DAMPAK EKONOMI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK DI KAMPUNG ARENG DESA CIBODAS KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK EKONOMI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK DI KAMPUNG ARENG DESA CIBODAS KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT"

Transkripsi

1 DAMPAK EKONOMI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK DI KAMPUNG ARENG DESA CIBODAS KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT ERLIN RISKA WINDU WULAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Ekonomi Sosial dan Lingkungan Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah di Kampung Areng Desa Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Erlin Riska Windu Wulan NIM H

4

5 ABSTRAK ERLIN RISKA WINDU WULAN. Dampak Ekonomi Sosial dan Lingkungan Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah di Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT. Indonesia memiliki populasi sapi perah yang cukup besar sehingga berpotensi menimbulkan polusi dari limbah ternak yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas sebagai energi alternatif adalah solusi untuk permasalahan tersebut. Penelitian ini menganalisis persepsi responden mengenai pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas serta menganalisi dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki penilaian bahwa pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung bagi peternak dan masyarakat di sekitar lokasi usahaternak. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi peternak dalam pemanfaatan biogas yaitu lama berusahaternak, jumlah ternak, tingkat pendidikan, dan keikutsertaan kelompok ternak. Hasil analisis perbandingan pendapatan diperoleh usahaternak tipe I lebih tinggi dibandingkan usahaternak tipe II dengan selisih pendapatan atas biaya total sebesar Rp per bulan. Rata-rata selisih pengeluaran energi usahaternak tipe I dan tipe II sebesar Rp per bulan. Dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan biogas antara lain: meningkatkan budaya gotong royong masyarakat dan meningkatkan kinerja kelompok peternak, perubahan kondisi lingkungan sekitar kandang yang lebih bersih, dan berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi. Kata Kunci : biogas, dampak ekonomi sosial dan lingkungan, limbah ternak, regresi logistik

6

7 ABSTRACT ERLIN RISKA WINDU WULAN. The Impact of Economic, Social and Environment of The Utilization Dairy Cattle Waste in Areng Sub Village, Cibodas Village, Lembang District, West bandung Regency. Supervised by YUSMAN SYAUKAT. Indonesia has great beef cattle population potentially cause pollution from livestock waste. Utilization of livestock waste into biogas as an alternative energy is a solution. This study analyzed the perception of the respondents about the use of livestock waste into biogas, analyzed the factors that influence the decision of breeders in use livestock waste into biogas, to analyze the changes of energy consumption before and after the use of biogas and energy consumption cost difference between the farmers types I and II, and analyzed the impact of social and environment from the use livestock waste into biogas. The research results show that the majority of respondents have that utilization of livestock waste into biogas have direct and indirect benefit for breeders and community around location. Significant factors that influence th breeders decision to use biogas is long of cattle business, the number of livestock, the level of education, and the participation of the group of cattle. The results showed that the rate of dairy cattle business income type I is higher than type II with the the total value income of Rp /month. The difference in the cost of energy consumption between the two types of cattle business Rp The social and environment impact from the utilization of livestock waste into biogas are improve cultural cooperation communities, improve the performance of the group of cattle, changes in environmental conditions around the cage cleaner, and reduced air pollution due to a heap of livestock waste. Keywords : biogas, livestock waste, logistic regression, the impact of economicsocial and environment

8

9 DAMPAK EKONOMI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK DI KAMPUNG ARENG DESA CIBODAS KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT ERLIN RISKA WINDU WULAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

10

11

12

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Dampak Ekonomi Sosial dan Lingkungan Pemanfaatan Limbah Ternak di Kampung Areng Desa Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas bimbingan dan doanya. Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini terutama kepada : 1. Kedua orangtua tercinta Bapak Endang Suwandi (alm) dan Ibu Trisilawati, kakak dan adik (Erwin, Ervin, Ergin, dan Errina), yang telah memberikan doa, dukungan, didikan dan kasih sayang yang tak pernah berhenti kepada penulis. 2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. selaku dosen pembimbing, terimakasih atas arahan, dukungan, waktu, kesabaran, ilmu dan pengalaman yang sangat berharga yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan departemen yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Prof.Dr.Ir Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen pembimbing akademik. 5. Dosen dan Staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB. 6. Bapak Entis Sutisna, Ibu Alis dan peternak sapi perah Kampung Areng yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi. 7. IbuMartha Swissanto dan suami yang telah memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan 8. Sahabat-sahabat tersayang Santi, Rinda, Denanda, Finda, Iin A, Dina, Vidia, Kiki, Marliana dan Rayyan serta teman-teman ESL 48 yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan kenangan indah selama ini. 9. Sahabat satu bimbingan Gitta, Relita, Tommi, Anis, Campina, Nurul, dan Aida yang selalu saling menyemangati. 10. Sahabat-sahabat kostan Dena NR, Ika F, Anissa P, dan Anisa K atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya. 11. Keluarga Besar Organisasi Mahasiswa Daerah Subang FOKKUS IPB yang telah menjadi keluarga kedua selama penulis kuliah di IPB. 12. Keluarga Besar Himpunan Profesi REESA IPB atas segala pangalaman berharga yang di berikan.. Bogor, Mei 2015 Erlin Riska Windu Wulan

14

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Eksternalitas Limbah Peternakan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Dampak terhadap Pendapatan Peternak Dampak terhadap Pengeluaran Energi Dampak Sosial, dan Lingkungan Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Pemanfaatan Limbah Peternakan Untuk Pupuk Organik Pemanfaatan Limbah Peternakan Untuk Biogas Penelitian Terdahulu 10 III. KERANGKA PEMIKIRAN 13 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pemilihan Responden Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Analisis Persepsi Responden Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Peternak Memanfaatkan Limbah ternak Menjadi Biogas Analisis Pendapatan Analisis Konsumsi Energi Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah 22 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Desa Cibodas Letak Geografi dan Tofografi Keadaan Lahan dan Jenis Penggunaannya Potensi Sumberdaya Manusia dan Mata Pencaharian Karakteristik Umum Responden Jenis Kelamin dan Usia Tingkat Pendidikan Status Kepemilikan Ternak Jumlah Tanggungan Keluarga 26

16 5.2.5 Lama Usahaternak Jumlah Ternak Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng Perkembangan Biogas di kampung Areng Proses Produksi Biogas 28 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Persepsi Responden Mengenai Biogas Persepsi Responden terhadap Manfaat Biogas Identifikasi Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keputusan Peternak untuk Memanfaatkan Limbah Ternak Menjadi biogas Variabel yang Signifikan Variabel yang tidak Signifikan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Analisis Dampak terhadap Pendapatan Peternak Penerimaan Usahaternak Tipe I dan Tipe II Biaya Usahaternak Tipe I dan Tipe II Analisis Pendapatan Usahaternak Tipe Idan Tipe II Analisis Pengeluaran Energi Responden Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak di Kampung Areng Dampak Sosial Pemanfaatan Limbah Ternakdi Kampung Areng Dampak Lingkungan Pemanfaatan Limbah Ternak di kampung Areng 47 VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 50 DAFTAR PUSTAKA 51 LAMPIRAN 69 RIWAYAT HIDUP 71

17 DAFTAR TABEL 1.1 Populasi berbagai ternak di Indonesia tahun Populasi peternakan sapi menurut kabupaten di Jawa Barat tahun Komposisi gas (%) dalam biogas yang berasal dari kotoran sapi Nilai kesetaraan biogas dibandingkan dengan bahan bakar lain Matriks analisis data Luas lahan Desa Cibodas menurut penggunaannya Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cibodas Karakteristik responden peternak di Kampung Areng Persepsi responden terhadap pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan regresi logistik Rata-rata penerimaan peternak tipe I Rata-rata penerimaan peternak tipe II Persentase selisih penerimaan usahaternak Rata-rata biaya peternak tipe I Rata-rata biaya peternak tipe II Analisis ekonomi pendapatan usahaternak Perubahan jumlah konsumsi energi responden Dampak sosial terhadap perubahan perilaku peternaktipe I dan tipe II Dampak lingkungan terhadap perubahan perilaku peternak tipe I dan tipe II 48 DAFTAR GAMBAR 3.1 Skema Kerangka Pemikiran Operasional 14

18 DAFTAR LAMPIRAN 1. Dokumentasi Kuesioner penelitian Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusanpeternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan model regresi logistik Tenaga kerja usahaternak tipe I Tenagakerja usahaternak tipe II Biaya penyusutan alat usahaternak tipe I Biaya penyusutan usahaternak tipe II Rata-rata pendapatan peternak sapi perah tipe I di Kampung Areng Rata-rata pendapatan peternak sapi perah tipe II di Kampung Areng 69

19 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumberdaya yang memiliki peranan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 2000 hingga 2010 sebesar 1,49 persen pertahun (BPS 2014). Hingga tahun 2015, energi yang digunakan oleh manusia sebagian besar berasal dari energi yang tidak dapat diperbaharui, yaitu energi yang berasal dari fosil mulai dari minyak bumi, gas alam serta batubara. Produksi sumberdaya yang tidak sebanding dengan permintaan, mengakibatkan semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak yang tersedia dialam, sedangkan untuk menghasilkannya kembali diperlukan waktu berjuta-juta tahun lamanya. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) tahun 2012, permintaan energi nasional didominasi oleh sektor industri (50,4%), diikuti sektor transportasi (22,0%), rumahtangga (11,0%), komersial (5,1%), lainnya (3,3%) dan non energi (8,2%). Sektor rumahtangga sebagai pengguna energi terbesar ketiga dimana permintaan energinya digunakan untuk kebutuhan akan tenaga listrik (untuk penerangan, pengkondisian ruangan, dan peralatan elektronik lainya) dan energi panas untuk memasak. Kebutuhan energi panas dipenuhi dengan pembakaran BBM (minyak tanah), LPG, gas bumi (untuk beberapa wilayah kota besar) dan kayu bakar (untuk beberapa wilayah pinggiran kota dan pedesaan). Berdasarkan data Kementerian ESDM diperkirakan permintaan energi sektor rumah tangga akan tumbuh rata-rata 4,3% per tahun. Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN)yang membahas mengenai diversifikasi energi yaitu penganekaragaman, penyediaan, dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi. Saat ini penyediaan energi masih didominasi oleh energi berbahan baku fosil yang merupakan sumber energi yang tidak terbarukan, disisi lain penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) masih relatif terbatas padahal potensi sumberdaya EBT Indonesia cukup melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan energi nasional. Potensi sumberdaya EBT yang dapat dimanfaatkan di antaranya tenaga air, panas bumi, mini dan mikrohidro, biomassa, tenaga surya, tenaga angin, biofuel, arus laut, nuklir, Coal Bed Methane (CBM), dan batubara. Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4% dari total penggunaan energi dan diharapkan pemanfaatan EBT akan mencapai 17% pada tahun 2025 (Pusdatin 2011). Pemanfaatan EBT di Indonesia diharapkan pula dapat mengurangi ketergantungan akan energi fosil sehingga kelestarian alam lebih terjaga dengan penggunaan energi yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui.

20 2 Energi tidak dapat dilepaskan dari isu lingkungan yang sedang mengemuka di tataran global saat ini seperti isu pemanasan global dan perubahan iklim. Hal ini dikarenakan sektor energi sangat terkait dengan lingkungan dimana sektor energi dapat memberikan dampak terhadap lingkungan, mulai dari produksi energi sampai dengan pemanfaatan energi semuanya memberikan kontribusi terhadap perubahan lingkungan. Pengembangan energi alternatif terbarukan dan ramah lingkungan merupakan hal yang sangat relevan dengan isu energi dan isu lingkungan saat ini. Salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui adalah biogas. Energi biogas berasal dari berbagai macam limbah organic, seperti sampah biomassa, kotoran manusia, dan kotoran hewan yang dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobic digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk memanfaatkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan energi fosil yang tidak dapat diperbaharui. Indonesia memiliki potensi mengembangkan biogas karena di samping potensi sumber daya ternak yang besar, sebagian besar masyarakat Indonesia masih mengandalkan sektor pertanian dan peternakan sebagai penggerak perekonomian. Indonesia memiliki potensi peternakan yang sangat besar dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Ternak yang diusahakan beraneka ragam, antara lain sapiperah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik, dan sebagainya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan populasi ternak Indonesia tahun Tabel 1.1 Populasi berbagai ternak (ribu ekor) di Indonesia tahun 2014 No Jenis Tahun * 1. Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kambing Domba Babi Kuda Ayam Buras Ayam Ras Petelur Ayam Ras Pedaging Itik Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2015) Catatan : *Angka Sementara Dari data diatas dapat di lihat bahwa setiap jenis ternak mengalami peningkatan populasi dari tahun 2013 ke tahun Salah satu jenis ternak yang mengalami peningkatan adalah ternak sapi perah. Kegiatan usahaternak sapi perah di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2014, Jawa Timur berada pada urutan pertama dengan jumlah populasi sebanyak ekor, kemudian Jawa Barat diurutan kedua sebanyak ekor, dan Jawa Tengah berada diurutan ketiga sebanyak ekor.

21 3 Jawa Barat sebagai provinsi terbesar kedua populasi sapi perah, memiliki potensi untuk mengembangkan usahaternak sapi perah. Kondisi iklim Jawa Barat cocok untuk kegiatan usahaternak sapi perah di dukung juga oleh budaya masyarakat sunda yang gemar untuk bertani dan beternak. Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat populasi sapi perah terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat kemudian Kabupaten Garut (Tabel 1.2). Tabel 1.2 Populasi peternakan sapi menurut kabupaten di Jawa Barat tahun No Kabupaten Sapi Potong Sapi Perah 1. Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Majalengka Sumedang Indramayu Subang Purwakarta Karawang Bekasi Bandung Barat Jawa Barat Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2014) Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat tahun 2013, wilayah di Kabupaten Bandung Barat yang memiliki populasi sapi perah terbesar adalah Kecamatan Lembang dengan jumlah populasi ekor. Tingginya populasi sapi baik sapi potong maupun sapi perah memberikan keuntungan dari tingginya permintaan produk peternakan dan menjadi sumber pendapatan bagi peternak sapi. Seiring dengan bertambahnya populasi ternak dapat menimbulkan pula eksternalitas negatif yaitu limbah kotoran ternak yang dihasilkan dari usahaternak sapi pun semakin meningkat. Limbah kotoran ternak tersebut menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara bagi lingkungan sekitar usahaternak. Beberapa wilayah di Kecamatan Lembang telah memanfaatkan limbah ternak sapi perah menjadi biogas, salah satunya yaitu di wilayah Kampung Areng Desa Cibodas. Pemanfaatan biogas di Kampung Areng digunakan untuk kebutuhan memasak sebagai pengganti gas elpiji, adapun ampas biogas yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pemanfaatan limbah usahaternak sapi perah yang telah melakukan pengolahan kotoran ternak menjadi hasil sampingan yang bernilai ekonomi (pupuk kompos, biogas, dan sumber energi listrik) dengan usahaternak yang belum melakukan pengolahan limbah kotoran ternak (usahaternak non biogas).

22 4 Perbedaan pengelolaan dan pemanfaatan limbah ternak akan menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan sekitar yang berbeda di antara kedua usahaternak tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Limbah ternak dari usahaternak sapi perah dalam skala besar dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak pada masyarakat sekitar. Satu ekor sapi dewasa menghasilkan feses rata-rata 25 kg per hari dan jika diakumulasikan dengan jumlah populasi sapi yang ada maka limbah yang dihasilkan akan sangat banyak.limbah yang langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah akan mengkontaminasi udara, air, dan tanah sehingga menyebabkan polusi. Pencemaran pada tanah, limbah ternak dapat melemahkan daya dukung tanah sehingga menyebabkan polusi tanah. Pencemaran pada air, limbah ternak yang dibuang ke sungai dapat menimbulkan pencemaran air dan sumber penyakit, sedangkan pencemaran udara timbul dari gas methan dan gas-gas lain yang terkandung seperti ammonium, hydrogen sulfida, CO 2 yang menyebabkan efek rumah kaca (Green House). Pengolahan dan pemanfaatan limbah yang baik merupakan alternatif yang dapat mengurangi dampak negatif dan memberikan manfaat lain seperti dapat diolah menjadi biogas dan pupuk. Biogas digunakan sebagai energi alternatif ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk memasak sehingga berpengaruh terhadap penggunaan energi peternak terutama konsumsi gas elpiji, sedangkan pupuk digunakan peternak untuk pertanian sehingga mengurangi biaya produksi. Jumlah peternak sapi perah di Desa Cibodas sekitar 514 orang dengan populasi sapi perah mencapai ekor tersebar di 8 kampung, maka setiap hari tersedia sekitar 67,5 ton kotoran sapi (rata-rata 25 kg kotoran/sapi/hari). Berdasarkan potensi yang dimiliki, pada tahun 2013 Desa Cibodas ditargetkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi Desa Mandiri Energi dan Pangan. Berdasarkan target tersebut, warga Desa Cibodas diharapkan dapat memanfaatkan kotoran sapi menjadi sumber energi alternatif (biogas) pengganti BBM dan pupuk organik untuk meningkatkan produksi pertanian. Mayoritas peternak di Desa Cibodas yang telah memanfaatkan limbah ternaknya menjadi biogas dan pupuk organik yaitu berada di Kampung Areng. Keputusan menggunakan biogas tidak terlepas dari beberapa hal yang dijadikan pertimbangan oleh peternak, sehingga diperlukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang signifikan terhadap keputusan peternak untuk menggunakan biogas sehingga berpengaruh terhadap pengembangan biogas di Kampung Areng. Oleh karena itu, penelitian dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pemanfaatan limbah kotoran ternak ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran ternak. Pemanfaatan dan pengolahan limbah kotoran ternak selain dapat memberikan manfaat ekonomi, juga dapat memperbaiki kualitas lingkungan dan sosial sekitar usahaternak. Berdasarkan permasalahan yang ada, aspek yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana persepsi peternak mengenai pemanfaatan limbah kotoran ternak di Kampung Areng?

23 5 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas di Kampung Areng? 3. Bagaimana dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak terhadap tingkat pendapatan peternak dan pengeluaran energi responden di Kampung Areng? 4. Bagaimana kondisi sosial dan lingkungan masyarakat di sekitar lokasi usahaternak biogas dan usahaternak non biogas di Kampung Areng? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi persepsi peternak mengenai pemanfaatan limbah kotoran ternak di Kampung Areng. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas di Kampung Areng. 3. Membandingkan dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak terhadap pendapatan usahaternak tipe I dan usahaternak tipe II serta membandingkan dampak pemanfaatan tersebut terhadap pengeluaran energi peternak di Kampung Areng. 4. Membandingkan kondisi sosial dan lingkungan masyarakat di sekitar lokasi usahaternak tipe I dan usahaternak tipe II di Kampung Areng. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya: 1. Bagi peternak, dapat memberikan gambaran mengenai potensi pemanfaatan limbah kotoran sapi perah terhadap kondisi ekonomi sosial dan lingkungan kegiatan usahaternak. 2. Bagi pemerintah, dapat dijadikan masukan untuk penyusunan kebijakan dalam upaya pengembangan potensi wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan limbah kotoran sapi perah. 3. Bagi pembaca dan peneliti, semoga hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dan informasi untuk penelitian selanjutnya yang relevan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Wilayah penelitian hanya meliputi kawasan Kampung Areng Desa Cibodas Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. 1. Objek penelitian adalah peternak yang tergabung pada kelompok ternak Mekar Saluyu dan Bakti Saluyu yang menjadi anggota KPSBU (Koperasi Peternak Susu Bandung Utara). Peternak tipe I merupakan peternak yang sudah memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan kepemilikan instalasi biogas yang berasal dari subsidi pemerintah dan peternak tipe II adalah peternak yang belum memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. 2. Dampak ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari tingkat pendapatan pada kedua tipe usahaternak, perbedaan konsumsi energi (gas elpiji) responden sebelum dan setelah menggunakan biogas, dan selisih konsumsi energi usahaternak sapi perah tipe I dan tipe II.

24 6 3. Dampak sosial dalam penelitian ini adalah hanya melihat perubahan perilaku masyarakat terhadap rutinitas dari kegiatan sebelum dan setelah adanya program pemanfaatan biogas bagi peternak, serta perubahan perilaku masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar energi lainnya seperti: gas elpijidan kayu bakar. 4. Dampak terhadap kondisi lingkungan dalam penelitian ini adalah perubahan terhadap kondisi lingkungan yang dirasakan masyarakat Kampung Areng akibat pembuangan limbah ternak sebelum dan setelah dimanfaatkan sebagai pupuk dan biogas.

25 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas Limbah Peternakan Eksternalitas adalah pengaruh/dampak/efek samping yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain. Eksternalitas dapat bersifat menguntungkan (positive externalities) atau merugikan (negative externalities). Masalah eksternalitas umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu hak kepemilikan, keberadaan barang publik, keberadaan sumberdaya bersama, ketidaksempurnaan pasar, dan kegagalan pemerintah. Usahaternak memiliki manfaat sebagai penyedia protein hewani sehingga mendorong meningkatnya populasi ternak dan produktivitas ternak.peningkatan usahaternak selain memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif dari limbah yang dihasilkan. Limbah ternak tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan,bulu, isi rumen, dan lain-lain. Semakin besar skala usaha peternakan, maka limbah yang dihasilkan akan semakin banyak. Dampak yang ditimbulkan dari banyaknya limbah peternakan akan mengakibatkan rusaknya lingkungan serta terganggunya kesehatan manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memanfaatkan limbah peternakan untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan. 2.2 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Dampak terhadap Pendapatan Peternak Pendapatan usahaternak sapi perah didapat dari selisih penerimaan usahaternak dengan pengeluaran biaya dalam usahaternak sapi perah. Soekartawi (2002) menyatakan bahwa biaya usahatani diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap karena besarnya tidak dapat dihitung dengan rumus maka sekaligus ditetapkan nilainya saja. Biaya variabel dapat didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Secara matematis pendapatan usahaternak sebagai berikut : Dimana : Π = Pendapatan usahaternak sapi perah (Rp) TR = Penerimaan total usahaternak sapi perah (Rp) TC = Biaya total usahaternak sapi perah (Rp) TFC = Totat Fix Cost/ Total Biaya Tetap (Rp) TVC = Total Variable Cost/Total Biaya Variable (Rp) Faktor-faktor produksi yang diperkirakan berpengaruh dalam menentukan pendapatan dalam pemeliharaan sapi adalah jumlah kepemilikan sapi, lama pemeliharaan, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja. Pendapatan utama peternak diperoleh dari penjualan sapi dan produksi susu, sedangkan pendapatan sekunder diperoleh dari penjualan kotoran dan penjualan pupuk dari ampas biogas.

26 Dampak terhadap Pengeluaran Energi Biogas merupakan sumber energi terbarukan yang unggul dan mampu menyumbangkan andil untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar rumah tangga (Elizabeth dan Rusdiana 2010). Kegiatan konsumsi dan produksi sehari-hari di masyarakat menyebabkan tingginya penggunaan bahan bakar minyak yang nonrenewable yang berasal dari fosil sehingga ketersediaanya di alam menjadi semakin sedikit. Sementara itu limbah peternakan dan pertanian selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan energi alternatif dapat meminimalisasi pencemaran lingkungan, mengantisipasi habisnya ketersediaan kayu bakar dan mengurangi penggunaan BBM dan elpiji. 2.3 Dampak Sosial dan Lingkungan Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Pengembangan biogas yang berbahan baku kotoran ternak merupakan salah satu alternatif penyediaan energi di tingkat lokal, namun memiliki kontribusi terhadap pengurangan persoalan lingkungan yang bersifat lokal maupun global. Pada tingkat lokal, pengembangan biogas dapat mengurangi terjadinya pencemaran udara dan pencemaran air sungai. Menurut Sudiarto (2008), pada tingkat global, pengembangan biogas memberikan kontribusi dalam mengurangiefek rumah kaca yang dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut: a. Biogas menjadi energi yang mensubstitusi atau menggantikan bahan bakar fosil dimana penggunaan bahan bakar fosil dapat menyumbang gas-gas rumah kaca dalam jumlah yang besar. b. Metana yang dihasilkan secara alami oleh kotoran ternak yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan karbondioksida. Penggunaan biogas dapat mengkonversi metana menjadi karbondioksida yang lebih rendah efeknya terhadap pemanasan global. Karbondioksida yang dihasilkan pun tidak sebesar karbondioksida yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, dengan demikian, penggunaan biogas dapat mengurangi jumlah metana di udara. c. Dengan lestarinya hutan, maka karbondioksida yang ada di udara akan diserap oleh hutan sehingga menghasilkan oksigen. Pemanfaatan limbah peternakan, khususnya kotoran ternak menjadi biogasmendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramahlingkungan dapat dicapai. Menurut Sudiarto (2008), pengelolaan limbah peternakan yang ramah lingkungan adalah pengelolaan yang tidakberakibat terhadap menurunnya daya dukunglingkungan. Pengelolaan limbah ternak harusdiperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Cara pengelolaannya berkesinambungan. 2. Hasil yang diperoleh dari pengelolaan limbah dapat menjamin proses berikutnya. 3. Teknologi yang digunakan dapat meningkatkan nilai sumber daya limbah yang dikelola. 4. Dampak negatif akibat pengelolaan limbah dapat dihindari Menurut Elizabeth dan Rusdiana (2010), manfaat dari sisi sosial kelembagaan adalah terjalinnya sifat sosial dalam kebersamaan dan tenggang rasa antar masyarakat pengguna biogas (umumnya terdiri antar kelompok untuk satu reaktor). Manfaat lainnya yang dapat dirasakan yaitu berfungsinya kelembagaan

27 9 dari hulu (produsen) hingga kelembagaan hilir (konsumen) dan berjalannya kelembagaan kelompok ternak. 2.4 Pemanfaatan Limbah Peternakan untuk Pupuk Organik Pemanfaatan limbah untuk pembuatan pupuk organik memberikan manfaat yang sangat menguntungkan bagi pihak peternak maupun lingkungan. Pemanfaatan limbah tersebut selain mengurangi dampak pencemaran lingkungan juga dapat bermanfaat dalam menyuburkan tanah pertanian atau pekebunan bahkan menjadi peluang usaha tersendiri dari peternak dengan penjualan pupuk organik ke masyarakat dan petani lainnya. Pupuk organik dari limbah kotoran ternak mengandung unsur hara baik mikro maupun makro seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, B dan S. Kompos adalah pupuk organik yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari limbah/sisa tanaman, kotoran hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan humus yang telah mengalami dekomposisi.manfaat penggunaan pupuk organik terhadap tanah (Kaharudin dan Sukmawati 2010) : a. Menambah kesuburan tanah b. Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah dan gembur c. Memperbaiki sifat kimiawi tanah sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman d. Memperbaiki tata air dan udara di dalam tanah sehingga suhu tanah akan lebih stabil e. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah larut oleh air hujan atau air pengairan f. Memperbaiki kehidupan jasad renik yang hidup di dalam tanah. 2.5 Pemanfaatan Limbah Peternakan untuk Biogas Limbah ternak selain dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik, limbah dari kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga(baba2008). Tabel 2.1 Komposisi gas (%) dalam biogas yang berasal dari kotoran sapi Jenis Gas Volume (%) Metana (CH4) % Karbondioksida (CO2) % Nitrogen (N2) 2 6 % Hidrogen Sulfida (H2S) 0 3 % Gas lain Tidak Terukur Sumber : Baba (2008) Biogas merupakan sumber energi terbarukan yang dapat menggantikan bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batubara. Produksi biogas memungkinkan pertanian berkelanjutan dengan sistem proses terbarukan dan ramah lingkungan.pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak

28 10 mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak. Hal ini karena pada pembuatan biogas, kotoran ternak yang sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula karena yang diambil hanya gas metana yang digunakan sebagai bahan bakar sedangkan ampas biogasnya dapat dijadikan pupuk organik. Nilai kesetaraan biogas dengan bahan bakar lain dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 Nilai kesetaraan biogas dibandingkan dengan bahan bakar lain No Jenis Energi Kesetaraan dengan 1m 3 Biogas 1. Elpiji 0,46 Kg 2. Minyak Tanah 0,62 Liter 3. Minyak Solar 0,52 Liter 4. Bensin 0,80 Liter 5. Gas Kota 1,50 m 3 6. Kayu Bakar 3,50 Kg 7. Listrik 1,25 KWH Sumber : Kementerian Pertanian (2014) Keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas (Setiawan 1998) : 1. Biogas yang dihasilkan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang jumlahnya terbatas dan harganya cukup mahal. 2. Jika diterapkan oleh masyarakat disekitar hutan yang banyak menggunakan kayu sebagai bahan bakar, diharapkan dapat mengurangi penebangan kayu sehingga kelestarian hutan lebih terjaga. 3. Teknologi ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena kotoran yang semula hanya mencemari lingkungan digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, dengan demikian kebersihan lebih terjaga. 4. Ampas biogas (sludge) selain menghasilkan energi, juga dapat digunakan sebagai pupuk yang baik. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi referensi dalam penelitian ini adalah di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Maulanasari (2010), Rismala (2010), Hermawati (2012), dan Pajarwati (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Rismala (2010) berjudul identifikasi Dampak Sosial Ekonomi Dan Lingkungan Dari Pemanfaatan Biogas (studi kasus : Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat). Penelitian tersebut menggunakan metode estimasi penilaian lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM). Penelitian ini menghitung nilai WTP peternak terhadap pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas. Dampak sosial akibat pemanfaatan biogas di Desa Cipayung tidak terlalu signifikan dirasakan peternak, sedangkan dampak ekonomi hanya dirasakan oleh peternak, yakni penghematan pengeluaran biaya untuk bahan bakar LPG sebesar Rp Dampak negatif lebih dirasakan oleh non-peternak yang meggunakan air sungai untuk keperluan mencuci ataupun yang bertempat tinggal di dekat sungai. Rata-rata WTP dari masyarakat sebesar Rp ,7 per tahun.

29 Penelitian terdahulu lainnya yang mejadi referensi dalam penelitian ini adalah mengenai Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang oleh Maulanasari (2010). Hasil dari penelitian tersebut adalah besar keluarga, pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah akses informasi berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas. Penelitian Hermawati (2012) mengenai Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Hasil penelitian bahwa, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi peternak dalam pemanfaatan biogas yaitu jenis kelamin, lama berusahaternak, dan tingkat pengetahuan peternak mengenai biogas. Hal tersebut terjadi dikarenakan mayoritas peternak yang memanfaatkan biogas di Desa Haurngombong merupakan peternak pria yang telah lama berusahaternak serta memiliki pengetahuan mengenai biogas Penelitian lainnya adalah penelitian berjudul Analisis Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah di Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat oleh Pajarwati (2014). Peneliti membagi peternak menjadi dua tipe yaitu tipe I yaitu peternak yang memanfaatkan limbah menjadi biogas dan tipe II yaitu peternak yang tidak memanfaatkan limbah menjadi biogas. Hasil analisis tingkat pendapatan menunjukkan bahwa pendapatanusahaternak sapi perah tipe I lebih besar dibandingkan usahaternak sapiperah tipe II. Rata-rata selisih pendapatan atas biaya total diantara keduajenis usahaternak tersebut sebesar Rp per bulan untuk setiap satuanternak. Rata-rata nilai R/C rasio yang dihasilkan dari usahaternak sapiperah tipe I dan usahaternak sapi perah tipe II masing-masing sebesar 1,25 dan 1,14 yang nilainya lebih besar dari satu, sehingga usahaternakmenguntungkan. Penelitian yang dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu, melakukan studi komparatif dengan with-wthout approach antara usahaternak tipe I dengan tipe II, menganalisis dampak ekonomi terhadap pendapatan dari aspek penerimaan dan penghematan pengeluaran rumah tangga peternak, analisis dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas atau non-biogas bagi peternak dengan menggunakan analisis deskriptif, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peternak dalam pengambilan keputusan pemanfaatan biogas dengan menggunakan analisis Regresi Linier logistik menggunakan software SPSS22. 11

30 12

31 13 III. KERANGKA PEMIKIRAN Kegiatan produksi dan konsumsi dari kegiatan usahaternak sapi menghasilkan limbah ternak yang dapat menimbulkan eksternalitas. Limbah yang dihasilkan dari usahaternak sapi perah berupa limbah padat dan limbah cair. Pemanfaatan dan pengelolaan limbah ternak dilakukan sebagai upaya mengatasi eksternalitas tersebut. Pengelolaan limbah usahaternak sapi perah di Kampung Areng menggolongkan usahaternak sapi perah menjadi 2 jenis, yaitu usahaternak sapiperah tipe I dan usahaternak sapi perah tipe II. Usahaternak sapi perah tipe I adalah kegiatan usaha peternakan yang telah memanfaatkan limbah ternakmenjadi biogas, sedangkan usahaternak sapi perah tipe II sebaliknya, yaitu usahaternak yang tidak memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi biogas. Peternak tipe I dan tipe II tersebut yang akan menjadi responden dalam penelitian ini. Pemilihan responden tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai dampak yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perbedaan pengelolaan tersebut berdampak pada pendapatan, pengeluaran rumah tangga peternak, kondisi sosial, dan lingkungan di sekitar lokasi usahaternak sebelum dan setelah adanya upaya pengelolaan limbah tersebut. Tahapan pertama adalah analisis persepsi peternak mengenai pemanfaatan limbah ternak sebagai indikasi awal terdapatnya dampak dari pengolahan limbah tersebut dengan menggunakan analisis deskriptif. Tahapan kedua mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan biogas dengan menggunakan metode analisis regressi linear logistikdengan menggunakan program SPSS 22. Tahapan ketiga adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak ekonomi yang dilihat dari pendapatan usahaternak dengan pendekatan penerimaan, total biaya dan pengeluaran energi responden dengan menggunakan analisis pendapatan dan pengeluaran. Tahapan selanjutnya menganalisis dampak sosial dan lingkungan dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif berdasarkan hasil kuesioner dan observasi langsung di lapangan secara obyektif, serta analisis studi komparatif (with-without approach) pada usahaternak biogas dan non biogas. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.1

32 14 Persepsi terhadap pemanfaatanlimb ah Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng Desa Cibodas Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemanfaatan biogas AnalisisDeskrip tif Analisis Regresi Linear Logistik Rekomendasi Kebijakan Usahaternak Biogas Usahaternak non-biogas Dampak Pengelolaan dan pemanfaatan limbah pada Usahaternak Biogas Dampak Pengelolaan dan pemanfaatan limbah pada Usahaternak non-biogas Ekonomi Sosial Lingkungan Ekonomi Sosial Lingkungan Analisis Pendapatan dan pengeluaran Energi Responden Analisis Deskriptif Analisis Pendapatan dan pengeluaran Energi Responden Analisis Deskriptif Net Benefit Gambar 3.1 Skema Kerangka Pemikiran Operasional

33 15 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi usahaternak sapi perah dengan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi sebagai pupuk, biogas, dan penghasil listrik. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Februari 2015, dalam kurun waktu tersebut peneliti melakukan pengumpulan data dan observasi secara langsung untuk menjawab tujuan penelitian. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperolah melalui observasi lapang dan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang merupakan peternak sapi perah tipe I dan peternak sapi perah tipe II. Data tersebut mencakup karakteristik responden dan data meliputi biaya dan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan responden dalam usahaternak dan pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan data dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Lembang dan Desa Cibodas. 4.3 Metode Pengambilan Contoh Responden Pengambilan contoh pada responden menggunakan teknik cluster random sampling. Metode ini digunakan terhadap sampling unit (individu) dimana sampling unitnya berada dalam satu kelompok (cluster) yang dalam penelitian ini terbagi menjadi usahaternak tipe I dan usahaternak tipe II. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah peternak yang tergabung pada kelompok ternak Mekar Saluyu dan Bakti Saluyu yang menjadi anggota KPSBU (Koperasi Peternak Susu Bandung Utara). Peternak tipe I merupakan peternak yang sudah memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan kepemilikan instalasi biogas yang berasal dari subsidi pemerintah dan peternak tipe II adalah peternak yang belum memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. Jumlah minimum responden ditentukan berdasarkan syarat minimum untuk pengolahan data sehingga data menyebar normal secara statistik dan hasil yang diperoleh memiliki tingkat validitas yang tinggi. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 83 responden dengan jumlah responden pada usahaternak sapi perah tipe I sebanyak 49 responden, dan responden pada usahaternak tipe II sebanyak 34 resonden. Pengambilan contoh dilapangan dipengaruhi oleh ketersediaan dan waktu luang dari responden. Wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan pada sore hari di tempat penyetoran susu hasil pemerahan dikarenakan pada sore hari merupakan waktu luang peternak. Wawancara juga dilakukan dengan kunjungan langsung ke lokasi usahaternak bertujuan untuk observasi langsung terhadap kondisi lingkungan usahaternak.

34 Metode Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh diolah dengan bantuan komputer. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Penelitan ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperolah melalui observasi lapang dan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang merupakan peternak sapi perah biogas dan peternak non biogas. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, data dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Lembang dan Desa Cibodas. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan usahaternak dari segi penerimaan dan biaya serta pengeluaran energi responden dengan program microsoft excel Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam mengelola limbah ternak sapi perah menjadi biogas diolah dengan metode analisis regresi linear logistik menggunakan program SPSS 22. Metode kualitatif dengan analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis persepsi dan dampak sosial lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah. Analisis dampak sosial dan lingkungan pada penelitian ini tidak hanya dianalisis berdasarkan data hasil kuesioner dan data sekunder yang terkait, tetapi peneliti melakukan observasi langsung secara objektif di lokasi penelitian. Matriks metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Matriks metode analisis data No. Tujuan Sumber Data Metode Analisis 1 Menganalisis persepsi responden terhadap pemanfaatan limbah kotoran ternak 2 Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas 3 Analisis Dampak Ekonomi terhadap Pendapatan dan pengeluaran energi antara usahaternak tipe I dan Usahaternak tipe II 4 Analisis Dampak sosial dan lingkungan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi sebagai biogas Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) dan observasi langsung secara obyektif Analisis Deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 Analisis regresi logistik dengan menggunakan program SPSSStatistics 22. Analisis pendapatan (pendekatan penerimaan dan pengeluaran Rumah Tangga usahaternak) dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 Analisis Deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007

35 Analisis Persepsi Responden Analisis persepsi terhadap responden dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dengan wawancara secara langsung kepada peternak menggunakan kuesioner. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui persepsi peternak dalam pemanfaatan limbah ternak yang menghasilkan produk sampingan bernilai ekonomi, serta persepsi peternak terhadap penggunaan biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Peternak Memanfaatkan Limbah ternak Menjadi Biogas Model Regresi Logistik Uji regresi logistik merupakan uji binomial dengan dua kategori variabel terikat atau variabel dependen. Penggunaan model logit dalam penelitian ini dikarenakan variabel terikat atau variabel dependen memiliki dua pilihan (binnary logisticregression) yaitu bernilai 0 jika peternak memanfaatkan biogas, dan bernilai 1 jika peternak tidak memanfaatkan biogas, sehingga tepat untuk menggunakan analisis regresi logit untuk menjawab tujuan penelitain mengenai faktor-faktor yang memengaruhi peternak untuk memanfaatkan biogas. Model regresi logistik diturunkan berdasarkan fungsi peluang variabel kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut (Juanda 2009) : P i = F (Z i )=F( + i)= = (1) Dari persamaan di atas dapat dikembangkanmodellogit sebagai berikut: P i = P(X i ) = (2) Dimana: P i = Peluang individu dalam mengambil suatu keputusan (probabilitas) X i = Variabel bebas = Intersep = Koefisien regresi e =Bilangan dasar logaritma natural (e=2,718) Z i = + X i (variabel acak yang menyebar normal) Berdasarkan persamaan 2 di atas, maka terdapat dua probabilitas atau peluang. P(i) adalah peluang peternak memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas, sedangkan 1-Pi adalah peluang peternak tidak memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas, dirumuskan sebagai berikut: Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas adalah lama usahaternak (X 1 ), jumlah ternak (X 2 ), tingkat pendidikan (X 3 ), jumlah tanggungan keluarga (X 5 ), konsumsi gas elpiji (X 6 ), dummy keikutsertaan kelompok ternak (X 7 ), dan (3)

36 18 dummyjenis kelamin (X 8 ). Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan peternak, maka model logit dapat dirumuskan sebagai berikut : Li = ln ( ) = Zi = + 1 X X X X X X X 7 (4) Dimana : L i = Persamaan Logaritma P i = Peluang individu dalam mengambil keputusan memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas (1-P i ) = Peluang individu dalam mengambil keputusan memanfaatkan limbah ternak tidak menjadi biogas Z i = Keputusan peternak = Intersep i = Parameter peubah Xi X 1 = Lama usahaternak X 2 = Jumlah ternak X 3 = Tingkat pendididkan X 4 = Jumlah tanggungan keluarga X 5 = Konsumsi gas elpiji X 6 = Keikutsertaan kelompok ternak X 7 = Dummy jenis kelamin (laki-laki = 1, perempuan = 0) Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas adalah sebagai berikut: 1. Lama Usahaternak Lama usahaternak diharapkan bernilai positif, semakin lama peternak menjalankan usahaternaknya maka semakin baik pula peternak dalam mengelola limbah ternaknya. 2. Jumlah Ternak Jumlah ternak yang dimiliki peternak diharapkan bernilai positif, semakin banyak ternak yang dimiliki peternak maka semakin banyak pula limbah yang dihasilkan dan potensi pengembangan biogas semakin tinggi. 3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan diharapkan bernilai positif, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah untuk memahami adanya manfaat dari pengolahan limbah menjadi biogas baik manfaat ekonomi maupun manfaat bagi lingkungan. 4. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga diharapkan positif, semakin banyak anggota keluarga akan menyebabkan semakin tinggi kebutuhan energi maka pemanfaatan limbah ternak sebagai energi alternatif semakin tinggi. 5. Konsumsi Gas Elpiji Konsumsi gas elpiji diharapkan berpengaruh positif, sebelum penggunaan biogas peternak harus mengeluarkan uang lebih untuk pembelian gas elpiji. Adanya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas dapat mengurangi pengeluaran peternak. 6. Keikutsertaan Kelompok Ternak

37 19 Keikutsertaan kelompok ternak diharapkan bernilai positif, masuknya peternak menjadi anggota kelompok ternak akan mempermudah peternak dalam menerima informasi tentang pemanfaatan limbah menjadi biogas. Keikutsertaan kelompok ternak ini merupakan variabeldengan X 7 = 1 jika peternak merupakan anggota kelompok peternak sedangkan X 7 = 0, jika peternak bukan anggota kelompok peternak. 7. Dummy Jenis Kelamin Jenis kelamin peternak diharapkan berpengaruh positif, proses pengolahan limbah ternak menjadi biogas merupakan pekerjaan yang cukup berat sehingga harus dilakukan oleh peternak laki-laki. Nilai dummy pria= 1 dan wanita = Pengujian Model Regresi Logistik a. Uji Likelihood Ratio Setelah dugaan model linear logistik diperoleh, selanjutnya menguji apakah model logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan kualitatif (Hosmer dan Lemeshow 1989). Hipotesis statistik yang diuji dalam hal ini adalah: H 0 : β 1 = β 2 = β 3 = = β k = 0 H 1 : minimal ada βi 0, i = 1,2,3, k (model tidak dapat menjelaskan) (model dapat menjelaskan) Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji-g yaitu uji rasio kemungkinan (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas dalam model secara bersamaan. Statistik uji G dibawah ini menyebar menurut sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas (k-1).statistik uji-g mengikuti sebaran χ 2 dengan derajat bebas p. Kaidah keputusan yang diambil yaitu menolak H 0 jika G > χ 2 p( ) (Hosmer dan Lemeshow 1989). Rumus umum untuk uji-g adalah : G = -2 ln [ (5) Dimana : L 0 = Likelihood tanpa variable bebas L 1 = Likelihood dengan variable bebas b. Uji Wald Pengujian faktor mana ( 0) yang berpengaruh nyata terhadap pilihannya perlu dilakukan uji statistik lebih lanjut. Pengujian signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik uji Wald yang serupa dengan statistik uji-t atau uji-z dalam regresi linear biasa (Juanda 2009). Penggunaan uji terhadap komponen pengujian merupakan langkah untuk mendapatkan hasil penelitian yang memiliki tingkat validitas yang tinggi. Hipotesis statistik yang diuji adalah: H 0 : β i = 0 untuk 1,2,3, k H 1 : β i 0 (peubah X i tidak berpengaruh nyata) (peubah X i berpengaruh nyata)

38 20 Statistik uji yang digunakan adalah: W = (6) Dimana : = Koefisien regresi se = Standard error of (galat kesalahan dari ) c. Uji Odds Ratio Odds Ratio merupakan rasio peluang terjadi pilihan ya (1) terhadap peluang terjadi pilihan tidak (0) dari variabel respons. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut: Odds Ratio = (7) Di mana : P i = Peluang kejadian yang terjadi 1- P i = Peluang kejadian yang tidak terjadi Analisis Pendapatan Analisis pendapatan usahaternak digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha saat ini. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana : π = Pendapatan usahaternak sapi perah (Rp) TR = Penerimaan total usahaternak sapi perah (Rp) TC = Biaya total usahaternak sapi perah (Rp) Penerimaan usahaternak adalah perkalian antara produksi yang diporoleh (Y) dengan harga jual (Py). Total penerimaan usahaternak sapi perah per bulan dibedakan menjadi dua bagian yaitu tunai dan non tunai. Penerimaan usahaternak dapat dirumuskan sebagai berikut : TR = Dimana: TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh Py = Harga Jual Aplikasi dari rumus diatas juka digunakan dalam penelitian ini maka persamaan menjadi : TR = TR tunai + TR non tunai TR = ( ) tunai + ( ) n tunai

39 21 Dimana: TR tunai TR nontunai Y 1 Py 1 Y 2 Py 2 Y 3 Py 3 Y 4 Py 4 Y 5 Py 5 Y 6 Py 6 = Penerimaan yang diperoleh peternak secara tunai = Penerimaan yang tidak diperhitungkan = Perkalian antara jumlah susu yang dijual (liter) dengan harga jual yang berlaku (Rp/liter) = Perkalian antara jumlah pupuk yang dijual (kg) dengan harga jual yang berlaku (Rp/kg) = Perkalian antara jumlah kotoran yang dijual (kg) dengan harga jual yang berlaku (Rp/kg) = Perkalian antara jumlah susu yang dikonsumsi keluarga (liter) dengan harga jual yang berlaku (Rp/liter) = Perkalian antara jumlah pupuk yang digunakan untuk lahan pertanian sendiri dengan harga jual yang berlaku (Rp/kg) = Manfaat dari penggunaan biogas yang dikonversi dari jumlah penghematan pengeluaran energi peternak setelah melakukan pemanfaatan biogas untuk keperluan memasak. Total penerimaan usahaternak dalam penelitian ini dikonversikan dalam jangka waktu satu bulan (penerimaan usahaternak perbulan). Identifikasi dan perhitungan dari total penerimaan dan total biaya digunakan untuk melihat pendapatan yang diperoleh peternak dalam kurun waktu satu bulan. Biaya yang digunakan dalam usaha ternak sapi perah juga dibedakan atas biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai meliputi biaya pakan (ampas singkong dan konsentrat), listrik kandang, air, dan iuran wajib anggota. Biaya non tunai meliputi biaya penyusutan (kandang dan peralatan) dan biaya tenaga kerja keluarga. Biaya penyusutan merupakan nilai beli suatu benda investasi atau peralatan dikurangi nilai sisa kemudian dibagi dengan lamanya benda investasi atau peralatan dipakai (umur ekonomis). Biaya penyusutan dalam penelitian ini dihitung dengan metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa nol. Rumus biaya penyusutan adalah : Biaya Penyusutan = Analisis pendapatan usahaternak muncul akibat adanya pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi yang berbeda diantara peternak sapi di Kampung Areng. Analisis pendapatan tersebut dapat dilihat manfaat ekonomi pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi biogas dengan melihat margin atau perbedaan tingkat pendapatan yang diterima oleh masing-masing usahaternak sehingga dapat diperoleh share (%) manfaat limbah ternak sapi terhadap total pendapatan usahaternak sapi tersebut Analisis Konsumsi Energi Menurut Hermawati (2012), analisis pengeluaran energi atau konsumsienergi responden menggambarkan penghematan akibat adanya penggunaan biogassebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas elpiji. Konsumsi energi responden peternak initerdiri dari komponen-komponen biaya yang dikeluarkan oleh tiap rumah tanggapeternak. Komponen konsumsi energi tersebut meliputi biaya penggunaan BBM dan gas elpiji dengan menggunakan biogas dan tanpa menggunakan dalam kurunwaktu satu bulan. Nilai penghematan

40 22 dari adanya pemanfaatan limbah ternak sapiperah menjadi biogas dilakukan melalui studi komparatif pada usahaternak sapiperah tipe I dengan membandingkan konsumsi energi sebelum dan setelahpenggunaan biogas. ΔC = C 0 - C 1 dimana : ΔC = Penghematan biaya konsumsi energi C 0 = Total biaya energi responden sebelum penggunaan biogas C 1 = Total biaya energi responden setelah penggunaan biogas Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi perah Dampak sosial dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan data hasil kuesioner dan wawancara responden mengenai perubahan kondisi sosial dan lingkungan di sekitar usahaternak pada saat sebelum dan setelah dilakukanya pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Kampung Areng. Parameter yang digunakan untuk menganalisis dampak sosial pemanfaatan limbah dibedakan atas perubahan perilaku peternak dan non peternak yang dianalisis secara deskriptif. Dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil kuesionerdan observasi langsung secara obyektif mengenai kondisi lingkungan di sekitar usahaternak. Pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas pada prinsipnya menganut sistem zero waste dimana pada produksi biogas menghasilkan ampas (sludge) yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik padat maupun cair. Pengelolaan limbah yang terintegrasi tersebut menyebabkan termanfaatkannya semua limbah yang ada sehingga terciptanya kelestarian lingkungan.

41 23 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Cibodas Kondisi umum Desa Cibodas dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu letak geografi dan topografi, keadaan lahan dan jenis penggunaannya, serta potensi sumberdaya manusia dan mata pencaharian Letak geografi dan topografi Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Desa Cibodas berjarak 8 Km dari pusat Kecamatan Lembang. Luas Desa Cibodas mencapai 1.273,44 ha.batas wilayah Desa Cibodas secara geografis adalah sebagai berikut : Sebelah utara : Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang Sebelah selatan : Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Sebelah timur : Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang Sebelah barat : Desa Lengansari, Kecamatan Lembang Secara topografi, Desa Cibodas merupakan dataran tinggi dengan ketinggian meter di atas permukaan laut (mdpl). Curah hujan rata-rata 177,55 mm per tahun dengan suhu rata-rata harian 19 0 C sampai 22 0 C Keadaan Lahan dan Jenis Penggunaannya Desa Cibodas terletak diwilayah yang berbukit-bukit serta dikelilingi oleh hutan lindung. Kondisi tanah yang subur berwarna hitam dan tekstur tanah bersifat debuan. Luas lahan menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Luas lahan Desa Cibodas menurut penggunaannya Jenis Penggunaan Luas Lahan (ha) Pemukiman 113,5 Pertanian 637,74 Hutan lindung 351 Pemakaman 0,9 Pekarangan 130 Taman 1 Perkantoran 0,5 Prasarana umum lainnya 36,5 Total luas desa 1.273,44 Sumber : Laporan Profil Desa Cibodas (2013) Berdasarkan Tabel 5.1, lahan pertanian merupakan lahan yang paling luas, hal ini dikarenakan tekstur dan jenis tanah di Desa Cibodas sesuai dan menunjang untuk usaha pertanian. Selain itu, luas lahan pertanian yang besar tersebut menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Desa Cibodas berprofesi sebagai petani. Komoditas pertanian yangditanam di wilayah Desa Cibodas antara lain tanaman pangan (jagung, ubi kayu, ubi jalar), tanaman hortikultura (cabe, tomat, sawi, kentang, kubis, mentimun, buncis, brokoli, terong, bayam, selada, asparagus, alpukat, pepaya, jambu klutuk, dan murbei).

42 Potensi Sumberdaya Manusia dan Mata Pencaharian Jumlah total penduduk di Desa Cibodas tahun 2013 sebanyak orang dengan jumlah penduduk laki-laki yang lebih banyak yaitu orang dibandingkan perempuan yang berjumlah orang. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak KK. Mata pencaharian penduduk di Desa Cibodas beraneka ragam, namun pada umumnya bekerja sebagai petani dan buruh tani. Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian tahun 2013 dapat dilihat dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2 Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cibodas Jenis Pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Petani Buruh tani Buruh migran 2 9 Pegawai Negeri Sipil Pengrajin industri rumah tangga 3 6 Pedagang keliling Peternak Montir 23 - Dokter Swasta 1 - Pembantu rumah tangga 7 18 TNI 3 - POLRI 1 - Pensiunan PNS/TNI/POLRI 29 4 Pengusaha kecil dan menengah Pengusaha besar 13 2 Arsitek 1 - Seniman 6 - Sumber : Laporan Profil Desa Cibodas (2013) Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa luas lahan pertanian berbanding lurus dengan potensi sumber daya manusianya. Luas lahan pertanian yang besar menjadikan mayoritas masyarakat di Desa Cibodas bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani. 5.2 Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden di Kampung Areng Desa Cibodas diperoleh secara cluster sampling yang dilakukan terhadap 83 responden yang terdiri dari 49 responden peternak sapi perah tipe I dan 34 responden peternak sapi perah tipe II. Karakteristik responden ini dilihat dari variabel yang meliputi jenis kelamin dan usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan ternak, jumlah tanggungan keluarga, lama berusahaternak, dan jumlah ternak. Karakteristik responden di Kampung Areng dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

43 25 Tabel 5.3 Karakteristik responden peternak di Kampung Areng Karakteristik Responden Jumlah Responden Persentase (Orang) Jumlah (%) Tipe I Tipe II 1. Jenis Kelamin a. Laki-laki ,98 b. Perempuan ,02 2. Usia (tahun) a ,46 b ,10 c ,76 d ,66 e. > ,02 3. Tingkat Pendidikan a. Tidak Tamat SD ,46 b. SD/Sederajat ,27 c. SMP/Sederajat ,66 d. SMA/Sederajat ,61 4. Status Kepemilikan Ternak a. Milik Sendiri ,90 b. Gabungan/Paro ,10 5. Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) a. < ,17 b ,83 c. > Lama Usahaternak (tahun) a. < ,05 b ,35 c ,99 d. > ,61 7. Jumlah Ternak (ekor) a ,06 b ,12 c ,82 Sumber : Data Primer (diolah), Jenis Kelamin dan Usia Responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 78 responden (93,98%) dan 5 responden (6,02%) perempuan. Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi yaitu dari usia 23 tahun hingga 70 tahun. Usia responden sebagian besar berada pada kisaran tahun sebanyak 33 responden (39,76%), sedangkan persentase paling sedikit yaitu sebanyak 5 responden (6,02%) pada usia diatas 60 tahun. Mayoritas peternak berjenis kelamin laki-laki menunjukan bahwa usahaternak sapi perah merupakan usaha yang cukup berat jika dilakukan oleh perempuan, mulai dari kegiatan pencarian pakan hijauan

44 26 dengan jarak yang cukup jauh dan memikul rumput dengan beban yang cukup berat sekitar 20 kg Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden di Kampung Areng Desa Cibodas masih tergolong rendah.berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 12 responden (14,46%) tidak tamat SD. Mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 55 responden (66,27%). Peternak yang menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMP sebanyak 13 responden (15,66%). Pendidikan tertinggi reponden hanya sampai tingkat SMA sebanyak 3 responden (3,61%). Semakin tinggi tingkat pendidikan, diharapkan akan berpengaruh pada tingkat penyerapan informasi dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas peternakan Status Kepemilikan Ternak Peternak di Kampung Areng Desa Cibodas umumnya memiliki ternak dengan status kepemilikan sendiri sebanyak 63 responden (75,90%) dan sebanyak 20 responden (24,10%) dengan kepemilikan gabungan atau sistem paro. Kepemilikan ternak dengan sistem gabungan atau maro memiliki sistem pembagian, baik dalam hal biaya maupun penerimaan antara pemilik ternak dan pemelihara ternak yang disepakati oleh kedua belah pihak Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu karakteristik responden yang ditentukan dari banyaknya jumlah anggota keluarga yang terdiri dari istri, anak, dan anggota keluarga lain yang tinggal bersama di dalam satu rumah. Berdasarkan data hasil kuesioner penelitian, responden memiliki jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 1-5 orang sebanyak 48 responden (57,83%) dan sisanya sebanyak 35 responden (42,17%) memiliki tanggungan kurang dari 3 orang. Hal ini menunjukan kondisi rumahtangga responden dengan beban pembiayaan kehidupan sehari-hari rendah hingga sedang sebanding dengan pendapatan yang diperoleh Lama Usahaternak Responden Peternak di Kampung Areng Desa Cibodas mayoritas telah beternak selama 11 hingga 20 tahun sebanyak 39 peternak (46,99%). Responden yang beternak kurang dari 5 tahun sebanyak 10 peternak (12,05%), lama beternak 5 sampai 10 tahun sebanyak 31 peternak (37,35%), dan sisanya 3 peternak (3,61%) telah beternak lebih dari 20 tahun. Pada umumnya adalah peternak muda yang baru memulai usahaternak. Usahaternak yang ada di Kampung Areng merupakan usahaternak yang telah dijalankan secara turun temurun, sehingga pengalaman usahaternak responden diperoleh sejak membantu orangtua maupun keluarga yang memiliki usahaternak Jumlah KepemilikanTernak Mayoritas responden memiliki ternak dengan jumlah 1-3 ekor yaitu sebanyak 54 responden (65,06%), 25 responden (30,12%) memiliki ternak 4-6

45 27 ekor, dan hanya 4 responden (4,82%) memiliki ternak >7 ekor. Kepemilikan jumlah ternak responden yang kurang dari 10 ekor menunjukkan bahwa jenis usaha yang dijalankan oleh responden merupakan jenis usahaternak rakyat. 5.3 Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng Desa Cibodas Mata pencaharian penduduk di Desa Cibodas beraneka ragam, namun pada umumnya bekerja sebagai petani dan buruh tani. Selain di sektor pertanian, penduduk di Desa Cibodas juga mayoritas bekerja di sektor peternakan. Jumlah peternak di Desa Cibodas sebanyak 514 peternak. Usahaternak sapi perah di Kampung Areng merupakan usahaternak sapi perah rakyat dengan kepemilikan sapi 1-4 ekor per peternak. Peternak-peternak di Kampung Areng terbagi ke dalam dua kelompok ternak yaitu Mekar Saluyu dan Bakti Saluyu serta satu perusahaan Agropurna. Kelompok ternak Mekar Saluyu merupakan pemekaran dari kelompok ternak Bakti Saluyu. Kelompok Ternak Bakti Saluyu berdiri pada tahun 1999, kemudian pada tahun 2004 dilakukan pemekaran karena jumlah anggota terlalu banyak. Saat ini jumlah anggota di kelompok Mekar Saluyu berjumlah 71 orang dengan kepemilikan sapi rata-rata sebanyak 1-3 ekor per peternak. Jumlah anggota di kelompok Bakti Saluyu sebanyak 33 orang sedangkan di perusahaan Agropurna mandiri sebanyak 11 orang. Keberhasilan perkembangan usahaternak sapi perah di Kampung Areng Desa Cibodas didukung dari tercukupinya pakan hijauan/rumput ternak yang tersedia cukup melimpah. Peternak menanam sendiri rumput di lahan miliknya sendiri atau di lahan milik perhutani yang bekerja sama dengan KPSBU (Koperasi Peternak Susu Bandung Utara) dengan sistem bagi hasil, karena mayoritas peternak di kampung Areng merupakan anggota KPSBU. 5.4 Perkembangan Biogas di Kampung Areng Awal mula dikenalnya biogas di Kampung Areng adalah dari sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung Barat. Tahun 2009 Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung Barat memberikan bantuan berupa instalasi biogas yang terbuat dari plastik, namun tidak berkembang dikarenakan daya tahannya yang rendah dan cepat rusak sehingga masyarakat kurangtertarik untuk menggunakannya. Pada tahun yang sama KPSBU bekerjasama dengan Hivos dan SNV (Stichting Nederlandse Vrijwilligers) yang merintis Program Biogas Rumah (BIRU) menawarkan kredit instalasi biogas dengan reaktor jenis kubah (fixed dome) berukuran 6 m 3 dengan harga Rp Hivos memberikan subsidi sebesar Rp untuk pembangunan setiap instalasi biogas sehingga biaya yang dibayarkan peternak hanya sebesar Rp Kredit yang dibayarkan peternak sebesar Rp /bulan. Lamanya cicilan dibayarkan peternak 3-5 tahun dengan sistem potongan dari hasil penjualan susu oleh pihak KPSBU. Hivos (Humanist Institute for Cooperation in full atau dalam Bahasa Belanda : Humanistisch Instituut voor Ontwikkelingssamenwerking) adalah organisasi Belanda untuk pembangunan. Hivos memberikan dukungan finansial kepada organisasi di Afrika, Amerika Latin dan Asia, memberikan advokasi dan mendukung berbagi pengetahuan khususnya di bidang perubahan sosial, aktivisme digital dan inovasi pedesaan.

46 28 Pada akhir tahun 2011, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan bantuan instalasi biogas berukuran 4 m 3 dengan jenis reaktor fix dome sebanyak 200 reaktor biogas ke Desa Cibodas dan sebanyak 80 reaktor diberikan kepada peternak di Kampung Areng. Bantuan yang diberikan pemerintah pun termasuk seperangkat alat penunjang instalasi biogas seperti pipa paralon, kran instalasi pemasangan, dan kompor biogas. Bahan bangunan yang diperlukan untuk membuat digester seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, dan cat. Pembangunan biogas di Kampung Areng dilakukan secara gotong royong antar peternak yang diawasi oleh tukang pasang biogas. Peternak yang mendapatkan bantuan instalasi biogas dari pemerintah terbatas hanya kepada peternak yang tergabung dalam kelompok ternak Mekar Saluyu dan Bakti Saluyu. Selain harus tergabung kedalam kelompok ternak, peternak pun harus memiliki lahan yang cukup luas untuk membangun instalasi biogas. Lahan yang diperlukan untuk membangun instalasi biogas sekitar 16 m 2. Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan ke dalam digester. Pemanfaatan biogas di Kampung Areng pada umumnya hanya digunakan untuk gas kompor, sedangkan ampasnya digunakan untuk pupuk organik dan media cacing tanah. Pupuk organik yang sudah dikeringkan dapat digunakan sendiri oleh peternak untuk memupuk kebun rumput dan lahan pertaniannya atau dijual kepada pengumpul atau petani lain dengan harga Rp per karung. Ampas biogas juga dapat dijadikan pupuk dengan media cacing tanah. Harga jual pupuk dengan media ini dijual dengan harga yang lebih tinggi yaitu Rp per karung, karena teksturnya yang lebih halus dibandingkan pupuk organik biasa. Berdasarkan hasil wawancara dan survei langsung kepada responden, hampir semua responden hanya memanfaatkan biogas untuk gas kompor, sedangkan pemanfaatan biogas untuk penerangan masih sangat sedikit dan belum meluas. Kendala dari belum termanfaatkannya biogas sebagai penerangan adalah karena reaktor biogas sebagian besar berukuran 4 m 3 belum mencukupi untuk menghasilkan penerangan. Responden yang diwawancarai hanya 1 orang yang menggunakan biogas sebagai penerangan itu pun karena ukuran reaktor yang lebih besar, namun lampu tersebut hanya sebagai penerangan cadangan apabila mati lampu dan belum bisa menggantikan listrik dari PLN. 5.5 Proses Produksi Biogas Komponen utama instalasi biogas adalah digester (reaktor) tempat menampung dan tempat memfermentasi bahan organik menjadi gas metan. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous fedding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu. Pada pengisian awal digester diisi penuh, lalu ditunggu sampai biogas berproduksi. Setelah berproduksi, pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu setiap hari dengan jumlah tertentu. Setiap pengisian bahan organik, akan selalu diikuti pengeluaran bahan sisa (sludge), sehingga selain digester harus di bangun juga penampungan sludge. Sludge adalah cairan lumpur yang keluar dari digester yang telah mengalami fermentasi. Sludge bisa dipisahkan menjadi bagian padatan dan cairan yang dapat dimanfaatkan langsung sebagai pupuk organik padat dan pupuk organik cair.

47 Proses produksi biogas di Kampung Areng : 1. Tahapan pertama, masukan kotoran ternak kedalam bak pengisian (inlet) lalu ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 1. Kotoran ternak yang di gunakan untuk mengisi biogas sebanyak 2 ember ukuran 25 kg dan di campur dengan 2 ember air ukuran yang sama lalu aduk hingga menjadi bentuk lumpur kotoran sapi untuk memudahkan proses pemasukannya ke dalam digester. 2. Tahapan kedua, alirkan lumpur ke dalam tabung digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian biogas pertama, kran gas yang ada di atas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang ada di dalam digester terdesak keluar. Udara yang pertama kali terbentuk harus dibuang karena didominasi CO 2 yang jika dibakar maka akan meledak. Pada pengisian pertama ini masukkan bahan baku ke dalam digester sampai penuh, lalu kran pengatur gas yang ada di puncak kubah ditutup dan biarkan digester memulai proses fermentasi. 3. Tahapan ketiga, pada hari ke-14 gas sudah mulai terbentuk dan sudah bisa digunakan untuk menyalakan kompor.setelah proses tersebut pengisian kotoran ternak ke digester secara rutin setiap hari dengan jumlah sekitar 2 ember kotoran ternak atau tergantung kapasitas reaktor biogas. Gas yang dihasilkan di salurkan melalui pipa paralon yang langsung terhubung pada kompor biogas. 4. Tahapan selanjutnya, sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik pupuk organik padat maupun pupuk organik cair. Ampas biogas (sludge) selain dijadikan pupuk organik padat dan cair, juga dapat dijadikan pupuk dengan media cacing tanah yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Komponen penting untuk mengoperasikan biogas adalah kompor. Berikutini adalah cara mengoperasian kompor biogas (Pajarwati 2014) : a. Membuka sedikit kran gas yang ada pada kompor (memutar ke sebelah kiri). b. Menyalakan korek api dan sulut tepat diatas tungku kompor. c. Apabila menginginkan api yang lebih besar, kran gas dapat dibuka lebih besarlagi, demikian pula sebaliknya. Api dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dankeinginan kita. Perimbangan gas dan udara harus diatur dalam jumlah yang tepat sehinggabiogas akan terbakar dengan baik yang ditandai dengan nyala api berwarna biru.jika api berubah warna menjadi kuning, mengindikasikan bahwa ruangpembakaran tersumbat dan perlu pembersihan. Jarak rumah ke tempat instalasi biogas sekurang-kurangnya 10 meter dan terpisah dari tempat memasak dan sumber air, sehingga limbah ikutannya tidak mencapai sumber air bersih dan tidak mencemari kehidupan keluarga dan tempat pengolahan pangan ketika memasukkan limbah tanaman dan kotoran ternak serta bahan organik ke unit biogas. Penempatan unit biogas jangan terlalu jauh dari rumah, supaya tidak mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk membeli pipa yang lebih panjang. Menurut Nurlina dan Maryati(2011), terdapat beberapa hal yang dirasakan peternak sebagai kendala dalam menggunakan biogas terutama dalam hal : 29

48 30 a) Harus mengaduk dan memasukkan kotoran ke dalam digester jika api gas sudah kurang (produksi gas metana oleh bakteri berkurang karena pasokan kotoran ternak sebagai pembentuk gas metan berkurang). b) Api yang dihasilkan dari biogas terkadang tidak mencukupi kebutuhan gas untuk memasak dan lain-lain, sehingga ada beberapa peternak yang masih menggunakan gas elpiji selain biogas. c) Biaya pembuatan instalasi biogas (digester, dan perlengkapan lainnya) yang cukup mahal. d) Kendala secara teknis dikarenakan proses perawatan peralatan yang digunakan dan aliran kotoran ternak ke dalam digester yang harus rutin dilakukan oleh peternak.

49 31 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Populasi ternak sapi perah di Kampung Areng yang cukup tinggi menyebabkan semakin banyaknya limbah ternak yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah ternak yang dilakukan oleh peternak awalnya hanya diolah menjadi pupuk untuk pertanian sebelum adanya sosialisasi dari pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenai biogas. Pada umumnya peternak belum memahami dengan baik apa itu biogas terutama mengenai proses kotoran sapi perah dapat menghasilkan gas untuk bahan bakar. Pada tahun 2011, pemerintah memberikan bantuan reaktor biogas kepada peternak di Kampung Areng sehingga peternak dapat langsung praktik mengolah limbah ternaknya menjadi biogas. Hermawati (2012) menyatakan bahwa Persepsi peternak mengenai pemanfaatan limbah ternak merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak ekonomi, social, dan lingkungan yang ditimbulkan dari usahaternak biogas dan non biogas. Persepsi responden mengenai pemanfaatan limbah ternak menjadi biodas dilihat dari pengetahuan responden mengenai definisi biogas dan manfaat biogas. Sebanyak 83 responden (100%) mengetahui definisi biogas dengan baik. Seluruh responden menyatakan bahwa pemanfaatan limbah ternak penting untuk dilakukan karena sebelum adanya teknologi biogas, limbah ternak hanya dibuang atau ditimbun dan tidak dimanfaatkan sehingga menimbulkan pecemaran baik tanah, air maupun udara. Peternak di Kampung Areng sebanyak 72 responden (86,75%) hanya mengetahui bahwa biogas dihasilkan dari limbah ternak saja, sedangkan 11 responden (13,25%) mengetahui bahwa biogas dapat dihasilkan dari sampah organik sisa sayur dan buah. Berdasarkan pernyataan pada kuesioner, sebanyak 63 responden (75,90%) mengetahui jenis pemanfaatan limbah ternak menjadi pupuk, biogas, dan lain-lain, sedangkan sisanya sebanyak 20 responden (24,10%) tidak mengetahui bahwa biogas dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Pemanfaatan biogas di Kampung Areng hanya terbatas untuk kegiatan memasak dan belum dimanfaatkan sebagai energi listrik karena keterbatasan kapasitas reaktor.

50 32 Tabel 6.1 Persepsi responden terhadap pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas No Pertanyaan 1 Biogas adalah gas yang dihasilkan dari kotoran sapi 2 Selain dari kotoran sapi biogas dapat dihasilkan dari sampah sayuran dan sampah buah 3 Pemanfaatan limbah itu penting untuk dilakukan 4 Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas mengurangi bau tak sedap dari kotoran sapi 5 Biogas dapat digunakan untuk memasak 6 Biogas dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik 7 Ampas biogas dapat digunakan sebagai pupuk organik 8 Energi biogas dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan elpiji, dan kayu bakar 9 Penggunaan biogas sebagai energi menghemat pengeluaran keluarga 10 Lingkungan sekitar kandang menjadi lebih bersih setelah pemanfaatan kotoran sapi 11 Api yang dihasilkan biogas tidak berbau (seperti penggunaan elpiji) 12 Penggunaan biogas memiliki kekurangan seperti cara menghidupkan api yang kurang praktis 13 Apabila terdapat kredit pembangunan instalasi biogas bersediakah untuk menggunakan jasa tersebut Sumber : Data Primer(diolah), 2015 Peternak non- Peternak Biogas Total Biogas (%) (%) (%) , ,35 86, , ,64 75, , ,35 89, , ,47 77,

51 Persepsi Responden Mengenai Biogas Limbah ternak sapi perah yang ada di Kampung Areng awalnya hanya dimanfaatkan menjadi pupuk organik untuk kebutuhan lahan pertanian sekitar dan kebun rumput untuk pakan ternak. Jumlah limbah ternak yang dijadikan pupuk hanya sedikit dari jumlah limbah yang di hasilkan setiap harinya. Sisa limbah ternak yang tidak dimanfaatkan menjadi pupuk biasanya ditumpuk atau dialirkan ke sungai. Adanya teknologi biogas mendorong peternak untuk melakukan pemanfaatan limbah yang ramah lingkungan. Pengetahuan peternak di Kampung Areng mengenai biogas pada awalnya didapat dari program penyuluhan yang diberikan oleh Dinas Perternakan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 100% responden mengetahui mengenai pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi biogas, namun 11 responden (13,25%) tidak mengetahui bahwa biogas dapat dihasilkan pula dari sampah organik sisa sayuran atau buah. Perbedaan tingkat pengetahuan antara peternak tipe I dan peternak tipe II disebabkan karena sebagian dari peternak tipe II belum termasuk anggota kelompok ternak sehingga kurangnya informasi mengenai usahaternak dan pemanfaatan limbahnya. Organisasi kelompok ternak yang ada di Kampung Areng sebenarnya tergolong cukup baik, dilihat dari frekuensi sosialisasi atau kegiatan pembinaan dilaksanakan secara rutin sehingga informasi dapat diterima oleh peternak. Peternak yang telah memiliki pengetahuan tentang biogas pun, ada sebagian yang belum memanfaatkan limbah ternaknya menjadi biogas dikarenakan terkendala lahan yang sempit, sulitnya perawatan operasional biogas, serta mahalnya biaya cicilan reaktor biogas bagi peternak yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah menjadi alasan peternak yang belum memanfaatkan limbah ternaknya menjadi biogas Persepsi Responden terhadap Manfaat Biogas Adanya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas memberikan manfaat yang dapat dirasakan oleh peternak baik peternak tipe I maupun peternak tipe II. Manfaat ekonomi yang dirasakan berdasarkan hasil wawancara adalah adanya penurunan penggunaan gas elpiji dan kayu bakar untuk memasak sehingga menghemat pengeluaran rumah tangga. Manfaat ekonomi lain yang dirasakan oleh peternak adalah adanya pengolahan limbah biogas yang dapat dijadikan pupuk organik yang memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penerimaan peternak. Selain manfaat secara ekonomi, pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas juga memiliki manfaat sosial dan lingkungan. Manfaat sosial yang dirasakan oleh peternak dari adanya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas adalah meningkatnya budaya gotong royong antar peternak dalam membangun instalasi biogas serta menyebarnya informasi antar peternak yang tergabung dalam anggota kelompok ternak. Adapun manfaat lingkungan dari adanya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas berkontribusi terhadap pengurangan persoalan lingkungan skala lokal maupun global. Manfaat biogas bagi lingkungan tersebut diantaranya adalah berubahnya kondisi kebersihan disekitar kandang sehingga terjadi pengurangan dari pencemaran air, tanah dan udara. Biogas sebagai energi alternatif dapat menggantikan bahan bakar fosil.

52 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peternak untuk Memanfaatkan Limbah Ternak menjadi Biogas. Model regresi logistik yang digunakan adalah uji binomial dengan dua kategori (binary logistic regression) pada variabel terikatnya. Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai nol dan keputusan peternak untuk tidak melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai satu. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah lama usahaternak (X 1 ) maksimal lamanya 25 tahun dan minimal 2 tahun, jumlah ternak (X 2 ) maksimal 6 ekor ternak laktasi dan minimal 0, tingkat pendidikan (X 3 ) maksimal SMA dan minimal tidak lulus SD, jumlah tanggungan keluarga (X 4 ) maksimal 1 orang dan minimal 5 orang, konsumsi gas elpiji (X 5 ) maksimal 4 tabung dan minimal 0, dummy keikutsertaan kelompok ternak (X 6 ) 0 yang tidak ikut kelompok ternak dan 1 yang ikut kelompok ternak, dan dummy jenis kelamin (X 7 ) 0 untuk perempuan dan 1 untuk laki-laki. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program SPSS 22. Tabel 6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan regresi logistik. Variabel Koefisien Signifikan Odds Ratio Constant 23,469 0,999 Lama Usahaternak -0,251* 0,001 0,778 Jumlah Ternak 0,354** 0,074 1,425 Tingkat -0,760** 0,090 0,468 Pendidikan Jumlah Tanggungan 0,104 0,738 1,109 Keluarga Konsumsi Gas -0,246 0,491 0,782 Elpiji Keikutsertaan -1,302* 0,043 0,272 Kelompok Ternak Jenis Kelamin -19,714 0,999 0,000-2 Log likelihood = 76,147 a Test that all slopes are zero ; G = 36,190 ; Df = 7 ; Sig = 0,000 Goodness of fit Cox & Snell R Square = 0,353 Nagelkerke R Square = 0,476 Hosmer and Lemeshow Test ; Chi-Square = 2,895 ; Df = 8 ; Sig = 0,941 Classification Table Overall Precentage = 73,5 Sumber : Data Primer (diolah), 2015 Keterangan : *nyata pada taraf = 5% **nyata pada taraf = 10% Berdasarkan hasil uji G pada tabel 6.2 diperoleh -value 0,000 ( -value < ) dan menghasilkan nilai G sebesar 36,190 Sig pada tabel Omnibus Test of Model Coefficients maka tolak H 0 artinya secara bersama-sama variabel

53 35 independent berpengaruh terhadap keputusan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas.hasil output dengan menggunakan program SPSS Statistics 22 menunjukan nilai -2 Log- Likehood sebesar -76,147 a dan uji kebaikan model (goodness of fit ) yang dilihat dari nilai Cox and Snell Square sebesar 0,353, Nagelkerke R Square sebesar 0,476 dan nilai chi-square dalam tabel Hosmer and Lemeshow Test sebesar 0,941 (sig pada tabel Hosmer and Lemeshow Test), dimana nilai ketiganya lebih besar dibandingkan taraf nyata 5% sehingga dapat disimpulkan tolak H 0. Nilai Overall Percentage sebesar 73,5 yang artinya secara keseluruhan 73,5 % model regresilogistik dapat memprediksi secara tepat faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. Persamaan regresi logistik yang diperoleh dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Zi = 23,469 0,251X 1 + 0,354X 2 0,760X 3 + 0,104X 4 0,246X 5 1,302X 6 19,714X 7 Hasil analisis regresi logistik juga menunjukkan peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam taraf alpha. Hal ini terlihat dari besarnya nilai Sig < α dan hipotesis H 0. Interpretasi peubah bebas yang berpengaruh nyata maupun tidak nyata akan dijelaskan dalam subbab berikut ini : Variabel yang Signifikan Berdasarkan tabel di atas, terdapat empat variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas yaitu lama usahaternak (X 1 ), jumlah ternak (X 2 ), tingkat pendidikan (X 3 ), dan keikutsertaan kelompok ternak (X 6 ). Interpretasi dari setiap nilai pada tabel tersebut adalah : 1. Lama usahaternak Nilai -value yang diperoleh 0,001 yang lebih kecil dari taraf nyata 5% ( - value<0,05) sehingga signifikan pada taraf kepercayaan 95% dan disimpulkan tolak H 0. Koefisien lama usahaternak bernilai negatif yang menunjukan ketidaksesuaian terhadap hipotesis. Berdasarkan kondisi di lapangan, baik peternak yang sudah lama usahaternak sapi perah maupun peternak yang baru menjalankan usahaternak sama-sama memiliki peluang untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Peternak yang ada di Kampung Areng yang baru memiliki pengalaman usahaternak sekitar kurang dari 5 tahun dan peternak yang telah lama berusahaternak sekitar tahun. Variabel lama usahaternak memiliki nilai odds ratio sebesar 0,778 yang artinya tambahan 1 tahun lama usahaternak akan meningkatkan peluang pengambilan keputusan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas sebesar 0,778 kali. 2. Jumlah ternak Nilai -value yang diperoleh 0,074 berarti variabel jumlah ternak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam pengambilan keputusan peternak memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas pada taraf nyata 10%.Koefisien jumlah ternak bernilai positif artinya semakin banyak jumlah

54 36 ternak yang dimiliki maka peternak akan semakin cenderung untuk memanfaatkan limbah ternaknya menjadi biogas, hal tersebut menunjukan kesesuaian dengan hipotesis.variabel jumlah ternak memiliki nilai odds ratio 1,425 yang artinya peluang peternak yang memiliki jumlah ternak lebih banyak akan cenderung untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas sebesar 1,425 kalinya dibandingkan peternak yang jumlah ternaknya lebih sedikit. 3. Tingkat pendidikan Nilai -value yang diperoleh 0,090 lebih kecil dari taraf nyata 10% sehingga variabel tingkat pendidikan signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan peternak berpengaruh nyata terhadap keputusan peternak dalam mengolah limbah ternak menjadi biogas. Koefisien tingkat pendidikan bernilai negatif (-), hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa dengan pendidikan yang tinggi peternak akan semakin cenderung untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. Berdasarkan kondisi dilapang tidak ada kecenderungan tingkat pendidikan tertentu dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Peternak di Kampung Areng tidak hanya peternak yang berpendidikan terakhir SMA saja yang melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas, tetapi sebagian besar peternak memiliki tingkat pendidikan terakhir SD. Nilai negatif pada koefisien dapat mengindikasikan bahwa dengan pendidikan tinggi pola pikir masyarakat akan cenderung lebih praktis dan alokasi waktu yang dimiliki peternak akan cenderung digunakan untuk kegiatan lain yang memberikan penghasilan lebih besar dibanding sektor peternakan. Nilai odds ratio sebesar 0,468 artinya peluang peternak dengan tingkat pendidikan tinggi untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas adalah 0,468 kali lebih tinggi dibanding peternak yang pendidikannya rendah. 4. Keikutsertaan kelompok ternak Nilai -value yang diperoleh 0,043 lebih kecil dari taraf nyata 5% sehingga variabel tingkat pendidikan signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukan bahwa keikutsertaan kelompok ternak berpengaruh nyata terhadap keputusan peternak dalam mengolah limbah ternak menjadi biogas. Variabel keikutsertaan kelompok ternak memiliki nilai koefisien negatif dimana kondisi dilapang tidak semua peternak yang termasuk anggota kelompok ternak melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Ada beberapa peternak yang bukan anggota kelompok ternak tapi sudah melakukan pemanfaatan limbah karena mendapat pengetahuan dari orang tua. Nilai odds ratio sebesar 0,272 yang artinya peluang peternak yang ikut kelompok ternak akan cenderung untuk memanfaatkan limbah ternak sebesar 0,272 kalinya dibandingkan peternak yang tidak ikut kelompok ternak Variabel yang tidak Signifikan Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data ada empat variabel yaitu jumlah tanggungan keluarga (X 4 ), konsumsi gas elpiji (X 5 ),dan jenis kelamin (X 7 ) tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan peternak untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. Interpretasi dari setiap nilai pada tabel tersebut adalah :

55 37 1. Jumlah tanggungan keluarga Nilai -value yang diperoleh 0,738 lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga variabel jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95% sehingga variabel jumlah tanggungan keluarga dapat diabaikan secara statistik. Peternak responden di Kampung Areng yang memiliki jumlah tanggungan lebih banyak tidak mempengaruhi dalam pemanfaatan biogas dikarenakan sebagian besar tanggungan peternak masih pada usia sekolah sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat membantu operasional pemanfaatan biogas. 2. Konsumsi gas elpiji Nilai -value yang diperoleh 0,491 lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga variabel konsumsi gas elpiji tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95% dan terima H 0 dan dapat diabaikan secara statistik. Nilai koefisien bertanda negatif (-) karena pada kenyataan peternak responden di Kampung Areng yang konsumsi gas elpijinya tinggi tidak mempengaruhi dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Beberapa responden menyatakan bahwa dalam pemanfaatan limbah menjadi biogas cukup merepotkan sehingga lebih memilih menggunakan elpiji yang lebih praktis. 3. Jenis kelamin Nilai -value yang diperoleh 0,999 lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga variabel konsumsi gas elpiji tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95% dan terima H 0, artinya variabel jenis kelamin tidak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Nilai koefisien bertanda (-) artinya dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas di Kampung Areng sebagian besar dilakukan oleh perempuan untuk membantu pekerjaan suami, namun seharusnya di lakukan oleh peternak pria karena kegiatan pemanfaatan limbah menjadi biogas cukup berat seperti mengangkat kotoran dengan jumlah yang cukup banyak ke bak penampungan. Faktor-faktor pendorong bagi peternak untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas juga dipengaruhi oleh tersedianya lahan untuk membangun instalasi biogas. Peternak yang tidak memiliki lahan yang cukup untuk membangun instalasi biogas tidak bisa memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. 6.3 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Kampung Areng memberikan dampak secara ekonomi bagi peternak di kawasan tersebut. Berdasarkan persepsi responden bahwa manfaat dari pengolahan limbah kotoran ternak menjadi pupuk dan biogas berdampak terhadap pendapatan peternak dan penghematan energi pengganti bahan bakar minyak bagi rumah tangga peternak.

56 Analisis Dampak Terhadap Pendapatan Peternak Pendapatan usahaternak merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk kegiatan usahaternak. Analisis pendapatan usahaternak dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu usahaternak tipe I dan usahaternak tipe II. Usahaternak tipe I merupakan usahaternak yang telah memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas sedangkan usahaternak tipe II adalah usahaternak yang belum memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. Pendapatan usahaternak dalam penelitian ini dihitung berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai yaitu pendapatan yang diperoleh dari selisih antara penerimaan usahaternak dengan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh peternak (biaya tunai), sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu pendapatan yang diperoleh dari selisih antara penerimaan usahaternak dengan biaya seluruhnya (biaya tunai dan non tunai) Penerimaan Usahaternak Tipe I dan Tipe II Penerimaan usahaternak merupakan perkalian antara hasil produksi dengan harga jual. Penerimaanusahaternak di Kampung Areng dibagi menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Komponen penerimaan tunai pada usahaternak terdiri dari hasil penjualan susu, pupuk, dan kotoran. Penerimaan non tunai dihasilkan dari susu untuk konsumsi keluarga dan pupuk yang digunakan untuk lahan pertanian peternak. Pada peternak tipe I terdapat tambahan penerimaan non tunai yang berasal dari penghematan pembelian gas elpiji karena sudah menggunakan biogas. Rata-rata produksi susu di Kampung Areng pada usahaternak tipe I sebanyak 11,34 liter per hari dengan harga jual rata-rata ke KPSBU sebesar Rp per liter. Harga jual susu tiap peternak bervariasi mulai dari Rp Rp per liter. Perbedaan harga susu ini tergantung dari kualitas susu yang dihasilkan. Penerimaan yang berasal dari penjualan susu sebesar 70,38% ini merupakan sumber penerimaan tunai terbesar pada usahaternak. Sumber penerimaan tunai usahaternak lain berasal dari penjualan kotoran dan penjualan pupuk kepada bandar atau petani dengan harga Rp per karung untuk penjualan kotoran basah dan Rp per karung untuk penjualan pupuk. Pupuk yang dihasilkan oleh peternak tipe I merupakan pupuk dari ampas biogas. Peternak tipe I rata-rata menjual pupuk sebanyak 48,98 karung per bulan, sedangkan penjualan kotoran oleh peternak tipe I sebanyak 26,94 karung dalam satu bulan. Kotoran ternak yang dijual tersebut adalah kotoran yang tidak diolah menjadi biogas karena keterbatasan reaktor dalam menampung kotoran ternak. Rata-rata penerimaan tunai pada usahaternak tipe I sebesar Rp per bulan. Penerimaan non tunai usahaternak tipe I didapat dari jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga sebanyak 6,12 liter per bulan atau Rp per bulan. Pupuk yang digunakan untuk pertanian milik sendiri atau kebun rumput untuk pakan ternak sebanyak 14,51 karung per bulan atau sebesar Rp per bulan. Penerimaan non tunai peternak tipe I selain dari konsumsi susu dan pupuk juga diperoleh dari penghematan konsumsi energi gas elpiji untuk kebutuhan seharihari setelah penggunaan biogas. Perubahan konsumsi energi setelah penggunaan biogas dapat dilihat pada (tabel 6.9). Penerimaan non tunai yang diperoleh peternak dari penghematan konsumsi energi sebesar Rp per bulan.

57 39 Penerimaan non tunai usahaternak tipe I sebesar Rp per bulan, maka penerimaan total usahaternak tipe I sebesar Rp per bulan (tabel 6.3). Tabel 6.3 Rata-rata penerimaan peternak tipe I Sumber Produksi Harga Nilai Persentase (%) Penerimaan (Rp) (Rp/bulan) Penerimaan Tunai Susu (liter) 340, ,38 Pupuk (Karung) 48, ,76 Kotoran (Karung) 26, ,36 Sub total ,50 Penerimaan Non Tunai Susu (liter) 6, ,26 Pupuk (Karung) 14, ,86 Penghematan 1, ,38 Konsumsi Energi Sub total ,50 Total Penerimaan Sumber : Data Primer (diolah), 2015 Komponen penerimaan pada usahaternak tipe II hampir sama dengan penerimaan pada usahaternak tipe I, namun pada penerimaan non tunai tidak ada penghematan energi. Penerimaan tunai usahaternak tipe II diperoleh dari penjualan susu dengan jumlah susu rata-rata yang dihasilkan sebanyak 10,35 liter per hari atau sebanyak 310,75 liter per bulan dengan harga rata-rata penjualan susu ke koperasi sebesar Rp per liter. Produksi susu yang dihasilkan peternak tipe II lebih sedikit dibanding peternak tipe I karena peternak tipe II ratarata belum termasuk anggota kelompok ternak sehingga kurangnya pengetahuan tentang pemberian pakan untuk ternak agar meningkatkan hasil produksi susu. Penerimaan tunai dari hasil penjualan pupuk pada peternak tipe II lebih sedikit dibandingkan peternak tipe I karena peternak tipe II mengolah limbah ternaknya untuk dijadikan pupuk lebih lama dibanding peternak tipe I yang memproses pupuk dari ampas biogas sehingga hasil produksinya sebesar 24,70 karung per bulan. Peternak tipe II lebih banyak menjual limbah kotoran ternak dengan harga Rp per karung sebanyak 64,41 kepada kelompok karya ibu untuk dijadikan pupuk dengan media cacing tanah karena merasa lebih praktis dan tidak mengeluarkan banyak waktu. Penerimaan non tunai usahaternak tipe II di dapat dari jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga sebanyak 8,82 literper bulan dan pupuk yang digunakan untuk pertanian milik sendiri atau kebun rumput untuk pakan ternak sebanyak 12,70 karung per bulan. Jumlah penggunaan pupuk pada usahaternak tipe I lebih banyak karena sebagian peternak memiliki lahan pertanian atau kebun. Rata-rata penerimaan pada usahaternak sapi perah tipe II sebesar Rp per bulan (tabel 6.4). Nilai penerimaan usahaternak tipe I lebih tinggi dibandingkan penerimaan usahaternak tipe II dikarenakan sebagian besar peternak non biogas bukan merupakan anggota kelompok ternak sehingga kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan pemberian pakan yang mempengaruhi hasil produksi susu, pemanfaatan biogas dan potensi penjualan pupuk.

58 40 Tabel 6.4 Rata-rata penerimaan peternak tipe II Sumber Produksi Harga Nilai Persentase (%) Penerimaan (Rp) (Rp/bulan) Penerimaan Tunai Susu (liter) 310, ,12 Pupuk (Karung) 24, ,81 Kotoran (Karung) 64, Sub total ,78 Penerimaan Non Tunai Susu (liter) 8, ,16 Pupuk (Karung) 12, ,06 Sub total ,22 Total Penerimaan Sumber : Data Primer (diolah), 2015 Berdasarkan tabel penerimaan dari kedua jenis usahaternak, total penerimaan usahaternak tipe I lebih besar dibandingkan dengan total penerimaan usahaternak tipe II. Hal tersebut terlihat dari produktivitas sapi perah usahaternak tipe I lebih besar dari usahaternak tipe II dimana penerimaan usahaternak dari hasil penjualan susu merupakan penerimaan terbesar dari usahaternak di Kampung Areng. Penerimaan terbesar kedua yaitu dari penjualan pupuk, dimana peternak tipe I lebih banyak produksi pupuknya dibanding peternak tipe II karena peternak tipe II belum mengolah limbahnya menjadi biogas sehingga lebih banyak menjual kotoran ternaknya kepada bandar daripada mengolahnya menjadi pupuk. Analisis perbandingan penerimaan usahaternak tipe I dan tipe II dilihat dari selisih penerimaan yang diperoleh. Persentase selisih rata-rata terbesar terdapat pada penerimaan tunai sebesar 90% atau sebesar Rp per bulan. Perbedaan tersebut dikarenakan produksi susu usahaternak tipe I lebih besar dibandingkan dengan produksi susu usahaternak tipe II dengan selisih sebesar 29,53 liter per bulan. Penerimaan tunai dari penjualan pupuk pada usahaternak tipe I juga lebih banyak dari usahaternak tipe II sehingga penerimaan tunainya lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, baik pada penerimaan tunai maupun penerimaan nontunai usahaternak tipe I lebih menguntungkan dibandingkan usahaternak tipe II. Tabel 6.5 Persentase selisih penerimaan usahaternak Keterangan Usahaternak Selisih Persentase Tipe I Tipe II (Rp/bulan) (%) (Rp/bulan) (Rp/bulan) Penerimaan Tunai Penerimaan Non Tunai Total Penerimaan Sumber : Data Primer (diolah), Biaya Usaha Ternak Tipe I dan Tipe II

59 41 Biaya usahaternak merupakan itu nilai barang atau jasa yang digunakan dalam kegiatan usahaternak. Biaya usahaternak dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non tunai (tidak dibayarkan). Dalam penelitian ini komponen biaya tunai terdiri dari biaya konsentrat, ampas singkong (ongok), biaya listrik, biaya pengairan, dan iuran wajib anggota koperasi. Biaya inseminasi buatan (IB) dan kesehatan hewan (Keswan) merupakan bagian pelayanan yang diberikan secara gratis oleh KPSBU kepada peternak yang menjadi anggota. Pembiayaan untuk membayar dokter hewan yang membantu pada proses persalinan sapi tidak wajib, hanya sebagai ungkapan rasa terima kasih peternak dan tidak ditentukan besaran biaya.biaya non tunai dalam penelitian ini terdiri atas biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), serta biaya penyusutan kandang dan peralatan. Biaya untuk pakan hijauan tidak dimasukan kedalam variabel biaya karena sudah termasuk kedalam pembayaran biaya tenaga kerja. Biaya untuk pakan dihitung berdasarkan rata-rata jumlah kepemilikan sapi dewasa (laktasi, jantan,dan keringan) karena walaupun sapi jantan dan sapi keringan tidak menambah penerimaan nanum pada biaya tetap diperhitungkan. Rata-rata nilai biaya produksi dari hasil kuesioner penelitian terhadap biaya yang dikeluarkan dalam kurun waktu satu bulan terakhir. a. Tenaga Kerja Tenaga kerja dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Semua responden di Kampung Areng menggunakan TKDK. Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja meliputi pencarian pakan hijauan, pemberian pakan, pemerahan, memandikan sapi, membersihkan kandang, dan operasional biogas. Penggunaan tenaga kerja di Kampung Areng menggunakan perhitungan Hari Kerja Pria (HKP) dengan jumlah jam kerja maksimal 8 jam/hari. Kegiatan usahaternak dimulai dari pemeliharaan sapi dan kandang, pemerahan lalu penyetoran susu ke TPS dari pukul pagi hingga pagi. Kegiatan selanjutnya yaitu pencarian pakan hijauan dan pemberian makan pukul pagi hingga siang. Kegiatan terakhir dari usahternak yaitu memerah susu untuk penyetoran kedua yaitu pukul sore hingga pukul sore. Hermawati (2012) menyatakan bahwa perincian tenaga kerja pria (1 HKP) dan wanita (0,75 HKP). Spesifikasi pekerjaan untuk tenaga kerja pria seperti pemeliharaan kandang, pemeliharaan sapi, pencarian pakan hijauan, pengangkutan pakan, dan pemberian pakan. Spesifikasi pekerjaan tenaga kerja wanita seperti operasional biogas dan pemerahan susu.pada peternak tipe I kegiatan yang membedakan dengan peternak tipe II yaitu operasional biogas. Seluruh Responden di Kampung Areng menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang mayoritasnya terdiri dari suami dan istri. Upah tenaga kerja pria per hari sebesar Rp dan upah tenaga kerja wanita Rp Upah tenaga kerja pria lebih besar dibandingkan wanita, karena waktu kerja pria yang lebih lama dan pekerjaan yang lebih berat. Upah tenaga kerja dalam keluarga termasuk kedalam biaya non tunai (tidak dibayarkan secara langsung) namun merupakan opportunity cost jika peternak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. b. Kandang

60 42 Kandang merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan usahaternak sapi perah. Tipe kandang di Kampung Areng meletakan sapi perah dalam posisi saling bertolak belakang. Konstruksi kandang harus kuat dan tahan lama dimana bentuk dan tipe kandang disesuaikan dengan kondisi agroekosistemnya. Pembuatan kandang juga harus memberi kenyamanan untuk sapi perah dan untuk peternak sehingga memberi kemudahan dalam pemeliharaan kandang dan pemerahan. Ukuran kandang untuk sapi dewasa sekitar 1,5 x 2,0 m 2 dengan ketinggian 2-3 m. Dinding kandang dibuat dari kayu setinggi leher orang dewasa dengan tujuan untuk menjaga sirkulasi udara dalam kandang dan pencahayaan yang cukup sehingga kandang tidak lembab. Lantai kandang ada yang dibuat dengan menggunakan semen atau kayu. Kandang sapi juga dilengkapi dengan bak pakan dan bak minum serta saluran pembuangan. Saluran pembuangan mengikuti ukuran alat yang digunakan seperti cangkul atau sekop berukuran 30 cm dengan kedalaman 5 cm. Atap kandang umumnya menggunakan genting dan dibawah atap tidak dipasang langit-langit. Umur teknis untuk kandang sapi yaitu 10 tahun. c. Pakan Keberhasilan usahaternak sapi perah salah satunya ditentukan oleh pakan yang diberikan untuk menghasilkan produksi susu yang optimal. Pakan yang diberikan oleh peternak berupa pakan hijauan, konsentrat, dan ampas singkong (ongok). Pakan hijauan berupa rumput diperoleh peternak responden Kampung Areng dari lahan milik sendiri yang sengaja ditumbuhi rumput atau ada pula sewa lahan milik perhutani bekerjasama dengan KPSBU menggunakan sistem sharing untuk pembayarannya. Setiap peternak menyewa lahan sekitar 50 tumbak untuk ditanami rumput dengan konversi satu tumbak sama dengan 14 m 2 dimana harga sewa lahan Rp 700 per tumbak. Sistem bayaran sharing langsung dipotong oleh KPSBU dari hasil setor susu setiap 15 hari sekali. Jenis pakan hijauan yang ditanam peternak diantaranya adalah rumput lapangan dan rumput gajah (pennisetum purpureum). Rata-rata pemberian pakan hijauan pada usahaternak tipe I adalah 38,75 kg per hari, sedangkan pada usahaternak tipe II sebesar 38,26 kg per hari. Konsentrat merupakan pakan tambahan utama pada sapi perah. Pemberian konsentrat berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan karena sebagai sumber energi dan protein. Peternak memperoleh konsentrat dari KPSBU yang di salurkan ke kelompok ternak yang dijual dengan harga Rp per karung atau senilai Rp per kg. Peternak di Kampung Areng juga memberikan pakan tambahan berupa ampas singkong (ongok) untuk mengurangi penggunaan konsentrat sehingga dapat mengurangi biaya produksi serta mampu menambah produktivitas susu yang dihasilkan. Harga ampas singkong (ongok) sebesar Rp per karung atau senilai Rp 560 per kg. d. Biaya untuk Pemakaian Air dan Listrik Air merupakan faktor penting di dalam proses produksi, terutama sebagai input usahaternak untuk memperoleh hasil susu sebagai output produksinya. Sumber air berasal dari sumur atau sumber air dari alam yang diambil dari mata air pegunungan, namun ada juga peternak yang menggunakan air PAM untuk memenuhi kebutuhan air usahaternak mereka, pemakaian air ini bersifat bebas (ad

61 43 libitum). Biaya listrik yang digunakan untuk kegiatan usahaternak dihitung berdasarkan proporsi dari total pengeluaran listrik yang dibayarkan oleh peternak. e. Penyusutan Peralatan Biaya penyusutan pada usahaternak sapi perah terdiri alat-alat yang digunakan pada usahaternak tersebut. Biaya penyusutan yang dihitung berdasarkan banyaknya jumlah masing-masing barang terhadap umur ekonomis dan teknisnya. Biaya penyusutan dikeluarkan bila alat-alat usahaternak sudah tidak dapat digunakan kembali dan harus diganti yang baru. Biaya penyusutan ini bersifat diperhitungkan karena besarnya biaya yang dikeluarkan tersebut tidak dikeluarkan secara tunai. Peralatan yang digunakan dalam usahaternak terdiri dari Milk can, ember, gayung, sabit, golok, cangkul, sekop, saringan susu, lap ambing, dan karpet. Komponen biaya pada usahaternak tipe I dapat dilihat pada tabel 6.6 berikut ini. Tabel 6.6 Rata-rata biaya peternak tipe I Keterangan Penggunaan Harga (Rp) Nilai (Rp/bulan) Persentase (%) A. Biaya Tunai Konsentrat (kg) 223, ,17 Ampas Singkong(kg) 263, ,53 Listrik Kandang ,49 Air ,69 Iuran Wajib Anggota ,78 Sub Total ,66 B. Biaya Non Tunai Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKP) a. Laki-laki 13, ,35 b. Perempuan 8, ,86 Biaya Penyusutan a. Kandang ,68 b. peralatan ,45 Sub Total ,34 Total Sumber : Data Primer (diolah), 2015 Pada usahaternak tipe I biaya input terbesar adalah biaya pakan yang terdiri dari konsentrat dan ampas singkong yaitu sebesar Rp per bulan dengan persentase 45,7% dari biaya total. Rata-rata pemberian konsentrat pada usahaternak tipe I sekitar 223,71 kg per bulan dan rata-rata penggunaan ampas singkong sebesar 263,08 kg per bulan. Biaya terbesar kedua yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yaitu sebesar Rp per bulan dengan persentase 45,21% dari biaya total. Keseluruhan total biaya pada usahaternak tipe I sebesar Rp per bulan. Biaya input terbesar pada usahaternak tipe II juga adalah biaya pakan dimana rata-rata pemberian konsentrat pada usahaternak tipe II sebesar 218,50 kg per bulan per ekor dan pemberian ampas singkong sebesar 266,08 kg per bulan

62 44 per ekor.pemberian pakan berupa konsentrat pada peternak tipe II lebih sedikit dibandingkan dengan peternak tipe I. Hal tersebut dikarenakan peternak tipe II sebagian besar belum termasuk anggota kelompok ternak yang pengetahuan dalam pemberian pakan tambahan selain hijauan masih kurang dibanding peternak tipe I.Peternak tipe II lebih banyak memberi pakan hijauan kepada sapi untuk mengurangi biaya produksinya. Biaya yang dikeluarkan peternak tipe II untuk pakan tiap satu ekor sapi sebesar Rp per bulan atau 48,34% dari total biaya sebesar Rp per bulan. Biaya input terbesar kedua pada usahaternak tipe II juga adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp atau sebesar 42,06% dari total biaya sebesar Rp per bulan. Namun besarnya biaya tenaga kerja dalam keluarga pada usahaternak tipe II lebih sedikit dibanding pada usahaternak tipe I, karena pada usahaternak tipe II tidak ada kegiatan operasional biogas sehingga curahan waktu kerjanya lebih sedikit. Rata- rata biaya pada usahaternak tipe II dapat dilihat pada tabel 6.7 berikut. Tabel 6.7 Rata-rata biaya peternak tipe II Keterangan Penggunaan Harga (Rp) Nilai (Rp/bulan) Persentase (%) A. Biaya Tunai Konsentrat (kg) 218, ,98 Ampas Singkong(kg) 266, ,36 Listrik Kandang ,58 Air ,88 Iuran Wajib Anggota Sub Total ,63 B. Biaya Non Tunai Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKP/ekor) a. Laki-laki ,44 b. Perempuan 7, ,62 Biaya Penyusutan a. Kandang ,12 b. Peralatan ,19 Sub Total ,37 Total Sumber : Data Primer (diolah), Analisis Pendapatan Usahaternak Tipe I dan Tipe II Pendapatan usahaternak diperoleh dari selisih antara penerimaan usahaternak yang diterima dengan biaya usahaternak yang dikeluarkan per bulan. Pendapatan usahaternakan yang dihitung dibedakan menjadi dua macam, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara total penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan total pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara total penerimaan dengan biaya total (biaya tunai dan biaya non tunai). Hasil perhitungan pendapatan usahaternak sapi perah di Kampung Areng dari masingmasing jenis usahaternak tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.8.

63 45 Tabel 6.8 Analisis ekonomi pendapatan usahaternak (Rp/bulan) Keterangan Peternak Peternak Tipe Selisih Tipe I II Penerimaan Biaya Tunai Biaya Non Tunai Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total Sumber : Data Primer (diolah), 2015 Berdasarkan hasil perhitungan dari total penerimaan, total biaya produksi dan keuntungan, diperoleh selisih pendapatan atas biaya tunai usahaternak tipe I dan tipe II sebesar Rp per bulan, selisih pendapatan atas biaya total sebesar Rp per bulan. Berdasarkan nilai selisih pendapatan maka usahaternak tipe I lebih ekonomis dibandingkan dengan usahaternak tipe II. Hal ini terjadi dikarenakan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan operasionalnya Analisis Pengeluaran Energi Responden Pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas di Kampung Areng memberikan dampak ekonomi dari penghematan biaya untuk membeli BBM dan gas elpiji. Berdasarkan hasil wawancara, hampir seluruh responden menggunakan gas elpiji untuk keperluan memasak. Responden di Kampung Areng sudah tidak ada yang menggunakan minyak tanah untuk keperluan memasak karena minyak tanah sudah langka bahkan tidak tersedia di sekitar wilayah usahaternak. Penggunaan kayu bakar pun hanya terbatas apabila gas elpiji habis, dimana kayu bakar didapat dari hutan sekitar lokasi usahaternak jadi peternak di Kampung Areng sebagian besar penggunaan energinya menggunakan gas elpiji. Instalasi biogas pertama kali dibangun di Kampung Areng yaitu pada tahun 2009 yang diberikan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung Barat berupa instalasi yang terbuat dari plastik namun tidak berkembang dikarenakan daya tahannya yang rendah dan cepat rusak. Pada tahun 2011 dimana pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan lagi bantuan reaktor biogas sebanyak 80 buah dengan jenis fix dome terbuat dari betonberukuran 4 m 3. Ukuran reaktor 4 m 3 dapat digunakan oleh rumahtangga peternak untuk memasak sebagai pengganti gas elpiji ataupun kayu bakar. Peternak di Kampung Areng pun merasakan adanya manfaat penghematan biaya membeli gas elpiji untuk memasak setelah menggunakan biogas. Penggunaan biogas untuk penerangan di Kampung Areng belum dimanfaatkan karena keterbatasan ukuran reaktor yang hanya cukup digunakan untuk memasak. Adapun peternak yang sudah menggunakan biogas untuk penerangan dikarenakan memiliki instalasi biogas dengan ukuran lebih besar yaitu 6 m 3 yang didapat dengan mencicil ke koperasi.perubahan konsumsi energi setelah menggunakan biogas dapat dilihat pada tabel 6.9. Tabel 6.9 Perubahan jumlah konsumsi energi responden (tabung/bulan) Sumber Energi Peternak Tipe I Peternak Tipe II

64 46 Gas Elpiji (tabung 3 kg) Sumber : Data Primer (diolah), 2015 Tidak Menggunakan Biogas Menggunakan Biogas 2,13 0,83 1,88 Rata-rata biaya konsumsi energi responden didapatkan dengan cara perkalian antara jumlah konsumsi rata-rata gas elpiji dengan harga gas elpiji sebesar Rp per tabung. Biaya konsumsi energi responden tipe I tanpa menggunakan biogas sebesar Rp per bulan, tetapi setelah penggunaan biogas biaya konsumsi energi menjadi sebesar Rp per bulan atau mengalami penghematan biaya sebesar Rp per bulan. Biaya konsumsi energi responden tipe II sebesar Rp per bulan. Pada penelitian ini untuk mengetahui nilai pemanfaatan dan pengurangan pengeluaran rumahtangga responden dilakukan studi komparatif diantara usahaternak yang memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan yang tidak memanfaatkanya menjadi biogas (analysis comparative with-without approach). Dimana selisih dari nilai keduanya merupakan nilai manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai ekonomi. 6.4 Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah di Kampung Areng Perkembangan usahaternak di Kampung Areng selain memberikan dampak ekonomi terhadap peternak juga memberikan dampak sosial dan dampak terhadap lingkungan disekitar usahaternak. Dampak sosial dari pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas dapat dilihat dari perilaku peternak dalam mengolah limbah kotoran ternak sedangkan dampak lingkungan dapat dilihat dari kondisi lingkungan sekitar dari peternak tipe I dan peternak tipe II Dampak Sosial Pemanfaatan Limbah Ternak di Kampung Areng Usahaternak sapi perah di Kampung Areng termasuk usahaternak skala kecil dengan kepemilikan ternak rata-rata 1-4 ekor tiap peternak. Adanya kelompok ternak memberikan banyak peranan terhadap peternak yang menjadi anggotanya. Salah satu peranan kelompok ternak di Kampung Areng adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam usahaternak khususnya dalam pengelolaan limbah ternak. Sebelum masuknya teknologi biogas ke Kampung Areng, peternak memanfaatkan limbah kotoran ternak hanya untuk dijadikan pupuk ke kebun rumput dan sisanya dijual ke bandar dengan harga Rp per karung dan ada pula peternak yang menimbun kotoran ditanah dan membuangnya ke sungai. Sebagian peternak ada yang sudah mengolah kotoran ternaknya untuk dijadikan pupuk dengan harga Rp per karung. Awal masuknya biogas ke Kampung Areng memberikan dampak positif terhadap peternak yang menjadi anggota kelompok ternak. Peternak yang menjadi anggota kelompok ternak diberikan bantuan instalasi biogas oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Proses pembangunan biogas yang dilakukan secara gotong royong menjadikan ikatan antar peternak menjadi lebih erat. Kegiatan lain yang membuat hubungan antar peternak menjadi semakin erat adalah rapat anggota,

65 47 kegiatan sosialisasi, penyuluhan sehingga menambah pengetahuan dan mempermudah penyaluran informasi kepada peternak. Tabel 6.10 Dampak sosial terhadap perubahan perilaku peternak tipe I dan tipe II. Sebelum Setelah 1. Limbah ternak dibuang ke 1. Limbah ternak diolah menjadi pupuk sungai atau ditimbun dan biogas 2. Interaksi antar peternak dalam 2. Meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok masih peternak dalam pembangunan biogas kurang 3. Rendahnya pengetahuan karena kurangnya sosialisasi 4. Konflik akibat pencemaran limbah ternak Sumber : Data Primer (diolah), Bertambahnya pengetahuan peternak setelah adanya program sosialisasi ke kelompok ternak 4. Meningakatkan budaya gotong royong Dampak Lingkungan Pemanfaatan Limbah Ternak di Kampung Areng Berkembangnya usahaternak sapi perah di Kampung Areng menyebabkan semakin banyak pula limbah yang dihasilkan oleh usahaternak tersebut. Limbah peternakan terdiri atas sebagian besar sisa metabolisme ternak berupa feses dan urin, sisa pakan, dan sisa segala aktivitas lain yang dilakukan pada usaha peternakan tersebut. Responden di Kampung Areng sebagian besar menyatakan adanya perubahan sebelum dan setelah memanfaatkan limbah menjadi biogas terutama terhadap perubahan kondisi lingkungan sekitar. Pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai. Manfaat yang didapat dari pengolahan limbah ternak menjadi biogas diantaranya dapat mengurangi penebangan pohon untuk dijadikan kayu bakar, proses memasak menjadi lebih bersih karena tidak mengeluarkan asap sehingga tidak menimbulkan polusi, serta bersihnya kondisi di sekitar kandang ternak sehingga limbah ternak tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan kerena mengurangi emisi gas rumah kaca dari gas metana. Pengolahan limbah tersebut ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan kualitas usahaternak sapi perah di Kampung Areng karena terlihat dari kondisi kebersihan kandang pada usahaternak yang sudah memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas.

66 48 Tabel 6.11 Dampak lingkungan terhadap perubahan perilaku peternak tipe I dan tipe II Sebelum Setelah 1. Melakukan penebangan pohon di hutan sekitar untuk kayu bakar 2. Lingkungan kandang kotor karena kotoran ternak ada dimana-mana 3. Pencemaran udara dan air dari limbah yang bertumpuk Sumber : Data Primer (diolah) 1. Perubahan konsumsi energi dari kayu bakar ke biogas yang lebih ramah lingkungan 2. Lingkungan kandang menjadi lebih bersih 3. Berkurangnya pencemaran karena limbah telah diolah menjadi pupuk dan biogas

67 49 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Adanya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas di Kampung Areng memiliki manfaat bagi peternak. Persepsi responden mengenai pemanfaatan limbah ternak dilihat dari definisi biogas dan manfaat biogas. Pengetahuan responden mengenai biogas sudah baik sedangkan pengetahuan responden mengenai manfaat biogas masih ada beberapa responden yang belum mengetahui manfaat biogas baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. 2. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi peternak dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yaitu lama berusahaternak, jumlah ternak, tingkat pendidikan, dan keikutsertaan kelompok ternak. Hal tersebut terjadi dikarenakan mayoritas peternak yang memanfaatkan biogas di Kampung Areng merupakan peternak yang telah lama berusahaternak serta peternak anggota kelompok yang memperoleh bantuan biogas dari pemerintah. 3. Hasil analisis perbandingan menunjukan bahwa pendapatan usahaternak sapi perah tipe I lebih besar dibandingkan usahaternak tipe II. Rata-rata pendapatan atas biaya total peternak tipe I sebesar Rp per bulan dan peternak tipe II sebesar Rp per bulan. Rata-rata penghematan pengeluaran energi bagi rumah tangga pengguna biogas sebesar Rp per bulan. Nilai penghematan didapat dari pengurangan pembelian gas elpiji dikarenakan adanya penggunaan energi dengan memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas. 4. Dampak sosial dari pemanfaatan biogas antara lain: meningkatkan budaya gotong royong masyarakat, meningkatkan kinerja kelompok peternak, serta mudahnya penyaluran informasi bagi peternak. Dampak lingkungan yang dirasakan oleh peternak yaitu perubahan kondisi lingkungan sekitar kandang yang lebih bersih, dan berkurangnya pencemaran tanah dan udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran ke saluran air terdekat. 7.2 Saran 1. Peternak tipe II dalam menjalankan usahaternaknya, diharapkan mau memanfaatkan limbah ternaknya menjadi biogas dan pupuk organik, karena dapat memberikan tambahan pendapatan bagi peternak selain itu dapat memberikan perubahan pada kondisi lingkungan sekitar usahaternak. 2. Pemerintah dapat memberikan bantuan berupa instalasi biogas kepada peternak tipe II yang belum memanfaatkan limbahnya menjadi biogas sebagai energi alternatif agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi yang tidak terbarukan. Pemberian bantuan instalasi biogas dengan ukuran yang lebih besar seperti 6m 3 atau 8m 3 dapat menjadikan peternak memanfaatkan biogas untuk penerangan dan generator tidak hanya untuk memasak.

68 50 3. Pemerintah diharapkan dapat melakukan pengontrolan terhadap instalasi biogas yang digunakan peternak apabila ada kerusakan sehingga pemakaiannya bisa terus berkelanjutan sehingga tercapai Desa Mandiri Energi (DME) yang mampu menghasilkan dan memanfaatkan energi secara mandiri. 4. Kelompok ternak membentuk wadah bagi ibu-ibu peternak untuk melakukan pengolahan ampas biogas (sludge) untuk dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair lalu dikemas dan dipasarkan sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan kepada peternak. Pengelolaan sludge secara berkelompok bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang istri peternak. 5. Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menghitung berapa potensi biogas sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan dengan menghitung pengurangan emisi dari gas metan yang dihasilkan limbah ternak sapi perah.

69 51 DAFTAR PUSTAKA Baba S Rekayasa teknologi biogas untuk diadopsi peternak sapi potong di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong. Palu [BPS] Badan Pusat Statistik Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia menurut Provinsi [Internet]. [diunduh 2015 Januari 19]. Tersedia pada: [BPS] Badan Pusat Statistik Populasi Ternak Nasional [Internet]. [diunduh 2015 Januari 22]. Tersedia pada: [BPS] Badan Pusat Statistik Populasi Peternakan Sapi di Jawa Barat [Internet]. [diunduh 2015 Maret 20]. Tersedia pada: Darmawi D Peranan Biogas Limbah Ternak Sapi Bantuan PT. Pertochina Bagi Peternak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan. 12 (4): Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Populasi Ternak di Jawa Barat [internet].[diunduh 2014 Februari 11]. Tersedia pada : /index.php/subblog/index/mta3. [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan [internet]. [diunduh 2015 Januari 14]. Tersedia pada : Elizabeth R, Rusdiana S Efektifits Pemanfaatan Biogas Sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor Hermawati N Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hosmer D W, Lemeshow S Applied Logistic Regression. New York (US) : John Wiley & Sons, Inc. Juanda B Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. Kaharudin, Sukmawati FM Petunjuk Praktis Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos dan Biogas. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Nusa Tenggara Barat. Maulanasari R Faktor-faktor yang memengaruhi pegambilan keputusan penggunaan biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Napitupulu A Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan. IPB Press. Bogor. Nurlina L, Maryati M Perilaku Peternak Sapi Perah dalam Memanfaatkan Teknologi Gas Bio. Jurnal Ilmu Ternak. 11(1) : Pajarwati R Analisis Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah (Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

70 52 Pusat Data dan Informasi Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia. [diunduh 2015 Maret 4]. Tersedia pada : of Energy & Economic Statistics of Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kajian Indonesia Energi Outlook. [diunduh 2015 Maret 4]. Tersedia pada : of Energy & Economic Statistic of Indonesia/HEESI 2014.pdf. Rismala A Identifikasi dampak sosial ekonomi dan lingkungan dari pemanfaatan biogas (studi kasus: Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sahidu S Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Kotoran Ternak Sebagai Sumber energi. Jakarta (ID) : Dewaruci Press. Simamora S, Salundik, Wahyuni S, dan Surajudin Membuat Biogas : Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran ternak. Depok (ID) : PT Agro Media Pustaka. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, dan J.B. Hardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press. Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta (ID) : UI- Press. Sonbait LY, Wambrauw YLD Permasalahan dan Solusi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Biogas Sebagai Energi Alternatif di Kabupaten Manokwari Papua Barat. Jurnal Ilmu Ternak. 11(2) : Sudiarto B Pengelolaan limbah peternakan terpadu danagribisnis yang berwawasan lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor Suharjo B Analisis Regresi Terapan. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu. Setiawan AI Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Widyastuti F, Purwanto, Hadiyanto Biogas Potential from the Treatment of Solid Waste of Dairy Cattle: Case Study at Bangka Botanical Garden Pamgkal Pinang.International Journal of Waste Resources.

71 53 Lampiran 1 Dokumentasi Kantor Kepala Desa Cibodas Kondisi Kandang Sapi Kubah biogas jenis fix dome BakPenampungan Kotoran Kotoran Sapi Basah bak penampungan Sludge Biogas

72 54 Pupuk Kompos dari Ampas Biogas Pakan Hijauan rumput Gajah Ampas Singkong (ongok) Konsentrat Alur Produksi Biogas

73 55 Pemerahan Susu Sapi Penyetoran Susu di TPS Kebun Sayuran dengan Menggunakan Pupuk Hasil Ampas Biogas

74 56 Lampiran 2 Kuesioner penelitian KUESIONER PENELITIAN Hari/Tanggal : Nomor Responden : Nama Responden : Alamat Responden : No. Telepon/ HP : INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor (16680) Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Dampak Ekonomi, Sosial Dan Lingkungan Pemafaatan Limbah Ternak Sapi Perah Di Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat oleh Erlin Riska Windu Wulan (H ). Kami memohon partisipasi saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Informasi yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaanya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak untuk digunakan dalam kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasi Saudara, Saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden (Peternak) 1. Jenis Kelamin : L/P 2. Umur : Tahun 3. Status Pernikahan : Belum/ sudah menikah 4. Pendidikan formal terakhir : Tidak Sekolah SD atau Sederajat (tamat/tidak tamat) SMP atau Sederajat (tamat/tidak tamat) SMA atau Sederajat (tamat/tidak tamat) PT atau Sederajat (tamat/tidak tamat) 5. Jumlah tanggungan keluarga No Nama Jenis kelamin Tahun lahir Pendidikan terakhir Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan Jenis Penghasilan Lokasi Jenis Penghasilan Lokasi 6. Lama pengalaman berusaha ternak: Tahun < 1 tahun 3 5 tahun 5 10 tahun

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas Limbah Peternakan Eksternalitas merupakan suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi yang cukup tinggi pada sektor peternakan. Peternakan yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah peternakan sapi baik itu sapi perah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH:

EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH: ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH: Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat NINA HERMAWATI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG RANI MAULANASARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto 1. Penentuan lokasi ini dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor FENNY KURNIAWATI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang alami dan akan berlangsung mulai dari saat manusia dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Interaksi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi beternak babi di Indonesia kebanyakan berasal dari negaranegara sub tropis yang sering kali membutuhkan biaya pemeliharaan yang tinggi. Teknologi beternak babi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1 PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1 Oleh : Albertus Hendri Setyawan Pendahuluan Perkembangan sistem keenergian di Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi pada awal April 2012 membuat masyarakat menjadi resah, karena energi sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan 64 III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Metode survei merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan langsung terhadap gejala

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. OLEH : Dhika Fitradiansyah Riliandi 2205 100 003 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional yang dihadapi saat ini dan harus segera dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya adalah masalah kelangkaan sumber energi terutama

Lebih terperinci

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Oleh: Dede Sulaeman, ST, M.Si Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi biasa disebut dengan pemanfaatan biogas. Berdasarkan definisinya, biogas

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG Ellyza Nurdin, Salam N.Aritonang, Elly Roza Fak. Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS. energi (PLTBm) dengan pengolahan proses pemisahan. Selanjutnya subsistem

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS. energi (PLTBm) dengan pengolahan proses pemisahan. Selanjutnya subsistem BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Terdapat susbsitem lingkungan dan subsistem industri energi, ditinjau dari subsistem lingkungan berupa limbah perkotaan (pertanian,

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan program pemerintah terkait dengan pengalihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas LPG. Tujuan diberlakukannya

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI Oleh : DENNY PRASETYO 0631010068 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA 2011

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Haurngombong 5.1.1 Letak Geografis Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Indonesia sedang berkembang menjadi sebuah negara industri. Sebagai suatu negara industri, tentunya Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar. Dan saat

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY Sri Wahyono Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: swahyono@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI YENI MARLIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut International Finance Corporation (IFC), Indonesia memiliki cadangan minyak bumi, batu bara dan gas alam yang berlimpah. Selama beberapa dekade, Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu demi waktu kini industri baik industri rumahan maupun pabrik semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri meskipun letaknya dekat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI A. IDENTITAS PERSEPSIDEN LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Nama : Umur : Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pekerjaan : PNS Wiraswasta/Pengusaha TNI Pensiunan Jumlah Ternak dimiliki Lainnya

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 1 ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 14105576 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Energi merupakan kebutuhan penting bagi manusia, khususnya energi listrik, energi listrik terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah populasi manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU Wiwaha Anas Sumadja, Zubaidah, Heru Handoko Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Universitas Jambi Abstrak Kotoran ternak sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Bagus Arum Tejo K. NIM : 10.02.7870 Kelas : D3 MI-2D MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN SAPI SEBAGAI PENGGANTI BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA YANG BISA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari organisme atau makhluk hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah keseluruhan organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, kemajuan teknologi, dan peningkatan perekonomian menyebabkan peningkatan konsumsi energi di Indonesia. Sementara produksi energi khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan energi fosil yang ada di bumi semakin menipis. Bila hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan manusia yang cepat mendorong manusia memanfaatkan alam secara berlebihan. Pemanfaatan tersebut baik sebagai pemukiman maupun usaha untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN Oleh Fitri Dian Perwitasari, Devi Yuliananda dan Bastoni Universitas Muhammadiyah Cirebon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Hubungan Antara Dinamika Kelompok Peternak Ghufron Purnama Putra

Hubungan Antara Dinamika Kelompok Peternak Ghufron Purnama Putra HUBUNGAN ANTARA DINAMIKA KELOMPOK PETERNAK SAPI PERAH DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI BIOGAS (Survei di Kelompok Peternak Wargi Saluyu Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang) CORRELATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BB PNDHULUN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usaha ternak ayam adalah usaha yang membudidayakan ayam ras pedaging probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci