ANALISA WILAYAH PERENCANAAN IKK NGIMBANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA WILAYAH PERENCANAAN IKK NGIMBANG"

Transkripsi

1 5.1. ANALISA FISIK DASAR Kota Ngimbang memiliki dominasi lahan pertanian dalam penggunaan lahannya yaitu sebesar 43 % dari total luas Kota Ngimbang atau seluas 309,6 Ha. Agar pengembangan kota nantinya dapat memajukan sektor dominan dan tidak ANALISA WILAYAH PERENCANAAN IKK bertentangan dengan kepentingan penggunaan lahan terbangun, maka dilakukan unit-unit analisis fisik dasar. Kondisi fisik dasar dalam studi ini mempunyai arti yang penting, dimana NGIMBANG eksistensi suatu kawasan perkotaan dengan ciri khusus/tertentu harus mempertimbangkan keadaan fisik dasar dari kawasan perkotaan tersebut. Dalam AM AH I AG AF I AE b a e d c Girik analisa terhadap kondisi fisik dasar ini aspek fisik yang dipertimbangkan dalam pengembangan wilayah yang sesuai diantaranya adalah keadaan jenis tanah, geologi, topografi, iklim dan ketersediaan air tanah. b a e Hasil akhir yang akan dicapai dalam analisa kondisi fisik dasar ini lebih AD I AC d c b Slaharwotan menekankan pada penentuan lahan yang bisa dan dianggap layak untuk dipakai AL AB I AA z I y a e d c b a e d c b Kakatpenjalin Drujugulit Ngimbang NGIMBANG Sendangrejo Pasarlegi KEC. SAMBENG untuk jenis kegiatan perkotaan pada proses pembangunannya nanti Keadaan Tanah dan Jenis Tanah. Analisa tentang keadaan tanah dan jenis tanah di wilayah penelitian Kota Ngimbang dilihat dari tingkat kemudahan pemanfaatannya dan kepekaan x I w a e d c b a Munungrejo tanah dalam menahan erosi, dalam pemanfaatan tanah dapat dibagi dalam kriteria pertama, tingkat kemudahan pemanfaatan tinggi, kedua, tingkat Fakta dan Analisa Data Hal 5-1

2 kemudahan pemanfaatan sedang, ketiga standard tingkat kemudahan pemanfaatan rendah. Kriteria penetapannya sebagai berikut: Tingkat Kemudahan Pemanfaatan Tinggi Tingkat kemudahan pemanfaatan tinggi yaitu lahan yang paling mudah untuk dimanfaatkan, baik untuk digali maupun untuk dipadatkan/dimanfaatkan. Batasan lahan yang paling mudah dimanfaatkan ini hanya dari permukaan lahan sampai dengan batuan dasar (geologi permukaan). Wilayah lahan dengan tingkat kemudahan pemanfaatan tinggi ini meliputi pada dataran sampai dengan relatif berombak. Penggalian pada daerah ini bisa dilakukan dengan alat yang sederhana seperti dengan cangkul dan sejenisnya, sedangkan untuk pemadatan juga mudah sekali karena dipengaruhi dari jenis susunan tanah tersebut, sehingga pada wilayah ini dapat dikatakan mempunyai tingkat kemudahan tinggi untuk dimanfaatkan. Tingkat Kemudahan Pemanfaatan Sedang Tingkat kemudahan pemanfaatan sedang ini yaitu wilayah yang relatif agak sukar pada batasan sampai dengan lapisan batuan dasar. Wilayah lahan dengan dengan tingkat kemudahan sedang ini terdapat di daerah bergelombang pada susunan satuan batu gamping klastik yang tertutupi lempung atau lempung kelanauan, maka hal ini relatif agak sukar untuk dilakukan pengalian dengan peralatan sederhana, karena mempunyai plastisitas yang tinggi, sedangkan pada lapisan satuan batu gamping juga agak sukar karena keadaannya relatif keras. Untuk pekerjaan pematangan/pemadatan pada lapisan lempung atau lempung kenalauan juga relatif agak sukar akibat sifat plastisitas tersebut. Maka dari itu kondisi yang demikian daerah ini bisa dikategorikan mempunyai tingkat kemudahan pemanfaatan sedang. Tingkat Kemudahan Pemanfaatan Rendah Kemudahan pemanfaatan agak rendah yaitu lahan yang agak sukar dimanfaatkan serta ada hambatan didalam melakukan pemanfaatan. Yang dimaksud dalam hal ini yaitu bahwa tanah ini untuk digali mudah tetapi mengalami hambatan bila dilakukan dengan alat sederhana karena lokasinya berair, sedangkan untuk dipadatkan juga mengalami kesulitan karena endapan tanah ini mengandung zat organik yang menjadikan tanah lembek. Hanya pada lokasi setempat yang mengalami kekar dan berfoliasi batuan ini biasa dilakukan pengerjaan penggalian dengan peralatan mekanis. Oleh karena itu wiilayah ini dikatakan mempunyai tingkat kemudahan pemanfaatan rendah. Secara keseluruhan lahan yang ada di wilayah penelitian termasuk dalam kategori tingkat kemudahan pemanfaatan rendah sampai tinggi, dengan kata lain bahwa wilayah penelitian mempunyai dominasi kemudahan dalam pengembangan lahannya untuk kegiatan yang memerlukan pengolahan lahan ataupun dipadatkan untuk kegiatan terbangun. Jenis tanah di Kota Ngimbang adalah jenis latosol dan grumosol kelabu. Dari jenis tanah ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan lahan sesuai untuk jenis Fakta dan Analisa Data Hal 5-2

3 tanaman padi sawah, jagung, umbi-umbian, kedelai, tebu, kapas, tembakau dan palawija. Dari jenis tanah ini dapat disimpulkan bahwa dari keadaan fisik jenis tanah pengembangan pertanian di Kota Ngimbang cocok untuk diterapkan dan dapat memberikan nilai tambah bagi kemajuan pengembangan sektor pertanian. Tabel Kesesuaian Jenis Tanah Terhadap Jenis Tanaman Tubuh Tanah Jenis Tanaman Orgonosol Hutan, nanas, karet, palawija, padi sawah Litosol Tanaman keras, rumput, palawija Regosol Sawah, palawija, tebu, sayuran Alluvial Padi sawah, palawija Grumosol Padi sawah, jagung, kedelai, tebu, kapas, tembakau Renzina Rumput ternak, jati, lombok Andosol Sayuran, teh, kopi, kina, pinus Mediteran Padi sawah, rumput ternak, palawija Latosol Padi sawah, jagung, umbi-umbian, palawija Podsolik Hutan, palawija, karet, alang-alang Literik Hutan belukar, alang-alang, palawija Podsol Palawija Podsol Air Tanah Hutan rawa Laterik Air Tanah Padi sawah, buah-buahan, karet Hidromorf Kelabu Padi sawah, palawija Glei Humus Padi sawah, palawija Planosol Sawah tadah hujan, rumput-rumputan jenis tanah latosol, sedangkan pada wilayah yang berjenis tanah grumosol, kesesuaian jenis tanah adalah peka terhadap ketahanan terhadap erosi. Tabel Kesesuaian Jenis Tanah Terhadap Erosi Jenis Tanah Aluvial, Glei, Planosul, Hidromorf Kelabu, Laterik Latosol Brown Forest, Soil non Calcic Brown, Mediteran Andosol, Latosol Grumosol, Podsolic Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Keterangan Tidak peka Kurang peka Agak peka Peka Sangat peka Untuk lebih jelasnya lahan yang layak dikembangkan sebagai lahan perkotaan berdasarkan tingkat kemudahan pemanfaatan dapat dilihat pada Peta Tinjauan terhadap kerentanan terhadap gempa, wilayah IKK Ngimbang terletak pada daerah dengan skala Modified Mercalli Intensity(MMI) IV hingga VI, artinya gempa terasa di dalam rumah seperti truk besar lewat hingga gempa dapat dirasakan oleh semua orang namun diperkirakan tidak sampai mengalami kerusakan. Dari keadaan ini, wilayah IKK Ngimbang relatif aman dari segi kerentanan wilayah terhadap bencana gempa. Sedangkan analisis dalam kaitannya dengan adanya erosi, tinjauan jenis tanah didasarkan pada kepekaan tanah, dimana tiap tiap jenis tanah mempunyai karakteristik tersendiri dalam mengatasi erosi. Analisis ini berguna untuk mengetahui seberapa kuat tanah menahan erosi. Kota Ngimbang menurut jenis tanahnya tergolong wilayah yang kurang peka terhadap erosi, sehingga bentukbentuk pemanfaatan lahan harus memperhatikan konservasi tanah untuk menanggulangi erosi. Keadaan ini dapat dijumpai pada wilayah yang memiliki Fakta dan Analisa Data Hal 5-3

4 Peta Analisa Kelayakan Berdasarkan Tingkat Kemudahan Pemanfaatan Lahan Fakta dan Analisa Data Hal 5-4

5 Keadaan Topografi dan Kelerengan Berdasarkan keadaan topografi dan kelerengan dapat dilihat bahwa keadaan lahan serta dapat diklasifikasikan dalam tiga kriteria. a. Kestabilan lereng Tinggi. Lahan dengan tingkat kestabilan tinggi terdapat pada daerah dataran sampai dengan bergelombang, dengan kemiringan lereng kurang dari 8%. b. Kestabilan Lereng Sedang Lahan dengan tingkat kestabilan sedang pada wilayah yang terdapat pada daerah berombak sampai dengan bergelombang, dengan kemiringan lereng 8 sampai 45%. c. Kestabilan Lereng Rendah Lahan dengan tingkat kestabilan lereng rendah pada wilayah yang terdapat pada daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 45%, dimana pada kawasan tersebut merupakan kawasan perbukitan yang tidak layak untuk dibudidayakan sebagai kawasan terbangun. Kalaupun bisa dibudidayakan membutuhkan biaya yang besar. Tabel Kelas dan Kriteria Topografi Keterangan Kemiringan Topografi Kestabilan < 3% Datar Tinggi 3 % 8 % Landai Tinggi 8 % - 15 % Miring Sedang 15 % 45% Curam Sedang > 45 % Sangat curam Rendah Kota Ngimbang berada pada ketinggian lahan m dpl dan tingkat kelerengan 2-40%. Berdasarkan data keadaan wilayah penelitian Kota Ngimbang mempunyai topografi datar hingga curam serta memiliki tingkat kestabilan lereng sedang sampai tinggi. Secara keseluruhan lahan yang ada di wilayah penelitian termasuk dalam kategori tingkat kemudahan pemanfaatan sedang sampai tinggi, dengan kata lain bahwa wilayah penelitian mempunyai tingkat kestabilan sedang sampai tinggi dan masih sangat sesuai untuk pengembangan kegiatan yang memerlukan pembangunan fisik lahan. Untuk lebih jelasnya lahan yang layak dikembangkan berdasarkan tingkat ketinggian dan kelerengan dapat dilihat pada Peta Ketersediaan Air Tanah Analisa ketersediaan air ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketersediaan air pada wilayah penelitian, yang nantinya perlu memperhatikan berapa kapasitas air yang ada dan diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun kegiatan lainnya, serta dilakukan analisa dan dicari Fakta dan Analisa Data Hal 5-5

6 kemungkinan sumber air apa saja yang mungkin untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku. Pada wilayah penelitian terdapat beberapa sungai, dan embung yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku air bersih. Wilayah IKK Ngimbang terletak pada wilayah dengan ciri geologi air tanah dengan debit 5-15 liter per detik dalam batuan lepas (Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pusat). Di Desa Sendangrejo, permukaan air tanah pada umumnya tidak terlalu dalam antara 6-8 m. Oleh kaena itu sumur-sumur banyak yang terdapat di Desa Sendangrejo. Sementara itu Desa Ngimbang, permukaan air tanah relatif agak dalam, yaitu antara 6-10 m. Umumnya debit air berkurang pada musim kemarau, namun tidak sampai habis. Sumber air yang dikembangkan untuk sumber air minum bagi warga Kota Ngimbang dalam hal ini adalah Desa Sendangrejo dengan kualitas lebih baik. Berdasarkan data yang terkumpul, jumlah sumber air yang ada di IKK Ngimbang adalah sebanyak 18 sumber air dengan persebaran yaitu 14 sumber air di Desa Sendangrejo dan 4 sumber air di Desa Ngimbang. Dilihat dari aspek ketersediaan air tanah dalam, rata-rata mempunyai air bersih yang baik meskipun pada beberapa wilayah mempunyai tingkat kedalaman efektif tanah yang besar, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa untuk lokasi kawasan pengembangan pemukiman perkotaan, keberadaan dan kedekatan dengan sumber air baku yang merupakan pertimbangan yang terbaik apalagi keberadaan kawasan nantinya terdekat dengan sumber air tersebut. Untuk lebih jelasnya lahan yang layak dikembangkan berdasarkan ketersediaan air bersih pada Peta Analisa Kesesuaian Lahan Analisa kesesuaian lahan di wilayah perencanaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan tentang kesesuaian penggunaan lahan baik yang terbangun maupun yang tidak terbangun, kesesuaian lahan tersebut dengan memperhitungkan kemampuan lahan dan klasifikasi kemampuan lahan juga dengan pertimbangan aspek sosial-ekonomi, tata guna lahan serta kebijaksanaan pembangunan Kesesuaian Lahan Terbangun dan Tidak Terbangun Kesesuaian lahan terbangun dan tidak terbangun ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: A. Kesesuaian Lahan Terbangun Kesesuaian lahan terbangun di kawasan studi nantinya akan dibagi menurut zonasi kesesuaian, baik untuk liputan bangunan tinggi, liputan bangunan sedang dan liputan bangunan rendah. 1. Zona Liputan Bangunan Tinggi (Zona I) Pada zona I ini mempunyai ketersediaan air dan kestabilan lereng tinggi, Zona ini mempunyai liputan bangunan tertinggi dan masih sesuai dengan rasio liputan bangunan hingga 60% dengan penyerapan air tanah dangkal ± 21%. Fakta dan Analisa Data Hal 5-6

7 Peta Analisa Kelayakan berdasarkan tingkat ketinggian dan kelerengan Fakta dan Analisa Data Hal 5-7

8 Peta Analisa Kelayakan berdasarkan ketersediaan air Fakta dan Analisa Data Hal 5-8

9 2. Zona Liputan Bangunan sedang (Zona II) Kestabilan lereng sedang serta secara keseluruhan mempunyai klasifikasi kemampuan lahan sedang, diharapkan keseimbangan tata air tidak terganggu diharapkan daerah ini mampu mempunyai liputan bangunan dengan ratio lebih kecil dari pada zona I, dengan rasio liputan bangunan 30-40% 3. Zona Liputan Bangunan Rendah (Zona III) Pada zona III ini mempunyai keterbatasan tentang drainase serta ketersediaan air di daerah tergenang perlu pembatasan terhadap liputan bangunan. Pemilihan zona ini didasari pada problem yang harus ditanggulangi yaitu drainase dan kekurangan air bersih, maka diharapkan pada zona ini mempunyai rasio liputan bangunan 10-30% kecuali apabila dalam pengembangannya dengan menggunakan tekonologi yaitu dengan cara pengurugan. B. Kesesuaian Lahan Tidak Terbangun Kesesuaian lahan tidak terbangun dalam gambar kesesuaian lahan termasuk dalam zona IV dan V, kondisi yang ada pada kawasan merupakan daerah tergenang juga kawasan perlindungan. Dengan kata lain bahwa kawasan tersebut mempunyai klasifikasi kemampuan tanah rendah sekali, sehingga dengan kendala tersebut tidak mampu dikembangkan sebagi lahan terbangun. Lahan kawasan ini mempunyai rasio liputan bangunan 0%. Pada kawasan perencanaan tidak ditemui adanya kawasan yang tergenang secara terus menerus. Karena itu zona V, kawasan yang terdapat di IKK Ngimbang adalah kawasan perbukitan di sebelah utara dimana kawasan ini memiliki kelerengan 30%. Selanjutnya kawasan ini dihindari untuk dibangun kawasan terbangun sebagai langkah terhadap mitigasi bencana Kesesuaian Terhadap Ketinggian Bangunan Kesesuaian lahan terhadap ketinggian bangunan dimaksudkan untuk mengetahui lahan-lahan yang sesuai dikembangkan untuk bangunan tinggi atau berat serta lahan yang kurang/tidak sesuai. Langkah yang dilakukan dalam analisa ini adalah untuk mendapatkan suatu kesimpulan bahwa lahan yang sesuai untuk bangunan tinggi dan yang tidak sesuai sebagai berikut : Di daerah zona I dan II dengan kemampuan kestabilan fondasi sedang/tinggi diperkirakan paling sesuai untuk dikembangkan bagi bangunan tinggi. Di daerah zona III mempunyai kendala fisik dan diperkirakan tidak sesuai untuk dikembangkan bagi bangunan tinggi. Berdasarkan ciri fisik dan hasil analisa sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kawasan perencanaan berada pada zona I dan II, dengan demikian wilayah penelitian mempunyai tingkat kemampuan kestabilan fondasi sedang sampai tinggi dan sesuai untuk dikembangkan untuk pembangunan fisik. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta Analisa Kesesuaian Pemanfaatan Air Baku Wilayah IKK Ngimbang berada pada kondisi hidrogeologi akuifer dengan produktifitas rendah. Umumnya setempat air tanah dangkal dalam jumlah terbatas. Perhitungan besarnya kapasitas air tanah dangkal sangat Fakta dan Analisa Data Hal 5-9

10 tergantung pada besarnya curah hujan, kondisi peresapan permukaan yang dipengaruhi oleh jenis tanahnya, serta ratio liputan bangunan, dari studi kesesuaian lahan untuk menghitung kapasitas air dangkal digunakan ketersediaan air minimal yaitu dengan data curah hujan rata-rata dan kondisi liputan bangunan maksimal 60%. Pada kondisi liputan bangunan 60% tingkat resapan air tanah dangkal 21%, untuk menjaga keseimbangan air tanah maka yang diperbolehkan sebagai air bersih hanya 50% dari air tanah dangkal yang ada. Dari data curah hujan di wilayah penelitian ekstensif tercatat mm/bulan sama dengan 4-5 mm/hari sama dengan 0,004-0,005 m/hari, dengan lahan 1 ha terjadi peresapan sebanyak m 3 /hari atau 40,000-50,000 l/hari/ha. Peresapan tanah dangkal 21% maka (0,21x ) hingga (0,21 x ) jadi peresapan l/hari/ha. Sedangkan untuk persediaan air tanah dangkal 50% adalah (0,50 x 8.400) hingga (0,50 x ) l/hari/ha atau l/hari/ha. Indikator lain menunjukkan bahwa terjadi perubahan debit sungai/waduk yang sangat fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau, hal ini menunjukkan telah ada beberapa lokasi yang seharusnya menjadi kawasan resapan berubah kegunaan lain. Berdasarkan di atas maka meskipun kita ketahui potensi penyediaan air baku masih baik, akan tetapi pada masa mendatang perlu dicari alternatif sumber air yang resisten bagi kegiatan perkotaan. Pengembangan lebih lanjut perlu kiranya dilakukan studi yang lebih mendalam Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Perkotaan Kesesuaian wilayah perencanaan sebagai kawasan perkotaan dapat dinilai dari beberapa kriteria yang ditetapkan untuk suatu kawasan pengembangan perkotaan. Menurut definisinya; kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan tertentu berupa tempat pemusatan kegiatan pemerintahan tingkat kecamatan, jasa, komersial dan perumahan. Dari hasil analisis maka kriteria yang harus dipenuhi adalah : Kawasan Permukiman Perkotaan. a. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi pengembangan kawasan permukiman dilihat dari aspek fisik dan daya dukung lahan. b. Ketersediaan sumber air bersih untuk kegiatan MCK c. Ketersediaan jaringan listrik d. Adanya dukungan jaringan telekomunikasi e. Adanya sistem pembuangan limbah rumahtangga dan domestik yang berpotensi menimbulkan pencemaran. f. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah khususnya yang beririgasi teknis dan berpotensi untuk pengembangan irigasi. g. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang lainnya khususnya bagi masyarakat pemukim agar interaksinya dapat dilayani dengan maksimal. terhadap potensi penyediaan air baku di kawasan ini, sehingga prediksi terhadap kebutuhan air baku dapat terpenuhi dengan baik. Fakta dan Analisa Data Hal 5-10

11 Kawasan Jasa dan Komersial a. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi pengembangan kegiatan komersial dan telah ditetapkan dalam kebijakan pengembangan pada perencanaan tata ruang. b. Tersedia sumber air bersih yang cukup c. Ketersediaan jaringan listrik d. Adanya dukungan jaringan telekomunikasi e. Dilayani oleh jaringan drainase f. Adanya sistem pembuangan limbah domestik yang berpotensi menimbulkan pencemaran. g. Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya setempat. h. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah beririgasi dan berpotensi untuk pengembangan irigasi. i. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang lainnya. Dari uraian kebutuhan lahan perkotaan untuk kegiatan jasa dan komersial dapat dijabarkan lagi menurut kriteria lokasi yang mana tidak disyaratkan untuk terletak pada: 1. Kawasan lindung mutlak dan kawasan lindung yang berfungsi juga sebagai kawasan konservasi dan daerah resapan air. 2. Kawasan budidaya non terbangun yang berupa lahan Kawasan Pertanian : a. Kawasan tanaman pangan lahan basah, yaitu khususnya sawah yang memperoleh pengairan dari jaringan irigasi teknis ataupun 1/2 teknis. b. Lahan berpotensi dibangun jaringan irigasi yaitu lahan yang dicadangkan untuk lahan usaha tani dengan fasilitas irigasi. Pengembangan lahan permukiman di IKK Ngimbang mempunyai kesesuaian pada lokasi sepanjang jalan utama dan jalan-jalan sirip di pusat kota hingga dua lapis dari penggal jalan. Keberadaan sawah di sepanjang jalan utama dapat dilindungi dengan pembangunan tanggul maupun sempadan untuk mencegah erosi Evaluasi Kesesuaian Lahan Terhadap Penggunaan Lahan Keadaan penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian saat ini masih banyak berupa lahan yang belum terbangun seperti kawasan pertanian, dan perumahan yang terkonsentrasi terutama di tepi jaringan jalan utama kecamatan. Penggunaan lahan untuk daerah terbangun saat ini di wilayah penelitian merupakan sebagian besar dari penggunaan lahan yang ada di wilayah Kecamatan Ngimbang, dengan sebagian besar peruntukannya yang belum seluruhnya teratur. Pemukiman yang ada berkembang menempati lahan yang mempunyai sempadan bangunan rata-rata masih relatif lebar terutama pada kawasan semakin mendekati kawasan pusat kegiatan pemerintahan kecamatan. Keberadaan kawasan terbangun di wilayah penelitian ini belum menunjukkan pola yang baik dan tidak berdasarkan peruntukkan yang jelas, oleh karena itu pada masa yang akan datang perlu dievaluasi Fakta dan Analisa Data Hal 5-11

12 Peta Zona Liputan Bangunan Fakta dan Analisa Data Hal 5-12

13 Peta Kesesuaian Terhadap Ketinggian Bangunan Fakta dan Analisa Data Hal 5-13

14 Peta Kesesuaian lahan permukiman perkotaan Fakta dan Analisa Data Hal 5-14

15 Peta Kesesuaian Lahan Jasa dan Komersial Fakta dan Analisa Data Hal 5-15

16 lagi peruntukan daerah terbangun yang masih menempati lahan-lahan yang belum terencana dengan baik. Lokasi pengembangan kegiatan prospektif yang ada di wilayah penelitian saat ini terkonsentrasi pada kawasan perempatan jalan koridor Babat-Ploso dimana akses ini merupakan jalur transit menuju kawasan selanjutnya, dan mengingat jalur ini juga merupakan pintu masuk menuju Kabupaten Jombang maka kawasan prospektif ini memerlukan perencanaan yang matang dan terarah. Pada wilayah penelitian mulai bermunculan kegiatan perdagangan, jasa dan pemukiman, akan tetapi kegiatan penunjang tersebut masih diusahakan secara individual, yang berakibat nantinya kawasan pengembangan pemukiman cenderung untuk tidak terkendali dan tidak terkontrolnya hasil buangan kegiatan-kegiatan perkotaan yang dilakukan sehingga menyebabkan penurunan tingkat kualitas lahan dan resapan air serta dikhawatirkan terjadi pencemaran lingkungan. Selain itu masyarakat membangun warung-warung cenderung untuk menempatkan bangunannya sesuai dengan keinginan sendiri-sendiri tanpa didasari oleh penataan tata ruang yang baik sehingga akan memicu terjadinya lahan-lahan kosong dan tidak teratur, juga sebaliknya yang pada akhirnya akan mempersulit penataannya. Pengembangan tata guna lahan seiring dengan pengembangan sarana dan prasarana transportasi yang semakin baik, serta adanya kecenderungan pengembangan kawasan pusat ibukota Kecamatan Ngimbang yang saat ini berada di Desa Sendangrejo dan Desa Ngimbang, ke arah kawasan ini yang semakin perlu dicermati, dengan jalan mempersiapkan rencana tata guna lahan yang lebih komprehensif dan saling mendukung terhadap beberapa kawasan di atas, sehingga interaksi yang akan timbul akan menimbulkan sinergi yang baik bagi pengembangan kawasan perkotaan khususnya dan pengembangan wilayah Kecamatan Ngimbang pada umumnya. Kenyataan ini yang merupakan dasar mengapa kawasan ini harus secara dini dipersiapkan tata guna lahannya secara konprehensif dan menyeluruh yang terkait dengan beberapa pengembangan kawasan perkotaan dan wilayah yang diindikasikan akan berkembang sebagai akibat adanya bangkitan baru terhadap penggunaan lahan dan kehidupan penduduk IKK Ngimbang Kendala Dan Limitasi Wilayah Secara umum daya dukung lahan untuk pengembangan perkotaan baik secara vertikal maupun horisontal relatif masih cukup besar tersedia pada wilayah Desa Sendangrejo dan Desa Ngimbang. Akan tetapi melihat pola perkembangan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduknya, serta orientasi kegiatannya maka dapat dilihat bahwa masyarakat cenderung masih terkonsentrasi di pusat pengembangan, meskipun saat ini telah mulai bergeser secara perlahan ke luar dari pusat pengembangan (sekitar perempatan Pasar Sendangrejo) akibat adanya sarana prasarana baru di kawasan yang saat ini menjadi pengembangan kawasan kegiatan baru. Beberapa kendala yang perlu diperhatikan, adalah : Fakta dan Analisa Data Hal 5-16

17 a. Ruas jalan pada kawasan penelitian bertumpu pada jaringan jalan kolektor primer, jaringan alternatif belum ditemukan, sehingga dalam pengoptimalan tata ruang dengan pengaturan fungsi-fungsi primer dan sekunder juga bertumpu pada jaringan jalan primer. b. Wilayah IKK Ngimbang berada berdekatan dengan kawasan lindung, sehingga pengendalian perkembangan kota seharusnya tidak bertentangan dengan fungsi kawasan lindung. c. Konsentrasi sarana dan prasarana perkotaan hanya berada di koridor jalan kolektor primer, hal ini yang menyebabkan masyarakat di luar koridor jalan kolektor primer masih enggan untuk mengembangkan kegiatannya keluar dengan alasan sarana penunjang kegiatan yang tidak ada. d. Kondisi sosial ekonomi penduduk kota yang relatif masih baik, dilain pihak tingkat pendidikan dan pola hidup yang masih tradisional, merupakan salah satu kendala di dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi kota. e. Pengembangan perkotaan harus diselaraskan dengan dominasi kegiatan yaitu pertanian. Ketersediaan lahan pertanian dalam beberapa hal perlu dijadikan pertimbangan mengenai keuntungan dan kekurangan dalam hal alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun perkotaan. f. Keberadaan embung sebagai penyedia sumber daya air perlu dipertahankan, namun perlu diupayakan pemanfaatannya lebih lanjut dan kepentingan pemeliharaannya tidak bolah bertentangan dengan pengembangan kawsan perkotaan. Dengan adanya beberapa faktor yang akan mempengaruhi perkembangan tersebut, kiranya harus dipertimbangkan didalam penyusunan rencana pengembangan ibukota kecamatan yang intensif di masa datang. Untuk lebih jelasnya faktor pembatas perkembangan wilayah penelitian dapat dilihat pada Peta Kecenderungan Perkembangan Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, yaitu bentuk dan pola penggunaan lahan saat ini, bentuk struktur dan adanya beberapa faktor pembatas yang mempengaruhi perkembangan serta berdasarkan kecenderungan perkembangan yang terjadi, pada masa mendatang perkembangan fisik diarahkan berkembang secara terkendali sepanjang koridor kolektor primer dan berkembang secara konsentrik ke arah barat. Keberadaan jaringan jalan merupakan hal yang utama dalam penelaahan kecenderungan perkembangan di wilayah studi. Perembetan kenampakan fisik kota diramalkan akan semakin memenuhi koridor jalan utama baik jalan kolektor primer dan lokal menuju Kecamatan Bluluk dan Sambeng di arah barat dan timur kawasan. Keberadaan lahan tidak terbangun tetap berada di lapis luar kawasan terbangun di sepanjang koridor jalan. Di waktu yang akan datang, apabila kondisi ini terus menerus dibiarkan maka dikhawatirkan bahwa perkembangan kota akan semakin menimbulkan beban bagi koridor jalan. Untuk menghindari perkembangan yang cenderung linear pada wilayah studi, maka bentukan kenampakan fisik kota lebih diarahkan pada bentuk konsentrik radial Fakta dan Analisa Data Hal 5-17

18 dimana jalan-jalan melingkar diperlukan untuk mengurangi beban dan menambah nilai aksessibilitas kawasan. 2005, prediksi jumlah penduduk kedepan tetap beranggapan optimis naik dengan dasar sebagai bahan pertimbangan penyediaan sarana dan prasarana kota. Dalam upayanya tetap mempertahankan Kota Ngimbang sebagai Kota pertanian, maka model pengembangan kota diarahkan tidak menghilangkan Berdasarkan pola pertumbuhan penduduk dan perkiraan perkembangan kegiatan kota di wilayah IKK Ngimbang, maka skenario perkembangan penduduk identitas kota. Pengembangan kawasan terbangun diarahkan pada lapis luar sampai dengan 2015 diperkirakan sebesar 1% per tahun, di bawah angka jaringan jalan kolektor primer sebelah barat sedangkan pada sebelah selatan, fungsi lahan pertanian dipertahankan. pertumbuhan penduduk Kabupaten Lamongan. Perkembangan penduduk IKK Ngimbang pada tahun dapat dilihat pada Tabel Keberadaan lahan pertanian ini diharapkan pula sebagai lahan resapan dan penjaga keseimbangan ekologis kota. Konsekuensi pengembangan wilayah kota adalah perubahan dari bentuk- Gambar Perkembangan Jumlah Penduduk IKK Ngimbang bentuk lahan tidak terbangunan berupa lahan pertanian menjadi lahan Jiwa Penduduk tahun terbangun. Oleh karena itu diarahkan pada wilayah studi perubahan ditekan optimal mungkin yaitu dengan memanfaatkan lahan sawah tegalan maupun yang tidak berrigasi secar teknis sehingga tidak menghilangkan identitas kota Tahun Untuk lebih jelasnya kecenderungan perkembangan yang telah diidentifikasi pada Peta ANALISA KEPENDUDUKAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA Jumlah, Perkembangan Dan Prediksi Penduduk Perkembangan jumlah penduduk Ibukota Kecamatan Ngimbang, Tabel Pertambahan Jumlah Penduduk IKK Ngimbang No. Penduduk Tahun Jumlah (Jiwa) Pertambahan Jumlah menunjukkan adanya penurunan dilihat pada perkembangan antara tahun Karena itu meskipun terjadi penurunan sebesar -0,32% pada periode Fakta dan Analisa Data Hal 5-18

19 Berdasarkan besarnya laju pertumbuhan penduduk di IKK Ngimbang sebesar 0,32% pertahun, maka perkiraan perkembangan penduduk di masa yang akan datang digunakan laju pertumbuhan tersebut, dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Kebijaksanaan sasaran penurunan tingkat pertambahan penduduk Jawa Timur sebesar 1,12 %, yang berarti laju pertumbuhan IKK Ngimbang yang diambil dari laju pertumbuhan kecamatan (1%) masih berada di dalam batas toleransi sasaran. 2. Berdasarkan kebijaksanaan perkembangan penduduk di Wilayah Kabupaten Lamongan ditetapkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Ngimbang sebesar 1% pertahun. 3. Kecenderungan laju pertumbuhan penduduk yang terjadi mempertimbangkan terjadinya arus migrasi (keluar dan masuk) selain pertambahan penduduk secara alamiah, hal ini tidak terlepas dari kedudukan IKK Ngimbang yang cukup strategis. Pada tahap selanjutnya dalam memperkirakan jumlah penduduk di IKK Ngimbang sampai dengan tahun 2016 akan dihitung dengan menggunakan beberapa metode proyeksi penduduk yang biasa digunakan, sehingga dengan demikian akan didapatkan hasil proyeksi yang lebih valid dan sesuai dengan karakteristik/kondisi IKK Ngimbang. Perhitungan metode proyeksi penduduk dibantu oleh software Minitab for windows release Sedangkan metode yang digunakan dalam analisa proyeksi penduduk sebagai berikut : 1. Metode Regresi Linear 2. Metode Eksponensial berikut ini: Hasil perhitungan dari ketiga metode diatas dapat dilihat pada tabel Tabel Hasil Perhitungan Prediksi Jumlah Penduduk IKK Ngimbang Tahun Menurut Metode Proyeksi Tahun Dasar Penduduk Linear Eksponensial Mean Squared Deviation Tahun Proyeksi Penduduk ,52 894,50 Hasil perhitungan kedua metode di atas menunjukkan bahwa hasil perhitungan dengan metode regresi linear dan eksponensial memiliki tren naik. (Lihat Tabel: 5.2-2) Fakta dan Analisa Data Hal 5-19

20 Dengan dasar bahwa metode yang akan dipakai nantinya diupayakan memiliki simpangan terkecil dan mengikuti skenario optimis dimana perkembangan penduduk akan senantiasa positif maka dari hasil analisis didapatkan bahwa hasil perhitungan dengan metode linear dipakai sebagai dasar perhitungan proyeksi penduduk. Prediksi penduduk IKK Ngimbang dapat dilihat pada Tabel : Tabel Prediksi Jumlah Penduduk IKK Ngimbang Tahun No Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Hasil dari perhitungan proyeksi di atas, maka didapatkan perhitungan proyeksi untuk masing-masing PKL yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Prediksi Jumlah Penduduk Masing-masing PKL di IKK Ngimbang Tahun Kepadatan Penduduk Tahun PKL I PKL II Kepadatan bruto penduduk IKK Ngimbang relatif rendah yaitu sebesar 9 Jiwa/Ha. Hal ini dikarenakan masih luasnya lahan tidak terbangun kota dibandingkan luasan lahan terbangun. Pada akhir tahun perencanaan Jiwa Linear diperkirakan kepadatan bruto penduduk bertambah sebesar 10 jiwa/ha. Sedangkan untuk kepadatan netto IKK Ngimbang sebesar 69 jiwa/ha pada awal perencanaan tahun 2006 dan menjadi 72 jiwa/ha pada akhir perencanaan yaitu Tahun tahun Gambar Proporsi Prediksi Jumlah Penduduk IKK Ngimbang Penduduk di wilayah IKK Ngimbang secara umum penyebarannya masih terkonsentrasi di sepanjang jalur jalan utama kota. Fakta dan Analisa Data Hal 5-20

21 Peta Faktor pembatas perkembangan kawasan Fakta dan Analisa Data Hal 5-21

22 Peta Kecenderungan perkembangan Fakta dan Analisa Data Hal 5-22

23 5.3. ANALISA STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG IKK NGIMBANG Tinjauan terhadap perkembangan fisik IKK Ngimbang pada dasarnya merupakan suatu penilaian terhadap pola perkembangan daerah terbangun kota selama jangka waktu tertentu sebagai akibat adanya pola perkembangan penduduk dan perkembangan kegiatan kota. Dengan mengamati pola perkembangan fisik tersebut, kita dapat mengetahui dan menilai seberapa besar kekuatan tumbuh dan berkembangnya IKK Ngimbang untuk masa yang akan datang serta kearah mana sebaiknya kota tersebut dikembangkan. Indikator yang akan diamati dalam menganalisa perkembangan fisik IKK Ngimbang meliputi analisa terhadap perkembangan daerah terbangun dan struktur kota, analisa pola dan intensitas penggunaan lahan, analisa terhadap faktor-faktor yang membatasi pertumbuhan dan perkembangan kota serta analisa terhadap pengendalian lingkungan kota Analisa Perkembangan Struktur Kota dan Daerah Terbangun Berdasarkan pola perkembangan daerah terbangun kota, maka perkembangan fisik daerah terbangun IKK Ngimbang bermula dari adanya perkembangan pola pergerakan kearah pusat kota (kawasan pasar) di Desa Sendangrejo (sejajar dengan jalan utama) di wilayah perencanaan, kemudian berkembang menjalar kearah luar (menjauh pusat kota) dan berkembang secara linier. Selain berkembang secara linier, fisik IKK Ngimbang juga berkembang secara menyebar melalui pengelompokan pemukiman (kawasan perdesaan). Perkembangan kawasan terbangun kearah timur kota berkembang secara linier pada satu lapis jalan penghubung menuju Kecamatan Sambeng. Begitupun dengan perkembangan ke arah barat, utara dan selatan kota terjadi pula secara linier. Pada lokasi tersebut telah ada kecenderungan menjadi lokasi penarik perkembangan kota hal ini karena pada bagian ini terdapat jalur kolektor sekunder yang menghubungkan kawasan perencanaan dengan wilayah yang menjadi tujuan orientasi pergerakan, selain itu pada kawasan ini sedang berkembang beberapa bangunan non permanen yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Ditinjau dari segi struktur ruang IKK Ngimbang saat ini berpola Radial pada pusat kota (Pasar Sendangrejo) dan linear pada percabangan jaringan jalan (memencar) dari arah pusat kota. Struktur ruang IKK Ngimbang yang ada saat ini menunjukkan bahwa pusat kota berada di bagian tengah wilayah perencanaan/kawasan sekitar Pasar Sendangrejo dan fasilitas umum, hal ini terlihat dari berkumpulnya fasilitas pelayanan ekonomi dan sosial yang memiliki fungsi pelayanan Primer (melayani Kota dan Kecamatan Ngimbang). Selain itu terdapat pula fasilitas dengan fungsi pelayanan sekunder (lingkungan pemukiman dan IKK Ngimbang). Sedangkan untuk struktur sub pusat kota dapat diindikasikan bahwa terdapat dua kutub pertumbuhan yang sudah melai berkembang yaitu di sekitar kantor Kecamatan Ngimbang dan Kantor Desa Fakta dan Analisa Data Hal 5-23

24 Sendangrejo di Sub terminal Ngimbang. Fungsi pelayanan fasilitas yang ada seluruhnya berfungsi sekunder seperti warung-warung, toko kecil, tempat peribadatan dan kantor Desa. Bentuk struktur ruang kota yang linier ini tidak terlepas dari adanya pola penempatan fasilitas pemerintahan yang menyebar dan berlokasi secara linier di sepanjang jalan utama kota. Seperti telah dijelaskan pada bagian atas bahwa fasilitas ekonomi dan sosial yang memiliki fungsi pelayanan primer terpusat di pusat kota dan secara linier di jalan yang menghubungkan Ngimbang-Bluluk dan Ngimbang-Sambeng serta Ngimbang-Ploso Jombang, sedang untuk fasilitas pelayanan yang memiliki skala pelayanan sekunder tersebar di setiap sub pusat kota dan pusat-pusat desa serta lingkungan perumahan. Penetapan tata tingkat struktur pelayanan IKK Ngimbang di waktu yang akan datang perlu dipertegas guna mengoptimalkan sistim pelayanan kota yang ada Pola Dan Intensitas Penggunaan Lahan Kota Ibukota Kecamatan Ngimbang mempunyai luas sebesar 738,55 Ha dari luasan tersebut tercatat lahan terbangun hanya 96,04 Ha atau 13% dari luas IKK Ngimbang. Prosentase Penggunaan lahan di IKK Ngimbang, dapat dilihat pada Tabel Tabel Prosentase Penggunaan lahan di IKK Ngimbang Penggunaan lahan Ngimbang Nama Desa Sendangrejo Jumlah Prosentase Tanah Sawah 93,00 216,60 309,60 41,92 Tanah Kering 40,29 93,42 133,71 18,10 Bangunan / Pekarangan 12,00 84,04 96,04 13,00 Hutan Negara 140,00 59,20 199,20 26,97 Jumlah 285,29 453,26 738,55 100,00 Berdasarkan kondisi diatas, sampai saat ini ciri kekotaan di wilayah IKK Ngimbang apabila ditinjau dari proporsi penggunaan lahannya masih belum menunjukkan ciri kekotaan. Intensitas penggunaan lahan dan bangunan di IKK Ngimbang dapat dikaji dari pendekatan terhadap Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Angka Ruang Terbuka (ART) dan Angka Intensitas Penggunaan Lahan (AIPL). Istilah Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Angka Lantai Dasar (ALD) digunakan untuk mengganti istilah "Building Coverage" (BC) yaitu membandingkan antara luas total lantai dasar bangunan dan luas lahannya. Angka Lantai Dasar untuk kawasan terbangun di IKK Ngimbang umumnya berkisar antara 40-80%. Adanya Angka KDB yang tinggi di beberapa lokasi seperti di kawasan sekitar pasar/kawasan perdagangan, kawasan di sekitar Kantor Kecamatan dan beberapa lokasi lainnya yang sporadis disebabkan karena adanya pemukiman dengan pemakaian halaman bersama, sehingga batas luas lahan yang sebenarnya menjadi tidak jelas. Koefisien lantai bangunan (KLB) digunakan untuk mengganti istilah "Floor Area Ratio" (FAR) yaitu angka perbandingan antara jumlah total luas lantai bangunan terhadap luas lahan. Fakta dan Analisa Data Hal 5-24

25 Pada umumnya angka KLB di IKK Ngimbang sama dengan angka KDB (KLB=KDB) yang menunjukkan bahwa intensitas penggunaannya relatip masih rendah dan belum mengarah kepenggunaan lahan secara vertikal meskipun, dan apabila dilihat di kawasan pusat kota lebih mengarah pada KLB yang lebih besar dari pada KDB nya, hal ini karena ketersediaan lahan (dataran) sangat terbatas. Angka Ruang Terbuka (Open Space Ratio) yaitu perbandingan antara luas ruang terbuka dengan luas lantai bangunan yang berdiri diatasnya. Angka ART yang tertinggi umumnya berlokasi pada kawasan-kawasan yang KDBnya tinggi pula. Angka Intensitas Penggunaan Lahan (AIPL) merupakan tafsiran lebih lanjut angka-angka dari faktor-faktor yang disebut terdahulu guna mengetahui intensitas penggunaan lahan. Untuk IKK Ngimbang angka IPL khususnya untuk kawasan pemukiman dan perdagangan berkisar antara 12-13, sedangkan kawasan lainnya belum berkembang. Pola intensitas penggunaan lahan di IKK Ngimbang secara umum menunjukkan bahwa kota ini masih belum menunjukkan tingkat perkembangan kehidupan kekotaan akan mulai nampak sebagai 'multifier effect' terhadap daerah sekitarnya. Berikut adalah hambatan yang dihadapi dalam rangka pengembangan Kota di IKK Ngimbang: a. Kondisi sosial ekonomi penduduk kota yang relatif masih baik, dilain pihak tingkat pendidikan dan pola hidup yang masih tradisional, merupakan salah satu kendala didalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi kota. b. Minimnya sarana dan prasarana kota guna mendukung adanya pengembangan kota. Pengadaan sarana dan prasarana kota terbentur dengan adanya kesulitan didalam pembiayaan. c. Minimnya lahan peruntukan untuk fasilitas pelayanan umum, sehingga menemui kendala dalam pemenuhannya. Untuk lebih jelasnya pengaturan KDB, KLB menurut jenis penggunaan lahan di IKK Ngimbang dapat dilihat pada Tabel: kekotaan yang mapan. Intensitas penggunaan lahan yang terdapat dibeberapa tempat lebih menunjukkan karena faktor-faktor sosial-budaya setempat yang lebih berorientasi terhadap tempat kerja. Kondisi ini dikuatkan pula dari segi diversifikasi kegiatan kota yang masih belum berkembang seperti perdagangan dan jasa. Dimasa yang akan datang sejalan dengan peningkatan fungsi IKK Ngimbang meskipun masih bertumpu pada kegiatan pertanian diharapkan ciri Fakta dan Analisa Data Hal 5-25

26 Tabel Analisa KDB dan KLB Per Jenis Kegiatan Setiap Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di Ibukota Kecamatan Ngimbang Tahun 2016 Tabel: (Lanjutan) Analisa KDB dan KLB Per Jenis Kegiatan di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) II Kota Ngimbang Tahun 2016 KDB KLB Tinggi No. PKL Kegiatan Maksimum Maksimum Lantai Keterangan (%) (%) KDB KLB Tinggi No. PKL Kegiatan Maksimum Maksimum Lantai Keterangan (%) (%) 1 I 1. Perumahan - Kepadatan Tinggi dengan syarat, * - Kepadatan Sedang dengan syarat, * - Kepadatan Rendah Perdagangan dan Jasa - Skala Kecamatan dengan syarat, * - Skala PKL dengan syarat, * - Skala Unit Lingkungan dengan syarat, * 3. Perkantoran - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat - Skala PKL dengan syarat - Skala Unit Lingkungan dengan syarat 4. Pendidikan - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat - Skala PKL dengan syarat - Skala Unit Lingkungan dengan syarat 5. Peribadatan - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat, * - Skala PKL dengan syarat, * - Skala Unit Lingkungan dengan syarat, * 6. Fasilitas Umum Lainnya - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat, * - Skala PKL dengan syarat - Skala Unit Lingkungan Industri industri kecil 8. RTH Sumber: Hasil Analisa - Sarana Rekreasi Skala Kota bangunan/lapangan - Sarana Olah Raga Skala Kota bangunan/lapangan - Skala PKL lapangan - Skala Unit Lingkungan berupa taman Keterangan : * Kecuali pada sisi Jalan Kolektor Primer dan kawasan konservasi dgn syarat khusus 2 II 1. Perumahan - Kepadatan Tinggi dengan syarat, * - Kepadatan Sedang dengan syarat, * - Kepadatan Rendah Perdagangan dan Jasa - Skala Kecamatan dengan syarat, * - Skala PKL dengan syarat, * - Skala Unit Lingkungan dengan syarat, * 3. Perkantoran - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat - Skala PKL dengan syarat - Skala Unit Lingkungan dengan syarat 4. Pendidikan Sumber: Hasil Analisa - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat - Skala Sub Kawasan Perkotaan dengan syarat - Skala Unit Lingkungan dengan syarat 5. Peribadatan - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat, * - Skala PKL dengan syarat, * - Skala Unit Lingkungan dengan syarat, * 6. Fasilitas Umum Lainnya - Skala Kecamatan atau lebih dengan syarat, * - Skala PKL dengan syarat - Skala Unit Lingkungan Industri * 8. RTH - Sarana Rekreasi Skala Kota bangunan/lapangan - Sarana Olah Raga Skala Kota bangunan/lapangan - Skala PKL lapangan - Skala Unit Lingkungan berupa taman Keterangan : * Kecuali yang berbatasan langsung dengan sempadan sungai, embung dan Jalan dengan syarat-syarat Khusus Fakta dan Analisa Data Hal 5-26

27 Analisa Arahan Pengembangan Kota Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, yaitu bentuk dan pola penggunaan lahan saat ini, bentuk struktur dan adanya beberapa faktor pembatas yang mempengaruhi perkembangan serta berdasarkan kecenderungan perkembangan yang terjadi, pada masa mendatang perkembangan fisik diarahkan berkembang secara terkendali sepanjang koridor kolektor primer dan berkembang secara konsentrik ke arah barat. Keberadaan jaringan jalan merupakan hal yang utama dalam penelaahan kecenderungan perkembangan di wilayah studi. Perembetan kenampakan fisik kota diramalkan akan semakin memenuhi koridor jalan utama baik jalan kolektor primer dan jalan koridor Ngimbang-Bluluk serta jalan koridor Ngimbang- Sambeng. Keberadaan lahan tidak terbangun tetap berada di lapis luar kawasan terbangun di sepanjang koridor jalan. Di waktu yang akan datang, apabila kondisi ini terus menerus dibiarkan maka dikhawatirkan bahwa perkembangan kota akan semakin menimbulkan beban bagi koridor jalan. Untuk menghindari perkembangan yang cenderung linear pada wilayah studi, maka bentukan kenampakan fisik kota lebih diarahkan Pengembangan kawasan terbangun diarahkan pada lapis luar jaringan jalan kolektor primer sebelah barat sedangkan pada sebelah timur dan selatan, fungsi lahan pertanian dipertahankan. Keberadaan lahan pertanian ini diharapkan pula sebagai lahan resapan dan penjaga keseimbangan ekologis kota Analisa Pengendalian Lingkungan Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu didalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengedalian, pemulihan serta pengembangan lingkungan hidup kota guna terwujudnya suatu kehidupan dan penghidupan kota yang aman, tertib, lancar dan sehat. Sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka upaya-upaya pengendalian pembangun wilayah dan kota merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan di dalam penataan ruang kota. Berkaitan dengan analisa pengendalian lingkungan di wilayah IKK Ngimbang, maka aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan didalam perencanaan pengendalian lingkungan meliputi ; pada bentuk konsentrik radial dimana jalan-jalan melingkar diperlukan untuk mengurangi beban dan menambah nilai aksessibilitas kawasan. Dalam upayanya tetap mempertahankan Kota Ngimbang sebagai Kota pertanian, maka model pengembangan kota diarahkan tidak menghilangkan identitas kota. Fakta dan Analisa Data Hal 5-27

28 Peta kecenderungan perkembangan kawasan terbangun Fakta dan Analisa Data Hal 28

29 Peta Analisa Struktur Kota Fakta dan Analisa Data Hal 5-29

30 Peta Faktor pembatas perkembangan Kota di IKK Ngimbang Fakta dan Analisa Data Hal 5-30

31 Peta Arahan Intensitas Penggunaan Lahan di IKK Ngimbang Fakta dan Analisa Data Hal 5-31

32 1. Optimalisasi penggunaan ruang kota adalah merupakan salah satu cara didalam meningkatkan nilai ekonomi dan sosial lahan di IKK Ngimbang sejalan dengan adanya rencana pengembangan kota dan pelaksanaan program dan proyek dari rencana tersebut. Dari kondisi tersebut tentunya didalam pertimbangan pengarahan pemanfaatan lahan dititikberatkan kepada pertimbangan ekonomi, sosial, strategis dan politis dari suatu kawasan di samping pertimbangan teknis dan biaya. 2. Pengendalian terhadap lingkungan yang diidentifikasi akan terjadi kecenderungan menjadi kawasan kumuh yang terdapat di sekitar pusat kota dan sepanjang jaringan jalan utama kota, yang apabila dibiarkan dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap penurunan kondisi sosial dan lingkungan setempat. 3. Pengendalian dan pemeliharaan terhadap kondisi air tanah, dilakukan dengan tetap memperluas bidang resapan melalui pemeliharaan dan pengendalian ketat pada kawasan embung serta penanaman pohon. 4. Pengendalian terhadap adanya perubahan/pergeseran guna lahan (Land-Use) khususnya dari lahan pertanian ke non pertanian. Pengendalian penggunaan lahan dikawasan ini dilakukan dengan cara menjaga kepadatan bangunan sesuai rencana, menjauhkan kegiatan yang bertentangan dengan fungsi utama kawasan tersebut. 5. Pengendalian terhadap penggunaan lahan dan pengendalian garis sempadan jalan/bangunan khususnya disepanjang jalan utama kota serta jalan-jalan 6. Pengendalian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan kota khususnya yang berkaitan dengan persampahan, air kotor/wc dan air bersih. 7. Peningkatan kesadaran lingkungan bagi seluruh penduduk kota, khususnya terhadap kesehatan, keamanan dan kenyamanan lingkungan pemukiman kota Fungsi Pusat Kegiatan Lokal IKK Ngimbang Di dalam mengoptimalkan struktur pelayanan IKK Ngimbang di masa mendatang, pengembangannya dibagi 2 Sub Kota, yaitu PKL I dan PKL II. Fungsi dan struktur Sub Kota pada dasarnya merupakan faktor yang saling terkait antar komponen kegiatan kota dan merupakan kerangka dasar dalam perumusan rencana tata ruang. Fungsi yang ditetapkan masing-masing Sub Kota adalah sebagai berikut: 1. PKL I (Desa Sendangrejo) Kegiatan perdagangan dan jasa skala kecamatan Pemerintahan dan Perkantoran skala kecamatan dan lokal Pusat pelayanan pemerintahan skala desa Fasilitas Umum skala kecamatan Kesehatan skala PKL Pemukiman Transportasi Ruang terbuka hijau. lainnya yang dianggap strategis terhadap sistim transportasi kota. Fakta dan Analisa Data Hal 5-32

33 2. PKL II (Desa Ngimbang) Kegiatan perdagangan dan jasa skala desa Pemerintahan dan Perkantoran skala Kecamatan dan lokal Pendidikan skala Kecamatan Fasilitas Umum skala PKL Kesehatan skala Kecamatan Pemukiman Ruang terbuka hijau Pembagian struktur IKK Ngimbang menjadi 2 PKL ini didasarkan atas pertimbangan pola dan bentuk struktur kota yang terjadi saat ini, jangkauan pelayanan yang memungkinkan di masa yang akan datang serta arahan pengembangan kota yang ditetapkan. Tidak adanya alternatif lain dalam penentuan pembagian Pusat Kegiatan Lokal di IKK Ngimbang dikarenakan kondisi struktur ruang IKK Ngimbang yang sedemikian rupa, yaitu membentuk pola linier yang memusat karena terbentuk oleh pola jaringan jalan yang ada dan dominasi lahan pertanian dan embung yang ada di wilayah kota. Sehingga untuk tetap terbentuknya sistem kota yang kompak maka hanya memungkinkan adanya satu alternatif pembagian Sub Kota tersebut. memperhatikan kemampuan dan kondisi serta karakteristik kawasan yang bersangkutan. Pengaturan kepadatan bangunan diupayakan mempunyai koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB) yang memungkinkan terciptanya ruang terbuka dan peningkatan kualitas lingkungan setempat. Seperti diketahui bahwa dengan ketersediaan lahan yang terbatas dan untuk menuju kepada tujuan dari strategi pengembangan wilayah IKK Ngimbang yang optimal dengan masih mempertahankan lahan-lahan persawahan produktif maka pengalihan lahan secara bertahap dilakukan pada lahan-lahan yang saat ini berupa lahan tegalan, untuk pengalihan lahan persawahan produktif dapat dilakukan sebatas satu lapis dari jaringan jalan utama saja, hal ini sesuai dengan tingkat daya tampung penduduk sampai tahun akhir perencanaan yang masih mencukupi, sehingga tidak mengorbankan lahan pertanian yang ada. Apabila pada alternatif terakhir tidak terpenuhi maka jalan keluar yang dapat ditawarkan adalah dengan melakukan pengembangan secara vertikal yang tentunya dengan syarat-syarat tertentu bagi keamanan pembangunannya. Pengaturan tingkat kepadatan bangunan ini mempertimbangkan apa yang telah dianalisa sebelumnya dengan arahan seperti pada Tabel: Analisa Intensitas dan Tingkat Kepadatan Bangunan Pengaturan kepadatan bangunan di IKK Ngimbang, dilakukan terhadap intensitas pemanfaatan lahan pada setiap Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan Fakta dan Analisa Data Hal 5-33

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN Karakteristik wilayah perencanaan yang akan diuraikan meliputi kedudukan kota dalam lingkup wilayah, karakteristik fisik, karakteristik kependudukan, karakteristik perekonomian, karakteristik transportasi,

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan wilayah yang didominasi oleh permukiman, perdagangan, dan jasa. Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

permasalahan karena: Pasarlegi ruang KEC. SAMBENG

permasalahan karena: Pasarlegi ruang KEC. SAMBENG 1.1. LATAR BELAKANG Kota merupakan suatu organisme yang terus hidup serta dinamis dalam pertumbuhannya. Perkembangan yang begitu pesat pada setiap sektor pembangunan cenderung menimbulkan berbagai masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR 1 PENDEKATAN & JENIS PENELITIAN 2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3 METODA (pengumpulan data/analisis) 4 5 6 METODA SAMPLING METODA PENELITIAN TERKAIT KONSEP PENGEMBANGAN TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Lahan Aktual Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG Sidang Ujian PW 09-1333 ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG IKA RACHMAWATI SURATNO 3606100051 DOSEN PEMBIMBING Ir. SARDJITO, MT 1 Latar belakang Luasnya lahan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil evaluasi komoditas pertanian pangan di kawasan budiddaya di Kecamatan Pasirjambu, analisis evaluasi RTRW Kabupaten Bandung terhadap sebaran jenis pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut :

BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut : BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN Penelitian mengenai analisis daya dukung dan daya tampung terkait kebutuhan perumahan di Kota Cimahi dilakukan dengan tujuan mengetahui daya

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO ABSTRAK Ir. H. Cholil Hasyim,

Lebih terperinci

BAB IV. Kajian Analisis

BAB IV. Kajian Analisis 97 BAB IV KAJIAN BAB IV ANALISIS Kajian Analisis 4.1 Analisis Karakteristik Kawasan Pesisir 4.1.1 Karakteristik Kebijakan Kawasan Pesisir 4.1.1.1 Keterkaitan Kebijakan Pemanfaatan Ruang/Peraturan Zonasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Kuningan Kabupaten Kuningan memiliki luas 1.178,57 Km² (117.857,55 Ha) terletak pada 108 0 23 108 0 47 Bujur Timur dan 6 0 47 7 0 12 Lintang Selatan dengan ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Air adalah unsur yang sangat penting dalam kehidupan di dunia ini. Distribusi air secara alamiah, dipandang dari aspek ruang dan waktu adalah tidak ideal. Sebagai contoh,

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini krisis air merupakan salah satu masalah utama di Kabupaten Rembang, yang aktifitas ekonomi didukung oleh kegiatan di sektor pertanian dan perikanan. Hal ini

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON 110 BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON Pada Bab ini dilakukan analisis data-data yang telah diperoleh. Untuk mempermudah proses analisis secara keseluruhan, dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci