EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH:"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH: Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat NINA HERMAWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus Di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Nina Hermawati H ii

3 RINGKASAN NINA HERMAWATI. Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT. Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan protein hewani, sehingga usahaternak pun mengalami perkembangan. Eksternalitas dari peningkatan jumlah usahaternak sapi perah adalah limbah ternak sapi perah. Eksternalitas negatif serta kelangkaan dan mahalnya harga bahan bakar minyak dan pupuk mendorong inisiatif peternak dalam pengembangan pengelolaan limbah ternak menjadi pupuk dan sumber energi alternatif (biogas dan energi listrik). Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi persepsi responden mengenai pemanfaataan limbah kotoran ternak, (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas, (3) membandingkan dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak terhadap pendapatan usahaternak biogas dan usahaternak non biogas serta membandingkan dampak pemanfaatan tersebut terhadap pengeluaran energi responden, dan (4) membandingkan kondisi sosial dan lingkungan responden di sekitar lokasi usahaternak biogas dan usahaternak non biogas. Penelitian dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Juni-Juli Data primer diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada peternak dan Rumah Tangga pengguna biogas yang tinggal di sekitar usahaternak sapi perah, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas pertanian kabupaten sumedang, dinas peternakan Kabupaten Sumedang, serta studi literatur lainnya yang mendukung penelitian ini. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan usahaternak dari segi penerimaan dan biaya serta pengeluaran energi responden dengan menggunakan program microsoft excel Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam mengelola limbah ternak sapi perah menjadi biogas diolah dengan metode analisis regressi linear logistik menggunakan program Statistics SPSS 17. Metode kualitatif dengan analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis persepsi dan dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah. Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi peternak mengenai Sebagian besar responden di Desa Haurngombong memiliki penilaian bahwa pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung bagi peternak dan masyarakat di sekitar lokasi usahaternak. Faktorfaktor yang signifikan mempengaruhi peternak dalam pemanfaatan biogas yaitu jenis kelamin, lama berusahaternak, dan tingkat pengetahuan peternak mengenai iii

4 biogas. Hasil analisis perbandingan diperoleh pendapatan usahaternak biogas lebih tinggi dibandingkan usahaternak non biogas dengan selisih pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp /bulan dan selisih pendapatan atas biaya total sebesar Rp /bulan. Rata-rata Penghematan pengeluaran peternak biogas sebesar Rp /bulan, bagi pengguna biogas non peternak sebesar Rp /bulan, dan selisih pengeluaran energi usahaternak biogas dan non biogas sebesar Rp /bulan. Berdasarkan hasil tersebut maka pemanfaatan limbah menjadi biogas memiliki dampak ekonomi terhadap peningkatan pendapatan peternak dan penghematan pengeluaran energi masyarakat. Dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan biogas antara lain: meningkatkan budaya gotong royong masyarakat, meningkatkan lapangan pekerjaan sebagai teknisi biogas, meningkatkan kinerja kelompok peternak, dan berkembangnya program kerjasama dengan berbagai pihak, perubahan kondisi lingkungan sekitar kandang yang lebih bersih, dan berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran ke saluran air terdekat, serta berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa. Saran bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini yaitu: peternak non biogas sebaiknya melakukan pemanfaatan biogas dikarenakan dengan pemanfaatan tersebut peternak dapat memperoleh manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan perbaikan kondisi sosial dan lingkungan di sekitar lokasi usahaternak, pihak pemerintah beserta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan bantuan pembangunan instalasi biogas bagi peternak non biogas untuk mengurangi ketergantungan penggunaan energi tidak terbarukan seperti minyak tanah, kayu bakar, dan gas LPG, dan segera merealisasikan program pembangunan bengkel biogas, sehingga berbagai kerusakan dapat diatasi agar mampu menciptakan keberlanjutan program pemanfaatan biogas secara optimal. Kata kunci : dampak ekonomi sosial dan lingkungan, biogas, regresi logistik iv

5 ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH: Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat NINA HERMAWATI H Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 v

6 Judul Skripsi : Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Nama : Nina Hermawati NIM : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP Tanggal Lulus : vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-nya. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua Orangtua tercinta (Apihku Dadi Kusiandi dan Amihku Eem Sukaema), kakak (Mila Mulyani), dan adik-adik tercinta (Ipan Sohana dan Ayi Kusniawan) serta keluarga besar di Jatinangor yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat dan dukungan yang tiada hentinya. 2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, SPi, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi selama kuliah di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai dosen penguji utama dan Ibu Hastuti, SP, MP, MSi sebagai dosen penguji perwakilan dari komisi pendidikan departemen yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Staff pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 6. Teman-teman satu bimbingan (Siti Fatimatus, Abdul Aziz, Dini Adi, Persica, dan Anggi AO) yang telah memberikan banyak saran, motivasi dan semangat terus menerus. vii

8 7. Bapak Adang selaku Kepala Desa Haurngombong, Bapak Mamat, Bapak Juju dan Bapak Komar selaku ketua kelompok ternak atas waktu, kesempatan, informasi, pelajaran dan dukungan yang diberikan selama penelitian. 8. Bapak dan Ibu di Desa Haurngombong sebagai responden atas waktu, informasi, dan kesempatan yang diberikan pada penulis selama penelitian. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan ESL 45, terutama Anis Purnamasari, Andini Kusumawardhani, Setyawati, Rani Sumarni, dan keluarga KKP Cimaskara yang selalu memberikan motivasi, pengalaman dan arti persahabatan yang telah kalian berikan selama ini. 10. Sahabat-sahabat kostan Qamariyah, Tega, Lupy, Mba Nurul, Mba Fina, Susi, Amy, Rista, Yosi, Wulan, serta Eka Larasati yang berada di Kalimantan atas kegembiraan, keceriaan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Bogor, Desember 2012 Nina Hermawati viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus Di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Skripsi penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih Kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi penelitian ini. Penulis berharap semoga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2012 Nina Hermawati ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Definisi Operasional... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Eksternalitas Limbah Peternakan Dampak Ekonomi Sosial dan Lingkungan Pemanfaatan Limbah Peternakan Pemanfaatan untuk Pupuk Organik Pemanfaatan untuk Biogas Pemanfaatan lainnya Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Dampak Terhadap Pendapatan Peternak Dampak Terhadap Pengeluaran Energi Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN IV. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Persepsi Responden Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak dalam Pemanfaatan Biogas Model Regresi Logistik Pengujian Model dan Pendugaan Selang Kepercayaan Koefisien AnalisisPendapatan Peternak Analisis Pengeluaran Energi Responden Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Desa Haurngombong x xiii xiv

11 5.1.1 Letak Geografis Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Desa Haurngombong Perkembangan dan pengelolaan Biogas di Desa Haurngombong Proses Produksi Biogas Karakteristik Umum Responden Jenis Kelamin dan Usia Pendidikan Formal Terakhir Jumlah Tanggungan Keluarga Status Kepemilikan Ternak Lama Responden Berusahaternak Jumlah Ternak yang Dimiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Persepsi Respoden Mengenai Biogas Persepsi Responden terhadap Manfaat Biogas Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peternak Untuk Memanfaatkan Limbah Ternak menjadi Biogas Variabel yang Signifikan Variabel yang Tidak Signifikan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Analisis Dampak Terhadap Pendapatan Peternak Penerimaan Usahaternak Biogasdan Non Biogas Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas Analisis Pendapatan Usahaternak Biogas dan Non Biogas Analisis Pengeluaran Energi Responden Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi perah Dampak Sosial terhadap Perilaku Peternak dan Non Peternak Dampak Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Populasi Peternakan Sapi di Jawa Barat Tahun Nilai Kesetaraan 1 m 3 Biogas dan Energi yang Dihasilkan Jumlah Responden Berdasarkan Penggunaan Biogas Matriks Metode Analisis Data Penerimaan Usahaternak Data Jumlah Peternak dan Ternak pada Tiap Kelompok Peternak Perbedaan Konstruksi Reaktor Biogas Di Desa Haurngombong Perkembangan Biogas di Desa Haurngombong Data Jumlah Pengguna Biogas di Desa Haurngombong Jenis Kelamin dan Usia Responden Di Desa Haurngombong Tingkat Pendidikan Responden Di Desa Haurngombong Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Status Kepemilikan Ternak Responden Lama Berusahaternak Responden Jumlah Ternak Responden Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Peternak dalam melakukan Pemanfaatan limbah Ternak menjadi Biogas dengan Model Regressi Logistik Periode Laktasi Sapi Perah Rata-rata Penerimaan Usahaternak Biogas per Bulan Rata-rata Penerimaan Usahaternak Non Biogas per Bulan Persentase Selisih Penerimaan Usahaternak per Bulan Biaya Usahaternak per Bulan Analisis Ekonomis Pendapatan Usahaternak per Bulan Penggunaan Energi Responden Lama dan Jenis Penggunaan Biogas Perubahan Jumlah Penggunaan Energi Responden Rata-rata Pengeluaran Energi Responden Dampak Sosial terhadap Perubahan Perilaku Peternak dan Non Peternak xii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Hubungan antara ketiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Peta desa Haurngombong Skema Pengelolaan dan Pengawasan Instalasi Biogas Program DME Alur Proses Pembuatan Biogas xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Dokumentasi Kuesioner Penelitian untuk Peternak Kuesioner Penelitian untuk Rumah Tangga Pengguna Biogas Tenaga Kerja Usahaternak Biogas Tenaga Kerja Usahaternak Non Biogas Penyusutan Peralatan Usahaternak Biogas Penyusutan Peralatan Usahaternak Non Biogas Biaya Usahaternak Biogas per Bulan Biaya Usahaternak Non Biogas per Bulan Analisis Ekonomi Usahaternak Biogas dan Non Biogas Hasil Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Peternak dalam Memanfaatkan Limah Ternak menjadi Biogas dengan Model Regressi Logistik xiv

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk Indonesia berjumlah 237,64 juta orang. Dibandingkan hasil SP 2000 terjadi pertambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen pertahun 1. Seiring dengan kondisi tersebut, permintaan masyarakat terhadap kebutuhan sumber gizi protein hewani seperti daging dan susu yang merupakan komoditi hasil peternakan jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian (2008) menyebutkan bahwa populasi sapi perah nasional hanya dapat menghasilkan 0,64 juta ton susu. Produksi tersebut masih jauh dari kebutuhan konsumsi susu nasional sebesar 1,98 juta ton (dengan tingkat konsumsi 7 liter/kapita/tahun). Pembangunan subsektor peternakan khususnya pengembangan usahaternak sapi perah merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan penyediaan sumber kebutuhan protein hewani. Berdasarkan hasil pendataan sapi potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 1-30 Juni 2011, populasi sapi potong mecapai 14,8 juta ekor, sapi perah 0,597 juta ekor dan kerbau 1,3 juta ekor. Hasil perhitungan akhir Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) PSPK 2011 menyatakan rata-rata pertumbuhan 1 Diakses Pada Tanggal 15 Oktober

16 populasi sapi (sapi potong dan sapi perah) selama mencapai 5,33 persen per tahun atau rata-rata pertambahan sebesar 0,66 juta ekor setiap tahunnya. Secara regional atau pulau populasi sapi potong terbesar terdapat di Pulau Jawa, tercatat 7,5 juta ekor atau 50,68 persen dari populasi sapi potong nasional dan populasi sapi perah tercatat 0,592 juta ekor atau 99,21 persen dari populasi sapi perah nasional 2. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2010), pembangunan dan penyebaran subsektor peternakan dilihat dari jumlah populasi sapi di Indonesia khususnya provinsi Jawa Barat penyebaranya tidak merata. Populasi sapi perah terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut kemudian Kabupaten Sumedang (Tabel 1). Tabel 1. Populasi Peternakan Sapi Di Jawa Barat Tahun 2010 No. Kabupaten/ Kota Sapi Potong Sapi Perah 1 Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Majalengka Sumedang Subang Jawa Barat Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2010) Kegiatan usahaternak sapi tidak hanya menghasilkan output berupa daging dan susu, tetapi juga menimbulkan eksternalitas negatif dari limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti kotoran (feces), urin, sisa pakan, 2 Kementrian Pertanian-BPS Rilis Hasil Akhir PSPK Diakses Pada Tanggal 11 Desember

17 serta air dari pembersihan ternak dan kandang yang menimbulkan pencemaran antara lain: pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran suara yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat sekitar lokasi peternakan (Muryanto dkk, 2006). Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Permasalahan semakin tingginya harga pupuk dan bahan bakar minyak untuk kebutuhan rumah tangga menyebabkan peningkatan pengeluaran masyarakat, terutama yang tinggal di perdesaan, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sumber-sumber alternatif sehingga produksi pertanian dapat dipertahankan dan kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi tanpa merusak lingkungan. Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi permasalahan meningkatnya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak. Saat ini pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk dan sumber energi alternatif (biogas) belum dilakukan oleh peternak secara optimal. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pengembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya ke arah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan menjadi pupuk, biogas, dan pembangkit energi listrik sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut. 3

18 Pemanfaatan limbah ternak menjadi hasil sampingan yang bernilai ekonomi belum seluruhnya dilakukan usahaternak sapi di kawasan Kecamatan Pamulihan, Sumedang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pemanfaatan limbah usahaternak sapi perah yang telah melakukan pengolahan kotoran ternak menjadi hasil sampingan yang bernilai ekonomi (pupuk kompos, biogas, dan sumber energi listrik/usahaternak biogas) dengan usahaternak yang belum melakukan pengolahan limbah (usahaternak non biogas). Perbedaan pengelolaan dan pemanfaatan limbah ternak akan menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan sekitar yang berbeda di antara kedua usahaternak tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Limbah dari usaha peternakan sapi perah dalam jumlah banyak memiliki potensial sebagai sumberdaya dan juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (polusi tanah, air, dan udara) yang dapat merugikan masyarakat sekitar. Hal ini terjadi jika limbah tersebut tanpa penanganan dan pengelolaan yang baik, atau limbah langsung dialirkan begitu saja ke sungai atau ditimbun di tempat terbuka. Populasi Sapi di Kabupaten Sumedang (26 kecamatan) mencapai ekor, maka setiap hari tersedia 833,35 ton (rata-rata 25 kg kotoran/ekor/hari). Kecamatan Pamulihan merupakan kawasan yang memiliki populasi sebanyak ekor sapi potong dan sapi perah. Populasi peternakan sapi di kawasan ini paling tinggi diantara 25 kecamatan lainnya di Kabupaten Sumedang. Kecamatan Pamulihan yang terdiri dari 11 desa dengan jumlah kepemilikan 4

19 ternak bervariasi dimulai dari 2 sapi hingga 12 ekor sapi per peternak 3. Selain potensi yang besar, pemanfaatan energi biogas dengan digester biogas memiliki banyak keuntungan, yaitu mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit, menghasilkan panas dan daya (mekanis/listrik) serta hasil samping berupa pupuk padat dan cair. Pemanfaatan limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk anorganik serta tercapainya prinsip zero waste yang merupakan praktek pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Berdasarkan observasi langsung, di kawasan Kecamatan Pamulihan, Sumedang terdapat Desa Mandiri Energi (DME) yakni Desa Haurngombong, pengelolaan limbah ternak sapi perah di desa tersebut telah meningkatkan kesejahteraan peternak dari pendapatan dan pengeluaran untuk energi bagi peternak, penghematan pengeluaran energi dan kondisi lingkungan sekitar peternakan yang lebih baik. Pemanfaatan limbah tersebut belum seluruhnya dilakukan oleh peternak di desa tersebut. Kondisi sosial dan lingkungan di sekitar usahaternak biogas terlihat berbeda dengan kondisi di sekitar usahaternak non biogas, sehingga dapat dikaji penyebab hal tersebut dapat terjadi. Oleh karena itu, penelitian mengenai analisis dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pemanfaatan limbah kotoran ternak ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan pengambilan keputusan peternak dalam pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi sesuatu yang bernilai guna secara langsung maupun 3 diakses pada tanggal 25 Desember

20 tidak langsung serta sebagai pertimbangan kebijakan pemerintah pusat maupun desa serta para stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan limbah peternakan perumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi responden mengenai pemanfaataan limbah kotoran ternak di Desa Haurngombong? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas di Desa Haurngombong? 3. Bagaimanakah dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak terhadap tingkat pendapatan peternak dan pengeluaran energi responden di Desa Haurngombong? 4. Bagaimanakah kondisi sosial dan lingkungan responden di sekitar lokasi usahaternak di Desa Haurngombong? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi persepsi responden mengenai pemanfaataan limbah kotoran ternak di Desa Haurngombong. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas di Desa Haurngombong. 3. Membandingkan dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak terhadap pendapatan usahaternak biogas dan usahaternak non biogas serta membandingkan dampak pemanfaatan tersebut terhadap pengeluaran energi responden di Desa Haurngombong. 6

21 4. Membandingkan kondisi sosial dan lingkungan responden di sekitar lokasi usahaternak biogas dan usahaternak non biogas di Desa Haurngombong Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya: 1. Secara akademik kegiatan penelitian ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. 2. Bagi Pemerintah Kota Sumedang, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penyusunan kebijakan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan limbah peternakan. 3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi pihakpihak yang terkait dalam pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya dan lingkungan khususnya dalam pengelolaan limbah kotoran ternak pada sektor peternakan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Wilayah penelitian hanya meliputi kawasan Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan, Sumedang-Jawa Barat. 2. Objek penelitian adalah Lembaga peternakan yang terkait, pemerintah daerah setempat dan peternak dan masyarakat yang tinggal di kawasan wilayah penelitian sebagai responden. 7

22 3. Present value biaya dan manfaat pengelolaan limbah kotoran sapi dihitung berdasarkan nilai yang diperoleh dari kuesioner dan data sekunder yang tersedia. 4. Biaya pembangunan Instalasi biogas rumah tangga merupakan dana bantuan (hibah) dari pemerintah. 5. Dampak ekonomi dalam penelitian ini adalah perubahan ekonomi yang dirasakan baik oleh peternak maupun non peternak sebagai dampak dari adaya pemanfaatan limbah ternak sapi perah. Dampak ekonomi tersebut hanya dilihat terhadap perbedaan pendapatan peternak biogas dan non biogas serta dampaknya terhadap pengeluaran energi responden. 6. Dampak sosial dalam penelitian ini adalah hanya melihat perubahan perilaku masyarakat terhadap rutinitas dari kegiatan sebelum dan setelah adanya program pemanfaatan biogas bagi peternak dan pengguna biogas, serta perubahan perilaku masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar energi lainnya seperti: gas elpiji, minyak tanah, dan kayu bakar. Selain itu dampak sosial juga mecakup perubahan kesempatan kerja yag terjadi setelah adanya program pemanfaatan biogas. 7. Dampak terhadap kondisi lingkungan dalam penelitian ini adalah perubahan terhadap kondisi lingkungan yang dirasakan masyarakat Desa Haurngombong akibat pembuangan limbah ternak sebelum dan setelah dimanfaatkan sebagai pupuk dan biogas. 8

23 1.6 Definisi Operasional Definisi opersional dalam penelitian ini mencakup pengertian dari beberapa istilah yang digunakan, antara lain: 1. Usahaternak biogas merupakan usahaternak yang telah melakukan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah menjadi pupuk, biogas, dan energi listrik. 2. Usahaternak non biogas merupakan usahaternak yang belum melakukan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah menjadi biogas dan energi listrik, namun pemanfaatan limbah menjadi pupuk telah dilakukan oleh usahaternak non biogas. 3. Rumah tangga pengguna biogas merupakan rumah tangga yang tinggal di sekitar lokasi usahaternak yang memperoleh biogas dari usahaternak biogas untuk memenuhi kebutuhan energi bahan bakar untuk memasak. 4. Responden yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pihak-pihak yang memberikan informasi untuk menjawab tujuan penelitian ini yang terdiri dari peternak biogas, peternak non biogas dan rumah tangga pengguna biogas Di Desa Haurngombong. 9

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas Limbah Peternakan Eksternalitas merupakan suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumberdaya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumberdaya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan sumberdaya (property rights) tidak terpenuhi. Faktor-faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang (Mangkoesoebroto, 2003). Berkembangnya kegiatan usahaternak mengakibatkan semakin besar volume limbah yang dihasilkan sehingga akan berdampak pada menurunnya kondisi lingkungan hidup yang akhirnya mempengaruhi aktivitas dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, setiap usahaternak atau peternakan, sebaiknya memiliki pengelolaan limbah yang mampu menanggulangi dan mengurangi dampak tersebut. 2.2 Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Keberadaan usaha peternakan sapi perah akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas dan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan sekitarnya. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang 10

25 dinamis dan meliputi hubungan antara masing-masing individu perorangan, antar kelompok manusia, maupun antar perorangan dengan kelompok manusia (Fattah, 2006). Hasil penelitian Darmawan et al (2008) di Desa Pagerwangi Lembang, Bandung, Jawa Barat menginformasikan bahwa aktivitas kehidupan masyarakat peternak sapi perah untuk kepentingan pendapatan keluarga, kepentingan interaksi gotong royong. Prestasi keunggulan dalam pengelolaan pemeliharaan dan produktivitas susu menduduki tingkat sosial lebih tinggi dibandingkan para peternak pada umumnya. Peternakan sapi perah yang membutuhkan paket teknologi dan biaya yang relatif mahal ternyata dapat diadopsi oleh peternakpeternak rakyat di pedesaan melalui interaksi sosial diantara mereka dengan menggunakan wadah kelompok peternak. Hal ini mengindikasikan bahwa dari aspek sosial usaha peternakan sapi perah secara tidak langsung meningkatkan semangat gotong royong, selain menciptakan lapangan kerja dan usaha. Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan (Sanim, 2006), yaitu tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan) dan tujuan ekologi (kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan). Tiga tujuan tersebut saling terkait seperti disajikan pada Gambar 1. Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat terwujud bila tiga tujuan pembangunan tersebut tercapai. 11

26 Sumber: Sanim, 2006 Gambar 1. Hubungan antara ketiga tujuan pembangunan berkelanjutan 2.3 Pemanfaatan Limbah Peternakan Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan (Sihombing, 2002). Prabantoro (2000) dalam tesisnya menyebutkan bahwa manfaat atau efektifitas dari sebuah sistem informasi dapat juga diklasifikasikan dalam dua bentuk yaitu : tangible benefits dan intangible benefits. Tangible Benefits atau manfaat keuntungan yang berwujud adalah keuntungan penghematan atau peningkatan di dalam perusahaan yang dapat diukur secara kuantitatif dalam bentuk satuan nilai moneter, diantaranya adalah: keuntungan dari pengurangan 12

27 biaya operasional, keuntungan dari pengurangan kesalahan-kesalahan proses, keuntungan dari pengurangan biaya telekomunikasi, keuntungan akibat peningkatan penjualan, keuntungan akibat pengurangan biaya persediaan, dan keuntungan akibat pengurangan kredit yang tidak tertagih. Intangible Benefits atau manfaat keuntungan yang tidak berwujud adalah nilai keuntungan yang sulit diukur dalam bentuk satuan nilai moneter atau uang. Diantaranya adalah seperti: keuntungan akibat peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, keuntungan akibat peningkatan kepuasan kerja sumber daya manusia yang ada, dan keuntungan akibat peningkatan pengambilan keputusan manajerial yang lebih baik. Intangible benefits sulit untuk diukur dalam satuan nilai moneter, karena itu cara pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan penaksiran. Sebagai contoh : kualitas pelayanan kepada pelanggan yang menjadi lebih baik merupakan salah satu bentuk intangible benefits Pemanfaatan untuk Pupuk Organik Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan unsur hara pada tanah juga dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan memperbaiki struktur tanah tersebut. Kandungan Nitrogen, Posphat, dan Kalium sebagai unsur makro yang diperlukan tanaman (Hidayati, 2006). Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat mendukung usaha pertanian. Kotoran ternak yang dihasilkan di daerah sentra produksi ternak dalam jumlah yang banyak belum dimanfaatkan secara optimal, 13

28 sebagian diantaranya terbuang begitu saja, sehingga sering merusak lingkungan akibat menghasilkan bau yang tidak sedap. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Kompos yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pemakaian pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkanya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertanian. Limbah kotoran ternak (pupuk kandang) tidak hanya menghasilkan unsur hara mikro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman. Pupuk organik dalam penggunaanya dapat mengurangi tingkat pencemaran tanah, air dan lingkungan (Santosa et al, 2009) Pemanfaatan untuk Biogas Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Biogas adalah salah satu sumber energi terbarukan yang bisa menjawab kebutuhan akan energi sekaligus dapat menyediakan kebutuhan hara tanah dalam 14

29 suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas mendukung penerapan konsep zero waste sehingga pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai (Widodo et al, 2006) Biogas di perdesaan dapat digunakan untuk keperluan penerangan dan memasak sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada minyak tanah ataupun listrik dan kayu bakar. Bahkan jika dimodifikasi dengan peralatan yang memadai, biogas juga dapat untuk menggerakkan mesin. Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Akhir-akhir ini diversifikasi penggunaan energi menjadi isu yang sangat penting karena berkurangnya sumber bahan baku minyak. Pemanfaatan limbah pertanian untuk memproduksi biogas dapat memperkecil konsumsi sumber energi komersial seperti minyak tanah dan penggunaan kayu bakar. Biogas dihasilkan oleh proses pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri anaerob dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester (Kementerian Pertanian, 2006). Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, dan kuda. Dalam aplikasinya, biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk memanaskan dan menghasilkan energi listrik sangat tergantung dari jumlah gas metana. Setiap 1 m 3 metana setara dengan 10 kwh. Nilai ini setara dengan 0.6 fuel oil. Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan watt lampu 15

30 selama enam jam penerangan. Nilai Kesetaraan Biogas dan Energi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Kesetaraan 1 m 3 Biogas dan Energi yang Dihasilkan Jenis Energi Kesetaraan dengan 1 m 3 gas bio Elpiji 0,46 kg Minyak tanah 0,62 liter Minyak Solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas kota 1,50 m 3 Kayu Bakar 3,50 kg Sumber : Kementerian Pertanian (2006) Menurut Santi (2006), beberapa keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas sebagai berikut : 1) Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara. 2) Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga. 3) Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. 4) Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses listrik. 5) Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism). 16

31 2.3.3 Pemanfaatan Lainnya Selain dimanfaatkan untuk pupuk, bahan pakan, atau biogas, kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya menjadi briket dan kemudian dijemur atau dikeringkan. Briket ini telah dipraktekkan di India dan dapat mengurangi kebutuhan akan kayu bakar. Pemanfaatan lain adalah penggunaan urine dari ternak untuk campuran dalam pembuatan pupuk cair maupun penggunaan pestisida alami. Penggunaan kotoran sapi untuk media hidup cacing tanah, telah diteliti menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain. Pemafaatan limbah kotoran menjadi pakan dan media cacing tanah dapat menambah peluang usaha yang dapat meningkatkan pendapatan peternak (Farida, 2000). 2.4 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Dampak terhadap Pendapatan Peternak Faktor-faktor produksi yang diperkirakan berpengaruh dalam menentukan pendapatan dalam pemeliharaan sapi adalah jumlah kepemilikan sapi, lama pemeliharaan, biaya pakan, biaya obat-obatan dan biaya tenaga kerja. Penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh peternak secara efesien ke dalam alokasi usaha yang optimal mampu menghasilkan peningkatan pendapatan (Gunawan dkk,1998 dalam repository Sihombing 2011 Universitas Sumatera Utara). Sehubungan dengan perhitungan atau analisa rugi/laba usahaternak sapi ini, maka hal penting yang perlu dipertimbangkan dapat dikelompokkan manjadi dua bagian yakni faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi meliputi penyedian bibit/sapi bakalan, ransom, ongkos, tenaga kerja, penyusutan 17

32 penggunaan bangunan kandang dan peralatan, lain-lain (obat-obatan, perjalanan, dan sebagainya), serta hasil sampingan berupa pupuk (Sugeng, 2000) Dampak terhadap Pengeluaran Energi Ketergantungan Kepada kayu bakar di perdesaan masih besar. Pemakaian minyak tanah untuk memasak dengan harga yang mahal dan sering sulit diperoleh (terjadi kelangkaan). Sementara limbah peternakan dan pertanian selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan energi alternatif dapat meminimalisasi pencemaran lingkungan, mengantisipasi habisnya ketersediaan kayu bakar dan mengurangi penggunaan BBM. Menurut Ariani, et al (2007), beberapa keuntungan pemanfaatan limbah peternakan di permukiman transmigrasi adalah: 1. Mengurangi biaya pembelian minyak tanah atau gas elpiji serta hemat tenaga dalam mencari kayu bakar, 2. Ramah lingkungan karena limbah ternak yang selama ini dibiarkan dapat termanfaatkan, 3. Menghasilkan produk ikutan berupa lumpur organik yang dapat diolah menjadi pupuk kompos, dan 4. Mendukung program pemerintah hemat energi. 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian Analisis Manfaat Ekonomi Limbah Ternak Sapi Perah oleh Irvan sanjaya (2010), yaitu mengenai Analisis Manfaat Ekonomi Limbah Ternak Sapi (studi kasus Kelompok Ternak Sapi Perah Mekar Jaya Desa Cipayung Girang Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor). Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain: analisis 18

33 pendapatan usahaternak sapi perah, analisis usahatani padi yang dimiliki oleh peternak, dan analisis pengeluaran Rumah Tangga Peternak. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa pemanfaatan limbah ternak sapi perah telah meningkatkan penerimaan peternak dalam menjalankan usahanya. Peningkatan tersebut rata-rata sebesar Rp , kontribusi limbah terhadap penerimaan sebesar 6,56 persen dan 24,81 persen dari total pendapatan usahaternak sapi perah. Penelitian terdahulu lainnya yang menjadi referensi dalam penelitian ini adalah penelitian mengenai Identifikasi Dampak Sosial Ekonomi Dan Lingkungan Dari Pemanfaatan Biogas (Studi Kasus: Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung Bogor-Jawa Barat) oleh Ade Rismala (2010). Penelitian tersebut menggunakan metode estimasi penilaian lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM). Penelitian ini menghitung nilai WTP peternak terhadap pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas. Dampak sosial akibat pemanfaatan biogas di Desa Cipayung tidak terlalu signifikan dirasakan peternak. Sedangkan dampak ekonomi hanya dirasakan oleh peternak, yakni penghematan pengeluaran biaya untuk bahan bakar LPG sebesar Rp , Dampak negatif lebih dirasakan oleh non-peternak yang meggunakan air sungai untuk keperluan mencuci ataupun yang bertempat tinggal di dekat sungai. Rata-rata WTP dari masyarakat sebesar Rp ,7/tahun. Penelitian lainnya adalah mengenai Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor oleh Kamiludin (2009). Penelitian ini bertujuan : (1) Menganalisis struktur biaya dan struktur penerimaan peternakan sapi perah di kawasan peternakan sapi perah dan (2) Menganalisis besarnya pendapatan yang diperoleh oleh peternakan 19

34 sapi perah di kawasan peternakan sapi perah yaitu dengan menghtung rasio penerimaan terhadap total biaya usahatemak. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Petemakan Sapi Perah Kabupaten Bogor yang beralokasi di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan R/C rasio. Total biaya variabel dan biaya tetap masing-masing adalah Rp dan Rp Penerimaan dibagi atas penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Total penerimaan dari petemak yang diamati dalam satu tahun pengamatan sebesar Rp Penelitian yang dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yakni, melakukan studi komparatif dengan with-wthout approach antara usahaternak biogas dengan non-biogas, menganalisis dampak ekonomi terhadap pendapatan dari aspek penerimaan dan penghematan pengeluaran rumah tangga peternak dan masyarakat pengguna biogas (non peternak), analisis dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas atau non-biogas baik bagi peternak maupun non peternak dengan menggunakan analisis deskriptif, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peternak dalam pengambilan keputusan pemanfaatan Biogas dengan menggunakan analisis Regresi Linier logistik menggunakan software SPSS Statistics

35 III. KERANGKA PEMIKIRAN Subsektor peternakan memiliki peranan yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani berupa susu dan daging. Keberadaan usahaternak ini pun tidak hanya menimbulkan eksternalitas positif, tapi juga menciptakan eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh pengeluaran limbah berupa kotoran sapi. Eksternalitas negatif ini yang menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan bau yang mempengaruhi kualitas lingkungan sekitarnya. Pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan peternak dalam upaya pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas semakin meningkat sebagai upaya untuk mengatasi masalah eksternalitas tersebut. Permasalahan kelangkaan sumber energi bahan bakar pun mejadi salah satu pendorong peternak untuk menciptakan sumber energi alteratif. Hal ini tentu akan menambah nilai manfaat yang diterima oleh peternak dan non-peternak. Pengelolaan limbah usahaternak dapat menghasilkan manfaat secara ekonomi maupun finansial dari upaya pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi pupuk organic, biogas dan energi listrik. Namun upaya tersebut tidak terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak. Perbedaan pengelolaan tersebut berdampak pada pendapatan, pengeluaran rumah tangga peternak, kondisi sosial, dan lingkungan di sekitar lokasi usahaternak sebelum dan setelah adanya upaya pengelolaan limbah tersebut. Tahapan pelaksanaan penelitian ini dimulai dari penentuan responden berdasarkan kriteria tertentu untuk menjawab tujuan penelitian ini, responden yang dipilih dalam penelitian ini antara lain: peternak sapi perah yang telah melakukan pengolahan limbah menjadi biogas (peternak biogas), peternak yang 21

36 belum melakukan pengelolaan limbah (peternak non biogas), dan rumah tangga pengguna biogas yang tinggal di sekitar lokasi usahternak yang merupakan non peternak. Pemilihan responden tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai dampak yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tahapan pertama adalah analisis persepsi peternak dan masyarakat mengenai pemanfaatan limbah ternak sebagai indikasi awal terdapatnya dampak dari pengolahan limbah tersebut dengan menggunakan analisis deskriftif, tahapan ke dua mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan biogas dengan menggunakan metode analisis regressi linear logistic dengan menggunakan program SPSS 17.0, tahapan ke tiga adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak ekonomi yang dilihat dari pendapatan usahaternak dengan pendekatan penerimaan, total biaya dan pengeluaran energi responden dengan menggunakan analisis pendapatan dan pengeluaran, dan tahapan selanjutnya menganalisis dampak sosial dan lingkungan dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif berdasarkan hasil kuesioner dan observasi langsung di lapangan secara obyektif, serta analisis studi komparatif (with-without approach) dari dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan pada usahaternak biogas dan non biogas (Gambar 2). Berdasarkan perbandingan tersebut maka dapat diperoleh net benefit dari pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas. 22

37 Persepsi terhadap pemanfaatan limbah Usahaternak Sapi Perah di Desa Haurngombong Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan pemanfaatan biogas Analisis Deskriptif Analisis Regressi Linear Logistik Usahaternak Biogas Usahaternak Non-biogas Dampak Pengelolaan dan pemanfaatan limbah pada Usahaternak Biogas Dampak Pengelolaan dan pemanfaatan limbah pada Usahaternak Non-Biogas Ekonomi Sosial Lingkungan Ekonomi Sosial Lingkungan Analisis Pendapatan dan pengeluaran Energi Responden Analisis Deskriptif Analisis Pendapatan dan pengeluaran Energi Responden Analisis Deskriptif Net Benefit Keterangan : : Komponen Analisis : Metode Analisis : Hubungan Langsung Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 23

38 VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi usahaternak sapi perah dengan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi sebagai pupuk, biogas dan penghasil energi listrik. Berdasarkan data Dinas Peternakan Jawa Barat tahun 2011 jumlah populasi sapi di Kabupaten Sumedang sebanyak ekor Sapi. Upaya pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas belum dilaksanakan oleh seluruh peternak di kawasan tersebut 4. Proses pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner dilakukan mulai dari bulan Juni 2012 hingga Juli Dalam kurun waktu tersebut peneliti melakukan pengumpulan data dan observasi secara langsung dalam rangka menjawab tujuan penelitian. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada responden yang merupakan sejumlah peternak usahaternak biogas dan peternak yang tidak memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas (peternak non-biogas), aparat pemerintah daerah setempat dan rumah tangga pengguna biogas yang tinggal di sekitar lokasi usahaternak. Data tersebut mencakup karakteristik responden dan data meliputi biaya dan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan responden dalam pengelolaan usahaternak dan 4 diakses pada tanggal 25 Desember

39 pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang, Pemerintahan Daerah Kabupaten Sumedang tingkat kabupaten, kecamatan maupun desa, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumedang, serta instansi lainnya yang terkait. 4.3 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan Sampel untuk responden menggunakan teknik purposive Random sampling. Pada teknik tersebut, sampel yang diambil harus memiliki kriteria atau penilaian tertentu sesuai dengan masalah yang sedang dibahas dalam penelitian. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah peternak biogas dan peternak non-biogas, pemerintah dari bagian Dinas Peternakan Kabupaten, pemerintahan setempat dan masyarakat pengguna biogas di sekitar lokasi tempat usahaternak sapi perah. Metode purposive dilakukan karena sampel yang dipilih sesuai dengan data potensi, lokasi, jenis pengelolaan limbah usahaternak sapi sekitar kawasan tersebut. Jumlah minimum responden ditentukan berdasarkan syarat minimum untuk pengolahan data dengan menggunakan metode regressi linear (model Logistik), sehingga hasil yang diperoleh memiliki tingkat validitas yang tinggi. Total responden pada penelitian ini sebanyak 59 peternak dan 34 orang masyarakat pengguna biogas non-peternak di sekitar lokasi usahaternak (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Responden berdasarkan Penggunaan Biogas Keterangan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Peternak Biogas Peternak non biogas Pengguna biogas non-peternak Total Responden Sumber : Data Primer (diolah),

40 Pengambilan contoh di lapangan dipengaruhi oleh kesediaan dan waktu luang dari responden. Wawancara dengan menggunakan kuesioner di Desa Haurngomong dilakukan pada sore hari di tempat penyetoran susu hasil pemerahan dikarenakan pada sore hari merupakan waktu luang peternak dan rumah tangga pengguna biogas untuk istirahat dan berada di rumah. Wawancara beberapa respoden dilakukan setelah kegiatan penyuluhan, sebagian lagi dilakukan dengan kunjungan langsung ke lokasi usahaternak. Kunjungan langsung ke lokasi usahaternak untuk mewawancarai peternak bertujuan untuk observasi langsung secara obyektif terhadap kondisi lingkungan kandang usahaternak. 4.4 Metode dan Analisis Data Data dan informasi yang didapat, diolah dengan bantuan komputer. Data dan informasi yang didapat dari hasil kuesioner dan data sekunder dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam komponen tertentu seperti: komponen biaya, penerimaan, dan sebagainya. Penelitian ini menggunakan analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada peternak dan Rumah Tangga pengguna biogas yang tinggal di sekitar usahaternak sapi perah, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas pertanian kabupaten sumedang, dinas peternakan Kabupaten Sumedang, serta studi literatur lainnya yang mendukung penelitian ini. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan usahaternak dari segi penerimaan dan biaya serta pengeluaran energi responden dengan menggunakan program microsoft excel Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam mengelola limbah ternak sapi perah menjadi biogas diolah 26

41 dengan metode analisis regressi linear logistik menggunakan program Statistics SPSS 17. Metode kualitatif dengan analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis persepsi dan dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah. Analisis dampak sosial dan lingkungan pada penelitian ini tidak hanya dianalisis berdasarkan data hasil kuesioner dan data sekunder yang terkait, tetapi peneliti melakukan metode observasi langsung secara obyektif di lokasi penelitian. Matriks metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1. Meganalisis persepsi responden terhadap pemanfaatan limbah kotoran ternak 2. Analisis Dampak Ekonomi terhadap Pendapatan dan pengeluaran energi responden 3. Analisis Dampak sosial dan lingkungan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi sebagai biogas 4. Analisis komparatif usahaternak biogas dan usahaternak non biogas 5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas Sumber: Penulis (2012) Analisis Persepsi Responden Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) dan observasi langsung secara obyektif Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data Primer (wawancara menggunakan kuesioner) Analisis Deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 Analisis Deskriptif dan pendapatan (pendekatan penerimaan dan pengeluaran Rumah Tangga usahaternak) Analisis Deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 Analysis comparative withwithout approach Model Regressi Logistik menggunakan Program SPSS Statistics 17 Analisis persepsi terhadap responden dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan kuesioner. Dalam hal ini peneliti bertujuan untuk mengetahui persepsi responden yakni: persepsi peternak terhadap pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi produk sampingan yang bernilai 27

42 ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap penggunaan biogas untuk bahan bakar minyak dan energi listrik biogas Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak dalam Pemanfaatan Biogas Model Regresi Logistik Juanda (2009), Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi peternak dalam mengambil keputusan memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas yaitu, dengan menggunakan pendekatan model regressi logistik. Fungsi distribusi logistik (kumulatif), yang sudah digunakan secara luas dalam meganalisis fenomena yang terjadi, persamaan regressi logistik dapat dilihat pada persamaan (4.1), sebagai berikut:... (4.1) Untuk kemudahan pemaparan, persamaan dituliskan menjadi:... (4.2) Dimana : Pi Y Xi β 1 β 2 = peluang individu dalam mengambil keputusan (probabilitas) = variabel keputusan = variabel bebas = intersep = koefisien regressi e = bilangan dasar logaritma natural (e = 2,718) Z i = β 1 + β 2 X 1 Persamaan (4.2) merupakan fungsi distribusi logistik (kumulatif), dari persamaan di atas, jika (P i ) probabilitas peternak dalam usahaternak Biogas, maka 28

43 (1- P i ) adalah probabilitas usahaternak non-biogas, dirumuskan melalui persamaan berikut:... (4.3) Persamaan dapat dituliskan,... (4.4) Persamaaan (4) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (Ln), yaitu::... (4.5) Persamaan (4.5) merupakan model persamaan Logit atau model regressi Logistik. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengambilan keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi biogas adalah adalah jenis kelamin (X1), umur (X2), tingkat pendidikan formal (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4), lama berusahaternak (X5), keikutsertaan kelompok ternak (X6), jumlah ternak (X7), dan pemahaman mengenai biogas (X8). Hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan pengambilan keputusan peternak dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan model logit, sebagai berikut:.. (4.6) Dimana: Li Pi = persamaan logaritma = peluang individu dalam mengambil keputusan usahaternak biogas (1-Pi) = peluang individu dalam mengambil keputusan usahaternak non-biogas 29

44 Zi β 0 = keputusan peternak = intersep β i X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 = parameter peubah X i = jenis Kelamin = umur = tingkat pendidikan formal = jumlah tanggungan keluarga = lama berusahaternak = keikutsertaan kelompok ternak = jumlah ternak = tingkat pemahaman mengenai biogas Regressi linear model Logit tersebut digunakan untuk menentukan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas. Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi biogas adalah sebagai berikut: 1. Jenis kelamin Pembuatan dan operasional teknis pembuatan biogas tergolong pekerjaan yang cukup berat, sehingga sebaiknya dilakukan oleh pria dan umumnya berumur produktif. Jenis kelamin responden diharapkan positif (nilai dummy pria= 1 dan wanita = 0 ). 2. Umur Peternak yang masih muda atau dalam umur produktif memiliki tenaga dan semangat dibandingkan dengan peternak dengan umur sudah tidak produktif 30

45 (non produktif). Berdasarkan hipotesis ini diharapkan bernilai negatif dengan asumsi kecenderungan semakin muda semakin positif. 3. Tingkat Pedidikan Formal Peternak Tingkat Pendidikan Formal Peternak diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka semakin tinggi dorongan dalam memanfaatkan limbah menjadi biogas. 4. Lama usahaternak Diharapkan bernilai positif, semakin lama maka pengalaman dalam melakukan usahaterak sapi perah dan penanganan limbah semkin lebih baik. 5. Jumlah ternak Diharapkan bernilai positif semakin banyak ternak yang dimiliki maka semakin banyak jumlah limbah yang dihasilkan dan semakin tinggi potensi dalam pengembangan biogas. 6. Jumlah Tanggungan Keluarga Diharapkan bernilai positif, semakin banyak anggota keluarga maka semakin tinggi kebutuhan energi yang diperlukan maka semakin tinggi pula potensi untuk memanfaatkan energi alternatif seperti biogas. 7. Keikutsertaan kelompok peternak Diharapkan bernilai positif, keikutsertaan kelompok akan meningkatkan dorongan dalampemanfaatan biogas dengan adanya wadah organisasi yang mendukung. Variabel keikutsertaan kelompok peternak ini merupakan variabel dummy dengan X 7 = 1 jika peternak merupakan anggota kelompok peternak sedangkan X 7 = 0, jika peternak bukan anggota kelompok peternak. 31

46 8. Pemahaman peternak mengenai biogas Diharapkan positif dengan semakin tingginya pemahaman mengenai biogas maka kecenderungan untuk memanfaatkan limbah menjadi biogas pun semakin tinggi pula. Asumsi dan hipotesis yang digunakan dalam variabel ini terdiri dari 4 kemungkinan nilai variabel X 8, antara lain: X 8 =1 jika peternak tidak mengetahui mengenai biogas, X 8 = 2 jika peternak memiliki tingkat pemahaman kurang paham/tahu, X 8 = 3 jika peternak paham mengenai pengetahuan biogas, dan jika X 8 = 4 jika peternak sangat paham terhadap pengetahuan biogas Pengujian Model dan Pendugaan Selang Kepercayaan Koefisien Prediksi/dugaan model linear logistik (4.6) diperoleh, langkah selanjutnya menguji apakah model logistik tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan kualitatif (Y). hipotesis yang diuji dalam hal ini adalah: H 0 : β 1 =β 2 = β 3 =...=β k H 1 : minimal ada β i 0, untuk i= 1,2,3...k (model tidak dapat menjelaskan) (model dapat menjelaskan) Statistik uji yang digunakan adalah dengan likelihood ratio, yaitu rasio fungsi kemungkinan Model UR (lengkap) terhadap fungsi kemungkinan model R (H 0 benar). Statistik Uji G dibawah ini menyebar menurut sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas (k-1)...(4.7) Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H 0 ditolak (model signifikan ) jika : Statistik-G> X 2 α,k-1 32

47 pengujian faktor mana (β i 0) yang berpengaruh nyata terhadap pilihannya, perlu uji statistik lanjut. Dalam hal ini menguji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik Uji wald yang serupa dengan statistik uji-t atau uji-z dalam regresi linear biasa. Hipotesis statistik yang diuji adalah: H 0 : β i = 0 untuk i= 1,2,3...k (peubah X i tidak berpengaruh nyata) H 1 : β i 0 (peubah X i berpengaruh nyata) Statistik Uji yang digunakan adalah:... (4.8) Dimana : = koefisien regressi = standard error of β (galat kesalahan dari β) Penggunaan uji terhadap komponen pengujian merupakan langkah untuk mendapatkan hasil penelitian yang memiliki tingkat validitas yang tinggi Analisis Pendapatan Analisis pendapatan usahaternak digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha saat ini. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana: TR = Total penerimaan (total revenue) TC = Total Biaya (total cost) 33

48 Penerimaan usahaternak (Total Revenue-TR) adalah perkalian antara produksi yang diporoleh (Y) dengan harga jual (Py). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: (Soekartawi, 1995) Dimana: TR = Penerimaan total Y = Produksi yang diperoleh Py = Harga jual Aplikasi dari rumus di atas jika digunakan dalam penelitian ini maka persamaan menjadi: TR = TR tunai + TR non tunai Dimana : TR = tunai + non tunai TR = (Y 1. Py 1 + Y 2. Py 2 + Y 3. Py 3 ) + (Y 4. Py 4 + Y 5. Py 5 +Y 6. Py 6 ) TR tunai TR non tunai Y 1. Py 1 = Penerimaan yang diperoleh peternak secara tunai = Penerimaan peternak yang diperhitungkan = perkalian antara jumlah susu yang dijual (liter) dengan harga jual yang berlaku (Rp/liter) Y 2. Py 2 = perkalian antara jumlah pupuk yang dijual (kg) dengan harga pupuk jual yang berlaku (Rp/kg) Y 3. Py 3 = perkalian antara jumlah pedet (ekor) yang dijual dengan harga jual pedet (Rp/ekor) Y 4. Py 4 = perkalian antara jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga (liter) dengan harga jual susu yang berlaku 34

49 (Rp/liter) Y 5. Py 5 = perkalian antara jumlah pupuk (kg) yang digunakan untuk lahan pertanian sendiri dengan harga jual pupuk yang berlaku (Rp/kg) Y 6. Py 6 = manfaat dari penggunaan biogas yang dikonversi dari jumlah penghematan pengeluaran energi peternak setelah melakukan pemanfaatan biogas untuk keperluan memasak. Total penerimaan usahaternak dalam penelitian ini dikonversikan dalam jangka waktu satu bulan (penerimaan usahaternak perbulan). Total biaya yang dikeluarkan usahaternak sapi perah per bulan dibedakan menjadi dua bagian yaitu: biaya tunai dan non tunai. Identifikasi dan perhitungan dari total penerimaan dan total biaya digunakan untuk melihat pendapatan yang diperoleh peternak dalam kurun waktu satu bulan. Analisis pendapatan usahaternak muncul akibat adanya pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi yang berbeda diantara peternak sapi di Desa Haurngombong. Analisis pendapatan tersebut dapat dilihat manfaat ekonomi pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi biogas dengan melihat margin atau perbedaan tingkat pendapatan yang diterima oleh masing-masing usahaternak sehingga dapat diperoleh share (%) manfaat limbah ternak sapi terhadap total pendapatan usaha ternak sapi tersebut. Dalam penentuan nilai total penerimaan dan total biaya usahaternak non-tunai diperoleh dari hasil konversi dari hasil penggunaan biogas atau listrik dengan konversi nilai terhadap rupiah dengan tingkat harga yang berlaku di lokasi penelitian. 35

50 Tabel 5. Penerimaan Usahaternak Uraian Tunai Non-tunai Nilai Penjualan output utama (Rp) a Penjualan output sampingan a. Penjualan pupuk organik b b. Biogas (Rp) - c c. Energi listrik (Rp) - d d. Lainnya e Produksi limbah (Rp.) - - f= (b+c+d) Penjualan alat dll (karung bekas, - g komponen lainya) Penjualan ternak (Rp) - h Total Penerimaan Usahaternak (Rp) i=a+b+c+d+e+ f+g+h Total Biaya usahaternak( Rp.) j Pendapatan usahaternak sapi (Rp) Sumber: Sanjaya (2010) Analisis Pengeluaran Energi Analisis pengeluaran energi responden ini menggambarkan penghematan akibat adanya penggunaan biogas sebagai pengganti BBM dan gas elpiji serta energi listrik yang dapat dihasilkan dari biogas tersebut. Pengeluaran responden ini terdiri dari komponen-komponen biaya yang dikeluarkan oleh tiap rumah tangga peternak dan pengguna biogas non peternak di Desa Haurngombong. Komponen pengeluaran tersebut meliputi biaya penggunaan bahan minyak, sekam padi, kayu bakar dan gas elpiji sebelum dan setelah dalam kurun waktu satu bulan. Analisis pengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan rumah tangga akibat adanya penggunaan biogas dan energi listrik dapat menghemat anggaran pengeluaran rumah tangga responden. Dalam hal ini untuk mengetahui nilai pemanfaatan dan pengurangan pengeluaran rumahtangga responden dilakukan studi komparatif diantara usahaternak yang memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan yang tidak memanfaatkanya menjadi biogas (analysis comparative with-without approach). 36

51 Dimana selisih dari nilai keduanya merupakan nilai manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai ekonomi. Keterangan : = penghematan pengeluaran Energi C 0 = total pengeluaran responden sebelum pemanfaatan biogas C 1 = total pengeluaran responden setelah pemanfaatan biogas Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi perah Dampak sosial dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan data hasil kuesioner dan wawancara responden mengenai perubahan kondisi sosial dan lingkungan di sekitar usahaternak pada saat sebelum dan setelah dilakukanya pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa Haurngombong. Parameter yang digunakan untuk menganalisis Dampak sosial pemanfaatana limbah dibedakan atas perubahan perilaku peternak dan non peternak yang dianalisis secara Deskriptif. Dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil kuesionerdan observasi langsung secara obyektif mengenai kondisi lingkungan di sekitar usahaternak. Pemanfaatan limbah ternak untuk pembuatan biogas pada prinsipnya menganut sistem zero waste dengan konsep pertanian terpadu (bio cycle farming/bcf) yang melibatkan budidaya tanaman dan peternakan. Zero waste atau nir-limbah merupakan aktivitas meniadakan limbah dari proses produksi dengan cara pengelolaan proses yang terintegrasi dengan meminimalisasi limbah yang terbentuk (Sulaeman, 2008). 37

52 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Haurngombong Letak Geografis Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan dan 107 o o 21 Bujur Timur. Kabupaten Sumedang di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, sebelah selatan Kabupaten Garut dan Bandung, sebelah barat Kabupaten Bandung dan Subang, dan sebelah utara Kabupaten Indramayu dan Majalengka. Desa Haurngombong secara administratif terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Pamulihan memiliki luas Wilayah Ha berada pada ketinggian diantara 720 sampai dengan meter di atas Pemukaan Laut, terdiri dari 11 desa yaitu Desa Cigendel, Cijeruk, Pamulihan, Ciptasari, Citali, Cimarias, Cinanggerang, Sukawangi, Haurngombong, Mekarbakti, dan Cilembu. Umumnya mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bidang pertanian yang sedang berkembang ke arah agrobisnis dan usahaternak sapi perah. Desa Haurngombong terdiri dari 3 Dusun (Dusun Simpang, Pangaseran dan Cipareuag), 6 Rukun Warga, dan 30 Rukun Tetangga serta kepala keluarga (KK) dengan luas desa sekitar 219 hektar. Jumlah penduduk Desa Haurngombong penduduk terdiri dari penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Desa Haurngombong memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Cigendel dan Ciptasari, Kecamatan Pamulihan 38

53 Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan : Desa Mekar Bakti, Kecamatan Pamulihan : Desa Gunung Manik, Kecamatan Tanjung Sari Gambar 3. Peta Desa Haurngombong Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Desa Haurngombong Mata pencaharian penduduk Desa Haurngombong beragam, namun mayoritas bekerja pada sektor pertanian dan peternakan. Jumlah peternak di Desa Hurngombong berjumlah 208 peternak dengan jumlah ternak 703 ekor sapi perah. Peternak-peternak ini terbagi ke dalam tiga kelompok tani ternak, yaitu Harapan Sawargi, Harapan Jaya, dan Wargi Saluyu. Sebaran jumlah peternak yang terbanyak adalah kelompok ternak Wargi Saluyu sebanyak 135 peternak dengan 400 ekor sapi perah. Kelompok tani ternak tersebut merupakan kelompok tani ternak induk yang berdiri pada tahun Kelompok peternak Harapan Jaya dengan jumlah peternak sebanyak 48 orang dengan 223 ekor sapi perah dibentuk pada tahun 1997, selanjutnya pada tahun 1998 dibentuklah kelompok ternak Harapan Sawargi dan kondisi saat ini jumlah peternak di kelompok ternak ini sebanyak 25 peternak dengan 80 ekor sapi perah yang merupakan populasi paling sedikit dibandingkan dengan kelompok peternak lainnya (Tabel 6). 39

54 Tabel 6. Data Jumlah Peternak dan Ternak pada Tiap Kelompok Peternak Kelompok Tani Ternak Jumlah Peternak Jumlah Ternak (orang) (ekor) Wargi Saluyu Harapan Jaya Harapan Sawargi Jumlah Sumber : Data Kelompok Peternak, 2012 Rata-rata jumlah kepemilikan ternak 2-3 ekor sapi perah yang merupakan usahaternak sapi perah rakyat. Populasi ternak di Desa Haurngombong mengalami peningkatan dan perkembangan setelah adanya program pemerintah yang memberikan sapi kepada masyarakat dengan sistem bantuan, dimana apabila sapi yang dipelihara menghasilkan pedet dan susu maka seluruhnya menjadi hak peternak/pemelihara, sedangkan jika sapi bantuan dijual maka sebagian hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemerintah. Pemberian bantuan sapi tersebut juga terdapat pihak pengawas baik dari pemerintah pusat yang bekerja sama dengan pemerintah desa dan kelompok ternak setempat untuk melakukan pengawasan dan evaluasi. Perkembangan usahaternak sapi perah di Desa Haurngombong tidak terlepas dari daya dukung sumberdaya untuk pakan hijauan/rumput ternak yang tersedia cukup melimpah, baik dari kebun milik warga maupun kebun carik desa yang merupakan kebun dengan lahan milik pemerintah desa yang dimanfaatkan warga untuk berkebun dengan sistem bagi hasil ataupun dibiarkan ditumbuhi rumput untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak Perkembangan dan Pengelolaan Biogas di Desa Haurngombong Potensi limbah kotoran ternak yang melimpah serta naiknya harga BBM, menimbulkan inisiatif kepala Desa Haurngombong Bapak Adang untuk melakukan pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Pada tahun

55 diprakarsai oleh Bapak Komar ketua kelompok peternak Harapan Sawargi yang membuat instalasi biogas dengan peralatan yang digunakan masih sangat sederhana yaitu reaktor dan penampungan gas yang terbuat dari plastik, kompor yang terbuat dari kaleng bekas serta selang plastik. Upaya pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas didukung oleh pemerintah desa sebagai salah satu upaya untuk menjadikan Desa Haurngombong sebagai Desa Mandiri Energi. Pada tahun Desa Haurngombong bekerjasama dengan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (UNPAD) dengan memberikan dukungan teknologi biogas dan pembinaan warga. Pada Tahun 2008 konstruksi biogas plastik berkembang menjadi konstruksi yang terbuat dari fiber, namun tempat penampungan gas masih terbuat dari plastik. Pada tahun 2010 Bapak Mamat selaku ketua kelompok peternak Harapan Jaya bekerjasama dengan SIPOS (Belanda). Pada Oktober 2010 bantuan dalam rangka promosi reaktor biogas konstruksi beton skala Rumahtangga dengan kapasitas reaktor 6 m 3 dibangun. Perbedaan konstruksi ketiga instalasi biogas pada Tabel 7. Tabel 7. Perbedaan Konstruksi Reaktor Biogas Di Desa Haurngombong Jenis Tempat Alat Bantu Pipa Saluran Konstruksi Reaktor Penampung Gas Plastik Plastik Alat kendali gas Selang plastik (blower) Fiber Plastik Blower Selang plastik- pipa paralon Beton Tanpa alat penampung Keran pengatur gas Pipa parlon Sumber : Data Primer, 2012 Desa Haurngombong merupakan salah satu Desa Mandiri Energi (DME) dengan energi non-bbm. Desa mandiri energi di Indonesia sendiri ada dua jenis, yaitu DME yang menggunakan energi non-bbm dan DME yang menggunakan energi nabati atau biofuel. 41

56 Berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Haurngombong Nomor 141/05/SK/DS/2007 tentang disahkannya Desa Haurngombong sebagai salah satu desa mandiri energi (DME). Tujuan dari pelaksanaan program DME di Desa Haurngombong ini adalah meningkatkan ketersediaan energi alternatif berbasis biogas sapi perah bagi peternak sapi perah serta anggota masyarakat lainnya di sentra peternakan sapi perah. DME Haurngombong sangat sesuai untuk pengembangan energi alternatif biogas dikarenakan mayoritas penduduk Desa Haurngombong adalah peternak. Berdasarkan SK Kepala Desa Haurngombong nomor 141/05/SK/DS/2007, tertanggal 7 Oktober 2007, maka dibentuklah panitia pembangunan instalasi biogas Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Struktur kepanitiaan ini terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, tim teknis dan tenaga kerja. Hasil akhir yang diharapkan dari program DME Haurngombong adalah terpasangnya instalasi biogas dengan optimal yang digunakan oleh keluarga peternak maupun non-peternak. Manfaat yang diharapkan adalah peningkatan jumlah instalasi biogas yang ada akan memberikan kontribusi nyata bagi penghematan energi bahan bakar minyak dan kayu bakar sehingga mengurangi pengeluaran rumahtangga, dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Desa Haurngombong juga menjalin kerjasama dengan pihak luar dalam mengembangkan program biogas di desa tersebut, antara lain kerjasama antara Desa Haurngombong dengan Pemerintah melalui Dinas Pertambangan Energi Sumberdaya Mineral baik Pusat, Provinsi maupun Kabupaten, Fakultas Peternakan UNPAD serta Yayasan Cahaya Keluarga (YCK) 42

57 yang bekerja sama dengan PT. PLN Persero, ITENAS dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat bidang pengembangan Energi Alternatif (Tabel 8). Tabel 8. Perkembangan Biogas di Desa Haurngombong Tahun Keterangan Gambar 2003 Biogas dengan rektor yang terbuat dari plastik kerjasama dengan pihak UNPAD melalui penelitian, pembinaan dan pengawasan instalasi biogas 2007 Desa Haurngombong Dijadikan Desa Mandiri Energi 2008 instalasi biogas terbuat dari fiber umur teknis 5 tahun menggunakan blower dan plastik penampung gas 2010 instalasi biogas biru (beton) umur teknis 10 tahun tanpa blower dan plastik tempat menampung gas instalasi biogas beton bantuan pemerintah umur teknis 10 tahun tanpa blower dan plastik tempat menampung gas. Sumber: Data Primer (diolah),

58 Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Haurngombong ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah peternak yang memiliki 1-2 ekor sapi. Kelompok kedua ialah peternak yang memiliki lebih dari dua ekor sapi. Pada kelompok pertama, peternak dapat menggunakan biogas bersama keluarga non-peternak di dekat rumahnya 1-2 KK dengan kapasitas reaktor 6 m 3. Pada kelompok peternak kedua peternak dapat memanfaatkan biogas bersama rumahtangga nonpeternak sekitar 4-7 KK di dekat lokasi usahaternak/instalasi biogas dengan kapasitas reaktor 40 m 3. Pendistribusian biogas dihubungkan dengan pipa paralon ke kompor biogas pada tiap rumah. Penggunaan biogas non peternak dengan sistem pembagian kerja secara bergiliran dalam pengisian bahan baku atau secara bergotong royong. Pengguna biogas baik peternak maupun non peternak dikenakan biaya iuran sebesar Rp /bulan untuk biaya perawatan dan lainnya yang dikelola oleh kelompok peternak. Limbah sisa biogas dapat digunakan sebagai pupuk organik. Pengelolaan dan Pengawasan instalasi biogas dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali (Gambar 4). Pengelola Program DME Kelompok Peternak Peternak dengan 1-2 ekor sapi Peternak dengan >2 ekor sapi Instalasi Biogas Non Peternak Gambar 4. Skema Pengelolaan dan Pengawasan Instalasi Biogas Program DME 44

59 Kondisi perkembangan usahaternak dalam pemanfaatan limbah ternak sapi perah menjadi biogas sebagai energi alternatif terbarukan pengganti minyak tanah, gas elpiji, dan tenaga listrik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Total peternak pengguna biogas di Desa Haurngombong sebanyak 135 peternak (65%) di Desa Haurngombong. Jumlah pengguna biogas terbanyak yaitu 73 peternak (53%) berada pada kelompok Wargi Saluyu dikarenakan merupakan kelompok dengan jumlah peternak terbanyak jika dibandingkan dengan kelompok yang lain. Jumlah peternak pengguna biogas pada masing-masing kelompok sebanyak 42 peternak (31%) Harapan Jaya dan 22 peternak (16%) kelompok Harapan Sawargi. Program Desa Mandiri Energi di Desa Haurngombong telah berhasil mengajak 115 keluarga non peternak untuk menggunakan biogas atau sebesar 46% dari total pengguna biogas, sedangkan 71 peternak (34%) tidak menggunakan biogas (Tabel 9). Hal ini dikarenakan sebagian peternak masih memiliki persepsi penggunaan biogas yang tidak praktis, sebagian responden merupakan peternak yang mengalami kerusakan pada instalasi biogas berupa kebocoran dan rapuh dengan instalasi jenis plastik dan fiber, namun tidak adanya upaya perbaikan, serta kerusakan pada komponen lainnya seperti kompor biogas, blower (alat kendali gas), pipa paralon, dan lainnya. Tabel 9. Data Jumlah Pengguna Biogas di Desa Haurngombong Keterangan Kelompok Peternak Wargi Saluyu Harapan Jaya Harapan Sawargi Jumlah Pengguna Biogas a. Peternak b. Non Peternak Jumlah Pengguna Biogas Peternak Non Biogas Sumber : Data Kelompok Ternak,

60 5.1.4 Proses Produksi Biogas Satu unit instalasi biogas terdiri dari tiga bagian, yaitu tabung penampung bahan baku (inlet), tabung pemroses/reaktor (digester), dan tabung penampung sisa hasil pemrosesan atau limbah biogas (outlet). Tabung digester merupakan bagian paling utama karena merupakan tempat terjadinya proses fermentasi bakteri anaerob yang kedap udara. Ketiga bagian tersebut dihubungkan dan ditempatkan pada posisi tertentu dimana posisi inlet lebih tinggi dibanding posisi digester dan posisi outlet lebih rendah dari digester untuk mempermudah pengeluaran limbah biogas. sehingga menjadi satu rangkaian atau satu unit instalasi biogas. Tahapan proses produksi biogas meliputi : 1. Tahap penampungan, pengenceran, pengadukan dan pemasukan bahan baku. Bahan baku kotoran ternak dimasukkan ke dalam inlet kemudian diencerkan dengan menambahkan air hingga perbandingan antara bahan padat dan cair 1:1, selanjutnya dilakukan pengadukan hingga merata (homogen) serta menyingkirkan bahan-bahan yang diperkirakan mengganggu proses seperti kayu, batu, logam dan lain-lain, kemudian bahan tersebut dimasukan ke dalam tabung digester. 2. Tahap pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas. Pada saat pengisian pertama kali (perdana) pemasukkan bahan baku ke dalam digester sampai penuh, gas pertama akan dihasilkan dengan membutuhkan waktu 4-15 hari. Setelah proses tersebut pengisisan bahan baku secara rutin dua hari sekali dengan jumlah sekitar dua ember kotoran ternak atau tergantung kapasitas reaktor biogas. Gas yang dihasilkan di salurkan melalui pipa paralon yang langsung terhubung pada kompor biogas, Genset biogas, 46

61 serta alat pemotong rumput dengan penggerak biogas (telah dimodifikasi). Genset biogas tersebut merupakan bantuan yang diberikan oleh PT. PLN dan Yayasan Cahaya Keluarga (YKC), sehingga penggunaanya masih terbatas pada peternak tertentu dikarenakan masih dalam proses penelitian. Penggunaan Genset ini biasanya pada saat listrik mengalami pemadaman. 3. Tahap pengambilan Limbah biogas diperoleh dari melubernya kotoran yang bercampur air seperti lumpur dari outlet ketika proses pemasukan bahan baku. Sisa bahan yang diambil merupakan sisa dari limbah yang telah diambil gasnya oleh bakteri metan atau bakteri biogas, bentuknya seperti lumpur atau disebut slurry. Sisa bahan ini masih mempunyai kandungan Nitrogen yang tinggi sehingga baik dijadikan pupuk (Gambar 5). Limbah biogas dimanfaatkan sebagai pupuk organik lahan pertanian di sekitarnya dengan cara dialirkan begitu saja ke lahan atau dalam bentuk kering dijual ke Rumah Pupuk yang terdapat di Desa Haurngombong namun kapasitas daya tampung yang masih terbatas sedangkan potensi limbah biogas yang cukup banyak. Limbah biogas tersebut dibagi menjadi dua bagian limbah cair dan padat, limbah cair ini berpotensi untuk pembuatan pupuk cair namun masih pada tahap penelitian yang dilakukan oleh kelompok ternak Wargi Saluyu. 47

62 Gambar 5. Alur Proses Pembuatan Biogas 48 48

63 5.2 Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden di Desa Haurngombong diperoleh secara purpossive sampling yang dilakukan terhadap 93 responden yang terdiri dari 59 responden peternak sapi perah dan 34 responden rumahtangga pengguna biogas di kawasan tersebut. Karakteristik responden ini dilihat dari variabel yang meliputi jenis kelamin dan usia, pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, lama berusahaternak, jumlah ternak, jenis usahaternak, dan status kepemilikan ternak Jenis Kelamin dan Usia Responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70 responden (75%) dan 23 responden (25%) perempuan. Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi yaitu dari usia 30 tahun hingga 70 tahun. Usia responden sebagian besar pada kisaran tahun sebanyak 47% yang merupakan usia non-produktif (Tabel 10). Sebagian besar responden merupakan laki-laki dengan kisaran usia yang non-produktif menunjukan bahwa pekerjaan sebagai peternak merupakan pekerjaan yang tergolong berat bagi perempuan, serta kisaran usia responden menunjukan bahwa usahaternak dapat dijalankan oleh pekerja non-produktif. Tabel 10. Jenis Kelamin dan Usia Responden di Desa Haurngombong Jenis Kelamin Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Laki-laki Perempuan Usia (Tahun) < > Sumber : Data Primer (diolah),

64 5.2.2 Pendidikan Formal Responden Tingkat pendidikan responden di Desa Haurngombong masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya responden yang memiliki pendidikan terakhir pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 49 responden (53%) dan responden yang tidak tamat SD sebanyak 4 orang (4%) serta 6 responden (7%) tidak bersekolah. Jumlah responden yang tingkat pendidikan terakhir sampai di Perguruan Tinggi (PT) hanya 2 orang (2%). Tabel 11. Tingkat Pendidikan Responden di Desa Haurngombong Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Tidak Sekolah 6 7 Tidak Tamat SD 4 4 SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Perguruan Tinggi 2 2 Sumber : Data Primer (diolah), Jumlah Tanggungan Keluarga Salah satu karakteristik responden adalah jumlah tanggungan keluarga yang ditentukkan dari jumlah anggota Rumah Tangga yang terdiri dari istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama di dalam satu rumah. Berdasarkan data hasil kuesioner penelitian, responden memiliki jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 1-8 orang, Responden yang memiliki jumlah tanggungan 1-2 orang sebanyak 26 responden (28%). Responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak 3-5 orang sebanyak 48 responden (52%) dan sisanya sebanyak 19 responden (20%) responden memiliki tanggungan lebih dari 5 orang (Tabel 12). Hal ini menunjukan kondisi rumahtangga responden dengan beban pembiayaan kehidupan sehari-hari yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan usahaternak rakyat yang diperoleh. 50

65 Tabel 12. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Jumlah Tanggungan Jumlah Responden (orang) (orang) Persentase (%) < > Sumber : Data Primer (diolah), Status Kepemilikan Ternak Responden umumnya memiliki ternak dengan status kepemilikan ternak bantuan pemerintah sebanyak 35 responden (57%), dan dengan status kepemilikan sendiri sebanyak 15 responden (25%) serta 11 peternak (18%) memelihara ternak dengan kepemilikan gabungan (sistem maro) dimana biaya dan penerimaan usahaternak dibagi dua atau dengan kesepakatan tertentu antara pemilik dan peternak pemelihara (Tabel 13). Banyaknya status kepemilikan ternak bantuan pemerintah dikarenakan Desa Haurngombong mengikuti berbagai perlombaan dimana pencapaian prestasi dihadiahi bantuan sejumlah ternak. Prestasi yang diraih Desa Haurngombong antara lain: Kelompok ternak Wargi Saluyu dengan kategori juara 2 Agrobisnis sapi perah tingkat Jawa Barat tahun Hadiah yang diperoleh berupa bantuan biogas, sapi perah PPKIM 2008 sejumlah 23 ekor, tahun 2011 APBD 1 sebanyak 32 ekor dara bunting, 2) Kelompok Harapan jaya dengan kategori juara 1 Argobisnis tingkat Jawa Barat pada tahun Bantuan yang diterima yaitu Biogas, sapi perah PPKIPM sebanyak 55 ekor pada tahun 2007, dan menerima sapi BML (APBM) sebanyak 32 ekor. 3) Kelompok Harapan Sawargi dengan kategori juara 1 Agrobisnis sapi perah tingkat Jawa Barat pada tahun 2001/2002 yang diadakan oleh pemerintah Jepang. Bantuan yang diterima diantaranya biogas, sapi perah APBD 1 sebanyak 51

66 40 ekor pada tahun Kemudian mendapatkan bantuan dari Yayasan Cahaya Keluarga(YCK) yang bekerja sama dengan PLN. Tabel 13. Status Kepemilikan Ternak Responden Status Kepemilikan Ternak Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Milik sendiri Gabungan dengan perorangan (sistem maro ) Bantuan Pemerintah Sumber : Data Primer (diolah), Lama Responden Berusahaternak Responden umumnya telah berternak dalam kurun waktu yang relatif lama. Lama berusahaternak responden mengindikasikan pengalaman peternak dalam menjalankan usahaternaknya. Responden yang berternak kurang dari 10 tahun sebanyak 27 peternak (44%) dikarenakan banyak peternak yang berusahaternak setelah berkembangnya program DME pada tahun 2007, sedangkan responden yang lama berternak antara tahun sebanyak 12 peternak (20%), lama berternak tahun sebanyak 16 peternak (26%), dan sisanya sebanyak 6 peternak (10%) telah bertani lebih dari 30 tahun (Tabel 14). Tabel 14. Lama Berusahaternak Responden Pengalaman Beternak Jumlah responden (orang) Persentase (%) (tahun) < > Sumber :Data Primer (diolah), Jumlah Ternak Responden Struktur populasi ternak mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan serta jumlah pakan yang diberikan. Oleh karena itu, struktur ternak untuk pendapatan hasil perah (susu) dibedakan berdasarkan jumlah sapi yang laktasi, 52

67 namun berdasarkan data responden rata-rata memiliki sapi induk (termasuk induk laktasi) kurang dari 5 ekor yang merupakan usahaternak rakyat. Tabel 15. Jumlah Ternak Responden Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Tidak Punya > Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Karakteristik responden di Desa Haurngombong adalah homogen. Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan yang mayoritas rendah, Mayoritas pria dengan tingkat usia non produktif dengan jumlah tanggungan lebih dari 2 orang, Selain itu terlihat dari struktur kepemilikan ternak yang mayoritas merupakan bantuan dari program pemerintah. Hal ini menunjukka bahwa status sosial antar responden juga homogen, sehingga dapat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak. Jenis peternak responden digolongkan ke dalam 2 jenis usahaternak yaitu peternak biogas dan non biogas dimana usaha ternak biogas dengan skala biogas individu 1-2 KK (6 m 3 ) atau komunal (40 m 3 ). 53

68 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin banyak pula. Potensi limbah yang cukup tersedia baru dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan pupuk organik lahan pertanian di sekitar kandang. Jumlah yang dipergunakan untuk kebutuhan lahan pertanian tersebut lebih sedikit dari jumlah kotoran ternak yang dihasilkan setiap harinya. Hal tersebut menumbuhkan inisiatif peternak untuk mengatasinya melalui pemanfaatan limbah ternak yang tidak hanya diolah menjadi pupuk organik namun juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif pengganti kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam, serta digunakan untuk penerangan dan penggerak alat pemotong rumput. Jumlah peternak di Desa Haurngombong sebanyak 208 peternak dan peneliti mengambil responden sebanyak 93 responden yang terdiri dari 59 peternak dan 34 rumah tangga pengguna biogas non peternak. Persepsi responden peternak dan non peternak mengenai pemanfaatan limbah ternak merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari usahaternak biogas dan non biogas. Sebanyak 93 responden (100%) menganggap pemanfaatan limbah ternak itu penting. Hal ini terlihat dari sebagian besar alasan responden yang menyatakan adanya dampak positif dari kegiatan pemanfaatan yang dilakukan baik menjadi pupuk, biogas dan lain-lain, dari pada limbah kotoran ternak tidak dimanfaatkan dan terbuang begitu saja. Berdasarkan pernyataan responden sekitar 75 responden 54

69 (80%) hanya mengetahui jenis pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi pupuk dan biogas saja, sedangkan sisanya sebanyak 23 Responden (20%) memiliki pengetahuan mengenai jenis-jenis pemanfaatan limbah ternak lainnya seperti media cacing tanah dan energi listrik biogas, namun belum dapat diaplikasikan dikarenakan faktor daya dukung yang kurang menunjang (Tabel 16). Tabel 16. Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah No. Pertanyaan 1. Biogas tidak hanya dapat dihasilkan oleh kotoran sapi saja, seperti : kotoran ayam, sampah, dll 2. pemanfaatan limbah itu penting untuk dilakukan 3. Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas dapat mengurangi bau dari kotoran sapi 4. biogas dapat digunakan untuk memasak 5. biogas dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dll 6. Limbah sisa biogas dapat dijadikan pupuk 7. Energi biogas dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak tanah, elpiji, dan kayu bakar 8. penggunaan biogas dapat menghemat pengeluaran energi 9. penggunaan biogas memiliki kekurangan seperti meninggalkan jelaga pada alat memasak, cara menghidupkan api yang kurang praktis 10. Api yang dihasilkan biogas tidak berbau (seperti penggunaan elpiji) 11. perawatan instalasi biogas praktis, mudah dan tidak berbahaya 12. iuran biogas tergolong murah dan terjangkau 13. Apabila terdapat kredit pembangunan instalasi biogas bersediakah untuk menggunakan jasa tersebut Sumber: Data Primer (diolah), 2012 Peternak Biogas (%) Peternak Non Biogas (%) Rumah tangga pengguna biogas (%) Total (%)

70 6.1.1 Persepsi Responden Mengenai Biogas Pengetahuan responden mengenai biogas didasarkan pada penggunaan biogas di Desa Haurngombong yang umumnya berasal dari kotoran sapi, sehingga sebagian besar 80% responden menganggap bahwa biogas hanya dapat dihasilkan dari kotoran sapi. Sebanyak 100% responden mengetahui mengenai pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi pupuk dan biogas namun 13 orang (14%) responden mengetahui bahwa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik. Hal ini dikarenakan pemanfaatan biogas menjadi sumber energi listrik masih belum diterapkan pada seluruh pengguna biogas atau masih dalam proses penelitian pada instalasi biogas percontohan yang terdapat di Desa Haurngombong. Sebanyak 18 responden peternak non biogas (67%) pada awalnya merupakan pengguna biogas, rendahnya pemahaman akan perawatan, operasional dan perbaikan kerusakan menyebabkan peternak tidak memanfaatkanya kembali. Kondisi perkembangan pemanfaatan limbah kotoran sapi perah menjadi biogas dapat meningkatkan keswadayaan dan kesadaran masyarakat ke arah perubahan yang positif. Instalasi biogas pada awalnya merupakan inovasi dengan alat, sarana dan prasarana yang sangat sederhana namun membutuhkan perawatan yang tinggi dan peralatan yang mudah rusak. Instalasi tersebut dikenal dengan instalasi biogas plastik yaitu reaktor biogas yang terbuat dari plastik. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini instalasi biogas terbuat dari fiber dan beton dengan peralatan pendukung yang lebih maju. Pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah di Desa Haurngombong sudah dikenal oleh seluruh masyarakat desa, hal ini ditunjukan seluruh responden 56

71 (100%) menyatakan bahwa biogas merupakan program yang murah, mudah dan ramah lingkungan. Kondisi pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas terus dilaksanakan dan tumbuh berkembang dengan teknologi yang lebih maju. Tingkat penguasaan pengetahuan dan praktek operasional responden peternak lebih menguasai dibandingkan dengan responden non peternak, hal ini disebabkan karena responden non peternak sebagian besar bukan merupakan anggota kelompok sehingga kurangnya pengetahuan mengenai informasi seputar usahaternak dan pemanfaatan limbahnya. Pengorganisasian peternak di Desa Haurngombong tergolong sangat baik, hal ini terlihat dari pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dengan pemusatan penyebaran informasi pada tiga kelompok tani ternak dan dikoordinir oleh pemerintah desa. Frekuensi kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, pembinaan dan sosialisasi dilaksanakan secara rutin di kelompok-kelompok tani ternak, dan dilaksanakan secara berkala untuk kegiatan di tingkat kecamatan, ternyata masih terdapat kesalahan pelaksanaan di lapangan dalam hal pengoperasian instalasi biogas. Sebanyak 2 responden (2%) yang merupakan peternak biogas melakukan pengisian yang terlalu sering sehingga gas yang dihasilkan tidak optimum. Oleh karena itu, masih perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terhadap masyarakat dengan program intensif tepat sasaran bagi peternak dan masyarakat Persepsi Responden terhadap Manfaat Ekonomi Biogas Manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pemanfaatan limbah ternak yang dirasakan oleh responden baik peternak maupun non peternak antara lain: adanya penurunan tingkat ketergantungan penggunaan energi bahan bakar untuk memasak terhadap energi minyak tanah yang harganya mahal, Gas 57

72 elpiji, dan kayu bakar. Manfaat Ekonomi yang terasa oleh responden adalah adanya pengurangan pengeluaran akan energi baik LPG maupun kayu bakar. Sebanyak 31 responden (91,2%) pengguna biogas yang merupakan non peternak merasakan manfaat baik dari biogas yang diperoleh serta kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan mengalami perbaikan. Dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar yaitu, alokasi untuk biaya pembelian bahan bakar baik untuk kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam dapat digunakan masyarakat untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif, kesehatan, dan biaya pendidikan. Kegiatan ekonomi produktif tersebut antara lain: tumbuhnya agroindustri berbahan baku susu seperti karamel, kerupuk susu, susu pasteurisasi, tahu susu, serta aneka olahan berbahan baku khas kawasan tersebut seperti dodol ubi cilembu dan ubi bakar cilembu. Salah satu keberhasilan yang berdampak terhadap pendapatan dan peningkatan ekonomi masyarakat adalah berkembangnya unit pengolahan pupuk organik (rumah pupuk) dan bekerjasama baik produksi, teknologi maupun pemasaranya dengan suatu perusahaan atau pihak pemerintah, namun kebutuhan pupuk organik untuk petani di wilayah desa tetap tercukupi. 6.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak untuk Memanfaatkan Limbah Ternak Menjadi Biogas Perubahan kondisi lingkungan disebabkan oleh meningkatnya jumlah limbah kotoran ternak berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan sekitar usahaternak. Dampak dari melimpahnya kotoran ternak menimbulkan inisiatif dalam pemanfaatan limbah ternak sapi perah menjadi biogas. Berbagai macam tindakan dilakukan peternak dalam penanganan limbah untuk mengurangi pencemaran sedangkan responden non peternak merasa terganggu dengan adanya 58

73 eksternalitas yang diakibatkan oleh limbah ternak yang menumpuk. Selain faktor pemerintah dan teknologi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peternak dalam penggambilan keputusan menggunakan biogas. Peternak responden di Desa Haurngombong melakukan penanganan limbah ternak dengan cara memanfaatkanya menjadi pupuk dan biogas, walaupun terdapat beberapa peternak yang masih belum melakukan pemanfaatan limbah. Pemanfaatan limbah ternak tersebut dapat meningkatkan kualitas lingkungan sekitar dan mengurangi pengeluaran energi untuk memasak serta dapat meningkatkan pendapatan peternak, sehingga apabila semakin banyak peternak yang melakukan pemanfaatan limbah ternak dapat diprediksi peternak akan mendapat keuntungan dari manfaat yang diperoleh. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi biogas adalah sebagai berikut: jenis kelamin, usia, tingkat pedidikan formal, lama berusahaternak, jumlah tanggungan keluarga, jumlah ternak, dan pemahaman peternak mengenai biogas. Sub-sub bab ini akan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dari faktor internal dan eksternal peternak. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan peternak dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah jenis kelamin (X 1 ), umur (X 2 ), tingkat pendidikan formal (X 3 ), jumlah tanggungan keluarga (X 4 ), lama berusahaternak (X 5 ), keikutsertaan kelompok ternak (X 6 ), jumlah ternak (X 7 ), dan pemahaman mengenai biogas (X 8 ). Variabel dependen dalam model ini 59

74 adalah keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai satu dan keputusan peternak untuk tidak melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai nol. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program SPSS Statistics 17. Tabel 17. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak dalam Melakukan Pemanfaatan Limbah Ternak menjadi Biogas dengan Model Regressi Logistik Variabel Coeficie Signifik Exponen Keterangan nt an (B) Constant -10,23 0,17 8,304E-09 - Jenis Kelamin -8,38 0, ,414 Berpengaruh nyata * Umur -0,24 0,27 0,789 Tidak berpengaruh nyata Tingkat Pendidikan -0,76 0,49 0,468 Tidak berpengaruh nyata Jumlah Tanggungan 1,03 0,31 2,791 Tidak berpengaruh nyata Lama 0,41 0,11 1,506 Berpengaruh nyata Berusahaternak ** Keikutsertaan Tidak berpengaruh -1,66 0,68 0,190 Kelompok peternak nyata Jumlah Ternak -0,42 0,88 0,658 Tidak berpengaruh nyata Tingkat Pengetahuan Biogas 5,53 0,09 251,185 Berpengaruh nyata * -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square 14,296 a 0,680 0,909 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Keterangan : * nyata pada taraf α = 10% **nyata pada taraf α = 15% Model Signifikan pada taraf kepercayaan 95% Pengujian keseluruhan model logit untuk menyatakan model logit dapat menjelaskan keseluruhan atau memprediksi pilihan individu pengamatan dapat menggunakan uji G, dengan membandingkan nilai G dan nili Khi-Kuadrat tabel dengan derajat bebas k-1. Dalam Penelitian ini analisis regresi logistik menggunakan program SPSS Pengujian model logit dapat dilihat dari nilai P 60

75 yang menjelaskan keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan Biogas jika nilai P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang digunakan. Hasil output dengan menggunakan program SPSS Statistics 17.0 menunjukan nilai Log- Likehood sebesar -14,296 yang menghasilkan nilai G sebesar 68,281 dengan nilai P yaitu 0,000. Nilai P yang dihasilkan berada di bawah taraf nyata lima persen (α= 5%), maka dapat disimpulkan bahwa model logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi keputusan peternak dalam pemanfaatan Biogas. Hasil olahan data menunjukan bahwa uji kebaikan model yang dilihat dari nilai Cox and Snell Square sebesar 0,680, Nagelkerke R square sebesar 0,909 dan Hosmer and Lemeshow Test sebesar 0,600, dimana nilai P ketiganya lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen. Maka dapat dijelaskan bahwa model regresi logistik tersebut layak untuk digunakan. Model Regressi logistik yang diperoleh dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Zi = 10,23 8,38 X 1 0,24 X 2 0,76 X 3 + 1,03 X 4 + 0,41 X 5 1,66 X 6 0,42 X 7 + 5,53 X Variabel yang Signifikan Ada tiga variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu variabel jenis kelamin (X 1 ), lama berusahaternak (X 5 ), dan tingkat pemahaman peternak mengenai Biogas (X 8 ). Variabel jenis kelamin (X 1 ) memiliki nilai signifikan secara statistik sebesar 0,08 berarti variabel jenis kelamin peternak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam keputusan memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas pada taraf (α) 10%. Nilai Koefisien bertanda negatif (-) dan Odds Ratio yang diperoleh sebesar 4.351,42 menunjukan bahwa jika peternak berjenis kelamin perempuan (X 1 =0) akan menurunkan peluang peternak dalam mengambil keputusan pemanfaatan biogas sebesar 4.351,42 kali 61

76 lebih rendah dibandingkan peluang peternak laki-laki untuk melakukan pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Hal ini menunjukan kecenderungan dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas mayoritas dilakukan oleh peternak laki-laki dikarenakan pekerjaan tersebut tergolong pekerjaan berat baik dalam operasional maupun perawatan, walaupun beberapa peternak wanita di Desa Haurngombong telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Variabel lama berusahaternak (X 5 ) memiliki nilai signifikan sebesar 0,11 berarti lama berusahaternak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam pengambilan keputusan pemanfaatan biogas pada taraf (α) 15 %, Ceteris Paribus. Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Odds Ratio yang diperoleh sebesar 1,506 menunjukan bahwa tambahan 1 tahun lama berusahaternak akan meningkatkan peluang pengambilan keputusan pemanfaatan biogas sebesar 1,506 kali dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Hal tersebut menunjukan semakin lama responden berusahaternak maka semakin banyak pula pengalaman peternak dalam menghadapi berbagai permasalahan kegiatan usahaternak, salah satunya upaya penanganan limbah kotoran ternak. Berdasarkan kondisi di desa Haurngombong lama berusahaternak berpengaruh terhadap keputusan pemanfaatan biogas dikarenakan pemberian bantuan instalasi biogas diprioritaskan bagi peternak yang sudah lama berusahaternak dan merupakan pekerjaan pokok bagi peternak tersebut. Variabel tingkat pemahaman mengenai biogas (X 8 ) memiliki nilai signifikan sebesar 0,09, berarti tingkat pemahaman peternak mengenai biogas berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas pada taraf (α) 10%. Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Exp. (β) 62

77 atau Odds Ratio yang diperoleh sebesar 251,185 menunjukan bahwa tambahan satu pemahaman peternak terhadap pengetahuan biogas akan meningkatkan peluang peternak dalam pengambilan keputusan untuk pemanfaatan biogas sebesar 251,185 kali lebih tinggi dibandingkan tidak melakukan pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Tingkat pengetahuan peternak mengenai biogas di Desa Haurngombong terbilang cukup tinggi dikarenakan sosialisasi dan kegiatan kelompok ternak yang dilakukan secara rutin secara berkala yang umumnya dilaksanakan oleh kelompok ternak dan program sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh instansi baik pemerintah maupun swasta Variabel yang Tidak Signifikan Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah variabel umur (X 2 ), tingkat pendidikan (X 3 ), jumlah tanggungan keluarga (X 4 ). Keikutsertaan kelompok ternak (X 6 ), dan jumlah ternak (X 7 ). Variabel umur (X 2 ) tidak signifikan karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,27 yang lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh umur dapat diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa bukan hanya peternak yang berusia muda yang memanfaatkan biogas tetapi peternak yang sudah berumur pun mampu mengelola biogas dengan baik. Variabel Tingkat pendidikan (X 3 ) tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,49 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh tingkat pendidikan dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa tidak ada kecenderungan tingkat pendidikan tertentu dalam pemanfaatan limbah ternak, di Desa Haurngombong tidak hanya peternak yang memiliki tingkat pendidikan terakhir 63

78 SMA dan Perguruan Tinggi saja yang melakukan pemanfaatan limbah menjadi biogas, tetapi sebagian besar peternak memiliki tingkat pendidikan terakhir SD. Variabel jumlah tanggungan keluarga (X 4 ) tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,31 yang lebih besar dibandingkan taraf nyata lima persen, sehingga variabel jumlah tanggunagan dapat diabaikan secara statistik. Peternak responden di Desa Haurngombong yang memiliki jumlah tanggungan lebih banyak tidak mempengaruhi dalam pemanfaatan biogas dikarenakan sebagian besar tanggunagn peternak masih pada usia sekolah sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat membantu operasional pemanfaatan biogas. Variabel keikutsertaan kelompok peternak (X 6 ) dan jumlah ternak (X 7 ) tidak berpengaruh nyata dikarenakan nilai signifikan keduanya lebih dari taraf lima persen,yakni 0,68 dan 0,88 sehingga kedua variabel tersebut dapat diabaikan secara statistik. Keikutsertaan kelompok ternak belum berpengaruh nyata terhadap keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas dikarenakan sebagian besar peternak non biogas merupakan anggota kelompok peternak. Variabel jumlah ternak dapat diabaikan secara statistik dikarenakan instalasi biogas yang dibangun merupakan sekala rumah tangga dan komunal sehingga peternak yang memiliki jumlah ternak 1-2 ekor pun dapat dapat melakukan pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas. 6.3 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa haurngombong memberikan dampak secara ekonomi bagi peternak dan non peternak di kawasan tersebut. Berdasarkan persepsi responden bahwa manfaat dari pengelolaan limbah kotoran 64

79 ternak menjadi pupuk, biogas dan energi listrik berdampak ekonomi terhadap pendapatan peternak dan penghematan pengeluaran energi bagi peternak dan non peternak yang menggunakan biogas Analisis Dampak terhadap Pendapatan Usahaternak Analisis pendapatan usahaternak berdasarkan pemanfaatan limbah ternak sapi perah dalam penelitian ini, dibedakan atas dua jenis usahaternak yaitu usahaternak biogas dan non biogas. Usahaternak biogas merupakan usahaternak yang telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi pupuk dan biogas, sedangkan usahaternak non biogas adalah usahaternak yang memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk saja atau tidak melakukan pengolahan limbah. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan komponen pendapatan antara kedua jenis usahaternak tersebut antara lain: penerimaan, biaya dan analisis selisih pendapatan Penerimaan Usahaternak Biogas dan Non biogas Penerimaan usahaternak merupakan perkalian antara hasil produksi dengan harga jual. Rata-rata peternak di Desa Haurngombong memiliki 1-3 ekor induk sapi laktasi. Komponen penerimaan tunai pada usahaternak terdiri dari hasil penjualan susu, pupuk, dan pedet. Produksi susu merupakan ukuran utama dalam sistem produksi usaha peternakan sapi perah. Produksi susu harian diperoleh dengan mengukur satu hari produksi (pagi dan sore hari). Produksi susu dipengaruhi oleh periode tahapan laktasi sapi perah. Tahapan laktasi sapi perah dibedakan menjadi 5 tahapan laktai (Tabel 18). Selama laktasi perubahan produksi susu tidak tetap. Setelah beranak,produksi susu rendah kemudian meningkat sampai mencapai puncaknya sekitar bulan kedua laktasi setelah itu 65

80 secara perlahan mengalami penurunan hingga tidak produksi lagi yang dipengaruhi oleh kondisi tubuh sapi danperiode laktasi. Tabel 18. Periode Laktasi Sapi Perah Tahapan Laktasi Masa Laktasi (hari) Awal Laktasi 1-30 Puncak Produksi Pertengahan laktasi Akhir laktasi Periode Kering >300 Sumber: (PENSTATE, 2004) dalam (Sukandar dkk, 2008) Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984) dalam Sukandar dkk (2008) bahwa sapi-sapi yang dipelihara pada umur muda belum menunjukan produksi yang tinggi, produksi susu semakin meningkat pada laktasi ke-4 dan kemudian menurun pada periode laktasi berikutnya. Rataan produksi susu di Desa Haurngombong pada usahaternak biogas sebanyak 12,3 liter/hari dengan harga jual ke koperasi sebesar Rp 3.100/liter dan Rp 1.000/kg untuk penjualan pupuk dijual ke rumah pupuk serta hasil penjualan pedet. Rata-rata penerimaan tunai pada usahaternak biogas sebesar Rp /bulan. Penerimaan non tunai merupakan penerimaan yang diperoleh peternak dengan memasukan manfaat yang diperoleh dalam bentuk manfaat lain (non tunai). Komponen penerimaan non tunai terdiri dari jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga yakni sebanyak 1,267 liter/hari dan pupuk yang digunakan untuk pertanian milik sendiri atau tetangga sebanyak 17,97 kg/bulan serta penghematan pengeluaran energi dari pemanfaatan biogas sebesar Rp /bulan. Penerimaan non tunai usahaternak biogas sebesar Rp /bulan, maka penerimaan usahaternak biogas Rp /bulan (Tabel 19). 66

81 Tabel 19. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Biogas per bulan Komponen Produksi Harga Nilai % Penerimaan Tunai Susu (liter) ,16 Pupuk (kg) 21, ,08 Pedet (ekor) 0, ,49 Sub Total ,73 Penerimaan Non Tunai Susu (liter) 38, ,89 Pupuk (kg) 17, ,90 Biogas(ekor) ,48 Sub Total ,27 Total Penerimaan ,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Penerimaan tunai usahaternak non biogas terdiri dari hasil penjualan susu sebanyak 11,97 liter/hari dan pupuk sebanyak 8,07 kg/bulan dengan tingkat harga yang sama, maka penerimaan tunai sebesar Rp /bulan. Penerimaan non tunai terdiri dari konsumsi susu sebanyak 1,78 liter/hari dan penggunaan pupuk 20,07 kg/bulan. Jumlah penggunaan pupuk pada usahaternak non biogas lebih banyak dikarenakan sebagian besar peternak memiliki lahan pertanian sawah atau kebun. Penerimaan non tunai usahaternak non biogas sebesar Rp /bulan maka total penerimaan sebesar Rp /bulan (Tabel 20). Nilai penerimaan usahaternak biogas lebih tinggi dibandingkan penerimaan usahaternak non biogas dikarenakan sebagian besar peternak non biogas bukan merupakan anggota kelompok ternak sehingga kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan pemberian pakan yang mempengaruhi hasil produksi susu, pemanfaatan biogas dan potensi penjualan pupuk dan pedet. 67

82 Tabel 20. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Non Biogas per Bulan Komponen Produksi Harga Nilai % Penerimaan Tunai Susu (liter) 359, ,27 Pupuk (kg) 8, ,52 Pedet (ekor) 0, ,12 Sub Total ,23 Penerimaan Non Tunai Susu (liter) 53, ,50 Pupuk (kg) 20, ,27 Biogas - 0,00 Sub Total ,77 Total Penerimaan ,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Analisis perbandingan penerimaan usahaternak biogas dan non biogas dilihat dari selisih penerimaan yang diperoleh. Persentase selisih rata-rata yang paling tinggi terdapat pada penerimaan non tunai sebesar selisih 42,95 % dimana perbedaan keduanya cukup jauh (Tabel 21). Perbedaan tersebut dikarenakan pada usahaternak biogas terdapat komponen penerimaan non tunai dari penggunaan biogas yang dihitung berdasarkan penghematan penggunaan energi dalam satu bulan. Tabel 21. Persentase Selisih Penerimaan Usahaternak per Bulan Keterangan Usahaternak Usahaternak Selisih % Biogas Non Biogas Penerimaan Tunai ,97 Penerimaan Non Tunai ,99 Total Penerimaan ,20 Sumber :Data Primer (diolah), Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas Biaya usahaternak merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan dalam kegiatan usahaternak untuk menghasilkan produk usahaternak. Berdasarkan sifatnya, biaya usahaternak dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non tunai (tidak dibayarkan). Dalam penelitian ini komponen biaya terdiri dari tujuh jenis pengeluaran yang masuk ke dalam 68

83 kategori biaya tunai, diantaranya adalah upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya konsentrat, rumput/hijauan, pakan tambahan, Inseminasi buatan (IB) dan Kesehatan hewan (Keswan), biaya pengairan, dan iuran anggota. Biaya non tunai terdiri atas biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) serta biaya penyusutan kandang dan peralatan. Rata-rata nilai biaya produksi diperoleh dari hasil kuesioner penelitian terhadap biaya yang dikeluarkan usahaternak sapi perah di Desa Haurngombong dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Biaya produksi yang diperhitungkan adalah semua pengeluaran untuk input yang dibeli, input tenaga kerja keluarga dan non keluarga serta sumberdaya usahaternak berdasarkan opportunity cost dari input yang digunakan. a) Biaya Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan bidang peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Penggunaan Tenaga kerja responden dalam usahaternak di Desa Haurngombong pada umumnya menggunakan perhitungan hari kerja pria (HKP) sebagai berikut: setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung berdasarkan jumlah jam kerja yaitu delapan jam per hari dihitung mulai jam pagi hingga jam pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam siang hingga jam

84 malam. Perincian untuk tenaga kerja sebagai berikut: tenaga kerja pria (1 HKP), wanita (0,75 HKP), dan anak-anak (0,5 HKP). Responden di Desa Haurngombong lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yakni sebanyak 95,7 % dari jumlah hari kerja Pria yang digunakan untuk memelihara ternak sedangkan TKLK hanya sebesar 4,3 persen dari seluruh HKP. Spesifikasi pekerjaan untuk laki-laki seperti pembersihan kandang, memandikan sapi, pencarian rumput, pengangkutan, pemberian pakan dan lain-lain. Spesifikasi pekerjaan TK perempuan lebih pada bagian operasional perawatan dan pemerahan susu. Sebagian besar persentase jumlah TK non keluarga sebanyak 25% dari jumlah TK total dalam suatu usahaternak dikarenakan skala usahaternak di Desa Haurngombong mayoritas usahaternak rakyat yang rata-rata memiliki jumlah ternak 3 ekor serta TK non keluarga merupakan tenaga kerja tidak tetap yang bekerja sebagai pencari rumput/hijauan. Sebanyak 54 orang (91,53%) responden peternak, kegiatan berusahaternak merupakan pekerjaan utama. b) Kandang Kandang merupakan salah satu bagian terpenting dalam peternakan sapi perah. Responden di Desa Haurngombong memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan. Berdasarkan pengamatan, tipe kandang untuk sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya saja yang berbeda. lantai kandang peternakan ada yang terbuat dari kayu, tanah tanpa pondasi dan lantai semen. Lantai kandang umumnya miring agar mudah dibersihkan dan selalu kering. Selain itu juga dibuat parit atau selokan agar tidak terjadi genangan air. Tempat makan dan minum juga sangat penting, ada yang menggunakan ember 70

85 dan ada yang membuat tempat pakan dan minum dari beton semen secara individual. Kondisi kandang usahaternak biogas lebih terjaga kebersihanya dibanding dengan usahaternak non biogas. Kandang yang digunakan umumnya milik sendiri dan lokasinya relatif dekat dengan tempat tinggal peternak dan masyarakat. Rata-rata luas kandang berkisar 1,0 x 1,5 sampai 1,5 x 2,0 meter untuk sapi ukuran dewasa. Rata-rata responden membersihkan kandangnya dua kali sehari untuk menjaga kenyamanan, kesehatan, dan kebersihan/kualitas susu yang dihasilkan. Tingginya ketidakefisienan penggunaan kandang akan berakibat pada tingginya biaya tetap yang berakibat pada peningkatan biaya produksi. Ratarata biaya pembangunan kandang sapi di Desa Haurngombong sebesar Rp dengan umur teknis 10 tahun, maka penyusutan kandang tiap tahunnya Rp /tahun atau sebesar Rp 8.333,34/bulan. Biaya pembangunan kandang relatif rendah dikarenakan mayoritas bangunan kandang di Desa Haurngombong dengan dominsi bangunan yang terbuat dari kayu yang diperoleh dari hasil hutan desa, lantai semen dan sebagian sekat terbuat dari tembok. c) Pakan Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah menyebabkan penurunan produktivitas baik susu maupun bobot tubuh sapi. Responden umumnya menyadari bahwa pemberian pakan mempengaruhi produktivitas susu, sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan pakan bagi sapi. Pakan ternak yang diberikan responden umumnya terdiri dari pakan hijauan yang mengandung serat kasar tinggi dan konsentrat yang memiliki serat kasar rendah. 71

86 Hijauan pakan ternak diperoleh peternak dengan mencari sendiri (tenaga kerja dalam keluarga) atau melalui buruh pencari rumput, dan sebagian kecil peternak memperolehnya dengan cara membeli rumput. Pengadaan hijauan atau rumput di Desa Haurngombong masih tersedia dikarenakan lokasi perdesaan yang masih asri dan terdapatnya kebun carik desa yang sebagian lahannya sengaja dibiarkan ditumbuhi rumput dan sebagian lagi dimanfaatkan warga desa untuk bertani dengan sistem bagi hasil. Pemberian hijauan pada usahaternak rakyat di lokasi perdesaan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan melainkan kebiasaan yang telah terpola berdasarkan pengalaman dan penyuluhan dari kelompok ternak. Pemberian konsentrat jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pemberian rumput. Rata-rata pemberian konsentrat pada usahaternak biogas sekitar 285kg/bulan dan 251 kg/bulan pada usahaternak non biogas. Konsentrat tersedia di koperasi dengan harga Rp 1600/kg, dengan jumlah dan harga konsentrat tersebut maka setiap bulan peternak biogas mengeluarkan biaya sebesar Rp /bulan untuk pembelian konsentrat, sedangkan peternak non biogas sebesar Rp /bulan. Konsentrat ini merupakan bahan campuran untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak, biasanya bahan campuran konsentrat berupa ampas tahu, ongok, gebog pisang, ubi dan lain-lain. Komponen biaya pada usahaternak responden (peternak biogas dan nonbiogas) dapat digunakan untuk memperoleh total biaya produksi perbulan (Tabel 22). 72

87 Tabel 22. Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas Per Bulan Keterangan Usahaternak Biogas Usahaternak Non Biogas A. Biaya Tunai Konsentrat Ampas tahu/ongok dll IB Keswan Dana Kematian ternak Iuran wajib anggota Iuran perawatan biogas Obat-obatan a. Vitamin b. Antibiotik Biaya listrik a. Lampu penerangan b. Mesin pompa air Sub Total B. Biaya Non Tunai Tenaga kerja dalam Keluarga Pria Wanita Biaya Penyusutan a. Kandang b. Peralatan Sub Total Total Biaya Sumber : Data Primer (diolah), Analisis Pendapatan usahaternak Biogas dan Non Biogas Berdasarkan hasil perhitungan dari total penerimaan, total biaya produksi dan keuntungan, diperoleh selisih pendapatan atas biaya tunai usahaternak biogas dan non biogas sebesar Rp /bulan, selisih pendapatan atas total biaya sebesar Rp /bulan (Tabel 23). Tabel 23. Analisis Ekonomi Pendapatan Usahaternak Per Bulan Keterangan Peternak Peternak Non Selisih Biogas Biogas Penerimaan Biaya Tunai Biaya Non Tunai Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Total Biaya Sumber : Data Primer (diolah),

88 Berdasarkan nilai selisih pendapatan maka Usahaternak biogas lebih Ekonomis dibandingkan dengan usahaternak non biogas. Hal ini terjadi dikarenakan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan operasionalnya Analisis Pengeluaran Energi Responden Energi yang digunakan oleh responden penelitian ini hanya meliputi penggunaan energi yang berhubungan dengan keperluan Rumahtangga untuk memasak dan penerangan. Berdasarkan data hasil kuesioner, energi yang digunakan untuk memasak yaitu, kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, biogas dan sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk keperluan memasak dan sebanyak 90 responden (97%) diantaranya masih menggunakan elpiji untuk memasak. Bila dilihat dari penggunaan kayu bakar sebanyak 15 responden (44,12%) peternak biogas, 3 responden (9,37%) pengguna biogas non peternak,dan 19 responden (70,37 %) peternak non biogas pengguna kayu bakar. Responden pengguna biogas maupun non biogas masih menggunakan kayu bakar, dikarenakan kayu bakar masih tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di hutan dan kebun carik Desa Haurngombong sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya. Responden yang masih menggunakan minyak tanah hanya sebanyak 3 orang(3,23%), dimana 1 orang responden merupakan pengguna biogas non peternak dan sisanya peternak non biogas. Harga minyak tanah di Desa Haurngombong mencapai Rp /liter dan sulit didapatkan (langka). Jika minyak tanah tidak tersedia maka responden lebih memilih menggunakan kayu bakar dibanding menggunakan gas elpiji maupun biogas dengan alasan lebih aman dan tanpa biaya (terjangkau). 74

89 Penggunaan gas elpiji untuk memasak masih cukup tinggi, lebih dari separuh responden peternak sebesar 58,82% responden, peternak non biogas sebesar 81,48% dan pengguna biogas non peternak sebanyak 93,75% menggunakan gas elpiji. Responden yang menggunakan sekam padi berjumlah 2 orang yang merupakan peternak non biogas. Ketersediaan sumberdaya sekam yang melimpah serta responden memiliki kompor sekam yang dikenal dengan nama Kompor SBY serta responden merupakan petani padi (Tabel 24). Tabel 24. Penggunaan Energi Responden Penggunaan Energi Pengguna Biogas Peternak non Total Peternak Non peternak Biogas Memasak Kayu Bakar Minyak Tanah Gas Elpiji Biogas Sekam Penerangan Listrik PLN Biogas Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik PLN dan biogas. Seluruh responden baik pengguna biogas maupun non biogas menggunakan penerangan dengan listrik PLN. Pemanfaatnan biogas menjadi energi listrik masih dalam pemantauan penelitian dan proyek percontohan pada peternak dengan jumlah ternak lebih dari 5 ekor dan hanya dimanfaatkan pada saat terjadi pemadaman listrik. Tabel 25. Lama dan Jenis Penggunaan Biogas Lama Pengguna Biogas Jenis Instalasi Berternak Peternak Non Peternak Plastik Fiber Beton Komunal Individual < 1 tahun tahun >3 tahun Sumber : Data Primer (diolah),

90 Instalasi biogas pertama kali dibangun di Desa Haurngombong pada tahun 2004 dengan konstruksi yang terbuat dari plastik, daya tahannya tidak menentu dengan pembinaan yang dilakukan oleh UNPAD. Setelah kontruksi plastik pada tahun 2008 oleh konstruksi terbuat dari fiber, gas metan ditampung oleh plastik. Pada tahun 2010 Bapak Mamat yang selaku sebagai ketua, bekerja sama dengan SIPOS (Belanda). Pada bulan Oktober 2010 mendapat promosi biogas beton 6 m 3 tanpa alat pembantu sebanyak 3 reaktor, Manfaat biogas diantaranya : 1. Bahan bakunya mudah diperoleh (kotoran) 2. Ramah lingkungan 3. Menambah nilai pendapatan peternak 4. Menghasilkan pupuk yang berkualitas Pembangunan instalasi beton pada tahun 2011 bertambah sebanyak 100 instalasi biogas yang merupakan bantuan dari pemerintah. Hal ini terlihat dari banyaknya responden dengan lama penggunaan biogas beton yang kurang dari 1 tahun. Sedangkan untuk lama penggunaan biogas telah digunakan selama 1-3 tahun sebanyak 3 instalasi yang merupakan instalasi percontohan, serta 3 instalasi yang terbuat dari fiber yang masih beroperasi dan terawat dikarenakan responden tersebut merupakan tenaga ahli biogas (teknisi) di Desa Haurngombong. Jumlah penggunaan energi responden yang digunakan untuk memasak yang bersumber dari kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji dan biogas, baik sebelum maupun setelah penggunaan biogas terjadi perubahan tingkat konsumsi energi dari masing-masing jenis sumber energi yang digunakan. Pembangunan biogas, tingginya harga minyak tanah dan tingkat kepraktisan dan ketersediaan 76

91 jumlah sumberdaya yang cukup mendorong perkembangan pemanfaatan biogas di Desa Haurngombong (Tabel 26). Tabel 26. Perubahan Jumlah Penggunaan Energi Responden Peternak Biogas Peternak Rumah Tangga Sumber Energi Non Pengguna Biogas Sebelum Setelah Biogas Sebelum Sesudah Kayu Bakar (kg) 24,67 9,03 28,67 2,87 1,34 Minyak Tanah 6,83 0 5,63 2,31 1,62 (liter) Gas Elpiji (tabung gas 3kg) 8,67 2,91 5,70 2,40 1,02 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Dari data hasil kuesioner diperoleh rata-rata jumlah penggunaan energi responden, rata-rata penggunaan kayu bakar responden yang merupakan peternak biogas mengalami penurunan sebanyak 15,64 kg kayu bakar, penggunaan minyak tanah menurun sebanyak 6,83 liter serta penurunan penggunaan gas elpiji sebanyak 5,76 tabung gas elpiji ukuran 3 kg. Rata-rata penggunaan energi bagi responden pengguna biogas non peternak mengalami penurunan serta penggunaan energi pada responden non peternak sebagian besar masih menggunakan kayu bakar dikarenakan kayu bakar yang tersedia dan terjangkau. Tingkat harga konversi kayu bakar sebesar Rp 1.000/kg, minyak tanah Rp /liter dan gas elpiji Rp /tabung 3 kg. Pengeluaran rata-rata energi responden untuk kegiatan memasak dan kebutuhan lainnya di Desa Haurngombong dipengaruhi oleh ketersediaan energi dan jenis energi yang digunakan. Penghematan pengeluaran energi per bulan peternak sebelum dan sesuadah penggunaan biogas sebesar Rp /bulan. Penghematan pengeluaran energi dari responden pengguna biogas non peternak sebesar Rp /bulan. Selisih pengeluaran energi rata-rata perbulan antara 77

92 responden peternak biogas dan non biogas sebesar Rp /bulan (Tabel 27). Penggunaan energi biogas merupakan suatu langkah penghematan alokasi biaya untuk energi dan dapat digunakan untuk alokasi lainnya seperti biaya kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Selain itu, penggunaan energi biogas merupakan sumber energi alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan penggunaan suber energi lainnya seperti: BBM, LPG dan kayu bakar. Pengurangan ketergantungan tersebut secara tidak langsung berdampak pada perbaikan kondisi sumberdaya dan lingkungan. Tabel 27. Rata-rata Pengeluaran Energi Responden per Bulan Sumber Energi Peternak Biogas Peternak Non Pengguna Biogas Non Peternak Sebelum Setelah Biogas Sebelum Setelah Kayu Bakar Minyak Tanah Gas Elpiji Total Selisih Sebelum dan Setelah Selisih Biogas dan Nonbiogas Sumber : Data Primer (diolah), Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak di Desa Haurngombong Pada saat ini pengembangan biogas semakin penting dikarenakan minyak tanah mengalami kelangkaan dan harganya yang tinggi, BBM dan LPG yang mahal, pupuk organik yang mahal. Mahalnya BBM dapat memicu kerusakan lingkungan (kebun, hutan, atmosfer) dikarenakan penggunaan kayu bakar meningkat, sedangkan kelangkaan dan mahalnya pupuk organik dapat menyebabkan menurunnya kesuburan lahan akibat penggunaan pupuk kimia. Oleh karena itu pengembangan biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam rangka mencari sumber energi alternatif sekaligus sebagai upaya 78

93 konservasi. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak meliputi: dampak sosial yang dilihat dari perubahan perilaku peternak dan non peternak, kegiatan masyarakat dan hubungan antar masyarakat sebelum dan setelah adanya pemanfaatan limbah ternak. Sedangkn untuk dampak lingkungan dilihat dari perubahan kondisi lingkungan yang dirasakanoleh responden Dampak Sosial terhadap Perubahan Perilaku Peternak dan Non Peternak Sebelum masuknya teknologi biogas ke Desa Haurngombong, peternak melakukan pengelolaan limbahnya masih secara tradisional yaitu: sebgian peternak telah memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk dan sebagian peternak masih membuang limbah kotoran ternak langsung dibuang ke tempat pembuangan air (saluran air/selokan/sungai kecil), dialirkan langsung ke parit persawahan, ditimbun dengan menggunakan tanah, serta dibiarkan begitu saja di lahan kebun. Setelah teknologi biogas diperkenalkan, dan peternak diberikan bantuan hibah instalasi biogas dari pemerintah setempat, peternak mulai mengadopsi upaya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Perkembangan penggunaan teknologi biogas ini ternyata mampu mengurangi jumlah kotoran yang dibuang begitu saja serta terjadi perubahan kondisi sosial masyarakat di Desa Haurngombong. Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga ketua kelompok ternak yang ada di Desa Haurngombong, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial masyarakat menjadi lebih erat dan harmonis dikarenakan sistem pembangunan instalasi biogas yang dilakukan secara gotong royong. Selain itu sering dilaksanakannya kegiatan rutin penyuluhan, sosialisasi dan evaluasi kegiatan membuat hubungan antar warga semakin erat dan saling peduli satu sama lain. 79

94 Fungsi kelembagaan kelompok peternak di Desa Haurngombong mempunyai program kepanitiaan tersendiri untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pemanfatan biogas. Rutinitas kegiatan kelompok peternak sebelum dan setelah adanya program pemanfaatan biogas, intensitas pelaksanaan kegiatan sosialisasi, penyuluhan dan evaluasi lebih sering, serta hubungan kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, instansi pendidikan, dan pihak swasta dalam upaya pemanfaatan limbah seperti UNPAD, ITENAS, Yayasan Cahaya Keluarga, dan PT. PLN setempat. Dampak sosial terhadap perilaku non peternak di sekitar lokasi usahaternak, sebelum adanya pemanfaatan biogas masyrakat merasa terganggu dengan bau yang ditimbulkan serta sering terjadinya konflik kecil. Setelah adanya program pemanfaatan biogas rumah tangga yang dapat digunakan oleh 1-3 KK untuk skala Rumah tangga dan 4-7 KK untuk instalasi biogas skala komunal. Masyarakat sekitar lokasi peternakan tidak lagi hanya mendapat eksternalitas negatif saja, sekarang masyarakat sekitar dapat memanfaatkan biogas untuk memasak, walaupun kadang terjadi permasalahan dalam pengelolaan dan pembagian kerja dalam perawatan biogas. Dampak sosial secara langsung dengan adanya program biogas adalah dapat memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil observasi penyerapan tenaga kerja akibat adanya pemanfaatan biogas sangat kecil dikarenakan skala usahaternak di Haurngombong masih kecil. 80

95 Tabel 28. Dampak Sosial terhadap perubahan Perilaku peternak dan Non peternak Keterangan Sebelum Setelah Perilaku Peternak Pengelolaan limbah dilakukan secara tradisional : dijadikan pupuk dibuang begitu saja ke saluran air/ parit persawahan, ditimbun/ dibiarkan di lahan kebun pengelolaan limbah menjadi pupuk, biogas dan energi listrik. meningkatkan fungsi kelembagaan kelompok peternak melalui kegiatan pembangunan biogas Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dan pihak swasta, seperti: UNPAD, ITENAS, YCK, PLN, SIPOS Belanda. Perilaku Non Peternak konflik kecil akibat pencemaran limbah melakukan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar. meningkatkan budaya gotong royong konflik kecil akibat mis management operasional pengisian bahan baku biogas. Mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil seperti : minyak tanah, LPG, kayu bakar. Sumber: Data Primer (diolah), Dampak Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Berdasarkan hasil kuesioner menggunakan pertanyaan terbuka, persepsi terhadap dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa Haurngombong yaitu: sebanyak 87 responden (94%) merasakan adanya perubahan yang signifikan mengenai kondisi lingkungan dan berkurangnya bau dari tumpukan kotoran sapi yang sering ditumpuk atau dialirkan begitu saja ke saluran air terdekat. Peternak biogas merasakan adanya peningkatan kesehatan ternak dan kualitas susu hasil pemerahan lebih terjamin kebersihanya. Tingkat kualitas susu menentukan harga beli koperasi terhadap susu tersebut yang ditunjukan dengan ukuran total solid (TS) yang merupakan penilaian dari total 81

96 fat dan bakteri yang terkandung pada susu. Beberapa responden menyatakan adanya perubahan nilai TS yang biasanya berkisar 10,1 menjadi 11,2 dalam satuan TS (nilai dari kualitas susu). Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar antara lain: berkurangnya kegiatan penebangan pohon oleh masyarakat desa untuk dijadikan kayu bakar, proses memasak jadi lebih bersih, dan sehat karena tidak mengeluarkan asap, kandang hewan menjadi semakin bersih karena limbah kotoran kandang langsung dapat diolah, sisa limbah yang dikeluarkan dari biodigester dapat dijadikan pupuk sehingga tidak mencemari lingkungan, dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan pemakaian bahan bakar kayu dan bahan bakar minyak, penggunaan biogas relatif lebih aman dari ancaman bahaya kebakaran. Selain itu, dengan adanya rumah pupuk sehingga kotoran ternak/limbah biogas dapat dijual dan menambah penerimaan baik bagi peternak biogas maupun non biogas. 1. Lingkungan kandang menjadi lebih bersih (kesehatan ternak dan kualitas susu meningkat) 2. Berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran ke saluran air terdekat. 3. Berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa untuk pemenuhan kebutuhan kayu bakar. 82

97 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Sebagian besar responden di Desa Haurngombong memiliki penilaian bahwa pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi peternak dan masyarakat di sekitar lokasi usahaternak. 2. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi peternak dalam pemanfaatan biogas yaitu jenis kelamin, lama berusahaternak, dan tingkat pengetahuan peternak mengenai biogas. Hal tersebut terjadi dikarenakan mayoritas peternak yang memanfaatkan biogas di Desa Haurngombong merupakan peternak pria yang telah lama berusahaternak serta memiliki pengetahuan mengenai biogas yang diperoleh dari program sosialisasi pemanfaatan biogas yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan desa, kelompok peternak, dan instansi pendidikan dalam program KKN mahasiswa. 3. Hasil analisis perbandingan diperoleh pendapatan usahaternak biogas lebih tinggi dibandingkan usahaternak non biogas dengan selisih pendapatan atas biaya total sebesar Rp /bulan dan penghematan pengeluaran energi bagi rumah tangga pengguna biogas sebesar Rp /bulan. Hal tersebut terjadi dikarenakan dengan adanya pemanfaatan biogas, maka peternak dan rumah tangga pengguna biogas memenuhi kebutuhan energi untuk memasak dari biogas tersebut dengan biaya yang lebih murah dan ramah lingkungan dibandingkan energi lainnya seperti: gas LPG, minyak tanah dan kayu bakar. Berdasarkan hasil tersebut maka pemanfaatan 83

98 limbah menjadi biogas berdampak secara ekonomi terhadap peningkatan pendapatan peternak dan penghematan pengeluaran energi masyarakat. 4. Dampak sosial dari pemanfaatan biogas antara lain: meningkatkan budaya gotong royong masyarakat, meningkatkan lapangan pekerjaan sebagai teknisi biogas, meningkatkan kinerja kelompok peternak, dan berkembangnya program kerjasama dengan berbagai pihak. Perubahan kondisi lingkungan sekitar kandang yang lebih bersih, dan berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran ke saluran air terdekat, serta berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa. 7.2 Saran 1. Peternak non biogas sebaiknya melakukan pemanfaatan biogas dikarenakan dengan pemanfaatan tersebut peternak dapat memperoleh manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan perbaikan kondisi sosial dan lingkungan di sekitar lokasi usahaternak. 2. Pihak pemerintah beserta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan bantuan pembangunan instalasi biogas bagi peternak non biogas untuk mengurangi ketergantungan penggunaan energi tidak terbarukan seperti minyak tanah, kayu bakar, dan gas LPG. 3. Segera merealisasikan program pembangunan bengkel biogas, sehingga berbagai kerusakan dapat diatasi agar mampu menciptakan keberlanjutan program pemanfaatan biogas secara optimal. 84

99 DAFTAR PUSTAKA Ariani, E Studi Pengembangan Pemanfaatan Energi Alternatif di Kawasan Transmigrasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian, Depnakertrans, Jakarta. Darmawan Y, Rismayanti T, Maryati dan Marbun Kelembagaan Persusuan dan Manfaatnya di Tingkat Peternak Sapi Perah: Studi Kasus di Desa Pagerwangi Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Jawa Barat. Prosiding Prospek IndustriSapi Perah menuju Perdagangan Beabas Jakarta, 21 April Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Populasi dan Perkembangan Usaha Peternakan Indonesia. Kementerian Pertanian, Jakarta. Farida, E Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor. Fatah, S Perubahan Sosial Budaya Dalam Masyarakat. Gramedia, Jakarta. Juanda, B Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Jogiyanto.2008.Metodologi Penelitian Sistem Informasi.C.V ANDI, Yogyakarta. Kaharudin dan Sukmawati MF Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos dan Biogas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Kamiludin Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kementerian Pertanian Biogas. Kementerian Pertanian. Jakarta. Mangkoesoebroto Ekonomi Publik Edisi 3. BPFE. Yogyakarta. Muryanto, J. Pramono, Suprapto, Ekaningtyas dan Sudaiyono Biogas Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah. 85

100 Hidayati, N Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Bogor, Puslitbang Peternakan, Bogor. Pemerintah Kota Sumedang Profil Kecamatan Pamulihan, Kota Sumedang. Pemerintah Kota Bandung. Prabantoro, G Mengukur Kelayakan Ekonomis Proyek Sistem Informasi Manajemen Menggunakan Metode Cost & Benefits Analysis dan Aplikasinya dengan MS EXCEL Tesis.Magister Manajemen Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Rismala, A Identifikasi Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan dari Pemanfaatan Biogas (studi kasus: Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sanim Pertanian Berkelanjutan. IPB. Bogor. Sanjaya, Irvan Analisis Manfaat Ekonomi Limbah Ternak Sapi Perah (kasus kelompok ternak sapi Perah Mekar Jaya Desa Cipayung Girang Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Santosa dan Toharmat Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. LIPI Press. Departemen Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Siagian Metode Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Gramedia. Jakarta. Sihombing Teknik Pengolahan Limbah Kegiatan Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor Analisis Usahaternak Sapi Potong. Repository Universitas Sumatera Utara. Soekartawi Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia Press (UI Press), Jakarta. Sulaeman Zero Waste (Prinsip Menciptakan Agro Industri Ramah Lingkungan). Ditjen Pengolahan Hasil Pertanian. Ditjen PPHP, Departemen Pertanian, Jakarta. Widodo, Asari, dan Astu Unadi Pemanfaatan Energi Biogas Untuk Mendukung Agribisnis di Pedesaan. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong. 86

101 LAMPIRAN 87

102 Lampiran 1. Dokumentasi Instalasi biogas dari plastik Penampungan gas Reaktor biogas dari fiber Inlet dan reaktor biogas beton Kodisi kandang usahaternak biogas Kondisi kandang usahaternak non biogas 88

103 Slogan sosialisasi biogas Gerbang Masuk Desa Pakan Ternak (ampas tahu, konsentrat, dan Rumput kering) Rumah Pupuk Tungku kayu bakar Kondisi Lahan pertanian Di Desa Haurngombong 89

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas Limbah Peternakan Eksternalitas merupakan suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor FENNY KURNIAWATI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI Oleh : DENNY PRASETYO 0631010068 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA 2011

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG RANI MAULANASARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 1 ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 14105576 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Haurngombong 5.1.1 Letak Geografis Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan program pemerintah terkait dengan pengalihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas LPG. Tujuan diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi yang cukup tinggi pada sektor peternakan. Peternakan yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah peternakan sapi baik itu sapi perah

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi beternak babi di Indonesia kebanyakan berasal dari negaranegara sub tropis yang sering kali membutuhkan biaya pemeliharaan yang tinggi. Teknologi beternak babi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin

Lebih terperinci

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh : Natalia A14304070 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI M. Christiyanto dan I. Mangisah ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah peningkatan produktivitas ruminansia, penurunan pencemaran

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI A. IDENTITAS PERSEPSIDEN LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Nama : Umur : Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pekerjaan : PNS Wiraswasta/Pengusaha TNI Pensiunan Jumlah Ternak dimiliki Lainnya

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh:

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh: ISSNNo.2355-9292 JurnalSangkareangMataram 29 PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT Oleh: I Made Anggayuda Pramadya 1), I Gusti Lanang Parta Tanaya 2) dan Adinul Yakin 2) 1) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang alami dan akan berlangsung mulai dari saat manusia dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Interaksi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto 1. Penentuan lokasi ini dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjamah oleh fasilitas pelayanan energi listrik, dikarenakan terbatasnya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. terjamah oleh fasilitas pelayanan energi listrik, dikarenakan terbatasnya pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini banyak masyarakat di pedesaan terpencil yang belum terjamah oleh fasilitas pelayanan energi listrik, dikarenakan terbatasnya pelayanan pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS. energi (PLTBm) dengan pengolahan proses pemisahan. Selanjutnya subsistem

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS. energi (PLTBm) dengan pengolahan proses pemisahan. Selanjutnya subsistem BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Terdapat susbsitem lingkungan dan subsistem industri energi, ditinjau dari subsistem lingkungan berupa limbah perkotaan (pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN Oleh Fitri Dian Perwitasari, Devi Yuliananda dan Bastoni Universitas Muhammadiyah Cirebon

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS Disusun Oleh: ALDINO OVAN YUDHO K. INDRA KUSDWIATMAJA I8311001 I8311024 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF Bulkaini *, Chairussyuhur Arman, Muhzi, dan Mastur Fakultas Peternakan Universitas Mataram. * Korespondensi: bulkaini@yahoo.com Diterima

Lebih terperinci

Program Bio Energi Perdesaan (B E P)

Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dipecahkan serta dicarikan jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan energi fosil yang ada di bumi semakin menipis. Bila hal

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah merupakan sebuah usaha dimana input utama yang digunakan adalah sapi perah untuk menghasilkan susu sebagai output utamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Indonesia sedang berkembang menjadi sebuah negara industri. Sebagai suatu negara industri, tentunya Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar. Dan saat

Lebih terperinci

PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS

PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 2, Agustus 2015: 1714 ISSN : 2556226 EISSN : 24770299 PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS 1* 2 2 Lidya Rahma Shaffitri,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG Ellyza Nurdin, Salam N.Aritonang, Elly Roza Fak. Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN Oleh : NUR ARIFIYA AR F14050764 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS VERMIKOMPOS YANG DIHASILKAN DARI FESES SAPI DAN FESES KERBAU SKRIPSI. Oleh : RIFKI DWIYANTONO

PERBANDINGAN KUALITAS VERMIKOMPOS YANG DIHASILKAN DARI FESES SAPI DAN FESES KERBAU SKRIPSI. Oleh : RIFKI DWIYANTONO PERBANDINGAN KUALITAS VERMIKOMPOS YANG DIHASILKAN DARI FESES SAPI DAN FESES KERBAU SKRIPSI Oleh : RIFKI DWIYANTONO FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014 i PERBANDINGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. OLEH : Dhika Fitradiansyah Riliandi 2205 100 003 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

DAMPAK EKONOMI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK DI KAMPUNG ARENG DESA CIBODAS KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

DAMPAK EKONOMI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK DI KAMPUNG ARENG DESA CIBODAS KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT DAMPAK EKONOMI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK DI KAMPUNG ARENG DESA CIBODAS KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT ERLIN RISKA WINDU WULAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di tengah krisis energi saat ini timbul pemikiran untuk keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di tengah krisis energi saat ini timbul pemikiran untuk keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di tengah krisis energi saat ini timbul pemikiran untuk keanekaragaman energi (diversifikasi energi) dengan mengembangkan sumber energi lain sebagai elternatif

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di Desa Haurngombong. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU Tandang Sari (2017), jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia seperti ayam, sapi, kambing serta domba sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Produk utama yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU Wiwaha Anas Sumadja, Zubaidah, Heru Handoko Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Universitas Jambi Abstrak Kotoran ternak sapi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERSEN VOLUME LIMBAH CAIR KELUARAN DIGESTER SEDIMENTASI DAN FERMENTASI BIOGAS UNTUK PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR

PERBANDINGAN PERSEN VOLUME LIMBAH CAIR KELUARAN DIGESTER SEDIMENTASI DAN FERMENTASI BIOGAS UNTUK PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR PERBANDINGAN PERSEN VOLUME LIMBAH CAIR KELUARAN DIGESTER SEDIMENTASI DAN FERMENTASI BIOGAS UNTUK PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Oleh: Dede Sulaeman, ST, M.Si Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi biasa disebut dengan pemanfaatan biogas. Berdasarkan definisinya, biogas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di buang tanpa memikirkan dampak dari menumpuknya sampah salah satunya sampah organik,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Benny Nafariza Program Studi Energy Security Universitas Pertahanan Indonesia email: bennynafariza@gmail.com

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Bagus Arum Tejo K. NIM : 10.02.7870 Kelas : D3 MI-2D MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN SAPI SEBAGAI PENGGANTI BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA YANG BISA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah organik adalah limbah yang berasal dari makhluk hidup seperti kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman dan lain-lain. Limbah

Lebih terperinci

PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH

PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan Sapi Perah KUD Mandiri Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut) CHICHI RIZKY DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS Andhina Putri Herriyanti Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Veteran Semarang Email : andhinaputri@gmail.com Abstrak Biogas adalah salah satu sumber energi alternatif

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci