RESIDU AFLATOKSIN M1 PADA SUSU SAPI SEGAR DI PANGALENGAN DAN BOGOR JAWA BARAT
|
|
- Widya Cahyadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RESIDU AFLATOKSIN M1 PADA SUSU SAPI SEGAR DI PANGALENGAN DAN BOGOR JAWA BARAT (Aflatoxin Residues (AFM1) in Fresh Dairy Milk in Pangalengan and Bogor District, West Java) R. WIDIASTUTI, R. MARYAM, S. BAHRI dan R. FIRMANSYAH Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, Bogor ABSTRACT Aflatoxin M1 is a toxic metabolite compound produced from animal ingested aflatoxin B1. In May 2003, 37 samples of fresh dairy cattle milk were randomly collected from small holder dairy farms in Pangalengan (Bandung) and Bogor, West Java province. Those samples were investigated for aflatoxin M 1 (AFM 1 ) and detected by an HPLC. AFM1 was detected in 29 (78,38%) of 37 milk samples at 0,001 1,200 µg/l, with a mean of 0,129 µg/l, and only 1 sample above the MRL. The levels of AFM1 in both locations considered safe for human consumption. Key Words: Residue, Aflatoxin M1, Fresh Dairy Milk ABSTRAK Aflatoksin M1 adalah senyawa toksik hasil metabolisme aflatoksin B1 pada hewan yang mengkonsumsi aflatoksin B1. Pada bulan Mei 2003 dikoleksi sebanyak 37 sampel susu sapi segar dari peternakan rakyat di Pangalengan (Bandung) dan Bogor, Jawa Barat. Sampel-sampel tersebut dianalisis terhadap residu aflatoksin M1 (AFM1) dan dideteksi menggunakan alat KCKT. AFM1 terdeteksi pada 29 (78,38%) dari 37 sampel yang diperiksa dengan kisaran konsentrasi 0,001 1,200 µg/l dan konsentrasi rata-rata 0,129 µg/l serta hanya ditemukan 1 sampel yang melebihi BMR. Konsentrasi rata-rata residu AFM1 pada susu di kedua lokasi tersebut belum membahayakan kesehatan manusia. Kata Kunci: Residu, Aflatoksin M1, Susu Segar PENDAHULUAN Aflatoksin adalah senyawa toksik yang dihasilkan terutama oleh kapang Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Salah satu jenis aflatoksin yang paling banyak ditemukan pada berbagai bahan pakan dan bersifat paling toksik adalah aflatoksin B1. Afaltoksin B1 ini apabila termakan oleh hewan ruminansia akan diekresikan terutama pada produk susu dalam bentuk hidroksilasinya yaitu aflatoksin M1. Ekskresi aflatoksin M1 ke dalam susu sangat bervariasi antara hewan ke hewan (meskipun dari satu peternakan yang sama), dari hari ke hari dan waktu pemerahan yang yang satu ke waktu yang lain (KIERMEIER et al., 1975; 1977). International Agency for Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikan karsinogenisitas AFM1 dalam grup 2B (IARC, 1993) dan dilaporkan kurang berbahaya bila dibandingkan AFB1. Susu merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang potensial sebagai sumber masuknya aflatoksin ke dalam rantai makanan manusia melalui terbentuknya residu aflatoksin M1. Aflaltoksin M1 ini dapat terkonsumsi oleh manusia terutama bayi dan anak-anak melalui susu segar, susu pasteurisasi, susu UHT (ROUSSI et al., 2002; MARTINS dan MARTINS, 2000), susu bayi (OLIVEIRA et al., 1997) bahkan air susu ibu (ABDULRAZZAQ et al., 2003), maupun produk olahannya seperti keju (AYCICEK et al., 2001). Salah satu kendala dalam pengamanan pangan terhadap aflatoksin M1 dalam susu adalah sifatnya yang stabil terhadap pemanasan pasteurisasi dan penyimpanan (STOLOFF et al., 1975). Oleh karenanya keberadaan aflatoksin 239
2 M1 dalam susu merupakan ancaman serius terutama terhadap anak-anak yang tentunya lebih peka disbanding orang dewasa. ABDULRAZZAQ et al. (2004) dalam penelitiannya mendapati adanya korelasi antara tingkat kontaminasi aflatoksin M1 yang terdeteksi pada air susu ibu dengan rendahnya berat bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu banyak negara yang membatasi konsentrasi residu maksimum untuk aflatoksin M1 dalam susu maupun produk olahannya sebesar 0,5 µg/l (FDA, Amerika) dan 0,05 µg/l (negaranegara Uni Eropa). Sedangkan untuk Indonesia adalah 1 µg/l atau 1 ppb (SNI, 2001). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya residu aflatoksin M1 serta tingkat residunya pada susu sapi segar yang berasal dari peternakan rakyat yang ada di Kodya Bogor dan Pangalengan, Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Bahan BAHAN DAN METODE Sebanyak 37 sampel susu sapi segar dikumpulkan pada bulan Mei 2003 di peternakan rakyat di daerah Kodya Bogor (n = 17) dan daerah Pangalengan (n = 20), Kabupaten Bandung. Sampel ditampung dalam botol plastik yang bersih dan kemudian disimpan beku hingga saat analisis. Metoda ekstraksi dan deteksi Metode ekstraksi diadopsi dari metode AOAC (2000). Susu yang telah disimpan beku, dicairkan pada suhu ruang dan diambil sebanyak 20 ml dan ditambah dengan 20 ml air, kemudian dikocok hingga homogen. Selanjutnya 40 ml campuran susu dan air tersebut dimasukkan ke kolom SPE C 18 cartridge (yang telah dibasahi dengan 5 ml metanol dan 5 ml air) hingga habis. Setelah semua sampel masuk ke dalam kolom SPE C 18, masukkan 10 ml campuran air-asetonitril (95 : 5). Kemudian bilas kolom SPE C 18 tersebut dengan 150 µl asetonitril dan biarkan meresap. Pasangkan kolom silika (yang telah dibilas dengan 5 ml eter) berurutan di bawah kolom SPE C 18 yang telah mengandung sampel. Bilas melalui kolom SPE C 18 dengan 5 ml eter, ulang bilas dengan 7 ml eter. Kemudian residu aflatoksin M1 diderivatisasi dengan 50 µl trifluoroasetat dan 200 µl heksana. Residu aflatoksin M1 dideteksi menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom µ-bondapak C 18 (Waters, Millipore) dan fasa gerak yang terdiri atas campuran air-asetonitril-isopropanol (80 : 8 : 12) dengan kecepatan alir 1 ml/menit dengan detektor fluoresen (λ emisi 425 nm dan λ eksitasi 365 nm) dengan waktu retensi sekitar 5 menit. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode deteksi yang digunakan pada penelitian (AOAC, 1996) ini berbeda dengan yang dilakukan BAHRI et al (1994) yang mengadopsi metoda TYCZKOSWSKA et al. (1984). Metode AOAC (1996) mempunyai keunggulan lebih cepat dan mengurangi kemungkinan residu terbuang karena tidak adanya proses dekantasi menggunakan Pbasetat 20% dan lebih bersih pada kromatogram yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan adanya proses clean-up lebih lanjut menggunakan kolom SPE silika setelah SPE C 18. Deteksi limit dari metoda ini adalah 0,001 µg/l dan hasil uji perolehan kembali pada penambahan 0,05 µg/l (3 ulangan) ke dalam sampel blanko susu adalah 80,76%. Hasil uji profisiensi untuk aplikasi metoda pada sampel susu segar yang diselenggarakan FAPAS (2003) memberikan nilai z-score sebesar 1,2 yang berarti hasilnya memuaskan (z-score 2). Hasil analisis untuk sampel yang positif terhadap residu AFM1 di Bogor dan Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan persentase distribusi dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk 17 sampel asal Bogor, ditemukan 12 (70,59%) sampel positif terhadap AFM1 dengan kisaran 0,001 0,343 µg/l dengan konsentrasi rata-rata 0,050 µg/l dan tidak melebihi batas maksimum residu (BMR). Sedangkan untuk 20 sampel Pangalengan, ditemukan 17 (85,00%) sampel positif terhadap AFM1 dengan kisaran konsentrasi 0,002 1,200 µg/l serta terdapat 1 sampel yang melebihi BMR dengan konsentrasi rata-rata 0,177 µg/l. Sedangkan untuk keseluruhan (total) sampel asal kedua lokasi (Bogor dan Pangalengan) ditemukan 29 sampel (78,38%) 240
3 Tabel 1. Residu aflatoksin M 1 (AFM1) pada susu sapi segar di 2 lokasi di Jawa Barat Asal sampel n Jumlah sampel Konsentrasi AFM1 (µg/l)* positif (%) Kisaran Rata-rata Jumlah sampel melebihi BMR** Bogor (70,59) 0,001 0,343 0,050 ± 0,095 - Pangalengan (85,00) 0,002 1,200* 0,177 ± 0,293 1 Total (78,38) 0,001 1,200 0,129 ± 0,241 1 *Deteksi limit AFM1 adalah 0,001 µg/l **Sampel positf yang konsentrasinya melebihi BMR (1 µg/l) (SNI, 2001) Tabel 2. Persentase distribusi residu AFM1 pada susu sapi segar di 2 lokasi di Jawa Barat Konsentrasi (µg/l) Bogor Pangalengan Jumlah % Jumlah % tt 5 29, ,001 0, , ,011 0, , ,101 1, , , tt : Tidak terdeteksi positif terhadap AFM1 dengan konsentrasi rata-rata 0,129 µg/l. Persentase distribusi residu AFM1 tertinggi diperoleh untuk sample positif asal Bogor adalah dalam kisaran 0,011 0,100 µg/l (52,94%), sedangkan untuk sampel asal Pangalengan adalah 0,101 1,000 µg/l (30%). BATTACONE et al. (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sekitar 0,01 6,6% AFB1 dikonversikan menjadi AFM1. Dengan asumsi konversi rata-rata AFB1 menjadi AFM1 0,35% untuk kondisi di Indonesia (BAHRI et al., 1994), maka tingkat kontaminasi AFB1 dalam pakan di Bogor adalah dalam kisaran 0,28 98 µg/kg dengan konsentrasi rata-rata 14,28 µg/kg, sedangkan di Pangalengan dengan kisaran 0,56 342,86 µg/kg dan konsentrasi rata-rata 35,86 µg/kg. Persentase distribusi keberadaan residu AFM1 di Bogor cukup tinggi (52,94%) kemungkinan karena pola pemeliharaan dan sumber pakan yang relatif sama karena lokasi peternakan di daerah tersebut yang tidak terlalu luas. Sedangkan tingkat residu AFM1 di Pangalengan lebih tinggi dibandingkan di Bogor kemungkinan terkait oleh adanya perbedaan kondisi lingkungan (Pangalengan 2500 di atas permukaan laut, vs Bogor 700 dpl), suhu (Pangalengan C vs Bogor C), kelembaban (Pangalengan 75 87% vs Bogor 70%) dan curah hujan (Pangalengan mm vs Bogor 3500 mm) yang sangat menunjang pertumbuhan kapang penghasil aflatoksin serta terbentuknya aflatoksin pada pakan di Pangalengan dibandingkan di Bogor. Hal lain yang kemungkinan berpengaruh terhadap perbedaan tingkat residu tersebut misalnya adalah penyimpanan terlalu lama dan kurang baik di Pangalengan dibandingkan di Bogor. Kandungan rata-rata AFM1 dalam susu di kedua lokasi masih di bawah BMR bila dikonsumsi manusia, namun keberadaan AFM1 tetap harus diwaspadai karena bersifat karsinogenik terhadap manusia, terutama karena konsumen terbanyak susu adalah anakanak yang lebih rentan dibandingkan orang dewasa. Sedangkan apabila susu tersebut dikonsumsi oleh ibu yang menyusui menyebabkan timbulnya residu AFM1 pada air susu ibu (SAAD et al., 1995; EL-NEZAMI et al., 1995). Untuk menanggulangi kandungan AFM1 yang melebihi atau mendekati BMR, dapat 241
4 dilakukan beberapa perlakuan kimiawi maupun fisika untuk menghilangkan ataupun mendegradasi aflatoksin. Penggunaan senyawa kimia yang diijinkan sebagai bahan tambahan dalam pangan diantaranya adalah formaldehida (HEIMBECHER et al., 1988), hidrogen peroksida (AMAN, 1992) ataupun asam laktat (PIERIDES et al., 2000). Sedangkan perlakuan fisika diantaranya adalah radiasi dengan sinar ultra violet (YOUSEF dan MARTH, 1986). Namun cara yang paling efektif dalam pengendalian aflatoksin M1 dalam pangan termasuk susu adalah dengan mengendalikan kontaminasi aflatoksin B1 misalnya dengan menambahkan HSCAS (hydrated sodium calcium aluminosilicate) (HARVEY et al., 1991) maupun amonia (FREMY et al., 1988) ke dalam pakan. KESIMPULAN Tingkat kejadian residu aflatoksin M1 (AFM1) pada susu segar asal Bogor dan Pangalengan cukup tinggi yaitu 70,59% untuk sampel asal Kodya Bogor dengan kisaran konsentrasi 0,001 hingga 0,343 µg/l dan konsentrasi rata-rata 0,050 µg/l, dan 85,00% untuk sampel Pangalengan dengan kisaran konsentrasi 0,002 hingga 1,200 µg/l dan konsentrasi rata-rata 0,177 µg/l. Konsentrasi AFM1 yang melebihi BMR yang ditetapkan SNI (1 µg/l) hanya ditemukan pada 1 sampel asal Pangalengan. Secara umum, tingkat residu tersebut belum membahayakan untuk dikonsumsi. Namun monitoring residu AFM1 maupun kontaminasi aflatoksin (terutama AFB1) pada pakan harus secara reguler dilakukan untuk mengetahui pola keberadaannya (yang dipengaruhi lokasi, waktu, penyimpanan, asal bahan baku) serta langkah pencegahannya. DAFTAR PUSTAKA ABDULRAZZAQ, Y.M., N. OSMAN, Z.M. YOUSIF and S. AL-FALAHI Aflatoxin M1 in breastmilk of UAE women. Ann. Trop. Paediatr. 23(3): ABDULRAZZAQ, Y.M., Y. OSMAN, Z.M. YOUSIF and O. TRAD Morbidity in neonates of mothers who have ingested aflatoxins. Ann Trop Paediatr. 24(2): AMAN, I Reduction of aflatoxin M1 in milk using hydrogen peroxide and hydrogen peroxide plus heat treatment. Zentralbl Veterinarmed B. 39(9): AOAC Aflatoxins M1 and M2 in fluid milk. Liquid Chromatographic Method Natural Toxins. AOAC Official Method th Ed. Chapter 49. p. 34. AOAC Aflatoxins M1 and M2 in fluid milk. Liquid Chromatographic Method Natural Toxins. AOAC Official Method th E. Chapter 49. p. 40. AYCICEK, H., E. YARSAN, B. SARIMEHMETOGLU and O. CAKMAK Aflatoxin M1 in white cheese and butter consumed in Istanbul, Turkey. Vet. Human Toxicol. 44: BAHRI, S., OHIM dan R. MARYAM Residu aflatoksin M1 pada air susu sapi dan hubungannya dengan keberadaan aflatoksin B1 pada pakan sapi. Pros. Seminar Perhimpunan Mikologi Kedokteran Indonesia. hlm BATTACONE, G., A. NUDDA, A. CANNAS, A. CAPPIO BORLINO, G. BOMBOI and G. PULINA Excretion of Aflatoxin M1 in Milk of Dairy Ewes Treated with Different Doses of Aflatoxin B1. J. Dairy Sci. 86: EL-NEZAMI, H.S, G. NICOLETTI, G.E. NEAL, D.C. DONOHUE and J.T. AHOKAS Aflatoxin M1 in human breast milk samples from Victoria, Australia and Thailand. Food Chem Toxicol. 33(3): FAPAS Aflatoxin Analysis. Series 4 Round 50. DEFRA. Report No. 0450: HARVEY R.B., T.D. PHILLIPS, J.A. ELLIS, L.F. KUBENA, W.E. HUFF and H.D. PETERSEN Effects of aflatoxin M1 residues in milk by addition of hydrated sodium calcium aluminosilicate to aflatoxin-contaminated diets of dairy cows. Am. J. Vet. Res. 52(9): HEIMBECHER, S.K., K.V. JORGENSEN and R.L. PRICE Interactive effects of duration of storage and addition of formaldehyde on levels of aflatoxin M1 in milk. J. Assoc. Anal. Chem. 71(2): IARC IARC Monographs on the evaluation of carcinogenic risks to human. Vol. 56. Some naturally occurring substances: food items and constituents, heterocyclic aromatic amines and mycotoxins. International Agency for Research on Cancer, Lione. 242
5 MARTINS, M.L. and H.M. MARTINS Aflatoxin M1 in raw and ultra high temperature-treated milk commercialized in Portugal. Food Addit Contam. 17(10): PIERIDES, M, H. EL-NEZAMI, K. PELTONEN, S. SALMINEN and J. AHOKAS Ability of dairy strains of lactic acid bacteria to bind aflatoxin M1 in a food model. J Food Prot. 63(5): OLIVEIRA, C.A, P.M. GERMANO, C. BIRDD and C.A. PINTO Immunochemical assessment of aflatoxin M1 in milk powder consumed by infants in Sao Paulo, Brazil. Food Addit Contam. 14(1): ROUSSI, V., A. GOVARIS, A. VARAGOULI and N.A. BOTSOGLOU Occurrence of aflatoxin M(1) in raw and market milk commercialized in Greece. Food Addit Contam. 19(9): SAAD, A.M., M.A ABDELGAADIR and M.O. MOSS Exposure of infants to aflatoxin M1 from mother s breast milk in Abu Dhabi, UAE. Food Addit. Contam. 12: SNI Standar Nasional Indonesia. Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Dirjen Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. hlm. 7. STOLOFF, L., M. TRUCKSESS, N. HARDIN, O.J. FRANCIS, J.R. HAYES, C.E. POLAN and T.C. CAMPBELL Stability of aflatoxin M in milk. J Dairy Sci. 58(12): TYCZKOWSKA, K, J.E. HUTCHINS and W.M. HAGLER JR Liquid chromatographic determination of aflatoxin M1 in milk. J. Assoc. Anal. Chem (4): YOUSEF, A.E. and E.H MARTH Use of ultraviolet energy to degrade aflatoxin M1 in raw or heated milk with and without added peroxide. J. Dairy Sci. 69(9): DISKUSI Pertanyaan: Bagaimana jalan keluar yang praktis untuk menghindari pakan yang mengandung residu aflatoksin dan pestisida? Jawaban: Cara pencegahan adanya aflatoksin B1 pada pakan adalah dengan menambahkan senyawa pengikat aflatoksin (contoh: Zeolitt, HSCAS), sedangkan untuk penanggulangn AFM1 pada susu dapat dengan cara radiasi. 243
ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (Analysis of aflatoxins in corn which purified with SPE silica
Lebih terperinciEFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER
EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER (Effectiveness of Hydroted Sodium Calcium Aluminosilicate to Reduce Aflatoxin Residue
Lebih terperinciRESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI SAPI DI PASAR TRADISIONAL DAN SWALAYAN DI JAWA BARAT
Seminar Nosional Peternakan dan Veteriner 1999 RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI SAPI DI PASAR TRADISIONAL DAN SWALAYAN DI JAWA BARAT RAPHAELLA WIDIASTUTI Balai Penelitian Veteritter, Jalan R.E. Martadinata
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:
8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi
Lebih terperinciPEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN
PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI HENY YUSRINI Balai penelitian Veteriner, ARE Martadinata No : 30, Bogor 16114 RINGKASAN Tetrasiklin
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH
ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH Doso Sarwanto 1) dan Eko Hendarto 2) ABSTRAK Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas air yang dikonsumsinya.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak
Lebih terperinciAFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET
AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,
Lebih terperinciJITV Vol. 10 No. 1 Th. 2005
Analisis Cepat Residu Pestisida Lindan (Insektisida Organoklorin) dalam Produk Ternak (Daging dan Susu) dengan Teknik Ekstraksi Fase Padat dan Khromatografi Gas YUNINGSIH dan SRI YULIASTUTI Balai Penelitian
Lebih terperinciPENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)
PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) (Method Development of Aflatoxin B 1 Residue in Liver Chicken by Enzyme Linked Immunosorbent
Lebih terperinciANALISIS RESIDU ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN DALAM DAGING AYAM SECARA KHROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN DALAM DAGING AYAM SECARA KHROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) YUNINGSIH dan T.B. MURDIATI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114 ABSTRACT Determination
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan
Lebih terperinciSeminar Nasional Teknologi Peternakan don Veteriner 2002
Seminar Nasional Teknologi Peternakan don Veteriner 2002 RESIDU AFLATOKSIN B1 PADA ORGAN HATI DAN PERTUMBUHAN ITIK YANG MENDAPAT PERLAKUAN BAKTERI ASAM LAKTAT (LA CTOBACILL US RIIAMNOSUS) (Aflatoxin B1
Lebih terperinciCara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan
Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciKONTAMINASI PADA SUSU PASTEURISASI, PENYEBAB, DAN CARA PENCEGAHANNYA MAKALAH KOMPREHENSIF
KONTAMINASI PADA SUSU PASTEURISASI, PENYEBAB, DAN CARA PENCEGAHANNYA MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: EVELINA PUSPITA DEWI 6103006051 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KALTOLIK
Lebih terperinciLokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan
PENETAPAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM DENGAN CARA KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS Siti Djuariah Balai Penelitian Veteriner Bogor PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor penting di dalam upaya meningkatkan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan bahan pangan pokok peringkat kedua setelah beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan memanfaatkan jagung yang
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN
RINGKASAN Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Analisis Andrografolida dalam Bahan Baku dan Tablet Fraksi Etil Asetat Andrographis paniculata Pada pengembangan produk
Lebih terperinciSIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY
9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja
Lebih terperinciJurnal Farmasi Malahayati Volume 1 No.1 Januari
Jurnal Farmasi Malahayati Volume 1 No.1 Januari 2018 5 PENETAPAN KADAR KALUM SORBAT DALAM KEJU KEMASAN DENGAN METODE KROMATOGRAF CAR KNERJA TNGG (KCKT) Rizki manda 1, Nofita 2, Ade Maria Ulfa 2 ABSTRACT
Lebih terperinciMEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN
MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN Kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin terutama dihasilkan oleh kapang saprofit yang tumbuh pada bahan pangan atau pakan
Lebih terperinciKualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase
Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase MURNI SARI, IDA BAGUS NGURAH SWACITA, KADEK KARANG AGUSTINA Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciPENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI
PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI ELLIN HARLIA, ROOSTITA L. BALIA dan DENNY SURYANTO Jurusan Teknologi Hasil Ternak Fakultas an Universitas Padjadjaran ABSTRAK
Lebih terperinciUJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN
Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,
Lebih terperinciKEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT
KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT Roostita L. Balia, Ellin Harlia, Denny Suryanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Tujuan dari pengembangan peternakan yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah
Lebih terperinciRESIDU ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN PADA HATI DAN DAGING AYAM PEDAGING YANG DICEKOK ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN
RESIDU ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN PADA HATI DAN DAGING AYAM PEDAGING YANG DICEKOK ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN (Spiramycin Residue in Muscle and Liver of Chicken Received Spiramycin Antibiotic Administered Orally)
Lebih terperinciPakan konsentrat Bagian 5 : Ayam ras pedaging (broiler concentrate)
Standar Nasional Indonesia Pakan konsentrat Bagian 5 : Ayam ras pedaging (broiler concentrate) ICS 65.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan
Lebih terperinciAPLIKASI EFFERVESCENCE-LIQUID PHASE MICROEXTRACTION UNTUK ANALISIS SENYAWA PESTISIDA KLORPIRIFOS DALAM MENTIMUN MENGGUNAKAN HPLC UV-VIS SKRIPSI
APLIKASI EFFERVESCENCE-LIQUID PHASE MICROEXTRACTION UNTUK ANALISIS SENYAWA PESTISIDA KLORPIRIFOS DALAM MENTIMUN MENGGUNAKAN HPLC UV-VIS SKRIPSI AVIE FUROHMA PROGRAM STUDI S1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS
Lebih terperinciUji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar
Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar DESKI CITRA DWITANIA DAN IDA BAGUS NGURAH SWACITA Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Lebih terperinciPakan buatan untuk ikan patin (Pangasius sp.)
Standar Nasional Indonesia Pakan buatan untuk ikan patin (Pangasius sp.) ICS 65.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi
2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat
Lebih terperinciFood SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol
Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi
Lebih terperinciRESIDU NITROFURAN PADA TELUR AYAM RAS YANG DIJUAL DI BEBERAPA PASAR DI JAWA BARAT
RESIDU NITROFURAN PADA TELUR AYAM RAS YANG DIJUAL DI BEBERAPA PASAR DI JAWA BARAT (Nitrofuran Residues in the Layers Egg Sold in Some Markets in West Java) R. WIDIASTUTI dan YUNINGSIH Balai Besar Penelitian
Lebih terperinciIX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA
IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok untuk berkembangbiaknya berbagai
Lebih terperinci6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA
29 6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA Abstract The aims of this study were to fractionate and to isolation antimicrobial activity of Sumba mare s milk protein against causative agent
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN
PERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN Arifin Dwi Saputro, Ridwan Kurniawan, Hanim Zuhrotul Amanah, Sri Rahayoe Jurusan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat yang sehat dan produktif dapat terwujud melalui perlindungan dan jaminan keamanan produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Salah satu upaya yang harus
Lebih terperinciPENETAPAN KADAR BENSORSAK DALAM OKKY JELLY DRINK SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) KARYA ILMIAH NOVA LESTARI HARAHAP
PENETAPAN KADAR BENSORSAK DALAM OKKY JELLY DRINK SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) KARYA ILMIAH NOVA LESTARI HARAHAP 132401125 PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciSITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA
SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA Djodi Achmad Hussain Suparto Direktorat Budidaya Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta PENDAHULUAN
Lebih terperinciEvaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven
129 Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven L. Ibrahim Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Limau Manis, Padang Abstract The research was conducted
Lebih terperinciANALISIS KANDUNGAN AKRILAMIDA DALAM UBI GORENG YANG DIJUAL DI KOTA MANADO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
ANALISIS KANDUNGAN AKRILAMIDA DALAM UBI GORENG YANG DIJUAL DI KOTA MANADO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) Clara A. Sengke, Gayatri Citraningtyas, Frenly Wehantouw Program Studi Farmasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6
Lebih terperinciDAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH
DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciGambar 5. Tekstur dan Struktur Bumbu Penyedap Blok Spirulina Perlakuan Kontrol (A) dan Maltodekstrin 10% (B).
3. HASIL PENGAMATAN 3.1. Penampakan Fisik Penampakan fisik bumbu penyedap blok Spirulina yang diamati meliputi struktur, tekstur dan perbedaan intensitas warna yang dihasilkan. Perbandingan penampakan
Lebih terperinciIV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK
IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan
Lebih terperinciKAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA
KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA YOKI YOGASWARA dan LOKA SETIA Subdit Residu, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Lebih terperinciMETODE ANALISIS RESIDU PESTISIDA LINDAN DALAM DAGING SECARA CEPAT DAN MUDAH DENGAN KHROMATOGRAFI GAS
METODE ANALISIS RESIDU PESTISIDA LINDAN DALAM DAGING SECARA CEPAT DAN MUDAH DENGAN KHROMATOGRAFI GAS (A Quick and Easy Method for Lindane Pesticide Residue Analysis in Tissue by Gas Chromatography Detection)
Lebih terperincikalsium dengan menggunakan plasma darah yang ditambahkan pereaksi TCA pada berbagai ternak. Bahan Bahan yang digunakan meliputi : (1) Larutan Stronsiu
PENETAPAN KALSIUM DALAM PLASMA DARAH DAN SERUM DARAH DENGAN TEKNIK AAS Eni Ariyani Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN. Mineral merupakan salah satu unsur yang sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kontaminasi produk pertanian oleh mikotoksin merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus diperhatikan.
Lebih terperinciVALIDASI METODE ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DEDEH SURYANI
VALIDASI METODE ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DEDEH SURYANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,
Lebih terperinciBAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang
BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom
Lebih terperinciBAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml
23 BAB 3 BAHAN dan METODE 3.1 ALAT Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT 2. Detektor PDA 3. Neraca analitik 4. PH meter 5. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 7. Spatula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu
Lebih terperinciUdang beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciCara uji kimia - Bagian 1: Penentuan kadar abu pada produk perikanan
Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia - Bagian 1: Penentuan kadar abu pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latarbelakang aflatoksikosis
1 PENDAHULUAN Latarbelakang Indonesia yang beriklim tropis memberikan kondisi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai cendawan. Salah satu diantara cendawan tersebut adalah Aspergillus.
Lebih terperinciMENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU
MENANGANI AIR SUSU MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU Air susu mengandung zat-zat gizi yg sangat cocok utk perkembangbiakan bakteri penyebab kerusakan air susu. Proses produksi yg tdk hygienes, penanganan yg
Lebih terperinciPERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA
PERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Rumput setaria adalah salah satu jenis rumput yang banyak ditanam
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,
BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. B. BAHAN Levofloksasin
Lebih terperinciAnalisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008
4 3 5 1 2 6 Gambar 3. Alat kromatografi cair kinerja tinggi Keterangan : 1. Pompa LC-10AD (Shimadzu) 2. Injektor Rheodyne 3. Kolom Kromasil TM LC-18 25 cm x 4,6 mm 4. Detektor SPD-10 (Shimadzu) 5. Komputer
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu, meningkatnya kadar gula darah, kelainan kerja insulin,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinci3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian
14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional
Lebih terperinciKIT ELISA (AFLAVET) UNTUK DETEKSI AFLATOKSIN PADA PRODUK PERTANIAN
KIT ELISA (AFLAVET) UNTUK DETEKSI AFLATOKSIN PADA PRODUK PERTANIAN (Elisa Kit (Aflavet) for Detecting Aflatoxin in Agricultural Product) SRI RACHMAWATI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
Lebih terperinciUdara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom
Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar
Lebih terperinciYANTI TANUWIJAYA PENGEMBANGAN METODE ANALISIS ANTIOKSIDAN BHA, BHT, DAN TBHQ DALAM MIE INSTAN DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
YANTI TANUWIJAYA 10703008 PENGEMBANGAN METODE ANALISIS ANTIOKSIDAN BHA, BHT, DAN TBHQ DALAM MIE INSTAN DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual
Lebih terperinciPENETAPAN KADAR RESIDU TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA ADISI STANDAR DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
SKRIPSI PENETAPAN KADAR RESIDU TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA ADISI STANDAR DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET OLEH: CHRISTINA NIM 071501028 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam
Lebih terperinciDeteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam
Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam (Detection of Salmonella sp in Beef and Chicken Meats) Iif Syarifah 1, Novarieta E 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Padjadjaran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai
30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN
7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium
30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diawali dengan pengambilan sampel susu pasteurisasi impor dari Australia melalui Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta. Pengujian dilakukan di Balai Uji
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom
Lebih terperinciBAB I TINJAUAN PUSTAKA
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi
Lebih terperinciKEBERADAAN RESIDU ANTIBIOTIKA TILOSIN (GOLONGAN MAKROLIDA) DALAM DAGING AYAM ASAL DAERAH SUKABUMI, BOGOR DAN TANGERANG
KEBERADAAN RESIDU ANTIBIOTIKA TILOSIN (GOLONGAN MAKROLIDA) DALAM DAGING AYAM ASAL DAERAH SUKABUMI, BOGOR DAN TANGERANG (Status of Tylosin Antibiotic Ressidue in Chicken Meat Samples from Sukabumi, Bogor
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara
Lebih terperinciPENGARUH LAMA PENYIMPANAN DALAM SUHU BEKU TERHADAP KADAR PROTEIN,KADAR LEMAK DAN KADAR ASAM LAKTAT SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA (PE)
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DALAM SUHU BEKU TERHADAP KADAR PROTEIN,KADAR LEMAK DAN KADAR ASAM LAKTAT SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA (PE) Siti Amanah, Hanung Dhidhik Arifin, dan Roisu Eni Mudawaroch Program
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin
Lebih terperinciBAB IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG
BAB IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG Magang adalah kegiatan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman kerja praktis yang sesuai dengan bidang studi yang dipilih. Melalui kegiatan magang, yang merupakan perpaduan
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS
Standar Nasional Indonesia Kopi bubuk ICS 67.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.
Lebih terperinciPENGARUH ph PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT DALAM SIRUP MELALUI ISOLASI DENGAN PELARUT ETER SECARA KCKT
PENGARUH ph PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT DALAM SIRUP MELALUI ISOLASI DENGAN PELARUT ETER SECARA KCKT THE EFFECT OF ph ON DETERMINATION OF SODIUMBENZOAT IN SYRUP TROUGH ETHER ISOLATION BY USING
Lebih terperinci