I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden keracunan pangan yang berdampak pada perdagangan pangan internasional dan perhatian publik yang meningkat terhadap isu keamanan pangan tersebut. Di negara Asia termasuk di Indonesia pun terdapat kecenderungan (trend) yang sama (Ben Embarek, 2004). Beberapa jenis penyebab keracunan pangan adalah listeriosis, salmonellosis, flu burung (Asian influenza), sapi gila atau mad cow (Bovine Spongiform Encephalophaty), penyakit kuku dan mulut pada sapi, dioksin dan ancaman bioterorisme. Menurut Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centre for Diseases Control and Prevention (CDC), terjadi 6-53 juta kasus keracunan pangan di Amerika Serikat. Sebanyak kasus di antaranya disebabkan oleh Salmonella (CDC, 2001). Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit akibat keracunan pangan dan air bila dihitung dapat mencapai 0,8 juta orang meninggal setiap tahun. Sedang di negara-negara industri yang sudah maju, penyakit karena keracunan pangan berakibat mencapai 30% dari jumlah populasi manusianya, dan 20 orang di antara dari 1 juta orang yang ada meninggal setiap tahun karena kasus penyakit keracunan pangan. Bahkan di negara-negara Asia, kasus penyakit yang disebabkan karena keracunan pangan telah meningkat pada tahun 2003 dan 2004 yang disebabkan karena adanya penyediaan pangan dari jasa boga untuk keperluan di kantin sekolah, kantin perusahaan, dan untuk keperluan sosial dalam rangka pesta perayaan perkawinan (Ben Embarek, 2004). Isu masalah keamanan pangan di Indonesia pun semakin mendapat perhatian masyarakat Indonesia, baik yang menyangkut produk pangan yang diekspor ke luar negeri maupun untuk produk pangan yang dikonsumsi di dalam negeri. Misalnya, banyak produk industri pangan dan pertanian Indonesia yang ditolak oleh negara tujuan ekspor karena tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan serta dicurigai sebagai produk yang tidak aman untuk dikonsumsi. Beberapa komoditas pangan pernah ditolak di Amerika Serikat oleh 1

2 US FDA karena terkontaminasi Salmonella (paha kodok, lobster, lada hitam, lada putih, udang), atau menyalahi peraturan low acid canned food (bekicot, jamur, dan ketam kecil dalam kaleng) (Fardiaz, 1996). Contoh lain adalah ditolaknya ekspor ton minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) oleh Belanda akibat terkontaminasi solar (Menhutbun, 2000). Sedang salah satu isu masalah keamanan pangan produk pangan di dalam negeri pada beberapa tahun terakhir yang mendapat perhatian publik adalah isu penggunaan formalin dan boraks dalam beberapa produk pangan termasuk produk pangan mi. Mi merupakan makanan yang sangat digemari mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis dan mudah cara penyajiannya. Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mi, yaitu mi mentah (mi pangsit), mi basah (mi kuning), mi kering dan mi instan. Mi basah atau mi kuning adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan dalam air mendidih terlebih dahulu setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mi basah dapat mencapai sekitar 52% (Winarno dan Rahayu, 1994) sehingga menyebabkan cepat mengalami kerusakan atau penurunan mutu dan daya tahan atau keawetannya cukup singkat, yaitu sekitar 16 jam pada suhu kamar (Astawan, 2005). Sedangkan mi kering dan mi instan merupakan mi yang kering dengan kadar air yang rendah (sekitar 10 %) sehingga lebih awet dibandingkan dengan mi mentah dan mi basah (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Pada umumnya di Indonesia mi basah dan mi mentah banyak diproduksi dan dihasilkan oleh industri skala kecil sedangkan mi kering dan mi instan banyak diproduksi dan dihasilkan oleh industri skala menengah dan besar. Saat ini jumlah industri mi kering di Indonesia mencapai 42 industri sedangkan jumlah industri mi instan mencapai 23 industri (BPS, 2005). Maraknya penggunaan formalin dan boraks pada bahan pangan seperti mi basah/mi mentah, bakso, tahu, ikan asin, ikan segar dan ayam potong pada tahun 2005 dan 2007 yang dilaporkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berdampak negatif pada industri pembuat mi kering yang mengalami penurunan. Pada proses pembuatan mi kering sebenarnya tidak menggunakan kedua jenis bahan tambahan tersebut; sedang penggunaan formalin dan boraks tidak diperlukan pada proses pembuatan mi basah atau mi mentah bila bahan yang 2

3 digunakan dan proses dalam pembuatan mi benar. Hal tersebut dapat berdampak pada citra produk pangan Indonesia di mata konsumen di dalam negeri mapun konsumen di luar negeri serta berdampak pada kemampuan bersaing produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan di Indonesia. Dilema yang dihadapi khususnya pada produk mi adalah mi dengan penambahan formalin yang dihasilkan oleh industri pangan memang lebih unggul dalam hal kekenyalan, keliatan, dan keawetan karena sampai hari ke-4 baru mulai berbau asam dan berlendir sehingga industri tersebut tanpa bersusah payah memperbaiki mutu dan keamanan produknya; di sisi lain formalin menurut lembaga internasional untuk penelitian kanker, menggolongkan formalin sebagai senyawa yang bersifat karsinogen atau senyawa yang dapat memacu pertumbuhan sel-sel kanker (Widyaningsih dan Murtini, 2006) sehingga industri pangan tersebut tetap beroperasi dengan proses produksi dan pengendalian keamanan pangan seadanya. Oleh karena itu, pemberdayaan industri pangan tersebut perlu dilakukan. Salah satu usaha menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota sejak tanggal 28 Juni 1993 (WHO, 1993), dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional (Hathaway, 1999; Orris, 1999). Untuk mengantisipasi pasar global yang semakin kompetitif, pemerintah Indonesia melalui BSN (Badan Standardisasi Nasional) telah memutuskan untuk mengadopsi sistem mutu ISO 9000 dan sistem keamanan pangan model HACCP serta akan mengadopsi juga sistem manajemen keamanan pangan ISO BSN telah mengadopsi CAC HACCP System : Guidelines for apllication yang dimodifikasi menjadi SNI (Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis/HACCP serta Pedoman penerapannya) dan telah menetapkan panduannya, yaitu Pedoman BSN (Panduan Penyusunan Rencana HACCP) (Suprapto, 1999). Namun Pedoman BSN ini telah direvisi menjadi Pedoman BSN (BSN, 2002). 3

4 PT Kuala Pangan adalah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan pangan dan menghasilkan produk mi kering. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1974 dan berlokasi di jalan Depan Terminal Kavling 23 25, Citeureup, Bogor. Produk perusahaan ini sebagian besar (95%) dijual dan dipasarkan di Indonesia, sedangkan sebagian kecil lainnya untuk diekspor ke negara Belgia, Belanda/Netherland, Timur Tengah dan Luxenburg serta Australia. Produksi mi kering yang dihasilkan perusahaan PT Kuala Pangan ini mencapai sekitar 12,5-15,0 ton per hari. Mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, berbentuk khas mi (SNI ). Mi kering yang diproduksi dan dihasilkan oleh perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan ini dibuat dari bahan tepung terigu, dengan penambahan bahan pangan seperti garam, tepung telur, potasium/kalium karbonat, sodium/natrium karbonat dan bahan tambahan pangan (BTP) pewarna tartrazin CI 1940 yang diizinkan oleh Deparmen Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menyadari pentingnya jaminan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di perusahaan serta menanggapi maraknya isu penggunaan formalin dalam industri pembuatan mi dan adanya permintaan jaminan keamanan pangan dari pelanggan berdasarkan sistem HACCP, maka pihak manajemen PT Kuala Pangan berkeinginan untuk menerapkan sistem HACCP (Hazard analysis critical control point). Sistem HACCP ini telah diakui secara internasional baik oleh Codex, European Union (EU), dan World Trade Organization (WTO) serta telah diadopsi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) di atas. Penerapan sistem HACCP pada industri pangan seperti yang akan diterapkan pada PT Kuala Pangan dinilai cukup efektif untuk mencegah dan meminimisasi risiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk memberi jaminan keamanan pangan (Bauman, 1990; Marriott, 1997). Pertama, penerapan sistem HACCP dapat mengurangi tingkat risiko terhadap morbiditas dan mortalitas yang dikaitkan dengan konsumsi pangan yang tidak aman (Antle, 1999). Biaya-biaya yang berkaitan dengan tingkat risiko tersebut antara lain, misalnya : biaya untuk penanganan pasien yang terkena keracunan pangan, 4

5 hilangnya pendapatan pasien penderita keracunan pangan sebagai akibat kehilangan waktu kerja mereka karena tidak masuk kantor/perusahaan, biaya untuk penyembuhan karena kasus keracunan pangan dan ketidakgunaan/ ketidakmampuan mereka selama sakit karena keracunan pangan. Kedua, Penerapan sistem HACCP sebagai bagian dari sistem manajemen mutu menyeluruh (total quality management) bila diimplementasikan secara tepat dapat memberi keuntungan sebagai berikut : perbaikan dalam efisiensi operasional, mengurangi biaya transaksi dan menciptakan keuntungan yang lebih kompetitif (Caswell et al, 1998; Bredahl et al, 2001; Farina dan Reardon, 2000). Selain itu, penerapan sistem HACCP tidak berdiri sendiri, tetapi dapat diterapkan dan diintegrasikan bersama dengan sistem lain misalnya good manufacturing practice (GMP) dan ISO 9000 (Sunarya, 1999). Produksi bahan baku atau ingredien yang digunakan oleh PT Kuala Pangan untuk bahan pangan haruslah dilakukan sesuai dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang baik agar produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan HACCP, diharapkan perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan bisa menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan dan meningkatkan penjualan produk perusahaan. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mempersiapkan kelayakan persyaratan dasar sesuai GMP (Good Manufacturing Practice) dan penyusunan rencana HACCP (hazard analysis critical control point)) atau HACCP Plan untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor sebagai studi kasus, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI (Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis HACCP) serta Pedoman Badan Standarisasi Nasional (BSN)

6 Secara rinci penelitian ini bertujuan : 1. Mengevaluasi kondisi persyaratan kelayakan dasar sesuai persyaratan GMP pada perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan sebelum menerapkan/ mengimplementasikan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP ; 2. Menyusun dokumen rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor yang akan digunakan perusahaan sebagai panduan dalam penerapan sistem HACCP ; 3. Merekomendasikan rencana HACCP tersebut untuk pengembangan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan di Citeureup,Bogor. Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan fondasi bagi penyusunan, penerapan dan sertifikasi sistem HACCP untuk produksi mi kering pada perusahaaan industri pangan PT Kuala Pangan. C. KEGUNAAN/MANFAAT Dengan telah tersusunnya sistem manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang didukung dengan pemenuhan dokumen persyaratan kelayakan dasar (prerequisite programs) dan cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing practice (GMP) pada industri pangan yang menghasilkan produk mi kering di PT Kuala Pangan, maka dapat dilakukan penerapan dan sertifikasi sistem HACCP, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI (Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis HACCP) serta Pedoman Penerapannya (Pedoman BSN ). Dengan demikian, perusahaan industri pangan yang menghasilkan produk mi kering di PT Kuala Pangan tersebut diharapkan : (1) Mampu dan sanggup menghasilkan produk pangan yang memenuhi persyaratan keamanan pangan bagi kepentingan kesehatan manusia, (2) Meningkatkan jaminan keamanan pangan pada produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) Mencegah terjadinya penarikan produk pangan yang dihasilkan, dan (4) Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. 6

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN DI CITEUREUP, BOGOR AGUS SUDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia kuliner saat ini di Indonesia khususnya di Semarang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Jenis-jenis industri kuliner yang ada di Semarang sangat beraneka ragam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN DI CITEUREUP, BOGOR AGUS SUDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan Australia sehingga memiliki potensi perikanan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian yang menuju arah globalisasi, merek yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian yang menuju arah globalisasi, merek yang kuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang menuju arah globalisasi, merek yang kuat bukan cuma memberikan daya saing jangka panjang bagi perusahaan. Merek juga memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian menjamur. Berbagai variasi bumbu dan metode penyajian pun dapat dijumpai. Seiring dengan perkembangan jaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan energi dan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan energi dan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok dan kebutuhan yang paling mendasar untuk kehidupan setiap makhluk hidup. Makanan diperlukan untuk pembentukan energi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. Penggemar makanan jajanan ini merata mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sehingga pedagang makanan

Lebih terperinci

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROTEIN SERTA ORGANOLEPTIK PADA BAKSO DAGING SAPI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS Rina Febriana, Guspri Devi Artanti 2 Abstrak : secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer dan bermasyarakat. Bakso banyak ditemukan di pasar tradisional maupun di supermarket, bahkan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi, maka kehadiran makanan siap saji semakin memanjakan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pola konsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS Media Pendidikan, Gizi dan Kuliner. Vol., No., November 2009 PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS Rina Febriana, Guspri Devi Artanti 2 Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang penting dari ilmu sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jajan merupakan suatu kebiasaan yang telah lama tertanam dalam diri setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Taryadi (2007), jajanan merupakan

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( ) Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari (08312244013) PRODI PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2012 DEFINISI BTP Bahan Tambahan Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gembili Menurut Nur Richana (2012), gembili diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Magnoliophyta ( tumbuhan berbiji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propinsi Lampung mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan agroindustri, terutama untuk agroindustri dengan orientasi pasar antar daerah maupun ekspor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian terhadap persiapan kelayakan persyaratan dasar (GMP) dan penyusunan rencana HACCP (hazard analysis critical control point) untuk produksi mi kering

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Katering merupakan suatu industri jasa boga dalam melayani pemesanan makanan pada jumlah yang banyak. Pola hidup yang semakin berkembang dan serba cepat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di era globalisasi seiring dengan semakin ketatnya tingkat kompetisi yang dihadapi. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga setiap orang perlu dijamin dalam memperoleh pangan yang bermutu dan aman. Penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepadatan penduduk tertinggi. Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia menurut provinsi tahun 2011 sekitar 241.182.182

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katak merupakan komoditas yang sangat penting, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara Eropa, Amerika dan beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang

I. PENDAHULUAN. tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu peredaran bakso oplosan dengan daging babi yang kini berkembang di tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang dioplos dengan daging

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM L.) TERHADAP MUTU PRODUK MIE BASAH MATANG

ANALISIS PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM L.) TERHADAP MUTU PRODUK MIE BASAH MATANG ANALISIS PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM L.) TERHADAP MUTU PRODUK MIE BASAH MATANG Wirasti 1), Eko Mugiyanto 2) 1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pekajangan Pekalongan email: wirasti.kharis@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya generasi menuntut inovasi tidak hanya terhadap produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu sistem keamanan pangan dan sumber

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan yang bergizi tinggi, sehat dan aman dapat dihasilkan bukan hanya dari bahan baku yang pada dasarnya bermutu baik, namun juga dari proses pengolahan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keamanan produk perikanan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam

I. PENDAHULUAN. Keamanan produk perikanan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Keamanan produk perikanan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan sektor perikanan, mengingat konsumsi ikan diperkirakan akan terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi bisnis serta pertumbuhan ekonomi dunia adalah makin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Mutu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Mutu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Mutu Dalam mutu dikenal beberapa pengertian antara lain definisi mutu dan dimensi yang dikenal sebagai konsep mutu. 2.1.1 Definisi Mutu Pengertian mutu secara umum adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH CONTOH KARYA TULIS ILMIAH KARYA TULIS ILMIAH BORAKS DAN FORMALIN PADA MAKANAN KATA PENGANTAR Pertama-tama kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

SKRIPSI PENYUSUNAN RENCANA HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) DI PT PANGAN RAHMAT BUANA, SENTUL - BOGOR

SKRIPSI PENYUSUNAN RENCANA HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) DI PT PANGAN RAHMAT BUANA, SENTUL - BOGOR SKRIPSI PENYUSUNAN RENCANA HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) DI PT PANGAN RAHMAT BUANA, SENTUL - BOGOR Oleh: CHITRA ANNISA MAHARANI F24103033 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

Lebih terperinci

Luas : km2 38 Kabupaten/Kota Terdiri Dari : 664 Kecamatan dengan Desa /Kelurahan. Indah & Subur Kaya Bahan Tambang Kaya Kuliner

Luas : km2 38 Kabupaten/Kota Terdiri Dari : 664 Kecamatan dengan Desa /Kelurahan. Indah & Subur Kaya Bahan Tambang Kaya Kuliner 1 2 Luas : 47.154 km2 38 Kabupaten/Kota Terdiri Dari : 664 Kecamatan dengan 8.503 Desa /Kelurahan Indah & Subur Kaya Bahan Tambang Kaya Kuliner 3 4 Selama 4 Tahun Meningkat hampir 2 x Lipat (Triliun Rp)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging mempunyai asam amino essensial yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah dan cara pengolahan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, khususnya makanan basah dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin dan bahan-bahan kimia

yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, khususnya makanan basah dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin dan bahan-bahan kimia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari sekarang ini tidak jarang kita khawatir untuk mengkonsumsi makanan, hal ini akibat banyaknya pangan (makanan) yang mengandung bahan-bahan

Lebih terperinci

PENERAPAN SNI DI PT. PACIFIC MEDAN INDUSTRI DIPERSENTASIKAN OLEH EVIYANTI TARIGAN (MANAGEMENT REPRESENTATIVE) & SUDARI (MANAGER QC)

PENERAPAN SNI DI PT. PACIFIC MEDAN INDUSTRI DIPERSENTASIKAN OLEH EVIYANTI TARIGAN (MANAGEMENT REPRESENTATIVE) & SUDARI (MANAGER QC) PENERAPAN SNI DI PT. PACIFIC MEDAN INDUSTRI DIPERSENTASIKAN OLEH EVIYANTI TARIGAN (MANAGEMENT REPRESENTATIVE) & SUDARI (MANAGER QC) Company Profile: Our Product - Minyak Goreng - Margarine - Shortening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat makanan itu aman untuk dimakan, bebas dari faktor-faktor penyebab penyakit misalnya banyak mengandung sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : DESTI TRISNANINGSIH A 420 100 128 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Tuna dalam kemasan kaleng

Tuna dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Tuna dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGENDALIAN MUTU PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGENDALIAN MUTU PANGAN No. BAK/TBB/SBG 209 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 5 Pengendalian mutu Dalam setiap proses pengolahan pangan, terdapat beberapa tahapan tertentu yang mempengaruhi mutu produk akhir. Misalnya,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

PAPER PERUNDANG-UNDANG

PAPER PERUNDANG-UNDANG PAPER PERUNDANG-UNDANG HACCP PENGOLAHAN BAKSO SAPI HENNY SUCIYANTI E1C011004 JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian yang merupakan tempat para petani mencari nafkah, pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul tanggung jawab paling besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf LAPORAN AKHIR TA. 2013 PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA- NEGARAA MITRA TERHADAP KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA Oleh: Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci