STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR"

Transkripsi

1 STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Dumasari Siregar NIM F ii

3 ABSTRACT DUMASARI SIREGAR. Strategy of Quality and Safety Improvement for Passion-Fruit Processed Product at PT. Pintu Besar Selatan, North Sumatra. Led by ENDANG GUMBIRA SA ID and FAQIH UDIN. Several quality deviations of syrup made from passion fruit (Passiflora edulis Sims) lead to the addition of standard that applies by the producers of passion-fruit syrup, such as food safety, to be able to compete with other syrup products. Therefore, for the food industries, quality standard is applied to meet the market and consumers preferences through the implementation of Quality Management System or Sistem Manajemen Mutu (SMM) using the ISO 9000 approach and Food Safety Management System using the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) approach. This research aims to create a quality improvement strategy based on the Quality Management System and Food Safety Management System. The research Method and data analysis was conducted in several stages as follows: (1) consumer survey using AHP weighting (pairwise comparison) and Quality Function Deployment (QFD), (2) evaluation of HACCP implementation using Self Assessment method, (3) determination and evaluation of company's internal and external factors using pairwise comparison, (4) determination of company position using the IE Matrix analysis, and (5) formulation of quality improvement strategy using the SWOT matrix analysis. From the results of this research, it is concluded that the strategies that should to be performed by the PT. Pintu Besar Selatan are: the enhancement of commitment and culture of work related to the increasing in both quality and safety of produced products; the improvement of product quality by providing the quality assurance in the form of certification; the improvement of production technology by using more advanced machineries and equipments; the developing partnership with suppliers and training for human resource in processing. Keywords: strategy, quality improvement, food safety, ISO 9000:2000, HACCP, passion-fruit (Passiflora edulis Sims), syrup. iii

4 RINGKASAN DUMASARI SIREGAR. Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara. Dibimbing oleh E. Gumbira Sa id dan Faqih Udin. Sari buah merupakan cairan buah yang tidak mengalami fermentasi dan diperoleh dari hasil pengepresan buah (Makhfoeld 1962), sedangkan menurut Standar Industri Indonesia (1979) sari buah di definisikan sebagai cairan yang diperoleh dari pemerasan buah yang disaring maupun tidak, tidak mengalami fermentasi dan dimaksudkan untuk minuman segar. Sirup adalah cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara dan lain-lain. Sirup tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air. Salah satu upaya untuk menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem HACCP pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota termasuk di Indonesia; dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional. Di indonesia, sistem HACCP ini telah diadopsi oleh Badan Standar Nasional (BSN) yang ditetapkan dalam SNI Penelitian bertujuan untuk membuat suatu strategi peningkatan mutu produk olahan markisa berdasarkan sistem manajemen mutu (SMM) dan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk olahan markisa yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen, khususnya produk olahan markisa di Brastagi dan Medan. Manfaat penelitian diharapkan : (1) sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan mutu bagi industri olahan markisa di Brastagi dan Medan, (2) sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan dan keamanan mutu produk sirup markisa, serta program strategi dalam pengembangan industri olahan markisa, dan (3) memberikan kontribusi pemikiran iv

5 dalam peningkatan mutu, pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai sistem manajemen mutu (SMM), sistem manajemen keamanan pangan (SMKP), dan strategi peningkatan mutu bagi produk markisa olahan. Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan yang berlokasi di daerah Peceran, tepatnya di kecamatan Brastagi, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara selama enam bulan dari awal bulan September sampai dengan akhir bulan Desember Metode yang digunakan adalah dengan pengumpulan data primer (melakukan wawancara dengan responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri sirup markisa dan melakukan pengamatan langsung di lapangan pada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan, dan pengumpulan data sekunder (penelusuran buku, hasil penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan observasi dan inspeksi di lapangan atas penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) ditemukan tujuh penyimpangan yaitu : aspek bangunan (dua penyimpangan berkategori minor), aspek fasilitas sanitasi (tiga penyimpangan berkategori minor), aspek peralatan (satu penyimpangan berkategori minor), aspek higiene karyawan (satu penyimpangan berkategori serius, satu penyimpangan berkategori mayor), aspek penyimpanan (satu penyimpangan mayor), aspek pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama (satu penyimpangan mayor) dan aspek manajemen dan pelatihan (satu penyimpangan berkategori mayor). Penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan penyimpangan yang sangat penting yang harus segera diatasi sebelum diterapkannya sistem HACCP di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan. Adapun spesifikasi harapan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk sirup markisa adalah warna, nilai gizi, kekentalan, keamanan pangan, dan kemasan. Atribut yang memiliki bobot konversi atau tingkat kepentingan tertinggi adalah atribut keamanan pangan. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran terhadap pentingnya keamanan pangan dalam mengkonsumsi suatu produk sangat besar karena kebersihan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Bahaya potensial pada bahan baku, bahan penolong/pembantu dan bahan tambahan pangan yang perlu dikendalikan adalah bahan baku buah markisa, gula, v

6 natrium benzoat, CMC dan air. Penerimaan bahan baku, penambahan bahan tambahan makanan, gula dan air, pasteurisasi dan pembotolan harus dikendalikan sebagai titik kendali kritis atau CCP. Sedangkan lingkungan di pabrik, mesin dan peralatan, karyawan, pencucian, pemotongan buah, pengepresan, penyimpanan sirup dan distribusi produk perlu dikendalikan sebagai CP (Control Point). Untuk pengembangan strategi di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan direkomendasikan sebagai berikut : (1) penerapan GMP dan HACCP, (2) meningkatkan kualitas produk, (3) penerapan teknologi pengolahan yang tepat, (4) membangun kemitraan dengan pemasok, dan (5) pelatihan SDM proses pengolahan. vi

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB vii

8 STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 viii

9 Judul Tesis : Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara Nama : Dumasari Siregar NIM : F Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa id, MA. Dev Ketua Ir. Faqih Udin, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 28 Juli 2009 Tanggal Lulus : ix

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Tatit K Bunasor, MSc. x

11 PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Pemahaman akan kaidah-kaidah ilmiah terasa bertambah dari waktu ke waktu selama studi dilakukan, berkat bimbingan yang tak kenal lelah dari komisi pembimbing, yaitu Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MADev sebagai Ketua dan Ir. Faqih Udin, MSc sebagai anggota. Kepada beliaubeliaulah penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya pertama-tama penulis sampaikan. Kedua, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tatit K Bunasor, MSc sebagai tim penguji dari luar Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan berharga bagi penyempurnaan tesis ini. Studi ini tidak akan mungkin dilakukan tanpa bantuan berbagai pihak. Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan yang telah menyediakan diri dipakai untuk studi kasus beserta karyawannya; atas kerjasama dan dukungannya yang baik dan cukup konsisten selama pelaksanaan studi. Terima kasih pula kepada Industri Rumah Tangga Markisa asli famili serta kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian tulisan ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Terakhir, penulis ingin menyampaikan hormat dan terima kasih yang tinggi kepada H. Drs. Amir Hud Siregar, Hj. Ramona Siregar, yang sebagai orang tua selalu mendorong penulis untuk mengembangkan ilmu dan berkarya. Juga kepada kakak dan adik penulis yaitu Mira Larasati Siregar, SH dan Rara Rezeki Anggreani Siregar terima kasih untuk dukungan dan semangatnya. Serta temanteman TIP angkatan 2006 dan 2007, teman-teman kost Ayu Pratiwi, Putu Ayu Trisna Dewa, Mursye Regar dan Esti Sulistiawati terima kasih atas persahabatan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2009 Dumasari Siregar xi

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada Tanggal 15 Juli 1981 dari ayah H. Drs. Amir Hud Siregar dan ibu Hj. Ramona Siregar. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar di tempuh di SD Taman Harapan Medan, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 10 Medan dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 7 Medan. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) pada tahun 1999 dan menamatkannya pada tahun Pada tahun 2006, penulis diterima melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). xii

13 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK/ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... xii DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 6 Ruang Lingkup Penelitian... 6 Kegunaan Penelitian... 7 TINJAUAN PUSTAKA... 8 Buah Markisa... 8 ISO Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sanitasi Keamanan Pangan Penelitian Terdahulu METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Tempat dan Waktu Penelitian Tata Cara Pengumpulan Data Analisis Data GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan Lokasi Pabrik Struktur Organisasi Perusahaan Produk dan Bahan Baku Proses Produksi Sirup Markisa HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk Aktivitas Proses House of Quality (HOQ) Kebijakan Mutu Organisasi Deskripsi Produk xiii

14 Halaman Persyaratan Dasar Good Manufacturing Practices (GMP) Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Bagan Alir Proses Prinsip HACCP Penanganan Konsumen Prosedur Produk Recall Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen STRATEGI PENINGKATAN MUTU SARI BUAH DAN KONSENTRAT MARKISA Faktor-faktor Lingkungan Internal Faktor-faktor Lingkungan Eksternal Analisis Matriks IFE dan EFE Perumusan Alternatif Strategi dan Struktur Hirarki Strategi Peningkatan Mutu Sirup Markisa KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkiraan permintaan buah-buahan di Indonesia tahun Prakiraan tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia tahun Komposisi Kimia Sari Buah Markisa Produksi buah markisa di Indonesia Komposisi nutrisi markisa ungu per 100 gram bagian yang dapat dimakan Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi panen buah markisa tahun di Provinsi Sumatera Utara Bahaya mikrobiologis yang dibagi berdasarkan resiko keparahan bahayanya Bahan kimia berbahaya pada pangan Material utama yang menyebabkan bahaya fisik Karakteristik bahaya pada produk pangan Penetapan kategori resiko produk Penetapan kategori resiko suatu bahan pangan Persentase industri pangan yang sudah memahami dan menerapkan aspek keamanan pangan Persentase industri kecil pangan yang mengimplementasikan dan tidak mengimplementasikan higiene Daftar nama responden pakar Skala penilaian kriteria dalam AHP Bagan perbandingan berpasangan Model matriks TOWS Syarat mutu sirup menurut SNI Hasil penelitian bobot atribut mutu produk sirup markisa Rekapitulasi hasil penilaian tingkat kepuasaan konsumen terhadap mutu produk perusahaan PT. Pintu Besar Selatan dengan perusahaan pesaingnya xv

16 Halaman 22 Rasio perbaikan, bobot dan persentasi bobot untuk perusahaan PT. Pintu Besar Selatan Penilaian aktivitas proses produksi pada masing-masing perusahaan Sirup markisa Hubungan keterkaitan antara atribut mutu produk dengan aktivitas proses produksi sirup markisa Hubungan keterkaitan antar aktivitas proses produksi sirup markisa Perhitungan tingkat kepentingan dan nilai relatif proses Tingkat kepentingan atribut mutu produk dan nilai relatif aktivitas proses terkait Deskripsi produk konsentrat produksi PT. Pintu Besar Selatan Hasil identifikasi penyimpangan/ketidaksesuaian dalam penerapan unsur-unsur GMP di PT. Pintu Besar Selatan Persyaratan kualitas air minum menurut Permenkes No. 907/Menkes/ SK/ VII/2002 tanggal 29 Juli Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan SSOP di PT. Pintu Besar Selatan Pemantauan pada program SSOP di PT. Pintu Besar Selatan Faktor-faktor lingkungan internal Faktor-faktor lingkungan eksternal Internal factor evaluation (IFE) dan external factor evaluation (EFE) xvi

17 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Buah markisa kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa) Buah markisa ungu (Passiflora edulis f.edulis Sims) Diagram alir ekstraksi sari markisa Tahap pembuatan sari buah markisa Ilustrasi kelengkapan seragam pekerja Sistem mutu dan keamanan pangan nasional Hubungan antara tanggung jawab pemerintah, industri dan konsumen dalam implementasi sistem dan keamanan pangan Diagram alir penelitian Contoh matriks rumah kualitas Sortasi buah Pencucian buah Mesin pemotong buah Mesin pengorek buah Mesin pemisah biji dengan sari buah (Penyaringan I) Mesin pemisah sari buah dengan serat (Penyaringan II) Pemotongan buah markisa di industri Noerlen Pengorekan isi buah markisa di industri Noerlen Pemisahan biji dengan sari buah di industri Noerlen Pemisahan sari buah dengan serat di industri Noerlen Penyaringan sari buah di industri Noerlen Pasteurisasi dan penambahan BTM Penyaringan sari buah di industri Noerlen Pembotolan dan proses hermetis Proses pengemasan sirup markisa di industri Noerlen Matriks house of quality PT. Pintu Besar Selatan Posisi perusahaan Pintu Besar Selatan Matriks SWOT perusahaan Pintu Besar Selatan xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Struktur organisasi perusahaan PT. Pintu Besar Selatan Gabungan pendapat pakar untuk atribut kualitas produk Perhitungan interval kelas untuk analisa QFD Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan PT. Pintu Besar Selatan Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan Maju Jaya Pohon Pinang Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan Tunggal Jaya Prima Daftar rasio perbaikan, bobot dan persentase bobot untuk perusahaan Maju Jaya Pohon Pinang Daftar rasio perbaikan, bobot dan persentase bobot untuk perusahaan Tunggal Jaya Prima Identifikasi bahaya dan penetapan resiko di PT. Pintu Besar Selatan Tabel penetapan titik kendali kritis (CCP) di PT. Pintu Besar Selatan Lembar kerja control measures di PT. Pintu Besar Selatan xviii

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan agroindustri buah-buahan di Indonesia belum berjalan dengan baik. Walaupun telah berusaha dengan keras, tetapi pemerintah belum mampu membangun industri buah-buahan nasional yang terintegrasi, mulai dari tingkat budidaya, industri pengolahan, hingga perdagangan. Kalaupun ada yang telah berjalan, tetapi skalanya masih kecil. Padahal, industri buah-buahan dapat memberikan pendapatan yang besar bagi masyarakat dan dapat memperkuat pasar domestik apabila dapat dilaksanakan secara baik dan terpadu. Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian (2008) memperkirakan, rata-rata peningkatan konsumsi buah-buahan per lima tahun pada periode adalah antara 31,5 44,5 persen. Dengan kata lain, total konsumsi akan meningkat dari 10,3 juta ton pada tahun 2005 menjadi 13,9 juta ton pada tahun 2010 dan 20 juta ton pada tahun Perkiraan permintaan buah-buahan di Indonesia pada periode dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Perkiraan Permintaan Buah-buahan di Indonesia Tahun Tahun Populasi (juta) * Peningkatan Konsumsi per 5 tahun (%) ** Konsumsi/Kapita (kg) Total Konsumsi (ribu ton) ,5 30, ,5 36, ,5 45, ,5 57, ,5 78, Sumber : * BPS dan ** Deptan (1992). Di Indonesia saat ini, konsumsi buah-buahan ± 35 kg/kapita/tahun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan anjuran FAO yang mencapai 60 kg/kapita/tahun. Data World Bank (1992) yang disadur oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia per kapita per hari diproyeksikan meningkat dari 50 kalori/kapita/hari pada tahun 1995 menjadi 103 kalori/kapita/hari pada tahun 2010; atau secara keseluruhan terjadi peningkatan konsumsi total kalori dari 1,74% menjadi 3,16%. Proyeksi tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia pada tahun dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :

20 2 Tahun Tabel 2 Prakiraan Tingkat Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Pada Tahun Konsumsi Buah- Buahan (Kalori/Kapita/Hari) Konsumsi Total (Kalori/Kapita/Hari) Konsumsi Buah- Buahan Per Konsumsi Total (%) , , , ,16 Sumber : World Bank (1992) disadur oleh Badan Agribisnis Deptan (1999). Akhir-akhir ini pasar buah nasional mendapatkan tekanan buah impor. Masuknya buah impor menjadi pesaing potensial karena adanya peluang pangsa pasar di Indonesia. Buah impor mempunyai karakteristik mutu yang seragam dan shelf-life lebih lama, yang menjadikan dayasaingnya di pasar lebih besar. Para importir buah mendapatkan pasokan buah dari luar negeri dengan memanfaatkan beberapa kelemahan atribut buah tropik misalnya warna kurang menarik, ukuran tidak seragam, dan citarasa yang tidak konsisten (Firdaus dan Wagiono 2008). Perbaikan mutu buah nasional merupakan suatu tuntutan, baik untuk memenuhi konsumsi domestik yang semakin ditantang oleh saingan buah impor, maupun untuk tujuan ekspor. Pemahaman terhadap konsep dayasaing dirasakan masih belum menyeluruh. Secara normatif bagaimana posisi dayasaing buah nasional sudah banyak dibicarakan, namun bagaimana posisi tersebut secara kuantitatif belum dikemukakan. Dayasaing secara langsung terkait dengan penerapan manajemen jaminan mutu, namun secara konseptual dan praktek belum diberi nilai yang baik (Firdaus dan Wagiono 2008). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi masalah produk buahbuahan Indonesia yang menjadi kendala adalah standarisasi mutu produk, keamanan pangan, budidaya tanaman yang baik, penanganan pasca panen, promosi dan pengembangan pasar. Sistem perdagangan bebas menuntut adanya sistem produksi yang efisien dan mutu produk yang baik. Dengan dukungan potensi alam dan potensi plasma nutfah buah-buahan yang sangat besar, Indonesia dapat mengembangkan buah-buahan tropisnya menjadi komoditas unggulan. Buah markisa termasuk salah satu buah tropis yang semakin meningkat popularitasnya di negara-negara barat karena rasa dan aromanya yang khas. Pada umumnya sari buah markisa digunakan sebagai bahan campuran dengan sari buah

21 3 lainnya. Negara produsen markisa adalah negara-negara di Amerika Selatan seperti Kolombia, Ekuador, Brazil, Argentina dan Peru, kemudian beberapa negara dari benua Afrika seperti Kenya, Zimbabwe, Burundi dan Afrika Selatan. Dari benua Asia dan Australia, produsen markisa adalah Australia, New Zealand, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Pemasaran utama dari produk markisa adalah ke Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Eropa (Belanda, Jerman dan Inggris), Amerika Selatan (Brasil, Chile dan Argentina), Australia dan beberapa negara Asia (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Bahrain dan Kuwait) ( diakses 23 Juni 2007). Markisa merupakan buah yang dapat dikonsumsi dalam bentuk segar juga dapat dalam bentuk juice, sirup maupun dalam bentuk jelly. Bagi kebanyakan masyarakat Sumatera Utara, mengkonsumsi markisa dalam bentuk sirup umumnya dilakukan pada hari-hari besar tertentu, sementara untuk mengkonsumsi sehari-hari umumnya lebih memilih markisa dalam bentuk buah segar. Sementara bagi masyarakat di luar wilayah Sumatera Utara, markisa adalah merupakan souvenir khas berupa sirup yang berasal dari wilayah tersebut yang dapat dijadikan buah tangan, manakala berkunjung ke wilayah tersebut. Hal ini yang menjadikan markisa merupakan salah satu komoditas yang sebenarnya memiliki kekhususan bagi konsumen (Winarso 2004). Markisa asam (Passiflora edulis) belum banyak dikembangkan oleh masyarakat, hanya di beberapa wilayah tertentu di Indonesia komoditas tersebut dapat dijumpai, seperti di wilayah Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat. Khusus untuk wilayah Sumatera Utara markisa menjadi penting artinya, mengingat peranan komoditas tersebut sebagai trade mark wilayah tersebut, seperti Sulawesi Selatan. Namun demikian pengembangan produksi maupun pemasaran banyak mengalami kendala dan hambatan, sehingga walaupun sebenarnya komoditas diatas telah lama dirintis untuk diusahakan, namun pertumbuhannya masih memprihatinkan. Salah satu strategi yang ditempuh oleh para pengusaha adalah melalui diversifikasi produk dan mutu (Winarso 2004). Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden

22 4 keracunan pangan yang berdampak pada perdagangan pangan internasional dan perhatian publik yang meningkat terhadap isu keamanan pangan tersebut. Di negara Asia termasuk di Indonesia pun terdapat kecenderungan (trend) yang sama (Ben Embarek 2004). Beberapa jenis penyebab keracunan pangan adalah listeriosis, salmonellosis, flu burung (Avian Influenza), sapi gila atau mad cow (Bovine Spongiform Encephalophaty), penyakit kuku dan mulut pada sapi, dioksin dan ancaman bioterisme. Menurut Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centre for Diseases Control and Prevention (CDC), terjadi 6-53 juta kasus keracunan pangan di Amerika Serikat. Sebanyak kasus diantaranya disebabkan oleh Salmonella (CDC 2001). Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit akibat keracunan pangan dan air bila dihitung dapat mencapai 0,8 juta orang meninggal setiap tahun, sedangkan di negara-negara industri yang sudah maju, penyakit karena keracunan pangan berakibat mencapai 30% dari jumlah populasi manusianya, dan 20 orang di antara dari satu juta orang yang ada meninggal setiap tahun karena kasus penyakit keracunan pangan. Bahkan di negara-negara Asia, kasus penyakit yang disebabkan karena keracunan pangan telah meningkat pada tahun 2003 dan 2004 yang disebabkan karena adanya penyediaan pangan dari jasa boga untuk keperluan di kantin sekolah, kantin perusahaan, dan untuk keperluan sosial dalam rangka pesta perayaan perkawinan (Ben Embarek 2004). Salah satu usaha menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota sejak tanggal 28 Juni 1993 (WHO 1993), dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional (Hathaway 1999; Orris 1999). Beberapa perusahaan pengolahan buah markisa di Brastagi-Sumatera Utara telah berdiri, salah satunya adalah PT. Pintu Besar Selatan. Perusahaan tersebut telah merintis penjualan markisa ke beberapa negara tujuan seperti ke Inggris, Singapura, Swedia dan beberapa negara lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa

23 5 pasar luar negeri tetap saja sulit untuk ditembus. Beberapa hal yang menyebabkan sulitnya menembus pasar luar negeri tersebut adalah sebagai berikut : a. Pihak perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan persyaratan konsumen luar negeri seperti penampilan minuman sirup markisa dalam bentuk kemasan kotak seperti jenis minuman lainnya. Hal ini disebabkan belum adanya teknologi kemasan yang sesuai untuk sirup markisa yaitu proses pengemasan kotak dengan sistem teknologi kemasan dingin. Kalaupun teknologi tersebut tersedia, maka biayanya masih sangat mahal. b. Konsumen luar negeri lebih mengutamakan makanan/minuman yang benarbenar bebas bahan pengawet, hal seperti ini tampaknya masih sulit untuk dilakukan oleh perusahaan (Winarso 2004). Penerapan sistem HACCP pada industri pangan seperti yang akan diterapkan pada PT Pintu Besar Selatan dinilai cukup efektif untuk mencegah dan meminimisasi resiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk memberi jaminan keamanan pangan (Bauman 1990; Marriott 1997) karena : a. Penerapan sistem HACCP dapat mengurangi tingkat resiko terhadap mortalitas yang dikaitkan dengan konsumsi pangan yang tidak aman (Antle 1999). b. Penerapan sistem HACCP sebagai bagian dari sistem manajemen mutu menyeluruh (Total Quality Management) bila diimplementasikan secara tepat dapat memberi keuntungan sebagai berikut : perbaikan dalam efisiensi operasional, mengurangi biaya transaksi dan menciptakan keuntungan yang lebih kompetitif (Cashwell et al. 1998; Bredahl et al. 2001; Farina dan Reardon 2000). Selain itu, penerapan sistem HACCP tidak berdiri sendiri, tetapi dapat diterapkan dan diintegrasikan bersama dengan sistem lain misalnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan ISO 9000 (Sunarya 1999). Produksi bahan baku atau ingredien yang digunakan oleh PT. Pintu Besar Selatan untuk bahan pangan haruslah dilakukan sesuai dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang baik agar produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan HACCP, diharapkan perusahaan industri pangan PT. Pintu Besar Selatan bisa

24 6 menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan dan meningkatkan penjualan produk perusahaan. Suatu perusahaan harus mampu memetakan kekuatan dan kelemahannya dalam persaingan agar mampu memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan resiko dari ancaman persaingan. Strategi yang dijalankan perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi (Jamaran et al. 2003). Oleh karena itu, industri markisa olahan juga memerlukan suatu strategi untuk meningkatkan dayasaingnya. Persaingan yang terjadi dalam industri markisa olahan dapat dimenangkan jika industri yang bersangkutan memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif tersebut dapat dicapai dengan adanya strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan suatu usaha, baik internal maupun lingkungan eksternal dan industri markisa olahan. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang sesuai dengan posisi industri saat ini. Strategi tersebut juga harus disesuaikan dengan kemampuan penerapan pada industri markisa olahan sehingga dapat lebih efektif untuk pengembangan industri tersebut di masa yang akan datang. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat suatu strategi peningkatan mutu produk olahan buah markisa berdasarkan sistem manajemen mutu (SMM) dan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP), yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk olahan buah markisa yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen, khususnya produk olahan buah markisa di Brastagi dan Medan. Ruang Lingkup Penelitian Secara khusus ruang lingkup penelitian ini fokus pada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan di Brastagi yang meliputi proses produksi markisa sampai dengan pembotolan, pengemasan dan pelabelan, penilaian harapan dan keinginan

25 7 konsumen terhadap produk olahan buah markisa, yaitu sirup markisa, serta faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi kinerja perusahaan PT. Pintu Besar Selatan. Selain PT. Pintu Besar Selatan, pada penelitian ini juga dilibatkan Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili produsen produk olahan markisa dengan Cap Noerlen. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan mutu bagi industri olahan buah markisa di Brastagi dan Medan. 2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan dan keamanan mutu produk olahan markisa, serta program strategi dalam pengembangan industri olahan markisa. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam peningkatan mutu, pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM), Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi peningkatan mutu bagi produk olahan markisa.

26 TINJAUAN PUSTAKA Buah Markisa Markisa (Passion fruit) tergolong dalam filum Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas Monocotyledone dan famili Passifloraceae. Ada sekitar 400 jenis markisa yang telah diketahui, dan jenis diantaranya dapat dimakan. Beberapa jenis markisa yang terkenal adalah Passiflora quandrangularis, Passiflora ligularis, Passiflora laurifolia dan Passiflora molissima. Gambar 1 dibawah ini adalah gambar dari markisa kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa) yang merupakan jenis markisa yang paling banyak diproduksi secara komersial, begitu juga dengan markisa ungu (Passiflora edulis Sims) (Nakasone dan Paull 1999). Gambar 1 Buah Markisa Kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa). Tanaman markisa dapat berbunga sepanjang tahun, namun musim bunga yang utama adalah bulan Agustus-Oktober dan musim panen raya jatuh pada bulan November - Januari (Sunarjono 1998). Penanaman markisa bervariasi di tiap daerah. Markisa dinamakan Passion fruit atau granadilla di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya, grenadille di Prancis, buah negeri (Jawa), pasi (Sunda) di Indonesia, buah susu atau markisa di Malaysia, passionaria di Filipina dan linmangkon di Thailand. Markisa kuning (Passiflora edulis f. Flavicarpa) berasal dari Brazil bagian selatan, tumbuh di pinggiran hutan hujan. Markisa tumbuh baik pada ketinggian mdpl dengan curah hujan mm (Verheij dan Coronel 1997).

27 9 Dalam pemanfaatannya, buah markisa banyak diolah menjadi sari buah, konsentrat, cocktail, es krim, jam dan jelly. Flavor markisa yang kuat dan menyenangkan menjadikan buah tersebut sering ditambahkan pada beberapa produk makanan seperti pie, cake, saus, salad dan sherbets (Nakasone dan Paull 1999). Sari buah markisa banyak mengandung Passiflorine, suatu zat menentramkan urat syaraf serta mengandung ± mg vitamin C per 100 gr sari buah. Komposisi sari buah markisa dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3 Komposisi Kimia Sari Buah Markisa Komponen Kisaran Rata-rata Kadar air (%) Ekstrak eter (%) Serat kasar (%) Padatan terlarut (%) Asiditas (%) 0 Brix / asam ph Gula pereduksi (%) Gula non pereduksi (%) Total gula (%) Kalsium (mg %) Fosfor (mg %) Besi (mg %) Asam askorbat (mg %) Karoten (IU Vitamin A/100gr) Sumber : Pruthi dan Lal (1959). Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims) Jenis buah markisa yang digunakan sebagai bahan baku industri markisa olahan adalah buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) seperti terlihat pada Gambar 2, yang banyak tumbuh dan dibudidayakan di Propinsi Sumatera Utara. Buah diatas berbentuk bulat lonjong, dengan panjang antara cm, garis tengah antara cm dan bobot per buah antara g. Sewaktu buah masih muda, kulitnya berwarna hijau dan setelah tua, berubah menjadi coklat ungu. Di dalam buah terdapat banyak biji berbentuk gepeng kecil berwarna hitam, yang masing-masing diselimuti selaput yang mengandung cairan masam berwarna kuning (Verheij dan Coronel 1997).

28 10 Gambar 2 Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims). Produksi buah markisa di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 1999 dan 2004 dimana terjadi penurunan yang cukup merosot dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel 4). Mengingat produksi buah markisa yang terus meningkat, hal ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk mengembangkan bisnis markisa, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan. Tabel 4 Produksi Buah Markisa di Indonesia Tahun Produksi Buah Markisa (Ton) * * * * * ** ** ** ** Keterangan : * = Departemen Pertanian Republik Indonesia, ** = Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Tanaman markisa yang berasal dari biji mulai berbuah setelah berumur 9-10 bulan, sedangkan yang berasal dari stek mulai berbuah lebih awal yaitu sekitar tujuh bulan. Warna buah pada mulanya berwarna hijau muda akan berubah ungu tua (edulis) atau kuning (flavicarpa) ketika matang. Sari buah yang berkualitas baik diperoleh dari buah markisa yang dipanen pada tingkat kematangan minimal 75% (Jagtiani et al. 1988).

29 11 Diagram alir pembuatan sari buah markisa dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan proses pembuatan sari buah markisa dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini : Buah Markisa Diblansir C selama 2 menit Dipotong Dikeruk Kulit Pulp Markisa Pulper Biji Disaring Sari Markisa Gambar 3 Diagram Alir Ekstraksi Sari Markisa (Hardiansyah 2004). Blansir adalah perlakuan panas baik berupa air panas atau uap panas dengan suhu C selama 1 menit dan tekanan 1 atm. Buckle et al. (1985) menyatakan bahwa perlakuan blansir diperlukan untuk beberapa macam bahan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum dikeringkan atau dibekukan. Blansir bertujuan untuk menginaktifkan enzim peroksidase, katalase dan enzim pencoklatan lainnya. Blansir juga dapat mengurangi jumlah oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikroba dan mempertahankan warna. Tergantung dari panas yang diberikan blansir juga dapat menginaktifkan mikroorganisme. Suhu dan lamanya blansir berbeda-beda pada setiap bahan, tergantung dari sifat bahan yang akan diolah.

30 12 Na-benzoat Air panas C Sari Markisa Larutan gula dengan perbandingan 2 : 1 Disaring 100 mesh Tahap Pencampuran Sari markisa dihomogenisasi Dipasteurisasi suhu 80 0 C selama 15 menit Pengisian Dikemas Sirup markisa Gambar 4 Tahap Pembuatan Sirup Markisa (Hardiansyah 2004). Perlakuan pasca panen buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar atau sari buah berbeda. Buah markisa termasuk buah klimakterik, untuk itu jika buah tersebut akan dijual sebagai buah segar, sebaiknya buah dipanen pada saat persentase warna ungu mencapai 50-70% dan tangkai buah disisakan ± 3 cm. Buah tersebut harus dijaga kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus, tidak keriput. Buah markisa dapat disimpan selama empat lima minggu pada suhu 70 0 C dan kelembaban nisbi 85-95% tanpa merusak kualitasnya ( diakses 23 Juni 2007). Pada Tabel 5 dapat dilihat komposisi nutrisi dari buah markisa ungu.

31 13 Tabel 5 Komposisi Nutrisi Markisa Ungu Per 100 Gram Bagian yang Dapat Dimakan Komposisi Kandungan Air (%) 72.2 Protein (gr) 3.0 Lemak (gr) 0.12 Total Karbohidrat (gr) 13.4 Serat (gr) 12.8 Abu (gr) 0.5 Kalsium (mg) 6.8 Fosfor (mg) 63.8 Besi (mg) 0.6 Natrium (mg) 8.0 Kalium (mg) Asam Askorbat (mg) 23.3 Sumber : Rodriguez, et al. (1993). Untuk menghasilkan sari buah markisa yang bermutu baik, buah harus dipanen masak. Buah sebaiknya dipanen minimal pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen masak. Tetapi buah yang dipanen masak yaitu yang telah jatuh dari tangkainya akan lebih cepat mengalami penurunan kadar air, sehingga kulitnya menjadi keriput. Namun demikian kondisi sari buahnya tetap tidak berubah. Dari 100 kg buah dapat dihasilkan sekitar 40 kg jus buah yang masih mengandung biji atau 30 kg jus buah ( diakses 23 Juni 2007). Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi buah markisa di Propinsi Sumatera Utara pada tahun mengalami peningkatan dan penurunan, seperti dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini : Tabel 6 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Panen Buah Markisa Tahun Propinsi Sumatera Utara Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas Panen (Kw/Ha) Produksi Panen (Ton) Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara 2008.

32 14 ISO 9000 Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan mutu produk atau jasa serta kepuasan pelanggan semakin besar karena terbukanya perdagangan bebas dalam era globalisasi. Oleh karena itu perusahaan berusaha memenangkan persaingan dengan meningkatkan mutu produk atau jasa, sehingga dapat memberikan kepuasan pelanggan. Untuk meningkatkan mutu produk atau jasa perusahaan harus menerapkan sistem manajemen mutu. ISO 9000 merupakan salah satu standar sistem manajemen mutu yang diakui dunia internasional dan bersifat global untuk berbagai bidang usaha. Landasan Teori ISO 9000 merupakan suatu kumpulan standar manajemen mutu dan standar proses tetapi bukan standar produk. ISO 9000:2000 terdiri dari beberapa bagian yang memuat tentang sistem manajemen mutu, diantaranya ISO 9001:2000 dan ISO 9004: ISO 9001:2000 berisikan persyaratan standar yang digunakan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang sesuai. ISO 9004:2000 berisikan pedoman standar yang menyediakan acuan dalam peningkatan berkelanjutan sistem manajemen mutu untuk memberikan keuntungan pada semua pihak, termasuk kepuasan pelanggan. Dalam ISO 9001:2000 terdapat delapan prinsip sistem manajemen mutu yang dijadikan sebagai acuan kerangka kerja yang membimbing organisasi menuju peningkatan kerja. Kedelapan prinsip sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000, adalah sebagai berikut ( : 1. Fokus pada pelanggan Pelanggan merupakan bagian yang sangat penting bagi organisasi, oleh sebab itu manajemen organisasi harus benar-benar memahami, memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang bahkan melebihi harapan pelanggan. 2. Kepemimpinan Pemimpin sangat penting dalam menciptakan kesatuan arah dan tujuan organisasi, menciptakan dan mempertahankan lingkungan internal sehingga personel terlibat secara penuh untuk mencapai tujuan organisasi.

33 15 3. Keterlibatan personel Keterlibatan personel secara penuh pada semua tingkatan organisasi sangat penting sehingga kemampuan personel dapat digunakan untuk kepentingan organisasi. 4. Pendekatan proses Pendekatan proses sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan agar lebih efisien, dengan mengelola aktivitas dan sumber-sumber daya yang berkaitan sebagai suatu proses. Proses merupakan integrasi yang berurutan dari personel, material, metode, mesin, dan peralatan, dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. 5. Pendekatan sistem terhadap manajemen Pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan proses-proses yang saling berkaitan sebagai suatu sistem yang mendukung efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. 6. Peningkatan berkesinambungan Peningkatan berkesinambungan akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan dan harus menjadi komitmen perusahaan. Peningkatan berkesinambungan merupakan suatu proses berkesinambungan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam memenuhi kebijakan dan mencapai tujuan organisasi. 7. Pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan Keputusan yang efektif harus berdasarkan analisis data dan informasi yang faktual, sehingga masalah-masalah mutu dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan yang diambil harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi sistem manajemen mutu. 8. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan Organisasi dan pemasok-pemasoknya saling tergantung dan hubungan yang saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah bagi pelanggan.

34 16 Pengertian dan Konsep Mutu Mutu dapat didefinisikan berdasarkan tinjauan dasar pendefinisiannya. Beberapa definisi mutu yang populer adalah sebagai berikut (Ma arif dan Tanjung 2003) : a. Menurut American Society for Quality Control (1998), mutu adalah karakteristik produk dan fitur yang memenuhi kepuasan pelanggan. b. Menurut Webster dalam kamusnya, mutu dijelaskan sebagai tingkat atau derajat kemampuan suatu benda. c. Berdasarkan pengguna, mutu adalah apa yang diharapkan konsumen. d. Berdasarkan usaha manufaktur, mutu adalah derajat kecocokan produk dengan spesifikasi desain. e. Dan berdasarkan produk, mutu adalah tingkat karakteristik produk yang dapat diukur. Pengertian mutu adalah sebagai berikut: (1) mencapai atau melebihi harapan pelanggan; (2) berlaku untuk produk, jasa, proses, dan lingkungan, dan (3) suatu keadaan yang selalu berubah, artinya apa yang dianggap bermutu dewasa ini mungkin tidak cukup baik untuk dianggap bermutu di masa mendatang. Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa mutu mengisyaratkan adanya suatu karakteristik yang dapat diukur (Goetsch dan Davis 1997). Karakteristik yang dapat diukur tersebut dapat disebut sebagai dimensidimensi mutu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Beberapa dimensi mutu produk menurut Mowen dan Minor (1998) adalah sebagai berikut : (1) performance (kinerja), yaitu fungsi yang terdapat pada karakteristik produk; (2) features (fitur) yaitu sejumlah atribut yang menyusun suatu produk; (3) reliability (keandalan) yaitu kemungkinan terjadinya cacat pada produk; (4) durability (usia produk) yaitu rentang waktu produk aman untuk dikonsumsi; (5) serviceability (pelayanan) yaitu kemudahan produk untuk diperbaiki dan diperoleh; (6) aesthetics (estetika) yaitu penampilan produk, dan (7) perceived quality (persepsi mutu) yaitu brand image dan faktor intangible lainnya yang mempengaruhi persepsi konsumen mengenai mutu produk.

35 17 Manajemen Mutu Agar mutu produk sesuai dengan harapan konsumen maka harus dilakukan suatu perlakuan manajemen mutu. Manajemen mutu dapat diartikan sebagai suatu perilaku sistematis dan berkesinambungan upaya memenuhi kepuasaan konsumen. Hal ini berimplikasi terhadap seluruh rantai pasokan mulai dari tahap awal produk diproduksi sampai dengan produk di tangan konsumen. Dengan demikian, semua pihak yang terlibat di dalam rantai pasokan ikut bertanggung jawab. Penekanannya adalah bahwa mutu tidak diinspeksi pada tahap akhir saja, tetapi pada semua tahapan produksi. Berdasarkan hal ini, dalam manajemen mutu dikenal dengan istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu. Pengendalian mutu (quality control) adalah pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Menurut Juran (1995), pengendalian mutu merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan, sedangkan untuk jaminan mutu (quality assurance) merupakan jaminan dari suatu produk sehingga produk tersebut dibeli oleh konsumen dengan penuh keyakinan dan kepercayaan dan digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan tingkat kepuasaan yang tinggi. Dari istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu, dapat disimpulkan bahwa pengendalian mutu lebih terfokus pada produk, sedangkan jaminan mutu terfokus pada rangkaian proses untuk menghasilkan produk yang bermutu. Manajemen mutu dalam bidang pertanian, khususnya untuk agribisnis buahbuahan dapat dilaksanakan dengan melalui keikutsertaan agribisnis buah-buahan dalam GAP dan penerapan HACCP. Namun untuk dapat ikut serta, maka diperlukan langkah-langkah berikut (Pusat Kajian Buah Tropis 2005a) : (1) tahap perencanaan. Tahap ini pelaku agribisnis mempelajari syarat mutu dan jaminan keamanan pangan yang dibutuhkan konsumen, melakukan persetujuan dengan konsumen mengenai protokol kegiatan untuk mencapai mutu, dan membuat dokumentasi mutu yang disepakati bersama; (2) pelatihan petani, distributor, dan petugas; (3) implementasi kegiatan dan pencatatan; (4) kontrol terhadap hal-hal yang bisa menyebabkan tidak tercapainya mutu, audit internal; dan (5) membuat logo jaminan mutu.

36 18 Hazard Analysis Critical Control Point Sejarah Metode HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dikembangkan di Amerika Serikat pada akhir 1960-an dengan tujuan untuk mengembangkan sebuah sistem yang dapat menjamin keamanan pangan bagi para astronot NASA (National Aeronautics and Space Administration). Metode diatas pertama kali dikembangkan oleh Pillsbury Corporation, NASA dan laboratorium-laboratorium angkatan darat Amerika Serikat. Metode HACCP sangat direkomendasikan oleh kerjasama gabungan FAO/WHO, Komisi Codex Alimentarius dan ICMSF (International Commission for Microbial Specifications for Foods). Lembagalembaga tersebut menganggap bahwa metode HACCP adalah metode yang sesuai untuk dikembangkan demi menjamin keamanan pangan. Di seluruh dunia, ketertarikan industri makanan akan metode tersebut berkembang secara bertahap sejak tahun 1980-an. Ketertarikan diatas menjadi semakin kuat selama sepuluh tahun terakhir, terutama sejak metode HACCP dimasukkan dalam peraturan-peraturan untuk impor bahan pangan di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di dunia internasional, seiring dengan hasil persetujuan perundingan Uruguay tentang negosiasi perdagangan lintas batas pada bulan Maret 1994 dan kemudahan-kemudahan lain yang diterapkan dalam perdagangan internasional setelah perundingan tersebut, penggunaan sistem manajemen keamanan pangan yang umum seperti HACCP menjadi semakin penting (European Committee for Standardization 2004). Status Peraturan-peraturan tentang HACCP di Dunia Keharusan penerapan metode HACCP dalam peraturan-peraturan tentang pangan di seluruh dunia telah menjadi semakin penting. Di Amerika Serikat badan-badan yang berwenang (FDA dan Departemen Pertanian) telah mengeluarkan peraturan yang mensyaratkan agar produk-produk daging, unggas atau perikanan yang akan dijual di Amerika Serikat diolah dengan sistem yang menerapkan metode HACCP. Pada tahun 1995, FDA juga mengusulkan agar perusahaan-perusahaan penghasil sari buah dan sayur juga menerapkan sistem HACCP. Sejak tahun 1992, The National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF) telah memasukkan prinsip-prinsip umum dan

37 19 penuntun HACCP sebagai bagian dari saran-saran yang mereka keluarkan (FAO 1998). NACMCF juga telah menegaskan bahwa pemerintah harus berperan untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penerapan syarat-syarat HACCP, memastikan bahwa rencana penerapan HACCP dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip umum dan penuntun HACCP, mengeluarkan batas kritis yang diwajibkan jika perlu dan memastikan bahwa setiap rencana penerapan HACCP yang dibuat cukup memadai untuk menjamin keamanan pangan. Di Amerika Serikat, masing-masing lembaga telah mengembangkan dan menerapkan syaratsyarat HACCP yang sesuai dan telah mengembangkan sistem penilaiannya. Di Kanada, pemerintah telah menerapkan dua program pengawasan yang saling melengkapi yaitu The Quality Management Programme (QMP) dan The Food Safety Enhancement Program (FSEP). QMP (program pengelolaan kualitas) adalah program yang diwajibkan untuk perusahaan pengolahan ikan, sedangkan FSEP (program peningkatan keamanan pangan) bersifat sukarela untuk industri daging, unggas, susu, industri pengolahan buah dan sayur, industri kulit telur dan pengolahan telur. Baik QMP maupun FSEP, keduanya sesuai dengan penuntun HACCP internasional yang disetujui oleh Codex. Dalam FSEP, operator harus mengembangkan dan memelihara sistem HACCP jika mereka ingin mengkualifikasi sistem audit peraturan. QMP adalah program pengawasan makanan pertama di dunia yang berlandaskan prinsip-prinsip HACCP dan memiliki status diharuskan ( diakses 9 Agustus 2008). Di Australia, peraturan-peraturan tentang higiene makanan saat ini dikembangkan dan diwajibkan secara terpisah-pisah oleh setiap negara bagian dan wilayah. Namun demikian, satu set standar higiene makanan telah dikembangkan untuk menyelaraskan persyaratan-persyaratan higiene di berbagai wilayah di Australia. Pada standar baru ini terdapat komponen utama yaitu persyaratan bagi seluruh industri makanan agar dapat mengidentifikasi satu atau lebih potensi bahaya dalam pengolahan makanan dan dapat mengembangkan serta menerapkan program-program keamanan pangan yang berlandaskan pada HACCP ( diakses 9 Agustus 2008).

38 20 Selandia Baru, salah satu negara pengekspor makanan terbesar, pada tahun 1990-an memutuskan untuk menerapkan secara sukarela sistem HACCP. Namun demikian, karena terjadi perubahan situasi dan peningkatan permintaan negaranegara pengimpor (klien industri makanan Selandia Baru), Dewan Standar Industri Selandia Baru memutuskan untuk menyusun suatu sistem yang mewajibkan penerapan HACCP untuk daging dan produk-produk laut ( diakses 9 Agustus 2008). Di negara-negara lain, terdapat kecenderungan global dalam hal peraturan yang mewajibkan penerapan HACCP setidaknya untuk komoditas makanan tertentu (misalnya daging dan produk-produk laut dan mengeluarkan sebuah mekanisme penilaian nasional yang berfungsi untuk memastikan bahwa sistem HACCP yang dikembangkan pada masing-masing industri makanan sesuai dengan standar internasional (Codex) ( diakses 9 Agustus 2008). Deskripsi HACCP Codex Alimentarius Commission 1 menjabarkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) sebagai berikut: a. Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. b. Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan sistem pengendalian yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya dan bukannya sistem yang semata-mata bergantung pada pengujian produk akhir. c. Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan seperti perkembangan dalam rancangan alat, cara pengolahan atau perkembangan teknologi. d. Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari produksi primer hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia. 1 Annex to CAC/RCP , Rev. 3 (1997).

39 21 Dalam penerapan HACCP, Codex Alimentarius Commission (2003) menyebutkan sebagai berikut : a. Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan keterlibatan manajemen serta kerja keras. b. Hal tersebut memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obatobatan, kesehatan masyarkat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa. c. Penerapan sistem HACCP sesuai dengan penerapan sistem manajemen mutu seperti seri ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem pengelolaan keamanan pangan (FAO/WHO 1997). Tujuan HACCP Definisi istilah yang digunakan dalam penerapan HACCP terdapat pada ANNEX 1. Dalam definisi diatas beberapa konsep kunci harus ditegaskan, antara lain potensi bahaya terhadap keamanan pangan (food safety hazard), analisis potensi bahaya (hazard analysis), pengendalian yang sangat diperlukan untuk mencegah atau mengurangi resiko potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga batas yang dapat diterima dan bagian-bagian dari rantai makanan. Arti dari istilah-istilah tersebut beserta dampaknya (dalam hal kerja tim HACCP) harus dibahas dengan hati-hati dan dipahami sebelum merencanakan suatu sistem HACCP dalam suatu usaha di bidang pangan. Hal-hal tersebut juga harus dijadikan pegangan utama pada seluruh tahapan pengembangan sistem HACCP hingga seluruh penerapan dan verifikasinya. Pemahaman yang lebih baik terhadap konsep-konsep tersebut oleh para anggota tim HACCP akan membantu proses penerimaan dengan akurasi yang lebih baik tentang hal-hal yang harus menjadi peranan utama dalam sistem HACCP dalam usaha pengolahan pangan. Tujuan dasar sistem HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi bahaya yang berasal dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang diolah oleh perusahaan pengolah makanan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen.

40 22 HACCP harus menjadi dasar analisis potensi bahaya dan ditujukan untuk pencegahan, penghilangan atau pengurangan potensi bahaya keamanan pangan hingga ke tingkat yang dapat diterima. Prinsip-Prinsip sistem HACCP Sistem HACCP didasarkan pada tujuh prinsip sebagai berikut (FAO 1994): 1. Melakukan suatu analisis potensi bahaya. 2. Menentukan Titik-titik Pengendalian Kritis atau Critical Control Points (CCPs). 3. Menyusun batas-batas kritis. 4. Menyusun suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP. 5. Menyusun tindakan-tindakan perbaikan yang harus diambil ketika pengawasan menunjukkan bahwa suatu titik pengendalian kritis (CCP) berada diluar kendali. 6. Menyusun prosedur pengecekan ulang untuk memastikan bahwa sistem HACCP dapat bekerja dengan efektif. 7. Menyusun dokumentasi yang berhubungan dengan semua prosedur dan catatan-catatan yang sesuai untuk prinsip-prinsip ini beserta aplikasinya. Analisis Potensi Bahaya Menurut Panduan Codex (European Committee for Standardisation 2003), analisis potensi bahaya adalah : Proses mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang potensi bahaya dan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkannya untuk memutuskan yang mana yang paling berpengaruh nyata terhadap keamanan pangan dan dengan demikian harus dimasukkan dalam rencana HACCP. Menurut NACMCF (1999) ataupun CAC (1997), tujuan dilaksanakannya analisis bahaya ini adalah untuk mengembangkan suatu daftar bahaya yang beberapa di antaranya diketahui nyata (signifikan) dapat menyebabkan cidera atau sakit bila tidak dikendalikan secara efektif, sedang proses analisis bahaya itu sendiri terdiri atas dua tahap, yaitu : identifikasi bahaya dan evaluasi bahaya. Bahaya (hazards) didalam konteks keamanan pangan menurut Mortimore dan Wallace (1995) adalah perangkat biologi, kimiawi, dan fisik yang dapat

41 23 menyebabkan gangguan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. International Commission of Microbiological Specifications for Foods (ICMSF 1992) membagi bahaya biologi berdasarkan tingkat resiko bahaya, yaitu Grup I yang mempunyai bahaya besar, Grup II mempunyai tingkat bahaya sedang tetapi bahaya penyakit yang ditimbulkannya berpotensi untuk menyebar, dan Grup III yang mempunyai tingkat bahaya sedang dengan penyebarannya yang terbatas. Jenis-jenis bahaya mikrobiologis tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini : Tabel 7 Bahaya Mikrobiologis (bakteri, virus dan parasit) yang dibagi Berdasarkan Resiko Keparahan Bahayanya Bahaya Tinggi (Grup I) Bahaya Sedang, Potensi Bahaya Sedang, Terbatas Menyebar (Grup II) Penyebaran (Grup III) Clostridium botulinum Listeria monocytogenes Bacillus cereus tipe A, B, E dan F Shigella dysenteriae Salmonella sp Campylobacter jejuni Salmonella typhii, Shigella sp Clostridium perfringens paratyphy A, B Virus Hepatitis A dan E Enterovirulent Staphyloccus aureus Escheichia coli (EEC) Brucella abortis; B. suis Streptococcus pyrogenes Vibrio cholerae, non O1 Vibrio cholerae O1 Rotavirus Vibrioparahaemolyticus Vibrio vulnivicus Norwalk virus grup Yersinia enterocolotica Taenia solium Entamoeba histolytica Giardia lamblia Trichinella spiralis Diphyllobothrium latum Taenia saginata Ascaris lumbricoides Cryptosporodium parvum Sumber : ICMSF (1992). Menurut Cliver (1992) bahaya kimia dalam makanan dibagi menjadi dua macam, yaitu secara alami terjadi dan bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja. Bahan yang tidak disengaja ditambahkan berasal dari residu/kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi, bahan mentah pada penanganan yang terus terbawa sampai saat dikonsumsi, terdapat pada bahan pangan (sedikit atau banyak) akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan, sisa pestisida, pupuk, antibiotik, herbisida dan logam berat; sedangkan yang sengaja ditambahkan misalnya bahan pengawet, antioksidan, pengemulsi dan penstabil, pewarna, penguat rasa, humektan, pewangi, pengasam, pemanis, pemutih, enzim, penambah nilai gizi dan lain-lain.

42 24 Bahan-bahan kimia yang berbahaya pada pangan dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini : Tabel 8 Bahan Kimia Berbahaya Pada Pangan Sumber Bahan Kimia Jenis Bahan Kimia Berbahaya Terbentuk secara tidak sengaja Mikotoksin Skrombotoksin (histamin) Ciguatoksin Toksin jamur Toksin kerang : toksin paralitik (PSP), toksin diare (DSP), neurotoksin (NSP), toksin amnestik (ASP) Alkaloid pirolizidin Fitohemaglutinin PCB (polychlorinated biphenyl) Ditambahkan secara sengaja atau Bahan kimia pertanian : pestisida, tidak sengaja fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik, hormon pertumbuhan Logam berbahaya (Pb, Zn, As, Hg, sianida) Bahan tambahan (jumlah terbatas) : pengawet (nitrit dan sulfit), perangsang cita rasa (MSG), penambah gizi (niasin), bahan pewarna (amaranth, methanyl yellow, rhodamin B), bahan pemanis Bahan bangunan dan sanitasi : lubrikan, pembersih, sanitaiser, pelapis cat. Sumber : Fardiaz (1996). Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk fisik yang secara normalnya tidak terdapat dalam pangan dan dapat menimbulkan penyakit (termasuk trauma psikologis) atau luka terhadap individu (Corlett 1992). Sumber bahaya fisik antara lain berasal dari bahan mentah air, gedung, peralatan, material gedung dan pekerja. Bahaya yang terkait dengan bahaya fisik lainnya meliputi rambut, kotoran, kelupasan cat, karat, debu dan kertas (Pierson dan Corlett 1992). Bahaya kimia sangat dikenali oleh sebagian besar konsumen, padahal pada kenyataannya memberikan resiko kesehatan tidak cukup fatal dan umumnya memberikan pengaruh dalam waktu yang panjang. Bahaya biologis lebih besar, kemungkinan bahaya yang ditimbulkannya dalam bentuk keracunan pangan/makanan. Adapun bahaya fisik sangat mudah dikenali dan dihindari oleh konsumen (Thaheer 2005).

43 25 Tabel 9 Material Utama yang Menyebabkan Bahaya Fisik Material Bahaya Potensial Sumber Gelas Terpotong, berdarah, luka dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya Kayu Terpotong, infeksi, tercekik dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya Botol, wadah, lampu, peralatan pengolahan Pallet, boks, gedung, pohon/ranting Batu/kerikil Tercekik, gigi patah Lapangan, gedung Logam Terpotong, infeksi, mungkin perlu Mesin pengoahan operasi untuk menghilangkannya lapangan, kawat, pekerja Serangga dan Penyakit, trauma psikologis dan Lapangan, peralatan kotorannya tercekik yang sudah lama tidak digunakan, gudang Bahan insulasi Tercekik, penggunaan asbes dalam waktu lama Material bangunan Potongan tulang Tercekik, trauma Lapangan, proses pengolahan (pemisahan tulang yang tidak benar) Plastik Tercekik, terpotong, infeksi, mungkin Lapangan, bahan memerlukan operasi untuk pengemas, pallet, menghilangkannya pekerja Bagian tubuh Tercekik, terpotong, gigi patah dan Pekerja/karyawan (kuku, rambut, mungkin perlu operasi untuk bulu, dll) menghilangkannya Sisik, kulit Tercekik Pembersihan sisik ikan dan pengulitan hewan secara tidak benar Sumber : Corlett (1992). Identifikasi bahaya kadang-kadang atau seringkali dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan informasi dari peraturan pemerintah, undang-undang yang berlaku, hasil penelitian dari lembaga/instansi yang kompeten di bidangnya oleh tim HACCP dan selanjutnya tim HACCP akan meninjau atau mengkaji ulang tentang : bahan baku dan/atau ingredien yang digunakan dalam produk, aktivitas yang dilakukan pada setiap langkah proses pengolahan, peralatan yang digunakan untuk membuat/menghasilkan produk pangan, cara penyimpanan dan distribusi, serta tujuan penggunaan produk dan konsumen yang memanfaatkannya, sedang evaluasi bahaya dilakukan setelah bahaya-bahaya yang teridentifikasi tersebut dievaluasi berdasarkan dua faktor, yaitu berdasarkan tingkat keparahannya

44 26 menyebabkan sakit atau cidera dan peluang kemungkinan terjadinya bahaya tersebut (Bernand et al. 1999). Bahkan analisis bahaya ini diperlukan sebagai dasar penyediaan informasi penentuan titik kendali kritis atau CCP. Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya pada produk pangan, maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Kategori resiko bahaya pada produk pangan ada enam bahaya, yaitu bahaya A sampai F disajikan pada Tabel 10, sedangkan penetapan kategori resiko produk dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini : Tabel 10 Karakteristik Bahaya Pada Produk Pangan Kelompok Bahya Karakteristik Bahaya Bahaya A Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok beresiko tinggi (lansia, bayi, immunocompromised) Bahaya B Produk mengandung ingredient yang sensitif terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik Bahaya C Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali, yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik Bahaya D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan Bahaya E Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya Bahaya F Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan konsumen, atau tidak ada pemanasan akhir atau pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan baku), atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik Sumber : NACMCF (1995).

45 27 Tabel 11 Penetapan Kategori Resiko Produk Produk Beresiko Tinggi Produk Beresiko Sedang Produk Beresiko Rendah Produk-produk yang Produk-produk kering atau Produk asam (nilai ph di mengandung ikan, telur, beku yang mengandung bawah 4,6) seperti pikel, sayur, serelia dan/atau ikan, daging, telur, sayuran buah-buahan, konsentrat ingredien susu yang perlu atau serelia dan atau buah, sari buah dan direfrigerasi ingredien atau minuman asam penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi higiene makanan Sandwich dan kue pies daging untuk konsumsi segar Daging, ikan mentah dan Sayuran mentah yang produk-produk olahan tidak diolah dan tidak susu dikemas Produk-produk dengan Produk-produk berbasis Selai (jam), marmelade nilai ph 4,6 atau lemak misalnya coklat, dan conserves diatasnya yang margarin, spreads, mayones disterilisasi dalam wadah dan dressing yang tertutup secara hermetis Produk-produk konfeksioneri berbasis gula Minyak dan lemak Sumber : NACMCF (1995). Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, ingredien pangan dan produk pangan, maka National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (1995), mengelompokkan kategori resiko bahaya dalam enam kategori, yaitu kategori resiko I sampai dengan VI seperti yang tercantum pada Tabel 12 di bawah ini : Tabel 12 Penetapan Kategori Resiko Suatu Bahan Pangan Karakteristik Bahaya Kategori Resiko Jenis Bahaya 0 0 Tidak mengandung bahaya A sampai F (+) I Mengandung satu bahaya B sampai F (++) II Mengandung dua bahaya B sampai F (+++) III Mengandung tiga bahaya B sampai F (++++) IV Mengandung empat bahaya B sampai F (+++++) V Mengandung lima bahaya B sampai F A+ (Kategori khusus) VI Kategori resiko paling tinggi (semua dengan atau tanpa produk yang mempunyai bahaya A) bahaya B-F Sumber : NACMCF (1995).

46 28 Dewanti (2000) menambahkan HACCP adalah suatu sistem manajemen untuk menjamin mutu dan keamanan pangan berdasarkan konsep pendekatan yang rasional, sistematis, dan komprehensif dalam mengidentifikasi dan memonitor bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan pangan. Inti dari sistem manajemen HACCP adalah sebagai berikut : a. Pengukuran pencegahan (Preventive Measure), yaitu berbagai prosedur, monitor, tindakan pencegahan dan juga pencatatan data yang bertujuan untuk mencegah secara dini terjadinya masalah yang mungkin timbul guna memperoleh mutu yang prima, aman, konsisten, sehingga memberi jaminan yang lebih baik pada konsumen. b. Pengawasan sewaktu proses (In Process Inspection), yaitu pengawasan yang dilakukan untuk mencegah semua bahaya selama proses produksi mulai dari tahap awal sampai produk siap dikonsumsi. Secara teknis, pengawasan dilakukan terhadap titik kendali kritis selama proses produksi. Cara ini lebih cermat daripada sekedar uji laboratorium. c. Pengawasan dan pengendalian produk akhir, yaitu merupakan bagian dari keseluruhan sistem yang dilakukan pengawasan pada tempat dan waktu yang tepat sesuai keperluan. d. Peranan perusahaan atau industri pengolah pangan, artinya dalam sistem ini peranan produsen sangat besar karena bertanggungjawab atas seluruh sistem, sedangkan pemerintah hanya melakukan verifikasi atas sistem yang diterapkan. Sanitasi Sanitasi adalah upaya penghilangan semua faktor luar bahan pangan yang menyebabkan kontaminasi bahan pangan sampai dengan makanan siap saji (FAO dan WHO 2003). Tujuan sanitasi adalah mencegah kontaminasi bahan pangan dan makanan siap saji sehingga aman dikonsumsi oleh manusia. Kontaminasi terjadi saat agen biologi, fisika atau kimia yang ada di lingkungan masuk ke dalam bahan pangan saat pengolahan maupun penanganan. Ilmu sanitasi adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip yang akan membantu dalam memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Sanitasi sendiri merupakan usaha pencegahan penyakit

47 29 dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit. Untuk mempraktikkan ilmu sanitasi seseorang harus mengubah segala sesuatu dalam lingkungan yang dapat secara langsung maupun tidak langsung membahayakan terhadap kehidupan manusia terutama pada aspek kesehatan. Bahaya-bahaya tersebut dapat berasal dari aspek biologis, kimia dan fisik. Namun, aspek biologis terutama mikroorganisme akan lebih banyak berkaitan dengan ilmu sanitasi. Keterkaitan tersebut disebabkan karena produksi penyakit dan produksi senyawa-senyawa dari proses pembusukan atau dekomposisi oleh mikroorganisme. Sanitasi pangan merupakan bagian paling penting dalam ilmu sanitasi. Hal ini dikarenakan baik secara langsung maupun tidak langsung, lingkungan hidup akan berhubungan dengan pasokan pangan manusia. Namun, kadang seseorang tidak tahu tingkat keamanannya, kebersihan dan kesehatannya yang berkaitan dengan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh pangan sebagai sumber penyakit. Contohnya kasus keracunan akibat mengkonsumsi hidangan pada acara resepsi pernikahan atau susu gratis yang dibagikan di sekolah-sekolah. Sanitasi pangan merupakan salah satu syarat untuk tercapainya keadaan yang aman dan sehat jika masyarakat mengkonsumsi suatu produk pangan. Hal ini dikenal juga dengan istilah keamanan pangan. Oleh karena itu, akan lebih banyak dijabarkan tentang sanitasi yang dilakukan industri pangan dan juga sebagian dapat diimplementasikan dalam rumah tangga (Dewanti 2005). Industri pangan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practices) untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi pada produk pangan. Definisi GMP adalah praktik pengolahan dan sanitasi pangan yang baik untuk menjamin bahwa produk pangan aman untuk dikonsumsi. Terdapat empat area utama GMP dalam pengolahan pangan yaitu personal (personnel), bangunan/gedung dan fasilitasnya (building and facilities), peralatan dan perlengkapan (equipment and utensils), kontrol produksi dan prosesnya (production and process controls). Fokus utama dari semua area GMP tersebut adalah proses pengendalian sanitasi yang diatur melalui SSOP (Sanitary Standard Operating Procedures), yaitu prosedur yang ditetapkan secara spesifik tahap-demi-tahap untuk prosesproses yang berkaitan dengan sanitasi. FDA (Food and Drug Administration)

48 30 telah menetapkan delapan bidang kunci kondisi sanitasi untuk SSOP yang intinya berisi tentang sanitasi pekerja, sanitasi ruang dan peralatan sanitasi, dan sanitasi lingkungan. Berikut merupakan delapan bidang kunci kondisi sanitasi untuk SSOP yang ditetapkan FDA (Food and Drug Administration 1995) adalah sebagai berikut : a. Keamanan air yang kontak dengan makanan atau permukaan yang kontak dengan makanan; atau yang digunakan dalam pembuatan es; b. Kondisi/kebersihan permukaan-permukaan yang kontak dengan makanan termasuk peralatan, sarung tangan, dan baju luar; c. Pencegahan kontaminasi silang (cross contamination) dari benda-benda yang tidak saniter pada makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan lain yang kontak dengan makanan; d. Pemeliharaan pencucian dan sanitasi tangan, dan fasilitas toilet; e. Perlindungan makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan yang kontak dengan makanan dari pencemaran (adulteration) dengan bahan pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa pembersih, bahan pensanitasi, kondensat, dan cemaran bahan kimia, fisik, dan biologis lain; f. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa toksik yang tepat; g. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan yang dapat mengakibatkan kontaminasi mikrobiologis makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan yang kontak dengan makanan dan h. Penghilangan hama dari pabrik makanan. Sumber-Sumber Kontaminasi Pangan Kasus keracunan makanan yang sering terjadi merupakan salah satu contoh bahwa masyarakat belum sepenuhnya mengetahui sanitasi dan cara pengolahan makanan yang baik dan aman. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui sumber-sumber dan penyebab terjadinya kasus keracunan makanan tersebut. Umumnya kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh kontaminasi makanan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat menimbulkan penyakit seperti kasus keracunan. Umumnya mikroorganisme yang tumbuh pada makanan dibawa oleh medium pembawa yang kontak langung maupun tidak langsung dengan makanan.

49 31 Medium pembawa tersebut di antaranya adalah manusia/pekerja, hewan, dan lingkungan tempat pengolahan dan penyimpanan pangan. Medium pembawa tersebut membuat rantai penularan penyakit dari medium satu ke medium akhir yang kontak dengan makanan. Pekerja atau Manusia Pekerja yang menangani makanan dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroorganisme patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Manusia sehat dapat menjadi pembawa mikroorganisme tersebut dikarenakan pola atau kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri sendiri. Contoh kongkrit yang sering terjadi adalah setelah pekerja yang mengunjungi kamar kecil untuk buang air tidak mencuci tangan sampai bersih kemudian tangan pekerja tersebut kontak dengan makanan. Contoh lainnya, kebiasaan tangan pekerja yang tidak disadari selalu menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa merupakan andil yang besar dalam perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Selain bahaya biologis, manusia juga membawa bahaya fisik. Misalnya, rambut dan perhiasan (cincin) pekerja yang tidak disadari jatuh ke dalam makanan. Hewan Sumber kontaminasi yang kedua adalah berasal dari hewan. Hewan juga dapat menjadi medium pertumbuhan dan penyebaran penyakit. Pada industri pangan yang menjadikan hewan sebagai bahan baku mereka, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan hewan tersebut. Namun, untuk sebagian besar industri pangan tidak menghendaki adanya hewan yang berada di area pengolahan makanan. Semua hewan membawa debu, kotoran dan mikroorganisme. Ini termasuk hewan peliharaan rumah tangga seperti anjing dan kucing. Apabila hewan tersebut diizinkan berada di dekat makanan, makanan itu dapat menjadi terkontaminasi. a. Ternak Besar Staphylococcus aureus merupakan penghuni dari hidung, mulut, tenggorokan, dan kulit dari hewan ternak. Tetapi sebagian besar yang terdapat

50 32 adalah dalam bentuk koagulase negatif sehingga tidak virulen potensial. Selain itu, Sterptokoki fekal, Clostridium perfringens, Salmonella, dan koliform merupakan penghuni alat pencernaan ternak ( diakses 3 Feb 2009). b. Unggas Unggas adalah hewan yang mengandung Salmonella terbanyak termasuk galur-galur patogenik terhadap manusia. Penyakit perut oleh Salmonella pada manusia, kira-kira separuhnya disebabkan oleh produk-produk unggas terutama telur. Pada telur yang sudah mengandung S. typhimurium dapat menyebabkan penyakit typhus. Kulit-kulit telur menjadi sumber Salmonella dan dapat mengkontaminasi isi telur, bila kulit dan membrannya terluka atau bila telur dipecahkan. Oleh karena itu makanan yang mengandung produk-produk unggas perlu diperhatikan secara khusus, misalnya dengan mencuci bersih telur yang akan digunakan. Selain Salmonella, unggas dapat merupakan sumber Staphylococcus aureus bila kulitnya terluka dan terinfeksi oleh bakteri tersebut. Makin besar lukanya, penggandaan Staphylococcus aureus makin banyak ( diakses 3 Feb 2009). c. Hewan Peliharaan Hewan-hewan peliharaan seperti anjing dan kucing diketahui banyak mengandung Salmonella yang diperoleh dari makanan anjing yang terkontaminasi. Oleh karena itu, hewan peliharaan sebaiknya tidak berkeliaran di areal persiapan, pelayanan, dan penyimpanan makanan. Pekerja yang telah memegang hewan harus mengganti baju dan mencuci tangannya dengan baik sebelum menangani makanan. Kontrol terhadap Salmonella dalam makanan hewan peliharaan akan membantu mengurangi salmonelosis pada hewan tersebut dan secara tidak langsung pada manusia ( diakses 3 Feb 2009). d. Binatang Pengerat Tikus dapat mengkontaminasi makanan selama transportasi, penggudangan, dan dalam ruang persiapan pangan. Tikus membawa organisme penyakit pada kulit dan atau dalam alat pencernaan yang berasal dari makanan yang sudah terkontaminasi. Salah satu organisme penyakit tersebut adalah Salmonella yaitu S.

51 33 typhimurium, S. enteridis, dan S. newport. Kontrol terhadap tikus sangat penting dan harus dijaga dari tempat-tempat di mana makanan disimpan ( diakses 3 Feb 2009). e. Serangga Lalat yang sering berdekatan dengan manusia dan paling sering ditemukan dalam pabrik makanan adalah Musa domestica. Tempat-tempat berkembang biak lalat yang paling disukai adalah kuku hewan, kotoran manusia, sampah, dan selokan. Oleh karena itu, kaleng-kaleng atau wadah-wadah sampah yang terbuka merupakan ancaman bagi sanitasi yang baik. Lalat sering kali membawa organisme-organisme penyakit dalam bagian-bagian mulut, pencernaan dan kaki. Karena serangga memakan kotoran-kotoran, semuanya ini dapat mengandung patogen usus yang berasal dari manusia maupun hewan, di antaranya Salmonella. Oleh karena itu sangat penting sekali bahan pangan dilindungi dari lalat. Kecoa juga sering dijumpai dalam pabrik makanan. Hewan tersebut biasanya meninggalkan bau khas pada benda dan mengotorinya dengan faeses yang agak cair. Kecoa suka akan makanan berpati, keju, dan bir; tetapi juga memakan hewan-hewan mati, kulit, dan kertas dinding. Kecoa sering mengkontaminasi makanan dan peralatan dengan membawa kotoran-kotoran yang mengandung patogen pada kaki dan tubuhnya. Nyamuk dan ngengat sering terdapat pada tempat-tempat pengolahan makanan dan dapat membawa organisme penyakit dan mengkontaminasi makanan. Hewan tersebut suka tempat yang hangat ( diakses 3 Feb 2009). Debu dan kotoran Debu dan kotoran terdiri atas tanah, kulit mati, bulu-bulu halus dan berbagai partikel kecil lainnya. Debu dan kotoran ini sangat mudah tertiup ke makanan setelah terbawa ke dapur melalui pakaian dan sepatu. Tanah mengandung bakteri Clostridium perfringens penyebab keracunan makanan dan banyak lagi yang mengandung bakteri lain ( diakses 3 Feb 2009).

52 34 Udara dan air Udara mengandung bakteri dan beberapa di antaranya dapat melekat pada makanan yang ditinggalkan dalam keadaan terbuka. Jika menggunakan air yang tidak berasal dari keran utama (misalnya dari tangki air yang tidak bertutup di loteng), air tersebut dapat mengandung bakteri yang berbahaya ( diakses 3 Feb 2009). Buangan (sampah) Sampah, terutama sampah dapur, mengandung makanan busuk, sisa-sisa makanan, sisa kupasan yang semuanya mengandung bakteri. Tempat sampah yang terbuka akan menarik lalat dan hama lainnya yang kemudian membawa bakteri ke makanan ( diakses 3 Feb 2009). Jenis-jenis Sanitizer Sanitizer (desinfektan) adalah bahan yang digunakan untuk mereduksi jumlah mikroorganisme patogen dan perusak di dalam pengolahan pangan dan pada fasilitas dan perlengkapan persiapan makanan. Syarat-syarat sanitizer yang ideal adalah harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : sifat-sifat destruktif terhadap mikroorganisme, tahan terhadap lingkungan, sifat-sifat membersihkan yang baik, tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, larut dalam air dengan berbagai perbandingan, bau dapat diterima atau tidak berbau, stabil dalam larutan pekat dan encer, mudah digunakan, banyak tersedia, murah dan mudah diukur dalam larutan yang telah digunakan (Winarno 2004). Jenis-jenis bahan sanitasi yang utama adalah sanitasi panas, sanitasi radiasi, dan sanitasi kimia. Sanitasi panas adalah bahan sanitasi dengan menggunakan uap panas dan air panas. Sanitasi radiasi adalah bahan sanitasi yang menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 2500A atau katode energi tinggi atau sinar gamma untuk menghancurkan mikroorganisme, sedangkan sanitasi kimia adalah bahan sanitasi yang menggunakan bahan-bahan kimia. Penggolongan sanitaiser kimia berdasarkan senyawa kimia yang mematikan mikroorganisme yaitu (1) senyawa-senyawa pelepas khlorin, (2) quaternary ammonium compounds, (3) iodophor, (4) senyawa amfoterik, dan (5) senyawa fenolik (Winarno dan Surono 2004).

53 35 Sanitasi Pekerja Higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya di dalam mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja ini yang penting adalah sebagai berikut (Winarno 2004) : 1. Kesehatan yang baik; untuk mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat penyimpanan bakteri patogen, 2. Kebersihan; untuk mengurangi kemungkinan penyebaran bakteri oleh pekerja, 3. Kemauan untuk mengerti tentang sanitasi; merupakan prasyarat agar program sanitasi berjalan dengan efektif. Cara-cara untuk mengawasi higiene pekerja dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan secara periodik, menjaga kebersihan pekerja (rambut, kulit, tangan, kuku, dan pakaian), dan memberikan pendidikan mengenai prinsipprinsip higiene pekerja. Kebiasaan pekerja ketika sedang bekerja seperti membereskan rambut dan memegang bagian tubuh lain yang tidak mendukung higiene pekerja harus dihilangkan. Fasilitas pencucian tangan harus tersedia dalam kamar ganti pakaian, kamar kecil, dalam dapur, dan daerah pelayanan makanan. Fasilitas seperti air pencuci berupa air hangat ( C), sabun-sabun aseptik seperti yang digunakan di rumah-rumah sakit harus tersedia dalam jumlah cukup. Demikian pula handuk saniter atau alat-alat pengering tangan atau lap sekali pakai. Para pekerja tidak diperkenankan merokok di daerah-daerah persiapan makanan, ruang makan, dan setelah merokok, pekerja harus mencuci tangannya. Pakaian pekerja harus bersih, dan bila digunakan lebih dari satu hari harus disimpan dalam lemari. Tutup rambut atau kepala harus digunakan untuk mencegah terjadinya kontak antara rambut dengan makanan. Para pekerja disediakan seragam khusus yang dikenakan segera saat di pabrik, dan tidak diperkenankan datang ke pabrik dari rumah dengan seragam. Pekerja harus menggunakan penutup mulut dan hidung saat bekerja untuk meninimalkan kontaminasi ke makanan (Gambar 5).

54 36 Gambar 5 Ilustrasi Kelengkapan Seragam Pekerja ( blogspot.com). Menjaga tempat kerja, staf dan peralatan bersih adalah bagian penting dari higinitas makanan, karena bekerja di area yang bersih dapat memberikan keuntungan antara lain adalah sebagai berikut : Mengurangi resiko terjadi produksi makanan yang berbahaya Mencegah gangguan serangga seperti lalat, tikus dan lain-lain Lebih menarik konsumen Selain menyebabkan luka atau penyakit, higiene yang buruk juga akan menyebabkan terjadinya hal-hal berikut : Kontaminasi makanan Terbuangnya makanan Gangguan serangga Kehilangan waktu kerja Menurunnya efisiensi dan produktifitas Kehilangan pelanggan dan keuntungan Pelanggaran hukum (Dewanti 2005). Sanitasi Bangunan/Ruang dan Fasilitas Tempat kerja maupun pabrik harus tetap bersih dan rapi dan didesinfeksi secara teratur. Penting untuk mengetahui bagaimana membersihkan semuanya secara teratur untuk menjaganya agar aman digunakan. Proses membersihkan adalah sebuah kerja keras yang membutuhkan energi. Agar permbersihan lebih efektif sebaiknya menggunakan air panas, detergen dan beberapa usaha

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri pertanian, khususnya pangan, untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden keracunan pangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH STRATEGI MANAJEMEN MUTU PROSES PRODUKSI KARKAS AYAM PEDAGING DI RUMAH PEMOTONGAN AYAM (RPA) PT. SIERAD PRODUCE, Tbk, PARUNG, BOGOR NUR FITRIANII USDYANA ATTAHMID SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai 45 METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Semakin ketatnya persaingan produk agroindustri pangan merupakan tantangan bagi industri dalam memenuhi harapan konsumen, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Semakin ketatnya persaingan akan produk pangan agroindustri merupakan tantangan bagi industri dalam memenuhi harapan konsumen. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi membuat keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi berarti peluang pasar internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... ix HALAMAN PENGESAHAN... x RIWAYAT HIDUP... xi KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di era globalisasi seiring dengan semakin ketatnya tingkat kompetisi yang dihadapi. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian yang merupakan tempat para petani mencari nafkah, pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul tanggung jawab paling besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar mengingat banyaknya kasus gizi buruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jus Buah 2.2. Pineapple Soft Candy

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jus Buah 2.2. Pineapple Soft Candy II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jus Buah Jus buah (fruit juice) adalah cairan yang jernih atau agak jernih, tidak difermentasi dan diperoleh dari pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar (Codex

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR Oleh PITRI YULIAN SARI H 34066100 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi bisnis serta pertumbuhan ekonomi dunia adalah makin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki iklim tropis yang banyak memberikan keuntungan, terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama hortikultura seperti buah-buahan,

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasonal. Indonesia terus melakukan upaya meningkatkan sektor pertanian untuk menghasilkan produk yang bermutu. Kemajuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai kekayaan hayati yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian dibidang pertanian. Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A 14104631 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

ANALISIS DIVERSIFIKASI PRODUK MINUMAN PADA CV FAUZI KABUPATEN BEKASI PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS DIVERSIFIKASI PRODUK MINUMAN PADA CV FAUZI KABUPATEN BEKASI PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS DIVERSIFIKASI PRODUK MINUMAN PADA CV FAUZI KABUPATEN BEKASI PROPINSI JAWA BARAT ( Menggunakan Metode Quality Function Deployment ) Oleh: WENI SRIWAHYUNI A14103606 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi Produksi kedelai (ton) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan salah satu makanan tradisional di Indonesia yang terbuat dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices 1. Pengertian Good Agriculture Practice Standar pekerjaan dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihaslikan memenuhi standar internasional. Standar ini harus dibuat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lndonesia pada tahun 1794, di daerah-daerah dataran tinggi seperti

I. PENDAHULUAN. lndonesia pada tahun 1794, di daerah-daerah dataran tinggi seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanurn tuberosurn L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura penting di dunia. Tanaman ini pertama kali ditanam di lndonesia pada tahun 1794, di daerah-daerah

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI (Studi Kasus Balai Pengembangan Perbibitan Ternak-Sapi Perah Cikole ) SKRIPSI MARIA HERLINA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin sebagai natare, yang berarti terapung-apung. Nata dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk

HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk Konsumen yang mengkonsumsi sirup markisa memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap mutu produk sirup markisa. Hal ini disebabkan perbedaan kepentingan terhadap

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan Australia sehingga memiliki potensi perikanan yang sangat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber pangan yang diharapkan masyarakat yaitu memiliki nilai gizi tinggi serta menyehatkan. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada bahan pangan kedelai, yang mempunyai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang dapat memuaskan keinginan maupun kebutuhan. Produk dapat dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang dapat memuaskan keinginan maupun kebutuhan. Produk dapat dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Yang (2008), produk merupakan apapun yang dapat ditawarkan ke pasar yang dapat memuaskan keinginan maupun kebutuhan. Produk dapat dibedakan menjadi dua tipe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain air, susu mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral dan enzim-enzim,

BAB I PENDAHULUAN. Selain air, susu mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral dan enzim-enzim, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu sebagai salah satu produk hasil pertanian merupakan bahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Susu juga disebut sebagai bahan makanan yang hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran penting di sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) Oleh : DESTI FURI PURNAMA H 34066032 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAITESISDANSUMBER INFORMASI Dengan inimenyatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian menjamur. Berbagai variasi bumbu dan metode penyajian pun dapat dijumpai. Seiring dengan perkembangan jaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga merupakan komoditas buah yang mudah rusak. Kerusakan buah mangga dapat disebabkan karena ketidak hati-hatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan bisnis semakin ketat baik

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan bisnis semakin ketat baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan bisnis semakin ketat baik persaingan dengan kompetitor lokal maupun asing. Hal tersebut dapat dilihat dengan ada-nya

Lebih terperinci

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN Oleh: Dhias Wicaksono C34104028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SNI 4482:2013 Standar Nasional Indonesia Durian ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI 4482:2013  Standar Nasional Indonesia Durian  ICS Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Durian ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK

ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK 45 ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK Perilaku konsumen dalam mengkonsumsi dangke dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Konsumsi dangke sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan bersifat turun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci