BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem"

Surya Sugiarto
6 tahun lalu
Tontonan:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem Hipotalamus-Pituitari-Gonad axis serta menurunnya jumlah sel Leydig, akibatnya beberapa hormon juga mengalami penurunan sebagai berikut : hormon testosteron, dehydroephyandrosteron (DHEA/DHEAS), insulin growth factor (IGF) dan growth hormone (GH). Pada pria dengan andropause, penurunan fungsi sistem reproduksi mengakibatkan penurunan jumlah testosteron beserta availabilitasnya seiring dengan meningkatnya SHBG. Didalam peredaran darah hanya sebagian kecil testosteron saja dalam bentuk fraksi aktif sebagai free testosteron. Free testosterone hanya dapat ditemukan sekitar 2%, sekitar 38% testosteron terikat pada protein albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat pada globulin (SHBG) sex hormone binding globulin (Rolf et al,. 2010). Andropause sering dikaitkan dengan hipogonadisme, sebab tanda dan gejala menunjukkan keadaan yang sama. Kadar hormon testosteron dalam darah menjadi tolak ukur bagi seorang pria untuk menilai apakah seorang pria mengalami keadaan hipogonadisme. Nilai rujukan normal testosteron total adalah ng/dl. 1

2 2 Sedangkan kadar testosteron pada pria dewasa antara lain untuk kadar free testosterone sebesar 0,47 2,44 ng/dl atau 1,6% -2,9%. Kadar hormon pada pria dianggap andropause apabila dibawah 200 ng/dl (7 nmol/l) dengan kadar maksimal diatas 720 ng/dl atau < 0,23 nmol/l untuk kadar free testosterone (Rosner, 2007). Keluhan yang muncul akibat menurunnya hormon testosteron pada pria khususnya di Indonesia mulai muncul pada usia tahun, mereka merasakan gejala dan keluhan andropause pada tingkat rata-rata testosteron bebas sebesar pg/ml dan kadar testosteron total sebesar ng/dl. Pria pada usia tahun merasakan gejala dan keluhan andropause pada level testosteron bebas sebesar pg/ml serta kadar testosteron total sebesar ng/dl (Pangkahila, 2009). Kadar hormon testosteron dalam darah tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor secara internal maupun eksternal menjadi penyebab penurunan hormon testosteron berlangsung lebih cepat. Beberapa faktor yang turut berperan dalam penurunan hormon testosteron antara lain faktor lingkungan seperti bahan kimia yang bersifat estrogenik, faktor psikis, organik yang berkaitan dengan penyakit-penyakit tertentu seperti diabetes, varikokel, prostatitis kronis, kolesterol, obesitas dan faktor psikogenik. Penurunan hormon terjadi secara perlahan sehingga seringkali tidak menimbulkan gejala. Keluhan baru timbul jika ada penyebab lain yang mempercepat penurunan hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya (Zen et al., 2009). Penuaan pada pria meskipun merupakan keadaan yang fisiologis, namun berbagai masalah juga dapat timbul seiring terjadinya aging proses. Penurunan

3 3 androgen menimbulkan masalah yang mendasar bagi kesehatan reproduksi pria, mengingat peranan androgen dalam pengembangan dan pemeliharaan fungsi organ reproduksi dan seksual laki-laki sangat besar yang nantinya apabila terganggu dapat mempengaruhi kualitas hidup. Testosteron yang rendah dihubungkan dengan penurunan libido, disfungsi ereksi, peningkatan masa lemak, penurunan masa otot dan tulang, serta penurunan energi, depresi, dan anemia (Dandona et al., 2009). Defisiensi androgen pada pria menyebabkan terganggunya perkembangan dan pemeliharaan jaringan organ seks pada pria. Penelitian mengenai peran androgen terhadap pemeliharaan ultrastruktur jaringan penis yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa kekurangan hormon testoteron menyebabkan atropi jaringan erektil penis, perubahan struktur nervus dorsalis, perubahan morfologi endotel, penurunan otot polos trabekular, dan akumulasi jaringan lemak pada daerah subtunika korpus kavernosum (Sakka et al., 2010). Peran androgen dalam menjaga ultrastruktur organ reproduksi tidak terlepas dari mekanisme reseptor androgen (AR). Reseptor androgen merupakan anggota dari reseptor nuclear. Peran reseptor androgen sangat penting sebab reseptor androgen memediasi aksi androgen untuk menjalankan perannya dalam perkembangan dan fungsi organ reproduksi pada pria seperti halnya jaringan erektil pada penis dan ultrastruktur jaringan vagina pada wanita (Xinchang, 2010). Mekanisme dari proliferasi pada jaringan target androgen dimediasi melalui androgen signaling pathway yaitu secara genomik dan nongenomik. Proses dari androgen signaling pathway secara singkat dimulai dari testosteron masuk kedalam

4 4 sel (dalam cytoplasma) dan oleh adanya 5-alpha-reductase akan dikonversi menjadi dihydrotestosteron (DHT). Setelah berikatan dengan steroid, reseptor androgen (AR) mengalami perubahan konformasi dan merilis heat-shock proteins (Hsp). Posporilasi terjadi sebelum atau setelah berikatan dengan steroid. Reseptor androgen akan bertranslokasi kedalam nukleus dimana terjadi dimerisasi, DNA binding dan recruitment dari koaktivator. Target gen akan menstranskripsi mrna dan diterjemahkan menjadi protein (Yan et al., 2014). Regulasi dari reseptor androgen pada hewan pertama kali dilakukan pada prostat. Pada tikus penurunan androgen menyebabkan penurunan kadar reseptor androgen pada prostat. Ukuran prostat tikus menurun hingga 15% dibandingkan kelompok kontrol. Pada tikus, respon mrna reseptor androgen menurun terhadap androgen seiring meningkatnya maturasi seksual. Level ekspresi reseptor androgen menurun secara permanen setelah masa pubertas (Tan et al., 2005). Ekspresi androgen reseptor dengan pola yang berbeda ditemukan di testis tikus. Reseptor pada sel Sertoli hanya terdeteksi secara spesifik pada tahap spermatogenik. Mekanisme dependent ekspresi reseptor androgen pada testis selama ini masih belum diketahui secara pasti. Ekspresi reseptor androgen dalam sel peritubular myoid, arteriol, dan sel-sel Leydig diketahui berhubungan dengan tahap perkembangan tubulus seminiferus. Testosteron atau metabolitnya mengontrol seluruh ekspresi dari reseptor androgen pada testis tikus. Tidak terdapat reseptor androgen yang terdeteksi setelah terjadi ablasi testosteron pada testis. Dalam sel, nilai ekspresi mrna reseptor androgen mengalami penurunan sebesar level androgen.

5 5 Penelitian secara in vitro menunjukkan peningkatan ekspresi mrna reseptor androgen diinduksi oleh androgen. Perbaikan dari protein reseptor yang diinduksi melalui ligan dapat menghasilkan protein reseptor androgen meskipun tingkat transkripsi gen menurun (Gao et al., 2005). Penelitian mengenai peran testosteron terhadap ekspresi mrna reseptor androgen pada penis tikus masih terbatas dan masih menjadi perdebatan secara mekanisme serta regulasinya. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Yan-Min et al., (2014) mebuktikan bahwa hormon testosteron meregulasi ekspresi keratin 33B yang berperan pada pertumbuhan penis tikus melalui mekanisme signal reseptor androgen. Penelitian mengenai pemberian preparat testosteron pada hewan percobaan khususnya tikus selama ini memberikan hasil yang bermakna terhadap perkembangan jaringan erektil. Pemeriksaan histologi berdasarkan studi pendahuluan pada tikus, pemberian terapi sulih testosteron dengan dosis 4,5 mg/250 grbb pada kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang bermakna dari ketebalan tunika albuginea penis tikus wistar yang dikastrasi (Indira, 2016). Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai terapi sulih testosteron meningkatkan ekspresi messenger ribonucleaic acid (mrna) reseptor androgen pada penis tikus wistar (Rattus norvegicus) dewasa yang dikastrasi.

6 6 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah apakah terapi sulih testosteron meningkatkan ekspresi messenger ribonucleaic acid (mrna) reseptor androgen pada penis tikus wistar (Rattus norvegicus) dewasa yang dikastrasi.? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk membuktikan bahwa terapi sulih testosteron meningkatkan ekspresi messenger ribonucleaic acid (mrna) reseptor androgen pada penis tikus wistar (Rattus norvegicus) dewasa yang dikastrasi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam pendidikan ilmu kedokteran reproduksi mengenai pengaruh terapi sulih testosteron meningkatkan ekspresi messenger ribonucleaic acid (mrna) reseptor androgen pada penis tikus wistar (Rattus norvegicus) dewasa yang dikastrasi Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat, mengenai regulasi pemberian terapi sulih testosteron mampu meningkatkan kadar mrna AR pada organ penis tikus yang berperan dalam proliferasi jaringan erektil penis saat mengalami masalah defisiensi hormon testosteron.

dokumen-dokumen yang mirip

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter