PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq."

Transkripsi

1 i PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELLADINA FARHANA A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

2 PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) Effects of Hot Water Soaking Immersion and Ethephon Concentration on Breaking Dormancy of Oil Palm Seeds (Elaeis guineensis Jacq.) Belladina Farhana 1, Satriyas Ilyas 2 1 Mahasiswa, Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB 2 Staf Pengajar, Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB Abstract This research was held from April to July 2012, located in the seed processing unit of PT Astra Agro Lestari Tbk, Central Borneo. The study consisted of three experiments, the first experiment to determine the effect of water temperature and immersion intensity of seed germination. The first experiment used completely randomized design (CRD) factorial with two factors, water temperature: 27, 60, 70, 80, 90 o C and immersion intensity: 1x24, 2x24, 3x24 hours. The second experiment used a single factor of CRD namely ethephon concentration: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. The third experiment was a continuation from the second experiment with the adding heat drying treatment during a week. The result showed that 3x24 hours soaking treatment in 80 o C hot water increased the germination, soaking in ethephon 0.4% inhibited radicle growth resulted abnormal seedlings. Soaking seed in 80 o C hot water for 3x24 hours and followed by ethephon and then heat drying treatment for a week increased germination (52.0% maximum growth potential) but still ineffective to break seed dormancy. Abstrak Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Juli 2012 di unit pemrosesan benih PT Astra Agro Lestari Tbk, Kalimantan Tengah. Penelitian terdiri atas tiga percobaan yang dilakukan secara berseri. Percobaan I dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap perkecambahan benih. Percobaan I menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu suhu air: 27, 60, 70, 80, 90 o C dan intensitas perendaman: 1x24, 2x24, 3x24 jam. Percobaan II menggunakan RAL satu faktor yaitu konsentrasi ethephon: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. Pada percobaan III, benih terebih dahulu direndam dalam air panas suhu 80 o C selama 3x24 jam sebelum direndam dalam ethephon, lalu diakhiri dengan pemanasan kering o C selama 1 minggu. Hasil menunjukkan bahwa perendaman dalam air suhu 80 o C selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih, perendaman dalam ethephon 0.4% menghambat pertumbuhan radikula sehingga kecambah tumbuh tidak normal. Perlakuan perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman menggunakan air panas 80 o C selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering meningkatkan perkecambahan benih (potensi tumbuh maksimum 52.0%) namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih.

3 ii RINGKASAN BELLADINA FARHANA. Pengaruh Perendaman dalam Air Panas dan Konsentrasi Ethephon terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). (Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS). Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Permintaan benih (kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar juta kecambah, namun produsen benih yang ada hanya mampu menyediakan juta kecambah per tahun. Proses pengecambahan benih kelapa sawit cukup sulit karena benih memiliki kulit yang keras sehingga bersifat dorman. Adanya kondisi dormansi ini menyebabkan benih harus diberi perlakuan untuk mematahkan dormansi. Proses pengecambahan benih kelapa sawit yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3 bulan dengan metode pemanasan kering suhu 40 o C. Oleh karena itu diperlukan penelitian terhadap metode lain yang lebih efektif dan efisien untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Juli 2012 di unit pemrosesan benih PT Astra Agro Lestari Tbk, Kalimantan Tengah. Penelitian terdiri atas tiga percobaan yang dilakukan secara berseri. Percobaan I dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap perkecambahan benih. Percobaan I menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu suhu air: 27, 60, 70, 80, 90 o C dan intensitas perendaman: 1x24, 2x24, 3x24 jam. Percobaan II dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ethephon yang optimum terhadap perkecambahan benih kelapa sawit. Percobaan II menggunakan RAL satu faktor yaitu konsentrasi ethephon: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. Percobaan III menggunakan RAL satu faktor yaitu kombinasi perlakuan pematahan dormansi. Benih terlebih dahulu direndam dalam air panas suhu 80 o C selama 3x24 jam (perlakuan terbaik dari percobaan I) sebelum direndam dalam ethephon 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%, lalu diakhiri dengan pemanasan kering o C selama 1 minggu. ii

4 iii Hasil dari percobaan I menunjukkan bahwa perendaman dalam air suhu 80 o C selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih dengan persentase daya berkecambah sebesar 16.7%. Hasil dari percobaan II menunjukkan bahwa perendaman dalam ethephon % meningkatkan persentase daya tumbuh kecambah namun menghambat pertumbuhan radikula sehingga kecambah yang tumbuh tidak normal. Pada percobaan III, perlakuan perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman menggunakan air panas 80 o C selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering meningkatkan perkecambahan benih (potensi tumbuh maksimum 52%) namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih. iii

5 iv PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Disusun Oleh: BELLADINA FARHANA A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

6 v Judul Nama NRP : PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) : BELLADINA FARHANA : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP Tanggal Lulus: v

7 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1991 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Benny Limbiantoro dan Ibu Siti Komariyah. Penulis lulus dari SDN Jagakarsa 06 Pagi, Jakarta pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 41 Jakarta. Tahun 2008, penulis lulus dari SMAN 38 Jakarta dan diterima melalui jalur USMI di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis juga mengambil program minor di Departemen Arsitektur Lanskap. Tahun 2010, penulis menjabat sebagai bendahara II departemen HRD BEM Fakultas Pertanian serta staf HRD Koperasi Himpunan Mahasiswa Agronomi. Penulis merupakan tentor mata kuliah fisika, pengantar matematika, dan kalkulus bagi mahasiswa TPB IPB. Penulis juga aktif mengajar fisika dan matematika bagi siswa SMP dan SMA. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan beasiswa dari LAZ Al-Hurriyyah IPB dan pada tahun mendapatkan beasiswa PPA dari DIKTI. vi

8 vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan petunjuk sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian tentang pengaruh perendaman dalam air panas dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) penulis lakukan karena terdorong oleh keinginan untuk mempelajari metode pematahan dormansi benih kelapa sawit dengan perendaman dalam berbagai suhu air dikombinasikan dengan penggunaan zat pengatur tumbuh agar diperoleh metode yang efisien untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. selaku dosen pembimbing skripsi serta dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. dan Maryati Sari, SP. M.Si. selaku dosen penguji skripsi penulis. 3. Bapak Benny Limbiantoro dan Ibu Siti Komariyah serta seluruh keluarga penulis yang telah memberi dukungan selama menempuh perkuliahan di IPB. 4. Bapak Lalu Firman Budiman, SP. selaku pendamping penelitian dari PT Astra Agro Lestari, Tbk. 5. Bapak S.P. Mulyono, Bapak Eko, serta seluruh karyawan bagian seed processing unit PT Astra Agro Lestari, Tbk. atas dukungan dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 6. Staf riset dan seluruh keluarga besar PT Astra Agro Lestari, Tbk. yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian ini. 7. Rekan mahasiswa dari jurusan ilmu tanah Universitas Brawijaya yaitu Tito, Citra, Rani, Icang, dan Daus atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian di Kalimantan. 8. Seluruh rekan Indigenous 45 terutama kepada teteh Tira, ageng Dwi, unih Tiara, Mimih, dan eceu Ferin atas dukungannya selama ini. vii

9 9. Bapak Miftah Anugrah Pamungkas, SP. atas bantuan dan dukungannya selama ini. viii Bogor, November 2012 Penulis viii

10 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR.. viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)... 4 Perkecambahan Kelapa Sawit 5 Pematahan Dormansi Benih BAHAN DAN METODE 10 Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat.. 10 Tahap Penelitian Metode Penelitian.. 11 Pelaksanaan Pengamatan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 36 ix

11 x DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan suhu air dan intensitas perendaman pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase kecepatan tumbuh Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap potensi tumbuh maksimum Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase benih terserang cendawan Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap KA, DB, K CT, PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan dormansi pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80 o C selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu terhadap KA, DB, K CT, PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan 26 x

12 xi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Struktur benih kelapa sawit Diagram alir proses pelaksanaan percobaan I Diagram alir proses pelaksanaan percobaan II Diagram alir proses pelaksanaan percobaan III Serangan cendawan pada percobaan I Serangan cendawan pada percobaan II Serangan cendawan pada percobaan III Kecambah kelapa sawit Pertumbuhan kecambah kelapa sawit Pertumbuhan kecambah kelapa sawit pada perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon.. 31 xi

13 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap kadar air benih Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap kadar air benih Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap kecepatan tumbuh Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap potensi tumbuh maksimum Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap intensitas dormansi Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase benih terserang cendawan Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air benih Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap daya berkecambah Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kecepatan tumbuh Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap potensi tumbuh maksimum Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap intensitas dormansi Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap persentase benih terserang cendawan Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap kadar air benih 40 xii

14 xiii Nomor Halaman 15. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap daya berkecambah Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap kecepatan tumbuh Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap potensi tumbuh maksimum Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi intensitas dormansi Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap persentase benih terserang cendawan Identitas benih yang digunakan pada penelitian xiii

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Tanaman ini memiliki arti penting bagi pembangunan karena merupakan penggerak perekonomian Indonesia dan sebagai lumbung devisa nasional. Kelapa sawit digunakan sebagai bahan makanan (80%) dan bukan bahan makanan (20%). Salah satu penggunaan kelapa sawit sebagai bahan makanan yaitu pengolahan menjadi minyak kelapa sawit. Sektor minyak kelapa sawit menduduki peringkat kedua penghasil devisa terbesar di Indonesia setelah sektor minyak dan gas bumi. Budidaya kelapa sawit dimulai dari proses pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, serta panen dan pasca panen (Setyamidjaja, 2006). Proses pembibitan dimulai dari persiapan bahan tanam dan benih kelapa sawit yang akan digunakan. Menurut Sunarko (2007), benih kelapa sawit yang akan digunakan sebagai calon bibit harus dihasilkan dan dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah. Beberapa produsen yang telah menghasilkan kecambah saat ini yaitu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfindo, PT. London Sumatera, Sinar Mas, Asian Agri, Selapan Jaya, dan lainnya. Permintaan benih (kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar juta kecambah, namun produsen benih yang ada seperti PPKS, Socfindo, dan London Sumatera hanya mampu menyediakan juta kecambah per tahun (Anonim dalam Silomba, 2006). Kekurangan benih kelapa sawit bersertifikat di Indonesia menyebabkan adanya penjualan benih palsu yang menyebabkan menurunnya produktivitas kelapa sawit Indonesia hingga mencapai 50% dibanding penggunaan benih unggul bersertifikat. Kekurangan benih dapat ditutupi dengan mengimpor benih dari Malaysia, Papua Nugini, dan Costa Rica. Kekurangan benih kelapa sawit juga dapat ditutupi dengan munculnya produsen benih kelapa sawit yang baru (Silomba, 2006). Proses pengecambahan benih kelapa sawit cukup sulit karena benih bersifat dorman. Dormansi benih kelapa sawit disebabkan karena kerasnya kulit 1

16 2 benih sehingga air sulit masuk ke dalam benih. Adanya kondisi dormansi ini menyebabkan benih harus diberi perlakuan untuk mematahkan dormansi. Proses pengecambahan benih kelapa sawit yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3 bulan, diawali dengan proses perendaman pertama selama 7 hari untuk meningkatkan kadar air menjadi 22%, selanjutnya dilakukan pemanasan selama 60 hari pada suhu 40ºC, kemudian direndam kembali selama 3 hari untuk meningkatkan kadar air hingga 18% lalu dikecambahkan di ruang perkecambahan pada suhu kamar. Benih mulai berkecambah 2 minggu setelah proses perkecambahan dengan persentase berkecambah hingga 60%. Pada minggu berikutnya benih akan tetap berkecambah dengan laju yang lebih rendah hingga 3 bulan ke depan. Silomba (2006) melaporkan bahwa benih kelapa sawit yang direndam dalam air selama 3-7 hari dengan pemanasan selama 40 hari menghasilkan daya berkecambah sebesar 87.33%. Metode lain yang dapat digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu dengan merendam benih dalam air panas. Perlakuan air panas dengan suhu 60 o C mampu mematahkan dormansi benih Casuarina equisetifolia Lum. dan meningkatkan daya berkecambahnya (Kesaulija, 1979). Ani (2006) melaporkan bahwa perendaman benih lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam air dengan suhu awal o C selama menit mampu mematahkan dormansi dan menghasilkan daya berkecambah sebesar 75%. Khaeruddin (1994) menyatakan bahwa benih akasia yang direndam air panas dengan suhu 80 o C kemudian didiamkan selama 24 jam sampai air rendamannya dingin, juga dapat meningkatkan daya berkecambah dan mempercepat pertumbuhan bibit. Penggunaan beberapa zat pengatur tumbuh juga mampu mematahkan dormansi dan meningkatkan daya berkecambah benih. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa penggunaan ethephon dengan konsentrasi 0.6% selama 48 jam pada benih kelapa sawit juga efektif mematahkan dormansi jika didahului dengan perendaman menggunakan asam sulfat 98% selama 10 menit. Perlakuan ini mampu menghasilkan perkecambahan sebesar 88%. Kombinasi penggunaan hidrogen sianamida 1.5% dan ethephon 1.2% tanpa perlakuan skarifikasi sebelumnya mampu menghasilkan 60% daya berkecambah benih kelapa sawit. 2

17 3 Sampai saat ini masih terus dilakukan upaya untuk mendapatkan metode pematahan dormansi benih kelapa sawit yang efisien dan mampu menghasilkan daya berkecambah yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Metode pematahan dormansi benih kelapa sawit yang umum dilakukan saat ini membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 3 bulan. Berdasarkan beberapa penelitian, metode skarifikasi fisik menggunakan air panas mampu meningkatkan daya berkecambah, dan penggunaan zat pengatur tumbuh mampu mempercepat proses perkecambahan pada beberapa jenis benih. Oleh karena itu diperlukan percobaan untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam air panas dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi dan perkecambahan pada benih kelapa sawit. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam air panas dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi dan perkecambahan benih kelapa sawit. Hipotesis 1. Perendaman dalam air panas meningkatkan viabilitas benih kelapa sawit. 2. Perlakuan perendaman dalam air panas dan ethephon mampu mematahkan dormansi benih kelapa sawit. 3. Perlakuan perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80 o C selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu mampu meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit. 3

18 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae, Genus Elaeis, dan spesies Elaeis guineensis Jacq. (Setyamidjaja, 2006). Asal taaman kelapa sawit secara pasti belum bisa diketahui, namun ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guinea). Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia, merupakan orang yang pertama memasukkan tanaman ini ke Indonesia pada tahun 1911 dan mendirikan perkebunan kelapa sawit di Asahan dan Sungai Liput yang sekarang bernama PT. Socfindo (Sastrosayono, 2003). Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar (radix), batang (caulis), dan daun (folium). Kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Jumlah akar yang keluar dari pangkal batang sangat banyak dan terus bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem perakaran kelapa sawit terdiri atas akar primer, akar sekunder, serta akar tertier dan kuartener yang paling aktif mengambil hara dan air dari dalam tanah. Batang kelapa sawit berbentuk silindris dan berdiameter cm, namun pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang. Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan akan tumbuh dua daun. Pertumbuhan daun awal dan daun berikutnya akan membentuk sudut 135 o (Setyamidjaja, 2006). Susunan bunga tanaman kelapa sawit terdiri atas karangan bunga yang memiliki bunga jantan dan bunga betina. Pada beberapa tanaman kelapa sawit ada juga yang hanya memproduksi bunga jantan. Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam dua tandan yang terpisah, namun terkadang dapat berada dalam satu tandan yang sama. Bunga jantan selalu masak lebih dahulu daripada bunga betina sehingga penyerbukan sendiri antara bunga jantan dan bunga betina dalam satu tandan jarang terjadi. Bunga yang telah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah kelapa sawit menempel di karangan yang disebut tandan buah. Dalam satu tandan terdiri atas puluhan hingga ribuan buah. Buah kelapa 4

19 5 sawit terdiri atas beberapa bagian yaitu eksokarp (kulit luar yang keras dan licin), mesokarp (sabut) yang merupakan bagian yang paling banyak mengandung minyak, endokarp (tempurung), dan kernel atau inti sawit (Sastrosayono, 2003). Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi tiga jenis yaitu dura, tenera, dan pisifera. Dura memiliki cangkang tebal (3-5 mm) dan daging buah yang tipis dengan rendemen minyak 15-17%. Tenera memiliki cangkang tipis (2-3 mm) dan daging buah yang tebal dengan rendemen minyak 21-23%. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal, bijinya kecil, dan rendemen minyaknya tinggi yaitu lebih dari 23% (Sunarko, 2007). Kelapa sawit merupakan tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang sangat baik terhadap kondisi lingkungan dan perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar potensi produksinya dapat mencapai maksimum. Faktor utama lingkungan tumbuh yang perlu diperhatikan adalah iklim serta keadaan fisik dan kesuburan tanah, disamping faktor lain seperti genetik tanaman, perlakuan yang diberikan, dan pemeliharaan (Pardamean, 2008) Perkecambahan Kelapa Sawit Menurut Silomba (2006), perkecambahan benih kelapa sawit merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Sadjad (1993) mengemukakan bahwa secara fisiologis, perkecambahan benih diartikan sebagai munculnya akar melalui kulit benih, sedangkan analis benih mengatakan sebagai muncul dan berkembangnya embrio dan merupakan kemampuan benih untuk berkecambah normal dalam kondisi yang menguntungkan. Struktur benih kelapa sawit terdiri atas serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan luar yang disebut exocarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp, dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri atas lapisan kulit biji (testa), endosperma, dan embrio. Ujung embrio dan titik tumbuh dipisahkan oleh lapisan operculum sebagai tempat keluarnya kecambah kelapa sawit (Gambar 1). 5

20 6 Kelapa sawit memiliki tipe perkecambahan hypogeal, yaitu kotiledon tetap berada di permukaan tanah setelah benih berkecambah. Benih kelapa sawit termasuk ke dalam benih rekalsitran sehingga tidak tahan disimpan dalam suhu dingin di bawah 5 o C dan akan mati apabila kadar airnya berada di bawah 12.5% (Chin dan Roberts, 1980). Kecambah kelapa sawit merupakan embrio yang keluar dari kulit biji dan berkembang ke dua arah. Arah tegak lurus ke atas (phototropism) disebut dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun, sedangkan arah tegak lurus ke bawah (geotropism) disebut dengan radikula yang selanjutnya akan menjadi akar (Sunarko, 2007). exocarp operculum embryo mesocarp endosperm testa endocarp Gambar 1. Stuktur benih kelapa sawit (Sumber: Kurnila, 2009) Kecambah normal adalah kecambah yang tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula, tidak patah, tumbuh lurus, panjang plumula dan radikula berkisar cm. Kecambah abnormal mempunyai ciri-ciri tumbuh bengkok, plumula dan radikula tumbuh searah, kecambah kerdil, dan hanya memiliki radikula atau plumula saja serta terserang penyakit (Adiguno, 1998). Kriteria kecambah normal yang digunakan PPKS adalah (1) kecambah tumbuh sempurna, (2) plumula dan radikula sudah dapat dibedakan, (3) plumula dan radikula tampak segar, (4) kecambah tidak berjamur, dan (5) panjang plumula dan radikula maksimum 2 cm. Kriteria kecambah abnormal yaitu (1) tumbuh 6

21 7 membengkok, (2) plumula dan radikula tumbuh searah, dan (3) layu atau berjamur. Kriteria kecambah panjang yaitu panjang plumula dan radikula lebih dari 2 cm (Kurnila 2009). Williyatno (2007) melaporkan bahwa pada selang 5-10 hari setelah benih mulai berkecambah, panjang plumula dan radikula melebihi 2 cm. Oleh karena itu untuk menghindari kecambah tumbuh panjang maka pemilihan kecambah harus dilakukan paling lambat 10 hari setelah benih mulai berkecambah. Benih kelapa sawit memiliki kulit yang tebal, oleh karena itu diperlukan persiapan yang lama untuk mengecambahkannya. Setelah buah yang masak dipanen, tandan buah diperam (fermentasi I) selama 3 hari agar semua buahnya rontok, setelah itu diperam lagi selama 3 hari (fermentasi II). Selama fermentasi I dan II, penyiraman dilakukan setiap hari. Setelah daging dan sabut membusuk, biji dipisahkan dari daging buah dan serat. Setelah terpisah, biji dikering-anginkan dan disimpan selama 2 bulan dalam ruang suhu kamar untuk perkecambahan (Sastrosayono, 2003). Pematahan Dormansi Benih Pada saat masak fisiologis, tidak semua benih siap untuk berkecambah. Benih membutuhkan waktu tertentu agar dapat berkecambah secara alami setelah dipanen, atau seringkali membutuhkan perlakuan tertentu agar dapat berkecambah (Kuswanto, 2003). Dormansi benih adalah keadaan dimana benih mengalami istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena hidup (Sadjad, 1993). Dormansi benih merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya, dan merupakan sifat yang diturunkan secara genetik. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder (Ilyas, 2012). Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan perlakuan mekanis, perlakuan suhu, perlakuan cahaya, perendaman dengan air panas, dan perlakuan menggunakan bahan kimia. Perlakuan 7

22 8 perendaman menggunakan air panas bertujuan untuk memudahkan penyerapan air oleh benih. Perlakuan ini dilakukan dengan memasukkan benih pada suhu air tertentu dan dibiarkan hingga air menjadi dingin (Copeland dan McDonald, 1995). Perlakuan air panas dengan suhu 60 o C pada benih Casuarina equisetifolia Lum. memberikan hasil daya berkecambah yang lebih baik dibandingkan perendaman dalam air dingin maupun dalam air suhu 40 o C (Kesaulija, 1979). Perendaman benih sengon laut (Paraserianthes falcataria) dalam air panas dengan suhu 75 o C selama 24 jam memberikan hasil terbaik dengan persentase daya berkecambah sebesar 54.9% dibanding perlakuan perendaman pada air dingin, air dengan suhu 50 o C dan suhu 100 o C (Ratnasari, et al., 2006). Perendaman benih tanaman jati (Tectona grandis L.) dalam air panas dengan suhu 60 o C juga efektif dalam meningkatkan bobot kering kecambah normal sebesar 1.17 g (Miranda, 2005). Ani (2006) melaporkan bahwa perendaman benih Lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam air dengan suhu awal o C selama menit mampu mematahkan dormansi dan menghasilkan daya berkecambah sebesar 75%, sedangkan pengaruh perendaman benih dalam air panas terhadap pertumbuhan bibit selanjutnya berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar. Khaeruddin (1994) menyatakan bahwa tanaman akasia dengan perlakuan benih direndam air panas kemudian didiamkan selama 24 jam sampai air rendamannya dingin, juga dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan daya berkecambah. Benih kelapa sawit mengalami dorman karena kulit bijinya yang keras dan mengandung lignin yang cukup tinggi (Nurmailah, 1999). Perlakuan menggunakan bahan kimia dilakukan agar kulit benih terdegradasi sehingga air lebih mudah berimbibisi. Bahan kimia yang paling umum dan efektif digunakan dalam industri saat ini yaitu asam sulfat dan kalium nitrat. Bahan lain yang dapat digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu hormon tumbuh seperti giberelin, sitokinin, auksin, dan etilen (Copeland dan McDonald, 1995). Menurut Ilyas (2012), metode pematahan dormansi pada benih berkulit keras yaitu dengan skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan, perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis, dan skarifikasi kimia menggunakan asam sulfat untuk mendegradasi testa. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa 8

23 9 perendaman dalam ethephon dengan konsentrasi 0.6% selama 48 jam pada benih kelapa sawit menghasilkan daya berkecambah 84% dalam 75 hari, sedangkan pada perlakuan ethephon 0.6% yang dikombinasikan dengan perlakuan pendahuluan dengan merendam dalam asam sulfat 98% mampu menghasilkan daya berkecambah sebesar 88% selama 25 hari. 9

24 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di unit pemrosesan benih kelapa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk, yang berlokasi di Desa Pandu Senjaya Kecamatan Pangkalan Lada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April hingga Juli Bahan dan Alat Benih kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu varietas DxP Yangambi yang merupakan hasil persilangan F1 antara tetua dura Deli dengan pisifera keturunan tenera Yangambi. Benih kelapa sawit yang digunakan telah disimpan selama 3 bulan di ruang penyimpanan dengan suhu 18 o C. Bahan yang digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu zat pengatur tumbuh ethephon. Bahan lain yang digunakan yaitu aquades, alkohol, fungisida dithane, wadah pengecambah, dan kertas label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelas ukur, gelas kimia, pengaduk kaca, termometer, oven, cawan, timbangan, penggaris, tempat perkecambahan, dan peralatan pengamanan dalam laboratorium. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap percobaan, yaitu: 1. Percobaan I untuk menentukan suhu air dan intensitas perendaman yang optimum untuk digunakan sebagai perendaman pendahuluan pada benih kelapa sawit. 2. Percobaan II untuk menentukan konsentrasi ethephon yang optimum setelah perendaman pendahuluan menggunakan air pada suhu 80 o C dengan intensitas perendaman 3x24 jam. 3. Percobaan III untuk mempelajari pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas 10

25 11 suhu 80 o C selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering o C selama 1 minggu terhadap perkecambahan benih kelapa sawit. Metode Penelitian Percobaan I: Penentuan Suhu Air dan Intensitas Perendaman Benih Kelapa Sawit Percobaan ini bertujuan untuk menentukan suhu air dan intensitas perendaman yang digunakan untuk merendam benih kelapa sawit. Percobaan ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama suhu air terdiri atas lima taraf yaitu P0: suhu air tanpa pemanasan (27 o C), P1: suhu air awal 60 o C, P2: suhu air awal 70 o C, P3: suhu air awal 80 o C, dan P4: suhu air awal 90 o C. Faktor kedua, intensitas perendaman terdiri atas empat taraf yaitu I0: tanpa perendaman, I1: 1x24 jam (satu kali perendaman selama 24 jam), I2: 2x24 jam (dua kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam), dan I3: 3x24 jam (tiga kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam). Tiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ijk = respon pengamatan perlakuan suhu air dan intensitas perendaman = nilai tengah umum = pengaruh suhu air taraf ke-i = pengaruh intensitas perendaman ke-j = pengaruh interaksi perlakuan suhu air dan intensitas perendaman = pengaruh galat percobaan Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data akan diolah menggunakan SAS. 11

26 12 Percobaan II: Penentuan Konsentrasi Ethephon yang Optimum Percobaan ini dilakukan berdasarkan hasil dari percobaan I. Perlakuan terbaik pada percobaan I digunakan sebagai perlakuan pendahuluan (suhu 80 o C dengan intensitas perendaman 3x24 jam) pada percobaan II dan III. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu konsentrasi ethephon yang terdiri atas E0: ethephon 0%, E1: ethephon 0.4%, E2: ethephon 0.8%, E3: ethephon 1.2%, dan E4: ethephon 1.6%. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat 25 satuan percobaan. Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ij = respon pengamatan perlakuan konsentrasi ethephon = nilai tengah umum = pengaruh perlakuan konsentrasi ethephon taraf ke-i = pengaruh galat percobaan Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data diolah menggunakan SAS. Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air Panas Suhu 80 o C Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu perlakuan pematahan dormansi yang terdiri atas lima perlakuan yaitu: T1 = Perendaman pada suhu 80 o C selama 3x24 jam + ethephon 0.0% + pemanasan kering selama 1 minggu T2 = Perendaman pada suhu 80 o C selama 3x24 jam + ethephon 0.4% + pemanasan kering selama 1 minggu T3 = Perendaman pada suhu 80 o C selama 3x24 jam + ethephon 0.8% + pemanasan kering selama 1 minggu 12

27 13 T4 = Perendaman pada suhu 80 o C selama 3x24 jam + ethephon 1.2% + pemanasan kering selama 1 minggu T5 = Perendaman pada suhu 80 o C selama 3x24 jam + ethephon 1.6% + pemanasan kering selama 1 minggu Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat 25 satuan percobaan. Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ij = respon pengamatan perlakuan = nilai tengah umum = pengaruh perlakuan taraf ke-i = pengaruh galat percobaan Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data diolah menggunakan SAS. Pelaksanaan Percobaan I Benih yang digunakan terlebih dahulu direndam dalam air selama 7 hari untuk membersihkan kotoran, lalu dikering-anginkan selama 24 jam sebelum diberi perlakuan. Masing-masing perlakuan menggunakan 50 butir benih. Pemberian perlakuan dilakukan mula-mula dengan memanaskan air yang akan digunakan untuk perendaman hingga mencapai suhu masing-masing perlakuan. Benih kelapa sawit direndam dalam air panas sesuai dengan perlakuan intensitas perendaman. Waktu yang digunakan dalam satu kali perendaman yaitu 24 jam. Pada perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam, dilakukan penggantian air panas tiap 24 jam. Setelah proses perendaman, benih dicuci menggunakan air lalu direndam dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l -1 selama 5 menit, kemudian benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang perkecambahan. Setelah itu benih diletakkan dalam tray perkecambahan dan 13

28 14 diberi label lalu diletakkan di ruang inkubasi (ruang perkecambahan) selama 35 hari. Penyemprotan benih dilakukan setiap hari menggunakan fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l -1. Diagram alir percobaan I disajikan pada Gambar 2. Perendaman I dalam air suhu kamar (27 o C) selama 7 hari Pengering-anginan I selama 24 jam Perendaman dalam air panas suhu P0: suhu air tanpa pemanasan (27 o C), P1: suhu air awal 60 o C, P2: suhu air awal 70 o C, P3: suhu air awal 80 o C, dan P4: suhu air awal 90 o C dan intensitas perendaman I0: tanpa perendaman, I1: 1x24 jam (satu kali perendaman selama 24 jam), I2: 2x24 jam (dua kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam), dan I3: 3x24 jam (tiga kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam) Pencucian dan pemberian fungisida Dithane 5 g l -1 Pengering-anginan II selama 4 jam Perkecambahan dalam ruang inkubasi suhu o C dan kelembaban 60-65% selama 35 hari Gambar 2. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan I 14

29 15 Percobaan II Persiapan benih kelapa sawit dilakukan seperti pada percobaan I. Benih kelapa sawit diberi perlakuan perendaman dalam air panas berdasarkan hasil terbaik pada percobaan I. Benih dikering-anginkan terlebih dahulu selama 4 jam sebelum diberi perlakuan perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon selama 48 jam. Volume larutan ethephon yang digunakan untuk merendam 50 butir benih yaitu 200 ml (Herrera et al., 1998). Perendaman dilakukan menggunakan wadah plastik yang ditutup rapat. Setelah perendaman dalam ethephon, benih dicuci menggunakan air lalu direndam dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l -1 selama 5 menit, kemudian benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang perkecambahan. Diagram alir percobaan II disajikan pada Gambar 3. Percobaan III Percobaan III dilakukan sebagai percobaan lanjutan dari percobaan I dan II. Pemanasan kering dilakukan pada akhir perlakuan untuk menurunkan kadar air benih sehingga diharapkan mampu meningkatkan perkcambahan dan menekan tingkat serangan cendawan. Pemanasan kering selama 1 minggu dilakukan pada pemrosesan ulang benih kelapa sawit yang belum tumbuh di PT Astra Agro Lestari Tbk. Benih mula-mula direndam dalam air suhu 80 o C selama 3x24 jam. Benih dikering-anginkan terlebih dahulu selama 4 jam lalu direndam dalam berbagai konsentrasi ethephon selama 48 jam, setelah itu dikering-anginkan kembali selama 24 jam. Benih lalu dimasukkan ke dalam plastik lalu diikat dengan rapat dan dimasukkan ke dalam ruang pemanasan kering dengan suhu o C selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, benih dicuci menggunakan air lalu direndam dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l -1 selama 5 menit, kemudian benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang perkecambahan. Diagram alir percobaan III disajikan pada Gambar 4. 15

30 16 Perendaman I dalam air suhu kamar (27 o C) selama 7 hari Pengering-anginan I selama 24 jam Hasil terbaik percobaan I Perendaman dalam air suhu 80 o C selama 3x24 jam Pengering-anginan II selama 4 jam Perendaman dalam ethephon selama 48 jam Pencucian dan pemberian fungisida Dithane 5 g l -1 Pengering-anginan III selama 4 jam Perkecambahan dalam ruang inkubasi suhu o C dan kelembaban 60-65% selama 35 hari Gambar 3. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan II 16

31 17 Perendaman I dalam air suhu kamar (27 o C) selama 7 hari Pengering-anginan I selama 24 jam Hasil terbaik percobaan I Perendaman dalam air suhu 80 o C selama 3x24 jam Pengering-anginan II selama 4 jam Perendaman dalam ethephon selama 48 jam Pengering-anginan III selama 24 jam Pemanasan kering pada suhu o C selama 1 minggu Pencucian dan pemberian fungisida Dithane 5 g l -1 Pengering-anginan IV selama 4 jam Perkecambahan dalam ruang inkubasi suhu o C dan kelembaban 60-65% selama 35 hari Gambar 4. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan III 17

32 18 Pengamatan Pengamatan terhadap kecambah kelapa sawit dilakukan setiap hari setelah inkubasi selama 35 hari. Pengamatan meliputi kecambah normal, abnormal, dan dorman. Pengamatan terhadap percobaan ini menggunakan beberapa tolok ukur yaitu: 1. Kadar air benih (KA) Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan metode langsung menggunakan oven. Benih dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105 o C selama 48 jam. Benih ditimbang menggunakan timbangan digital. Penetapan kadar air benih ditentukan menggunakan rumus: 2. Daya berkecambah (DB) Perhitungan daya berkecambah menggunakan rumus: Pengamatan dilakukan sebanyak lima kali yaitu pada 7 HSI (hari setelah inkubasi), 14 HSI, 21 HSI, 28 HSI, dan 35 HSI. 3. Kecepatan tumbuh (K CT ) Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam tolok ukur persentase pertambahan kecambah normal per hari selama 35 hari. Perhitungan kecepatan tumbuh menggunakan rumus: 4. Potensi tumbuh maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum benih merupakan persentase benih yang berkecambah (normal dan abnormal) sampai akhir pengamatan terhadap jumlah keseluruhan benih yang dikecambahkan. Potensi tumbuh maksimum digunakan untuk mengidentifikasi viabilitas total dari benih kelapa sawit yang diuji. Perhitungan potensi tumbuh maksimum menggunakan rumus: 18

33 19 5. Intensitas dormansi (ID) Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir pengamatan (35 HSI). Benih yang terserang cendawan sebelum akhir pengamatan dan belum berkecambah (dorman) termasuk ke dalam perhitungan intensitas dormansi. Perhitungan intensitas dormansi menggunakan rumus: 6. Persentase benih terserang cendawan Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang terserang cendawan selama pengecambahan (35 HSI). Perhitungan persentase benih terserang cendawan menggunakan rumus: 19

34 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan suhu air rendaman dengan intensitas perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap seluruh tolok ukur yang diamati kecuali kadar air benih dan persentase benih terserang cendawan. Perlakuan suhu air (P) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan persentase benih terserang cendawan. Faktor perlakuan intensitas perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap peubah daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, intensitas dormansi, dan persentase benih terserang cendawan tetapi tidak berpengaruh nyata pada kadar air benih (Tabel 1). Kadar air benih pada percobaan I berkisar antara 21.3% sampai 23.3%. Sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai 7. Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan suhu air dan intensitas perendaman pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit Peubah Faktor Perlakuan P I P*I Kadar air benih tn tn tn Daya berkecambah ** ** ** Kecepatan tumbuh ** ** ** Potensi tumbuh maksimum ** ** ** Intensitas dormansi ** ** ** Persentase benih terserang cendawan tn ** tn Keterangan: ** = berbeda nyata pada taraf 1% ; tn = tidak berbeda nyata ; P*I = pengaruh interaksi suhu air (P) dan intensitas perendaman (I) 20

35 21 Berdasarkan Tabel 2, perendaman selama 1x24 jam dalam berbagai suhu tidak mampu membuat benih berkecambah. Semakin tinggi intensitas perendaman, daya berkecambah benih semakin meningkat. Daya berkecambah meningkat hingga suhu 80 o C lalu mengalami penurunan pada suhu 90 o C. Daya berkecambah tertinggi didapat pada perlakuan perendaman dalam suhu 80 o C selama 3x24 jam yaitu sebesar 16.7%. Perlakuan ini kemudian digunakan pada percobaan II sebelum benih direndam dalam ethephon. Tabel 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah Suhu Air Intensitas Perendaman 1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam 27 o C 0.71g (0.0) 0.71g (0.0) 0.71g (0.0) 60 o C 0.71g (0.0) 0.72fg (1.3) 0.77c (8.7) 70 o C 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.76cd (7.3) 80 o C 0.71g (0.0) 0.74de (5.3) 0.82a (16.7) 90 o C 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.78b (11.3) Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi (x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi ; kk= 1.36% % Pada intensitas perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam, terjadi peningkatan kecepatan tumbuh (Tabel 3) dan potensi tumbuh maksimum benih (Tabel 4) hingga suhu 80 o C lalu mengalami penurunan pada suhu 90 o C. Peningkatan kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum juga terjadi pada intensitas perendaman yang lebih tinggi. Kecepatan tumbuh tertinggi didapat pada perlakuan perendaman dalam suhu 80 o C selama 3x24 jam yaitu sebesar 0.59% KN etmal -1 dengan potensi tumbuh maksimum sebesar 16.7%. 21

36 22 Tabel 3. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap kecepatan tumbuh Suhu Air Intensitas Perendaman 1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam % KN etmal o C g (0.00) g (0.00) g (0.00) 60 o C g (0.00) fg (0.04) c (0.32) 70 o C g (0.00) ef (0.12) cd (0.27) 80 o C g (0.00) de (0.18) a (0.59) 90 o C g (0.00) efg (0.11) b (0.43) Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi (x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi ; kk= 0.06% Tabel 4. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap potensi tumbuh maksimum Suhu Air Intensitas Perendaman 1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam 27 o C f (0.0) f (0.0) f (0.0) 60 o C f (0.0) ef (1.3) c (8.7) 70 o C f (0.0) e (3.3) cd (7.3) 80 o C f (0.0) d (6.0) a (16.7) 90 o C f (0.0) e (3.3) b (12.0) Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi (x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi ; kk= 1.29% % Perendaman selama 3x24 jam menurunkan persentase benih terserang cendawan dari 56.8% menjadi 22.5% dibanding pada perendaman 1x24 jam. Rata-rata pengaruh suhu air terhadap persentase benih terserang cendawan berkisar antara 38.0% hingga 44.2%. 22

37 23 Tabel 5. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase benih terserang cendawan Suhu Air Intensitas Perendaman 1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam Rata-rata % 27 o C (P0) o C (P1) o C (P2) o C (P3) o C (P4) Rata-rata 56.8a 42.3b 22.5c Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5% ; kk = 15.72% Berdasarkan hasil dari percobaan I, terlihat bahwa perlakuan perendaman dalam air 80 o C selama 3x24 jam memberikan hasil terbaik dibanding perlakuan lainnya. Oleh karena itu, perlakuan ini akan digunakan pada percobaan selanjutnya. Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Ethephon terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase benih terserang cendawan (Tabel 6). Sidik ragam perlakuan pengaruh konsentrasi ethephon terhadap perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 8 sampai

38 24 Tabel 6. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon pada tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%) Kadar air benih ** 3.52 Daya berkecambah ** 0.96 # Kecepatan tumbuh ** 0.05 # Potensi tumbuh maksimum ** Intensitas dormansi ** 4.03 Persentase benih terserang cendawan tn Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # = transformasi (x+0.5) Kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh cenderung menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat hingga konsentrasi 0.4% yaitu sebesar 29.2% lalu menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi menurun hingga konsentrasi ethephon 0.4% yaitu sebesar 70.8% lalu meningkat pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Persentase benih terserang cendawan berkisar antara 12.8% sampai 16.0% (Tabel 7). Tabel 7. Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air (KA), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (K CT ), potensi tumbuh maksimum (PTM), intensitas dormansi (ID), dan persentase benih terserang cendawan Konsentrasi Ethephon (%) KA (%) DB (%) K CT (% etmal -1 ) PTM (%) ID (%) Benih Terserang Cendawan (%) a 0.802a (14.4) a (0.51) 14.4c 85.6a ab 0.713b (0.8) b (0.04) 29.2a 70.8c c 0.707b (0.0) b (0.00) 20.0b 80.0b bc 0.707b (0.0) b (0.00) 23.2b 76.8b bc 0.707b (0.0) b (0.00) 20.4b 79.6b 13.2 Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi (x+0.5) 24

39 25 Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air Panas 80 o C Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, perlakuan pematahan dormansi menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum, namun tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang cendawan (Tabel 8). Sidik ragam perlakuan pematahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 14 sampai 19. Tabel 8. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan dormansi pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%) Kadar air benih ** 3.44 Daya berkecambah ** 1.60 # Kecepatan tumbuh ** 0.12 # Potensi tumbuh maksimum ** 6.82 Intensitas dormansi tn 9.00 Persentase benih terserang cendawan tn Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # = transformasi (x+0.5) Perlakuan pematahan dormansi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Konsentrasi ethephon tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang cendawan. Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh nyata menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat secara nyata hingga konsentrasi ethephon 0.4% (T2) yaitu sebesar 52.0% lalu menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi berkisar antara 56.4% sampai 66.4%, sedangkan persentase benih terserang cendawan berkisar antara 13.6% sampai 16.4%. 25

40 26 Tabel 9. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80 o C selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu terhadap KA, DB, K CT, PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan Perlakuan KA (%) DB (%) K CT (% etmal -1 ) PTM (%) ID (%) Benih Terserang Cendawan (%) T1 19.5a 0.914a (33.6) a (1.75) 33.6d T2 18.8ab 0.729b (3.2) b (0.17) 52.0a T3 17.9c 0.707c (0.0) c (0.00) 43.6b T4 18.2bc 0.707c (0.0) c (0.00) 39.6c T5 18.2bc 0.707c (0.0) c (0.00) 36.4cd Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi (x+0.5). KA= kadar air benih, DB= daya berkecambah, K CT = kecepatan tumbuh, PTM= potensi tumbuh maksimum, ID= intensitas dormansi. Pembahasan Kadar air merupakan faktor penting dalam perkecambahan benih kelapa sawit. Air harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pelunakan kulit, memberi fasilitas masuknya oksigen, mengencerkan protoplasma untuk mengaktifkan berbagai macam fungsinya, dan sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio (Kamil, 1979). Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan makanan dalam benih jika air dalam benih cukup tersedia. Hal ini akan memacu perkembangan embrio dalam benih untuk menembus testa atau kulit benih dan muncul melalui operculum (Silomba, 2006). Benih kelapa sawit merupakan benih yang membutuhkan kadar air di atas 18% untuk dapat berkecambah (Adiguno, 1998). Pada percobaan I, perlakuan meningkatkan kadar air benih, sedangkan pada percobaan II dan III menurunkan kadar air benih. Hal ini diduga karena pada percobaan I menggunakan bahan perendam air yang memiliki kepekatan sama, sedangkan pada percobaan II dan III menggunakan bahan perendam ethephon dalam berbagai konsentrasi yang memiliki kepekatan berbeda. Semakin pekat larutan perendam, semakin sulit imbibisi ke dalam benih. Hal ini karena kerasnya 26

41 27 kulit benih yang mengandung lignin menjadi penghalang masuknya air (Nurmailah, 1999). Suhu air dan intensitas perendaman mempengaruhi penyerapan air ke dalam benih, hal ini karena air dan oksigen yang dibutuhkan untuk perkecambahan dapat masuk ke benih tanpa halangan sehingga benih dapat berkecambah (Sumanto dan Sriwahyuni, 1993). Kadar air benih berhubungan erat dengan persentase benih terserang cendawan. Persentase benih terserang cendawan pada percobaan I cenderung lebih tinggi dibanding percobaan II dan III. Cendawan banyak menyerang benih yang memiliki kadar air yang lebih tinggi. Selain itu, persentase benih terserang cendawan yang tinggi pada penelitian ini diduga karena kerapatan benih pada tray perkecambahan kecil sehingga uap air yang dihasilkan dari proses respirasi benih rendah. Uap air yang rendah mengakibatkan kelembaban relatif meningkat sehingga potensi munculnya cendawan semakin besar. Kerapatan benih dalam tray pada percobaan yaitu sebesar 0.14 butir cm -2 dengan jumlah benih yang dikecambahkan sebanyak 300 butir dalam tray berukuran 32x65 cm, sedangkan kerapatan benih yang digunakan dalam proses pengecambahan konvensional yaitu sebesar 0.34 butir cm -2. Cendawan yang menyerang pada percobaan I (Gambar 5) tidak mampu diidentifikasi karena spora cendawan tidak keluar sehingga hasil mikroskopis tidak menunjukkan struktur khusus yang mencirikan salah satu jenis cendawan, sedangkan cendawan yang menyerang pada percobaan II (Gambar 6) dan III (Gambar 7) adalah Aspergillus sp. A B C Gambar 5. Serangan cendawan pada percobaan I. A. Cendawan pada benih; B. Isolat cendawan; C. Bentuk mikroskopis cendawan (Perbesaran 400x) 27

42 28 A B C Gambar 6. Serangan cendawan pada percobaan II. A. Aspergillus sp. pada benih; B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp. (Perbesaran 40x) A B C Gambar 7. Serangan cendawan pada percobaan III. A. Aspergillus sp. pada benih; B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp. (Perbesaran 40x) Pada percobaan I, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum yang dihasilkan masih sangat rendah. Peningkatan intensitas perendaman meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Peningkatan suhu air juga mempengaruhi perkecambahan benih kelapa sawit, semakin tinggi suhu air maka daya berkecambah benih semakin meningkat hingga mencapai maksimum 16.7% pada suhu 80 o C dan mengalami penurunan pada suhu 90 o C. Penurunan pada suhu 90 o C dapat terjadi karena tiap spesies memiliki respon tersendiri terhadap suhu. Agba et al. (2005) melaporkan bahwa perendaman benih Mucuna flagellipes di dalam air suhu 60 o C 28

43 29 selama 10 menit memberikan hasil yang lebih baik dibanding perendaman dalam suhu 80 o C dan 100 o C. Menurut Crocker dan Barton (1953), suhu tertentu dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi lapisan kulit benih sehingga membuat benih permeabel terhadap air, namun pada suhu air yang terlalu tinggi diasumsikan perendaman tidak hanya melarutkan lapisan kutikula di sekitar kulit benih, tetapi bagian dalam benih seperti embrio atau kotiledon juga dapat ikut terlarut dalam air. Hasil perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Gambar 8. A B C D Gambar 8. Kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). A. Kecambah normal; B. Kecambah normal; C. Kecambah abnormal (plumula tidak ada); D. Kecambah abnormal (plumula dan radikula tidak tumbuh berlawanan arah). Penggunaan ethephon pada percobaan II dan III meningkatkan persentase benih yang berkecambah dibanding percobaan I. Hal ini karena penambahan ethephon meningkatkan ketersediaan etilen yang mampu merangsang perkecambahan benih. Menurut da Silva et al. (2005), beberapa benih berkulit keras memiliki dinding sel endosperma yang cukup tebal dan berdekatan dengan ujung radikula. Penipisan dinding sel endosperma diperlukan agar radikula dapat muncul keluar. Gong dan Bewley (2007) menambahkan bahwa penipisan dinding sel endosperma dipengaruhi oleh beberapa enzim, salah satunya adalah enzim endo-β-mannanase. Gong et al. (2005) mengemukakan bahwa peningkatan enzim endo-β-mannanase di endosperma cukup untuk memunculkan radikula. Berdasarkan penelitian Nascimento et al. (2000), penambahan etilen pada benih selada mampu meningkatkan enzim endo-β-mannanase. Menurut Matilla dan Matilla-Vazquez (2008), peningkatan enzim endo-β-mannanase mampu menipiskan dinding sel endosperma sehingga radikula dapat muncul dan 29

44 30 mematahkan dormansi benih. Gambar 9 menunjukkan pertumbuhan benih kelapa sawit selama percobaan. A B C Gambar 9. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit. A.17 hari setelah tumbuh; B. 14 hari setelah tumbuh; C. 11 hari setelah tumbuh Pada percobaan II dan III, perendaman dalam ethephon menurunkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh, hasil terbaik ditunjukkan pada perendaman ethephon 0%. Potensi tumbuh maksimum memberikan hasil yang berbeda, potensi tumbuh maksimum yang lebih tinggi didapat pada konsentrasi ethephon 0.4% dan menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal pada perendaman menggunakan ethephon konsentrasi 0.4% sampai 1.6%. Berdasarkan hasil penelitian Wan dan Hor (1983), penggunaan ethephon 0.1% dan 0.2% tidak mampu mematahkan dormansi benih kelapa sawit. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa perendaman dalam ethephon 1.2% menghasilkan 60% benih kelapa sawit yang berkecambah, namun benih banyak yang tumbuh tidak normal. Johnston (1977) mengemukakan bahwa pemberian etilen dari luar dalam bentuk ethephon mampu mengimbangi rendahnya kapasitas sintesis etilen alami pada benih dorman, namun pada konsentrasi ethephon yang semakin tinggi, kandungan morphactin dalam benih juga semakin besar. Morphactin merupakan senyawa yang dikenal sebagai penghambat pertumbuhan, terutama menghambat pertumbuhan radikula. Hal ini yang menyebabkan banyaknya kecambah abnormal (Gambar 10). 30

45 31 Percobaan III memberikan hasil potensi tumbuh maksimum sebesar 52.0% lebih baik dibanding percobaan II (PTM 29.2%). Hal ini karena adanya pemanasan kering selama 1 minggu di akhir perlakuan. Menurut Hussey (1958), metode pemanasan kering mampu melunakkan kulit benih sehingga mempermudah proses imbibisi air ke dalam benih serta merangsang perkecambahan benih kelapa sawit. E0 E1 E2 E3 E4 Gambar 10. Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit pada Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon Benih kelapa sawit memiliki kemiripan struktur dengan benih aren. Benih aren mengalami dorman karena memiliki kulit benih yang keras dan kadar lignin yang cukup tinggi. Benih aren juga memiliki operculum yang merupakan titik keluarnya embrio benih. Perlakuan yang efektif untuk mematahkan dormansi benih aren yaitu dengan deoperkulasi menggunakan amplas. Benih aren digosok menggunakan amplas tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrionya. Perlakuan ini menghasilkan 88.33% daya berkecambah pada benih yang ditanam dalam pasir (Rofik dan Murniati, 2008). 31

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Dormancy Breaking of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seeds by Hot Water Soaking and Variation of Ethephon Concentration

Dormancy Breaking of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seeds by Hot Water Soaking and Variation of Ethephon Concentration Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Variasi Konsentrasi Ethephon Dormancy Breaking of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seeds by Hot Water

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di PPKS Marihat, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 5 bulan, dimulai tanggal 1 Maret hingga 24 Juli 2010.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DENGAN PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN GIBERELIN LIDIA AMINARNI

PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DENGAN PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN GIBERELIN LIDIA AMINARNI PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DENGAN PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN GIBERELIN LIDIA AMINARNI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A34401004 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Dormansi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA RANI KURNILA A24052666 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit diperkirakan berasal dari Afrika Barat dan Amerika Selatan. Tanaman ini lebih berkembang di Asia Tenggara. Bibit kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm,

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman delima diklasifikasikan sebagai berikut kingdom: Plantae, divisio : Spermatophyta, subdivisio : Angiospermae, kelas : Dicotyledonae, ordo : Myrtales, famili : Punicaceae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu, di Laboratorium PKHT IPB, Baranangsiang untuk pengujian kadar air dan penyimpanan dengan perlakuan suhu kamar dan suhu rendah.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari pada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersial dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.

Lebih terperinci

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi PENGARUH PERLAKUAN PEMECAHAN DORMANSI TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH KOPI LIBERIKA TUNGKAL JAMBI (Coffea liberica var. liberica cv. Liberika Tungkal Jambi) Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di 15 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar. dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai dengan pertanaman sekaligus merupakan

Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar. dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai dengan pertanaman sekaligus merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai dengan pertanaman sekaligus merupakan salah satu penentu perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah H

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

RESPON DAYA KECAMBAH BIJI SAGA (Adenanthera pavonina L.) AKIBAT LAMA WAKTU PERENDAMAN DENGAN AIR

RESPON DAYA KECAMBAH BIJI SAGA (Adenanthera pavonina L.) AKIBAT LAMA WAKTU PERENDAMAN DENGAN AIR RESPON DAYA KECAMBAH BIJI SAGA (Adenanthera pavonina L.) AKIBAT LAMA WAKTU PERENDAMAN DENGAN AIR RESPONSE OF SAGA (Adenanthera pavonina L.) SEEDS GERMINATION CAPACITY EFFECT OF WATER SUBMERGED TIME Annisa

Lebih terperinci

PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH :

PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH : PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH : DIO TIRTA ARDI 110301215 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.) SKRIPSI. Oleh :

PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.) SKRIPSI. Oleh : PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.) SKRIPSI Oleh : SYAHRI RAMADHANI 100301210/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lokasi penelitian mempunyai topografi lahan datar dengan tekstur tanah yang remah dengan jenis tanah inseptisol. Pohon aren yang terseleksi untuk sampel

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 Januari 2017 di Food Technology Laboratory, Laboratorium Terpadu, Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (Allium cepa L.) terhadap viabilitas benih kakao (Theobrema cacao L.) ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. (Allium cepa L.) terhadap viabilitas benih kakao (Theobrema cacao L.) ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak bawang merah (Allium cepa L.) terhadap viabilitas benih kakao (Theobrema cacao L.) ini bersifat

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK BENIH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN DAYA SIMPANNYA. Oleh Eko Purwanto A

STUDI KARAKTERISTIK BENIH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN DAYA SIMPANNYA. Oleh Eko Purwanto A STUDI KARAKTERISTIK BENIH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN DAYA SIMPANNYA Oleh Eko Purwanto A34404039 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat,

II. TINJUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat, II. TINJUAN PUSTAKA 2.1.Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat, tetapi dapat dikembangkan diluar daerah asalnya termasuk Indonesia. Pada tahun 1848

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG 6000 (K) terdiri dari

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 5x4. Faktor pertama adalah konsentrasi

Lebih terperinci

yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu terjadi karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS. Al-Baqarah : 61)

yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu terjadi karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS. Al-Baqarah : 61) yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu terjadi karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS. Al-Baqarah : 61) BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian Penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 2, Mei 2014 (25 32)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 2, Mei 2014 (25 32) PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN DENGAN AIR TERHADAP DAYA BERKECAMBAH TREMBESI (Samanea saman) (EFFECT OF WATER SUBMERGED TIME TO RAIN TREE (Samanea saman) GERMINATION) Yuli Ardani Lubis, Melya Riniarti,

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Asam Jawa (Tamarindus indica) Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai umur hingga 200 tahun. Akar pohon asam jawa yang dalam, juga membuat

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L. Pengaruh Konsentrasi dan Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Mas Khoirud Darojat, Ruri Siti Resmisari, M.Si, Ach. Nasichuddin, M.A. Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI

PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI Oleh: AINUL FAHRIN SIREGAR 050301028 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

PENENTUAN CARA PERLAKUAN PENDAHULUAN BENIH SAGA POHON ( Adenanthera sp.) Determinatiom of Seeds Pre-treatment Method of Saga Pohon (Adenanthera sp.

PENENTUAN CARA PERLAKUAN PENDAHULUAN BENIH SAGA POHON ( Adenanthera sp.) Determinatiom of Seeds Pre-treatment Method of Saga Pohon (Adenanthera sp. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 2 : 97-101 (2002) Komunikasi (Communication) PENENTUAN CARA PERLAKUAN PENDAHULUAN BENIH SAGA POHON ( Adenanthera sp.) Determinatiom of Seeds Pre-treatment Method

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit III. keras dengan fisik dan kimiawi. Tinjauan Pustaka Biji terdiri dari embrio, endosperma,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari April 2012. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sampai sekarang ini semakin meningkat, baik dari segi pengembangan maupun permintaan pasar.

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN (Arenga pinnata) Kamaludin Fakultas pertanian Universitas Kapuas Sintang e-mail : kamaludinkamal27@yahoo.co.id Abstrak: Tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Oktober 2015 sampai dengan

Lebih terperinci

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk dapat memperbaiki sifat-sifat genetik dan fisik benih yang mencangkup

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Kromatografi dan Analisis Tumbuhan, Departemen

Lebih terperinci

PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH

PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH SOAKING OF Adenanthera pavonina Linn. IN VARIOUS OF COCONUT WATER CONCENTRATION

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018)

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018) Uji Tetrazolium pada Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) sebagai Tolok Ukur Viabilitas Tetrazolium Test on Winged Bean Seed (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) As Standard Measuring

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Produksi

Lebih terperinci