PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suberoylanilide Hydroxamic Acid (SAHA, Vorinostat ). Sebagai anti kanker,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suberoylanilide Hydroxamic Acid (SAHA, Vorinostat ). Sebagai anti kanker,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu obat anti kanker baru yang sekarang banyak digunakan adalah Suberoylanilide Hydroxamic Acid (SAHA, Vorinostat ). Sebagai anti kanker, SAHA bekerja secara epigenetik melalui penghambatan enzim histon deasetilase (Marks & Breslow, 2010). Uji praklinik selama penemuan dan perkembangan SAHA sebagai anti kanker melaporkan bahwa SAHA yang dipejankan ke induk mencit bunting dapat menembus plasenta sebanyak 50% lalu masuk ke dalam janin. Oleh karena itu, Food and Drug Administration (FDA) menggolongkan SAHA ke dalam obat yang berpengaruh terhadap kehamilan pada kategori D yang berarti pemberian SAHA pada masa kehamilan dapat menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat irreversibel (tidak dapat membaik kembali). Apabila SAHA dapat masuk ke dalam janin maka pengaturan ekspresi gen pada janin dapat terganggu oleh aktivitas SAHA sebagai penghambat histon deasetilase (HD) yang menyebabkan organogenesis terganggu (Yuniarti dkk, 2013). Mekanisme epigenetik adalah perubahan ekspresi gen tanpa mengubah urutan basa nitrogen pada DNA. Perubahan hanya terjadi pada gugus-gugus 1

2 2 yang menempel pada asam amino yang terdapat pada N terminal histon tail. Mekanisme ini meliputi pengaturan pola ekspresi gen yang terkoordinasi termasuk pada ekspresi gen yang terlibat dalam proses spesifikasi dan diferensiasi sel. Terdapat 3 jenis mekanisme epigenetik yaitu: metilasi DNA, modifikasi protein histon yang berupa asetilasi, metilasi, fosforilasi, sumoilasi, ubikuitinasi, dan pengaturan via non-coding RNA. Salah satu mekanisme epigenetik yang menentukan apakah suatu gen aktif atau nonaktif adalah keseimbangan antara asetilasi dan deasetilasi protein histon. Ketika histon dalam keadaan deasetilasi (dikatalis oleh enzim histon deasetilase yang melepas gugus asetil dari histon), kromatin berada dalam keadaan menutup dan hal ini menghambat faktor transkripsi berinteraksi dengan DNA sehingga transkripsi tidak terjadi dan menonaktifkan gen supresor tumor. Penghambat HD bekerja dengan menghambat aktivitas enzim histon deasetilase dan menjaga histon tetap dalam keadaan terasetilasi sehingga mengaktifkan gen karena kromatin membuka dan memungkinkan faktor transkripsi berinteraksi dengan DNA (Juliandi dkk, 2010; Hsieh & Gage, 2004). SAHA adalah penghambat HD yang menyebabkan gugus asetil tidak terlepas dari histon (histon tetap dalam keadaan terasetilasi) sehingga bekerja selektif dengan meningkatkan ekspresi beberapa gen supresor tumor seperti BCL7a, PTPRG, dan thrombospondin. Gen BCL7a, PTPRG, dan thrombospondin adalah gen yang menginduksi apoptosis, fase istirahat siklus sel, dan penghambatan angiogenesis dan metastasis sel kanker (Ma dkk,

3 3 2009). Dengan demikian, memblokir histon deasetilase merupakan salah satu mekanisme untuk menghambat pertumbuhan dan mencegah perkembangan kanker. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa keturunan yang lahir dari induk mencit bunting yang diberi SAHA selama prenatal yaitu pada pertengahan kebuntingan lebih cenderung memiliki jenis kelamin jantan daripada betina. Pada kelompok mencit yang diberi SAHA, persentase anak mencit lahir jantan lebih besar daripada anak mencit lahir betina (jantan SAHA: 92%; jantan kontrol: 46,4%) (Yuniarti dkk, 2013). Dari penelitian Giavinni & Minegola (2014) menyatakan bahwa pemberian penghambat HD berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tulang seperti penurunan massa tulang, abnormalitas, dan malformasi pada skeletal. Penghambat HD juga berpengaruh terhadap neuron pada korteks otak (Yuniarti, 2013). Senyawa lain yang bekerja melalui mekanisme epigenetik yakni Bisphenol A (BPA) diketahui dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis, menurunkan kadar testosteron, menaikkan resiko terjadinya kanker prostat dan gangguan fertilitas yang bersifat transgenerasi pada anak mencit jantan yang dilahirkan (Ho dkk, 2006). Obat anti kanker juga diketahui menyebabkan toksisitas pada organ reproduksi seperti toksisitas pada testis yang meliputi atrofi testis dan aspermatogenesis. Selain itu dapat menyebabkan penurunan

4 4 bobot testis, abnormalitas sperma, dan perubahan histopatologi testis (Kato dkk, 2001). Dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas mengindikasikan adanya kemungkinan pengaruh SAHA terhadap perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan mengingat bahwa SAHA adalah obat anti kanker yang bekerja melalui mekanisme epigenetik sebagai penghambat HD. Penelitian mengenai efek SAHA pada perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan adalah penting untuk mengidentifikasi kemungkinan efek samping yang muncul akibat pemakaian anti kanker SAHA yaitu efek pada toksisitas reproduksi terhadap kecenderungan orientasi jenis kelamin anak mencit yang dilahirkan ke arah ketidaksempurnaan gen. Kelainan genetis ini dikenal dengan nama Sindrom Klinefelter yang manifestasinya antara lain kekurangan hormon androgen, hipogonadotisme, dan kelainan spermatogenesis. Gangguan yang dapat dialami oleh penderita Sindrom Klinefelter termasuk ginekomastia, testis dengan ukuran kecil, azoospermia, dan infertilitas (Smyth & Bremner, 1998). Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap guideline terapi kanker. SAHA memiliki potensi membahayakan janin sehingga SAHA bukan obat lini pertama pada terapi kanker untuk pasien kanker yang hamil atau pasien kanker yang berencana hamil.

5 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah SAHA sebagai anti kanker yang bekerja melalui penghambatan histon deasetilase yang diberikan selama prenatal mempengaruhi perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan? 2. Apakah SAHA sebagai anti kanker yang bekerja melalui penghambatan histon deasetilase yang diberikan selama prenatal mempengaruhi persentase jenis kelamin anak jantan yang dilahirkan, pertumbuhan testis, kadar testosteron, dan histopatologi testis anak mencit yang dilahirkan? C. Pentingnya penelitian diusulkan Penelitian ini diusulkan untuk mengetahui pengaruh pemberian penghambat histon deasetilase SAHA selama prenatal terhadap perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan meliputi pertumbuhan testis, kadar testosteron, histopatologi testis, dan persentase jenis kelamin anak mencit yang dilahirkan. Selain itu sebagai upaya lanjutan untuk mendapatkan bukti rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah tentang penggunaan SAHA sebagai obat anti kanker pada kondisi kebuntingan dalam lingkup toksisitas reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan.

6 6 D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian penghambat histon deasetilase SAHA selama prenatal terhadap perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan. 2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian penghambat histon deasetilase SAHA selama prenatal terhadap persentase jenis kelamin anak jantan yang dilahirkan, pertumbuhan testis, kadar testosteron, dan histopatologi testis anak mencit jantan yang dilahirkan. E. Tinjauan Pustaka 1. Suberoylanilide Hydroxamic Acid (SAHA) Suberoylanilide Hydroxamic Acid (SAHA) (dengan struktur kimia pada Gambar 1) memiliki nama umum -hydroxy- -phenyl-octanediamide dengan nama dagang Vorinostat dan Zolinza dalam sediaan 00 mg. SAHA yang diperoleh dari Cayman Chemical ini memiliki nomor item Obat anti kanker ini memiliki bobot molekul sebesar 264,3 dengan rumus kimia 0. Kemurnian zat ini hingga 9 % dan tetap stabil disimpan tahun pada C (Anonim, 2013).

7 7 Gambar 1. Struktur kimia SAHA (Anonim, 2013) SAHA merupakan salah satu anggota dari kelas terbesar suatu senyawa yang menghambat enzim histon deasetilase. Penghambat HD memiliki spektrum yang luas dari aktivitas epigenetik. SAHA digunakan sebagai terapi pada Cutaneous T Cell Lymphoma (CTCL) ketika penyakit tersebut menjadi persisten, memburuk, atau timbul kembali setelah pemakaian obat lain, hal ini juga telah diakui oleh Food and Drug Admisnistration (FDA) (Dokmanovic, 2007). 2. Epigenetik Berbagai macam proses yang terjadi pada level selular, termasuk di dalamnya yaitu perkembangan suatu organisme, agar terjadi pada waktu yang tepat, memerlukan ketepatan pengaturan secara spasial dan temporal ekspresi gen-gen yang terlibat. Pola ekspresi gen yang terkoordinasi ini termasuk ekspresi gen yang terlibat dalam proses spesifikasi dan diferensiasi sel diatur oleh sebuah mekanisme penting intrinsik (di dalam sel) yaitu mekanisme pengaturan epigenetik yang didefinisikan sebagai perubahan ekspresi gen tanpa mengubah urutan basa nitrogen pada DNA. Mekanisme epigenetik yang

8 8 umum terjadi adalah metilasi CpG pada DNA dan modifikasi asam amino pada N terminal histon tail, lebih khususnya asetilasi histon yang reversibel (Jones & Baylin, 2007). Dengan demikian, bagian epigenetik digunakan pada banyak studi, walaupun hanya perubahan transient pada modifikasi histon atau pada regulasi gen yang diawasi. Hal ini juga berlaku untuk terapi epigenetik karena harus ditampilkan apakah generasi sel anak dapat sembuh terutama dipengaturan klinis. Mungkin akan sulit untuk menunjukkan apakah sel-sel kanker yang belum matang diinduksi untuk membedakan yang berdasarkan pada fenomena epigenetik atau apakah mereka telah dibunuh oleh efek sitotoksik. Ini menjadi semakin jelas bahwa pembentukan kanker mungkin tidak hanya disebabkan oleh mutasi genetik tetapi juga karena perubahan dalam pola modifikasi epigenetik. Berbeda dengan mutasi genetik yang pada dasarnya tidak dapat diubah, perubahan epigenetik berpotensi reversibel (Yoo & Jones, 2006). Terdapat 3 jenis mekanisme epigenetik yaitu: metilasi DNA, modifikasi protein histon yang berupa asetilasi, metilasi, fosforilasi, sumoilasi, ubikuitinasi, dan pengaturan via non-coding RNA. Salah satu mekanisme epigenetik yang menentukan apakah suatu gen aktif atau nonaktif adalah keseimbangan antara asetilasi dan deasetilasi protein histon. Histon terasetilasi yakni suatu keadaan di mana gugus asetil menempel pada protein histon sehingga membuat kromatin terbuka. Hal ini mempermudah faktor transkripsi untuk menempel DNA sehingga menyebabkan terjadinya transkripsi pada gen

9 9 dan mengaktifkan gen. Ketika histon dalam keadaan deasetilasi (dikatalisis oleh enzim histon deasetilase yang melepas gugus asetil dari histon), kromatin berada dalam keadaan menutup dan hal ini menghambat faktor transkripsi berinteraksi dengan DNA sehingga transkripsi tidak terjadi dan menonaktifkan gen. Penghambat HD bekerja dengan menghambat aktivitas enzim histon deasetilase dan menjaga histon tetap dalam keadaan terasetilasi sehingga mengaktifkan gen karena kromatin membuka dan memungkinkan faktor transkripsi berinteraksi dengan DNA (Juliandi dkk, 2010; Hsieh & Gage, 2004). Gambar 2. Asetilasi Histon (Anonim, 2015) 3. Penghambatan Histon Deasetilase Histon yang terdeasetilasi adalah suatu keadaan dimana gugus asetil lepas dari protein histon. Hal ini menyebabkan kromatin menutup sehingga faktor transkripsi sulit menempel pada DNA. Apabila faktor transkripsi sulit

10 10 menempel pada DNA, maka pada gen tersebut tidak terjadi transkripsi dan gen menjadi tidak aktif. Dengan adanya penghambatan HD, maka menjaga agar gugus asetil tetap menempel pada DNA sehingga kromatin membuka dan membuat gen tersebut menjadi aktif. Pada umumnya, molekul kecil penghambat HD ini menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi terhadap perubahan sel jika dibandingkan dengan sel normal (Parsons dkk, 1997). 4. SAHA sebagai anti kanker Beberapa studi menyatakan bahwa enzim HD berpengaruh pada perkembangan kanker dan potensial sebagai agen terapi. Studi pada sel kanker dan jaringan tumor memperlihatkan adanya perubahan pada level asetilasi dan ekspresi enzim HD (Bolden dkk, 2006). SAHA adalah penghambat HD yang menyebabkan gugus asetil tidak terlepas dari histon (histon tetap dalam keadaan terasetilasi) sehingga meningkatkan ekspresi beberapa gen supresor tumor seperti BCL7a, PTPRG, dan thrombospondin. Gen BCL7a, PTPRG, dan thrombospondin adalah gen yang menginduksi apoptosis, fase istirahat siklus sel, dan penghambatan angiogenesis dan metastasis sel kanker (Ma dkk, 2009). Dengan demikian, memblokir histon deasetilase merupakan salah satu mekanisme untuk menghambat pertumbuhan dan mencegah perkembangan kanker. SAHA merupakan penghambat HD pertama yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) pada Oktober 2006 untuk perawatan Cutaneous T

11 11 Cell Lymphoma (CTCL) untuk pasien yang menerima 2 atau lebih terapi sistemik utama. Penghambat HD dapat mempengaruhi regulasi epigenetik dari kromatin dengan mengubah keseimbangan antara aktivitas enzim HD dan HAT yang menghasilkan hiperasetilasi histon. Penghambat HD juga menginduksi apotosis melewati baik jalur intrinsik maupun ekstrinsik. 5. Bisphenol A (BPA) Bisphenol A (BPA) digunakan sebagai sintetik monomer pada industri plastik polikarbonat, resin polistiren, dan bahan untuk pembuatan gigi. BPA sebagai senyawa estrogenik bisa lepas dari wadahnya karena faktor panas, suasana asam atau basa yang kemudian terikut pada waktu kita makan. Kandungan BPA dapat ditemukan pada urin dan serum wanita hamil, jaringan plasenta, dan bahkan urin bayi yang baru lahir. Pada cairan amniotik, konsentrasi BPA ditemukan 5x lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi BPA dalam serum ibu. BPA dapat melewati plasenta dan kemudian terakumulasi pada embrio. BPA mempengaruhi jaringan reproduksi dan otak sehingga banyak penyakit yang dapat ditimbulkan, salah satunya mempengaruhi perkembangan janin (Vandenberg dkk, 2007). BPA bekerja melalui mekanisme epigenetik yang diketahui juga dapat menyebabkan pengaktifan atau penghambatan salah satu reseptor hormon yakni steroid. Dengan aksinya sebagai agonis dan antagonis reseptor steroid,

12 12 BPA mampu mengacaukan pengaturan hormon. Hal ini dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis, menurunkan kadar testosteron, menaikkan resiko terjadinya kanker prostat dan gangguan fertilitas yang bersifat transgenerasi pada anak mencit jantan yang dilahirkan (Ho dkk, 2006). 6. Perkembangan organ reproduksi Pada tahap awal perkembangan embrio mamalia (selama pertengahan kebuntingan), phenotype reproduksi janin bersifat bipotent karena genital ridge belum mengalami diferensiasi dan dapat berkembang menjadi testis ataupun ovarium. Sebelum terjadi sex determination, bipotent gonad terdiri dari sel-sel somatik yang bisa berkembang menjadi sel Sertoli pada jantan maupun sel folikel pada betina. Gen WT1 dan SF1 diekspresikan untuk menjaga perkembangan bipotent gonad pada jantan maupun pada betina (Harley dkk, 2003). Selanjutnya, pengambilan keputusan bipotent gonad akan berkembang menjadi testis atau ovarium ditentukan oleh ada atau tidaknya gen Sex-determining Region pada kromosom Y (gen SRY) (Jost dkk, 1973). Penentuan jenis kelamin laki-laki (jantan) diawali oleh ekspresi gen SRY ini yang terjadi pada 6 bulan kehamilan pada manusia yang setara dengan hari kebuntingan ke-11,5 pada mencit. Proses selanjutnya adalah pembentukan testis dan diferensiasi menjadi fenotip jenis kelamin jantan. Oleh karena itu, ekspresi SRY diduga menjadi awal munculnya genetic cascade yang menghasilkan diferensiasi testis. Gen SOX9 diekspresikan di dalam sel Sertoli

13 13 jantan segera setelah ekspresi SRY, yang mengindikasikan bahwa SOX9 adalah downstream target dari SRY (Loffler & Koopman 2002; Knower dkk, 2003; Polanco & Koopman, 2007). Pada mencit jantan, gen SRY diekspresikan secara selektif di genital ridge dan juga di otak (Mayer dkk, 2000). Pada manusia laki-laki, SRY diekspresikan di bagian hipotalamus dan kortek (Mayer dkk, 1998). SRY diketahui berperan mempengaruhi fungsi otak secara langsung, mengaktifkan gen P450 aromatase yang mengatur ekspresi enzim aromatase yang mengkatalis konversi estradiol menjadi testosteron di dalam otak (Loffler & Koopman, 2002) menyebabkan maskulinisasi pelepasan gonadotropin dan sexual behavior hingga individu memasuki usia dewasa. Deasetilasi spesifik gen SRY oleh histon deasetilase subtipe 3 menyebabkan delokalisasi SRY ke dalam sitoplasma (Thevenet dkk, 2004). Pemberian Trichostatin A (TSA), sebuah penghambat histon deasetilase yang poten, secara in vitro tidak hanya mengubah lokalisasi, namun juga meningkatkan ekspresi gen SRY (Thevenet dkk, 2004). Sangat menarik untuk meneliti lebih lanjut apakah pemberian SAHA yang merupakan penghambat histon deasetilase poten selama prenatal dapat mengubah lokalisasi SRY dan meningkatkan ekspresi SRY dan downstreamnya SOX9. Peningkatan ekspresi SRY akan mendorong perkembangan bipotent gonad ke arah perkembangan (pembentukan) testis daripada ovarium, yang selanjutnya berdiferensiasi menjadi fenotip jenis kelamin jantan.

14 14 7. Testis Testis (dapat dilihat pada Gambar 3) terdapat di dalam kantong luar yang disebut skrotum. Pada semua spesies testis berkembang di dekat ginjal, yakni di daerah krista genitalis primitif. Testis dibungkus oleh kapsula fibrosa tebal yang disebut tunika albugenia. Pada bagian posterior jaringan ikat ini mengalami penebalan yang disebut mediastinum testis. Dari mediastenum testis ini terbentuk sekat-sekat yang membagi lobus secara radier menjadi lobuli testis. Sekat ini disebut septula testis. Di dalam lobuli testis ini terdapat banyak saluran yang berliku-liku, disebut tubulus seminiferus, tempat berlangsungnya proses spermatogenesis. Saluran ini kemudian bergabung di bagian mediastinum testis tempat terdapatnya rete testis. Rete testis ini berhubungan langsung dengan duktus eferen yang akan membentuk bagian kaput epididimis. Testis merupakan kelenjar campuran, yakni kelenjar eksokrin juga sekaligus sebagai kelenjar endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin testis berfungsi menghasilkan sel sperma. Fungsi ini sesungguhnya dilakukan oleh saluran-saluran dalam lobuli testis yang disebut tubulus seminiferus. Di dalam tubulus seminiferus, sel-sel spermatogenik berkembang ke arah lumen dengan bantuan inang yakni sel Sertoli. Sebagai kelenjar endokrin testis memiliki sel Leydig pada jaringan ikat di antara tubulus seminiferus. Sel ini memproduksi testoteron, hormon yang bertanggung jawab pada proses spermiogenesis yang mengkonversi bentuk spermatid menjadi spermatozoon (Akbar, 2010).

15 15 Gambar 3. Potongan testis, epididimis dan bagian pertama dari vas deferens (Akbar, 2010) 8. Hormon Testosteron Testis menghasilkan hormon androgen yang merupakan hormon kelamin pria seperti testosteron, dihidrotestosteron, dan androsteron. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lainnya sehingga dapat dianggap sebagai hormon testikuler terpenting, walaupun sebagian besar testosteron diubah menjadi hormon dihidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan target (Hafez, 1968). Hormon testosteron banyak berpengaruh terhadap bagianbagian tubuh yang bersangkutan. Pengaruh hormon testosteron antara lain mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitas sekresi alat kelamin jantan seperti prostat, kelenjar vesikula, kelenjar bulbourethral, vas deferens, kelenjar Cowper,

16 16 penis, dan skrotum, mempengaruhi pertumbuhan karakteristik kelamin sekunder, mempengaruhi tingkah laku seksual pada hewan jantan, mendorong adanya diferensiasi syaraf pada pejantan dewasa, menstimulasi metabolisme di dalam tubuh pejantan, mendorong pertumbuhan dan sekresi kelenjar asesoris pada hewan jantan, memperpanjang hidup sel-sel spermatozoa di dalam saluran epididimis, meningkatkan retensi nitrogen di dalam tubuh, menstimulasi pertumbuhan tulang dan urat daging, mengurangi depresi lemak dalam tubuh, dan memperbaiki pigmentasi pada bulu serta kulit (Hardjopranjoto, 1995; Hafez, 1968). Testosteron merupakan steroid dengan suatu gugus OH pada posisi 17. Hormon ini disintesis dari kolesterol dalam sel Leydig. Sekresi testosteron di bawah kendali Luteinizing Hormon (LH) dan mekanisme LH merangsang sel Leydig melibatkan peningkatan pembentukan AMP siklik. Hormon ini juga dibentuk dalam korteks adrenal. Efek psikis testosteron sulit ditentukan pada manusia. Pada hewan percobaan, adanya androgen dapat meningkatkan libido (Ganong, 1983). 9. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah proses pembentukan dan pematangan spermatozoa yang terjadi di tubulus seminiferus yang terdapat pada testis (tahapan spermatogenesis dapat dilihat pada Gambar 4). Inisiasi spermatogenesis membutuhkan Follicle-Stimulating Hormon (FSH) dan

17 17 testosteron untuk mempertahankan kualitas spermatogenesis (Heffner & Schust, 2008). FSH berfungsi untuk pemacu testis dan memacu proses spermatogenesis, yaitu pembentukan spermatogonia sampai menjadi spermatid. Selain itu, FSH juga merangsang sel Sertoli dalam pembentukan protein pengikat androgen atau Androgen Binding Protein (ABP). ABP berperan dalam pengangkutan testosteron ke dalam tubulus seminiferus dan epididimis. Mekanisme ini penting untuk mencapai kadar testosteron yang dibutuhkan untuk terjadinya spermatogenesis. Selain membentuk ABP, sel Sertoli juga membentuk inhibin. Inhibin adalah suatu hormon nonsteroid yang mempunyai mekanisme umpan balik untuk menghambat produksi FSH yang berlebihan (Susetyarini, 2003). Spermatogenesis melibatkan dua proses, yaitu mitosis dan meiosis. Sel benih (stem cell) yang dikenal sebagai spermatogonia akan mengalami mitosis dan kemudian dapat membentuk spermatogonia tipe A dan B. Spermatogonia tipe A adalah sel benih, sedangkan spermatogonia tipe B selanjutnya akan bermigrasi secara apikal dari basal lamina dan mengalami profase meiotik pertama dan disebut sebagai spermatosit primer. Selama profase meiotik pertama, melibatkan beberapa proses yaitu reduplikasi kromosomal, sinapsis, crossing-over, dan rekombinasi homologus. Selesainya pembelahan meiotik pertama akan menghasilkan spermatosit sekunder, yang selanjutnya secara cepat akan terjadi pembelahan meiotik kedua. Produk yang dihasilkan dari

18 18 pembelahan meiotik kedua merupakan spermatid yang haploid (Junqueira & Carneiro, 2005). Spermatid berukuran kecil, berbentuk bulat dengan nukleus dan sitoplasma, serta terletak secara apikal dalam tubulus seminiferus. Spermatid akan berubah menjadi spermatozoa dan proses tersebut dikenal dengan spermiogenesis. Pematangan spermatid menjadi spermatozoa mengakibatkan ukuran nukleus akan mengecil dan ekor akan muncul. Ekor tersebut mengandung struktur mikrotubular yang akan menggerakan sperma. Material kromatin pada nukleus sperma akan memadat dan hampir seluruh sitoplasma akan hilang. Pada kepala sperma, terdapat akrosom yang bertindak seperti lisosom dan mengandung enzim proteolitik yang penting untuk penetrasi ovum. Proses spermiogenesis tersebut terjadi di dalam lipatan pada sitoplasma sel-sel Sertoli (Ganong, 1983; Junqueira & Carneiro, 2005; Porterfield & White, 2007). Sel Sertoli berhubungan erat dengan spermatogenesis, salah satunya bertanggung jawab untuk menyediakan nutrien. Contohnya, kebutuhan glukosa untuk energi. Untuk mendapatkan glukosa yang dapat digunakan secara efisien oleh sperma yang sedang mengalami meiosis, membutuhkan serangkaian proses yang dipengaruhi oleh stimulasi hormon (FSH dan testosteron). Spermatozoa akan dilepaskan dari sel Sertoli untuk kemudian berada bebas di dalam lumen tubulus (Ganong, 1983; Junqueira & Carneiro, 2005; Porterfield & White, 2007). Siklus epitel seminiferus adalah rangkaian

19 19 perubahan pematangan pada daerah epitel germinativum, akibat timbulnya dua tahap perkembangan sel kelamin yang berurutan (Junquera dan Carneiro, 2005). Pada mencit, siklus epitel seminiferus terdiri dari 12 stadia. Waktu yang diperlukan untuk satu siklus epitel seminiferus pada mencit antara jam (8-9 hari). Dengan demikian waktu seluruhnya yang diperlukan untuk proses spermatogenesis yang terdiri dari empat siklus epitel seminiferus, adalah berkisar antara 34,5-35,5 hari (Rugh, 1968). Proses spermatogenesis ini baru dimulai secara aktif pada hari ke-9 setelah lahir. Durasi dari suatu siklus spermatogenesis berbeda untuk tiap spesies. Pada mamalia, satu siklus spermatogenesis membutuhkan paling tidak 8-17 hari. Pada tikus yang temasuk ordo rodentia seperti mencit, satu siklus spermatogenesis terjadi selama hari, sedangkan pada manusia terjadi selama 16 hari. Satu siklus spermatogenesis pada tiap spesies juga memiliki jumlah tahapan yang berbeda tergantung dari kriteria morfologi. Siklus spermatogenesis pada tikus memiliki 14 tahapan, pada kera memiliki 12 tahapan, dan pada manusia terdapat 6 tahapan. Sementara itu, perkembangan dan diferensiasi dari spermatogonia A hingga menjadi sperma matang membutuhkan setidaknya 4 kali siklus spermatogenesis. Karena dari itu, durasi total dari spermatogenesis membutuhkan 50 hari pada tikus, hari pada berbagai spesies kera, dan 64 hari pada manusia (Nieschlag dkk, 2010).

20 20 Gambar 4. Diagram siklus spermatogenesis rodentia. Empat belas tahapan dari siklus spermatogenesis, dinotasikan I-XIV, ditunjukkan pada kolom vertikal. Pengembangan sel germinal ditunjukkan pada kolom horizontal. A1-4, spermatogonia tipe A1-4; In, spermatogonia intermediet; B, spermatogonia tipe B; Pl, spermatosit preleptoten; L, spermatosit leptoten; Z, spermatosit zygoten; PS, spermatosit pakiten; Di, spermatosit pakiten diploid; II, spermatosit sekunder. Proses spermiogenesis ditunjukkan 1-19 (Neill, 2006). F. Landasan Teori SAHA sebagai anti kanker bekerja secara epigenetik sebagai penghambat HD. Penghambat HD bekerja dengan menghambat aktivitas enzim histon deasetilase dan menjaga histon tetap dalam keadaan ter-asetilasi sehingga mengaktifkan gen karena kromatin membuka dan memungkinkan faktor transkripsi berinteraksi dengan DNA (Juliandi dkk, 2010; Hsieh & Gage, 2004). Uji praklinik selama penemuan dan perkembangan SAHA sebagai anti kanker melaporkan bahwa SAHA yang dipejankan ke induk mencit bunting dapat menembus plasenta sebanyak 50% lalu masuk ke dalam janin. Pada tahap awal perkembangan embrio mamalia (selama pertengahan kebuntingan), fenotip reproduksi janin bersifat bipotent karena genital ridge belum mengalami diferensiasi dan dapat berkembang menjadi testis ataupun

21 21 ovarium. Gen WT1 dan SF1 diekspresikan untuk menjaga perkembangan bipotent gonad pada jantan maupun pada betina (Harley dkk, 2003). Selanjutnya, pengambilan keputusan bipotent gonad akan berkembang menjadi testis atau ovarium ditentukan oleh ada atau tidaknya gen Sexdetermining Region pada kromosom Y (gen SRY) (Jost dkk, 1973). Pemberian SAHA selama pertengahan masa kebuntingan mencit dapat meningkatkan ekspresi gen SRY dan downstreamnya gen SOX9. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa peningkatan ekspresi gen SRY dari keturunan yang dilahirkan oleh induk mencit bunting yang diberi SAHA selama pertengahan kebuntingan (prenatal) lebih cenderung memiliki jenis kelamin jantan daripada betina. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan pengaruh SAHA terhadap perkembangan organ reproduksi pada anak mencit jantan yang dilahirkan (Yuniarti, 2013). Namun, fenotip mengenai hal ini belum diketahui dan masih belum pasti sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh SAHA ini terhadap perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kemungkinan efek samping yang muncul akibat pemakaian SAHA yaitu kemungkinan munculnya gangguan endokrin dan efek pada toksikologi reproduksi terhadap kecenderungan orientasi jenis kelamin anak mencit yang dilahirkan ke arah ketidaksempurnaan gen. Kelainan genetis ini dikenal dengan nama Klinefelter Syndrome yang salah satu manifestasinya

22 22 antara lain kekurangan hormon androgen (testosteron), hipogonadotisme, dan kelainan spermatogenesis. G. Hipotesis 1. Pemberian penghambat histon deasetilase SAHA selama prenatal mempengaruhi perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan 2. Pemberian penghambat histon deasetilase SAHA selama prenatal mempengaruhi persentase jenis kelamin anak jantan yang dilahirkan, pertumbuhan testis, kadar testosteron, dan histopatologi testis.

23 23

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.) Luffa aegyptica merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Cucurbitaceae (Gambar 1). Hemburg (1994) menyatakan bahwa biji

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah sebesar 210.241. 999 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 % (BPS, 2001) dan menurut infomasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker testis adalah keganasan yang jarang ditemukan, tetapi merupakan keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan ini 90-95% berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Negara berkembang khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat secara tajam. Beberapa usaha telah di lakukan untuk menekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunanya bukan hanya ibu-ibu rumah

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai macam proses yang terjadi pada level selular, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai macam proses yang terjadi pada level selular, termasuk di dalamnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai macam proses yang terjadi pada level selular, termasuk di dalamnya yaitu perkembangan suatu organisme, agar terjadi pada waktu yang tepat, memerlukan ketepatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di masa modern ini, alkohol merupakan minuman yang sangat tidak asing lagi dikalangan masyarakat umum. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi alkohol dianggap dapat memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Namun, selain menghasilkan dampak positif, kemajuan teknologi juga membawa dampak

Lebih terperinci

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT MEMBERIKAN TEKANAN THDP SDA & LH PERTUMBUHAN PENDUDUK YG SEMAKIN CEPAT KBUTUHAN AKAN PROTEIN HWNI MENINGKAT PENDAHULUAN - LAHAN SEMAKIN SEMPIT - PENCEMARAN PERAIRAN SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT UTK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rhodamine B sebagai racun 2.1.1 Definisi Racun Racun ialah zat yang bekerja dalam tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) 2.1.1 Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan pepaya dapat diklasifkasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini wisata kuliner sangatlah digemari oleh banyak orang, dimana setiap mereka berkunjung ke suatu daerah wisata hal utama yang dituju ialah mencicipi makanan khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sistem reproduksi pria yang pada penelitian ini menggunakan mencit terdiri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sistem reproduksi pria yang pada penelitian ini menggunakan mencit terdiri 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Testis 2.1.1 Anatomi Testis Sistem reproduksi pria yang pada penelitian ini menggunakan mencit terdiri atas testis, sluran kelamin, kelenjar tambahan dan penis. Testis dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk dewasa ini merupakan masalah yang. cukup pelik bagi suatu negara, terutama pada negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk dewasa ini merupakan masalah yang. cukup pelik bagi suatu negara, terutama pada negara-negara BAB I PENDAHULUAN Kepadatan penduduk dewasa ini merupakan masalah yang cukup pelik bagi suatu negara, terutama pada negara-negara yang eedang berkembang* Pemerintah Indonesia dalam usaha untuk menekan

Lebih terperinci

http://aff.fkh.ipb.ac.id Lanjutan EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Konsep Organiser, yang menjelaskan tentang proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Rumput kebar

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Rumput kebar TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Rumput Kebar Rumput kebar bukan tumbuhan rumput-rumputan (Graminae) tetapi merupakan tanaman perdu yang termasuk kelas Dycotiledoneae, family Oxalidaceae, genus Biophytum,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OH.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OH. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1Metanol 2.1.1.1 Pengertian Metanol atau metyl alkohol diperoleh dari distalasi destruktif kayu, merupakan alkohol yang

Lebih terperinci

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes.

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes. HAND OUT PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes. Spermatogenesis Sperma diproduksi di spermatogonia (sel epidermis tubulus seminiferus testis. Hormon yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama jutaan tahun. Minuman beralkohol dihasilkan dari fermentasi ragi, gula dan pati. Etanol merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam komponen yang diantaranya merupakan zat-zat kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam komponen yang diantaranya merupakan zat-zat kimia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan tempat manusia tinggal dan hidup, tersusun dari berbagai macam komponen yang diantaranya merupakan zat-zat kimia yang dapat berinteraksi dengan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan peningkatan produksi dan pemakaian pestisida telah

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan peningkatan produksi dan pemakaian pestisida telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kecenderungan peningkatan produksi dan pemakaian pestisida telah terjadi sejak tahun 1960. Negara-negara di Eropa adalah konsumen terbesar di dunia, sedangkan China,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai Endocrine Disrupts Chemical (EDC) atau dalam bahasa awamnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai Endocrine Disrupts Chemical (EDC) atau dalam bahasa awamnya disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini, perhatian tentang pengaruh senyawa lingkungan atau bahan polutan kimia terhadap kesehatan semakin meningkat. Senyawa tersebut bisa dikatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Blustru (Luffa aegyptica Roxb.) Tumbuhan Luffa aegyptica Roxb. disebut dengan blustru (Gambar 2.1) merupakan tumbuhan khas Tropis dan sering digunakan sebagai makanan terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terpapar (WHS, 1993). Bunyi atau suara didefinisikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terpapar (WHS, 1993). Bunyi atau suara didefinisikan sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan dan Dampaknya 1. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat mengganggu pendengaran dan dapat menurunkan daya dengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenaikan jumlah penduduk ini akan mengakibatkan adanya hambatan ekstra pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenaikan jumlah penduduk ini akan mengakibatkan adanya hambatan ekstra pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ledakan penduduk sekarang ini merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi Indonesia. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merusak alat pendengaran (Marpaung, 2006). Diketahui bahwa. fisik, psikis dan tingkah laku manusia (Chusna, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. merusak alat pendengaran (Marpaung, 2006). Diketahui bahwa. fisik, psikis dan tingkah laku manusia (Chusna, 2008). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah suatu bunyi intensitas tinggi, merupakan pencemaran yang mengganggu dan tidak disukai, dan mengganggu percakapan dan merusak

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut batasan WHO (dalam Bell, 2005), kebisingan adalah suara-suara

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut batasan WHO (dalam Bell, 2005), kebisingan adalah suara-suara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Definisi Kebisingan Menurut batasan WHO (dalam Bell, 2005), kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki oleh karena itu kebisingan sangat mengganggu aktivitas

Lebih terperinci

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin KONSEP DASAR Sistem Endokrin : berfungsi sebagai regulator berbagai macam proses yg terjadi dalam tubuh melalui hormon Hormon : suatu senyawa kimia yg disintesa didalam kelenjar dg pengontrolan genetik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Sistem reproduksi manusia untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU DINAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria.

Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria. Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria. Organ Reproduksi Organ reproduksi pria terdiri atas organ reproduksi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci