MODEL TROFIK EKOSISTEM PESISIR KABUPATEN TANGERANG MELALUI PENDEKATAN KESEIMBANGAN MASSA MODEL ECOPATH NINA NURMALIA DEWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL TROFIK EKOSISTEM PESISIR KABUPATEN TANGERANG MELALUI PENDEKATAN KESEIMBANGAN MASSA MODEL ECOPATH NINA NURMALIA DEWI"

Transkripsi

1 MODEL TROFIK EKOSISTEM PESISIR KABUPATEN TANGERANG MELALUI PENDEKATAN KESEIMBANGAN MASSA MODEL ECOPATH NINA NURMALIA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Trofik Ekosistem Pesisir Kabupaten Tangerang Melalui Pendekatan Keseimbangan Massa Model Ecopath adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2015 Nina Nurmalia Dewi NIM C

4 RINGKASAN NINA NURMALIA DEWI. Model Trofik Ekosistem Pesisir Kabupaten Tangerang Melalui Pendekatan Keseimbangan Massa Model Ecopath. Dibimbing oleh MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL dan YUSLI WARDIATNO. Kabupaten Tangerang memiliki wilayah pesisir yang cukup potensial, dikarenakan masih cukup tingginya sumber daya pesisir yang ditemukan. Sumber daya tersebut mencakup ikan, cephalopoda, kepiting dan rajungan, bentos, zooplankton, dan fitoplankton. Semua biota tersebut saling berkaitan dalam bentuk interaksi trofik. Pendekatan model ecopath menjadi salah satu tools yang digunakan untuk melihat interaksi trofik melalui pendekatan ekosistem. Model ini didasarkan pada prinsip keseimbangan biomassa yang mengasumsikan bahwa terdapat suatu keseimbangan antara produksi dan mortalitas dalam suatu ekosistem. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis interaksi trofik di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten melalui model pendekatan keseimbangan massa model ecopath. Penelitian dilakukan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diambil pada bulan April, Mei, dan Juni 2013 untuk biomassa ikan, udang, cephalopoda, kepiting dan rajungan, November 2014 untuk analisis saluran pencernaan, pengukuran tinggi dan luas sirip kaudal, dan Maret 2015 untuk pengukuran produktivitas primer untuk parameter dasar ecopath. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan biota-biota yang ada di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang, mengumpulkan data produksi hasil tangkapan per luasan area, dan mengumpulkan parameter dasar ecopath dari setiap grup biota diantaranya biomassa, produksi/biomassa, konsumsi/biomassa, dan data komposisi makanan. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan software Ecopath with Ecosim versi 6.4. Hasil didapatkan bahwa ekosistem pesisir Tangerang terdiri dari 42 functional grup. Berdasarkan nilai tingkat trofik, 42 functional grup dikelompokkan lagi menjadi 4 kelompok tingkat trofik. Sebanyak 2 grup memiliki tingkat trofik 1 yaitu detritus dan fitoplankton, 19 grup memiliki tingkat trofik 2 TL<3, 20 grup berada pada tingkat trofik 3 TL<4, dan 1 grup berada pada tingkatan trofik 4. Nilai EE berkisar antara 0-1. Biota dengan tingkat tropik 2 TL<3 dan 3 TL<4 memiliki kisaran EE 0-0,9719 dan 0-0,7520 berturut-turut. Predator puncak dan fitoplankton memiliki nilai efisiensi ekotrofik yang rendah yaitu 0,0000 dan 0,0015 berturutturut. Rata-rata tingkat trofik hasil tangkapan di ekosistem pesisir kabupaten Tangerang adalah 2,778. Berdasarkan beberapa atribut Odum (1969), ekosistem pesisir Tangerang sudah tidak dalam keadaan matang dikarenakan mengalami kerusakan. Kata kunci: ecopath, fase pematangan, interaksi trofik

5 SUMMARY NINA NURMALIA DEWI. Trophic Model of Tangerang Coastal Waters Using Mass balance Ecopath Model. Supervised by MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL and YUSLI WARDIATNO. Tangerang regency has considerably potential coastal areas because the coastal resources found there are still relatively high. The resources include fish, cephalopods, crabs, benthos, zooplanktons, and phytoplanktons. All these biotas are interrelated in the form of trophic interactions. Ecopath model approach is a tool used to see trophic interactions through an ecosystem approach. This model is based on biomass balance principle which assumes that there is a balance between production and mortality in an ecosystem. The purpose of this study was to analyze the trophic interactions at coastal waters in Tangerang Regency, Banten Province through an ecopath model of mass balance approach. This study was conducted in coastal waters in Tangerang Regency. The data collected included primary data and secondary data. The primary data was taken in April, May and June 2013 for biomass of fish, shrimp, cephalopods, crabs, November 2014 for the analysis of stomach content, the measurement of height and breadth of caudal fins, and March 2015 for the measurement of primary productivity for ecopath basic parameters. The first step performed included collecting biotas at Tangerang coastal ecosystems, collecting production data about the catches per area size, and collecting ecopath basic parameters of each group of biota including biomass, production/biomass, consumption/biomass, and diet composition data. Then data processing was performed using Ecopath software with Ecosim version 6.4. The results obtained is that the coastal ecosystem in Tangerang consists of 42 functional groups. Based on the trophic level, these 42 functional groups were classified into 4 trophic level groups. Two groups have trophic level 1, they are detritus and phytoplankton, 19 groups have trophic level 2 TL <3, 20 groups are at trophic level 3 TL <4, and one group is at trophic level 4. EE values range between 0-1. Biotas with trophic level 2 TL <3 and 3 TL <4 have EE range of 0 to and 0 to respectively. Top predators and phytoplanktons have low ecotrophic efficiency values, namely and respectively. The average trophic level of catches at coastal ecosystem of Tangerang Regency is Based on some of Odum attributes (1969), Tangerang coastal ecosystems is not in a state of maturity due to damage. Keywords: ecopath, maturation phase, trophic interactions

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 MODEL TROFIK EKOSISTEM PESISIR KABUPATEN TANGERANG MELALUI PENDEKATAN KESEIMBANGAN MASSA MODEL ECOPATH NINA NURMALIA DEWI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Reny Puspasari, SSi MSi

9

10 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul Model Trofik Ekosistem Pesisir Kabupaten Tangerang Melalui Pendekatan Keseimbangan Massa Model Ecopath. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1 Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada Penulis. 2 Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc selaku pembimbing I dan Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis. 3 Dr Reny Puspasari, SPi MSi selaku penguji tamu dan Dr Ir Etty Riani H, MS selaku perwakilan program studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti. 4 Keluarga penulis, Bapak Slamet Tova, Ibu Wati Rosmawati, Dina Puspita Dewi, Yulianti Ratna Dewi, Novia Sofianti Dewi, dan Mohammad Diki Yulianto beserta keluarga besar Penulis yang di Subang maupun di Temanggung yang telah memberikan banyak motivasi, doa, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun materil. 5 Bang Aris, Kak Dede, Bang Reza Zulmi, Bang Reiza, Pak Haji Dirman, Pak Ruslan, Ibu Siti, yang telah membantu Penulis selama pelaksanaan penelitian. 6 Teman-teman Fast track SDP dan SPL 2014 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis. 7 Teman-teman SDP 2013 atas semangat, dukungan, dan do a kepada Penulis. 8 Teman-teman MSP 47 atas semangat dan dukungannya. 9 Sahabat Penulis (Mas Budhi, Lulu, Anis, Noor, Ria, Fia, Ita, Nunuh, Wahyu, Anggi, Intan) atas kebersamaannya selama ini. 10 Serta pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Bogor, Oktober 2015 Nina Nurmalia Dewi

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian 5 Prosedur Penelitian 6 Prosedur Analisis Data 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 12 Pembahasan 25 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 31 Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 36 RIWAYAT HIDUP 65 vi vi vi

12 DAFTAR TABEL 1 Pengelompokan grup ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 12 2 Data produksi hasil tangkapan per luasan area tahun Parameter input dan output model trofik pesisir Kabupaten Tangerang 14 4 Nilai kisaran tingkat trofik dan efisiensi ekotrofik 15 5 Laju mortalitas di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 20 6 Indeks kunci model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 21 7 Estimasi aliran respirasi model trofik pesisir Kabupaten Tangerang 23 8 Rangkuman statistik model trofik di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 24 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir rumusan masalah model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang, Banten 4 2 Lokasi penelitian model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang, Banten 5 3 Prosedur penelitan model trofik pesisir Kabupaten Tangerang 6 4 Pengukuran tinggi dan luas sirip kaudal 10 5 Diagram jejaring makanan ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 17 6 Tumpang tindih makanan di pesisir Kabupaten Tangerang 18 7 Mixed trophic index model trofik ekosistem pesisir Tangerang 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai konsumsi per biomassa setiap grup 36 2 Nilai produksi per biomassa setiap grup 37 3 Matriks komposisi makanan model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 39 4 Prey overlap model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 43 5 Predator overlap model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 47 6 Electivity model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 51 7 Laju predasi di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 55 8 Estimasi konsumsi dari setiap grup (ton km -2 tahun -1 ) 59 9 Data pedigree dari parameter biomassa, P/B, Q/B, komposisi makanan dan produksi hasil tangkapan per luasan area 63

13 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem yang kompleks. Hal ini dikarenakan adanya interkoneksi antara biota dan habitatnya (Levin & Lubchenco 2008). Populasi ikan merupakan suatu bagian yang terintegrasi dalam ekosistem laut dan sudah banyak dikaji melalui kajian spesies tunggal (Huntington et al. 2007). Namun, saat ini konsep pengelolaan perikanan berbasis ekosistem telah banyak mendapatkan perhatian untuk menjaga keberlanjutan perikanan dan ekosistem yang sehat (Hollingworth 2000; Bodal 2003). Menurut Supongpan et al. (2005) pengelolaan melalui pendekatan jejaring makanan menjadi hal yang penting dalam mencapai pengelolaan perikanan berbasis ekosistem. Hal ini dikarenakan semua biota yang ada di suatu ekosistem berinteraksi satu sama lain melalui predasi, kompetisi, dan pemangsaan sehingga membentuk tingkatan trofik. Gallopin (1972); Odum (1998); Kennish (2000); Jennings et al. (2003); Widodo & Suadi (2006) menyatakan bahwa tingkat trofik merupakan tahapan transfer material atau energi dari setiap jenjang atau kelompok, yang dimulai dari produser primer (fitoplankton), konsumer primer, sekunder, tersier, dan seterusnya yang diakhiri dengan predator puncak. Konishi et al. (2001) & Frank et al. (2007) menyatakan bahwa keterkaitan yang terjalin dalam jejaring trofik menyebabkan satu tingkat dengan tingkat yang lain saling memengaruhi dalam bentuk kontrol trofik. Menurut Blaber (1997) & Escalona et al. (2000) in Hajisamae (2009), pengetahuan mengenai ekologi trofik menjadi dasar dalam memahami ekosistem secara keseluruhan. Konsep mengenai ekologi trofik ini relevan untuk mengembangkan pengetahuan tentang struktur dan fungsi ekosistem (Pasquaud et al. 2010). Pengetahuan mengenai ekologi trofik menjadi hal yang penting, karena tidak hanya sekedar menentukan pola makanan, tetapi juga dapat menjelaskan hubungan trofik baik interspesies maupun interserikat (Elliott et al in Hajisamae 2009). Kabupaten Tangerang merupakan wilayah pesisir yang cukup potensial. Hal ini dikarenakan masih cukup tingginya biota yang ditemukan. Dewi (2014) menyatakan bahwa di pesisir Kabupaten Tangerang ditemukan sumber daya ikan yang mencakup berbagai ikan pelagis, demersal, dan ikan karang. Selain sumber daya ikan, pesisir Tangerang juga memiliki biota lainnya seperti bentos, udang, kepiting, rajungan, cephalopoda, fitoplankton, dan zooplankton. Semua biota tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam bentuk tingkat trofik. Salah satu cara untuk menganalisis tingkat trofik dapat dilakukan melalui pendekatan keseimbangan massa berbasis kuantitatif, yaitu melalui model perangkat lunak ecopath with ecosim (Pauly et al. 2000). Pendekatan ecopath dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan studi daya dukung khususnya untuk menganalisis keseimbangan masa trofik dari komponen-komponen suatu ekosistem (Pauly et al. 2004). Model trofik dengan menggunakan ecopath didasarkan pada prinsip keseimbangan biomassa yang mengasumsikan bahwa terdapat suatu keseimbangan antara produksi dan mortalitas dalam suatu ekosistem (Christensen

14 2 & Pauly 1992). Model ini sudah diaplikasikan pada beberapa ekosistem yang berbeda mulai dari daerah lintang rendah sampai daerah tropis mencakup ekosistem kolam, sungai, danau, estuari, terumbu karang, dan laut terbuka. Selain itu, model ecopath ini dapat menggambarkan interaksi makanan dari suatu ekosistem dan dengan cepat dapat mengidentifikasi kepunahan suatu grup mangsa yang disebabkan tingginya konsumsi oleh grup predator (Pauly et al. 2000). Konstruksi model Ecopath menyoroti hubungan ekologi dengan persamaan matematika. Persamaan pertama model ecopath menggambarkan keseimbangan energi untuk setiap grup, dimana konsumsi dari setiap grup pemangsa terhadap suatu grup mangsa sama dengan nilai produksi pemangsa tersebut, nilai respirasi, dan ada yang tidak terasimiliasi meliputi feses dan urin. Nilai produksi grup tersebut ada yang tertangkap (catch), mengalami kematian akibat predasi oleh grup lainnya, terakumulasi biomassanya, ada yang melakukan migrasi, dan mengalami kematian lainnya seperti disebabkan oleh penyakit. Persamaan produksi ditulis sebagai berikut. Pi=Yi+Bi.M2i+BAi+ Ei+Pi(1-EEi) Yi adalah hasil tangkapan, BiM2i adalah kematian akibat predasi, BAi merupakan akumulasi biomassa, Ei merupakan migrasi bersih, dan Pi(1-EEi) merupakan kematian lainnya. Dari persamaan di atas didapatkan persamaan berikut ini yang menjadi persamaan dasar model ecopath: Bi( P )i*eei=yi+ B Bj*(Q )j*dcij +EXi B Bi merupakan biomassa kelompok mangsa i, (P/B)i adalah rasio produksi per biomassa kelompok mangsa i, EEi adalah efisiensi ekotrofik atau total produksi setiap grup i yang dikonsumsi oleh predator, Yi adalah hasil tangkapan, Bj adalah biomassa kelompok predator j, (Q/B)j adalah konsumsi per unit biomassa predator j, DCij adalah fraksi makanan mangsa i yang dikonsumsi predator j, Exi adalah ekspor atau migrasi bersih mangsa i. Kajian mengenai analisis trofik di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang belum pernah dilakukan. Kajian di Indonesia sendiri, penelitian mengenai analisis trofik dengan menggunakan pendekatan model ecopath khususnya di daerah pesisir belum ada, kajian yang pernah dilakukan hanya di Waduk Cirata (Kartamihardja 2007) dan Teluk Ekas (Indriyanti 2005). Oleh karena itu, kajian melalui pendekatan model ini diperlukan untuk mengetahui keterkaitan antara satu biota dengan biota lain dan memahami kondisi suatu ekosistem yang nantinya bermanfaat untuk menjadi dasar untuk pengelolaan. Perumusan Masalah Kondisi suatu sumber daya perikanan yang terdapat pada suatu ekosistem pesisir akan mengalami dinamika dari waktu ke waktu, karena adanya pengaruh biotik dan abiotik yang terdapat dalam ekosistem tersebut. Adanya aktivitas penangkapan ikan, pencemaran perairan, dan degradasi mangrove menyebabkan perubahan produktivitas perairan dan produktivitas perikanan. Pesisir Kabupaten

15 3 Tangerang merupakan salah satu pesisir yang mendapat masukan limbah dari tingginya kegiatan antropogenik. Pola aktivitas kegiatan manusia yang tidak terkendali cukup berperan penting dalam memperparah kerusakan lingkungan. Menurut Jaureguizar & Milessi (2008), aktivitas manusia seperti penangkapan dan adanya modifikasi lingkungan memberi dampak yang besar terhadap ekosistem. Dampak tersebut menyebabkan perubahan terhadap produktivitas biota di perairan tersebut seperti fitoplankton, zooplankton, dan ikan. Akibat adanya perubahanperubahan dari salah satu biota akan berdampak pada keseimbangan biomassa baik langsung maupun tidak langsung. Sebagai akibatnya, hasil tangkapan perikanan secara bertahap berubah dari spesies yang berada di tingkat trofik atas menjadi spesies yang berada pada tingkat trofik bawah dalam jejaring makanan. Kajian mengenai analisis trofik yang dilihat dari aspek makan memakan sangat diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya indikasi fishing down the food web didalam suatu ekosistem perairan. Menurut Pauly (1998), fishing down the food web adalah menurunnya jumlah ikan karnivora atau predator di suatu perairan, sehingga kegiatan penangkapan lebih mengarah pada ikan-ikan yang berada di tingkat trofik dasar. Hal ini mengakibatkan fishing down the food web menjadi salah satu indikasi dari adanya overfishing. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan agar sumber daya perikanan di pesisir kabupaten Tangerang dapat tetap lestari dan berkelanjutan. Salah satunya adalah melalui pendekatan model ekologi yang dapat menggambarkan kondisi ekologi trofik di suatu ekosistem perairan. Menurut Christensen & Pauly (1992), melalui model keseimbangan massa dengan menggunakan ecopath dapat mengeksplorasi potensi dampak lingkungan terhadap suatu kelompok tertentu dan meneliti bagaimana efek tersebut merambat melalui keseluruhan ekosistem melalui interaksi jejaring trofik. Perumusan masalah model trofik ekosistem pesisir Tangerang disajikan pada Gambar 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis interaksi trofik di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten melalui model pendekatan keseimbangan massa model ecopath. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan biota yang ada di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten sehingga stok sumber daya perikanan tetap lestari.

16 4 Penangkapan ikan Pencemaran Perairan Degradasi mangrove Produktivitas perairan Produktivitas ikan Klorofil Fitoplankton Biomassa ikan Struktur komunitas Detritus Zooplankton Fishing down the food web Keseimbangan massa Kajian tingkat trofik Informasi untuk stategi pengelolaan sumberdaya perikanan Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang, Banten

17 5 2 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang. Saat penelitian dilakukan, Undang-undang No 32 Tahun 2004 masih berlaku yakni kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengelola wilayah pesisir maksimum sejauh 4 mil laut. Oleh sebab itu, luasan wilayah perairan yang diteliti mencakup area 305,92 km 2. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diambil pada bulan April, Mei, dan Juni 2013 untuk biomassa ikan, udang, cephalopoda, kepiting dan rajungan. November 2014 untuk analisis saluran pencernaan, serta pengukuran tinggi dan luas sirip kaudal. Pada bulan Maret 2015 dilakukan pengukuran produktivitas primer untuk parameter dasar ecopath. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Makro Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK, IPB. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Lokasi penelitian model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang, Banten

18 6 Prosedur Penelitian Berikut ini adalah tahapan-tahapan penelitian untuk membuat konstruksi model trofik di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten (Gambar 3). Tahapan penelitian Pengelompokan grup (Ikan, cephalopoda, udang, kepiting dan rajungan, zooplankton, fitoplankton, bentos, detritus) (Ullah et al. 2013) Data produksi hasil tangkapan per luasan area yang didaratkan di TPI Kronjo (2013) Keterangan : *Primer dan ** Sekunder Mengumpulkan parameter dasar biomassa,produksi per biomassa, konsumsi per biomassa setiap grup Matriks komposisi makanan setiap grup*,** Data diolah dengan software : Ecopath with Ecosim versi 6.4. Biomassa : Ikan, cephalopoda, kepiting dan rajungan, udang : Dewi (2014)* Bentos : (Sahidin 2015)** Fitoplankton : Wulandari (2015)** Zooplankton : Ardhito (2015) ** Detritus : Penelitian ini* Gambar 3 Prosedur penelitan model trofik pesisir Kabupaten Tangerang P/B : Ikan : diasumsikan sama dengan laju mortalitas total (Pauly et al. 2000)*,** Cephalopoda : Indriyanti (2005)** Kepiting dan rajungan, udang, bentos : Mohamed et al. (2008)** Zooplankton : Ullah et al. (2012)** Fitoplankton : Penelitian ini* Q/B : Ikan : Palomares & Pauly (1998) dan Fishbase (2015)*,** Cephalopoda dan zooplankton: Mohamed et al. (2008)** Udang : (Ullah et al. 2012)** Bentos : Indriyanti (2005)**

19 7 Pengelompokan grup Pengambilan biota dilakukan dengan metode swept area (penyapuan) menggunakan alat tangkap trawl. Jumlah sapuan terdiri dari 12 sapuan. Pada setiap lokasi penyapuan, trawl dioperasikan dari atas perahu kayu berukuran panjang 9,5 m, lebar 3 meter, kedalaman kapal 2 meter dengan mesin berjumlah dua yang berkekuatan 24 pk. Selama penarikan jaring, kecepatan kapal berkisar antara 3-6 km jam -1 dan lamanya waktu penarikan sekitar 60 menit. Ketika hasil tangkapan tiba di buritan, semua yang tertangkap (ikan dan non ikan) dipisahkan dan ditimbang berat totalnya. Objek yang akan diteliti yaitu berupa semua hasil tangkapan yang didapat dari beberapa penyapuan. Hasil yang didapat disortir berdasarkan famili, genus dan spesies. Semua biota diawetkan dengan menggunakan formalin 10%. Identifikasi ikan dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi Kailola & Tarp (1984), Kottelat et al. (1993), Schuster & Djajadiredja (1952), Allen et al. (1999), FAO (2001), dan Froese & Pauly (2015). Menurut LPPM (2013) biota lainnya yang ada di pesisir Kabupaten Tangerang mencakup udang, kepiting dan rajungan, cephalopoda meliputi cumi-cumi, gurita dan sotong. Grup lainnya yang telah dikumpulkan melalui data sekunder yaitu bentos, zooplankton, dan fitoplankton. Setiap spesies yang diidentifikasi dapat dikategorikan berdasarkan kesamaan habitat, parameter populasi, kebiasaan makan, tingkah laku fisiologi, distribusi ekologi, atau ukuran tubuh maksimum untuk memperoleh karakteristik spesies yang sama yang ada didalam grup (Ullah et al. 2012). Ecopath versi saat ini tidak membatasi jumlah dari functional grups, tetapi setidaknya salah satu functional grups yang harus ada adalah detritus. Detritus menjadi penting karena dihasilkan dari semua biota yang ada di dalam ekosistem melalui eksresi atau sisa-sisa makhluk hidup yang sudah terdekomposisi. Selanjutnya untuk setiap functional group dicari parameter input dan output yang mencakup nilai biomassa, P/B, Q/B, dan efisiensi ekotrofik (Fetahi 2005). Parameter input dan output Biomassa Ikan, cephalopoda, udang, kepiting dan rajungan Biomassa sumber daya ikan, cephalopoda, udang, kepiting dan rajungan dihitung dengan metode swept area (Sparre & Venema 1999). B = ( Cw a ) X 1 B = Biomassa (ton km -2 ) Cw = Hasil tangkapan dalam bobot pada satu tarikan a = Luas sapuan trawl X1 = fraksi biomassa ikan pada alur efektif yang disapu jaring trawl (0.5)

20 8 Fitoplankton Biomassa fitoplankton dihitung menggunakan metode klorofil-a (APHA 2005). Data klorofil-a didapatkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari (2015) dengan rata-rata klorofil-a sebesar 12,01 mg m -2. Biomassa (mg m -2 ) = (Chl-a x h) Chl-a = Klorofil-a (mg m -3 ) h = kedalaman eufotik yang diwakili (1 m) Nilai yang didapat dikonversi kedalam bobot basah menggunakan dua konversi. Konversi pertama dengan mengubah chl-a menjadi C, yang mana perbandingan antara karbon dan chl-a adalah 40: 1. Kemudian karbon yang sudah didapat dikonversi lagi kedalam bobot basah yang mana C= 10% bobot basah (Jones 1979). Kemudian biomassa fitoplankton dikonversi pada satuan ton km -2. Zooplankton Biomassa zooplankton dihitung dengan melihat biomassa dan kelimpahan zooplankton di Pulau Pari yang dilakukan oleh Puspasari (2012) yang diasumsikan memiliki komposisi zooplankton yang sama dengan pesisir Kabupaten Tangerang. Dengan metode perbandingan, melalui data kelimpahan zooplankton (Ardhito 2015) maka didapatkan data biomassa zooplankton dengan rumus sebagai berikut. Kelimpahan zooplankton Pulau Pari Biomassa zooplankton Pulau Pari = Kelimpahan zooplankton pesisir Kab Tangerang Biomassa zooplankton pesisir Kab Tangerang Detritus Berdasarkan beberapa penelitian seperti penelitian Mohamed et al. (2008) & Fetahi (2005), biomassa detritus dihitung dari hubungan empiris yang dikemukakan oleh Christensen & Pauly (1993) sebagai berikut : Log BD = 0,954 log Pf+0,863 log E- 2,41 BD = Biomassa detritus (g C m -2 ) Pf = Produksi primer fitoplankton (g C m -2 tahun -1 ) E = Kedalaman eufotik (m) Biomassa detritus diubah ke dalam bobot basah (g m -2 ) yang mana C = 10% bobot basah. Biomassa detritus kemudian dikonversi pada satuan ton km -2. Pengukuran produktivitas primer fitoplankton di zona penelitian berdasarkan keterwakilan kedalaman eufotik yaitu sekitar 1 meter dengan menggunakan metode botol gelap terang dan titrasi Winkler. Nilai produksi primer didapatkan dari rumus sebagai berikut (Umaly & Cuvin 1988). Produksi primer (g C m -2 tahun -1 ) = (O 2 BT)-(O 2 BG)(1000) (PQ)(t) O2 = Oksigen terlarut (mg L -1 ) BT = Botol terang x 0,375

21 9 BG = Botol gelap PQ = Koefisien fotosintesis (1.2) T = Lama inkubasi (3 jam) 0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32) 1000 = Konversi liter menjadi m 3 Rasio produksi per biomassa (P/B) Ikan Rasio produksi per biomassa sangat sulit untuk diestimasi secara langsung. Nilai rasio P/B untuk ikan diasumsikan sama dengan laju mortalitas total (Pauly et al. 2000). Sehingga laju mortalitas total ini diperoleh dari penjumlahan laju mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Data mortalitas alami (M) didapat dari Froese & Pauly (2015) sedangkan mortalitas penangkapan ada yang diperoleh dari data sekunder dan ada juga yang dapat diperoleh dari : F= Catch Biomassa Nilai P/B dari setiap grup ikan merupakan nilai rata-rata P/B dari setiap spesies yang termasuk ke dalam grup tersebut. Fitoplankton Nilai P/B untuk fitoplankton didapat dari data produksi primer biasanya dalam satuan g C m -2 jam -1, diubah kedalam satuan C m -2 hari -1, kemudian dikonversi lagi menjadi g C m -2 tahun -1. Kemudian diubah ke dalam bobot basah agar sesuai dengan biomassa fitoplankton dengan faktor konversi C = 10% bobot basah sehingga didapat produksi primer dalam satuan g m -2 tahun -1 (Fetahi 2005). Satuan dari nilai P/B adalah per tahun. Nilai P/B = Produksi primer Biomassa Zooplankton, bentos, cephalopoda, udang, kepiting dan rajungan Nilai P/B dari zooplankton dan bentos didapatkan dari data sekunder. Zooplankton didapatkan dari Ullah et al. (2012). Cephalopoda didapatkan dari Indriyanti (2005). Kepiting dan rajungan, udang, bentos didapatkan dari Mohamed et al. (2008). Rasio konsumsi per biomassa (Q/B) Ikan Rasio konsumsi per biomassa diestimasi pada setiap spesies melalui hubungan empiris yang ditemukan oleh Palomares & Pauly (1998) menggunakan data dari fishbase (Froese & Pauly 2015) dengan rumus sebagai berikut. Log Q = log Winf-1.965T+0.083A+0.532h+0.398d B

22 10 Winf T A h dan d = berat asimtotik = suhu rata-rata tahunan untuk populasi ikan didapat dari (1000/(Tc ) dimana Tc adalah rata-rata suhu permukaan tahunan (30,3 0 C) = rasio dari kuadrat ketinggian sirip ekor dan luas permukaannya = variabel yang menunjukkan kategori makan spesies ikan, yaitu herbivora (h = 1, d = 0), detritivora (h = 0, d = 1) atau karnivora (h = 0, d = 0). Pengukuran tinggi (h) dan luas sirip kaudal (s) digunakan untuk menghitung nilai A (aspect ratio) (Gambar 4). Satuan dari nilai Q/B adalah per tahun. Nilai Q/B dari setiap grup ikan merupakan nilai rata-rata Q/B dari setiap spesies yang termasuk kedalam grup tersebut. Gambar 4 Pengukuran tinggi dan luas sirip kaudal Sumber : Mohamed et al. (2008) Zooplankton, bentos, cephalopoda, udang, rajungan dan kepiting Nilai Q/B dari zooplankton dan bentos didapatkan dari data sekunder. Cephalopoda dan zooplankton didapatkan dari Mohamed et al. (2008), udang didapatkan dari (Ullah et al. 2012) dan bentos didapatkan dari Indriyanti (2005). Efisiensi ekotrofik (EE) Efisiensi ekotrofik (EE) merupakan parameter output yang berarti fraksi dari produksi suatu grup yang dikonsumsi didalam sistem (yaitu ditransfer melalui jejaring makanan) atau yang tertangkap oleh penangkapan. Nilainya berkisar antara 0-1. EE dihitung dari parameter-parameter lain yang ada didalam ecopath atau dari studi literatur. Hal ini dikarenakan tidak ada pengukuran lapangan atau hubungan empiris untuk memperkirakan parameter ini (Christensen et al. 2000). Komposisi makanan Analisis isi saluran pencernaan diawali dengan membedah bagian perut ikan dan mengeluarkan saluran pencernaannya. Setiap saluran pencernaan yang berisi dikeluarkan isinya, diidentifikasi jenis organismenya, dan diukur volumenya. Isi saluran pencernaan diletakkan pada cawan petri, organisme makro langsung diidentifikasi, sedangkan identifikasi organisme mikro dibantu dengan mikroskop binokuler. Organisme makanan diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Yamaji (1979). Setiap organisme makanan pada masing-masing individu diukur volumenya, sehingga diperoleh data volume total (Hyslop 1980 in Zahid 2013). Informasi tentang komposisi makanan penting untuk memahami dinamika ekosistem (Fetahi 2005). Rata-rata komposisi makanan dari setiap organisme

23 11 konsumen adalah disusun menjadi feeding matrix berdasarkan analisis makanan dari analisis isi saluran pencernaan dan informasi dari data sekunder. Data produksi per luasan area yang didaratkan di TPI Kronjo tahun 2013 Parameter lain yang menjadi input model trofik dengan menggunakan ecopath ini adalah data hasil tangkapan yang didaratkan, dan dibagi luasan area yang dikaji sebesar 305,92 km 2. Prosedur Analisis Data Setelah semua parameter yang diperlukan dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan software ecopath versi 6.4. Semua data dimasukkan ke dalam basic input yang ada didalam software. Kemudian dilakukan parameterisasi. Hasil yang didapatkan dari ecopath dan dibahas dalam penelitian ini berupa nilai tingkat trofik, diagram jejaring makanan, tumpang tindih, electivity, mixed trophic index, mortalitas, indeks kunci yang meliputi flow to detritus, net efficiency, dan omnivory index. Selain itu nilai konsumsi dari setiap grup pemangsa terhadap mangsa, nilai respirasi dan asimilasi setiap grup, indeks pedigree dan total statistik.

24 12 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengelompokkan grup Berdasarkan sumber data yang telah dikumpulkan, ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang terdiri dari 42 grup. Berikut ini adalah data terperinci dari 42 grup disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pengelompokan grup ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang Biota Grup Ikan Ambassidae (1), Apogonidae (2), Ariidae (3), Caesionidae (4), Carangidae (5), Clupeidae (6), Cynoglossidae (7), Drepanidae (8),Engraulidae (9), Gobiidae (10), Haemulidae (11), Lactariidae (12), Leiognathidae (13), Lutjanidae (14), Menidae (15), Mugilidae (16), Mullidae (17), Nemipteridae (18), Platycephalidae (19), Polynemidae (20),Pristigasteridae (21), Psettodidae (22), Scatophagidae (23), Scianidae (24),Scombridae (25), Serranidae (26), Siginidae (27), Sillaginidae (28), Sphyraenide (29), Stromatidae (30), Synodontidae (31), Tetraodontidae (32), Terapontidae (33), Triachantidae (34), dan Trichiuridae(35) Cephalopoda Cephalopoda (36) Kepiting dan Kepiting dan Rajungan (37) Rajungan Udang Udang (38) Bentos Bentos (39) Zooplankton Zooplankton (40) Fitoplankton Fitoplankton (41) Detritus Detritus (42) Data produksi hasil tangkapan per luasan area tahun 2013 Berikut ini merupakan data hasil tangkapan yang didapatkan dari TPI Kronjo (2013) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Data produksi hasil tangkapan per luasan area tahun 2013 No Grup Trawl (ton km -2 tahun -1 ) 1 Ambassidae Tidak tersedia 2 Apogonidae Tidak tersedia 3 Ariidae 0, Caesionidae 0, Carangidae 0,0031

25 13 Tabel 2 Data produksi hasil tangkapan per luasan area tahun 2013 (Lanjutan) No Grup Trawl (ton km -2 tahun -1 ) 6 Clupeidae 0, Cynoglossidae Tidak tersedia 8 Drepanidae Tidak tersedia 9 Engraulidae 0, Gobiidae Tidak tersedia 11 Haemulidae Tidak tersedia 12 Lactariidae Tidak tersedia 13 Leiognathidae 0, Lutjanidae 0, Menidae 0, Mugilidae 0, Mullidae 0, Nemipteridae 0, Platycephalidae 0, Polynemidae 0, Pristigasteridae 0, Psettodidae 0, Scatophagidae 0, Scianidae 0, Scombridae 0, Serranidae 0, Siginidae Tidak tersedia 28 Sillaginidae Tidak tersedia 29 Sphyraenidae 0, Stromatidae Tidak tersedia 31 Synodontidae Tidak tersedia 32 Tetraodontidae Tidak tersedia 33 Terapontidae Tidak tersedia 34 Triachantidae Tidak tersedia 35 Trichiuridae 0, Cephalopoda 0, Kepiting dan Rajungan Tidak tersedia 38 Udang 0 Parameterisasi Parameter input dan output model trofik pesisir Kabupaten Tangerang Parameter input mencakup biomassa, produksi per biomassa, konsumsi per biomassa (Lampiran 1), data produksi hasil tangkapan per luasan area, dan matriks komposisi makanan (Lampiran 2 dan 3) dimasukkan kedalam basic input yang ada di dalam ecopath. Setelah mencapai keseimbangan massa maka didapatkan output

26 14 berupa tingkat trofik dan efisiensi ekotrofik dari software tersebut yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Parameter input dan output model trofik pesisir Kabupaten Tangerang No Grup Tingkat trofik B (t km - ²) P/B (/tahun) Q/B EE 1 Ambassidae 3,00 0,0177 2,88 57,90 0, Apogonidae 2,76 0,0047 2,14 27,90 0, Ariidae 2,98 0,0039 2,50 8,70 0, Caesionidae 3,00 0,0195 0,88 7,50 0, Carangidae 2,64 0,0172 3,47 14,97 0, Clupeidae 2,11 0, ,37 34,82 0, Cynoglossidae 3,00 0,0067 1,20 11,00 0, Drepanidae 3,00 0,0028 0,47 7,50 0, Engraulidae 2,33 0,0437 5,77 56,90 0, Gobiidae 3,00 0,0048 4,17 37,00 0, Haemulidae 3,30 0,0056 1,32 6,40 0, Lactariidae 3,47 0,0103 1,64 22,90 0, Leiognathidae 2,50 0,4436 5,28 45,00 0, Lutjanidae 3,00 0,0030 1,57 6,90 0, Menidae 2,50 0,0043 1,00 11,40 0, Mugilidae 2,50 0,0707 1,57 32,80 0, Mullidae 3,00 0,0817 2,56 30,20 0, Nemipteridae 2,94 0,1945 5,04 32,90 0, Platycephalidae 3,18 0,0061 2,95 5,50 0, Polynemidae 3,09 0,0070 0,68 4,40 0, Pristigasteridae 3,00 0,0301 0,96 17,10 0, Psettodidae 3,50 0,0972 3,94 9,10 0, Scatophagidae 2,61 0,0029 2,15 22,20 0, Scianidae 3,33 0,0146 8,36 12,33 0, Scombridae 2,14 0,0248 6,24 20,47 0, Serranidae 2,40 0,0014 3,80 9,00 0, Siginidae 2,00 0,0017 2,10 29,70 0, Sillaginidae 2,50 0,0013 2,10 32,60 0, Sphyraenidae 3,81 0,0287 0,73 11,00 0, Stromatidae 2,18 0,0378 1,27 6,00 0, Synodontidae 3,36 0,0021 0,94 11,60 0, Tetraodontidae 4,03 0,0354 0,91 49,90 0, Terapontidae 3,19 0,0176 1,69 10,75 0, Triachantidae 2,90 0,0040 0,42 8,40 0, Trichiuridae 3,52 0,0166 2,66 8,70 0, Cephalopoda 3,01 0,0257 4,87 36,50 0, Kepiting dan Rajungan 3,21 0,4933 6,42 8,50 0, Udang 2,80 0,2733 6,68 19,20 0, Bentos 2,00 405,5554 6,57 27,40 0,0108

27 15 Tabel 3 Parameter input dan output model trofik pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) No Grup Tingkat trofik B (t km - ²) P/B (/tahun) Q/B EE 40 Zooplankton 2,00 0, ,70 300,00 0, Fitoplankton 1,00 4, ,00-0, Detritus 1,00 35, ,7788 Berdasarkan nilai tingkat trofik, 42 functional grup dikelompokkan lagi menjadi 4 kelompok tingkat trofik (Tabel 4). Sebanyak 2 grup memiliki tingkat trofik 1 yaitu detritus dan fitoplankton, 19 grup memiliki tingkat trofik 2 TL<3, 20 grup berada pada tingkat trofik 3 TL<4, dan 1 grup berada pada tingkatan trofik 4. Tabel 4 Nilai kisaran tingkat trofik dan efisiensi ekotrofik Tingkat trofik Grup Efisensi ekotrofik 1 TL 2 Fitoplankton dan Detritus 0,0015-0, TL<3 Bentos, Zooplankton, Apogonidae, Ariidae, 0,0000-0,9719 Carangidae, Clupeidae, Engraulidae, Leiognathidae, Menidae, Mugilidae, Nemipteridae, Scatophagidae, Scombridae, Serranidae, Siginidae, Sillaginidae, Stromatidae, Triachantidae, Udang 3 TL<4 Ambassidae, Caesionidae, Cynoglossidae, 0,000-0,7520 Drepanidae, Gobiidae, Haemulidae, Lactariidae, Lutjanidae, Mullidae, Platycephalidae, Polynemidae, Pristigastridae, Psettodidae, Scianidae, Sphyraenidae, Synodontidae, Terapontidae, Trichiuridae, Cephalopoda, Kepiting dan Rajungan 4 Tetraodontidae 0,000 Berdasarkan Gambar 5 dapat terlihat jejaring trofik diantara berbagai grup. Jejaring trofik umumnya tersusun berdasarkan jenis makanan utamanya. Biota tersusun sesuai dengan nilai tingkat trofiknya masing-masing dengan produser primer berada pada tingkat trofik paling bawah (fitoplankton), dan ikan predator menempati tingkat trofik paling atas. Kelompok tingkat trofik 2 TL<3 pada umumnya didominasi oleh biota pemakan plankton, sedangkan kelompok tingkat trofik 3 TL<4 didominasi oleh biota pemakan ikan, bentos, udang yang merupakan biota tingkat trofik 2 TL<3. Tetraodontidae merupakan predator puncak karena memiliki nilai tingkat trofik paling tinggi yaitu 4,027. Bulatan pada Gambar 5 menunjukan besaran biomassa, yang mana bentos merupakan grup yang memiliki biomassa tertinggi diantara grup lainnya. Selain itu biota lain yang masih memiliki biomassa cukup tinggi diantaranya Leiognathidae, Nemipteridae, kepiting dan rajungan, serta udang.

28 16 Nilai efisiensi ekotrofik (EE) merupakan proporsi dari produksi suatu grup yang dikonsumsi oleh predator melalui jejaring trofik atau yang tertangkap oleh perikanan tangkap (Christensen et al. 2000). Nilai EE berkisar antara 0-1. Biota dengan tingkat tropik 2 TL<3 dan 3 TL<4 memiliki kisaran EE 0-0,9719 dan 0-0,7520 berturut-turut. Predator puncak dan fitoplankton memiliki nilai efisiensi ekotrofik yang rendah yaitu 0,0000 dan 0,0015 berturut-turut. Tumpang tindih makanan (Niche overlap) Hurlbert (1978) & Loman (1986) in Mohamed et al. (2008) merangkum indeks tumpang tindih menjadi prey overlap dan predator overlap seperti yang disajikan pada Gambar 6 dan Lampiran 4 dan 5. Prey overlap merupakan indeks yang membandingkan mangsa yang mempunyai kesamaan predator, sedangkan predator overlap merupakan kesamaan dua predator dalam mengonsumsi mangsa yang sama. Indeks ini membandingkan setiap pasang functional group dan nilainya berkisar antara 0-1 (Guenette 2014). Pada Gambar 6 kotak yang berwarna biru merupakan contoh functional group yang memiliki nilai prey overlap mendekati 1, kotak berwarna hijau yang memiliki nilai predator overlap mendekati 1, dan kotak berwarna merah adalah contoh grup yang memiliki nilai prey dan predator overlap mendekati 1. Biota yang memiliki prey overlap mendekati 1 yaitu antara Clupeidae (6) dan Engraulidae (9), serta Nemipteridae (6) dan udang (38), sedangkan grup yang memiliki predator overlap mendekati 1 yaitu antara Mullidae (17) dan Synodontidae (31), serta Scianidae (24) dan Trichiuridae (35). Grup yang memiliki Prey dan predator overlap mendekati 1 yang artinya memiliki mangsa dan predator yang sama yaitu antara Cynoglossidae (7) dan Mullidae, serta Engraulidae (9) dan Scombridae (25). Electivity Electivity merupakan indeks yang menggambarkan preferensi pemangsa terhadap mangsa. Nilainya berkisar antara -1 sampai 1. Nilai -1 mengindikasikan mangsa yang dihindari, 0 mengindikasikan mangsa yang diambil sesuai dengan proporsinya di alam, sedangkan 1 mengindikasikan mangsa yang paling disukai (Mohamed et al. 2008). Nilai Electivity disajikan pada Lampiran 6. Mixed Trophic Index Mixed Trophic index mengkaji dampak dari perubahan biomassa suatu grup terhadap biomassa grup lain yang ada di suatu ekosistem (Christensen & Walters 2000). Di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang, fitoplankton dan detritus mempunyai dampak positif terhadap kebanyakan grup biota yang ada di ekosistem tersebut. Fitoplankton berdampak positif terhadap zooplankton, Stromatidae, Sillaginidae, Siginidae, Serranidae, Scombridae, Scatophagidae, Menidae, Engraulidae, Clupeidae, Carangidae, Apogonidae. Detritus berdampak positif pada udang, bentos, Nemipteridae, Mugilidae. Leiognathidae memberikan dampak negatif untuk beberapa spesies seperti fitoplankton, zooplankton, bahkan terhadap dirinya sendiri. Alat tangkap trawl berpengaruh negatif terhadap biomassa beberapa grup yang termasuk kedalam ikan-ikan ekonomis penting diantaranya Spyraenidae, Serranidae, Psettodidae, Polynemidae, Platycephalidae, Mullidae, Mugilidae, Lutjanidae, Caesionidae, dan Ariidae (Gambar 7).

29 Gambar 5 Diagram jejaring makanan ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang 17

30 18 Gambar 6 Tumpang tindih makanan di pesisir Kabupaten Tangerang

31 Gambar 7 Mixed trophic index model trofik ekosistem pesisir Tangerang 19

32 20 Mortalitas Laju mortalitas total (P/B)=Z didekomposisi menjadi laju mortalitas tangkapan, laju mortalitas akibat predasi, dan laju mortalitas lainnya dan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Laju mortalitas di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang Grup P/B=(Z) Laju mortalitas tangkapan ( per tahun) Laju mortalitas predasi(per tahun) Laju mortalitas lainnya (per tahun) Ambassidae 2,88 0,00 0,00 2,88 Apogonidae 2,14 0,00 0,00 2,14 Ariidae 2,50 2,06 0,00 0,44 Caesionidae 0,88 0,12 0,00 0,76 Carangidae 3,47 0,18 3,19 0,10 Clupeidae 10,37 1,94 4,23 4,20 Cynoglossidae 1,20 0,00 0,00 1,20 Drepanidae 0,47 0,00 0,00 0,47 Engraulidae 5,77 0,07 3,22 2,48 Gobiidae 4,17 0,00 0,00 4,17 Haemulidae 1,32 0,00 0,00 1,32 Lactariidae 1,64 0,00 0,02 1,62 Leiognathidae 5,28 0,04 4,69 0,55 Lutjanidae 1,57 0,35 0,00 1,22 Menidae 1,00 0,00 0,00 1,00 Mugilidae 1,57 0,03 0,00 1,54 Mullidae 2,56 0,10 0,01 2,46 Nemipteridae 5,04 0,03 0,55 4,46 Platycephalidae 2,95 0,77 0,17 2,01 Polynemidae 0,68 0,12 0,00 0,56 Pristigasteridae 0,96 0,00 0,00 0,96 Psettodidae 3,94 0,04 0,00 3,90 Scatophagidae 2,15 0,00 0,00 2,15 Scianidae 8,36 0,35 5,44 2,57 Scombridae 6,24 0,07 3,80 2,38 Serranidae 3,80 1,64 0,00 2,16 Siginidae 2,10 0,00 0,00 2,10 Sillaginidae 2,10 0,00 0,00 2,10 Sphyraenidae 0,73 0,06 0,00 0,67 Stromatidae 1,27 0,00 0,00 1,27 Synodontidae 0,94 0,00 0,15 0,79 Tetraodontidae 0,91 0,00 0,00 0,91 Terapontidae 1,69 0,00 0,00 1,69 Triachantidae 0,42 0,00 0,00 0,42 Trichiuridae 2,66 0,10 1,90 0,66 Cephalopoda 4,87 0,10 3,64 1,13

33 21 Tabel 5 Laju mortalitas di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) Grup Kepiting dan Rajungan P/B=(Z) Laju Mortalitas tangkapan (per tahun) Laju mortalitas predasi(per tahun) Laju mortalitas lainnya (per tahun) 6,42 0,00 3,09 3,33 Udang 6,68 0,00 5,52 1,16 Bentos 6,57 0,00 0,07 6,50 Zooplankton 119,70 0,00 95,86 23,84 Fitoplankton 1959,00 0,00 2, ,06 Laju mortalitas akibat predasi lebih tinggi dibandingkan akibat penangkapan terutama untuk grup 5 (Carangidae), grup 6 (Clupeidae), grup 9 (Engraulidae), grup 13 (Leiognathidae), grup 24 (Scianidae), grup 25 (Scombridae), grup 36 (Cephalopoda), grup 37 (Kepiting dan Rajungan), grup 38 (Udang), dan grup 40 (Zooplankton). Predator puncak yaitu grup 32 (Tetraodontidae) dan grup 29 (Sphyraenidae) tidak mengalami tekanan predasi. Laju predasi secara detail disajikan pada Lampiran 7. Indeks Kunci (Key indices) Berikut ini merupakan indeks kunci dari model trofik ekosistem pesisir kabupaten Tangerang disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, bahwa ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang diasumsikan tidak mengalami akumulasi biomassa karena data hanya tahun Aliran menuju detritus (flow to detritus) tertinggi adalah fitoplankton dan bentos. Net efficiency merupakan efisiensi konversi makanan yang merupakan pembagian antara produksi dengan makanan yang terasimilasi (Mohamed et al. 2008). Grup yang memiliki nilai net efficiency tertinggi yaitu kepiting dan rajungan. Omnivory index merupakan nilai yang dihitung dari variasi tingkat rofik dari grup mangsa suatu grup pemangsa. Apabila nilainya mendekati 0 maka pemangsa tersebut bersifat spesialis yang artinya hanya memakan satu tingkat trofik, sedangkan apabila nilainya mendekati 1 maka pemangsa tersebut memakan lebih dari satu tingkat trofik (Mohamed et al. 2008). Grup pemangsa yang memiliki nilai omnivory index tertinggi yaitu Carangidae dan Cephalopoda. Grup Tabel 6 Indeks kunci model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang Akumulasi biomassa (t km - ² thn -1 ) Flow to detritus (t km - ² thn -1 ) Net efficiency Omnivory index Ambassidae 0 0,26 0,06 0,00 Apogonidae 0 0,04 0,10 0,48 Ariidae 0 0,01 0,36 0,03 Caesionidae 0 0,04 0,15 0,00 Carangidae 0 0,05 0,29 0,62 Clupeidae 0 0,07 0,37 0,10

34 22 Tabel 6 Grup Indeks kunci model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) Akumulasi biomassa (t km - ² thn -1 ) Flow to detritus (t km - ² thn -1 ) Net efficiency Omnivory index Cynoglossidae 0 0,02 0,14 0,00 Drepanidae 0 0,01 0,08 0,00 Engraulidae 0 0,61 0,13 0,35 Gobiidae 0 0,06 0,14 0,00 Haemulidae 0 0,01 0,26 0,06 Lactariidae 0 0,06 0,09 0,04 Leiognathidae 0 4,24 0,15 0,25 Lutjanidae 0 0,01 0,28 0,00 Menidae 0 0,01 0,11 0,25 Mugilidae 0 0,57 0,06 0,25 Mullidae 0 0,69 0,11 0,00 Nemipteridae 0 2,15 0,19 0,08 Platycephalidae 0 0,02 0,67 0,06 Polynemidae 0 0,01 0,19 0,11 Pristigasteridae 0 0,13 0,07 0,00 Psettodidae 0 0,56 0,54 0,00 Scatophagidae 0 0,02 0,12 0,54 Scianidae 0 0,07 0,85 0,08 Scombridae 0 0,16 0,38 0,15 Serranidae 0 0,01 0,53 0,44 Siginidae 0 0,01 0,09 0,00 Sillaginidae 0 0,01 0,08 0,25 Sphyraenidae 0 0,08 0,08 0,18 Stromatidae 0 0,09 0,26 0,23 Synodontidae 0 0,01 0,10 0,09 Tetraodontidae 0 0,39 0,02 0,19 Terapontidae 0 0,07 0,20 0,06 Triachantidae 0 0,01 0,06 0,09 Trichiuridae 0 0,04 0,38 0,16 Cephalopoda 0 0,22 0,17 0,72 Kepiting dan Rajungan 0 2,48 0,94 0,18 Udang 0 1,37 0,43 0,16 Bentos ,21 0,30 0,00 Zooplankton 0 0,23 0,50 0,00 Fitoplankton ,29-0,00 Detritus 0 0,00-0,27

35 23 Konsumsi Konsumsi dari setiap grup terhadap suatu mangsa disajikan pada Lampiran 8. Satuan dari konsumsi ini adalah ton km -2 tahun -1. Respirasi dan Asimilasi Dalam persamaan ecopath, respirasi digunakan untuk menyeimbangkan persamaan ecopath yaitu konsumsi=produksi+respirasi+makanan yang tidak terasimilasi. Satuan respirasi adalah ton km -2 tahun -1. Asimilasi merupakan bagian dari konsumsi yang berarti makanan yang terasimilasi. Predator puncak yaitu Tetraodontidae memiliki nilai respirasi per asimilasi paling mendekati 1. Hal tersebut dikarenakan produksi predator puncak yang cenderung rendah. Estimasi aliran respirasi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Estimasi aliran respirasi model trofik pesisir Kabupaten Tangerang Grup Respirasi (t km - ² thn -1 ) Asimilasi (t km - ² thn -1 ) Respirasi per asimilasi Produksi per respirasi Respirasi per biomassa (per tahun) Ambassidae 0,769 0,820 0,938 0,066 43,440 Apogonidae 0,095 0,105 0,904 0,106 20,180 Ariidae 0,017 0,027 0,641 0,561 4,460 Caesionidae 0,100 0,117 0,853 0,172 5,120 Carangidae 0,146 0,206 0,710 0,408 8,506 Clupeidae 0,105 0,167 0,628 0,593 17,486 Cynoglossidae 0,051 0,059 0,864 0,158 7,600 Drepanidae 0,015 0,017 0,922 0,085 5,530 Engraulidae 1,737 1,989 0,873 0,145 39,750 Gobiidae 0,122 0,142 0,859 0,164 25,430 Haemulidae 0,021 0,029 0,742 0,347 3,800 Lactariidae 0,172 0,189 0,910 0,098 16,680 Leiognathidae 13,628 15,971 0,853 0,172 30,720 Lutjanidae 0,012 0,017 0,716 0,397 3,950 Menidae 0,035 0,039 0,890 0,123 8,120 Mugilidae 1,744 1,855 0,940 0,064 24,670 Mullidae 1,765 1,974 0,894 0,119 21,600 Nemipteridae 4,139 5,119 0,809 0,237 21,280 Platycephalidae 0,009 0,027 0,330 2,034 1,450 Polynemidae 0,020 0,025 0,807 0,239 2,840 Pristigasteridae 0,383 0,412 0,930 0,075 12,720 Psettodidae 0,325 0,708 0,459 1,180 3,340 Scatophagidae 0,045 0,052 0,879 0,138 15,610 Scianidae 0,022 0,144 0,152 5,559 1,504 Scombridae 0,251 0,406 0,619 0,616 10,136 Serranidae 0,005 0,010 0,472 1,118 3,400 Siginidae 0,037 0,040 0,912 0,097 21,660 Sillaginidae 0,031 0,034 0,919 0,088 23,980 Sphyraenidae 0,232 0,253 0,917 0,090 8,070

36 24 Tabel 7 Grup Estimasi aliran respirasi model trofik pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) Respirasi (t km - ² thn -1 ) Asimilasi (t km - ² thn -1 ) Respirasi per assimilasi Produksi per respirasi Respirasi per biomassa (per tahun) Stromatidae 0,133 0,181 0,735 0,360 3,530 Synodontidae 0,018 0,019 0,899 0,113 8,340 Tetraodontidae 1,381 1,413 0,977 0,023 39,010 Terapontidae 0,122 0,151 0,803 0,245 6,910 Triachantidae 0,025 0,027 0,938 0,067 6,300 Trichiuridae 0,072 0,116 0,618 0,619 4,300 Cephalopoda 0,625 0,750 0,833 0,200 24,330 Kepiting dan Rajungan 0,187 3,355 0,056 16,895 0,380 Udang 2,373 4,198 0,565 0,770 8,680 Bentos 6225, ,774 0,700 0,428 15,350 Zooplankton 0,337 0,672 0,501 0, ,300 Fitoplankton 0,000 Detritus 0,000 Data Pedigree dan Indeks Pedigree Pedigree merupakan bagian dari input model trofik dengan ecopath yang merupakan suatu kode yang mengkategorikan sumber data yang di input kedalam ecopath. Parameter yang menjadi input untuk mengetahui indeks pedigree ini diantaranya biomassa, P/B, Q/B, komposisi makanan, dan data hasil tangkapan. Nilai indeks pedigree berkisar antara 0-1. Data pedigree disajikan pada Lampiran 9. Nilai indeks pedigree untuk model ini secara keseluruhan adalah 0,569. Ringkasan statistik (Summary of statistic) Rangkuman statistik dari model trofik di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rangkuman statistik model trofik di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang Parameter Nilai Satuan Total konsumsi 11164,510 t km - ² tahun -1 Total ekspor 3157,473 t km - ² tahun -1 Total respirasi 6256,581 t km - ² tahun -1 Total aliran menuju detritus 14272,390 t km - ² tahun -1 Total aliran sistem keseluruhan 34850,960 t km - ² tahun -1 Total produksi 12088,440 t km - ² tahun -1 Rata-rata tingkat trofik hasil tangkapan 2,778 Gross efficiency 0, Total produktivitas primer bersih 9413,416 t km - ² tahun -1 Total produktivitas primer bersih/total respirasi 1,505

37 25 Tabel 8 Rangkuman statistik model trofik di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) Parameter Nilai Satuan Sistem produksi bersih 3156,835 t km - ² tahun -1 Total produktivitas primer/total biomassa 22,825 Total biomassa/total aliran sistem keseluruhan 0,012 per tahun Total biomassa (termasuk detritus) 412,426 t km - ² Total tangkapan 0,088 t km - ² tahun -1 System omnivory index 0,151 Pembahasan Tingkat trofik Grup biota di pesisir Kabupaten Tangerang banyak terdapat di tingkat trofik 2 TL<3 dan tingkat trofik 3 TL<4 (Tabel 3 dan Tabel 4). Menurut Indriyanti (2005) semakin banyak jumlah grup dalam tingkat trofik yang sama menunjukkan persaingan dalam mendapatkan sumber makanan semakin kuat. Biota yang memiliki nilai tingkat trofik 4 hanya satu grup yaitu Tetraodontidae. Berdasarkan Gambar 5, potret tingkat trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang cenderung rendah. Nilai maksimum tingkat trofik yaitu 4,027. Biota-biota yang merupakan predator atau ikan-ikan karnivora memiliki nilai tingkat trofik yang rendah yang artinya jejaring makanan di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang memiliki jejaring makanan yang pendek. Hal ini mengindikasikan rendahnya efisiensi ekologi ekosistem tersebut. Ikan-ikan seperti Scombridae, Carangidae, Trichiuridae memiliki nilai tingkat trofik yang rendah tetapi ikan tersebut merupakan ikan-ikan predator. Rendahnya nilai tingkat trofik ini tidak terlepas dari kegiatan antropogenik dan kegiatan penangkapan di ekosistem tersebut. Tingginya kegiatan antrogenik yang ada di sekitar pesisir Tangerang mempengaruhi biota yang ada di ekosistem tersebut. Terbukti dengan ukuran biota yang cenderung memiliki ukuran yang kecil sehingga biomassanya juga kecil. Kondisi yang sudah tercemar ini dapat menyebabkan ikan mengalami tekanan lingkungan, sehingga dapat menyebabkan populasinya berkurang. Hal tersebut menjadi salah satu indikasi rendahnya biomassa ikan di pesisir Kabupaten Tangerang. Menurut Zahid et al. (2011) kekayaan biologis di suatu ekosistem dapat mencerminkan kesehatan lingkungannya. Selain dipengaruhi oleh kegiatan antropogenik, faktor lain yang mempengaruhi tingkat trofik adalah kegiatan penangkapan. Kegiatan penangkapan dapat mengubah kelimpahan dan distribusi spasial ikan, khususnya ikan piscivora atau karnivora. Hal ini mempunyai dampak penting pada interaksi spesies dan struktur trofik (Garrison & Link 2000, Russ & Alcala 1989). Hilangnya ikan karnivora memiliki dampak kepada seluruh ekosistem (Grigg 1994). Secara teori, hilangnya ikan-ikan predator akan meningkatkan kelimpahan mangsa (Beddington 1984). Menurut Pauly (1998), menurunnya jumlah ikan karnivora atau predator di suatu perairan mengindikasikan telah terjadinya fishing down the food web. Fishing

38 26 down the food web adalah suatu keadaan dimana ikan-ikan predator mengalami deplesi dan kegiatan penangkapan mengarah kepada ikan-ikan kecil yang memiliki tingkat trofik rendah. Efisiensi ekotrofik Nilai efisiensi ekotrofik (EE) merupakan proporsi dari produksi suatu grup yang dikonsumsi oleh predator melalui jejaring trofik atau yang tertangkap oleh perikanan tangkap (Christensen et al. 2000). Nilai EE berkisar antara 0-1 (Tabel 3 dan 4). Saat pertama kali running model, ada beberapa biota yang memiliki nilai EE>1. Hal ini dapat disebabkan grup tersebut mengalami tingkat predasi yang sangat tinggi. Kemudian dilakukan modifikasi (manual adjustment) terhadap nilai biomassa dan komposisi makanan sehingga mencapai keseimbangan massa. Biota dengan tingkat tropik 2 TL<3 dan 3 TL<4 memiliki kisaran EE 0-0,9719 dan 0-0,7520 berturut-turut. Menurut Ullah et al. (2012) nilai EE yang tinggi mengindikasikan bahwa biota-biota tersebut mengalami tekanan predasi yang tinggi atau disebabkan telah mengalami over exploitation akibat tangkap lebih. Hal ini sesuai dengan Kepmen KP 45 (2011) bahwa biota di sekitar perairan Laut Jawa pada umumnya sudah mengalami over fishing. Predator puncak memiliki nilai efisiensi ekotrofik yang rendah. Hal ini disebabkan rendahnya pengaruh pemangsaan. Hal ini sesuai dengan Ullah et al. (2012) bahwa predator seharusnya memiliki nilai ekotrofik efisiensi yang kecil karena rendahnya pengaruh predasi terhadap biota tersebut. Nilai efisiensi ekotrofik fitoplankton hanya 0,0015. Hal ini mengindikasikan produksi fitoplankton lebih banyak yang mengalami kematian alami dibandingkan dikonsumsi. Tekanan dari pemangsa menurun sehingga keberadaannya sustainable di alam. Nilai EE detritus dihitung dari aliran detritus yang keluar dan aliran menuju detritus. Nilai EE<1 mengindikasikan aliran menuju detritus lebih tinggi dibandingkan yang aliran yang keluar. Nilai EE detritus yang tinggi mengindikasikan tipe ekosistem detritus base yang artinya produser didalam rantai makanan didominasi oleh detritus. Tumpang tindih (niche overlap) dan electivity Nilai tumpang tindih yang mendekati satu artinya tingkat kesamaan makanannya semakin tinggi. Kesamaan dalam mengonsumsi mangsa (predator overlap) maupun kesamaan predator yang memangsa (prey overlap). Kesamaan tersebut dipengaruhi oleh kesamaan habitat seperti antara grup Clupeidae dan Engraulidae serta antara Engraulidae dan Scombridae yang merupakan ikan pelagis. Nemipteridae dan udang serta antara Mullidae dan Synodontidae yang merupakan ikan demersal. Ikan Scianidae yang merupakan ikan demersal mengalami predator overlap dengan Trichiuridae yang merupakan ikan pelagis. Hal ini dapat terjadi karena ekosistem pesisir Tangerang merupakan perairan dangkal, sehingga menjadi indikasi kedua grup tersebut dalam memiliki relung makanan yang sama. Berdasarkan matriks electivity (Lampiran 6), secara umum grup Leiognathidae merupakan mangsa yang paling disukai oleh beberapa grup pemangsa. Grup ini juga merupakan biota yang keberadaannya sangat melimpah di pesisir Tangerang sehingga ketersediaannya selalu ada di alam.

39 27 Mixed trophic index Suatu grup yang merupakan mangsa memberikan dampak positif terhadap pemangsanya, sedangkan sebagai pemangsa yang secara langsung, grup tersebut memberikan dampak negatif terhadap mangsanya (Fetahi 2005). Berdasarkan Gambar 7 fitoplankton dan detritus memiliki dampak positif terhadap sebagian besar grup. Fitoplankton berpengaruh terhadap sebagian besar grup yang merupakan pemangsa fitoplankton dan didominasi oleh ikan-ikan pelagis, sedangkan untuk detritus berpengaruh positif terhadap grup biota didominasi oleh biota demersal. Leiognathidae berpengaruh negatif terhadap fitoplankton dan zooplankton, dikarenakan fitoplankton dan zooplankton merupakan bagian dari mangsa. Grup ini juga berpengaruh negatif terhadap beberapa biota bahkan terhadap dirinya sendiri, dikarenakan adanya persaingan daam memperebutkan sumber makanan. Alat tangkap trawl berpengaruh negatif terhadap biomassa beberapa grup, dikarenakan aktivitas penangkapan yang terus-menerus dilakukan sehingga menyebabkan stok biota-biota tersebut mengalami penurunan di alam. Mortalitas dan indeks kunci (key indices) Nilai mortalitas total terbagi-bagi menjadi beberapa jenis mortalitas (Tabel 5). Ada beberapa biota yang tidak memiliki nilai mortalitas penangkapan. Hal tersebut disebabkan karena grup tersebut tidak ditangkap, sehingga nilai mortalitas hanya diakibatkan oleh mortalitas akibat predasi dan mortalitas lainnya. Grup yang memiliki tingkat mortalitas akibat predasi yang tinggi diantaranya Carangidae yang memiliki predator yaitu Trichiuridae. Clupeidae memiliki predator yaitu Scombridae. Engraulidae memiliki predator Scombridae dan Carangidae. Leiognathidae memiliki predator yang didominasi oleh biota-biota dengan nilai tingkat trofik 3 TL<4. Zooplankton memiliki tingkat predasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada umumnya biota-biota yang berada tingkat trofik 2 TL<3 mengkonsumsi zooplankton. Berdasarkan Tabel 6, bahwa ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang diasumsikan tidak mengalami akumulasi biomassa karena data yang digunakan hanya pada tahun 2013 dan tidak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Aliran menuju detritus (flow to detritus) tertinggi adalah fitoplankton dan bentos. Menurut Mohamed et al. (2008) aliran menuju detritus ini terdiri dari apa yang dikeluarkan (makanan yang tidak terasimilasi) dan semua elemen dari grup yang mati karena umur yang sudah tua dan penyakit. Grup yang memiliki nilai net efficiency tertinggi yaitu kepiting dan rajungan. Hal ini menindikasikan pada kedua grup tersebut, makanan yang dimakan lebih efisien dan tidak banyak yang terbuang. Grup pemangsa yang memiliki nilai omnivory index tertinggi yaitu Carangidae dan Cephalopoda. Hal ini sesuai dengan komposisi makanan Carangidae dan Cephalopoda (Lampiran 3) yang terdiri dari berbagai macam grup mangsa dari berbagai tingkat trofik. Ringkasan statistik Total sistem keseluruhan merupakan penjumlahan dari semua aliran di dalam sistem (Ulanowicz 1986). Nilai ini terdiri empat komponen yaitu total konsumsi, total ekspor, total respirasi, dan total aliran menuju detritus. Estimasi total sistem keseluruhan dari ekosistem pesisir kabupaten Tangerang adalah 34850,961 ton

40 28 km -2 tahun -1. Nilai ini lebih besar dibandingkan Laut Arabia sebesar ton km -2 tahun -1 (Mohamed et al. 2008) dan Teluk Bengal sebesar 2628 ton km -2 tahun -1 (Ullah et al. 2012) dan lebih kecil dari Estuari Vellar sebesar ton km - 2 tahun -1 (Murugan et al. 2012). Tingginya nilai total aliran sistem keseluruhan ini masih konsisten dengan ekosistem laut tropis yang memiliki laju turnover yang tinggi (Mohamed et al. 2008). Nilai rata-rata tingkat trofik hasil tangkapan berfungsi sebagai suatu indeks penting untuk melihat tingkat eksploitasi yang bisa berdampak pada predator atau mangsanya. Rata-rata tingkat trofik hasil tangkapan di ekosistem pesisir kabupaten Tangerang adalah 2,778. Nilai tingkat trofik terendah adalah 1 (fitoplankton) dan tertinggi yaitu 4,027 (Tetraodontidae). Rendahnya nilai rata-rata tingkat trofik hasil tangkapan disebabkan oleh hilangnya spesies-spesies yang merupakan predator dan efisiensi transper energi yang pendek didalam jejaring makanan (Ullah et al. 2012). Hal ini menjadi indikasi fishing down the food web, dimana menurut Mohamed et al. (2008) armada penangkapan semakin menargetkan spesies dengan tingkat trofik rendah di dalam rantai makanan. Menurut Mohamed et al. (2008) gross efficiency merupakan rasio antara total hasil tangkapan dan produktivitas primer bersih dalam sistem. Nilai GE akan tinggi pada ekosistem yang memfokuskan pada perikanan yang spesiesnya memiliki nilai TL rendah didalam jejaring makanan, sedangkan nilai GE yang rendah mengindikasikan perikanan yang terkonsentrasi pada spesies-spesies predator. Nilai GE di ekosistem pesisir Tangerang hanya sebesar 0, Hal ini disebabkan secara umum total hasil tangkapan di ekosistem ini memiliki nilai yang sangat kecil yaitu 0,088 ton km -2 tahun -1. Ikan-ikan predator sudah mengalami tangkap lebih sehingga biomassa hasil tangkapannya cenderung rendah. Odum (1969) menggambarkan tingkat kematangan ekosistem melalui 24 atribut. Ekosistem yang matang adalah ekosistem dimana energi yang tersedia seimbang dengan energi yang diperlukan oleh ekosistem tersebut. Pendekatan dengan ecopath ini menyajikan beberapa atribut yang digambarkan oleh Odum (1969). Total produksi primer per respirasi menggambarkan kematangan ekosistem. Ekosistem yang masih berada pada fase pematangan memiliki nilai PP/R lebih dari satu yang artinya produksi lebih tinggi daripada respirasi, sedangkan ekosistem yang sudah matang akan memiliki nilai PP/R mendekati 1 saat energi dalam keadaan seimbang. Nilai produksi primer per respirasi ekosistem pesisir Tangerang sebesar 1,505 yang artinya ekosistem pesisir tangerang sudah terganggu atau sudah mengalami kerusakan. Menurut Odum (1969) nilai produksi primer per respirasi yang melebihi 1 mengindikasikan ekosistem yang telah terpengaruh oleh bahan pencemar. Sistem produksi bersih merupakan pengurangan total produktivitas primer dengan total respirasi. Sistem produksi akan besar untuk sistem yang masih dalam proses pematangan dan mendekati nol untuk sistem yang matang (Mohamed et al. 2008). Nilai sistem produksi bersih ekosistem pesisir kabupaten Tangerang yaitu 3156,835 ton km -2 tahun -1 yang mengindikasikan ekosistem sudah tidak matang lagi tetapi sudah terganggu. Nilai produksi primer per total biomassa juga mengindikaskan kematangan ekosistem. Ekosistem yang masih mengalami proses pematangan akan memiliki nilai produksi lebih besar daripada respirasi, sehingga konsekuensinya akan ada biomassa yang terakumulasi dari waktu ke waktu (Mohamed et al. 2008). Nilai

41 29 produksi primer per total biomassa pada penelitian ini adalah 22,824 ton km -2 tahun -1. Total biomassa mendukung ketersediaan aliran energi didalam suatu ekosistem yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kematangan suatu ekosistem (Odum 1971). Nilai total biomassa per total aliran sistem keseluruhan untuk ekosistem ini adalah 0,012 per tahun. Menurut Christensen et al. (1995) nilai biomassa total per total aliran sistem keseluruhan proporsional dengan kematangan ekosistem, yang mana nilainya akan rendah pada ekosistem yang masih mengalami proses pematangan. Hal ini berarti total biomassa yang ada diekosistem pesisir Kabupaten Tangerang lebih kecil dibandingkan total aliran sistem keseluruhan. Total biomassa merupakan penjumlahan dari semua biomassa termasuk detritus 412,426 ton km -2. Hasil ini lebih besar dibandingkan di Laut Arabia sebesar 136 ton km -2 (Mohamed et al. 2008), di Teluk Bengal 69,241 ton km -2 (Ullah et al. 2012), dan di Estuari Vellar India sebesar 250,397 ton km -2 (Murugan et al. 2012). Hal ini dikarenakan tingginya biomassa bentos yang didapatkan. Menurut Meilana (2014) kandungan bahan organik seperti total organic carbon yang tinggi di pesisir Tangerang menjadi indikasi tingginya biomassa bentos di ekosistem tersebut. Total tangkapan yang terhitung di ekosistem ini yaitu 0,088 ton km -2 tahun -1. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan Laut Arabia yang mempunyai total tangkapan 6,57 ton km -2 tahun -1. Rendahnya biomassa ikan khususnya menjadi salah satu indikasi rendahnya hasil tangkapan di pesisir Tangerang. System omnivory index merupakan rata-rata omnivory index dari semua konsumer. Indeks ini mengukur bagaimana interaksi makan memakan yang terdistribusi diantara tingkat trofik. Nilai system omnivory index pada penelitian ini adalah 0,151. Secara keseluruhan grup biota yang ada di pesisir Tangerang lebih banyak yang bersifat spesialis dalam memilih makanan. Data Pedigree dan Indeks Pedigree Indeks pedigree pada penelitian ini memiliki nilai yang cukup akurat yaitu 0,569. Nilai ini lebih besar dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Mohamed et al. (2008) yang memiliki indeks pedigree 0,521. Menurut Mohamed et al. (2008) semakin mendekati 1 maka data yang digunakan semakin didominasi oleh data-data yang berasal dari data lokal. Rekomendasi pengelolaan Pendekatan dengan menggunakan ecopath ini dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak penangkapan dan dampak perubahan lingkungan yang digunakan sebagai strategi pengelolaan dan konservasi yang telah terbukti menjadi alat yang berguna untuk pengembangan kebijakan perikanan tangkap dan pengelolaan multispesies perikanan tropis (Ullah et al. 2012). Pengelolaan ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang harus memperhatikan aspek perikanan tangkap dan aspek biologi pesisirnya. Secara umum pesisir Kabupaten Tangerang sudah mengalami collaps dalam hal sumber daya perikanannya. Ikan-ikan predator telah mengalami penurunan jumlah dan biomassa serta penurunan ukuran. Hal ini disebabkan karena tingginya aktivitas penangkapan yang menyebabkan biota yang ada telah mengalami overfishing. Berdasarkan model trofik yang didapatkan sumber daya perikanan yang masih bisa di manfaatkan dan di optimalkan yaitu ikan Leiognathidae, Nemipteridae, kepiting dan rajungan, serta udang. Terutama ikan

42 30 Leiognathidae yang keberadaannya sangat melimpah di alam dan pemanfaatannya sangat kurang. Berdasarkan informasi nelayan, ikan yang biasa disebut ikan pepetek ini hanya digunakan untuk pakan bebek. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang rendah karena harganya hanya berkisar Rp Padahal ikan ini dapat diolah menjadi berbagai makanan olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Selain itu, ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang tergolong ekosistem yang sudah tidak matang lagi dikarenakan mengalami kerusakan akibat tingginya kegiatan antropogenik. Masukan bahan pencemar dari berbagai industri serta tumpukan sampah yang berada di sepanjang pesisir tersebut dapat berdampak pada biota yang ada. Biota akan mengalami tekanan lingkungan sehingga energi yang ada lebih digunakan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan dibandingkan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, perlu adanya monitoring dan evaluasi terkait bahan pencemar yang masuk ke perairan dan pengelolaan dari lembaga terkait untuk pengaturan limbah industri maupun sampah yang selama ini menyebabkan pencemaran di ekosistem tersebut.

43 31 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang memiliki biota predator dengan nilai tingkat trofik yang rendah, yang artinya jejaring makanan di ekosistem pesisir tersebut memiliki jejaring makanan yang pendek. Hal ini mengindikasikan rendahnya efisiensi ekologi ekosistem tersebut. Selain itu rendahnya nilai rata-rata tingkat trofik hasil tangkapan mengindikasikan terjadinya fishing down the food web yang menjadi ciri-ciri telah terjadinya overfishing. Ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang merupakan ekosistem yang sudah mengalami perubahan karena faktor antropogenik, yang artinya ekosistem tersebut sudah rusak. Hal ini menjadi informasi untuk rekomendasi pengelolaan ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang baik dilihat dari biota maupun habitatnya. Saran Perlu adanya kajian bioekonomi untuk menunjang pengelolaan agar stok sumber daya tetap berkelanjutan. Selain itu perlunya kajian tingkat trofik di wilayah pesisir lainnya dengan menggunakan pendekatan ecopath.

44 32 DAFTAR PUSTAKA Allen G, Swainston R, Ruse J Marine Fishes of Tropical Australia and South-east Asia : A Field Guide For Anglers and Divers. Singapore (SG) : Periplus Editions (HK) Ltd. [APHA;AWWA;WPCF]. American Public Health Association; American Waters Works Association; Water Pollution Control Federation Standard methods for the examination of water and wastewater 21th. Washington (US):3 42. Ardhito Distribusi horizontal zooplankton di perairan pesisir Kabupaten Tangerang [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ashraful HA Population dynamics of five commercially important marine fishes in north-eastern part of the Bay of Bengal [Tesis]. Chittagong (BD): University of Chittagong. Beddington JR The response of multispecies system to perturbations. In: May R.M. (ed.). Exploitation of Marine Communities. Springer Berlin Heidelberg. Berlin. Bodal Incorporating ecosystem considerations into fisheries management: large-scale industry perspective. In: Sinclair, M., and Valdimarsson, G. (Eds.) Responsible Fisheries in the Marine Ecosystem, Rome, Italy, and Wallingford, UK. FAO and CAB International, pp Christensen V, Walters CJ, Pauly D Ecopath with Ecosim: A User s Guide. Fisheries Center. Univeristy of British Columbia, Vancouver, Canada, and ICLARM, Penang, Malaysia. Christensen V, Walters C Ecopath with Ecosim: methods, capabilities and limitations. Ecol. Model. 172: Christensen V, Pauly D In: Trophic models of aquatic ecosystems. ICLARM Conference Proceedings No. 26. Christensen V, Pauly D Ecopath II a software for balancing steady stat ecosystems models and calculating network characteristics. Ecol. Model 61: Dewi NN Variasi spasial dan temporal struktur komunitas dan biomassa ikan di perairan Pesisir Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dwiponggo A, Hariati T, Banon S, Palomares ML, Pauly D Growth, mortality and recruitment of commercially important fishes and penaeid shrimps in indonesian waters. ICLARM Technical Reports 17. Research Institute for Marine Fisheries, Jakarta, Indonesia and International Center for Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines. [FAO]. Food and Agricultur Organization The living Marine of the western central pasific volume 5 Bony fishes part 3. Edited by Carpenter KE and Niem VH. Rome:FAO. Fetahi T Trophic analysis of Lake Awassa (Ethiopia) using mass-balance ecopath model. [Tesis]. Ethiopia(ET): Addis Ababa University. Frank KT, Petrie B, & Shackell NL The ups and downs of trophic control in continental shelf ecosystems. Trends in Ecology and Evolution, 22(5):

45 Froese R, Pauly D Diet and life history [internet] [diunduh 2015 Mei ]. Tersedia pada : Froese R, Pauly D Klasifikasi ikan [internet] [diunduh 2014 Mei 20]. Tersedia pada : Garrison LP, Link JS Fishing effects on spatial distribution and trophic guild structure of the fish community in the Georges Bank Region. ICES J. of Marine Science. 57: Gallopin GC Structural properties of food webs. In Pattern BC (editor). System analysis and simulation in ecology. Academic Press. London. p Guenette User s guide to the Ecopath with Ecosim model of the Bay of Bengal Large Marine Ecosystem. Bay of Bengal Large Marine Ecosystem Project. Hajisamae S Trophic ecology of bottom fishes assemblage along coastal areas of Thailand. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 82: Haputhantri SSK, Villanueva MCS, Moreau J Trophic interactions in the coastal ecosystem of Sri Lanka: An ECOPATH preliminary approach. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 76: Hollingworth Ecosystem effects of fishing. ICES Journal of Marine Scince 57(3): Huntington T, Khan G, Islam S, Brakel MV, Miller A Towards sustainable coastal and marine fisheries in Bangladesh: initiating a precautionary approach. Report to WorldFish Center, Dhaka, Bangladesh. Indriyanti E Studi ekosistem teluk ekas melalui pendekatan keseimbangan masa. Ilmu kelautan. 10(2): Jaureguizar AJ, Millesi AC Assessing the sources of the fishing down marine food web process in the Argentinean-Uruguayan common fishing zone. Sci. Mar. 72(1): Jennings S, Kaiser MJ, Reynolds JD Marine fisheries ecology. Blackwell Publishing. New York. 417 p. Jones JG A guide to methods for estimating microbial numbers and biomass in fresh water. Freshwater Biological Association, Scientific Publication No. 39. Kennish MJ Ecology of estuaries. Volume II: Biological aspect. CRC Press. Boston. 391 p. Kailola PJ, Thomas GT Trawled Fishes of Southern Indonesia and Northwestern Australia. Canberra (AU): Australian Development Assistance Bureau ; Jakarta (ID): Directorate General of Fisheries ; Eschborn (DE): German Agency for Technical Cooperation. Kartamihardja ES Spektra ukuran biomassa plankton dan potensi pemanfaatannya bagi komunitas ikan di zona limnetik Waduk Ir.H.Djuanda, Jawa Barat[Disertasi]. Bogor(ID):Institut Pertanian Bogor. [Kepmen KP 45] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan estimasi potensi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia. Jakarta(ID): Kepmen KP. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan air tawar Indonesia Bagian Barat. Jakarta (ID). Periplus Editions Limited. 33

46 34 Konishi M, Nakano S, & Iwata T Trophic cascading effects of predatory fish on leaf litter processing in a Japanese stream. Ecological Research, 16: Levin SA. Lubchenco J Resilience, robustness, and marine ecosystem-based management. Bioscience, 58(1): Mahmoud HH, El Haweet AAK, Dimech M Stock Assessment of the alien species brushtooth lizard fish, saurida undosquamis (Richardson 1848) in Egyptian Mediteranian Coast. The egyptian Journal of Aquatic research. 40(4): Meilana L The meiobhentos abundance as bioindicator of tangerang coastal waters [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Mohamed KS, Zacharia PU, Muthiah C, Abdurahimin KP. Nayak TH Trophic modelling of the arabian sea ecosystem off karnataka and simulation of fishery yields. Bull. Cent. Mar. Fish. Res. Inst Moradinasab AA, Kamrani E, Andakhsh M, Aghajanpour M, Raeisi H, Daliri M, Vafadar K Population dynamic of Terapon jarbua (Forsskal, 1775) in the Northern Persian Gulf (Hormozgan Coastal Waters). Oceanography. 5(20). Murugan S, Joseph AP, Khan SA Ecological niche of mugil cephalus an ecopath with ecosim approach in vellar estuary (south east coast of india). International Journal Of Pharma And Bio Sciences. 3(1): Odum EP Dasar-dasar ekologi. (Terjemahan Samingan T & Srigandono B) Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 p. Odum EP Fundamentals of Ecology, 3rd edition. Philadelphia (US). W.B. Saunders Company. Odum EP The strategy of ecosystem development. Science. 104: Palomares MLD, Pauly D Predicting food consumption of fish populations as functions of mortality, food type, morphometrics, temperature and salinity. Mar. Freshwater Res. 49: Pasquaud S, Pillet M, David V, Sautour B, Elie P Determination of fish trophic levels in an estuarine system. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 86: Pauly D, Christensen V, Walters CJ Ecopath with Ecosim : A User s Guide, Fisheries Centre, University of British Columbia. Pauly D, Christensen V, Walters C Ecopath, Ecosim, and Ecospace as tools for evaluating ecosystem impact offisheries. ICES J. Marine Sci. 57: Pauly, D Fishing down marine food webs. Science. 279: Puspasari R Trofodinamik fitoplankton-zooplankton sebagai penentu kelangsungan hidup larva ikan di Laguna Pulau Pari Kepulauan Seribu [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Russ GR, Alcala AC Effect of intense fishing pressure on an assemblage of coral reef fishes. Marine Ecology Progress Series, 56 : Sahidin A Sebaran spasial makrozoobentos dan penggunaannya sebagai bioindikator di perairan pesisir Tangerang Banten [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sparre P. Venema SC Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku E- manual (Edisi Terjemahan). Jakarta(ID): Kerjasama Organisasi Pangan,

47 Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. [TPI Kronjo] Tempat Pelelangan Ikan Data landing dan harga tahun Tangerang (ID): TPI Kronjo. Ulanowicz RE Growth and development: ecosystem phenomenology. New York (US). Springer Verlag. Ullah MH, Nabi MRU, Al Mamun MA Trophic model of the coastal ecosystem of the Bay of Bengal using mass balance Ecopath model. Ecological Modelling. 225 (2012): Umaly RC, Cuvin MALA Limnology. Manila (PH). National Book Store Publisher. Widodo J, Suadi Pengelolaan sumber daya perikanan laut. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 252 p. Wulandari DY Struktur komunitas fitoplankton dan tingkat kesuburan perairan pesisir Tangerang [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Yamaji I Illustration of the marine plankton of Japan. Osaka (JP): Hoikusha Publishin.Co.Ltd. Zahid A, Simanjuntak CPH, Rahardjo MF, Sulistiono Iktiofauna Ekosistem Estuari Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 11(1):

48 36 LAMPIRAN Lampiran 1 Nilai konsumsi per biomassa setiap grup Famili Jenis ikan Q/B Famili Synodontidae Saurida undosquamis 11,6 b Famili Cluipeidae Sardinella gibbosa 36,5 a Dussumieria elopsoides 38,7 a Anodontostoma chacunda 47,5 a Hilsa kelee 43,7 b Chirocentrus dorab 7,7 b Famili Engraulidae Thryssa hamiltonii 38,9 a Encrasicholina devisi 81,9 a Stolephorus indicus 49,9 a Famili Pristigasteridae Pellona ditchela 25,2 b Ilisha elongata 9,0 b Famili Mugilidae Moolgarda engeli 32,8 Famili Ambassidae Ambassis vachellii 58,3 b Ambassis miops 57,5 b Famili Apogonidae Ostorhinchus fasciatus 20,7 a Apogon brevicaudatus 35,1 b Famili Caesionidae Caesio cuning 7,5 b Famili Carangidae Parastromateus niger 9,3 b Carangoides malabaricus 11,4 b Scomberoides tol 17,1 a Selaroides leptolepis 16,3 a Alepes kleinii 34,4 a Alectis indica 5,7 b Megalaspis cordyla 10,6 b Famili Drepanidae Drepane punctata 7,5 b Famili Gobiidae Karsten totoyensis 37,0 b Famili Haemulidae Pomadasys argenteus 6,4 b Famili Lactariidae Lactarius lactarius 22,9 a Famili Leiognathidae Secutor insidiator/ruconius 41,6 a Leiognathus equulus 23,5 a Photopectoralis bindus 50,8 b Eubleekeria splendens 64,1 a Famili Lutjanidae Lutjanus argentimaculatus 5,5 b Lutjanus russellii 8,3 b Famili Menidae Mene maculata 11,4 b Famili Mullidae Upeneus sulphureus 30,2 a Famili Nemipteridae Nemipterus japonicus 32,9 a

49 37 Famili Jenis ikan Q/B Famili Polynemidae Eleutheronema tetradactylum 4,4 b Famili Scatopagidae Scatophagus argus 22,2 a Famili Scianidae Aspericorvina jubata 18 b Argyrosomus amoyensis 10,3 b Argyrosomus sp. 10,3 b Johnius belangerii 10,7 a Famili Serranidae Epinephelus areolatus 9 a Famili Scombridae Rastrelliger brachysoma 14,2 b Rastrelliger kanagurta 15,2 b Scomberomorus commerson 32 a Famili Siginidae Siganus javus 29,7 b Famili Sillaginidae Sillago sihama 32,6 a Famili Sphyraenidae Sphyraena jello 11 a Famili Stromatidae Pampus argenteus Famili Therapontidae Terapon theraps 11,9 b Terapon jarbua 9,6 a Famili Trichiuridae Trichiurus lepturus 8,7 b Famili Cynoglossidae Cynoglossus abbreviatus 11 b Famili Psettodidae Psettodes erumei 9,1 a Famili Platycephalidae Platycephalus indicus 5,5 a Famili Tetraodontidae Lagocephalus inermis 8,7 a Famili Triacanthidae Triacanthus biaculeatus 49,9 a Famili Ariidae Hexanematichthys sagor 9,5 b Arius maculatus 7,3 b Cephalopoda 36,5 c Kepiting dan rajungan 8,5 Udang 19,2 d Bentos 27,4 e Zooplankton 300 c a Penelitian ini; b Froese dan Pauly (2015); c Mohamed et al. (2008); d Ullah et al. (2012); e Indriyanti (2005) Lampiran 2 Nilai produksi per biomassa setiap grup Famili jenis ikan P/B Famili Synodontidae Saurida undosquamis 0,938 a Famili Cluipeidae Sardinella gibbosa 10,37 b Famili Engraulidae Thryssa hamiltonii 5,77 c Famili Pristigasteridae Pellona ditchela 1,38 d Ilisha elongata 0,54 d Famili Mugilidae Moolgarda engeli 1,57 b Famili Ambassidae Ambassis vachellii 3,37 d Ambassis miops 2,4 d Famili Apogonidae Ostorhinchus fasciatus 2,75 d 6 a

50 38 Famili Caesionidae Famili Carangidae Famili Drepanidae Famili Gobiidae Famili Haemulidae Famili Lactariidae Famili Leiognathidae Famili Lutjanidae Famili Mullidae Famili Nemipteridae Famili Polynemidae Famili Scatopagidae Famili Scianidae Famili Jenis ikan Q/B Apogon brevicaudatus Caesio cuning Parastromateus niger Carangoides malabaricus Scomberoides tol Selaroides leptolepis Megalaspis cordyla Drepane punctata Karsten totoyensis Pomadasys argenteus Lactarius lactarius Secutor ruconius Photopectoralis bindus Lutjanus russellii Upeneus sulphureus Nemipterus japonicus Eleutheronema tetradactylum Scatophagus argus Aspericorvina jubata 1,53 d 0,88 b 2,50 e 2,40 b 4,84 c 5,80 b 1,81 b 0,47 4,17 d 1,32 f 1,64 g 4,77 c 5,78 c 1,57 b 2,56 b 5,04 c 0,68 b 2,15 d 8,36 b Famili Serranidae Epinephelus areolatus 3,80 b Famili Scombridae Rastrelliger kanagurta 6,24 c Famili Siginidae Siganus javus 2,10 h Famili Sillaginidae Sillago sihama 2,10 b Famili Sphyraenidae Sphyraena jello 0,70 b Famili Stromatidae Pampus argenteus 1,27 b Famili Therapontidae Terapon jarbua 1,69 j Famili Trichiuridae Trichiurus lepturus 2,66 b Famili Cynoglossidae Cynoglossus abbreviatus 1,20 g Famili Psettodidae Psettodes erumei 3,94 b Famili Platycephalidae Platycephalus indicus 2,95 b Famili Tetraodontidae Lagocephalus inermis 0,91 d Famili Triacanthidae Triacanthus biaculeatus 0,42 d Famili Ariidae Hexanematichthys sagor 2,50 d Cephalopoda Crabs Shrimp Bentos Zooplankton 4,87 f 6,42 c 6,68 c 6,57 c 119,7 l Fitoplankton 1959 m a Mahmoud et al. 2013; b Fishbase (2015) dan penelitian ini; c Mohamed et al. (2008); d Fishbase (2015); e Dwiponggo et al. (1998); f Indriyant (2005); g Haputhantri et al. (2008); h FAO (2001); i Fishbase (2015) dan Ashraful (1998); j Moradinasab et al. (2014); k Guesstimate; l Ullah et al. (2012); m Penelitian ini.

51 39 Lampiran 3 Matriks komposisi makanan model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang No Prey \ predator Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 0, Clupeidae 7 Cynoglossidae 8 Drepanidae 9 Engraulidae 0, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 13 Leiognathidae 0,3946 0,0210 0,1990 0,0002 0,1673 0,6000 0,9800 0,3500 0, Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae 0, Nemipteridae 0, Platycephalidae 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae 23 Scatophagidae

52 40 No Prey \ predator Scianidae 0, Scombridae 26 Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 32 Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 36 Cephalopoda 0,0576 0, Kepiting dan Rajungan 0,0000 0, Udang 0, Bentos 0,9950 0,1691 0, ,0583 0, ,3990 0,5000 1,0000 0,5000 0, ,8500 0,6500 0, Zooplankton 0,0005 0,0050 0,0800 0,0005 0, Fitoplankton 0,4360 0,5353 0,8930 0,7530 0,0200 0, , Detritus 0,0050 0,0270 0,0519 0,5 0 0,05 0 0, Import 0, Sum (1 - Sum)

53 41 Lampiran 3 Matriks komposisi makanan model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) No Prey \ predator Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 0, Clupeidae 0, Cynoglossidae 0, Drepanidae 9 Engraulidae 0,0500 0, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 0, Leiognathidae 1,0000 0,3950 0,5000 0,2667 0,6500 0,623 0, Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae 0, Nemipteridae 0, Platycephalidae 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae

54 42 No Prey \ predator Scatophagidae 24 Scianidae 0, Scombridae 0,0002 0, Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 0, Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 0,1 36 Cephalopoda 0,0050 0,0297 0,2 0, Kepiting dan Rajungan 0,85 0, Udang 0,1 0,0198 0,001 0,1349 0,208 0,3 39 Bentos 0,4 0,0126 0,5 0,0307 0,334 0,150 0,6230 0,9000 0,3384 0,668 0, Zooplankton 0,0050 0, ,0500 0,0020 0, Fitoplankton 0,5950 0,8520 0, ,5 0,3420 0,1000 0, , Detritus 0 0,0303 0,5280 0,0001 0,032 0, Import 0 44 Sum (1 - Sum)

55 43 Lampiran 4 Prey overlap model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang No Grup Ambassidae 1,00 2 Apogonidae 0,25 1,00 3 Ariidae 1,00 0,26 1,00 4 Caesionidae 1,00 0,25 1,00 1,00 5 Carangidae 0,09 0,90 0,10 0,09 1,00 6 Clupeidae 0,11 0,69 0,11 0,11 0,84 1,00 7 Cynoglossidae 1,00 0,25 1,00 1,00 0,09 0,11 1,00 8 Drepanidae 1,00 0,25 1,00 1,00 0,09 0,11 1,00 1,00 9 Engraulidae 0,81 0,00 0,93 0,95 1,00 10 Gobiidae 1,00 0,25 1,00 1,00 0,09 0,11 1,00 1,00 1,00 11 Haemulidae 0,53 0,68 0,55 0,53 0,33 0,06 0,53 0,53 0,18 0,53 1,00 12 Lactariidae 0,59 0,02 0,00 0,32 0,02 0,23 0,79 1,00 13 Leiognathidae 0,67 0,69 0,68 0,67 0,71 0,76 0,67 0,67 0,68 0,67 0,39 0,01 1,00 14 Lutjanidae 1,00 0,25 1,00 1,00 0,09 0,11 1,00 1,00 1,00 0,53 0,67 1,00 15 Menidae 0,67 0,69 0,68 0,67 0,71 0,76 0,67 0,67 0,68 0,67 0,39 0,01 1,00 0,67 1,00 16 Mugilidae 0,67 0,19 0,70 0,67 0,13 0,08 0,67 0,67 0,67 0,39 0,50 0,67 0,50 1,00 17 Mullidae 1,00 0,25 1,00 1,00 0,09 0,11 1,00 1,00 0,00 1,00 0,53 0,67 1,00 0,67 0,67 1,00 18 Nemipteridae 0,99 0,26 0,99 0,99 0,10 0,11 0,99 0,99 0,99 0,55 0,69 0,99 0,69 0,73 0,99 1,00 19 Platycephalidae 0,84 0,54 0,86 0,84 0,24 0,10 0,84 0,84 0,10 0,84 0,88 0,46 0,62 0,84 0,62 0,62 0,84 0,87 1,00 20 Polynemidae 0,99 0,25 1,00 0,99 0,09 0,11 0,99 0,99 0,00 0,99 0,54 0,00 0,68 0,99 0,68 0,68 0,99 0,99 0,86 1,00 21 Pristigasteridae 1,00 0,25 1,00 1,00 0,09 0,11 1,00 1,00 1,00 0,53 0,67 1,00 0,67 0,67 1,00 0,99 0,84 0,99 22 Psettodidae 0,57 0,02 0,30 0,00 0,21 0,79 1,00 0,45 0,00

56 44 No Grup Scatophagidae 0,94 0,01 0,94 0,81 0,93 0,46 0,54 0,59 0,59 0,00 0,26 0,00 24 Scianidae 0,56 0,67 0,59 0,56 0,34 0,07 0,56 0,56 0,16 0,56 0,98 0,71 0,43 0,56 0,43 0,43 0,56 0,59 0,90 0,58 25 Scombridae 0,01 0,68 0,02 0,01 0,86 0,99 0,01 0,01 0,96 0,01 0,01 0,02 0,70 0,01 0,70 0,03 0,01 0,02 0,01 0,01 26 Serranidae 0,86 0,01 0,94 0,92 0,99 0,28 0,35 0,66 0,66 0,16 0,00 27 Siginidae 0,63 0,80 0,99 0,94 0,02 0,67 0,67 28 Sillaginidae 0,67 0,69 0,68 0,67 0,71 0,76 0,67 0,67 0,68 0,67 0,39 0,01 1,00 0,67 1,00 0,50 0,67 0,69 0,62 0,68 29 Sphyraenidae 0,59 0,02 0,31 0,00 0,20 0,77 0,88 0,44 0,00 30 Stromatidae 0,05 0,40 0,07 0,04 0,58 0,51 0,04 0,04 0,52 0,04 0,03 0,01 0,41 0,04 0,41 0,62 0,04 0,09 0,04 0,05 31 Synodontidae 0,45 0,69 0,47 0,45 0,34 0,05 0,45 0,45 0,19 0,45 0,99 0,84 0,33 0,45 0,33 0,33 0,45 0,46 0,83 0,46 32 Tetraodontidae 0,17 0,05 0,17 0,17 0,02 0,02 0,17 0,17 0,17 0,09 0,12 0,17 0,12 0,12 0,17 0,17 0,15 0,25 33 Terapontidae 0,82 0,56 0,84 0,82 0,26 0,09 0,82 0,82 0,11 0,82 0,90 0,49 0,61 0,82 0,61 0,61 0,82 0,84 1,00 0,83 34 Triachantidae 0,99 0,33 0,99 0,99 0,18 0,22 0,99 0,99 0,11 0,99 0,54 0,00 0,76 0,99 0,76 0,68 0,99 0,99 0,86 0,99 35 Trichiuridae 0,53 0,18 0,54 0,53 0,15 0,06 0,53 0,53 0,53 0,34 0,43 0,53 0,43 0,43 0,53 0,57 0,53 0,56 36 Cephalopoda 0,56 0,78 0,67 0,70 0,01 0,53 0,53 0,00 37 Kepiting dan Rajungan 0,87 0,25 0,88 0,87 0,13 0,10 0,87 0,87 0,87 0,50 0,64 0,87 0,64 0,67 0,87 0,90 0,80 0,89 38 Udang 0,95 0,26 0,97 0,95 0,12 0,11 0,95 0,95 0,01 0,95 0,53 0,00 0,68 0,95 0,68 0,85 0,95 0,98 0,85 0,96 39 Bentos 0,01 0,03 0,08 0,67 0,06 0,00 40 Zooplankton 0,63 0,80 0,99 0,94 0,02 0,67 0,67 41 Fitoplankton

57 45 Lampiran 4 Prey overlap model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) No Grup Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 6 Clupeidae 7 Cynoglossidae 8 Drepanidae 9 Engraulidae 10 Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 13 Leiognathidae 14 Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae 18 Nemipteridae 19 Platycephalidae 20 Polynemidae 21 Pristigasteridae 1,00 22 Psettodidae 1,00

58 46 No Grup Scatophagidae 0,52 1,00 24 Scianidae 0,56 0,70 0,42 1,00 25 Scombridae 0,01 0,82 0,01 1,00 26 Serranidae 0,33 0,97 0,26 0,93 1,00 27 Siginidae 0,79 0,98 0,91 1,00 28 Sillaginidae 0,67 0,59 0,43 0,70 0,66 0,67 1,00 29 Sphyraenidae 0,87 0,51 0,71 0,31 1,00 30 Stromatidae 0,04 0,45 0,03 0,54 0,50 0,49 0,41 1,00 31 Synodontidae 0,45 0,83 0,49 0,97 0,01 0,30 0,33 0,81 0,02 1,00 32 Tetraodontidae 0,17 0,10 0,00 0,12 0,01 0,08 1,00 33 Terapontidae 0,82 0,49 0,29 0,92 0,01 0,18 0,61 0,48 0,04 0,86 0,15 1,00 34 Triachantidae 0,99 0,09 0,58 0,12 0,10 0,11 0,76 0,10 0,46 0,17 0,83 1,00 35 Trichiuridae 0,53 0,00 0,43 0,01 0,43 0,06 0,29 0,10 0,52 0,55 1,00 36 Cephalopoda 0,62 0,06 0,70 0,68 0,63 0,53 0,44 0,00 0,04 0,07 0,14 1,00 37 Kepiting dan Rajungan 0,87 0,62 0,01 0,64 0,09 0,43 0,16 0,78 0,89 0,65 0,16 1,00 38 Udang 0,95 0,00 0,58 0,03 0,00 0,00 0,68 0,24 0,45 0,17 0,83 0,96 0,57 0,00 0,89 1,00 39 Bentos 0,03 0,75 0,00 0,04 0,23 1,00 40 Zooplankton 0,79 0,98 0,91 1,00 0,67 0,49 0,11 0,63 0,00 1,00 41 Fitoplankton

59 47 Lampiran 5 Predator overlap model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang No Grup Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 1 0,0035 0,0068 0,0191 0,0001 0, Clupeidae 1 0, Cynoglossidae 1 1,0000 0,0117 0,9871 0, Drepanidae 9 Engraulidae 0,0035 0, , ,0027 0,9568 0, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 1 1 0,0117 0,9871 0, Leiognathidae 0,0068 0,0117 0,0010 0, ,0174 0,0000 0, Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae 0,0191 0,9871 0,0027 0,9871 0, E-05 0, Nemipteridae 0,0001 0,9568 0,0000 6E , Platycephalidae 0,1582 0,0841 0,0221 0,0841 0,0422 0,2032 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae 23 Scatophagidae

60 48 No Grup Scianidae 0,0010 0,0001 0,1590 0, ,17E-06 0, Scombridae 0,9574 0, Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 1 0, , , Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 0, Cephalopoda 0,5295 0,7259 0,0137 0,0301 0,6794 0, Kepiting dan Rajungan 0,0142 0,0000 0, Udang 0,0168 1,89E-05 0,1498 2E-05 0,0015 0,0013 0,1513 0, Bentos 0,0032 0,0004 0, ,0001 5E-04 0,0013 0,0006 0,0000 0, Zooplankton 0,0001 0,0119 0,0027 0,3544 0,0001 0,0000 0, Fitoplankton 0,0021 0,0402 0,0442 0,0699 0,0016 0,0340 0,0131

61 49 Lampiran 5 Predator overlap model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) No Grup Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae Clupeidae Cynoglossidae 1.89E Drepanidae 9 Engraulidae Gobiidae Haemulidae Lactariidae Leiognathidae Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae Nemipteridae Platycephalidae Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae

62 50 No Grup Scatophagidae 24 Scianidae E-05 6E-06 4E-06 8E Scombridae E-01 6E-05 0E+00 3E Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae E Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae Cephalopoda Kepiting dan Rajungan Udang E Bentos Zooplankton Fitoplankton

63 51 Lampiran 6 Electivity model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang No Prey \ predator Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 0, Clupeidae 7 Cynoglossidae 8 Drepanidae 9 Engraulidae 0, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 13 Leiognathidae 0,9950 0,9968 0,5437-0,9814-0,3002 0,9935 0,9999 0,9999-0, Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae -0, Nemipteridae -0, Platycephalidae 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae

64 52 No Prey \ predator Scatophagidae 24 Scianidae -0, Scombridae 26 Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 32 Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 36 Cephalopoda 0,9237 0, Kepiting dan Rajungan 0, Udang 0, Bentos 0,9972-0,9657 0,3336-0,998-0,9896-0,9486-0,3460-0,3460 0,5664-0,2770 0,9679-0,8462-0, Zooplankton 0,1241 0,9949 0,9990 0,6879 0, Fitoplankton 0,6139-0,1165 0, ,6367-0,8565 0,9994 0, Detritus 0,4008-0,2319-0, ,9957 0,9294-0,9946

65 53 Lampiran 6 Electivity model trofik ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) No Prey \ predator Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 0, Clupeidae 0, Cynoglossidae -0, Drepanidae 9 Engraulidae 0,6400 0, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 0, Leiognathidae 0,8910 0,9842 0,9876 0,4439 0,7629 0, Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae -0, Nemipteridae 0, Platycephalidae 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae

66 54 No Prey \ predator Scatophagidae 24 Scianidae 0, Scombridae -0,6780 0, Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 0, Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 0, Cephalopoda 0,4803 0,4490 0,8848 0, Kepiting dan Rajungan 0,9997-0, Udang 0,8601-0,730-0,9677-0,1392 0,5435 0, Bentos -0, , , , , , , , , , , Zooplankton 0, , , , , Fitoplankton 0, , , , , , , , Detritus -0, ,9387-0, ,8822 1

67 55 Lampiran 7 Laju predasi di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang No Prey \ predator Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 0, Clupeidae 7 Cynoglossidae 8 Drepanidae 9 Engraulidae 0, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 13 Leiognathidae 0,1166 0,0016 0,1155 9,42E-05 0,9377 0,0484 0,5210 0,0264 4,17E Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae 0, Nemipteridae 0, Platycephalidae 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae

68 56 No Prey \ predator Scatophagidae 24 Scianidae 0, Scombridae 26 Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 32 Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 36 Cephalopoda 0,5770 0, Kepiting dan Rajungan 0, Udang 0, Bentos 0,0025 5,47E-05 7,96E-05 0, ,70E-05 5,24E-05 0, ,18E-05 0, ,53E-05 0, ,10E-05 6,04E-05 0, ,0060 0, ,38E-05 6,96E Zooplankton 0,0459 0, ,043 0,0064 0, Fitoplankton 0,0118 0,0286 0,0388 0,3896 0,0009 2,0772 0,0051

69 57 Lampiran 8 Laju predasi di ekosistem pesisir Kabupaten Tangerang (Lanjutan) No Prey \ predator Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 2, Clupeidae 4,230 7 Cynoglossidae 0, Drepanidae 9 Engraulidae 0,5808 2, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 0, Leiognathidae 1,9947 0,0573 0,2028 0,0075 0,4625 0,0342 0, Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae 0, Nemipteridae 0, Platycephalidae 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae

70 58 No Prey \ predator Scatophagidae 24 Scianidae 5, Scombridae 0,0142 3, Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 0, Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 1, Cephalopoda 0, ,2621 1,1268 1, Kepiting dan Rajungan 3,0435 0, Udang 0,0658 0,0164 8,91E-05 0,0714 0,7148 4, Bentos 0,0012 0,0001 1,58E-05 5,22E-05 1,72E-05 2,01E-05 0,0006 0,0002 7,46E-05 0,0001 0,0069 0, Zooplankton 0,1149 0,9065 4,05 0, , Fitoplankton 0,0079 0,0900 0,0019 0,0105 0,0044 0,0161 0,0006 0,0761 0,0043 0,1748

71 59 Lampiran 9 Estimasi konsumsi dari setiap grup (ton km -2 tahun -1 ) No Prey \ predator Ambassidae 2 Apogonidae 3 Ariidae 4 Caesionidae 5 Carangidae 0, Clupeidae 7 Cynoglossidae 8 Drepanidae 9 Engraulidae 0, Gobiidae 11 Haemulidae 12 Lactariidae 13 Leiognathidae 0,0517 0,0007 0,0512 4,18E-05 0,4160 0,0000 0,0215 0,2312 0,0117 0, Lutjanidae 15 Menidae 16 Mugilidae 17 Mullidae 5,15E Nemipteridae 5,15E Platycephalidae 0, Polynemidae 21 Pristigasteridae 22 Psettodidae

72 60 No Prey \ predator Scatophagidae 24 Scianidae 0, Scombridae 26 Serranidae 27 Siginidae 28 Sillaginidae 29 Sphyraenidae 30 Stromatidae 31 Synodontidae 32 Tetraodontidae 33 Terapontidae 34 Triachantidae 35 Trichiuridae 36 Cephalopoda 0,0148 0, Kepiting dan Rajungan 0, Udang 0, Bentos 1,0197 0,0222 0, ,1463 0,0150 0,0212 0,0737 0,0210 0,1776 0,0143 9,9817 0,0207 0,0245 1,1595 2,4673 5,4391 0,0218 0, Zooplankton 0,0001 0,0010 0,1989 1,79E-05 0, Fitoplankton 0,0572 0,1378 0,1866 1,8724 0,0047 9,9817 0, Detritus 0,0051 0, ,0134 1,1595 0,3199 4,31E Import 0, Sum 1,0248 0,1311 0, ,1463 0,2575 0,2089 0,0737 0,0210 2,4873 0,1776 0,0358 0, ,9635 0,0207 0,0490 2,3190 2,4686 6,3989 0,0336 0,0308

73 61 Lampiran 8 Estimasi konsumsi dari setiap grup (ton km -2 tahun -1 ) (Lanjutan) No Prey \ predator Ambassidae 0, Apogonidae 0, Ariidae 0, Caesionidae 0, Carangidae 0, , Clupeidae 0, , Cynoglossidae 2,19E- 05 0, Drepanidae 0, Engraulidae 0, ,1126 0, Gobiidae 0, Haemulidae 0, Lactariidae 0,0002 0, Leiognathidae 0, , , , , ,0152 0, , Lutjanidae 0, Menidae 0, Mugilidae 0, Mullidae 0,0004 0, Nemipteridae 0,106 2, Platycephalidae 8,28E- 05 0, Polynemidae 0, Pristigasteridae 0, Psettodidae 0,5558

74 62 No Prey \ predator Scatophagidae 0, Scianidae 0,0789 0, Scombridae 0, Serranidae 0, Siginidae 0, Sillaginidae 0, Sphyraenidae 0, Stromatidae 0, Synodontidae 0,0003 0, Tetraodontidae 0, Terapontidae 0, Triachantidae 0, Trichiuridae 0,0316 0, Cephalopoda 0,0003 0,0067 0,029 0,0422 0, Kepiting dan Rajungan 0, ,1605 1, ,0222 2,48 38 Udang 0,018 0, ,0195 0,1954 1,258 1, Bentos 0, ,072 0,0064 0,0212 0,007 0,0081 0,265 0,1179 0,0302 0,049 2,8011 4, Zooplankton 0,0003 0,0025 0,0113 0,0004 0,0525 0, Fitoplankton 0,0383 0,4325 0,0092 0,0505 0,0212 0,0776 0,0034 0,3658 0, Detritus 0,0154 0, ,1342 1, Import 44 Sum 0,5147 0,885 0,0644 0,18 0,5076 0,0126 0,0505 0,0424 0,3157 0,2268 0,0244 1, ,189 0,034 0,145 0,938 4,1933 5, , ,22 0,8 4 0, , , ,3 9

75 63 Lampiran 10 Data pedigree dari parameter biomassa, P/B, Q/B, komposisi makanan, dan produksi hasil tangkapan per luasan area Grup Biomassa P/B Q/B Ambassidae Apogonidae Ariidae Caesionidae Carangidae Clupeidae Cynoglossidae Drepanidae Engraulidae Gobiidae Haemulidae Lactariidae Leiognathidae Lutjanidae Menidae Mugilidae Mullidae Nemipteridae Platycephalidae Polynemidae Pristigasteridae Psettodidae Scatophagidae Scianidae Scombridae Serranidae Siginidae Sillaginidae Sphyraenidae Stromatidae Synodontidae Tetraodontidae Terapontidae Triachantidae Trichiuridae Cephalopoda Kepiting dan Rajungan Udang Komposisi makanan Produksi hasil tangkapan per luasan area

76 64 Lampiran 9 Data pedigree dari parameter biomassa, P/B, Q/B, komposisi makanan, dan Produksi hasil tangkapan per luasan area (Lanjutan) Grup Biomassa P/B Q/B Bentos Zooplankton Fitoplankton Detritus Komposisi makanan Produksi hasil tangkapan per luasan area Legenda Biomassa Indeks Sampling/locally, high precision 1 Sampling/locally/,low precision 0,7 Approximate or indirect method 0,4 Guesstimate 0 From other model 0 Estimated by ecopath 0 Legenda P/B dan Q/B Indeks Same spesies,same system, high precision 1 Same species, similar system, high precision 0,8 Similar species, same system, low precision 0,7 Similar species,similar system, low precision 0,6 Empirical relationship 0,5 From other model 0,2 Guesstimate 0,1 Estimated by ecopath 0 Legenda komposisi makanan Indeks Stomach content 1 From other model/literatur 0,5 Legenda hasil tangkapan (catch) National statistic 0,5

77 65 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nina Nurmalia Dewi. Lahir di Subang, 23 September Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Wati Rosmawati dan Slamet Tova. Penulis mulai mengikuti pendidikan di sekolah dasar di SDN CISALAK 3 lulus pada tahun Melanjutkan di SMPN 1 CISALAK lulus pada tahun 2007 dan dilanjutkan sekolah di SMAN 1 SUBANG lulus pada tahun Penulis lulus menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berkesempatan melanjutkan studi Magister melalui program Sinergi S1-S2 pada tahun 2014 pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan akademik diluar perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten mata kuliah Avertebrata Air pada tahun 2012, Asisten Ikhtiologi Fungsional pada tahun 2013, Asisten Fisiologi Hewan Air pada tahun 2013 dan 2014, Asisten Metode Kuantitatif pada tahun 2013, Asisten Kualitas Air pada tahun 2013, dan Asisten Pengkajian Stok Ikan pada tahun Selain itu penulis aktif mengikuti seminar maupun berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Sebagai tugas akhir, penulis melaksanakan penelitian dan menyusun sebuah tesis dengan judul Model Trofik Ekosistem Pesisir Kabupaten Tangerang Melalui Pendekatan Keseimbangan Massa Model Ecopath.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di tumbuhi mangrove pada bulan Februari 2013. Analisis organ pencernaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011-April 2012 yang meliputi survei, pengambilan data dan analisis di laboratorium. Pengambilan data dilakukan pada

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN PLANKTON DI PERAIRAN PULAU GUSUNG KEPULAUAN SELAYAR SULAWESI SELATAN SKRIPSI. Oleh: ABDULLAH AFIF

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN PLANKTON DI PERAIRAN PULAU GUSUNG KEPULAUAN SELAYAR SULAWESI SELATAN SKRIPSI. Oleh: ABDULLAH AFIF KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN PLANKTON DI PERAIRAN PULAU GUSUNG KEPULAUAN SELAYAR SULAWESI SELATAN SKRIPSI Oleh: ABDULLAH AFIF 26020110110031 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT PENANGKAPAN JARING INSANG SATU LEMBAR (GILLNET) DAN TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET) DI PERAIRAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI IKHWANUL CHAIR NAWAR 090302056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN 123 8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN Interaksi trofik merupakan salah satu kunci untuk mengetahui peran ekologis suatu populasi atau spesies di dalam ekosistem.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Gambar 3). 3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Penelitian spektra ukuran biomassa plankton dan potensi pemanfaatannya bagi komunitas ikan di zona limnetik waduk Djuanda meliputi sub kegiatan sebagai berikut:

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI RURI PERWITA SARI 090302004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara.

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan

Lebih terperinci

INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON AMIRUDDIN

INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON AMIRUDDIN INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON AMIRUDDIN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 19-23 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN

Lebih terperinci

MAKALAH. Jaring-Jaring Makanan di Laut. Tugas Mata kuliah Dasar Akuakultur. Dosen Pendamping : Soko Nuswantoro, S.Pi, M.Si.

MAKALAH. Jaring-Jaring Makanan di Laut. Tugas Mata kuliah Dasar Akuakultur. Dosen Pendamping : Soko Nuswantoro, S.Pi, M.Si. MAKALAH Jaring-Jaring Makanan di Laut Tugas Mata kuliah Dasar Akuakultur Dosen Pendamping : Soko Nuswantoro, S.Pi, M.Si Disusun Oleh : M Ilham Nadzir S ( 175080400111033 ) JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL BIOMASSA KOMUNITAS IKAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG, BANTEN

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL BIOMASSA KOMUNITAS IKAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG, BANTEN Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm. 39-55, Juni 2016 VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL BIOMASSA KOMUNITAS IKAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG, BANTEN SPATIAL AND TEMPORAL

Lebih terperinci

MODEL DINAMIK RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE DI LAGUNA TASILAHA ABSTRAK

MODEL DINAMIK RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE DI LAGUNA TASILAHA ABSTRAK Media Litbang Sulteng 2 (2) : 110 120, Desember 2009 ISSN : 1979-5971 MODEL DINAMIK RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE DI LAGUNA TASILAHA Oleh : Abd. Hamid Noer (1) ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT

KANDUNGAN LOGAM BERAT KANDUNGAN LOGAM BERAT Cu, Zn, DAN Pb DALAM AIR, IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DALAM KERAMBA JARING APUNG, WADUK SAGULING SHITA FEMALA SHINDU DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Interaksi Dalam Perikanan Multijenis

Interaksi Dalam Perikanan Multijenis Interaksi Dalam Perikanan Multijenis Perikanan yang dikelolah dalam model sepsis tunggal hanya mempertimbangkan dinamika populasi ikan yang dikelolah saja (misalnya perikanan udang saja, perikana tuna

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: JENJANG TROFIK IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL YANG DOMINAN TERTANGKAP DI PERAIRAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR Tenriware 1), Nur Fitriayu Mandasari 2), Sari Rahayu Rahman 3) 1) Staf Pengajar PS. Budidaya Perairan

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS DAN TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) HASIL TANGKAPAN BAGAN DI PERAIRAN DESA OHOILILIR, KABUPATEN MALUKU TENGGARA

KOMPOSISI JENIS DAN TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) HASIL TANGKAPAN BAGAN DI PERAIRAN DESA OHOILILIR, KABUPATEN MALUKU TENGGARA KOMPOSISI JENIS DAN TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) HASIL TANGKAPAN BAGAN DI PERAIRAN DESA OHOILILIR, KABUPATEN MALUKU TENGGARA Species Composition and Trophic Level Of Lift Net Catch in Ohoililir Village

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan,

Lebih terperinci

6. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL BERDASARKAN METODE SWEPT AREA

6. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL BERDASARKAN METODE SWEPT AREA 6. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL BERDASARKAN METODE SWEPT AREA Pendahuluan Laut Cina Selatan merupakan suatu area yang memiliki keanekaragaman biologi yang penting. Perairan ini merupakan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan Rantai Makanan Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi dari suatu mahluk hidup ke mahluk hidup lain dalam proses makan dan dimakan dengan satu arah. Tiap tingkatan dari rantai makanan disebut

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Morotai bagian selatan, Maluku Utara (Gambar 1) pada Bulan September 2012 dengan Kapal Riset Baruna Jaya

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

PLANKTONOLOGI. Ir. I Wayan Restu, M.Si

PLANKTONOLOGI. Ir. I Wayan Restu, M.Si PLANKTONOLOGI Oleh: Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP Endang Wulandari W, S.Pi, MP Ir. I Wayan Restu, M.Si Planktonologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan plankton. Istilah plankton pertama kali

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

Randy Aditya, Paulus Taru dan Adnan

Randy Aditya, Paulus Taru dan Adnan STUDI HASIL TANGKAPAN BELAT (Set Net) DAN KETAHANAN BELAT (Set Net) TERHADAP PENGARUH ARUS DAN GELOMBANG DI PERAIRAN TJ. LIMAU KOTA BONTANG (Catches and Resistance Study of Set Net toward Currents and

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

STUD1 KEBIASAAN MAKANAN XKAN TERBANG (Hirundichthys oxycephalus, Bleeker, 1852) DI LAUT FLORES PADA WAKTU PENANGKAPAN YANG BERBEDA

STUD1 KEBIASAAN MAKANAN XKAN TERBANG (Hirundichthys oxycephalus, Bleeker, 1852) DI LAUT FLORES PADA WAKTU PENANGKAPAN YANG BERBEDA STUD1 KEBIASAAN MAKANAN XKAN TERBANG (Hirundichthys oxycephalus, Bleeker, 1852) DI LAUT FLORES PADA WAKTU PENANGKAPAN YANG BERBEDA SIT1 MAHYASHOPA C24103039 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMSERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci