DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1"

Transkripsi

1 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1 Latar Belakang...1 Tujuan Penelitian Umum...4 Tujuan Penelitian Khusus...4 Manfaat Penelitian...4 TINJAUAN PUSTAKA...5 Pengolahan Tanah...5 Alat Pembuat Guludan...6 Penanaman Jagung...7 Alat Tanam dan Pemupuk...8 Traktor Dua Roda sebagai Sumber Tenaga...11 METODE PENELITIAN...13 Tempat dan Waktu Penelitian...13 Alat dan Bahan Penelitian...13 Tahapan Penelitian...14 Identifikasi masalah...15 Perumusan dan Penyempurnaan Ide...15 Pengukuran Gaya Tarik Rotary Tiller...16 Pengukuran Kondisi Tanah...17 Rancang Bangun Prototipe Mesin...19 Tahapan dan Kriteria Perancangan Prototipe Mesin...19 Disain Fungsional...19 Disain Struktural...22

2 ii Pembuatan Prototipe Mesin...41 Uji fungsional...42 Pengujian Mesin di Lapangan...42 HASIL DAN PEMBAHASAN...44 Hasil Pengukuran Tenaga Tarik dan Gaya Tarik Rotary Tiller...44 Hasil Pengujian Model Metering Device...46 Ketepatan Penjatahan Pupuk pada Model Metering Device Pupuk...46 Ketepatan Penjatahan Benih pada Model Metering Device Benih...49 Konstruksi Prototipe Mesin Hasil Rancangan...50 Modifikasi Poros Roda Depan dan Modifikasi Rotari Modifikasi I Furrower...52 Modifikasi II Furrower...53 Roda Penggerak MD dan Sistem Transmisi...54 Hopper benih dan saluran benih...54 Metering device benih...55 Hopper dan Metering Device pupuk...56 Hasil Pengujian Kinerja di Lapangan...58 Hasil Pengukuran Kondisi Tanah...58 Hasil Pembentukan Guludan...59 Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk...60 Kapasitas Lapangan Teoritis dan Efektif...63 SIMPULAN DAN SARAN...65 DAFTAR PUSTAKA...66 LAMPIRAN...68

3 iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hasil jagung dari empat varietas dengan empat populasi di Tenilo, Gorontalo, Tabel 2. Volume hopper pupuk hasil perhitungan Tabel 3. Parameter pengukuran tanah Tabel 4. Bulk density pupuk Tabel 5. Data kondisi tanah pada saat pengukuran gaya tarik Tabel 6. Pengujian pendahuluan pembentukan guludan Tabel 7. Sudut curah pupuk Tabel 8. Data kondisi tanah pada saat uji kinerja prototipe mesin Tabel 9. Ukuran guludan yang dihasilkan furrower hasil modifikasi... 59

4 iv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Perpindahan tanah oleh furrower... 6 Gambar 2. Tipe pembuka alur (Bainer, 1960) Gambar 3. Penutup alur rancangan Wibowo (1991) Gambar 4. Tahapan kegiatan penelitian Gambar 5. Konsep metering device benih (Sembiring et al., 2000) Gambar 6. Konsep metering device pupuk (Sembiring et al., 2000) Gambar 7. Pengukuran kemampuan tarik rotary tiller Gambar 8. Penetrometer tipe SR-II Gambar 9. Ukuran guludan yang diharapkan Gambar 10. Disain tambahan poros roda depan Gambar 11. Rangka utama penggandeng Gambar 12. Ukuran guludan yang diharapkan Gambar 13. Arah gaya yang bekerja pada furrower Gambar 14. Disain awal furrower Gambar 15. Disain roda bantu furrower Gambar 16. Tahanan gelinding roda penggerak Gambar 17. Disain roda penggerak Gambar 18. Model metering device pupuk a) tipe I, b) tipe II Gambar 19. Bentuk dasar hopper benih Gambar 20. Disain dasar hopper pupuk Gambar 21. Analisis gaya horizontal pada mesin Gambar 22. Model metering device pupuk Gambar 23. Sketsa perhitungan volume metering device pupuk Gambar 24. Bukaan metering device pupuk a) bukaan 100%, b) bukaan 75% dan c) bukaan 50% Gambar 25. Pengujian model metering device pupuk Gambar 26. Disain metering device pupuk Gambar 27. Tenaga tarik dan gaya tarik rotary tiller Gambar 28. Kecepatan rotary tiller pada saat pengujian... 44

5 v Gambar 29. Debit keluaran pupuk Urea Gambar 30. Debit keluaran pupuk TSP Gambar 31. Debit keluaran pupuk campuran TSP dan KCl Gambar 32. Persentase penjatah benih pada MD tipe I Gambar 33. Persentase penjatah benih pada MD tipe II Gambar 34. Prototipe mesin hasil rancangan Gambar 35. Tambahan poros roda depan Gambar 36. Modifikasi rotari Gambar 37. Modifikasi I furrower, a) rencana modifikasi, b)setelah modifikasi Gambar 38. Modifikasi II furrower, a) rencana modifikasi, b) setelah modifikasi Gambar 39. Roda penggerak dan sistem transmisi Gambar 40. Hopper benih dan slang pengeluran Gambar 41. Metering device benih, a) Tipe I, b) Tipe II Gambar 42. Bagian alat pemupuk a) metering device pupuk, b) hopper, c) saluran pengeluaran pupuk Gambar 43. Posisi sikat a) sebelum modifikasi, b) setelah modifikasi Gambar 44. Roda bantu furrower Gambar 45. Guludan hasil modifikasi furrower yang ke-dua Gambar 46. Tanaman jagung hasil penanaman dengan prototipe mesin Gambar 47. Dosis pengeluaran pupuk di lahan Gambar 48. Perbandingan dosis pengeluaran pupuk pada prototipe, model dan perhitungan teoritis... 63

6 DAFTAR LAMPIRAN vi

7 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays) berperan penting dalam perekonomian nasional dengan berkembangnya industri pangan yang ditunjang oleh teknologi budidaya dan varietas unggul. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, Indonesia mengimpor jagung hampir setiap tahun. Pada tahun 2000, impor jagung mencapai 1.26 juta ton (BPS 2005). Selain untuk pengadaan pangan dan pakan, jagung juga banyak digunakan industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri. Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih 50 % kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan makin berkembangnya usaha peternakan, terutama unggas. Sementara itu produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan, sehingga kekurangan dipenuhi dari jagung impor (Suryana et al., 2007). Ditinjau dari sumber daya yang dimiliki, Indonesia mampu berswasembada jagung, dan bahkan mampu pula menjadi pemasok jagung di pasar dunia. Departemen Pertanian memperkirakan akan terjadi kenaikan tingkat produksi jagung di tanah air tahun ini. Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian, peningkatan produksi jagung antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 2007 ditargetkan sudah dicapai swasembada jagung dengan peningkatan produksi sebesar 11.5 persen dari tahun sebelumnya. Diperkirakan tahun 2007 produksi mencapai 14 juta ton. Tingkat konsumsi masyarakat diperkirakan naik sekitar 14 persen bisa mencapai 4.1 ton. Sedangkan kebutuhan untuk konsumsi industri mencapai 2.9 juta ton dan pabrik pakan sekitar 5.6 juta ton. Total kebutuhan jagung tahun 2007 sekitar 13 juta ton, sisa dari produksi akan ditujukan untuk ekspor. Mengenai luas tanam, tahun 2007 terdapat peningkatan dari 3.6 juta hektar (2006) menjadi 3.8 juta hektar dengan luas panen sekitar 3.6 juta hektar. Produktivitas akan naik menjadi 3.75 ton per hektar. Tingkat produktivitas

8 2 meningkat 8.1 persen dari angka 3.5 ton per hektar. Menurut data BPS (2008), produksi jagung tahun 2007 sebesar juta ton pipilan kering. Dibandingkan produksi tahun 2006, mengalami peningkatan ribu ton (7.21 persen). Kenaikan produksi diperlirakan karena peningkatan luas panen seluas 85.9 ribu hektar (2.57 persen) dan juga produktivitas sebesar 1.57 kuintal/hektar (4.52 persen). Untuk mewujudkan dan mendukung swasembada jagung tersebut diperlukan berbagai dukungan, terutama teknologi, investasi, dan kebijakan. Secara teknis, upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah menerapkan teknologi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan pendekatan penerapan teknologi untuk memecahkan masalah usahatani di wilayah tertentu bersipat spesifik lokasi (Suryana et al., 2007). Untuk itu, aplikasi teknologi mekanisasi dalam budidaya jagung sangat diperlukan. Mekanisasi merupakan salah satu alternatif dalam pemecahan permasalahan keterbatasan tenaga kerja dan rendahnya produktivitas. Mekanisasi telah diawali dengan pengembangan beberapa komponen/implemen yang ditarik oleh hewan yaitu seperti bajak, garu, penyiang, penanam dan lain-lain. Implemen tersebut secara berangsur-angsur mulai di terima oleh petani dan menjadi populer di masyarakat. Kemudian secara bertahap pula hewan sebagai alat penarik (motor penggerak) di gantikan menggunakan traktor ataupun alat-alat lain yang digandeng dengan mesin. Kegiatan menggunakan alat mesin tersebut dapat menurunkan biaya operasional dan dapat meningkatkan efisiensi dibanding penggunaan alat manual serta memberikan nilai tinggi bagi industri di dalam teknologi dan dalam sistem perbanyakan alsin (mass production) akan membutuhkan biaya rendah (Pitoyo et al., 2006). Mekanisasi juga akan memberikan nilai tambah dalam sistem usahatani terutama untuk mereka yang menginginkan menjadi seorang profesional yang sukses dalam sektor pertanian. Dalam rangka peningkatan kapasitas, kualitas kerja dan efisiensi biaya dari alat dan mesin untuk mendukung budidaya jagung (dan palawija lainnya), telah

9 3 banyak dikembangkan peralatan yang inovatif dan spesifik lokasi kususnya kondisi usaha tani di Indonesia, yang telah dilakukan oleh tim peneliti dari Bagian Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Inovasi-inovasi yang dihasilkan telah diujicoba pada beberapa lokasi, dengan hasil memuaskan, khususnya dalam peningkatan kapasitas kerja, kualitas kerja dan efisiensi biaya pengoperasian. Sebagai mesin penggerak, traktor tangan (traktor dua roda) telah digunakan sebagai basis pengembangan dari prime mover-nya karena sangat sesuai dengan kondisi usaha tani di Indonesia yang luasan usaha taninya masih relatif sempit, dengan petakan yang tidak luas. Selain itu, teknologi traktor tangan telah dikuasai oleh produsen traktor dalam negeri dan mudah dioperasikan, dipelihara oleh para petani di daerah. Penggunaan tenaga traktor tangan, implemen pengolah, alat penanam dan pemupuk terbukti mampu meningkatkan kapasitas kerja lima hingga enam kali lipat dibandingkan dengan cara manual (Sembiring et al., 2000; Virawan, 1989; Pitoyo et al., 2007). Bahkan dilaporkan bahwa penggunaan alat tanam ditarik traktor tangan mampu menyelesaikan penanaman dalam satu hari kerja per ha, yang biasanya diselesaikan dalam 20 hari orang kerja (Hendriadi et al., 2008; Anonim, 2005). Selain itu, telah dikembangkan pula metode dan peralatan (implemen) yang efektif dan efisien dalam penyiapan lahan untuk penanaman palawija dan sayuran di lahan kering menggunakan bajak singkal, garu rotari dan furrower yang digerakan oleh traktor tangan (Hermawan et al., 2004). Untuk meningkatkan kemampuan tarik (traksi) dari traktor tangan pada pengolahan tanah lahan kering, telah dikembangkan pula roda besi bersirip khusus untuk lahan kering. Dengan menggunakan roda besi bersirip khusus tersebut, kemampuan traktor dalam menarik beban (implemen) dapat ditingkatkan sehingga lebih efisien (Radite et al., 2008). Walaupun demikian, peningkan kapasitas kerja dan efisiensi biaya masih dapat ditingkatkan dengan cara menggabungkan (mengintegrasikan) tiga kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman dan pemupukan sekaligus menggunakan sebuah mesin yang terintegrasi. Dengan pengintegrasian tiga-empat aktivitas alat/mesin menjadi satu kali lintasan diharapkan dapat memangkas waktu kerja dan biaya hingga sepertiga kalinya. Dengan cara yang inovatif ini, selain kinerja

10 4 yang meningkat juga lebih efisien dalam penggunaan sumberdaya (traktor, tenaga kerja dan bahan bakar minyak), yang pada gilirannya akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar bagi petani. Tujuan Penelitian Umum Penelitian ini bertujuan untuk : a) merancang bangun mesin penanam jagung terintegrasi melalui modifikasi peralatan pengolah tanah, alat penanam dan alat pemupuk yang telah dikembangkan oleh tim peneliti Bagian Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB. b) melakukan uji kinerja prototipe mesin di lahan pertanian untuk budidaya jagung Tujuan Penelitian Khusus a) menganalisis daya yang bisa dimanfaatkan pada rotary tiller merk Yanmar TF 105 ML-di untuk pengintegrasian mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk jagung. b) menganalisis penjatahan pada metering device pupuk tipe agitator feed dan metering device benih yang dirancang serta mengaplikasikan penjatatah tersebut pada prototipe mesin. c) menganalisis kinerja furrower yang digunakan dalam pembuatan guludan untuk budidaya jagung. d) menganalisis kinerja prototipe mesin di lapangan. Manfaat Penelitian a) memberikan solusi kepada masyarakat khususnya petani jagung dalam upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam budidaya jagung. b) memberi masukan pada industri mesin pertanian berupa disain dan produk baru mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk yang terintegrasi.

11 5 TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan Tanah Dalam budi daya tanaman, pengolahan tanah merupakan kegiatan yang paling banyak menyerap energi. Pengolahan tanah diperlukan untuk menciptakan lingkungan fisik tanah yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman. Oisat (2001) membagi pengolahan tanah menjadi dua bagian, yaitu pengolahan konvensional dan konservasi. Secara konvensional, pengolahan tanah dilakukan dengan cangkul, bajak, garu, atau peralatan mekanis untuk menyiapkan lahan bagi budi daya tanaman. Keuntungan pengolahan tanah secara konvensional di antaranya adalah memperbaiki aerasi tanah, mengendalikan gulma, memutus siklus hidup hama, dan memudahkan aktivitas budi daya lainnya. Pengolahan tanah secara konvensional juga mempunyai kelemahan, diantaranya merusak struktur permukaan tanah, meningkatkan peluang erosi, dan penguapan lengas tanah, dan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak. Pada pengolahan tanah konservasi, sisa tanaman sebelumnya dihamparkan di permukaan tanah. Keuntungan dari cara ini adalah menghambat evaporasi, mengurangi erosi, meningkatkan kandungan bahan organik tanah, dan menekan biaya tenaga kerja (Oisat 2001). Kelemahan dari pengolahan tanah konservasi adalah populasi hama kemungkinan meningkat, bahan organik terkonsentrasi pada lapisan atas tanah, dan membutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan kesuburan tanah. Akhir-akhir ini pengolahan tanah minimum (minimum tillage) merupakan salah satu bentuk pengolahan tanah konservasi yang telah banyak diterapkan dalam budi daya jagung. Pengolahan tanah umumnya dilakukan dua kali. Pada pengolahan pertama, tanah dicangkul atau dibajak dan dibalik sehingga sisa-sisa tanaman terbenam, dan selanjutnya mengalami pembusukan. Alat yang umum digunakan adalah cangkul, garpu, dan bajak singkal/rotari. Cangkul dan garpu merupakan alat sederhana yang dioperasikan oleh tenaga manusia. Pengolahan tanah dengan cangkul membutuhkan waktu sekitar 44 hok/ha. Bajak singkal dan bajak rotari

12 6 umumnya digunakan untuk pengolahan pertama. Tenaga penarik bajak dapat berupa traktor tangan berkekuatan 5-10 tenaga kuda (TK), traktor mini ( TK), dan traktor besar (30-80 TK). Jumlah bajak yang dapat digandengkan ke traktor bergantung pada sumber tenaga traktor. Traktor tangan biasanya hanya menggunakan satu bajak, traktor mini 1-2 bajak, dan traktor besar 3-8 bajak. Berbeda dengan bajak singkal, bajak rotari dilengkapi dengan komponen pemutar yang dapat langsung menghancurkan dan meratakan tanah. Namun demikian, kedalaman olah bajak rotari dangkal sehingga lebih cocok digunakan untuk mengolah tanah bertekstur ringan. Alat Pembuat Guludan Alat pembuat guludan atau bedengan pada prinsipnya adalah alat perata tanah dan pencetak yang dapat membentuk permukaan tanah dengan tanah yang rata (Smith dan Wilkes, 1990). Alat pembuat guludan disebut dengan furrower atau ridger. Prinsip kerja dari suatu furrower adalah memindahkan tanah bagian bawah (tanah yang di-furrower) ke atas sehingga terbentuk suatu guludan. Pada Gambar 1, terlihat bahwa tanah bagian A berpindah ke B dan tanah bagian C berpindah ke D. 75 cm B A C D Gambar 1. Perpindahan tanah oleh furrower Menurut Boers (2003), fungsi furrower antara lain membuat alur, menutup benih dan membuat alur untuk irigasi. Furrower digunakan terutama di daerah tropis dan sub tropis karena banyak tanaman yang tumbuh di daerah tersebut, seperti kapas, jagung, sorgum, kentang, tebu dan sayuran, dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman. Kelebihan furrower antara lain sebagai berikut: a) dapat digunakan untuk satu atau lebih alur baris, b) dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, c) dapat dikombinasikan dengan implemen lain, dan d) dapat digunakan sebagai penyiang.

13 7 Bagian-bagian furrower adalah sebagai berikut: a. Mata bajak yang berfungsi sebagai ujung bajak yang memulai menembus tanah. b. Pisau bajak yang berfungsi untuk membelah dan memotong tanah. c. Singkal majemuk yang berfungsi untuk mengangkat dan membalik tanahke kanan dan ke kiri. d. Rangka batang penarik yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan kerangka utama. Penanaman Jagung Penanaman jagung merupakan kegiatan pembenaman benih ke dalam tanah, dapat dilakukan secara manual atau dengan bantuan alat dan mesin pertanian. Agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, cara tanam jagung mempertimbangkan beberapa hal di antaranya kedalaman penempatan benih, populasi tanaman, cara tanam, dan lebar alur/jarak tanam. Kedalaman penempatan benih bervariasi antara cm, bergantung pada kondisi tanah. Pada tanah yang kering, penempatan benih lebih dalam. Populasi tanaman umumnya bervariasi antara tanaman/ha. Hasil penelitian Subandi et al.(2004) menunjukkan bahwa populasi tanaman optimal untuk empat varietas yang diuji (Bisma, Semar-10, Lamuru, dan Sukmaraga) adalah tanaman/ha (Tabel 1). Tabel 1. Hasil jagung dari empat varietas dengan empat populasi di Tenilo, Gorontalo, Populasi Hasil biji kering (ton/ha) (tan/ha) Bisma Semar-10 Lamuru Sukmaraga

14 8 Penempatan benih jagung di tanah adalah pada alur-alur yang dibuat teratur atau benih ditanam dengan jarak teratur dalam alur (hill drop) sehingga memungkinkan penyiangan mekanis dua arah. Cara penanaman yang lain adalah sistem drilling di mana penanaman dilakukan secara tidak teratur dalam alur-alur yang teratur. Pada sistem ini penyiangan mekanis hanya memungkinkan dilakukan antar alur. Syarat lain yang perlu diperhatikan agar tanaman dapat berkembang secara optimal adalah jarak tanam. Penentuan jarak tanam jagung dipengaruhi oleh varietas yang ditanam, pola tanam, dan kesuburan tanah. Jarak tanam jagung yang umum digunakan adalah 75 cm x 25 cm, 80 cm x 25 cm, 75 cm x 40 cm, dan 80 cm x 40 cm, dua benih/lubang. Alat Tanam dan Pemupuk Menurut Smirth dan Lambert (1990) peralatan tanam adalah setiap alat yang dioperasikan dengan daya yang digunakan untuk menempatkan biji, potongan biji atau bagian tanaman ke dalam atau di atas tanah untuk perkembangbiakan, produksi pangan, serat dan pakan. Peralatan tanam yang menempatkan benih dalam tanah pada suatu pekerjaan yang sama akan menghasilkan barisan yang teratur (Bainer et al., 1955). Smirth dan Lambert (1990) mengklasifikasikan alat-alat tanam sebagai berikut: 1. Alat tanam larikan (barisan) a. Alat tanam gandengan o Dijatuhkan ke dalam lubang (drill) o Dijatuhkan di guludan (hill drop) o Dijatuhkan di larikan sempit (narrow row) b. Terpasang di belakang traktor : o Dijatuhkan ke dalam lubang (drill) o Dijatuhkan di guludan (hill drop) o Pemindahan atau penanaman.

15 9 2. Alat tanam tabur: o Endgate seeder o Jalur sempit dan lebar penyiang-pemulsa o Kapal terbang 3. Grain drill 4. Kelengkapan bertanam untuk alat tanam lain. Berdasarkan klasifikasi itu, alat tanam dan pemupuk yang dirancang adalah alat tanam dan pemupuk yang ditarik traktor dengan cara menjatuhkan benih dan pupuk ke dalam alur atau lubang. Alat tanam dan pemupuk memiliki beberapa bagian utama yaitu: pembuka alur, alat penjatah benih, penutup alur dan hopper. Pembuka alur berfungsi untuk membuka alur tanah dengan bentuk dan ukuran tertentu sehingga benih atau pupuk dapat jatuh ke dalam alur tersebut. Menurut Bainer (1960) ada empat tipe pembuka alur yang biasa digunkan pada alat tanam, yaitu pembuka alur lengkung (curve-runner), pembuka alur lurus (stub-runner), piringan tunggal (single-disk) dan piringan ganda (double-disk). Gambar 2 menunjukan keempat tipe pembuka alur tersebut. Dari keempat tipe pembuka alur, tipe pembuka alur lengkung merupakan tipe yang paling umum. Sedangkan tipe pembuka alur lurus cocok digunakan untuk tanah yang kasar. Hermawan (1985) dan Wibowo (1991) merancang alat tanam kedelai, kacang tanah, jagung dan kacang hijau dengan pembuka alur berbentuk cangkul dengan ukuran lebar pembuka alur didekati berdasarkan panjang benih yang ditanam. Kedalam alur diatur dengan mengatur posisi pembuka alur ke atas atau ke bawah. Sedangkan Sumaryanto (1991) merancang pembuka alur berbentuk piringan. Kedalaman alur dapat diukur dengan menaikan atau menurunkan poros piringan atau piringannya sendiri. Sedangkan lebar alur diatur dengan menggerakan poros piringan atau piringan tersebut ke kanan atau ke kiri sesuai yang diinginkan.

16 10 Gambar 2. Tipe pembuka alur (Bainer, 1960) Alat penjatah benih (metering device) berfungsi untuk mengatur penjatuhan benih dalam jumlah tertentu dan untuk menghasilkan jarak tanam tertentu. Penutup alur berfungsi untuk menutup alur tanam setelah penjatuhan benih. Penutup alur ini bisa berupa rantai yang diseret (drag chain), piringan penutup (disk hiller), lempeng penutup, sekop penutup dan penutup dengan tekanan roda (Richey et al., 1961). Wibowo (1991) merancang penutup alur dari dua keping besi menjadi berbentuk sweeper. Penutup alur ini dirancang agar dapat menutup alur benih dan pupuk sekaligus. Bentuk dari penutup alur ini dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Penutup alur rancangan Wibowo (1991)

17 11 Hopper atau kotak benih berfungsi untuk menampung benih sebelum ditanam dan memberikan kondisi sehingga benih bisa mengalir dengan baik menuju pengatur penjatah benih. Traktor Dua Roda sebagai Sumber Tenaga Di bidang pertanian telah dikenal enam jenis sumber tenaga penggerak peralatan pertanian, yaitu manusia, ternak, angin, air, listrik dan motor bakar. Dari keenam sumber tenaga tersebut sampai saat ini, motor bakar memperlihatkan kemungkinan penggunaan yang lebih luas. Traktor adalah suatu sumber tenaga lain sebagai hasil pengembangan penggunaan motor bakar sebagai unit tenaga. Tenaga putar yang dihasilkan oleh motor dimanfaatkan sedemikian rupa dengan menggunakan sistem penyaluran tenaga sehingga dapat menjadi sumber tenaga tarik atau tenaga dorong (Sembiring et al., 1991) Traktor dua roda merupakan salah satu tenaga penggerak yang biasa digunakan dalam bidang pertanian. Traktor dua roda mempunyai banyak nama, seperti traktor berporos tunggal, traktor tangan, traktor kebun, traktor jalan, traktor pejalan kaki dan sebagainya. Traktor dua roda mempunyai produktivitas kerja lebih rendah dari traktor empat roda, tetapi masih lebih tinggi dibanding produktivitas tenaga ternak dan petani dapat menikmati kecepatan dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan pertanian dan kerja lebih ringan. Petani juga dapat diyakinkan bahwa hampir semua pekerjaan yang dapat dilakukan dengan tenaga ternak, dapat dilakukan dengan tenaga traktor dua roda, sementara pengetahuan teknis dari usaha tani konvensional mereka masih terus dapat digunakan (Sakai et al., 1998) Menurut Jones et. al. dalam Radite (1984), tenaga traktor dapat menjadi lima yaitu: 1. Indicate Horse Power, adalah tenaga yang timbul di ruang pembakaran akibat adanya ledakan bahan bakar yang efektif diterima oleh piston. 2. Brake/belt Horse Power adalah tenaga yang tersedia pada pulley dan siap digunakan untuk kerja.

18 12 3. Friction Horse Power adalah tenaga yang digunakan untuk mengatasi gesekan-gesekan yang ada di dalam motor, maupun tenaga yang digunakan untuk menggerakan bagian motor itu sendiri. 4. Power Take Off Horse Power adalah tenaga yang tersedia pada PTO dapat digunakan baik pada waktu traktor berjalan maupun dalam keadaan berhenti. 5. Drawbar Horse Power adalah tenaga yang tersedia pada titik gandeng yang siap untuk menarik beban. Drawbar Horse Power dapat dihitung berdasarkan persamaan (Goering and Hansen, 2004): ( F S) P =...(1) K LP Di mana: P : drawbar horse power dalam kw (hp) F : gaya tarikan dalam kn (lb) S : kecepatan maju km/h (mph) K LP : konstanta : 3.6 (375) Dari kelima tenaga traktor itu, drawbar horse power adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakan alat tanam dan pemupuk yang dirancang.

19 13 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2009 sampai dengan bulan November Disain, pembuatan model dan prototipe dilaksanakan di bengkel Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji fungsional dan uji kinerja mesin dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian Alat-alat dan perlengkapan utama yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini meliputi peralatan perancangan dan pembuatan konstruksi mesin serta peralatan instrumen untuk pengujian kinerja lapangan. Peralatan untuk perancangan dan pembuatan konstruksi mesin adalah: a. Peralatan simulasi dan perancangan yang terdiri dari: Komputer dan Software Computer Aided Design. b. Peralatan pembuatan prototipe mesin antara lain: mesin las listrik, las LPG, gerinda tangan, gerinda duduk, mesin bor tangan, mesin bor duduk, mesin bubut, penggaris, meteran, busur, gunting, tang, obeng, kunci pas, dan kunci ring. Peralatan pengukuran kondisi tanah yang digunakan: perlengkapan pengambilan contoh tanah (ring sample), penetrometer tipe SR-2, oven dan timbangan digital. Instrumen pengukuran uji fungsional dan uji kinerja lapangan yang terdiri dari penggaris stainless steel 100 cm dan 60 cm, pita ukur, patok, load cell (Kyowa, LT-5TSA71C) dan handy strain meter (UCAM-1A), tachometer digital, traktor 4 roda Yanmar YM330 dengan daya 33 HP dan hand rotary tractor.

20 14 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang diperlukan untuk penelitian ini mencakup: a. Bahan pembuatan model terdiri dari: karton, lem, dop PVC, pipa PVC, dan kayu triplek. b. Bahan pembuatan rototipe terdiri dari: besi plat tebal 20 mm, 14 mm, 6 mm, 5 mm, dan 3 mm, besi silinder pejal diameter 63 mm, 40 mm, besi pipa diameter 37 mm dan 43 mm, pipa stainless steel diameter 22 mm. c. Bahan habis untuk pengujian lapangan terdiri dari : benih jagung, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk TSP, bahan bakar solar, dan oli mesin. Tahapan Penelitian Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini seperti pada Gambar 4. Gambar 4. Tahapan kegiatan penelitian

21 15 Identifikasi masalah Pada tahap ini berbagai informasi yang dibutuhkan dalam perancangan akan dikumpulkan dan diinventarisasi. Data lapangan yang akan dikumpulkan berupa: Karakteristik budidaya jagung di lokasi menyangkut metode pengolahan tanah, penanaman, pemupukan. Jenis dan karakteristik teknik dari tanah, benih jagung dan pupuk yang digunakan. Ketersedian sumber tenaga penggerak (kualitas dan kuantitas), karakteristik teknik dan kemampuan traktor tangan. Kondisi topografi areal budidaya jagung. Sifat fisik dan mekanik tanah, khususnya di areal budidaya jagung. Masalah yang dihadapi petani dalam pengolahan tanah, penanaman dan pemupukan. Perumusan dan Penyempurnaan Ide Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan yang ada kemudian mengumpulkan ide-ide pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti kondisi lapangan, sifat fisik dan mekanik tanah, karakteristik dari benih jagung, bahan pupuk yang digunakan, dan ketersediaan tenaga penggerak (traktor tangan). Selanjutnya, setelah dilakukan perumusan, pada tahap ini dihasilkan beberapa konsep rancangan fungsional maupun struktural dari mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk yang potensial untuk dikembangkan yang dilengkapi dengan gambar sketsa, prasyarat dan system yang mendukung efektifitas operasional alat dilapangan. Konsep yang akan digunakan merupakan inovasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Tim TMBP selama ini. Konsep-konsep tersebut menyangkut model dan konstruksi dari bagianbagian utama mesin, yaitu: a. Pengolah tanah rotari dan susunan pemasangan pisau rotari. b. Unit penanam dan sistem penjatahan benihnya. c. Unit pemupuk dan sistem penjatahan pupuknya.

22 16 d. Sistem penempatan benih, pupuk dan penutupnya. e. Mekanisme roda penggerak metering device untuk penanam dan pemupuk. Konsep penjatahan pada unit penanam dan pemupuk disajikan pada Gambar 5 dan 6. Gambar 5. Konsep metering device benih (Sembiring et al., 2000) Gambar 6. Konsep metering device pupuk (Sembiring et al., 2000) Pengukuran Gaya Tarik Rotary Tiller Hal yang sangat mendasar dalam pengembangan rotary tiller untuk alat pengolah tanah, penanam dan pemupuk terintegrasi adalah kemampuan traktor dua roda tersebut untuk menarik beberapa implement yang ditambahkan dibelakangnya. Untuk itu perlu diukur gaya tarik (gaya tarikan searah dengan gerak) yang tersisa pada traktor dua roda Yanmar TF105 ML-di yang digunakan.

23 17 Pengukuran kemampuan tarik traktor dua roda dilakukan dengan cara menggandengkan hand tracktor yang sedang beroperasi dengan traktor 4 roda (Yanmar 330) seperti terlihat pada Gambar 7. Arah tarikan diusahakan horizontal dengan cara menyamakan ketinggian titik tarik pada traktor 4 roda dengan titik gandeng pada hand tractor. Gambar 7. Pengukuran kemampuan tarik rotary tiller Kemampuan tarik traktor dua roda merupakan gaya tarik yang terukur dengan cara menggandengkan rotary tiller yang sedang dioperasikan dengan traktor 4 roda sebagai beban. Beban divariasikan dengan mengatur kecepatan maju traktor 4 roda. Pengukuran gaya yang dihasilkan dengan menggunakan load cell melalui konversi dari handy strain meter. Sebelum dilakukan pengukuran dilapangan, load cell terlebih dahulu perlu dilakukan kalibrasi (Lampiran 1). Gaya tarik yang dihasilkan oleh traktor 4 roda Yanmar TF 105 ML-di tergantung pada kondisi tanah pada saat pengukuran. Pengukuran Kondisi Tanah Kadar air dan kerapatan isi tanah. Untuk pengukuran kadar air tanah diambil contoh tanah dengan perlengkapan pengambil contoh tanah (ring sample) pada kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, cm dan cm dari permukaan tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada 4 titik pengukuran secara acak. Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah untuk kondisi tanah pada pengukuran gaya tarik dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengukuran kondisi tanah waktu pengujian prototipe dilapangan, prosedurnya sama dengan yang diatas, perbedaanya hanya waktu pengukuran

24 18 yaitu sebelum dan sesudah penanaman di puncak guludan hasil pengujian prototipe. Tahanan penetrasi tanah. Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer tipe SR-2 (Gambar 8) Luas penampang kerucut yang digunakan adalah 2 cm 2 dengan sudut kerucut Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan hingga kedalaman yang dianggap mewakili kedalaman pengolahan oleh rotari sebanyak 5 kali ulangan pada tiap kedalamannya. Sebelum pengolahan data hasil pengukuran perlu dilakukan terlebih dahulu kalibrasi penetrometer seperti pada Lampiran 3. Tahanan penetrasi dihitng dengan rumus: TPT 98 Fp =...(2) A k di mana: TPT = tahanan penetrasi tanah (kpa), F p = gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan berat penetrometer (kgf) A k = luas penampang kerucut (cm 2 ) Kohesi dan sudut gesek dalam. Pengukuran tahanan geser tanah dilakukan dengan menggunakan gelang geser (gelang bersirip) dan lengan torsi untuk menghitung nilai kohesi tanah pada puncak guludan. Cara pengukuran dan perhitungan nilai kohesi tanah seperti ditunjukan pada Lampiran 4. Adhesi dan sudut gesek tanah baja. Pengukuran tahanan gesek tanah baja dilakukan dengan menggunakan gelang gesek (gelang tanpa sirip) dan lengan torsi untuk menghitung nilai adhesi tanah pada puncak guludan. Cara pengukuran dan perhitungan nilai adhesi tanah seperti ditunjukan pada Lampiran 5. Gambar 8. Penetrometer tipe SR-II

25 19 Rancang Bangun Prototipe Mesin Tahapan dan Kriteria Perancangan Prototipe Mesin Tiga komponen utama yang dirancang adalah 1) unit pengolah tanah dan pembentuk guludan, 2) unit penanam benih, dan 3) unit pemupuk. Ketiga komponen tersebut dirancang secara terintegrasi. Sumber tenaga penggerak dari alat pengolah tanah, penanam dan pemupuk untuk budidaya jagung ini digunakan traktor dua roda dengan merk Yanmar TF 105 ML-di dengan daya maksimal 10.5 HP dan daya kerja 9.5 HP dengan tipe pengolah tanah yang digunakan Rotary Tiller YZC dengan spesifikasi lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Di belakang unit pengolah tanah digandengkan sepasang furrower untuk pembuatan guludan sehingga terbentuk satu guludan dengan ukuran seperti terlihat pada Gambar 9. Unit penanam dirancang mampu menanam benih 1-2 benih per lubang tanam pada jarak tanam 20 cm dalam barisan dan 75 cm antar baris. Penempatan benih pada kedalaman 3-5 cm. Unit pemupuk dirancang sehingga mampu memberikan dan menjatah pupuk butiran Urea, TSP dan KCl pada alur di sebelah alur tanam dengan dosis penjatahan kg/ha Urea, kg/ha TSP dan kg/ha KCl. Penempatan pupuk pada alur berjarak 7-10 cm sebelah alur benih pada kedalaman 5-10 cm. Gambar 9. Ukuran guludan yang diharapkan Disain Fungsional Pengembangan mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk terintegrasi untuk budidaya jagung diawali dengan melakukan pendekatan disain fungsional. Prototipe mesin yang didisain dapat melakukan pengolahan tanah, pembuatan

26 20 guludan, penanam dan pemupuk sekaligus pada satu kali lintasan operasi. Pengolahan tanah yang dimaksud adalah pengolahan tanah yang memenuhi kriteria penanaman jagung. Tanah hasil olahan tersebut dibentuk guludan oleh sepasang furrower dengan cara memindahkan tanah dari alur sisi kiri dan kanan ke bagian tengah furrower sehingga menghasilkan sebuah guludan. Roda bantu furrower dipasang pada bagian belakang singkal furrower yang berfungsi untuk menstabilkan dan mengatur kedalaman kerja furrower. Untuk menggerakan metering device pupuk dan benih diperlukan tenaga putar yang dihasilkan oleh roda penggerak metering device yang terletak di bagian belakang metering device tersebut. Kecepatan putar roda penggerak dipengaruhi oleh kecepatan maju traktor yang digunakan. Posisi roda penggerak pada permukaan tanah di puncak guludan. Untuk mengurangi slip roda penggerak dibuat beberapa sirip pada bagian tepi roda pengerak. Sproket dan rantai digunakan untuk mentransmisikan putaran roda penggerak ke sumbu metering device. Roda penggerak, furrower, unit penanam dan unit pemupuk digandengkan ke traktor melalui rangka utama. Rangka utama dipasang pada bagian titik gandeng traktor dengan menggunakan baut. Hopper yang dipasang pada bagian atas rangka utama untuk menempatkan pupuk dan benih sebelum masuk ke penjatah pupuk dan benih. Untuk mencegah keluarnya pupuk dan benih akibat getaran saat beroperasi, pada bagian atas hopper harus dibuat penutup hopper. Pada bagian dalam hopper di tempatkan penjatah/metering device berfungsi untuk menjatah benih dan pupuk sesuai dengan jumlah benih atau dosis pupuk yang diharapkan. Benih dan pupuk yang keluar dari metering device disalurkan ke tanah melalui pipa saluran. Untuk memudahkan benih dan pupuk di keluarkan dari pipa penyalur dibuat pembuka alur yang ditempatkan pada bagian depan pipa penyalur. Pembuka alur ini juga berfungsi untuk membuat alur untuk penempatan benih atau pupuk. Alternatif komponen-komponen yang dapat melakukan kerja sesuai dengan fungsi diatas adalah sebagai berikut: Pisau rotari. Pisau rotari berfungsi untuk melakukan pemotongan tanah pada pengolahan tanah pertama dan sekaligus memudahkan pembuatan guludan

27 21 oleh furrower untuk penanaman jagung dengan mengarahkan lemparan tanah hasil pemotongan ke arah tengah. Furrower. Furrower berfungsi untuk membuat guludan tanaman jagung dengan ukuran lebar 75 cm. Furrower terdiri dari beberapa bagian yaitu pisau furrower, singkal, landside, rangka tarik, batang tarik, pengunci, pengatur sudut belakang, rangka, poros pengatur sudut, pengatur sudut depan, dan titik gandeng. Pisau furrower. Pisau furrower berfungsi untuk memotong permukaan tanah dan mengarahkannya menuju ke bagian sayap. Singkal. Bagian singkal berfungsi untuk mengangkat dan membalikan tanah serta membentuknya menjadi guludan. Rangka tarik furrower. Rangka tarik furrower berfungsi sebagai tempat menempelnya mata pisau bajak, sayap furrower dan roda batu furrower. Rangka utama. Rangka tarik utama merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat dudukan metering device, roda penggerak, hopper benih dan hopper pupuk. Rangka utama di baut pada titik ganding yang ada diatas dek rotari. Titik gandeng. Titik gandeng berfungsi untuk tempat menggandeng furrower ke sumber tenaga tariknya (traktor dua roda). Sistem transmisi. Sistem transmisi berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan daya/tenaga dari roda penggerak ke metering device sehingga sistem kerja metering device dapat diatur, dalam hal ini digunakan sproket dan rantai. Roda penggerak metering device. Roda penggerak berfungsi untuk menghasilkan tenaga putar yang akan disalurkan oleh rantai dan sproket untuk menggerakan metering device. Pembuka alur benih atau pupuk. Pembuka alur berfungsi untuk membuat alur tempat benih dan pupuk akan ditempatkan. Pembuka alur yang akan dibuat menyatu dengan penyalur benih dan pupuk karena tanah yang akan ditanami masih baru diolah oleh rotari di bagian depan penyalur benih. Penyalur benih atau pupuk. Penyalur benih atau pupuk berfungsi untuk menyalurkan benih atau pupuk dari keluaran hopper ke dalam tanah.

28 22 Hopper (kotak benih/pupuk). Kotak benih atau pupuk berfungsi untuk menempatkan benih atau pupuk sebelum masuk ke metering device. Metering device. Metering device berfungsi untuk mengatur penjatahan benih atau pupuk sesuai dengan kebutuhan dengan mengatur kecepatan putar dari metering device. Disain Struktural Penentuan dimensi komponen mesin yang akan didisain harus sesuai dengan ruang yang tersedia pada traktor yang digunakan dan kriteria kinerja yang diharapkan. Disain alat pengolah tanah, penanam dan pemupuk terintegrasi untuk budidaya jagung secara struktural dilakukan dengan memodifikasi implemen hand tractor dan jarak poros roda depan sesuai dengan ukuran guludan yang direncanakan. Modifikasi implemen dan disain struktural dari furrower, penanam dan pemupuk seperti dijelaskan berikut ini. Modifikasi susunan dan penambahan pisau rotari. Lebar daerah kerja dari rotari adalah 65 cm. Ukuran daerah kerja yang diharapkan sebesar 75 cm sesuai dengan ukuran lebar kerja furrower. Untuk mendapatkan ukuran tersebut perlu ditambahkan masing-masing 5 cm di sebelah kiri dan kanan as rotari. Jumlah pisau rotari yang ditambahkan masing-masing sebanyak satu buah, sehingga jumlah keseluruhan pisau rotari 20 buah, serta pengaturan arah mata pisau supaya pelemparan tanah kearah tengah guludan sehingga memudahkan pembuatan guludan oleh furrower. Pemasangan pisau rotari diusahakan secara portable, tujuannya jika alat ini tidak digunakan untuk penanaman dan pemupukan maka pisau rotari tersebut dapat dilepas, begitu juga dengan bagian tambahan yang lainnya. Poros rotari tambahan dibuat dari pipa dengan diameter 80 mm disesuaikan dengan diameter as yang sudah terpasang sebelumnya. Bagian ujung dalam dilubangi dengan dimater 12 mm untuk pemasangan baut pengikat ke as utama. Bagian ujung yang lain dilubangi dengan diameter 20 mm sesuai dengan diameter kunci sok untuk pemasangan baut pada bagian di dalamnya. Selain baut

29 23 pada bagian as dalam, untuk menahan beban torsi perlu dibuatkan du buah kuping yang dilas ke as tambahan dan dipasang baut ke dudukan pisau rotari yang terletak pada bagian terdekat. Modifikasi poros roda depan. Untuk mendapatkan jarak antar puncak guludan 75 cm maka as roda depan ditambahkan di sebelah kiri dan kanan sebesar 50 mm seperti terlihat pada Gambar 10. Dudukan roda dibuat dari plat dengan ukuran 116 x 116 x 14 mm. Diantara dudukan dilaskan besi pejal dengan diameter 40 mm dengan panjang 58 mm. Tambahan poros ini diikat ke poros dasar dengan menggunakan baut M12 sebanyak 4 buah dan 4 buah baut dengan ukuran yang sama untuk pemasangan roda. Plat bagian dalam dan luar dibubut dengan diameter 80 mm sesuai dengan rim roda karet, sehingga plat dudukan dan rim roda dapat dipasang dengan pas. Gambar 10. Disain tambahan poros roda depan Rangka utama. Rangka utama penanam dan pemupuk dipasang di atas dek rotari pada bagian ujung depannya dibaut pada titik gandeng. Rangka utama dibuat dari plat baja tebal 8 mm dengan panjang dan lebar disesuaikan dengan profil dek dan bagian ujung belakang dibuat melengkung untuk menempatkan as metering device bersama dengan pemasangan bus untuk roda penggerak seperti terlihat pada Gambar 11.

30 24 Gambar 11. Rangka utama penggandeng Furrower. Proses pemindaahan tanah oleh furrower untuk pembuatan guludan seperti pada Gambar 12. A2 merupakan luas penampang tanah yang dipindahkan ke puncak (A1). α adalah sudut penampang bawah guludan yang besarnya Luas A1 adalah: Gambar 12. Ukuran guludan yang diharapkan, A 1 1 = ( 20 t) A = 0.563t 2 20 t tanα t (3) Sedangkan luas A2 adalah: t tan A2 t α = 2 A = 10t t (4)

31 25 Karena luas penampang A1 sama dengan luas A2 maka tinggi tanah pada penampang A1 yang dipindahkan adalah t = 8.67 cm. Luas tanah yang dipotong dan dipindahkan oleh furrower adalah A2 =85.65 cm 2. Draft spesifik furrower untuk memindahkan tanah dengan penampang A2 diduga dengan persamaan (McKyes, 1985): D s = v...(5) di mana D s adalah draft spesifik ( N/cm 2 ) dan v adalah kecepatan maju alat (km/jam). Kecepatan maju yang digunakan adalah 0.48 m/s atau km/jam, sehingga D s = N/cm 2. Gaya (P f ) yang dibutuhkan untuk menarik furrower adalah: P P P f f f = D A...(6) s = 2,8225 N / cm 2 = N cm 2 Untuk pembuatan guludan digunakan dua buah furrower, maka draft yang dibutuhkan adalah N. Analisis perancangan furrower yang dibahas hanya pada rangka tarik yang diduga mengalami beban kritis yaitu pada bagian belokan pada rangka tarik furrower. Furrower pembuat guludan dipasang pada dua buah rangka tarik, sehingga beban maksimum yang bekerja pada masing-masing rangka sesuai dengan hasil perhitungan persamaan (6) adalah N (24.6 kgf). Beban tersebut ditahan oleh setiap rangka tarik dan menimbulkan momen lentur pada rangka tersebut. Dimensi rangka tarik menurut besarnya beban yang mengenai furrower tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Singer et al, 1995): c σ a = M...(7) I di mana: σ a : nilai kekuatan tarik bahan yang diperbolehkan (kgf/mm 2 ) M : momen yang terjadi pada tangkai penarik (kgf mm) c : titik tengah bahan (mm) I : Inersia bahan (mm 4 )

32 26 Untuk pembuatan rangka tarik, digunakan plat dengan ketebalan (b) = 15 mm, dan panjang 450 mm. Nilai kekuatan tarik bahan baja karbon yang diperbolehkan (σ a ) adalah sebesar 21 kg/mm 2, sehingga lebar rangka (h) dapat ditentukan: 0.5h σ a = F. L,...(8) 1 3 bh 12 sehingga : h = 6FL σ a b S f digunakan safety factor (S f ) = 2, maka h = h = 20.5mm...(9) Selain mengalami beban dari arah depan (berlawanan dengan arah maju traktor), rangka tarik juag mengalami beban dari samping yang diakibatkan oleh kontak antara tepi tanah yang diolah dengan bagian sayap furrower, seperti terlihat pada Gambar 13. 1/3F F Gambar 13. Arah gaya yang bekerja pada furrower Besarnya beban dari samping adalah sebesar sepertiga kali beban dari arah depan. Dengan asumsi beban dari arah depan 24.6 kgf, maka lebar rangka

33 27 menggunakan persamaan di atas dengan safety factor = 2 didapatkan nilai h = 6.8 mm. Dari kedua hitungan di atas, didapatkan nilai lebar minimum rangka tarik diambil nilai F yang lebih besar dari arah depan adalah 20.5 mm. Berdasarkan hasil perhitungan, dalam pembuatan rangka tarik digunakan bahan plat baja dengan ukuran tebal (b) = 15 mm, panjang (L) = 450 mm dan lebar (h) = 25 mm. Disain awal dari furrower untuk pembuat guludan dapat dilihat pada Gambar 14. Furrower dibuat dari besi plat dengan ketebalan 5 mm untuk bagian mata pisau dan tebal 3 mm untuk bagian atas. Kedua bagian plat tersebut dilaskan dan diikatkan kerangka utama menggunakan 2 buah baut M8 dan 2 buah baut M6. Berdasarkan analisis gaya yang bekerja pada titik kritis rangka tarik furrower maka rangka furrower dibuat dari pipa besi diameter 37 mm dan pada bagian belokan dilaskan plat dengan lebar 25 mm dan tebal 15 mm. Pada bagian ujung ranka tarik bagian atas digandeng ke titik gandeng dengan 2 buah baut M 14. Gambar 14. Disain awal furrower Roda bantu furrower. Roda bantu furrower (Gambar 15) dibuat dari plat baja tebal 3 mm lebar 50 mm yang dirol dengan diameter 160 mm, pada bagian jari-jari dilaskan behel diameter 10 mm sebanyak 4 buah. Konstruksi roda bantu diharapkan dapat diatur ketinggiannya tergantung keperluan pembentukan guludan. Pada bagian belakang roda dipasang plat strip untuk pembersih tanah yang lengket dipermukaan roda.

34 28 Gambar 15. Disain roda bantu furrower Roda penggerak metering device. Tahanan gelinding (rolling resistance) yang terjadi pada roda penggerak MD (Gambar16) adalah F, yang besar nilainya dapat diduga berdasarkan persamaan Gill dan Berg (1967) : Fd b W = K b 3 / 2...(10) di mana d adalah diameter roda penggerak (in), b adalah lebar roda (in), W adalah bobot roda (lb) dan K adalah proporsionalitas yang menggambarkan kondisi tanah. Gambar 16. Tahanan gelinding roda penggerak Roda penggerak yang direncanakan dengan d = 30 cm, b = 10 cm, W = 8.1 kg, nilai K = 1.3 (Gill dan Berg,1967), maka dengan menggunakan persamaan 10 didapatkan nilai F RR = lb (18.6N). Berdasarkan ukuran dimensi yang direncanakan roda penggerak dibuat dari plat baja tebal 3mm dengan diameter 300 mm. Lebar roda 100 mm dibuat dengan melaskan plat tebal 3 mm di sekeliling lingkaran plat roda seperti terlihat pada Gambar 17. Pada bagian luar roda dilaskan sebanyak 12 buah sirip dari plat strip dengan ukuran 25 x 20 x 1.5 mm. F RR

35 29 Pada kedua ujung as roda penggerak dipasang nap sepeda, bagian kirinya di pasang sproket dengan jumlah gigi 14 buah, sedangkan pada poros metering device menggunakan sproket dengan jumlah gigi 18 buah. Di samping sproket di poros metering device di pasang bevel gear dengan jumlah gigi 14 buah untuk meneruskan gerakan tegak lurus ke metering device benih. Pada metering device benih bevel gear yang digunakan jumlah giginya juga 14 buah, karena kecepatan poros metering device utama diharapkan sama dengan metering device benih. Rangka roda penggerak dibuat dari plat tebal 4 mm dibuat sesuai dengan ukuran roda penggerak dengan panjang maksimal ke belakang sejajar dengan handle traktor. Pada bagian tengah dibuat dudukan pegas yang dihubungkan langsung ke rangka utama. Gambar 17. Disain roda penggerak Metering device benih. Metering device benih / penjatah benih berfungsi untuk mengatur jumlah benih dan jarak tanam yang diharapkan. Jarak tanam benih dihitung dengan rumus: J tb G b2 jtr 2 G1 b1 =...(11) j c di mana: (( ) ( 1+ 5% ) j tr = π D...(12) J tb j tr G 1 G 2 = jarak tanam benih (cm) = jarak putaran roda setelah ditambah 5% kemacetan roda (cm) = jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak (buah) = jumlah gigi sproket pada poros metering device (buah)

36 30 b 1 b 2 j c = jumlah gigi bevel gear pada poros utama metering device (buah) = jumlah gigi bevel gear pada poros metering device benih (buah) = jumlah celah metering device benih (buah). Jarak tanam benih yang direncanakan untuk prototipe (Lampiran 21) sebagai berikut: j j tr tr = ( ) ( 1+ 5% ) = cm J J tb tb = = cm Metering device benih dirancang 2 tipe berdasarkan hasil analisis jarak tanam yang diharapkan dan pertimbangan komponen pendukung yang tersedia di pasaran seperti terlihat pada Gambar 18. Tipe I dengan ketebalan 10 mm dan tipe II dengan ketebalan 9 mm. Di samping itu perbedaannya adalah ukuran celah dan sudut pengambilan benih. Kedua tipe ini diuji dengan cara memasang metering device benih ini pada hopper benih kemudian dihubungkan dengan transmisi rantai ke roda penggerak. Roda penggerak diputar dengan kecepatan 30 rpm, hasil penjatahan setiap celah dihitung, kemudian ditentukan kinerja terbaik di antara kedua tipe ini dan diaplikasikan pada prototipe mesin. a) b) Gambar 18. Model metering device pupuk a) tipe I, b) tipe II Metering device benih dibuat dari bahan nylon dengan diameter luar 127 mm, memiliki 6 buah celah penjatah benih seperti Gambar 18. Ukuran celah lempeng penjatah benih disesuaikan dengan ukuran dua butir benih jagung. Jarak

37 31 tanam dalam barisan ditentukan oleh diameter roda penggerak mesin penanam, rasio trasmisi putaran dari roda penggerak dengan lempeng penjatah benih. Hopper/kotak benih. Ukuran kotak benih untuk unit penanam dirancang berdasarkan persamaan: V hb = 4 ( A j γ 10 ) u ρ p l b b...(13) di mana: V hb : volume kotak benih (cm 3 ) A : luas penanaman sekali mengisi kotak benih (1350 m 2 ) J : jumlah benih jagung setiap lubang tanam (1 biji) γ b : massa per butir benih jagung rata-rata (0.3 g) u : jumlah unit mesin penanam dalam satu lintasan operasi (1 unit) ρ b : kerapatan isi benih (0.676 g/cm 3 ) p : jarak antar barisan tanam (75 cm) l : jarak antar lubang tanam dalam barisan (20 cm) Ukuran volume kotak benih dengan nilai parameter yang direncanakan adalah: V V hb hb = 4 ( ) = 3994 cm 3 m = 2700g Volume kotak benih dirancang agar pengisian benih tidak habis di tengah lahan. Kotak benih terdiri dari tutup kotak benih, dinding kotak benih, dasar kotak benih dan katup ruang penjatah. Kotak benih terbuat dari plat stainles steel tebal 1 mm. Bagian tutup, dinding dan dasar kotak benih dibuat terpisah supaya mudah memperbaiki jika ada kerusakan. Bentuk kotak benih menyerupai prisma terpancung di bagian bawahnya seperti terlihat pada Gambar 19. Bidang miring pada dasar kotak benih dirancang berdasarkan sudut curah benih jagung.

38 32 Hopper benih di pasang pada rangka utama dengan menggunakan baut M6 sebanyak 4 buah. Kemiringan hopper sebesar 42 0, dengan membuat sudut kemiringan hopper lebih besar dibanding sudut curah jagung diharapkan jagung yang jatuh ke saluran keluaran lebih lancar. Untuk jagung dengan kadar air 14 % sudut curahnya adalah , 18% sudut curahnya dan jagung dengan kadar air 28% adalah (Panggabean, 2008). Pada bagian bawah kotak benih terdapat katup ruang penjatah yang dapat digeser untuk mengatur keluaran benih dari kotak benih ke ruang penjatah benih. Ukuran hopper disesuaikan dengan kondisi ruang yang tersedia dibawah stang traktor. Ukuran kotak benih permukaan atas tutupnya adalah 240 mm x 140 mm, ukuran dasar kotak benih 140 mm x 140 mm, sudut kemiringan dasar 45 0, ketinggian posisi belakang dasar kotak 80 mm dan ketinggian posisi hopper didepan 30 mm, ukuran lain menyesuaikan ruang yang ada. Gambar 19. Bentuk dasar hopper benih Saluran benih terbuat dari slang plastik bening dengan diameter ¾ inchi. Ujung bagian bawah saluran pengeluaran benih ditempatkan 10 cm didepan furrower. Slang dipasang pada behel yang dilaskan pada rangka utama. Pada ujung behel dilaskan besi strip. Hopper/kotak pupuk. Volume kotak pupuk dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan dosis pupuk per hektar, berat jenis pupuk, dan efisiensi pengisian pupuk. Volume kotak pupuk dapat ditentukan dengan persamaan berikut: V hp ( A D) = u ρ 104 p...(14)

39 33 di mana: V hp : volume kotak pupuk(cm 3 ) A : luas pemupukan sekali mengisi kotak pupuk(1350 m 2 ) D : dosis pemupukan (150 kg/ha Urea, 200 kg/ha TSP, 100 kg/ha) u : jumlah unit mesin pemupuk dalam satu lintasan operasi (1 unit) ρ b : kerapatan isi pupuk(g/cm 3 ) Urea, TSP dan KCl masing-masing adalah g/cm 3, g/cm 3 dan g/cm 3 Dengan menggunakan rumus volume hopper di atas dan data yang ada maka diperoleh masing-masing volume hopper pupuk seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Volume hopper pupuk hasil perhitungan Pupuk A ρ u Dosis Vhp massa (m2) γ g/cm 3 (unit/lntsn) (kg/ha) g/cm 3 G Urea TSP KCL Perhitungan volume hopper benih dan volume hopper pupuk sedikit berbeda dengan yang didapatkan dari perhitungan, karena ruang penempatan hopper agak terbatas di atas dek rotari. Hopper pupuk didisain menggunakan plat stainless steel tebal 1 mm. Plat stainles steel digunakan karena diharapkan material tersebut tahan terhadap karat yang disebabkan oleh pupuk. Ukuran dimensi hopper disesuaikan dengan ruang yang tersedia di atas dek rotari dan tidak melebihi ketinggian stang traktor. Kotak terletak di atas penjatah pupuk. Agar pupuk dapat keluar meluncur ke bawah, bidang miring pada dasar kotak dirancang dengan mempertimbangkan sudut curah pupuk yang berkisar anatar 30 0 sampai 41 0 (Lampiran 9), dalam rancangan ini sudut kemiringan dasar kotak pupuk adalah Ukuran kotak pupuk dengan lebar 100 mm, panjang permukaan tutup atas 280 mm, bentuk profil kotak pupuk yang dirancang adalah seperti terlihat pada Gambar 20. Dalam rancangan ini kotak pupuk dibuat dua ruangan yaitu untuk pupuk Urea dan pupuk KCl dicampur dengan TSP. Tujuan pemisahan pupuk itu adalah untuk menghindari penggumpalan dan penyumbatan di bagian penjatah pupuk pada bagian bawah kotak pupuk. Lebar ruang kotak pupuk Urea, 4 cm dan

40 34 campuran TSP dan KCl dengan lebar 6 cm, lebar itu masih bisa diatur dengan cara pengatur dosis yang dipasang pada bagian bawah hopper. Sudut kemiringan hopper harus dibuat berdasarkan sudut curah masingmasing pupuk dan campuran. Pengukuran sudut curah pupuk seperti terlihat pada Lampiran 9. Gambar 20. Disain dasar hopper pupuk Saluran pupuk juga dibuat dari pipa stainless steel dengan diameter 26 mm. Pada ujung pipa bagian bawah dilaskan plat stainless steel sebagai pembuka alur pupuk. Gaya (P) yang bekerja untuk pembuka alur pupuk atau benih diduga menggunakan persamaan (McKyes, 1985): 2 P ( γ g d N + cdnc + qdnq)w...(15) = γ di mana: γ : densitas tanah (kg/m 3 ) g : percepatan gravitasi (m/s 2 ) q : tekanan vertikal pada permukaan tanah (Pa) c : kohesi tanah (Pa) d : kedalaman implemen (m) w : lebar implemen (m) N γ, N c, N q adalah faktor gesekan tanah, geometri tanah dan gesekan tanah dengan alat, q = 0 jika tidak ada tekanan yang bekerja pada permukaan tanah.

41 35 Hasil pengukuran, perhitungan dan grafik pada Lampiran 4-7 didapatkan nilai parameter sebagai terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter pengukuran tanah Pembuka alur benih Pembuka alur pupuk d (cm) w (cm) d/w Nγ Nc c (pa) γ(kg/m 3 ) g (m/s) φ( 0 ) δ( 0 ) α( 0 ) Gaya untuk pembuka alur benih (P ab ): P P P ab ab 2 ( γ g d N + cdnc + qdnq) w 2 ( ) ab = γ = = N Gaya untuk pembuka alur pupuk (P ap ): P P P ap ap ap = ( γ g d N + cdnc + qdnq) w 2 ( ) = γ = N Gaya horizontal yang bekerja pada rotary tiller pada saat menarik prototipe mesin dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Analisis gaya horizontal pada mesin

42 36 Prototipe mesin akan bergerak dengan kecepatan v jika: F r + F tr > F RR + P ap + P ab + P f...(16) di mana : F r F tr F RR P ap P ab P f : gaya dorong rotari (N) : gaya yang dihasilkan roda traksi (N) : gaya tahanan geliding (N) : gaya tahanan pembuka alur pupuk (N) : gaya tahanan pembuka alur benih (N) : gaya tahanan furrower (N) Dari persamaan (10) didapatkan besar nilai tahanan gelinding roda penggerak metering device (F RR ) = 18.6 N, berdasarkan persamaan (15) nilai tahanan tarik pembuka alur pupuk (P ap ) = N, nilai tahanan tarik pembuka alur benih (P ab ) = N, dan nilai tahanan tarik furrower (P f ) berdasarkan persamaan (5) dan (6) adalah N. Gaya minimum (F min ) untuk menarik prototipe mesin yang dirancang adalah: F min = F RR + P ap + P ab + P f = 18.6 N N N N = N Tenaga minimum (D min ) yang dibutuhkan untuk menarik protipe mesin yang dirancang pada kecepatan maju (v) rata-rata rotary tiller 0.34 m/s. D min = F min x v...(17) = (589.3 x 0.34) = Watt = 0.27 HP Metering device pupuk. Model metering device pupuk seperti terlihat pada Gambar 22. Model yang dibuat dengan skala 1 : 1 dengan material pipa PVC dengan ukuran diameter luar 42 mm dan diameter pipa PVC penjatah pupuk 22 mm.

43 37 Gambar 22. Model metering device pupuk Volume pupuk teotritis. Volume pupuk yang dikeluarkan metering device untuk satu putaran dihitung melalui pendekatan seperti terlihat pada Gambar 23. Gambar 23. Sketsa perhitungan volume metering device pupuk LA adalah luas segitiga dengan panjang sisi sama R, sedangkan LD adalah segitiga yang dibentuk dengan sisi sama dengan r. Volume pupuk merupakan luas LBC dikalikan panjang rotor metering device pupuk. Toleransi antara penjatah pupuk dan rumah atau pipa luar sebesar 1 mm. Luas L BC seperti pada persamaan 18 berikut. L BC πr R 2 π r 2πrt 2 π R t = cos30 r cos 60.sin (18) Volume (cm 3 ) untuk satu putaran rotor adalah: V1 put = 6 x LBC x l...(19) di mana : V 1 put = volume untuk satu putaran rotor (cm 3 ) L BC = luas celah penjatah pupuk yang terisi pupuk (cm 2 )

44 38 R r t l = jari-jari luar / rumah penjatah pupuk (cm) = jari-jari penjatah pupuk (cm) = tebal pipa penjatah pupuk (cm) = panjang rotor penjatah pupuk (cm) π x 2.1 LBC = 6 LBC = 0.92 cm π x1.15 x π x2.1x π 1.15 x x 0.5x Volume teoritis (Vt) untuk 6 buah celah dengan panjang rotor 4.7 cm adalah: V1 put = 87 3 = 6 x0.92 x cm...(20) Model metering device pupuk dibuat dengan tiga macam bukaan yaitu bukaan 100%, 75% dan 50% seperti terlihat pada Gambar 24. a) b) c) Gambar 24. Bukaan metering device pupuk a) bukaan 100%, b) bukaan 75% dan c) bukaan 50% Metering device pada prototipe dirancang berdasarkan hasil pengujian model yang dibuat. Tujuan pengujian model adalah untuk mendapatkan dimensi metering device pupuk dan benih yang tepat untuk disain mesin penanam dan pemupuk serta melihat kendala teknis yang terjadi pada waktu pengujian model. Model metering device pupuk digerakan oleh motor jenis variabel speed seperti terlihat Gambar 25..

45 39 Gambar 25. Pengujian model metering device pupuk Kecepatan putar motor yang digunakan adalah 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 rpm. Untuk masing-masing kecepatan dilakukan lima kali pengulangan, massa penjatahan pupuk yang keluar dari model alat penjatah ini ditimbang menggunakan timbangan digital. Massa penjatahan pupuk selama 10 putaran rotor metering device ditimbang dan dikonversi kebesaran volume pupuk. Hal yang sama dilakukan untuk bukaan 50%, 75% dan 100% metering device pupuk. Pupuk yang digunakan dalam pengujian model ini adalah pupuk Urea, TSP dan campuran TSP dengan KCl. Nilai bulk density masing-masing pupuk dapat dilihat pada Tabel 4. Data pengukuran bulk density pupuk seperti Lampiran 10. Tabel 4. Bulk density pupuk Bulk Jenis Pupuk Density (g/cm3) Urea KCl TSP TSP+KCl (2:1) TSP+Urea (2 : 1.5) TSP+Urea +KCl(2 : 1.5 : 1) Dengan pertimbangkan mekanisme penggerak atau putaran yang sederhana, maka dipilih jenis penjatah pupuk tipe silinder berputar (agitator feed) dengan arah putaran searah dengan putaran roda penggerak. Bentuk penjatah pupuk dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan efektifitas penjatahan

46 40 pupuk dan untuk mengatasi kelengketan dan pengumpulan pupuk. Berdasarkan hasil pengujian model maka ukuran metering device pupuk seperti terlihat pada Gambar 26. Gambar 26. Disain metering device pupuk Celah penjatah terbuat dari bahan anti karat (pipa stainless steel) diameter 22 mm dengan panjang maksimal sebelum dipasang sekat pengatur 100 mm, tebal 1.5 mm yang dibelah menjadi tiga bagian. Metering device tersebut terdiri dari 6 bagian pipa yang terbelah yang dilaskan ke poros stainless steel diameter 22 mm, panjang 110 mm. Pada bagian center poros dilubangi dengan diameter 12 mm untuk menempatkan poros yang dipasangkan pada dudukan bus pada rangka utama. Penjatahan pupuk per meter. Dosis pupuk per meter alur merupakan perkalian antara volume pupuk satu putaran silinder penjatah dikalikan massa jenis pupuk dibagi dengan perbandingan jumlah gigi sproket pada metering device dengan jumlah gigi pada roda penggerak dikali dengan jarak lintasan roda penggerak dalam meter, dengan rumus: P pm V1 put ρ = jtr G2 100 G 1...(21) di mana: P pm j tr : penjatahan pupuk per meter (g/m) : jarak tempuh roda penggerak setelah ditambah 5% kemacetan (cm) V 1put : volume pupuk satu putaran (cm 3 ) ρ : massa jenis pupuk (g/cm 3 ) G 1 : jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak (buah)

47 41 G 2 : jumlah gigi sproket pada poros metering device (buah) Penjatahan pupuk Urea per meter berdasarkan volume pupuk pada pengujian model metering device pupuk adalah: P P pm pm = = g / m Dosis pupuk per hektar. Dosis pupuk (D p ) kg/ha dihitung dengan rumus: di mana: D p P pm : dosis pupuk (kg/ha) : penjatahan pupuk per meter (g/m) 1000 : konversi dari g menjadi kg : konversi dari m 2 menjadi hektar /ha J alur D p Ppm... (21) 1000 = jalur : jarak puncak guludan atau jarak antar alur (cm) Dosis pupuk Urea yang direncanakan berdasarkan penjatahan pupuk per meter dari hasil pengujian alat: D D p p = = kg / ha Adapun data lengkap untuk pupuk yang lainya dapat dilihat pada Lampiran 11. Pembuatan Prototipe Mesin Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan prototipe mesin berdasarkan gambar kerja yang dibuat pada tahap sebelumnya. Pembuatan prototipe dilakukan di bengkel Departemen Teknik Pertanian IPB.

48 42 Uji fungsional Uji fungsional dilakukan pada prototipe mesin untuk mengetahui dan memastikan tiap-tiap bagian dapat berfungsi dengan baik. Untuk unit penanam, yang diuji adalah bagian: kotak benih, penjatah benih, penyalur benih, pembuka alur dan mekanisme pengaturnya, penutup alur, mekanisme roda penggerak. Adapun untuk bagian pengolah tanah rotari akan diperiksa kinerja pisau rotari, kegemburan tanah dan bentuk serta ukuran guludan yang dihasilkan. Uji fungsional akan dilakukan di Laboratorium lapangan Departemen Teknik Pertanian, IPB. Pengujian Mesin di Lapangan Selama aplikasi mesin, dilakukan pengukuran kinerja mesin di lapangan yang meliputi: 1) Pengukuran kapasitas lapangan teoritis (KLT), kapasitas lapangan efektif (KLE), slip roda penggerak metering device dan menghitung efisiensi lapangannya. 2) Pengukuran kinerja penanaman, jumlah benih per lubang, jarak antar benih dalam barisan tanam, dan kedalaman penempatan benih. 3) Pengukuran kinerja pemupukan: takaran pupuk yang diberikan (Urea, TSP, KCl), kedalamam penempatan pupuk, dan tingkat keseragaman penjatahan pupuknya. 4) Pengukuran kinerja mesin pengolah tanah: ukuran dan bentuk guludan, bulk density tanah pada guludan, tahanan penetrasi dan kadar air tanah. Slip roda penggerak metering device. Slip roda penggerak diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda penggerak di lapangan saat pengoperasian penanam dan pemupuk kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda penggerak dilahan keras (aspal). Pengukuran dilakukan pada kecepatan maju yang sama dengan 3 kali ulangan. Diukur juga lebar pengolahan, waktu belok, luas lahan yang ditanami sehingga akan didapatkan kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lapangan efektif.

49 43 Slip roda penggerak dihitung dengan menggunaka rumus: St Slip = 1 x 100%...(23) S di mana: 0 S 0 = jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda S t = jarak tempuh 5 kali putaran roda sebenarnya dilapangan. Kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lapangan efektif. Kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lapangan efektif diukur dengan cara berikut ini. Pada saat dioperasikan, dicatat waktu mulai kerja, lalu pada saat traktor melintas (di tengah) dilakukan pengukuran kecepatan maju (tiga kali ulangan), dan saat traktor menyelesaikan pekerjaan seluruh petak dicatat waktu selesai. Kecepatan maju traktor (V t ) diukur dengan mengukur waktu tempuh (t 15 ) dalam jarak (antar patok) 15 m. Dengan data tersebut, dapat dihitung KLE, KLT dan efisiensi lapangan sebagai berikut. 60 Ll KLE =...(24) Wk KLT = 0.36 J ab Vt...(25) 15 Vt =...(26) t15 KLE El = (27) KLT di mana: KLE : kapasitas lapangan efektif (ha/jam) KLT : kapasitas lapangan teoritis (ha/jam) V t : kecepatan maju (m/s) L l : luas lahan petakan (2.25 m x 15 m = m 2 ) W k : waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu petak (menit) J ab : jarak antar barisan tanaman (0.75 m) t 15 : waktu tempuh pada jarak 15 m (s) E l : efisiensi lapangan (%)

50 44 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Tenaga Tarik dan Gaya Tarik Rotary Tiller Pengujian dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian Leuwikopo. Jenis tanah lahan pengujian adalah Latosol Darmaga. Tekstur tanah pada kedalaman sampai 20 cm mempunyai fraksi: 9% pasir, 14% debu dan 77% liat. Berdasarkan klasifikasi tekstur tanah USDA, tekstur tanah dengan fraksi tersebut adalah tekstur liat (clay). Data hasil pengukuran tenaga tarik dan gaya tarik rotary tiller Yanmar TF 105 ML-di disajikan dalam bentuk grafik yang ditunjukkan pada Gambar 27. Pengukuran tenaga tarik dan gaya tarik tersebut pada kecepatan seperti terlihat pada Gambar 28. Adapun data pengukuran secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 12. Gaya Tarik (N) Slip (% ) Tenaga Tarik (Watt) Gaya Tarik Tenaga Tarik Kecepatan maju (m/s) Gambar 27. Tenaga tarik dan gaya tarik rotary tiller Slip (%) Gambar 28. Kecepatan rotary tiller pada saat pengujian

51 45 Dari Gambar 27 terlihat bahwa tenaga tarik rotary tiller berkisar antara Watt (rata-rata Watt) pada kondisi slip di bawah 40 %. Tenaga tarik rotary tiller maksimal pada kondisi slip roda traksi sebesar 29.9 %. Menurut Sembiring et al. (1991) pada kondisi tanah liat basah tenaga tarik terbesar traktor saat kondisi slip sekitar 35%. Pengujian tenaga tarik rotary tiller ini tidak dilakukan pada slip 35% sehingga besar nilai tenaga terbesar yang terukur pada saat slip sekitar 30% tersebut. Hal ini disebabkan karena beban tarik tidak dapat diberikan secara tepat untuk mendapatkan slip pada range 30-37% (Lampiran 12). Di samping itu pengujian ini dilakukan pada kondisi tanah yang agak basah. Pototipe mesin yang akan digandengkan dengan rotary tiller akan efektif digunakan pada kondisi di bawah slip optimal tersebut. Dari hasil perhitungan teoritis tenaga tarik minimal yang dibutuhkan untuk menarik prototipe sebesar Watt pada kecepatan 0.34 m/s. Hal ini berarti tenaga sisa rotary tiller mampu menarik prototipe mesin yang dirancang. Dari hasil perhitungan gaya yang diperlukan untuk furrower yaitu N, tahanan gelinding roda penggerak sebesar 18.6 N, gaya pembuka alur pupuk sebesar 22.7 N dan gaya pembuka alur benih 64.5 N. Jumlah gaya yang diperlukan untuk menarik prototipe mesin adalah N. Dari hasil pengukuran didapatkan gaya tarik rotary tiller rata-rata N. Nilai gaya tarik yang tersedia pada rotary tiller lebih besar dibandingkan dengan gaya tarik yang dibutuhkan untuk menarik prototipe mesin. Hal ini juga berarti traktor dengan rotary tiller ini masih bisa menarik mesin yang berfungsi pembuat guludan, penanam dan pemupuk. Kondisi tanah rata-rata pada saat pengukuran gaya tarik disajikan pada Tabel 5, adapun data pengukuran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14.

52 46 Tabel 5. Data kondisi tanah pada saat pengukuran gaya tarik Parameter Nilai pengukuran Kadar air (%) 37.7 Kerapatan Isi Tanah (g/cm 3 ) Tahanan Penetrasi Tanah (kpa) Kedalaman (cm) Hasil Pengujian Model Metering Device Pengujian model dilakukan untuk metering device pupuk dan metering device benih. Tujuan pengujian model adalah untuk mendapatkan dimensi metering device pupuk dan benih yang tepat untuk disain mesin penanam dan pemupuk serta melihat kendala teknis yang terjadi pada waktu pengujian model. Ketepatan Penjatahan Pupuk pada Model Metering Device Pupuk Pengujian dengan pupuk Urea dan TSP dapat berjalan dengan baik, tetapi untuk pengujian dengan pupuk KCl, KCl dicampur Urea tidak dapat berfungsi karena pupuk tersebut lengket pada metering device. Oleh sebab itu maka untuk pembuatan prototipe mesin direkomendasikan ada dua ruang hopper yaitu untuk pupuk urea dan pupuk TSP yang dicampur dengan KCl. Hasil pengujian penjatahan pupuk Urea ditampilkan pada Gambar 29, (Lampiran 22) yang terlihat bahwa debit keluaran pupuk menurun dengan bertambahnya kecepatan putaran. Hal ini disebabkan oleh metering device yang berputar cepat belum sempat terisi oleh jatuhan pupuk dari hopper. Dari Gambar 29 terlihat bukaan 50% debit keluaran sekitar 8 g/putaran, tetapi untuk bukaan 100% nilai debit berkisar antara g/putaran. Antara ketiga jenis bukaan metering device terlihat debit keluaran tidak bertambah secara proporsional. Hal itu disebabkan kelengketan pupuk urea besar pada saat ruang celah penjatah yang sempit. Debit keluaran yang ideal adalah tidak berubah besarnya ketika peningkatan kecepatan putar metering device pupuk dan pertambahan debit keluaran pupuk seharusnya proporsional terhadap kenaikan

53 47 bukaan metering device. Sebagai dasar pembuatan metering device pada prototipe mesin nilai debit yang didekati adalah nilai debit saat bukaan metering device 100%. Gambar 29. Debit keluaran pupuk Urea Penjatah pupuk TSP terlihat pada Gambar 30, di mana kecendrungan debit keluaran tetap dengan bertambahnya kecepatan putar. Hal ini disebabkan karena bulk density TSP yang cukup besar yang mempermudah terlepasnya pupuk dari metering device dan kelengketan TSP yang kecil sehingga aliran jatuh dari hopper dapat mengimbangi kecepatan putar metering device. Kelengketan pupuk TSP ke metering device sangat kecil, hal itu terlihat pada gambar, bahwa pada bukaan 50% nilai debit keluaran sekitar 12 g/putaran dan pada saat bukaan 100% debit keluaran sekitar 24 g/putaran, adapun data lengkap ditampilkan pada Lampiran 23. Begitu juga untuk bukaan 75% poisisi garis untuk debit keluaran terletak proporsional di antara dua garis bukaan 50% dan 100%.

54 48 Gambar 30. Debit keluaran pupuk TSP Pupuk KCl tidak mungkin dibuatkan hopper tersendiri karena pupuk tersebut lengket pada metering device, maka campuran yang paling mungkin dilakukan adalah antara KCl dan TSP. Jika KCl dicampur dengan urea maka terjadi kelembaban yang tinggi dan pada akhirnya kondisi pupuk tersebut basah. Pada Gambar 31 terlihat kecenderungan debit keluaran pupuk campuran tetap terhadap pertambahan kecepatan putar (Lampiran 24). Hal ini disebabkan oleh jatuhnya pupuk campuran yang bulk densitynya g/cm 3 dapat mengimbangi kecepatan putar metering device. Antara masing-masing bukaan debit keluaran pupuk juga tidak proporsional, disebabkan karena kemungkinan kelengketan pupuk KCl pada celah penjatah yang sempit pada bukaan 50% seperti terjadi pada pupuk urea. Gambar 31. Debit keluaran pupuk campuran TSP dan KCl

55 49 Hasil pengujian seperti disajikan pada Gambar menunjukan konsistensi model metering device yang cukup baik dalam penjatahan pupuk Urea, campuran pupuk TSP dan KCl. Ketepatan penjatahan pupuk dipengaruhi oleh celah penjatah, bukaan ruang penjatah, sikat penahan, kecepatan putar dan guncangan alat saat beroperasi. Ketepatan Penjatahan Benih pada Model Metering Device Benih Pengujian ketepatan penjatahan benih dilakukan terhadap 2 lempeng penjatah benih, yaitu penjatah benih tipe I dan tipe II dengan kecepatan putar roda penggerak 30 rpm. Persentase pengeluaran benih pada Metering Device (MD) penjatah Tipe I (Lampiran 25) dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32. Persentase penjatah benih pada MD tipe I Pada Gambar 32 terlihat jumlah benih yang tidak terambil lebih dari 10 %, sedangkan jumlah benih yang terambil 1 dan 2 benih sekitar 60% serta yang terambil 3 benih sekitar 20%. Adapun jumlah benih yang terambil diharapkan sebanyak 1 sampai 2 butir. Hal ini disebabkan oleh ukuran celah dan ketebalan celah yang belum sesuai dengan ukuran biji jagung yang digunakan. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran dimensi jagung rata-rata dan memodifikasi ukuran celah sesuai dengan ukuran tersebut. Ukuran dimensi jagung Hibrida yang digunakan dalam pengujian adalah panjang mm, lebar 9.28 mm dan tinggi 4.03 mm. Berdasarkan dimensi tersebut maka dibuat metering device benih tipe II dengan hasil kinerja seperti pada Gambar 33.

56 50 Gambar 33. Persentase penjatah benih pada MD tipe II Hasil pengujian metering device benih tipe II (Gambar 33) menunjukkan bahwa masih ada benih yang tidak terambil (6.09 %) dan yang terambil 3 butir (10.43 %), adapun data lengkap dapat disajikan pada Lampiran 25. Harapannya, benih masuk terus (terambil) pada celah benih dengan jumlah 1-2 butir, dan tidak ada yang terisi 3 butir. Jumlah yang tidak terambil masih bisa ditolelir karena jumlahnya kurang dari 10 %. Dari dua tipe metering device benih ini yang dipakai pada pengujian prototipe adalah metering device tipe II. Dalam hal ketepatan penjatahan benih, keseragaman ukuran benih sangat menentukan. Konstruksi Prototipe Mesin Hasil Rancangan Pembuatan prototipe mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk terintegrasi dimulai dari pembuatan gambar teknik dengan bantuan komputer (software Computer Aided Design / CAD), gambar kerja disajikan pada Lampiran 26. Pada saat pembuatan prototipe mesin di bengkel, perlu dilakukan sedikit modifikasi dari gambar hasil rancangan untuk memudahkan pengerjaan dan mengoptimalkan fungsional masing-masing bagian. Prototipe hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 34.

57 Keterangan gambar: 1. Roda penggerak 2. Rangka roda penggerak 3. Hopper pupuk 4. Saluran pengeluaran pupuk 5. Pembuka alur pupuk 6. Roda transportasi 7. Roda bantu furrower 8. Furrower Gambar 34. Prototipe mesin hasil rancangan Modifikasi Poros Roda Depan dan Modifikasi Rotari 9. Rangka furrower 10. Tambahan pisau rotari 11. Tambahan As Roda 12. Titik gandeng 13. Rangka utama penggandeng 14. Hopper benih 15. Saluran pengeluaran benih 16. Pegas penekan roda penggerak 17. Rantai Pengujian awal dari kinerja pembuatan guludan didapatkan jarak antar puncak guludan rata-rata 66.6 cm seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengujian pendahuluan pembentukan guludan Lokasi pengukuran Tinggi guludan Jarak antar puncak guludan (cm) (cm) Rata-rata

58 52 Jarak antar puncak yang diharapkan adalah 75 cm. Untuk mendapatkan jarak yang diharapkan maka jarak antar roda ditambah 10 cm dengan menambah panjang poros roda seperti Gambar 35. Gambar 35. Tambahan poros roda depan Agar diperoleh lebar pengolahan tanah dengan rotari 75 cm, maka dilakukan perpanjangan poros rotari dan pegangan pisau rotarinya masing-masing satu pisau di ujung kiri dan ujung kanan (Gambar 36). Dengan penambahan dua pisau rotari tersebut, maka jumlah pisau keseluruhan menjadi 20 buah. Di samping itu untuk mengarahkan lemparan tanah ke arah dalam maka susunan pisau rotari diarahkan ke dalam, sehingga lebih memudahkan kerja furrower dalam membuat guludan. Gambar 36. Modifikasi rotari Modifikasi I Furrower Pada pengujian awal furrower yang didisain, permasalahan yang terjadi adalah penumpukan tanah di depan furrower. Hal ini disebabkan oleh volume tanah yang dibutuhkan dalam pembentukan guludan lebih kecil dibandingkan dengan volume tanah yang dipindahkan oleh furrower. Untuk itu singkal furrower

59 53 perlu dilakukan pemotongan 3 cm pada bagian ujung atas dan titik terluar pada bagian bawah singkal seperti terlihat pada Gambar 37. Gambar 37. Modifikasi I furrower, a) rencana modifikasi, b)setelah modifikasi Modifikasi II Furrower a) b) Pembentukan guludan setelah modifikasi I furrower sudah cukup baik, namun pada pengujian tersebut, penyalur pupuk dan benih belum dipasang. Ketika penyalur benih dipasang, maka aliran tanah terhambat dan menumpuk di depan singkal furrower. Di samping itu roda penggerak yang terletak di belakang furrower tidak dapat berputar karena aliran tanah tidak menyentuh permukaan roda penggerak. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan modifikasi furrower yang kedua. Modifikasi furrower yang kedua dilakukan dengan cara memotong 3 cm sisi vertikal singkal pada ujung bagian dalam (Gambar 38). Tujuannya adalah untuk memudahkan aliran tanah setelah terhambat oleh slang penyalur benih. a) b) Gambar 38. Modifikasi II furrower, a) rencana modifikasi, b) setelah modifikasi

60 54 Roda Penggerak MD dan Sistem Transmisi Secara fungsional roda penggerak dapat berputar secara kontinu, tetapi perputarannya lebih lambat dari yang seharusnya atau terjadi sliding pada roda penggerak. Untuk meningkatkan gesekan permukaan roda penggerak dan permukaan tanah pada puncak guludan, maka dibuat 6 pasang sirip seperti terlihat pada Gambar 39. Gambar 39. Roda penggerak dan sistem transmisi Penyebab terjadinya sliding pada roda penggerak tersebut karena beban gesekan pada metering device benih dan pupuk. Gesekan yang paling besar terjadi pada metering device pupuk terutama terhadap pupuk TSP yang ukuran dimensinya lebih besar dan cukup keras. Untuk mengatasi hal ini dibuat sikat yang bisa diatur kedalamannya yang diharapkan bisa mengurangi gesekan pupuk dengan metering device tersebut. Untuk meneruskan gerakan dari roda penggerak ke metering device digunakan rantai dan sproket sepeda sebagai sistem transmisi. Dari poros utama metering device ke poros metering device benih digunakan bevel gear dengan jumlah gigi yang sama yaitu 14 buah, karena kecepatan putaran yang direncanakan sama dengan kecepatan putar metering device utama atau poros metering device pupuk. Hopper Benih dan Saluran Benih Hopper benih (Gambar 40) dibuat dengan sudut kemiringan sebesar 42 0, di mana sudut tersebut lebih besar dari sudut curah jagung dengan kadar air 28 %

61 55 sebesar , sehingga diharapkan benih yang keluar dari metering device dapat jatuh sesuai dengan yang diharapkan. Kapasitas hopper benih adalah 2700 g. Dalam pemasangan slang pengeluaran benih, hal yang perlu diperhatikan adalah posisi belokan tidak boleh terlalu tajam. Hal tersebut akan memperbesar gesekan benih dengan dinding slang sehingga terjadi keterlambatan waktu jatuh benih ke dalam tanah yang pada akhirnya mempengaruhi jarak tanam. Untuk itu pada belokan slang dibuat penyangga yang berbentuk cincin atau lingkaran sesuai dengan ukuran slang penyalur benih. Gambar 40. Hopper benih dan slang pengeluran Metering Device Benih Metering device benih yang didisain harus mudah dibuka dan dipasang. Tujuannya adalah untuk memudahkan penggantian metering device sesuai dengan jarak tanam yang diinginkan. Gesekan permukaan bawah metering device dengan dudukan hopper dikurangi dengan memasang ring tipis di bawah metering device. Gesekan yang timbul akan berpengaruh terhadap kinerja alat secara umum, karena akan menimbulkan kemacetan roda penggerak dan menambah jarak tanam benih. Metering device benih yang dipakai dalam pengujian di lapangan adalah tipe II (Gambar 41 b).

62 56 a b Gambar 41. Metering device benih, a) Tipe I, b) Tipe II Hopper dan Metering Device Pupuk Bagian unit pemupuk yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 42. Kapasitas hopper pupuk yang dirancang sebesar 4018 g dengan rincian untuk pupuk Urea 1244 g dan TSP dicampur KCl sebanyak 2774 g. Ukuran tinggi hopper pupuk disesuaikan dengan ketinggian stang traktor dan kemudahan dalam menutup dan membuka hopper. a) b) c) Gambar 42. Bagian alat pemupuk a) metering device pupuk, b) hopper, c) saluran pengeluaran pupuk Hopper pupuk dibuat dengan sudut kemiringan Besar sudut kemiringan tersebut dibuat lebih besar dari sudut curah pupuk yang digunakan. Dari hasil pengujian sudut curah pupuk yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7. Data pengujian sudut curah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9 Tabel 7. Sudut curah pupuk Pupuk Sudut curah( o ) Urea TSP KCl TSP : KCl (2:1) TSP:Urea (2:1.5) TSP:Urea: KCl(2:1.5:1) 39.00

63 57 Kecepatan putar metering device pupuk sama dengan kecepatan putar sproket yang dipasang pada poros utama metering device, arah putaran metering device searah dengan jarum jam. Permasalahan yang terjadi waktu pengujian adalah gesekan pupuk dengan metering device. Hal tersebut dikurangi dengan cara memasang sikat terbuat dari karet ban pada posisi titik A, kemudian melakukan modifikasi dengan cara memindahkan posisi sikat yang sebelumnya pada titik A ke titik A (posisi vertikal di atas poros metering device). Posisi sikat setelah dimodifikasi tersebut akan menyebabkan kurangnya gesekan pupuk dengan sikat karena pupuk tidak terlalu dipaksakan jatuh melewati sikat, sebaliknya sebelum dimodifikasi pupuk akan dipaksakan melewati sikat akibat pengaruh gravitasi dan akibat tekanan dari pupuk yang ada di atasnya (Gambar 43). a) b) Gambar 43. Posisi sikat a) sebelum modifikasi, b) setelah modifikasi Roda Bantu Furrower Roda bantu seperiti Gambar 44 didisain dapat dinaikkan sejauh 3 cm dan diturunkan sejauh 1 cm, dengan tujuan mengatur ketinggian guludan dan kestabilan posisi furrower. Pada operasi di lapangan terjadi kelengketan tanah pada permukaan roda, sehingga roda tidak berputar dengan sempurna. Untuk itu dilaskan plat strip untuk membersihkan permukaan roda bantu dari tanah yang lengket. Gambar 44. Roda bantu furrower

64 58 Hasil Pengujian Kinerja di Lapangan Pengujian prototipe mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk terintegrasi untuk budidaya jagung dilakukan pada lahan yang telah diolah. Kondisi tanah diukur sebelum dan sesudah dilakukan pengujian kinerja prototipe mesin. Pengujian kinerja tersebut meliputi ketepatan jarak tanam benih, jarak antara benih dan alur pupuk, jumlah benih tiap lubang, penjatahan pupuk, kedalaman tanam benih, kemacetan roda penggerak dan kapasitas lapangan. Hasil Pengukuran Kondisi Tanah Pengamatan kondisi tanah rata-rata pada saat pengujian prototipe mesin di lapangan seperti disajikan pada Tabel 8, adapun data pengukuran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 15, 16 dan 17. Tabel 8 menunjukan bahwa secara umum terjadi penurunan kadar air tanah, tahanan penetrasi tanah antara sebelum penanaman atau sebelum pembuatan guludan dan sesudah pembuatan guludan. Pada kedalaman 0 10 cm tahanan penetrasi tanah kurang dari 600 kpa, kondisi ini sesuai dengan kondisi yang diharapkan untuk penanaman palawija. Pada lahan dengan tahanan penetrasi yang sesuai, akar akan lebih mudah menembus tanah sehingga meningkatkan kemampuan tumbuh tanaman. Tabel 8. Data kondisi tanah pada saat uji kinerja prototipe mesin Parameter Sebelum penanaman Setelah penanaman di guludan Kadar air (%) Kerapatan Isi Tanah (g/cm 3 ) Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) Tahanan Penetrasi Tanah (kpa)

65 59 Hasil Pembentukan Guludan Hasil dari pembentukan guludan setelah dilakukan modifikasi II furower dapat dilihat pada Gambar 45. Roda penggerak yang ada di belakang furrower sudah dapat berputar secara kontinyu karena tanah yang keluar dari belakang furrower dapat diarahkan menuju permukaan roda penggerak. Gambar 45. Guludan hasil modifikasi furrower yang ke-dua Pada Gambar 45 terlihat hasil dari pembentukan guludan setelah dilakukan modifikasi II furower cukup baik (Tabel 9) tetapi masih belum sesuai dengan kriteria yang diharapkan, yaitu tinggi guludan 20 cm dan jarak antar puncak guludan 75 cm. Perbedaan ketinggian guludan 1.1 cm dan jarak antar puncak guludan 1.4 cm. Jarak antar-guludan masih bervariasi, yang disebabkan oleh keterampilan operator dalam pengendalian arah kelurusan jalan traktor yang masih kurang. Ketinggian guludan kurang dari rencana disebabkan karena terjadi pemadatan oleh lintasan roda penggerak metering device. Tabel 9. Ukuran guludan yang dihasilkan furrower hasil modifikasi Lokasi pengukuran Tinggi guludan Lebar bawah guludan Lebar atas guludan (cm) (cm) (cm) (cm) Ratarata Jarak antar puncak guludan

66 60 Selanjutnya disarankan agar pada waktu penanaman benih, operator harus membuat acuan sebagai penanda posisi kelurusan roda traktor, sehingga guludan yang terbentuk lurus dan dengan jarak antar guludan yang tepat. Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk Jarak tanam benih. Jarak tanam yang dihasilkan prototipe mesin pada penanaman di lahan adalah 19 cm sampai dengan 28.5 cm dengan jarak tanam rata-rata cm dan jarak tanam antar alur sesuai dengan jarak antar puncak guludan rata-rata 73.6 cm. Data lengkap mengenai jarak tanam dalam satu alur dapat dilihat pada Lampiran 18. Ketidakseragaman jarak tanam di lahan disebabkan oleh kemacetan roda penggerak metering device (38.06%), keadaan lahan yang tidak rata dan kecepatan putar roda penggerak tidak merata karena terganggu oleh bongkahan tanah yang cukup besar pada permukaan roda penggerak. Jumlah benih tiap lubang. Pada pengujian prototipe di lapangan, jumlah benih pada tiap lubang berkisar antara 1 sampai 2 benih dengan rata-rata 1.13 butir benih. Data mengenai jumlah benih yang ke luar dapat dilihat pada Lampiran 18. Jumlah benih yang ke luar dipengaruhi oleh ukuran benih, kecepatan maju alat, kemacetan roda penggerak dan gesekan pada metering device. Benih dengan ukuran besar akan masuk celah penjatah dalam jumlah sedikit, sebaliknya benih yang ukurannya kecil dengan jumlah yang lebih banyak. Kecepatan maju traktor yang tinggi mengakibatkan benih yang masuk ke celah metering device sedikit dan sebaliknya jika kecepatan maju alat rendah, maka benih yang masuk ke celah penjatah benih semakin banyak. Kemacetan roda penggerak dan metering device menyebabkan benih tidak jatuh atau terlambat jatuh sehingga benih jatuh di tempat yang lebih maju. Jarak antara benih dan pupuk. Jarak horizontal antara benih dan alur pupuk yang dihasilkan saat bekerja di lahan berkisar antara 10 cm sampai 13 cm dengan jarak rata-rata cm (Lampiran 18). Jarak antara alur pupuk dan benih yang diharapkan adalah 10 cm. Perbedaan antara jarak ini disebabkan oleh pengaruh aliran tanah oleh furrower yang terletak di depan saluran pupuk.

67 61 Kedalaman tanam benih dan pupuk. Berdasarkan data hasil pengukuran yang disajikan pada Lampiran 18 kedalaman tanam benih yang dihasilkan adalah berkisar antara 6 cm sampai 8 cm. Kedalaman tanam benih yang diharapkan adalah 5 cm dan kedalaman pupuk yang diharapkan 7 cm sampai 10 cm. Walaupun kedalaman benih lebih dari yang diharapkan, kemampuan germinasi benih jagung hasil penanaman dengan prototipe mesin cukup baik (sekitar 95% tumbuh) disebabkan karena kondisi tanah yang cukup lembab pada saat penanaman. Pada pengujian ini pengukuran kedalaman pupuk terkendala oleh aliran tanah oleh furrower sehingga sulit menentukan kedalaman pupuk secara pasti. Hasil kegiatan penanaman dengan mesin ini menunjukkan tanaman jagung yang cukup baik seperti diperlihatkan pada foto di Gambar 46. Tanaman jagung per rumpun terdiri dari satu dan dua tanaman, dengan jarak antar tanaman cm. Jarak tanam yang diharapkan adalah 20 cm, perbedaan jarak tanam yang diharapkan dengan hasil uji di lapangan adalah kemacetan roda penggerak metering device sehingga benih tidak jatuh pada posisi yang seharusnya. Gambar 46. Tanaman jagung hasil penanaman dengan prototipe mesin Kedalaman penempatan benih yang tidak merata disebabkan oleh: 1) permukaan tanah yang tidak rata, 2) pengaruh aliran tanah dalam pembentukan guludan oleh furrower, dan 3) ketidakstabilan operator dalam mengoperasikan alat (mengangkat/menurunkan). Kemacetan roda penggerak (sliding). Kemacetan roda penggerak pada pengujian di lahan rata-rata %, dengan data lengkap disajikan pada Lampiran 19. Kemacetan roda penggerak disebabkan oleh gesekan yang terjadi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Jagung Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak tanam untuk jagung hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 40 cm. Kedalaman lubang tanam antara

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapangan Leuwikopo jurusan Teknik Pertanian IPB. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap barhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jagung. B. Pengolahan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jagung. B. Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Jagung Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan persyaratan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) Radite P.A.S 2, Wawan Hermawan, Adhi Soembagijo 3 ABSTRAK Traktor tangan atau

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kalibrasi Load Cell & Instrumen Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2010 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB. 3.2 PARAMETER

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

IV. ANALISIS PERANCANGAN

IV. ANALISIS PERANCANGAN IV. ANALISIS PERANCANGAN A. Rangka Analisis rangka dilakukan berdasarkan daya atau kekuatan tarik yang dimiliki ole traktor penarik (rotary and traktor Yanmar YZC). Besarnya daya tarik traktor diperole

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan Technical Paper Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan Design Improvement of Corn Planter and Fertilizer Applicator Powered by Hand Tractor Wawan Hermawan Abstract A

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan bulan Juli 2006. Identifikasi masalah dilaksanakan di kebun tebu dan divisi teknik Pabrik Gula Jatitujuh,

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu bahan makanan penting yang dibutuhkan oleh manusia. Di dalam sayuran terkandung vitamin, karbohidrat, protein, dan mineral yang dibutuhkan

Lebih terperinci

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I Pertemuan ke-6 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan Technical Paper Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan Evaluation of Driving System and Modification of Corn Planter Powered by Hand Tractor Wawan Hermawan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah METODE PENELITIAN A. Rangkaian kegiatan Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah b. Pengolahan tanah c. Pesemaian d. Penanaman dan uji performansi

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN Pemupukan merupakan usaha memasukkan usaha zat hara kedalam tanah dengan maksud memberikan/menambahkan zat tersebut untuk pertumbuhan tanaman agar didapatkan hasil (produksi)

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 1. Timbang berat piknometer dan air (ma). 2. Hitung suhu air. 3. Haluskan pupuk dan masukkan ke dalam piknometer. 4. Timbang berat piknometer,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap berhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Dinamometer Tipe Rem Cakram

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Dinamometer Tipe Rem Cakram Rancang Bangun dan Uji Kinerja Dinamometer Tipe Rem Cakram Desrial 1), Y. Aris Purwanto 1) dan Ahmad S. Hasibuan 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, FATETA, IPB. Email: desrial@ipb.ac.id, Tlp.

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PENANAM

ALAT DAN MESIN PENANAM ALAT DAN MESIN PENANAM Penanaman merupakan usaha penempatan biji atau benih di dalam tanah pada kedalaman tertentu atau menyebarkan biji diatas permukaan tanah atau menanamkan tanah didalam tanah. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa Buletin 70 Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 70-74 R. Bambang Djajasukmana: Teknik pembuatan alat pengupas kulit lada tipe piringan TEKNIK PEMBUATAN ALAT PENGUPAS KULIT LADA TIPE PIRINGAN R. Bambang

Lebih terperinci

Pertemuan ke-12. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-12. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-12 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

DISAIN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN TENAGA PENGGERAK TRAKTOR RODA DUA

DISAIN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN TENAGA PENGGERAK TRAKTOR RODA DUA DISAIN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN TENAGA PENGGERAK TRAKTOR RODA DUA Oleh : HADI KHAERUDIN F14052748 2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN.. DYNAMOMETER TIPE REM CAKERAM HASIL RANCANGAN Dynamometer adalah alat untuk mengukur gaya dan torsi. Dengan torsi dan putaran yang dihasilkan sebuah mesin dapat dihitung kekuatan

Lebih terperinci

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III. Metode Rancang Bangun BAB III Metode Rancang Bangun 3.1 Diagram Alir Metode Rancang Bangun MULAI PENGUMPULAN DATA : DESAIN PEMILIHAN BAHAN PERHITUNGAN RANCANG BANGUN PROSES PERMESINAN (FABRIKASI) PERAKITAN PENGUJIAN ALAT HASIL

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Perancangan Perancangan dynamometer tipe rem cakeram pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur torsi dari poros out-put suatu penggerak mula dimana besaran ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK DAN MEKANIK JAGUNG DAN FURADAN Jagung memiliki sifat fisik yang sangat beragam baik beda varietas maupun dalam varietas yang sama. Dalam penelitian uji peformansi

Lebih terperinci

Garu (harrow) 1. Garu piringan (disk harrow)

Garu (harrow) 1. Garu piringan (disk harrow) Garu (harrow) Tanah setelah dibajak pada pengolahan tanah pertama, pada umumnya masih merupakan bongkah-bongkah tanah yang cukup besar, maka untuk lebih menghancurkan dan meratakan permukaan tanah yang

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN 27 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural. Rancangan Fungsional Mesin pemupuk dosis

Lebih terperinci

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Technical Paper Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Design Of Compost Applicator For Dry Land Sugarcane Iqbal, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. Email: iqbaliqma@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

Adapun spesifikasi traktor yang digunakan dalam penelitian:

Adapun spesifikasi traktor yang digunakan dalam penelitian: Lampiran 1. Spesifikasi traktor pengujian Spesifikasi Traktor Pengujian Adapun spesifikasi traktor yang digunakan dalam penelitian: Merk/Type Kubota B6100 Tahun pembuatan 1981 Bahan bakar Diesel Jumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Alat dan Bahan A. Alat 1. Las listrik 2. Mesin bubut 3. Gerinda potong 4. Gerinda tangan 5. Pemotong plat 6. Bor tangan 7. Bor duduk 8. Alat ukur (Jangka sorong, mistar)

Lebih terperinci

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1. Tempat Pelaksanaan Tempat yang akan di gunakan untuk perakitan dan pembuatan sistem penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi Universitas

Lebih terperinci

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan. BAB III PERANCANGAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Proses Perancangan Proses perancangan mesin pemipil jagung seperti terlihat pada Gambar 3.1 seperti berikut: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-8. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-8. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-8 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMBUATAN

BAB III METODE PEMBUATAN BAB III METODE PEMBUATAN 3.1. Metode Pembuatan Metodologi yang digunakan dalam pembuatan paratrike ini, yaitu : a. Studi Literatur Sebagai landasan dalam pembuatan paratrike diperlukan teori yang mendukung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan September- Oktober

Lebih terperinci