ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI"

Transkripsi

1 ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (Analysis of aflatoxins in corn which purified with SPE silica and detected with HPLC) R. WIDIASTUTI, INDRANINGSIH dan R. FIRMANSYAH Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor ABSTRACT Analysis of aflatoxins in corn or corn basal diet feed is necessary due to its occurrence could threat animal health. A determination of aflatoxins in corn using a solid phase extraction (SPE) silica cartridge for purifying the extract and detected with an HPLC was validated. The result showed satisfaction characteristic performance. Meanwhile the analysis result on 16 corn showed that 15 samples were positive for aflatoxin content. However, those results showed that in general the aflatoxin contamination in corn samples were still under the maximum tolerance level for feed. Key Words: Aflatoxin, Feed, HPLC ABSTRAK Analisis aflatoksin dalam jagung maupun pakan ternak berbahan jagung sangat perlu dilakukan karena keberadaanya dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi ternak. Metoda analisis aflatoksin pada jagung yang menggunakan solid phase extraction (SPE) silika untuk pemurnian ekstrak dan dideteksi secara KCKT telah divalidasi. Hasil menunjukkan bahwa performa karakteristik telah memenuhi syarat validasi. Sedangkan hasil analisis pada 16 sampel jagung menunjukkan bahwa 15 diantaranya positif terdeteksi adanya aflatoksin. Namun, kontaminasi aflatoksin dalam sampel jagung tersebut secara umum masih di bawah ambang batas maksimum yang diijinkan dalam pakan. Kata Kunci: Aflatoksin, Pakan, KCKT PENDAHULUAN Aflatoksin merupakan metabolit sekunder Aspergillus flavus dan A. parasiticus yang banyak ditemukan pada jagung, kacang tanah, kedelai, beras dan komoditas hasil pertanian lainnya mulai saat tanam, panen, penyimpanan di gudang maupun pada saat pengolahan. Kondisi iklim di Indonesia sangat mendukung tumbuhnya kapang Aspergillus sp serta terbentuknya aflatoksin. Kontaminasi aflatoksin pada pakan ternak diketahui dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa aflatoksikosis (BAHRI et al., 1995), menurunnya kekebalan terhadap penyakit, penurunan produksi telur yang menyebabkan kerugian ekonomi (OSWILER, 1976). Di samping itu, aflatoksin yang dikonsumsi oleh hewan ternak dapat menimbulkan residu pada produk ternak yang dihasilkan seperti aflatoksin M1 pada susu (ROUSSI et al., 2002) maupun telur (TRUCKSESS dan STOLOFF, 1984). Oleh karena aflatoksin bersifat karsinogenik, maka IARC (International Agency Research on Cancer) pada tahun 1988 mengklasifikasikan aflatoksin sebagai bahan karsinogenik kelas I dan AFM1 dalam grup 2B (IARC, 1998). Mengingat bahaya aflatoksin tidak hanya bagi hewan dan manusia, maka analisis aflatoksin sangat penting dalam menentukan aman tidaknya bahan pakan (jagung) ataupun pakan yang menggunakan jagung untuk dikonsumsi hewan ternak. Adapun ambang batas maksimum aflatoksin yang diijinkan dalam jagung maupun pakan yang telah 705

2 ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) tentang pakan No dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) serta Keputusan Presiden (Keppres) No. 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional, PP dan Keppres untuk pakan itik petelur 20 ppb, ayam pedaging dan petelur 50 ppb, babi 50 ppb, konsentrat ayam pedaging dan petelur 50 ppb dan konsentrat sapi perah maupun sapi potong 200 ppb (SUPARTO, 2004). Keberhasilan analisis dengan satuan kuantitas yang sangat kecil sangat tergantung kepada metoda analisis yang digunakan yang dapat diuji dari parameter validitas seperti presisi, akurasi dan linearitas serta batas minimum deteksi. Masalah utama dalam analisis aflatoksin adalah turut terekstraknya pengotor yang dapat mengganggu proses identifikasi dan kuantifikasi dengan alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) sehingga memerlukan pemurnian lebih lanjut pada tahapan ekstraksi. Penggunaan immunoaffinity column (IAC) adalah cara pemurnian yang saat ini paling banyak digunakan (SCOTT dan TRUCKSESS, 1997), namun harganya cukup mahal. Penggunaan kolom solid phase extraction (SPE) seperti florisil (CASTRO dan VARGAS, 2001) adalah alternatif yang lebih ekonomis dan tetap dengan penggunaan pelarut organik yang lebih ekonomis dan praktis. Deteksi aflatoksin yang dikembangkan dalam penelitian ini diadopsi dari metode PARK et al. (1994) dan AOAC (2000) menggunakan SPE silika pada tahapan pemurnian dan dilanjutkan dengan penetapan kadar aflatoksin menggunakan KCKT. Selanjutnya metoda analisis aflatoksin tersebut diaplikasikan untuk mengetahui tingkat kontaminasi aflatoksin dalam 16 sampel jagung yang dikoleksi di beberapa lokasi di Jawa Tengah pada tahun MATERI DAN METODE Ekstraksi, pemurnian dan identifikasi dan kuantifikasi dengan KCKT Pengembangan metoda analisis aflatoksin dalam sampel jagung maupun pakan dilakukan berdasarkan metoda PARK (1994) dan AOAC (2000) yang dimodifikasi dan ditetapkan secara KCKT. Sebanyak 50 gram sampel ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam tabung blender, kemudian ditambahkan 200 ml metanol : air (85 : 15) selanjutnya diblender selama 3 menit dengan kecepatan tinggi, lalu disaring dan filtratnya diambil sebanyak 40 ml. Filtrat kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahi 40 ml larutan NaCl 10%, dan 25 ml heksan serta dikocok selama 1 menit. Larutan dibiarkan beberapa saat sampai terpisah menjadi dua lapisan. Lapisan atas dibuang, dan lapisan bawah diekstrak dengan 25 ml kloroform sebanyak dua kali dan diambil lapisan bawah dan disaring mengunakan kertas saring Whatman 41 yang telah ditambahkan Na 2 SO 4 anhidrat dan ditampung kedalam labu florentin. Larutan tersebut diuapkan menggunakan rotavapor (Buchi, Labortechnik AG, Switzerland) dengan suhu ± 50 C hingga kering. Ekstrak yang telah kering kemudian dilarutkan dengan 3 ml diklorometan dan dimasukkan kedalam syringe plastik yang telah dilengkapi dengan kolom solid phase extraction (SPE) silika (Varian Assoc. Inc, USA) yang sebelumnya telah dibasahi dengan 3 ml heksan dan 3 ml diklorometan. Kolom tersebut dibilas dengan 1 ml diklorometan, 3 nl heksan, 3 ml eter anhidrat, dan 3 ml diklorometan. Kemudian dielusi dengan 10 ml kloroform: aseton (9:1), ditampung dalam vial, dan dikeringkan dengan nitrogen evaporator. Selanjutnyua eluat yang sudah kering diderivatisasi dengan 200 µl heksan dan 50µl asam trifluoroasetat (TFA), didiamkan selama 15 menit, kemudian dikeringkan kembali dan dilarutkan dengan fase gerak dan siap disuntikkan ke KCKT (Hitachi, Inc, Japan) yang dilengkapi dengan fluoresen detektor pada panjang gelombang eksitasi 365 nm dan panjang gelombang emisi 425 nm, kolom µ- Bondapak TM C 18 (3,9 x 300 mm) (Waters, Millipore, USA) dan Guard-Pak µ-bondapak TM C 18 (10 um, 125Å) (Waters, Millipore, USA) dengan fasa gerak campuran metanol/asam asetat/air (15/20/65) pada kecepatan alir 1,0 ml/menit. Kuantifikasi aflatoksin dihitung dengan menghitung luas area pada waktu retensi dari masing-masing aflatoksin dibandingkan terhadap standar dan dihitung 706

3 secara otomatis serta memperhitungkan faktor pengenceran dan bobot sampel. Validasi metode (HARMITA, 2004) Validasi adalah proses evaluasi produk atau metode analisis untuk menjamin pemenuhan persyaratan suatu produk atau metode analisis. Metoda tersebut divalidasi dan diukur berdasarkan parameter-parameter utama yaitu uji perolehan kembali (recovery) metoda ekstraksi, linearitas, presisi, dan batas deteksi. Pengujian pada sampel lapang Sebanyak 16 sampel jagung dikumpulkan dari berbagai pasar tradisional, poultry shop dan KUD di berbagai lokasi di Jawa Tengah pada bulan Agustus dan November tahun 2005 Berat sampel minimum untuk setiap sampel adalah 250 gr. Selanjutnya, jagung maupun sampel pakan digiling, dihomogenkan dan disimpan pada -20 o C hingga saat dianalisis menggunakan metoda yang telah divalidasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan pelarut organik metanol dalam proses ekstraksi adalah paling aman dibandingkan pelarut organik lain seperti asetonitril yang toksik. Selanjutnya penggunaan solid-phase extraction (SPE) silika cartridge untuk pemurnian ekstrak aflatoksin sangat menghemat banyak waktu dan bahan kimia dibandingkan cara konvensional dengan ekstraksi sistem cair-cair sebagaimana metoda yang dikemukakan BLANEY et al. (1984) yang yang membutuhkan bahan kimia yang banyak dan waktu analisis yang sangat panjang. Prinsip kerja SPE tersebut adalah menahan senyawa polar (dalam hal ini aflatoksin) dari senyawa pengganggu non polar. Kemudian senyawa aflatoksin tersebut dielusi dengan pelarut yang lebih polar. Kromatogram hasil pemisahan aflatoksin dalam sampel dengan fasa gerak campuran metanol: asam asetat: air (15 : 20 : 65) pada kecepatan alir 1,0 ml/menit dapat dilihat pada Gambar 1. Keempat jenis aflatoksin terpisah dengan baik dengan kisaran waktu 4,81 hingga 9,23 menit. Validasi metode Validasi adalah proses evaluasi produk atau metode analisis untuk menjamin pemenuhan persyaratan suatu produk atau metode analisis. Prasyarat untuk memenuhi persyaratan ini adalah berfungsinya dengan baik dan terbukti kebenaran fungsi instrumen dan metode analisis. Gambar 1. Kromatogram pemisahan aflatoksin dalam sampel jagung dengan penambahan 40 ng/g AFB1, 20 ng/g AFB2, 200 ng/g AFG1 dan 60 ng/g AFG2 pada volume pengen ceran 2 ml 707

4 Hasil uji perolehan kembali (recovery) menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan konsentrasi analit yang sebenarnya (akurasi) dan dilakukan dengan penambahan berbagai konsentrasi standar untuk masingmasing aflatoksin (B1, B2, G1 dan G2) dan ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil rata-rata uji perolehan kembali untuk aflatoksin B1 adalah 100,45%, aflatoksin B2 98,52%, aflatoksin G1 75,24% dan aflatoksin G2 102,66%. Hasil tersebut telah memenuhi syarat yang ditetapkan Commision Directive 98/53/EC (EC, 1998) yaitu uji perolehan kembali untuk penambahan > 10 ng/g adalah 80 hingga 110%. Sedangkan hasil uji linearitas yang bertujuan untuk melihat korelasi antara respon instrumen pada 5 tingkatan konsentrasi standar, uji presisi yang bertujuan untuk melihat repeatibilitas dengan melakukan pengujian sampel yang sama dab diperoleh dengan menyuntikkan standar dalam 5 ulangan serta limit deteksi yang merupakan konsentrasi standar terendah yang dapat terdeteksi dapat dilihat pada Tabel 2. Performa karakteristik lainnya untuk mendeteksi aflatoksin berupa uji linearitas dengan nilai 0,9999 yang mendekati 1, uji presisi dengan nilai 2,00 telah memenuhi syarat validasi. Dengan terpenuhinya persyaratan uji validasi suatu metoda, maka pengembangan metoda di atas dapat diterapkan untuk menganalisis aflatoksin dalam jagung maupun pakan karena pakan menggunakan sekitar 70% jagung. Sedangkan untuk menentukan ada tidaknya kontaminan dapat dilihat dari nilai deteksi limitnya, apabila berada di bawah nilai tersebut, maka sampel akan dinyatakan sebagai tidak terdeteksi. Tabel 1. Hasil uji perolehan kembali (recovery) AF Kons. AF yang ditambahkan (ng/g) Rec. 1 Rec. 2 Rec. 3 Rata-rata Rata-rata total B B G G ,33 102,66 126,42 100,73 91,70 103,91 69,36 68,55 93,58 104,98 90,25 122,06 86,70 65,02 118,73 98,69 87,25 100,05 69,22 73,12 68,75 99,92 89,07 97,84 74,52 136,70 108,94 94,78 106,89 102,67 76,80 76,39 81,92 102,29 99,41 118,12 81,85 101,46 118,03 98,07 95,28 102,21 71,79 72,35 81,42 102,40 92,91 112,67 100,45 98,52 75,24 102,66 Tabel 2. Performa karakteristik analisis aflatoksin dalam jagung dengan KCKT Parameter AFB1 AFB2 AFG1 AFG2 Uji linearitas (r 2 ) 0,9999 0,9999 0,9998 0,9998 Uji presisi (% area) 2,00 0,72 1,43 0,93 Perolehan kembali 100,45 98,52 75,24 102,66 Limit deteksi (ng/g) 0,31 0,08 0,39 0,23 708

5 Penetapan kadar aflatoksin pada sampel jagung lapang Keberadaan aflatoksin dalam pakan tenak dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat dan kerusakan pada organ hati, karena aflatoksin bersifat hepatotoksik dan karsinogenik, serta menjadi penyebab terjadinya aflatoksikosis. Hasil analisis penetapan kadar aflatoksin pada 16 sampel lapang yang dikumpulkan dari beberapa lokasi di Jawa Tengah pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel.2. Data menunjukkan bahwa dari 16 sampel jagung diperoleh 15 (93,75%) diantaranya positif mengandung total aflatoksin dengan kisaran 0,18 hingga 50,81 ng/g dengan perincian 11 diantaranya positif mengandung AFB1 dengan kisaran kadar antara 1,18 hingga 34,00 ng/g, 14 sampel posiitif terhadap AFB2 dengan kisaran antara 0,10 hingga 17,65 ng/g, 10 sampel positif terhadap AFG1 dengan kisaran antara 0,75 hingga 42,12 ng/g, dan 2 sampel positif terhadap AFG2 dengan kisaran antara 1,59 hingga 1,74 ng/g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum sampel masih di bawah nilai ambang batas maksimum yang diijinkan untuk digunakan untuk pakan ternak menurut ketentuan SNI yaitu 50 ng/g dan hanya 1 sampel (6,25%) yang melebihi 50 ng/g yaitu dengan kadar total aflatoksin sebesar 50,81 ng/g. Mengingat penggunaan dalam pakan ternak hanya sekitar 70%, maka sampel-sampel jagung tersebut masih aman apabila digunakan untuk pakan ternak. Hasil analisis aflatoksin pada jagung tidak jauh berbeda bila dibandingkan laporan terakhir yang dikemukakan BAHRI et al. (2005) pada sampel yang berasal dari propinsi Lampung dan Jawa Timur. Hanya saja, perlu disarankan agar jagung tersebut terutama bila diperuntukkan untuk pakan ternak tidak disimpan dalam waktu yang terlalu lama, karena iklim di Indonesia dengan kelembaban dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan kapang penghasil aflatoksin, terutama apabila jagung juga mengandung kadar air yang tinggi. Tabel 3. Hasil analisis sampel jagung Kode sampel Konsentrasi aflatoksin (ng/g) AFB1 AFB2 AFG1 AFG2 Total AF 1 1,18 0,10 1,62 tt 2,90 2 3,83 0,18 17,09 tt 21,10 3 4,70 0,90 22,32 1,74 29, ,76 1,02 22,51 tt 34,29 5 8,74 2,15 7,15 tt 18,05 6 tt tt 12,26 tt 12,26 7 tt 3,51 tt tt 3, ,53 2,89 6,55 tt 42,97 9 8,12 0,56 42,12 tt 50, ,00 3,61 11,93 tt 49,56 11 tt 0,16 0,75 tt 1, ,55 0,42 tt tt 3,97 13 tt tt tt tt tt 14 6,59 17,65 tt 1,59 25, ,53 3,09 tt tt 4,62 16 tt 0,18 tt tt 0,18 tt: tidak terdeteksi (berada di bawah nilai limit deteksi) 709

6 KESIMPULAN Untuk menganalisis aflatoksin pada jagung yang digunakan untuk pakan ternak dapat dilakukan ekstraksi dengan pelarut organik yang aman (metanol) dan pemurnian menggunakan SPE silika menghasilkan kromatogram yang sangat baik dengan hasil validasi yang memenuhi syarat. Hasil analisis terhadap 16 sampel jagung dari lapang menunjukkan bahwa 15 diantaranya (93,75%) diantaranya positif mengandung total aflatoksin dengan kisaran 0,18 hingga 50,81 ng/g. Namun secara keseluruhan hasil tersebut masih aman untuk dikonsumsi hewan ternak karena masih di bawah ambang batas maksimum yang diijinkan dalam pakan ternak (50 ng/g). UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih ditujukan kepada rekan-rekan di laboratorium Toksikologi Balai Besar Penelitian Veteriner, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, Wonogiri dan Blora serta Kepala Dinas Pertanian Kota Salatiga atas ijin dan bantuannya dalam mengumpulkan sampel di lapang. DAFTAR PUSTAKA AOAC, AOAC Official Method Aflatoxins in corn and peanuts. Thin layer chromatographic method Natural Toxins. 26 th. Ed. Chapter 49. p. 16. BAHRI, S., R. MARYAM dan R. WIDIASTUTI Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur. JITV 10(3): BAHRI, S., R. MARYAM, R. WIDIASTUTI dan P. ZAHARI Aflatoksikosis dan Cemaran Aflatoksin pada Pakan Serta Produk Ternak. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7 8 Nov Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm BLANEY, B.J., C.J. MOORE and S.L. TYLER Mycotoxins and Fungal Damage in Maize Harvested During 1982 in Far North of Queensland, Australia. CASTRO, L. and E.A. VARGAS Determining aflatoxins B1, B2, G1 and G2 in maize using florisil clean up with thin layer chromatography and visual and densitometric quantification. Ciênc. Tecnol. Aliment., Jan./Apr (1): IARC, List of IARC Evaluation. Diunduh dari n/osh/kemi/iarc-htm (28 Agustus 2008). OSWEILER, G.D., T.L. CARSON, W.B. BUCK and G.A. VAN GELDER Clinical and Diagnostic Veterinary Tocixology. 3 rd Edition. Kendall/ Hunt Publishing Co. PARK, D.L., M.W. TRUCKESS, S. NESHEIM, M.STACK and R. NEWELL Solvent-efficient thin layer chromatographic method for the determination of aflatoxins B1, B2, G1 and G2 in corn and peanut products: Collaboarative study. J. AOAC Int. 77(3): ROUSSI, V, A. GOVARIS, A. VARAGOULI and N.A. BOTSOGLOU Occurrence of aflatoxin M(1) in raw and market milk commercialized in Greece. Food Addit Contam. 19(9): SUPARTO, D.A Situasi Cemaran Mikotoksin pada Pakan di Indonesia dan Perundang- Undangannya. Pros. Seminar Nasional Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm TRUCKSESS, M.W. and L. STOLOFF Determination of Aflatoxicol and Aflatoxin B1 and M1 in Eggs. J. AOAC. 67:

Lokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan

Lokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan PENETAPAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM DENGAN CARA KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS Siti Djuariah Balai Penelitian Veteriner Bogor PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor penting di dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER

EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER (Effectiveness of Hydroted Sodium Calcium Aluminosilicate to Reduce Aflatoxin Residue

Lebih terperinci

JITV Vol. 10 No. 1 Th. 2005

JITV Vol. 10 No. 1 Th. 2005 Analisis Cepat Residu Pestisida Lindan (Insektisida Organoklorin) dalam Produk Ternak (Daging dan Susu) dengan Teknik Ekstraksi Fase Padat dan Khromatografi Gas YUNINGSIH dan SRI YULIASTUTI Balai Penelitian

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN

PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI HENY YUSRINI Balai penelitian Veteriner, ARE Martadinata No : 30, Bogor 16114 RINGKASAN Tetrasiklin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 20 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman padi sawah di Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Februari

Lebih terperinci

RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI SAPI DI PASAR TRADISIONAL DAN SWALAYAN DI JAWA BARAT

RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI SAPI DI PASAR TRADISIONAL DAN SWALAYAN DI JAWA BARAT Seminar Nosional Peternakan dan Veteriner 1999 RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI SAPI DI PASAR TRADISIONAL DAN SWALAYAN DI JAWA BARAT RAPHAELLA WIDIASTUTI Balai Penelitian Veteritter, Jalan R.E. Martadinata

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Preparasi Sampel Larutan standar dibuat dengan melarutkan standar tetrasiklin sebanyak 10 mg dalam metanol 100 ml dari larutan standar tersebut lalu dibuat larutan baku dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

RESIDU AFLATOKSIN M1 PADA SUSU SAPI SEGAR DI PANGALENGAN DAN BOGOR JAWA BARAT

RESIDU AFLATOKSIN M1 PADA SUSU SAPI SEGAR DI PANGALENGAN DAN BOGOR JAWA BARAT RESIDU AFLATOKSIN M1 PADA SUSU SAPI SEGAR DI PANGALENGAN DAN BOGOR JAWA BARAT (Aflatoxin Residues (AFM1) in Fresh Dairy Milk in Pangalengan and Bogor District, West Java) R. WIDIASTUTI, R. MARYAM, S. BAHRI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) (Method Development of Aflatoxin B 1 Residue in Liver Chicken by Enzyme Linked Immunosorbent

Lebih terperinci

ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN DALAM DAGING AYAM SECARA KHROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN DALAM DAGING AYAM SECARA KHROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIKA SPIRAMISIN DALAM DAGING AYAM SECARA KHROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) YUNINGSIH dan T.B. MURDIATI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114 ABSTRACT Determination

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA

6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA 29 6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA Abstract The aims of this study were to fractionate and to isolation antimicrobial activity of Sumba mare s milk protein against causative agent

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kopi bubuk ICS 67.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl. BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium yang terdapat di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik Metode GC-AOAC dan Liquid Chromatography AOAC (Wood et al., 2004)

Lampiran 1. Karakteristik Metode GC-AOAC dan Liquid Chromatography AOAC (Wood et al., 2004) 49 Lampiran. Karakteristik Metode GC-AOAC dan Liquid Chromatography AOAC (Wood et al., 004) Performance characteristics for benzoic acid in almond paste, fish homogenate and apple juice (GC method) Samples

Lebih terperinci

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah Standardisasi Obat Bahan Alam Indah Solihah Standardisasi Rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data famakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC Hasnah Lidiawati. 062112706. 2015. Optimasi Fase Gerak pada penetapan kadar campuran dextromethorphane HBr dan diphenhydramine HCl dalam sirup dengan metode HPLC. Dibimbing Oleh Drs. Husain Nashrianto,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN RINGKASAN Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Analisis Andrografolida dalam Bahan Baku dan Tablet Fraksi Etil Asetat Andrographis paniculata Pada pengembangan produk

Lebih terperinci

SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA

SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA Djodi Achmad Hussain Suparto Direktorat Budidaya Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur

Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur BAHRI et al.: Cemaran aflatoksin pada bahan pakan dan pakan di beberapa daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY 9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

METODE ANALISIS RESIDU PESTISIDA LINDAN DALAM DAGING SECARA CEPAT DAN MUDAH DENGAN KHROMATOGRAFI GAS

METODE ANALISIS RESIDU PESTISIDA LINDAN DALAM DAGING SECARA CEPAT DAN MUDAH DENGAN KHROMATOGRAFI GAS METODE ANALISIS RESIDU PESTISIDA LINDAN DALAM DAGING SECARA CEPAT DAN MUDAH DENGAN KHROMATOGRAFI GAS (A Quick and Easy Method for Lindane Pesticide Residue Analysis in Tissue by Gas Chromatography Detection)

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diawali dengan pengambilan sampel susu pasteurisasi impor dari Australia melalui Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta. Pengujian dilakukan di Balai Uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PERCOBAAN BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Jalan Raya Tanjung Morawa Km. 9 pada bulan Februari

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM TETES MATA PADA SEDIAAN GENERIK DAN MERK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Maret 2012. Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium yaitu, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 23 BAB 3 BAHAN dan METODE 3.1 ALAT Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT 2. Detektor PDA 3. Neraca analitik 4. PH meter 5. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 7. Spatula

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. B. BAHAN Levofloksasin

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alur Penelitian Gambar 3.1. Alur Penelitian Gambar 3.1. menggambarkan alur penelitian tugas akhir ini, diawali dengan metode studi yaitu wawancara berupa kuisioner untuk

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. III. METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi tepung ceker ayam terhadap kadar kolesterol dan Asam lemak pada kuning telur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang mengarah pada pengembangan metode dengan tujuan mengembangkan spektrofotometri ultraviolet secara adisi standar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL

SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL SRI RACHMAWATI, ZAINAL ARIFIN, dan PADERI ZAHARI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA...4 1.1 Tinjauan Antibiotik...4

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan 3 Percobaan Garis Besar Pengerjaan Rangkaian proses isolasi pertama-tama dimulai dengan proses pengumpulan sampel. Karena area sampling adalah area yang hanya ditemukan pada musim hujan, sampel alga baru

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Gambar 1. Alat kromatografi gas

Gambar 1. Alat kromatografi gas 68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Sampel 4.1.1. Pengumpulan Sampel Sampel yang digunakan berupa minuman serbuk dalam kemasan sachet yang beredar di pasar Bandung. Sampel yang digunakan diambil dari sebuah toko

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci