PENELITIAN IKTIOPLANKTON; PERLU DAN PENTING? A. Syahailatua 1)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENELITIAN IKTIOPLANKTON; PERLU DAN PENTING? A. Syahailatua 1)"

Transkripsi

1 Oseana, Volume XXXI, Nomor 1, Tahun 2006 : 9-19 ISSN PENELITIAN IKTIOPLANKTON; PERLU DAN PENTING? Oleh : A. Syahailatua 1) ABSTRACT ICHTHYOPLANKTON STUDIES; NECESSARY AND IMPORTANT? Understanding of fish population dynamics is useful to some human benefits, such as optimizing commercial fish landing or recreational fish catching, or conservation of a species, population or community. However, much information assisting all management policies on fisheries resources are dominated by the biological and ecological results of adult fishes. Over the past 30 years, many analyses on fish population dynamics have also been included knowledge derived from ichthyoplankton (fish eggs and larvae) studies as an essential element. This paper is discussed 2 topics and results of the ichthyoplankton research that they are necessary and significant to maintain the fish and fisheries resources. PENDAHULUAN Istilah iktioplankton (atau dalam bahasa Inggris ichthyoplankton ) dalam biologi perikanan mencakup telur ikan dan larva ikan. Dua komponen ini melewati fase hidupnya sebagai plankton di dalam ekosistem perairan (tawar, payau atau laut). Dalam fasenya sebagai plankton, telur dan larva ikan mempunyai pergerakan yang sangat terbatas, diakibatkan belum berkembangnya alat-alat gerak dengan sempurna, terutama sirip ship. Pergerakan pasif yang dialami oleh iktioplankton sangat dipengaruhi oleh pergerakan masa air, seperti arus, turbulensi, pasang surut, dan juga proses penaikan (upwelling). Kemampuan gerak yang sangat terbatas dari iktioplankton (telur dan larva ikan) mengakibatkan mudahnya kedua komponen ini dimangsa oleh predator-predator yang ada di lingkungan perairan. Disamping itu, kemampuannya juga sangat terbatas untuk mendapatkm makanan alami pada saat persediaan kuning telur (yolk sac) terserap habis, sehingga kondisi dari larva ikan sangat ditentukan oleh peluang dimana mereka berada. Sekiranya mereka berada di tempat yang berlimpah zooplankton, maka kondisinya akan baik, namun jika sebaliknya, maka kondisinya akan memburuk. Kedua faktor ini, yaitu kemampuan yang terbatas untuk menghindar dari predator dan untuk mendapatkan makanan yang cukup, mengakibatkan tinggi-tingkat mortalitas yang selalu dihadapi oleh iktioplankton. 1) Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta. 9

2 Tingginya tingkat mortalitas dari iktioplankton berarti menurunkan laju kelangsungan hidupnya (survival rate). Hal ini sangat mempengaruhi keberhasilan dalam proses rekruitmen ikan dewasa dan sekaligus produksi sumberdaya perikanan. Pengalaman menurunnya produksi perikanan seperti pada perikanan Pacific sardine (Sardinops sagax) pada tahun 1940-an memberikan banyak inspirasi bagi para peneliti biologi perikanan untuk mengkaji lebih dalam aspek-aspek yang berhubungan dengan telur dan larva ikan (LASKER, 1987). Salah satu pakar iktioplankton yang terkenal adalah OSCAR E. SETTE, diminta pemerintah federal Amerika Serikat untuk menyelidiki penyebab menurunnya produksi sardine di lepas pantai California (USA). la merancang program penelitian umuk mencari sebab musabab kejadian ini, dan memberikan priontas bagi penelitian telur dan larva ikan. Dengan demikian hubungan iktioplankton dan proses rekruitmen menjadi fokus dalam pengkajian masalah-masalah yang berhubungan dengan produksi perikanan. Beberapa permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang dapat diperoleh informasi untuk pemecabannya lewat iktioplankton adalah sebagai berikut (LASKER, 1987); penyebaran, pendugaan biomas, identifikasi jenis, rekruitmen, interaksi antar jenis, budidaya, polusi, restocking dan stok identifikasi. Tidak semua permasalahan dibahas secara khusus dalam tulisan ini, namun ada dua studi kasus yang dirangkum untuk menjelaskan peranan yang nyata dari penelitian iktioplankton untuk menjawab permasalahan dalam bidang produksi perikanan. Kasus pertama adalah penyebab menurunnya produksi perikanan Japanese sardine (Sardinops melanostictus) yang dikaji oleh WATANABE (2002); dan produksi perikanan di Australia yang rendah tidak berarti keanekaragaman jenis ikan juga rendah (SYAHAILATUA, 2005). KASUS PERTAMA - Penurunan produksi perikanan sardine (Sardinops melanostictus) di perairan Jepang pada abad 20 (WATANABE, 2002) Perikanan sardine (Sardinops melanostictus) di perairan Jepang mengalami produksi tertinggi sebanyak dua kali selama abad ke 20, yaitu ditahun 1930-an dan 1980-an (Gambar 1). Total hasil tangkapan yang dicapai pada tahun 1936 adalah sebesar 1,6 juta ton Gambar 1. Fluktuasi hasil tangkapan tahunan dari sardine di Jepang dari memperlihatkan dua puncak hasil tangkapan yang terjadi di tahun 1930-an dan 1980-an (Sumber: WATANABE, 2002). 10

3 dan tahun 1988 adalah 4,5 juta ton. Selama tahun-tahun dengan produksi tertinggi ini, perikanan sardine memberikan kontribusi sebesar 30-40% bagi total produksi perikanan termasuk budidaya (ikan, kerang-kerangan dan rumput laut) di Jepang. Daerah penangkapan yang utama dari perikanan ini adalah di perairan Doto (lepas pantai utara Pulau Hokkaido; Gambar 2). Penurunan hasil tangkapan yang menyolok mulai terjadi di tahun 1989, dimana produksi dari kapal-kapal pukat cincin di daerah Doto sebesar 1,2 juta ton di tahun 1988 menurun drastis menjadi 0,4 juta ton di tahun Estimasi biomas dari stok sardine di Doto pada tahun itu adalah sebesar 0,7 juta ton. Ini berarti sekitar 50% dari stok sardine berkurang akibat dari penangkapan. Dua hipotesa tentang tangkap lebih (overfishing) pada perikanan sardine dibuat, yaitu tangkap lebih yang diakibatkan karena tertangkapnya banyak ikan-ikan muda (growth overfishing) dan tangkap lebih yang diakibatkan karena gagalnya proses rekruitmen (recruitment overfishing). Gambar 2. Skema dari daerah pemijahan (spawning grounds) sepanjang arus Kuroshio di sebelah selatan Jepang dan daerah mencari makanan (feeding grounds) di lokasi Oyashio (sebelah utara Jepang). Doto area (yang diarsir) yang terletak di pantai timur pulau Hokkaido, merupakan daerah penangkapan yang potensial pada tahun 1980-an (Sumber: WATANABE, 2002). 11

4 Komposisi umur dari sardine yang tertangkap di perairan Doto mengalami banyak perubahan dari pertengahan 1980an sampai awal 1990-an (Gambar 3). Tahun ketika puncak dari produksi perikanan itu terjadi, komposisi umur 1, 2, 3 dan 4 tahun atau lebih memiliki kontribusi relatif seimbang sebesar 20-30% dari hasil tangkapan. Tahun 1989, ikan berusia satu tahun (kelas umur 1988) tidak ditemukan dalam hasil tangkapan, dan tahun 1990, ikan-ikan yang dipijah tahun 1988 (berumur 2 tahun) tidak nampak, dan juga yang dipijah tahun 1989 tidak menunjukkan komposisi yang nyata. Pada tahun 1991, ikanikan yang berumur 2 tahun (kelas umur 1989) dan 3 tahun (kelas umur 1988) hanya 4% dari total tangkapan, sedangkan sisanya adalah ikan-ikan dengan komposisi lebih dari 4 tahun. Begitu juga dengan kejadian di tahun 1992, dimana ikan-ikan yang berumur 1 tahun (kelas umur 1991) tidak nampak dan lebih dari 96% adalah ikan-ikan yang berumur 4 tahun atau lebih. Kesimpulan dari hasil pengamatan komposisi umur ini memperlihatkan bahwa menurunnya hasil tangkapan sardine tidak disebabkan karena adanya tangkap lebih dari ikan-ikan muda. Gambar 3. Komposisi umur dari sardine yang tertangkap di daerah Doto selama Lebih dari 95% hasil tangkapan pada tahun 1991 dan 1992 terdiri dari ikan-ikan yang berumur lebih dari 4 tahun (Sumber: WATANABE, 2002). 12

5 Pertambahan dengan cepat dalam komposisi dari kelompok ikan-ikan dewasa memberikan indikasi kuat bahwa proses rekruitmen generasi baru ke dalam populasi sardine berkurang setelah tahun Banyak ikan kelompok umur 1 tahun dari sardine yang bermigrasi ke perairan Doto di musim panas merupakan indeks rekruitmen yang baik. Pendugaan jumlah dari ikan-ikan muda selama tahun mengalami fluktuasi dari 2,1 milyar (tahun 1984) sampai 16,3 milyar (tahun 1981). Kelas umur yang tinggi terjadi di tahun 1980, 1983 dan 1986 menjadikan sardine memiliki biomas maksimum sebesar 39 juta ton di tahun Rekruitmen di tahun 1988 adalah sebesar 0,1 milyar dan tidak ada rekruitmen yang terjadi di tahun 1990 dan Kegagalan rekruitmen terjadi secara berkesinambungan dari 1988 sampai Hal ini menyebabkan pertambahan yang cepat dalam komposisi ikan-ikan dewasa. Penangkapan yang intensif yang mengeksploitasi berjuta-juta ton sardine menurunkan stok biomas pemijahan dan menghasilkan produksi telur yang rendah dalam tahun dimana rekruitmen mengalami kegagalan setelah Kenyataan sebaliknya terjadi di daerah sebelah selatan sepanjang arus Kuroshio, dimana produksi telur tahunan (Gambar 4) mengalami kenaikan dari 450 trilyun (1979) menjadi 6660 trilyun (1990), dengan pengecualian di tahun 1986, dimana produksi mencapai 8990 trilyun. Produksi telur ini kemudian menurun tajam menjadi 170 trilyun di tahun Rata-rata produksi telur selama periode kegagalam rekruitmen tahun adalah sebanyak 4610±1370 (rata-rata ± s.d.) trilyun telur, sedangkan pada periode sebelumnya ( , kecuali 1986), produksi rata-rata dari telur sardine hanya tercatat 1450±480 trilyun telur. Ini berarti ikan-ikan sardine, dewasa menghasilkan telur yang lebih banyak pada masa kegagalan rekruitmen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian telur dan larva dari sardine secara jelas menunjukkan bahwa kegagalan rekruitmen di tahun tidak menurunkan kemampuan reproduksi dari ikan ikan dewasa, sehingga tangkap lebih akibat dari kegagalan dalam proses rekruitmen tidak dapat dibuktikan selama periode tersebut. Gambar 4. Produksi tahunan dari telur ikan sardine di perairan Jepang sebelah timur dari tahun Pada dimana terjadi penurunan produksi hasil tangkapan, produksi telur ikan relatif tinggi dibandingkan tahun-tahun yang lain, kecuali di tahun 1986 yang mencapai 8900 trilyun butir (Sumber: WATANABE). 13

6 Mortalitas masal diperkirakan terjadi setelah pemijahan dan penetasan telur. Untuk itu beberapa kajian dalam kaitannya dengan kematian masal dilakukan, seperti hubungan antara produksi telur, kelimpahan larva yang masih memiliki kuning telur, kelimpahan larva yang telah memperoleh makanan alamiah, dan ikan sardine muda yang berumur 1 tahun. Korelasi positif diperoleh dalam hubungan hubungan ini kecuali pada hubungan antara kelimpahan larva ikan yang telah memperoleh makanan alamiah dengan ikan-ikan muda yang berumur 1 tahun. Ini menunjukkan adanya variasi dalam kematian masal setelah larva berada dalam tahapan first feeding (untuk pertama kali mendapatkan makanan alamiah) menentukan besarnya rekruitmen. Data dari penelitian telur dan larva ikan (Gambar 5) menyediakan informasi tentang penyebaran dan luas area pemijahan dari ikanikan pelagik. Daerah pemijahan dari sardine mengalami perubahan lokasi dan ukuran selama proses fluktuasi dalam populasi. Di akhir tahun 1970-an, ketika populasi di bawah maksimum, daerah pemijahan berada di perairan pantai Jepang pada paparan benua lepas Samudera Pasifik. Pada tahun dimana populasi mencapai puncak, daerah pemijahan mengalami perluasan ke arah lepas pantai perairan samudera mengikuti sumbu arus Kuroshio dimana kedalaman sampai mencapai ribuan meter. Pusat dari daerah pemijahan berada km kearah pantai dari sumbu arus Kuroshio sampal tahun 1984 dan berpindah Gambar 5. Peta penyebaran telur sardine sepanjang arus Kuroshio (lihat garis) di perairan Jepang sebelah timur tahun Setiap lingkaran tertutup menandai produksi telur tahunan dalam trilyun di daerah seluas 30 x 30 persegi dari garis lintang dan bujur (Sumber: WATANABE, 2002). 14

7 ke sekitar sumbu arus Kurohio setelah tahun Pada pertengahan tahun 1990an produksi telur berkurang secara drastis, dan daerah pemijahan terbatas di sepanjang perairan pantai Samudera Pasifik seperti pada akhir tahun 1970an. Dominasi dari arus Kuroshio dengan kecepatan rata-rata sebesar 2 knot (3,6 km per jam) dapat memindahkan volume masa air yang besar dari daerah pemijahan sardine di sebelah barat daya ke arah timur laut. Telur dan larva sardine yang menyebar di sekitar arus ini ikut terbawa. Untuk memprediksi besarnya produksi telur yang dipindahkan, maka dikembangkan model perpindahan partikel berdasarkan data ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler) pada tiga strata kedalaman (10, 50 dan 100 m). Jika model ini disimulasikan untuk memindahkan partikel yang dilepaskan pada lokasi antara pantai dan sumbu arus Kuroshio di bagian selatan Jepang (simulasi 1), maka diperkirakan 50% dari produksi telur akan dipindahkan ke perairan pantai Semenanjung Boso dalam 2 minggu dimana arus ini akan bergerak lepas pantai Jepang berbelok ke arah timur menuju ke perairan Pasifik utara bagian tengah, dan ini dikenal sebagai Kuroshio extention. Sisa produksi telur yang 50% akan menyebar di sepanjang pantai timur Jepang (pantai Pasifik). Dalam simulasi yang kedua, bila telur dilepaskan hanya di perairan pantai, maka 5% dari produksi telur yang akan berpindah ke lepas pantai Jepang mengikuti Kuroshio extention dalam waktu 3 minggu. Penyebaran lokasi pemijahan selama tahun lebih luas dari area Kuroshio dalam simulasi 1, sehingga lebih dari 50% telur yang diproduksi sepertinya berpindah ke daerah Kuroshio extention setelah dipijahkan dalam periode dimana terjadi pemijahan di lepas pantai. Dari hasil kajian telur dan larva sardine ini dapat disimpulkan bahwa menurunnya produksi sardine di perairan sebelah timur Jepang tidak disebabkan karena tangkap lebih dari ikan-ikan muda atau kegagalan proses rekruitmen dan juga menurunnya kemampuan ikan-ikan dewasa dalam bereproduksi. Kemungkinan disebabkan oleh peranan dari faktor oseanografi, khususnya arus Kuroshio dalam menentukan penyebaran dari telur dan larva ke lokasi Kuroshio extention. Hal ini berdampak pada pola rekruitmen yang biasanya terjadi secara normal di daerah asuhan dan penangkapan sekitar perairan Doto mengalami penurunan, sehingga sekaligus mempengaruhi produksi perikanan sardine. KASUS KEDUA - Produksi perikanan Australia yang rendah tidak berarti kekayaan jenis ikannya juga rendah (SYAHAILATUA, 2005). Australia adalah negara yang memiliki luas perairan laut terbesar nomor tiga di dunia, namun hasil produksi perikanannya (ikan, kerang kerangan dan rumput laut) menduduki urutan ke 55 (KAILOLA et al., 1993). Sesuatu yang cukup kontradiktif karena luas laut memiliki hubungan yang negatif dengan produksi perikanan. Konsentrasi unsur-unsur hara di perairan laut yang cukup rendah dibandingkan dengan kandungan unsur hara perairan laut lainnya di dunia menjadi alasan mengapa produksi perikanan di perairan Australia sangat rendah. Studi iktioplankton di perairan Australia sudah dilakukan dengan cukup intensif, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kekayaan jenis ikan di perairan Australia cukup tinggi. Dalam penelitian di perairan Australia bagian timur (lepas pantai negara bagian New South Wales) pada November 1998 (3 malam) dan Januari 1999 (5 malam), dipergunakan dua jenis jaring larva dengan masing-masing memiliki ukuran mata jaring sebesar 500 µm. Satu jaring dioperasikan di bagian permukaan perairan dan jaring yang lainnya dioperasikan pada kedalaman 10-20m, 20-30m dan 30-40m di stasiun yang memiliki kedalaman 50m atau 10 15

8 30m, 30-50m dan 50-80m di stasiun yang memiliki kedalaman 100m. Total hasil koleksi selama 8 malam adalah sebanyak 113 suku dan 1 ordo ikan (Tabel 1), dan komposisinya merupakan campuran antara taxa yang berasal dari perairan tropis dan sub tropis. Kelimpahan jenis larva juga disertai dengan kelimpahan individu dari beberapa jenis ikan dan umumnya jenis yang berlimpah ini merupakan ikan-ikan ekonomis penting yang berasal dari suku bothidae, clupeidae, carangidae, sillaginidae, lutjanidae, platycephalide, labridae, mullidae, dan sparidae. Temuan ini sangat didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu di perairan Australia, antara lain yang dilakukan di perairan barat daya Australia Barat (103 suku-young et al., 1986) di lepas pantai negara bagian New South Wales (119 suku-gray, 1993); lepas pantai Sydney (70 suku-dempster et al., 1997; 111 suku-smith & SUTHERS, 1999), dan di perairan Australia bagian tenggara (119 suku-gray & MISKIEWICZ, 2000). Percampuran jenis antara taxa tropis dan sub tropis ini dapat terjadi karena di perairan pantai timur Australia ada arus laut yang dikenal dengan mina East Australian Current (EAC). Arus ini bergerak dari laut Coral (daerah tropis) ke arah barat, dan setelah mencapai pantai Australia bagian timur berbelok ke dua arah, yaitu ke utara (perairan Tabel 1. Komposisi larva ikan yang terdiri 111 suku dan 1 ordo, tertangkap di lepas pantai negara bagian New South Wales pada November 1998 (penelitian selama 3 malam) dan Januari 1999 (5 malam) (Sumber: SYAHAILATUA, 2005) Acanthuridae Cepolidae Haemullidae Odacidae Scatophagidae Acropomatidae Chaetodontidae Hemiramphidae Ophididae Schindleriidae Ambassidae Champsodontidae Holocentridae Opistognathidae Scianidae Ammodytidae Cheilodactylidae Kyphosidae Ostraciidae Scomberesocidae Anguilliformes Chironemidae Labridae Paralepididae Scombridae Apogonidae Cirrhitidae Leiognathidae Paralichthyidae Scorpaenidae Argentinidae Clupeidae Leptoscopidae Pegasidae Scorpididae Arripidae Coryphaenidae Lethrinidae Pempherididae Serranidae Atherinidae Creediidae Lophotidae Percophidae Siganidae Aulostomidae Cynoglossidae Lutjanidae Pinguipedidae Sillaginidae Balistidae Dactylopteridae Macruronidae Platycephalidae Soleidae Belonidae Diodontidae Malacosteidae Plesiophidae Sparidae Berycidae Engraulidae Melamphidae Pleuronectidae Sphyraenidae Blennidae Enoplosidae Menidae Poecilopsettidae Synodontidae Bothidae Exocoetidae Microcanthidae Polynemidae Teraponidae Bramidae Fistulariidae Microdesmidae Pomacanthidae Tetraodontidae Bregmacerotidae Gempylidae Monacanthidae Pomacentridae Trachichthyidae Bythitidae Gerreidae Monodactylidae Pomatomidae Trichiuridae Callanthidae Girellidae Mugilidae Priacanthidae Trichonotidae Callionymidae Gobiesocidae Mullidae Psettodidae Triglidae Caproidae Gobiidae Myctophidae Pseudochromidae Trypterigiidae Carangidae Gonorhynchidae Nemipteridae Samaridae Uranoscopidae Centrolophidae Gonostomatidae Notacanthidae Scaridae 16

9 tropis) dan ke selatan (perairan sub-tropis). EAC yang bergerak ke selatan ini (Gambar 6) juga turut memindahkan larva ikan dari perairan tropis ke perairan sub tropis, khususnya di musim semi dan panas (September-Februari). Disamping itu, arus ini juga berperan dalam memicuh terjadinya proses penaikkan masa air dari dasar perairan ke bagian permukaan (upwelling), yang dilaporkan terjadi di lepas pantai negara bagian New South Wales pada musim panas. Proses penaikan masa air ini turut membantu pengayaan unsur hara di perairan Australia, dan menstimulasi terjadinya pemijahan banyak jenis ikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya larva ikan yang berada pada tingkatan pre-flextion dan flextion, sehingga menjadikan daerah perairan pantai negara bagian New South Wales (di sebelah timur benua Australia) lokasi pemijahan dan sekaligus daerah asuhan. Gambar 6. Arus Australia Timur (EAC) yang bergerak ke arah selatan di sepanjang pantai Australia bagian timur (lihat panah), selain dapat mengakibatkan proses penaikan masa air dari dasar ke permukaan perairan (upwelling), juga sekaligus dapat memindahkan telur dan larva ikan dari perairan Australia tropis ke subtropis (hak cipta CSIRO Marine Research, Hobart 1998). 17

10 Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat produksi perikanan, khususnya perikanan laut di Australia tidak diikuti dengan rendahnya keanekaragaman jenis biota laut, khususnya ikan. Permasalahan yang perlu dikaji adalah bagaimana kondisi dan pertumbuhan larva itu sendiri, kemudian setelah menjadi ikan muda dan ikan dewasa untuk memasuki tahapan rekruitmen. Disamping itu, pola migrasi dari ikan-ikan ini juga perlu dikaji dengan serius. Namun, hal yang perlu digaris-bawahi disini bahwa penelitian iktioplankton setidak-tidaknya dapat memberikan jawaban bahwa produksi perikanan, khususnya ikan, yang rendah, tidak berarti kekayaan jenis ikan juga rendah. KESIMPULAN Semakin jelas terlihat peranan dari penelitian iktioplankton dalam menjawab beberapa tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam dunia perikanan. Dua kasus yang dibahas disini adalah sebagai contoh dari belahan bumi utara (perairan Jepang) dan belahan bumi selatan (perairan Australia). Kedua contoh ini memberikan gambaran yang mendalam tentang perlu dan pentingnya penelitian iktioplankton untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi dan sekaligus dapat dipergunakan untuk memberikan jalan keluar dalam pengambilan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Memang semakin rumit suatu permasalahan akan semakin rumit juga cara pemecahannya, namun penelitian iktioplankton yang merupakan penelitian dasar dalam perikanan, dapat memberikan masukan yang berarti untuk menjelaskan sesuatu permasalahan yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini dapat dengan mudah dipahami, karena hampir semua perkembangan biologi ikan dimulai dari tahapan telur dan larva, sehingga pengetahuan tentang perkembangan ikan pada tahapan awal ini menjadi begitu penting untuk menjelaskan perkembangan dalam tahapan yang lebih lanjut. Pengaruh faktor-faktor lingkungan sangat berperan (secara langsung maupun tidak langsung) dalam perkembangan telur dan larva ikan, sehingga faktor-faktor ini juga harus selalu diperhitungkan dalam mempelajari iktioplankton. DAFTAR PUSTAKA DEMPSTER, T., M.T. GIBBS., D. RISSIK, and I.M. SUTHERS., Beyond hydrography: daily ichthyoplankton variability and short term oceanographic events on the Sydney continental shelf. Continental Shelf Research, 17: GRAY, C.A. and A.G. MISKIEWICZ., Larval fish assemblages in South east Australia coastal waters: Seasonal and Spatial Structure. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 50: GRAY, C.A., Horizontal and vertical trends in the distributions of larval fishes in coastal waters off central New South Wales, Australia. Marine Biology, 116: KAILOLA, P., M.WILLIAMS., P. STEWART., R. REICHELT., A.MCNEE., and C. GRIEVE., Australian Fisheries Resources. Bureau of Resources Sciences, Canberra. LASKER, R Use of fish eggs and larvae in probing some major problems in fisheries and aquaculture. American Fisheries Society Symposium, 2:

11 SMITH, K.A. and I.M. SUTHERS., Displacement of diverse ichthyoplankton assemblages by a coastal upwelling event on the Sydney shelf. Marine Ecology Progress Series, 176: SYAHAILATUA, A Biological oceanography of larval fish diversity and growth off eastern Australia. PhD Thesis, UNSW, Sydney: 150 pp. WATANABE, Y Resurgence and decline of the Japanese sardine population. In: Fuiman, L.A. and Werner, R.G. (eds), Fishery Science; The unique contributions of early life stages, chapter 11 (case studies). Blackwell Science Ltd, Oxford: YOUNG, P.C., J.M. LEIS and H.F. HAUSFELD., Seasonal and spatial distribution of fish larvae in waters over the north west continental shelf of Western Australia. Marine Ecology Progress Series, 31:

Kelimpahan iktioplankton dan kondisi lingkungan perairan estuari Tangerang

Kelimpahan iktioplankton dan kondisi lingkungan perairan estuari Tangerang Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Kelimpahan iktioplankton dan kondisi lingkungan perairan estuari Tangerang Karsono Wagiyo Balai Penelitian Perikanan Laut Surel: k_giyo@yahoo.co.id Abstrak Estuari

Lebih terperinci

Tri Ernawati Balai Riset Perikanan Laut

Tri Ernawati Balai Riset Perikanan Laut Jurnal lktio/ogi Indonesia, Volume 7, Nomor 1, Juni 2007 DISTRIBUSI DAN KOMPOSISI JENIS IKAN DEMERSAL YANG TERTANGKAP TRAWLPADAMUSIMBARATDIPERAIRANUTARAJAWATENGAH [Fish distribution and composition demersal

Lebih terperinci

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP REKRUITMEN LARVA IKAN DI PELAWANGAN TIMUR SEGARA ANAKAN CILACAP

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP REKRUITMEN LARVA IKAN DI PELAWANGAN TIMUR SEGARA ANAKAN CILACAP PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP REKRUITMEN LARVA IKAN DI PELAWANGAN TIMUR SEGARA ANAKAN CILACAP Tidal Effect on Recruitment East Larvae Fish In East Pelawangan Segara Anakan Cilacap Subiyanto 1, Niniek

Lebih terperinci

KERAGAAN TEKNIS KAPAL RISET SARDINELLA SEBAGAI TRAWLER

KERAGAAN TEKNIS KAPAL RISET SARDINELLA SEBAGAI TRAWLER Keragaan Teknis Kapal Riset Sardinella sebagai Trawler (Nurdin, E.) KERAGAAN TEKNIS KAPAL RISET SARDINELLA SEBAGAI TRAWLER ABSTRAK Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Perairan Penelitian dilakukan di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Gugusan ini tersusun atas pulau-pulau sangat kecil yang termasuk kategori

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA IKAN PELAGIS DI ESTUARIA PELAWANGAN TIMUR, SEGARA ANAKAN, CILACAP

KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA IKAN PELAGIS DI ESTUARIA PELAWANGAN TIMUR, SEGARA ANAKAN, CILACAP KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA IKAN PELAGIS DI ESTUARIA PELAWANGAN TIMUR, SEGARA ANAKAN, CILACAP Composition And Distribution Of Fish Pelagic Larvae In East Pelawangan Estuaria, Segara Anakan, Cilacap

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh. 1 MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh Wayan Kantun Melimpahnya dan berkurangnya ikan Lemuru di Selat Bali diprediksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS DAN DISTRIBUSI IKAN PETEK (LEIOGNATHIDAE) DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR *)

KOMPOSISI JENIS DAN DISTRIBUSI IKAN PETEK (LEIOGNATHIDAE) DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR *) Komposisi Jenis dan Distribusi Ikan Petek (Leiognathidae) di Perairan Selat Makassar (Wedjatmiko et al.) KOMPOSISI JENIS DAN DISTRIBUSI IKAN PETEK (LEIOGNATHIDAE) DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR *) 2) Wedjatmiko

Lebih terperinci

RUAYA IKAN Macam-macam Ruaya a. Ruaya Pemijahan

RUAYA IKAN Macam-macam Ruaya a. Ruaya Pemijahan RUAYA IKAN Ruaya merupakan satu mata rantai daur hidup bagi ikan untuk menentukan habitat dengan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan suatu tahapan kehidupan ikan. Studi mengenai ruaya ikan menurut

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

Dinamika Larva Ikan Sebagai Dasar Opsi..di Laguna Pulau Pari Kepulauan Seribu (R. Puspasari et al.)

Dinamika Larva Ikan Sebagai Dasar Opsi..di Laguna Pulau Pari Kepulauan Seribu (R. Puspasari et al.) Dinamika Larva Ikan Sebagai Dasar Opsi..di Laguna Pulau Pari Kepulauan Seribu (R. Puspasari et al.) DINAMIKA LARVA IKAN SEBAGAI DASAR OPSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DI LAGUNA PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Eddy Keberadaan arus eddies sebenarnya sudah mendapat perhatian dari para pelaut lebih dari satu abad yang lalu. Meskipun demikian penelitian mengenai arus eddies sendiri

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI RUMPON DAN BUBU. Fonny J.L Risamasu dan Jotham S.R Ninef * ABSTRACT

ANALISIS STRUKUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI RUMPON DAN BUBU. Fonny J.L Risamasu dan Jotham S.R Ninef * ABSTRACT ANALISIS STRUKUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI RUMPON DAN BUBU Fonny J.L Risamasu dan Jotham S.R Ninef * ABSTRAT This paper describe of reef fish community structure in FAD (Fish Aggregating Device) and trap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia.

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia. Latar Belakanq Indonesia adalah negara maritim, lebih dari 70% dari luas wilayahnya, seluas 3,l juta km2, terdiri dari laut. Setelah deklarasi Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) pada tanggal 21 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia memiliki luasan dengan luas kira-kira 5 juta km 2 (perairan dan daratan), dimana 62% terdiri dari lautan dalam batas 12 mil dari garis pantai (Polunin,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI Dosen Pengampu: RIN, ASEP, DIAN, MUTA Revisi pada pertemuan ke 13-15 Sehubungan dgn MK Indraja yg dihapus. Terkait hal tersebut, silakan disesuaikan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan Ichthyoplankton merupakan cabang ilmu yang membahas tentang larva ikan yang hidup plantonik, merupakan cabang ilmu ichthyologi yang membahas tentang stadia larva

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

Eva Muhajirah 1, La Sara 2, dan Asriyana 3

Eva Muhajirah 1, La Sara 2, dan Asriyana 3 Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 3(1): 43-54 Keanekaragaman dan hasil tangkapan sampingan Jaring Insang di perairan Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan [Diversity and By-Catch of Gillnets in the Lalowaru

Lebih terperinci

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara.

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELIMPAHAN LARVA IKAN DENGAN KERAPATAN MANGROVE YANG BERBEDA DI KAWASAN DELTA WULAN, KABUPATEN DEMAK

HUBUNGAN KELIMPAHAN LARVA IKAN DENGAN KERAPATAN MANGROVE YANG BERBEDA DI KAWASAN DELTA WULAN, KABUPATEN DEMAK HUBUNGAN KELIMPAHAN LARVA IKAN DENGAN KERAPATAN MANGROVE YANG BERBEDA DI KAWASAN DELTA WULAN, KABUPATEN DEMAK The Relationship between Larval Fish Abundance with Density of Mangrove in Delta Wulan, Demak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.5 1. Bagi para nelayan yang menggunakan kapal modern, informasi tentang gerakan air laut terutama digunakan untuk... mendeteksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk wilayah di Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan sebagai sumber mata pencaharian utama yang semakin tinggi mempengaruhi model pengelolaan perikanan yang sudah harus mempertimbangkan prediksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR. Riza Rahman Hakim, S.Pi

DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR. Riza Rahman Hakim, S.Pi DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR Riza Rahman Hakim, S.Pi Ciri-ciri daerah perairan yang subur 1. Daerah konvergensi - Daerah perairan tempat pertemuan dua masa air berupa pertemuan dua arus yang kuat. - Perbedaan

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Samudera Hindia bagian selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara memiliki arti strategis bagi industri perikanan, karena wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam amanat Undang-Undang No 31/2004 diberikan tanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia untuk kepentingan seluruh masyarakat

Lebih terperinci

Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda

Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda Recruitment Pattern, Mortality, and Exploitation rate of Spotted Sardinella (Amblygaster

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PENGKAYAAN SUMBERDAYA IKAN DENGAN FISH APARTMENT DI PERAIRAN BANGSRING, BANYUWANGI

PENGKAYAAN SUMBERDAYA IKAN DENGAN FISH APARTMENT DI PERAIRAN BANGSRING, BANYUWANGI Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. No. Mei 0: -0 ISSN 0- PENGKAYAAN SUMBERDAYA IKAN DENGAN FISH APARTMENT DI PERAIRAN BANGSRING, BANYUWANGI FISH RESOURCES ENRICHMENT WITH FISH APARTMENT IN THE

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN BERONANG (Siganus vermiculatus) DI PERAIRAN ARAKAN KECAMATAN TATAPAAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN 1 Suleiman Tuegeh 2, Ferdinand F Tilaar 3, Gaspar D Manu 3 ABSTRACT One of the

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

Hubungan Upwelling dengan Jumlah Tangkapan Ikan Cakalang Pada Musim Timur Di Perairan Tamperan, Pacitan

Hubungan Upwelling dengan Jumlah Tangkapan Ikan Cakalang Pada Musim Timur Di Perairan Tamperan, Pacitan Hubungan Upwelling dengan Jumlah Tangkapan Ikan akalang Pada Musim Timur i Perairan Tamperan, Pacitan Riyana Ismi nggraeni 1, Supriyatno Widagdo 2, Rahyono 3 1 Mahasiswa Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

MODEL TROFIK EKOSISTEM PESISIR KABUPATEN TANGERANG MELALUI PENDEKATAN KESEIMBANGAN MASSA MODEL ECOPATH NINA NURMALIA DEWI

MODEL TROFIK EKOSISTEM PESISIR KABUPATEN TANGERANG MELALUI PENDEKATAN KESEIMBANGAN MASSA MODEL ECOPATH NINA NURMALIA DEWI MODEL TROFIK EKOSISTEM PESISIR KABUPATEN TANGERANG MELALUI PENDEKATAN KESEIMBANGAN MASSA MODEL ECOPATH NINA NURMALIA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume 20 No. 1 Edisi Maret 2012 Hal

BULETIN PSP ISSN: X Volume 20 No. 1 Edisi Maret 2012 Hal BULETIN PSP ISSN: 025-286X Volume 20 Edisi Maret 202 Hal. 03-8 INVENTARISASI FAUNA IKAN MENGGUNAKAN BOTTOM TRAWL DI PERAIRAN KEPULAUAN MATASIRI, KALIMANTAN SELATAN Oleh: Fis Purwangka *, Fahmi 2, Adi Purwandana

Lebih terperinci

TUGAS M.K: DINAMIKA POPULASI IKAN (MSP531) Oleh: Nuralim Pasisingi C

TUGAS M.K: DINAMIKA POPULASI IKAN (MSP531) Oleh: Nuralim Pasisingi C TUGAS M.K: DINAMIKA POPULASI IKAN (MSP531) Oleh: Nuralim Pasisingi C251120031 Dinamika Populasi Udang Sungai Afrika, Macrobrachium vollenhovenii, di Dawhenya, Ghana* Pendahuluan Udang air tawar tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh : Marwa, Heru Salamet, dan Hariyano Abstrak Pakan adalah nama umum yang digunakan

Lebih terperinci

Indonesia adalah Negara maritime terbesar di dunia, sekitar 2/3 wilayahnya terdiri dari

Indonesia adalah Negara maritime terbesar di dunia, sekitar 2/3 wilayahnya terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara maritime terbesar di dunia, sekitar 2/3 wilayahnya terdiri dari laut. Luat wilayah laut Indonesia 5,8 juta km². Luas perairan 3,1 juta km² terdiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena 1.1. Latar Belakang Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan, sehingga kelimpahannya sangat berfluktuasi di suatu perairan. MacLennan dan Simmonds (1992), menyatakan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT Teknik Pengambilan Sampel Meroplankton.di Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat (Rudi, A & D. Sumarno) TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Selat Makassar sebagai wilayah perairan laut yang berada di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan, merupakan salah satu wilayah perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia merupakan area yang mendapatkan pengaruh Angin Muson dari tenggara pada saat musim dingin di wilayah Australia, dan dari barat laut pada saat musim

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN

ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN 2006-2010 Yosik Norman 1, Nasrul Ihsan 2, dan Muhammad Arsyad 2 1 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Makassar e-mail: yosikbrebes@gmail.com

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

JENIS IKAN LAUT DALAM YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA SAMUDERA HINDIA

JENIS IKAN LAUT DALAM YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA SAMUDERA HINDIA Jenis Ikan Laut Dalam yang Tertangkap di... Samudera Hindia (Suprapto dan Sunarno, M.T.D.) JENIS IKAN LAUT DALAM YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA SAMUDERA HINDIA ABSTRAK Suprapto

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR LARVA IKAN GERONG-GERONG (Hypoatherina sp.) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN PELAWANGAN TIMUR, SEGARA ANAKAN, CILACAP MELALUI STUDI OTOLITH

PENDUGAAN UMUR LARVA IKAN GERONG-GERONG (Hypoatherina sp.) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN PELAWANGAN TIMUR, SEGARA ANAKAN, CILACAP MELALUI STUDI OTOLITH PENDUGAAN UMUR LARVA IKAN GERONG-GERONG (Hypoatherina sp.) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN PELAWANGAN TIMUR, SEGARA ANAKAN, CILACAP MELALUI STUDI OTOLITH Estimate the Age of Gerong-gerong Fish Larvae (Hypoatherina

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan,

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) ( X Print)

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) ( X Print) Komunitas Ikan Karang pada Tiga Model Terumbu Buatan (Artificial Reef) di Perairan Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur Ahmad Yanuar dan Aunurohim Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER VI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kedalaman laut dan salinitas air laut. 2.

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) ( X Print)

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) ( X Print) JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) E-19 Komunitas Ikan Karang pada Tiga Model Terumbu Buatan (Artificial Reef) di Perairan Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur Ahmad

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KELIMPAHAN DAN VARIASI UKURAN LARVA IKAN DI ESTUARIA SUNGAI MUSI

DISTRIBUSI, KELIMPAHAN DAN VARIASI UKURAN LARVA IKAN DI ESTUARIA SUNGAI MUSI ABSTRAK DISTRIBUSI, KELIMPAHAN DAN VARIASI UKURAN LARVA IKAN DI ESTUARIA SUNGAI MUSI DISTRIBUTION, ABUNDANCE AND VARIATION IN SIZE OF FISH LARVAE ON MUSI RIVER ESTUARY Eko Prianto 1, Syarifah Nurdawaty

Lebih terperinci

SUKSESI KOMUNITAS IKAN KARANG PADA DAERAH TRANSPLANTASI KARANG DI PANTAI KUTA, BALI

SUKSESI KOMUNITAS IKAN KARANG PADA DAERAH TRANSPLANTASI KARANG DI PANTAI KUTA, BALI SUKSESI KOMUNITAS IKAN KARANG PADA DAERAH TRANSPLANTASI KARANG DI PANTAI KUTA, BALI REZKITA ALFARIDY SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK OSEANOGRAFI PERAIRAN KEPULAUAN TAMBELAN DAN SEKITARNYA, PROPINSI KEPULAUAN RIAU

SIFAT FISIK OSEANOGRAFI PERAIRAN KEPULAUAN TAMBELAN DAN SEKITARNYA, PROPINSI KEPULAUAN RIAU Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,2 (21) : 173-184 SIFAT FISIK OSEANOGRAFI PERAIRAN KEPULAUAN TAMBELAN DAN SEKITARNYA, PROPINSI KEPULAUAN RIAU Syaifuddin 1) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penyebaran target strength ikan Target strength (TS) sangat penting dalam pendugaan densitas ikan dengan metode hidroakustik karena untuk dapat mengetahui ukuran

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci