TINJAUAN PUSTAKA. (6) P. t. sumatrae (7) P. t. virgata (8) P. t. sondaica (9) P. t. balica

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. (6) P. t. sumatrae (7) P. t. virgata (8) P. t. sondaica (9) P. t. balica"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Klasifikasi harimau berdasarkan Nowak & Paradiso (1983) adalah sebagai berikut: Kingdom Animal, Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mammalia, Subkelas Placentalia, Ordo Carnivora, Familia Falidae, Genus Panthera, Spesies Panthera tigris. Asal usul harimau berdasarkan bukti fosil yang ditemukan, diduga berasal dari daerah China Utara pada masa Pleistocene awal (± 1,3 juta-2,1 juta tahun yang lalu) yang kemudian menyebar ke berbagai daerah (Kitchener 1999). Lou et al. (2004) menjelaskan bahwa berdasarkan daerah penyebaran dan morfologinya terdapat sembilan subspesies harimau di seluruh dunia. Enam subspesies harimau yang keberadaanya masih ada sampai sekarang adalah (1) Panthera tigris altaica (Harimau Siberia), (2) P. t. amoyensis (Harimau China Selatan), (3) P. t. tigris (Harimau India atau Benggala), (4) P. t. corbetti (Harimau Indo-China), (5) P. t. jacksoni (Harimau Malayan), dan (6) P. t. Sumatrae (Harimau Sumatera). Sedangkan tiga subspesies harimau yang saat ini keberadaannya sudah punah adalah (1) P. t. virgata (Harimau Kaspia), (2) P. t. sondaica (Harimau Jawa), dan (3) P. t. balica (Harimau Bali). Gambar sembilan subspesies harimau di dunia dan daerah penyebarannya ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2. (1) P. t. altaica (2) P. t. amoyensis (3) P. t. tigris (4) P. t. corbetti (5) P. t. jacksoni (6) P. t. sumatrae (7) P. t. virgata (8) P. t. sondaica (9) P. t. balica Gambar 1 Sembilan subspesies harimau (Sumber:

2 6 Keterangan: ALT (P. t. altaica, daerah penyebaran di Rusia, Korea), AMO (P. t. amoyensis, daerah penyebaran di China Selatan), TIG (P. t. tigris, daerah penyebaran di India, Nepal, Bangladesh, Bhutan ), COR I (P. t. corbetti, daerah penyebaran di China, Myanmar, Thailand, Vietnam, Laos, Kambodia), COR II (P. t. jacksoni, daerah penyebaran di Semenanjung Malaysia), SUM (P. t. sumatrae, daerah penyebaran di Pulau Sumatera-Indonesia), VIR (P. t. virgata, daerah penyebarannya di Afghanistan, Iran, Turki, Mongolia), SON (P. t. sondaica, daerah penyebarannya di Pulau Jawa- Indonesia ), BAL (P. t. balica, daerah penyebarannya di Pulau Bali-Indonesia). Daerah warna coklat muda = daerah sejarah distribusi; Daerah warna coklat tua = daerah distribusi saat ini Gambar 2 Daerah penyebaran sembilan subspesies harimau di dunia (Sumber: Lou et al. 2004) Selain berdasarkan daerah penyebarannya, harimau di dunia dapat dibedakan berdasarkan perbedaan morfologi harimau seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan morfologi sembilan subspesies harimau di dunia No Subspesies Morfologi Umum 1 P. t. altaica (Harimau Siberia) Ukuran panjang jantan 2,70-3,30 m dan betina 2,40-2,75 m. Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Merupakan harimau terbesar di antara subspesies harimau. Dengan tubuh yang besar dan berlemak berguna untuk menahan panas tubuh. Mempuyai rambut yang panjang dan tebal dan berwarna kuning terang dan putih hal ini merupakan adaptasi terhadap lingkungan yang dingin dan bersalju. Terdapat rambut ekstra pada telapak kaki untuk menahan dingin. Mempunyai sedikit loreng pada tubuh, berwarna kecoklatan. Hampir tidak mempunyai loreng pada kaki depan. Bentuk muka besar/lebar.

3 7 Lanjutan Tabel 1 No Subspesies Morfologi umum 2 P. t. amoyensis (Harimau China Selatan) Ukuran panjang jantan 2,30-2,60 m dan betina 2,20-2,40 m. Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Rambut pada tubuh berwarna kuning gelap. Jarak antar loreng berdekatan. Ujung ekor tidak meruncing. 3 P. t. tigris (Harimau Benggala) 4 P. t. corbetti (Harimau Indo China) 5 P. t. jacksoni (Harimau Malayan) 6 P. t. sumatrae (Harimau Sumatera) 7 P. t. virgata (Harimau Kaspia) 8 P. t. sondaica (Harimau Jawa) 9 P. t. balica (Harimau Bali) Ukuran panjang jantan 2,70-3,10 m dan betina 2,40-2,65 m. Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Ukuran tubuh No. 2 terbesar setelah Harimau Siberia. Mempunyai rambut tubuh yang bervariasi warnanya, ada yang kuning dan putih dengan loreng berwarna hitam atau kecoklatan. Harimau putih mempunyai mata berwarna biru, hidung merah muda, dan loreng berwarna gelap. Ukuran panjang jantan 2,57-2,84 m dan betina 2,31-2,64 m. Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Rambut pada tubuh berwarna kuning gelap, tapi lebih terang daripada Harimau Sumatera. Mempunyai loreng berwarna kehitaman. Kaki bagian dalam, perut, leher, dan pipi mempunyai warna dominan putih. Jantan mempunyai kumis lebih banyak daripada betina. Ukuran panjang jantan 2,20-2,55 m dan betina 2,15-2,30 m. Ukuran berat jantan ± 120 kg dan betina ± 110 kg. Rambut pada tubuh berwarna kuning gelap, tapi lebih terang daripada Harimau Sumatera. Mempunyai loreng berwarna kehitaman. Kaki bagian dalam, perut, leher, pipi mempunyai warna dominan putih. Jantan mempunyai kumis lebih banyak daripada betina. Ukuran panjang jantan 2,20-2,55 m dan betina 2,15-2,30 m. Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Merupakan harimau terkecil di antara subspesies harimau yang ada saat ini. Rambut tubuh berwarna kekuningan dan putih serta mempunyai banyak loreng berwarna hitam yang jaraknya berdekatan. Pada bagian kaki mempunyai belang, telapak kaki berambut dan mempunyai bantalan, cakar tajam dapat ditarik masuk. Rambut tengkuk pendek. Mempuyai kumis yang panjang berfungsi sebagai sensor. Mempunyai gigi taring yang besar. Mata bulat besar, iris berwarna kuning, penglihatan tajam.. Panjang ekor ½ dari panjang tubuh berfungsi untuk keseimbangan Ukuran panjang jantan 2,64-2,95 m dan betina 2,41-2,59 m. Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Mempunyai badan yang besar dan panjang dengan kaki yang kuat dan cakar yang besar. Saat musim dingin, rambut pada badan tebal dan panjang, pendek pada bagian leher. Rambut berwarna kuning dengan loreng kuning kehitaman. Telinga pendek dan kecil tanpa rambut di ujungnya. Bagian muka banyak ditumbuhi rambut Ukuran panjang jantan sekitar 2,46 m Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Morfologi mirip dengan Harimau Sumatra tapi loreng lebih banyak dan mempunyai warna lebih gelap. Mempunyai kumis yang sangat panjang dibanding subspesies harimau yang lain. Ukuran panjang jantan 2,20-2,31 m dan betina 1,91-2,11 m. Ukuran berat jantan kg dan betina kg. Merupakan harimau yang terkecil dibanding subspesies harimau yang lain. Rambut pada tubuh pendek tapi tebal dengan warna kuning gelap dan berloreng hitam. Sumber STT (2007)

4 8 Indonesia mempunyai tiga subspesies harimau endemik. Harimau Jawa dan Harimau Bali sudah dinyatakan punah, hanya Harimau Sumatera yang keberadaannya masih ada sampai sekarang. Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong-Bogor, terdapat koleksi spesimen awetan satu ekor Harimau Bali dan lima ekor Harimau Jawa berupa tengkorak dan kulit. Harimau Sumatera hidup soliter dan dapat ditemukan pada berbagai tipe habitat mulai ketinggian m dpl (di atas permukaan laut) seperti di dataran pantai berawa, daerah payau, hutan primer, hutan sekunder, padang rumput, lahan pertanian, dan perkebunan masyarakat (O Brien et al. 2003). Secara umum, harimau memangsa babi hutan (Sus scrofa), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), dan beruk (Macaca nemestrina) (O Brien et al. 2003). Karena semakin terbatasnya habitat maka penyebaran Harimau Sumatera sekarang ini hanya terbatas di daerah Gunung Leuser, Bukit Tiga Puluh, Kerinci- Seblat, Berbak, Way Kambas, dan Bukit Barisan Selatan (STT 2007) (Gambar 3). 1 Keterangan: 1. Gunung Leuser 2. Bukit Tiga Puluh 3. Kerinci-Seblat 4. Berbak 5. Way Kambas 6. Bukit Barisan Selatan Gambar 3 Daerah penyebaran Harimau Sumatera di Pulau Sumatera (Sumber: Shepherd & Magnus 2004)

5 9 Saat ini Harimau Sumatera semakin menurun jumlahnya sehingga dikhawatirkan mengalami kelangkaan. Tumbelaka (2001) menjelaskan lima faktor yang menyebabkan Harimau Sumatera dan satwa liar lainnya mengalami proses kelangkaan yaitu (1) Penyebaran yang terbatas. Hal ini disebabkan adanya pengurangan lahan hutan dan fragmentasi habitat sebagai hasil dari pembukaan hutan, perladangan dan pemukiman. Dengan demikian terjadi pengkonsentrasian populasi pada wilayah terbatas. Sebagai akibatnya adalah penurunan daya tampung dan peningkatan inbreeding coefficient (perkawinan silang dalam) yang memungkinkan terjadinya penurunan daya reproduksi dan daya tahan terhadap penyakit sehingga kepunahan tidak dapat dihindari; (2) Ukuran tubuh yang besar. Harimau Sumatera dengan tubuh yang besar memerlukan habitat yang relatif luas, sehingga dengan adanya pengurangan tempat hidup maka ancaman kepunahan dapat terjadi; (3) Nilai ekonomis yang tinggi. Perburuan satwa liar akan meningkat apabila satwa itu banyak diminati pasar. Kulit harimau harganya mahal dan diminati untuk koleksi atau pajangan, selain itu banyak anggota tubuh harimau yang dipercaya bermanfaat sebagai obat sehingga Harimau Sumatera banyak diburu dan sekarang menjadi langka; (4) Merupakan rantai makanan. Adanya perburuan terhadap hewan-hewan yang menjadi mangsa Harimau Sumatera oleh manusia akan memberikan dampak terus berkurangnnya sumber makanan bagi Harimau Sumatera; (5) Habitat yang jenuh. Fragmentasi habitat menyebabkan semakin tingginya kepadatan satwa yang ada di dalam wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan berkurangnya kawasan tempat hidup dan tempat menyebar, sehingga hanya ada di tempat tertentu saja. Habitat yang jenuh akan berdampak pada peningkatan kompetisi intraspesies untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa di dalam kawasan tersebut. Kegiatan konservasi perlu dilakukan agar kepunahan Harimau Sumatera dapat dicegah karena Harimau Sumatera memiliki beberapa fungsi penting yaitu: (1) Fungsi ekologis. Sebagai top predator yang menempati posisi puncak pada rantai makanan. Harimau berfungsi sebagai pengendali (bioregulator) terhadap satwa-satwa di bawahnya, seperti hewan herbivora, yaitu terutama hewan ungulata yang memiliki daya survivorship dan reproduksi yang sangat tinggi, contohnya babi hutan. Walaupun tidak ada kaitannya langsung dengan fungsi

6 10 ekologis, namun dalam konteks konservasi, harimau sering diistilahkan sebagai umbrella species, yaitu jenis satwa yang apabila diselamatkan maka otomatis akan menyelamatkan satwa-satwa lain yang daerah jelajahnya sempit. Harimau memiliki daerah jelajah sangat luas (wide-ranging species atau landscape species) dibandingkan dengan satwa terestrial lain yang ada di Sumatera; (2) Fungsi ekonomis. Di beberapa negara, seperti Nepal, India, dan Buthan, keberadaan harimau sebagai satwa kharismatik di suatu kawasan konservasi yang menjadi tujuan wisata alam. Sehingga keberadaannya akan dapat meningkatkan daya tarik kawasan tersebut bagi turis mancanegara. Harimau juga menjadi salah satu daya pikat utama yang ditawarkan oleh berbagai lembaga konservasi ex-situ (misalnya kebun binatang, taman safari, dan taman nasional), baik nasional maupun internasional; (3) Fungsi sosial. Di Indonesia harimau merupakan salah satu jenis satwa yang paling banyak digunakan secara turun temurun untuk berbagai simbol dan tujuan sosial, seperti simbol perkumpulan (Siliwangi) dan tarian tradisional (reog Ponorogo); (4) Fungsi politis. Harimau merupakan satwa yang dilindungi undang-undang Indonesia dan konvensi internasional seperti IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan CITES. Oleh karena itu, kinerja konservasi Harimau Sumatera sangat mempengaruhi citra bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Indonesia sudah memperoleh citra tidak baik secara politis akibat ketidakmampuannya dalam mencegah kepunahan global Harimau Jawa dan Harimau Bali. Oleh karena itu keberhasilan konservasi Harimau Sumatera akan meningkatkan citra Indonesia di mata internasional dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati (Azhar 2008a). Konservasi Harimau Sumatera Konservasi satwa liar (termasuk Harimau Sumatera) merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan satwa liar. Konservasi satwa liar bertujuan menjamin kelangsungan hidup satwa liar tersebut dan menjamin kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkannya baik secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan prinsip kelestarian (Alikodra 2002).

7 11 Pada tahun 1994 Departemen Kehutanan Indonesia mengeluarkan dokumen panduan konservasi Harimau Sumatera dengan empat strategi utama yaitu (1) Pengembangan dan pengelolaan konservasi populasi Harimau Sumatera; (2) Pengamanan dan perlindungan populasi Harimau Sumatera yang masih ada di habitatnya; (3) Mengembangkan penangkaran Harimau Sumatera untuk mendukung pemulihan populasi di alam; (4) Membangun network untuk kelestarian Harimau Sumatera di Indonesia (Azhar 2008b). Kemudian pada tahun 2007 dikeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.42/Menhut-II/2007 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera yang bertujuan (1) Populasi Harimau Sumatera beserta bentang alamnya di seluruh Sumatera menjadi pulih kembali dan dapat dipertahankan atau bertambah dengan dukungan berbagai pihak; (2) Terbangunnya infrastruktur dan meningkatnya kapasitas Departemen Kehutanan dalam pemantauan dan evaluasi terhadap upaya konservasi Harimau Sumatera dan satwa mangsanya; (3) Penguatan pengelolaan Harimau Sumatera di luar kawasan konservasi dan keterlibatan para pihak dalam mendorong konservasi Harimau Sumatera dan habitatnya baik di tingkat regional maupun nasional; (4) Terbangunnya jejaring kerja dan infrastruktur komunikasi serta terciptanya kelompok masyarakat yang peduli dan bertanggungjawab terhadap kelestarian Harimau Sumatera; (5) Terbangunnya program konservasi ex-situ yang bermanfaat dan selaras dengan upaya kelestarian Harimau Sumatera di alam (Dephut 2007). Sudah lebih dari satu dekade ini, studi genetik digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan mempertahankan keberadaan suatu spesies di alam. Dengan studi genetik, informasi tentang keragaman antar individu di dalam dan antar populasi, terutama pada spesies-spesies yang terancam punah dapat diketahui (Hedrick 2001, Sunnuck 2000). Perkembangan teknik molekuler dewasa ini, seperti penemuan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi untai DNA hingga mencapai konsentrasi tertentu, penggunaan untai DNA lestari (conserved) sebagai marka dalam proses PCR, penemuan lokus mikrosatelit yang hipervariabel dan penemuan metode sekuencing DNA telah menyebabkan ilmu genetik molekuler mempunyai pengaruh yang sangat besar

8 12 dalam studi biologi suatu populasi (Sunnuck 2000). Terobosan-terobosan ini, bersamaan dengan berkembangnya teknik pemodelan matematika melalui program-program komputer telah mempermudah para peneliti untuk mendapatkan data genetik suatu populasi yang sangat berguna dalam merancang program konservasi suatu spesies tertentu. Penerapan studi genetik dalam permasalahan konservasi didasari oleh teori genetika populasi yang mempelajari tentang faktor-faktor yang menentukan komposisi genetik suatu populasi dan bagaimana faktor-faktor tersebut berperan dalam proses evolusi (Halliburton 2004). Terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam kejadian evolusi pada suatu populasi, yaitu mutasi, rekombinasi, seleksi alam, genetic drift, gene flow, dan perkawinan yang tidak acak. Faktorfaktor tersebut akan memunculkan keragaman genetik pada suatu populasi, dan keragaman genetik merupakan informasi yang paling berguna untuk memahami informasi tentang kekuatan-kekuatan yang menyebabkan evolusi (Cavalli-Sforza 1998). Memahami dan mempertahankan keragaman genetik suatu populasi sangat penting dalam konservasi karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya (Rhymer 1999). Mutasi didefinisikan sebagai segala perubahan di dalam material genetik yang akan diturunkan ke generasi selanjutnya. Mutasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kesalahan saat proses replikasi DNA, unequal crossing over, chromosome breakage atau meiotic disjunction. Mutasi merupakan sumber utama keragaman genetik. Tanpa mutasi, tidak akan ada keragaman genetik dan berarti tidak akan ada evolusi. Rekombinasi merupakan penyebab kedua munculnya keragaman genetik. Rekombinasi menyebabkan kombinasi baru suatu pasangan alel, tetapi tidak memunculkan alel baru. Kombinasi baru suatu pasangan alel dapat memicu munculnya fenotip baru pada suatu individu. Seleksi alam merupakan ide yang dilontarkan oleh Charles Darwin yang menyatakan bahwa suatu individu yang memiliki keragaman yang menguntungkan akan bertahan hidup dan bereproduksi lebih baik dibandingkan dengan individu lain di dalam populasi. Mereka akan memiliki keturunan yang

9 13 lebih banyak, dan menurunkan keragaman yang dimilikinya pada keturunannya tersebut. Oleh karena itu, keragaman ini akan semakin banyak pada generasi berikutnya. Genetic drift adalah perubahan frekuensi alel sepanjang waktu sebagai akibat dari pemilihan gamet dan gen-gennya secara acak pada saat proses pembentukan suatu generasi baru berlangsung. Dalam jangka panjang genetic drift memiliki efek yang bertolak belakang dengan mutasi. Genetic drift yang menyebabkan perubahan frekuensi alel dalam jumlah besar dan berlangsung secara tiba-tiba akan menurunkan keragaman genetik di dalam populasi dan akan memunculkan perbedaan genetik antar populasi. Gene flow akan terjadi pada saat suatu individu berpindah dari satu area ke area lain, bahkan antar populasi. Jika individu-individu tsb dapat bertahan hidup dan bereproduksi di tempat barunya, maka mereka akan memasukkan gen-gen mereka ke dalam populasi barunya dan pada saat inilah gene flow terjadi. Gene flow menyebabkan populasi-populasi memiliki material genetik yang semakin mirip satu sama lain dan dalam jangka panjang gene flow akan menimbulkan efek yang bertolak belakang dengan genetic drift. Perkawinan yang tidak acak terjadi jika individu-individu yang melakukan perkawinan merupakan individu-individu yang secara genetik saling berhubungan satu sama lain. Prinsip dasar dalam genetik populasi adalah prinsip Hardy-Weinberg. Prinsip Hardy-Weinberg menduga bahwa dalam kondisi tertentu, frekuensi alel dan genotipe akan tetap konstan atau seimbang dalam populasi, dan keduanya saling berhubungan satu sama lain. Kondisi-kondisi tertentu yang dimaksud dalam prinsip Hardy-Weinberg meliputi reproduksi antar individu yang dilakukan secara seksual dan acak, tidak ada seleksi alam, kejadian mutasi diabaikan, tidak ada individu yang masuk atau keluar dari suatu populasi dan ukuran populasi yang cukup besar. Jika kondisi-kondisi ini terpenuhi oleh suatu populasi, maka populasi tersebut disebut sebagai populasi yang berada dalam keseimbangan Hardy- Weinberg (Hardy-Weinberg Equilibrium). Keseimbangan Hardy-Weinberg sangat penting di dalam konservasi dan kejadian evolusi genetik, karena penyimpangan

10 14 dari keseimbangan Hardy-Weinberg ini merupakan dasar untuk mendeteksi kejadian inbreeding, fragmentasi populasi, migrasi, dan seleksi (Hartl & Clark 1997). DNA Mitokondria Pada umumnya material DNA yang digunakan dalam analisis genetik berasal dari DNA inti tetapi sumber DNA dapat pula diperoleh dari organelorganel sitoplasmik. Salah satu organel yang dapat menjadi sumber bahan genetik adalah mitokondria. mtdna adalah DNA berbentuk sirkuler dan berutas ganda yang ada di dalam mitokondria yaitu organel sel yang berperan dalam metabolisme sel. Ukuran mtdna sangat pendek, biasanya kurang dari pb (pasang basa) dan tersusun atas gen yang mengontrol metabolisme selular. Jika setengah dari DNA inti diperoleh dari garis maternal dan setengah lagi diperoleh dari garis paternal, maka mtdna seluruhnya berasal dari garis maternal. Dalam setiap molekul DNA terdapat ratusan kopi empat basa nitrogen yaitu Adenin (A), Guanin (G), Citosin (C) dan Timin (T). Ke empat basa tersebut berasal dari dua kelompok basa yaitu kelompok purin (terdiri dari A dan G) dan kelompok pirimidin (terdiri dari C dan T). Berdasarkan kandungan basa guaninnya, mtdna dibagi menjadi dua untai yaitu untai yang kaya G disebut untai berat (heavy strand) dan yang mengandung sedikit G disebut untai ringan (light strand) (Reyes et al. 1998). Berdasarkan jenis gennya, genom mitokondria dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah penyandi (coding region) dan daerah bukan penyandi (non coding region). Daerah penyandi terdiri dari 37 gen yaitu 13 gen penyandi protein yang berperan penting di dalam transport elektron dan fosforilasi oksidatif, dua gen penyandi rrna (ribosomal Ribonucleic Acid), dan 22 gen penyandi trna (transfer RNA). Gen tersebar secara asimetris pada kedua untai DNA (Reyes et al. 1988). Untai berat mtdna mengandung 28 gen yaitu dua gen penyandi rrna (12S rrna dan 16S rrna), 12 gen penyandi protein yang terdiri dari enam NADH Dehidrogense (ND1, ND2, ND3, ND4L, ND4, ND5,), Cytochrome c Oxydase (COX1, COX2, COX3), sebuah Cytochrome b (Cyt. b), dua ATPase (ATP6, ATP8), dan 14 gen penyandi trna yang terdiri dari fenilalanin

11 15 (trna Phe ), valin (trna Val ), leusin (trna Leu ), isoleusin (trna Ile ), metionin (trna met ), triptofan (trna Trp ), asam aspartat (trna Asp ), lisin (trna Lys ), glisin (trna Gly ), arginin (trna Arg ), histidin (trna His ), serin (trna Ser ), leusin (trna Leu ), dan treonin (trna Thr ). Sedangkan untai ringan mtdna mengandung sisanya (sembilan gen) yaitu, satu gen penyandi protein yaitu NADH Dehidrogense 6 (ND6) dan delapan gen penyandi trna yang terdiri dari asam glutamat (trna Glu ), prolin (trna Pro ), serin (trna Ser ), tirosin (trna Tyr ), sistin (trna Cys ), asparagin (trna Asn ), alanin (trna Ala ), dan glutamin (trna Glu ). Daerah bukan penyandi genom mitokondria hanya terdiri dari daerah kontrol (control region) atau d-loop (displacement loop) (Reyes et al. 1998). Contoh struktur genom mitokondria seperti pada Felis catus (kucing) yang termasuk dalam satu famili dengan Harimau Sumatera (Famili Falidae), dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Struktur genom mitokondria Felis catus (Lopez et al. 1996) Peranan Marka DNA Mitokondria dalam Konservasi Genetik Pengkajian keragaman genetik melalui penandaan molekuler menggunakan DNA didapatkan hasil yang dapat mengungkapkan perbedaan dengan lebih teliti dalam membedakan intra dan interspesies yang menyangkut tentang struktur, komposisi, dan organisasi genom pada tingkat DNA (Duryadi 1994). Duryadi (1994) menjelaskan beberapa hal yang mendukung penggunaan mtdna sebagai penanda dalam studi keragaman genetik adalah (1) Kopi mtdna

12 16 terdapat dalam jumlah yang tinggi. Jumlah kopi yang tinggi menjadikannya mudah diisolasi dan dipurifikasi untuk berbagai keperluan analisis genom; (2) Ukuran mtdna relatif kecil, sekitar kb (kilobase), sehingga dapat dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh; (3) Bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi dengan kecepatan yang berbeda. Tingkat evolusi dari suatu bagian DNA merupakan faktor penting yang menentukan penggunaan penanda DNA dalam studi sistematika dan biogeografi. Gen-gen yang terkonservasi dengan baik dapat dijadikan sebagai dasar penelusuran kesamaan asal muasal (ancient taxa) sedangkan bagian yang berubah cepat digunakan untuk mengetahui seberapa cepat divergensi dalam spesies tersebut terjadi; (4) Genom mitokondria hewan berukuran kecil karena mtdna hewan tidak memiliki intron ataupun spacer yang berukuran besar antar gennya; (5) Sifat khusus mtdna adalah diturunkan melalui induk betinanya tanpa melalui rekombinasi, sehingga afinitas genetik yang diatur oleh genom mitokondria merupakan refleksi dari Phylogeni matriarcale; (6) Penyusun mtdna sangat polimorf, baik untuk intrapopulasi maupun interspesies. Duryadi (1994) juga menerangkan manfaat penggunaan mtdna antara lain (1) Sebagai penanda genetik dalam studi variabilitas intraspesifik (interpopulasi) telah memberikan informasi secara kualitatif maupun kuantitatif. Penggunaan penanda mdna pada Harimau menunjukkan strukturisasi geografik (Luo et al. 2004); (2) Karena mtdna berevolusi sangat cepat maka dapat digunakan untuk melacak kejadian yang relatif baru seperti studi hibridisasi alami antara dua subspesies. (3) Sifat khusus mtdna yaitu diturunkan melalui induk betina tanpa mengalami rekombinasi. Adanya sifat tersebut dapat digunakan untuk suatu rekonstruksi historik dari genealogi matrilinier suatu spesies maupun antar populasi yang ada (Luo et al. 2004); (4) Studi keragaman genetik intraspesifik berdasarkan perbedaan dan persamaan mtdna dapat menghasilkan rekonstruksi filogenik dari beberapa spesies yang saling berdekatan. Dengan demikian, berdasarkan penanda genetik dapat diketahui proses terjadinya pemecahan dari spesies yang satu terhadap yang lainnya (Janczewski et al. 1995, Zhang et al. 2006).

13 17 Masing-masing gen mitokondria memiliki laju evolusi dengan kecepatan yang berbeda. Ada yang laju perubahannya pelan sehingga daerahnya bersifat conserve (contohnya 16S rrna dan 12S rrna), ada yang laju perubahannya sedang sehingga ada daerah yang bersifat conserve dan ada sebagian daerah yang bersifat variatif (sebagai contoh Cyt. b), ada yang laju perubahannya cepat sehingga daerahnya bersift variatif (CO I dan D-loop). Beberapa marka mtdna telah digunakan dalam analisis genetik suatu populasi. Pemilihan marka genetik DNA disesuaikan dengan tujuan analisis yang akan dicapai. Gen penyandi Cyt. b mempunyai ukuran 1140 pb. Adanya variasi urutan letak pada Cyt. b menyebabkan gen ini banyak digunakan untuk membandingkan spesies dalam genus yang sama atau famili yang sama (Randi 1996). Protein Cyt. b dibagi dalam tiga domain fungsional, yaitu intermembran, matriks dan transmembran. Domain intermembran terbentang antara membran dalam dan luar mitokondria, mengalami evolusi yang lebih lambat daripada ke dua domain fungsional lainnya. Berdasar jajaran urutan basa gen Cyt b, daerah tersebut dapat memberikan informasi filogenetik pada tingkat intraspesies sampai pada tingkat antar genus. Daerah bukan penyandi (non coding region) yaitu D-loop merupakan genom yang tidak membawa urutan informasi untuk pembentukan protein maupun RNA, namun daerah ini merupakan situs replikasi dari mtdna secara umum. D-loop merupakan bagian dari mtdna yang sangat variatif dalam substitusi nukleotida, insersi atau delesi (indel) dan memiliki VNTRs (Variable Number Tandem Repeat) yang dinamis yang terletak pada bagian yang hipervariatif dan domain yang khusus (Fumagalli et al. 1996). Daerah D-loop dibagi menjadi tiga domain yaitu, CSB (Conserved Sequence Block) dan HVS-II. Domain I yang berbatasan dengan trna Pro, terdiri dari runutan yang diasosiasikan dengan Termination of H- strand Replication (TAS) yang sering mengandung VNTRs (R1 repeats). Domain II yang terdapat di bagian sentral dan bersifat kekal, terdapat daerah Conserved Sequence Block (CSB B, C, D, E dan F). Domain III yang berbatasan dengan trna Phe, terdiri dari runutan yang variabilitasnya tinggi karena substitusi nukleotida, insersi dan delesi (indels) serta VNTRs (R2 repeat) dan runutan

14 18 nukleotida bersifat kekal yang merupakan promotor untuk transkripsi untai berat (heavy strand) dan untai ringan (light strand) (Sbisa et al. 1997). Tingginya angka dari polimorfisme nukleotida atau adanya perbedaan runutan pada kedua bagian hipervariabel dari non coding region digunakan untuk membedakan di antara individu suatu spesies (Melton 1999). Selain itu analisis derah D-loop digunakan juga untuk melihat keragaman antar subspesies ataupun antar populasi (Brown 1986). Daerah D-loop diketahui sangat cepat berkembang dibandingkan dengan bagian mtdna lainnya. Hal ini karena terjadinya akumulasi substitusi basa, proses insersi dan delesi yang lajunya amat cepat bila dibandingkan dengan DNA inti (Foran et al. 1988).

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti)

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) ) terbagi menjadi sembilan subspesies yang tersebar di Asia, mulai dari daratan Turki hingga ke Rusia dan Indonesia. Namun saat ini hanya tersisa enam subspesies harimau saja di dunia. Tiga subspesies

Lebih terperinci

BAB III. SUBSTANSI GENETIK

BAB III. SUBSTANSI GENETIK BAB III. SUBSTANSI ETIK Kromosom merupakan struktur padat yg tersusun dr komponen molekul berupa protein histon dan DNA (kumpulan dr kromatin) Kromosom akan tampak lebih jelas pada tahap metafase pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

Bagian-bagian kromosom

Bagian-bagian kromosom BAB3: SUBSTANSI GENETIKA KROMOSOM Bagian-bagian kromosom 1. kromatid. 2. senrtomer. 3. lengan pendek. 4. lengan panjang. SUBSTANSI GENETIKA Seluruh peristiwa kimia (metabolisme) diatur oleh suatu master

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Harimau Sumatera yang ditemukan di pulau Sumatera biasa juga disebut dengan harimau loreng. Hal ini dikarenakan warna kuning-oranye dengan garis hitam vertikal pada tubuhnya. Taksonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Harimau Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Harimau Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia TINJAUAN PUSTAKA Harimau berada di bawah subfamili Pantherinae, bersama dengan singa, panther, dan jaguar. Seluruh subspesies harimau berada di bawah spesies Panthera tigris. Di dalam bukunya, Mongillo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp.

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp. 1 I. PENDAHULUAN Ikan Lais Cryptopterus spp. biasa hidup pada ekosistem sungai rawa banjiran. Ikan Lais merupakan salah satu ikan yang bemilai ekonomis tinggi. Di propinsi Riau, ikan Lais digemari oleh

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Substansi Genetik. By Ms. Evy Anggraeny. SMA Regina Pacis Jakarta. Sept

Substansi Genetik. By Ms. Evy Anggraeny. SMA Regina Pacis Jakarta. Sept Substansi Genetik SMA Regina Pacis Jakarta By Ms. Evy Anggraeny Sept 2013 1 DNA/ADN Terdiri dari gula pentosa, basa nitrogen dan phosphat DNA Sept 2013 2 Macam Basa Dua macam basa Purin Adenine = A pada

Lebih terperinci

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

Kryptopterus spp. dan Ompok spp. TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi Taksonomi atau sistematik adalah hal yang penting dalam klasifikasi organisme dan meliputi beberapa prosedur seperti identifikasi dan penamaan. Sekarang dikenal

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggandaan dan penyediaan asam amino menjadi amat penting oleh karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Kemampuan jasad hidup untuk membentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4B (27 32), 2011

PENDAHULUAN. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4B (27 32), 2011 Perbandingan Karakteristik Marka Genetik Cytochrome B Berdasarkan Keragaman Genetik Basa Nukleotida dan Asam Amino pada Harimau Sumatera Ulfi Faizah 1, Dedy Duryadi Solihin 2,dan Ligaya Ita Tumbelaka 3

Lebih terperinci

Definisi Sintesis Protein

Definisi Sintesis Protein Definisi Sintesis Protein Manusia, hewan, dan tumbuhan sangat memerlukan protein sebagai unsur utama penyusun tubuhnya. Protein pada manusia dan hewan terdapat paling banyak pada membran sel, sitoplasma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang berada di antara dua wilayah biogeografis utama yaitu Benua Asia dan Australia yang memiliki kekayaan flora dan fauna yang

Lebih terperinci

Protein. Kuliah Biokimia ke-3 PROTEIN

Protein. Kuliah Biokimia ke-3 PROTEIN Protein Kuliah Biokimia ke-3 PS Teknologi Hasil Pertanian Univ.Mulawarman Krishna P. Candra, 2015 PROTEIN Protein berasal dari kata latin Proteus (penting) Makromolekul yang dibentuk dari satu atau lebih

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Posisi geografis yang terletak di antara dua benua dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

V. GENETIKA MIKROORGANISME

V. GENETIKA MIKROORGANISME V. GENETIKA MIKROORGANISME Genetika merupakan suatu cabang ilmu yang membahas tentang sifat-sifat yang diturunkan oleh suatu organisme. Penelaahan genetika secara serius pertama kali dilakukan oleh Gregor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

BIOMOLEKUL II PROTEIN

BIOMOLEKUL II PROTEIN KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 22 Sesi NGAN BIOMOLEKUL II PROTEIN Protein dan peptida adalah molekul raksasa yang tersusun dari asam α-amino (disebut residu) yang terikat satu dengan lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH D-LOOP BAGIAN HVS-I SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH D-LOOP BAGIAN HVS-I SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH D-LOOP BAGIAN HVS-I SEBAGAI ACUAN KONSERVASI

Lebih terperinci

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme Protein Tenaga Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme protein Tenaga Pendahuluan Metabolisme protein dan asam amino Klasifikasi asam amino Katabolisis

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali Masyarakat Bali saat ini merupakan hasil perkembangan masyarakat Bali yang menghuni Bali sejak zaman prasejarah. Hal tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

BIOLOGI SESI 03 SUBSTANSI GENETIK DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA

BIOLOGI SESI 03 SUBSTANSI GENETIK DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA 03 MATERI AN LATIHAN SBMTN TO LEVEL - XII SMA BIOLOGI SESI 03 SUBSTANSI GENETIK Komponen terkecil penyusun makhluk hidup disebut sel. Setiap sel eukariotik memiliki nukleus yang mengandung kromosom. Setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen. Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY

Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen. Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY Adenin: salah satu jenis basa purin yang terdapat pada DNA dan RNA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

BAHAN GENETIK SITOPLASMA

BAHAN GENETIK SITOPLASMA BAHAN GENETIK SITOPLASMA Bahan genetik Kromosom Ekstrakromosom Prokaryot: Plasmid Bahan genetik ekstrakromosom Eukaryot: Mitokondria Kloroplast Bahan genetik sitoplasma Sel Suharsono. 2005. BTK505. IPB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier, 1809) merupakan sub spesies macan tutul (Panthera pardus Linnaeus, 1758) yang memiliki morfologi dan genetika sangat berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau Kalimantan dan Papua, Hutan Sumatera mengalami kerusakan yang cukup tinggi. Sejak Tahun

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dipaparkan penjelasan singkat mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu mengenai DNA mitokondria manusia, basis data GenBank, basis data MITOMAP,

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan membahas hasil PCR, hasil penentuan urutan nukleotida, analisa in silico dan posisi residu yang mengalami mutasi dengan menggunakan program Pymol. IV.1 PCR Multiplek

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI priyambodo@fmipa.unila..ac.id #RIPYongki Spesies dan Populasi Species : Individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: Ekspresi gen

Pokok Bahasan: Ekspresi gen Pokok Bahasan: Ekspresi gen Sub Pokok Bahasan : 3.1. Regulasi Ekspresi 3.2. Sintesis Protein 3.1. Regulasi ekspresi Pengaruh suatu gen dapat diamati secara visual misalnya pada anggur dengan warna buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang beranekaragam baik suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keadaan geografis dari suku-suku yang berbeda

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Burung beo (Gracula religiosa Linnaeus 1758) merupakan salah satu satwa yang banyak digemari masyarakat, karena kepandaiannya dalam menirukan ucapan-ucapan manusia ataupun suara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat. (Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5% pada tegangan 85 V selama 6 jam. Standar DNA yang digunakan adalah ladder (Promega) Gel polyacrilmide dibuat dengan menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BIOLOGI BAB XV EVOLUSI

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BIOLOGI BAB XV EVOLUSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BIOLOGI BAB XV EVOLUSI Dra. Ely Rudyatmi, M.Si. Dra. Endah Peniati, M.Si. Dr. Ning Setiati, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Genetika. Pewarisan Sifat pada Ekstrakromosom

Ringkasan Materi Genetika. Pewarisan Sifat pada Ekstrakromosom Ringkasan Materi Genetika Pewarisan Sifat pada Ekstrakromosom Nama : Muhammad Shobirin NIM : 140341808629 Genetika ekstranuklear mempelajari bagaimana fungsi dari genom organisme yang terdapat diluar inti,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci