PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A"

Transkripsi

1 PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN SEMUEL D ARRUAN SILOMBA. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.). (Dibawah bimbingan TATI BUDIARTI dan DWI ASMONO) Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama perendaman dan pemanasan terbaik dalam mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit serta meningkatkan persentase daya berkecambahnya. Penelitian ini dilaksanakan di Seed Processing Unit (SPU), PT Bina Sawit Makmur (Selapan Jaya Group), Palembang. Penelitian ber langsung mulai bulan Maret 2005 sampai dengan Agustus Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan benih, perendaman-1, pengeringan-1, pemanasan, perendaman-2, pengeringan-2, inkubasi (pengecambahan benih) dan seleksi kecambah. Penelitian ini disusun de ngan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan s Multiple Range Test). Perlakuan terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan (100 benih per ulangan). Faktor pertama adalah lama perendaman dan faktor kedua adalah lama pemanasan. Faktor lama perendaman terdiri dari tiga belas taraf percobaan, yaitu 2-3, 2-5, 2-7, 3-3, 3-5, 3-7, 4-3, 4-5, 4-7, 5-3, 5-5, 5-7 dan 7-3 (lama perendaman 2-3 berarti dua hari perendaman-1 dan tiga hari perendaman-2). Faktor lama pemanasan terdiri dari tiga taraf, yaitu 40, 50 dan 60 hari. Jumlah keseluruhan satuan percobaan adalah 117. Lama perendaman yang diuji dalam penelitian ini hanya berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur Kecepatan Tumbuh (K CT ) benih kelapa sawit dan tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur Daya Berkecambah (DB), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), Embrio Normal (EN) dan Intensitas Dormansi (ID). Lama perendaman 5-7 dengan kadar air setelah perendaman-1 dan perendaman-2 adalah 19.72% dan 21.54% menghasilkan K CT tertinggi yaitu 5.422% per etmal. Lama Pemanasan yang dilakukan dalam penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB, PTM, ID dan EN tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur K CT. Lama pemanasan 40 hari menghasilkan DB tertinggi yaitu 82.03% dibanding dengan lama pemanasan lainnya yaitu 50 hari (80.11%) dan 60 hari (74.70%). Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan yang dilakukan tidak nyata dalam mempengaruhi tolok ukur DB dan K CT tetapi sangat nyata mempengaruhi PTM, ID dan EN. Tiga perlakuan yang terbaik diperoleh dari lama perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 87.33% dan K CT 5.176% per etmal, lama perendaman 5-7 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan K CT 5.738% per etmal serta lama perendaman 7-3 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan K CT 3.608% per etmal.

3 PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Semuel D Arruan Silomba A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

4 Judul Nama NRP : PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) : Semuel D Arruan Silomba : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. NIP : Dr. Ir. Dwi Asmono, MS. Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP : Tanggal Lulus : 1 Februari 2006

5 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 12 Maret 1983 di Mamasa, Propinsi Sulawesi Barat. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak Daniel Arruan Silomba dan Ibu Anace Bualayuk. Tahun 1995 Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Rantebuda, kemudian pada tahun 1998 Penulis menyelesaikan studi di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Mamasa. Tahun 2001 Penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Mamasa. Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis menempuh pendidikan strata-1 (S1) di IPB pada Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam beberapa kegiatan ekstrakurikuler kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) IPB dan UKM Merpati Putih IPB. Selain itu, Penulis juga aktif sebagai anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Penulis menjadi asisten mata kuliah aga ma Kristen di IPB pada tahun 2002 dan menjabat sebagai Badan Pengurus Cabang (BPC) GMKI Cabang Bogor masa bakti

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kuasa atas berkat dan hikmat-nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Fakulatas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS dan Dr. Ir. Dwi Asmono, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing penulis selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang banyak membimbing penulis selama kuliah di IPB. 3. Dr. Ir. Eny Widajati, MS sebagai dosen penguji skripsi penulis. 4. Ayahanda Daniel Arruan Silomba dan Ibunda Anace Bualayuk serta semua keluarga penulis yang telah banyak membantu selama menempuh perkuliahan di IPB. 5. Direktur Utama Selapan Jaya Group (SJG), Direktur PT. Bina Sawit Makmur (BSM) serta Direktur Riset Selapan Jaya Group (SJG) yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk penelitian. 6. Semua staf dan karyawan PT. Selapan Jaya yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian di PT. Selapan Jaya. 7. Mbak Yusi, Mbak Murni, Mas Shomad, Pak Barjo, Pak Putu serta semua karyawan di Seed Processing Unit (SPU), Bina Sawit Makmur, Palembang yang telah banyak membantu penulis selama melaksankan penelitian. 8. Conrado, Jimmy, Jonex, Yopy, Martin, Jule, Anry, Ronal, Simon, Ganda, Wisnu dan Johan atas dukungan, doa dan kebersamaan yang indah selama perkuliahan dan penulisan skripsi penulis. 9. Amir, Usman, Ica, Leo, Mamat, Ario, Nandang, Wawan, Med, Gina, Ayu, Andin dan semua mahasiswa Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih angkatan 38 sebagai teman sekelas dan seperjuangan atas dukungan, bantuan serta kebersamaan yang indah selama kuliah.

7 10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama kuliah di IPB Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Februari 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Percobaan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit... 4 Dormansi Benih... 6 Perkecambahan Benih Kelapa Sawit... 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Berkecambah (DB) Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Kecepatan Tumbuh (K CT ) Intensitas Dormansi (ID) Embrio Normal(EN) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 34

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Rekapitulasi sidik ragam perlakuan lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas potensial benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase Daya Berkecambah (%DB) Pengaruh lama pemanasan terhadap kadar air benih kelapa sawit setelah keluar dari pemanas Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap vigor kekuatan tumbuh benih kelapa sawit dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (% Per Etmal) Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas dormansi benih kelapa sawit dengan tolok ukur Intensitas Dormansi (ID) Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase embrio normal pada akhir pengamatan (42 HSI) Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap daya berkecambah benih kelapa kawit Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap PTM benih kelapa sawit Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap K CT benih kelapa sawit... 35

10 4. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap embrio normal benih kelapa sawit Pengaruh perendaman terhadap kadar air benih kelapa sawit... 36

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Perendaman benih Benih yang berada di ruang pemanas Inkubasi benih kelapa sawit Kecambah normal (A) dan kecambah abnormal (B) kelapa sawit Lampiran 1. Potongan melintang buah kelapa sawit jenis Dura Potongan melintang buah kelapa sawit jenis Pisifera Buah kelapa sawit jenis Tenera (varietas Sriwijaya-1) Depericarper Heater pada ruang pemanas dan inkubasi Alur pelaksaan penelitian Alur produksi benih di PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group (SJG)... 41

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman perkebunan yang memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan dan pertanian nasional. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi penting dan berpeluang besar untuk menghasilkan devisa yang besar bagi negara melalui kegiatan ekspor. Kelapa sawit merupakan bahan baku pembuatan minyak goreng, kosmetik, margarin, bahan bakar dan lain-lain. Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar. Faktor lingkungan di Indonesia yang sesuai dengan pertanaman kelapa sawit merupakan salah satu penentu perkembangan perkebunan kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebelum tahun 1983 kurang dari satu juta hektar, tetapi sampai tahun 2004 telah mencapai 4.2 juta hektar dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) per tahun 10,6 juta ton (Anonim, 2004). Perkembangan rata -rata luas areal kelapa sawit di Indonesia per tahun setelah 2001 mencapai 3.58% (Ditjenbun, 2002). Sebagian besar areal perkebunan kelapa sawit saat ini berada di Sumatera dan sebagian lagi tersebar di pulau Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Irian. Permintaan benih (kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar juta kecambah, tetapi produsen benih yang ada seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfindo dan PT. London Sumatera hanya mampu menyediakan juta benih (kecambah) per tahun (Anonim, 2004). Produsen benih kalapa sawit yang ada di Indonesia sampai 2005 ada enam, yaitu PPKS, Lonsum, Socfindo, Sinar Mas, Asian Agri dan Selapan Jaya. Kapasitas produksi benih kelapa sawit dari keenam produsen benih tersebut adalah 124 juta benih per tahun dengan rincian, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) 35 juta, Socfindo 25 juta, Lonsum 15 juta, Sinar Mas 12 juta, Asian Agri 12 juta dan Selapan Jaya 25 juta benih per tahun (Anonim, 2005). Kekurangan Benih kelapa sawit bersertifikat di Indonesia menyebabkan adanya penjualan benih palsu yang menyebabkan menurunnya produktivitas kelapa sawit Indonesia sampai 50% dibanding dengan penggunaan benih unggul bersertifikat (Anonim, 2005). Kekurangan benih tersebut ditutupi

13 dengan impor benih dari Malaysia, Papua Nugini dan Costa Rica. Sejak tahun 2004 kekurangan benih sawit dalam negeri dapat dikurangi dengan munculnya produsen benih kelapa sawit yang baru. Produsen tersebut adalah Asian Agri, Sinar Mas dan Selapan Jaya Group (SJG). Upaya dalam peningkatan produksi dan produktivitas kelapa sawit perlu didukung oleh potensi-potensi yang dimiliki oleh perkebunan kelapa sawit. Potensi-piotensi ini antara lain, ketersediaan areal, teknologi budidaya yang baik dan penggunaan benih bermutu dan bibit yang unggul. Selapan Jaya Group adalah salah satu produsen benih kelapa sawit di Indonesia yang baru mulai menjual benih pada tahun Selapan Jaya Group (SJG) ini memiliki 500 hektar kebun benih dengan 225 Genotipe Dura dan 50 Genotipe Pisifera. Origin Pisifera yang ada di Selapan Jaya Group (SJG) antara lain Nigeria, Ekona, Ghana, Dami komposit, Yangambi, La Me dan Avros. Pohon Dura yang tersedia saat ini di SJG ada pohon, sedang yang digunakan sebagai sumber benih ada pohon terbaik. Selain pohon induk yang tersedia cukup banyak, SJG juga mempunyai pohon Pisifera yang cukup banyak sebagai sumber polen. Jumlah pohon Pisifera yang ada di SJG ada pohon, sedangkan yang digunakan sebagai sumber polen hanya 385 pohon terbaik (hasil seleksi). Dari potensi dan kekayaan plasma nutfah SJG, maka produksi benihnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Produksi benih (kecambah) PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group, pada tahun 2004 mencapai kecambah (penjualan mulai September 2004) dan tahun 2005 mencapai kecambah. Salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan produktivitas adalah penggunaan benih bermutu dari varietas yang unggul. Mutu benih ini mencakup mutu fisik, mutu fisiologis, mutu genetik dan mutu patologis. Pengadaan benih kelapa sawit tidak semudah tanaman lain. Selama ini, perbanyakan kelapa sawit masih banyak dilakukan secara generatif yaitu dengan benih. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, perbanyakan kelapa sawit sudah dapat dilakukan melalui metode kultur jaringan. Walaupun demikian, metode ini masih jarang dilakukan karena tingkat keberhasilan masih rendah serta biaya yang lebih mahal. Masalah yang banyak dihadapi pada perbanyakan tanaman kelapa sawit adalah lamanya waktu benih untuk berkecambah dan Daya Berkecambah (DB) yang

14 masih rendah yaitu sekitar 76% di SJG. Salah satu penyebab dari dormansi benih sawit adalah kulit benih yang keras sehingga menghambat proses absorbsi air dan oksigen yang sangat dibutuhkan benih untuk berkecambah. Menurut Delouche (1985), dormansi fisik dapat diatasi dengan stratifikasi yaitu perlakuan panas dalam jangka waktu pendek sebelum perlakuan dingin. Metode yang sudah lama diterapkan untuk pematahan dormansi benih kelapa sawit adalah sistem pemanasan kering (dry heat treatment) selama 60 hari pada suhu o C (Chairani, 1992). Metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi atau perbaikan dari metode ini yang diharapkan dapat mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit dan meningkatkan presentase daya berkecambahnya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama waktu perendaman dan pemanasan terbaik dalam mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit serta meningkatkan persentase daya berkecambahnya. Hipotesis 1. Terdapat lama perendaman tahap-1 dan tahap-2 yang optimal untuk mempercepat perkecambahan dan meningkatkan daya berkecambah benih kelapa sawit. 2. Terdapat lama pemanasan benih kelapa sawit pada suhu 39-40ºC yang optimal untuk mempercepat perkecambaha n dan meningkatkan daya berkecambahnya 3. Terdapat interaksi perlakuan yang dapat mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit serta meningkatkan daya berkecambahnya.

15 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tumbuhan kelas Angiospermae, ordo Palmales, famili Arecaceae dan genus Elaeis. Tanaman ini berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang mengatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brasil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brasil dibanding dengan Afrika (Fauzi et al., 2004). Pada kenyataannya, tanaman kelapa sawit justru hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Papua Nugini, bahkan mam pu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Kelapa sawit dapat tumbuh baik di daerah tropika basah antara 12 o LU- 12 o LS pada suhu optimum sekitar o C dengan curah hujan rata-rata mm/tahun (Fauzi et al., 2002). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu Dura, Pisifera, Tenera, Macro carya, dan Diwikka-wakka tetapi yang banyak dibudidayakan adalah jenis Dura, Pisifera dan Tenera (Gambar Lampiran 1-3). Perbedaan ketebalan daging buah ini menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak yang paling tinggi terdapat pada Tenera yaitu mencapai 22-24%, sedangkan pada varietas Dura hanya 16-18% (Fauzi et al., 2004). Ketebalan tempurung juga diperkirakan salah satu penyebab dari lamanya benih kelapa sawit berkecambah. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumya tidak bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter cm. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena terlindung oleh pelepah daun, tinggi batang bertambah cm/tahun, tapi jika kondisi lingkungan yang sesuai maka pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm per tahun dan tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan adalah meter. Akar tanaman kelapa sawit berbentuk serabut, tidak berbuku, ujungnya runcing dan berwarna putih atau kekuningan. Perakaran kelapa sawit sangat kuat karena tumbuh ke

16 bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuarter. Sistem perakaran paling banyak ditemukan pada kedalaman 0 sampai 20 cm, yaitu pada lapisan olah tanah (top soil). Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang sejajar serta membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai meter. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250 sampai 400 helai. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monocious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun. Rangkaian bunga jantan dihasilkan dengan siklus yang bergantian dengan rangkaian bunga betina, sehingga pembungaan secara bersamaan sangat jarang terjadi. Pada umumnya, di alam hanya terjadi penyerbukan silang, sedangkan penyerbukan sendiri secara buatan dapat dilakukan dengan menggunakan serbuk sari yang diambil dari bunga jantan dan ditaburkan pada bunga betina. Waktu yang dibutuhkan mulai dari penyerbukan hingga buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikarpium yang terdiri dari eksokarpium (kulit buah) dan mesokarpium (daging buah berserabut), sedangkan bagian yang kedua adalah biji, terdiri dari endokarpium (tempurung), endosperm (karnel) dan embrio. Menurut Yahya (1990), buah sawit yang masih mentah berwarna ungu atau hijau karena mengandung antosianin, sedangkan mesokarp buah yang masak mengandung 45-50% minyak (edible) yang berwarna merah-jingga karena mengandung karoten. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah tandan per tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi tandan/tahun. Pada tahun pertama berat tandan buah sawit berkisar 3-6 Kg/tandan, tetapi semakin tua berat tandan semakin bertambah yaitu Kg/tandan. Banyaknya buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budidaya. Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai buah, panjang buah antara 2-5 cm dan berat sekitar g/buah (Fauzi et al., 2004). Benih kelapa sawit akan

17 kehilangan viabilitasnya jika mendapat perlakuan suhu 5 0 C dan akan mati apabila kadar air dibawah 12.5% (Chin dan Robert, 1980). Berdasarkan penelitian Ellis et al. dalam Bonner (1995) benih kelapa sawit termasuk benih intermediet (antara sifat rekalsitran dan ortodoks) artinya benih dapat dikeringkan sampai kadar air cukup rendah sehingga mempunyai kualitas seperti ortodoks, tetapi sensitif terhadap suhu rendah. Dormansi Benih Menurut Sadjad (1993), dormansi benih adalah keadaan dimana benih mengalami istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena hidup. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi sua tu perkecambahan (Sutopo, 2002). Dormansi benih dapat berlangsung beberapa hari, beberapa minggu hingga beberapa bulan tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansi yaitu dormansi primer atau sekunder. Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari dua sifat: (1) dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama perkecambahan; (2) dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya. Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat, sehingga benih dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Pada dormansi eksogenous, umumnya perlakuan pematahan diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan, pe ngikiran, pemotongan dan penusukan pada bagian tertentu pada benih. Skarifikasi kimiawi

18 biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H 2 SO 4 dan HCl), alkohol dan H 2 O 2 yang bertujuan untuk merusak atau melunakkan kulit benih. Penggunaan hormon seperti GA 3, etilen, sitokinin dan KNO 3 merupakan perlakuan pematahan dormansi pada kasus dormansi endogenous. Benih kelapa sawit mempunyai endokarp yang sangat keras sehingga diperlukan perlakuan kusus untuk mempercepat perkecambahannya. Endokarp yang keras dapat menyebabkan dormansi karena impermiabel terhadap air dan gas serta dapat menghambat embrio secara mekanik. Benih kelapa sawit mengalami dormansi fisik, oleh karena itu perlu adanya perlakuan yang kusus pada endokarpnya untuk dapat mempercepat perkecambahannya. Delouche (1985) menyatakan bahwa dormansi karena benih keras dapat dipecahkan dengan stratifikasi, pengaturan cahaya, skarifikasi, perlakuan panas dalam jangka waktu pendek dan perlakuan suhu dingin. Perlakuan perendaman dalam air mengalir berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih cepat. Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi dormans i fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih menjadi permeabel (Schmidt, 2000). Oleh karena itu, perlu diperoleh waktu perendaman yang tidak merusak benih dan dapat membantu pematahan dormansi jika dikombinasikan dengan perlakuan lain. Perlakuan perendaman sering dilakukan untuk meningkatkan perkecambahan benih jati (Tectona grandis). Setiadi dan Munawir (1997) melaporkan bahwa perendaman dalam air selama 3 hari dapat mematahkan dormansi pada benih jati. Selain itu, perendaman dan pengeringan masing-masing selama 12 jam secara bergantian selama satu minggu merupakan perlakuan yang biasa digunakan Perum Perhutani untuk mempercepat perkecambahan benih jati. Soeherlin (1996) melaporkan bahwa perkecambahan normal tercepat pada benih mindi tercapai setelah mendapat perlakuan perendaman benih dalam 12 N H 2 SO 4 selama 10 menit. Menurut Kurniaty (1987), benih kayu afrika (Maesopsis eminii Eng.) yang mengalami perendaman H 2 S0 4 dengan konsentrasi 20 N dan

19 lama perendaman 20 menit dapat meningkatkan daya berkecambah hingga 91.6% dibanding dengan kontrol (tanpa perlakuan) yang daya bekecambahnya sebesar 57.7%. Menurut Haryani (2005), perlakuan pematahan dormansi benih sawit yang efektif adalah perlakuan pemanasan pada suhu o C selama 60 hari. Perendaman dalam H 2 O 2 1% selama 72 jam dilanjutkan dengan perlakuan pemanasan selama 30 hari menghasilkan daya berkecambah yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemanasan suhu tinggi selama 60 hari yaitu 52.67% dan 55.50% (Haryani, 2005). Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Perkecambahan benih kelapa sawit merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Copeland (1976) menyatakan bahwa pada proses perkecambahan terjadi proses imbibisi, aktivasi enzim, inisiasi pertumbuhan embrio, retaknya kulit benih dan munculnya kecambah. Menurut Sadjad (1975), faktor genetik dan lingkungan menentukan proses metabolisme perkecambahan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah komposisi kimia, kadar air, enzim dalam benih dan susunan fisik atau kimia dari kulit benih. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan adalah air, gas, suhu, dan cahaya. Benih kelapa sawit sangat sulit untuk berkecambah dan tidak dapat tumbuh serempak, hal ini disebabkan oleh karena benih mempunyai sifat dormansi akibat endokarpnya yang tebal dan keras, bukan disebabkan oleh embrionya yang dorman (Hartley, 1977). Selain itu menurut penelitian Nurmailah (1999), pada tempurung benih kelapa sawit mengandung kadar lignin yang cukup tinggi yaitu 65.70%. Adanya inhibitor tersebut dapat menjadi salah satu penyebab lamanya benih kelapa sawit berkecambah. Kelapa sawit memiliki tipe perkecambahan hypogeal (Chin dan Robert, 1980), yaitu kotiledon tetap berada di permukaan tanah setelah benih berkecambah. Menurut Adiguno (1998), kriteria kecambah normal adalah kecambah yang tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula, tidak patah, tumbuh lurus, panjang plumula dan radik ula kurang lebih cm, sedangkan kecambah abnormal mempunyai ciri-ciri tumbuh bengkok, plumula

20 dan radikula tumbuh searah, kecambah kerdil, hanya memiliki radikula atau plumula saja dan terserang penyakit. Kriteria kecambah normal yang diterapkan di PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group, adalah kecambah yang sehat, tidak patah, tidak kerdil, kecambah lurus atau sedikit bengkok, radikula dan plumula tumbuh tidak searah, radikula dan plumula dapat dibedakan dengan jelas sedangkan kecambah yang abnormal adalah kecambah yang tidak sehat, kerdil, membentuk huruf U, radikula dan plumula membentuk sudut lebih kecil dari 90 derajad dan kecambah yang patah. Pengecambahan benih kelapa sawit terjadi setelah terlebih dahulu diberi perlakuan pemanasan di ruang pemanas selama 60 hari pada suhu o C dengan kadar air tidak kurang dari 18%, kemudian dikecambahkan dalam germinator yang bersuhu 27 o C dengan kadar air benih dinaikkan menjadi 22-24% (Adiguno, 1998). Daya berkecambah benih kelapa sawit dapat dihitung pada pengamatan hari ke-20 dan ke -40 setelah tanam (Chin dalam Chin dan Robert, 1980). Proses pengecambahan benih kelapa sawit memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 6 bulan.

21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2005 sampai dengan Agustus Lokasi penelitian dilakukan di PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group (SJG), Palembang. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih sawit jenis Dura, kantong plastik transparan dengan ukuran 20 cm x 34 cm x 0.15 mm dan ukuran 40 cm x 60 cm x 0.15 mm, fungisida (Dithane M-45), detergen, dan bayclin (mengandung 5.25% NaClO). Alat yang dibutuhkan adalah rak pengering, heater, oven, desikator, sprayer, ruang perkecambahan, ruang pemanas, catter, pemecah benih, depericarper, kipas angin, bak perendaman, kapak dan timbangan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor I adalah lama perendaman (A), yang terdiri dari 13 taraf, yaitu: (1) 2 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A1) (2) 2 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A2) (3) 2 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A3) (4) 3 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A4) (5) 3 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A5) (6) 3 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A6) (7) 4 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A7) (8) 4 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A8) (9) 4 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A9) (10) 5 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A10) (11) 5 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A11) (12) 5 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A12) (13) 7 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A13) Faktor II adalah lama pemanasan (B), yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: 40

22 hari (B1), 50 hari (B2) dan 60 hari (B3). Percobaan ini menggunakan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 100 butir benih, sehingga banyaknya satuan percobaan adalah 117. Model yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = Σ + Ai + Bj + ABij + Σijk Keterangan : i = 1, 2, 3,...13 J = 1, 2, 3 k = Ulangan (1, 2, 3) Yijk = Respon pengamatan perlakuan ke-i dan ke-j, ulangan ke-k Σ = Nilai rata-rata respon benih Ai = Pengaruh perlakuan perendaman (A) ke-i Bj = Pengaruh perlakuan pemanasan (B) ke -j ABij = Pengaruh interaksi dari taraf perendaman (K) ke -i dan taraf pemanasan (B) ke-j. Σijk = Pengaruh interaksi taraf ke -i faktor A, taraf ke-j faktor B dan perlakuan ke -k. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan dan adanya interaksi antar perlakuan, diuji dengan analisis ragam. Untuk pengujian lebih lanjut, menggunakan uji DMRT (Duncan s Multiple Range Test). Pelaksanaan Penelitian Pelaksaa n dilakukan dengan tahap-tahap (Gambar Lampiran 6) : A. Persiapan Benih 1. Pemanenan Pemanenan benih dilakukan dari pohon jenis Dura yang ditanam pada tahun 1997 dan Benih yang dipanen adalah benih yang sudah masak fisiologis yaitu umur 5-6 bulan setelah penyerbukan, karena pada saat itulah benih memiliki tingkat viabilitas yang paling tinggi. Pemanenen dilakukan selama sehari. 2. Chopping dan Detaching Pemisahan tandan dengan spikelet (Chopping ) dilakukan sehari setelah panen. Chopping ini dilakukan dengan menggunakan kapak. Benih yang sudah di-

23 chopping, diletakkan dalam karung atau keranjang selama 4 hari (proses fermentasi atau pemeraman). Penyiraman pada benih hasil chopping hanya dilakukan sekali yaitu pada awal fermentasi. Detaching (pembrondolan) yaitu pemisahan buah dari spikelet. Detaching ini dilakukan secara manual setelah 4 hari pemeraman. 3. Depericarping Depericarping adalah preses pemisahan benih dari buah dengan menggunakan alat depericarper (Gambar Lampiran 4). Mesin ini akan bekerja selama 5-8 menit per proses, tergantung keadaan buah yang di-depericarping. Buah yang baik fermentasinya akan semakin cepat di-depericarping. Satu proses depericarping memiliki kapasitas satu tandan. 4. Perlakuan Benih Perlakuan benih ini dilakukan setelah benih keluar dari depericarper dan setelah pembersihan sisa-sisa serabut yang menempel pada endokarp dengan menggunakan cutter. Proses ini mencakup pencucian benih dengan detergen cair selama 2 menit dengan konsentrasi 10 ml/1 liter air. Pencucian dengan detergen ini untuk membersihkan sisa-sisa mesokarp yang menempel pada benih. Setelah itu, benih dicuci dengan larutan bayclin dengan konsentrasi 15 ml/1 liter air. Proses akhir dari perlakuan benih ini adalah perendaman dengan larutan fungisida (Dithane M-45) dengan konsentrasi 2.5 g/1 liter air selama 3 menit. Pada akhir proses perlakuan benih, dilakukan seleksi benih. Benih-benih yang pecah, putih, terapung, kecil dan terlalu besar diafkir. 5. Pengeringan Benih Benih yang telah direndam dalam larutan fungisida, dikeringanginkan selama 2 hari dengan menggunakan keranjang pengeringan. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan kipas angin. 6. Seleksi dan Pengepakan Setelah benih dikeringanginkan selama 2 hari, dilakukan seleksi benih. Seleksi ini mencakup memilih benih yang sehat, utuh dan memiliki ukuran yang sedang (2-5 gram). Benih yang terlalu kecil atau terlalu besar serta benih putih

24 diafkir. Menurut Lubis (1992), biji putih memiliki cangkang yang putih, lembut, porous, tipis, mudah mengisap air tetapi juga mudah kering dan dimasuki mikroorganisme sehingga biji putih ini tidak baik dijadikan sebagai benih. Setelah seleksi benih dilakukan, benih dikemas dengan menggunakan plastik yang berlubang. Jumlah lubang pada masing-masing plastik adalah lubang, dengan diameter lubang 3 mm. B. Perendaman-1 Benih yang telah dikeringanginkan selama dua hari dikirim ke Seed Processing Unit (SPU) untuk proses lebih lanjut. Pengiriman ini dilakukan dalam satu hari. Penyimpanan benih setelah sampai di SPU dilakukan pada ruang penyimpanan dengan suhu 18 o C. Perendaman dalam bak perendaman dilakukan sehari setelah sampai di SPU dan air perendaman diganti setiap hari. Gambar 1. Perendaman benih Perendaman-1 ini dilakukan selama 2, 3, 4, 5 dan 7 hari, tergantung pada perlakuan. Kantong plastik yang berlubang kecil-kecil digunakan untuk membungkus benih selama perendaman agar sirkulasi air tetap baik. Tujuan perendaman-1 ini untuk meningkatkan kadar air benih hingga 18-20% serta diharapkan benih yang mengalami kondisi basah kering dapat merusak operculum benih sawit sehingga embrio dapat segera tumbuh melalui germ porm dan mendorong fibre plug keluar.

25 C. Pengeringan-1 Benih yang telah direndam pada perendaman-1 diambil kemudian direndam dalam larutan fungisida (Dithane M-45) dengan konsentrasi 2 g/l selama 3 menit. Setelah itu, benih dikeringkan dengan menggunakan rak pengering selama kurang lebih 6 jam. Pengeringan ini hanya untuk mengeringkan bagian luar benih, sehingga serangan dari cendawan dapat diminimalkan sedangkan kadar air setelah pengeringan tidak mengalami penurunan. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan kipas angin yang dipasang sekitar rak pengering. D. Pemanasan Benih Benih yang telah kering dimasukkan ke dalam kantong plastik ganda berukuran 60 cm x 40 cm dengan ketebalan 0.15 mm. Satu kantong plastik berisi satu satuan percobaan yang terdiri dari 200 butir benih. Gambar 2. Benih yang berada di ruang pemanas Kantong plastik yang berisi benih digembungkan untuk pengisian oksigen ke dalamnya, kemudian diikat dengan karet gelang. Lama pemanasan benih ini adalah 40, 50 dan 60 hari. Temperatur yang digunakan adalah o C dengan menggunakan heater (Gambar Lampiran 5) yang terkontrol. Alat ini dipasang dalam ruang pemanas. Beberapa kipas angin dipasang terus menerus untuk menyebarkan panas ke seluruh ruang secara merata. Fungsi pemanasan ini diharapkan dapat mematahkan dormansi benih sawit. Setiap minggu kantong plastik dibuka untuk aerasi. Penganginan ini dilakukan selama menit.

26 E. Perendaman-2 Lapisan pertama kantong plastik benih dibuka kemudian lapisan kedua dilubangi secara merata. Setelah itu, benih direndam di dalam air selama 3, 5 dan 7 hari. Air perendaman diganti setiap hari untuk menjaga ketersediaan oksigen bagi benih. Kadar air setelah perendaman diharapkan sekitar 20-22%. F. Pengeringan -2 Benih dicuci dengan air bersih sebelum dicuci dengan larutan bayclin dengan konsentrasi 1.25%, kemudian benih direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g/l selama 3 menit. Setelah itu, benih dikeringanginkan pada rak-rak pengeringan yang dibantu dengan kipas angin. Setelah 2-3 jam, benih dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu diikat dengan karet gelang. Benih-benih ini sia p untuk dikecambahkan pada ruang inkubasi (ruang pengecambahan). G. Inkubasi Benih Kantong plastik yang berisi benih sawit dimasukkan ke dalam ruang pengecambahan. Ruang ini diterangi dengan lampu neon 35 watt serta suhunya dipertahankan sekitar 33 o C. Optimalisasi dilakukan setelah tiga Hari Setelah Inkubasi (HSI) dan benih yang terserang cendawan diafkir. Gambar 3. Inkubasi benih kelapa sawit

27 Seleksi pertama dilakukan setelah 14 hari inkubasi dan seleksi berikutnya setiap satu minggu sampai 5 kali seleksi yaitu sampai 42 Hari Setelah Inkubasi (HSI). Penyemprotan sampai lembab dengan larutan Dithane M % dilakukan saat optimalisasi jika benih kelihatan kering. H. Seleksi Kecambah Benih yang sudah berkecambah normal dikeluarkan dari ruang perkecambahan. Kriteria kecambah normal yang digunakan (Kriteria di PT. BSM) adalah : 1. Kecambah normal adalah kecambah yang sudah dapat dibedakan antara radikula dan plumula. 2. Kecambah yang normal berwarna putih kekuning-kuningan. 3. Kecambah sehat dan utuh atau mengalami sedikit kerusakan. 4. Kecambah yang memiliki sudut antara radikula dengan plumula tidak kurang dari 90º. A B Gambar 3. Kecambah normal (A) dan kecambah abnormal (B) kelapa sawit Seleksi kecambah dilakukan hingga 5 tahap dengan selang waktu 7 hari. Benih yang belum berkecambah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disemprot dengan larutan Dithane M %. Kantong benih tersebut dimasukkan ke ruang perkecambahan. Setelah seleksi ke-5, dilakukan perhitungan daya berkecambah.

28 Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap hari mulai sejak percobaan dimulai. Tolok ukur pengamatan pada percobaan ini adalah : 1. Daya Berkecambah Daya Berkecambah (DB) mengidentifikasi viabilitas potensial benih. Daya berkecambah diukur dengan menghitung persentase kecambah normal pada tahap seleksi pertama sampai terakhir. Perhitungan kecambah normal dilakukan 5 kali yaitu 14, 21, 28, 35 dan 42 HSI. Pengamatan yang dilakukan meliputi kecambah normal, kecambah abnormal dan benih dorman. Σ KN hit.1 + Σ KN hit.2 + Σ KN hit.3 + Σ KN hit.4 + Σ KN hit.5 DB = x 100% Σ benih yang dikecambahkan KN = Kecambah Normal 2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) benih merupakan persentase benih yang berkecambah sampai akhir pengamatan terhadap jumlah keseluruhan benih yang dikecambahkan. Potensi tumbuh maksimum digunakan untuk mengidentifikasi viabilitas total dari benih sawit yang diuji. Σ benih yang berkecambah Σ benih yang dikecambahkan PTM = x 100% 3. Kadar Air (KA) Pengukuran kadar air diukur dengan cara benih utuh ditimbang sebelum masuk ke oven dengan suhu 103+2ºC selama 24 jam sebagai Berat Basah (BB). Setelah itu, benih dikeluarkan dari oven lalu dimasukkan ke desikator selama menit. Setelah keluar dari desikator, benih ditimbang untuk mendapatkan Berat Kering (BK). Kadar air diukur sebelum perendaman-1 (kadar air awal), setelah pengeringan-1, setelah pemanasan, dan setelah pengeringan-2 (kadar air masuk inkubasi). Perse n kadar air benih dihitung berdasarkan persentase air benih terhadap berat kering benih. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

29 BB - BK KA (%) = x 100% BK 4. Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dengan Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh (K CT ). Kecepatan tumbuh merupakan persentase kecambah normal per etmal. Kecepatan tumbuh ini digunakan untuk mengukur vigor kekuatan tumbuh dari benih yang diuji. Pengamatan K CT dilakukan setiap hari mulai dari hari pertama pengecambahan sampai akhir pengamatan (42 HSI). Persamaan yang digunakan adalah : sn K CT = Σ (N/t ) 0 Keterangan : t kecambah normal setiap waktu pengamatan sn K CT = Waktu pengamatan N = Persentase = Waktu akhir pengamatan = % KN/etmal Etmal = Waktu pengamatan (jam)/24 jam 5. Intensitas Dormansi (ID) Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir pengamatan. Benih yang terserang cendawan sebelum akhir pengamatan dan belum berkecambah (dorman) termasuk kedalam perhitungan intensitas dormansi, sedangkan benih yang sudah berkecambah dimasukkan kedalam perhitungan PTM. Intensitas dormansi dihitung dengan persamaan : Σ benih yang tidak tumbuh Σ benih yang dikecambahkan ID = x 100%

30 6. Embrio Normal Pengamatan embrio dilakukan pada benih -benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan (42 HSI). Benih yang dorman dibelah kemudian embrionya diambil dengan menggunakan cutter. Embrio tersebut diletakkan di cawan petridis yang berisi air aquades. Embrio yang masih viabel (hidup) akan tampak segar dan berwarna kehijauaan, sedangkan benih yang sudah tidak viabel akan kelihatan pucat dan keputi-putihan atau busuk. Pengujian embrio ini digunakan untuk mengetahui tingkat viabilitas suatu lot benih yang diuji. Embrio normal dihitung dengan menggunakan persamaan : Σ Embrio Normal EN = x 100% Σ benih yang dikecambahkan

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis ragam pengaruh lama perendaman dan lama pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit (Tabel Lampiran 1-5) dan direkap pada Tabel 1 diperoleh lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KCT tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap DB, PTM, ID dan EN. Selain itu, faktor tunggal lama pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB, PTM, ID dan EN tetapi tidak nyata berpengaruh terhadap K CT. Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur PTM, ID dan EN tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap DB dan K CT. Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam perlakuan la ma perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit Parameter/Tolok Ukur Perlakuan A B AxB Viabilitas Potensial - DB tn ** tn Viabilitas Total - PTM tn ** ** - EN tn ** ** Viabilitas Dormansi - ID tn ** ** Vigor Kekuatan Tumbuh - K CT ** tn tn Ket. : tn = Tidak nyata ** = Nyata pada taraf uji 1% A = Lama perendaman B = Lama pemanasan AxB = Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan Daya Berkecambah (DB) Daya Berkecambah (DB) suatu lot benih sangat penting diketahui untuk memberi gambaran persentase pertumbuhannya setelah ditanam di lapang atau di lahan. Untuk produsen benih kelapa sawit, daya berkecambah mencerminkan jumlah benih yang dapat dijual, karena benih kelapa sawit dijual dalam bentuk kecambah normal. Pengecambahan benih kelapa sawit tanpa perlakuan sebelum

32 pengecambahan dapat menghasilkan perkecambahan sekitar 50% dalam waktu 6 bulan (Fauzi et al., 2002). Hussey (1958) dalam Corley (1976) menyatakan bahwa dormansi benih sawit tidak disebabkan oleh embrionya tetapi akibat inti yang akan tetap dorman hingga 6 bulan, dormansi ini dapat diatasi dengan pemanasan pada suhu 40 o C selama 80 hari. Tabel 2. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas potensial benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase Daya Berkecambah (%DB) Lama Perendaman Lama Pemanasan (hari) (hari) abcde 85.33ab 77.00abcdefg abcde 80.32abcdef 78.00abcdefg abcde 82.33abcde 70.00gh fgh 81.53abcde 78.00abcdefg abcdefg 79.67abcdefg 65.67h a 79.33abcdefg 77.67abcdefg abcde 79.33abcdefg 75.33bcdefg abcd 77.67abcdefg 77.00abcdefg abc 82.33abcde 79.33abcdefg abcdefg 82.00abcde 73.33defgh abcde 75.67bcdefg 74.67cdefgh ab 80.00abcdefg 74.67cdefgh 7-3 (kontrol) 85.33ab 76.33bcdefg 72.33efgh Rata-rata 82.03a 80.14a 74.85b Ket. : - Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. Pada Tabel 2 terlihat bahwa Daya Berkecambah (DB) benih kelapa sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan A6B1 (lama perendaman 3-7 dan lama pemanasan 40 hari). Daya berkecambah yang tinggi ini diduga karena pengaruh kadar air benih yang optimum sebelum dikecambahkan, lama pemanasan yang tidak terlalu lama (40 hari) dan perlakuan yang optimum selama pengecambahan. Pada penelitian ini, daya berkecambah hanya dipengaruhi dengan nyata oleh faktor tunggal lama pemanasan, sedangkan lama perendaman dan interaksi lama perendaman dengan pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap DB (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 1).

33 Dari tiga faktor lama pemanasan yang diuji (40, 50 dan 60 hari), Semakin lama pemanasan semakin rendah DB benih kelapa sawit (Tabel 2). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Haryani (2005) yang menyatakan bahwa lama pemanasan yang efektif untuk memecahkan dormansi benih kelapa sawit adalah 60 hari (DB 55.5%). Selain itu, menurut Hussey (1958) bahwa dormansi benih kelapa sawit dapat diatasi dengan pemanasan pada suhu 40 0 C selama 80 hari. Proses pengecambahan benih kelapa sawit di PT. BSM mencapai 76%. Proses pengecambahan benih kelapa sawit di PT. BSM yaitu dengan lama perendaman 7-3 hari dan lama pemanasan 60 hari (Gambar Lampiran 7). Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses yang dilakukan di PT. BSM. Meskipun demikian, kontrol dalam penelitian ini menghasilkan DB sebesar 72.33% (Tabel 2). Hal ini diduga karena benih yang digunakan dalam penelitian ini memiliki viabilitas awal yang lebih rendah dari pada benih yang dipakai di PT. BSM. Benih yang dipakai dalam penelitian ini adalah hasil penyerbukan bebas (secara alami) sehingga diduga viabilitas kelompok dari benih yang dihasilkan lebih rendah dari pada hasil hibridisasi buatan (bantuan manusia). Hal ini terlihat dari adanya ukuran benih yang kurang seragam serta beberapa benih tidak memiliki embrio. Daya berkecambah terendah diperoleh pada perlakuan A5B3 (lama perendaman 3-5 dan lama pemanasan 60 hari). Daya berkecambah yang rendah ini diduga disebabkan oleh lama pemanasan yang lama (60 hari), dimana pemanasan yang lebih lama dapat menurunkan kadar air benih sampai dibawah 17% (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh lama pemanasan terhadap kadar air benih kelapa sawit setelah keluar dari pemanas Lama Pemanasan (hari) Kadar Air Benih Keluar dari Pemanas (%) Menurut Chaerani (1992) apabila kadar air benih kelapa sawit kurang dari 17% maka benih akan kekeringan dan dapat merusak embrio. Selain itu,

34 kemunduran benih yang disebabkan oleh penuaan (kemunduran kronologis) tidak dapat dihindarkan, merupakan faktor lain penyebab menurunnya viabilitas benih kelapa sawit selama di pemanas. Optimalisasi benih saat di ruang pemanas dan inkubasi sangat penting dilakukan dengan tepat. Selama benih di ruang pemanas, setiap satu minggu harus dilakukan optimalisasi dengan membuka kantong plastik yang berisi benih, diaduk dan dianginkan selama 10 menit sehingga te rjadi aerasi. Selain itu, benih yang terserang cendawan dikeluarkan dari plastik lalu diafkir. Oksigen sangat dibutuhkan oleh benih untuk respirasi. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan penganginan setiap minggu maka dapat menurunkan viabilitas benih dengan cepat. Ketertersediaan oksigen bagi benih yang tidak cukup dapat menyebabkan respirasi anaerob. Pada Tabel 3 terlihat lama pemanasan 60 hari memiliki kadar air 15.89% setelah keluar dari pemanas, sedangkan pemanasan 40 hari adalah 17.16%. Menurut Adiguno (1998), kadar air benih kelapa sawit selama di pemanas tidak kurang dari 18%, sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan. Kadar air benih menurun dengan semakin lamanya benih di ruang pemanas karena kondisi ruang pemanas yang memiliki suhu tinggi (39-40 C) serta kelembaban yang relatif rendah. Hal ini dapat menyebabkan kadar air benih dapat menurun walaupun benih berada dalam kantong plastik yang tertutup (terikat). Pada penelitian ini, meskipun diusahakan agar tidak terjadi pertukaran udara yang ada di dalam kantong dengan udara yang ada di luar kantong tetapi pada kenyataannya masih terjadi pertukaran udara. Hal ini dapat terlihat pada kantong plastik yang agak kempes setelah seminggu. Oleh karena itu, perlu diperoleh cara pengikatan kantong yang tepat dan dapat mempertahankan udara yang ada di dalam kantong tidak keluar dari kantong atau udara kering yang ada di luar kantong masuk ke kantong yang dapat menurunkan kadar air benih. Bewley dan Black (1982) menyatakan bahwa penurunan kadar air pada benih rekalsitran dapat mengakibatkan pengeringan di bagian embrio sehingga menekan aktifitas ribosom dalam mensintesa protein, sehingga viabilitas benih dapat menurun. Selanjutnya, Anshory (1999) menambahkan bahwa penurunan kadar air dapat menyebabkan kerusakan membran sel, sehingga terjadi kebocoran

35 metabolit seperti gula, fosfat dan kalium yang berakibat menurunkan viabilitas benih. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum adalah parameter viabilitas total dari suatu lot benih. Dari Tabel 1, PTM sangat nyata dipengaruhi oleh faktor tunggal lama pemanasan dan interaksi lama pemanasan dengan lama perendaman, tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh faktor lama perendaman. Potensi tumbuh maksimum tertinggi diperoleh dari perlakuan A1B2 (perendaman 2-3, pemanasan 50 hari) yaitu 95% (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM). Lama Perendaman Lama Pemanasan (hari) (hari) abcd 95a 88.00abcd abcd 91.00ab 90.50ab ab 91.50ab 77.67ef cdef 90.67ab 89.67abc ab 89.67abc 75.67f ab 92.67ab 87.00abcd ab 89.33abc 89.33abc ab 90.33ab 88.33abcd ab 92.67ab 92.33ab abc 92.00ab 80.00def a 87.00abcd 86.33abcd ab 94.00a 84.67bcde 7-3 (kontrol) 91.00ab 90.00abc 87.33abcd Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dari perlakuan perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari adalah 92.67%. Hal ini berarti dengan DB 87.33% masih dapat ditingkatkan sampai mendekati atau bahkan sama dengan nilai PTM yaitu 92.67%.

36 Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan Tumbuh (K CT ) merupakan tolok ukur dari vigor kekuatan tumbuh suatu lot benih. Pada Tabel 1 telihat bahwa K CT dipengaruhi dengan sangat nyata oleh lama perendaman, sedangkan lama pemanasan dan interaksi antara lama perendaman dengan lama pemanasan tidak nyata mempengaruhi K CT benih kelapa sawit. Lama perendaman sangat mempegaruhi tingkat kadar air benih yang direndam. Standar kadar air benih kelapa sawit setelah perendaman-1 adalah 18-20%, setelah perendaman-2 (masuk inkubasi) 20-22% dan selama benih sawit di ruang pemanas kadar airnya dipertahankan sekitar 18% (PT. BSM, 2005). Tabel 5. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap vigor kekuatan tumbuh benih kelapa sawit dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (% Per Etmal) Lama Perendaman (Hari) Lama Pemanasan (Hari) Rata-rata dc bdc abc d abc ab abc abc abc abc abc a 7-3 (Kontrol) dc Ket. : - Lama Perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% Lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur K CT, karena diduga dengan lama perendaman yang dilakukan (faktor A) dapat mendapatkan kadar air yang tepat untuk mengaktifkan metabolisme benih. Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan makan dalam benih (endosperm) jika air dalam benih cukup tesedia. Hal ini akan memacu perkecambahan embrio dalam benih yang akhirnya akan menembus testa atau kulit benih dan muncul melalui germ porm. Pada Tabel 5 dan Tabel Lampiran 6 terlihat bahwa lama perendaman 5-7 (5 hari perendaman-1 dan 7 hari

37 perendaman-2) dengan kadar air setelah perendaman-1 dan perendaman-2 adalah 19.72% dan 21.54% menghasilkan K CT tertinggi yaitu 5.422% per etmal. Intensitas Dormansi (ID) Intensitas Dormansi (ID) mencerminkan persentase benih yang tetap dorman sampai akhir pengamatan. Nilai ID yang rendah berarti lot benih yang diuji memiliki tingkat perkecambahan yang tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan berbagai kombinasi lama perendaman dengan lama pemanasan untuk menekan nilai ID dari benih kelapa sawit. Dari Tabel 1 diperoleh ID yang dipengaruhi dengan sangat nyata oleh lama pemanasan dan interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan tetapi tidak dipengaruhi secara nyata oleh lama perendaman. Intensitas dormansi terendah diperoleh pada pe rlakuan lama perendaman 2-3 dengan pemanasan 50 hari yaitu 3.14% (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas dormansi benih kelapa sawit dengan tolok ukur Intensitas Dormansi (ID) Lama Lama Pemanasan (hari) Perendaman (hari) (4.58abcdef) 4.67 (3.14g) (4.47bcdefg) (4.59abcdef) (4.37bcdefg) 9.50 (4.08defg) (4.04defg) 7.67 (3.70efg) (5.61ab) (5.21abcd) 8.50 (3.91defg) (4.12defg) (4.04defg) (4.25cdefg) (5.84a) (3.71efg) (4.14cdefg) (4.54bcdef) (3.92defg) 7.00 (3.63efg) 9.33 (3.92defg) (4.03defg) 9.33 (4.02defg) (4.28cdefg) (3.74efg) 7.33 (3.64efg) 6.67 (3.54efg) (4.03defg) 8.00 (3.71efg) (5.45abc) (3.37fg) (4.51bcdef) (4.62abcdef) (3.63efg) 6.00 (3.39fg) (4.88abcde) 7-3 (kontrol) 9.00 (4.00defg) (4.14cdefg) (4.42bcdefg) Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. - Angka yang di dalam kurung merupakan ha sil transformasi dengan vx + 1 Nilai ID yang rendah ini diduga disebabkan oleh kadar air dari perlakuan perendaman 2-3 dengan pemanasan 50 hari menghasilkan kadar air benih yang

38 optimum sebelum masuk ke inkubasi. Nilai ID tertinggi diperoleh pada perlakuan lama perendaman 3-5 dengan pemanasan 60 hari (5.84%). Nilai ID yang tinggi ini diduga disebabkan oleh kadar air benih sebelum dikecambahkan masih rendah, sehingga belum cukup untuk mengaktifkan metabolisme benih. Embrio Normal (EN) Pada Tabel 7 diperoleh nilai EN tertinggi dari perlakuan perendaman 3-5 dengan pemanasan 60 hari (5.18%) dan nilai EN terendah diperoleh dari perlakuan perendaman 2-7 dengan pamanasan 50 hari (2.15%). Nilai EN ini menunjukkan tingkat viabilitas total dari benih yang masih dorman hingga akhir pengamatan (42 HSI). Tabel 7. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase embrio normal pada akhir pengamatan (42 HSI) Lama Perendaman Lama Pemanasan (Hari) (Hari) (3.61cdefg) 2.00 (2.33gh) 9.00 (4.00abcde) (3.90abcdef) 8.33 (3.78bcdef) 6.00 (3.45cdefgh) (3.23cdefgh) 2.33 (2.15h) (5.11ab) (4.60abc) 4.50 (3.09defgh) 6.67 (3.48cdefgh) (3.17cdefgh) 4.00 (2.97efgh) (5.18a) (3.52cdefgh) 4.67 (3.10defgh) 9.33 (4.04abcde) (3.21cdefgh) 3.67 (2.90efgh) 7.33 (3.56cdefgh) (3.51cdefgh) 2.67 (2.62efgh) 6.33 (3.49cdefgh) (3.28cdefgh) 4.33 (2.94efgh) 3.33 (2.69efgh) (3.30cdefgh) 3.33 (2.46fgh) (4.43abcd) (2.52fgh) 4.33 (2.99efgh) 9.67 (4.00abcde) (2.79efgh) 3.00(2.71efgh) (4.60abc) 7-3 (kontrol) 6.33 (3.27cdefgh) 3.67 (2.86efgh) 9.33) (4.05abcde Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. - Angka yang di dalam kurung merupakan hasil transformasi dengan vx + 1 Nilai EN digunakan oleh produsen benih untuk menentukan apakah benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan masih dapat diproses ulang atau tidak. Benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan akan diafkir jika nilai

39 EN dari lot benih tersebut rendah, tetapi jika nilai embrio normalnya tinggi maka akan diproses ulang. Proses ulang dilakukan dengan pemanasan 20 hari sebelum perendaman selama 3 hari. Setelah itu dilakukan pengeringanginan selama 3-5 jam sebelum dikecambahkan dalam ruang inkubasi. Selama di ruang inkubasi, benih perlu ditangani dengan benar. Penyemprotan yang kurang merata pada saat optimalisasi dapat mempengaruhi viabilitas kelompok benih tersebut. Penyemprotan juga tidak boleh terlalu basah atau kurang saat optimalisasi di ruang inkubasi. Penyemprotan yang terlalu banyak dapat menginduksi perkembangbiakan cendawan dan jika terlalu sedikit dapat menyebabkan benih kekeringan sehingga kecepatan tumbuhnya dapat menurun dan bahkan tidak dapat berkecambah (dorman) sampai akhir pengamatan. Tahap pengeringan benih perlu dilakukan dengan tepat. Pengeringanginan yang dibantu dengan kipas angin dapat menyebabkan kekeringan benih yang tidak merata. Kekeringan yang tidak merata ini dapat terjadi jika jarak antara kipas angin dengan benih yang dikeringkan tidak seragam dengan benih lainnya. Benih yang terlalu dekat dengan kipas angin akan cepat kering dibanding dengan benih yang jauh dari kipas angin. Selain itu, jumlah benih per wadah pengeringan juga mempengaruhi kecepatan pengeringan benih. Benih yang terlalu banyak jumlahnya per wadah pengeringan akan menumpuk sehingga benih pada bagian bawah akan butuh waktu yang lebih lama pengeringannya jika tidak diadakan pengadukan yang tepat dan merata. Pengeringanginan pada proses pengecambahan benih kelapa sawit (pengeringan setelah perendaman 1 dan 2) hanya berguna untuk mengeringkan bagian permukaan dari benih sawit. Pengeringan ini diharapkan tidak menurunkan kadar air benih. Pengeringan dihentikan jika terlihat permukaan benih sudah tidak basah. Benih yang terlalu basah akan rentan dengan serangan cendawan sedangkan benih yang terlalu karing dapat menurunkan kadar air benih. Kadar air yang turun setelah pengeringanginan akan menurunkan manfaat dari perendaman yaitu untuk meningkatkan kadar air benih sampai kadar air yang diinginkan. Pengeringan yang terlalu kering saat sebelum masuk inkubasi dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah pada seleksi pertama (14 HSI) dan bahkan mengurangi persentase daya berkecambah dari lot benih yang diuji. Jumlah benih

40 per kantong saat benih di pemanas dan di inkubasi juga diduga mempengaruhi viabilitas benih sawit. Jumlah benih ini tergantung pada ukuran kantong plastik yang digunakan. Hal ini terkait dengan ketersediaan Oksigen dalam kantong plastik yang digunakan oleh benih untuk respirasi. Oleh karena itu, perlu disesuaikan jumlah benih dengan ukuran kantong yang dipakai. Pada penelitian ini, penggunakan kantong plastik Polyetilene (PE) transparan yang berukuran 40 cm x 60 cm x 0.15 mm terlihat cukup dalam hal ketersediaan oksigen jika dilihat dari daya berkecambah yang dihasilkan (jumlah benih per kantong 100 butir pada saat inkubasi dan 200 butir pada saat pemanasan). Kantong ukuran 20 cm x 34 cm x 0.15 mm digunakan di ruang inkubasi jika jumlah benih yang dikecambahkan sudah tidak lebih dari 50 butir. Pada tahap pemanasan benih, jumlah kantong yang digunakan adalah dua kantong agar pertukaran udara di dalam kantong dengan di luar kantong diminimalkan. Selama di pemanas, kantong perlu tertutup rapat agar udara luar kantong yang kering tidak masuk ke kantong dan menurunkan kadar air benih. Hal ini untuk mencegah spora cendawan yang ada di luar plastik masuk dan berkembang pada permukaan benih. Kondisi kelembaban udara dalam kantong yang tinggi serta kadar air yang relatif tinggi adalah kondisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Kemunduran benih merupakan sesuatu yang tidak dapat balik yang mulai sejak benih mencapai masak fisiolagis. Penyebab terbesar kemunduran benih adalah terjadinya denaturasi protein yang diakibatkan oleh radikal-radikal bebas, sehingga integritas membran sel menurun (Harrington, 1972). Oleh karena itu, semakin cepat benih ditanam atau dikecambahkan maka resiko kemunduran benih akan diminimalkan sehingga diharapkan mendapatkan via bilitas benih yang masih tinggi. Kemunduran benih akibat penuaan adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Penyebab kemunduran benih inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya viabilitas benih kelapa sawit dengan semakin lamanya pemanasan pada penelitian ini, disamping kadar air yang rendah (Tabel 3).

41 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur Daya Berkecambah (DB), tetapi sangat nyata mempengaruhi K CT. Kecepatan Tumbuh tertinggi diperoleh dari lama perendaman-1 lima hari dan perendaman-2 tujuh hari yaitu 5.422% Kecambah Normal (KN) per etmal. Lama pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap tolak ukur K CT tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap DB. Daya Berkecambah (DB) tertinggi diperoleh dari lama pemanasan 40 hari yaitu 82.03%. Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan tidak nyata mempengaruhi tolak ukur DB dan KCT. Tiga perlakuan yang terbaik diperoleh dari lama perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 87.33% dan K CT 5.176% per etmal, lama perendaman 5-7 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan K CT 5.738% per etmal serta lama perendaman 7-3 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan K CT 3.608% per etmal. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang mengkombinasikan metode dry heat treatment dengan metode kimiawi dalam meningkatkan kecepatan tumbuh dan daya berkecambah benih kelapa sawit. 2. Pengukuran kadar air dalam penelitian ini masih perlu diperbaiki dengan menggunakan timbangan analitik yang memiliki ketelitian hingga 0.1%. 3. Perlu dilakukan uji pematahan dormansi benih kelapa sawit dengan mengunakan metode yang dilakukan dalam penelitian ini tetapi tanpa perendaman-1.

42 DAFTAR PUSTAKA Adiguno, S Pengadaan dan pengawasan mutu internal kecambah kalapa sawit dan bibit kelapa sawit di PT. Socfindo-Medan, Sumatera Utara. Laporan Keterampilan Profesi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. Bogor. 56hal. Anonim persen lahan sawit gunakan benih palsu : Februari Anonim Proyek sejuta hektar kebun sawit gagal, lahan diterlantarkan. Januari Anonim Prospek dan arah pengembangan agribisnis kelapa sawit. Januari Anonim PT. Bina Sawit Makmur. Palembang. Anshory, A. H Pengaruh periode konservasi dan perlakuan matriconditioning terhadap viabilitas benih kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Bewley, J. D. and M. Black Physiology and Biochemistry of Seed. In Relation to Germination. Volume (2). Springer, Verlag. Bonner, F. T Commercial seed suply of recalsitrant and intermediate seed present solutions to the storage problem. P In S.S. Quedroogo, K. Polsen and F. Stubsgaard (eds.). Intermediate/Recalsitrant Tropical Forest Tree Seeds. Proceedings of A Workshop on Improved Methods for Handling and Seed, Humlebaek, Denmark. Chairani, M Kajian kemunduran viabilitas benih kelapa sawit. Berita Pen. Perkeb. Vol. 2(3): Chin, H. F and E. H. Roberts Recalsitrant Crop Seed. Tropical Trees SDN. BHD, Kualalumpur, malaysia. 151p. Copeland, L. D Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minneapolis Minnesota. 369p.

43 Corley, R. H. V., J. J. Hardon dan B. J. Wood Developments in Crop Science (1). Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam, Belanda. Delouche, J.D Seed Physiology. Seed Tech. Lab. Mississipi State University. Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia , Kelapa Sawit (Oil Palm). Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. Depa rteman Pertanian. Jakarta. Fauzi, Y, Yustina E. W, Iman, S dan Rudi, H Kelapa Sawit. Ed. Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Fauzi, Y, Yustina E. W, Iman, S dan Rudi, H Kelapa Sawit. Ed. Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Harrington, J. F Seed storage and longevity. P: In: T. T. Kozlowski (ed.). Seed Biology. Vol.3. Academy Press. New York. Haryani, N Pengujian viabilitas benih belama periode konservasi dan upaya pematahan dormansi untuk mempercepat pengecambahan benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Hartley, C W. S The preparation, stotage ang germination of seed. P In C. W. S. Hartley and R. H. V. Corley (eds). The Oil Palm (Elaeis guineensis). Longman. London and New York. Kurniaty, R Pengaruh asam sulfat terhadap perkecambahan benih panggal buaya (Maesopsis eminii Eng.). Buletin Penelitian Kehutanan. Bogor. No Lubis, A. U Kelapa sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala. Sumatera Utara. Nurmaila, E. S Pengaruh matriconditioning plus inokulasi dengan Trichoderma sp. terhadap perkecambahan, kadar lignin dan asam absisat benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sadjad, S Proses pembentukan benih tanaman angiospermae., hal dalam S. Sadjad (ed) Dasar-dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB. Bogor.

44 Sadja d, S Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. Setiadi, H. R. H., dan M. Munawir Pengalaman pembuatan tanaman jati dengan plances pada awal tahun. Duta Rimba (xx): Soeherlin, E Pengaruh tingkat kemasakan dan cara pematahan dormansi terhadap viabilitas benih mindi (Melia azedarach L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sutopo, L Teknologi Benih. Edisi Revisi. PT Raja Gafindo Persada. Jakarta. Schmidt, L Pedoman penanganan benih hutan tropis dan subtropis 2000 (terj.). Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Yahya, S Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Bahan Kuliah Tanaman Perkebunan Utama. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

45 LAMPIRAN

46 Tabel Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap daya berkecambah benih kelapa kawit Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung F-tabel A B A*B Galat Total Koreksi KK = 6.24 Tabel Lampiran 2. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap PTM benih kelapa sawit Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung F-tabel A B A*B Galat Total Koreksi KK = 4.96 Tabel Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap K CT benih kelapa sawit Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung F-tabel A B A*B Galat Total Koreksi KK = Tabel Lampiran 4. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung F-tabel A B A*B Galat Total Koreksi KK = (hasil transformasi dengan vx + 1)

47 Tabel Lampiran 5. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap embrio normal benih kelapa sawit Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung F-tabel A B A*B Galat Total Koreksi KK = (hasil transformasi dengan vx + 1) Tabel Lampiran 6. Pengaruh perendaman terhadap kadar air benih kelapa sawit Lama % Kadar Air Perendaman Awal Setelah R-1 Sebelum R-2 Setelah R (16.22) (16.01) (14.67) (16.81) (16.22) (15.91) (14.11) (16.84) (16.22) (15.78) (14.20) (17.05) (16.22) (14.88) (14.22) (15.95) (16.22) (15.70) (14.09) (16.85) (16.22) (14.94) (14.91) (17.48) (16.22) (15.68) (14.26) (16.54) (16.22) (15.59) (14.04) (16.74) (16.22) (16.23) (14.34) (18.24) (16.22) (15.86) (14.17) (16.87) (16.22) (15.92) (14.02) (16.75) (16.22) (16.42) (14.43) (17.71) (16.22) (16.21) (14.08) (16.83) Rataan (16.22) (15.62) (14.18) (16.98) Ket. : - R = Perendaman - Angka yang di dalam kurung adalah kadar air per berat basah

48 Gambar Lampiran 1. Potongan melintang buah kelapa sawit jenis D ura Gambar Lampiran 2. Potongan melintang buah kelapa sawit jenis Pisifera

49 Gambar Lampiran 3. Buah kelapa sawit jenis Tenera (varietas Sriwijaya -1) Gambar Lampiran 4. Depericarper

50 Gambar Lampiran 5. Heater pa da ruang pemanas dan inkubasi

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A34401004 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di PPKS Marihat, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 5 bulan, dimulai tanggal 1 Maret hingga 24 Juli 2010.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.L) termasuk tumbuhan kelas

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.L) termasuk tumbuhan kelas TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.L) termasuk tumbuhan kelas Angiospermae, ordo Palmales, famili Arecaceae dan genus Elaeis. Tanaman ini berasal dari Afrika

Lebih terperinci

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Dormansi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar. dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai dengan pertanaman sekaligus merupakan

Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar. dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai dengan pertanaman sekaligus merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai dengan pertanaman sekaligus merupakan salah satu penentu perkembangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit diperkirakan berasal dari Afrika Barat dan Amerika Selatan. Tanaman ini lebih berkembang di Asia Tenggara. Bibit kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Asam Jawa (Tamarindus indica) Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai umur hingga 200 tahun. Akar pohon asam jawa yang dalam, juga membuat

Lebih terperinci

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PEMATAHAN DORMANSI BENIH A. Pendahuluan 1. Latar Belakang. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari pada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersial dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH AREN (Arenga pinnata (WURMB.) MERR.) PADA KONDISI MEDIA YANG BERBEDA

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH AREN (Arenga pinnata (WURMB.) MERR.) PADA KONDISI MEDIA YANG BERBEDA 1 PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH AREN (Arenga pinnata (WURMB.) MERR.) PADA KONDISI MEDIA YANG BERBEDA Oleh : Mohamad Ali Usman A34401049 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm,

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman delima diklasifikasikan sebagai berikut kingdom: Plantae, divisio : Spermatophyta, subdivisio : Angiospermae, kelas : Dicotyledonae, ordo : Myrtales, famili : Punicaceae,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA RANI KURNILA A24052666 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.

PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. i PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELLADINA FARHANA A24080016 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Afrika (Maesopsis eminii) Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun tinggi mencapai 45 m dengan batang bebas cabang 2 per 3 dari tinggi total,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan petumbuhan jumlah penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubi kayu: Taksonomi dan Morfologi Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk dapat memperbaiki sifat-sifat genetik dan fisik benih yang mencangkup

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. multiguna karena hampir seluruh bagian pohonnya dapat dimanfaatkan.

I. PENDAHULUAN. multiguna karena hampir seluruh bagian pohonnya dapat dimanfaatkan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam jawa (Tamarindus indica) merupakan tanaman tropis penghasil buah yang termasuk dalam famili Caesalpiniaceae. Asam jawa juga dikategorikan pohon multiguna karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di 15 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan

Lebih terperinci

VI.SISTEM PRODUKSI BENIH

VI.SISTEM PRODUKSI BENIH VI.SISTEM PRODUKSI BENIH UNTUK PRODUKSI BENIH MAKA HARUS TERSEDIA POHON INDUK POPULASI DURA TERPILIH POPULASI PISIFERA TERPILIH SISTEM REPRODUKSI TANAMAN POLINASI BUATAN UNTUK PRODUKSI BENIH PERSIAPAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Produksi Serbuk Sari. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Produksi Serbuk Sari. Progeni Nigeria Ghana Ekona Avros Dami Yangambi

PEMBAHASAN. Produksi Serbuk Sari. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Produksi Serbuk Sari. Progeni Nigeria Ghana Ekona Avros Dami Yangambi 34 PEMBAHASAN Produksi Serbuk Sari Ketersediaan serbuk sari yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting dalam proses produksi benih. Ketersediaan serbuk sari menentukan keberlangsungan produksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Pepaya Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

TI JAUA PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TI JAUA PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 4 TI JAUA PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (latin) ini dikembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 5x4. Faktor pertama adalah konsentrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG 6000 (K) terdiri dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya di Brazil. Spesies E. oleifera dan E. odora berasal dari kawasan Amerika

Lebih terperinci

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi PENGARUH PERLAKUAN PEMECAHAN DORMANSI TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH KOPI LIBERIKA TUNGKAL JAMBI (Coffea liberica var. liberica cv. Liberika Tungkal Jambi) Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi Menurut Byrd (1983) perkecambahan adalah berkembangnya strukturstruktur penting dari embrio benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal

Lebih terperinci

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain : Pendahuluan Perkecambahan benih dapat diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang (Taiz and Zeiger ). dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Secara umum, pembiakan tanaman terbagi menjadi dua cara yaitu pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melibatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN (Arenga pinnata) Kamaludin Fakultas pertanian Universitas Kapuas Sintang e-mail : kamaludinkamal27@yahoo.co.id Abstrak: Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lokasi penelitian mempunyai topografi lahan datar dengan tekstur tanah yang remah dengan jenis tanah inseptisol. Pohon aren yang terseleksi untuk sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan Balai Besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi tanaman jengkol dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (Pitojo,1992). Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit III. keras dengan fisik dan kimiawi. Tinjauan Pustaka Biji terdiri dari embrio, endosperma,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor perkebunan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini mampu meningkatkan devisa negara melalui sumbangannya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga-Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini

Lebih terperinci