SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA
|
|
- Yuliani Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA Djodi Achmad Hussain Suparto Direktorat Budidaya Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta PENDAHULUAN Pakan, di satu sisi merupakan faktor penentu utama keberhasilan dalam usaha peternakan, yaitu bahwa Pakan: (i). merupakan komponen terbesar (sekitar 70%) dari total biaya produksi, (ii). sangat mempengaruhi produksi (siklus berahi, angka kelahiran, dll.), dan (iii). memberikan dampak yang besar pada kualitas hasil ternak (daging, telur, susu) maupun bahan asal ternak lain (kulit dan tulang), disisi lain, serta (iv). dapat mempengaruhi keamanan hasil ternak maupun bahan asal ternak lainnya (apabila Pakan tercemar), disisi lain, Pakan sangatlah mudah rusak karena terbuat sebagian besar dari hasil pertanian, peternakan dan perikanan ataupun bahan organik lain (perishable, voluminous, raw material). Oleh karena itu Pakan perlu bermutu agar produksi dan produktivitas ternak tinggi, sehingga menjamin keberhasilan usaha peternakan dan meningkatnya pendapatan serta keuntungan. Kerusakan pakan, selain memang sifatnya yang mudah rusak (perishable), juga disebabkan karena mudah tercemar (misalnya adanya mikotoksin/aflatoksin). Kerusakan pakan dapat juga disebabkan karena pemalsuan ataupun pencampuran, penyimpanan, dan prediksi penyediaan pakan ditingkat peternak yang kurang baik. Untuk mengatasi agar mutu pakan tetap terjaga dan sebagai upaya mewujudkan system jaminan mutu di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan standardisasi melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) serta Keputusan Presiden (Keppres) No.12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional. PP dan Keppres tersebut memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional (SSN) yang telah dicanangkan pada tahun Dengan dasar SSN, saat ini telah diterbitkan Sistem Standardisasi Pertanian / Standar Mutu Sub Sektor Peternakan, yang meliputi SNI Pakan (17 jenis), Persyaratan Mutu Bahan Baku Pakan (27 jenis), Persyaratan Pakan Non Ruminansia yang merupakan Revisi SNI Pakan (17 jenis), Persyaratan Teknis Minimal (PTM) Pakan Non Ruminansia (10 jenis) dan Persyaratan Teknis Minimal (PTM) Pakan Ruminansia (9 jenis). Standar Mutu Nasional yang diacu secara umum meliputi standar kandungan air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, kalsium, phosphor, asam amino (lisin, methionin) dan aflatoksin. Batas toleransi kadar Alfatoksin berkisar antara ppb pada bahan baku pakan, ppb pada pakan non ruminansia, 50 ppb pada pakan konsentrat non ruminansia, dan antara ppb pada pakan konsentrat ruminansia. Sebagai upaya agar Standar Mutu Pakan dapat diikuti dengan baik, Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah menerbitkan Pedoman atau Peraturan mengenai Pakan yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian. Ada 3 (tiga) buah Keputusan Menteri Pertanian yang merupakan suatu rangkaian dalam Sistem Mutu Pakan, yaitu Pedoman Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB), Pedoman Pengawasan Mutu Pakan (PMP), serta Pendaftaran dan Labelisasi Pakan (PLP). 121
2 CPPB dimaksudkan agar pakan yang dibuat untuk diedarkan itu memenuhi standar mutu (sesuai SNI dan PTM) dan tujuan penggunaannya, sedangkan PMP dimaksudkan agar pakan yang diproduksi dan diedarkan / diperdagangkan sampai dengan diberikan kepada ternak tetap terjamin mutunya sesuai SNI dan PTM. Kemudian dengan PLP, mewajibkan seluruh pakan yang diproduksi dan diedarkan / diperdagangkan agar didaftarkan dan diberikan label (Labelisasi Pakan) sehingga Pakan selalu dapat dijaga mutu dan keamanannya. Yang perlu ditekankan adalah bahwa Sistem Mutu Pakan perlu dilaksanakan dengan sebaik baiknya, sehingga produksi dan produktivitas ternak meningkat, pendapatan dan keuntungan pun meningkat pula. CEMARAN MIKOTOKSIN (AFLATOKSIN) PADA PAKAN Saat ini para ahli nutrisi telah berhasil mengidentifikasi tidak kurang dari 200 jenis mikotoksin di seluruh dunia, sedang jenis mikotoksin yang banyak dijumpai di negara tropis seperti Indonesia, adalah aflatoksin. Berbagai jenis aflatoksin telah ditemukan, tetapi yang paling toksis adalah jenis aflatoksin B1 (AFB1). Yang lain adalah jenis B2, G1, G2, M1, M2, B2a, G2a, GM1, GM2, Q1, BG2 dan B3. Mikotoksin yang terdapat pada biji-bijian (seperti jagung) dapat mucul ketika kondisi lingkungan menguntungkan (favourable), dengan kisaran suhu antara 4 0 C s/d 40 0 C (optimum pertumbuhan adalah antara 25 0 C s/d 32 0 C), serta pada kadar air (optimum pertumbuhan pada 18 %) dan kelembaban tertentu (optimum pertumbuhan pada kelembaban relative 85 % atau lebih). Aflatoksin merupakan senyawa beracun atau salah satu kontaminan toksik yang dihasilkan oleh jamur sejumlah produk pangan dan pakan ternak, seperti Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang banyak terdapat pada tanaman pangan dan bahan baku pakan terutama pada biji-bijian terutama pada jenis kacang kacangan, seperti jagung, kacang tanah, bungkil kacang tanah, biji kapas dan bungkil biji kapas. Aflatoksin pada tanaman dapat terjadi ketika masih berada di ladang/sawah, baik sebelum atau sesudah panen, pada tanaman yang membusuk maupun masa penyimpanan (pada biji bijian yang disimpan lama). Apabila Aflatoksin secara akumulatif terkonsumsi manusia, akan dapat menyebabkan penyakit kanker pada hati, ginjal dan usus besar manusia. Jika biji-bijian yang terkontaminasi aflatoksin dikonsumsi ternak, akan mengakibatkan suatu jenis penyakit pernafasan yang dikenal sebagai broder pneumonia. Aflatoksikosis atau keracunan aflatoksin pada ternak akan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak, sebab dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh baik fungsi seluler maupun fungsi humoral sehingga ternak mudah sekali terserang berbagai penyakit. Pada angsa umumnya dapat terserang penyakit hati. Penurunan tingkat pertumbuhan dan tingkat efisiensi pakan terjadi apabila pakan mengandung level aflatoksin antara 100 s/d 400 ppb. Ternak yang muda dan ternak bibit adalah ternak yang paling sensitive pada aflatoksikosis. Kerusakan pada hati, perdarahan dan kematian dapat terjadi apabila level aflatoksin mencapai lebih dari 400 ppb. Pada level demikian, Babi bunting akan mengalami keguguran (abort sow) atau anak yang lahir akan mati (farrow dead pigs). Konversi pakan, produksi telur, dan kualitas daging dan susu, juga akan menurun dengan adanya intoksikasi aflatoksin. Penurunan kualitas daging pada unggas yang terjadi karena adanya cemaran aflatoksin adalah warna daging menjadi sangat pucat disebabkan rendahnya kandungan protrombin dalam sel darah merahnya. Oleh karena itu kontrol kualitas pangan dan pakan menjadi sangat penting untuk dilakukan demi menjaga keamanan pangan bagi masyarakat yang akan mengkonsumsi berbagai produk pangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, melalui hasil uji kadar aflatoksin di salah satu Laboratorium Pemerintah yang telah terakreditasi pada tahun 2003, dari 27 buah sample pakan dan atau bahan baku pakan yang diuji (dengan metode uji dan ELISA), terdapat 3 sampel pakan yang kandungan aflatoksinnya melampaui SNI yaitu 60 ppb, 70,6 ppb dan 123,3 ppb, dan 1 sampel bahan baku pakan (feed supplement) 122
3 yang kandungan aflatoksinnya juga melampaui SNI yaitu 60 ppb, sedangkan 23 sampel lainnya sudah sesuai SNI, yaitu berkisar dari yang terkecil, negative ppb sampai yang terbesar 50 ppb. Situasi cemaran alfatoksin pada pakan dan bahan baku pakan selama periode tahun adalah seperti terlihat di bawah ini : HASIL UJI CEMARAN ALFATOKSIN PADA BEBERAPA PAKAN/BAHAN BAKU PAKAN PADA BALAI PENGUJIAN MUTU PAKAN TERNAK BEKASI TAHUN No. Asal Sampel Tanggal Uji Jenis Sampel Alfatoksin (ppb) 1. PT. Behn Mayer Pakan No (B1) 2. Kimia Pakan No (B1) Pakan (BDA2) 12 (B1) Pakan (BDA1) 26 (B1) Fermacto 12,2 (B1) Disnak Prop. Sumatera Utara PT. Altech Jakarta PT. Care Banjarmasin S 311 N N-511 N BR-101 L-18 CA-03 L-175 C-424 Feed Control Alplex H5H6 Alplex H9H10 Premix with Alplex Dedak (Berau) Dedak (Pasir) Dedak (Samarinda) 2,8 2,2 0,3 2,9 7,8 13,6 1,5 5,1 1,6 43,5 0,1 70,6 123,3 43,1 1,6 60 (B1) 60 (B1) 50 (B1) Neg. (B1) Negatif Negatif 10 Metode Pengujian Keterangan Bahan Baku Pakan Feed Supplement Hasil uji di atas memberikan gambaran bahwa kadar cemaran aflatoksin dalam Pakan tidak terlalu dirisaukan. Mungkin yang perlu lebih diperhatikan adalah terhadap penyebab rendahnya kualitas atau mutu pakan saat ini, dengan sering terjadinya pemalsuan (kandungan nilai nutrisi pakan yang beredar tidak sama dengan yang tercantum pada label pakan) atau pencampuran (repacking), serta lamanya pakan itu disimpan di gudang dan prediksi penyediaan pakan di tingkat peternak yang kurang baik. Apabila ini terjadi, maka kandungan aflatoksin mungkin akan tinggi, dan akan terjadi hal hal yang tidak diinginkan. PERATURAN MUTU PAKAN Sebagai faktor penting dan strategis dalam peningkatan produksi dan produktivitas ternak, pakan (baik yang dibuat maupun yang diedarkan/diperdagangkan) haruslah memenuhi standar mutu serta tetap terjamin dan terjaga mutunya. Pakan yang bermutu adalah pakan yang telah sesuai dengan persyaratan minimal pada standar yang telah ditetapkan, baik menyangkut bahan baku, proses pembuatan, penyimpanan, distribusi sampai dengan pemberian pada ternak. Pengujian mutu pakan dan bahan baku 123
4 pakan mengaju pada persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang berlaku secara Nasional. Pengujian meliputi analisis zat makanan /proximate analysis, kadar Kalsium, Fosfor, Asam Amino (Lisin,Methionin), termasuk kadar cemaran racun seperti aflatoksin. Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan telah menyusun Pedoman atau Peraturan mengenai Pakan yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian. Ada 3 (tiga) buah Keputusan Menteri Pertanian yang merupakan suatu rangkaian dalam Sistem Mutu Pakan, yaitu : (1) Pedoman Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB), (2). Pedoman Pengawasan Mutu Pakan (PMP), dan (3) Pendaftaran dan Labelisasi Pakan (PLP). 1. Pedoman Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB) Pedoman Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB) yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 240/Kpts/OT.210/4/2003 adalah acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pembuatan pakan. Ruang lingkupnya meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu pakan mulai dari bahan bahan baku, proses produksi sampai penyimpanan dan pendistribusian pakan. Tujuan utama dari diterbitkannya peraturan ini adalah untuk menjamin agar pakan yang dibuat dan diedarkan memenuhi standar mutu dan tujuan penggunaannya sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Persyaratan Teknis Minimal (PTM). Hal ini dimaksudkan agar konsumen terlindungi dari kerugian menurunnya produk dan produktivitas ternak akibat pakan yang dikonsumsi ternak bermutu rendah. Landasan pemikiran dibuatnya pedoman CPPB adalah bahwa mutu pakan tergantung pada proses pembuatan dan pengawasan mutu yang dilakukan, baik menyangkut mutu bangunan, peralatan yang digunakan maupun sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pembuatannya. Dari pengawasan tersebut diharapkan akan dihasilkan pakan yang memenuhi standar mutu, setelah melalui serangkaian pengujian (analisis zat makanan / proximate analysis dan lain sebagainya) yang dilakukan oleh laboratorium milik Pemerintah atau Swasta yang telah diakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian. Pakan yang bermutu tak akan dihasilkan tanpa melalui pengawasan menyeluruh sebagai suatu sistim manajemen mutu, mulai dari pengadaan dan penyimpanan serta penyiapan bahan baku, proses penggilingan, pencampuran, pembuatan pellet (peletting), pengepakan, pelabelan dan penyimpanan pakan, sampai dengan pengeluaran atau distribusi pakan. Apabila produsen telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan, maka akan diberikan sertifikat CPPB yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2. Pedoman Pengawasan Mutu Pakan. Pedoman Pengawasan Mutu Pakan adalah acuan bagi aparatur yang melakukan pengawasan mutu pakan dalam melaksanakan tugasnya di lapangan, agar pakan yang diproduksi dan diedarkan/diperdagangkan sampai dengan diberikan kepada ternak, tetap terjamin mutunya sesuai SNI dan PTM yang telah ditetapkan. Pedoman yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 241/Kpts/OT.210/4/2003 ini, hanya mengatur pembuatan dan peredaran pakan konsentrat dan pakan lengkap (completed feed). Latar belakang diterbitkannya peraturan ini adalah karena berlakunya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Dengan terbitnya kedua peraturan tersebut maka wewenang pengawasan di bidang pakan beralih dari Pemerintah Pusat kepada Daerah. Oleh karena itu dipandang perlu untuk diterbitkan Pedoman Pengawasan Mutu Pakan agar pengawasan peredaran pakan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ruang lingkup Pedoman Pengawasan Mutu Pakan meliputi lokasi dan objek pengawasan, petugas pengawas mutu pakan, tatacara pengambilan sampel, tatacara pengawasan, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan. 124
5 3. Pendaftaran dan Labelisasi Pakan. Pendaftaran dan Labelisasi Pakan sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 242/Kpts/OT.210/4/2003, didasari pada pemikiran bahwa setiap jenis pakan yang diproduksi dengan maksud diedarkan/diperdagangkan wajib didaftarkan dan diberi label agar dapat dijaga mutu dan keamanannya. Kep. Mentan ini diharapkan dapat memperjelas pelaksanaan pendaftaran dan labelisasi pakan bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan di bidang produksi pakan. Ruang lingkup pengaturan pendaftaran dan labelisasi pakan meliputi ketentuan tentang syarat dan tatacara pendaftaran, pengujian, sertifikasi pakan, pemberian nomor pendaftaran, labelisasi pakan, serta pembinaan dan pengawasannya. Dengan dasar Kep. Mentan tersebut maka setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha memproduksi pakan dengan maksud untuk diedarkan dan atau diperdagangkan, wajib didaftarkan dan berlabel. Pakan yang dihasilkan haruslah memenuhi standar mutu (SNI) dan persyaratan teknis minimal (PTM) serta didaftarkan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. 4. Standar Nasional Indonesia (SNI) Pakan. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara Nasional. Standar Pakan yang sesuai dengan SNI adalah seperti terlihat pada Tabel-1 dan Tabel Persyaratan Teknis Minimal (PTM). Terhadap standar mutu pakan yang tidak atau belum ditetapkan dalam SNI, maka Menteri Pertanian menetapkan Persyaratan Teknis Minimal (PTM). Untuk pakan yang ditetapkan PTM oleh Menteri Pertanian terdiri atas PTM Pakan Konsentrat Non Ruminansia dan PTM Pakan Konsentrat Ruminansia seperti terlihat pada Tabel-3 dan Tabel Persyaratan Mutu Bahan Baku Pakan. Ketentuan ini mengatur tentang kriteria mutu bahan baku pakan yang baik sehingga layak diproses untuk dijadikan pakan. Persyaratan Mutu Bahan Baku Pakan yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 524/TN.250/KPTS/DJP/DEPTAN/1997 adalah sebagai terlihat pada Tabel-5 dan Tabel-6. P E N U T U P Kesimpulan 1. Mikotoksin seperti Aflatoksin saat ini belum mendapat perhatian yang serius di Indonesia. Tetapi walaupun demikian, Indonesia telah mempunyai standar ambang batas toleransi kandungan kadar Aflatoksin yang boleh ada pada pakan. 2. Batas toleransi kadar Aflatoksin, sebagaimana telah tercantum pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Pakan maupun perubahannya, pada Persyaratan Mutu Bahan Baku Pakan dan pada Persyaratan Teknis Minimal (PTM) Pakan, baik Non Ruminansia maupun Ruminansia. Batas toleransi kadar Alfatoksin tersebut berkisar antara ppb pada bahan baku pakan, ppb pada pakan non ruminansia, 50 ppb pada pakan konsentrat non ruminansia, dan antara ppb pada pakan konsentrat ruminansia. 3. Apabila kita lihat aturan ambang batas kadar Aflatoksin yang diterapkan di Luar Negeri, misalnya oleh USA, The Food and Drug Administration (FDA), telah menetapkan kadar ambang batas Aflatoksin adalah 0,5 ppb untuk kadar Aflatoksin M1 pada Susu, dan 20 ppb pada pakan sapi perah. Untuk bahan baku pakan seperti jagung, kadar Aflatoksin adalah 100 ppb untuk Sapi Bibit, Angsa Bibit dan Ayam Bibit. Terlihat bahwa standar yang diterapkan Indonesia masih lebih tinggi pada pakan (20 ppb vs ppb), maupun bahan baku pakan (100 ppb vs ppb). 125
6 4. Berdasarkan pengamatan di lapangan, melalui hasil uji kadar aflatoksin di BPMPT Bekasi, dari 27 buah sample pakan dan atau bahan baku pakan yang diuji, terdapat 3 sampel pakan yang kandungan aflatoksinnya melampaui SNI yaitu 60 ppb, 70,6 ppb dan 123,3 ppb, dan 1 sampel bahan baku pakan (feed supplement) yang kandungan aflatoksinnya juga melampaui SNI yaitu 60 ppb, sedangkan 23 sampel lainnya sudah sesuai SNI, yaitu berkisar dari yang terkecil, negative ppb sampai yang terbesar 50 ppb. Boleh dikatakan bahwa pakan dan bahan baku pakan relative masih aman untuk dikonsumsi dan cukup baik untuk digunakan. Ini memberikan gambaran bahwa kadar cemaran aflatoksin dalam Pakan tidak terlalu dirisaukan, kecuali apabila terjadi pemalsuan pakan, lamanya pakan disimpan di gudang dan lain sebagainya. Hal ini dapat diatasi dengan diikutinya Pedoman Mutu Pakan secara baik dan konsekuen. S a r a n 1. Aflatoksin perlu menjadi perhatian yang lebih serius bagi Pemerintah Indonesia. Perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam mengenai aturan standar ambang batas kandungan Aflatoksin pada pakan dan ditingkatkannya pengujian kandungan aflatoksin di lapangan, baik jumlah maupun macam pakan yang digunakan. 2. Aturan Pakan yang ada perlu dipedomani dan diikuti secara baik dan konsekuen. 126
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN,
307 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar pakan yang beredar dapat dijaga
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
No.797, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Pendaftaran dan Peredaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PERMENTAN/PK.110/6/2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN,
297 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa Pakan merupakan faktor penting dan strategis dalam peningkatan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri
Lebih terperinciIV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK
IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan
Lebih terperinciTERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU
TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU TIK : Setelah mengikuti kuliah II ini mahasiswa dapat menjelaskan peranan ternak perah dalam kehidupan manusia Sub pokok bahasan : 1. Peranan susu dan produk susu dalam
Lebih terperinciKOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan
Lebih terperincij ajo66.wordpress.com 1
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa Pakan merupakan faktor penting
Lebih terperinciKEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I
TUGAS INDIVIDU RANSUM UNGGAS/NON RUMINANSIA KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING NAMA : SUPRIANTO NIM : I111 13 303 KELAS : A GANJIL FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.
No.93, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kontaminasi produk pertanian oleh mikotoksin merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus diperhatikan.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latarbelakang aflatoksikosis
1 PENDAHULUAN Latarbelakang Indonesia yang beriklim tropis memberikan kondisi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai cendawan. Salah satu diantara cendawan tersebut adalah Aspergillus.
Lebih terperinciNama Perusahaan :... A l a m a t. Sebagai produsen atau pembuat pakan dengan bahan pakan :...
Formulir Model 1 Nomor : Lampiran : Perihal : Pendaftaran Pakan Kepada Yth.: Kepala Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian Jl. Harsono RM. No.3 Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan Yang bertanda
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian
Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan
Lebih terperinciPakan konsentrat Bagian 5 : Ayam ras pedaging (broiler concentrate)
Standar Nasional Indonesia Pakan konsentrat Bagian 5 : Ayam ras pedaging (broiler concentrate) ICS 65.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinciMetode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan
Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap obyek pengawasan dan/atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung
Lebih terperinciPROFIL UPTD BALAI PENGUJIAN MUTU PAKAN TERNAK CIKOLE LEMBANG DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA BARAT
PROFIL UPTD BALAI PENGUJIAN MUTU PAKAN TERNAK CIKOLE LEMBANG DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA BARAT 1 SEJARAH BERDIRI TAHUN 2002 DENGAN NAMA BALAI PENGUJIAN SARANA PRODUKSI PETERNAKAN ( BPSPP ) DITETAPKAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 39/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK ALAT DAN MESIN PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 39/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciKacang Tanah: SUMBER Pangan Sehat dan Menyehatkan
Kacang Tanah: SUMBER Pangan Sehat dan Menyehatkan Kacang tanah sangat dekat dengan konsumsi pangan kita sehari-hari. Mulai dari berbagai macam kudapan (snack) kacang rebus, kacang garing, kacang atom,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman
Lebih terperinciILMU PASCAPANEN PETERNAKAN
ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN Kuliah TM-2 Ketahanan dan Keamanan Pangan Proses menghasilkan pangan asal ternak Permasalahan terkait hasil ternak LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS
Lebih terperincij ajo66.wordpress.com 1
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 170/Kpts/OT.210/3/2002 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ayam Pakan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan,ataupun bahan lain yang diberikan kepada ternak. Pakan tersebut diberikan kepada ayam dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan
TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut
PENGANTAR Latar Belakang Populasi ternak khususnya ruminansia besar yaitu sapi potong, sapi perah dan kerbau pada tahun 2011 adalah 16,7 juta ekor, dari jumlah tersebut 14,8 juta ekor adalah sapi potong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pupuk an-organik sangat berperan dalam mendukung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga
Lebih terperinciANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK
ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN Sunanto dan Nasrullah Assesment Institution an Agricultural Technology South Sulawesi, Livestock research center ABSTRAK
Lebih terperinciSusu segar-bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Susu segar-bagian 1: Sapi ICS 67.100.01 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.
No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciTanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI
Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PERMENTAN/PK.110/6/2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEREDARAN PAKAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PERMENTAN/PK.110/6/2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEREDARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH MENTERI PERTANIAN, Menimbang: a. Mengingat : 1. bahwa pupuk organik dan pembenah tanah sangat
Lebih terperinciXIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN
XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN Jamur dapat tumbuh pada berbagai jenis pangan, dan pertumbuhannya akan menyebabkan terjadinya kerusakan pangan yang bersangkutan, diantaranya kerusakan flavor, warna,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan
Lebih terperinciMEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN
MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN Kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin terutama dihasilkan oleh kapang saprofit yang tumbuh pada bahan pangan atau pakan
Lebih terperinci=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG
=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN KETENTUAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 505/Kpts/SR.130/2/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia berjumlah 18 juta ekor. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan jenis ternak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan yang dikonsumsi menjadi susu sebagai produk utamanya baik untuk diberikan kepada anaknya maupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG ALAT DAN MESIN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG ALAT DAN MESIN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciBab V Standar Ransum
Bab V Standar Ransum 1. Pendahuluan Standar mutu bahan makanan u mutu nya dilakukan tahap demi tahap disesuaikan dengan perkembangan teknologi, industri dan perdagangan. Di beberapa negara seperti Amerika
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN, DAN PENGGUNAAN ALAT DAN ATAU MESIN PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa alat dan
Lebih terperinciA. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi
A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi Ayam Nunukan adalah sumber plasma nutfah lokal Propinsi Kalimantan Timur yang keberadaannya sudah sangat langka dan terancam punah. Pola pemeliharaan yang kebanyakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Nangka (Artocarpus heterophyllus) Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama jackfruit. Dalam dunia botani, nangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN,
247 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa agar pupuk yang beredar untuk digunakan petani dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional rakyat Indonesia yang relatif murah dan mudah di dapat. Tempe berasal dari fermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL
DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher
LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher Disusun oleh : Kelompok 9 Robby Trio Ananda 200110090042 Gilang Dayinta P 200110090071
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia seperti ayam, sapi, kambing serta domba sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Produk utama yang dihasilkan oleh
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan (IRRI, 2007).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. Padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L yang meliputi kurang lebih 25 spesies tersebar di daerah tropis dan daerah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
Lebih terperinciBahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan
Lebih terperinciKeamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu
Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Penyusun:
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Pakan merupakan bahan baku yang telah dicampur menjadi satu dengan nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang penting untuk perawatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya harga pakan untuk unggas merupakan masalah yang sering dihadapi peternak saat ini. Tidak sedikit peternak yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu
Lebih terperinciVI. TEKNIK FORMULASI RANSUM
Teknik Formulasi Ransum VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM Setiap ternak yang dipelihara secara intensif, termasuk unggas harus diberi pakan untuk memenuhi semua kebutuhan zat gizinya khususnya untuk keperluan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi peternakan ayam dan mewakili sekitar 70% dari seluruh biaya produksi. Upaya untuk menghasilkan pakan
Lebih terperinciIII. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum
III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum Jenis dan fungsi zat-zat gizi yang dibutuhkan ayam telah disampaikan pada Bab II. Ayam memperolah zat-zat gizi dari ransum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar dikonsumsi oleh masyarakat. Ayam broiler memiliki pertumbuhan daging yang cepat dalam waktu relatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh faktor bibit dan pakan. Pakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha peternakan yang dapat menanggulangi kekurangan akan protein hewani adalah usaha peternakan ayam petelur. Keberhasilan usaha peternakan ayam petelur
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinciPemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)
Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas) PENDAHULUAN Sebagaimana kita ketahui, di negara Indonesia banyak ditumbuhi pohon nanas yang tersebar di berbagai
Lebih terperinciHUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciDitulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39
Jawabannya tentu tidak. Ada beberapa teknologi pengawetan hijauan pakan ternak seperti silase, hay, amoniasi, fermentasi. Namun masing-masing teknologi tersebut mempnuyai kekurangan dan kelebihan. Salah
Lebih terperinciKOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING
Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal
Lebih terperinci