BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Blustru (Luffa aegyptica Roxb.) Tumbuhan Luffa aegyptica Roxb. disebut dengan blustru (Gambar 2.1) merupakan tumbuhan khas Tropis dan sering digunakan sebagai makanan terutama buahnya. Sedangkan bijinya tidak dimanfaatkan atau dibuang begitu saja. Panjang batangnya dapat mencapai 2-10 m, memanjat dengan sulur-sulur (alat pembelit) yang keluar dari ketiak daun. Menurut Corner dan Watanabe (1969), susunan taksonomi blustru adalah sebagai berikut; Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotiledonae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Luffa Species : L. aegyptica Roxb. Gambar 2.1 Buah L. aegyptica Roxb. (Foto di lapangan)

2 Daun dan batang mengandung saponin dan tanin. Luffa berkhasiat sebagai pencahar ringan dan saponin triterpen mempunyai aktivitas spermatisidal (membunuh sperma) sehingga dapat dikembangkan sebagai obat kontrasepsi (program keluarga berencana). Ekstrak seluruh bagian tanaman Luffa aegyptica Roxb., berpengaruh terhadap penekanan jumlah anak mencit yang dilahirkan (Fransworth et al, 1975). Pemberian ekstrak biji blustru sebanyak 270 mg/25 g BB mencit dapat menghambat laju kebuntingan mencit dengan aktitivitas positif tercermin dari rendahnya angka kebuntingan dan dapat menurunkan tapak implantasi, jumlah fetus yang dikandung dan jumlah korpus luteum (Dian et al, 1998) Testosteron Undekanoat Testosteron Undekanoat (17-hydoxy-4-androsten-3-0ne17-undecanoate) (Gambar 2) terdiri dari bahan yang mudah dicerna, suatu alifatik, ester asam lemak testosteron yang sebagiannya diabsorpsi lewat usus yang mengandung sistem limfatikus setelah pemberian secara oral. Pemberian TU secara oral telah digunakan pada terapi penggantian androgen dan hal lain yang berhubungan dengan perlakuan klinik selama lebih dari 2 dekade. TU secara oral juga telah diuji sebagai kontrasepsi tunggal atau dikombinasikan dengan progestin (Kamische et al, 2002 dalam Ilyas, 2008). Beberapa hal yang menyebabkan TU secara oral diberikan sebagai kontrasepsi pria kurang baik adalah; frekuensi pemberian, ukuran testosteron serum, kurangnya penekanan gonadotropin dan spermatogenesis. Seperti pada penelitian terdahulu yang menunjukan bahwa pemberian TU tunggal secara oral atau dikombinasikan dengan CPA (Cyproterone Asetat) masih kurang efektif dalam penekanan spermatogenik (Meriggiola et al, 2003). Ketersediaan injeksi sediaan long-acting TU dalam minyak biji teh yang diberikan dengan dosis 1000 mg memberi peluang akan pengembangan injeksi regimen 8 minggu kontrasepsi pria di Cina (Gu et al, 2004).

3 O O C-(CH 2 ) 9-CH 3 O Gambar 2.2 Rumus bangun Testosteron Undekanoat (TU). 2.3 Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan. Epididimis adalah tuba terlilit yang panjangnya mencapai 20 kaki (4 m sampai 6 m). Epididimis terletak pada bagian dorsolateral testis, merupakan suatu struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari bagian kaput, korpus dan kauda epididimis. Bagian ini menerima sperma dari duktus eferen (Rugh, 1968). Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat duktus eferen menuju kepala epididimis. Epididimis merupakan pipa dan berkelok-kelok yang menghubungkan vas eferensia pada testis dengan duktus eferen (vas deferen). Kepala epididimis melekat pada bagian ujung dari testis dimana pembuluh-pembuluh darah dan saraf masuk. Badan epididimis sejajar dengan aksis longitudinal dari testis dan ekor epididimis selanjutnya menjadi duktus deferen yang rangkap dan kembali ke daerah kepala. Epididimis berperan sebagai tempat untuk pematangan spermatozoa sampai pada saat spermatozoa dikeluarkan dengan cara ejakulasi. Spermatozoa belum matang ketika meninggalkan testikel dan harus mengalami periode pematangan di dalam epididimis sebelum mampu membuahi ovum (Frandson, 1995).

4 Jika spermatozoa terlalu banyak ditimbun, seperti oleh abstinensi (tak ejakulasi) yang lama atau karena sumbatan pada saluran keluar, sel epididimis dapat bertindak phagocytosis terhadap spermatozoa. Spermatozoa itu kemudian berdegenerasi dalam dinding epididimis. Pada orang vasektomi, epididimis juga berperan untuk memphagocytosis spermatozoa yang tertimbun terus-menerus (di samping makrofag). Terbukti spermatozoa yang diambil dari daerah kaput dan korpus tak fertil, sedang yang diambil dari daerah kauda fertil; sama halnya dengan spermatozoa yang terdapat dalam ejakulat (Yatim, 1994). 2.4 Spermatozoa mencit Spermatozoa mencit adalah sel kelamin (gamet) yang diproduksi di dalam tubulus seminiferus melalui proses spermatogenesis, dan bersama-sama dengan plasma semen akan dikeluarkan melalui sel kelamin jantan. Menurut Rugh (1968), spermatozoa mencit yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek (middle piece), dan bagian ekor yang sangat panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm, sedangkan panjang spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 mm (122,6 mikron). Kemampuan bereproduksi dari hewan jantan dapat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas semen yang dihasilkan. Produksi semen yang tinggi dinyatakan dengan volume semen yang tinggi dan konsentrasi spermatozoa yang tinggi pula. Sedangkan kualitas semen yang baik dapat dilihat dari persentase spermatozoa yang normal dan motilitasnya (Hardjopranoto, 1995) Viabilitas spermatozoa Spermatozoa mudah sekali terganggu oleh lingkungan yang berubah. Perubahan ph pun merusak sperma, terlebih terhadap asam. kekurangan vitamin E menyebabkan ia tidak bertenaga melakukan pembuahan. Bagi gamet yang membuahi dalam air, ketahanan spermatozoa sangat sedikit sekali ketika mencari ovum. Daya hidup atau

5 viabilitas merupakan indikator fertilisasi. Bila semen tersimpan lama maka sedikit yang motil (Nalbandov, 1990). Banyak faktor yang mempengaruhi pembuahan misalnya viabilitas sperma yang rendah sehingga sperma tersebut tidak mampu untuk mengadakan pembuahan. Faktor hambatan ini dapat berasal dari struktur histologi saluran reproduksi pria, struktur sperma yang diperoleh selama di dalam alat genital, enzim-enzim yang terdapat di dalam saluran reproduksi pria serta dalam spermatozoa itu sendiri. Sperma yang belum dewasa maupun bentuk-bentuk yang tidak sempurna tidak akan mampu membuahi (Hafes 1976 dalam Ilyas, 1997). Viabilitas diukur dengan melihat % motil maju/ml setelah jangka waktu tertentu. Makin lama semen tersimpan makin sedikit yang motil. Penurunan motilitas normal adalah: a. 2-3 jam sudah ejakulasi 50-60% spermatozoa motil maju/ml b. 7 jam sudah ejakulasi: 50% spermatozoa motil maju/ml. Jika setelah 3 jam yang motil kurang dari 50% menandakan adanya gangguan atau kelainan dalam genitalia. Spermatozoa yang motilitasnya rendah disebut asthenozoospermia. Jika ejakulasi sering, volume semen dan konsentrasi menurun, tapi tidak menurun ketahanan (Yatim, 1994) Morfologi spermatozoa Menurut Rugh (1968), spermatozoa mencit yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek middle piece dan bagian ekor yang sangat panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm sedangkan panjang spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 mm (122,6 mikron). Bentuk spermatozoa abnormal (Gambar 2.4.2) dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk kepala dan ekornya. Menurut Washington et al, (1983), bentuk sperma abnormal pada tikus terdiri dari bentuk kepala seperti pisang, bentuk kepala

6 tidak beraturan (amorphous), bentuk kepala terlalu membengkok dan lipatan-lipatan ekor yang abnormal. Gambar Morfologi spermatozoa mencit. (a) spermatozoa normal, (b) pengait salah membengkok, (c) sperma melipat, (d) kepala terjepit, (e) pengait pendek, (f) kesalahan ekor sebagai alat tambahan, (g) tidak ada pengait, (h) sperma berekor ganda dengan kepala tidak berbentuk, (i) kepala tidak berbentuk. Perbesaran 800 x. (Wyrobek AJ & Bruce WR, 1975) Motilitas spermatozoa Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil maju >40 %. Menurut Yatim (1994) bahwa spermatozoa yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD, dengan range 10-95%. Ada orang yang spermatozoanya lemah sekali gerak majunya, disebut asthenozoospermia. Jika hampir semua sperma diperiksa nampak mati, tak bergerak, disebut necrozoospermia, berarti orang ini infertil. Tapi ada laporan spermatozoa yang tak bergerak belum menunjukkan mati. Mungkin ada suatu zat cytotoxic atau antibodi yang membuatnya tak bergerak. Menurut Tadjudin (1988), kategori untuk mengklasifikasi motilitas sperma yaitu: a. Jika sperma bergerak cepat dengan lurus ke muka (dahulu disebut sebagai gerak maju sangat baik/ buruk) b. Jika geraknya lambat/ sulit maju lurus/ bergerak tidak lurus (dahulu disebut sebagai gerak lemah atau sedang) c. Jika tidak bergerak maju

7 d. Jika sperma tidak bergerak 2.5 Spermatogenesis Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan, dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan diproduksi dan masih berada di daerah ekstrak gonad. Karena sel germinal kaya akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan embrio, maka sel germinal dapat dikenali dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke-9 dan hari ke-10 kehamilan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lagi mengalami proliferasi dan bahkan bergerak (pada hari ke-11 dan hari ke-12) ke daerah genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan. Proses diferensiasi dan proliferasi berlangsung di daerah medula testis (Rugh, 1968). Setiap spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui cell cumulus menuju matriks jel ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung bergabung ke sel granulosa sel cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan enzim berlimpah. Proses spermatogenesis ini baru dimulai secara aktif pada hari ke-9 setelah lahir (Rugh, 1968). Volume cairan spermatozoa dapat ditingkatkan dengan rangsangan hormonal, sedangkan menurut Masrizal & Efrizal, (1997) volume cairan spermatozoa dapat dilakukan dengan pengenceran melalui penambahan larutan fisiologis. 2.6 Hormon pada Jantan Testosteron Hormon kelamin jantan diekskresikan oleh sel Leydig di dalam jaringan interstitial, jaringan ini terletak di dalam ruang antara tubulus seminiferus. Produk testosteron juga di bawah pengaruh hormon LH yang juga dinamakan ICSH (Intersititial Cell Stimulating Hormone) dari hipofisis. Pengeluaran testosteron bertambah nyata pada pubertas dengan pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder yaitu: tumbuhnya jenggot, suara lebih berat, pembesaran genitalia (Syaiffuddin,

8 1996). Testosteron mempunyai efek memacu pertumbuhan dan perkembangan serta aktivitas fungsional organ asesori, sifat pria, vas deferen, penis dan skrotum. Testosteron yang gagal akan menghambat hipothalamus dan hipofise dalam proses spermatogenesis (Mansur & Moeloek, 1983). Menurut Nalbandov (1990) bahwa, fungsi testosteron ada 3 yaitu: a. Mempertahankan sifat kelamin primer dan sekunder. b. Mempertahankan proses spermatogenesis untuk memproduksi spermatozoa dalam keadaan cukup. c. Menjamin maturasi spermatozoa agar mampu mengadakan fertilisasi Hormon Gonadotropin Kelenjar hipofisa anterior mengsekresikan dua hormon gonadotropin yaitu FSH (Follicle Stimulating Hormone), dan LH (Luteinizing Hormone) dan keduanya mempunyai peranan penting dalam mengatur fungsi seksual pria (Syaifuddin, 1996). FSH memiliki reseptor pada sel tubulus seminiferus dan diperlukan dalam spermatogenesis. LH memiliki reseptor pada sel interstisial dan menstimulasi produksi serta sekresi testosteron. LH juga disebut ICSH (Interstisial cell stimulating hormone) atau hormon perangsang sel interstisial pada laki-laki (Sloane, 2003). Berfungsi dalam pengaturan spermatogenesis yaitu dalam perubahan spermatogonia menjadi spermatosit primer kemudian menjadi spermatosit sekunder yang terjadi dalam tubulus seminiferus yang dirangsang oleh FSH dari kelenjar hipofise anterior di testis. Jadi FSH tampaknya mengawali proses proliferasi spermatogenesis dan testosteron yang berdifusi dari sel interstisial masuk ke dalam tubulus seminiferus tampaknya diperlukan untuk pematangan akhir spermatozoa (Guyton, 1996). Hormon LH merupakan suatu komplek gonadotropik yang bertanggung jawab pada stimulasi sel-sel Leydig pada jaringan interstitial selanjutnya mengadakan respon dengan cara mengekskresikan adrogen (Turner & Baguara, 1988). Dalam kenyataanya bahwa adrogen dapat mempertahankan spermatogenesis pada jantan. Pada

9 pemeriksaan histologis testis menunjukkan bahwa LH mamalia hanya mampu menstimulasi sel-sel Leydig yang sudah berdiferensiasi, yang ternyata sel-sel tersebut kemudian segera mengalami kelelahan (Nalbandov, 1990). 2.7 Hubungan Testosteron dalam spermatogenesis Telah diketahui bahwa testosteron merupakan androgen yang secara langsung mempunyai aksi genomik dengan berikatan pada reseptor androgen (RA). Reseptor androgen memiliki famili reseptor inti yang bertindak sebagai ligand-responsive transcription factor. Pada testis RA ada pada sel Leydig, sel peritubular, dan sel Sertoli. Testosteron secara bebas berdifusi melalui membran plasma dan mengikat RA membentuk komplek yang kemudian berinteraksi dengan androgen reseptor element (ARE) pada bagian promotor gen target (Gambar 2.7). Transkripsi gen target dapat diinduksi atau ditekan tergantung pada faktor yang berhubungan dengan ikatan ligand-reseptor complex dengan ARE (Sadate-Ngatchou et al, 2003). Melalui respon long-term, testosteron mengaktifkan atau menonaktifkan ekspresi gen yang berhubungan dengan perkembangan sel germinal. Seperti peningkatan ekspresi gen protamin 1 dan protein transisi 2 (secara spesifik diekspresikan pada spermatid) terjadi setelah induksi testosteron propionat pada tikus hpg (hypogondal) sehingga meningkatkan kandungan testosteron intratestikular. Selain itu ekspresi gen Pem (gen androgen yang terdapat pada testis dan epididimis) meningkat bersamaan dengan meningkatnya hormon testikular testis (Sadate- Ngatchou et al, 2003). Peningkatan ekspresi gen tersebut mendukung proliferasi dan diferensiasi sel germinal di dalam tubulus seminiferus testis. Efek nongenomik T dipicu oleh ikatan pada sebuah reseptor membran yang belum dikarakterisasi (nonclassical). Aktivasi second messenger termasuk Ca 2+ dan protein kinase, menghasilkan respon cepat secara khas yaitu efek genomik. T melewati membran sel merubah estradiol dengan aromatase yang kemudian terikat dan mengaktifkan ER dan ERβ. DHT masuk ke sel mengikat dan mengaktifkan AR (andogen receptor). Ikatan ligan ER atau AR menghubungkan heat schock protein

10 (HSP) mereka mengalami perubahan penyesuaian, dimerisasi, dan translokasi ke dalam inti dimana mereka terikat pada tempat spesifik yang diketahui sebagai estrogen response elements (ERE) atau androgen response element (ARE) berlokasi dalam DNA gen inti target menghasilkan efek long-term genomic dari testosteron (Sadate-Ngatchou et al, 2003). Gambar 2.7 Mekanisme genomik dan nongenomik androgen.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.) Luffa aegyptica merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Cucurbitaceae (Gambar 1). Hemburg (1994) menyatakan bahwa biji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tauge

TINJAUAN PUSTAKA Tauge II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tauge Kacang hijau (Phaseolus radiatus) adalah salah satu kacang-kacangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kacang hijau tergolong leguminoceae yang merupakan

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vitamin C (Asam askorbat) Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk biosintesis kolagen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) 2.1.1 Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan pepaya dapat diklasifkasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah sebesar 210.241. 999 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 % (BPS, 2001) dan menurut infomasi

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) Tanaman pepaya merupakan herba menahun dan tingginya mencapai 8 m. Batang tak berkayu, bulat, berongga, bergetah dan terdapat bekas pangkal daun. Dapat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan Cucurbita moschata yang termasuk suku Cucurbitaceae ini berbeda-beda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan Cucurbita moschata yang termasuk suku Cucurbitaceae ini berbeda-beda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji labu kuning (Cucurbita moschata) 2.1.1 Klasifikasi labu kuning Pada beberapa daerah nama tanaman yang dalam bahasa latin dikenal dengan Cucurbita moschata yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Klasifikasi Delima (Punica granatum L.) Klasifikasi ilmiah buah delima adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Seminar Nasional Hasil Penelitian Universitas Kanjuruhan Malang 2017 POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Susie

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker testis adalah keganasan yang jarang ditemukan, tetapi merupakan keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan ini 90-95% berasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Namun, selain menghasilkan dampak positif, kemajuan teknologi juga membawa dampak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas,

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Populasi penduduk semakin meningkat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik, bahwa kenaikan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2000

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Pubertas

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Pubertas 4 TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Pubertas Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut Biro Pusat Statistik (2006), remaja merupakan kelompok usia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan keluarganya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Negara berkembang khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat secara tajam. Beberapa usaha telah di lakukan untuk menekan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kurang lebih 1500 tahun lalu, beberapa kesukuan di Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. Kurang lebih 1500 tahun lalu, beberapa kesukuan di Amerika II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rokok 2.1.1 Sejarah Rokok Kurang lebih 1500 tahun lalu, beberapa kesukuan di Amerika sebenarnya sudah mengolah tembakau sebagai bahan pengobatan dan juga termasuk untuk penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi penduduk dunia telah berlipat ganda jumlahnya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini dan mencapai 6 milyar penduduk pada tahun 1999. Walaupun angka fertilitas

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Roy Morgan Research di Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai usaha telah dilakukan oleh para peneliti anti fertilitas untuk menemukan obat yang tepat dalam mengatasi masalah Keluarga Berencana. Bagi pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas atau gangguan kesuburan dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah tanpa menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUNTIKAN KOMBINASI TESTOSTERON UNDEKANOAT DAN DEPOT MEDROKSI PROGESTERON ASETAT TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA TESTIS TIKUS (Rattus sp.

PENGARUH PENYUNTIKAN KOMBINASI TESTOSTERON UNDEKANOAT DAN DEPOT MEDROKSI PROGESTERON ASETAT TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA TESTIS TIKUS (Rattus sp. PENGARUH PENYUNTIKAN KOMBINASI TESTOSTERON UNDEKANOAT DAN DEPOT MEDROKSI PROGESTERON ASETAT TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA TESTIS TIKUS (Rattus sp.) Rismadefi Woferst, Nukman Moeloek, Asmarinah Dosen

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah suatu kondisi tidak terjadinya kehamilan pada pasangan yang telah berhubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi secara teratur dalam waktu satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah masalah utama kesehatan sebagai penyebab penyakit dan penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh dunia meninggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan (golongan Leguminoceae). Terdapat dua spesies kedelai yang biasa dibudidayakan, yaitu kedelai putih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fungsi seksual merupakan hal serius bagi kebanyakan pria. Beberapa masalah fungsi seksual yang dialami pria, antara lain libido yang rendah, disfungsi ereksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini wisata kuliner sangatlah digemari oleh banyak orang, dimana setiap mereka berkunjung ke suatu daerah wisata hal utama yang dituju ialah mencicipi makanan khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes.

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes. HAND OUT PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes. Spermatogenesis Sperma diproduksi di spermatogonia (sel epidermis tubulus seminiferus testis. Hormon yang

Lebih terperinci

KONTRASEPSI HORMONAL PADA PRIA

KONTRASEPSI HORMONAL PADA PRIA KONTRASEPSI HORMONAL PADA PRIA Perkembangan kontrasepsi hormonal pada pria yaitu usaha penurunan kesuburan pria jauh terlambat dibandingkan kontrasepsi wanita. Pria merupakan 50% diantara peserta program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan terjadinya pembuahan selama 12 bulan hubungan seksual yang aktif (Nieschlag et al, 2010). Infertilitas ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem reproduksi manusia dan berbagai faktor yang berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini terkait

Lebih terperinci