HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sonny Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) Bahan dasar pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil, adalah daun murbei varietas Kanva. Hal ini karena daun murbei varietas Kanva kandungan klorofilnya lebih tinggi yaitu sebesar 844 ppm (Kusharto et al. 2008) dibandingkan dengan daun murbei varietas Multicaulis (682 ppm), Lembang (420 ppm) dan Cathayana (324 ppm) (Nurdin et al. 2009). Selain itu daun murbei memiliki khasiat kesehatan seperti menurunkan glukosa darah, bersifat diuretik dan menurunkan tekanan darah (Sianghal et al. 2001); meredakan gejala gelisah (Yadav et al. (2008); mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al. 2008); dan menurunkan tekanan darah sistol dan diastol (Hahm et al. 2008). Budidaya tanaman murbei di Indonesia telah lama dilakukan, khususnya untuk pakan ulat sutera. Namun peternakan ulat sutera hanya menghasilkan produk berupa kokon sebagai bahan baku benang sutera yang harga jualnya relatif rendah. Gambar 5 Daun murbei varietas Kanva di Teaching Farm Sutera Alam, University Fam IPB Pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan klorofil. Klorofil merupakan senyawa yang larut
2 26 dalam pelarut organik (Gross 1991). Klorofil a larut dalam alkohol, eter, dan aseton. Klorofil a dalam keadaan murni agak sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam air. Klorofil b dan pheophytin b larut dalam alkohol, eter, aseton, dan benzen. Klorofil b dan pheophytin b dalam keadaan murni sangat sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam air (Cydesdale et al diacu dalam Nurdin 2009). Oleh karena itu dalam penelitian ini dipilih alkohol sebagai pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, karena alkohol relatif lebih aman dibanding pelarut lain (dietil eter, aseton, methanol, petroleum eter) dalam pembuatan produk pangan yang akan dikonsumsi manusia (Mahmud 1994; Alsuhendra 2004). Menurut Mahmud (1994) proses ektraksi menggunakan pelarut etanol mampu memberikan kemurnian klorofil yang lebih baik dibandingkan dengan aseton dan air. Hal ini berkaitan dengan kemiripan sifat struktural etanol dengan klorofil sehingga klorofil lebih mudah larut dalam etanol. Untuk menghalangi aktivitas klorofilase, maka digunakan pelarut murni yang tidak diencerkan (Gross 1991). Oleh karena itu digunakan alkohol atau etanol 96% sebagai pelarut dalam proses ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan di ruangan gelap atau redup karena klorofil sangat peka terhadap cahaya (Gross 1991). Daun murbei yang telah dicuci dan ditiriskan kemudian diblender dengan menambahkan pelarut etanol 96% selama 3 menit secara terputus setiap 1 menit. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan klorofil. Daun murbei yang telah dihaluskan disaring menggunakan kain saring 60 mesh. Proses ekstraksi diulangi sampai klorofil dari daun murbei terekstrak secara sempurna yang ditandai dengan warna etanol yang tetap bening ketika ditambahkan ke dalam ampas daun murbei. Proses ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini sebanyak tiga kali. Pembentukan turunan klorofil yaitu pheophytin dilakukan dengan cara mengasamkan ekstrak klorofil dengan menambahkan HCl 13% (Gross 1991) yang setara dengan HCl 4 N ke dalam ekstrak klorofil daun murbei, sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat zaitun yang merupakan indikator Mg terlepas dari klorofil (Marquez et al. 2005). Penurunan ph dilakukan secara bertahap dan tetap diaduk selama pereaksian. Selama proses reaksi terjadi penggantian atom Mg pada klorofil dengan 2 atom H. Pheophytin dengan warna coklat zaitun yang stabil dalam penelitian ini diperoleh setelah mereaksikan larutan selama dua jam pada suhu ruang. Turunan klorofil berbentuk pheophytin ini tidak larut dalam air (Gross 1991).
3 27 Menurut Hendry dan Houghton (1996) turunan klorofil bebas logam seperti pheophytin dan pheophorbide dengan cincin siklopentanon akan teroksidasi bila terpapar cahaya. Stabilitas klorofil dapat dicapai apabila Mg diganti dengan Cu. Pemilihan Cu sebagai logam pengompleks karena tingkat stabilitas kompleks Cu dengan cincin porfirin klorofil lebih tinggi dibandingkan Mg (Cheng et al diacu dalam Alsuhendra 2004) dan Cu merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan tubuh sebagai bagian dari enzim (Anderson 2004; Almatsier 2009). Cu terlibat dalam pembentukan energi di dalam mitokondria melalui transport elektron protein. Cu yang berada dalam sel darah merah sebagian besar berbentuk metaloenzim superoksida dismutase yang berfungsi sebagai antioksidan serta membantu sintesis melanin dan katekolamin. Cu dalam seruloplasmin berperan pada proses oksidasi besi sebelum ditransportasikan ke dalam plasma (Anderson 2004). Cu dalam enzim metaloprotein berperan pada proses sintesis protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah serta pada proses sintesis pembawa rangsangan saraf (neurotransmitter) seperti noradrenalin dan neuropeptida seperti ensefalin (Almatsier 2009). Oleh sebab itu penambahan Cu ke dalam turunan klorofil diduga tidak membahayakan kesehatan. Turunan klorofil yang berikatan dengan Cu, tidak peka terhadap cahaya dan tidak terjadi dekomposisi dengan adanya asam mineral (Sweetman 2005). Demikian juga disebutkan oleh Canjura et al. (1999) bahwa kompleks cincin porfirin klorofil dengan Cu membentuk suatu ikatan kuat, yang lebih tahan terhadap asam dan panas dibandingkan dengan klorofil asal (porfirin berikatan dengan Mg). Sebanyak 4 atom Nitrogen (N) pada cincin porfirin mampu membentuk kompleks atau khelat dengan ion Cu 2+ pada molekul klorofil dan turunannya. Dua atom N melakukan ikatan kovalen dengan atom Cu non-ionik, sedangkan 2 atom lainnya melakukan ikatan kovalen koordinat melalui pembagian bersama satu pasang elektronnya dengan atom Cu. Hal ini membuat kompleks Cu-porfirin atau Cu-turunan klorofil yang terbentuk menjadi stabil. Aktivitas antioksidan kompleks Cu-turunan klorofil lebih tinggi dibanding klorofil alami (Marquez et al. 2005) dan turunan klorofil alami (Ferruzi et al. 2002; Marquez et al. 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan khelat logam dengan klorofil pada cincin porfirin. Selain itu Nurdin (2009) menyatakan bahwa alasan penambahan Cu pada ekstrak turunan klorofil adalah untuk mempertahankan kestabilan warna hijau klorofil serta meningkatkan kelarutan dan ph produk
4 28 bubuk yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Gross (1991) yang menyatakan bahwa ikatan khelat Cu dengan turunan klorofil berwarna hijau cerah. Menurut La Borde dan Von Elbe (1994) dalam Alsuhendra (2004) ion logam hanya bereaksi dengan turunan klorofil, sehingga penambahan jumlah Cu disesuaikan dengan jumlah turunan klorofil. Konsentrasi Cu yang ditambahkan diantaranya 0 mol; 0,001 mol; 0,002 mol; 0,004 mol; 0,006 mol; 0,008 mol. Garam Cu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cu-asetat. Hal ini dikarenakan asam asetat (CH 3 COOH) merupakan asam lemah yang tidak bersifat korosif dan dikenal tubuh karena merupakan bahan organik serta reaksinya bersifat hidro dengan produk akhir H 2 o dan CO 2. Selain itu jika ditinjau dari segi teknis dalam sebuah aplikasi untuk industri makanan, penggunakan Cu 2+ terlalu mahal. Hal ini dapat berpengaruh terhadap biaya produksi bubuk Cuturunan klorofil. Cu-asetat pada berbagai perlakuan terlebih dahulu dilarutkan dalam 10 ml akuades agar Cu-asetat mudah terlarut dan bereaksi dengan larutan pheophytin. Reaksi ini menghasilkan Cu-pheophytin atau lebih dikenal dengan nama Cu- Chlorophyllin (Hendry & Houghton 1996). Ekstrak turunan klorofil yang telah ditambahkan Cu 2+ dinaikkan ph-nya mencapai 8,5 (Von Elbe 1992 diacu dalam Alsuhendra 2004 & Nurdin 2009) dengan cara menambahkan NaOH 4 N. Hal ini bertujuan untuk membuat Cu-Chlorophyllin menjadi larut dalam air karena fitil alkohol dan metal alhokol yang bersifat hidrofobik akan terlepas (Sweetman 2005). Reaksi dilakukan di dalam labu tertutup selama 24 jam pada suhu ruang dan terlindung dari cahaya serta diaduk menggunakan magnetic stirrer. Alasan penggunaan waktu pereaksian selama 24 jam mengacu pada penelitian Petrovic et al. (2005) yang menyatakan bahwa periode waktu pembentukan kompleks klorofil dengan Cu berkisar antara 2 jam sampai 3 minggu. Kandiana (2010) melakukan penelitian serupa dengan mereaksikan Cu dengan turunan klorofil daun cincau hijau selama 2 jam, hasilnya menunjukkan bahwa jumlah Cu bebas lebih besar dibandingkan Cu terikat yang membentuk Cu-Chlorophyllin. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih waktu 24 jam dengan tujuan menghasilkan Cu-Chlorophyllin yang lebih besar dibandingkan Cu bebas. Selain itu aspek teknis pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil juga menjadi pertimbangan dimana 24 jam dirasa masih memungkinkan untuk dilakukan dalam skala industri dibandingkan dengan periode pereaksian selama 3 minggu.
5 29 Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan yang diinginkan adalah bentuk bubuk, maka ekstrak harus dikeringkan. Alat pengering yang digunakan adalah spray dryer. Hal ini dikarenakan proses pengeringan menggunakan spray dryer lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan freeze dryer. Spray dryer mampu mengeringkan satu liter larutan dalam jangka waktu menit, sedangkan freeze dryer memerlukan waktu 12 jam (Nurdin 2009). Jika ditinjau dari aspek teknis dalam skala industri penggunakan spray dryer ini lebih efisien. Waktu pengeringan yang lebih singkat dan performa bubuk Cu-turunan klorofil yang relatif bagus dapat diperoleh dengan cara menambahkan bahan pengisi pada larutan sebelum dikeringkan. Selain itu bahan pengisi juga digunakan untuk mengikat ekstrak. Hasil penelitian Bianca (1993) dalam Alsuhendra (2004) menunjukkan bahwa bahan pengisi dekstrin lebih baik dibandingkan gum arab dan CMC dilihat dari kelarutan bubuk yang dihasilkan. Hasil penelitian Alsuhendra (2004) menunjukkan bahwa penambahan dekstrin sebesar lebih dari 3% menghasilkan produk yang lebih baik dengan kelarutan tinggi, namun menurunkan konsentrasi Zn-turunan klorofil yang terdapat dalam bubuk. Oleh sebab itu dalam penelitian ini penambahan bahan pengisi ke dalam larutan Cu-turunan klorofil sebesar 3% (Alsuhendra 2004; Nurdin 2009; Nurdin et al dan Kandiana 2010). Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin yang merupakan salah satu jenis dekstrin yang biasa digunakan dalam produk makanan. Hal ini dikarenakan maltodekstrin mempunyai tingkat kelarutan lebih baik dalam air, sehingga dalam aplikasinya akan lebih luas. Maltodekstrin memiliki sifat kelarutan yang kurang baik dalam etanol. Untuk mendapatkan kelarutan maltodekstrin yang lebih baik maka ditambahkan akuades dengan perbandingan akuades dan etanol sebesar 3:7. Perbandingan ini diperoleh melalui percobaan pendahuluan dengan cara menambahkan akuades sedikit demi sedikit secara kuantitatif sampai maltodekstrin terlarut dengan baik. Hal ini akan membuat mobilisasi partikel dalam serbuk klorofil menjadi lebih merata sehingga menghasilkan warna yang merata dan tersalut dengan baik. Bubuk Cu-turunan klorofil yang diperoleh dari berbagai konsentrasi Cu pada penelitian ini menghasilkan performa bubuk yang baik. Bubuk Cuturunan klorofil daun murbei dapat dilihat pada Gambar 6.
6 30 0 mol Cu 0,001 mol Cu 0,002 mol Cu 0,004 mol Cu 0,006 mol Cu 0,008 mol Cu Gambar 6 Bubuk Cu-Turunan Klorofil pada beberapa konsentrasi Cu
7 31 Karakteristik Fisik Karakteristik Fisiko-Kimia Karakertistik fisik yang dianalisis dalam penelitian ini adalah rendemen, kelarutan dan warna yang ditunjukkan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Hasil analisis karakteristik fisik bubuk Cu-turunan klorofil Penambahan Kelarutan Rendemen (%) Cu-asetat (mol) (%) Warna 0 14,91 a a Yellow 2 D ,65 b a Yellow-Green 144 A ,93 b a Yellow-Green 146 C ,57 b a Yellow-Green 146 C ,78 b a Yellow-Green 146 A ,14 b a Yellow-Green 146 A Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0.05 Rendemen dihitung berdasarkan jumlah massa (gram) bubuk Cu-turunan klorofil (mengandung maltodektrin) yang diperoleh dibandingkan dengan berat daun murbei yang digunakan untuk membuat ekstrak klorofil dan berat pengisi (maltodektrin) yang ditambahkan. Berdasarkan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa rendemen bubuk Cu-turunan klorofil berkisar antara 14,91% - 16,14% (bb). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rendemen bubuk Cu-turunan klorofil. Bubuk Cu turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol atau disebut bubuk klorofil alami memiliki rendemen paling rendah yaitu sebesar 14,91% (bb). Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa rendemen bubuk klorofil alami berbeda nyata (p<0,05) dengan bubuk Cu-turunan klorofil pada berbagai perlakuan penambahan Cu-asetat lainnya. Hal ini diduga karena adanya pengaruh berat molekul Cu-asetat yang ditambahkan. Bubuk Cu-turunan klorofil pada perlakuan penambahan Cu-asetat 0,001 mol 0,008 mol memiliki rendemen yang berkisar antara 15,57 % - 16,14% (bb). Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa rendemen pada semua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena unsur yang terlibat dalam semua perlakuan penambahan Cu sama kecuali jumlah Cu-asetat yang ditambahkan, namun perbedaan jumlah Cu-asetat yang ditambahkan pada setiap perlakuan relatif kecil.
8 32 Kelarutan menunjukkan bahwa banyaknya bagian dari suatu produk yang dapat larut dalam suatu pelarut dengan volume tertentu. Berdasarkan data pada Tabel 4 kelarutan bubuk Cu-turunan klorofil berkisar antara 96% - 98,12% (bk). Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini secara keseluruhan masuk dalam kategori tinggi kelarutannya dalam air. Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubuk Cu-turunan klorofil. Hal ini diduga karena perbedaan jumlah Cu-asetat yang ditambahkan relatif kecil. Kelarutan bubuk Cu-turunan klorofil dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan bubuk Cu-turunan klorofil yang dihasilkan dalam penelitian Nurdin et al. (2009) dan Kandiana (2010). Penelitian Nurdin et al. (2009) menghasilkan bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei dengan kelarutan 60,56%-62,99% (bk). Kandiana (2010) melakukan penelitian pembentukkan bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau dengan kelarutan berkisar antara 91,96%-94,42% (bk). Hal ini diduga karena waktu pereaksian Cu terhadap turunan klorofil dengan penambahan senyawa alkali dalam penelitian ini lebih lama dibandingkan penelitian Nurdin et al. (2009) dan Kandiana (2010). Semakin lama waktu pereaksian maka semakin banyak gugus fitil alkohol dan metal alkohol yang terpisah sehingga kelarutan bubuk Cu-Chlorophyllin dalam air semakin tinggi. Warna ditentukan menggunakan Colour Chart RHS (The Royal Horticultural Society) dan dianalisis secara deskriptif. RHS merupakan referensi standar untuk menentukan warna tanaman. Warna tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu hue, brightness dan saturation. Hue berfungsi membedakan jenis warna utama seperti hijau, merah, biru dan lain-lain. Brightness (tingkat kecerahan) merupakan jumlah total cahaya yang dipantulkan oleh warna tersebut atau seberapa banyak cahaya yang diterima oleh mata secara normal pada skala terang sampai gelap. Nilai brightness dalam metode Colour Chart RHS ini dinyatakan dengan skala angka 1 yang mewakili warna kuning (Yellow) sampai dengan 202 yang mewakili warna hitam (Black). Saturation atau intensity merupakan atribut yang membedakan kejernihan ataupun greyness sebuah warna yang ditentukan dengan 4 skala dari skala A yang mewakili intensitas warna paling gelap sampai skala D yang mewakili intensitas warna paling pudar (RHS 2001). Keterangan lengkap mengenai hue, brightness dan saturation serta contoh warna yang terdapat dalam Colour Chart RHS disajikan dalam Lampiran 1.
9 33 Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa warna bubuk klorofil alami adalah yellow dan warna bubuk Cu-turunan klorofil pada berbagai perlakuan lainnya adalah yellow-green. Tingkat kecerahan (brightness) bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,001 mol 0,008 mol berkisar antara Intensitas warna (saturation) bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,002 mol sampai 0,008 mol cenderung semakin gelap. Hal ini diduga karena peran Cu-asetat yang dapat mengembalikan warna hijau klorofil setelah Mg terlepas serta mempertahankan kestabilan warna hijau klorofil (Nurdin 2009). Karakteristik Kimia Karakertistik kimia yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kadar air, ph, kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin yang ditunjukkan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Hasil analisis karakteristik kimia bubuk Cu-turunan klorofil Penambahan Kadar Air Cu Total Cu-Chlorophyllin ph Cu-asetat (mol) (%) (mg/g) (mg/g) a 5.26 a 0 a 0 a a 7.21 b 1.13 a a a 7.46 b 2.85 b b a 7.24 b 4.71 c c a 7.49 b 7.51 d d a 7.43 b 8.57 d d Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0.05 Kadar air atau susut pengeringan menunjukkan mutu dari suatu produk. Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa kadar air berkisar antara 3.39%-5.98% (bb). Angka ini memenuhi persyaratan Kepmenkes No. 661/MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional dalam bentuk serbuk yang menyatakan bahwa kadar air tidak boleh melebihi 10% (Kepmenkes 1994). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat tidak berpengaruh terhadap kadar air bubuk Cu-turunan klorofil. ph menunjukkan tingkat keasaman suatu produk. La Borde dan Von Elbe (1994) diacu dalam Alsuhendra (2004) menyatakan bahwa penambahan beberapa bahan yang bersifat alkali pada sayuran dapat mempertahankan warna hijau klorofil karena terjadinya kenaikan ph. Semakin tinggi ph maka stabilitas klorofil semakin tinggi. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan Cu
10 34 dalam bentuk Cu-asetat dan NaOH 4 N yang bersifat alkali mampu meningkatkan ph bubuk Cu-turunan klorofil sehingga stabilitasnya meningkat. Menurut Alsuhendra (2004) nilai ph produk yang tinggi menyebabkan warna hijau produk lebih dapat dipertahankan dibandingkan pada kondisi ph rendah. Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap ph bubuk Cu-turunan klorofil. Bubuk klorofil alami memiliki ph sebesar 5,26. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa ph bubuk klorofil alami berbeda nyata (p<0.05) dengan ph bubuk Cu-turunan klorofil pada semua perlakuan penambahan Cu-asetat lainnya. ph bubuk Cu-turunan klorofil pada perlakuan penambahan Cu-asetat sebesar 0,001 mol-0,008 mol berkisar antara 7,21-7,49. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua perlakuan penambahan Cu-asetat tersebut. Kadar Cu Total dan Kandungan Cu-Chlorophyllin digunakan sebagai salah satu parameter untuk menentukan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih. Penentuan kadar Cu total bubuk Cu-turunan klorofil terpilih mengacu pada peraturan BPOM RI No. HK yang menyatakan bahwa batas maksimal jumlah Cu yang diizinkan terdapat dalam produk suplemen makanan adalah 3 mg/hari (BPOM RI 2005) yang diasumsikan sebagai kadar Cu total yang terdapat dalam setiap gram bubuk Cu-turunan klorofil (Kandiana 2010). Selanjutnya bubuk Cu-turunan klorofil tersebut dipilih berdasarkan kandungan Cu-Chlorophyllin tertinggi diantara semua perlakuan. Berdasarkan data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah Cu-asetat yang ditambahkan maka kadar Cu total dan kandungan Cu- Chlorophyllin semakin meningkat. Kadar Cu total bubuk Cu turunan klorofil berkisar antara 1,13-8,57 mg/g (bb) dan kandungan Cu-Chlorophyllin berkisar antara 12,68-91,97 mg/g (bb). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin bubuk Cu-turunan klorofil. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dalam 1 gram bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol; 0,001 mol dan 0,002 mol kandungan Cu totalnya adalah 0 mg; 1,13 mg dan 2,85 mg, secara berurutan, telah memenuhi persyaratan BPOM RI No. HK (BPOM RI 2005). Angka ini masih berada di bawah Tolerable Upper Level Intake Cu yang mencapai 10 mg/hari (Young et al. 2001).
11 35 Penambahan Cu-asetat yang menghasilkan kadar Cu-Chlorophyllin tertinggi adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,008 mol yaitu mg/g (bb), namun kandungan Cu totalnya sebesar 8.57 mg/g (bb). Hasil ini tidak memenuhi persyaratan BPOM RI No. HK (BPOM RI 2005). Kandungan Cu-Chlorophyllin tertinggi diantara bubuk Cuturunan klorofil yang memenuhi persyaratan tersebut adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,002 mol yaitu mg/g (bb). Berdasarkan parameter kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin tersebut, bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0,002 mol. Hasil Analisis Toksisitas Analisis toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil dari beberapa perlakuan penambahan Cu-asetat menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan suatu metode yang menghitung respon kematian 50% larva udang yang dinyatakan dalam nilai Lethal Concentration (LC 50 ) pada beberapa konsentrasi uji dengan tingkat kepercayaan 95%. Apabila nilai LC 50 kurang dari 1000 ppm, maka ektrak tumbuhan yang diuji dikatakan toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai anti kanker (Meyer et al. 1982). BSLT menggunakan larva udang laut sebagai bioindikator. Larva udang laut memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya. Zat dan senyawa asing yang ada di lingkungannya akan terserap ke dalam tubuh dengan cara difusi dan langsung mempengaruhi kehidupan larva. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing dalam larutan bersifat toksik (Parwati & Simanjuntak 1998; Carballo et al. 2002). Tabel 6 Hasil uji toksisitas (LC 50 ) bubuk Cu-Turunan Klorofil Penambahan Cu-asetat (mol) LC 50 (ppm) ,84 ab ,65 a ,93 b ,84 a ,20 a ,11 a Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0.05
12 36 Hasil uji toksisitas dijadikan sebagai parameter untuk menentukan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih. Berdasarkan data pada Tabel 6 diketahui bahwa bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol; 0,001 mol; 0,002 mol; 0,004 mol tidak mengindikasikan adanya toksisitas terhadap Artemia salina Leach. karena LC 50 >1000 ppm (Meyer et al. 1982). Nilai LC 50 pada bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0,006 mol dan 0,008 mol mengindikasikan adanya toksisitas terhadap Artemia salina Leach. karena LC 50 <1000 ppm (Meyer et al. 1982). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat berpengaruh nyata (p<0,05) terhdap nilai LC 50 bubuk Cu-turunan klorofil. Berdasarkan parameter ini bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0; 0,001; 0,002; dan 0,004 mol. Menurut Darmansjah (1995) tahap uji toksisitas selanjutnya setelah metode BSLT adalah uji pra klinis dengan hewan coba yaitu uji toksisitas sub kronik dan kronik. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui efek buruk yang berpengaruh terhadap hewan coba, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penggunakan untuk manusia mengenai efek buruk tersebut. Aktivitas Antioksidan dan Kadar Alkohol Analisis aktivitas antioksidan dan kadar alkohol hanya dilakukan terhadap bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih. Penentuan ini berdasarkan hasil analisis kadar Cu total yang mengacu pada persyaratan BPOM RI (2005), kandungan Cu-Chlorophyllin dan uji toksisitas metode BSLT dengan penentuan tingkatan toksisitas yang mengacu pada metode Meyer et al. (1982). Berdasarkan ketiga parameter tersebut bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cuturunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0,002 mol. Aktivitas Antioksidan Ferruzzi et al. (2002) menguji kapasitas menangkap radikal bebas berbagai turunan klorofil dalam sistem in vitro. Klorofil yang kehilangan logamnya (yaitu Mg) pada pusat cincin porfirin akan menurun kapasitas antioksidannya. Hal ini disebabkan karena logam yang terkelat akan mengakibatkan lebih terkonsentrasinya densitas elektron di pusat cincin dan menjauhi kerangka porfirinnya, sehingga meningkatkan kemampuan mendonorkan elektron dari sistem porfirin yang terkonyugasi. Klorofil yang kehilangan gugus fitilnya menunjukkan peningkatan antioksidasi. Berdasarkan pernyataan tersebut
13 37 tampak bahwa kerangka porfirin dan keberadaan logam terkelat adalah 2 hal yang penting untuk kapasitas antioksidan. Kemampuan klorofil dan pheophytin dalam mendegradasi hidroperoksida, yaitu dengan cara menginkubasikannya dalam substrat metil linoleat hidroperoksida. Hasilnya menunjukkan bahwa keduanya tidak memiliki kemampuan mendegradasi hidroperoksida. Terjadinya reaksi antara klorofil dengan radikal lipid dapat diketahui dengan bantuan spektrum electron spin resonance (ESR). Kesimpulannya adalah struktur penting untuk aktivitas antioksidan klorofil ditemukan pada porfirin bukan pada pirol, fitol, logam maupun cincin isosiklik. Radikal -kation dari komponen porfirin merupakan senyawa yang memegang peranan dalam mekanisme antioksidan klorofil. Antioksidan pada umumnya berperan sebagai donor atom hidrogen kepada radikal bebas, sehingga dapat memutuskan rantai oksidasi (Endo et al. 1985). Mekanisme antioksidan yang dikemukakan oleh Endo et al.., (1985) adalah: ROO. + CHL ROO: (-) CHL. (+) ROO: (-) CHL. (+) + ROO. produk inaktif Klorofil bereaksi dengan radikal peroksi ROO. Yang dihasilkan pada tahap awal oksidasi minyak dan berubah menjadi radikal -kation. Radikal -kation dari klorofil ini berikatan dengan radikal peroksi bermuatan negatif dengan ikatan yang lemah, dan membentuk kompleks yang bersifat antara (intermediat). Kompleks ini kemudian bereaksi dengan radikal peroksi yang lain dan akhirnya menjadi tidak aktif. Kesimpulan yang diperoleh diantaranya: (1) efek antioksidatif klorofil adalah berasal dari struktur porfirinnya, (2) Mg dapat memperkuat aktivitas antioksidan klorofil hanya jika dalam bentuk terkelat, (3) klorofil mereduksi radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) (4) radikal -kation dihasilkan oleh klorofil jika klorofil dioksidasi dalam sistem metil linoleat. Metode yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan bubuk Cu turunan klorofil terpilih adalah metode DPPH (1,1-diphenyl-2-pycrilhydrazil). Menurut Koleva et al. (2001) metode DPPH merupakan suatu metode kolorimetri yang sederhana, cepat dan mudah serta sensitif untuk memperkirakan aktivitas antiradikal. Selain itu metode DPPH menggunakan jumlah sampel yang sedikit dengan waktu analisis yang singkat. Aktivitas antioksidan sampel diukur pada panjang gelombang 516 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum DPPH, dengan konsentrasi DPPH 1 mm. Perubahan warna pada larutan DPPH dalam methanol menunjukkan adanya aktivitas antioksidan sampel. Warna ungu
14 38 larutan DPPH dalam penelitian ini perlahan berubah menjadi warna kuning ketika ditambahkan sampel yang mengandung komponen antioksidan (Blois 1958). Perubahan warna larutan DPPH mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Semakin besar penurunan nilai absorbansi menunjukkan bahwa radikal bebas yang diserap antioksidan tersebut semakin banyak. Besarnya aktivitas antioksidan dinyatakan dalam persen (%) aktivitas antioksidan. Standar dalam pengukuran aktivitas antioksidan dalam penelitian ini adalah Vitamin C. Hal ini dikarenakan Vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang memiliki kemampuan menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Selain itu Vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang mudah diperoleh (Blois 1958). Berdasarkan hasil analisis tersebut, bubuk Cu-turunan klorofil terpilih memiliki aktivitas antioksidan sebesar 47,07% yang berarti komponen antioksidan yang terdapat dalam bubuk tersebut mampu mereduksi 47,07% radikal bebas yang mengoksidasinya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap gram bubuk tersebut mampu mereduksi DPPH 1 mm sebesar 18,51 mg. Besarnya aktivitas antioksidan bubuk Cu-turunan klorofil kemudian disetarakan dengan kemampuan Vitamin C yang dinyatakan dalam Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity atau biasa disingkat AEAC (mg Vit C/100 g). Bubuk Cuturunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,002 mol memiliki aktivitas antioksidan sebesar 47,07 % yang setara dengan 106,64 mg Vitamin C/100 g. Aktivitas antioksidan klorofil yang diekstrak dari daun murbei segar sebesar 13,36% yang menunjukkan bahwa komponen antioksidan dalam daun murbei mampu meredam radikal bebas yang mengoksidasinya sebesar 13,36%. Berdasarkan kedua hasil analisis aktivitas antioksidan tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan bubuk Cu-Chlorophyllin daun murbei lebih tinggi dibandingkan ekstrak klorofil daun murbei. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Marquez et al. (2005) yang menyatakan bahwa Cu- Chlorophyllin memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi yaitu sebesar 39% dibandingkan klorofil alami sebesar 12%. Kadar Alkohol Indonesia yang didominasi penduduk beragama Islam mengharuskan semua produk yang beredar memiliki sertifikasi halal. Salah satu hal yang menyebabkan suatu produk tidak halal adalah kandungan alkohol didalamnya. Bubuk Cu-turunan klorofil menggunakan alkohol (etanol 96%) sebagai pelarut,
15 39 sehingga perlu dilakukan analisis kadar alkohol. Analisis kadar alkohol dapat dijadikan sebagai pertimbangan kehalalan produk bubuk Cu turunan klorofil. Peraturan LPPOM-MUI (2008) menyebutkan bahwa penggunaan etanol (alkohol) yang berasal dari industri non khamr di dalam produksi pangan diperbolehkan, selama tidak terdeteksi pada produk akhir. Kadar alkohol bubuk Cu turunan klorofil terpilih dalam penelitian ini dianalisis menggunakan alat kromatografi gas (USPC 2006 yang dimodifikasi). Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun terdapat batasan-batasan. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian yaitu pada suhu 50 C 300 C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas (Day & Underwood 1991). Berdasarkan hasil uji menggunakan kromatografi gas diketahui bahwa kadar klorofil pada bubuk Cu-turunan klorofil terpilih sebesar 0%. Hasil ini dapat dijadikan pertimbangan untuk menilai kehalalan bubuk Cu-turunan klorofil. Hal ini diduga karena spray dryer mampu mengubah larutan menjadi serbuk dengan baik. Langkah pertama mekanisme kerja pada spray dryer yaitu mengubah seluruh cairan dari bahan yang ingin dikeringkan ke dalam bentuk butiran-butiran cairan dengan cara diuapkan menggunakan atomizer. Cairan dari bahan yang telah berbentuk tetesan-tetesan tersebut kemudian di kontakan dengan udara panas. Peristiwa pengontakkan ini menyebabkan cairan dalam bentuk tetesantetesan tersebut mengering dan berubah menjadi serbuk. Selanjutnya proses pemisahan antara uap panas dengan serbuk dilakukan dengan cyclone atau penyaring. Setelah di pisahkan, serbuk kemudian kembali diturunkan suhunya sesuai dengan kebutuhan produksi (Setijahartini 1980).
Fan 1 Fan 2 Fan 3 Fan 4 1A 57A 111A 155A 1B 57B 111B 155B 1C 57C 111C 155C 1D 57D 111D 155D
LAMPIRAN 47 48 Lampiran 1 Prosedur analisis karakteristik fisik 1. Rendemen (AOAC 1995 yang dimodifikasi) Rendemen adalah persentase bahan baku utama yang menjadi produk akhir atau perbandingan produk
Lebih terperinciMETODE Desain, Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan penelitian
15 METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilaksanakan pada Mei- November 2010. Tempat yang digunakan ialah Laboratorium Analisis Kimia dan Makanan, Departemen Gizi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Lebih terperinciMETODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,
11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciPEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut
4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAN UJI TOKSISITAS BUBUK
KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAN UJI TOKSISITAS BUBUK Cu-TURUNAN KLOROFIL (Cu-Chlorophyllin) DAUN MURBEI (Morus alba L.) SEBAGAI PROTOTIPE BAHAN SUPLEMEN MAKANAN RISTI ROSMIATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji
Lebih terperinciMETODE. Waktu dan Tempat Penelitian
2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga
Lebih terperinciUJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI
UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi pada
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu: 1. Tempat pengambilan sampel dan preparasi sampel dilakukan di desa Sembung Harjo Genuk Semarang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Murbei ( Morus alba L.) Daun Murbei
3 TINJAUAN PUSTAKA Murbei (Morus alba L.) Tanaman murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m diatas permukaan laut (dpl) dan memerlukan cukup sinar matahari. Tanaman murbei
Lebih terperinciBAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium
Lebih terperinciBab III Bahan dan Metode
Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN DIPA BIOTROP 2012 DIVERSIFIKASI PRODUK BERBASIS MURBEI DI TEACHING FARM SUTERA ALAM IPB CLARA M. KUSHARTO F.X.
LAPORAN PENELITIAN DIPA BIOTROP 2012 DIVERSIFIKASI PRODUK BERBASIS MURBEI DI TEACHING FARM SUTERA ALAM IPB CLARA M. KUSHARTO F.X.KOESHARTO KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual
4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi fikosianin dari spirulina yang digunakan sebagai pewarna alami pada minuman. Fikosianin ini memberikan warna biru alami, sehingga tidak memberikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas adalah sebuah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Clarkson dan Thompson, 2000)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan
III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan
Lebih terperinciLAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat
47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat
25 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2011. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan restorasi resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
Lebih terperinciANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih
ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus
3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS
Lebih terperinciKAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH
KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri
Lebih terperinciGun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia
PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:
Lebih terperinciMETODELOGI PENELITIAN
III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya dan merupakan suatu kelompok
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen
19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia
Lebih terperinciGambar 6. Kerangka penelitian
III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic
Lebih terperinciPewarna Alami untuk Pangan MERAH BIT
MERAH BIT Bit atau Beta vulgaris merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di Eropa dan sebagian Asia serta Amerika Serikat. Daun tanaman bit banyak dimanfaatkan sebagai sayur. Namun tanaman ini dibudidayakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena
Lebih terperinciHASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati
6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam
Lebih terperinciEkstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching dan Jenis Bahan Pengekstrak. Abstrak
J. Tek. Pert. Vol 4 (1) : 13 - Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh dan Jenis Bahan Pengekstrak. Widya Dwi Rukmi Putri*, Elok Zubaidah*, N. Sholahudin** staf pengajar Jur.Teknologi Hasil
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.
BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
Lebih terperinciModul 1 Analisis Kualitatif 1
Modul 1 Analisis Kualitatif 1 Indikator Alami I. Tujuan Percobaan 1. Mengidentifikasikan perubahan warna yang ditunjukkan indikator alam. 2. Mengetahui bagian tumbuhan yang dapat dijadikan indikator alam.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Molekuler dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas
17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013 di laboratorium Biologi Molekuler dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Lebih terperinciMATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperinciPENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A
PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan
29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Jasa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang menempati peringkat tertinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang menempati peringkat tertinggi sebagai penyebab kematian di dunia, khususnya di negara-negara berkembang (Anderson et al., 2001;
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi
2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan
Lebih terperinciANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1
ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa
Lebih terperinci