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, Menimbang: a. bahwa untuk pengembangan dan pengelolaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan pengelolaan irigasi secara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan pengelolaan irigasi secara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 25 Tahun 1974 23 Februari 1974 No. 02/PD./DPRD/1972. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang irigasi di Kabupaten Ciamis telah diatur dengan

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa negara mengakui dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya bersumber dari beras, sagu, serta ubi hasil pertanian.

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Agribisnis Vol. 3, No. 1, Mei 2015 ISSN:

Jurnal Manajemen Agribisnis Vol. 3, No. 1, Mei 2015 ISSN: Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia: Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan Putu Fajar Kartika Lestari, Wayan Windia 1),

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menanggulangi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksana ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 3 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI. Modul ke: 14FIKOM KOMUNIKASI ORGANISASI. Fakultas REDDY ANGGARA. Program Studi MARCOMM

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI. Modul ke: 14FIKOM KOMUNIKASI ORGANISASI. Fakultas REDDY ANGGARA. Program Studi MARCOMM Modul ke: PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI KOMUNIKASI ORGANISASI Fakultas 14FIKOM REDDY ANGGARA Program Studi MARCOMM Pengertian Organisasi Organisasi adalah kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 54 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DI WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa kerjasama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas Dalam penelitian kualitatif, analisis data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih diandalkan negara kita, karena sektor pertanian

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare, yang berarti berpartisipasi untuk memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 4 TAHUN 2007 SERI : D NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.02,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, organisasi, pemerintah, desa. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia merupakan buah Pergumulan Kreatif dari penduduk setempat dan telah menjadi warisan untuk genarasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR NO. : 6, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan organisme hidup karena masyarakat selalu mengalami pertumbuhan, saling mempengaruhi satu sama lain dan setiap sistem mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosiometri dan Sosiogram BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang hubungan sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil sampai sedang (10-50 orang),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Gabungan Kelompok Tani (Gapokan) PERMENTAN Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

Menimbang : a. Mengingat : 1.

Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. Mengingat : 1. 2. 3. 4.

Lebih terperinci